Diajukan Kepada :
Disusun Oleh :
Disusun Oleh:
20170411171
Telah dipresentasikan
Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,
ii
DAFTAR ISI
iii
A. Definisi ................................................................................................... 14
B. Etiologi ................................................................................................... 15
C. Epidemiologi .......................................................................................... 17
D. Patofisiologi............................................................................................ 18
E. Perjalanan penyakit ................................................................................ 19
F. Kriteria diagnosis ....................................................................................... 20
G. Tanda dan gejala ..................................................................................... 22
H. Klasifikasi ............................................................................................... 27
a. Skizofrenia Paranoid ................................................................................ 31
1. Pengertian .......................................................................................... 31
2. Penegakan diagnosis ......................................................................... 33
3. Penatalaksanaan................................................................................ 33
4. Prognosis ........................................................................................... 41
BAB III PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 45
iv
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 37 tahun
TTL : 15 Juni 1980
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Krajan, Dukuh, Sidomukti, Salatiga
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Pernikahan : Belum menikah
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Orang tua pasien datang ke poli jiwa tanpa membawa pasien untuk
kontrol post opname di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang dengan keluhan
sering bingung dan bengong.
Autoanamnesis:
1
emosi pasien masih belum stabil karena terkadang dia marah jika dinasehati
oleh Ayahnya. Saat marah dia merasa ada dorongan yang kuat untuk marah
dan mengusir orang-orang disekitarnya padahal yang ia lakukan itu tidak
sesuai kehendaknya. Namun akhir-akhir ini emosinya semakin stabil dan
jarang marah.
Pasien mengaku tahu jika sedang mengalami sakit jiwa. Selain itu
pasien merasa bahwa dirinya masih mudah cemas dan emosi serta kadang-
kadang pasien masih merasakan sedikit ketakutan untuk keluar rumah karena
merasa malu dan minder dengan orang-orang disekitar rumah.
Pasien mengaku sudah tidak pernah mendengar suara-suara orang
asing pada telinganya, tidak pernah melihat bayang-bayang orang lain, tidak
merasa seperti disentuh atau diperintah. Tidak ada perasaan dikejar atau
sedang diamati oleh seseorang. Nafsu makan baik, pola tidur tidak terganggu.
Pasien mengaku rutin minum obat yang diberikan dokter dari RSUD Salatiga.
Alloanamnesa:
Dari hasil alloanamnesa yang didapatkan dari Ayah kandung Tn. M
mengatakan bahwa keadaan anaknya sekarang ini sudah lebih stabil dan baik
jika dibandingkan keadaan yang lalu-lalu. Pada saat kontrol Ayah Tn. M tidak
mengajak anaknya untuk ikut ke RS karena anaknya tidak mau ikut karena
masih merasa takut jika gejala-gejala yang dialaminya dimasa lalu timbul lagi.
Menurut Ayah Tn. M gejala yang paling mengganggu untuknya adalah
keadaan emosi Tn. M yang masih belum stabil. Dia mengatakan bahwa Tn. M
kadang marah-marah jika dinasehati namun keadaan ini sudah lebih baik
dibandingkan sebelum berobat.
2
Saat itu dia berangkat bersama dengan kakak sepupunya. Saat tiba di
kalimantan dia ditempatkan di hutan kelapa sawit bersama teman-temannya.
Awalnya Tn. M dipisah-pisahkan dengan teman-temannya untuk kerja mandiri
sedangkan Tn. M ingin bersama dengan teman-temannya karena dia merasa
cemas jika bekerja sendiri. Dia bekerja dengan membawa hasil panen kelapa
dan jalan jauh untuk disetorkan ke basecamp sendirian. Sejak itu pasien
merasa sedih dan cemas. Setelah itu pasien pernah diajak untuk melihat reog
bersama teman sekantornya dan saat itu dia kerasukan, pasien merasa sangat
pusing dan semua tubuhnya terasa panas. Sejak saat itu pasien sering dibilang
oleh rekannya jika sering berbicara sendiri, ngelantur, bengong dan seperti
orang gila. Pasien mengaku saat itu tidak mendengar suara-suara seseorang
dan tidak melihat bayangan seseorang. Namun dia merasa takut dan cemas
terhadap lingkungan sekitarnya. Karena itu dia hanya kerja 11 bulan dan
dipulangkan ke rumahnya.
Saat di perjalanan tepatnya di kapal, pasien sering menyendiri dan
murung, tidak mau diajak berkomunikasi, merasa sedih dan malu terhadap
keluarganya dan merasa khawatir memikirkan kedepannya saat dia tiba di
rumah. Dia pulang ke rumah diantar oleh kakaknya tanpa mendapatkan
perawatan baik medis maupun non medis di tempat kerjanya.
Setibanya di rumah pasien tidak langsung berobat. Dia dirumah selama
6 bulan dan ketika kondisinya tidak kunjung membaik Ayah Tn. M
membawanya ke puskesmas dan mendapat perawatan selama 2 tahun. Pasien
mengaku selalu mengikuti aturan minum obat dan nasehat yang diberikan oleh
dokter puskesmas. Namun karena kondisinya tidak kunjung membaik dan
terus bengong, emosi tidak stabil, tidak dapat diajak berkomunikasi sehingga
dia di rujuk ke RS Padurungan Semarang dan dirawat selama 15 bulan. Disana
dia mendapatkan perawatan yang baik dan selalu mendapatkan jatah rokok,
padahal sebelum itu pasien tidak pernah merokok. Pasien mengatakan dia
diberi jatah rokok agar dia tenang, semua pasien disana juga selalu diberikan
jatah rokok untuk mengontrol kondisi masing-masing pasien. Saat dirawat,
pasien mengaku menjadi lebih baik dan mampu mengontrol dirinya. Dia juga
3
mengaku minum obat teratur. Setelah 15 bulan pasien dipulangkan karena
kondisinya membaik dan melanjutkan dengan obat rutin.
