KAJIAN TEORI
1.1 Definisi Pantai
Pantai adalah jalur yang merupakan batas antara darat dan laut, diukur pada saat
pasang tertinggi dan surut terendah, dipengaruhi oleh fisik laut dan sosial ekonomi
bahari, sedangkan kearah darat dibatasi oleh proses alami dan kegiatan manusia di
lingkungan darat.(PROF. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, CES., 2016).
Istilah pantai sering rancu dalam pemakaiannya yaitu antara coast (pesisir) dan shore
(pantai).maka dari itu, ada beberapa istilah kepantaian yang perlu diketahui dan
dipahami diantaranya:
Pesisir adalah suatu daratan beserta perairannya dimana pada daerah tersebut
masih dipengaruhi baik oleh aktivitas darat maupun oleh aktivitas marine.Dengan
demikian daerah pantai terdiri dari perairan pantai dan daratan pantai yang saling
mempengaruhi. Daerah pantai sering disebut juga daerah pesisir atau wilayah
pesisir.
• Pantai
Pantai Adalah daerah di tepi perairan sebatas antara surut terendah dan pasang
tertinggi.
• Daratan Pantai
Daratan pantai Adalah daerah ditepi laut yang masih dipengaruhi oleh aktivitas
marine
• Garis Pantai
Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut dimana
posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang air laut dan erosi
pantai yang terjadi.
• Sempadan Pantai
Sempadan pantai Adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi
pengamanan dan pelestarian pantai.
Teknik pantai adalah cabang dari Teknik Sipil yang bersandar pada ilmu kelautan
(oceanography), meterologi, mekanika fluida, elektronika, komputer, mekanika struktur,
geologi dan morfologi, matematika dan statistik, komputer, mekanika tanah dan
mekanika bahan. Teknik pantai mempunyai aplikasi di daerah pantai, seperti
penanggulangan masalah erosi pantai dengan membuat bangunan-bangunan pantai,
penanggulangan endapan di muara sungai dan alur pelayaran serta kolam pelabuhan,
pembangunan pelabuhan, dan sebagainya.
1.2 Gelombang
1.2.1 Teori dan definisi gelombang
Gelombang adalah salah satu bentuk energi yang dapat membentuk pantai,
menimbulkan arus dan trasnspor sedimen. Secara umum bentuk gelombang di
alam sangatlah kompleks dan sulit digambarkan secara matematis karena
ketidaklinieran, tiga dimensi dan mempunyai bentuk yang random dengan
pengertian suatu deret gelombang mempunyai tinggi dan periode yang berbeda
(PROF. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, CES., 2016).
Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang tergantung
pada gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin
(gelombang yang dibangkitkan oleh tiupan angin), gelombang pasang surut
(gelombang yang dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda langit terutama gaya
tarik matahari dan bulan terhadap bumi), gelombang tsunami (gelombang yang
terjadi akibat letusan gunung berapi atau gempa didasar laut), gelombang kecil
(misalkan gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak), dan
sebagainya. Diantara beberapa bentuk gelombang yang paling penting adalah
gelombang angin dan gelombang pasang surut. Pada umumnya bentuk
gelombang sangat komplek dan sulit digambarkan secara matematis karena
ketidaklinierannya, tiga dimensi, dan bentuknya yang random.
Menurut Bambang Triatmodjo (2016), gelombang di laut menurut gaya
pembangkitnya dapat dibedakan antara lain sebagai berikut :
1. Gelombang angin
2. Gelombang pasang surut
3. Gelombang tsunami
4. Gelombang karena pergerakan kapal
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena adanya
gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di
bumi. Tinggi pasang surut adalah jarak vertikal antara air tertinggi (puncak air pasang)
dan air terendah (lembah air surut) yang berurutan. Periode pasang surut adalah waktu
yang diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata ke posisi yang sama
berikutnya (Bambang Triatmodjo, 2016).
Secara umum pasang surut di berbagai dapat dibedakan menjadi empat tipe, yaitu :
a. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang
dan satu kali air surut dengan periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit.
b. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) Dalam satu hari terjadi dua kali air
pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi
secara berurutan dan teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
c. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevelailing semidiurnal
tide) Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan
periodenya berbeda.
d. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevelailing diurnal
tide) Pada tipe ini, dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut,
tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.
a. Muka air tinggi (high water level atau high water spring, HWS), muka air tertinggi
yang dicapai pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.
b. Muka air rendah (low water level atau low water spring, LWS), kedudukan air
terendah yang dicapai pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.
c. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari muka air
tinggi.
d. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari muka air
rendah.
e. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara muka air
tinggi rerata danmuka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai referensi
untuk elevasi di daratan.
f. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air tertinggi pada
saat pasang surut purnama atau bulan mati.
g. Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air terendah pada
saat pasang surut purnama atau bulan mati.
h. Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari,
seperti dalam pasang surut tipe campuran.
i. Lower low water level, adalah air terendah dari dua air rendah dalam satu hari.
