Hubungan Hukum antara Dokter dan Pasien dalam pelayanan terapi sel punca
(stem cell)
Hubungan antara Dokter dengan seorang pasien adalah suatu hubungan seorang yang
hukum antara dokter dengan pasien ini berawal dari pola hubungan vertikal paternalistic yang
mana hubungan hukum itu timbul bila pasien menghubungi dokter karena ia merasa ada sesuatu
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya Kesehatan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Punca di Indonesia adalah sumber Sel Punca yang dipergunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan yang merupakan sel punca non-embrionik yang berasal dari donor manusia, dan
dilarang untuk diperjualbelikan. Sel punca sendiri hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan
dalam pelayanan medik bagi donor itu sendiri atau orang lain atau untuk digunakan dalam
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dengan mendapat persetujuan dari donor yang
bersangkutan.
Oleh karena itu, setiap pengambilan sel punca dari donor terlebih dahulu harus mendapatkan
persetujuan tertulis dari donor dan dilakukan dengan prosedur yang telah diatur dalam
perundang-undangan dan hanya dapat dilakukan oleh Rumah Sakit Pendidikan yang memiliki
kemampuan dan persyaratan dalam melakukan pelayanan medik sel punca yang sudah ditunjuk
oleh pemerintah. Pesetujuan ini mempunyai kekuatan mengikat dalam arti mempunyai kekuatan
hukum, yang berarti hubungan dokter dengan pasien adalah bentuk dari suatu perjanjian upaya
(Inspanningverbintennis) yang mana pasien mengharapkan dokter untuk melakukan tindakan
2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, persetujuan tindakan medik (Informed Consent),
adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar informasi dan
penjelasan mengenai tindakan medik yang dilakukan terhadap pasien tersebut. Pelaksanaan
informed consent dianggap benar jika memenuhi ketentuan yaitu persetujuan atau penolakan
tindakan medik diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan secara spesifik, persetujuan
atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (voluntary), persetujuan atau penolakan
tindakan medis diberikan oleh seseorang yang sehat mental dan yang berhak memberikannya
dari segi hukum, pemberian persetujuan atau penolakan tindakan medis setelah diberikan cukup
(adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan persetujuan secara tertulis mutlak
diperlukan pada tindakan medis yang mengandung risiko tinggi, persetujuan yang diungkapkan
Ketentuan mengenai informed consent diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran) Pasal 45. Namun, sebagai implementasi
dari pasal tersebut Menteri Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
Tindakan Medis) yang di dalamnya Pasal 1 ayat (1). Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud
dengan persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran
mengenai kondisi pasien yang merupakan hak pasien, sebagaimana ditetapkan oleh Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) dalam Surat Keputusan No. 111/PB/A.4/02/2013 tentang Penerapan
“Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik
hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan
pasien”
Oleh karenanya, hubungan hukum antara dokter dan pasien terapi sel punca (stem cell) dapat
tercipta karena adanya hubungan hukum secara perdata dimana terjadiny hubungan tersebut
dilakukannya suatu perjanjian terapeutik dimana dokter sebagai pemberi jasa. Oleh karenanya
dalam hubungan hukum tersebut, kepercayaan yang diberikan oleh pasien terhadap dokter yang
sudah memiliki reputasi atau penilaian yang baik. Ketatnya persaingan dan besarnya harapan
konsumen untuk memperoleh pelayanan yang terbaik menuntut dokter atau tenaga kesehatan
untuk memuaskan pasien, dan pada akhirnya berpengaruh besar terhadap tingkat kepuasaan dan
mempengaruhi loyalitas. Secara tidak langsung, pasien memperoleh nilai (value) yang dapat
menghantarkan pengaruh positif berupa kepercayaan dan kesetiaan kepada dokter oleh
karenanya dalam pelayanan kesehatan terapi sel punca sendiri hubungan hukum antara dokter
dan pasien akan timbul karena adanya tahapan pelayanan kesehatan terapi sel punca (stem cell).1
Menurut Bahder Johan Nasution hubungan dokter dengan pasien merupakan transaksi terapeutik
yaitu hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Transaksi
kesehatan secara individual atau disebut pelayanan medik yang didasarkan atas keahliannya dan
1
Bahder Johan Nasution, 2005, Hukum Kesehatan Pertanggungawaban Dokter, (Jakarta: Rineka Cipta), hlm. 11.
keterampilannya, serta ketelitian transaksi mencari dan menerapkan terapi yang paling tepat
untuk menyembuhkan penyakit pasien yang dilakukan oleh dokter. Transaksi terapeutik antara
dokter dengan pasien tersebut mengakibatkan adanya hubungan hukum antara dokter dan pasien,
termasuk hubungan dalam melaksanakan pelayanan sebagaimana diatur dalam Pasal 1601 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), dimana dokter sebagai pihak yang memberikan
pelayanan kesehatan melakukan tindakan medis kepada pasien sebagai penerima dari layanan
perawatan medis tersebut. Transaksi terapeutik berlaku sebagai hukum bagi pasien atau dokter
sebagai pihak, dimana hukum mewajibkan para pihak untuk memenuhi hak dan kewajiban
Transaksi terapeutik yang dilakukan dokter bisa terjadi setelah informed consent diterima oleh
pasien. Hal ini menjadi bagian dalam hukum perdata, karena terjadinya transaksi terapeutik
berdasarkan dari perjanjian yang akhirnya menimbulkan hak dan kewajiban pada dokter dan
pasien sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata
menyebutkan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian, yakni: Adanya kata sepakat bagi
mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan; suatu
Berbeda dengan transaksi yang biasa dilakukan masyarakat, transaksi terapeutik memiliki sifat
atau ciri yang berbeda, kekhususannya terletak pada objeknya. Objek tersebut adalah melakukan
upaya atau terapi untuk penyembuhan pasien. Seperti dalam transaksi terapeutik dalam
pelayanan terapi sel punca (stem cell) yang mana pasien akan mendapatkan rekomendasi dari
dokter yang menangani penyakit sebelumnya untuk melakukan pengobatan ke dokter spesialis
konsultan. Apabila sudah mendapatkan dokter yang sesuai maka pasien akan memberikan
pasien sudah merasakan manfaat dari terapi sel punca (stem cell) dengan dokter yang
bersangkutan sehingga otomatis pasien akan kembali kepada dokter tersebut untuk melakukan
Dalam pelayanan kesehatan dokter memiliki peran yang sangat penting terhadap pelayanan
kesehatan seperti pelayanan terapi sel punca (stem cell). Sebagaimana telah diatur di dalam
Permenkes No. 32 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca dan/atau Sel,
bahwasanya persyaratan tenaga kesehatan dalam pelayanan terapi sel punca (stem cell) meliputi :
1. Tenaga kesehatan yang kompeten di bidang sel punca (stem cell) dan sel, yang dibuktikan
bidang sel punca (stem cell) memiliki ketenagaan yang memiliki peran penting, seperti halnya
seorang Dokter Spesialis Konsultan dalam memberikan layanan terapi sel punca. Secara praktik,
Dokter Spesialis Konsultan merupakan ketenagaan yang melakukan pendidikan atau pelatihan
khusus sel punca (stem cell), serta memiliki pengalaman bekerja di bidang sel punca (stem cell)
minimal 3 tahun dan bertugas pada fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pemberi pelayanan
terapi sel punca (stem cell). Dalam Hal ini, seorang Dokter Spesialis Konsultan berhak
melakukan terapi sel punca berdasarkan standar terapi yang ditentukan oleh profesi terkait.
Dokter Spesialis Konsultan dalam melakukan pelayanan sel punca memiliki tugas yaitu
memimpin Instalasi Sel Punca, mengawasi, mengarahkan pelaksanaan program pelayanan,
penelitian dan pengembangan sel punca untuk jangka waktu 5 tahun. Penyusunan rencana,
program, anggaran, evaluasi dan laporan serta penyediaan data dan informasi kegiatan.
Menentukan staf dengan tugas dan kewenangannya dari tiap bagian di Instalasi Sel Punca.
Mengevaluasi pencatatan dan pelaporan dari setiap tahap pengolahan sel punca yang
dilaksanakan oleh teknisi atau tenaga laborat dalam rangka Quality Control. Menilai kinerja staf
Instalasi Sel Punca, serta Melakukan koordinasi internal dan eksternal dengan bagian/
departemen lain terkait juga turut mengawasi penyelenggaraan dan memberikan rekomendasi
kepada Direktur Utama dalam pembuatan MOU dengan Bank Sel Punca di luar RS.
