Anda di halaman 1dari 2

Masuk Melalui Lubang Jarum

Renungan Harian Misioner


Senin Biasa VIII, 4 Maret
2019
Peringatan St. Kasimirus
Sir. 17:24-29; Mrk. 10:17-
27

Baru-baru ini, kita cukup


dihebohkan dengan berita
bagasi berbayar yang
diberlakukan oleh
beberapa maskapai
penerbangan swasta yang
ada di Indonesia. Salah
satu berita yang sempat
viral di media sosial adalah
mengenai seorang penumpang yang harus membayar beban bagasinya sebanyak 2,5 juta
rupiah, yang mana harga bagasi tersebut lebih mahal ketimbang harga tiket pesawatnya.
Menurut berita, penumpang tersebut tidak rela membayar bagasi dan memilih
meninggalkan barang bawaannya yang berupa oleh-oleh makanan yang dihargai ‘2,5 juta’
itu dan membagikannya kepada orang-orang yang ada di bandara tersebut.

Menanggapi peristiwa ini, saya seketika saja teringat akan perumpamaan Yesus seperti pada
bacaan Injil hari ini tentang “Alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Lebih
mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam
Kerajaan Allah”. Namun jangan disalah tafsirkan dulu. Saya tidak bermaksud
mempersalahkan sang penumpang karena membawa barang yang begitu banyak. Saya pun
sering kali mengalami hal yang sama bila berpergian dari satu tempat ke tempat lain, pasti
membawa barang bawaan termasuk oleh-oleh. Bahkan dalam beberapa peristiwa kerap kali
harus membayar beban bagasi karena melebihi bobot 20 kg.

Dalam peristiwa tersebut, saya ingin mengajak kita semua untuk merenungkan arti lepas
bebas dan bagaimana menjadi murid Kristus yang sejati. Perumpamaan tentang ‘lobang
jarum’ harus dimengerti dalam konteksnya. ‘Lobang jarum’ adalah sebuah pintu kecil di
gerbang kota Yerusalem. Pintu gerbang utama dari kota Yerusalem tidak setiap saat terbuka.
Pada saat gerbang utama tertutup maka jika seseorang yang kembali dari suatu tempat
ingin masuk, misalnya seorang pedagang yang membawa barang bawaannya di atas unta,
maka ia harus melewati pintu kecil tersebut, yang biasa disebut dengan istilah ‘lobang
jarum’. Karena pintu yang kecil maka para pedagang harus menurunkan barang bawaannya
terlebih dahulu lalu dengan ‘sedikit paksa’ ia menarik unta masuk ke dalam kemudian
barulah ia mengangkat barang bawaannya yang berat.

Tentang perumpamaan ini Yesus mau mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan
Allah, seseorang harus menanggalkan harta miliknya terlebih dahulu. Dengan kata lain,
membuang segala pikiran tentang harta lalu memfokuskan diri memasuki Kerajaan Allah.
Harus diakui ikatan yang paling sulit dilepaskan manusia untuk mengikuti Yesus adalah harta
benda. Yesus pun pernah berkata, “di mana hartamu berada, di situ juga hatimu
berada” (bdk. Matius 6:21).

Pertanyaan refleksi bagi kita, ‘mengapa Yesus menganggap kekayaan sebagai penghalang
bagi seseorang untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah’? Kenyataan yang tidak dapat kita
pungkiri bahwa godaan terbesar jika memiliki banyak harta duniawi maka kita cenderung
menggantungkan hidup kita sepenuhnya pada kekayaan tersebut. Waktu kita terbuang dan
kebanyakan tersita untuk memikirkan, mengumpulkan dan menjaga harta duniawi saja.

Kekayaan bisa menjadi tanda berkat dari Tuhan tetapi juga sebaliknya menjadi penghalang
bagi manusia untuk beribadat kepada-Nya karena tidak lagi merasa ‘miskin di hadapan
Tuhan’. Kekayaan bisa menjadi berkat ketika kita tidak memandang kekayaan di atas segala-
galanya. Menjadi berkat karena mau membagikannya terutama kepada mereka yang miskin.
Kita dapat menghadirkan Kerajaan Allah di tengah-tengah mereka yang miskin melalui
berkat kekayaan yang kita peroleh dalam hidup.

Sesungguhnya kita semua diajak oleh Yesus untuk tetap menjadi murid sejati yakni memilih
‘hidup yang kembali kepada Allah’ dan memiliki sikap lepas bebas dengan berani berkata
‘cukup’ karena sudah berlimpah-limpah berkat Tuhan bagi hidup saya.

Kembali kepada kisah ‘bagasi penumpang’ yang viral itu saya mau mengajak kita untuk
merenungkan dua hal secara positif. Pertama, perjalanan akhir kita di dunia menuju kembali
kepada Sang Pencipta hanyalah membawa diri kita dan bukan membawa segala yang
melekat pada diri kita.  Kedua, kita semua dipanggil untuk membagi-bagikan ‘oleh-oleh”
yang telah kita peroleh dari berkat kekayaan yang dianugerahkan Tuhan kepada kita dan
membuat semua orang bergembira karena dapat ikut menikmati makanan yang belum
tentu dapat dibeli oleh mereka.

Saudara-saudariku, mari dengan semangat misioner kita mengikuti Yesus dalam pengabdian
yang total. Pelaksanaan hukum saja tidaklah cukup. Sikap lepas bebas tanpa keterikatan
pada harta memberikan kita kesanggupan untuk berbagi kepada setiap orang. Begitulah ciri
para pengikut Yesus…

(RD. Hendrik Palimbo – Imam Paroki Deri Toraja, Keuskupan Agung Makassar)
Diposting pada 3 Maret 2019 oleh karyakepausanindonesia
Link: Masuk Melalui Lobang Jarum – Situs Resmi Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai