Anda di halaman 1dari 25

SUMBER AIR HIDUP

(SAH)

JANUARI – PEBRUARI 2023


SINODE GKSBS

SINODE GEREJA KRISTEN SUMATRA BAGIAN SELATAN


Jl. Yos Sudarso 15 Polos Metro Pusat, Kota Metro. Lampung. 34111
Tlp. 0725-785513; Website : https://gksbs.org ; Email : sinode@gksbs.org
Facebook Page : https://facebook.com/rumahbersama ; Twitter : @GKSBS
PENJELASAN GAMBAR SAMPUL
“Sinode” adalah kata kuno yang artinya mengacu pada Wahyu. Kata sinode terdiri dari kata
depan ςυν (dengan) dan kata benda όδόσ (jalan), yang secara harafiah dapat diartikan jalan dengan
atau jalan bersama. Pengertian ini mengandung 2 makna yaitu, 1). Jalan bersama sebagai Umat
Allah, 2) Umat Allah yang jalan dengan Allah. Merujuk pada pengertian ini, maka tema pada
bahan-bahan SAH (Kotbah, PKA dan PA) akan membicarakan berbagai hal yang berkaitan dengan
seluruh jemaat di Sinode GKSBS yang kompak berjalan bersama. Tulisan-tulisan dalam bahan
SAH akan membicarakan hal ini, baik itu dalam tataran filosofis, maupun juga pada tataran praktis
tentang bagaimana sebuah organisasi bisa harmonis.
Yang kedua, perjalanan Sinode GKSBS juga dipahami sebagai peziarahan iman, yang mana
setiap orang yang ada di dalamnya benar sedang berjalan bersama sebagai satu persekutuan
(gereja) yang perjalanan tersebut juga sekaligus sedang berjalan dengan Allah. Oleh karena
perjalanan bersama ini, juga bersama Allah, maka sikap membangun, apresiatif dan bertanggung
jawab yang hendaknya muncul sebagai wujud dari takut akan Tuhan.

1
KATA PENGANTAR
Salam Dalam Kasih Kristus. Kembali kita berjumpa dalam terbitan Sumber Air Hidup
(SAH). Bahan SAH ini berisi bahan-bahan Kotbah, Nas Pembimbing, Berita Anugerah, Nas
Persembahan dan puji-pujian dalam ibadah Minggu. Bahan SAH ini berisi bahan kotbah 8 Januari-
19 Pebruari 2023 Sedangkan pada tanggal 22 Pebruari – 04 Juni 2023 kita akan menggunakan
bahan MPPP yang akan kami terbitkan terpisah dari bahan SAH ini.
Di tahun 2023 ini, materi-materi yang disampaikan dalam kotbah di bahan SAH ini, adalah
hasil sebuah refleksi mendalam dari 3 loci, yaitu Teks Alkitab, Konteks dan wawasan kegerajaan.
Tentu bahan terbitan GKSBS menjadi spesifik membunyikan GKSBS karena ada wawasan ke-
GKSBS yang menjadi salah satu loci dalam berteologi. MENJADI GKSBS adalah tema terbitan
tahun 2022. Selanjutnya menjadi penting untuk melakukan evaluasi terkait seberapa terjangkaunya
tema tahun 2022. Evaluasi ini telah dilakukan oleh Tim Spritualitas yang dibantu oleh berbagai
pihak.
Hasil Evaluasi menunjukkan bahwa terbitan kita di tahun 2022 sudah cukup sesuai atau
dengan kata lain telah “membunyikan” GKSBS dalam setiap pesannya dan itu artinya sekali lagi
ditegaskan melalui bahan terbitan bahwa kita ini GKSBS. Sekalipun demikian dari hasil penelitian
kita juga mendapat hasil bahwa ada beberapa indikator yang masih lemah dan sangat lemah.
Diantaranya adalah :
1. Akuntabilitas organisasi
2. Penginjilan yang nyedulur
3. Inklusif,
4. Budaya dialog
5. Hospitalitas
Dapat dibagi menjadi 2 yaitu point 1,2 itu berbicara tentang penguatan organisasi sekaligus
penguatan iman jemaat. Maka dengan demikian Tema 2023 adalah MENJADI GKSBS II, dan Sub
Tema Penulisan BERSINODE DI DALAM ALLAH.
Akhirnya kami mengucapkan selamat menjadi GKSBS. Mari kita rayakan pemeliharan
Tuhan yang selama ini telah Ia berikan kepada GKSBS, dan keyakinan kita bahwa, KasihNya saat
ini juga terjadi pada kita seluruh jemaat GKSBS dan seterusnya KasihNya akan tetap ada pada kita.
Dan keyakinan itu yang membuat kita akan selalu semangat untuk menjadi penebar kasih Kristus
dimanapun kita berada. Semoga Tuhan memampukan kita.

Salam Kasih.
Metro, Desember 2022
Majelis Pimpinan Sinode (MPS) GKSBS,
Sekretaris

Pdt. Erik Timoteus Purba, M.Si.

2
DAFTAR ISI
PENJELASAN GAMBAR SAMPUL .................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 3
Minggu, 08 Januari 2023 ......................................................................................................... 4
Minggu, 15 Januari 2023 ......................................................................................................... 8
Minggu, 22 Januari 2023 ......................................................................................................... 10
Minggu, 29 Januari 2023 ......................................................................................................... 13
Minggu, 05 Pebruari 2023 ....................................................................................................... 16
Minggu 12 Pebruari 2023 ........................................................................................................ 19
Minggu, 19 Pebruari 2023 ....................................................................................................... 21

3
Minggu, 08 Januari 2023
Warna Liturgi : Putih
Minggu Baptisan Tuhan
MERENDAHKAN DIRI DAN TAAT BAGI KEHENDAK ALLAH
MATIUS 3:13-17
Shalom, Ibu Bapak Saudara Saudariku yang terkasih dalam Tuhan Yesus, saat ini kita akan
merenungkan bagian Firman Tuhan dari Injil Matius tentang sesuatu yang cukup sentral dalam
pokok ajaran iman Kristiani, yaitu tentang baptisan. Berbicara tentang baptisan, biasanya dalam
benak kita akan langsung terbayang bagaimana pendeta memercikkan air dari sebuah bejana ke
atas kepala seorang dewasa atau bayi yang digendong orangtuanya dalam suatu ibadah. Mungkin
pula sebagian dari kita pernah menyaksikan jemaat dari denominasi gereja lain yang menjalankan
sebuah ritual pembersihan diri dengan cara diselamkan ke dalam sebuah kolam khusus. Namun
dalam bacaan ini, pikiran kita akan dibawa kepada suatu peristiwa yang tidak biasa di kalangan
orang Yahudi pada waktu itu, yaitu sebuah panggilan pertobatan dengan cara memberi diri
“dimasukkan” sesaat dan seketika itu juga “dikeluarkan” dari air sungai Yordan sebagai tanda
pembasuhan diri, atau yang kita kenal dengan baptis.
Baptis dari bahasa Yunani “βαπτίζω” (Baptizo) yang berarti “membenamkan di dalam air,
mencelup, membasuh”. Jelas bahwa panggilan ini menarik perhatian banyak orang dari berbagai
wilayah (Matius 3 : 5), karena memang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam ajaran Yudaisme
(Agama Yahudi). Akan tetapi, jauh sebelum adanya peristiwa baptisan ini sudah ada konsep
tentang pembasuhan diri. Dalam Perjanjian Lama ada peraturan yang mewajibkan para imam
membasuh diri mereka sebelum mempersembahkan kurban kepada Allah (Kel.40:12-15). Imam
Besar harus membersihkan dirinya sebelum dan sesudah ia memasuki Ruang Mahakudus dalam
kemah Pertemuan atau Bait Allah untuk mempersembahkan kurban pada Hari Raya Pendamaian
(Im. 16:4, 23-24). Para nabi meminta orang Israel membasuh diri mereka sebagai lambang
kesediaan untuk dimurnikan dan taat pada kehendak Allah (Yes.1:16-17). Dari sini dapat kita
pahami bahwa kaitan antara panggilan pertobatan dengan pembasuhan diri adalah mengajak siapa
saja yang datang pada waktu itu untuk menyadari perbuatan dosanya yang kotor dan “melekat”
pada tubuhnya sehingga perlu dibersihkan/dibasuh dengan air baptisan tersebut.
Sebelum membahasnya lebih jauh, mari kita sejenak memberi perhatian pada tokoh yang
menyerukan panggilan pertobatan ini, yaitu Yohanes Pembaptis. Yohanes Pembaptis lahir dari
pasangan lanjut usia, Elisabet dan Zakaria. Mereka mendapat kabar dari Malaikat Gabriel bahwa
Allah akan memberi mereka seorang anak laki-laki. Anak ini mengemban tugas khusus, yaitu
mempersiapkan jalan bagi Mesias (Luk.1:13-17, 57-66). Ia menyatakan bahwa orang Israel tidak
begitu saja berkenan di hadapan Allah hanya karena mereka adalah keturunan Abraham. Mereka
harus sadar bahwa selama ini mereka tidak menaati Allah. Mereka perlu mempersiapkan diri
menyambut kehadiran seorang utusan penuh kuasa yang akan dikirim Allah bagi mereka (Luk.
3:16). Yohanes lalu membaptis mereka yang datang dengan menyesali dosa-dosanya dan banyak
yang menyangka bahwa dialah Mesias (Luk. 3:15). Namun, Yohanes mengatakan bahwa Mesias
akan lebih berkuasa daripada dirinya (Mat.3:11-12; Luk.3:16-17).