Kebutuhan pasien terhadap pelayanan medis kini semakin berkembang beragam pelayanan yang
saat ini ditawarkan dibidang kesehatan, salah satunya adalah pelayanan terapi Sel Punca (stem
cell). Pelayanan medis sel punca sendiri merupakan tindakan medis yang dimana tindakan
tersebut berupa suatu tindakan medis untuk menyimpan sel punca dan untuk terapi suatu
penyakit dengan menggunakan sel punca. Dalam pelayanan terapi sel punca sendiri memiliki
suatu prosedur yaitu yaitu pasien datang berkonsultasi dengan dokter yang kompeten di bidang
terapi sel punca yang selanjutnya dilakukannya penyimpanan sel punca dengan membuat
membuat kesepakatan antar klien untuk penyimpanan sel tersebut, penyimpanan sel punca dapat
dilakukan di Bank Sel Punca atau Unit Bank Instalasi Sel Punca yakni di RS Pendidikan.
Setelah mendapat informasi dari dokter yang kompeten tentang sel punca tersebut, selanjutnya
dilakukan verifikasi kelayakan donor dengan melakukan skrining terhadap penyakit menular dan
dilakukannya pengambilan sel punca dengan persetujuan dokter setelah melihat hasil tes
skrining. Prosedur dalam pemberian terapi sel punca sendiri dilakukan dengan cara yaitu pasien
datang berkonsultasi dengan dokter yang kompeten di bidang terapi sel punca. Berikut beberapa
Anamnesis
Inspeksi
Diagnosis
Informed Consent
Tindakan Medis
yang diperoleh memulai wawancara. Proses terjadinya wawancara langsung kepada pasien,
karena pasien dianggap mampu mejawab pertanyaan, apabila pasien dianggap tidak mampu
melakukan tanya jawab maka, wawancara dilakukan secara tidak langsung pada keluarga
2. Inpeksi, merupakan suatu pemeriksaan, dimana pemeriksaan tersebut melihat pasien secara
langsung dan mengidentifikasi tanda-tanda dari keluhan yang pasien alami. Pemeriksaan
inspeksi dalam pelayanan terapi sel punca dapat dilakukan dengan dilakukannya prosedur
pemeriksaan berupa pengecekan laboratorium, rontgen, ultrasonography (USG), kemudian
3. Diagnosis, (atau berdasarkan Bahasa baku menurut KBBI; Diagnosis) menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, diagnosis merupakan prosedur penentuan jenis penyakit dengan cara
(weakness, disease) apa yang dialami seorang dengan melalui pengujian dan studi yang
saksama mengenai gejala-gejalanya (symptons). Dalam pelayanan terapi sel punca setelah
hasil dari pemeriksaan inspeksi yang telah dilakukan. Apabila dalam proses pemeriksaan
tersebut dinyatakan positif dan penyakit tersebut memerlukan terapi sel punca (stem cell),
maka Dokter Spesialis Konsultan akan membuat rujukan pemesanan sel punca. Rujukan
untuk memesan sel Punca dibutuhkan Dokter yang kompeten dan terdaftar di Instalasi Sel
Punca RS Pendidikan. Pengeluaran sel punca harus dengan rekomendasi Bagian Bioetik dan
Bagian Teknis Medis Instalasi Sel Punca. Bank/Instalasi memberikan sel yang dibutuhkan
klinisi untuk terapi kepada dokter. Dalam prosedur tahap ini, Dokter Spesialis Konsultan
akan memutuskan pasien untuk menjalani terapi sel punca (stem cell) sebagai upaya atau
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Pasal 1 ayat (1) nomor 32 tahun 2018
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca Dan/Atau Sel yaitu Pelayanan Sel Punca
dan/atau Sel adalah tindakan medis yang dilakukan dalam rangka pengambilan,
penyimpanan, pengolahan, dan pemberian terapi sel punca dan/ sel. Sebelum dilakukannya
tindakan terapi sel punca (stem cell), Dokter Spesialis Konsultan harus mendapatkan
prosedur Informed Consent. Informed Consent dalam pelayanan terapi sel punca sendiri
merupakan proses perikatan antara Dokter Spesialis Konsultan dengan pasien yang mana
pasien setuju akan adanya tindakan dalam pemberian terapi sel punca terhadap dirinya. Hal
ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan
“Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan kepada pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien.”
Keluarga terdekat tersebut dijelaskan pada Pasal 2 Permenkes No. 290 Tahun 2008, yaitu
suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung dan saudara-saudara kandung.
Melalui persetujuan tersebut, maka terbentuklah informed consent antara Dokter Spesialis
Konsultan dan pasien penerima terapi sel punca. Setelah proses pemberian terapi dengan sel
punca tersebut, dokter harus melakukan prosedur yaitu melaporkan hasil terapi dan kejadian
5. Selanjutnya tindakan kedokteran, tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa
preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter terhdap pasien.
Tindakan invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan
jaringan tubuh pasien. Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan
medis yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau
kecacatan. Dalam pelayanan terapi Sel Punca (stem cell) tindakan yang dilakukan ialah
tindakan secara langsung, pemberian resep obat, dan diserta nasihat-nasihat yang perlu
diikuti oleh pasien. Dalam proses pelaksanaan hubungan dokter dan pasien tersebut, sejak
tanya jawab sampai dengan perencanaan terapi, Dokter Spesialis Konsultan melakukan
pencatatan dalam suatu Medical Records (Rekam Medis). Hal ini telah ditekankan di dalam
269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis bahwa: "Rekam medis harus dibuat secara
tulis, lengkap, dan jelas atau secara elektronik." Sebagaimana hal ini diatur pula dalam UU
a) Setiap dokter dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis;
b) Rekam medis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus segera dilengkapi setelah
c) Setiap catatan medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
Mengacu pada prosedur tersebut, artinya seorang dokter yang harus memiliki kemampuan
atau keahlian dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien penerima terapi sel punca
(stem cell), maka perlu melakukan tindakan sesuai kompetensi. Oleh karena itu, secara garis
besar pemberian pelayanan terapi sel punca harus melalui prosedur yang hanya dapat
dilakukan oleh dokter professional dan terlatih dalam pelayanan terapi sel punca (stem cell).
Sebagaiaman diatur dalam pasal 22 ayat (6) Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.32 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca Dan/Atau Sel
bahwa “Tenaga kesehatan yang kompeten di bidang Sel Punca dan/atau Sel sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dibuktikan dengan surat keterangan kompetensi dari kolegium
masing-masing”
Masyarakat Dokter
Konsultasi Terapi
Masyarakat
Dengan demikian, secara garis besar prosedur yang dilakukan dalam terapi Sel Punca (stem cell)
dapat dilakukan dengan melalui prosedur di atas (diagnosis, rujukan, dan informed consent) lalu
kemudian dikuti langkah rekam medis yang dilakukan antara Dokter Spesialis Konsultan dan
pasien, maka terbentuklah hubungan hukum/kontraktual yang lahir dari transaksi terapeutik.
Kesepakatan yang dilakukan oleh Dokter Spesialis Konsultan dan pasien mengantarkan suatu
Secara garis besar aplikasi sel punca di bidang kedokteran dapat dibagi menjadi dua,
yaitu: autotranplantasi/Autologus (donor dan resipien adalah orang yang sama) dan
prosedur metode Autologus merupakan metode teknik yang paling berkembang untuk
sel punca, karena tidak melibatkan sumber sel punca dari orang lain maupun spesies
lain. Dengan demikian, penolakan dari sistem kekebalan tubuh resipien tidak terjadi.
Prosedur metode ini bersumber dari darah tepi, sumsum tulang dan darah tali pusat.
Dengan perkembangan teknologi dewasa ini pemberian suatu faktor tertentu juga
Metode yang bersumber dari darah tepi merupakan teknik yang banyak diminati saat
ini karena relatif lebih nyaman dan aman. Dalam prosedur pengambilan dan
pengemasan metode ini dilakukan pengecekan terlebih dahulu yakni identitas dan
kelayakan klien atau donor, kemudian pengambilan darah harus dilakukan dengan
standar yang sesuai agar menjaga viabilitas sel yang akan di uji. Setelah dilakukan
pengambilan darah tali pusat, maka prosedur selanjutnya darah yang telah diambil
harus ditempatkan pada tempat atau kantung yang sesuai dan diberikan identitas,
antara lain nomor identitas darah tali pusat, volume darah, tanggal pengambilan, jenis
dan volume koagulan atau bahan lain, tanggal pengolahan darah tali pusat dan
penyimpanan, nama klien atau donor, identitas atau kode Bank Sel Punca.
Selanjutnya darah yang telah di kemas dan diberi nomor identitas dan lainnya maka
darah tersebut akan di periksa atau di uji kelayakan untuk menjaga mutu, selanjutnya
hasil uji apakah darah tersebut dapat digunakan atau tidak, karena Bank Sel Punca
hanya dapat menyimpan sel punca yang memenuhi kriteria kualitas dan kuantitas.
Kriteria kualitas yang dimaksud meliputi bebas dari HIV, Hepatitis B,2, Hepatitis C,3
meliputi jumlah viabel. Tahap selanjutnya setelah melalui prosedur pengujian dan
lainnya yang telah dilakukan sesuai standar pelayanan, standar profesi dan prosedur
2
Ferry Sandra, Harry Murti, Nurul Aini, Caroline Sardjono, Boenjamin Setiawan “Potensi Terapi Sel Punca dalam
Dunia Kedokteran dan Permasalahannya”, JKM-Vol.8 No.1, Juli 2008, hlm.95.
operasional, kemudian darah tali pusat yang akan digunakan untuk diri pendonor
(autologous) maupun untuk orang lain (allogenic). Tahap selanjutnya yakni pada
prosedur pengaplikasian pada pasien, sebelum dilakukannya serah terima dari pihak
Bank Sel Punca kepada institusi kesehatan penyelenggara terapi Sel Punca, maka
dilakukan prosedur persetujuan tertulis dari pihak klien atau donor serta surat berita
acara serah terima yang mencantumkan identitas pegawai Bank Sel Punca yang
menyerahkan serta pihak penerima dan ditandatangani kedua belah pihak. Beberapa
tahap dan langkah tersebut harus dilalui secara runut dan sesuai aturan yang ada yakni
Punca.
Prosedur selanjutnya dalam tahapan terapi sel punca terdapat metode yang sering
berbeda). Metode ini digunakan apabila seorang resipien dalam keadaan dengan bakar
yang luas, atau pasien lansia dengan penyakit sistemik. Pasien-pasien dengan kondisi
tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan koleksi sel punca, sehingga sumber sel
punca diharapkan dapat diperoleh dari orang lain, yang dikenal sebagai
yakni rute topical, rute intravenus, rute intraartricular dan intra lesi. Rute topical
dilakukan dengan cara pemberian sel punca langsung pada luka baik jaringan kulit
atau jaringan di bawah kulit. Rute intravenus dilakukan dengan cara pemberian sel
punca melalui infus (pembuluh darah), prosedur ini dalkukan apabila lokasi jaringan
yang sakit berada pada organ di dalam tubuh dan organ targetnya mempunyai akses
pembuluh darah yang memadai. Sedangkan rute intraarticural dilakukan dengan cara
menyuntikkan sel punca ke dalam rongga sendi, prosedur ini dilakukan rusak berada
pada rongga sendi dan jaringan tersebut tidak memiliki aksespembuluh darah yang
memadai (avaskular). Keempat yakni Rute intra lesi merupakan metode pemberian sel
punca dengan cara dilakukan secara langsung pada jaringan yang rusak (luka).
Penggunaan sel punca dan pilihan rute penghantarannya disesuaikan dengan kondisi
penyakit, ketersediaan sel punca, kemudahan teknik, aspek legal dan kesepakatan
pasien.3
Pada metode ini seringkali mengalami kendala, yang mana kerap terjadi pada adalah
kesulitan untuk mendapatkan donor yang sesuai secara imunologis untuk mencegah
terjadinya reaksi penolakan terhadap sel yang ditransplantasikan. Akibat dari adanya
reaksi penolakan terhadap sel punca tersebut dapat mengarah ke GvHD (Graft versus
Host Disease).4 Jika ini terjadi tentu akan memperparah keadaan bagi penerima
transplantasi sel punca. Oleh karena itu harus ada kecocokan antara sel punca donor
dengan penerima donor, maka dalam prosedur terapi sel punca alogenic seringkali
Pelayanan kesehatan hingga kini terus berkembang oleh karenanya peranan hukum dalam
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan
terdiri atas pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayananan
3
Supartono, Basuki. ”Tehnik Rekayasa Jaringan untuk Penyembuhan Cedera Olahraga.”RSON II.NO-Januari-Maret-
2015, hlm.14
4
Ferry Sandra dkk, Op Cit, hlm.96.