Setelah pulang pasien mendapat perawatan rutin dan kontrol rutin di
puskesmas. Namun pasien mengatakan pernah kambuh dan dirujuk ke RSJ
Magelang 2 kali. Saat rujukan pertama pasien dirujuk karena pernah masuk
kedalam sumur karena dia merasa takut saat dia berjalan-jalan di halaman
rumahnya. Saat itu dia merasa ada takut dan cemas dan merasa bahwa ada
seseorang yang mengejeknya dan ingin mencelakai dia sehingga dia lari
ketakutan dan masuk ke sumur untuk sembunyi. Saat rujukan yang kedua dia
sempat marah-marah terhadap ayahnya dan membacok ayahnya dengan celurit
sehingga dia diikat dan dibawa ke RSJ Magelang. Saat itu pasien mengaku
tidak berniat menyakiti ayahnya. Dia merasa ada suatu dorongan untuk
mencelakai orang-orang disekitarnya.
Setelah pengobatan kedua dari RSJ Magelang Ayah pasien datang ke
RSUD Salatiga untuk kontrol dan mengaku ingin melanjutkan pengobatan di
Salatiga saja karena lebih dekat dan di Salatiga tersedia obat yang dibutuhkan
pasien.
Alloanamnesa:
Dari keterangan yang didapatkan dari Ayah Tn. M bahwa anaknya
berangkat ke kalimantan bersama dengan kakak sepupunya dalam keadaan
sehat. Lalu saat tiba dirumah setelah 11 bulan bekerja pasien hanya diam
dirumah dan sulit diajak komunikasi baik oleh tetangga maupun keluarga
dekatnya. Namun karena kondisinya tidak membahayakan diri pasien dan
keluarga dan karena sosial ekonomi keluarga tidak mencukupi untuk berobat,
Ayah Tn. M memutuskan untuk merawat anaknya di rumah. Setelah 6 bulan
dirawat kondisi Tn. M semakin memburuk dan mudah tersinggung. Sering
bengong, bicara ngelantur dan rawat dirinya kurang sehingga ayah Tn. M
membawanya ke puskesmas. Dari puskesmas pasien diberikan obat dan
dianjurkan untuk kontrol rutin. Namun setelah 2 tahun kontrol rutin di
puskesmas ayah Tn. M merasa belum puas dengan pengobatan yang diberikan
4
sehingga setelah melakukan diskusi dengan dokter puskesma didapatkan
keputusan untuk merujuk Tn. M ke Semarang.
Di RS Padanaran Semarang, pasien dirawat selama 15 bulan. Setelah
itu saat pasien dikembalikan ke rumah kondisinya sudah membaik, emosi
stabil rawat diri baik, gejala yang dirasakan sebelumnya sudah jarang kambuh,
sudah tenang sehingga selanjutnya pasien dibawa kembali pulang dan
melakukan kontrol rutin di Puskesmas.
Setelah itu Ayah Tn. M mengaku pernah membawa anaknya ke RSJ
Magelang 2 kali. Kejadian pertama dibawa oleh karena pasien sering merasa
ketakutan dan cemas, sering mondar mandir tidak bisa tidur dan suatu hari dia
tiba-tiba masuk ke sumur untuk sembunyi karena ketakutan sehingga ayah Tn.
M memutuskan untuk membawanya ke RSJ Magelang. Untuk kejadian kedua
Ayah Tn. M membawanya karena emosi pasien yang tidak stabil. Saat subuh
pasien sering keluar rumah dan ayahnya menasehati untuk masuk kedalam
rumah namun tiba-tiba pasien marah dan mengambil celurit serta mengusir
orang-orang disekitarnya. Saat itu sempat terjadi perkelahian sehingga ayanya
terkena luka bacok untungnya kakak perempuan pasien membantu ayahnya
dan mengikat pasien. Setelah itu pasien langsung dibawa ke RSJ Magelang.
Setelah pulang dari RSJ Magelang, ayah pasien meminta rujukan ke
RSUD Salatiga untuk kontrol di RSJ Magelang, gejala pasien sudah lebih
ringan dibanding yang dulu dan rawat diri pasien juga sudah membaik.
Riwayat Keluarga
5
meninggal pasien menjadi lebih sering menyendiri, mudah cemas dan saat
kelas 5 SD tangan pasien sering bergerak-gerak sendiri dan Ayah mengatakan
bahwa pasien menjadi sering pingsan.
Pasien mengatakan keluarganya memiliki masalah terkait hak
kepemilikan tanah di rumahnya. Namun pasien tidak mau menjelaskan lebih
lanjut terkait masalah itu karena merupakan hal pribadi.
Riwayat penyakit serupa dalam keluarga disangkal. Riwayat penyakit
DM dan hipertensi disangkal. Keluarga tidak ada yang sedang melakukan
pengobatan rutin.
Riwayat Pribadi
6
saja, tidak terlalu pintar dan tidak terlalu bodoh. Tidak ada keterlambatan
dalam proses pembelajaran dan berfikir. Pasien mengatakan kehilangan sosok
ibu saat usia 9 th membuatnya merasa sedih dan membuatnya kurang kasih
sayang.