Ada dua tipe tanggapan dinamis pantai terhadap gerak gelombang, yaitu tanggapan
terhadap kondisi gelombang normal dan tanggapan terhadap kondisi gelombang badai. Pada
saat badai terjadi, pertahanan alami pantai tidak mampu menahan serangan energi
gelombang yang besar, sehingga pantai dapat tererosi. Setelah gelombang besar
reda ,berangsur-angsur pantai akan kembali ke bentuk semula oleh pengaruh gelombang
normal. Tetapi ada kalanya pantai yang tererosi tersebut tidak dapat kembali ke bentuk
semula karena material
pembentuk pantai terbawa arus dan tidak dapat kembali ke lokasi semula. Proses dinamis
pantai sangat dipengaruhi oleh littoral transport, yang di definisikan sebagai gerak sedimen di
daerah dekat pantai (nearshore zone) oleh gelombang dan arus. Littoral transport dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu transport sepanjang pantai (longshore-transport) dan
transport tegak lurus pantai (onshore-offshore transport). Material (pasir) yang di transpor
disebut dengan littoral drift (Triadmodjo,2016).
Gambar 1.4 Proses pembentukan pantai
Gelombang pecah menimbulkan arus dan turbulensi yang sangat besar yang dapat
menggerakkan sedimen dasar. Laju transpor sedimen sepanjang pantai tergantung pada sudut
datang gelombang, durasi, dan besarnya energi gelombang. Apabila gelombang yang terjadi
membentuk sudut terhadap garis pantai, maka akan terjadi dua proses angkutan sedimen yang
bekerja secara bersamaan , yaitu komponen tegak lurus dan sejajar garis pantai. Suatu pantai
mengalami erosi atau akresi (sedimentasi) atau tetap stabil tergantung pada sedimen yang
masuk (suplai) dan yang meninggalkan pantai tersebut.
Bentuk profil pantai sangat dipengaruhi oleh serangan gelombang, sifat-sifat sedimen
seperti rapat massa dan tahanan terhadap erosi, ukuran dan bentuk partikel, kondisi
gelombang dan arus, serta bathimetri pantai. Pantai dapat terbentuk dari material dasar
yang berupa lumpur, pasir atau kerikil (gravel).
• Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai, misalnya
dinding pantai (revetment) dan tembok laut (seawall)
• Konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus pantai dan tersambung ke pantai,
misalnya groin dan jetty.
• Konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan kira-kira sejajar garis pantai,
misalnya pemecah gelombang (breakwater).
…. (pers )
… (Pers )
Dimana:
W = Berat minimum batu (tf)
H = Tinggi gelombang rencana (m)
KD = Koefisien stabilitas batu lindung
θ = Sudut lereng tembok laut ( o )
γb = Berat satuan batu lapis pelindung (tf/m3 )
γa = Berat satuan air laut (tf/m3 )
4. Tebal lapis lindung ⎥
5. Toe Protection
Tebal toe protection = lt-2t, dan berat batu lapis lindung digunakan kira-kira ½ dari
yang digunakan pada dinding tembok laut. Berat butir batu untuk pondasi dan pelindung
kaki bangunan dihitung dengan persamaan :
… (Pers )
Dengan:
W : Berat rerata butir batu (ton)
γr : Berat jenis batu (ton/m3)
Sr : Perbandingan berat jenis batu dan berat jenis air laut = γr / γa
γa : Berat jenis air laut (1.025-1.03 ton/m3 )
Ns : Angka stabilitas rencana untuk pondasi dan pelindung kaki bangunan.
Sumber: Triatmodjo 2016
1.5.2 Revetment
Permukaan revetment yang terdiri dari tumpukkan batu dan blok-blok beton
dengan rongga-rongga diantaranya, menjadikan revetment lebih efektif untuk meredam
energi gelombang yang menghantam pantai. Dalam perencanaan revetment perlu
ditinjau fungsi dan bentuk bangunan, lokasi, panjang, tinggi, stabilitas bangunan dan
tanah pondasi, elevasi muka air baik di depan maupun dibeakang bangunan,
ketersediaan bahan bangunan dan sebagainya (Triatmodjo, 2016).