4
Dikatakan, “maka datanglah Yesus dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis
olehnya” (3:13). Pertanyaannya ialah jika baptisan Yohanes adalah sebuah seruan pertobatan,
bukankah semua orang akan memandang Yesus berdosa sehingga Ia datang untuk memberi diri
dibaptis? Apa motivasi Yesus sebenarnya? Mengapa Yohanes Pembaptis mencegahNya? Apakah
Yohanes sudah tahu siapa Yesus dan apa yang dapat dilakukanNya? Dari mana dia tahu? Yang
perlu kita pahami dari kedatangan Yesus adalah bahwa :
- Pertama, kedatanganNya adalah untuk "Menggenapkan seluruh kehendak Allah" (ayat
15; bandingkan. Im 16:4; Gal 4:4-5). Melalui baptisan, di depan umum Yesus
menyerahkan diriNya kepada Allah (melalui panggilan pertobatan Yohanes) sehingga
dengan demikian menggenapi tuntutan Allah yang benar.
- Kedua, menempatkan diri-Nya setara dengan orang berdosa (sekalipun kita tahu bahwa
Yesus tidak berdosa – bandingkan 2Kor 5:21; 1Pet 2:24).
- Ketiga, menghubungkan diri-Nya dengan cara Allah yang memanggil setiap orang
kepada pertobatan; perhatikan pesan Yohanes Pembaptis sebagai pendahulu Mesias
(Yoh 1:23,32-33).
Apa yang terjadi selanjutnya cukup menarik. Retorika Yohanes Pembaptis “Akulah yang
perlu dibaptis oleh-Mu, dan Engkau yang datang kepadaku?” menyiratkan bahwa dia mengenal
siapa Yesus. Seharusnya dialah yang datang kepada Yesus dan bukan sebaliknya! Pengakuan ini
hendak menyatakan bahwa dirinya juga seorang berdosa, yang sama dengan semua orang lain dan
membutuhkan pengampunan dari Allah! Dalam pandangannya, kehadiran Yesus dan baptisan Roh
yang dapat dilakukanNya akan menjadi baptisan yang sempurna. Ia bahkan menggambarkan
dirinya sebagai pribadi yang tidak layak melepaskan kasut Yesus (3:11). Membawa atau
melepaskan kasut adalah tugas seorang hamba atau budak. Yohanes Pembaptis ingin agar orang-
orang tahu bahwa ia tidak cukup layak untuk melayani Yesus.
Sinode GKSBS memahami adanya 2 sakramen, yaitu sakramen perjamuan dan sakramen
baptis. Baptisan menjadi tanda pemeliharaan Allah dan materai perjanjian keselamatan yang
diadakan Allah dalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Baptisan bukan hanya sekedar
menjadi bukti yang sah terdaftarnya seseorang dalam keanggotaan suatu jemaat, melainkan mereka
akan diterima dan akan disambut menjadi anggota keluarga Allah (1 Petrus 3 :18-22). Baptisan
membawa seseorang masuk dalam kesatuan dengan Kristus dan menjadikan ia bagian dari Tubuh
Kristus, yakni gereja. Baptisan merupakan tanda dan bukti pembersihan dosa, seumpama surat
bermeterai yang menegaskan bahwa segala dosa kita telah dihapuskan, dicoret dan ditiadakan
sedemikian rupa hingga tak bakal muncul lagi dihadapanNya. Tuhan Yesus pernah menyambut
seorang anak dan memeluk anak itu serta berkata : ”Barangsiapa menyambut anak seperti ini
dalam namaKu, ia menyambut Aku”. Dan dalam pangkuannya Ia meletakkan tanganNya serta
memberi berkat. Demikianlah, bahwa Sakramen Baptis ini merupakan sukacita bagi gereja Tuhan
dan sukacita bagi persekutuan, karena bertambah lagi jemaat Tuhan di muka bumi.
GKSBS melaksanakan prosesi baptisan dengan cara percik dalam nama Allah Bapa, Anak
dan Roh Kudus. Rumusan ini merepresentasikan Keesaan Allah Tritungal sebagaimana yang
disaksikan pada ayat 16-17 “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu

5
juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu
terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan; “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-nyalah
Aku berkenan”. Seekor merpati, yang sering digunakan sebagai lambang perdamaian,
melambangkan Roh Allah yang turun memberi Yesus kuasa untuk memperlengkapi Dia bagi
pelayananNya. Suara Tuhan yang terdengar dari sorga menegaskan identitas Yesus sebagai Anak
Allah. Kerumunan orang yang berdiri di tepi Sungai Yordan akan mengetahui dengan pasti bahwa
inilah pribadi yang lebih besar yang diceritakan oleh Yohanes kepada mereka.
Ibu Bapak Saudara Saudariku yang terkasih dalam Tuhan Yesus, apa relevansinya bagi kita
saat ini? Kita melihat pribadi Yesus Kristus sebagai Tuhan yang Mahatinggi mau datang
merendahkan diri dan taat bahkan turut dalam panggilan baptisan Yohanes. Dia yang tidak
berdosa, mau menyejajarkan dirinya dengan kita yang berdosa, supaya di dalam Dia kita
dibenarkan oleh Allah. Artinya, kontras ini mau mengajak kita semua untuk kembali melihat ke
kedalaman batin kita, apakah yang selama ini kita andalkan sehingga kita enggan untuk datang
merendahkan diri di hadapan Tuhan? Janganlah ada kekerasan hati, egoisme, pementingan diri, dan
kesombongan menguasai kita, sebab Yesus sudah mengajarkan sesuatu yang prinsip dalam
menjawab panggilan Allah, yaitu bahwa dengan cara demikianlah sepatutnya setiap orang
menggenapkan seluruh kehendak Allah. Demikian pula halnya dengan Yohanes Pembaptis yang
merasa diri tidak layak, barangkali jauh dalam batin kita, kita sering merasa diri tidak layak karena
keberdosaan kita sehingga kita cenderung menarik diri dari persekutuan dan pelayanan di gereja.
Namun Firman Tuhan saat ini mau mengingatkan kita semua akan pentingnya mengutamakan
terlaksananya kehendak Allah dalam kehidupan kita. Bukankah sebagai umat Tuhan, kita juga
rindu agar setiap kita bahu-membahu mewujudkan tugas dan panggilan pelayanan gereja? Di tahun
2023 ini ada sasaran visi dan misi GKSBS yang perlu kita kerjakan untuk meningkatkan kualitas
tata kelola organisasi gereja. Maka dengan kerendahan dan ketaatan seperti yang diteladankan
Yesus, apa yang kita lakukan bagi persektuan dan pelayanan gereja, adalah semata-mata dalam
rangka melaksanakan kehendak Allah.
Bagaimana dengan kita? Bersediakah kita supaya kehendak Allah digenapi melalui kerja-
layan kita? Jika ya, datanglah dalam segala kerendahan dan ketaatan, maka kita pasti akan dipakai
olehNya. Biarlah melalui melalui peristiwa pembaptisan Yesus ini, kita sebagai jemaat GKSBS
memperoleh keteguhan hati dalam iman kepada Yesus Kristus sebagai Jurus Selamat dan
menyatakan iman kita melalui perubahan hidup dalam tindakan, tutur kata, kebenaran, tanpa
memandang perbedaan. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Nas Pembimbing : Yesaya 42 : 1-9