Pasien mengatakan saat SMK dia pernah bertemu dengan anak punk
dijalanan dan dipaksa untuk minum obat dextrometrophan. Pasien mengaku
sekali minum bisa sampai 10 tablet dan merasakan keadaan yang nyaman dan
membuat jantungnya berdebar-debar. Setelah kejadian itu pasien selalu minum
dextrometropan setiap hari selama 1 tahun dengan 2-10 tab tiap hari. Setelah
meminum obat ini, tangan pasien menjadi sering tremor. Setelah itu selama
bersekolah pasien selalu menyendiri dan sering di ejek oleh teman-temannya.
Pasien merasa malu, sedih dan cemas.
d. Masa Dewasa
Riwayat aktivitas sosial
Pada awalnya pasien adalah pribadi yang umum seperti orang
biasanya. Banyak beraktivitas di lingkungan rumahnya terutama bermain bola
di lapangan sebelah rumahnya dengan temannya. Namun setelah kelas 5 SD
karena sering pingsan dan tangan sering bergetar pasien merasa malu, takut
dan cemas dalam hubungannya dengan lingkungan di rumahnya sehingga dia
lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.
Pasien mengatakan semenjak dirinya sakit dan pulang dari Kalimantan
ia jadi malas untuk keluar rumah dan menurut pasien teman-temannya dan
lingkungan sekitar mulai menjauhi pasien.
Riwayat perkawinan
Pasien belum menikah, rasa ingin menikah ada.
Riwayat pendidikan
Pasien lulusan SMP dan melanjutkan sekolah di SMK namun saat
kelas 2 SMK pasien memutuskan untuk berhenti sekolah dan melanjutkan
bekerja karena ingin membantu orang tuanya. Tidak ada riwayat tinggal kelas
ketika bersekolah
7
Riwayat pekerjaan
Pasien pertama kali bekerja setelah keluar dari SMK pada kelas 2.
Pasien bekerja di Kalimantan Tengah sebagau buruh pengangkut kelapa sawit.
Pasien dikenal sebagai pekerja yang rajin dan tidak pernah ada masalah
dengan Bosnya. Pasien mengatakan ia nyaman bekerja namun setelah
dipisahkan dengan teman-temannya untuk kerja mandiri pasien merasa tidak
nyaman dan menjadi pribadi suka menyendiri dan tertutup. Pasien mengatakan
pernah mengalami konflik dengan rekan kerjanya terkait masalah percintaan.
Dia mengaku sempat mengancam akan membunuh temannya karena rasa
cemburu.
Saat bekerja pasien pernah diajak untuk menonton acara Reog dan
pasien merasa kerasukan oleh roh jahat. Kepala pasien merasa pusing dan
seluruh badan pasien merasakan panas. Sejak saat itu pasien sering bengong
dan berbicara sendiri. Pasien merasa malu dan menjadi pribadi yang suka
menyendiri. Pasien sulit diajak berkomunikasi sehingga dia memilih untuk
keluar dari pekerjaannya dan memilih pulang ke Jawa. Sejak saat itu pasien
tidak pernah bekerja lagi.
Riwayat kehidupan terkini
Saat ini pasien tinggal di rumah dengan ayah dan kakak
perempuannya. Pencari nafkah dalam keluarga saat ini adalah ayahnya yang
bekerja sebagai buruh tani tiap sore. Kakak perempuannya juga bekerja
sebagai karyawan di suatu tempat.
Riwayat pelanggaran hukum
Riwayat penggunaan zat-zat terlarang disangkal, alkohol disangkal.
Namun pasien pernah kecanduan minum obat-obatan seperti dextrometropan
sejak SMK selama satu tahun sampai dia bekerja di Kalimantan Tengah.
Pasien tidak pernah melanggar hukum dan berurusan dengan polisi.
Riwayat seksual
Pasien sempat dekat dengan salah satu teman wanitanya di tempat
kerja di Kalimantan Tengah. Namun pasien tidak pernah berhubungan lagi
8
semenjak dia terlibat konflik dengan teman lelaki satu kantornya karena
cemburu. Saat ini pasien sedang tidak dekat dengan teman wanita.
Aktivitas keagamaan
Pasien adalah seorang muslim. Ayahnya mengaku dahulu anaknya
pernah belajar agama namun jarang melakukan kegiatan keagamaan. Tidak
ada konflik dalam keluarga mengenai agama. Tidak ada perbedaan keyakinan
agama dalam keluarga.
Mimpi dan Fantasi
Pasien pernah sesekali mengalami mimpi buruk, pasien tidak memiliki
fantasi. Pasien mengatakan dahulu dia bercita-cita ingin menjadi pilot.
Genogram
Keluarga Ny. Is
21 November 2017
Tn. S Ny. Is
Keterangan:
Pasien Meninggal
Laki-Laki Tinggal Serumah
Perempuan Cerai
9
gizi cukup, rambut acak-acakan, sering senyum-senyum sendiri, perawatan
diri baik, kooperatif.
2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor: Selama proses anamnesa pasien tidak
mau duduk di kursi dan melih duduk di lantai sambil merokok. Ketika
ditanya kenapa merokok pasien menjawab karena ia lebih bisa
berkonsentrasi dan berfikir jika merokok. Pasien tidak dapat
mempertahankan kontak mata dengan orang lain
3. Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, setiap pertanyaan dijawab oleh
pasien namun pasien tidak terlalu terbuka dan beberapa pertanyaan hanya
dijawab tidak jelas oleh pasien.
Pembicaraan
Persepsi
1. Halusinasi auditorik, visual, taktil tidak ditemukan
2. Ilusi tidak ditemukan
Pikiran
1. Bentuk pikir: realistik
10
2. Isi pikir: tidak ditemukan waham curiga, Waham kejar, waham bersalah,
Pikiran obsesi, kompulsi
3. Arus pikir: koheren (+), flight of ideas (-), asosiasi longgar (-), neologisme
(-)
11
Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien cukup, selama home visite pasien tampak
gelisah dan terkadang senyum-senyum sendiri. Pasien menolak kontak mata.
