Anda di halaman 1dari 6

Akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan

untuk megambil alih saham perseroan, yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas
perseroan tersebut (Pasal 1 Angka 11 Undang - Undang Nomor. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas (UU No. 40 tahun 2007). Akuisisi dilakukan dengan cara Akuisisi saham
yang telah dikeluarkan dan atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui direksi perseroan atau
langsung dari pemegang saham (Pasal 125 UU No. 40 Tahun 2007). Secara yuridis cara yang
ditempuh untuk mengambil alih suatu perusahaan adalah dengan membeli saham-saham baik
sebagian atau seluruhnya dari perusahaan tersebut.

Akuisisi perusahaan dapat dilakukan secara internal atau eksternal, akuisisi internal adalah
akuisisi terhadap perusahaan dalam kelompok sendiri, sedangkan akuisisi eksternal adalah
akuisisi terhadap perusahaan diluar kelompok atau perusahaan dari kelompok lain. Berdasarkan
Bentuk Dasar atau Objek terdapat tiga prosedur dasar yang tepat dilakukan perusahaan untuk
mengambil alih perusahaan lain, yaitu.

1. Merger atau Konsolidasi


Istilah merger sering digunakan untuk menunjukkan penggabungan dua perusahaan atau
lebih, dan kemudian tinggal nama salah satu perusahaan yang bergabung. Sedangkan
konsolidasi menunjukkan penggabungan dari dua perusahaan atau lebih, dan dari
perusahaan-perusahaan yang bergabung tersebut hilang, kemudian muncul nama baru
dari perusahaan gabungan.
2. Akuisisi Saham
Cara kedua untuk mengambil alih perusahaan lain adalah membeli saham perusahaan
tersebut, baik dibeli secara tunai, ataupun menggantinya dengan sekuritas lain (saham
atau obligasi).
3. Akuisisi Aset
Suatu perusahaan dapat mengakuisisi perusahaan lain dengan jalan membeli aktiva
perusahaan tersebut. Cara ini akan menghindarkan perusahaan dari kemungkinan
memiliki pemegang saham minoritas, yang dapat terjadi pada peristiwa pemerolehan
saham. Pengambilalihan kepemilikan asets dilakukan dengan cara pemindahan hak
kepemilikan aktiva-aktiva yang dibeli.
Berdasarkan Keterkaitan dengan Jenis Usaha
1. Akuisisi Horizontal
Pengambilalihan kepemilikan yang dilakukan oleh suatu perusahaan atas perusahaan
target yang memiliki bidang usaha yang sama, sehingga merupakan pesaing usaha, baik
pesaing yang memproduksi produk yang sama maupun daerah pemasaran yang sama.
Tujuannya  yaitu untuk memperbesar pangsa pasar atau membunuh pesaing.
2. Akuisisi vertikal
Pemerolehan dilakukan antara suatu perusahaan dengan perusahaan yang masih dalam
satu mata rantai produksi, yakni suatu perusahaan yang bergerak dalam produksi dari
hulu ke hilir.
Tujuan ini yaitu untuk memperoleh kepastian adanya pasokan dan penjualan barang.
3. Akuisisi konglomerat
Pengambilalihan kepemilikan perusahan yang tidak terkait dengan perusahaan-
perusahaan lain baik secara horizontal maupun secara vertikal. Tujuan ini yaitu agar
perusahaan yang diakuisisi dapat  menunjang perusahaan yang mengakuisisi secara
keseluruhan serta untuk memantapkan kondisi portepel (portfolio) grup perusahaan.
Dilihat dari segi akuntansinya, apabila dua atau lebih badan usaha diselenggarakan
bersama atau digabungkan dengan tujuan untuk melanjutkan usaha-usahanya yang
terdahulu, hal tersebut bisa dikatakan sebagai bentuk pengambilalihan kepemilikan.
Sebagai akibat adanya kombinasi tersebut, maka prosedur pencatatan akuntansinya terdiri
dari dua macam metode yaitu metode pembelian (by purchase) dan metode penyatuan
kepentingan (by pooling of interest).

Akuisisi dapat terjadi secara terpaksa (unfriendly takeover/hostile takeover) dan sukarela/ramah
(friendly takeover), yang dimaksud dengan akuisisi secara terpaksa atau (unfriendly
takeover/hostile takeover) adalah perusahaan kecil yang sulit berkembang terakuisisi oleh
perusahaan yang lebih besar dan tergolong perusahaan konglomerasi. Sedangkan akuisisi
sukarela/ramah (friendly takeover) adalah perusahaan kecil yang memang ingin diakuisisi oleh
perusahaan konglomerasi tersebut.

