TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Pengertian
70) yang disertai dengan keterbatasan yang penting dalam area fungsi adaptif,
Retardasi mental adalah keadaan yang penting secara klinis maupun sosial.
diri (adaptif). Retardasi mental juga mencakup status sosial, hal ini dapat lebih
2.1.2. Etiologi
beratnya retardasi mental. Hanya kira-kira 50% kasus retardasi mental ringan
11
12
paling sering teridentifikasi, dengan penyebab utama adalah sindrom down dan
sinar X fragil. Penyebab retardasi mental lain adalah cidera perinatal, sindrom
genetikal lain, cedera postnatal, sindrom alkohol fetus, infeksi intrauterin, dan
2.1.3. Tingkatan
sebagai berikut:
Tabel 2.1. Tanda-tanda Fisik Atipik yang Dapat Dihubungkan dengan Bertambahnya
Insiden Retardasi Mental
Tanda-Tanda Fisik
Rambut Tangan
Keriting ganda Metakarpal ke-4 atau ke-5 pendek
Halus, mudah putus, cepat abu-abu Jari-jari tangan pendek, gemuk
atau putih menyeluruh Jari-jari tangan panjang, tipis,
Jarang atau tanpa rambut meruncing
Ibu jari tangan lebar
Klinodaktili
Kelainan dermatoglifik (misalnya
triradius distal)
13
Mulut Kepala
Bentuk bibir atas V terbalik Mikrokranium
Lengkungan palatum lebar atau Makrokranium
tinggi (Behrman, 2009)
2.1.5. Pendidikan Retardasi Mental
masih terbatas, anak atau individu yang mengalami kondisi ini seringkali
dijauhkan atau diasingkan dari pergaulan sosial. Mereka seringkali dijauhkan atau
perlakukan yang pantas karena dianggap gila dan tidak memperoleh pendidikan
dengan mereka. Salah satunya adalah SLB C yang dikhususkan untuk anak
adalah orang tua dan keluarga anak tersebut. Individu dengan retardasi mental
membutuhkan waktu lama untuk bekerja dan rentan waktu yang mereka gunakan
untuk menyelesaikan tugas lebih lama dari pada orang lain pada umumnya.
Ketidaksesuian harapan orang tua dengan potensi yang dimiliki anak cenderung
tua mencemaskan masa depan anak sebagai salah satu proyeksi kecemasan dirinya
retardasi mental maka para orang tua harus mengadakan penyesuaian terutama
melawan ataupun mengatasi. Kartono & Gulo (dalam Sari dkk, 2010)
seringkali dengan cara menghindari, melarikan diri dari masalah atau mengurangi
coping terhadap stres adalah kemampuan individu untuk mengelola jarak yang
ada antara tuntutantuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun
tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber- sumber daya yang mereka
perilaku coping sebagai suatu tingkah laku dimana individu melakukan interaksi
Tingkah laku coping merupakan suatu proses dinamis dari suatu pola tingkah laku
dengan melakukan transaksi antar lingkungan, yang mana hubungan transaksi ini
dilakukan oleh individu tersebut, yaitu usaha untuk mengatur tuntutan tersebut
2003). Menurut Maryam (2009), strategi coping bertujuan untuk mengatasi situasi
strategi coping adalah suatu usaha dinamis dari suatu pola tingkah laku dimana
individu melakukan usaha kognitif dan behavioral dalam menghadapi situasi yang
menekan ataupun tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu
1. Problem Focused Coping (PFC) adalah merupakan bentuk coping yang lebih
diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh
tekanan. artinya coping yang muncul terfokus pada masalah individu yang
tuntutan dari situasi dapat diubah (Lazarus & Folkman dalam Smet, 1994).
yang mengalami situasi lebih buruk, dan melihat sesuatu yang baik diluar dari
percay mereka tidak mampu mengubah kondisi yang menekan, individu akan
1994).
Suatu studi dilakukan oleh Folkman (dalam Smet 1994), problem focused
5 variasi:
masalah lelucon.
baik, terlebih bila masalah terjadi karena pikiran dan tindakannya sendiri.