Daya Nilai
a. Daya nilai sosial: Penilaian pasien tentang norma – norma sosial cukup
baik (terhadap keluarga dan lingkungan sekitar rumah)
b. Uji daya nilai realitas: dapat membuat kesimpulan
D. DIAGNOSIS
Dari hasil autoanamnesis, aloanamnesi, dan pemeriksaan status
psikiatri menunjukan pasien mengalami gangguan kejiwaan dengan diagnosis
multi axial berupa:
- Axis I :F 20.04 skizofrenia paranoid dalam remisi tak sempurna
DD/ :F 20.5 skizofrenia residual
- Axis II :F 60.0 Gangguan Kepribadian Paranoid
- Axis III : Tidak ada diagnosis Axis III
- Axis IV : Masalah pekerjaan, Masalah Ekonomi
- Axis V : GAF 70-61: Beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik
E. PENATALAKSANAAN
- Farmakologi
Clozapin 25 mg 1-0-2
THP 2 mg 1-0-1
Haloperidol 1,5 mg 1-0-1
Stelazin 5mg 1-0-1
-Non Farmakologi
- Edukasi pasien tentang kondisinya saat ini dan pengobatan yang
sedang dijalankan. Memotivasi pasien untuk aktif di lingkungan, untuk
mencari bekerja.
- Terapi berorientasi keluarga: menyarankan kepada keluarga untuk
selalu memberikan dukungan kepada pasien, ajak pasien untuk
melakukan aktivitas positif yang disukai pasien, kurangi hal-hal yang
12
dapat menimbulkan perasaan sedih. Berbicara kepada keluarga jika ada
masalah/hal-hal yang mengganjal dihati sehingga tidak dipendam
sendiri. Mengajarkan pasien untuk lebih terbuka terhadap keluarga.
- Psikoterapi supportif: bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens
pasien terhadap tekanan/stressor, meningkatkan kepercayaan diri untuk
bergaul dengan sekitar.
- Psikoterapi rekonstruktif: bertujuan untuk membangun kembali
kepercayaan diri pasien, bahwa nasib seseorang akan berubah jika
terus berusaha dan tidak bermalas-malasan.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “Skizo” yang artinya retak atau
pecah (split), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang
menderita gangguan jiwa Skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan
jiwa atau keretakan kepribadian (splitting of personality).
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai di
mana-mana sejak dahulu kala. Sebelum Kraepelin tidak ada kesatuan pendapat
mengenai berbagai gangguan jiwa yang sekarang dinamakan skizofrenia.
Gangguan skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang
mempengaruhi area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi,
menerima, dan menginterprestasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi,
dan beperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaacs, 2004).
Menurut Kreapelin pada penyakit ini terjadi kemunduran intelegensi sebelum
waktunya; sebab itu dinamakannya demensia (kemunduran intelegensi) precox
(muda, sebelum waktunya).
Skizofrenia berasal dari kata mula-mula digunakan oleh Eugene Bleuler,
seorang psikiater berkebangsaaan Swiss. Bleuler mengemukakan manifestasi
primer skizofrenia ialah gangguan pikiran, emosi menumpul dan terganggu. Ia
menganggap bahwa gangguan pikiran dan menumpulnya emosi sebagai gejala
utama daripada skizofrenia dan adanya halusinasi atau delusi (waham) merupakan
gejala sekunder atau tambahan terhadap ini.
Skizofrenia dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom dengan variasi
penyebab (banyak yang belum diketahui), dan perjalanan penyakit (tak selalu
bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pengaruh
genetik, fisik, dan sosial budaya.
Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan pengertian skizofrenia
adalah gangguan jiwa yang menetap, bersifat kronis dan bisa terjadi kekambuhan
14
dengan gejala psikotik beranekaragam dan tidak khas, seperti: penurunan fungsi
kognitif yang disertai halusinasi dan waham, afek datar, disorganisasi perilaku dan
memburuknya hubungan sosial.
B. Etiologi
Skizofrenia disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab skizofrenia telah
diselidiki dan menghasilkan beraneka ragam pandangan. Sebagian besar ilmuwan
meyakini bahwa skizofrenia adalah penyakit biologis yang disebabkan oleh faktor
– faktor genetik, ketidakseimbangan kimiawi di otak, atau abnormalitas dalam
lingkungan prenatal. Berbagai peristiwa stress dalam hidup dapat memberikan
kontribusi pada perkembangan skizofrenia pada mereka yang telah memiliki
predisposisi pada penyakit ini. Penyebab munculnya skizofrenia terbagi menjadi
berbagai pendekatan seperti pendekatan biologis, teori psikogenik, dan
pendekatan gabungan atau stree-vulnerability model.
Skizofrenia dapat dianggap sebagai gangguan yang penyebabnya multipel
yang saling berinteraksi. Diantara faktor multipel itu dapat disebut :
a. Keturunan
Penelitian pada keluarga penderita skizofrenia terutama anak kembar satu telur
angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9%-1,8%, bagi saudara kandung 7- 15%, anak
dengan salah satu menderita skizofrenia 7-16%. Apabila kedua orang tua
menderita skizofrenia 40-60% kembar dua telur 2-15%. Kembar satu telur 61-
68%. Menurut hukum Mendel skizofrenia diturunkan melalui genetik yang resesif.
b. Gangguan anatomik
15
dan ganglia basalis. Keempat area ini saling terhubung sehingga disfungsi satu area
dapat melibatkan proses patologi primer ditempat lain. Sebagian besar pasien
skizofrenia menunjukkan system limbic sebagai lokasi potensial proses patologi
primer.
