Anda di halaman 1dari 35

BAB I

KAJIAN TEORI
1.1 Definisi Pantai

Pantai adalah jalur yang merupakan batas antara darat dan laut, diukur pada saat
pasang tertinggi dan surut terendah, dipengaruhi oleh fisik laut dan sosial ekonomi
bahari, sedangkan kearah darat dibatasi oleh proses alami dan kegiatan manusia di
lingkungan darat.(PROF. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, CES., 2016).

Istilah pantai sering rancu dalam pemakaiannya yaitu antara coast (pesisir) dan shore
(pantai).maka dari itu, ada beberapa istilah kepantaian yang perlu diketahui dan
dipahami diantaranya:

• Daerah pantai atau pesisir

Pesisir adalah suatu daratan beserta perairannya dimana pada daerah tersebut
masih dipengaruhi baik oleh aktivitas darat maupun oleh aktivitas marine.Dengan
demikian daerah pantai terdiri dari perairan pantai dan daratan pantai yang saling
mempengaruhi. Daerah pantai sering disebut juga daerah pesisir atau wilayah
pesisir.
• Pantai
Pantai Adalah daerah di tepi perairan sebatas antara surut terendah dan pasang
tertinggi.
• Daratan Pantai
Daratan pantai Adalah daerah ditepi laut yang masih dipengaruhi oleh aktivitas
marine
• Garis Pantai
Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut dimana
posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang air laut dan erosi
pantai yang terjadi.
• Sempadan Pantai
Sempadan pantai Adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi
pengamanan dan pelestarian pantai.

Gambar 1.1 Definisi dan batasan pantai


Sumber: PROF. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo (2016)
Ditinjau dari profil pantai, daerah ke arah pantai dari garis gelombang pecah dibagi
menjadi tiga daerah yaitu inshore, foreshore dan backshore. Perbatasan antara inshore
dan foreshore adalah batas antara air laut pada saat muka air rendah dan permukaan
pantai. Proses gelombang pecah di daerah inshore sering menyebabkan longshore bar
yaitu gumuk pasir yang memanjang dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Foreshore
adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat muka air rendah sampai batas
atas dari uprush pada saat air pasang tinggi. Profil pantai di daerah ini mempunyai
kemiringan yang lebih curam daripada profil di daerah inshore dan backshore.
Backshore adalah daerah yang dibatasi oleh foreshore dan garis pantai yang terbentuk
pada saat terjadi gelombang badai bersamaan

Gambar 1.2 Definisi dan karakteristik gelombang di daerah pantai.


Sumber: PROF. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo (2016)

Mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang


memiliki garis pantai sepanjang ± 81.000 km, dengan luas daratan ± 1.900.000 km2 dan
laut ± 3.270.000 km2 , maka teknik pantai sangat penting untuk dipelajari.

Teknik pantai adalah cabang dari Teknik Sipil yang bersandar pada ilmu kelautan
(oceanography), meterologi, mekanika fluida, elektronika, komputer, mekanika struktur,
geologi dan morfologi, matematika dan statistik, komputer, mekanika tanah dan
mekanika bahan. Teknik pantai mempunyai aplikasi di daerah pantai, seperti
penanggulangan masalah erosi pantai dengan membuat bangunan-bangunan pantai,
penanggulangan endapan di muara sungai dan alur pelayaran serta kolam pelabuhan,
pembangunan pelabuhan, dan sebagainya.

Bidang studi teknik pantai meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini.

1. Perencanaan berbagai bangunan pantai seperti pemecah gelombang, jetti,


groin, dinding pantai, revetmen, dan sebagainya.
2. Pengendalian erosi pantai dengan pembuatan bangunan pantai dan/
atau dengan melakukan penambahan sedimen di pantai.
3. Stabilisasi muara sungai dengan melakukan pengerukan dan
pembuatan bangunan.
4. Peramalan arus dan elevasi muka air di estuari dan muara sungai serta
pengaruhnya pada kualitas air, gerak sedimen, pelayaran, dan sebagainya.
5. Perencanaan pelabahan dan bangunan-bangunan pelengkapnya seperti
pemecah gelombang, dermaga, dolphin, sistem penambatan, dsb.
6. Studi penyebaran panas dari suatu pabrik, misalnya buangan air panas dari
pembangkit listrik tenaga gas dan up (PLTGU) atau penyebaran polutan/limbah
dari pabrik,
7. Reklamasi daerah pantai untuk daerah industri atau pemukiman.
8. Pengerukan perairan pelabuhan dan pembuangan material pengerukan.

1.2 Gelombang
1.2.1 Teori dan definisi gelombang
Gelombang adalah salah satu bentuk energi yang dapat membentuk pantai,
menimbulkan arus dan trasnspor sedimen. Secara umum bentuk gelombang di
alam sangatlah kompleks dan sulit digambarkan secara matematis karena
ketidaklinieran, tiga dimensi dan mempunyai bentuk yang random dengan
pengertian suatu deret gelombang mempunyai tinggi dan periode yang berbeda
(PROF. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, CES., 2016).
Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang tergantung
pada gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin
(gelombang yang dibangkitkan oleh tiupan angin), gelombang pasang surut
(gelombang yang dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda langit terutama gaya
tarik matahari dan bulan terhadap bumi), gelombang tsunami (gelombang yang
terjadi akibat letusan gunung berapi atau gempa didasar laut), gelombang kecil
(misalkan gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak), dan
sebagainya. Diantara beberapa bentuk gelombang yang paling penting adalah
gelombang angin dan gelombang pasang surut. Pada umumnya bentuk
gelombang sangat komplek dan sulit digambarkan secara matematis karena
ketidaklinierannya, tiga dimensi, dan bentuknya yang random.
Menurut Bambang Triatmodjo (2016), gelombang di laut menurut gaya
pembangkitnya dapat dibedakan antara lain sebagai berikut :
1. Gelombang angin
2. Gelombang pasang surut
3. Gelombang tsunami
4. Gelombang karena pergerakan kapal

Untuk perencanaan bangunan pantai, yang paling penting dan berpengaruh


adalah gelombang angin dan gelombang pasang surut.

1.2.2 Deformasi Gelombang


Suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai, gelombang tersebut akan
mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses refraksi dan
pendangkalan gelombang, difraksi, refleksi dan gelombang pecah. Dalam
perencanaan pelabuhan, pengetahuan akan deformasi gelombang sangat
dibutuhkan karena faktor-faktor deformasi gelombang tersebut akan sangat
mempengaruhi dalam pembuatan desain atau lay out pelabuhan sehingga fungsi
dari pelabuhan menjadi efektif untuk meredam energi gelombang yang datang
dari laut lepas (Bambang Triatmodjo,2016)
a. Gelombang Laut
Gelombang laut dalam Ekivalen Analisis transformasi gelombang sering
dilakukan dengan konsep gelombang laut dalam ekivalen, yaitu tinggi
gelombang di laut dalam apabila gelombang tidak mengalami refraksi.
Tinggi gelombang laut dalam ekivalen diberikan dalam persamaan :
H’o = K’KrHo ….(Pers 1)
Dengan:
H’ 0 = Tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m)
Ho = Tinggi gelombang laut dalam (m)
K’ = Koefisien difraksi
Kr = Koefisien refraksi
(Bambang Triatmodjo, Pelabuhan hal 83)
b. Refleksi Gelombang
Gelombang datang yang mengenai suatu rintangan akan dipantulkan
sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang ini sangat penting
dalam perencanaan pelabuhan. Refleksi gelombang di dalam pelabuhan akan
menyebabkan ketidaktenangan di dalam perairan pelabuhan. Untuk
mendapatkan ketenangan di kolam pelabuhan, maka bangunan yang ada di
pelabuhan harus bisa menyerap energi gelombang. Besar kemampuan suatu
bangunan memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi, yaitu
perbandingan antara tinggi gelombang refleksi Hr dan tinggi gelombang
datang Hi:
X = Hi Hr …..(Pers 2)
(Bambang Triatmodjo, Pelabuhan hal 83)
Koefisien refleksi berbagai tipe bangunan diberikan pada table berikut:
Tabel 1.1 Koefisien Refleksi

Sumber: Bambang Triatmodjo (2016), Pelabuhan


c. Difraksi Gelombang
Difraksi gelombang terjadi ketika terdapat perbedaan energi gelombang yang
tajam di sepanjang puncak gelombang. Pada awalnya, kondisi di daerah yang
terlindung oleh penghalang cukup tenang (tidak terjadi gelombang), namun
pada saat gelombang melintasi penghalang, perairan yang jauh dari
penghalang memiliki energi gelombang yang lebih besar (energi gelombang
awal) dibandingkan dengan perairan di belakang penghalang yang semula
tenang, sehingga terjadi proses pemindahan energi di sepanjang puncak
gelombang tersebut ke arah daerah yang terlindung penghalang. Dalam
difraksi gelombang ini, terjadi transfer energi dalam arah tegak lurus
penjalaran gelombang menuju daerah terlindung.
d. Refraksi Gelombang
Menurut Triatmodjo (2016) Pada buku Teknik Pantai menyebutkan bahwa
di laut dalam gelombang menjalar tanpa dipengaruhi oleh dasar laut. Akan
tetapi di laut transisi dan dangkal, dasar laut mempengaruhi gelombang.
Kecepatan rambat gelombang tergantung pada kedalaman air di mana
gelombang menjalar, dimana gelombang yang berada di air yang lebih
dangkal akan menjalar dengan kecepatan yang lebih kecil dari pada
gelombang yang berada di air yang lebih dalam. Apabila cepat rambat
gelombang berkurang, panjang gelombang juga berkurang secara linier.
Variasi cepat rambat gelombang terjadi sepanjang garis puncak gelombang
yang bergerak dengan membentuk sudut terhadap garis kedalaman laut.
Variasi tersebut menyebabkan puncak gelombang membelok dan berusaha
untuk sejajar dengan kontur dasar laut. Pada studi refraksi, digunakan
anggapan-anggapan sebagai berikut :
1. Energi gelombang antara dua orthogonal adalah konstan
2. Arah penjalaran gelombang tegak lurus pada puncak gelombang, yaitu
dalam arah orthogonal gelombang.
3. Cepat rambat gelombang yang mempunyai periode tertentu di suatu
tempat hanya tergantung pada kedalaman tempat tersebut.
4. Perubahan topografi adalah berangsur-angsur
5. Gelombang mempunyai puncak yang panjang, periode konstan,
amplitudo kecil dan monokromatik.
6. Pengaruh angin, arus, dan refleksi dari pantai dan perubahan topografi
dasar laut diabaikan Persamaan cepat rambat gelombang mempunyai
persamaan umum :
C = 2π gT tanh L 2πd ……(pers 3)
Di laut dalam persamaan di atas menjadi
Co = 2π gT ….. (pers 4)
dimana :
C = Cepat rambat gelombang (m/s)
Co = Cepat rambat gelombang di laut dalam (m/s)
g = Percepatan gravitasi bumi (m/s2 )
L = Panjang gelombang (meter)
π = Konstanta; 3,14
d = Kedalaman laut (meter)
(Bambang Triatmodjo, Pelabuhan hal 63)
1.2.3 Statistik Gelombang
Berdasarkan tujuannya analisis statistik gelombang dapat dibedakan menjadi
empat hal yaitu :
1. Evaluasi distribusi probabilitas tinggi gelombang dari suatu hasil pencatatan
yang lamanya berkisar antara 10 s/d 20 menit. Analisis ini ditujukan terutama
untuk mendapat H100, H33, H10, atau H1/100, H1/10, H1/3, (short term).
2. Menentukan masa ulang atau kejadian gelombang ekstrim. Data gelombang
yang diolah biasanya lebih dari 10 tahun. Analisis ini ditujukan untuk
mendapat periode ulang dari gelombang signifikan misal (Hs)20th, (Hs)50th,
(H0.01)25th, dan seterusnya. (long term).
3. Menentukan spektrum energi gelombang (short term). Analisis ini ditujukan
untuk mendapat informasi mengenai komposisi gelombang, yaitu dengan
ditunjukkan dengan lebar dan sempit spektrum. Analisis ini juga dapat
dipergunakan untuk menentukan gelombang signifikan (Hs).
4. Menentukan distribusi arah gelombang (medium term) Analisis ini
ditujukan untuk mendapatkan informasi distribusi arah gelombang pada suatu
pantai atau laut. Biasanya hasil dari analisis ini berupa mawar gelombang
(wave rose) dan hasil ini sangat berguna untuk perhitungan angkutan sedimen
termasuk perhitungan perubahan garis pantai. Biasanya diperlukan data
selama 5 sampai 10 tahun.

1.3 Pasang surut

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena adanya
gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di
bumi. Tinggi pasang surut adalah jarak vertikal antara air tertinggi (puncak air pasang)
dan air terendah (lembah air surut) yang berurutan. Periode pasang surut adalah waktu
yang diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata ke posisi yang sama
berikutnya (Bambang Triatmodjo, 2016).

