Anda di halaman 1dari 286

Modul Pelatihan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Rumah Sakit (K3RS)

Direktorat Kesjaor
Kementerian Kesehatan RI
Tahun 2018
Modul Pelatihan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
(K3RS)

Direktorat Kesjaor
Kementerian Kesehatan RI
Tahun 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan
bimbingan-Nya sehingga penyusunan Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit (K3RS) telah selesai. Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit (K3RS) ditujukan untuk memberikan panduan kepada pelatih K3RS
pada pelaksanaan program K3 di rumah sakit.

Modul K3RS terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu: Materi Dasar terkait kebijakan dan
Peraturan Perundang-Undangan, Materi Inti terkait berbagai hal teknis keselamatan
dan kesehatan kerja di Rumah Sakit dan Materi Penunjang terkait Building Learning
Commitment (BLC), Rencana Tindak Lanjut dan Anti Korupsi.

Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada


semua pihak yang telah berkontribusi mencurahkan pikiran dan meluangkan waktu
untuk bersama-sama memberikan pemikiran terbaik dalam penyusunan modul ini.

Harapan kami dengan adanya modul ini, pelatihan K3RS yang diselenggarakan dapat
terstandar dan menghasilkan peserta latih yang kompeten dalam melaksanakan
program K3RS. Selanjutnya dengan terlaksananya program K3RS akan mendukung
pencapaian akreditasi RS yang pada akhirnya mewujudkan pelayanan kesehatan yang
bermutu pada masyarakat. Demi penyempurnaan kurikulum ini kami selalu terbuka
untuk menerima kritik dan masukan. Semoga kurikulum ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Jakarta, Februari 2018


Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga

drg. Kartini Rustandi, M.Kes.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit i


ii Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... i


Daftar isi ................................................................................................................. iii

MATERI DASAR 1. KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANGAN


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA RUMAH
SAKIT .................................................................................. 1

MATERI DASAR 2. STANDAR AKREDITASI RUMAH SAKIT DAN


IMPLEMENTASI K3RS......................................................... 11

MATERI INTI 1. SISTEM MANAJEMEN K3RS ................................................... 21

MATERI INTI 2. MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


(K3) DI RUMAH SAKIT ............................................................. 33

MATERI INTI 3. PENGELOLAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA BAGI


SUMBER DAYA MANUSIA RUMAH SAKIT .............................. 48

MATERI INTI 4. PENGELOLAAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN


KERJA DI RUMAH SAKIT ......................................................... 70

MATERI INTI 5. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN


DI RUMAH SAKIT...................................................................... 84

MATERI INTI 6. PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN


BERACUN (B3) RUMAH SAKIT DARI ASPEK K3..................... 101

MATERI INTI 7. PENGELOLAAN K3 PADA BANGUNAN DAN


PRASARANA BANGUNAN RUMAH SAKIT.............................. 143

MATERI INTI 8. PENGELOLAAN PERALATAN MEDIS DARI ASPEK K3........... 166

MATERI INTI 9. KESIAPAN MENGHADAPI KONDISI DARURAT DAN BENCANA


DI RUMAH SAKIT...................................................................... 178

MATERI INTI 10. KOMUNIKASI, INFORMASI, EDUKASI DAN


ADVOKASI K3RS....................................................................... 192

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit iii


MATERI INTI 11. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL.................................. 204

MATERI INTI 12. PEMANTAUAN DAN EVALUASI K3 RUMAH SAKIT................. 213

MATERI PENUNJANG 1. BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC)/


MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR......................... 225

MATERI PENUNJANG 2. RENCANA TINDAK LANJUT (RTL).............................. 240

MATERI PENUNJANG 3. ANTI KORUPSI............................................................. 247

iv Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


MATERI DASAR 1.
KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANGAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA RUMAH SAKIT

I. DESKRIPSI SINGKAT
Rumah Sakit sebagai salah satu tempat kerja selain berpotensi untuk terjadinya
penyakit pada pekerja juga berisiko terjadinya kecelakaan kerja. Untuk meminimalkan
potensi tersebut diperlukan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit
(K3RS). Dalam pelaksanaan K3RS perlu didukung dengan kebijakan dan program
yang dirumuskan berdasarkan kebijakan nasional, peraturan-peraturan yang ada, teori
dan sumber lain.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami kebijakan K3RS dan
peraturan perundangan terkait

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
– Menjelaskan latar belakang pelaksanaan K3RS.
– Menjelaskan analisis situasi masalah kesehatan kerja di Rumah Sakit
– Menjelaskan Strategi Kebijakan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit
– Menjelaskan konsep K3 di RS
– Menjelaskan peraturan perundangan terkait K3RS

III. POKOK BAHASAN DAN SUBPOKOK BAHASAN


1. Latar belakang pelaksanaan K3RS
2. Analisa situasi masalah kesehatan kerja di Rumah Sakit
- Gambaran masalah kesehatan pekerja
- Gambaran masalah kesehatan SDM kesehatan
- Keadaan dan Masalah K3 di RS
3. Strategi Kebijakan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit
- Arah kebijakan kemenkes 2015-2019
- Kebijakan dan strategi kesehatan kerja dan olahraga
- Strategi Kebijakan kesehatan kerja RS
4. Konsep K3 di RS
- Pengertian
- Tujuan
- Prinsip K3RS
- Ruang lingkup
5. Peraturan perundangan terkait K3RS

IV. METODE
Metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
 Tugas baca referensi/modul
 Ceramah-tanya jawab

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


Media dan alat bantu yang digunakan adalah sebagai berikut:
 Makalah
 Power point

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 1


 LCD
 NoteBook
 Papan Tulis
 Flipchart
 Spidol
 Laser pointer

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
2. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja,
materi yang akan disampaikan.
3. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan. Sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian materi


1. Fasilitator menyampaikan materi dengan power point mulai dari pokok bahasan 1
sampai 5 dengan menggunakan metode ceramah-tanya/jawab.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta mengenai hal-hal yang belum
dipahami terkait materi yang disampaikan.

Langkah 3. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan
3. Fasilitator menutup materi dengan mengucapkan terimakasih

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1
LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh


semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
kemauan, kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Sehat adalah keadaan sejahtera sempurna dari
fisik, mental dan sosial yang tidak terbatas hanya pada bebas dari penyakit atau
kelemahan saja (WHO,1947).

Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik,mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU
No. 36/2009 tentang Kesehatan)
Peningkatan status kesehatan masyarakat dilakukan pada semua kontinum siklus
kehidupan (life cycle) , yaitu bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, kelompok usia
kerja, maternal dan kelompok lansia.

Perubahan struktur populasi penduduk sejak tahun 1971 sampai 2010 terlihat proporsi
penduduk usia produktif (15-64 tahun) dan usia non produktif (dibawah 15 tahun dan
diatas 65 tahun) relatif seimbang. Berdasarkan data BPS 2017 komposisi penduduk

2 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


menunjukan angkatan kerja sebanyak 125,44 juta (51,28%) dari 258,7,64 juta
penduduk Indonesia dan yang bekerja sebanyak 114 juta (94%)

Potensi masalah kesehatan pada pekerja cukup besar yakni pekerja dapat mengalami
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan masalah kesehatan lainnya baik penyakit
menular maupun penyakit tidak menular. Dengan mengatasi masalah kesehatan
pekerja sama dengan mengatasi separuh masalah kesehatan masyarakat seluruhnya.

Hasil Kajian WHO menunjukkan bahaya di tempat kerja merupakan penyebab atau
memberikan kontribusi bagi kematian dini jutaan orang di seluruh dunia dan
mengakibatkan penyakit serta kecacatan bagi lebih dari ratusan orang setiap
tahunnya. Dari 2,2 juta kematian/tahun, 800.000 diantaranya disebabkan faktor risiko
di tempat kerja, seperti bahan kimia karsinogenik, partikulat yang ada di udara, risiko
ergonomik, penyakit infeksi HIV/AIDS, TBC, dll (Kemenkes, 2005)

Kondisi kesehatan pekerja saat ini berdasarkan survei di 18 provinsi tahun 2012
didapatkan 45.000 lebih kasus penyakit akibat kerja (PAK) , 103.000 kecelakaan
akibat kerja (KAK) dan 1,3 juta kasus penyaki non PAK. Selain itu kasus HIV 92,3%,
AIDS 74,2% ditemukan pada usia kerja 20-49 tahun, TB 97,14% pada usia 15-65
tahun. Anemia pada perempuan di perusahaan skala menengah besar sebanyak
40%.

Kesehatan kerja perlu diperhatikan dalam melindungi pekerja agar tetap hidup sehat
dan terbebas dari gangguan kesehatan atau pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan. Fokus kegiatan kesehatan kerja salah satunya adalah meningkatkan
pelaksanaan upaya kesehatan kerja di sarana kesehatan termasuk rumah sakit.

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat dimana terdapat risiko yang cukup tinggi
yang dapat mengancam terhadap keselamatan maupun kesehatan baik pekerja
rumah sakit, pasien maupun pengunjung.

Rumah sakit sebagai tempat kerja mempunyai karakteristik , yakni banyak melibatkan
tenaga kerja, merupakan industri uang bersifat “labour intensive” , terdapat berbagai
profesi (petugas kesehatan, administrasi, teknik, kebersihan, rumah tangga, dll),
kegiatan yang dilakukan terus menerus selama 24 jam, tempat berkumpulnya risiko
penyakit menular dan adanya emerging disease sehingga perlu menambah
kewaspadaan. Selain itu di rumah sakit terdapat berbagi alat teknologi dan bahan-
bahan yang memiliki dampak terhadap sekitarnya.
Oleh karena itu Rumah Sakit perlu menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Rumah Sakit (K3RS)

POKOK BAHASAN 2 :
ANALISIS SITUASI MASALAH KESEHATAN KERJA DI RUMAH SAKIT

A. GAMBARAN MENGENAI MASALAH KESEHATAN PEKERJA


Mencakup angka kesakitan dan kematian akibat kerja dan akibat hubungan kerja
International Labour Organisation (ILO) melaporkan :
1. 1,1 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan atau karena
penyakit akibat hubungan kerja (PAHK).
2. Dari 250 juta kecelakaan, 300.000 orang meninggal
3. Diperkirakan ada 160 juta PAHK baru setiap tahunnya

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 3


Sedangkan data mengenai Penyakit Akibat Kerja (PAK), PAHK dan Kecelakaan
Akibat Kerja (KAK) di Indonesia belum ada. Namun, dari hasil penelitian diperoleh
gambaran kondisi kesehatan masyarakat pekerja sebagai berikut:
1. Lebih dari 50% pekerja Indonesia peserta BPJS mengidap penyakit kulit
akibat masuknya zat kimia melalui kulit dan pernafasan.
2. Ganguan keseimbangan dan fungsi pendengaran akibat kebisingan pada
pengemudi bajaj 72,28% dengan perincian gangguan pendengaran 17,4%,
gangguan keseimbangan 27,71% dan hanya 27,72% yang masih sehat.
3. Pada industri kecil didapatkan 60-80% gangguan akibat faktor ergonomi
seperti sakit pinggang, kaku leher serta keluhan pada anggota gerak atas dan
bawah
4. Pemeriksaan orthopedik pada 205 pekerja pabrik tekstil di Jawa Barat
dengan keluhan pada anggota gerak atas, ditemukan 64% (132 pakerja) di
diagnosa positif menderita penyakit otot rangka akibat kerja (Tresnaningsih,
2000)

B. GAMBARAN MASALAH KESEHATAN SDM KESEHATAN


1. Di Israel , angka cedera punggung tertinggi pada perawat (16,8%)
2. Dari data OSHA (Burea of Labor Statistic) tahun 2011 ditemukan bahwa 157
dari 10000 pekerja setiap harinya di rumah sakit lebih tinggi angka kejadian
kecelakaan dan penyakit saat bekerja dibandingakan dengan pekerja lainnya
3. Australia: dari 813 perawat prevalensi low backpain 42%
4. Data WHO dari 35 juta pekerja kesehatan menunjukan >90 % terjadi di
negara berkembang
 3 juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV, 900.000
terpajan virus Hepatitis B dan C, 170.000 terpajan virus HIV/AIDS)
 8-12% pekerja rumah sakit sensitif terhadap lateks
 USA : pertahun terdapat 5000 petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B
dan HIV
 Setiap tahun dilaporkan kasus tertusuk jarum 600.000 – 1.000.000
(diperkirakan > 60% tidak dilaporkan)
 Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) terbesar karena jarum suntik (Needle
Stick Injuries/NSI)
 Staf perempuan yang terpajan gas anestesi, secara signifikan
meningkatkan abortus spontan, anak yang dilahirkan dengan kelainan
kongenital (studi retrospektif di RS Ontario pada 8.032 orang tahun
1981-1985
 41% perawat RS mengalami cedera tulang belakang akibat kerja

5. Di Indonesia :
 Gaya berat yang ditanggung pekerja rata-rata >20 kg, keluhan subyektif
Low Back Pain pada 83,3% pekerja, penderita terbanyak usia 30-49
tahun atau 63,3%. (Data Bedah Sentral RSUD Jakarta, 2006)
 65,4% petugas kebersihan RS di Jakarta menderita dermatitis kontak
iritan kronis pada tangan (Ginting, 2004)
 Kasus NSI mencapai 38-73% dari total petugas kesehatan (Joeph,
2005-2007)
 Prevalensi insomnia manifest adalah 33,3% pada perawat di 4 RS di
Jakarta yang bekerja bergiliran, mempunyai risiko untuk menderita
Insomnia adalah 2, 3 kali lebih besar (Rachman TM, 2002)

4 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


 Di Jakarta Timur, dari mereka yang HbsAg (+), 84,2% mempunyai
riwayat tertusuk jarum bekas (Hudoyo, 2004)
 Pekerja RS berisiko 1,5 kali lebih besar dari golongan pekerja lain
 Probabilitas penularan HIV setelah luka tusuk jarum suntik yang
terkontaminasi HIV 4 : 1000
 Risko penulatan Hep. B Virus setelah luka tusuk jarum suntik yang
terkontaminasi HBV sebanyak 27-37 : 100
 Risiko penularan Hep B dan Hep C setelah luka tusuk jarum suntik yang
terkontaminasi Hep. B dan Hep. C sebesar 3-10 : 100

C. KEADAAN DAN MASALAH K3 DI RS


1. Adanya bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja
- Bahaya fisik
- Bahaya kimia
- Bahaya biologi
- Bahaya ergonomi
- Bahaya psikososial
- Bahaya mekanik
- Bahaya listrik
- Limbah RS
- Kemungkinan terjadinya kecelakaan
2. Permasalahan tenaga kesehatan kerja
- Jumlah masih terbatas
- Penyebaran tidak merata
- Kompetensinya
- Pembagian peran yang belum jelas
- Pembinaan dan pengawasan yang kurang
- Tidak adanya sanksi
3. Situasi saat ini
- Jumlah RS di Indonesia tahun 2017 sebanyak 2.667, belum seluruhnya
memahami dan menerapkan K3

POKOK BAHASAN 3 :
STRATEGI KEBIJAKAN KESEHATAN KERJA DI RUMAH SAKIT

A. ARAH KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN 2015-2019


Arah kebijkan dan strategi pembangunan kesehatan nasional 2015-2019
merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang
Kesehatan (RPJPK) 2005-2025 yang bertujuan meningkatkan kesadaran,
kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat
kesehatan setinggi-tingginya dapat terwujud.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan, strategi
pembangunan kesehatan 2005-2025 adalah :
1. Pembangunan nasional berwawasan kesehatan
2. Pemberdayaan masyarakat dan daerah
3. Pengembangan upaya dan pembiayaan kesehatan
4. Pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan
5. Penanggulangan keadaan darurat kesehatan

Arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan didasarkan pada arah


kebijakan dan strategi nasional sebagaimana tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Dalam RPJMN

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 5


2015-2019, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan
dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan
pelayanan kesehatan.

Arah kebijakan Kementerian Kesehatan mengacu pada 3 (tiga) hal :


1. Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Health Care)
2. Penerapan Pendekatan Keberkelanjutan Pelayanan (Continuum of Care)
3. Intervensi Berbasis Risiko Kesehatan

Upaya Strategi Kementerian Kesehatan


1. Akselerasi pemenuhan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu, anak,
remaja, usia kerja, dan lansia
2. Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat
3. Meningkatkan Pengendalian Penyakit Menular, Penyakit Tidak Menular dan
penyehatan lingkungan
4. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas
5. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas
6. Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas
farmasi dan alat kesehatan
7. Meningkatkan pengawasan obat dan makanan
8. Menguatkan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional bidang Kesehatan
9. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
10. Manajemen dan Pembiayaan Kesehatan
11. Meningkatkan Ketersediaan, Penyebaran dan Kualitas Sumber Daya Manusia
kesehatan
12. Meningkatkan Manajemen, Penelitian, Pengembangan dan Sistem Informasi

B. KEBIJAKAN DAN STRATEGI KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA

KEBIJAKAN
Upaya Kesehatan Kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan
terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan

STRATEGI
1. Pengembangan pelayanan kesehatan kerja primer dan penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
2. Pengembangan Pos UKK sebagai bentuk UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat) pada pekerja
3. Peningkatan kesehatan kelompok pekerja rentan, seperti nelayan, TKI, dan
pekerja perempuan

C. STRATEGI KEBIJAKAN KESEHATAN KERJA DI RUMAH SAKIT


Rumah Sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal, dan
teknologi, namun keberadaan rumah sakit juga memiliki potensi terhadap
timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja, bila rumah sakit tersebut tidak
melaksanakan prosedur K3. Peningkatan upaya kesehatan kerja pada RS
dilakukan melalui penerapan program K3RS. Program K3 di rumah sakit bertujuan
untuk melindungi keselamatan dan kesehatan serta meningkatkan produktifitas
pekerja, melindungi keselamatan pasien, pengunjung, dan masyarakat serta
lingkungan sekitar Rumah Sakit.

6 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Oleh sebab itu perlu didukung melalui KEBIJAKAN sebagai berikut:
 Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan rumah sakit
 Menyediakan Organisasi K3 di Rumah Sakit sesuai dengan Permenkes
Nomor 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah
Sakit
 Melakukan sosialisasi K3 di rumah sakit pada seluruh jajaran rumah sakit
 Membudayakan perilaku K3 di rumah sakit
 Meningkatkan SDM yang profesional dalam bidang K3 di masing-masing unit
kerja di rumah sakit
 Meningkatkan Sistem Informasi K3 di rumah sakit

Dengan adanya Komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun STRATEGI


antara lain:
 Advokasi sosialisasi program K3 RS.
 Menetapkan tujuan yang jelas.
 Organisasi dan penugasan yang jelas.
 Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) profesional di bidang K3 RS
pada setiap unit kerja di lingkungan RS.
 Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak.
 Melakukan kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif
 Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan
pencegahan.
 Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.

POKOK BAHASAN 4
KONSEP K3 DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

A. PENGERTIAN K3 RS
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang disingkat K3RS adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan
bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit.

B. TUJUAN K3RS
Tujuan K3RS mengacu pada tujuan kesehatan kerja secara umum yakni :
(The Joint ILO WHO Committee on Occupational Health)
 Memelihara dan meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat pekerja di
semua lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya baik fisik,
mental, maupun sosial.
 Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan
lingkungan kerjanya
 Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat
membahayakan kesehatan.
 Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan kerja yang sesuai
dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

C. PRINSIP K3RS
Potensi masalah kesehatan yang dapat terjadi pada pekerja meliputi penyakit
menular, penyakit tidak menular, penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 7


Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja,
upaya keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang sangat penting
dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Seorang pekerja dapat terancam
keselamatannya jika berada dalam kondisi tidak sehat dalam bekerja, begitupula
sebaliknya seorang pekerja tidak dapat sehat apabila terdapat dalam kondisi
kerja tidak aman.

Keselamatan kerja mempunyai makna upaya mengurangi dan atau menekan


sejauh mungkin kecelakaan akibat kerja dengan cara mencegah kondisi yang
tidak aman (unsafe condition) dan perilaku yang tidak aman (unsafe act).
Keselamatan kerja berkaitan dengan bahan, alat kerja, mesin, proses, landasan
tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Pendekatan upaya keselamatan kerja berkaitan dengan pencegahan terhadap :
1. Kondisi tidak aman (unsafe condition)
Adalah kondisi fisik di tempat kerja yang berbahaya memungkinkan secara
langsung timbulnya kecelakaan.
2. Perilaku tidak aman (unsafe act)
Adalah faktor perilaku manusia yang dapat menyebabkan terjadinya
kecelakaan kerja yang juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk
pelanggaran terhadap prosedur keselamatan yang telah ditetapkan dimana
memberikan peluang untuk terjadinya kecelakaan kerja.
Sedangkan Kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja,
beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat
tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat sekelilingnya agar
diperoleh produktifitas yang optimal. Upaya kesehatan kerja perlu
memperhatikan 3 (tiga) komponen yang saling berinteraksi yaitu :
1. Kapasitas Kerja
kemampuan bekerja seseorang yang di pengaruhi oleh jenis kelamin, umur,
gizi, status kesehatan, pendidikan dan keterampilan. Kemampuan fisik yang
prima setiap pekerja agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
2. Beban Kerja
Adalah beban fisik dan mental yang harus ditanggung oleh pekerja dalam
melaksanakan tugasnya. Contoh pekerja yang bekerja melebihi waktu kerja
maksimum.
3. Lingkungan Kerja
Adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja. Contoh seorang yang
bekerja di instalasi radiologi, maka lingkungan kerjanya adalah ruangan-
ruangan yang berkaitan dengan proses pekerjaannya di instalasi radiologi.

Prinsip penerapan program K3RS meliputi,


a. Komitmen dan penetapan kebijakan
Dalam melaksanakan K3RS sangat diperlukan komitmen dan penetapan
kebijakan pimpinan dan manajemen RS. Komitmen dan kebijakan pimpinan
RS menjadi acuan semua pihak terkait dalam melaksanakan upaya K3RS.
b. Pengembangan Sistem Manajemen K3RS
Penerapan program K3RS harus dilaksanakan secara terpadu dengan
melibatkan berbagai komponen yang ada di RS. Saat ini pelaksanaan K3RS
dirasakan belum optimal dikarenakan masih banyak RS yang belum
menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dimana
sistem ini merupakan bagian dari manajemen RS.
c. Pembudidayaan perilaku sehat selamat
Perilaku yang sehat dan selamat harus menjadi budaya bagi setiap SDM di
RS, sehingga setiap pekerja dan SDM RS selalu melaksanakan aktifitas

8 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


kerjanya dengan baik tanpa mengindahkan aspek keselamatan dan
kesehatan. Diperlukan sosialisasi K3 pada seluruh jajaran RS baik SDM RS,
pasien maupun pengunjung melalui berbagai media baik leaflet, poster,
banner, audiovisual, dll. Promosi kesehatan dan keselamatan kerja juga perlu
dilakukan terus menerus agar menjadi pemahaman, pembiasaan dan budaya.
d. Pengembangan SDM dalam bidang K3RS
Perkembangan ilmu dan teknologi serta wawasan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja memerlukan updating pengetahuan bagi pekerja dan SDM
RS lainnya. Diperlukan peningkatan kapasitas SDM dalam bentuk pelatihan
umum K3RS, pelatihan internal RS di masing-masing unit, seminar, wokshop
dan pendidikan formal di bidang kedokteran kerja dan K3.
e. Pengembangan pedoman, petunjuk teknis, standar operasional prosedur.
Pelaksanaan K3RS melibatkan banyak pihak sehingga diperlukan pedoman,
petunjuk teknis dan prosedur operasional untuk memastikan sistem berjalan
dengan baik. Dengan adanya pedoman, petunjuk teknis dan standar
operasional prosedur yang di dokumentasikan dengan baik akan
memudahkan evaluasi pelaksanaan program K3RS.

Rumah Sakit melakukan identifikasi serta mencari peraturan perundangan dan


persyaratan lain yang berkaitan dengan penerapan K3RS dengan melakukan
akses langsung kepada instansi yang berwenang secara periodik.
Pelaksanaannya diatur secara rinci dalam prosedur peraturan perundangan dan
persyaratan lainnya yang disusun oleh organisasi/unit yang bertanggung jawab
di bidang K3RS. Peraturan perundangan maupun persyaratan lain yang baru,
jika ada, didistribusikan kepada seluruh unit kerja yang memerlukan untuk
dipahami dan dilaksanakan. Persyaratan pada peraturan perundang-undangan,
standar, pedoman teknis, dan persyaratan lain yang relevan di bidang K3RS
dimasukkan pada prosedur-prosedur dan petunjuk-petunjuk kerja. Undang-
undang, peraturan, standar dan pedoman teknis yang relevan dipelihara pada
tempat yang mudah didapat..

D. RUANG LINGKUP K3RS


Ruang lingkup program K3RS yang harus dilaksanakan berdasarkan Permenkes
no.66 tahun 2017 tentang Standar k3RS, meliputi ;
 Pengembangan kebijakan K3RS
 Pembudayaan perilaku K3RS
 Pengembangan Sumber Daya Manusia K3RS
 Manajemen risiko K3RS
 Keselamatan dan keamanan di rumah sakit
 Pengelolaan pelayanan kesehatan kerja pada SDM RS
 Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) dari aspek keselamatan dan
kesehatan kerja
 Pencegahan dan pengendalian kebakaran
 Pengelolaan prasarana rumah sakit dari aspek keselamatan dan kesehatan
kerja
 Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan kesehatan kerja
 Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana
 Program pendidikan dan pelatihan
 Pengumpulan,pengolahan, dokumentasi data dan pelapoiran kegiatan K3

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 9


POKOK BAHASAN 5
PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3RS

Peraturan perundang yang terkait K3RS antara lain :


1. Undang-Undang Dasar 1945 :
 Pasal 28h. Setiap orang berhak hidup sejahtera, batin dan bertempat tinggal
dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan
 Pasal 34. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan pelayanan umum yang layak
2. Undang Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
3. Undang Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
4. Undang Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, BAB XII .Kesehatan
Kerja, pasal 164 – 166 secara tegas menyatakan ruang lingkup, tugas dan
tanggung jawab pemerintah, pengusaha dan pekerja
 Pasal 165 ayat (1). Kewajiban pengelola tempat kerja melakukan segala
bentuk upaya kesehatan melalui pencegahan, peningkatan, pengobatan dan
pemulihan bagi tenaga kerja
 Pasal 165 ayat (2). Kewajiban pekerja menciptakan dan mnenjaga kesehatan
tempat kerja yang sehat dan mentaati peraturan yang berlaku di tempat kerja
5. Undang Undang no.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit berisi Akreditasi Rumah
Sakit dan syarat fisik rumah sakit
 Pasal 11 ayat (2) menyatakan prasarana Rumah Sakit harus memenuhi
standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja
penyelenggaraan Rumah Sakit
6. Undang Undang No.36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
7. Permenkes No. 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit
8. Kepmenkes No. 1204 tahun 2004 tentang Pesyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit
9. Kepmenkes No. 428/MENKES/SK/XII/2012 tentang Penetapan Lembaga
Independen Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia.

VIII. REFERENSI
1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Permenkes No. 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit
5. Permenkes No.34 tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit
6. Kepmenkes No.428/MENKES/SK/XII/2012 tentang Penetapan Lembaga
Independen Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia .
7. Joint Commission Accreditation Standards for Hospitals 6th Edition
8. Renstra Kemenkes 2015-2019

10 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


MATERI DASAR 2.
STANDAR AKREDITASI RUMAH SAKIT
DAN
IMPLEMENTASI K3RS

I. DISKRIPSI SINGKAT
Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 40 ayat (1);
menyatakan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, Rumah Sakit wajib
dilakukan Akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi Rumah
Sakit telah berlangsung sejak tahun 1995 dengan berbasis pelayanan. Saat ini
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit merupakan standar pelayanan berfokus
pada pasien untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dengan pendekatan
manajemen risiko di Rumah Sakit. Dalam akreditasi RS terdapat Standar yang terkait
dengan pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit agar
pekerja, pasien, pengunjung dan masyarakat sekitar Rumah Sakit terhindar dari
gangguan kesehatan dan kecelakaan akibat keberadaan kegiatan Rumah Sakit. Untuk
itu akreditasi RS dapat mendorong terlaksananya upaya perlindungan kesehatan
pekerja RS melalui penerapan program K3RS. Sehingga diharapkan RS dapat
memahami dan memanfaatkan akreditasi RS sebagai salah satu upaya dalam
peningkatan kesehatan pekerja RS.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti sesi ini peserta memahami standar akreditasi rumah sakit dan
implementasi K3RS sesuai standar akreditasi.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti sesi ini Peserta mampu :
1. Menjelaskan Akreditasi Rumah Sakit.
2. Menjelaskan Standar Akreditasi terkait dengan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) Rumah Sakit.

III. POKOK BAHASAN


1. Akreditasi Rumah Sakit
a. Dasar Peraturan Perundangan Akreditasi Rumah Sakit.
b. Pengertian Akreditasi Rumah Sakit.
c. Tujuan Akreditasi Rumah Sakit.
d. Proses Akreditasi Rumah Sakit.
2. Standar Akreditasi Rumah Sakit terkait K3
a. Standar Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) terkait dengan K3.
b. Standar Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) terkait dengan K3.
c. Standar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkait dengan K3.
d. Standar Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) terkait dengan K3.
e. Standar Kualifikasi Pendidikan Staf (KPS) terkait dengan K3.
f. Standar Manajemen Pengelolaan Obat (MPO) terkait dengan K3.
g. Standar Assesmen Pasien (AP) terkait dengan K3.
h. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS) terkait K3.

IV. METODE
Ceramah dan tanya jawab.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 11


V. MEDIA DAN ALAT BANTU
 Bahan tayang / power point.
 Modul.
 LCD.
 Laptop.
 Whiteboard.
 Spidol.
 Laser pointer.

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
2. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebuntukan nama lengkap, instansi tempat bekerja,
materi yang akan disampaikan.
3. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan. Sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian materi


1. Fasilitator menyampaikan materi dengan power point mulai dari pokok bahasan 1
sampai 5 dengan menggunakan metode ceramah-tanya/jawab.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta mengenai hal-hal yang belum
dipahami terkait materi yang disampaikan.

Langkah 3. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan.
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan.
3. Fasilitator menutup materi dengan mengucapkan terimakasih.