1.5.3 Groin
Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus garis
pantai dan berfungsi untuk menahan transport sediment sepanjang pantai sehingga bisa
mengurangi atau menghentikan erosi yang terjadi (Triatmodjo, 2016).
Groin hanya bisa menahan transport sediment sepanjang pantai. Apabila groin
ditempatkan pada pantai yang terabrasi, maka groin akan menahan gerak sediment
tersebut, sehingga sediment mengendap di hulu (terhadap arah transport sediment
sepanjang pantai). Sedangkan di sebelah hilir groin, angkutan sediment masih tetap
terjadi sementara, sementara suplai sediment dari hulu terhalang oleh bangunan,
akibatnya daerah hilir mengalami defisit sedimen sehingga pantai mengalami erosi.
Keadaan tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan garis pantaii yang akan terus
berlangsung sampai dicapai satu keseimbangan baru.
Karena faktor di atas maka perlindungan pantai dengan menggunakan satu buah
groin tidaklah efektif. Biasanya perlindungan pantai dilakukan dengan membuat suatu
seri bangunan yang terbuat dari beberapa groin yang ditempatkan dengan jarak tertentu.
Dengan menggunakan sistem ini, maka perubahan garis pantai yang terjadi tidak terlalu
besar (Triatmodjo, 2016). Groin memiliki beberapa tipe, ada tipe lurus, tipe T ataupun
tipe L. Pemilihan tipe-tipe groin bergantung kepada kegunaan dan kebutuhan
perencanaannya.
Adapun Kriteria perencanaan groin:
1. Panjang groin, 40%-60% dari lebar rerata surf zone
2. Jarak antar groin, 1 sampai 3 kali panjang groin
3. Tinggi Groin, antara 50 cm – 60 cm diatas elevasi rencana (Thorn dan Robert).
4. Elevasi puncak groin diambil di bawah HWL.
Gambar 1.7 Groin tunggal dan perubahan garis pantai yang ditimbulkannya
Sumber: Bambang triatmodjo (2016)
1.5.4 Jetty
Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada kedua sisi muara
sungai yang berfungsi untuk mengurangi pedangkalan alur oleh sedimen pantai
(Triatmodjo, 2016). Jetty dibagi menjadi tiga jenis menurut fungsinya, yaitu:
1. Jetty panjang Jetty ini ujungnya berada diluar gelombang pecah, tipe ini efektip
untuk mencegah masuknya sedimen ke muara, tetapi biaya konstruksi sangat mahal.
Jetty ini dibangun apabila daerah yang dilindungi sangat penting.
2. Jetty sedang Jetty sedang ujungnya berada antara muka air surut dan gelombang
pecah, dapat menahan sebagian transpor sedimen sepanjang pantai, alur diujung jetty
masih memungkinkan terjadinya endapan pasir.
3. Jetty pendek Dimana kaki ujung bangunan berada pada muka air surut, fungsi utama
bangunan ini adalah menahan berbeloknya muara sungai dan mengkonsentrasikan aliran
pada alur yang telah ditetapkan untuk bisa mengerosi endapan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.8 berikut ini:
Gambar 1.8 Macam-macam tipe jetty
Sumber: Bambang triatmodjo (2016)
… (Pers )
… (pers )
Keterangan:
W = Berat butir batu pelindung (ton)
γb = Berat jenis batu (ton/m3 )
γa= Berat jenis air laut (ton/m3 )
H = Tinggi gelombang rencana (m)
θ = Sudut kemiringan sisi pemecah gelombang (…0 )
KD = Koefisien stabilitas yang tergantung pada bentuk batu pelindung, kekasaran
permukaan batu, ketajaman sisi-sisinya, ikatan antar butir, dan keadaan pemecah
gelombangnya.
Lebar puncak pemecah gelombang dapat dihitung dengan rumus:
(Pers )
Keterangan:
B = Lebar puncak (m)
n = Jumlah butir batu (nmin = 3)
k∆ = Koefisien lapis lindung
W = Berat butir batu lapis lindung (ton)
γr = Berat jenis batu lapis lindung (ton/m3 )
Sumber: Triatmodjo 2016
Sedangkan tebal batu lapis lindung dan jumlah butir tiap satu satuan luas diberikan oleh
rumus berikut ini:
(pers )
(Pers )
Keterangan:
t = Tebal batu lapis lindung (m)
n = Jumlah butir batu lapis lindung tiap satuan luas
k∆ = Koefisien lapis lindung
A = Luas permukaan (m2 )
γb = Berat jenis batu lapis lindung (ton/m3 )
P = Porositas rerata dari lapis pelindung (%)
N = Jumlah butir batu untuk satu satuan luas permukaan A
- Pelabuhan Penumpang
- Pelabuhan Campuran
- Pelabuhan Militer
Pelabuhan ini mempunyai daerah perairan yang cukup luas untuk memungkinkan
gerakan cepat kapal-kapal perang dan agar letak bangunan cukup terpisah.