Tata cara pengambilalihan saham yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan
Tebatas diatur dalam Pasal 125 ayat (4) UUPT yang menyatakan sebagai berikut :

1. Proses Akuisisi melalui direksi Perseroan, Akuisisi dilakukan dengan cara Akuisisi
saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi
Perseroan atau langsung berupa badan hukum atau orang perseorangan. Akuisisi saham
yang dimaksud pasal 125 ayat (1) adalah Akuisisi yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap Perseroan nantinya seperti yang dimasuk dalam pasal 7 angka 11
UUPT. Adapun proses Akuisisi melaui direksi perseroan adalah sebagai berikut :
- Keputusan RUPS
- Pemberitahuan kepada direksi Perseroan
- Penyusunan Rancangan Pengambilihan
- Akuisisi Ringkasan Rancangan
- Pengajuan Keberatan Kreditor
- Pembuatan Akta Pengambialihan di hadapan Notaris
- Pemberitahuan kepada Menteri
- Pengumuman Hasil Akuisisi
2. Proses Akuisisi secara langsung dari pemegang saham. Adapun proses Akuisisi
saham secara langsung dari Pemegang saham dimana prosedurnya dilakukan lebih
sederhana yaitu Prosedur Akuisisi saham perseroan terbatas wajib tunduk pada ketentuan
tentang akuisisi saham sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, yang antara lain mengatur :
- Akuisisi saham wajib memperhatikan ketentuan pemindahan hak atas saham dalam
Anggaran Dasar, serta mendapat persetujuan rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
RUPS wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengumuman,
(Pasal 126 ayat (6) dan (7) UUPT).
- Direksi perseroan yang akan melakukan akuisisi wajib mengumumkan ringkasan
rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis
kepada karyawan dari perseroan dalam waktu paling lambat 30 hari sebelum
pemanggilan RUPS, (Pasal 127 ayat (8) UUPT).
- Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada perseroan dalam waktu paling lambat
14 hari setelah pengumuman mengenai akuisisi sesuai dengan rancangan dimaksud.
Apabila kreditor tidak mengajukan keberatan dlm jangka waktu tersebut maka
kreditor dianggap meyetujui akuisisi. dalam hal kebeartan dari kreditor sampai
dengan tanggal diselenggarakannya RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi
perseroan maka keberatan tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat
penyelesaian. Sebelum keberatan ini diselesaikan maka akuisisi tidak dapat
dilaksanakan (Pasal 127 ayat (2) (3) (5) (6) dan (7) UUPT.
- Akta pemindahan hak atas saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dan dalam
bahasa Indonesia (pasal 128 ayat (2) UUPT).
- Salinan dari kata pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian
pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang perubahan
Struktur Pemegang Saham Perseroan (Pasal 131 ayat (2) UUPT).
- Direksi perseroan wajib mengumumkan hasil akuisisi dalam 1 surat kabar atau lebih
dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak tanggal pemberitahuan kepada
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ataus ejak tanggal persetujuan perubahan
Anggaran Dasar oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Pasal 133 ayat (2)
UUPT).

Proses akuisisi hanya mengubah status pemilik saham yaitu beralih dari pemegang saham
perseroan terakuisisi kepada pemegang saham pengakuisisi. Jadi perubahan yang timbul
bukan pada status perseroan tetapi pada pemegang saham pengkuisisi dan perusahaan
terakuisisi tetap berdiri dan menjalankan semua kegiatan perseroan tersebut secara
mandiri.

Perusahaan Akuisisi harus memenuhi secara jelas prospek dan sasaran yang akan dicapai.
Perspektif secara keseluruhan dari suatu proses akuisisis terdiri atas beberapa tahapan,
yaitu sebagai berikut :

a) Menentukan sasaran akuisisi;


b) Mengidentifikasi calon perusahaan yang dianggap potensial untuk diakuisisi melalui
prosedur pelacakan;
c) Membatasi jumlah calon perusahaan yang akan diambil alih;
d) Menghubungi pihak manajemen perusahaan bersangkutan untuk mewujudkan
keinginan memberikan penawaran dan kemungkinanan memperoleh informasi
tambahan.

Terhadap Perseroan yang akan diambilalih maka wajib memenuhi ketentuan dalam Pasal 125
Ayat (6) yaitu “Direksi Perseroan yang akan diambilalih dan Perseroan yang akan
mengambilalih dengan peretujuan Dewan Komisaris masing-masing menyusun rancangan
pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya :

a. Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan
yang akan diambil alih;
b. Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi
Perseroan yang akan diambilalih;
c. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Ayat (2) huruf a untuk tahun
buku terakhir dari Perseroan yang akan diambilalih dan Perseroan yang akan diambilalih;
d. Tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap
saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham;
e. Jumlah saham yang akan diambilalih;
f. Kesiapan pendanaan;
g. Neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambilalih setelah
pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntasi yang berlaku umum di
Indonesia;
h. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan;
i. Cara penyelesaian status,hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris dan
karyawan dari Perseroan yang akan diambilalih.
j. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan saham dari pemegang saham
kepada direksi Perseroan;
k. Rancangan perubahan Anggaran Dasar Perseroan hasil pengambilalihan apabila ada.