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1
AKREDITASI RUMAH SAKIT

A. DASAR PERATURAN PERUNDANGAN AKREDITASI RUMAH SAKIT


1. Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
Pasal 40 – Akreditasi :
 Dalam upaya peningkatan mutu Rumah Sakit wajib dilaksanakan
Akreditasi secara berkala minimal 3 ( tiga ) tahun sekali.
 Akreditasi Rumah Sakit dilakukan oleh suatu lembaga Independen baik
dari dalam maupun luar negeri berdasarkan Standar Akreditasi yang
berlaku yang ditetapkan oleh Menteri.
2. Permenkes No. 34 tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit
 Akreditasi Rumah Sakit yang adalah pengakuan terhadap mutu
pelayanan Rumah Sakit, setelah dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit
telah memenuhi Standar Akreditasi.
 Standar Akreditasi adalah pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang
harus dipenuhi oleh rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan
dan keselamatan pasien.
3. SK. Menkes No. 407 tahun 2015 tentang Penetapan Lembaga
Independen Pelaksana Akreditasi di Indonesia

12 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


 Lembaga Independen Pelaksana Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia
terdiri atas :
- Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang merupakan lembaga
akreditasi yang berasal dari dalam negeri; dan
- Joint Comission International (JCI) yang merupakan lembaga pelaksana
akreditasi yang berasal dari luar negeri.
 Lembaga Independen Pelaksana Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia
sebagaimana dimaksud pad Diktum Kesatu berkewajiban :
- Melaksanakan akreditasi berdasarkan Standar Akreditasi yang berlaku;
- Menyusun tata laksana penyelenggaraan Akreditasi; dan
 Melaporkan Rumah Sakit yang telah terakreditasi oleh lembaga tersebut
pada Menteri Kesehatan.
4. Keputusan KARS No. 1666/KARS/X/2014 tanggal 01 Oktober tentang
Akreditasi Program Khusus

B. PENGERTIAN AKREDITASI RUMAH SAKIT


Akreditasi RS adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit, setelah
dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah memenuhi Standar Akreditasi.
Standar pelayanan RS adalah semua standar pelayanan yang berlaku di Rumah
Sakit antara lain standar prosedur operasional, standar pelayanan medis, dan
standar asuhan keperawatan. Instrumen akreditasi adalah alat ukur yang dipakai
oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi untuk menilai Rumah Sakit
dalam memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit. Rumah Sakit adalah tempat
dimana ada tenaga kerja, pasien, pengunjung yang semuanya harus dapat
terbebas dari gangguan kesehatan ataupun kecelakaan ketika beraktifitas atau
berada di Rumah Sakit.

Standar Akreditasi Rumah Sakit disusun sebagai upaya untuk meningkatkan mutu
pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit dan juga menjalankan amanah Undang-
undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mewajibkan Rumah
Sakit untuk melaksanakan akreditasi dalam rangka peningkatan mutu pelayanan
di RS minimal dalam waktu 3 (tiga) tahun sekali. Standar Akreditasi Rumah Sakit
dapat dijadikan acuan bagi seluruh Rumah Sakit dalam pelayanan di Rumah Sakit
melalui proses Akreditasi. Dengan meningkatnya mutu pelayanan di Rumah Sakit
diharapkan dapat mengurangi minat masyarakat untuk berobat ke Luar Negeri.

C. TUJUAN AKREDITASI RUMAH SAKIT


Tujuan akreditasi rumah sakit adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit dan keselamatan pasien serta meningkatkan perlindungan bagi pasien,
masyarakat dan sumber daya manusia (petugas RS).

D. PROSES AKREDITASI RUMAH SAKIT


Penyelenggaraan akreditasi meliputi kegiatan ;
a. Persiapan akreditasi,
1) penilaian mandiri (self assesment)
bertujuan untuk mengukur kesiapan dan kemampuan Rumah Sakit untuk
pemenuhan Standar Akreditasi dalam rangka survei Akreditasi dengan
menggunakan instrumen akreditasi.
2) Workshop
bertujuan untuk menunjang pemenuhan standar akreditasi Rumah Sakit.
3) Bimbingan Akreditasi.
bertujuan untuk meningkatkan kinerja dalam mempersiapkan survei
Akreditasi. Bimbingan akreditasi dapat diberikan oleh lembaga independen

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 13


penyelenggara akreditasi dan/atau oleh tenaga pembimbing yang dapat
berasal dari Kementerian Kesehatan atau Rumah Sakit yang telah lulus
akreditasi.
b. Pelaksanaan akreditasi
pelaksanaan akreditasi dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara
akreditasi, meliputi kegiatan:
(a) survei akreditasi
merupakan penilaian untuk mengukur pencapaian dan cara penerapan
standar akreditasi yang dilakukan oleh surveior dari lembaga independen
penyelenggara akreditasi.
(b) penetapan status akreditasi.
dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi
berdasarkan rekomendasi akreditasi dari surveyor.
c. Pasca akreditasi.
dilakukan dalam bentuk survei verifikasi. Survei verifikasi bertujuan untuk
mempertahankan dan/atau meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit
sesuai dengan rekomendasi dari surveior. Rumah Sakit yang telah
mendapatkan penetapan status akreditasi, namun pada saat survei verifikasi
tidak dapat mempertahankan dan/atau meningkatkan mutu pelayanan sesuai
dengan rekomendasi surveior, lembaga independen penyelenggara akreditasi
dapat melakukan pencabutan penetapan status akreditasinya.
Tingkat kelulusan akreditasi RS adalah sebagai berikut:
a. Rumah Sakit Non Pendidikan
- Tidak lulus akreditasi
Rumah sakit tidak lulus akreditasi bila dari 15 bab yang disurvei, semua
mendapat nilai kurang dari 60 %
- Akreditasi tingkat dasar
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar bila dari 15 bab
yang di survei hanya 4 bab yang mendapat nilai minimal 80 % dan 12 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20 %
- Akreditasi tingkat madya
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat madya bila dari 15 bab
yang di survei ada 8 bab yang mendapat nilai minimal 80 % dan 7 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20 %
- Akreditasi tingkat utama
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat utama bila dari 15 bab
yang di survei ada 12 bab yang mendapat nilai minimal 80 % dan 3 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20 %
- Akreditasi tingkat paripurna
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat paripurna bila dari 15
bab yang di survei semua bab mendapat nilai minimal 80 %
b. Rumah Sakit Pendidikan
- Tidak lulus akreditasi
Rumah sakit tidak lulus akreditasi bila dari 16 bab yang di survei
mendapat nilai kurang dari 60
- Akreditasi tingkat dasar
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar bila dari 16 bab
yang di survei hanya 4 bab, dimana salah satu babnya adalah Institusi
pendidikan pelayanan kesehatan, mendapat nilai minimal 80 % dan 12
bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20 %
- Akreditasi tingkat madya
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat madya bila dari 16 bab
yang di survei ada 8 bab, dimana salah satu babnya adalah Institusi

14 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


pendidikan pelayanan kesehatan, mendapat nilai minimal 80 % dan 8 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20 %
- Akreditasi tingkat utama
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat utama bila dari 16 bab
yang di survei ada 12 bab, dimana salah satu babnya adalah Institusi
pendidikan pelayanan kesehatan mendapat nilai minimal 80 % dan 4 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20 %
- Akreditasi tingkat paripurna
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat paripurna bila dari 16
bab yang di survei semua bab mendapat nilai minimal 80 %

POKOK BAHASAN 2
STANDAR AKREDITASI RUMAH SAKIT TERKAIT K3

A. STANDAR MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN (MFK)


Rumah sakit dalam kegiatannya harus menyediakan fasilitas yang aman,
berfungsi dan suportif bagi pasien, keluarga, staf, dan pengunjung. Untuk
mencapai tujuan tersebut fasilitas fisik, peralatan medis, dan peralatan lainnya
harus dikelola secara efektif. Secara khusus, manajemen harus berupaya keras
mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko, mencegah kecelakaan dan
cidera serta memelihara kondisi aman. Manajemen yang efektif melibatkan
multidisiplin dalam perencanaan, pendidikan, dan pemantauan.
Peran manajemen ;
- merencanakan ruangan, peralatan, dan sumber daya yang dibutuhkan
yang aman dan efektif untuk menunjang pelayanan klinis yang diberikan.
- mendidik seluruh staf tentang fasilitas, cara mengurangi risiko, serta
bagaimana memonitor dan melaporkan situasi yang dapat menimbulkan
risiko.
- dapat menggunakan kriteria kinerja untuk mengevaluasi sistem yang
penting dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan.
Standar MFK meliputi ;
a. Kepemimpinan dan Perencanaan
 MFK 1
Memenuhi peraturan perundangan tentang bangunan, perlindungan
kebakaran dan persyaratan pemeriksaan fasilitas, seperti adanya izin-izin
kelaikan.
 MFK 2
Mempunyai manajemen risiko fasilitas dan lingkungan.
 MFK 3
Ada individu atau bentuk organisasi kompeten yang ditugasi melakukan
pengawasan terhadap perencanaan serta pelaksanaan program
manajemen risiko fasilitas dan lingkungan.
b. Keselamatan dan Keamanan
 MFK 4
Mempunyai program pengelolaan keselamatan dan keamanan melalui
penyediaan fasilitas fisik dan menciptakan lingkungan yang aman bagi
pasien, keluarga, pengunjung, dan staf.
 MFK 4.1
Melakukan asesmen risiko prakontruksi (PCRA) pada waktu
merencanakan pembangunan/kontruksi, pembongkaran, atau renovasi.
 MFK 4.2

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 15


Merencanakan dan menyediakan anggaran untuk perbaikan sistem-sistem
penting bangunan atau komponen-komponen lainnya berdasar atas hasil
pemeriksaan fasilitas dan peraturan perundang-undangan serta anggaran
untuk mengurangi risiko sebagai dampak dari renovasi, kontruksi, dan
penghancuran/demolis bangunan.
c. Bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbahnya
 MFK 5
Memiliki regulasi inventarisasi, penanganan, penyimpanan dan
penggunaan, serta pengendalian/pengawasan bahan berbahaya dan
beracun (B3) serta limbahnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
 MFK 5.1
Mempunyai sistem penyimpanan dan pengolahan limbah bahan
berbahaya dan beracun cair dan padat yang benar sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
d. Kesiapan Penanggulangan Bencana
 MFK 6
Mengembangkan dan memelihara program manajemen disaster untuk
menanggapi keadaan disaster serta bencana alam atau lainnya yang
memiliki potensi terjadi dimasyarakat.
 MFK 6.1
Melakukan simulasi penanganan/menanggapi kedaruratan, wabah, dan
bencana.
e. Sistem Proteksi Kebakaran
 MFK 7
Merencanakan dan menerapkan suatu program untuk pencegahan,
penanggulangan bahaya kebakaran, serta penyediaan sarana jalan
keluar yang aman dari fasilitas sebagai respons terhadap kebakaran dan
keadaan darurat lainnya.
 MFK 7.1
Menguji secara berkala rencana proteksi kebakaran dan asap termasuk
semua alat yang terkait dengan deteksi dini dan pemadaman serta
mendokumentasikan hasil ujinya.
 MFK 7.2
Rumah sakit adalah kawasan tanpa rokok dan asap rokok sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
f. Peralatan Medis
 MFK 8
Merencanakan dan mengimplementasikan program untuk pemeriksaan,
uji coba, serta pemeliharaan peralatan medis dan mendokumentasikan
hasilnya.
 MFK 8.1
Memiliki sistem untuk memantau dan bertindak bila ada pemberitahuan
peralatan medis yang berbahaya, re-call, laporan insiden, masalah, dan
kegagalan.
g. Sistem Utilitas
 MFK 9
Menetapkan dan melaksanakan program untuk memastikan semua
sistem utilitas (sistem pendukung) berfungsi efisien dan efektif yang
meliputi pemeriksaan, pemeliharaan, dan perbaikan sistem utilitas.
 MFK 9.1

16 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Melakukan pemeriksaan, pemeliharaan, dan perbaikan sistem utilitas.
 MFK 9.2
Menjamin tersedianya air bersih dan listrik sepanjang waktu serta
menyediakan sumber alternatif persediaan air dan tenaga listrik jika
terjadi terputusnya sistem, kontaminasi, atau kegagalan.
 MFK 9.2.1
Melakukan uji coba/uji beban sumber listrik dan sumber air alternatif.
 MFK 9.3
Melakukan pemeriksaan air bersih dan air limbah secara berkala sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan.
h. Monitoring Program MFK
 MFK 10
Mengumpulkan data dari setiap program manajemen risiko fasilitas dan
lingkungan untuk mendukung rencana mengganti atau meningkatkan
fungsi (upgrade) teknologi medik.
i. Pendidikan Staf
 MFK 11
Menyelenggarakan edukasi, pelatihan, serta tes (ujian) bagi semua staf
tentang peranan mereka dalam menyediakan fasilitas yang aman dan
efektif.
 MFK 11.1
Staf dilatih dan diberi pengetahuan peranan mereka dalam program
rumah sakit untuk proteksi kebakaran, keamanan, dan penanggulangan
bencana.
 MFK 11.2
Staf dilatih untuk menjalankan dan memelihara peralatan medis dan
sistem utilitas.

B. STANDAR SASARAN KESELAMATAN PASIEN (SKP) TERKAIT K3


 Sasaran VI - Mengurangi Risiko Cedera Akibat Terjatuh (SKP 6)
RS harus melaksanakan upaya mengurangi risiko cedera akibat pasien
terjatuh. Banyak cedera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan akibat
pasien jatuh. Berbagai faktor yang meningkatkan riisiko pasien jatuh antara
lain kondisi pasien, lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit dan lain lain.

C. STANDAR PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) YANG


TERKAIT DENGAN K3RS
 Standar PPI. 5
Mempunyai program pencegahan dan pengendalian infeksi dan Kesehatan
Kerja secara menyeluruh untuk mengurangi risiko tertular infeksi yang
berkaitan dengan pelayanan kesehatan pada pasien, staf klinis dan non klinis.
 Standar PPI. 6
Program surveilans RS menggunakan pendekatan berdasarkan risiko dalam
menetapkan fokus program terkait pelayanan kesehatan.
 Standar PPI. 7
Melaksanakan identifikasi prosedur, proses asuhan invasif yang berisiko
infeksi serta menerapkan strategi untuk menurunkan risiko infeksi.
 Standar PPI. 8
Menyediakan APD untuk kewaspadaan dan prosedur yang melindungi pasien
yang mengalami imunitas rendah dari infeksi yang rentan mereka alami.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 17


 Standar PPI. 9
Kebersihan tangan menggunakan sabun dan desinfektan untuk mencegah
dan mengendalikan infeksi.
 Standar PPI. 11
Edukasi tentang pencegahan dan pengendalian infeksi pada staf klinis,
nonklinis, pasien, keluarga dan petugas lain.

D. STANDAR PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN


(PMKP) YANG TERKAIT DENGAN K3RS
 Standar PMKP 9
Menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien baik internal
maupun ekternal.
 Standar PMKP 10
Ada pengukuran dan evaluasi budaya keselamatan pasien.
 Standar PMKP 11
Peningkatan mutu dan keselamatan pasien dicapai dan dipertahankan.
 Standar PMKP 12
Program manajemen risiko berkelanjutan digunakan untuk melakukan
identifikasi dan mengurangi cedera serta risiko lain terhadap keselamatan
pasien dan staf.

E. PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO)


TERKAIT K3
 Standar PKPO 3
Menetapkan tata laksana pengaturan penyimpanan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang baik, benar, serta aman.
 Standar PKPO 3.1
Mengatur tata kelola bahan berbahaya, serta obat narkotika dan psikotropika
yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundangundangan.
 Standar PKPO 3.4
Menetapkan regulasi untuk memastikan obat emergensi yang tersimpan di
dalam maupun di luar unit farmasi tersedia, tersimpan aman, dan dimonitor.
 Standar PKPO 3.5
Rumah sakit memiliki sistem penarikan kembali (recall), pemusnahan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak layak digunakan
karena rusak, mutu substandar, atau kadaluwarsa.

F. KOMPETENSI DAN KEWENANGAN STAF (KKS) TERKAIT K3


 KKS 7
Semua staf klinis dan non klinis diberi orientasi di RS dan unit kerja tempat
staf akan bekerja dan tanggung jawab spesifik pada saat diterima bekerja.
 KKS 8
Setiap staf mengikuti pendidik / pelatihan di dalam atau di luar RS termasuk
pendidikan profesi berkelanjutan untuk mempertahankan / meningkatkan
kompetensi.
 KKS 8.1
Menyelenggarakan pelayanan Kesehatan dan Keselamatan Staf.
 KKS 11
Melaksanakan proses yang seragam untuk melaksanakan evaluasi mutu dan
keselamatan asuhan pasien yang diberikan oleh setiap anggota staf medis.

18 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


G. ASESMEN PASIEN (AP)
 AP 5.1
Menetapkan regulasi bahwa seorang (atau lebih) yang kompeten dan
berwenang, bertanggungjawab mengelola pelayanan laboratorium.
 AP 5.3
Menyusun program manajemen risiko di laboratorium dilaksanakan, dilakukan,
dievaluasi didokumentasikan dan program sejalan dengan program
manajemen risiko fasilitas & program pencegahan dan pengendalian infeksi.
 AP 5.3.1
Menetapkan regulasi bahwa unit laboratorium melaksaakan proses untuk
mengurangi risiko infeksi akibat paparan bahan bahan dan limbah biologis
berbahaya.
 AP 6
Menetapkan regulasi bahwa seorang yang kompeten & berwenang
bertanggungjawab mengelola pelayananan radiodiagnostik, imajing.
 AP 6.3
Menyusun program manajemen risiko di pelayanan radiodiagnostik, imajing &
radiologi intervensional dilaksanakan, dilakukan evaluasi, didokumentasikan &
program sejalan dengan manajemen risiko fasilitas dan program pencegahan
& pengendalian infeksi.

H. TATA KELOLA RUMAH SAKIT (TKRS) TERKAIT K3


 TKRS 5
Direktur RS menetapkan prioritas proses di RS yang akan diukur, program
peningkatan mutu & keselamatan pasien yang akan diterapkan serta
bagaimana mengukur keberhasilan dalam upaya di seluruh RS.
 TKRS 6.1
Kontrak dan perjanjian lainnya dievaluasi sebagai bagian program
peningkatan mutu & keselamatan pasien RS.
 TKRS 7
Direktur RS membuat keputusan terkait pengadaan dan penggunaan sumber
daya dengan mempertimbangkan mutu dan keselamatan.
 TKRS 7.1
Direktur RS mencari, menggunakan data, informasi tentang rantai distribusi
obat serta perbekalan farmasi yang aman untuk melindungi pasien & staf dari
produk yang berasal dari pasar gelap, palsu, terkontaminasi atau cacat.
 TKRS 13
Direktur RS menciptakan & mendukung budaya keselamatan di seluruh RS
area RS sesuai peraturan perundangan.
 TKRS 13.1
Direktur RS melaksanakan, melakukan monitor & mengambil tindakan untuk
memperbaiki program bidang keselamatan di seluruh area.

VIII. PENUTUP
Rumah Sakit adalah tempat layanan kesehatan yang diperlukan masyarakat sehingga
diharapkan dapat memberikan pelayanan yang bermutu dan menciptakan
keselamatan bagi pasien, pekerja, pengunjung serta masyarakat sekitar Rumah Sakit.
Akreditasi RS sesuai dengan Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan Rumah Sakit dengan mematuhi dan
melaksanakan standard yang ditetapkan. Dalam Standar Akreditasi Nasional Rumah
Sakit tercantum standar yang terkait dengan pelaksanaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) yang tercantum dalam beberapa bab.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 19


Diharapkan program K3RS sesuai standar akreditasi dapat dilaksanakan di semua
Rumah Sakit agar pekerja, pasien, pengunjung Rumah Sakit sehat, selamat, aman
dan nyaman.

IX. REFERENSI
- Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
- Undang- Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
- Permenkes No.66 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit.
- Permenkes No. 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit.
- Keputusan Dir.Jen.Bina Upaya Kesehatan No. HK02.04/I/2790/11 tentang Standar
Akreditasi Rumah Sakit yang direvisi menjadi SNARS edisi 1 Tahun 2017.
- SK. Menkes No. 407 Tahun 2015 tentang Penetapan Lembaga Independen
Pelaksana Akreditasi di Indonesia.
- Keputusan KARS No. 1666/KARS/X/2014 tanggal 01 Oktober tentang Akreditasi
Program Khusus.

20 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


MATERI INTI 1.
SISTEM MANAJEMEN K3RS

I. DESKRIPSI SINGKAT
Rumah Sakit termasuk tempat kerja dengan berbagai potensi bahaya yang dapat
menimbulkan dampak keselamatan dan kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di rumah sakit, tapi juga terhadap pasien, pengunjung dan
masyarakat lingkungan sekitar Rumah Sakit. Untuk mewujudkan penyelenggaraan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) lebih efektif, efisien, terpadu
dan berkesinambungan diperlukan suatu penyelenggaraan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Rumah Sakit. Sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit merupakan bagian dari sistem
manajemen rumah sakit secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya rumah sakit yang sehat, aman, dan
nyaman bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit maupun
bagi masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit. Sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja meliputi pemberdayaan sumber daya di Rumah Sakit,
pengembangan sistem manajemen K3 di rumah sakit yang terdiri atas perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, tinjauan manajemen dan perbaikan yang berkelanjutan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami sistem manajemen K3RS

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Melakukan pemberdayaan sumber daya RS
2. Melakukan pengembangan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja di RS

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut:
1. Melakukan Pemberdayaan sumber daya RS
- Identifikasi sumber daya
- Pembentukan organisasi K3RS
2. Pengembangan sistem Manajemen K3 di RS
- Perencanaan
- Pelaksanaan
- Evaluasi
- Tinjauan Manajemen
- Perbaikan berkelanjutan

IV. METODE
Metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
- Tugas baca referensi/ modul
- Ceramah Tanya jawab
- Diskusi kelompok

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


Media dan alat bantu yang digunakan adalah sebagai berikut :
- Bahan tayang / power point

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 21


- Modul
- LCD
- Flipchart
- Laptop
- Whiteboard
- Spidol
- Laser pointer
- Panduan diskusi kelompok
- Contoh kebijakan K3RS
- Contoh organisasi K3RS
- Contoh uraian tugas K3RS

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.

Langkah 1.Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajarn materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian materi


1. Fasilitator menyampaikan materi dengan power point pokok bahasan 1 sampai
pokok bahasan 2.
2. Fasilitator meminta peserta memberikan tanggapan terkait materi pokok bahasan 1
sampai pokok bahasan 2 yang belum dipahami..

Langkah 3. Diskusi kelompok


1. Fasilitator menjelaskan tujuan diskusi dan membagi peserta ke dalam 6 kelompok.
2. Fasilitator meminta setiap kelompok untuk mendiskusikan program K3RS dengan
alokasi 15 menit.
3. Fasilitator meminta wakil kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi masing-
masing kelompok selama 5 menit, peserta yang lain memberikan komentar atau
pertanyaan hal-hal yang dianggap kurang jelas.
4. Fasilitator menyimpulkan hasil latihan dan menutup latihan selama 15 menit.

Langkah 4. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan.
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan dan menutup
materi selama 15 menit.

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1
PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA RUMAH SAKIT

Pemberdayaan sumber daya rumah sakit dalam sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja diperlukan dalam rangka penyelenggaraan K3RS. Pemberdayaan
sumber daya rumah sakit meliputi identifikasi sumber daya yang tersedia saat ini dan
pembentukan organisasi K3RS.

22 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


A. IDENTIFIKASI SUMBER DAYA
Identifikasi sumber daya RS meliputi:
1. Potensi sumber daya manusia
Sumber daya manusia di bidang K3 meliputi:
- SDM rumah sakit yang mempunyai pengetahuan di bidang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3).
- Tenaga medis yaitu Dokter Spesialis Okupasi, Magister Kedokteran Kerja
dan Dokter dengan pelatihan K3/Hiperkes yang akan mengembangkan
klinik kedokteran okupasi bagi pekerja di Rumah Sakit.
- SDM dengan jabatan fungsional K3RS.
- Perawat dengan pelatihan hiperkes/K3.
- Tenaga penunjang dengan pelatihan K3.
2. Sumber dana
- Adanya anggara untuk pembiayaan Program Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3RS).
- Anggaran ditujukan kepada direktur terkait, disetujui dan masuk di
perencanaan rumah sakit.
- Adanya realisasi anggaran K3RS.
- Adanya alokasi dan realisasi anggaran untuk pelaksanaan kegiatan
program K3.
3. Sarana prasarana
- Kesehatan Kerja
 Klinik kesehatan kerja dapat dilaksanakan dalam bentuk klinik pegawai
yang ditujukan untuk SDM di RS
 Instalasi/unit/klinik pemeriksaan kesehatan berkala (Medical Check Up)
untuk karyawan RS dan luar RS
- Keselamatan Kerja
 Alat pelindung diri (sarung tangan, masker, apron, goun isolasi, ear plug,
dll (sesuai tempat kerja)
 Karet anti slip di ram
 Sistem proteksi kebakaran aktif, alat pemadam api ringan (APAR),
hidran, alarm, detector asap
 Sign/simbol kesehatan dan keselamatan kerja.
 Media promosi keselamatan kerja seperti banner, flipchart, dll
- Lingkungan Kerja
 Alat monitoring lingkungan kerja : sound level meter, alat ukur suhu dan
kelembaban udara, luxmeter, dan lain-lain
 Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL)
 Daftar MSDS bahan berbahaya di rumah sakit
 Spill kit untuk pembersihan tumpahan bahan berbahaya.
 Alert/sign/simbul bahan berbahaya
4. Pelaksanaan kegiatan K3 yang ada :
- Adanya program K3 (rincian kegiatan, time table).
Program K3 yaitu sebagai berikut :
 Pengembangan kebijakan K3RS
 Pembudayaan perilaku K3RS
 Pengembangan SDM K3RS
 Pengembangan pedoman, SPO K3RS
 Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
 Pelayanan kesehatan kerja
 Pelayanan keselamatan kerja

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 23


 Pengembangan program pemeliharaan pengeloalaan limbah padat, cair
dan gas
 Pengelolaan jasa, bahan beracun dan berbahaya
 Pengembangan manajemen tanggap darurat
 Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan
K3
 Review program tahunan
- Pelaksanaan kegiatan
Pelaksanaan kegiatan didokumentasikan dengan kerangka acuan, daftar
hadir, materi, dan lain-lain
- Laporan program K3
Laporan program K3 merupakan laporan seluruh kegiatan yang
dilaksanakan pada tahun tersebut. Laporan dilengkapi dengan kendala
yang dihadapi selama pelaksanaan program dan rencana tindak lanjut,
serta disampaikan ke direktur terkait, dan ada bukti tindak lanjut.
- Dokumentasi kegiatan K3
Dokumentasi kegiatan K3 berupa laporan kegiatan, foto, video dan lain-
lain.

B. PEMBENTUKAN ORGANISASI K3RS


Pembentukan organisasi K3RS ditujukan agar lebih terkoordinasi dan efektifnya
penyelenggaraan program K3RS. Dalam rangka pengorganisasian K3RS rumah
sakit wajib membentuk Komite/unit/instalasi K3RS. Organisasi ini terstruktur dan
bertanggungjawab langsung kepada direktur/pimpinan rumah sakit. Struktur
organisasi K3RS sekurang-kurangnya terdiri dari Kepala/ketua, sekretaris,
bidang/koordinator dan jabatan fungsional pembina K3 (jika sudah ada).SDM
K3RS sekurang-kurangnya memiliki kompetensi di bidang K3. Contoh struktur
organisasi K3 terlampir.

POKOK BAHASAN 2
PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN K3 DI RS

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang selanjutnya
disingkat SMK3 Rumah Sakit adalah bagian dari sistem manajemen Rumah Sakit
secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya lingkungan kerja Rumah Sakit yang sehat, aman, selamat dan
nyaman bagi SDM Rumah Sakit, pekerja/buruh, pasien, pengunjung/pengantar orang
sakit maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit.

Tujuan dari penyelenggaraan sistem manajemen K3 (SMK3) rumah sakit untuk :


- Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM rumah
sakit, aman, selamat dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien,
masyarakat, dan lingkungan sekitar rumah sakit, sehingga proses pelayanan
berjalan baik dan lancar.
- Mencegah dan mengurangi kecelakaan akibat kerja (KAK) dan penyakit akibat
kerja (PAK) dengan melibatkan unsur manajemen rumah sakit, SDM rumah sakit,
dan tenaga kerja lainnya.

Penyelenggaraan SMK3 rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan yang tidak


terpisahkan dengan upaya-upaya kegiatan keselamatan pasien (patient safety) dan
penilaian akreditasi.Upaya pengembangan terhadap penyelenggaraan SMK3 rumah
sakit harus dilakukan secara berkelanjutan.Pengembangan SMK3 rumah sakit meliputi

24 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, tinjauan manajemen, dan perbaikan
berkelanjutan.