Konstruksi tambatan maupun dermaga hampir sama dengan pelabuhan barang,
hanya saja situasi dan perlengkapannya agak lain. Pada pelabuhan barang
letak/keguanan bangunan harus seifisien mungkin, sedangkan pada pelabuhan
militer bagunan-bangunan pelabuhan harus dipisah-pisah yang letaknya agak
berjauhan (Bambang Triadmojo, hal.21, 2010).
- Pelabuhan Alam
Pelabuhan alam merupakan daerah perairan yang terlindungi dari badai dan
gelombang secara alami, misalnya oleh suatu pulau, jazirah atau terletak di teluk,
estuari atau muara sungai. Di daerah ini pengaruh gelombang sangat kecil.
Pelabuhan cilacap merupakan contoh pelabuhan alam yang daerah perairannya
terlindung dari pengaruh gelombang, yaitu oleh pulau Nusakambangan. Contoh dari
pelabuhan alam lainnya adalah pelabuhan Palembang, Belawan, Pontianak, New
York, San Fransisco, London, dsb., yang terletak di estuari dan muara sungai.
Estuari adalah bagian dari sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Gambar 1.16 Pelabuhan Alam dimuara sungai
(Sumber:Bambang Triadmojo 2010, hal. 22)
- Pelabuhan Buatan
Pelabuhan buatan adalah suatu daerah perairan yang dilindungi dari pengaruh
gelombang dengan membuat bangunan pemecah gelombang (breakwater). Pemecah
gelombang ini membuat daerah perairan tertutup dari laut dan hanya dihubungkan
oleh suatu celah (mulut pelabuhan) untuk keluar masuknya kapal. Di dalam daerah
tersebut di lengkapi dengan alat penambat. Contoh dari pelabuhan ini adalah
pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Mas, dsb.
Pelabuhan ini merupakan campuran dari kedua tipe di atas. Misalnya suatu
pelabuhan yang terlindungi oleh lidah pasir dan perlindungan buatan hanya pada alur
masuk. Pelabuhan Bengkulu adalah contoh dari pelabuhan ini. Contoh lainnya adalah
muara sungai yang kedua sisinya dilindungi oleh jetty. Jetty tersebut berfungsi untuk
menahan masuknya transpor pasir sepanjang pantai ke muara sungai, yang dapat
menyebabkan terjadinya pendangkalan.
Gambar 1.18 Pelabuhan semi alam
(Sumber: Bambang Triadmojo 2010, hal. 24)
1. Asal dan tujuan muatan (orogin and desmution), dan jenis muatan.
7. Kaitan pelabuhan dengan pelabuhan lain dalam rangka lalu lintas dan
sistem jaringan guna mendukung perdagangan.
1.6.2 Kapal
kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan
dengan tenaga angin , tenaga mekanik, energi lainya, ditarik atau ditunda, termasuk
kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat
apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. (UU Tentang Pelayaran
No.17 Tahun 2008)
Menurut Bambang Triadmodjo (2010:26) definisi kapal adalah panjang lebar dan
sarat (draft) kapal yang akan menggunakan pelabuhan berhubungan langsung pada
perencanaan pelabuhan dan fasilitas-fasilitas yang harus tersedia di pelabuhan.
6. Kapal Tanker
9. Kapal Container
Port and Harbour Bureau of Minitry of Transport, Japan (Thomresen, CA., 2003)
memberikan persamaan untuk menghitung beberapa karakterisitik kapal seperti
diberikan pada tabel 1.2 tabel tersebut menunjukkan hubungan antara berat kapal total
(Displacement Tonnage, DT), luas bidang kapal lateral, luas bidang muka kapal, luas
permukaan di bawah muka air, berat kapal kosong dengan pemberat (displacement
ballast loaded), draft kapal kosong dengan pemberat (draft ballast loaded) untuk kapal
barang umum, kapal tanker dan kapal barang curah padat.