Terdapat empat Peraturan Bapepam yang harus diperhatikan apabila akan melakukan akuisisi
sebuah perusahaan terbuka, yakni :

a) Peraturan Bapepam No. IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu;


b) Peraturan Bapepam NO. IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan
Usaha Utama;
c) Peraturan Bapepam No.IX.H.1 tentang Pengambil Alihan Perusahaan Terbuka;
d) Peraturan Bapepam NO.X.K.1 tentang Informasi Yang Harus Segera Diumumkan
Kepada Publik.
Sementara regulasi yang menjadi dasar hukum untuk akuisiis suatu perusahaan Terbuaka selain
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal antara lain :

a) Keputusan Ketua BAPEPAM Npmpr 5/PM/2000 (Peraturan Nomor IX.E.2) tentang


Transaksi Material Utama dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama;
b) Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor 12/PM/1997 (Peraturan Nomor IX.E.I) tentang
transaksi Berbenturan Kepentingan c. Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor 04/PM/2000
(Peraturan Nomor IX.H.I) tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka;
c) Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor 10/PM/1997 (Peraturan Nomor XI.F.I) tentang
Penawaran Tender.

Larangan dalam Akuisisi Suatu akuisisi tidak boleh menimbulkan monopoli atau menimbulkan
persaingan tidak sehat di pasar. Karena akan banyak yang dirugikan, baik masyarakat konsumen
atau pesaing bisnis, ada pihak-pihak lain yang riskan menderita kerugian karena tindakan
akuisisi ini. Sehingga hukum, dalam hal ini hukum tentang perusahaan, menyediakan berbagai
perangkat dan upaya hukum yang melarang akuisisi yang merugikan mereka. Berikut pihak lain
yang cenderung dirugikan karena tindakan akuisisi :

1. Salah satu atau kedua yang melakukan akuisisi.


2. Pihak pemegang saham minoritas dalam perusahaan-perusahaan tersebut.
3. Pihak karyawan.
4. Pihak kreditor

Adanya larangan dalam melakukan akuisisi tersebut menyebabkan dalam praktik sering terjadi
pengambilalihan atau peralihan saham secara diam-diam. Hal ini harus menjadi perhatian
pengusaha dalam berbisnis. Peralihan saham diam-diam tersebut bisa dilakukan oleh direktur
utama tanapa adanya perstujuan dari RUPS dan atau Komisaris perusahaan tersebut, akan tetapi
dibuat sedemikian rupa agar terlihat bahwa pengambilalihan tersebut telah melalui prosedur yang
berlaku.

UUPT No. 40 tahun 2007 mensyaratkan perlindungan perlindungan terhadap pihak perlindungan
terhadap pihak karyawan, disamping perlindungan pihak-pihak lainnya, dalam hal terjadinya
merger, akuisisi dan konsolidasi. Untuk itu dalam pasal 126 UUPT selanjutnya menyebutkan :

1) Perbuatan hukum penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan wajib


memperhatikan kepentingan :
a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan;
b. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan;
c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha
2) Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai penggabungan,
peleburan, pengambilalihan atau pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
boleh menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam pasal 62.
3) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) btidak menghentikan proses
pelaksanaan penggabunggan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan.

Keputusan Untuk Akuisisi Tidak Perlu Menunggu Keputusan Kemenkumham

Untuk dapat dikatakan pengambila akuisisi perusahaan dalam artian pengambilalihan saham,
maka paling tidak 51% dari seluruh saham perusahaan target yang diambila alih.12 Pasal 21 ayat
(2) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang menyatakan bahwa yang
perlu mendapatkan persetujuan Menteri hanyalah untuk perubahanperubahan tertentu sebagai
berikut :

a. nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan;


b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan; d. besarnya modal dasar;
d. pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau;
e. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.

Perubahan yang terjadi haruslah mendapatkan persetujuan dari KEMENKUMHAM selain


pemberitahuan atau permohonan dan persetujuan KEMENKUMHAM direksi hasil peleburan
juga wajib untuk mengumumkan hasil peleburan dari 1 (satu) surat kabar harian atau lebih dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak yanggal berlakunya peleburan.

Bagi suatu perusahaan yang akan melakukan penggabungan, peleburan dan akuisisi
(pengambilalihan) tidak perlu mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia kecuali merubah akuisisi disetujui yang mencakup satu atau lebih perubahan tersebut di
atas. Dalam hal terjadi penggabungan, peleburan dan akuisisi dengan perubahan akuisisi
disetujui yang demikian, penggabungan, peleburan dan akuisisi baru mulai berlaku sejak tanggal
persetujuan perubahan Anggaran Dasar oleh Menteri tersebut.

Anda mungkin juga menyukai