Secara umum pasang surut di berbagai dapat dibedakan menjadi empat tipe, yaitu :
a. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang
dan satu kali air surut dengan periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit.
b. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) Dalam satu hari terjadi dua kali air
pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi
secara berurutan dan teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
c. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevelailing semidiurnal
tide) Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan
periodenya berbeda.
d. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevelailing diurnal
tide) Pada tipe ini, dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut,
tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.

Gambar 1.3 Tipe Pasang Surut


Sumber: Bambang Triatmodjo, (2016)
Mengingat elevasi di laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu
elevasi yang ditetapkan berdasarkan data pasang surut. Beberapa elevasi tersebut adalah
sebagai berikut:

a. Muka air tinggi (high water level atau high water spring, HWS), muka air tertinggi
yang dicapai pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.

b. Muka air rendah (low water level atau low water spring, LWS), kedudukan air
terendah yang dicapai pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.

c. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari muka air
tinggi.

d. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari muka air
rendah.

e. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara muka air
tinggi rerata danmuka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai referensi
untuk elevasi di daratan.

f. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air tertinggi pada
saat pasang surut purnama atau bulan mati.
g. Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air terendah pada
saat pasang surut purnama atau bulan mati.

h. Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari,
seperti dalam pasang surut tipe campuran.

i. Lower low water level, adalah air terendah dari dua air rendah dalam satu hari.

1.4 Proses Pantai

Pantai merupakan kenampakan alam dimana terjadi interaksi keseimbangan dinamis


antara air, angin, dan material (sedimen). Angin dan air bergerak membawa material
(sedimen) dari satu tempat ke tempat yang lain, mengikis dan kemudian mengendapkannya
lagi di daerah lain secara berkesinambungan. Fenomena transport sedimen tersebut
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk morfologi pantai. Pantai mempunyai
pertahanan alami dari serangan arus dan gelombang dimana bentuknya akan terus-menerus
menyesuaikan sehingga dapat meminimalkan energi gelombang yang menerpanya. Sistem
pertahanan alami ini dapat berupa karang penghalang, atol, sand dune, longshore bar,
kemiringan dasar pantai dan vegetasi yang hidup di pantai ( bakau, api-api, dan sebagainya
)

Ada dua tipe tanggapan dinamis pantai terhadap gerak gelombang, yaitu tanggapan
terhadap kondisi gelombang normal dan tanggapan terhadap kondisi gelombang badai. Pada
saat badai terjadi, pertahanan alami pantai tidak mampu menahan serangan energi
gelombang yang besar, sehingga pantai dapat tererosi. Setelah gelombang besar
reda ,berangsur-angsur pantai akan kembali ke bentuk semula oleh pengaruh gelombang
normal. Tetapi ada kalanya pantai yang tererosi tersebut tidak dapat kembali ke bentuk
semula karena material
pembentuk pantai terbawa arus dan tidak dapat kembali ke lokasi semula. Proses dinamis
pantai sangat dipengaruhi oleh littoral transport, yang di definisikan sebagai gerak sedimen di
daerah dekat pantai (nearshore zone) oleh gelombang dan arus. Littoral transport dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu transport sepanjang pantai (longshore-transport) dan
transport tegak lurus pantai (onshore-offshore transport). Material (pasir) yang di transpor
disebut dengan littoral drift (Triadmodjo,2016).
Gambar 1.4 Proses pembentukan pantai

Sumber: Bambang Triatmodjo (2016)

Gelombang pecah menimbulkan arus dan turbulensi yang sangat besar yang dapat
menggerakkan sedimen dasar. Laju transpor sedimen sepanjang pantai tergantung pada sudut
datang gelombang, durasi, dan besarnya energi gelombang. Apabila gelombang yang terjadi
membentuk sudut terhadap garis pantai, maka akan terjadi dua proses angkutan sedimen yang
bekerja secara bersamaan , yaitu komponen tegak lurus dan sejajar garis pantai. Suatu pantai
mengalami erosi atau akresi (sedimentasi) atau tetap stabil tergantung pada sedimen yang
masuk (suplai) dan yang meninggalkan pantai tersebut.

Bentuk profil pantai sangat dipengaruhi oleh serangan gelombang, sifat-sifat sedimen
seperti rapat massa dan tahanan terhadap erosi, ukuran dan bentuk partikel, kondisi
gelombang dan arus, serta bathimetri pantai. Pantai dapat terbentuk dari material dasar
yang berupa lumpur, pasir atau kerikil (gravel).

1.5 Bangunan Pantai

Bangunan pantai digunakan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan karena


serangan gelombang dan arus. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
melindungi pantai (Bambang triatmodjo, 2016), yaitu:

a. Memperkuat atau melindungi pantai agar mampu menahan serangan gelombang.


b. Mengubah laju transport sediment sepanjang pantai.
c. Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai.
d.Reklamasi dengan menambah suplai sediment ke pantai, atau dengan cara lain.
Sesuai dengan fungsinya, bangunan pantai diklasifikasikan menjadi 3 kelompok,
yaitu:

• Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai, misalnya
dinding pantai (revetment) dan tembok laut (seawall)
• Konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus pantai dan tersambung ke pantai,
misalnya groin dan jetty.
• Konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan kira-kira sejajar garis pantai,
misalnya pemecah gelombang (breakwater).

1.5.1 Tembok Laut (Sea wall)


Tembok laut digunakan untuk melindungi pantai atau tebing dari gempuran
gelombang sehingga tidak terjadi erosi atau abrasi. Tembok laut ada dua macam yaitu
tembok laut masif, dibuat dari konstruksi beton atau pasangan batu dan tembok laut
tidak masif, berupa tumpukan batu. Kriteria perencanaan tembok laut:
1. Lebar mercu, tembok laut minimal 3 kali diameter ekuivalen batu lapis lindung. Bila
digunakan untuk jalan maka lebar mercu diambil 3,0 s/d 6,0 meter.
2. Elevasi mercu
Elmercu = DWL+RU+Fb ….. (Pers )
Dengan:
Elmercu = Elevasi mercu tembok laut (m)
RU = Run-up gelombang (m)
Fb = Tinggi jagaan (1,0 m s/d 1,5 m)
DWL = Design Water Level (m)

3. Berat lapis pelindung

…. (pers )

… (Pers )
Dimana:
W = Berat minimum batu (tf)
H = Tinggi gelombang rencana (m)
KD = Koefisien stabilitas batu lindung
θ = Sudut lereng tembok laut ( o )
γb = Berat satuan batu lapis pelindung (tf/m3 )
γa = Berat satuan air laut (tf/m3 )
4. Tebal lapis lindung ⎥

5. Toe Protection

Tebal toe protection = lt-2t, dan berat batu lapis lindung digunakan kira-kira ½ dari
yang digunakan pada dinding tembok laut. Berat butir batu untuk pondasi dan pelindung
kaki bangunan dihitung dengan persamaan :

… (Pers )

Dengan:
W : Berat rerata butir batu (ton)
γr : Berat jenis batu (ton/m3)
Sr : Perbandingan berat jenis batu dan berat jenis air laut = γr / γa
γa : Berat jenis air laut (1.025-1.03 ton/m3 )
Ns : Angka stabilitas rencana untuk pondasi dan pelindung kaki bangunan.
Sumber: Triatmodjo 2016

Gambar 1.5 Tembok Laut (Sea wall)


Sumber:

1.5.2 Revetment

Dinding pantai (revetmet) adalah bangunan yang memisahkan daratan dan


perairan pantai, yang berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan limpasan
gelombang (overtopping) ke darat. Daerah yang dilindungi adalah daratan tepat di
belakang bangunan.