yang diberikan berupa pencegahan, pengobatan, serta pemulihan dari suatu penyakit yang mana
pelayanan tersebut didasarkan atas hubungan individual antara para tenaga kesehatan yakni para
ahli di bidang kedokteran dengan seorang pasien yang membutuhkan jasanya. Oleh karenanya
berdasarkan hak, maka setiap perseorangan atau pasien memiliki hak untuk mengetahui prosedur
perawatan yang akan dialaminya, termasuk resiko-resiko yang harus ditanggung pasien tersebut
akibat dari adanya tindakan atau metode perawatan tertentu. Hal tersebut lazim dilakukan oleh
tenaga kesehatan dalam menjalankan pelayanan kesehatan, yang dimana hal itu dikenal dengan
istilah “informed consent”, yakni suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya suatu tindakan
Informed consent merupakan proses komunikasi antara dokter dan pasien tentang kesepakatan
tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien, yang kemudian dilanjutkan dengan
penandatanganan formulir informed consent secara tertulis. Hal ini didasari atas hak seorang
pasien atas segala sesuatu yang terjadi pada tubuhnya serta tugas utama dokter dalam
mengenai penyakit serta tindakan medis yang akan dilakukan adalah agar pasien bisa
merupakan syarat terjadinya kontrak terapeutik yang didasarkan atas dua hak asasi pasien, yaitu
hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak atas informasi. Dalam pelayanan Sel Punca (stem
cell), Informed Consent memiliki fungsi ganda, artinya melalui informed consent ini akan
menjadi pelindung bagi masing-masing pihak. Bagi Dokter Spesialis Konsultan, surat
persetujuan tindakan medis dapat membuat rasa aman dalam menjalankan tindakan medis pada
pasien, sekaligus dapat digunakan sebagai pembelaan diri terhadap kemungkinan adanya
tuntutan atau gugatan dari pasien atau keluarganya apabila timbul akibat yang tidak
5
Soerjono Soekanto, 1989, Aspek Kesehatan (suatu kumpulan catatan), Penerbit: Ind-Hill-co, Jakarta, hlm.68.
dikehendaki.
Sedangkan bagi pasien, informed consent merupakan penghargaan terhadap hak-haknya oleh
dokter dan dapat digunakan sebagai alasan gugatan apabila terjadi penyimpangan praktik dokter
dari maksud diberikannya persetujuan pelayanan kesehatan. Oleh karenanya Informed consent
memiliki peran penting bagi kedua belah pihak. Peran penting informed consent ini pula
diperkuat dalam pasal 45 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yaitu: “Setiap tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus
mendapat persetujuan”. Hal ini pula dalam pelayanan terapi Sel Punca (stem punca) perlu
dilakukan prosedur informed consent oleh Dokter Spesialis Konsultan terhadap pasien sebelum
melakukan tindakan terapi sel punca (stem cell). Dokter Spesialis Konsultan akan memberikan
informasi yang cukup dan jelas dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien, sehingga
pasien dapat mengambil keputusan yang tepat tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan
Dokter Spesialis Konsultan harus memberikan informasi tentang maksud dan tujuan terapi sel
punca (stem cell) kepada pasien, termasuk fakta-fakta penting, risiko-risiko, efek samping
ataupun komplikasi yang mungkin akan terjadi, kerugian, dan keuntungan dari terapi sel punca,
alternatif yang tersedia, besarnya biaya yang akan dikeluarkan, persentase kegagalan, keadaan
setelah pengobatan, dan pengalaman dokter sendiri dalam menangani pasien. Berdasarkan
penjelasan yang diberikan oleh Dokter Spesialis Konsultan, maka pasien berdasarkan haknya
untuk menentukan sendiri terhadap apa yang akan terjadi pada tubuhnya (self determination).
Sebagaimana informed consent merupakan syarat terjadinya kontrak terapeutik yang didasarkan
atas dua hak asasi pasien, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak atas informasi.
Oleh karenanya dalam prosedur terapi sel punca informed consent dilakukan guna sebagai
langkah penentu dapat merencanakan terapi sel punca (stem cell), berupa tindakan secara
langsung, pemberian resep obat, dan diserta nasihat-nasihat yang perlu diikuti oleh pasien,
sehingga pasien dapat mempertimbangkan apakah menerima atau menolak sebagian atau
seluruhnya rencana tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya.
Namun apabila dalam keadaan gawat darurat Informed consent tetap merupakan hal yang paling
penting dan dapat dilakukan, sebagaimana apabila terjadinya kejadian darurat yang mana keadaan
pasien tidak sadarkan diri dan pihak keluarga tidak ada di tempat sedangkan dokter
memerlukan tindakan segera, maka dokter dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut
dokter oleh karenanya informed consent dianggap telah diberikan (Implied Consent). Hal ini