Tabel 1.2 Karakteristik kapal
Gambar 1.20
Sumber: Perencanaan pelabuhan, Bambang Triatmodjo (2010)
Alur masuk ke pelabuhan biasanya sempit dan dangkal. Alur-alur tersebut merupakan
tempt terjadinya arus, terutama yang disebabkan oleh pasang surut. Sebuah kapal yang
mengalami/menerima arus dari depan akan dapat mengatur gerakannya (maneuver),
tetapi apabila arus berasal dari belakang kapal akan menyebabkan gerakan yang tidak
baik.Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan karakteristik alur masuk kepelabuhan
adalah sebagai berikut ini.
1. Keadaan trafik kapal.
2. Keadaan geografi dan meteorologi di daerah alur.
3. Sifat-sifat fisik dan variasi dasar saluran.
4. Fasilitas-fasilitas atau bantuan-bantuan yang diberikan pada pelayaran.
5. Karakteristik maksimum kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan.
6. Kondisi pasang surut, arus dan gelombang.
• Kedalaman Alur
Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal kedalaman air dialur mask harus cukup
besar untuk memungkinkan pelayaran pada mukaair terendah dengan kapal bermuatan
penuh.Kedalaman air ini ditentukan oleh berbagai faktor seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar1.20 Kedalaman air total adalah:
H=d+G+R+P+S+K (Pers. )
Gambar 1.21 Kedalaman Alur pelayaran
Sumber: Perencanaan pelabuhan, Bambang Triatmodjo (2010)
Dengan :
d : draft kapal
G : gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat
R : ruang kebebasan bersih
P : ketelitian pengukuran
S : pengendapan sedimen antara dua pengerukan
K : toleransi pengerukan
1.8 Dermaga
Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan
menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menarik/menurunkan
penumpang. Dimensi dermaga didasarkan pada jenis dan ukuran kapal yang merapat
dan bertambat pada dermaga tersebut. Di belakang dermaga terdapat apron, gudang
transit, tempat bongkar muat barang dan penumpang. Dimana apron adalah daerah yang
terletak antara sisi dermaga dan sisi depan gudang yang terdapat pengalihan kegiatan
angkutan laut (kapal) ke kegiatan angkutan darat.
Dermaga yang dibangun untuk melayani kebutuhan tertentu, pemilihan tipe
dermaga sangat dipengaruhi oleh kebutuhan yang akan dilayani, ukuran kapal arah
gelombang dan angin kondisi topografi dan tanah besar laut, dan yang paling penting
adalah tinjauan ekonomi untuk mendapatkan bangunan yang paling ekonomis.
Pemilihan tipe dermaga didasarkan pada :
1. Tinjauan topografi daerah pantai.
Dalam tinjauan tersebut dikenal 2 (dua) macam type bangunan dermaga yaitu:
a. Wharf (Paralel)
b. Pier
c. Jetty
(Pers. )
(Pers. )
Dengan :
A : Luas Gudang
b : Lebar gudang
a : Lebar apron
e : Lebar jalan
1.9.2 Bollard
Kapal yang berlabuh ditambatkan ke dermaga dengan mengikatka tali-tali
penambat ke bagian haluan, buritan dan badan kapal. Gambar 2.29. menunjukkan
metode pengikatan kapal ke dermaga. Tali-tali penambat tersebut diikatkan pada alat
penambat yang dikenal dengan bitt yang dipasang di sepanjang sisi dermaga. Biit
dengan ukuran yang lebih besar disebut dengan bollard (corner mooring post) yang
diletakkan pada kedua ujung dermaga atau di tempat yang agak jauh dari sisi muka
dermaga.
Bitt digunakan untuk mengikat kapal pada kondisi cuaca normal. Sedang bollard
selain untuk mengikat pada kondisi normal dan pada kondisi badai, juga dapat
digunakan untuk mengarahkan kapal merapat ke dermaga atau untuk
membelok/memutar terhadap ujung dermaga dengan menggunakan baut yang dipasang
melalui pipa yang ditempatkan di dalam beton. Dengan cara tersebut memungkinkan
mengganti baut jika rusak. Alat pengikat ini biasanya terbuat dari besi cor berbentuk
silinder yang pada ujung atasnya dibuat tertutup dan lebih besar sehingga dapat
menghalangi keluarnya tali kapal yang diikatkan. Supaya tidak mengganggu kelancaran
kegiatan di dermaga (bongkar muat barang) maka tinggi bolder dibuat tidak boleh lebih
dari 50 cm di atas lantai dermaga. Gambar 26. menunjukkan contoh kedua tipe alat
pengikat. Jarak dan jumlah minimum bitt untuk beberapa ukuran kapal diberikan dalam
Tabel 1.3
Tabel 1.3 Penempatan Bitt