Dalam perencanaan dinding pantai perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya


erosi di kaki bangunan. Kedalamam erosi yang terjadi tergantung pada bentuk sisi
bangunan, kondisi gelombang dan sifat tanah dasar. (Triatmodjo, 2016)

Permukaan revetment yang terdiri dari tumpukkan batu dan blok-blok beton
dengan rongga-rongga diantaranya, menjadikan revetment lebih efektif untuk meredam
energi gelombang yang menghantam pantai. Dalam perencanaan revetment perlu
ditinjau fungsi dan bentuk bangunan, lokasi, panjang, tinggi, stabilitas bangunan dan
tanah pondasi, elevasi muka air baik di depan maupun dibeakang bangunan,
ketersediaan bahan bangunan dan sebagainya (Triatmodjo, 2016).

Gambar 1.6 Dinding pantai (revetment)

Sumber: bambang triatmodjo, 2016

1.5.3 Groin

Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus garis
pantai dan berfungsi untuk menahan transport sediment sepanjang pantai sehingga bisa
mengurangi atau menghentikan erosi yang terjadi (Triatmodjo, 2016).
Groin hanya bisa menahan transport sediment sepanjang pantai. Apabila groin
ditempatkan pada pantai yang terabrasi, maka groin akan menahan gerak sediment
tersebut, sehingga sediment mengendap di hulu (terhadap arah transport sediment
sepanjang pantai). Sedangkan di sebelah hilir groin, angkutan sediment masih tetap
terjadi sementara, sementara suplai sediment dari hulu terhalang oleh bangunan,
akibatnya daerah hilir mengalami defisit sedimen sehingga pantai mengalami erosi.
Keadaan tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan garis pantaii yang akan terus
berlangsung sampai dicapai satu keseimbangan baru.
Karena faktor di atas maka perlindungan pantai dengan menggunakan satu buah
groin tidaklah efektif. Biasanya perlindungan pantai dilakukan dengan membuat suatu
seri bangunan yang terbuat dari beberapa groin yang ditempatkan dengan jarak tertentu.
Dengan menggunakan sistem ini, maka perubahan garis pantai yang terjadi tidak terlalu
besar (Triatmodjo, 2016). Groin memiliki beberapa tipe, ada tipe lurus, tipe T ataupun
tipe L. Pemilihan tipe-tipe groin bergantung kepada kegunaan dan kebutuhan
perencanaannya.
Adapun Kriteria perencanaan groin:
1. Panjang groin, 40%-60% dari lebar rerata surf zone
2. Jarak antar groin, 1 sampai 3 kali panjang groin
3. Tinggi Groin, antara 50 cm – 60 cm diatas elevasi rencana (Thorn dan Robert).
4. Elevasi puncak groin diambil di bawah HWL.

Gambar 1.7 Groin tunggal dan perubahan garis pantai yang ditimbulkannya
Sumber: Bambang triatmodjo (2016)

1.5.4 Jetty
Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada kedua sisi muara
sungai yang berfungsi untuk mengurangi pedangkalan alur oleh sedimen pantai
(Triatmodjo, 2016). Jetty dibagi menjadi tiga jenis menurut fungsinya, yaitu:
1. Jetty panjang Jetty ini ujungnya berada diluar gelombang pecah, tipe ini efektip
untuk mencegah masuknya sedimen ke muara, tetapi biaya konstruksi sangat mahal.
Jetty ini dibangun apabila daerah yang dilindungi sangat penting.
2. Jetty sedang Jetty sedang ujungnya berada antara muka air surut dan gelombang
pecah, dapat menahan sebagian transpor sedimen sepanjang pantai, alur diujung jetty
masih memungkinkan terjadinya endapan pasir.
3. Jetty pendek Dimana kaki ujung bangunan berada pada muka air surut, fungsi utama
bangunan ini adalah menahan berbeloknya muara sungai dan mengkonsentrasikan aliran
pada alur yang telah ditetapkan untuk bisa mengerosi endapan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.8 berikut ini:
Gambar 1.8 Macam-macam tipe jetty
Sumber: Bambang triatmodjo (2016)

1.5.5 Pemecah gelombang (Breakwater)


Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk melindungi daerah
perairan dari gangguan gelombang. Pemecah gelombang dibedakan menjadi dua macam
yaitu pemecah gelombang sambung pantai dan lepas pantai. Tipe pertama digunakan
untuk perlindungan perairan pelabuhan sedang tipe kedua untuk perlindungan pantai
terhadap erosi (Triatmodjo, 2016)
Pemecah gelombang lepas pantai bisa dibuat dari satu pemecah gelombang atau
suatu seri bangunan yang terdiri dari beberapa ruas pemecah gelombang yang
dipisahkan oleh celah. Pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi 3 tipe
(Triatmodjo, 2016), yaitu:
1. Pemecah gelombang tipe sisi miring Terbuat dari tumpukkan batu alam, blok beton,
gabungan antara batu pecah dan blok beton, batu buatan dari beton dengan bentuk
khusus seperti tetrapod, quadripods, tribars, dolos, dan sebagainya. Tipe ini banyak
digunakan di Indonesia, mengingat dasar laut di pantai perairan Indonesia kebanyakan
dari tanah lunak, selain itu batu alam sebagai bahan utama banyak tersedia.
2. Pemecah gelombang tipe sisi tegak Terbuat dari koison beton, dinding blok massa
yang disusun secara vertikal, sel turap baja yang di dalamnya diisi batu, dinding turap
baja atau beton, dsb.
3. Pemecah gelombang tipe campuran Tipe ini dibuat digunakan pada kedalaman air
yang besar dan apabila pemecah gelombang sisi miring dan sisi tegak dinilai tidak
ekonomis. Bahan yang digunakan merupakan kombinasi dari kedua tipe sebelumnya.
Berat butir batu lapis lindung untuk pemecah gelombang sisi miring dapat
dihitung dengan menggunakan rumus Hudson:

… (Pers )

… (pers )
Keterangan:
W = Berat butir batu pelindung (ton)
γb = Berat jenis batu (ton/m3 )
γa= Berat jenis air laut (ton/m3 )
H = Tinggi gelombang rencana (m)
θ = Sudut kemiringan sisi pemecah gelombang (…0 )
KD = Koefisien stabilitas yang tergantung pada bentuk batu pelindung, kekasaran
permukaan batu, ketajaman sisi-sisinya, ikatan antar butir, dan keadaan pemecah
gelombangnya.
Lebar puncak pemecah gelombang dapat dihitung dengan rumus:

(Pers )
Keterangan:
B = Lebar puncak (m)
n = Jumlah butir batu (nmin = 3)
k∆ = Koefisien lapis lindung
W = Berat butir batu lapis lindung (ton)
γr = Berat jenis batu lapis lindung (ton/m3 )
Sumber: Triatmodjo 2016

Sedangkan tebal batu lapis lindung dan jumlah butir tiap satu satuan luas diberikan oleh
rumus berikut ini:

(pers )

(Pers )

Keterangan:
t = Tebal batu lapis lindung (m)
n = Jumlah butir batu lapis lindung tiap satuan luas
k∆ = Koefisien lapis lindung
A = Luas permukaan (m2 )
γb = Berat jenis batu lapis lindung (ton/m3 )
P = Porositas rerata dari lapis pelindung (%)
N = Jumlah butir batu untuk satu satuan luas permukaan A

Gambar 1.9 Pemecah Gelombang


Sumber: Bambang triatmodjo (2016)

1.6 Pelabuhan dan kapal


1.6.1 Pelabuhan
Pelabuhan adalah salah satu bagian dari ilmu bangunan maritim/kepulauan
dimana peranan pelayaran ialah sangat penting bagi kehidupan sosial, ekonomi,
pemerintahan, pertahanan/keamanan dan sebagainya. Dari kegiatan yang dilakukan
dimungkinkan kapal-kapal berlabuh atau bersandar yang meliputi angkutan penumpang,
bongkar muat barang, dan lain sebagainya (Bambang Triadmojo, 2010). Adapun
macam-macam pelabuhan ditinjau dari beberapa aspek yaitu:
a. Ditinjau dari segi penyelenggaraan
- Pelabuhan Umum
Pelabuhan umum diselenggarakan untuk kepentingan pelayaran masyarakat
umum. Penyelenggaraan pelabuhan umum dilakukan oleh Pemerintah dan
pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik negara yang diberi
wewenang mengelola pelabuhan umum diusahakan. Keempat badan usaha
tersebut adalah PT Persero Indonesia II berkedudukan di Jakarta, Pelabuhan
Indonesia III berkedudukan di Surabaya dan Pelabuhan Indonesia IV
berkedudukan di Ujung Pandang.
- Pelabuhan Khusus
Pelabuhan khusus diselenggarakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang
kegiatan tertentu. Pelabuhan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan umum,
kecuali dalam keadaan tertentu dengan ijin Pemerintah. Pelabuhan khusus
dibangun oleh suatu perusahaan baik pemerintah maupun swasta, yang berfungsi
untuk prasarana pengiriman hasil produksi perusahaan tersebut.
b. Ditinjau dari segi pengusahaannya
- Pelabuhan yang diusahakan
Pelabuhan ini sengaja diusahakan untuk memberikan fasilitas-fasilitas
yang diperlukan oleh kapal yang memasuki pelabuhan untuk melakukan
kegiatan bongkar muat barang, menaik-turunkan penumpang serta kegiatan
lainnya. Pemakaian pelabuhan ini dikenakan biaya-biaya, seperti biaya jasa
labuh, jasa tambat, jasa pemandu, dan lain sebagainya.
- Pelabuhan yang tidak diusahakan
Pelabuhan ini hanya merupakan tempat singgahan kapal, tanpa fasilitas
bongkar muat, bea cukai, dan sebagainya. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan
kecil yang disubsidi oleh pemerintah, dan dikelola oleh unit Pelaksana Teknis
Direktorat Jendral Perhubungan Laut.
c. Ditinjau dari fungsi pergadangan nasional dan internasional
-Pelabuhan Laut
Pelabuhan ini adalah pelabuhan yang bebas dimasuki oleh kapal-kapal
berbendera asing. Pelabuhan ini biasanya merupakan pelabuhan utama di suatu
daerah yang dilabuhi kapal-kapal yang membawa barang untuk ekspor/impor
secara langsung ke dan dari luar negeri.
-Pelabuhan Pantai
Pelabuhan pantai ialah pelabuhan yang disediakan untuk perdagangan
dalam negeri dan oleh karena itu tidak bebas disinggahi oleh kapal berbendera
asing. Kapal asing dapat masuk ke pelabuhan ini dengan meminta ijin terlebih
dahulu.
d. Ditinjau dari segi penggunaannya
- Pelabuhan ikan
Pelabuhan ikan menyediakan tempat bagi kapal-kapal ikan untuk
melakukan kegiatan penangkapan ikan dan memberikan pelayanan yang
diperlukan. Pada pelabuhan ikan sarana dermaga disedikan secara terpisah untuk
berbagai kegiatan. Pelabuhan ikan dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk
mendukung kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan-kegiatan pendukungnya,
seperti pemecah gelombang, kantor pelabuhan, dermaga, tempat pelelangan ikan
(TPI), tangki air, tangki BBM, pabrik es, ruang pendingin, tempat
pelayanan/perbaikan kapal, dan tempat penjemuran jalan (Bambang Triadmojo,
hal. 9. 2010).
Menurut Bambang Triadmojo, 2010 Dermaga pelabuhan ikan dibagi
menjadi tiga macam, yaitu:
1) Dermaga Bongkar. Dermaga ini digunakan oleh kapal-kapal yang baru
datang dari melaut untuk bongkar hasil tangkapan ikan.
2) Dermaga Tambat. Di dermaga ini kapal ditambatkan. Selama di
dermaga tambat dilakukan perawatan kapal dan perawatan serta
perbaikan alat penangkap ikan.
3) Dermaga Perbekalan. Ketika nelayan akan melaut lagi, kapal yang
ditambat di dermaga tambat dibawa ke dermaga perbekalan untuk
mempersiapkan bekal yang akan dibawa melaut.