Dua area subyek penelitian adalah ketika lesi neuropatologi diotak serta interaksi lesi
dengan stressor sosial lingkungan. Abnormalitasnya mungkin terjadi karena migrasi
abnormal neuron disepanjang sel glia radial selama pembentukan pada kasus
kematian sel terprogram yang terlalu dini seperti pada penyakit Huntington.
c. Biokimiawi atau neurotransmiter
Saat ini didapat hipotese yang mengemukan adanya peranan dopamine,
kateklolamin, norepinefrin dan GABA. Teori dopamin:
o Gangguan terjadi karena tingkat dopamin berlebihan
o Tidak hanya itu, namun bisa juga karena reseptor dopamin berlebihan atau
sangat sensitif
o Terutama terpusat pada jalur mesolimbik
o Abnormalitas dopamin utamanya terkait dengan simtom positif
Selain dopamin, ada neurotransmitter lain yang berperan: serotonin, GABA,
Glutamate . Hipotesis tentang peningkatan aktivitas dopaminergik, teorinya :
1) Efek antipsikotik (antagonis reseptor dopamin D2)
2) Efek obat psikomimetik yang meningkatkan dopaminergik (amfetamin)
3) Pengukuran konsentrasi plasma metabolit utama dopamin yaitu asam homovanilat
di dalam darah. Jadi konsentrasi dalam darah sama dengan di saraf pusat. Setelah
kenaikan signifikan, konsentrasinya lalu terus menurun mengikuti perbaikan gejala.
d. Faktor Perspektif Psikodinamika
Teori ini dicetuskan oleh Sigmeund Freud yang menyatakan bahwa
skizofrenia merupakan kegagalan dari ego untuk mengendalikan diri manusia.
Dalam diri manusia terdapat id, ego, dan superego dimana ego berfungsi sebagai
tindak eksekutif yang berkaitan dengan pengambilan sikap dan keputusan. Pada
penderita skizofrenia, id berkembang lebih pesat dan tidak bisa dikendalikan
meski orang tersebut sudah menjalani proses kedewasaan. Sehingga manusia akan
kembali seperti bayi dengan fantasi-fanatsi di luar realitas.
16
Individu dengan skizofrenia mengalami stress lingkungan ketika anggota
keluarga dan orang yang ia kenal merespon negatif terhadap kebutuhan emosional
individu. Hal ini menyebabkan miskinnya hubungan ibu dan anak, hubungan
interpersonal kelurga sangat terganggu, identitas seksual dan gangguan citra
tubuh, konsep kaku realitas, dan pemaparan berulang terhadap situasi double-
bind.
e. Perinatal teori
Teori ini mengatakan bahawa resiko skizofrenia dapat muncul ketika:
Dalam perkembangan fetus atau bayi baru lahir mengalami kekurangan
oksigen atau ketika ibunya mengalami malnutrisi atau kelaparan selama
trimester pertama kehamilan.
Berbagai kondisi yang mengancam kehidupan fetus pada saat critical
points in brain development, yang pada umumnya berlangsung pada
minggu ke 34 atau ke 35 kehamilan.
Terjadi trauma atau luka selama trimester kedua dan pada saat lahir.
C. Epidemiologi
Skizofrenia adalah sama-sama prevelensinya antara laki-laki dan
wanita. Tetapi, dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam
onset dan perjalaan penyakit . Laki-laki mempunyai onset skizofrenia yang
lebih awal daripada wanita. Lebih dari setengah semua pasien skizofrenik laki-
laki tetapi hanya sepertiga pasien skizofrenik wanita mempunyai perawatan
dirumah sakit psikiatrik yang pertamanya sebelum usia 25 tahun. Usia puncak
onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanita usia puncak
adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau
sesudah 50 tahun adalah sangat jarang. Kira-kira 90 persen pasien dalam
pengobatan skizofrenia adalah antara usia 15 dan 55 tahun. Beberapa
penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin dari pada
wanita untuk terganggu oleh gejala negatif dan bahwa wanita lebih mungkin
memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Pada umumnya,
17
hasil akhir untuk pasien skizofrenik wanita adalah lebik baik dari pada hasil
akhir untuk pasien skizofrenik laki-laki.
D. Patofisiologi
Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmiter juga diidentifikasi
sebagai penyebab skizofrenia. Ketidakseimbangan terjadi antara lain pada
dopamin yang mengalami peningkatan dalam aktivitasnya. Selain itu, terjadi juga
penurunan pada serotonin, norepinefrin, dan asam amio gamma-aminobutyric acid
(GABA) yang pada akhirnya juga mengakibatkan peningkatkan dopaminergik.
Neuroanatomi dari jalur neuronal dopamin pada otak dapat menjelaskan gejala-
gejala skizofrenia.
Terdapatempatjalurdopamindalamotak, yaitu:
a. Jalur Mesolimbik: berproyeksi dari area midbrain ventral tegmental ke
batang otak menuju nucleus akumbens di ventral striatum. Jalur ini
memiliki fungsi berhubungan dengan memori, indera pembau, efek
viseral automatis, dan perilaku emosional. Hiperaktivitas pada jalur
mesolimbik akan menyebabkan gangguan berupa gejala positif seperti
waham dan halusinasi;
18
d. Jalur Tuberoinfundibular: dari hipotalamus keanterior glandula
pituitari. Fungsi dopamin disini mengambil andil dalam fungsi
endokrin, menimbulkan rasa lapar, haus, fungsi metabolisme, kontrol
temperatur, pencernaan, gairah seksual, dan ritme sirkardian. Obat- obat
antipsikotik mempunyai efek samping pada fungsi ini dimana terdapat
gangguan endokrin.