Hukum Kasih : Yohanes 15 : 9 - 14
Berita Anugerah : Kisah Para Rasul 10 : 34-43
Nas persembahan : Ulangan 8 : 18
Nyanyian :
1. Nyanyian Pembukaan KJ 4:1,2,6
2. Nyanyian Pujian KJ 293:1,3

6
3. Nyanyian Peneguhan KJ 365:1,2
4. Nyanyian Responsoria KJ 307:1,2
5. Nyanyian Persembahan PKJ 149:1-dsc
6. Lagu Penutup PKJ 177

7
Minggu, 15 Januari 2023
Warna Liturgi: Hijau
Minggu Biasa I
TERLALU SEDIKIT BAGIMU
YESAYA 49:1-7
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus, “Terlalu Sedikit Bagimu” adalah tema
yang akan kita hayati dalam ibadah saat ini. Terlalu sedikit berarti tidak banyak; sangat minim;
sesuatu yang diraih jauh dari target. Terlalu sedikit artinya tidak banyak yang bisa dilakukan, tidak
banyak pengaruh atau kurang berdampak; terlalu sedikit juga bisa berarti menunjuk kepada ketidak
maksimalan sebuah rancangan atau program.
Yesaya 49 ini dibuka dengan seruan hamba Tuhan yang memanggil bangsa-bangsa yang
jauh untuk mendengarkannya, Ayat 1: “Dengarkanlah aku hai pulau-pulau, perhatikanlah hai
bangsa-bangsa yang jauh. Tuhan telah memanggil aku sejak dari kandungan.” Ide utama dari
rancangan Tuhan pada ayat tersebut adalah penyelamatan bangsa-bangsa. Hal itu ditegaskan dalam
ayat 6 “Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku
Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan
membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku
sampai ke ujung bumi.”
Dari ayat tersebut nyatalah bahwa rancangan Allah tentang keselamatan begitu luas. Selain
pemulihan dan keselamatan bagi umat Israel dari pembuangangan di Babel, tetapi juga
keselamatan bagi bangsa-bangsa. Menurut Tuhan “terlalu sedikit” jika rancangan-Nya bagi hamba-
Nya itu hanya untuk pemulihan umat Israel saja. Tuhan menyiapkan hamba-Nya untuk berperan
bukan hanya untuk bangsa Isrel saja tetapi juga untuk bangsa-bangsa lain.
Masalah keselamatan adalah sesuatu yang sangat penting. Persoalan yang mendasar adalah
pada pemahaman tentang keselamatan. Ada yang memahami keselamatan adalah persoalan pribadi.
Memang soal keselamatan tidak terlepas dari masalah pribadi, seperti iman dan pertobatan, tetapi
jika hanya itu yang ada di benak pikiran kita, maka “terlalu sedikit” pemahaman kita, sebab aspek-
aspek keselamatan juga meliputi panggilan, pembebasan, pemulihan, dan pengampunan bagi pihak
lain juga.
Mari kita akan melihat keberadaan kita sebagai GKSBS, apa yang harus kita lakukan?
Belajar dari Yesaya tentang apa yang menjadi tujuan hidupnya, yaitu keterlibatan Yesaya
dalam rancangan Allah tentang keselamatan bangsa-bangsa bisa menjadi titik pijak perjalanan
hidup kita. GKSBS ada karena Allah, Allah-lah yang menanam dan menumbuhkan GKSBS di
Sumbagsel. GKSBS hidup di Sumbagsel dengan konteks keberagaman suku, agama, dan budaya.
Jika kita tidak menyadari untuk apa keberadaan kita di sini, dan siapakah kita sesungguhnya, maka
kita akan kehilangan tujuan hidup kita, bahkan juga kehilangan jati diri kita sebagai umat Tuhan.
Tema “Terlalu sedikit bagimu” bisa menjadi peringatan bagi kita untuk melihat kembali
keberadaan kita sebagai umat Tuhan. Jika kekristenan kita hanya berorientasi pada diri sendiri saja
maka “terlalu sedikit bagi kita” bisa menjadi hamba Tuhan yang seharusnya.

8
GKSBS punya identitas sebagai gereja daerah yang hidup dan bertumbuh di Sumbagsel.
GKSBS punya nilai-nilai yang mampu membangun kebersamaan dengan yang lain. Jika GKSBS
hanya hidup untuk membangun dirinya sendiri, maka “terlalu sedikit” keberadaanya bisa dirasakan
di Sumbagsel. “Terlalu sedikit” yang bisa diperbuat untuk pihak lain. “Terlalu sedikit” jika hanya
berbicara tentang penguatan organisasi saja. Penguatan organisasi hendaknya dilakukan dalam
rangka mewujudkan rancangan pemulihan dan penyelamatan kepada pihak lain. “Terlalu sedikit”
jika program-program gereja hanya tertuju pada dirinya sendri, program-program hendaknya
dibuat untuk kemajuan dan kesejahteraan bersama dengan yang lain. “Terlalu sedikit” jika diakonia
kita hanya bersifat kedalam saja, diakonia hendaknya menjangkau mereka yang lemah dan
terpinggirkan, dan masih banyak “terlalu sedikit - terlalu sedikit” yang lainnya. GKSBS adalah
gereja mandiri dan harus terus terbuka bagi pihak lain agar GKSBS mampu membawa
pembaharuan perubahan dan keselamatan bagi yang lain.
Kini kita bisa melihat rancangan penyelamatan Tuhan bagi bangsa-bangsa telah nyata.
Kristus telah memulihkan dan menjadi penyelamat bangsa-bangsa. Tugas kita adalah mengabarkan
kabar keselamatan kepada mereka yang akan diselamatkan Tuhan. Bagaimana dengan hidup kita
sebagai jemaat Tuhan yang berada di propinsi Lampung, Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu
(Sumbagsel), apakah kita akan hidup sendiri-sendiri? Tentu tidak, kita akan hidup bersama-sama
dalam ikatan persekutuan GKSBS yang kuat dan saling menopang satu dengan yang lain. Semua
yang kita lakukan itu dalam rangka untuk melaksanakan rangcangan Tuhan secara bersama-sama
dalam rangka pemulihan dan penyelamatan menyeluruh (termasuk di dalamnya penyelamatan
ekologi dan kehidupan sosial)
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus, rancangan yang baik dengan target
yang terukur akan membawa keberhasilan. Keberhasilan akan terwujud jika kita berjalan dalam
rancangan Tuhan, sinergis dengan rancangan Tuhan. Atau dengan kata lain tujuan hidup kita itu
merupakan bagian dari rancangan Tuhan yang besar. Untuk itu dalam memutuskan dan melakukan
sesuatu kita harus menyelaraskan dengan rancangan Tuhan. Tujuan hidup kita tertuju pada
rancangan Tuhan. Jika itu yang kita lakukan maka pelayanan kita tidak “terlalu sedikit” lagi, tetapi
banyak dan meluas. Tidak hanya kedalam, tetapi juga keluar. Selamat berjalan dalam rancangan
Tuhan. Amin.

Nas Pembimbing : Yudas 1:3 & 22-23.


Berita Anugerah : Roma 10:12-13
Nas Persembahan : 2 Korintus 8:12-15
Nyanyian :
1. Nyanyian Pembukaan PKJ 6:1,2
2. Nyanyian Pujian PKJ KJ 429:1-3
3. Nyanyian Peneguhan PKJ 184:1,2
4. Nyanyian Responsoria KJ 378:1,2
5. Nyanyian Persembahan PKJ 149:1-3
6. Nyanyian Penutup PKJ 177:1,2

9
10
Minggu, 22 Januari 2023
Warna Liturgi: Hijau
Minggu Biasa II
MARI MELAYANI
KELUARAN 18 : 13-27
Saudara-saudara yang diberkati Tuhan, ada sebuah peribahasa yang mungkin tidak asing
bagi kita; ”Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”, yang mempunyai arti bahwa pekerjaan akan
terasa lebih ringan jika dikerjakan secara bersama-sama lebih dalam lagi peribahasa ini juga
dikaitkan dengan semangat bergotong royong.
Dalam membangun kehidupan persekutuan baik di tengah Jemaat, Klasis, maupun Sinode,
semangat gotong royong menjadi sumbu penggerak yang memampukan GKSBS bertahan sampai
sekarang ini. Tanggung jawab pelayanan dikerjakan dengan pendekatan keramahtamahan dan
kekeluargaan, walaupun tidak dapat dipungkiri membangun prinsip persekutuan untuk “berhasil
bersama orang banyak” bukan tanpa tantangan.
Pembacaan kita minggu ini dilatarbelakangi tentang cerita seorang tokoh Alkitab yang
bernama Musa. Kepemimpinan Musa dalam membebaskan umat Israel dari tanah Mesir tidaklah
mudah. Mereka jatuh bangun untuk bisa keluar dari tanah Mesir dimana raja Firaun dengan sekuat
tenaga tidak ingin membebaskan bangsa Israel dari tanah perbudakan tersebut. Tetapi dengan kuat
kuasa Tuhan Allah maka Israel keluar tanah Mesir di bawah kepemimpinan Musa. Mereka
melewati tantangan yang sangat berat namun dengan mujizat Tuhan telah memberikan tulah
kepada Mesir dan membelah laut Teberau sehingga mereka bisa menyeberangi laut itu dan tiba
dipadang gurun Syur (Kel.15:22) dan perikop pasal 18:13-27 bangsa Israel tiba di Rafidim, yaitu
sebuah lembah yang terletak di sebelah barat daya Gunung Sinai walaupun sebelumnya bangsa
Israel harus berperang melawan orang Amalek dan mereka mendapatkan kemenangan atas
pertolongan Tuhan.
Khusus bacaan Keluaran 18:13-27, dimana Musa dalam menjalankan kepemimpinannya,
ternyata ada masukan atau saran dari mertuanya yang bernama Yitro Imam di Midian. Yitro
menyarankan pada Musa supaya tidak boleh mempraktekkan kepemimpinan “One Man, One
Show” atau seorang diri saja. Yitro melihat bahwa Musa tidak sanggup melakukan dan memimpin
bangsa Israel hanya seorang diri saja terutama menghakimi parkara orang Israel. Yitro berkata dan
mengajuhkan pertanyaan “Apakah ini yang kaulakukan kepada bangsa itu? Mengapakah engkau
seorang diri saja yang duduk, sedang seluruh bangsa itu berdiri di depanmu dari pagi sampai
petang?" (Kel 18:14). Memang Musa menjawab kepada mertua dengan mengatakan bahwa bangsa
Israel datang karena memintah petunjuk Allah, akan tetapi Yitro tetap memberikan nasihat supaya
Musa tidak lelah dan tidak seorang diri untuk melakukan pekerjan yang terlalu berat (ayat 18).
Yitro dengan kedudukannya sebagai orang tua maka ia memberi nasihat kepada Musa dan Allah
akan menyertainya untuk mengurus dan mewakili bangsa Israel di hadapan Allah.
Musa harus bertindak menjadi pengantara bagi bangsa Israel dihadapan Allah dan
mengajarkan mereka tentang ketetapan dan keputusan Allah atas berbagai permasalahan yang

11
terjadi di tengah bangsa itu, serta memberitahu kepada mereka jalan yang harus mereka jalani dan
pekerjaan yang harus mereka lakukan. Musa mendengarkan apa yang disarankan oleh Yitro
kepadanya dengan mengangkat hakim-hakim dengan syarat atau kriterianya yaitu orang-orang
yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada
pengejaran suap; tempatkanlah mereka di antara bangsa itu menjadi pemimpin seribu orang,
pemimpin seratus orang, pemimpin lima puluh orang dan pemimpin sepuluh orang. Musa
mempertimbangkan kepribadian mereka dalam beberapa kriteria, yaitu: Cakap berarti kesanggupan
atau kemampuan untuk menjalankan tugas; Takut akan Allah berarti orang yang taat dan tetap
menjaga kekudusannya di hadapan Allah; dapat dipercaya artinya, mampu menempatkan diri
dalam posisi hidup yang benar dan tidak mudah dibujuk atau dibelokkan pada sesuatu yang tidak
benar; dan benci terhadap pengejaran suap, artinya tidak cinta uang atau benci terhadap perilaku
korupsi atau tidak menjual kebenaran hanya karena uang (ayat 19-21). Sedang Musa tetap punya
tanggungjawab yang besar yaitu mengadili perkara yang sukar dan besar. (Ayat 26-27)
Saudara-saudara yang diberkati Tuhan, pendelegasian seperti ini patut diteladani di dalam
pelayanan, khususnya di dalam konteks gereja. Ketika tuntutan pelayanan makin bertambah,
sewajarnyalah tugas-tugas tertentu didelegasikan kepada orang-orang yang terpilih, dilatih, dan
selalu mengutamakan kehendak Allah (20). Dengan demikian, pelayanan di gereja takkan menjadi
ajang aksi solo seseorang, tetapi persekutuan yang saling melengkapi di dalam Allah Tritunggal.
GKSBS menjalankan kepemimpinannya adalah berjalan bersama – “bersynhodos” – atau juga
kolektif kolegial, bukan menonjolkan kepemimpinan seseorang tetapi secara badan di semua aras
dan menjalankan keputusan bersama. Juga seorang pemimpin harus mempunyai kecakapan atau
kemapuan untuk menjalankan organisasi gereja yang berdasarkan Yesus Kristus. Cakap adalah
menunjukan kesanggupan yang Tuhan karuniakan kepada kita, bukan cakap untuk menonjolkan
kepandaiannya dan kesombongannya. Tetapi menggunakan kecakapan untuk dituntun oleh kuasa
Roh Kudus. Seorang pemimpin harus juga takut akan Tuhan, orang yang taat dan tetap menjaga
kekudusannya di hadapan Allah. Ketaatan kepada Tuhan sama halnya kita menaruh percaya yang
sungguh kepada Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Juga
seorang pemimpin tidak boleh melakukan suap-menyuap untuk kepeintingan dan keuntungan
pribadi.
Saudara-saudara yang diberkati Tuhan, kita yang adalah pemimpin dan sebagai orang-orang
percaya hendaknya tahu memberikan wewenang kepada orang lain, tidak boleh menjalankan
kepemimpinan yang otoriter, tetapi selalu dengan rendah hati dan ramah serta mau mendengarkan
nasihat orang lain. Ingat kemampuan yang kita miliki untuk memimpin semua datang dari Tuhan
saja. Karena itu marilah kita menggunakan talenta dan karunia yang Tuhan sudah berikan kepada
kita untuk membangun gereja GKSBS yang semakin maju kini dan selamanya. Amin.

Nas Pembimbing : Filipi 2 : 12-18


Berita Anugerah : Roma 12 : 11-12
Nas Persembahan : Amsal 3 : 9-10
Nyanyian :

12
1. Nyanyian Pembukaan PKJ 13 : 1-2
2. Nyanyian Pujian PKJ 105 : 1-2
3. Nyanyian Peneguhan PKJ 37 : 1-2
4. Nyanyian Responsoria PKJ 185 : 1-2
5. Nyanyian Persembahan PKJ 145 : 1-dsc
6. Nyanyian Penutup PKJ 255

13
Minggu, 29 Januari 2023
Warna Liturgi: Hijau
Minggu Biasa III
KESEDIAN DIRI MELAKUKAN TUGAS PENGGEMBALAAN
LUKAS 17:1-10
Bapak, Ibu, Saudara/i yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus, dalam kehidupan kita, ntah
kehidupan kita di tengah keluarga, masyarakat, gereja maupun di lingkungan kerja kita masing-
masing, tentu kita mempunyai tugas rutin maupun tugas yang harus kita lakukan secara mendadak
atau tiba-tiba. Bagaimana perasaan bapak, ibu, saudara/i ketika kita dapat
menyelesaikan/melakukan tugas yang menjadi tanggung jawab kita? Ya, tentu kita merasa senang,
merasa lega. Pada kesempatan ibadah minggu hari ini, berdasarkan bacaan Firman Tuhan, Injil
Lukas 17:1-10 kita akan menggumulinya dengan tema: “Kesediaan Diri Melakukan Tugas”.
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus, di dalam Kitab Yesaya 9:5 dinubuatkan bahwa
Raja Damai yang akan lahir itu nama-Nya akan disebutkan orang Penasehat Ajaib. Tuhan Yesus,
Raja Damai yang telah datang ke dunia dalam karya dan pelayanan untuk menghadirkan damai
sejahtera senantiasa memberikan pengajaran dan nasehat. Dalam Injil Lukas 17:1-10, Tuhan Yesus
memberikan nasehat kepada para murid dan semua orang yang mengikut-Nya. Tuhan Yesus yang
Mahatahu, ketika ia mengetahui akan adanya penyesatan yang bisa menyebabkan sesorang
tergelincir jatuh ke dalam dosa, atau membuat seseorang sesat dan murtad. Tuhan Yesus
memperingatkan dengan keras, lebih baik penyesat itu mati ditenggelamkan di laut ( 17 : 2 ).
Sehubungan akan adanya penyesatan, Tuhan Yesus memberikan nasehat kepada para murid
dan para pengikut-Nya agar mereka menjaga dirinya dari tindakan penyesatan, karena tidakan itu
merupakan perbuatan dosa atau melanggar/melawan perintah Tuhan. Para murid harus bersedia
menegur, mengingatkan, menggembalakan saudara yang melakukan perbuatan dosa. Selain
bersedia menegur, para murid harus bersedia menerima penyesalan dari seseorang yang telah
melakukan perbuatan dosa tersebut dan juga bersedia memberikan pengampunan. Sekalipun bisa
saja ia melakukan perbuatan dosa lagi para murid dan pengikut Tuhan Yesus harus terus bersedia
menegur dan menerima penyesalannya secara tak terbatas ( 17 : 4 ).
Dengan kesediaan para murid dan pengikut Tuhan Yesus, menegur saudara yang berbuat
dosa, dan saudara kita itu menyesal dan mengakui dosanya, serta para murid dan pengikut Tuhan
Yesus bersedia menerima, mengampuni, maka terwujudlah keselamatan dan damai sejahtera,
ketenteraman batin, shalom dalam diri seseorang, sehingga seseorang dilepaskan dan dibebaskan
dari segala yang merintangi dirinya untuk hidup dalam hubungan yang baik, yang selaras, yang
harmonis dengan Allah dan sesamanya manusia.
Tugas menegur, mengingatkan, menggembalakan disadari oleh para murid bukan tugas
yang mudah untuk dilakukan, sehingga para murid meminta kepada Tuhan Yesus: “Tambahkanlah
iman kami”. Tuhan Yesus menegaskan jika para murid dan para pengikut-Nya mempunyai iman,
para murid dan pengikut Tuhan Yesus dapat melakukan sesuatu yang menurut akal manusia tidak
mungkin menjadi mungkin (17:6). Berkenaan dengan iman, di sini Tuhan Yesus tidak berbicara
tentang memperbanyak atau memperbesar iman, melainkan Tuhan Yesus menegaskan bahwa

14
sesuatu itu bisa terjadi atau bisa dilakukan bukan atas dasar besar kecilnya iman para murid, tetapi
atas dasar ada dan tidaknya iman dalam diri para murid.
Selanjudnya sehubungan dengan kesediaan diri melakukan tugas, Tuhan Yesus
memberikan gambaran atau kiasan tentang Tuan dan hamba. Bagaimanapun keadaan hamba itu
sepulang melakukan pekerjaannya; lelah, capek, lapar, dia harus bersedia terlebih dahulu
melakukan pelayanan, menyediakan makanan untuk Tuannya. Sebagai hamba harus menyadari
betul bahwa ia hanya melakukan apa yang harus dilakukan tanpa menuntut penghargaan/terima
kasih dari Tuannya. Demikian juga para murid dan setiap orang yang mengikut Tuhan Yesus,
kesediaan diri untuk melakukan tugas penggembalaan hendaknya disadari bahwa kita hanya
melakukan apa yang harus kita lakukan sebagai seorang hamba yang melayani Tuhan dan tidak
menuntut upah, penghargaan dari Tuan, karena Tuan yaitu Tuhan Yesus telah mengaruniakan
kepada setiap pengikut-Nya atau orang percaya anugerah keselamatan.
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus, tugas penggembalaan atau pastoral adalah tugas
yang diberikan oleh Tuhan Yesus, Gembala Agung kepada para murid, atau kepada setiap orang
yang percaya kepada Tuhan Yesus (gereja). Baik penggembalaan khusus yaitu penggembalaan
kepada saudara yang melakukan perbuatan dosa yang mencemarkan nama Tuhan maupun
penggembalaan umum kepada setiap orang percaya dan semua orang dalam segala kesulitan dan
permasalahan hidupnya. Ini adalah tugas kita, baik secara pribadi sebagai murid Tuhan Yesus,
maupun tugas kita bersama sebagai Gereja.
Para pendahulu GKSBS sudah membuktikan kesediaan dirinya melakukan tugas
penggembalaan kepada para transmigran, pendatang dan perantau di Sumbagsel dengan tindakan
“nglari”. Mencari dan menemukan saudara dalam segala keberadaan hidupnya dengan tantangan,
kesulitan dan masalah yang dihadapi saat itu. Sebagai salah satu buah yang nyata adalah
terwujudnya persekutuan orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus yaitu Gereja Kristen
Sumatera Bagian Selatan. Tugas penggembalaan; menegur, mengingatkan, memberikan nasehat,
penghiburan, pengharapan yang diberikan Tuhan Yesus, masih berlaku untuk kita saat ini dan di
sini.
Marilah kita terus menyediakan diri untuk melakukan tugas penggembalaan sekalipun tugas
itu tidak mudah untuk kita lakukan, tetapi jika kita memiliki iman yang sungguh/yang sejati kepada
Tuhan Yesus pasti kita dapat melakukannya. Sekalipun ada penolakan dan sikap menutup diri, kita
bisa menghadapinya. Mari kita terus lakukan penggembalaan karena kita hanya melakukan apa
yang harus kita lakukan. Tuhan Yesus Gembala Agung akan memampukan kita untuk
melaksanakan tugas yang Ia berikan. Membangun dialog yang terbuka dari hati ke hati kepada
siapapun yang membutuhkan jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapi baik masalah dalam
keluarga, internal gereja, masalah sakit penyakit/kesehatan, ekonomi, pekerjaan dan lain-lain.
Sebagaimana syair dalam Hymne GKSBS sebagai hamba mari kita memenuhi panggilan
kita sebagai hamba yang setia; menabur kasih, menabur peduli, taburkan damai, tabur sukacita,
tabur pengharapan dalam persaudaraan di rumah bersama.
Dalam rangka mewujudkan visi GKSBS , “Menjadi Gereja Yang Mandiri Dan Terbuka”,
salah satu tahap yang harus kita lakukan adalah dengan kesediaan dan kemampuan diri kita sebagai

15
murid Tuhan Yesus, sebagai warga gereja untuk melakukan tugas penggembalaan secara terbuka
kepada siapapun yang membutuhkan perhatian, sapaan, saran, nasehat, kepedulian, tegoran kita,
tanpa memandang latar belakang saudara kita yang membutuhkan pertolongan.
Karena Tuhan Yesus sudah menganugerahkan jaminan keselamatan kepada kita, maka
tujuan pelaksanaan tugas penggembalaan bukan supaya kita mendapat upah, pujian, penghargaan,
atau keselamatan, tetapi supaya terjadi healing (baca; hiling) atau pemulihan, baik secara lahir
maupun batin. Pemulihan hubungan manusia dengan Tuhan, dan pemulihan hubungan manusia
dengan sesamanya dan seluruh ciptaan., sehingga terwujud kehidupan yang rukun damai dan
sejahtera, kehidupan yang selaras dengan kehendak Tuhan Sang Pencipta.
Kiranya Tuhan Yesus, Gembala Agung memampukan dan menyertai kita dengan kuasa
Roh-Nya Yang Kudus untuk dapat melakukan tugas penggembalaan, bagi kemuliaan nama-Nya.
Amin.

Nas Pembimbing : Wahyu 3:19


Berita Anugerah : 1 Petrus 5:2-4
Nas Persembahan : 1 Timotius 6:17 -19
Nyanyian :
1. Nyanyian Pembukaan PKJ 35:2x
2. Nyanyian Pujian PKJ 242:1-2
3. Nyanyian Peneguhan KJ 408:1, 3
4. Nyanyian Responsoria KJ 369a:1-3
5. Nyanyian Persembahan KJ 433:1-dsc
6. Nyanyian Penutup PKJ 260:1-2

16
Minggu, 05 Pebruari 2023
Warna Liturgi: Hijau
Minggu Biasa IV
BERDOA DALAM KERENDAHAN
LUKAS 18:9-14
Bapak, Ibu, Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, pernahkah Bapak, Ibu, Saudara
merenungkan akan pentingnya doa dalam kehidupan beriman setiap hari? Bagaimana doa itu dapat
mengubah segala sesuatu? Perlu kita ingat bahwa doa menjadi hal sentral dalam kehidupan orang
Kristen. Martin Luther pernah berkata bahwa “doa adalah nafas hidup orang percaya”. Artinya doa
menjadi natur bagi orang percaya – yang melaluinya kita berelasi dan memenuhi kebutuhan akan
Allah, Sang Sumber kehidupan kita. Seperti halnya kita tidak dapat hidup tanpa bernapas, maka
sesungguhnya kerohanian kita juga tidak dapat hidup dan bertumbuh bila kita tidak berdoa. Namun
selain itu, sudahkah kita menyadari bahwa sikap dan motivasi kita dalam berdoa juga sangat
penting di mata Tuhan? Terhadap hal ini, Yesus menceritakan suatu perumpamaan tentang sikap –
yang bersumber dari hati dan bahkan diucapkan dalam hati sekalipun – dapat memberi dampak
serius bagi kehidupan dan ibadah seseorang di mata Allah. Untuk memahami bagian ini, mari kita
perhatikan bacaan kita.
Pertama, gaya penceritaan Lukas sangat khas dimana Yesus digambarkan sebagai pribadi
yang hadir bagi mereka yang miskin dan tersingkir. Bagian ini misalnya, adalah perumpamaan
yang tidak dikisahkan dalam Injil lain sehingga pesan yang mau disampaikan sangat kuat agar para
pembaca memberi perhatian pada mereka yang direndahkan dalam struktur sosio-religius
masyarakat pada waktu itu, sekaligus menjadi peringatan untuk tidak meninggikan diri (Peringatan
ini juga ditekankan dalam beberapa kisah yang berbeda - bandingkan Matius 23:12, Lukas 14;11).
Kedua, meski dalam bentuk perumpamaan, alamatnya jelas ditujukan kepada suatu kelompok
pemimpin umat yang menganggap diri benar dan memandang rendah semua orang lain dalam arti
yang sebenarnya. Berikut konteksnya:
1. Kaum Farisi
Orang-orang Yahudi biasa berkumpul di rumah-rumah pribadi untuk beribadat bersama dan
mempelajari Kitab Suci. Kebiasaan itu sudah dimulai pada akhir abad kedua sebelum Masehi dan
berlanjut pada masa Yesus (abad ke-1). Kelompok yang tekun menjalankan kegiatan itu kemudian
berkembang menjadi kelompok yang kuat dan berpengaruh dalam masyarakat Yahudi. Mereka
menyebut diri mereka “Farisi”, yang artinya “orang-orang yang terpisah”. Mereka ingin
melindungi agama Yahudi dari pengaruh budaya asing dan memperbaruinya dengan
memberlakukan hukum Taurat secara ketat, misalnya tentang Sabat, puasa, dan makanan yang
halal dan haram, dan lain sebagainya. Kebanyakan orang Farisi mempunyai pekerjaan tetap dan
tidak keberatan bekerjasama dengan pemerintah Romawi. Kaum Farisi selalu mengadakan
pertemuan-pertemuan khusus dan sesuai hukum Taurat, tidak bekerja pada hari Sabat. Karena
itulah identitas kelompok ini sangat kuat. Sayangnya, sekalipun kedisiplinan mereka dalam
mempelajari Kitab Suci dan memberlakukan hukum Taurat cukup ekstra, Yesus mengecam
kelompok ini karena kemunafikan dan “kebutaan” mereka mengenal Mesias (Matius 15 : 1-9, 23 :

17
13-36). Mereka hanya percaya bahwa Mesias akan datang, tetapi mereka tidak mencari kebenaran
yang ada di depan mata mereka. Jadi, sampai hari ini mereka masih menunggu Mesias, karena
mereka tidak memiliki pengetahuan tentang jalan kehidupan, dan tidak tahu apa itu jalan
kebenaran. Mereka menentang Yesus karena mereka tidak mengenal jalan kebenaran yang
diucapkan Yesus. Secara lahiriah, mereka setia kepada Tuhan, tetapi sebenarnya mereka
melakukannya agar dilihat orang lain. Singkatnya, orang-orang Farisi ini pada hakikatnya penuh
dengan kepalsuan, keras kepala, congkak, tidak menaati kebenaran, dan karena itulah Yesus
menentang cara hidup beribadah mereka.
Dalam teks kita, perhatikan doa yang dinaikkan orang Farisi ini, kepada siapa dia berdoa?
Dia tidak berdoa kepada Tuhan, dia berdoa kepada dirinya sendiri! Orang-orang Farisi
menganggap diri mereka layak menerima kasih karunia Allah berdasarkan kinerja keagamaan
mereka. Mereka pikir mereka mendapatkan hak untuk merendahkan orang lain dan membuat
tuntutan. Doa ini jelas menunjukkan sikap membenarkan diri sendiri. Dia merendahkan orang lain
seperti pemungut cukai agar dia bisa meninggikan dirinya sendiri, karena dia berpikir dia lebih
baik dari mereka. Di ayat berikutnya dia melaporkan semua hal menakjubkan yang dia lakukan.
Dia berpuasa dua kali seminggu dan memberikan sepersepuluh dari semua yang dia dapatkan. Dia
sedang pamer dan membual. Hukum Perjanjian Lama hanya mewajibkan puasa setahun sekali.
Tetapi orang Farisi berpuasa dua kali seminggu pada hari Senin dan Kamis. Tapi sebenarnya ini
hanyalah taktik untuk menarik perhatian pada diri mereka sendiri karena ini adalah hari-hari pasar
diadakan dan banyak orang datang ke kota. Mereka melakukan itu hanya untuk pamer dan orang
Farisi dalam perumpamaan ini bangga akan kesalehan religiusnya. Seluruh doanya berpusat pada
betapa hebatnya dia dan betapa buruknya orang lain, terutama pemungut cukai. Jika dihitung dia
menggunakan kata ganti “aku” sebanyak lima kali dalam doa ini. Doanya adalah tentang dirinya
sendiri.
2. Pemungut Cukai.
Tidak seorang pun di zaman Yesus mengharapkan seorang pemungut cukai menjadi teladan
untuk segala sesuatu yang baik. Mereka dianggap yang terendah dari yang terendah. Ketika orang
Romawi menginvasi mereka, dibuatlah suatu sistem pengumpulan pajak yang memanfaatkan orang
Yahudi untuk memungut pajak atas rakyat mereka sendiri. Kesepakatannya adalah anda
mengirimkan kepada Roma pajak mereka dan kemudian anda diizinkan untuk menyimpan jumlah
tambahan yang anda pilih untuk dikumpulkan. Hal ini menyebabkan pemungut pajak menjadi kaya
dengan mencuri secara efektif dari rakyatnya sendiri. Maka untuk mengatakan bahwa mereka
dibenci rasanya masih terlalu lembut. Tetapi Yesus membalik semuanya. Lihatlah doa pemungut
cukai: “Tetapi pemungut cukai berdiri di kejauhan. Dia bahkan tidak akan melihat ke surga, tetapi
memukul dadanya dan berkata, 'Tuhan, kasihanilah aku, orang berdosa." (Lukas 18:13). Doanya
sangat kontras dengan doa orang Farisi. Dia berdiri di kejauhan dan menolak mengambil posisi
normal berdoa dengan memandang ke langit, seperti yang dilakukan orang Farisi. Pemungut cukai
mengakui ketidaklayakannya dan seperti anak kecil yang tahu dia dalam masalah dan menolak
untuk menatap mata orang tuanya. Sementara orang Farisi menggunakan doanya untuk memukul
orang lain, pemungut cukai memukuli dadanya sendiri, lalu menunjukkan bahwa dia memahami

18
keberdosaannya sendiri. Dan ketika pemungut cukai ini berdoa, dia tidak berdoa untuk dirinya
sendiri, tetapi dia berdoa kepada Tuhan. Ini adalah doa sederhana di mana dia mengakui satu-
satunya harapannya adalah agar Tuhan menyelamatkannya. Orang Farisi menggunakan doanya
untuk meninggikan dirinya sebagai orang benar. Pemungut cukai menggunakan doanya untuk
merendahkan dirinya sebagai orang berdosa.
Bapak Ibu Saudara Saudari terkasih, bagaimana kita bisa tahu apakah doa kita
menyenangkan Tuhan atau tidak? Layak atau belum layak? Bagaimana seharusnya sikap kita saat
menjumpai Tuhan dalam doa-doa kita? Bacaan kita menceritakan tentang dua doa yang bertolak
belakang dari dua orang yang sangat berbeda. Lukas memberi tahu kita di awal: “Kepada beberapa
orang yang menganggap dirinya benar (yakin akan kebenarannya sendiri) dan memandang rendah
semua orang lain” ! Perumpamaan ini adalah tentang mewaspadai kesombongan dan ajakan untuk
mengakui dosa serta merendahkan diri di hadapan Tuhan. Mungkin kita berpikir bahwa kesalehan
orang Farisi akan menjadi contoh ideal dari apa yang perlu kita tampilkan dan tidak ada yang perlu
diharapkan dari seorang pemungut pajak rendahan yang mengkhianati bangsanya sendiri demi
uang. Tetapi Yesus mengejutkan para pendengarnya, termasuk kita para pembaca masa kini bahwa
seseorang boleh saja bangga dan bersyukur atas segala pencapaian dalam hidup pribadi dan
rohaninya, namun perlu diwaspadai bahwa sikap ini beresiko membuat seseorang tergelincir pada
kesombongan rohani lalu membanding-bandingkannya dengan kehidupan orang lain.
Kesombongan menuntun kita pada penipuan diri dan kebutaan rohani, tetapi kerendahan hati yang
sejati membantu kita melihat diri kita sebagaimana adanya di mata Tuhan dan mendorong kita
untuk mencari pertolongan dan belas kasihan Tuhan. Kiranya Tuhan menolong kita senantiasa
untuk bertekun dalam doa dan memiliki sikap hati yang benar di hadapanNya. Tuhan Yesus
memberkati. Amin.

Nas Pembimbing : Yesaya 58:1-12


Berita Anugerah : 1 Korintus 2:1-12
Nas Persembahan : 1 Tawarikh 29:17
Nyanyian :
1. Nyanyian Pembukaan KJ 3:1-2
2. Nyanyian Pujian KJ 27:1-2
3. Nyanyian Peneguhan KJ 33:1-2
4. Nyanyian Responsoria KJ 29:1-2
5. Nyanyian Persembahan KJ 307:1-dsc
6. Nyanyian Penutup KJ 407:1, 4

19
Minggu 12 Pebruari 2023
Warna Liturgi: Putih
Minggu Biasa V
AKU TAHU APA YANG AKAN AKU PERBUAT
LUKAS 16:1-13
Saudara-saudara terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, setiap ahli pasti tahu apa yang akan
diperbuatnya. Misalnya ahli bangunan tahu bagaimana cara mendesain rumah yang tahan terhadap
bencana alam. Setiap orang yang pernah belajar tentang ekonomi tahu bagaimana cara
membuat perencanaan ekonomi tahunan, lima tahunan, atau rencana jangka panjang.
Seorang tentara tahu strategi perang. Seorang bendahara yang baik tahu tentang bagaimana
cara mengelola keuangan dengan benar sesuai prinsip-prinsip pengelolaan akuntansi. Pada
dasarnya setiap orang pasti tahu apa yang harus diperbuat sesuai dengan keahliannya.
Saudara-saudara terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, tema dalam kebaktian kita saat ini
adalah: “Aku Tahu Apa Yang Akan Aku Perbuat”, kata-kata yang menjadi tema kita ini
dilatarbelakangi dari pergumulan seorang bendahara yang akan di berhentikan dari jabatannya
sebagai akibat dari perbuatan yang tidak diperkenan oleh tuannya, yaitu karena menghambur-
hamburkan milik tuannya. Kata bendahara itu di dalam hatinya: “Apa yang harus aku perbuat?
Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara” (Ayat 3).  Setelah bendahara itu tahu
tuannya akan memberhentikannya dari jabatannya ia memikirkan apa yang harus dilakukan. Ia
menyadari bahwa dengan hilangnya jabatan sebagi bendahara akan berdampak buruk terhadap
kehidupan ekonominya. Rencana pemberhentian sebagai bendahara terhadap dirinya ditanggapinya
sebagai ancaman yang serius untuk segera dicari jalan keluarnya. Kemudian dalam ayat 4 ia
mengatakan “Aku tahu apa yang akan aku perbuat” artinya ia sudah menemukan jalan keluar atau
solosi yang terbaik jika pemberhentian itu benar-benar terjadi. Perbuatan yang ia lakukan adalah
mengarah pada masa depan setelah pemberhentian dari jabatan sebagai bendahara. Ia berusaha
untuk menyelamatkan diri dari keterpurukannya yaitu dengan cara memangkas hutang-hutang para
peminjam dengan maksud supaya nantinya ada orang yang mau menolong dirinya.
“Aku tahu apa yang akan aku perbuat” perkataan yang dikatakan oleh bendahara itu
menunjukkan bahwa ia adalah pribadi yang berorientasi pada penyelesaian masalah, bukan
berfokus pada  masalah, apalagi meratapi masalah. Ia tidak sedikitpun menghindar dari masalah, ia
type orang obtimis dengan langkah-langkah yang sudah diperhitungkannya dengan cermat dan
terencana bahkan ia yakin usahanya itu pasti akan berhasil. Disinilah letak kecerdikannya dalam
sebuah perencanaan ke depan.
Setelah menyampaikan perumpamaan tentang bendahara yang cerdik karena mampu dalam
memikirkan masa depan kehidupannya secara materi, Tuhan Yesus mulai menyampaikan pelajaran
berharga bagi murid-murdt-Nya dan tentu bagi kita semua yang hidup pada jaman ini. Ayat ke 9-13
merupakan pelajaran penting bagi, karena yang disampaikan oleh Yesus itu menentukan masa
depan kehidupan kita. Tuhan Yesus mengatakan “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan
kepada Mamon.” (Mamon adalah harta benda dan kekayaan yang dibayangkan sebagai oknum.)
Kata-kata Tuhan Yesus mengarahkan kita agar hidup kita hanya mengabdi kepada Allah yang

20
adalah sumber kehidupan kita. Hannya Allahlah yang bisa menjamin kehidupan masa depan kita.
Selain itu apa yang dikatakan Tuhan Yesus mengingatkan kita semua tentang bagaimana kita harus
menyikapi harta kekayaan. Terhadap harta kekayaan, kita harus menyikapinya secara bijak. Jika
salah menyikapi, maka harta benda dan kekayaan itu bukan tidak mungkin akan menjadi Mamon
yang menggeser Allah dari kehidupan kita. Kita harus menyikapi harta kekayan itu sebagai sarana
untuk kesejahteraan manusia bukan sebagai oknum (Mamon) yang kepadanya kita pertaruhkan
hidup kita. Pusat kehidupan kita hanya bersumber kepada Kristus saja.
Saudara-saudara terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, “Aku tahu apa yang akan aku
perbuat” kata-kata yang diucapkan bendahara yang cerdik itu dapat menjadi inspirasi terhadap
kehidupan kita kedepan, baik dalam perencanaan di keluarga, program gereja maupun dalam
pekerjaan kita masing-masing dimana kita menjadi pekerja. “Aku tahu apa yang akan aku perbuat”
mengajak kita tidak hanya berfikir untuk hidup masa kini (hanya sesaat) tetapi untuk menentukan
kehidupan masa depan yang lebih baik dan langgeng. “Aku tahu apa yang akan aku perbuat”
merupakan perencanaan visi kedepan. Berfikir dan bertindak saat ini untuk kelangsungan hidup
masa depan. Maka kita harus tahu apa yang harus kita perbuat sebagai orang kristen. Kita harus
tahu apa yang akan kita perbuat sebagai orang yang harus mengelola harta atau uang yang
dipercayakan Tuhan dengan bijaksana. Kita juga harus tahu apa yang yang akan kita perbuat
terhadap harta kekayaan dengan baik dan benar.
Kita tahu apa yang dikerjakan GKSBS sebagai gereja yang mandiri dan terbuka. GKSBS
ada dan berada di Sumbagsel bukanlah sebuah kebetulan, tetapi kita boleh yakin Allah sengaja
menempatkan GKSBS di sumbagsel ada sesuatu yang harus diperbuat dan dikerjakan oleh GKSBS
melalui program-programnya. kitapun juga tahu apa yang harus kita perbuat sebagai anggota
jemaat di sini. Menjadi anggota jemaat yang aktif, kreatif dan berwawasan kedepan.
Pada akhirnya kita juga tahu bahwa apapun yang sudah kita perbuat di dalam keluarga,
dalam persekutuan, dalam tempat kerja dan dalam masyarakat atau dimana pun kita berada, akan
kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan semua perbuatan kita. Karena itu marilah kita
bersyukur dan memuliakan Tuhan kita Yesus Kristus melalui apa yang sudah dan akan kita
perbuat, Tuhan menyertai. Amin.
Nas Pembimbing : Matius 6:19-22
Berita Anugerah : 1 Petrus 1:18-19
Nas Persembahan : Roma 12:1
Nyanyian :
1. Nyanyian Pembukaan KJ 405:1, 2
2. Nyanyian Pujian PKJ 271:1, 2
3. Nyanyian Peneguhan PKJ 265:1, 2
4. Nyanyian Responsoria PKJ 274:1, 3
5. Nyanyian Persembahan PKJ 264:1-dsc
6. Nyanyian Penutup PKJ 241:1, 2