Gambar 1. 10 Pelabuhan ikan Cilacap


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 11)

Gambar 1.11 Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 11)
- Pelabuhan Minyak
Pelabuhan minyak biasanya tidak memerlukan dermaga atau pangkalan
yang harus dapat menahan muatan vertikal yang besar, melainkan cukup
membuat jembatan perancah atau tambahan yang dibuat menjorok kelaut
untuk mendapatkan kedalaman air yang cukup besar. Untuk keamanan
pelabuahn minyak harus diletakkan agak jauh dari keperluan umum.

Gambar 1.12 Pelabuhan Minyak


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 13)

Gambar 1.13 Pelabuhan Minyak


(Sumber:Bambang Triadmojo 2010, hal. 13)
- Pelabuhan Barang

Di pelabuhan ini terjadi perpindahan moda transportasi, yaitu dari angkutan


laut ke angkutan darat dan sebaliknya. Barang di bongkar dari kapal dan diturunkan
di dermaga. Selanjutnya barang tersebut diangkut langsung dengan menggunakan
truk atau kereta api ke tempat tujuan, atau disimpan di gudang atau lapangan
penumpukan terbuka sebelum dikirim ditempat tujuan. Demikian pula sebaliknya,
barang-barang dari pengirim ditempatkan di gudang atau lapangan penumpukan
sebelum dimuat ke kapal dan diangkut ke pelabuhan tujuan (Bambang
Triadmojo, hal.12, 2010).

Gambar 1.14 Pelabuhan Barang


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 17-19)

- Pelabuhan Penumpang

Pelabuhan/terminal penumpang digunakan oleh barang-barang yang bepergian


dengan menggunakan kapal penumpang. Terminal penumpang dilengkapi dengan
stasiun penumpang yang melayani segala kegiatan yang berhubungan dengan
kebutuhan orang yang bepergian, seperti ruang tunggu, kantor imigrasi, kantor bea
cukai, keamanan, direksi pelabuhan, dan sebagainya (Bambang Triadmojo, hal.16,
2010).
Gambar 1.15 Pelabuhan Penumpang
(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 20)

- Pelabuhan Campuran

Pada umumnya pencampuran pemakaian ini terbatas untuk penumpang dan


barang, sedangkan untuk keperluan minyak dan ikan biasanya tetap berpisah
(Bambang Triadmojo, hal.20, 2010).

- Pelabuhan Militer

Pelabuhan ini mempunyai daerah perairan yang cukup luas untuk memungkinkan
gerakan cepat kapal-kapal perang dan agar letak bangunan cukup terpisah.
Konstruksi tambatan maupun dermaga hampir sama dengan pelabuhan barang,
hanya saja situasi dan perlengkapannya agak lain. Pada pelabuhan barang
letak/keguanan bangunan harus seifisien mungkin, sedangkan pada pelabuhan
militer bagunan-bangunan pelabuhan harus dipisah-pisah yang letaknya agak
berjauhan (Bambang Triadmojo, hal.21, 2010).

e. Ditinjau menurut letak geografis

- Pelabuhan Alam

Pelabuhan alam merupakan daerah perairan yang terlindungi dari badai dan
gelombang secara alami, misalnya oleh suatu pulau, jazirah atau terletak di teluk,
estuari atau muara sungai. Di daerah ini pengaruh gelombang sangat kecil.
Pelabuhan cilacap merupakan contoh pelabuhan alam yang daerah perairannya
terlindung dari pengaruh gelombang, yaitu oleh pulau Nusakambangan. Contoh dari
pelabuhan alam lainnya adalah pelabuhan Palembang, Belawan, Pontianak, New
York, San Fransisco, London, dsb., yang terletak di estuari dan muara sungai.
Estuari adalah bagian dari sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Gambar 1.16 Pelabuhan Alam dimuara sungai
(Sumber:Bambang Triadmojo 2010, hal. 22)

- Pelabuhan Buatan

Pelabuhan buatan adalah suatu daerah perairan yang dilindungi dari pengaruh
gelombang dengan membuat bangunan pemecah gelombang (breakwater). Pemecah
gelombang ini membuat daerah perairan tertutup dari laut dan hanya dihubungkan
oleh suatu celah (mulut pelabuhan) untuk keluar masuknya kapal. Di dalam daerah
tersebut di lengkapi dengan alat penambat. Contoh dari pelabuhan ini adalah
pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Mas, dsb.

Gambar 1.17 Pelabuhan buatan


(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 23)

- Pelabuhan Semi Alam

Pelabuhan ini merupakan campuran dari kedua tipe di atas. Misalnya suatu
pelabuhan yang terlindungi oleh lidah pasir dan perlindungan buatan hanya pada alur
masuk. Pelabuhan Bengkulu adalah contoh dari pelabuhan ini. Contoh lainnya adalah
muara sungai yang kedua sisinya dilindungi oleh jetty. Jetty tersebut berfungsi untuk
menahan masuknya transpor pasir sepanjang pantai ke muara sungai, yang dapat
menyebabkan terjadinya pendangkalan.
Gambar 1.18 Pelabuhan semi alam
(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 24)

Untuk merealisir suatu pembangunan pelabuhan, maka minimal ada


7 (tujuh) data -data pokok yang dibutuhkan yaitu :

1. Asal dan tujuan muatan (orogin and desmution), dan jenis muatan.

2. Klimotologi, yang meliputi angin, pasang surut, sifat air laut.

3. Topografi, Geologi, dan Struktur tanah.

4. Rencana pembiayaan, ukuran-ukuran keberhasilan, secara ekonomis


dilihat dari segi investasi.

5. Pendayagunaan modal ditinjau dari segi Operasional, terutama


penanganan muatan.

6. Kaitan pelabuhan dengan jenis kapal yang menyinggahinya dan


sarana/prasarana angkutan lain yang mendukung kegiatan pelabuhan
dengan daerah pendukungnya secara keseluruhan (komprehensif).

7. Kaitan pelabuhan dengan pelabuhan lain dalam rangka lalu lintas dan
sistem jaringan guna mendukung perdagangan.

1.6.2 Kapal
kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan
dengan tenaga angin , tenaga mekanik, energi lainya, ditarik atau ditunda, termasuk
kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat
apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. (UU Tentang Pelayaran
No.17 Tahun 2008)
Menurut Bambang Triadmodjo (2010:26) definisi kapal adalah panjang lebar dan
sarat (draft) kapal yang akan menggunakan pelabuhan berhubungan langsung pada
perencanaan pelabuhan dan fasilitas-fasilitas yang harus tersedia di pelabuhan.