A. PERENCANAAN K3RS
Perencanaan K3RS dilakukan untuk menghasilkan perencanaan strategi K3RS,
yang diselaraskan dengan sistem manajemen rumah sakit. perencanaan mengacu
pada kebijakan pelaksanaan K3RS yang telah ditetapkan. Dalam menyusun
perencanaan strategi K3RS, berdasarkan:
- Hasil tinjauan awal (identifikasi kondisi yang ada, menilai efisiensi dan
efektifitas sumberdaya yang tersedia).
- Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan upaya pengendalian risiko K3RS.
- Identifikasi potensial bahaya, penilaian dan upaya pengendalian risiko K3RS
berkaitan dengan seluruh operasional rumah sakit dan prosedur/SPOnya
didokumentasi oleh Tim/penanggung jawab K3RS. Berkaitan dengan
identifikasi risiko rumah sakit membuat upaya pengendalian risiko K3RS yang
melibatkan SDM rumah sakit. Pengendalian risiko dilakukan dengan prosedur
(SPO) yang disahkan oleh direktur rumah sakit. Pelaksanaan pengendalian
risiko melibatkan SDM yang kompeten dan pegawai di tiap unit kerja terkait,
agar dapat dilakukan tindak lanjut dari rekomendasi pengendalian risiko di
masing-masing unit kerja di rumah sakit.
- Catatan program K3RS sebelumnya (laporan penyakit dan kecelakaan kerja)
- Peraturan perundang-undangan dan informasi K3RS lain baik dari dalam
maupun luar rumah sakit.
- Sumber daya yang dimiliki.
Perencanaan strategi K3RS meliputi:
1. Program K3RS
Program K3RS terdiri atas,
a. Pengembangan program internal K3RS berkesinambungan dengan
program manajemen risiko.
Ruang lingkup program internal meliputi:
1) Pengembangan regulasi internal K3RS, pedoman, panduan, dan
prosedur/standar prosedur operasional (SPO)
2) Pengembangan SDM K3RS
3) Pengembangan jenis program internal K3RS.
4) Pengembangan sarana, prasarana dan peralatan K3RS
5) Pengembangan pendokumentasian dan pencatatan K3RS
b. Investigasi dan pelaporan PAK/KAK
Data diperoleh dari laporan unit layanan kesehatan kerja dan hasil
pemeriksaan kesehatan berkala, dan data kecelakaan kerja. Pemeriksaan
dan pengkajian insiden KAK dan PAK dilakukan oleh organisasi yang
bertanggungjawab di bidang K3RS dan/atau oleh ahli K3. Pemeriksaan dan
pengkajian PAK dan KAK meliputri sebab, akibat, serta rekomendasi/saran
dan jadwal pelaksanaan tindakan usaha perbaikan, dan disampaikan ke
direktur rumah sakit. harus dibuat prosedur pemeriksaan dan pengkajian
insiden KAK dan PAK.
c. Penyebarluasan informasi K3RS berupa standar, pedoman, prosedur dan
media promosi berupa banner, leaflet dan lain-lain
d. Pelaporan bahaya dan masalah K3RS.
e. Pelaporan sumber bahaya dan penanganan masalah K3 sesuai peraturan
perundan-undangan yang berlaku
f. Audit K3RS
Audit SMK3 di Rumah Sakit harus terjadual dengan baik dan dilaksanakan
dalam rangka untuk memeriksa kesesuaian kegiatan perencanaan dan

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 25


untuk menentukan efektifitas penyelenggaraan SMK3 Rumah Sakit. Audit
SMK3 di Rumah Sakit dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Audit
internal SMK3 di Rumah Sakit dilakukan oleh SDM Rumah Sakit yang
berkompeten, independen di Rumah Sakit dan independen dari kegiatan
yang diaudit, yang ditunjuk oleh pimpinan Rumah Sakit dan dilakukan
paling sedikit satu kali dalam setahun, dalam interval waktu yang tidak lebih
dari dua belas bulan. Audit eksternal SMK3 di Rumah Sakit dapat dilakukan
oleh organisasi profesi terkait dan/atau oleh lembaga audit independen atas
permohonan Rumah Sakit. Contoh: Dinas Damkar, BPLHD dan lain-lain.
Laporan hasil audit SMK3 di Rumah Sakit harus didistribusikan kepada
manajemen Rumah Sakit dan SDM Rumah Sakit yang berkepentingan dan
ditindaklanjuti oleh manajemen penanggung jawab area yang diaudit.
Kekurangan yang ditemukan pada saat audit SMK3 di Rumah Sakit,
diprioritaskan dan dipantau untuk menjamin dilakukannya tindakan
perbaikan dalam penyelenggaraan SMK3 Rumah Sakit
g. Pelayanan kesehatan kerja/klinik kesehatan kerja
Pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan dengan adanya unit layanan
kesehatan kerja (klinik kedokteran okupasi) bagi pegawai rumah sakit.
Klinik kedokteran okupasi wajib dikembangkan oleh Rumah Sakit Umum
kelas A dan B dan Rumah Sakit Khusus kelas A dan B, sedangkan untuk
Rumah Sakit Umum kelas C dan D dan Rumah Sakit Khusus kelas C dapat
membentuk unit layanan kesehatan kerja di Rumah Sakit, sesuai dengan
kondisi kemampuan sumber daya yang dimiliki Rumah Sakit serta
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rumah Sakit
dalam mengembangkan unit layanan kesehatan kerja di Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus didukung oleh sumber daya
manusia di bidang K3, prasarana, dan sarana.
h. Pelayanan kesehatan kerja bagi masyarakat dan kelompok usaha di sekitar
rumah sakit
Pelayanan kesehatan kerja bagi masyarakat di sekitar rumah sakit dapat
berbentuk kegiatan promosi kesehatan kerja, unit layanan pemeriksaan
kesehatan berkala (medical check up) dan lain-lain
2. Penetapan tujuan dan sasaran
Penetapan tujuan perencanaan K3 yaitu :
a. Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM
rumah sakit serta aman, selamat dan sehat bagi pasien, pengunjung/
pengantar pasien, masyarakat, dan lingkungan sekitar rumah sakit,
sehingga proses pelayanan berjalan baik dan lancar.
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan akibat kerja (KAK) dan penyakit
akibat kerja (PAK) dengan melibatkan unsur manajemen rumah sakit, SDM
rumah sakit, dan tenaga kerja lainnya.
Penetapan sasaran perencanaan K3 adalah SDM rumah sakit, pasien,
pengunjung, masyarakat, dan lingkungan sekitar rumah sakit.
3. Penetapan indikator kinerja
Penetapan indikator kinerja K3 dengan kriteria Spesific (S), harus spesifik,
Measurable (M) harus terukur, Achievable (A) target realistis, Relevan (R),
merupakan aspek yang relevan, Time (T), mempunyai target waktu/deadline
yang mengukur keberhasilan pelaksanaan program K3. Contoh : untuk
program keselamatan dan kesehatan kerja : angka kejadian kecelakaan kerja,
angka penyakit akibat kerja, angka absensi dan lain-lain.
4. Penetapan jangka waktu pencapaian

26 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Penetapan jangka waktu pencapaian program K3 dituangkan dalam time table
pelaksanaan kegiatan K3 dalam 1 tahun atau jangka waktu lebih lanjut misal
dalam waktu 5 tahun.
5. Skala prioritas
Skala prioritas ditetapkan dengan urgensi atau kepentingan kegiatan tersebut,
dan dukungan sumber daya yang tersedia.
6. Menyediakan sumber daya
a. Sumber daya berupa SDM di bidang K3
b. Anggaran yang mendukung pelaksanaan program K3.

B. PELAKSANAAN K3RS
Dalam rangka pelaksanaan rencana K3RS disusun manual sistem manajemen K3
rumah sakit terdiri atas kebijakan tujuan, rencana dan prosedur K3 (pedoman,
panduan dan SPO) yang didistribusikan ke seluruh unit kerja dan disosialisasikan
ke seluruh SDM rumah sakit.
Langkah dan Strategi pelaksanaan K3RS meliputi kegiatan :
1. Advokasi ke pimpinan rumah sakit, sosialisasi dan pembudayaan K3RS
2. Menyusun kebijakan K3RS yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit
3. Membentuk atau mengembangkan organisasi K3RS
4. Perencanaan K3 sesuai manajemen risiko K3RS
5. Melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja
6. Menyusun pedoman, panduan dan SPO terkait K3RS yang diperlukan.
7. Melakukan evaluasi pelaksanaan program K3RS
8. Melakukan audit internal program K3RS
9. Mengikuti akreditasi rumah sakit.

C. EVALUASI KINERJA K3RS


Pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS dapat dilakukan dengan cara
pemeriksaan, pengujian, pengukuran, dan audit SMK3 di Rumah Sakit oleh
sumber daya manusia yang kompeten. Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja
K3RS disampaikan kepada pimpinan Rumah Sakit dan dimasukkan dalam laporan
tahunan Rumah Sakit atau waktu yang telah ditentukan. Hasil pemantauan dan
evaluasi kinerja K3RS digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan dalam
penyelenggaraan SMK3 Rumah Sakit.

D. TINJAUAN MANAJEMEN
Direktur Rumah Sakit melalui organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang
K3RS harus meninjau ulang penyelenggaraan SMK3 Rumah Sakit secara berkala,
dicatat, dan didokumentasikan dalam rangka untuk menjamin kesesuaian dan
efektifitas penyelenggaraan SMK3 Rumah Sakit.Pimpinan masing-masing unit
kerja dalam suatu Rumah Sakit wajib bertanggung jawab atas kinerja
penyelenggaraan SMK3 Rumah Sakit pada unit kerjanya.

E. PERBAIKAN BERKELANJUTAN
Perbaikan berkelanjutan dilihat dari capaian indikator pelaksanaan program dari
waktu ke waktu secara berkesinambungan.

VIII. REFERENSI
1. PP No 50/2012 tentang Sistem Manajemen K3
2. Permenkes No. 66 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit
3. OSHA, Hospital e-tool http://www.osha.gov/SLTC/etools/hospital/index.html

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 27


IX. LAMPIRAN
Lampiran 1

PANDUAN DISKUSI KELOMPOK


Tujuan:
Setelah mengikuti diskusi ini, diharapkan peserta dapat mengimplementaskan Sistem
Manajemen K3 di RS masing-masing.

Petunjuk:
a. Peserta dibagi dalam 5 kelompok, @kelompok terdiri dari 6 orang peserta
b. Masing-masing kelompok ditugaskan untuk membuat Sistem Manajemen K3 di
tempat kerja masing- masing yang meliputi:
1. Kebijakan K3
2. Organisasi K3
3. Perencanaan pengembangan SMK3RS
c. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil di depan kelas dan kelompok
lain menanggapi
d. Fasilitator menyimpulkanhasil diskusi kelompok dan menutup diskusi kelom
Waktu: 90 menit

Lampiran 2
Contoh Formulir Program K3RS

PROGRAM KERJA INSTALASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


TAHUN ....
NO PROGRAM RINCIAN WAKTU TARGET PENANGGUNG
KEGIATAN JAWAB

28 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Lampiran 3
Contoh Kebijakan

Contoh :

KEBIJAKAN PELAKSANAAN K3RS


RS........... BERKOMITMEN UNTUK :

1. Melakukan semua kegiatan operasionalnya dengan menjunjung tinggi


nilai-nilai keselamatan, kesehatan dan keamanan sehingga tidak
berdampak negatif bagi SDM Rumah Sakit, pekerja/buruh, pasien,
pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah
Sakit.
2. Memberikan prioritas yang sama antara keselamatan dan kesehatan
kerja dengan aspek operasi lainnya seperti produksi, mutu, dan biaya.
3. Menyediakan lingkungan kerja Rumah Sakit dengan memperhatikan
aspek keselamatan, kesehatan SDM Rumah Sakit, dan keamanan.
4. Melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja SMK3 secara
berkesinambungan.
5. Memastikan bahwa kebijakan pelaksanaan K3RS telah dikomunikasikan,
dimengerti dan dipatuhi oleh seluruh SDM Rumah Sakit dan
pekerja/buruh di lingkungan Rumah Sakit.

Jakarta, Oktober 2017


Dr. Candra, MARS
Dirut RS..........

Lampiran 4
Contoh Organisasi K3

Berikut contoh struktur organisasi K3 :

Kepala/Ketua

Sekretaris

Bidang/koord Bidang/koord Bidang/koord


pengembangan pengembangan pengembangan
program program pelayanan kesehatan
keselamatan kerja kesehatan kerja lingkungan kerja

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 29


Lampiran 5
Contoh Uraian Tugas
1. Kepala Instalasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
a. Menyusun, memutakhirkan dan mengimplementasikan pedoman, kebijakan
dan standar prosedur operasional serta mengumpulkan peraturan perundang-
undangan terkait keselamatan dan kesehatan kerja;
b. Menyusun rencana program kerja, monitoring dan evaluasi, tindak lanjut dan
pelaporan terkait kesehatan dan keselamatan kerja;
c. Melakukan upaya pemenuhan dan pemeliharaan standarisasi keselamatan
dan kesehatan kerja rumah sakit;
d. Menyusun dan melaksanakan upaya teknis dan upaya administratif
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit;
e. Menyusun dan mengevaluasi pelaksanaan manajemen risiko keselamatan
dan kesehatan kerja;
f. Menyampaikan rekomendasi perbaikan kegiatan keselamatan dan kesehatan
kerja rumah sakit;
g. Melakukan koordinasi pelaksanaan kesehatan, keselamatan kerja dengan
unit kerja lain;
h. Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, sosialisasi dan
penyebaran informasi tentang pentingnya peran keselamatan dan kesehatan
kerja SDM, pasien, pengunjung dan tamu rumah sakit;
i. Menyusun rencana anggaran dan biaya pengelolaan keselamatan dan
kesehatan kerja rumah sakit;
j. Melakukan evaluasi, membuat laporan pelaksanaan dan tindak lanjut
kegiatan guna peningkatan program keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Koordinator pengembangan program keselamatan kerja


a. Menyusun, memutakhirkan dan mengimplementasikan pedoman, kebijakan
dan standar prosedur operasional serta peraturan perundang-undangan
terkait keselamatan kerja;
b. Menyusun rencana program kerja, sistem monitoring dan evaluasi, tindak
lanjut dan pelaporan terkait keselamatan kerja;
c. Menyusun rencana anggaran kegiatan keselamatan kerja rumah sakit;
d. Melaksanakan manajemen risiko terkait keselamatan kerja;
e. Melaksanakan pemantauan dan pencatatan kejadian, insiden, cedera dan
kejadian lainnya terkait kecelakaan kerja;
f. Melaksanakan investigasi faktor-faktor bahaya penyebab kejadian
kecelakaan kerja dari unit kerja;
g. Melaksanakan monitoring kelengkapan, kelayakan dan uji fungsi serta audit
fasilitas proteksi kebakaran dan bencana (APAR, Hidran, Alarm, Detector,
Signed/simbol K3 dan sebagainya);
h. Monitoring dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan larangan merokok di
rumah sakit;
i. Melaksanakan monitoring kelengkapan fasilitas proteksi bangunan dan
kebakaran;
j. Melaksanakan monitoring dan penyiapan fasilitas keselamatan dan
keamanan pada kegiatan konstruksi pembangunan/renovasi;
k. Mengkoordinasikan program dan implementasi kewaspadaan bencana rumah
sakit;
l. Mengadakan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, sosialisasi dan penyebaran
informasi tentang pentingnya keselamatan kerja dan kewaspadaan bencana
rumah sakit;

30 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


m. Menyusun pencatatan, evaluasi dan rekomendasi terkait keselamatan kerja
rumah sakit.

3. Koordinator pengembangan program pelayanan kesehatan kerja


a. Menyusun, memutakhirkan dan mengimplementasikan pedoman, kebijakan
dan standar prosedur operasional serta peraturan perundang terkait
kesehatan kerja;
b. Menyusun rencana program kerja, monitoring dan evaluasi, tindak lanjut dan
pelaporan terkait kesehatan kerja;
c. Menyusun rencana anggaran kegiatan kesehatan kerja dan lingkungan kerja
rumah sakit;
d. Berkoordinasi dalam upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif;
e. Melaksanakan surveilans dan manajemen risiko terkait kesehatan kerja dan
lingkungan kerja (Health Risk Assesment);
f. Melaksanakan pemantauan, pencatatan dan pelaporan penyakit akibat kerja
(PAK) ;
g. Melaksanakan investigasi faktor-faktor penyebab kejadian penyakit akibat
kerja (PAK) dari unit kerja;
h. Mengadakan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, sosialisasi dan penyebaran
informasi tentang pentingnya kesehatan kerja;
i. Menyusun pencatatan, evaluasi dan rekomendasi terkait kesehatan kerja.

4. Koordinator pengembangan program lingkungan kerja


a. Menyusun, memutakhirkan dan mengimplementasikan pedoman, kebijakan
dan standar prosedur operasional serta peraturan perundang terkait
lingkungan kerja;
b. Menyusun rencana program kerja, monitoring dan evaluasi, tindak lanjut dan
pelaporan terkait lingkungan kerja;
c. Menyusun rencana anggaran kegiatan lingkungan kerja rumah sakit;
d. Melaksanakan monitoring dan upaya perbaikan terhadap faktor-faktor bahaya
di lingkungan kerja(suhu, bising, pencahayaan dan lain-lain).
e. Melaksanakan monitoring prosedur pengadaan, penanganan dan
pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3) dan SDS-nya.
f. Mengadakan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, sosialisasi dan penyebaran
informasi tentang pentingnya kesehatan kerja;
g. Menyusun pencatatan, evaluasi dan rekomendasi terkait lingkungan kerja.

Lampiran 6

Panduan Observasi Lapangan

Tujuan :
Setelah mengikuti observasi lapangan ini, peserta mampu melakukan pemantauan
pelaksanaan sistem manajemen K3RS

1. Fasilitator menyampaikan tujuan lapangan.


2. Fasilitator menjelaskan lembar kerja yang digunakan saat orientasi lapangan
terkait pelaksanaan sistem manajemen K3RS.
3. Tabel lembar kerja.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 31


Berikan tanda checklist (√) pada kondisi yang ditemukan saat orientasi lapangan

No Kegiatan Kondisi yang ditemukan Keterangan/Rekomendasi


Ada Tidak
1 Kebijakan K3
2 Organisasi K3
3 Program K3
4 Pedoman, SPO
5 Bukti Pelaksanaan
Program (laporan
kegiatan, notulen,
surat)
6 Laporan kegiatan
tahunan

32 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


MATERI INTI 2.
MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
DI RUMAH SAKIT

I. DESKRIPSI SINGKAT
Dengan meningkatnya pemanfaatan Rumah Sakit (RS) sebagai fasilitas pelayanan
kesehatan, penerapan manajemen risiko K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di
RS mutlak harus dilaksanakan. Sumber Daya Manusia (SDM) di RS, pasien dan
pengunjung/pengantar, kontraktor maupun masyarakat sekitar RS perlu mendapatkan
perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja yang disebabkan oleh
proses kegiatan pemberian pelayanan maupun kondisi lingkungan RS. Rumah sakit
dalam kegiatannya harus menciptakan kondisi yang aman, nyaman dan sehat. Untuk
mencapai tujuan ini, diperlukan manajemen risiko K3 secara terintegrasi dan
menyeluruh sehingga risiko Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Kerja dapat
diminimalisir.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu melakukan manajemen risiko K3 di RS

B. Tujuan khusus
Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep manajemen risiko K3 di RS
2. Melakukan manajemen risiko

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut:
1. Konsep manajemen risiko K3 di RS.
- Pengertian
- Tujuan
- Ruang lingkup manajemen risiko K3RS
2. Langkah-langkah manajemen risiko
- Persiapan manajemen risiko
- Identifikasi risiko
- Analisis risiko
- Evaluasi risiko
- Pengendalian risiko

IV. METODE
Metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
 Ceramah dan tanya jawab
 Diskusi kasus
 Observasi Lapangan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


Media dan alat bantu yang digunakan adalah sebagai berikut:
 Bahan tayang
 Modul
 LCD
 Laptop

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 33


 Spidol
 Laser pointer
 Whiteboard/ flipchart dan spidol
 Lembar kasus
 Panduan diskusi kasus
 Panduan observasi lapangan

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.

Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian materi


1. Fasilitator menyampaikan materi dengan power point mulai dari pokok bahasan 1
dan 2 dengan menggunakan metode ceramah-tanya/jawab.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta mengenai hal-hal yang belum
dipahami terkait materi yang disampaikan.
3. Pada pokok bahasan 2, fasilitator memberikan latihan cara mengidentifikasi
bahaya.

Langkah 3. Diskusi Kasus


1. Fasilitator membagi peserta menjadi 4-5 kelompok
2. Fasilitator menjelaskan maksud dan tujuan diskusi
3. Fasilitator membagikan kasus ke setiap kelompok dan memberikan kesempatan
kepada setiap kelompok untuk melakukan diskusi
4. Fasilitator memberi kesempatan kepada perwakilan tiap kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusinya selama 10 menit dan 5 menit proses tanya-
jawab untuk setiap kelompok
5. Fasilitator memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi setiap kelompok

Langkah 4. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1
KONSEP MANAJEMEN RISIKO K3 DI RS.

A. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan risiko, meliputi :
1. Bahaya (hazard), yaitu suatu keadaan/kondisi/peralatan/metode kerja/material
yang dapat mengakibatkan (berpotensi) menimbulkan kerugian baik bagi
keselamatan maupun kesehatan pekerja
2. Risiko, yaitu kemungkinan/peluang suatu hazard menimbulkan dampak pada
keselamatan dan kesehatan, yang bergantung pada:

34 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


a. Pajanan, Frekuensi, Konsekuensi
b. Dose - Response
3. Probabilitas: Kemungkinan terjadi atau tidak terjadinya sesuatu.
4. Konsekuensi: Dampak yang ditimbulkan akibat pajanan bahaya seperti
penyakit akibat kerja, kecelakaan akibat kerja, bahkan kematian
5. Manajemen Risiko: Upaya yang logis dan sistematis dalam mengendalikan
risiko, dan terdiri dari tahapan: persiapan/penetapan konteks, identifikasi,
analisis, evaluasi dan pengendalian risiko, komunikasi dan partisipasi, serta
pemantauan dan telaah ulang

MANAJEMEN RISIKO K3 DI RS
Adalah upaya pengelolaan risiko di lingkungan Rumah Sakit dalam rangka
menurunkan konsekuensi, baik PAK maupun KAK. Manajemen risiko terdiri dari
beberapa tahapan, yaitu persiapan, identifikasi, analisis, evaluasi dan
pengendalian risiko, komunikasi dan partisipasi, serta monitoring risiko.
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam manajemen risiko antara lain :
1. Prelimenary Hazard Analysis (PHA)
Merupakan kegiatan identifikasi bahaya tahap awal (pra desain) yang
menghasilkan daftar sumber bahaya dan risiko yang berhubungan dengan
detail desain lengkap seperti kriteria desain tempat kerja, spesifikasi peralatan,
dan instalasi serta jenis bahan maupun produk, dengan rekomendasi untuk
menghindari dan mengendalikan sumber bahaya dan risiko yang akan terjadi.
2. Hazard and Operability Study (HAZOPS)
Metode untuk meninjau proses atau operasi pada suatu system secara
sistematis, dimana ditentukan apakah penyimpangan yang terjadi dapat
mendorong terjadinya kecelakaan atau kejadian yang tidak diinginkan lainnya.
Biasanya metode ini digunakan di industry.
3. Failure Modes and Effect Analysis
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah pendekatan sistematik untuk
membantu proses pemikiran yang digunakan oleh engineers untuk
mengidentifikasi mode kegagalan potensial dan efeknya. FMEA merupakan
teknik evaluasi tingkat keandalan sebuah sistem untuk menentukan efek
kegagalan dari sistem tersebut. FMEA dapat membantu rumah sakit
menyusun prosedur yang lebih aman dan lebih efisien, dan dapat digunakan
untuk mengevaluasi perubahan dampak potensial dari waktu ke waktu. Jika
analisa akar masalah (root cause analysis) biasanya dilakukan setelah terjadi
insiden (reaktif), FMEA dapat mengidentifikasi potensi kegagalan pada proses
sebelum terjadi (proaktif).
4. Job Safety Analysis
Upaya untuk mempelajari/menganalisa dan serta pencatatan tiap-tiap urutan
langkah kerja suatu pekerjaan, dilanjutkan dengan identifikasi potensi-potensi
bahaya di dalamnya kemudian diselesaikan dengan menentukan upaya
terbaik untuk mengurangi ataupun menghilangkan/ mengendalikan bahaya-
bahaya pada pekerjaan yang dianalisa tersebut.
5. What if
Upaya menentukan kemungkinan hal – hal yang tidak sesuai dari sebuah
proses atau desain yang digunakan. Metode ini menggunakan pertanyaan –
pertanyaan (“bagaimana jika”) untuk menemukan kemungkian
ketidaksesuaian, pertanyaan tersebut dapat didasari oleh pengetahuan dan
pengalaman identifikator.
6. Brainstorming
Upaya untuk mengidentifikasi sumber bahaya yang melibatkan pengetahuan
dan pengalaman semua pihak tanpa ada intervensi, guna menemukan

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 35


informasi yang lebih rinci dan luas. Teknik sederhana ini dapat dilakukan
dengan cara diskusi antara pekerja, koordinator dan petugas K3.
7. Fault tree analysis (FTA)
Merupakan sebuah teknik yang digunakan untuk menghubungkan beberapa
rangkaian kejadian dari sebuah kejadian (top event), teknik ini merupakan
upaya untuk menganalisis penyebab dasar dari sebuah kejadian.
8. Task Risk Assesment (TRA)
Merupakan kajian analisa risiko yang dilakukan sebelum melakukan kegiatan
yang bertujuan untuk mengetahui besarnya potensi bahaya pada kegiatan
tersebut.
Kegiatan yang wajib dilakukan TRA diantaranya sebagai berikut :
- Memiliki potensi bahaya yang tinggi seperti : bekerja pada ketinggian,
pemeliharaan boiler, genset, instalasi pengelolaan limbah.
- Kegiatan yang memilki catatan kecelakaan sebelumnya.
- Pekerjaan yang bersifat baru atau jarang dilakukan.
Langkah untuk melakukan TRA sebagai berikut :
- Menentukan jenis pekerjaan yang akan dianalisa
- Identifikasi jenis aktivitas, material, peralatan dan prosedur kerja pada
pekerjaan tersebut
- Analisa potensi bahaya yang mungkin terjadi dari setiap aktifitas yang
dilakukan serta konsekuensinya.
- Tentukan tingkat risiko untuk masing – masing aktifitas
- Tentukan tindakan pengendalian yang diperlukan
- Tentukan sisa risiko yang ada setelah dilakukan pengendalian
- Evaluasi risiko, jika risiko dapat diterima setelah dilakukan pengendalian
maka pekerjaan dapat dilaksanakan, jika dirasa belum dapat diterima,
maka diperlukan langkah pengendalian lainnya.
9. Check list
Merupakan upaya sederhana untuk mengidentifikasi sumber bahaya ditempat
kerja dengan cara menentukan daftar periksa secara spesifik sesuai dengan
kondisi tempat kerja yang akan diperiksa, teknik ini sebaiknya dilakukan oleh
mereka yang mengenal dengan baik kondisi lingkungan kerja, peralatan yang
digunakan dan prosedur kerja.
10. HIRARC
Rangkaian proses menggambarkan dan mengendalikan bahaya melalui
beberapa tahap diantaranya identifikasi bahaya, penilaian bahaya dan
pengendalian.

Prinsip dasar dalam manajemen risiko K3 dapat menggunakan HIRARC, yang


terdiri dari Hazard Identification, Risk Assessment dan Risk Control yang
merupakan alur berkelanjutan dan dijalankan secara bertahap. Adapun Langkah-
langkah HIRARC adalah sebagai berikut,
1. Hazard identification : identifikasi semua sumber bahaya potensial yang ada di
tempat kerja.
2. Risk Assessment : menilai tingkat risiko timbulnya kecelakaan kerja atau PAK
dari sumber bahaya tersebut.
3. Risk Control atau kontrol terhadap tingkat risiko kecelakaan kerja dan PAK.

Proses HIRARC ini harus terus dievaluasi secara berkesinambungan untuk


memastikan efektivitas dari pengontrolan risiko sumber bahaya. Proses HIRARC
dimulai lagi dari awal apabila terjadi perubahan pada sistem atau pengenalan alat
dengan potensi sumber bahaya baru.

36 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


BAHAYA ( HAZARD) K3 DI RUMAH SAKIT
Berbagai bahaya K3 di Rumah Sakit dapat bersumber dari :
- Fisika ( suhu, kebisingan, getaran, penerangan, radiasi)
- Kimia (antiseptik, gas anestesi, bahan2 kimia lainnya)
- Biologi ( virus, bakteri, jamur)
- Ergonomi (cara kerja, gerakan repetitif, angkat-angkut beban)
- Psikososial (kerja gilir yang kurang istirahat, hubungan antar SDM RS).

Tabel 1. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya risiko di RS antara lain :


Faktor Komponen yang berperan
Organisasi dan Manajemen

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 37


 Struktur organisasi
 Standar dan tujuan kebijakan
 Safety culture
Lingkungan pekerjaan  Kualifikasi staf dan tingkat keahlian
 Beban kerja dan pola shift
 Desain, ketersediaan dan pemeliharaan
alkes
 Dukungan administratif dan manajerial
Tim  Komunikasi verbal
 Komunikasi tulisan
 Supervisi dan pemanduan
 Struktur tim
Individu dan staf  Kemampuan dan ketrampilan
 Motivasi
 Kesehatan mental dan fisik
Penugasan  Desain penugasan dan kejelasan struktur
penugasan
 Ketersediaan dan pemanfaatan prosedur
yang ada
 Ketersediaan dan akurasi hasil tes
Karakteristik pasien  Kondisi ( Keparahan dan kegawatan)
 Bahasa dan komunikasi
 Faktor sosial dan personal

B. TUJUAN
Tujuan manajemen risiko adalah :
1. Menghilangkan atau meminimalisir bahaya potensial di tempat kerja agar
terhindar dari gangguan kesehatan, penyakit akibat kerja dan kecelakaan
kerja
2. Meminimalisasi meluasnya efek yang tidak diinginkan
3. Memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi dengan meminimalkan
kerugian
4. Melaksanakan program manajemen secara efisien
5. Menjadi dasar untuk penyusunan program yang tepat
6. Menciptakan manajemen proaktif

C. RUANG LINGKUP MANAJEMEN RISIKO K3RS


Ruang lingkup manajemen risiko K3RS mencakup identifikasi dan penilaian
bahaya potensial untuk mengetahui seberapa besar risiko yang mungkin terjadi,
tindakan penanganannya serta skala prioritas penanganan yang harus dilakukan.
Dengan demikian dapat dibuat pemetaan semua bagian di RS sehingga diketahui
bagian mana saja yang perlu diwaspadai, kemudian ditetapkan upaya
pengendalian sesuai risiko bahaya potensial yang ada.
Ruang lingkup manajemen risiko K3RS mencakup seluruh proses pelayanan atau
kegiatan yang dilakukan di rumah sakit termasuk kegiatan yang dilakukan oleh
pihak ke 3 seperti kegiatan renovasi atau membangun baru, pemasangan
peralatan/ fasilitas baru, cleaning service, pest control, dll.

38 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


POKOK BAHASAN 2
LANGKAH-LANGKAH MANAJEMEN RISIKO
Manajemen risiko merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari proses organisasi.
Manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang sistematis, terkoordinasi
dan tepat waktu dalam rangka mengendalikan risiko. Tujuan dari manajemen risiko
adalah untuk mengurangi dampak negatif dari suatu risiko. Mengacu kepada AS/NZS
4360 tahun 2004 yang diadopsi ke dalam ISO 31000, proses implementasi
manajemen risiko terdiri atas beberapa aktivitas dan tahapan.

A. PERSIAPAN MANAJEMEN RISIKO


Persiapan manajemen risiko dilakukan untuk menentukan parameter (baik
parameter internal maupun eksternal) yang akan diambil dalam upaya manajemen
risiko, termasuk penentuan ruang lingkup dan kriteria risiko K3 di tempat kerja.
Kegiatan penetapan konteks dalam penilaian risiko K3 ini meliputi:
1. Memahami peraturan perundangan K3 yang berlaku
2. Pembentukan tim pelaksana manajemen risiko K3
3. Penentuan wewenang dan tanggung jawab tim pelaksana manajemen risiko
K3
4. Penentuan ruang lingkup manajemen risiko K3, seperti
 Penentuan semua aktivitas (baik normal, abnormal maupun emergency),
proses, fungsi, proyek, pelayanan dan aset di tempat kerja
 Penentuan jenis bahaya yang akan dikelola, apakah hanya meliputi bahaya
fisik, biologi, kimia, ergonomi, atau psikososial
5. Penentuan metode analisis risiko K3, seperti metode kualitatif atau
semikuantitatif
6. Penentuan waktu pelaksanaan evaluasi risiko K3
7. Pengembangan kriteria/matriks risiko K3
Dalam pengembangan kriteria/matriks risiko K3, faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan antara lain:
 Sifat bahaya dan jenis konsekuensi yang dapat terjadi
 Bagaimana cara menentukan tingkat kemungkinan (likelihood)
 Bagaimana cara menentukan tingkat risiko
 Pada tingkat mana risiko dikategorikan dapat diterima (acceptable atau
tolerable)
 Pada tingkat mana risiko memerlukan pengendalian
 Apakah kombinasi atau risiko yang beragam (multipe risks) harus
diperhitungkan
Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memiliki kebutuhan untuk
mengelola risiko yang sederhana dapat menggunakan metode kualitatif.

B. IDENTIFIKASI RISIKO
Identifikasi risiko adalah upaya untuk mengenali sesuatu atau keadaan atau
bahaya yang berpotensi menimbulkan risiko terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Identifikasi bahaya potensial ini bukan
hanya kegiatan mengenali bahaya potensial itu sendiri tetapi juga mempelajari
karakteristik bahaya potensial secara spesifik dan mengidentifikasi pekerja yang
berisiko sehingga tindakan pengendalian yang tepat dapat ditentukan. Pada
umumnya, risiko dapat disebabkan karena aspek-aspek berikut dan interaksi antar
aspek tersebut, seperti:
- Lingkungan kerja fisik
- Peralatan dan material/bahan yang digunakan
- Proses kerja dan bagaimana proses kerja tersebut dilaksanakan
- Desain pekerjaan dan manajemen

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 39


Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap risiko yang akan dikelola. Identifikasi
harus dilakukan terhadap semua risiko, baik risiko terhadap keselamatan maupun
kesehatan di tempat kerja. Beberapa metode untuk mengidentifikasi atau
mengenali bahaya potensial yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan adalah:
- Melakukan inspeksi unit-unit yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan: dengan
melakukan survei jalan selintas (walk through survey) untuk melakukan
pengamatan terhadap jenis kegiatan, alur kerja, pekerja yang berisiko, metode
atau prosedur kerja, peralatan dan material/bahan yang digunakan, serta
kondisi lingkungan kerja di masing-masing unit kerja.
- Melakukan konsultasi dan diskusi dengan pekerja.
- Melakukan peninjauan ulang terhadap informasi yang ada, seperti peninjauan
ulang terhadap alur kerja, metode atau prosedur kerja, serta peralatan dan
material/bahan yang digunakan di unit kerja.

C. ANALISIS RISIKO
Tujuan dari analisis risiko:
1. Sebagai data awal untuk menilai apakah risiko K3 yang ada di tempat kerja
dapat diterima, atau tidak dapat diterima
2. Sebagai data awal dalam mengambil keputusan guna menyusun program
pengendalian risiko

Dalam melakukan analisis risiko, terdapat berbagai metode penilaian yakni


analisis risiko secara kualitatif dan semi kuantitatif.
1. Analisis Kualitatif
Dalam analisis kualitatif, tingkat risiko dinilai dengan menggunakan skala
deskriptif saja, dengan menggunakan sebuah formulir analisis risiko yang
sederhana namun komprehensif. Risiko dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
kemungkinan terjadinya suatu dampak kesehatan (probability) dan besaran
dampak (keparahan atau consequences). Pengkategorian dampak dan
kemungkinan disajikan pada Tabel dibawah ini. Tingkat Risko merupakan
perkalian dari probability dan consequences.

Tabel 2 Kategori Dampak Kesehatan (keparahan atau consequences).

Dampak Efek pada Pekerja


Kesehatan
Ringan Sakit atau cedera yang hanya membutuhkan P3K dan
tidak terlalu mengganggu proses kerja

Sedang Gangguan kesehatan yang lebih serius dan


membutuhkan penanganan medis, seperti alergi,
dermatitis, Low Back Pain, dan menyebabkan pekerja
absen dari pekerjaannya untuk beberapa hari

Berat Gangguan kesehatan yang sangat serius dan


kemungkinan terjadinya cacat permanen hingga
kematian, contohnya amputasi, kehilangan pendengaran,
pneumoni, keracunan bahan kimia, kanker

40 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Tabel 3 Kategori Probabilitas

Pajanan Deskripsi
Tidak mungkin Tidak terjadi dampak buruk terhadap kesehatan

Mungkin Ada kemungkinan bahwa dampak buruk terhadap


kesehatan tersebut terjadi saat ini

Sangat Mungkin Sangat besar kemungkinan bahwa dampak buruk


terhadap kesehatan terjadi saat ini

Tabel 4 Matriks Pengkajian Risiko

Dampak/keparahan
Risk Matriks
Ringan Sedang Berat
Tidak mungkin Risiko rendah Risiko rendah Risiko sedang
Kemungkinan

Mungkin
Risiko rendah Risiko sedang Risiko tinggi
Sangat
mungkin Risiko sedang Risiko tinggi Risiko tinggi

Sumber: ILO, 2013

Tabel 5 Skala Tingkat Risiko

Tingkat Risiko Deskripsi Pengendalian

Risiko rendah Ada kemungkinan rendah bahwa Prioritas 3


cedera atau gangguan kesehatan
minor terjadi saat ini, dengan
dampak kesehatan yang ringan
hingga sedang
Risiko sedang Konsekuensi atau keparahan dari Prioritas 2
cedera dan gangguan kesehatan
tergolong kategori serius
meskipun probabilitas
kejadiannya rendah
Risiko tinggi Kemungkinan besar terjadi Prioritas 1
gangguan kesehatan dan cedera
yang moderate atau serius atau
bahkan kematian.

Penjelasan tingkat risiko di atas dapat membantu untuk menentukan prioritas


risiko yang harus dikendalikan. Kategori risiko tinggi dan tidak dapat diterima
harus segera dikendalikan. Risiko dengan tingkat sedang juga perlu
diperhatikan terutama jika ada potensi gangguan kesehatan yang menimbulkan
hilangnya hari kerja. Sebaliknya, risiko dengan tingkat rendah tidak menjadi
prioritas untuk dikendalikan, namun apabila terdapat pengendalian yang mudah

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 41


untuk dilakukan dan biayanya rendah, hal tersebut dapat dipertimbangkan
untuk diimplementasikan segera.

2. Analisis Semi Kuantitatif


Dalam analissis semi kuantitatif, skala kualitatif diberi angka numerik. Sebagai
contoh, konsekuensi, kemungkinan dan tingkat risiko di kategorikan ke dalam
skala numerik seperti yang dapat dilihat pada tabel terlampir.

Tabel 6. Kategori Dampak terhadap Keselamatan dan Kesehatan


TINGKAT KATAGORI DAMPAK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
1 Tidak Tidak ada dampak
Signifikan
2 Minor Cedera atau gangguan kesehatan yang membutuhkan
P3K, kerugian materi sedang.
3 Moderat Cedera atau gangguan kesehatan yang membutuhkan
perawatan medis, kerugian materi cukup besar
4 Mayor Cedera dan gangguan kesehatan yang menyebabkan
cacat permanen / kehilangan fungsi tubuh, kerugian
materi besar.
5 Katastropik Menyebabkan kematian atau terjadi secara luas dan
masa, kerugian materi sangat besar.

Tabel 7. Kategori Kemungkinan


TINGKAT KATAGORI
1 Sangat jarang / rare (>5 tahun/ kali)
2 Minor / unlikely (>2-5 tahun / kali)
3 Mungkin / posible ( 1-2 tahun /kali)
4 Sering / Likely (beberapa kali/tahun)
5 Sangat sering / almost certain (tiap minggu/bulan)

Tabel 8. Matriks Risiko


Consequense Dampak
Probability 1 2 3 4 5
1 1 2 3 4 5
Kemungkinan

2 2 4 6 8 10
3 3 6 9 12 15
4 4 8 12 16 20

5 5 10 15 20 25

Tabel 9. Tingkat Risiko


KxD Tingkat risiko Keterangan warna
1–3 Rendah
4–6 Sedang
8 – 12 Bermakna
15 – 25 Tinggi

42 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


D. EVALUASI RISIKO
Evaluasi Risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisis risiko dengan
kriteria risiko untuk menentukan apakah risiko dan atau besarnya dapat di terima
atau di toleransi. Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar.
Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa bahaya dibuat tingkatan
prioritas manajemennya.
Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk ke dalam
kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja
tanpa harus melakukan pengendalian.

Hasil evaluasi risiko diantaranya adalah:


- Gambaran tentang seberapa penting risiko yang ada.
- Gambaran tentang prioritas risiko yang perlu ditanggulangi.
- Gambaran tentang kerugian yang mungkin terjadi baik dalam parameter biaya
ataupun parameter lainnya
- Masukan informasi untuk pertimbangan tahapan pengendalian.

Evaluasi risiko sebaiknya mencakup beberapa elemen sebagai berikut:


1. Inspeksi periodik serta monitoring aspek keselamatan dan higiene industri
2. Wawancara nonformal dengan pekerja
3. Pemeriksaan kesehatan
4. Pengukuran pada area lingkungan kerja (monitoring lingkungan). Standar yang
dipakai di Indonesia adalah Nilai Ambang Batas (NAB) sesuai SNI (Standar
Nasional Indonesia SNI 19-0232-2005) yang merupakan standar faktor bahaya
di tempat kerja sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat
menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan
dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40
jam seminggu.
5. Pengukuran sampel personal

Hasil inspeksi dan pengukuran (baik pada lingkungan kerja maupun personal)
kemudian dibandingkan dengan standar-standar yang berlaku baik nasional atau
internasional, antara lain:
1. NAB ( Nilai Ambang Batas), dapat digunakan untuk :
- Melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk
mencegah dampaknya terhadap kesehatan
- Sebagai kadar standar untuk perbandingan
2. Occupational Safety and Health Administration (OSHA)
- OSHA – PEL (Permissilble Exposure Limit), yaitu konsentrasi maksimum
dari suatu substansi di udara yang diatur oleh OSHA dimana pekerja
mungkin terpajan.
- OSHA – REL (Recommended Exposure Limit), yaitu pajanan maksimum
terhadap bahan kimia atau fisika yang direkomendasikan di tempat kerja.
OSHA – REL dimaksudkan untuk mencegah efek kesehatan pada pekerja.
3. American Conference of Governmental Industrial Hygiensists (ACGIH) –
Threshold Limit Value (TLV)
- TLV – TWA (Time-weighted Average), yaitu rata-rata konsentrasi pajanan
bahaya selama 8 jam kerja/hari. Pajanan lebih dari 8 jam/hari atau lebih dari
40 jam kerja/minggu dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan pekerja.
- TLV – STEL (Short-term Exposure Limit), yaitu konsentrasi pajanan
maksimum yang diperbolehkan dalam waktu 15 menit selama maksimal 4

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 43


kali pada setiap hari kerja. Masing-masing periode pajanan harus berjarak
minimal 60 menit setelah periode pajanan sebelumnya.
- TLV – C (Ceiling), yaitu konsentrasi pajanan substansi bahaya yang tidak
boleh dilewati, walaupun dalam waktu yang singkat.
Sumber: CDC, 1988

Tahapan evaluasi juga meliputi penentuan kategori tingkat risiko K3, apakah
termasuk dalam kategori Dapat Diterima, Moderat, atau Penting.
Kategori tingkat risiko ini penting untuk menentukan prioritas pengendalian risiko
dan jangka waktu pengendaliannya.

Tabel 10 Evaluasi dan Prioritas Pengendalian Risiko


Nilai Kategori Kategori
Prioritas Jangka Waktu
Nilai Tingkat
Pengendalian Pengendalian
Risiko Risiko Risiko
Dapat dikendalikan dengan
prosedur rutin,
1–3 Rendah Prioritas 4
pengendalian paling lama
Low Risk dalam waktu 1 tahun
Membutuhkan pengendalian
dalam waktu 6 bulan,
Moderate memerlukan pihak
4–6 Sedang Prioritas 3
Risk manajemen dan
penjadwalan tindakan
perbaikan secepatnya
Membutuhkan pengendalian
8 – 12 Bermakna Prioritas 2
High Risk dalam waktu 3 bulan
Membutuhkan penanganan
segera atau penghentian
15 – Extremly kegiatan atau keterlibatan
Tinggi Prioritas 1
25 Risk manajemen puncak,
perbaikan Ancaman Sebab
Akibat Peluang (ASAP)

Tabel 11 Kriteria risiko

44 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


E. PENGENDALIAN RISIKO
Pengendalian risiko merupakan tahapan terakhir dalam manajemen risiko. Bila
tingkat risiko belum dapat diterima, maka risiko harus dikendalikan sampai kepada
tingkat risiko yang dapat diterima. Beberapa metode pengendalian dapat
diterapkan, dan dapat dilihat berdasarkan lokasi pengendaliannya, atau
berdasarkan hierarkinya. Berdasarkan lokasinya, pengendalian risiko dapat
dilakukan di sumber, di media antara sumber dan pekerja, ataupun dilakukan pada
pekerja. Metode yang dapat diterapkan berdasarkan lokasi pengendaliannyadapat
dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 12. Metode Pengendalian Bahaya berdasarkan Lokasi Pengendaliannya


Eliminasi
Substitusi
Modifikasi sumber atau proses
Sumber
Automatisasi
Isolasi/containment/enclosure sumber bahaya
Local exhaust ventilation
Ventilasi general/penghawaan dengan jendela
Menjauhi sumber
Media
Jadwal kerja
Cara kerja aman
Pekerja Prosedur kerja
Alat pelindung diri

Berdasarkan hirarkinya, metode pengendalian yang dapat diterapkan sebagai berikut:

Gambar 1 Hierarki Pengendalian

LANGKAH-LANGKAH MANAJEMEN RISIKO


Langkah-langkah untuk proses identifikasi bahaya dan pengendalian risiko adalah :
1. Tentukan jenis pekerjaan/proses/kegiatan
2. Buat potensi bahaya dan risikonya

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 45


misalnya : potensi bahaya tindakan bedah minor  dapat menyebabkan luka
sayat akibat pisau bedah
3. Beri penilaian untuk masing-masing kemungkinan terjadi dan tingkat
keparahannya. Dapat dibuat skala 1 ( low risk) sd 5 ( extreme risk).
misalnya : kemungkinan sangat jarang: nilai =1
keparahan : luka ringan (nilai 1 )
Kemungkinan X keparahan = 1 x 1  low risk
4. Buat pemetaan risiko berdasarkan tingkat keparahan
5. Buat pengendalian risiko sesuai hierarki ( eliminasi, substitusi, rekayasa teknis,
pengendalian administrasi, APD/Alat Pelindung Diri)

Dalam melakukan langkah-langkah tersebut, diperlukan


1. Persiapan manajemen risiko
- Perencanaan : identifikasi bahaya harus dilakukan di semua jenis pekerjaan/
proses/kegiatan, termasuk untuk:
 Bagian dengan potensi bahaya yang tinggi
 Telah ada upaya kontrol namun belum adekuat
 Masukan/Perbaikan Sistem Manajemen K3
- Pemberi Kerja harus menugaskan SDM yang terlatih sebagai
koordinator/memimpin team HIRARC yang beranggotakan SDM RS lainnya.
2. Identifikasi Risiko
- Kelompokkan proses/aktivitas kerja yang kurang lebih serupa
- Dokumen/informasi yang dapat digunakan antara lain :
 catatan/laporan P3K / first aid dan minor injury
 hasil inspeksi tempat kerja
 hasil investigasi kecelakaan kerja (accident and incident investigations).
 masukan dari SDM RS, manajemen, pengawas kesehatan
 program K3 yang telah diterapkan
 hasil evaluasi program K3 yang telah dilakukan
3. Analisis risiko

VIII. REFERENSI
1. WHO, Health Care Worker Safety, 2003
2. NIOSH Guidelines for Protecting the Safety and Health of Health Care Workers,
1998
3. Peraturan Menteri Kesehatan no 66 tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit
4. OSHA, Hospitale toolhttp://wwww.osha.gov/SLTC/etools/hospital/index.htm

46 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


LAMPIRAN

PANDUAN DISKUSI KELOMPOK

Tujuan:
Peserta dapat melakukan identifikasi, analisis risiko K3, dan pengendaliannya

Petunjuk:
1. Peserta dibagi dalam 10 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 orang peserta.
2. Masing-masing kelompok memilih salah satu unit kerja di RS yang akan
dibuatkan matriks risikonya
3. Tentukan ruang lingkup dan formulir yang akan digunakan, identifikasi semua
bahaya yang ada di unit kerja tersebut
4. Diskusikan dengan kelompok, lakukan analisis risiko dengan menentukan tingkat
probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian ditentukan tingkat
risiko yang ada dengan mengalikan kedua variabel tersebut (probabilitas x
konsekuensi)
5. Lakukan penentuan prioritas dari seluruh bahaya yang sudah teridentifikasi dan
diketahui angka atau level risikonya
6. Tentukan program pengendalian risiko yang dibutuhkan
7. Kelompok mempresentasikan hasil latihan yang sudah dikerjakan oleh kelompok
masing-masing

Waktu: 180 menit

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 47


MATERI INTI 3.
PENGELOLAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA
BAGI SUMBER DAYA MANUSIA RUMAH SAKIT

I. DESKRIPSI SINGKAT
Rumah sakit adalah tempat kerja dengan berbagai bahaya yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan maupun kecelakaan kerja bagi sumber daya manusianya (SDM).
Agar dapat tetap bekerja dengan baik dan optimal perlu kesehatan yang prima. Oleh
karena itu diperlukan pelayanan kesehatan bagi SDM RS baik yang sakit maupun
yang sehat yang dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu.Untuk terlaksananya
pelayanan kesehatan kerja bagi SDM RS diperlukan pengelolaan yang benar.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. TujuanPembelajaranUmum:
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan pengelolaan pelayanan
kesehatan kerjapada SDM Rumah Sakit

B. TujuanPembelajaranKhusus:
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan Konsep Pelayanan Kesehatan bagi SDM RS
2. Melakukan pengelolaan pelayanan kesehatan kerja bagi SDM RS

III. POKOK BAHASAN DAN SUBPOKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut:
1. Konsep pelayanan Kesehatan bagi SDM RS
- Pengertian, tujuan, dasar hukum pelayanan kesehatan
- Gangguan kesehatan pada SDM RS
- Jenis Pelayanan Kesehatan Kerja bagi SDM RS
2. Pengelolaan pelayanan kesehatan kerja di RS
- Perencanaan
- Pelaksanaan
- Pemantauan dan evaluasi

IV. METODE
Metode yang digunakan berupa,
- Tugas baca
- Ceramah Tanya Jawab
- Diskusi kelompok
- Observasi lapangan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


Media dan alat bantu yang digunakan berupa,
- Bahan tayang/ Power point
- Modul
- LCD
- Note Book
- Papan Tulis
- Flipchart
- spidol

48 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- laser pointer
- Form Pencatatan dan pelaporan
- Panduan diskusi
- Panduan Observasi Lapangan

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.

Langkah1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian materi


1. Fasilitator menyampaikan materi dengan power point mulai dari pokok bahasan
dengan menggunakan metode ceramah-tanya/jawab.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan
mengenai hal-hal yang belum dipahami terkait materi yang disampaikan.

Langkah 3. Diskusi kelompok


1. Fasilitator membagi peserta menjadi 5 kelompok
2. Fasilitator menjelaskan maksud dan tujuan diskusi
3. Fasilitator membagikan materi diskusi ke setiap kelompok dan memberikan
kesempatan kepada setiap kelompok untuk melakukan diskusi
4. Fasilitator memberi kesempatan kepada perwakilan tiap kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusinya selama 10 menit
5. Fasilitator memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi atau
menanyakan hal-hal yang belum jelas
6. Fasilitator memberikan klarifikasi dan menyimpulkan terkait hasil diskusi setiap
kelompok

Langkah 4. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan
3. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terimakasih

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1
KONSEP PELAYANAN KESEHATAN BAGI SUMBER DAYA MANUSIA
RUMAH SAKIT

A. PENGERTIAN,TUJUAN DAN DASAR HUKUM PELAYANAN


KESEHATAN KERJA

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 49


1. PENGERTIAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA
Pelayanan kesehatan kerja adalah pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan bagi SDM di RS secara paripurna meliputi upaya preventif,
promotif, kuratif dan rehabilitatif dengan tujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap SDM
yang berdampak positif bagi peningkatan produktivitas

2. TUJUAN
a. Melindungi kesehatan SDM RS dari bahaya di tempat kerja (prinsip
perlindungan dan pencegahan)
b. Mengadaptasi pekerjaan dan lingkungan kerjanya terhadap kemampuan
SDM RS (prinsip adaptasi/ergonomik)
c. Meningkatkan kesejahteraan fisik, mental dan sosial SDM RS (prinsip
promosi kesehatan)
d. Meminimalkan konsekuensi bahaya kerja, kecelakaan, cedera dan PAK
(prinsip kuratif dan rehabilitatif)

3. REGULASI
- UUD 45 pasal 28 ayat 1, Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
bathin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan
- UUD 45 pasal 27 ayat 2 tentang Hak warga Negara atas pekerjaan yang
layak
- UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
- UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- UU no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
- UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
- UU No. 36 tahun 2009 pasal 165 tentang Kesehatan Kerja
- PP no 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Kecelakaan
Kerja dan Jaminan Kematian
- PP No 70 tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan
Kematian bagi ASN
- Keppres no 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat
Hubungan Kerja
- Permenaker 01 tahun 1982 tentang kewajiban lapor Kecelakaan Kerja
dan Penyakit Akibat Kerja
- Permenkes No. 58 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Penyakit Akibat Kerja
- Permenkes No. 66 tahun 2016 tentang K3 Rumah Sakit
- Permenkes No 56 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Penyakit Akibat Kerja

B. GANGGUAN KESEHATAN PADA SDM RS


SDM rumah sakit dapat mengalami gangguan kesehatan baik penyakit akibat
kerja dan kecelakaan kerja maupun penyakit menular dan penyakit tidak menular
yang berakibat penurunan produktivitas kerja

1. KONSEP SEHAT-SAKIT
a. Menurut Teori Trias Epidemiologi (John Bordon)
Konsep dasar terjadinya gangguan kesehatan/penyakit dalam segitiga
epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat yaitu proses interaksi
dari 3 faktor yaitu host (tuan rumah/pejamu), agent (agen / faktor

50 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


penyebab) dan environment (lingkungan). Penyakit terjadi karena
ketidakseimbangan antara ketiga komponen tersebut yang dikenal
dengan model “Trias Epidemiologi” (John Bordon)

Host (tuan rumah/pejamu)


Adalah manusia atau makhluk hidup lainnya yang menjadi tempat
terjadinya proses alamiah perkembangan penyakit

Host dalam hal ini adalah SDM rumah sakit


Faktor yang mempengaruhi kerentanan, respon terhadap agen antara
lain:
- Usia, jenis kelamin, suku/ras
- Bentuk anatomis tubuh
- Fungsi fisiologi (kehamilan, kelelahan, dll)
- Status kesehatan termasuk satus gizi
- Status psikologi (kondisi mental)
- Perilaku (perilaku hidup sehat, perilaku dalam bekerja, dll)

Agen (faktor penyebab)


Adalah suatu unsur organisme hidup atau kuman infektif yang
menyebabkan terjadinya suatu penyakit (bakteri, virus, jamur, parasit,
insektisida), bahan-bahan kimia (alkohol, merkuri, formaldehid, gas-gas
anestesi, ethylen oxide,saflon,cairan pembersih, obat kemoterapi dll )

Environment (Lingkungan)
Adalah faktor dari luar individu yang berupa lingkungan fisik, biologi,
sosial

b. Menurut Teori Determinan Penyebab Masalah Kesehatan (Hendrik L


Blum)
Kondisi sehat secara holistik tidak hanya sehat secara fisik, melainkan
juga sehat secara spiritual dan sosial. Untuk menciptakan kondisi sehat
diperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh.
Ada 4 (empat) faktor utama yang mempengaruhi derajat keseharan
masyarakat , yang merupakan faktor determinan timbulnya masalah
kesehatan yaitu:
- Faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya)
- Faktor perilaku/ gaya hidup (life style)
- Faktor pelayanan kesehatan (kualitas, cakupan, akses)
- Faktor genetik (keturunan)
Diantara keempat faktor tersebut yang paling besar pengaruhnya
terhadap status kesehatan pekerja adalah faktor lingkungan kerja disusul
dengan faktor perilaku kerja.

c. Menurut Teori Kesehatan Pekerja (Kemkes RI) bahwa gangguan


kesehatan terjadi akibat ketidakserasian antara kapasitas kerja, beban
kerja dan lingkungan kerjanya

Kapasitas kerja
Adalah kemampuan bekerja sesorang yang dipengaruhi oleh jenis
kelamin, umur, gizi, status kesehatan, pendidikan , ketrampilan.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 51


Beban kerja
Adalah beban yang diterima SDM untuk menyelesaikan pekerjaannya,
baik beban fisik seperti mengangkat, menarik, mendorong dan lain-lain
maupun beban mental.

Lingkungan kerja
Adalah lingkungan disekitar tempat kerja SDM yang dapat menjadi beban
tambahan, seperti bising, suhu panas, radiasi, debu, alat kerja yang tidak
sesuai ukuran tubuh,meja kerja yang terlalu tinggi/rendah, dan lain-lain.

2. KECELAKAAN AKIBAT KERJA (KAK)


a. PENGERTIAN
- Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan
kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah
menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan
oleh lingkungan kerja. (PP no 44 tahun 2015)
- Hinze, 1997 : kecelakaan kerja adalah sesuatu yang tidak terencana,
tidak terkendali, dan tidak diinginkan yang mengacaukan fungsi-fungsi
normal dari seseorang dan dapat mengakibatkan luka pada
seseorang.
- As/NZS 4801 : 2001., kecelakaan adalah semua kejadian yang tidak
direncanakan yang menyebabkan atau berpotensial terjadinya cidera,
kesakitan, kerusakan atau kerugian lainnya.
- OHSAS 18001:2007 menyatakan bahwa kecelakaan kerja
didefinisikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan
yang dapat menyebabkan cidera atau kesakitan, kejadian kematian,
atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian.
- Rowislon dalam Endroyo, 2007. Kejadian yang tidak terencana,
unsafe condition terkontrol yang dapat menyebabkan atau
mengakibatkan luka-luka pada SDM, kerusakan pada peralatan dan
kerugian lainnya.
- Menurut PP 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program
Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan
yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau
sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja

b. TEORI TERJADINYA KECELAKAAN (OSHA)


Menurut OSHA terdapat beberapa teori untuk terjadinya kecelakaan
kerja, antara lain
- Teori Dua Faktor (Two Factor Theory) : kecelakaan disebabkan oleh
kondisi berbahaya (unsafe condition) dan tindakan atau perbuatan
yang berbahaya (unsafe act)
- Teori Kebetulan (Pure Chance Theory) : kecelakaan yang terjadi
secara kebetulan, tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwa
- Teori kecenderungan kecelakaan (Accident Prone Theory) : pada
SDM tertentu lebih sering mengalami kecelakaan karena sifat-sifat
pribadinya yang cenderung mengalami kecelakaan

c. KECELAKAAN KERJA YANG DAPAT TERJADI DI RUMAH SAKIT


Jenis kecelakaan kerja yang biasanya terjadi di RS antara lain:
- Tertusuk jarum suntik

52 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Teriris oleh karena penggunaan pisau, membuka ampul obat dan
penggunaan benda tajam lainnya.
- Tertimpa benda saat mengangkat benda berat
- Tertimpa pasien saat mengangkat/ memindahkan pasien
- Terkena tumpahan bahan kimia
- Terkena darah dan cairan tubuh pasien
- Tersengat listrik
- Terpeleset, tersandung, terjatuh
- Terjepit oleh benda
- Terkena ledakan
- Terbentur
- Terhirup gas akibat adanya kebocoran
- Terkena benda panas
- Terbakar dll

3. PENYAKIT AKIBAT KERJA


a. PENGERTIAN
Secara khusus penyakit akibat kerja (Occupational Disease) adalah
penyakit yang diderita pekerja yang diakibatkan oleh penyebab yang
spesifik berasal dari kondisi tempat kerja, peralatan kerja, bahan kerja,
cara kerja, lingkungan kerja atau mempunyai asosiasi kuat dengan
pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang
sudah diakui. Sedangkan penyakit terkait kerja adalah penyakit yang
mempunyai beberapa agen penyebab dengan faktor pekerjaan dan atau
lingkungan kerja memegang peranan bersama dengan faktor risiko
lainnya.

Berdasarkan definisi join commitee ILO-WHO dan Permenkes No.56


tahun 2016 tentang penyelenggaraan pelayanan penyakit akibat kerja
dinyatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja termasuk penyakit
terkait kerja. Jenis PAK berdasarkan agen dan pekerjaannya sesuai
dengan International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems on Occupational Health (ICD-10 OH). Dalam Keputusan
Presiden no 22 tahun 1993 dicantumkan 31 kelompok penyakit akibat
hubungan kerja yang harus dilaporkan.

b. GANGGUAN KESEHATAN AKIBAT FAKTOR RISIKO DI RS


Faktor risiko/bahaya potensial di rumah sakit dapat menyebabkan
gangguan kesehatan yang berpengaruh terhadap SDM RS dalam
melaksanakan pekerjaannya meliputi faktor fisik, faktor kimia, faktor
biologi, faktor fisiologi (ergonomi) dan psikososial.

FAKTOR FISIK DI RUMAH SAKIT DAN GANGGUAN KESEHATAN


- Suhu panas, antara lain terdapat di dapur, ruang generator, ruang
CSSD dapat menimbulkan gangguan :
 Biang keringat (miliaria rubra)
 Kejang panas (heat cramp)
 Kelelahan panas (heat exhaustion)
 Sengatan panas (heat stroke)
- Suhu dingin, antara lain terdapat di ruang OK, ICU,ICCU,HCU dapat
menimbulkan gangguan :
 Pilek karena suhu dingin (Rhinitis)

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 53


 Baal/Kesemutan (Neuropati sensoris perifer)

- Bising, antara lain terdapat di ruang generator, ruang gas medis dan
dapur dapat menimbulkan :
 Gangguan pendengaran (Tuli syaraf akibat bising)
 Gangguan konsentrasi

- Radiasi
1) Radiasi pengion yang terdapat di bagian radiologi, ruang ESWL,
ruang cath lab dapat menimbulkan :
 Gangguan kesehatan akut : gangguan sistem saraf pusat,
gangguan pencernaan, gangguan sistem hemopoetik dan
kesuburan, katarak
 Gangguan kesehatan kronis : gangguan pada pembentukan sel
darah putih , kanker, kerusakan genetik
2) Radiasi non pengion
- Gelombang elektromagnetik di pekerja kantor seperti pada
penggunaan komputer dapat menyebabkan kelelahan pada
mata (Computer Vision Syndrome)
- Sinar inframerah dibagian kedokteran fisik dan rehabilitasi dapat
menimbulkan katarak

- Vibrasi/getaran misalnya getaran mesin generator dan getaran alat


bor gigi dapat menyebabkan gangguan pada sistem vaskuler dan
saraf tepi atara lain Sindroma Raynaud (white fingers atau deaf
fingers)

- Penerangan yang kurang dapat menyebabkan kelelahan mata dan


kecelakaan kerja

FAKTOR BIOLOGI DI RUMAH SAKIT DAN GANGGUAN KESEHATAN


- SDM dapat tertular bakteri atau virus dari pasien atau pengunjung
seperti penyakit TBC, Influenza, Difteri dll
- SDM dapat tertular tertular Virus HIV dan Hepatitis B dan C akibat
tertusuk jarum
- Tinea pedis pada petugas di dapur dan laundry.

FAKTOR KIMIA DI RUMAH SAKIT DAN GANGGUAN KESEHATAN


Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, uap logam, gas, larutan,
kabut, partikel nano dan lain-lain dapat menyebabkan gangguan
kesehatan antara lain :
- Gas anestesi dapat menyebabkan abortus pada SDM wanita
- Debu menyebabkan gangguan pernafasan antara lain rhinitis dan
bronkhitis
- Ethylene oxide dapat menyebabkan terjadinya abortus pada SDM
wanita
- Formaldehyde yang digunakan di laboratorium, penyimpanan jenasah
dan ruang hemodialisa dapat menyebabkan iritasi mata, gangguan
penghindu, gangguan SSP
- Penggunaan sarung tangan latex dapat terjadi dermatitis kontak
alergika
- Cairan pembersih menyebabkan dermatitis kontak iritan

54 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


FAKTOR ERGONOMI DI RUMAH SAKIT DAN GANGGUAN
KESEHATAN
Faktor risiko ergonomi yang dapat menyebabkan GOTRAK (Gangguan
Otot Tulang Rangka) pada SDM RS antara lain:
1). Postur kerja tidak alamiah/janggal (akward posture)
2). Aktivitas/gerakan otot berulang (repetitive motion)
3). Kerja otot yang berlebihan (excessive force)
4). Postur kerja statis (static posture)
5). Getaran (vibration)
6). Kondisi tempat kerja yang dingin
7). Stress kerja

Masalah kesehatan (GOTRAK) akibat faktor risiko tersebut diatas dapat


terjadi; tergantung dari frekuensi, intensitas, durasi kegiatan dan kondisi
individu SDM RS saat melaksanakan kegiatan tersebut.

FAKTOR PSIKOSOSIAL DI RUMAH SAKIT DAN GANGGUAN


KESEHATAN
Beban kerja kualitatif dan kuantitatif, organisasi kerja, kerja monoton,
hubungan interpersonal, kerja shift, lokasi kerja dan lain-lain dapat
menyebabkan stress, anxiety, burn out, depresi

C. PELAYANAN KESEHATAN KERJA BAGI SDM RUMAH SAKIT


Pelayanan kesehatan kerja minimum di RS meliputi:
1. Penilaian kebutuhan program kesehatan kerja di RS
Penilaian dilakukan dengan melakukan surveilan lingkungan kerja meliputi
identifikasi, analisis, penilaian risiko bahaya kesehatan dan pengendalian
berdasar rangking bahaya yang paling berisiko di RS. Surveilans harus
mencakup penilaian terhadap :
- Faktor biologi, kimia, fisik, ergonomi dan psikososial
- Kondisi sanitasi dan hygiene lingkungan RS
- Risiko kecelakaan
- Penilaian terhadap keamanan alat kedokteran dan alat kesehatan serta
APD SDM RS

2. Tindakan pencegahan dan pengendalian di lingkungan kerja sesuai temuan


a. Melakukan komunikasi hasil penilaian kebutuhan program kesehatan kerja
di RS kepada manajemen RS dan perwakilan setiap unit/instalasi/bagian
di RS
b. Melakukan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan hasil komunikasi
dengan manajemen RS dan perwakilan setiap unit/instalasi/bagian di RS
c. Membuat pedoman pengendalian bahaya potensial dilingkungan kerja

3. Kegiatan pencegahan penyakit yang ditujukan pada SDM


a. Penilaian dan pengawasan status kesehatan SDM dengan MCU
(prakerja, berkala, khusus, sebelum penempatan di tempat baru, akhir
kerja)
b. Penyesuaian pekerjaan sesuai hasil MCU
c. Pendidikan dan pelatihan cara kerja yang benar sesuai dengan uraian
tugas SDM RS tersebut
d. Imunisasi sesuai dengan risiko pekerjaan SDM RS

4. Kegiatan pengobatan SDM RS (P3K, diagnosis PAK, rehabilitasi)

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 55


a. Menyediakan sarana, prasarana dan pelatihan P3K (Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan) dan P3P (Pertolongan Pertama Pada Penyakit) di
setiap unit/instalasi/bagian
b. Menyediakan layanan kesehatan bagi SDM RS yang sakit (poliklinik
pegawai)
c. Menyediakan layanan rehabilitasi dini untuk mencegah kecacatan yang
dapat dihindari dan layanan program kembali bekerja

5. Evaluasi statistik dan tindak lanjutnya


a. Membuat dan menyimpan rekam medis dan laporan penanganan
kecelakaan kerja
b. Memantau efektifitas tindakan pencegahan dan pengendalian risiko
bahaya di RS

POKOK BAHASAN 2
PENGELOLAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA

A. PERENCANAAN (P1)
Perencanaan adalah suatu proses untuk merumuskan:
1. Masalah-masalah yang ada
2. Menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia (sarana, prasarana,
SDM, sistem pembiayaan)
3. Menentukan tujuan program
4. Menentukan strategi, kebijaksanaan, program-program, prosedur, metode,
sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan

B. PELAKSANAAN (P2)
Pelaksanaan kegiatan pelayanan sesuai dengan program-program yang telah
ditentukan, antara lain :

1. PROGRAM PENINGKATAN KESEHATAN


Kegiatan dalam upaya meningkatkan status kesehatan SDM RS antara lain :
- Pemenuhan gizi kerja dan ASI di Rumah Sakit, meliputi :
 Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi (extra
fooding) bagi petugas yang bekerja di area berisiko tinggi serta
petugas yang dinas bergilir (sore, malam dan diluar hari kerja atau
libur), juga pemberian makanan selingan sesuai dengan kebutuhan
(jenis pekerjaan dan risiko yang dihadapi).
 Pengelolaan kantin bersih, sehat dan selamat / hygiene sanitasi.
 Pemeriksaan kesehatan penjamah makanan/hygiene perorangan.
 Pemantauan status gizi dan konseling gizi.
 Tempat Penitipan Anak (TPA).
 Pengelolaan ASI di Rumah Sakit (penyediaan Ruang ASI, Pemberian
Makanan Tambahan-PMT, Konseling dan Komunikasi Informasi
Edukasi-KIE tentang ASI).
− Pelaksanaan program kebugaran jasmani (pengukuran kebugaran
jasmani dan latihan fisik terprogram), senam kesehatan dan rekreasi
termasuk penyediaan fasilitas dan waktu untuk olahraga secara rutin
− Konseling tentang diit atau program penurunan berat badan, bahaya
merokok dll
− Memberikan kondisi lingkungan kerja yang aman dan nyaman
− Pembinaan mental/rohani

56 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


2. PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT DAN PENGENDALIAN TERHADAP
PAJANAN /POTENSI BAHAYA DI RS UNTUK SDM
Kegiatan untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja maupun penyakit
umum dan kecelakaan kerja, antara lain
− Mengendalikan bahaya potensial di lingkungan kerja meliputi pengendalian
sumber bahaya, ventilasi, pengendalian debu, tindakan ergonomis,
pemakaian APD dan pengaturan suhu
−Perlindungan spesifik dengan pemberian imunisasi pada SDM Rumah Sakit
dan pekerja yang bekerja pada area/tempat kerja yang berisiko dan
berbahaya (antara lain; typhus, hepatitis, influenza).
− Membuat dan mensosialisaikan standar prosedur operasional (SPO) untuk
setiap kegiatan
− Mensosialisasikan bahaya potensial yang ada di masing-masing tempat kerja
− Pengelolaan limbah medis dengan benar

3. PROGRAM PEMERIKSAAN KESEHATAN


Pengawasan kesehatan SDM RS dilakukan melalui berbagai jenis
pemeriksaan kesehatan dengan tujuan untuk menilai kesesuaian SDM RS
melakukan pekerjaan tertentu, gangguan kesehatan terkait paparan agen
berbahaya dalam proses kerja dan identifikasi kasus PAK. Berikut adalah jenis
pemeriksaan kesehatan bagi SDM RS :
− Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja
Dilakukan pemeriksaan fisik lengkap, test kesegaran jasmani, Rontgen
foto paru-paru, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan lain sesuai
bahaya potensial yang akan dihadapi terhadap calon yang akan bekerja
di RS.
− Pemeriksaan Kesehatan Berkala
Pemeriksaan kesehatan berkala terhadap SDM RS yang telah bekerja
meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru,
laboratorium rutin dan pemeriksaan lain yang diperlukan sesuai bahaya
potensial yang dihadapi dalam bekerja. Dilakukan setidaknya setahun
sekali.
− Pemeriksaan kesehatan khusus sesuai dengan bahaya potensial
Dilakukan pada SDM RS yang mengalami kecelakaan kerja (tertusuk
jarum) atau penyakit yang membutuhkan perawatan lebih dari 2 minggu,
atau diduga mengalami gangguan kesehatan tertentu yg memerlukan
pemeriksaan khusus sesuai kebutuhan dan pada SDM dengan bahaya
potensial/faktor risiko tertentu juga pemeriksaan pada SDM wanita diatas
40 tahun dilakukan pemeriksaan pap smear dan mammography
− Pemeriksaan kesehatan akhir bekerja/pensiun
Pemeriksaan kesehatan dilakukaan pada SDM yang berakhir masa
kerjanya/pensiun atau akhir kerja disuatu bagian dan pindah tugas ke
bagian lain dengan kondisi potensi bahaya yang berbeda.

4. PROGRAM PENGOBATAN DAN REHABILITASI UNTUK SDM


Pelayanan yang diberikan kepada SDM yang telah mengalami gangguan
kesehatan :
a. Penatalaksanaan dan pengobatan pada SDM baik penyakit akibat kerja
maupun penyakit menular dan tidak menular serta penanganan SDM yang
cedera akibat kecelakaan kerja termasuk penyediaan fasilitas P3K di
ruangan juga manajemen profilaksis paska pajanan benda tajam infeksius
pada SDM RS (Permenkes no 27 tahun 2017 tentang PPI RS):

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 57


Vaksinasi
dengan Status infeksi sumber pajanan
respon
antibodi dari
petugas HbsAg(+) HbsAg(-) Tidak diketahui
kesehatan

1 dos HBIG + seri Seri vaksinasi Seri vaksinasi


Belum vaksinasi hepatitis B hepatitis B hepatitis B
divaksinasi Sumber pajanan
berisiko tinggi  obati
seperti HbsAg(+)

Pernah divaksinasi

Diketahui
sebagai Tidak perlu PPP Tidak perlu PPP Tidak perlu PPP
responder

Diketahui 1 dos HBIg + ulangan Tidak perlu PPP Sumber pajanan


sebagai non seri vaksinasi hepatitis berisiko tinggi  obati
responder B atau 2 dois HBIg seperti HbsAg(+)

Tidak Anti HBs terpajan Tidak perlu PPP Anti HBs terpajan
diketahui  Cukup : tidak  Cukup : idak perlu
status perlu PPP PPP
antibodinya  Tidak cukup : 1  Tidak cukup : 1
dosis HBIg + dosis HBIg +
vaksin booster vaksin booster

Catatan: HB Ig (Hepatitis B Immunoglobulin) harus diberikan dalam 24 jam pertama


pasca paparan
Bila HbsAg (+) pada pasca paparan  bukan akibat luka tusuk saat ini.

Pajanan Sumber tidak Sumber Sumber Regimen


diketahui Positif Positif Risiko
Tinggi

Kulit utuh Tidak perlu PPP Tidak Perlu Tidak perlu


PPP PPP

Mukosa Pertimbangkan Berikan Berikan AZT 300mg


/kulit regimen 2 obat regimen 2 obat regimen 2 obat 3TC 150mg/12
tidak jam x 28 hari
utuh
Tusukan Berikan regimen 2 Berikan Berikan
beda obat regimen 2 obat regimen 3 obat AZT 300mg
tajam 3TC 150mg/
solid lop/r 400/ 100/
Tusukan Berikan regimen 2 Berikan Berikan 12 jam x 28 hari
benda obat regimen 2 obat regimen 3 obat
tajam
berongga

58 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


b. Melakukan rujukan kasus penyakit
Bagi kasus penyakit tertentu bila diperlukan dapat dirujuk ke
dokter spesialis tertentu untuk memastikan diagnosis klinis dan
atau ke dokter spesialis kedokteran okupasi untuk memastikan
diagnosis penyakit akibat kerja.
Untuk melakukan diagnosis PAK dilakuakan oleh dokter yang
berkompeten. Penentuan diagnosis PAK dilakukan dengan 7
(tujuh) langkah diagnosis Penyakit Akibat Kerja, yaitu
Langkah 1 : Menentukan diagnosis klinis.
Dapat dilakukan oleh dokter, atau dokter spesialis terkait bila
diperlukan
Langkah 2 : Menentukan pajanan yang dialami individu dalam
pekerjaannya ( identifikasi semua pajanan).
Langkah 3 : Menentukan apakah ada hubungan pajanan dengan
penyakit yang dialami, berdasarkan hasil penelitian epidemiologis
( evidence based), referensi, penelitian awal.
Langkah 4 : Menentukan apakah pajanan yang dialami cukup
untuk dapat menimbulkan penyakit . Dapat dilakukan secara
kualitatif dari anamnesis, atau kuantitatif dengan melakukan
pengukuran lingkungan kerja kemudian dikaitkan dengan NAB (
Nilai Ambang Batas). Pemakaian APD ( Alat Pelindung Diri) perlu
juga dinilai apakah dapat mengurangi pajanan atau tidak, yaitu bila
jenis APD sesuai, dipakai secara benar dan konsisten.
Langkah 5 : Menentukan apakah ada faktor-faktor individu yang
berperan, misalnya : riwayat atopi/alergi, riwayat penyakit
keluarga, higene perorangan.
Langkah 6 : Menentukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan,
yaitu pajanan lain yang juga dapat menyebabkan penyakit yang
sama, namun bukan merupakan faktor pekerjaan. Misalnya:
kebiasaan merokok, pajanan yang dialami di rumah, hobi.
Langkah 7 : Menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
Dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih, sedangkan rujukan
tertinggi adalah dokter spesialis kedokteran okupasi.

Dalam menentukan diagnosis klinis terdapat keraguan, konsul


kepada dokter spesialis terkait, bila dalam mendiagnosis PAK
terdapat keraguan, konsul kepada dokter spesialis okupasi.Untuk
membantu menegakkan diagnosis bila diperlukan pemeriksaan
lingkungan kerja dapat merujuk ke laboratorium lingkungan.

Pernyataan tentang PAK untuk kompensasi SDM RS, proposal


tindakan pencegahan PAK di tempat kerja dan pemberitahuan
PAK kepada pihak yang berwenang.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 59


Adapun alur rujukan sbb:

Pekerja/SDM RS

Sakit
Anamnesis &
pemeriksaan
.Konsul Spesialis
Klinik terkait ( sesuai
Ragu
Diagnosis klinis penyakitnya : mata,
THT, paru, dll)
.

Ragu -Konsul Spesialis


Diagnosis okupasi Kedokteran Okupasi
- Pemeriksaan
Lingkungan, monitoring
biologis,dll
Penatalaksanaan
kasus
Ragu

Penatalksanaan Penatalaksanaan
klinis/medis okupasi

75

c. Program rehabilitasi SDM RS meliputi :


 rehabilitasi medis
 rehabilitasi pekerjaan
pelaksanaan program pendampingan kembali bekerja (return to work)
bagi SDM Rumah Sakit yang mengalami keterbatasan setelah
mengalami sakit lebih dari 2 minggu/KAK/PAK, yang memerlukan
rehabilitasi medik dan/atau rehabilitasi okupasi/kerja

5. Program surveilans kesehatan kerja


Surveilans adalah pengamatan yang dilakukan secara terus menerus
(sistematis dan berkelanjutan) terhadap masalah kesehatan tertentu dengan
segala aspeknya, melalui pengumpulan data, pengolahan, analisa dan
interpretasi data, penyebar luasan informasi pada orang-orang yang
berkepentingan sehingga dapat digunakan untuk pencegahan dan
pengendalian masalah kesehatan tersebut.

Komponen surveilans kesehatan kerja :


a. Surveilans Kesehatan SDM (medis)
- Mengumpulkan data melalui kegiatan pengobatan baik emergensi
maupun non emergensi, penyakit umum maupun penyakit akibat kerja
dan kecelakaan kerja, kegiatan pemeriksaan kesehatan dan survei
survei tentang penyakit terkait SDM
- Data yang dikumpulkan dianalisis dan di interpretasikan serta
dikorelasikan dengan hasil survei lingkungan
b. Surveilans Kesehatan Lingkungan Kerja
Pemantauan dan evaluasi lingkungan kerja untuk identifikasi paparan
berbahaya dan kondisi lainnya, identifikasi SDM RS yang terpapar dan
penilaian tingkat paparan berbagai kelompok SDM RS
c. Surveilans Biomonitoring
- Melakukan pengukuran kadar toksikan dan atau metabolitnya dalam
sampel biologik SDM (kadar, efek dan kualitas toksikan)

60 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Kegiatan surveilans meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis
data, interpretasi data, disseminasi informasi, keluaran dan target. Surveilans
kesehatan kerja dilaksanakan dengan penelusuran atas semua sumber data
kesehatan , antara lain :
 Data demografi karyawan RS
 Data pajanan di tempat kerja
 Data hasil pemeriksaan kesehatan karyawan
 Data hasil pelayanan baik rawat jalan maupun rawat inap
 Data medical absenteeism
 Data kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja
 Rekam medis
 Sumber data kesehatan lainnya
Informasi survei kesehatan dan lingkungan kerja serta data lain yang relevan
digunakan untuk penilaian risiko termasuk untuk identifikasi bahaya
kesehatan kerja, identifikasi SDM RS yang terpapar bahan spesifik, analisis
bahaya yang dapat mempengaruhi SDM RS, identifikasi individu dan
kelompok dengan kerentanan khusus, evaluasi tindakan pencegahan dan
pengendalian bahaya yang ada, membuat kesimpulan dan rekomendasi
untuk pengelolaan dan pengendalian risiko, mendokumentasikan
temuanpenilaian, peninjauan ulang berkala dan penilaian ulang risiko serta
pendokumentasian hasil penilaian risiko.

C. PEMANTAUAN DAN EVALUASI


Dalam manajemen terdapat fungsi Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
(P3) yang berkaitan erat dengan fungsi yang lain, khususnya fungsi
perencanaan. P3 dilaksanakan untuk menjamin semua kegiatan program
berjalan sesuai dengan yang rencana yang telah ditentukan
P3 bertujuan untuk :
- Mencegah terjadinya penyimpangan.
- Mendeteksi adanya penyimpangan.
- Meluruskan/ mengatasi penyimpangan.
- Pembinaan
Pembinaan antara lain dapat dilakukan dengan pelatiihan, penyuluhan,
bimbingan teknis, temu konsultasi dan lain-lain.
- Menilai hasil kegiatan dibandingkan dengan standar kinerja
Proses P3 paling sedikit ada 5 tahapan :
1. Penetapan standar pelaksanaan
2. Penentuan pengukuran standar pelaksanaan kegiatan
3. Pengukuran hasil kinerja nyata.
4. Pembandingan hasil kinerja dengan standar dan melakukan analisis
penyimpangan
5. Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan.

Dari pengertian pengawasan, pengendalian dan penilaian mempunyai makna


dan esensi yang sama dengan proses pemantauan (pengawasan) dan evaluasi
(penilaian dan pelaporan keberhasilan) suatu kegiatan dan program dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi, adanya penetapan standar, tolok ukur dan
kriteria, perbandingan hasil kinerja dengan standar dan adanya pengambilan
tindakan korektif bila diperlukan.

Menurut Sutedja (2005), metode pengawasan terdiri atas pengawasan langsung


(observasi), wawancara (laporan lisan), laporan tertulis (formulir SPO, data
statistik, dll)

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 61


Pengawasan pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja di RS dibedakan 2 (dua)
macam :
- Pengawasan internal yang dilakukan oleh pimpinan langsung RS tersebut
- Pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Dinas
Kesehatan setempat sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

1. PEMANTAUAN
Pemantauan atau monitoring adalah proses pengumpulan dan analisis
informasi (berdasarkan indikator yang ditetapkan) secara sistimatis dan
kontinu tentang kegiatan pelayanan, sehingga dapat dilakukan tindakan
koreksi untuk penyempurnaan program.

Prinsip pemantauan
- Dilaksanakan secara terus menerus
- Harus menjadi umpan balik bagi perbaikan kegiatan program
- Harus memberi manfaat baik terhadap organisasi maupun pengguna
- Berorientasi pada peraturan yang berlaku
- Harus obyektif
- Berorientasi pada tujuan program
- Dapat memotivasi untuk mencapai prestasi

Tujuan pemantauan
- Mengkaji apakah kegiatan pelayanan yang dilaksanakan telah sesuai
dengan rencana
- Mengidentifikasi masalah yang timbul, agar langsung dapat diatasi
- Melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan
sudah tepat untuk mencapai tujuan
- Mengetahui ukuran kemajuan
- Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah tanpa
menyimpang dari tujuan

2. EVALUASI
Evaluasi .adalah aktivitas yang sistimatis dan kontinue untuk menilai
pencapaian tujuan dan pengungkapkan masalah kinerja untuk memberikan
umpan balik bagi peningkatan kualitas pelayanan.

Tujuan evaluasi
- Mendapatkan informasi tentang pengelolaan, keluaran, manfaat, dampak
dari program yang sudah dilaksanakan
- Sebagai umpan balik bagi pengambilan keputusan dalam rangka
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian program
selanjutnya

Sebagai bahan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi adalah data dari
kegiatan pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan kesehatan kerja yang


diselenggarakan secara manual dan/atau menggunakan sistem informasi
manajemen kesehatan yang ada di rumah sakit.

PENCATATAN
Kegiatan pencatatan meliputi hal-hal sebagai berikut :

62 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Data sumber daya yang ada
- Data sasaran yang ada
- Data kegiatan pelayanan kesehatan kerja
- Data kunjungan SDM di klinik
- Data pajanan pekerjaan yang disurvei, dideteksi, diukur dan dinilai risikonya
- Data rekam medis
- Data PAK, KAK, penyakit umum
- Dokumen proposal tindakan pencegahan dan pengendalian
- Dan lain-lain

LAPORAN
Beberapa hal yang harus dilaporkan antara lain :
- Laporan hasil kegiatan pelayanan kesehatan kerja
 Penyuluhan kesehatan yang dilakukan
 Kegiatan konseling
 Pemeriksaan lingkungan kerja
 Kegiatan manajemen risiko, dll

- Laporan terjadinya KAK ke tim K3RS dalam waktu 24 jam yang berisi tentang:
 Data pribadi, nama, umur, jenis kelamin, unit kerja
 Rincian kejadian, tempat dan waktu kejadian
 Jenis kejadian
 Akibat kejadian
 Kronologis kejadian
 Tindakan yang dilakukan

- Laporan PAK , KAK dan penyakit bukan PAK


 Jumlah pasien (SDM) yang berobat
 Jumlah SDM yang menderita PAK
 Jumlah SDM yang menderita penyakit bukan PAK (penyakit menular dan
tidak menular)
 Jumlah SDM yang mengalami cedera akibat kecelakaan kerja
 PAK terbanyak
 Penyakit bukan PAK terbanyak
 Jenis kecelakaan kerja yang terbanyak
 Bagian RS yang paling banyak SDM mengalami PAK/KAK

Alur pelaporan
Laporan dibuat oleh pelaksana kegiatan dan dilaporkan ke Tim K3 RS,
kemudian diteruskan ke Direksi terkait. Dan bagian SDM. Untuk kecelakaan
kerja, misalnya tertusuk jarum, perlu koordinasi dengan komite PPI dan Pokja
HIV.

Analisa laporan
Laporan dianalisa untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat untuk
perencanaan kegiatan dan upaya perbaikan.

VIII. REFERENSI
1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Permenkes No. 56 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit
Akibat Kerja

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 63


4. Permenkes No 66 tahun 2016 tentang K3 Rumah Sakit
5. Permenkes No.27 tahun 2017 tentang Pedoman pengendalian Infeksi di
Fasyankes
6. Keputusan Presiden nomor 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena
hubungan kerja
7. Kepmenkes no 1758 tahun 2003 Standar Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar.
8. NIOSH, Guidelines for Protecting the Safety and Health of Health Care Workers,
1998
9. M.Fais Satrianegara. Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta
2010
10. Ratminto dan Atik Septi Winarsih. Manajemen Pelayanan. Yokyakarta . 2005
11. Depkes RI. 2007. Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja. Pengantar
Penyakit Akibat Kerja
12. Depkes Ri 2009. Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Pekerja
13. Depkes RI 2009. Pedoman Surveilans Kesehatan Kerja

64 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


LAMPIRAN
Lampiran 1. (sesuai Permenkes No. 27 tahun 2017)
ALUR PENATALAKSANAAN SETELAH TERPAJAN BENDA TAJAM ATAU
JARUM

Pajanan benda tajam dan jarum

Desinfeksi dengan alkohol 70%

Cuci dengan sabun desinfektan dan air mengalir


selama 1 menit

Lapor KaRu/ Pj Shift Penanganan di IGD oleh dr jaga IGD

Lapor pada K3 dan PPI Isi formulir pajanan terhadap


benda tajam dan jarum

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 65


Lampiran 2.

ALUR TERTUSUK JARUM DAN TERPAJAN CAIRAN TUBUH

Pegawai Terpajan-P3K-IGD

KaRu/KaIns/Ka Unit membuat laporan rangkap


4: IGD,Komite PPI,Komite K3,Instalasi/Unit
Kerja/Ruangan

Dokter IGD: Anamnesis,Konseling dan Terapi,


Skrining Cek Lab HBSAg dan HIV

Pengisian form kejadian tertusuk jarum dan terpajan cairan tubuh:


pelaporan 2x24 jam ; lab rapid test HIV dan Elisa: 0 bulan, 3 bulan dan 6
bulan sedang Lab HBSAg dan AntiHBSAg 0,6 bulan

66 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit hal 67

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 67


Lampiran 3.
Contoh alur pelayanan di unit pelayanan kesehatan kerja bagi SDM di RS

Pasien

Pendaftaran

POLI KESEHATAN PEGAWAI

Dokter umum Dokter Spesialis


(Poli Susp. PAK
Terapi Rujuk Okupasi
Pegawai)

Anamnesis Okupasi,
Pemeriksaan fisik dan
penunjang
Rujuk Poli
Pemeriksaan
spesialis lain
Penunjang
/ IGD 7 langkah diagnosis okupasi

Diagnosis PAK/Non PAK

Penilaian Fit to work

Penilaian:
-Return to work Tatalaksana dan
-Kecacatan kerja dan Rekomendasi
kompensasi
-Surveilans Medis

SURAT
KETERANGAN

68 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Lampiran 4.

PANDUAN DISKUSI KELOMPOK

Tujuan:
Peserta mampu mengidentifikasi masalah kesehatan pada SDM di RS dan
menentukan jenis pelayanan yang dibutuhkan

Petunjuk:
1. Peserta dibagi dalam 5 kelompok, @kelompok terdiri dari 6 orang peserta.
2. Masing-masing kelompok ditugaskan untuk mendiskusikan:
a. Faktor risiko yang ada di RS
b. Penyakit yang sering dialami
c. Rencana pelayanan yang akan diberikan
3. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil di depan kelas dan kelompok
lain menanggapi
4. Fasilitator menyimpulkanhasil diskusi kelompok dan menutup diskusi kelompok

Waktu : 90 menit

Lampiran 5

PANDUAN OBSERVASI LAPANGAN

Tujuan
Dalam observasi lapangan peserta mampu melihat langsung pengelolaan
pelayanan di rumah sakit yang yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam
mengelola pelayanan kesehatankerja di masing-masing RS

- Fasilitator menjelaskan tujuan dari observasi lapangan


- Fasiliator membagi kelompok sesuai dengan lokasi observasi lapangan
Hak-hal yang diobservasi :
 Organisasi dalam pelayanan kesehatan kerja
 Fasilitas dan sumber daya untuk pelayanan kesehatan kerja
 Kegiatan pelayanan kesehatan kerja
 Pencatatan pelaporan
 Masalah-masalah yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan kerja
- Setiap kelompok mendiskusikan hasil observasi lapangan
- Hasil observasi lapangan dipresentasikan dengan waktu masing-masing
kelompok 15 menit
- Tanya jawab selama 15 menit
- Fasilitator merangkum hasil presentasi dan diskusi

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 69


MATERI INTI 4.
PENGELOLAAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN KERJA
DI RUMAH SAKIT

I. DESKRIPSI SINGKAT
Pelaksanaan K3 menjadi semakin penting dan mutlak di dunia kerja, termasuk rumah
sakit. Setiap orang berhak mendapatkan kehidupan yang layak. Kecelakaan kerja
harus dicegah, status kesehatan dan kapasitas kerja dipertahankan dan ditingkatkan
untuk menuju kondisi sehat, selamat dan produktif. Rumah sakit dalam kegiatannya
menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi dan supportif bagi pasien, keluarga, staf
dan pengunjung. Untuk mencapai tujuan ini, fasilitas fisik, medis dan peralatan lainnya
dan orang harus dikelola secara elektif. Secara khusus rumah sakit harus berusaha
untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko, mencegah kecelakaan dan
cidera dan memelihara kondisi aman. Untuk keamanan, di sisi lain mengacu pada
kegiatan melindungi properti rumah sakit dan pasien, keluarga, pengunjung dan staf
dari bahaya. Pencegahan dan perencanaan sangat penting untuk menciptakan
fasilitas perawatan pasien yang aman. Keselamatan mengacu kepada kegiatan untuk
memastikan bahwa tidak menimbulkan risiko fisik untuk pasien, keluarga, staf, dan
pengunjung. Perencanaan yang efektif membutuhkan kesadaran semua pihak di
rumah sakit akan risiko yang ada dalam fasilitas tersebut. Tujuannya adalah
mencegah kecelakaan dan cedera; menjaga kondisi yang aman dan aman untuk
pasien, keluarga, staf dan pengunjung; dan mengurangi serta mengendalikan bahaya
dan risikonya. Dan ini juga penting digunakan selama periode konstruksi atau
renovasi.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan pengelolaan Keselamatan
dan Keamanan Kerja di Rumah Sakit

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan Konsep Keselamatan Kerja pada Petugas RS
2. Menjelaskan Konsep Keamanan Kerja pada Petugas RS
3. Melakukan pengelolaan Program Keselamatan dan Kemanan RS

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut:
1. Konsep Keselamatan Kerja pada SDM RS
- Pengertian Keselamatan Kerja
- Ruang lingkup
- Upaya Pengendalian dan Pencegahan Kecelakaan Kerja
- Sepuluh unsur keselamatan

2. Konsep Keamanan Kerja pada SDM RS


- Pengertian keamanan kerja
- Ruang Lingkup
- Upaya Pengendalian dan Pencegahan Kejadian Tidak Aman
3. Pengelolaan program keselamatan dan keamanan kerja RS

70 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Identifikasi daerah berisiko keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit
melalui grading
- Upaya pencegahan kejadian keselamatan dan keamanan RS
- Diklat Keselamatan dan Keamanan RS
- Laporan dan Evaluasi secara periodik

IV. METODE
- Ceramah tanya jawab
- Diskusi kelompok

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


- Bahan tayang / power point
- Modul
- LCD
- Laptop
- Whiteboard
- Spidol
- Laser pointer
- Alat Pelindung Diri (APD)
- Spuit, Safety Box
- Panduan diskusi kelompok
- Lembar kasus

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.

Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 2. Penyampaian materi
1. Fasilitator menyampaikan materi menggunakan bahan tayang sesuai urutan pokok
bahasan
2. Fasilitator menampilkan contoh contoh aplikasi Keselamatan Kerja dan contoh alat
pelindung diri
3. Fasilitator mendemonstrasikan pemakaian alat pelindung diri yang benar di setiap
area yang berbeda, penempatan pasien yang benar/memindahkan pasien yang
benar dan pencegahan kecelakaan dan mencegah cedera.
Langkah 3. Diskusi kelompok
1. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok
2. Tiap kelompok mendiskusikan tugas yang diberikan fasilitator
3. Tiap kelopok mempresentasikan hasil diskusi
4. Fasilitator memberi kesempatan pada kelompok lain untuk menanggapi/ bertanya
5. Fasilitator memberikan klarifikasi dan menyimpulkan terkait hasil diskusi
Langkah 4. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan
3. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terimakasih

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 71


VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1
KONSEP KESELAMATAN KERJA PADA SDM RS

A. PENGERTIAN
1. Keselamatan
Adalah suatu tingkatan keadaan tertentu dimana gedung, halaman/ground dan
peralatan rumah sakit tidak menimbulkan bahaya bagi pasien, staf dan
pengunjung. Keselamatan merupakan kondisi/situasi selamat dalam
melaksanakan aktivitas/kegiatan tertentu. Menurut Standar Akreditasi Rumah
Sakit yang dimaksud dengan keselamatan adalah keadaan tertentu karena
gedung, lantai, halaman, dan peralatan rumah sakit tidak menimbulkan bahaya
atau risiko bagi pasien, staf, dan pengunjung. Keamanan adalah perlindungan
terhadap kehilangan, pengrusakan dan kerusakan, atau penggunaan akses
oleh mereka yang tidak berwenang. RS wajib memastikan bahwa bangunan,
peralatan dan sistem yang digunakan tidak penimbulkan bahaya bagi
masyarakat/ orang orang yang berada di RS seperti karyawan, pasien dan
pengunjung dan vendor. Rumah sakit mempunyai program pengelolaan
keselamatan dan keamanan melalui penyediaan fasilitas fisik dan menciptakan
lingkungan yang aman bagi pasien, keluarga,pengunjung dan staf termasuk
sejak prakontruksi (PCRA) pada waktu merencanakan
pembangunan/kontruksi, pembongkaran atau renovasi.

2. Keselamatan kerja
Adalah kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik bagi pekerjanya,
perusahaan maupun masyarakat serta terhindar dari kecelakaan. Upaya yang
dilakukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan, kerusakan dan segala
bentuk kerugian baik terhadap manusia maupun yang berhubungan dengan
peralatan, obyek kerja, tempat kerja, dan lingkungan kerja secara langsung
dan tidak langsung. (Permenkes No. 66 tahun 2016)

Tujuan dari keselamatan kerja :


1. Menciptakan kondisi kerja yang aman/selamat
2. Mengendalikan dan mencegah kerugian

Goal profesi keselamatan kerja :


1. Menurunkan kejadian kecelakaan di tempat kerja
2. Menurunkan biaya akibat kecelakaan kerja
3. Menciptakan lingkungan yang aman

Fungsi profesi keselamatan kerja


1. Identifikasi permasalahan keselamatan kerja
2. Mengembangkan upaya pengendalian dan pencegahan kerugian
3. Mensosialisasikan/ mengkomunikasikan upaya tersebut
4. Melakukan penilaian efektivitas program untuk mendapatkan umpan balik

B. RUANG LINGKUP :
1. IDENTIFIKASI RISIKO
- Identifikasi risiko adalah proses menemukan, mengenal, dan
mendeskripsikan risiko (ISO 31000:2009).
- Identifikasi risiko, untuk mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam
lingkungan rumah sakit, dengan metode Identifikasi Potensi Bahya, Penilaian

72 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Risiko dan Pengendaliannya, Hazard Vulnerability Assessment ( HVA ) dan
Computer Fire Safety Evaluasi System ( CFSES ). Dengan Berbagai metode
ini dapat diketahui seberapa besar risiko yang mungkin terjadi, seberapa
besar ketidaksesuaian maupun tindakan penanganannya. Selain itu dapat
direncanakan prioritas penanganan yang harus dilakukan (skala prioritas).
Metode dapat diketahui dengan analisa HVA atau Identifikasi Potensi Bahaya,
Penilaian Risiko dan Pengendaliannya (terlampir).
- Identifikasi risiko dapat terkait dengan faktor somatik, lingkungan kerja (fisika,
kimia, biologi, perilaku, ergonomi dan pengorganisasian pekerjaan dan
budaya kerja. Baik berupa aktifitas maupun proses serta lokasi dan peralatan
kerja. Hal tersebut dapat dipetakan dalam lingkungan rumah sakit, sehingga
dapat diketahui tempat-tempat mana yang perlu diwaspadai dengan membuat
denah berisiko tinggi terkait dengan keselamatan yang ada di rumah sakit dan
diketahui oleh seluruh staf.
- Identifikasi risiko adalah upaya untuk mengetahui potensi bahaya dan
dampak yang dapat ditimbulkan. Hal ini dapat terjadi pada sumber daya
manusia yang ada di Rumah Sakit

Berikut Risiko yang berfokus pada keselamatan dan Keamanan pada layanan
kesehatan :
Fokus Keselamatan Fokus Keamanan
- Luka Tusuk Jarum - Penyerangan fisik, penyanderaan.
- Cedera Punggung - Ancaman bom
- Terpapar radiasi atau hazmat lain - Perampokan/Pencurian:dgn/tanpa
- Pasien agresif senjata.
- Terpeleset, Tersandung dan Jatuh - Gangguan sosial, Gangguan
- Kekerasan di Tempat Kerja internal
- Tersengat Listrik - Penculikan, Vandalisme
- Luka Bakar - Kehilangan Informasi Penting
- Properti Rusak - Pasien Kabur, bunuh diri.
- TBC / Air Borne - Penyalahgunaan/Kehilangan obat
- Penyakit yang ditularkan melalui darah - Kebakaran/Ledakan
- Kebakaran - Perjudian, Penipuan,
- Banjir dan disater alam lain penggelapan.
- Kebisingan - Menguntit
- Risiko gangguan muskuloskeletal - Teroris
- Aksi Tenaga Kerja :
a. Mogok, Gangguan
Internal
b. Kolateral

2. PENANGANAN BILA TERJADI KECELAKAAN KERJA


Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan, terjadi secara
tiba-tiba dan tidak terduga serta dapat menyebabkan cedera.

Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan sebagai kecelakaan yang terjadi


dalam hubungan kerja, sejak meninggalkan rumah, menuju tempat kerja dan
kembali kerumah melalui jalan yang biasa sehari-hari.
Terdapat SPO penanganan bila terjadi kecelakaan kerja, terdapat alur sistem
pelaporan dan investigasi kecelakaan, yang dilakukan berkala setiap bulan
kepada pimpinan rumah sakit, sehingga dapat diketahui besar angka
kecelakaan kerja yang terjadi. Untuk mengidentifikasi dan memahami akar
penyebab terjadinya kecelakaan dan bagaimana akar-akar penyebab tersebut
berinteraksi, maka kita harus mengumpulkan bukti-bukti atau data-data

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 73


lapangan dan kemudian melakukan analisis terhadap bukti-bukti tersebut. Hal
tersebut sebagai upaya investigasi kecelakaan atau insiden.

Investigasi kecelakaan adalah sebuah upaya yang disusun secara sistematis


untuk mengumpulkan informasi dan menginterpretasi fakta-fakta yang
berhubungan dengan kejadian kecelakaan. Investigasi kecelakaan juga
dilakukan untuk meminimalisasi terjadiya cedera atau kerugian akibat terjadinya
kecelakaan atau accident dengan mengambil langkah pencegahan yang efektif.

Sedangkan yang dimaksud dengan kecelakaan kerja adalah suatu kejadian


yang tidak diinginkan, terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga serta dapat
menyebabkan cedera terhadap tenaga kerja yang mengalaminya. Kecelakaan
kerja juga dapat didefinisikan sebagai kecelakaan yang terjadi dalam hubungan
kerja, sejak meninggalkan rumah, menuju tempat kerja dan kembali kerumah
melalui jalan yang biasa sehari-hari. Akibat dari kecelakaan kerja dapat berupa
cedera atau pun cacat.

Diawali dengan adanya laporan kecelakaan kerja kemudian dalam kurun waktu
maksimal 2x24 jam dilakukan investigasi kecelakaan kerja. Pelaporan
investigasi dimulai dengan diskripsi KK, apa yang terjadi, siapa yang mengalami
kecelakaan kerja, dimana terjadinya, kapan terjadinya, bagaimana terjadinya,
mengapa terjadi (apakah prosedur diikuti, APD dipakai, mesin berjalan baik dll).
Dikenal dengan metode 5 W dan 1 H ( When, What, Who, Where, Why and
How ). Dimana enam pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang dapat
membantu memecahkan masalah dan memunculkan ide-ide.

C. UPAYA PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA


Upaya pengendalian dan pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan sesuai
faktor risiko atau hazard yang ada, yaitu :
1. Pola hidup sehat (diet seimbang, olah raga, tidak merokok, cek up teratur, dll)
untuk hazard somatik
2. Menempatkan sumber radiasi secara benar (mis: ruang isolasi) dan
pemakaian APD untuk hazard lingkungan kerja, selian itu juga pengendalian
berupa substitusi, eliminasi dan administrasi (hirarkhi pengendalian risiko)
3. Menghilangkan kondisi yang tidak standar, yaitu :
- Tidak cukup batas pengaman/pagar
- Tidak cukup/benar APD
- Alat/material rusak
- Tempat kerja/gerakan terbatas
- Bahaya kebakaran/peledakan
- Lingkungan kerja bahaya: gas, uap, asap dll
- Bising, radiasi, suhu ekstrim
- Kurangnya penerangan
- Kurang ventilasi
4. Menghilangkan tindakan yang tidak standar, yaitu :
- Operasikan mesin/alat tanpa ijin
- Operasikan tdk sesuai SOP, misal: kecepatan
- Lalai mengingatkan
- Lalai mengamankan
- Melepas/membuat pengaman tidak berfungsi
- Memakai alat yang rusak/semestinya
- Lalai memakai APD
- Tidak sesuai memuat/meletakkan/mengangkat/mengambil posisi

74 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Merawat peralatan yang sedang beroperasi
- Bercanda
- Dalam pengaruh alkohol, narkoba
5. Mengurangi unsur kesalahan oleh manusia
- Tidak cukup kemampuan fisik/mental
- Stres fisik/mental
- Kurang pengetahuan (tidak paham SOP)
- Kurang keterampilan
- Motivasi tidak betul
6. Mengurangi unsur kesalahan dari pekerjaan
- Tidak cukup kepemimpinan/pengawasan
- Tidak cukup engineering
- Tidak cukup pembelian
- Tidak cukup perawatan
- Tidak cukup peralatan
- Rusak/aus (wear and tear)
- Salah penggunaan
7. Mengurangi unsur kesalahan dari pengendalian
- Program tidak sesuai/cukup (kurang pengawasan dan pengarahan)
- Standar program tidak cukup/spesifik
- Pelaksanaan program tidak sesuai standar
8. Inspeksi K3 merupakan komponen penting dari program pencegahan di
tempat kerja. Proses ini melibatkan pemeriksaan lingkungan kerja dengan
hati-hati dan secara teratur dengan maksud untuk:
- Mengidentifikasi dan merekam bahaya aktual dan potensial yang
ditimbulkan oleh bangunan, peralatan, lingkungan, proses dan praktek;
- Mengetahui bahaya yang membutuhkan perhatian segera;
- Menentukan apakah kontrol bahaya yang ada memadai dan beroperasi
sebagaimana mestinya;
- Merekomendasikan tindakan perbaikan jika perlu.

D. SEPULUH UNSUR KESELAMATAN meliputi :


1. Selamat dalam bekerja, yaitu menjaga kondisi dan sikat yang mengutamakan
keselamatan
2. Prosedur, merupakan petunjuk dan alur dalam melakukan suatu pekerjaan
3. Tempat, adalah lokasi yang ada pada lokasi kerja
4. Orang, adalah yang langsung melakukan pekerjaan terkait dengan
kompetensi dan bidangnnya.
5. Peralatan, merupakan alat kerja yang digunakan dan sudah terstandarisasi
dengan baik dan sesuai
6. Lingkungan, merupakan kondisi yang ada pada area kerja yang terkait baik
secara langsung maupun tidak langsung dengan suatu pekerjaan.
7. Ancaman, adalah segala sesuatu yang terkait dengan kemungkinan-
kemungkinan yang dapat menjadi factor penyebab langsung maupun tidak
langsung.
8. Penyakit, merupakan hal yang dapat mungkin terjadi dengan berbagai
macam media penularan baik udara, kontak langsung maupun cairan tubuh.
9. Gangguan adalah hal-hal yang dapat terjadi saat dilakukannya pekerjaan
10. Terlindungi merupakan upaya terakhir yang dapat berupa APD personal
maupun lingkungan yang dapat mengurangi risiko atau dampak.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 75


POKOK BAHASAN 2.
KONSEP KEAMANAN KERJA PADA PETUGAS RUMAH SAKIT

A. PENGERTIAN
Keamanan
adalah proteksi dari kehilangan, pengrusakan dan kerusakan, atau akses serta
penggunaan oleh mereka yang tidak berwenang.

Keamanan adalah keadaan bebas dari bahaya. Istilah ini bisa digunakan dengan
hubungan kepada kejahatan, segala bentuk kecelakaan, dan lain-lain. Keamanan
merupakan topik yang luas termasuk keamananan nasional terhadap serangan
teroris, keamanan komputer terhadap hacker, kemanan rumah terhadap maling
dan penyelusup lainnya, keamanan finansial terhadap kehancuran ekonomi dan
banyak situasi berhubungan lainnya.

Jenis keamanan
1. Keamanan fisik
2. Keamanan informasi
3. Keamanan komputer
4. Keamanan finansial

Beberapa konsep terjadi di beberapa bidang keamanan.


1. Risiko - sebuah risiko adalah kemungkinan kejadian yang menyebabkan
kehilangan
2. Ancaman - sebuah ancaman adalah sebuah metode merealisasikan risiko
3. Countermeasure - sebuah countermeasure adalah sebuah cara untuk
menghentikan ancaman
4. Pertahanan dalam kedalaman - jangan pernah bergantung pada satu
pengatasan keamanan saja

Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung terciptanya


suasana kerja yang aman, baik berupa materil maupun nonmateril atau
keamanan kerja dapat diartikan sebagai keadaan yang melindungi fasilitas
perusahaan dan peralatan yang ada dari akses-akses yang tidak sah serta
untuk melindungi para karyawan ketika sedang bekerja atau melaksanakan
penugasan pekerjaan.

B. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup keamanan kerja meliputi
- Pemahaman kondisi aman bagi personel (petugas, pasien, pengunjung), yaitu
kondisi yang terhindar dari risiko-risiko terjadi gangguan keamanan atau rawan
keamanan.
- Pemantauan tempat-tempat rawan, terkait dengan kondisi lingkungan
setempat. seperti adanya lokasi yang cukup rawan terjadinya pencurian, rawan
terhadap penculikan, rawan terhadap ancaman lainnya.
- Sistem pelaporan dan investigasi kejadian tidak aman
• Pelaporan adalah penyajian data yang merupakan hasil rekaman yang
berupa keterangan-keterangan, informasi, ide-ide dari suatu kegiatan,
merupakan suatu dokumen yang dapat dijadikan sebagai bahan
pengambilan keputusan untuk kegiatan selanjutnya.
• Sistem pelaporan pada dasarnya berperan penting. Tidak ada kejadian
kecelakaan atau penyakit akibat kerja itu terjadi berdiri sendiri dan

76 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


diabaikan. Laporan kecelakaan menyeluruh adalah pada dasarnya peka
terhadap kerugian yang berpengaruh terhadap manajemen.
• Sedangkan investigasi kejadian adalah suatu kegiatan inspeksi khusus
ditempat kerja yang dilakukan setelah terjadinya peristiwa atau kecelakaan
atau insiden yang menimbulkan penderitaan pada manusia dan kerugian
dan kerusakan pada asset/property yang ada.

C. UPAYA PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN KEJADIAN TIDAK


AMAN

Upaya pengendalian dan pencegahan kejadian tidak aman


1. Keamanan aktif
Termasuk pemberian pengaturan pada tingkah laku seseorang yang dapat
menguntungkan baik bagi dirinya dang lingkungan sekitarnya.

2. Keamanan pasif atau automatic


Termasuk pengaturan yang menggunakan mesin dan peralatan dan tidak
membutuhkan tingkah laku seseorang yang spesifik untuk menjadi aktif,
seperti adanya cctv, fingger print, kantung udara, pengaman tempat tidur
adalah contoh dari keamanan pasif. Keamanan pasif adalah lebih
menguntungkan dari pada keamanan aktif dalam pengerjaannya, karena tidak
membutuhkan penjelasan tahu pendidikan kepada klien atau individu
tersebut.

POKOK BAHASAN 3
PENGELOLAAN PROGRAM KESELAMATAN DAN KEAMANAN DI RUMAH
SAKIT

A. IDENTIFIKASI DAERAH BERISIKO KESELAMATAN DAN KEAMANAN


DI RUMAH SAKIT MELALUI GRADING MANAJEMEN RISIKO K3.

Untuk identifikasi daerah berisiko keselamatan dan keamanan di rumah sakit


dilakukan melalui grading risiko /manajemen risiko K3.

B. MELAKUKAN UPAYA PENCEGAHAN KEJADIAN KESELAMATAN DAN


KEAMANAN RUMAH SAKIT

1. PENGELOLAAN RISIKO
a. Pengertian:
- Hazard, yaitu suatu keadaan/kondisi yang dapat mengakibatkan
(berpotensi) menimbulkan kerugian (cedera/injury/penyakit) bagi
pekerja, menyangkut lingkungan kerja, pekerjaan (mesin, metoda,
material), pengorganisasian pekerjaan, budaya kerja dan pekerja lain
- Risiko, yaitu kemungkinan/peluang suatu hazard menjadi suatu
kenyataan
 Pajanan, Frekuensi, Konsekuensi
 Dose – Response
b. Proses pengurangan risiko K3
1) Containment, yaitu mencegah pajanan dengan :
- Desain tempat kerja
- Peralatan safety (biosafety cabinet, peralatan centrifugal)
- Cara kerja

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 77


- Dekontaminasi
- Penanganan limbah dan spill management
2) Biosafety Program Management, support dari pimpinan puncak yaitu
- Program support,
- Biosafety spesialist
- Institutional biosafety committee
- Biosafety manual, OH program, Info dan Educt
3) Compliance Assessment, meliputi audit, annual review, incident dan
accident statistics
c. Penilaian Risiko (Risk Assessment) PAK, PAHK dan KAK
Elemen Kunci Layanan Keselamatan Kerja, meliputi :
- Hazard analysis
- Risk management
- Accident Investigation dan Report System
- Safety Inspection dan Communication
- Inspection dan Audit
- Work Permit System
- Emergency Response Preparedness
- Fire Prevention
d. Upaya Pengurangan Risiko
1) Hazard analysis
- Identifikasi potensi bahaya yang berpengaruh pada kondisi
keselamatan di tempat kerja dan menentukan pengendalian
- Dengan menggunakan pendekatan atau metode-metode analisis
bahaya dan dampaknya
2) Manajemen Risiko
- Upaya pengelolaan risiko yang berdampak pada aspek kerugian
keselamatan kerja
- Bertujuan untuk menurunkan tingkat risiko sampai pada batas yang
dapat diterima sistem kerja (As Low As Reasonable Aspect)
3) Investigasi Kecelakaan
Upaya penyelidikan dan dan pelaporan kecelakaan di tempat kerja yang
disertai analisis penyebab, kerugian kecelakaan dan tindakan
pencegahan serta pengendalian kecelakaan dengan menggunakan
pendekatan metode2 analisis kecelakaan
Dalam melakukan investigasi kecelakaan, langkah-langkah yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
- Jika memungkinkan, diskusikan mengenai kecelakaan yang terjadi
dengan pekerja atau korban yang mengalami kecelakaan tersebut
- Menggali informasi apakah yang sebenarnya tengah dilakukan oleh
korban yang bersangkutan pada saat terjadinya kecelakaan
- Investigasi apakah pada saat kejadian kecelakaan terjadi, korban
benar-benar sedang melakukan pekerjaan sesuai job desk atau tidak
- Investigasi apakah korban sudah mengetahui SOP atau tidak
berkaitan dengan pekerjaannya atau belum
- Investigasi apakah korban sudah bisa menjalankan job desk nya
sesuai dengan SOP atau tidak
- Investigasi apakah korban melakukan unsafe act atau tidak

2. SAFETY INSPECTION DAN AUDIT


a. Kebutuhan (jenisnya) ditentukan berdasarkan karakteristik pekerjaan
(potensi bahaya dan risiko)

78 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


b. Dilakukan berdasarkan dan berperan sebagai upaya pemenuhan
standar-standar tertentu
c. Dilaksanakan dengan bantuan cheklist (daftar periksa) yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan jenis kedua program tersebut

Jenis Audit
Audit merupakan suatu tindak lanjut /action plan dari suatu proses monitoring
dan evaluasi. Audit dibedakan menjadi 2 jenis yaitu audit internal dan
eksternal.

a. Audit Internal Fasilitas Kesehatan


Audit Internal Fasilitas Kesehatan dilakukan oleh fasilitas kesehatan itu
sendiri dengan cara penilaian di tiap unit di petugas di ruangan yang satu
dengan yang lainnya dengan menggunakan form laporan dan evaluasi.
Bagi daerah yang sudah menggunakan ISO, untuk peningkatan mutu,
dapat menggunakan form-form yang sudah ada.
 Persiapan Audit internal kesehatan kerja:
Sasaran audit : kegiatan/program, laporan, area/lokasi
Pelaksana : tim audit internal (perwakilan dari setiap unit/ telah
dibentuk tim khusus)
Materi audit : checklist audit
 Pelaksanaan audit internal keselamatan dan kesehatan kerja
Pemeriksaan pelaksanaan program/kegiatan, pemeriksaan dokumen,
wawancara aktivitas kegiatan, pengamatan aktivitas kegiatan,
pengamatan kondisi/ lingkungan, penilaian kriteria berdasarkan
temuan (dapat berupa nilai/skor, narasi)

b. Audit Eksternal Fasilitas Kesehatan


Merupakan penilaian pelaksanaan upaya kesehatan kerja di fasilitas
kesehatan yang dilakukan oleh pihak luar (badan independen) yang telah
ditunjuk sesuai peraturan yang berlaku.
 Persiapan audit eksternal kesehatan kerja:
Sasaran audit : kegiatan/program, laporan, area/lokasi
Pelaksana : tim audit eksternal
Materi audit : checklist audit
 Pelaksanaan audit eksternal keselamatan dan kesehatan kerja:
Pemeriksaan pelaksanaan program/kegiatan, pemeriksaan dokumen,
wawancara aktivitas kegiatan, pengamatan aktivitas
kegiatan,pengamatan kondisi/ lingkungan penilaian kriteria
berdasarkan temuan (berupa nilai/skor atau narasi)

3. FIRE PREVENTION PROGRAM


- Risiko keselamatan yang paling besar dan banyak ditemui pada hampir
seluruh jenis kegiatan kerja, adalah bahaya dan risiko kebakaran
- Dikembangkan berdasarkan karakteristik potensi bahaya dan risiko
kebakaran yang ada di setiap jenis kegiatan kerja

4. EMERGENCY RESPONSE PREPAREDNESS


a) Antisipasi keadaan darurat, dengan mencegah meluasnya dampak dan
kerugian
b) Keadaan darurat : kebakaran, ledakan, tumpahan, gempa, social cheos,
bomb threat, dll

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 79


c) Harus didukung oleh : kesiapan SDM, sarana dan peralatan, prosedur
dan sosialisasi

5. KEWASPADAAN STANDAR
- Pemakaian alat pelindung diri, sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan
- Cara kerja aman, dengan selalu berpedoman pada Standar Prosedur
Operasional (SPO), serta dilindungi oleh peraturan-peraturan yang ada.
- Pengelolaan lingkungan, untuk selalu menyesuaikan dengan lingkup
pekerjaan yang dilakukan, dengan substitusi, eliminasi dan administrasi.
- Penempatan pasien yang tepat, dengan pemberian pengaman tempat
tidur yang cukup, pegangan khusus pada kamar mandi, dengan tujuan
untuk menghindari pasien jatuh (patient safety).
- Pencegahan kecelakaan dan cedera, dengan pemberian/penempatan
tanda-tanda bahaya/risiko yang jelas di setiap sudut rumah sakit, agar
memudahkan pasien, keluarga, staf dan pengunjung mendapatkan
pelayanan yang diharapkan.
- Pemeliharaan kondisi yang aman dengan mensosialisasikan kode-kode
yang disepakati dan harus dipahami oleh seluruh pekerja rumah sakit,
untuk menjamin keamanan rumah sakit secara umum yaitu :
 Kode merah untuk kebakaran
 Kode biru untuk serangan jantung/kondisi tidak sadar
 Kode pink untuk penculikan bayi
Untuk kode terkait dengan kejadian keamanan lainnya tergantung dari
kebijkaran RS masing-masing.

C. MENYELENGGARAKAN DIKLAT KESELAMATAN DAN KEAMANAN RUMAH


SAKIT

Bekerja sama dengan Diklat untuk menyelenggarakan pelatihan :


- Keselamatn dan kesehatan kerja 2 (dua) kali dalam setahun
- Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petugas keamanan
- Simulasi terkait keselamatan dan keamanan kerja seperti : simulasi ancaman
bom, simulasi penculikan bayi, dll

D. MEMBUAT LAPORAN DAN EVALUASI SECARA PERIODIK


1. Pencatatan dan Pelaporan
- Setiap 1 (satu) bulan sekali Instalasi K3RS membuat laporan kegiatan
keselamatan ke pimpinan RS
- Setiap 1 (satu) bulan sekali Bagian Keamanan membuat laporan kegiatan
ke pimpinan RS
- Melaporkan setiap kejadian peristiwa yang terjadi ke Direktur Umum
mingguan, bulanan dan tahunan
-
2. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan
- Setiap 1 (satu) bulan sekali Instalasi K3RS melakukan evaluasi
pelaksanaan kegiatan program keselamatan
- Setiap 1 (satu) bulan sekali Bagian Keamanan melakukan evaluasi
program keamanan, evaluasi staf, pasien, pengunjung, evaluasi rekaman
keamanan
- Evaluasi dan rekomendasi pemenuhan sarana keselamatan

80 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


VIII. REFERENSI
- Undang-Undang RI Nomor : 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
- Undang-Undang RI Nomor : 08 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
- Undang-Undang RI Nomor : 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
- Undang-Undang RI Nomor : 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
- Permenkes No.66 tahun 2016 tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Rumah Sakit

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 81


LAMPIRAN

PANDUAN DISKUSI KELOMPOK :

Tujuan:
Peserta dapat melakukan pengelolaan program keselamatan dan keamanan kerja di
RS

Petunjuk:
1. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok @ kelompok terdiri 6 orang peserta
2. Setiap kelompok diberikan kasus dan berdiskusi
3. Masing masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi (selama 15 menit)
Waktu: 90 menit

Kasus 1 (tertusuk jarum-diskusi)


Seorang perawat melakukan injeksi kepada pasien anak-anak. Perlengkapan
disiapkan untuk memulai kegiatan. Tindakan persiapan sudah dilakukan, memakai
sarung tangan dan menyiapkan obat yang akan disuntikkan. Pada saat yang
bersamaan setelah melakukan injeksi, karena kurang waspada jarum suntik tertusuk
di ibu jari tembus ke belakang, keluar darah dari kedua tempat luka. Luka segera
dicuci dengan air mengalir, dikeluarkan darahnya, kemudian diberikan antiseptik.
Apa yang perlu didiskusikan dari kasus di atas?

Kasus 2 (tertimpa benda tajam-insenerator)


Seorang cleaning service melakukan pengangkutan sampah medis dari ruang
operasi ke tempat sampah sementara (TPS). Saat memindahkan sampah tersebut,
ternyata ada pisau operasi/bisturi yang keluar dari safety box, tanpa disadari pisau
tersebut melukai kaki yang bersangkutan pada telapak kaki kanan. Luka tersebut
dirasakan setelah kembali dari TPS karena nyeri dan keluar darah. Terdapat luka
dengan panjang 1 cm dan kedalaman luka sekitar setengah centimeter. Apa yang
perlu didiskusikan dari kasus di atas?

Kasus 3 (tumpahan bahan merkuri)


Seorang perawat saat melakukan pengukuran temperatur kepada pasien dengan
termometer manual, tiba-tiba termometer terjatuh ke lantai, termometer pecah
sehingga cairan merkuri tumpah di lantai. Perawat mengumpulkan kotoran merkuri
dengan sapu, kemudian dibuang ke tempat sampah biasa. Apakah tindakan perawat
tersebut sudah benar?

Kasus 4 (penculikan bayi)


Seorang ibu di ruang peristi melaporkan tidak menemukan bayinya di box bayi
miliknya setelah ditinggal sementara ke luar untuk membeli perlengkapan bayi, tidak
ada keluarga pengganti saat ditinggal keluar ruangan. Setelah ditanya ke perawat
jaga ternyata tidak ada perawat yang mengetahui bayinya dibawa keluar oleh
seseorang. Apa tindakan pihak rumah sakit untuk menangani hal tersebut?

Kasus 5 (kebakaran ruang dapur)


Petugas dapur Unit Gizi sedang membersihkan pipa/selang gas ke kompor tanpa
menggunakan APD yang standar, padahal kompor masih dalam kondisi
menyala/digunakan. Orang tersebut sebenarnya bukan personel yang mengawaki
untuk menangani perbaikan kompor. Ia melihat banyak karat/kotoran yang
membungkus selang, namun tidak melaporkan ke petugas penanggungjawab
ruangan. Pada saat membersihkan tersebut, ada jilatan api yang menyambar ke

82 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


salah satu ujung selang, sehingga terjadi percikan api di salah satu ujung pipa.
Petugas tersebut tersambar tangan kirinya sehingga terkena luka bakar karena
berusaha menutup kebocoran yang terjadi. Sumber gas segera dimatikan oleh
rekannya yang lain dan api segera dipadamkan dengan APAR. Apakah tindakan
petugas yang membersihkan selang pipa gas tersebut dibenarkan? Apa yang perlu
didiskusikan dari kasus di atas?

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 83


MATERI INTI 5.
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN DI RS

I. DESKRIPSI SINGKAT
Kebakaran merupakan salah satu bencana yang mungkin terjadi di rumah sakit,
dimana akibat yang ditimbulkannya akan berdampak buruk sangat luas dan
menyeluruh bagi pelayanan, operasional, sarana dan prasarana pendukung lainnya
dan yang paling penting, kebakaran dapat menimbulkan bencana bagi pasien,
keluarga, staf dan pengunjung lainnya. Untuk mencegah keadaan tersebut maka
rumah sakit harus melakukan upaya pengelolaan keselamatan kebakaran, mengingat
di rumah sakit terdapat peralatan-peralatan dan bahan-bahan yang berpotensi untuk
timbulnya kebakaran. Dalam upaya ini diperlukan sumber daya yang mampu
melakukan pecegahan dan pengendalian kebakaran di rumah sakit. Rumah sakit
harus waspada terhadap keselamatan kebakaran karena kebakaran adalah risiko
yang selalu dapat terjadi di rumah sakit. Dengan demikian, setiap rumah sakit perlu
merencanakan bagaimana agar penghuni rumah sakit aman apabila terjadi
kebakaran termasuk bahaya dari asap. Rumah sakit perlu melakukan asesmen terus
menerus untuk memenuhi regulasi keamanan kebakaran sehingga secara efektif
dapat mengidentifikasi risiko dan meminimalkan risiko.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan pencegahan dan
pengendalian kebakaran di rumah sakit.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep terjadinya api
2. Memberikan rekomendasi pencegahan kebakaran
3. Melakukan pengendalian kebakaran

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut:

1. Konsep terjadinya api


- Pengenalan
- Tipologi, teori dan Elemen dasar api
- Penyebab Kebakaran
- Fenomena kebakaran penuh dan dampak kebakaran
- Perilaku manusia terhadap kebakaran

2. Rekomendasi Pencegahan Kebakaran


- Identifikasi bahaya kebakaran
- Analisa potensi bahaya kebakaran
- Sistem Proteksi Kebakaran dan Pengawasan
- Rekomendasi untuk pencegahan kebakaran

3. Pengendalian Kebakaran
- Klasifikasi kebakaran
- Pembentukan Tim Penanggulangan Kebakaran

84 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Prinsip Penanggulangan kebakaran
- Penggunaan APAR
- Evaluasi Penanggulangan kebakaran

IV. METODE
- Tugas baca referensi/ modul
- Ceramah Tanya Jawab
- Pemutaran Film
- Latihan (TPK2)
- Demonstrasi (TPK3)
- Observasi Lapangan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


- Handout
- Makalah
- Powerpoint
- LCD
- Komputer/Laptop
- Kertas Flipchart
- Spidol
- APAR
- Film
- Lembar identifikasi Bahaya Kebakaran
- Panduan Latihan
- Panduan demonstrasi
- Panduan OL

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.

Langkah 1.Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
“ mampu melakukan pengelolaan keselamatan kebakaran di rumah sakit”

Langkah 2. Penyampaian materi


1. Diskusi singkat mengenai materi yang akan disampaikan (sesuai dengan metode
yang telah dipilih pada GBPP)
2. Fasilitator menyampaikan materi pokok bahasan 1 dan pokok bahasan 2 dengan
metode ceramah tanya jawab
3. Fasilitator menayangkan film terkait fenomena kebakaran (pokok bahasan 1)

Langkah 3. Penugasan
Fasilitator memberi tugas kepada peserta untuk latihan mengidentifikasi potensi
bahaya dan menilai risiko (TPK2)

Langkah 4 . Penyampaian materi pokok bahasan 3

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 85


1. Fasilitator menyampaikan materi pokok bahasan 3 dengan metode ceramah
tanya jawab
2. Fasilitator mendemonstrasikan tentang APAR dan penggunaanya
3. Fasilitator memutar filmterkait penggunaan APAR

Langkah 5. Rangkuman
1. Fasilitator merangkum materi Pengelolaan Keselamatan Kebakaran di Rumah
Sakit.
2. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terima kasih

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1
KONSEP TERJADINYA API

A. PENGENALAN
Kebakaran adalah risiko yang selalu ada di rumah sakit. Oleh karena itu setiap
rumah sakit perlu merencanakan bagaimana menjamin penghuni rumah sakit
tetap aman sekalipun terjadi kebakaran atau ada asap. Dalam standar akreditasi
rumah sakit pada manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) di standar
keselamatan kebakaran disebutkan bahwa rumah sakit harus merencanakan dan
menerapkan suatu program untuk pencegahan, penanggulangan bahaya
kebakaran, serta penyediaan sarana jalan keluar yang aman dari fasilitas sebagai
respon terhadap kebakaran dan keadaan darurat lainnya

Tujuan Umum dalam standar MFK 7 adalah :


Terciptanya Rumah sakit yang aman dan terlindungi untuk seluruh orang dan
properti yang ada dari asap dan kebakaran atau kedaruratan lainnya dalam
rumah sakit.

Sasaran :
Seluruh masyarakat yang berada di Rumah Sakit yaitu ; pasien,pengunjung,
karyawan, vendor dan sarana, prasarana serta fasiltas pendukunglainnya.

Rumah sakit harus merencanakan secara khusus :


- Pencegahan kebakaran melalui pengurangan risiko kebakaran,
- Pengurangan risiko kebakaran dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi
potensi bahaya kebakaran, menggunakan material tidak mudah terbakar,
pelatihan atau sosialisasi untuk mencegah timbulkan risiko yang lebih besar
terkait kebakaran. Selain itu juga kelengkapan dari proteksi kebakaran secara
aktif, pasif dan manajemen keselamatan kebakaran.
- Bahaya terkait dengan setiap pembangunan di dalam/berdekatan dengan
bangunan yang dihuni pasien.
- Setiap adanya pembangunan atau renovasi harus dilakukan pemantauan,
terutama yang terkait dengan penggunaan bahan-bahan mudah terbakar,
penggunaan sumber panas / api dan melakukan sosialisasi terhadap pihak
ketiga/kontraktor terkait pencegahan kebakaran.
- Jalan keluar yang aman dan tidak terhalang bila tejadi kebakaran.
- Merupakan jalur darurat yang digunakan jika terjadi kebakaran dan tidak
boleh terhalang oleh benda apapun atau yang dapat menghalangi jalannya
proses evakuasi. Jalur tersebut harus sesuai standar, dimulai dari
penerangan yg cukup, rambu dan petunjuk yang jelas dan mudah terbaca,
penekan asap keluar.

86 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Sistem peringatan dini, sistem deteksi dini, smoke, heat, ion or
flamedetector), alarm kebakaran, dan patroli kebakaran.
- Adalah seperangkat alat yang merupakan sistem dari pemadam kebakaran
yang terintegrasi yang harus dipahami oleh setiap pegawai yang ada dilokasi
atau area tersebut serta bersifat otomatis yang merupakan bagian dari
proteksi aktif. Dan patroli kebakaran dilakukan secara rutin dan tersosialisasi
bagi semua karyawan yang ada dilokasi atau area tersebut.
- Mekanisme penghentian/supresi (suppression) seperti selang air, supresan
kimia (chemical suppressants) atau sistem penyemburan (sprinkler).
- Merupakan sistem pemadam kebakaran secara aktif, baik dilakukan secara
otomatis maupun manual dan saling terintegrasi dalam suatu area atau
lokasi. Jenis antara lain APAR, APAB, Hydran dan springkler serta sistem
penanggulangan kebakaran satu tempat dengan menggunakan gas.

B. TIPOLOGI, TEORI DAN ELEMEN DASAR API


- Api adalah sesuatu yang terlihat, hasil dari efek yang nyata dari perubahan
bentuk materi yang merupakan salah satu bagian dari reaksi kimia.
- Biasanya api berasal dari reaksi kimia antara oksigen di atmosfer dan
beberapa jenis bahan bakar yang mana bahan tersebut telas tercapai pada
titik bakarnya/apinya (suhu pengapiannya).
- Api adalah persenyawaan antara suatu bahan / bahan
bakar dengan oksigen pada temperatur tertentu yang pada
prosesnya timbul nyala, suara dan cahaya, sebagaimana ditunjukkan
dalam persamaan berikut : Bahan bakar + oksigen (di udara)  CO2 + CO +
kalor + cahaya

Teori api dan Elemen dasar api terdiri atas :


- Bahan bakar (fuel), adalah bahan yang menjadi sumber energi terjadinya
proses pembakaran yang asalnya bisa dari benda padat ( kain, kertas, kayu,
plastik ), benda cair ( minyak, bensin, oli, dll ), benda gas.
- Panas mula (heat), adalah sumber pencetus utama terjadinya kebakaran
dimana dapat berasal dari bara api (puntung rokok), api langsung (lilin yang
menyala, api yang disulutkan, proses gerinda, pengelasan), api tidak
langsung ( suhu panas yang tinggi )
- Oksigen (oxygen), adalah sebagai mediator dalam terjadinya kebakaran.
- Reaksi rantai,adalah proses kebakaran yang ada saling terkait.
- Pada teori dan Elemen dasar API dikenal dengan terbentuknya api yang
merupakan SEGITIGA API dan BIDANG EMPAT API. Yang dapat di
tampilkan dengan gambar sebagai berikut :

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 87


KEBAKARAN : Api tidak terkendali dan tidak dikehendaki yang dapat
menimbulkan kerugian baik harta benda. properti maupun korban jiwa.
Hal berbahaya tentang reaksi kimia dalam api adalah kenyataan bahwa api dapat
mengulangi proses pembentukannya. Panasnya api itu sendiri membuat bahan
bakar pada suhu pengapian, sehingga terus membakar selama ada bahan bakar
dan oksigen disekitarnya yang tidak terkendali. Api memanaskan setiap bahan
bakar disekitarnya sehingga juga melepaskan gas, ketika api membakar gas, api
menyebar.

Dengan demikian kebakaran sebenarnya adalah kondisi natural akibat


bersentuhannya bahan bakar (fuel), oksigen dan panas atau kalor, namun bukan
yang dikehendaki. Bedakan dengan api di tanur atau di pabrik peleburan baja,
yang memang dikehendaki dan dikendalikan. Kebakaran dapat dibedakan
berdasarkan kondisi di mana lokasi sumber api berada. Kebakaran pada
bangunan umumnya berawal dari kebakaran dalam suatu ruangan, yang sering
disebut sebagai kebakaran dalam ruangan tertutup (compartment fire).

Secara umum Kebakaran terbagi dua jenis yakni kebakaran karena unsur
kesengajaan (arson fire) dan kebakaran yang bukan karena untuk
kesengajaan atau disebut kebakaran nyata (real fire ). Arson fire merupakan
garapan kepolosian untuk pengungkapannya antara lain melalui forensic
investigation. Real fire memiliki berbagai jenis seperti kebakaran dalam gedung,
kebakaran di lingkungan industri dan ebakaran hutan. Di indonesia terdapat juga
jenis kebakaran yang langka yakni lahan gambut (peat fire) yang memerlukan
penanganan sendiri. Kebakaran di industri juga dapat terjadi sesuai dengan
karakteristik.

POTENSI KEBAKARAN TIDAK BISA DIELIMINASI SECARA TOTAL, NAMUN


HANYA DIKURANGI TINGKAT RISIKONYA. artinya bahwa potensi kejadian
kebakaran akan selalu ada dimana hal ini terkait dengan kebutuhan hidup dasar
manusia dan perkembangan teknologi yang ada. Seperti kaitannya dengan
penggunaan listrik, penerangan manual (dengan obor, kayu, lilin, dll),
penyimpanan B3 dan lainnya.

Pengamanan Kebakaran : Termasuk didalamnya merupakan upaya Pencegahan


dan Penanggulangan Kebakaran yang berkesinambungan.

Pencegahan kebakaran: adalah upaya yang dilakukan dalam rangka mencegah


terjadinya kebakaran baik itu dengan melakukan pemasangan proteksi aktif
maupun pasif serta pemberdayaan dari sumber daya yang ada di rumah sakit
untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran.Bisa dilakukan dengan
melakukan identifikasi potensi bahaya kebakaran yang ada, menilai risiko dan
dampak yang dapat ditimbulkan.

Penanggulangan kebakaran Upaya yang dilakukan untuk memadamkan


kebakaran yang dimulai sejak awal terjadinya api sampai tindak lanjut berikutnya
yang dilakukan secara bersama-sama ( tim ), mulai dari menggunakan APAR dan
Hydran (halaman dan gedung ) serta bisa melibatkan dinas pemadam kebakaran
dan penanggulangan bencana.

C. PENYEBAB KEBAKARAN
Penyebab kebakaran :

88 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


1. Adanya Bahan yang mudah terbakar- Barang padat, cair atau gas ( kayu,
kertas, textil, bensin, minyak,acetelin dll).
2. Adanya Panas (Suhu)
Pada lingkungannya memiliki suhu yang demikian tingginya, antara lain:
sumber panas dari sinar matahari, listrik (kortsluiting), panas energi mekanik
(gesekan), reaksi kimia, kompresi udara
3. Tersedianya Oksigen (O2)
Adanya Zat Asam yang cukup. Kandungan (kadar) O² ditentukan dengan
persentasi (%), makin besar kadar oksigen maka api akan menyala makin
hebat, sedangkan pada kadar oksigen kurang dari 12% tidak akan terjadi
pembakaran api. Dalam keadaan normal kadar oksigen diudara bebas berkisar
21%, maka udara memiliki keaktifan pembakaran yang cukup.

Hal tersebut diatas biasanya dapat terjadi pada :


1. Listrik merupakan penyebab terjadinya kebakaran yang paling tinggi dan
sering terjadi dan merupakan bagian dari panas (suhu) yang dapat
menimbulkan api.
2. Kompor/Gas merupakan penyebab terjadinya kebakaran yang menjadi
bagian dari bahan yang mudah terbakar.
3. Rokok merupakan penyebab terjadinya kebakaran yang menjadi bagian
dari bahan bahan bakar yang mudah terbakar, bisa menjadi penyebab yang
disengaja ataupun tidak disengaja.
4. Alam merupakan penyebab terjadinya kebakaran bagian dari panas (suhu)
yang cukup tinggi, seperti petir, suhu panas matahari yang ekstrim dan
lainnya.
5. Kesengajaan merupakan penyebab kebakaran bagian dari bahan ataupun
panas yang dapat terkadi karena untuk kesengajaan.

D. FENOMENA KEBAKARAN PENUH DAN DAMPAK KEBAKARAN


1. Fenomena kebakaran penuh
Flashover : kondisi dimana secara tiba-tiba dan cepat seluruh ruangan
menyala serentak. DAN penyelamatan harus dilakukan SEBELUM Flashover.

Sifat kimia dan fisika yang terjadi saat penyulutan, dilanjutkan dengan
pembakaran (combustion) ditambah dengan tersedianya beban api (fire load)
dengan kuantitas yang cukup termasuk perletakannya, dimensi ruangan serta
faktor ventilasi yang menunjang, maka kebakaran meningkat intensitasnya,
ditandai dengan kecepatan penjalaran dan panas yang tinggi dalam waktu
yang relatif singkat.

Kebakaran dalam ruangan bisa mengarah kepada terjadinya flashover dengan


temperatur ruangan mencapai 500ºC di atas ambient dalam waktu kurang dari
5 menit, atau ledakan asap (backdraft) apabila ruangan yang minim ventilasi
tetapi cukup tahan terhadap tekanan yang timbul akibat kebakaran.

Flashover adalah kondisi dimana semua benda mudah terbakar (combustibles)


dalam ruang serentak terbakar sehingga menimbulkan panas tinggi dalam
ruangan (500ºC sampai 600ºC) , sedang backdraft adalah ledakan asap
(smoke explosion) dalam ruangan akibat masuknya secara mendadak udara
segar ke dalam ruangan yang dipenuhi asap kebakaran.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 89


Penyebaran Kebakaran
Penyebaran / perambatan kebakaran dapat terjadi karena adanya proses
konveksi (paparan panas/api langsung pada saat terjadinya kebakaran),
konduksi (terjadinya perambatan api secara langsung karena terdapat
penghantar panas) dan radiasi ( paparan panas tanpa tersentuh langsung).
Penyebaran kebakaran dapat menimbulkan efek double baik secara vertikal
dan horisontal.
Dimana setiap penyebaran api dapat terjadi dua kali lipatnya (n²) , menurut
ukuran waktu perambatan yang dapat terjadi.

2. Dampak Kebakaran :
- Temperatur penyulutan dan kalor atau panas pembakaran
Adanya temperatur, kalor atau panas yang tinggi dapat berdampak buruk
pada manusia dan lingkungan sekitarnya yang terbakar.
- Suhu tinggi kebakaran
Suhu yang terjadi pada saat terjadinya kebakaran bisa mencapai 500ºC
sampai 600ºC yang tentunya berdampak buruk bagi manusia, dimana pada
suhu 200ºC akan timbul kekeringan pada kulit manusia hanya dalam waktu
30 detik.
- Bahaya asap kebakaran
Asap merupakan pembunuh terbesar pada kebakaran yang merupakan
sumber utama terjadinya dampak yang paling buruk pada manusia dimana
sekitar 72% korban meninggal karena asap. Dan dapat terjadi backdraftyang
merupakan ledakan asap ( smoke explosion ) dalam ruangan akibat
masuknya udara segar secara mendadak ke dalam ruangan yang dipenuhi
asap kebakaran.
- Gangguan jarak pandang
Dengan banyaknya asap tentu akan menggangu jarak pandang bagi manusia
untuk mencari jalan selamat atau jalan keluar.
- Kemungkinan gas-gas beracun
Gas-gas beracun yang ada tergantung dari material atau bahan yang
terbakar serta bereaksi terhadap api atau panas.Selain itu produk non-termal
kebakaran lainnya selain asap, yakni gas-gas hasil pembakaran (selain CO2
dan CO) seperti HCl dan HCN yang kerap tidak berwarna dan tidak berbau
namun sangat beracun (toxic) sehingga banyak menimbulkan korban baik di
kalangan penghuni / pengguna bangunan maupun dari kalangan petugas
pemadam kebakaran, saat dilakukan operasi pemadaman
- Penjalaran ke tempat lain-nya
Kebakaran bisa berakibat fatal terhadap bahan dan konstruksi bangunan
akibat temperatur maupun tekanan yang ditimbulkannya.Penjalaran
kebakaran dapat terjadi melalui konduksi, konveksi maupun radiasi.

E. PERILAKU MANUSIA TERHADAP KEBAKARAN


Saat terjadinya kebakaran:
1. Cenderung balik ke tempat tadi masuk
Hal ini terjadi karena saat seseorang pertama kali masuk ke dalam ruangan
tidak memperhatikan petunjuk / akses alternatif jika terjadi kedarurat dan
lebih memilih jalur awal saat masuk kedalam ruangan tersebut.
2. Tidak mengetahui dimana lokasi eksit / rambu darurat
Ini dapat terjadi karena tidak memperhatikan rambu-rambu darurat baik itu
jalur untuk evakuasi maupun keluar, atau tidak tersedianya rambu tersebut
atau bisa juga penempatan rambu yang tidak sesuai atau tidak terlihat oleh
orang-orang yang ada disekitarnya.

90 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


3. Kurang berpikir rasional akibat dirasuki asap dan waktu mendesak Ketika
kebakaran terjadi maka asap akan timbul dan tumbuh semakin banyak diiringi
juga dengan waktu mendesak untuk menyelamatkan diri sehingga timbul
pikiran-pikiran yang tidak rasional, seperti tidak tertib saat evakuasi,
meloncat, menginjak atau lainnya.
4. Lupa atau tidak tahu prosedur emergency.
Walaupun sudah dibuatkan prosedur saat terjadinya kebakaran dan juga
sudah dilakukan simulasi kedaruratan kebakaran biasanya yang terjadi
adalah panik dan lupa untuk melakukan hal yang seharusnya sesuai
prosedur. Atau tidak tahu atau tidak tersosialisasinya prosedur emergency.
5. Memikirkan barang miliknya untuk dibawa
Tidak memperdulikan keselamatan diri dan tidak dapat memperkirakan
terjadinya penjalaran asap atau api dalam upayanya mengambil barang milik
pribadi. Hal ini dapat terjadi saat kebakaran dan berdampak sangat fatal,
karena akan menjadi korban akibat terkurung api/asap kebakaran.

Akibat nya :
1. Panik atau bingung
Kondisi yang sering terjadi sehingga dapat mengganggu proses evakuasi
atau penyelamatan. Biasanya terjadi histeris dan tidak dapat dikendalikan.
2. Berbuat salah asal cepat ke luar
Dapat terjadi karena terburu-buru sehingga tidak memperhatikan arah yg
harus dilalui.
3. Tidak berbuat apa-apa.
Hal ini dapat terjadi karena tidak tahu harus berbuat apa dan terjadi tekanan
psikologis yang dalam sehingga hanya diam.
4. Gangguan kesehatan / kesadaran
Akibat dari asap dan kebakaran yang merupakan racun bagi manusia dan
dapat menimbulkan gangguan fisik dan gangguan kesadaran.
5. Pingsan atau hilang kesadaran
Kondisi yang dapat terjadi sehingga dapat menjadi korban terbakar langsung.

Kebiasaan / kecenderungan sebelum kejadian kebakaran :


1. Tidak atau kurang perhatikan tanda-tanda darurat
Karena kesibukan dan kurangnya perhatiannya terhadap tanda-tanda
darurat.
2. Kurangnya simulasi tentang kebakaran
Karena tidak adanya program atau tidak adanya biaya terkait dengan
pelaksanaan simulasi yang merupakan upaya yang hampir menyerupai
kejadiannya sebenarnya.
3. Kurang menghargai latihan kebakaran
Ketika dilakukan pelatihan sering didapat peserta pelatihan cenderung
menganggap hal tersebut kurang penting, banyak mengobrol, tidak
memperhatikan penyampaian materi latihan.
4. Kurang menguasai penggunaan peralatan pemadam kebakaran
Tidak mau mempraktekkan alat pemadam saat dilakukan pelatihan dapat
mengakibatkan peserta kurang menguasai prosedur pemakaian alat
pemadam tersebut.
5. Kurang memahami prosedur penanggulangan kebakaran
Prosedur yang disosialisasikan tidak dipahami atau prosedur tidak dibaca.
Cenderung tidak bertanya jika ada sesuatu yang belum dipahami.
6. Kurang disiplin terhadap diri dan lingkungan

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 91


Hal yang mungkin dapat terjadi adalah tidak rutinnya dilakukan pemeliharaan
terhadap alat pemadam aktif, penempatan peralatan yang tidak pada
tempatnya dan dapat menghalangi akses evakuasi, dll.

POKOK BAHASAN 2
REKOMENDASI PENCEGAHAN KEBAKARAN

A. IDENTIFIKASI BAHAYA KEBAKARAN


Tujuan identifikasi bahaya :
1. Mengetahui potensi bahaya kebakaran yang ada ditempat kerja.
Dengan membuat daftar potensi-potensi bahaya kebakaran yang ada disuatu
area atau lokasi tersebut.
2. Mengetahui lokasi dan area potensi kebakaran secara spesifik.
Dengan membuat denah potensi berisiko tinggi terutama terkait bahaya
kebakaran.

WHAT IF adalah salah satu metode identifikasi bahaya kebakaran,secara


sederhana kelebihannya :
- Efektif digunakan pada tahap awal kegiatan (feasibility study)
- Tahap saringan melaksanakan analisa secara mendalam dengan teknik
lainnya.
- Memerlukan SDM lebih sedikit dalam waktu yang lebih pendek.
- Dapat digunakan manajemen sebagai bahan pengambilan keputusan dengan
sumber daya dan biaya terbatas

B. ANALISA POTENSI BAHAYA KEBAKARAN


Manfaat analisa potensi bahaya :
1. Dapat menentukan sumber dan penyebab timbulnya bahaya.
2. Dapat menentukan metoda mengatasi potensi berbahaya.

Tahapan dalam analisa bahaya adalah sebagai berikut:


1. Merumuskan Potensi Bahaya Pada Masing-Masing Sumber Bahaya/area.
2. Menentukan frekwensi /probabilitas terjadinya kebakaran tersebut
3. Analisa Akibat  didefinisikan sebagai suatu evaluasi tentang akibat yang
ditimbulkan terhadap manusia, harta benda atau lingkungan jika, terjadinya
kebakaran .

C. SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN PENGAWASAN


Sarana Proteksi Pasif
1. Membatasi bahan-bahan mudah terbakar
Suatu upaya yang dilakukan dengan cara memisahkan bahan-bahan yang
mudah terbakar dari sumber panas atau api dan juga mengurangi volume atau
jumlah bahan yang mudah terbakar pada area-area tertentu dimana gudang
penyimpanannya cukup kecil dan tidak tahan api.
2. Struktur tahan api dan kompartemenisasi.
Merupakan upaya proteksi dengan memasukkan standar baku terhadap
struktur bangunan agar tahan api dan juga kompartemenisasi agar tidak terjadi
perambatan asap dan api ke area lainnya.
3. Penyediaan sarana evakuasi untuk penghuni.
Merupakan upaya untuk mengurangi risiko banyaknya korban dan juga
sebagai upaya dalam memindahkan orang dari tempat yang terbakar ke
tempat yang lebih aman melalui jalur atau akses evakuasi yang disediakan.
Dimana sarana tersebut harus sesuai standar.

92 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


4. Penyediaan kelengkapan penunjang evakuasi.
Kelengkapan penunjang dalam melakukan evakuasi bisa berupa lampu
darurat, rambu exit, kipas penekan asap dan rambu atau tanda jalur evakuasi.
5. Kondisi halaman bangunan dan akses pemadam
Halaman atau lokasi titik kumpul aman harus ditentukan yang dilengkapi
dengan rambu dan tersedia, selain itu juga akses bagi petugas pemadam
kebakaran harus disediakan baik itu lokasi maupun upaya agar memudahkan
manuver kendaraan.

Sarana Proteksi Aktif


1. Sistem deteksi dan alarm kebakaran
Merupakan sistem yang terdiri dari detektor panas, detektor asap, detektor
nyala dan detektor ion yang tersambung dengan MCFA ( manual control fire
alarm ).
2. Alat pemadam api ringan
Sistem pemadam berbasis bahan kimia dan ringan, yang digunakan pada
tahap awal terjadinya kebakaran dengan volume api kecil dan digunakan oleh
satu orang.
3. Automatic sprinkler system, hydrant, hose-reel
Sistem pemadam berbasis air yang digunakan untuk penanggulangan
kebakaran.
4. Pemadam api khusus
Bisa ditempatkan pada area atau lokasi khusus dan bersifat mandiri berdiri
sendiri dan juga harus dipertimbangkan aspek keamanan dan ramah
lingkungannya.
5. Sarana bantu : sumber air – pompa – genset/sumber daya darurat
Merupakan sarana penunjang operasi dari sistem aktif yang harus selalu
tersedia dan siap pakai.

Kelemahan dari sistem proteksi aktif adalah kurangnnya perawatan / maintenance


dari setiap peralatan atau sistem pemadam kebakaran yang ada.