21
22
Minggu, 19 Pebruari 2023
Warna Liturgi : Putih
Minggu Transfigurasi
KEMULIAAN DI DALAM TUHAN
MATIUS 17 : 1-9
Saudara-saudara yang diberkati Tuhan, pengharapan saya dan juga saudara kepada Kristus
juga mungkin akan sama ketika saatnya tiba kita diangkat-Nya memasuki tempat kemuliaanNya
dan kita juga akan berkata seperti yang dikatakan oleh Petrus  “Tuhan, betapa bahagianya kami
berada di tempat ini”. Dalam iman pengharapan kita pastilah tinggal dan melihat kemuliaan Tuhan
itu menjadi sesuatu yang akan kita nanti-nantikan. Namun demikian melalui nas ini kita di ingatkan
bahwa ternyata untuk mencapai kemuliaan itu bukanlah hal yang mudah karena untuk
mencapainya harus ada prinsip, pilihan yang jelas dan tentunya harus siap menghadapi resiko
untuk menggapai sesuatu yang paling berharga yaitu mahkota kehidupan (Yakobus 1:12).
Peristiwa ini disebut dengan Transfigurasi Kristus, yaitu peristiwa penyataan Kristus
sebagai Anak Allah dengan tubuh kemulian-Nya, yang mana Petrus, Yakobus dan Yohanes melihat
suasana yang begitu luar biasa bahwa Yesus berubah (Yun.= Metamorphoo) bahwa
memperlihatkan kemuliaan-Nya dengan wajah bersinar seperti matahari  dan pakaian-Nya putih
bersinar terang dan sedang bersama-sama dengan Musa dan Elia. Kita di ingatkan juga bagaimana
keadaan ini menjadi suatu kesaksian yang berharga bagi pekabaran Injil yang dilakukan oleh Petrus
yang menyatakan “Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia.....kami
adalah saksi mata kebesaranNya” (2 Petrus 1: 16-19). Dari sini kita dapat melihat bahwa Petrus
telah memberikan kesaksian bahwa Yesus Kristus bukanlah kisah fiktip atau dongeng yang
dikarang-karang oleh gereja, sebab Ia telah menjadi saksi mata kemuliaan Kristus baik sebelum
dan sesudah kematianNya.
Kemuliaan Tuhan Yesus itu diperindah lagi ketika Ia bersekutu dengan Musa dan Elia yang
adalah orang yang diberkati dan dipakai oleh Allah sebagai penyampai firmanNya semasa
hidupnya. Musa dan Elia adalah tokoh yang sangat istimewa dengan mujizat-mujizat Tuhan yang
diperlihatkan melalui mereka, kesetiaan dan pengorbanan mereka kepada Tuhan dan akhir
kehidupan mereka di dunia yang sangat unik bahwa Musa mati dan dikuburkan oleh Allah tanpa
ada yang tahu dimana kuburan Musa (Keluaran 34) dan Elia diangkat dengan kereta berapi dan
kuda berapi(2 Raja. 2). Dalam Lukas 4: 24-27 Tuhan Yesus telah memakai Elia sebagai contoh
penolakan nabi oleh bangsanya dan Tuhan Yesus menyebut Musa sebagai nabi yang telah
menuliskan tentang diriNya (Yoh. 5: 39,46,47). Dari peristiwa Tranfigurasi Kristus ini
memperlihatkan kepada kita bahwa Yesus itu bukan siapa-siapa selain dari daripada yang telah
dibuatkan oleh para nabi-nabi bahwa Ia harus menderita untuk memasuki kemuliaanNya dan
Tuhan Yesus secara langsung telah menjelaskan tentang Dia yang telah ditulis tentang Dia dalam
kitab Musa dan kitab nabi-nabi (Lukas 24: 26-27).
Saudara-saudara yang diberkati Tuhan, jika kemesraan di dunia dapat berlalu seperti syair
lagu yang mengatakan “...kemesraan ini janganlah cepat berlalu..” tetapi kemesraan dengan
Tuhan sesungguhnya tidak akan pernah berlalu sampai selama-lamanya, yang dapat berlalu

23
hanyalah penderitaan dalam dunia karena kita akan memasuki kebahagian hidup bersama-sama
dengan Allah dalam kemuliaanNya. Namun untuk merasakan hidup dalam kemuliaan bersama
Tuhan bukanlah semudah permintaan Petrus “Biarlah kudirikan disini kemah, satu untuk Engkau,
satu untuk Musa dan satu untuk Elia”. Sebab semangatnya selalu saja diikuti akan kelemahannya
memahami maksud dan rencana Tuhan seperti kejadian sebelumnya ketika Petrus menegor Yesus
dengan mengatakan “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu, hal itu sekali-kali takkan menimpa
Engkau” (Mat. 16:21-22) yaitu ketika menyatakan kepada murid-muridNya bahwa Ia akan
menanggung banyak penderitaan dan akan dibunuh dan akan bangkit pada hari ketiga.
Dapatlah dikatakan bahwa kemuliaan Tuhan Yesus itu akan tercapai ketika semua telah
tergenapi. Bahwa tidak ada hadiah tanpa mencapai garis akhir, untuk mencapai hadiah tersebut
maka kita akan terus tetap berjuang sampai garis akhir apapun rintangan dan cobaan harus mampu
dilalui untuk mendapatkan hadiah itu. Kita sebagai pengikut Kristus memiliki tujuan hidup untuk
menggapai garis akhir itu sehingga jangan biarkan jiwa kita terlena akan kenikmatan dunia yang
membuat kita tidak berusaha mencapainya.
Untuk mencapai kesuksesan tidak ada yang mudah, dalam dunia pendidikan selalu
ditekankan “bahwa tidak ada yang bodoh tetapi yang malas ada”. Selama Tuhan memberikan
waktu mari kita mengejar kebahagiaan yang sesungguhnya, sebab kebahagiaan kita bukan seperti
yang ditawarkan dunia ini, tetapi kebahagiaan yang kekal yang tidak akan pernah hilang
selamanya. 
Perminaan Petrus hanya dijawab dengan “Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku
berkenan, dengarkanlah Dia”. Bagaimana pun kebahagiaan kita melihat kemuliaan Allah Tuhan
hanya menjawab bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah dan hanya Dia-lah yang patut untuk
didengarkan. Hanya Yesus-lah satu-satunya jalan kebenaran dan hidup dan tiada yang lain. Apapun
kata dunia biarlah Firman Tuhan yang jadi dalam hidup kita dan jika walaupun kata hati kita
berkata lain ajarlah kata hatimu agar mau mendengar Perintah Tuhan Yesus. Amin 

Nas Pembimbing : Yakobus 1:9-12


Berita Anugerah : 1 Korintus 1:26-31
Nas Persembahan : Amsal 11 : 24-25
Nyanyian :
1. Nyanyian Pembukaan PKJ 2
2. Nyanyian Pujian KJ 14:1-2
3. Nyanyian Peneguhan PKJ 46:1-2
4. Nyanyian Responsoria PKJ 271:1-2
5. Nyanyian Persembahan PKJ 147:1-dsc
6. Nyanyian Penutup KJ 346:1-2

24

Anda mungkin juga menyukai