Adapun jenis - jenisnya kapal laut niaga sebagai berikut :

1. Kapal Penumpang (Passenger Vessel)

2. Kapal Barang Penumpang (Cargo – Passenger Vessel)

3. Kapal Barang dengan Akomodasi Penumpang Terbatas

4. General Cargo Vessel

5. Bulk Cargo Carrier

6. Kapal Tanker

7. Kombinasi kapal tanker dan dry bulk( Combination Carrier )

8. Off Shore Supply Ship

9. Kapal Container

Port and Harbour Bureau of Minitry of Transport, Japan (Thomresen, CA., 2003)
memberikan persamaan untuk menghitung beberapa karakterisitik kapal seperti
diberikan pada tabel 1.2 tabel tersebut menunjukkan hubungan antara berat kapal total
(Displacement Tonnage, DT), luas bidang kapal lateral, luas bidang muka kapal, luas
permukaan di bawah muka air, berat kapal kosong dengan pemberat (displacement
ballast loaded), draft kapal kosong dengan pemberat (draft ballast loaded) untuk kapal
barang umum, kapal tanker dan kapal barang curah padat.
Tabel 1.2 Karakteristik kapal

(Sumber: Bambang Triatmodjo, Hal.37)

1.7 Alur Pelayaran


Alur pelayaran di gunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke kolam
pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang terhadap pengaruh
gelombang dan arus. Perencanaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan ditentukan oleh
kapal terbesar yang akan masuk ke pelabuhan dan kondisi meteorologi dan oseanografi.

Gambar 1.19 Alur Pelayaran


Sumber: Perencanaan pelabuhan, Bambang Triatmodjo (2010)
Alur pelayaran berada di bawah permukaan air, sehingga tidak dapat terlihat oleh
nahkoda kapal. Untuk menunjukkan posisi alur pelayaran, di kanan kirinya dipasang
pelampung, dengan warna berbeda. Pelampung di sebelah kanan, terhadap arah ke laut
berwarna merah sedangdi sebelah kiri berwarna hijau. Kapal harus bergerak di antara
kedua pelampung tersebut. Gambar 1.20 menunjukan alur pelayaran dan posisi
pelampung.

Gambar 1.20
Sumber: Perencanaan pelabuhan, Bambang Triatmodjo (2010)
Alur masuk ke pelabuhan biasanya sempit dan dangkal. Alur-alur tersebut merupakan
tempt terjadinya arus, terutama yang disebabkan oleh pasang surut. Sebuah kapal yang
mengalami/menerima arus dari depan akan dapat mengatur gerakannya (maneuver),
tetapi apabila arus berasal dari belakang kapal akan menyebabkan gerakan yang tidak
baik.Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan karakteristik alur masuk kepelabuhan
adalah sebagai berikut ini.
1. Keadaan trafik kapal.
2. Keadaan geografi dan meteorologi di daerah alur.
3. Sifat-sifat fisik dan variasi dasar saluran.
4. Fasilitas-fasilitas atau bantuan-bantuan yang diberikan pada pelayaran.
5. Karakteristik maksimum kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan.
6. Kondisi pasang surut, arus dan gelombang.
• Kedalaman Alur
Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal kedalaman air dialur mask harus cukup
besar untuk memungkinkan pelayaran pada mukaair terendah dengan kapal bermuatan
penuh.Kedalaman air ini ditentukan oleh berbagai faktor seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar1.20 Kedalaman air total adalah:
H=d+G+R+P+S+K (Pers. )
Gambar 1.21 Kedalaman Alur pelayaran
Sumber: Perencanaan pelabuhan, Bambang Triatmodjo (2010)

Dengan :
d : draft kapal
G : gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat
R : ruang kebebasan bersih
P : ketelitian pengukuran
S : pengendapan sedimen antara dua pengerukan
K : toleransi pengerukan

1.8 Dermaga
Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan
menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menarik/menurunkan
penumpang. Dimensi dermaga didasarkan pada jenis dan ukuran kapal yang merapat
dan bertambat pada dermaga tersebut. Di belakang dermaga terdapat apron, gudang
transit, tempat bongkar muat barang dan penumpang. Dimana apron adalah daerah yang
terletak antara sisi dermaga dan sisi depan gudang yang terdapat pengalihan kegiatan
angkutan laut (kapal) ke kegiatan angkutan darat.
Dermaga yang dibangun untuk melayani kebutuhan tertentu, pemilihan tipe
dermaga sangat dipengaruhi oleh kebutuhan yang akan dilayani, ukuran kapal arah
gelombang dan angin kondisi topografi dan tanah besar laut, dan yang paling penting
adalah tinjauan ekonomi untuk mendapatkan bangunan yang paling ekonomis.
Pemilihan tipe dermaga didasarkan pada :
1. Tinjauan topografi daerah pantai.
Dalam tinjauan tersebut dikenal 2 (dua) macam type bangunan dermaga yaitu:
a. Wharf (Paralel)
b. Pier
c. Jetty

2. Jenis kapal yang dilayani dan ukuran dermaga.


Dermaga yang melayani kapal-kapal sesuai dengan kebutuhan yang akan
dilayani sangat mempengaruhi konstruksi dan ukuran dermaga. Dermaga yang
melayani kapal minyak dan kapal barang curah mempunyai konstruksi yang ringan
dibanding dengan dermaga barang potongan, karena dermaga tersebut tidak
memerlukan peralatan bongkar muat barang yang besar, gudang-gudang, lebar apron
semakin besar, dsb. Demikian juga halnya ukuran dermaga yaitu semakin banyak
keperluan kapal yang dbutuhkan untuk bertambat maka panjang, luas lebar apron
fasilitas lain serta konstruksi semakin besar pula.

Gambar 1.22. Dimensi wharf

(Sumber Bambang Triadmojo 2010, hal 215)

(Pers. )

(cat : Nilai e = 1, karena akses jalan yang di lewati hanya 1 akses)

(Pers. )

Dengan :

A : Luas Gudang

L : Panjang kapal yang ditambat

b : Lebar gudang

a : Lebar apron
e : Lebar jalan

Nilai a dan e dapat dilihat dalam Gambar 1.23.

Gambar. 1.23. Penentuan Lebar Apron

(Sumber. Bambang Triadmojo 2010, hal 216)

1.9 Fender dan Bollard


1.9.1 Fender
Fender berfungsi sebagai bantalan yang ditempelkan didepan dermaga yang akan
menyerap energi benturan antara kapal dan dermaga. Gaya yang harus ditahan oleh
dermaga tergantung pada tipe konstruksi fender dan defleksi dermaga yang di izinkan.
Fender harus dipasang disepanjang dermaga dan letaknya harus sedemikian rupa dapat
mengenai kapal. Oleh karena kapal mempunyai ukuran yang berlainan maka fender
harus dibuat agak tinggi pada sisi dermaga (Bambang Triadmojo, 2010).