E. Perjalanan penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Fase prodromal
19
b. Fase aktif
c. Fase residual
F. Kriteria diagnosis
Penegakan diagnosa skizofrenia didasarkan pada pedoman penggolongan
diagnosa gangguan jiwa (PPDGJ III) yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
20
Delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan tertentu dari luar; (tentang “dirinya“ = secara jelas
merujuk ke pergerakan tubuh atau anggota gerak atau ke pikiran, tindakan,
atau penginderaan khusus);
Delusional perception: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna, sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
c. Halusinasi auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau- mendiskusikan perihal pasien
diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau-
jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham – waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan- bulan terus menerus.
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme
c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor.
d. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
21
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neureptika.
Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan
penarikan diri secara sosial.
a. Gejala Negatif
22
Gangguan afek dan emosi
Gangguan dan emosi pada skizofrenia berupa adanya kedangkalan afek
dan emosi (emotional blunting), misalnya : pasien menjadi acuh tak acuh terhadap
hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarga dan masa
depannya serta perasaan halus sudah hilang, hilangnya kemampuan untuk
mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport), terpecah belahnya
kepribadian maka hal-hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama,
umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama atau menangis, dan
tertawa tentang suatu hal yang sama (ambivalensi) .
Alogia
Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan
pembicaraan. Kadang isi pembicaraan sedikit saja maknanya. Ada pula pasien
yang mulai berbicara yang bermakna, namun tiba-tiba ia berhenti bicara, dan baru
bicara lagi setelah tertunda beberapa waku.
Avolisi
Ini merupakan keadaan dimaa pasien hampir tidak bergerak, gerakannya
miskin. Kalau dibiarkan akan duduk seorang diri, tidak bicara, tidak ikut
beraktivitas jasmani.
Anhedonia
Tidak mampu menikmati kesenangan, dan menghindari pertemanan
dengan orang lain (Asociality) pasien tidak mempunyai perhatian, minat pada
rekreasi. Pasien yang sosial tidak mempunyai teman sama sekali, namun ia tidak
memperdulikannya.
Gejala Psikomotor
Adanya gejala katatonik atau gangguan perbuatan dan sering
mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya kemauan saja maka
dapat dilihat adanya gerakan yang kurang luwes atau agak kaku, stupor dimana
pasien tidak menunjukkan pergerakan sam sekali dan dapat berlangsung berhari-
hari, berbulan-bulan dan kadang bertahun-tahun lamanya pada pasien yang sudah
menahun; hiperkinese dimana pasien terus bergerak saja dan sangat gelisah.
23
a. Gejala Positif
Gejala positif dialami sensasi oleh pasien, padahal tidak ada yang
merangsang atau mengkreasi sensasi tersebut. Dapat timbul pikiran yang tidak
dapat dikontrol pasien. “Gejala positif”, juga disebut sebagai “gejala akut”,
merupakan pikiran dan indera yang tidak biasa, bersifat surreal, yang mengarah ke
perilaku pasien yang tidak normal
Delusi(Waham )
Merupakan gejala skizofrenia dimana adanya suatu keyakinan yang salah
pada pasien. Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali tetapi pasien
tidak menginsyafi hal ini dan dianggap merupakan fakta yang tidak dapat dirubah
oleh siapapun.Waham yang sering muncul pada pasien skizofrenia adalah waham
kebesaran,waham kejaran,waham sindiran, waham dosa dan sebagainya.
Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu yang tidak desertai dengan
stimuli eksternal yang nyata, mungkin terdapat atau tidak terdapat interprestasi
waham tentang pengalaman halusinasi.
Halusinasi mengalami kecemasan dari kecemasan sedang sampai panik
tergantung dari tahap halusinasi yang dialaminya. Ada 7 jenis halusinasi yaitu :
Pendengaran : Adalah mendengar suara-suara atau kebisingan, paling
sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai
kata-kata yang jelas tentang pasien, bahkan sampai percakapan lengkap
antar dua orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi.
Pikiran yang terdengar dimana pasien mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh sesuatu kadang-kadang membahayakan.
Penglihatan : Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan
bias menyenangkan atau menakutkan seperti monster.
Penghidu : Membahui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, atau
feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat strok, tumor, kejang dan dimensia.
24
Pengecapan : Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Perabaan : Mengalami rasa nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati, atau
orang lain.
Canesthetic : Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau
arteri, pencernakan makanan, atau pembentukan urin.
Kinestetic : Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa gerak.
25
Afek terganggu ; Suatu gangguan berupa ketidaksesuaian antara antara
afek dengan suasana perasaan, dapat berupa afek tumpul, mendatar atau
tidak serasi.
Ambivalensi : Dua hal yang berlawanan dapat timbul pada saat yang
bersamaan pada objek yang sama.
Selain gejala 4A di atas, beberapa ahli menambahkan adanya gejala A yang
lain yang dapat dijumpai pada pasien skizofrenia kronis seperti
abulia,menurunnya atensi,apati,alienasi,anhedonia,automatisme,dan lain-lain.
b. Gejala sekunder:
Waham : Keyakinan patologis yang tidak dapat dikoreksi, meskipun telah
ditunjukkan bukti nyata bahwa keyakinannya salah dan di luar jangkauan
sosio-budayanya.
Halusinasi : Munculnya suatu persepsi baru dari panca indera yang salah
(false perception) tanpa adanya rangsangan/objek dari luar.