Namun strategi ini menjadi tidak baik bila individu tidak seharusnya
lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain
Aspek emotion focused coping menurut Aldwin dan Ravenson (dalam Tjiptorini,
2013) adalah:
mengandaikan dirinya berada dalam situasi yang lebih baik dari situasi
diri sendiri atas tekanan masalah yang terjadi. Strategi ini bersifat pasif dan
mencari makna atau hikma dari kegagalan yang dialaminya dan melihat
focused coping dari Aldwin dan Ravenson untuk menyusun alat ukur yaitu
dapat lebih mewakili variabel yang akan diukur, yaitu problem focused coping
pada mahasiswa.
terhadap stres bervariasi antara individu yang satu dengan individu yang lainnya,
dan dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Perbedaan ini disebabkan oleh
faktor psikologis dan sosial yang tampaknya dapat merubah dampak stressor bagi
individu.
adalah:
psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (external locus
4. Keterampilan sosial
laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku
dimasyarakat.
informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua,
7. Materi : Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau
layanan yang biasanya dapat dibeli. Perlu diketahui, bahwa tidak ada satu pun
metode yang dapat digunakan untuk semua situasi stres. Tidak ada strategi
coping yang paling berhasil. Strategi coping yang paling efektif adalah
strategi yang sesuai dengan jenis stres dan situasi (Rutter, dalam Smet, 1994).
manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal
dan eksternal. Stres menurut Hans Selye merupakan respon tubuh yang bersifat
menghadapi lingkungannya.
23
sehari-hari.
1. Stres Fisik : Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena
temperature yang tinggi atau rendah, suara bising, sinar matahari atau karena
2. Stres Kimiawi : Stres ini disebabkan karena zat kimia seperti adanya obat-
obatan, zat beracun, asam basa, factor hormone atau gas dan prinsipnya
keagamaan.
24
terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah bebagai
permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu
2. Sumber Stres di Dalam Keluarga : Stres ini bersumber dari masalah keluarga
serta adanya tujuan yang berbeda diantara keluarga. Permasalahan ini akan
menimbulkan stres.
3. Sumber Stres di Masyarakat dan Lingkungan : Sumber stres ini dapat terjadi
dapat berkembang.
Faktor penyebab stres itu ada tiga. Pertama, faktor biologis. kedua, faktor
psikologis dan yang ketiga, faktor sosial. baiklah, mari kita bahas satu persatu.
1. Faktor Biologi
a. Gen : Keadaan individu pada masa konsepsi dipengaruhi oleh sikap dan
perilaku Ibu. Bagaimana ibu berperilaku ketika sedang hamil, dan asupan
gizinya apakah sudah terpenuhi atau malah defisiensi. Ketika seorang ibu
stress, otomatis bayi yang dikandungnyapun akan ikut stress pula. Dan
kebanyakan hal ini tidak disadari oleh si Ibu sehingga pada saat
25
tak ada obatnya, seseorang bisa saja mengakhiri hidupnya pada tali
merasa tak berguna dan tak mungkin sembuh bisa menjadi sebuah stressor
c. Tidur : Obat capek yang paling manjur adalah tidur. Ketika porsi tidur
seseorang tidak terpenuhi, maka akan terjadi tekanan dalam diri orang
tersebut ditandai dengan sensitivitas yang lebih tinggi dari biasa, pusing,
Hal tersebut akan menimbulkan stress baik pada tingkat ringan atau tinggi.
melakukan apa saja untuk mendapatkan postur tubuh yang diinginkan. Jika
tidak terpenuhi, maka akan terjadi konflik dan tegangan atau stress.
e. Kelelahan : Faktor ini tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu faktor
2. Faktor Psikologis
dia dapatkan, atau gagal dalam meraih apa yang diinginkan maka banyak
26
bersalah dan lain-lain adalah contoh perasaan dan emosi yang dapat
menimbulkan stress.
sesorang. Segala hal yang terjadi dalam kehidupan seseorang yang tidak
takut dan tak mau lagi menjalani hidupnya. Salah pengambilan keputusan
ini menjadi salah satu faktor dari segi psikologis yang dapat menyebabkan
dia tetap tidak merubah keadaan. Disaat itu, seseorang akan merasa down
dan tidak berguna. Stress akan datang pada orang-orang seperti itu.
3. Faktor Sosial
terjadi kesalahan pada pola asuh yang diberikan, broken home, keadaan
sosial ekonomi yang tidak sesuai harapan serta adanya tradisi juga filsafat
tersebut. Gaya hidup yang modern juga membuat orang mudah terkena
stress.
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas tentang gejala stress, kita
perlu melihat apa dan bagaimana stress itu sebenarnya; apakah stress itu sebuah
gejala tunggal ataukah sebuah proses. Untuk itu, kita dapat merujuk pada
Menurut van Amberg (dalam Hawari 2002), stress itu memiliki enam
tahapan. Tahap I adalah stress paling ringan. Seseorang akan dihinggapi gejala
menjadi lebih tajam, meningkatnya rasa senang terhadap pekerjaan, dan mampu
menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari biasanya. Orang yang mengalami gejala
dimilikinya.
28
Ketika stress Tahap I selesai, ia akan memasuki stress Tahap II. Jika pada
awalnya menyenangkan, pada tahap ini seseorang mulai merasakan aneka keluhan
sebagai gejala stress nya. Sering mengeluhkan tidak cukupnya cadangan energi,
seperti cepat lelah khususnya pada sore hari, merasa letih ketika bangun pagi,
jantung berdenyut lebih cepat dari biasanya alias berdebardebar, tidak bisa santai,
Apabila gejala stress ini tidak dihiraukan dan terus memaksakan bekerja,
stress pun akan memasuki tahap III, di mana aneka penyakit mulai berdatangan.
terganggunya sistem koordinasi tubuh badan terasa lunglai dan mau pingsan. Pada
tahap ini seseorang sudah harus berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan
terapi, atau melakukan terapi sendiri dengan mengurangi beban emosi dan fisik.
Jika hal ini dibiarkan, gejala stress tahap IV pun akan muncul. Gejalanya
biasanya lebih berat. Sebagai contoh: seseorang sangat sulit untuk bertahan walau
hanya satu hari, tidak mampu lagi menyelesaikan pekerjaan rutin, hilangnya
dan daya pikir, dan mulai muncul perasaan takut dan cemas yang tidak jelas ujung
pangkalnya.
29
Jika keadaan terus berlanjut, seseorang akan jatuh pada gejala stress Tahap
V yang ditandai dengan: kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam,
tidak mampu lagi mengerjakan pekerjaan rutin walaupun itu ringan, gangguan
Puncaknya adalah stress Tahap VI. Inilah klimaks dari lima tahapan
sebelumnya. pada gejala stress yang ke-6 ini eseorang akan mengalami serangan
panik dan perasaan takut mati. Orang yang terkena stress Tahap VI ini seringkali
harus masuk UGD berkali-kali karena beratnya keluhan yang diderita, walau
orang tua dengan anak retardasi mental, dimana diketahui bahwa koping yang
adaptif dihubungkan dengan tingkat stres yang rendah (Hasting & Johnson, 2001).
antara strategikoping dengan stres pada orang tua dengan anak retardasi mental di
SDLB Negeri 097707 Perumnas Batu VI. Strategi koping yang digunakan oleh
orang tua dihubungkan dengan tingkat stres yang rendah, sedang atau tinggi.
30
2. o Pelepasan
Pelepasan diridiri
3. o Penilaian
Penilaian positif
positif
4. o Penerimaan
Penerimaan tanggung
tanggung
jawab
jawab
5. o Pelarian/penghindaran
Pelarian/penghindaran
Dalam penelitian ini diharapkan Ho ditolak (Ha diterima) yang berarti ada
hubungan antara strategi koping dengan stres pada orang tua dengan anak