Gambar 1.24. Defleksi fender karena benturan kapal


(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 260 )
Menurut Bambang Triadmojo, 2010 ada beberapa tipe fender yaitu fender kayu,
fender karet dan fender gravitasi.
a. Fender kayu
Fender kayu bias berupa barang-barang kayu yang dipasang horizontal atau
sejumlah batang kayu vertical. Fender kayu dapat berupa fender dari kayu yang
digantung pada sisi dermaga. Fender tiang panjang kayu yang ditempatkan didepan
dermaga dengan kemiringan 1:24 fender kayu yang dipasang pada tiang panjang dan
besi profil.

Gambar 1.25. Contoh fender kayu


(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 263 )
b. Fender Karet
Karet banyak digunakan sebagai fender. Bentuk paling sederhana dari fender ini
berupa ban-ban war mobil yang dipasang pada sisi depan disepanjang dermaga. Fender
ban mobil ini digunakan untuk kapal-kapal kecil. Fender karet dapat dibedakan menjadi
dua tipe yaitu :
1. Fender yang dipasang pada struktur dermaga, yang masih dapat dibedakan
menjadi fender tekuk (buckling fender) yaitu fender yang mengalami tekuk jika
menerima gaya tekan, seperti Fender Tipe V, Fender Tipe A, Fender Sell, dan
fender tak tertekuk ( non-bukling fender ) seperti fender dari ban mobil bekas
dan fender silinder.
2. Fender terapung yang ditempatkan antara kapal dan struktur dermaga, seperti
fender pneumatic

Gambar 1.26. Fender tipe A (PT. Kemenangan Jakarta)


(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 264 )

Gambar 1.27. Fender tipe V


(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 266 )

Gambar 1.28. Fender Silinder


(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 270 )

Gambar 1.29. Fender Sel


(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 272 )
Gambar 1.30. Fender Pneumatic
(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 274 )
c. Fender Gravitasi
Fender grafitasi digantung disepanjang dermaga fender ini terbuat dari tabung
baja yang diisi dengan betondan sisi depannya diberi pelindung kayu dengan berat
sampai 15 ton. Apabila terbentur kapal, fender tersebut akan bergerak kebelakang
dan keatas, sedemikian sehingga kapal dapat dikurangi kecepatannya, karena untuk
dapat menggerakkan kebelakang diperlukan tenaga yang cukup besar, prinsip kerja
fender ini adalah mengubah energy kinetis menjadi energy kinetis menjadi energy
potensial.

1.9.2 Bollard
Kapal yang berlabuh ditambatkan ke dermaga dengan mengikatka tali-tali
penambat ke bagian haluan, buritan dan badan kapal. Gambar 2.29. menunjukkan
metode pengikatan kapal ke dermaga. Tali-tali penambat tersebut diikatkan pada alat
penambat yang dikenal dengan bitt yang dipasang di sepanjang sisi dermaga. Biit
dengan ukuran yang lebih besar disebut dengan bollard (corner mooring post) yang
diletakkan pada kedua ujung dermaga atau di tempat yang agak jauh dari sisi muka
dermaga.
Bitt digunakan untuk mengikat kapal pada kondisi cuaca normal. Sedang bollard
selain untuk mengikat pada kondisi normal dan pada kondisi badai, juga dapat
digunakan untuk mengarahkan kapal merapat ke dermaga atau untuk
membelok/memutar terhadap ujung dermaga dengan menggunakan baut yang dipasang
melalui pipa yang ditempatkan di dalam beton. Dengan cara tersebut memungkinkan
mengganti baut jika rusak. Alat pengikat ini biasanya terbuat dari besi cor berbentuk
silinder yang pada ujung atasnya dibuat tertutup dan lebih besar sehingga dapat
menghalangi keluarnya tali kapal yang diikatkan. Supaya tidak mengganggu kelancaran
kegiatan di dermaga (bongkar muat barang) maka tinggi bolder dibuat tidak boleh lebih
dari 50 cm di atas lantai dermaga. Gambar 26. menunjukkan contoh kedua tipe alat
pengikat. Jarak dan jumlah minimum bitt untuk beberapa ukuran kapal diberikan dalam
Tabel 1.3
Tabel 1.3 Penempatan Bitt

Ukuran Kapal Jarak Jumlah


(GRT) Maksimum (m) Min./tambatan
~ 2.000 10 - 15 4
2.001 - 5.000 20 6
5.001 - 20.000 25 6
20.001 - 50.000 35 8
50.001 - 100.000 45 8

(Sumber: Bambang Triatmodjo 2010, Hal.284)

Gambar 1.31. Bentuk alat pengikat


(Sumber : Bambang Triadmojo, 2010 hal. 283)

1.10 Fasilitas pelabuhan di daratan


a. Fasilitas pelabuhan di darat
Fasilitas intermoda yang lengkap di suatu pelabuhan harus mampu :
• menghubungkan Pelabuhan dengan hinterlandnya,
• mampu melayani kapal-kapal generasi mutakhir yang secara langsung menuju
ke berbagai pusat perdagangan internasional (direct call).
• mampu mengantisipasi percepatan bongkar muat barang dengan kelengkapan
fasilitas pelayanan
• Penanganan bongkar muat barang dilakukan di terminal pengapalan yang
disesuaikan dengan jenis muatan yang diangkut.

Untuk mendukung penanganan muatan di pelabuhan dibutuhkan :


- fasilitas pelabuhan di perairan seperti :
alur pelayaran, pemecah gelombang, kolam pelabuhan, dermaga, fender dan
alat tambat;
- Fasilitas yang ada didarat seperti : gudang laut, gudang, bangunan pendingin,
apron gedung administrasi, gedung perkantoran pemerintah maupun swasta
pengelola pelabuhan, kantor polisi, kantor keamanan, ruang untuk buruh /
pekerja pelabuhan, bengkel, garasi, rumah pemadam kebakaran, elevator dan
sebagainya.

b. Terminal Barang Potongan


Fasilitas – fasilitas yang ada di dalam terminal barang potongan antara lain : -
Kantor, Apron, lapangan penumpukan terbuka, gudang,parkir mobil dan truk, gudang
laut, dan jalan / jalan KA,

c. Fasilitas pada terminal peti kemas


Beberapa fasilitas yang ada diterminal peti kemas, antara lain : Dermaga Apron
Marshaling yard ( lapangan penumpukan sementara ) Container yard ( lapangan
penumpukan peti kemas ) Container freight station ( CFS ) Menara pengawasTerminal
Peti Kemas

Anda mungkin juga menyukai