Ilusi : Munculnya suatu persepsi baru dari panca indera yang salah (false
perception) akibat adanya suatu rangsangan/objek dari luar.
Depersonalisasi : Suatu keadaan dimana seseorang merasa dirinya secara
tiba-tiba berubah dan tidak seperti sebelumnya.
Negativisme : Sikap yang menolak atau berlawanan dengan yang
diperintahkan kepadanya tanpa suatu alasan
Automatisasi : Suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sendirinya tanpa
adanya pengaruh dari luar dan tidak mempunyai tujuan
Echolalia : Secara spontan menirukan bunyi, suara atau ucapan yang
didengar dari orang lain seperti membeo
Manerisme : Tindakan mengulang-ulang perbuatan tertentu secara eksesif,
biasanya dilakukan secara ritual seperti melakukan suatu seremonial
Stereotipik : Tindakan mengulang-ulang suatu pekerjaan atau perbuatan
tanpa adanya suatu tujuan (non-goal directed) dan tidak selesai-selesai
26
Fleksibilitas Cerea : Suatu sikap, bentuk atau posisi yang dipertahankan
dalam waktu yang lama. Bila posisi tersebut digeser, maka posisi baru
tersebut tetap dipertahankan (seakan-akan seperti lilin).
H. Klasifikasi
a. Skizofrenia paranoid F20.0
27
menyolok ialah gangguan proses berpikir gangguan kemauan dan adanya
depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologism, atau perilaku kekanak kanakan sering terdapat pada hebefrenia.
Waham dan halusinasi haya sekali.
Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa
remaja atau antara 15 – 25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses
berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality.
Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-
kanakan sering terdapat pada skizofrenia heberfrenik, waham dan halusinasinya
banyak sekali.
Untuk menegakan daignosis memenuhi:
Memenuhi kriteria pedoman diagnostik umum
Diagnostik pertama kali pada usia remaja atau dewasa muda (15-25 tahun)
Kepribadian premorbid dengan ciri khas pemalu dan senang menyendiri
Untuk diagnosa diperlukan pengamatan kontinu selama 2-3 bulan untuk
memeastikan: perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat di
ramalkan menetap, afek apsien dangkal dan tidak wajar atau inapropriate.
Sering disertai giggling atau perasaan puas, senyum sendiri, sikap tinggi hati
dan tertawa menyeringai.
Mannerisme, cenderung menyendiri, hampa tujuan / perasaan dan
pembicaraan yang tidak menentu.
Afek yang dangkal dan tidak wajar, cekikikan, rasa puas diri, senyum sendiri,
tawa menyeringai, ungkapan kata yang diulang-ulang
Proses pikir disorganisasi, pembicaraan yang tidak menentu, inkoherensi
Dorongan kehendak hilang, tidak ada minat, kadang ingin berbuat sesuatu
tetapi segera ditinggalkan, preokupasi yang dangkal dengan tema yang aneh
dan sulit untuk memahami jalan pikiran yang bersangkutan.
c. Skizofrenia katatonik F20.2
Timbulnya pertama kali antara usia 15 sampai 30 tahun, dan biasanya akut
serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah
28
katatonik atau stupor katatonik. Gejala yang penting adalah gejala psikomotor
seperti:
29
d. Skizofrenia tak terperinci F20.3
30
Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau dan
memenuhi kriteria skizofrenia
Sedikitnyas udah melampaui kurun waktu 1 tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi yang telah sangat
berkurang dan telah timbul sindrom negatif.
Tidak terdapat demensia atau penyakit ganguan organik lainnya, depresi
kronik.
g. Skizofrenia simpleks F20.6
Skizofrenia jenis ini sering timbul pada masa pubertas. Gejala Utama pada
jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Ganguan
proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali
terdapat pada skizofrenia jenis ini. Pada permulaan mungkin penderita mulai
kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan
kemudian semakin lama semakin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan
akhirnya menajdi penganggur.
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif
dari:
Gejala negatif yang khas dari skizofrena residural tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham atau manifestasi laind ari episode psikotik dan
Disertai dengan eprubahan prilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi
sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa
tujuan hidup dan penarikan diri secara sosial.
a. Skizofrenia Paranoid
1. Pengertian
31
kecemburuan. Pasien mendengarkan suara-suara yang berupa perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing). Halusinasi lain adalah
halusinasi pembauan atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada
tapi jarang menonjol.
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah mulai 30 tahun.Permulaanya
mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit
sering dapat digolongkan schizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri,
agak congkak dan kurang percaya pada orang lain. Pada skizofren paranoid
waham dan halusinasi menonjol.
Ini adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijmpai di negara manapun.
Gambaran klinis di dominasi oleh waham-waham yang secara relatif stabil, sering
kali bersifat paranoid, biasanya disertai oleh halusinasi-halusinasi, terutama
halusinasi pendengaran, dan gangguan-gangguan persepsi. Gangguan afektif,
dorongan kehendak (volition) dan pembicaraan serta gejala-gejala katatonik tidak
menonjol.
Beberapa contoh dari gejala-gejala paranoid yang paling umum :
Waham-waham kejaran, rujukan (reference), “exalted birth” (merasa
dirinya tinggi, istimewa), misi khusus, perubahan tubuh atau
kecemburuan;
Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
Gangguan pikiran mungkin jelas dalam keadaan-keadaan yang akut, tetapi
sekalipun demikian kelainan itu tidak menghambat diberikannya deskripsi secara
jelas mengenai waham atau halusinasi yang bersifat khas. Keadaan afektif
biasanya kurang menumpul di bandingkan jenis skizofrenia lain, tetapi suatu
derajat yang ringan mengenai ketidakserasian (incongruity) umum dijumpai
32
seperti juga gangguan suasana perasaan (mood) seperti iritabilitas, “negatif”
seperti pendataran afektif, dan hendaya dalam dorongan kehendak (volition)
sering dijumpai tetapi tidak mendominasi gambaran klinisnya.
Perjalanan penyakit skizofrenia paranoid dapat terjadi secara episodic,
dengan remisi sebagian atau sempurna, atau bersifat kronis. Pada kasus-kasus
yang kronis, gejala yang nyata menetap selama bertahun-tahun dan sukar untuk
membedakan episode-episode yang terpisah. Onset cenderung terjadi pada usia
yang lebih tua dari pada bentuk-bentuk hebefrenik dan katatonik.
2. Penegakan diagnosis
33
orang lain. Perawatan inap ini juga berguna untuk mencegah kemungkinan resiko
bunuh diri yang berkisar 10% pada pasien dengan skizofrenia.
b. Farmakologi
34
cepezet Amp 50mg/2cc
50-100 mg
i.m setiap 4-6
jam
Ektrapiramidal syndrome
Disotinia akut
Parkinsonisme
Akathisia
Tardive dyskinesia
Sedasi, hipotensi orthostatis, pemanjangan QT, antikolinergik, penurunan
ambang kejang, peningkatan prolaktin
35
Obat antipsikosis golongan 2 (APG2) (atipikal)
36
Zotepin lodopin Tab 25; 50 mg 75-100mg/hr
Sedasi
Hiperglikemia
Efek antikolinergik
Pemanjangan kurva QT
Kadang EPS
Peningkatan kadar lipid
c. Terapi psikososial
37
bagi keluarga dan masyarakat. Penderita selama ini menjalani terapi psikososial
ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga
halnya waktu menjalani psikoterapi. Kepada penderita diupayakan untuk tidak
menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan, banyak bergaul.
38
teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistic tersebut berasal dari
ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan
penyakitnya.
Rehabilitasi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusat kan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psiko dinamika atau tilikan, atau suportif.
Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa
persatuan, dan meningkatkan tesrealitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya
paling membantu bagi pasien skizofrenia
Terapi individu
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengob pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan sering kali sulit
dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap
39
keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan,
atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan
rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah social adalah lebih disukai dari pada informalitas yang premature dan
penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan
sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi
40
waktu 2 minggu.
Akan tetapi, ECT ini tidak cukup berhasil untuk penyembuhan schizophrenia,
namun lebih efektif untuk penyembuhan penderita depresi tertentu
4. Prognosis
Awitan lambat
Faktor presipitasi jeals
Awitan akut
Riwayat sosial, seksual, pekerjaan premorbid baik
Gejala ganguan mood (terutama depresi)
Menikah
Tidak ada riwayat gangguan jiwa sebelumnya
Riwayat pendidikan dan pekerjaan yang baik
Onset akut, gejala afektif, dan patuh pada pengobatan
Gejala positif
Prognosis yang buruk biasanya dikaitkan dengan beberapa hal, diantaranya:
41
o Sistempendukung buruk
o Gejala negatif
o Tanda dan gejala neurologis
o Riwayat trauma perinatal
o Tanpa remisis dalam 3 tahun
o Relaps berulang kali
Riwayat tindakan penyereangan
42
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
43
merupakan obat antipsikosis atipikal golongan dibenzodiazepine yang bekerja
pada afinitas terhadap Dopamine D2 Reseptor dan juga terhadap Serotonin 5 HT2
Reseptor. Obat ini tidak memiliki efeksampig ekstrapiramidal. Sedangkan THP
digunakan untuk mengatasi gejala ekstrapiramidal yang muncul pada pasien.
Terapi non farmakologis berupa:
- Edukasi pasien tentang kondisinya saat ini dan pengobatan yang
sedang dijalankan. Memotivasi pasien untuk aktif di lingkungan, untuk
mencari bekerja.
- Terapi berorientasi keluarga: menyarankan kepada keluarga untuk
selalu memberikan dukungan kepada pasien, ajak pasien untuk
melakukan aktivitas positif yang disukai pasien, kurangi hal-hal yang
dapat menimbulkan perasaan sedih. Berbicara kepada keluarga jika ada
masalah/hal-hal yang mengganjal dihati sehingga tidak dipendam
sendiri. mengajarkan pasien untuk lebih terbuka terhadap keluarga.
- Psikoterapi supportif: bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens
pasien terhadap tekanan/stressor, meningkatkan kepercayaan diri untuk
bergaul dengan sekitar.
- Psikoterapi rekonstruktif: bertujuan untuk membangun kembali
kepercayaan diri pasien, bahwa nasib seseorang akan berubah jika
terus berusaha dan tidak bermalas-malasan.
44
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A.N. (2002) Kamus Kedokteran Dorland, 29th edition, Jakarta: EGC.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. (1997) "Skizofrenia" in Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 7th ed. Jakarta. Binarupa Aksara : 685-729
Maslim, R. (2014). Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (2014) Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Jakarta.
Rosani, S. and Diatari, H. (2014) 'Skizofrenia', in tanto, C., Liwang, f., Hanifati,
S. and Pradipta, E.A. Kapita Selekta Kedokteran, IV jilid II edition, Jakarta:
Media Aesculapius.
Rosani, S. and Diatri, H. (2014) 'Tanda dan Gejala gangguan Jiwa', in tanto, C.,
Liwang, f., Hanifati, S. and Pradipta, E.A. Kapita Selekta Kedokteran, IV jilid II
edition, Jakarta: Media Aesculapius.
Sherwood, L. (2011) Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, 6th edition, Jakarta:
EGC.
45