Sistem Proteksi Pasif


1. Sarana jalan ke luar dan komponen-komponennya.
Terdiri atas tanda keluar, lampu darurat, pintu kebakaran, tangga darurat
bertekanan, alat bantu evakuasi dan lain sebagainya.
2. Pembatasan terhadap bahan tidak mudah terbakar
Yang dapat diketahui dari tingkat ketahanan api pada material yang digunakan
dan disesuaikan dengan standar yang ada.
3. Konstruksi atau struktur tahan api dan kompartemenisasi.
Harus tercapai tingkat ketahanan api yang sesuai dengan standar dan
persyaratan yang berlaku. Seperti adanya fire damper, fire stoper, smoke
lobby maupun fire seal.
4. Sistem pengendalian dan manajemen asap.
Merupakan upaya yang dilakukan untuk mengendalikan asap saat terjadinya
kebakaran terutama untuk area yang berada di tangga darurat, atau ruang
bertekanan lainnya.
5. Kondisi halaman bangunan dan akses pemadam
Halaman bangunan biasanya digunakan sebagai titik kumpul aman dengan
dilengkapi rambu dan hal lainnya yang diperlukan seperti lampu penerangan
darurat, dapat dijadikan tempat penampungan sementara atau penanganan
awal pada korban. Selain itu juga pada halaman atau jalan yang ada

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 93


dibangunan harus diperhatikan akses atau manuver dari kendaraan dinas
pemadam kebakaran.
Kelemahan dari sistem proteksi pasif adalah tidak adanya perencanaan dan
perancangan dari awal dalam hal desain, material pembentuk maupun
pengawasannya .

Fire Safety Management terdisi atas :


1. Pemeriksaan dan pemeliharaan peralatan proteksi kebakaran, yang harus
dilakukan secara berkala sesuai ketentuan.
2. Pembentukan team fire dan emergencyyang merupakan kebijakan pimpinan
dalam upaya pencegahan kebakaran dan penanggulangan kebakaran saat
kondisi darurat.
3. Pembinaan dan pelatihan team fire dan emergency yang merupakan upaya
untuk meningkatkan kompetensi dari setiap pegawai dalam hal mencegah dan
menaggulangi bahaya kebakaran.
4. Penyusunan Fire Emergency Plan ( FEP ) yang merupakan pedoman bagi
area atau lokasi tersebut dalam upayanya mencegah dan pengendalian
kebakaran.
5. Latihan kebakaran dan evakuasi yang merupakan simulasi yang dilakukan
secara rutin yang mendekati kejadian sebenarnya sekaligus juga dengan
melakukan upaya evakuasi.
6. Penyusunan SPO pelaksanaan kerja yang aman atau yang terkait dampak
kebakaran yang merupakan langkah-langkah atau tahapan dalam melakukan
kegiatan terutama yang terkait dengan pekerjaan api terbuka.
7. Pelaksanaan fire safety audit yang serupa dengan self asessmen terkat
dengan pengelolaan keselamatan kebakaran.
8. Penetapan pusat kendali keadaan darurat merupakan upaya komunikasi yang
dilakukan secara terkendali dan terpusat pada suatu area.

Ketiga hal tersebut jika digabung akan membentuk suatu Sistem Proteksi Total
(Aktif – Pasif – Fire Safety Management )

D. REKOMENDASI UNTUK PENCEGAHAN KEBAKARAN

1. Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran,


Adalah suatu program yang mengupayakan pengurangan risiko terhadap
dampak kebakaran yang terjadi.
- Program termasuk asesmen risiko kebakaran saat ada pembangunan di
atau berdekatan dgn fasilitas ; adalah upaya untuk mengidentifikasi, menila
besarnya risiko dan pengendalian yang akan dilakukan berikutnya.
- Program termasuk deteksi dini kebakaran dan asap; adalah bagian dari
sistem proteksi aktif dalam pemadaman kebakaran yang dapat diketahui
sejak awal sehingga penanggulangan dapat dilakukan secepatnya.
- Program termasuk meredakan kebakaran dan pengendalian (containment)
asap. adalah upaya yang dilakukan dalam mengantisipasi adanya
penyebaran bahaya kebakaran.
- Program termasuk evakuasi/jalan keluar yang aman dari fasilitas bila
terjadi kedaruratan akibat kebakaran dan kedaruratan bukan kebakaran.

2. Upaya dalam pencegahan kebakaran :


- Hindari terjadi penyulutan
- Upayakan kebakaran dipadamkan pada tahap dini
- Hati-hati bekerja dengan peralatan listrik

94 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Penggunaan bahan tidak mudah terbakar (non-combustible)
- Pekerjaan menggunakan peralatan dan proses penimbul panas (hot
works) dilakukan oleh orang yang profesional dan diawasi
- Lakukan pemeriksaan dan perawatan berkala terhadap peralatan proteksi
- Laksanakan fire-safe housekeeping

POKOK BAHASAN 3
PENGENDALIAN KEBAKARAN

A. KLASIFIKASI KEBAKARAN
Adalah pembagian dari beberapa bahan sejenis yang merupakan sumber bahan
bakar saat terjadi kebakaran.
- Kebakaran kelas A  bahan biasa yang mudah terbakar
- Kebakaran kelas B  bahan cairan yang mudah terbakar
- Kebakaran kelas C  kebakaran listrik (dimana arus listrik masih hidup)
- Kebakaran kelas D  kebakaran dari bahan yang mengandung logam

B. PEMBENTUKAN TIM PENANGGULANGAN KEBAKARAN


Adalah berbagi peran dalam hal penanggulangan kebakaran dari berbagai
staf/karyawan yang ada termasuk didalamnya adalah upaya-upaya pencegahan
yang dilakukan. Regu pembentukan tim penanggulangan kebakaran dilakukan
pada setiap lokasi atau lantai dari suatu bangunan / gedung.
Pembentukan tim dilakukan sesuai dengan sistem yang ada di rumah sakit
dengan berprinsip “siapa berbuat apa” , antara lain :
- Siapa yang merespon saat awal adanya kebakaran
- Siapa yang mengambil dan menggunakan APAR
- Siapa yang menyelamatkan/memindahkan pasien/keluarga/pengunjung.
- Siapa yang melakukan komunikasi darurat.
- Siapa yang menjadi bantuan cadangan
- Siapa yang bertanggung jawab terhadap sistem listrik, dll

Regu pemadaman :
1. Mengkoordinir semua kegiatan apabila terjadi Kebakaran dilingkungan/
sector ruang / unit kerjanya

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 95


3. Mengkoordinir pengunaan APAR sebelum / bila terjadi kebakaran
dilingkungan/ sector/ ruang / Unit kerjanya
4. Mengkoordinir kebutuhan air sebelum terjadi atau bila terjadi kebakaran
dilingkungan / sector/ unit kerja bersama dengan petugas IPSRS
5. Memonitor masa berlaku APAR dan fungsi alat pemadam api yang lain

C. PRINSIP PENANGGULANGAN KEBAKARAN


Dalam prinsip penanggulangan kebakaran, beberapa tahapan yang harus
dilakukan adalah mulai dari mencegah penyalaan dengan memutus salah satu
dari segitiga api agar api tidak timbul.
Jika api timbul maka dilakukan pemadaman tahap dini. Jika tidak bisa
ditanggulangi dengan APAR maka api dapat tumbuh dan menyebar sehingga
perlu mencegah api tumbuh membesar, kemudian melakukan evakuasi manusia
dan barang serta pengendalian terhadap asap yang mungkin dapat liar
menyebar.
Upaya untuk mencegah penyalaan serentak sehingga timbul flash over
merupakan kondisi bahaya yang selanjutnya dilakukan pencegahan perambatan
api ke area lainnya karena adanya pembakaran penuh, jika api surut yang
dilakukan adalah dengan melakukan pendingan lebih lanjut, mencegah backdraft
diruang tertutup.

D. PENGGUNAAN APAR
Dalam menggunakan APAR, harus tepat dan benar agar dapat efektif dalam
upaya memadamkan api. Cara menggunakan APAR adalah seperti yang
ditampilkan pada gambar berikut:

96 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


TAHAPAN CARA PAKAI APAR

( jangan melawan arah


E. EVALUASI PENANGGULANGAN KEBAKARAN

Evaluasi dilakukan dari tahap awal sampai akhirnya dievaluasi kembali.


1. Identifikasi bahan berbahaya
Material yang dapat terbakar (seperti cairan, bahan padat, gas/debu maupun
uap)
2. Identifikasi potensi yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran
Seperti adanya tumpahan, peralatan yang pecah atau meledak, percikan api,
korosi, pemanasan berlebih atau adanya reaksi kimia.
3. Identifikasi metode paparan sumber panas
Sumber energy yang dapat menimbulkan kebakaran seperti Loncatan bunga
api,
Welding/cutting, Elektro statis, Gesekan, Rokok, Api terbuka, Petir ,
Konsleting, dll.
4. Estimasi dampak dari bahaya kebakaran
Dampak kebakaran yang mungkin terjadi Kebakaran, Ledakan, paparan
bahan beracun
5. Identifikasi program pencegahan kebakaran
Usaha pencegahan kebakaran dari program dapat berupa Komitmen dan
Kebijakan, Housekeeping, Design review, Prosedur, sertifikasi, testing,
kalibrasi, dll.
6. Identifikasi peralatan sistem kebakaran
Peralatan sistem proteksi sangat banyak dan bermacam-macam, Sistem
deteksi kebakaran Sistem Pemadam Kebakaran, Peralatan Pemadaman,
SDM, PPGD, Sistem Penanggulangan dengan sistem zona.
7. Review keefektifan dari usaha yang sedang berjalan

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 97


Review yang sedang berjalan berupa pencegahan dan proteksi kebakaran
yang dibandingkan antara konstruksi atau kondisi yang ada dengan
persyratan minimum.
8. Susun program perbaikan
Yang terdiri atas sistem pencegahan kebakaran, peningkatan pelatihan,
perbaikan sistem proteksi dan juga regu keselamatan kebakan.
9. Susun program inspeksi dan pengujian berkala serta perawatan
Berupa sistem inspeksi sistem proteksi kebakaran, inspeksi kegiatan
operasional, pengujian peralatan pemadam kebakaran dan prosedur
perawatan yang sesuai.
10. Susun prosedur tanggap darurat dengan memberdayakan fasilitas yang
tersedia serta terdokumentasi.
Penyusunan prosedur tanggap darurat kebakaran harus sesuai dengan
kondisi dan memberdayakan dari fasilitas yang tersedia. Seperti adanya
prosedur tanggap darurat, simulasi bencana, rehabilitasi dan investigasi
insiden.
11. Lakukan audit internal atau self assesmen pada sistem keselamatan
kebakaran.

VIII. REFERENSI
1. Undang-Undang RI Nomor : 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-Undang RI Nomor : 08 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3. Undang-Undang RI Nomor : 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
4. Undang-Undang RI Nomor : 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
5. Undang-Undang RI Nomor : 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
6. Peraturan Pemerintah RI Nomor : 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
7. Perda DKI No. 08 tahun 2008 tentang pencegahan dan penanggulangan
Kebakaran
8. Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang teknis sistem proteksi kebakaran
9. Kepmen PU No. 10 tahun 2000 tentang ketentuan teknis pengamanan terhadap
bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.
10. Pedoman Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Aktif pada bangunan gedung RS
11. SK Meneg PU no. 10/KPTS/2000 tentang ketentuan persyaratan teknis
pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan
12. SK Meneg PU no. 11/KPTS/2000 tentang ketentuan persyaratan teknis
Manajemen penangggulangan Kebakaran di perkotaan
13. Badan Standarisasi Nasional (2000) tentang pencegahan kebakaran pada
bangunan gedung 2000-2001 menyangkut sistem hidran, sprinkler otomatis dan
APAR
14. Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Bahaya Kebakaran

98 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


LAMPIRAN

Lampiran 1
PANDUAN LATIHAN
Tujuan :
Setelah mengikuti latihan ini, peserta mampu melakukan identifikasi dari potensi
bahaya kebakaran yang ada.

1. Fasilitator menjelaskan tujuan latihan dan membagi menjadi 6 kelompok dengan


masing-masing kelompok berjumlah 5 orang.
2. Setiap kelompok memilih tim penyaji dari masing-masing kelompok
3. Peserta diberikan formulir identifikasi.
4. Peserta dijelaskan tentang cara pengisian dari formulir sesuai dengan topik yang
ditentukan. ( masing-masing kelompok berbeda-beda )
5. Peserta mengisi formulir identifikasi dalam satu kelompok.
6. Alokasi waktu diskusi kelompok 15 menit/kelompok
7. Alokasi waktu presentasi dan tanya jawab 15 menit/kelompok
8. Tugaskan setiap kelompok untuk mendiskusikan :
- Penilaian risiko dari hasil identifikasi yang ada
- Dengan data penilaian risiko tersebut dibuatkan dampak atau akibat yang
bisa ditimbulkan.
- Dari dampak yang dapat ditimbulkan tersebut upaya apa yang harus
dilakukan untuk melakukan pengendalian atau rekomendasi yang di usulkan.
- Format tabel.

Waktu 135 menit

Lampiran 2.
PANDUAN DEMONSTRASI
Tujuan :
Setelah mengikuti diskusi kelompok ini, peserta mampu melakukan/mensimulasikan
/mempraktekkan cara pemakaian APAR dengan benar.
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dari simulasi tentang penggunaan APAR yang
merupakan tahap awal dalam memadamkan kebakaran dengan volume api kecil.
2. Fasilitator menyampaikan tahapan-tahapan dari praktek yang akan dilakukan
dengan penayangan video cara penggunaan APAR.
3. Fasilitator menyampaikanbagian-bagian fisik dari tabung APAR dengan
menjelaskan fungsinya masing-masing.
4. Fasilitator memperagakan tentang tahapan-tahapan cara penggunaan APAR,
yaitu :
a. Pegang leher tabung dan Tarik Pin
b. Ambil ujung nozzle/selang (tes terlebih dahulu dengan mengarahkan selang
ke atas) dan arahkan ke sumber api.
c. Tekan tuas/handle atas dan bawah.
d. Sapukan ke kanan dan kiri ( jangan berlawanan dengan arah angin )
5. Fasilitator meminta masing-masing peserta untuk mensimulasikan cara
pemakaian APAR di kelas tanpa disemprotkan.

Waktu 90 menit

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 99


Lampiran 3.
PANDUAN OBSERVASI LAPANGAN

Tujuan :
Setelah mengikuti observasi lapangan ini, peserta mampu melihat langsung tentang
implementasi dari keselamatan kebakaran yang ada.

1. Fasilitator menjelaskan tujuan dari observasi lapangan yang akan dilakukan


terutama tentang keselamatan kebakaran. Yaitu dengan melihat dokumen
terkait kebijakan, pedoman maupu prosedur pencegahan dan penanggulangan
kebakaran serta melihat implementasinya dilapangan.
2. Fasilitator membagi kelompok dan membagi menjadi 6 kelompok dengan
masing-masing kelompok berjumlah 5 orang.
3. Setiap kelompok melakukan observasi lapangan sesuai dengan area yang telah
ditentukan.
4. Setiap kelompok mendiskusikan hasil dari observasi lapangan yang telah
dilakukan dan memilih tim penyaji dari masing-masing kelompok dengan alokasi
waktu diskusi kelompok 15 menit/kelompok
5. Alokasi waktu presentasi dan tanya jawab 15 menit/kelompok
6. Fasilitator merangkum hasil presentasi dari setiap kelompok.

Lampiran 4.
LEMBAR FORMULIR PENUGASAN :

Objek/ Penyebab Exicting Pengendalian Ket./ bukti/


Aktifitas bahaya kontrol lanjutan foto
kebakaran

100 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


MATERI INTI 6.
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
RUMAH SAKIT DARI ASPEK K3

I. DESKRIPSI SINGKAT TENTANG PENGERTIAN B3


Pengoperasian rumah sakit menggunakan banyak Bahan Berbahaya dan Beracun.
Penanganan B3 yang tidak benar dapat berpotensi menyebabkan risiko kecelakaan
dan penyakit akibat kerja pada petugas dan risiko pencemaran lingkungan. Untuk
mengelola B3 di rumah sakit, diperlukan metode dan prosedur yang tepat, sehingga
B3 di ruangan sumber dapat diidentifikasi secara jelas baik jenis dan risikonya, dapat
dilakukan tahapan penanganan yang tepat dan benar ditunjang dengan kelengkapan
dokumen penunjang seperti lembar data keselamatan bahan (SDS), perizinan fasilitas
limbah B3, kelengkapan alat pelindung diri, termasuk penanganan terhadap tumpahan
B3. B3 yang tidak fungsional lagi dan telah melebihi amsa kadaluwarsanya akan
merubah statusnya menjadi limbah B3, dan tentunya cara penanganannya pun
diperlukan upaya seperti tersebut diatas. Pengelolaan B3 dan limbah B3 di rumah sakit
juga diberlakukan bagi unit independen di rumah sakit. Pengelolaan B3 di rumah sakit
harus dilakukan secara berkelanjutan, agar aktivitas petugas dalam pengelolaan B3
dapat terus dijamin keselamatan dan kesehatannya. Cara ini akan memelihara
produktivitas kerja petugas untuk menciptakan mutu pelayanan yang berbasis quality
and safety.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. TujuanPembelajaranUmum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami pengelolaan bahan
berbahaya dan beracun sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

B. TujuanPembelajaranKhusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan tentang Bahan Berbahaya dan Beracun.
2. Melakukan identifikasi dan inventarisasi Bahan Berbahaya dan Beracun di RS
3. Melakukan pengelolaan B3 di RS

III. POKOK BAHASAN DAN SUBPOKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut:
1. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
- Pengertian
- Dasar hukum
- Jenis-jenis B3
- Safety Data Sheet (SDS)
2. Identifikasi dan Inventarisasi B3 di setiap unit kerja di RS
- Identifikasi
- Inventarisasi
3. Pengelolaan B3 di RS
- Perencanaan pengadaan B3
- Penggunaan B3
- Pengemasan B3
- Penyimpanan B3
- Distribusi B3
- Penanganan insiden(tumpahan atau paparan) B3
- Pembuangan B3 kadaluarsa

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 101


IV. METODE
Metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
- Ceramah dan tanya jawab
- Latihan (TPK2 dan TPK3)
- Pemutaran video penggunaan spill kit

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


Media dan alat bantu yang digunakan adalah sebagai berikut:
 Bahan tayang / power point
 Modul
 LCD
 Laptop
 Whiteboard
 Spidol
 Laser pointer
 Formulir inventarisasi
 Video spill kit
 Panduan latihan
 Panduan pemutaran video

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikanl angkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.

Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materiini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
3. Tanyakan kepada peserta apa yang mereka ketahui tentang bahan berbahaya dan
beracun.

Langkah 2. Penyampaian materi


1. Fasilitator menyampaikan materi dengan power point mulai dari pokok bahasan 1
sampai 3 dengan menggunakan metode ceramah-tanya/jawab.
2. Peserta diminta untuk latihan mengisi formulir inventarisasi B3 sesuai dengan
kondisi di RS nya masing-masing.
3. Fasilitator menayangkan video penggunaan spill kit pada penanganan tumpahan
B3.
4. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta mengenai hal-hal yang belum
dipahami terkait materi yang disampaikan.

Langkah 3. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan

102 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


VII. URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

A. PENGERTIAN
Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah
bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah
RI Nomor 74 Tahun 2001).

Salah satu dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, adalah
meningkatnya jumlah maupun jenis bahan kimia atau bahan berbahaya baik dari
aspek produksi, distribusi, penggunaan maupun limbahnya. Banyaknya jumlah
dan jenis bahan kimia maupun bahan berbahaya yang beredar saat ini tentu
memiliki risiko bahaya yang memerlukan penanganan dan perlakuan khusus oleh
penggunanya. Pengelolaan bahan dan limbah berbahaya yang kurang tepat dapat
menimbulkan ancaman atau bahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan
hidup.

Setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib
mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, maupun
membahayakan kesehatan manusia. Rumah sakit merupakan salah satu badan
usaha yang menggunakan B3 maupun menghasilkan limbah B3 dari kegiatan
pelayanannya.B3 maupun limbah B3 yang tidak dikelola dengan baik berisiko
menimbulkan cedera, penyakit akibat kerja, maupun kebakaran dan ledakan.

B. DASAR HUKUM
Cukup banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dimana secara rinci diuraikan sebagai
berikut :
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
- Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
- Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
- Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
- Peraturan pemerintah RI Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan
BahanBerbahaya dan Beracun
- Peraturan Pemerintah RI Nomor 472/MENKES/PER/V/1996 tentang
Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan
- Permenkes Nomor 1184 tahun 2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
- PermenLH Nomor 03 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan
Label Bahan Berbahaya dan Beracun
- PermenLH Nomor 68 tahun 2015 tentang Tata Cara dan ketentuan teknis
penanganan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun pada fasilitas pelayanan
kesehatan

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 103


C. JENIS-JENIS BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

Bahan berbahaya beracun (B3) selain bermanfaat bagi manusia namun juga
berisiko terhadap kesehatan maupun keselamatan, dan berpotensi untuk
mencemari lingkungan bila tidak dikelola sebagaimana mestinya. Di rumah sakit
B3 digunakan dengan cukup banyak. Penanganan B3 yang tidak disertai
pengetahuan yang cukup dapat merugikan rumah sakit seperti misalnya yang
disebabkan oleh B3 yang korosif atau eksplosif.

Rumah sakit menggunakan lebih dari 100 jenis bahan berbahaya dan beracun
dalam memberikan pelayanan dan hampir semua kriteria/ karakteristik B3 ada di
rumah sakit. Standar akreditasi RS mensyaratkan pengelolaan B3 sebagai salah
satu sub bab dalam manajemen fasilitas dan keselamatan.

Jenis bahan berbahaya dan beracun yang ada di rumah sakit antara lain :
1. Bahan kimia pembersih dan desinfektan
 Pembersih linen : deterjen, desinfektan, pemutih, softener, dll
 Pembersih permukaan : floor cleaner, glass cleaner, stainer removal, wax,
wooden polish, desinfektan, dll
 Pembersih peralatan medis maupun non medis
 Pembersih tangan : hand soap, hand rub
2. Bahan kimia laboratorium
 Alkohol
 Etanol
 Formalin
 H2SO4
 H2O2,
 Xylol
3. Bahan kimia di pelayanan
 Alkohol
 Glutaraldehyde
 Liquid nitrogen
 Dimethyl sulfoxide

Berdasarkan PP No. 74 tahun 2001 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan


beracun, B3 di bagi menjadi 3 bagian :
1. B3 yang boleh dipergunakan di Indonesia
2. B3 yang terbatas digunakan
3. B3 yang dilarang digunakan

104 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Tabel 13 contoh B3 yang diperbolehkan digunakan

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 105


Tabel 14. Contoh B3 yang terbatas digunakan

106 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Tabel 15. Contoh B3 yang dilarang

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 107


KLASIFIKASI
Yang termasuk klasifikasi bahan berbahaya adalah bahan-bahan yang
mempunyai sifat:

1. Mudah meledak (explosive)

Adalah bahan yang pada suhu dan tekanan standar (250C, 760 mmHg) dapat
meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas
dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak
lingkungan di sekitarnya.

2. Pengoxidasi (oxidizing)

Adalah bahan yang waktu pembakarannya sama atau lebih pendek dari
senyawa standar (ammonium persulfat untuk B3 padat, dan asam nitrat untuk
B3 cair).

3. Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable)


Adalah B3 baik berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala
dibawah 00C dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 350C

4. Sangat mudah menyala (highly flammable)


Adalah B3 baik berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala 00C –
210C

5. Mudah menyala (flammable)

Adalah B3 yang mempunyai salah satu sifat sebagai berikut :


Berupa cairan:
Bahan berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan
atau pada titik nyala (flash point) tidak lebih dari 600C (1400F) akan menyala
apabila terjadi kontak dengan api, percikan api, atau sumber nyala lain pada
tekanan udara 760 mmHg.

Berupa padatan:
B3 yang bukan merupakan cairan, pada temperatur dan tekanan standar
(250C, 760 mmHg) dengan mudah terjadinya kebakaran melalui gesekan,

108 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


penyerapan air, atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar
dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus dalam 10 detik.

6. Amat sangat beracun (extremely toxics)


7. Sangat beracun (highly toxics)
8. Beracun (moderately toxics)

B3 yang bersifat racun bagi manusia akan menyebabkan kematian atau sakit
yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit, atau
mulut.

Tingkatan racun :
No Kelompok LD50 (mg/kg)
1 Amat sangat beracun (extremely toxic) <1
2 Sangat beracun (highly toxic) 1 – 50
3 Beracun (moderately toxic) 51-500
4 Agak beracun (slightly toxic) 501-5.000
5 Praktis tidak beracun (practically non toxic) 5.001-15.000
6 Relatif tidak berbahaya (relatively harmless) > 15.000

9. Berbahaya (harmful)

Adalah bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika terjadi
kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya
terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.

10. Korosif (corrosive)

B3 yang bersifat korosif mempunyai sifat antara lain :


- Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 109


- Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan
laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian
550C
- Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan
sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

11. Bersifat iritasi (irritant)

Bahan baik padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak secara langsung
dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir
dapat menyebabkan peradangan.

12. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)

Bahaya yang ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon
(misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan
tersebut dapat merusak lingkungan

13. Karsinogenik (carcinogenic)

Adalah sifat bahan penyebab sel kanker yakni sel liar yang dapat merusak
jaringan tubuh

14. Teratogenik (teratogenic)


Adalah sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
pertumbuhan embrio
15. Mutagenik (mutagenic)
Adalah sifat bahan yang menyebabkan perubahan kromosom yang berarti
dapat merubah genetika.

110 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


16. Gas bertekanan

Gas bertekanan seperti gas LPG, nitrogen, oksigen

D. LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN (SAFETY DATA SHEET (SDS))

Lembar data keselamatan biasanya dikeluarkan oleh produsen B3, dimana


berdasarkan PP No. 74 tahun 2001 minimal memuat :
 Merek dagang
 Rumus kimia B3
 Jenis B3
 Klasifikasi B3
 Teknik penyimpanan, dan
 Tata-cara penanganan bila terjadi kecelakaan

Sedangkan lembar data keselamatan yang lengkap biasanya terdiri dari :


 Informasi bahan kimia dan perusahaan
 Komposisi dan informasi kandungan bahan
 Identifikasi bahaya
 P3K
 Data risiko kebakaran dan ledakan
 Penanganan tumpahan
 Penggunaan dan penyimpanan
 Kontrol paparan dan proteksi pada pekerja
 Informasi data fisik dan kimia
 Data stabilitas dan reaktifitas
 Informasi toksikologi
 Informasi ekologis
 Informasi pembuangan
 Informasi transportasi

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 111


Beberapa contoh lembar data keselamatan dapat dilihat di bawah ini :

ASAM ASETAT

RUMUS KIMIA : CH3COOH


NOMOR CAS : 64-19-7

PEMAPARAN GEJALA PENCEGAHAN PERTOLONGAN


PERTAMA
Mata Kacamata pelindung, apron Periksa dan
sintetis, respirator uap. Sarung lepaskan lensa
tangan. Dalam hal kejadian kontak.
tumpah dalam jumlah banyak, Dalam hal kontak,
selain hal yang disebutkan di langsung
atas , gunakan baju pelindung bersihkan mata
yang lengkap, sepatu bot dan dengan air
alat pelindung nafas untuk mengalir yang
menghindari terhirupnya materi banyak selama
ini sekurang-
kurangnya 15
Dalam hal kontak dengan kulit, menit. Air dingin
Kulit
langsung bersihkan kulit dengan dapat digunakan.
air mengalir yang banyak Segera diperiksa
sekurang-kurangnya 15 menit ke dokter.
sambil melepaskan pakaian dan
sepatu yang tercemar. Tutup
kulit yang teriritasi dengan krim
pelembab. Air dingin dapat
digunakan. Cuci pakaian
sebelum digunakan kembali.
Bersihkan sepatu dengan benar
sebelum digunakan kembali,
Segera

Bila terhirup, pindahkan ke Bila terhirup,


Inhalasi udara yang bersih, Bila terhirup pindahkan ke
dalam jumlah banyak, segera udara yang bersih,
pindahkan korban ke area yang Bila terhirup dalam
bersih. Longgarkan pakaian jumlah banyak,
yang ketat seperti kerah, dasi segera pindahkan
dan ikat pinggang. Bila tidak korban ke area
bernafas, berikan pernafasan yang bersih.
buatan. Longgarkan
pakaian yang ketat
seperti kerah, dasi
dan ikat pinggang.
Bila tidak
bernafas, berikan
pernafasan
buatan.

112 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


CARA PENANGANAN PADA TUMPAHAN PEMBUANGAN

Tumpahan sedikit Materi yang tersisa tidak boleh


Encerkan dengan air lalu dipel, atau serap dibuang. Kembalikan dalam wadah
dengan bahan yang kering dan tidak reaktif dengan diberi label dan diperiksa
serta letakkan dalam wadah sampah yang apakah ada kebocoran ke distributor.
sesuai. Bila perlu netralkan sisa tumpahan
dengan larutan jenuh sodium karbonat

Tumpahan banyak
Benda ini dapat terbakar dan bersifat korosif.
Jauhkan dari panas dan sumber ledakan.
Hentikan kebocoran bila tidak ada risiko. Jika
bahan dalam bentuk padat, gunakan sekop
untuk meletakkan bahan di wadah sampah
yang tepat. Jangan sentuh materi yang telah
tumpah.

CARA PENANGANAN PADA PENYIMPANAN WADAH &


KECELAKAAN/KEBAKARAN PENANDAAN

Dapat terbakar bila ada api Simpan dalam daerah yang Wadah :
terbuka atau percikan dan panas, terpisah dan telah disetujui. Karbol gelas atau
bahan yang mengoksidasi dan Simpan wadah dalam tempat polietilen dan
logam. yang sejuk dan memiliki drum atau tangki
ventilasi memadai. yang terlapis
polietilen.
Bahan ini bereaksi dengan Tutup wadah dengan kuat
logam, menghasilkan gas serta disegel sampai akan Penandaan :
Korosif :
hidrogen dan akan menyala bila digunakan.
Mudah menyala
berkontak dengan zat kalium
Beracun
tertubtoksida, campuran Hindari semua sumber
ammonium nitrat dan asam ledakan (percikan atau api)
asetat menyala bila dihangatkan.

Bila ada kejadian terbakar ringan,


gunakan bubuk kimia kering.

Dalam hal api yang besar,


gunakan busa alkohol dan
semprotan. Dinginkan wadah
penampung dengan semprotan
air untuk mencegah peningkatan
tekanan dan ledakan

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 113


ASAM SULFAT 95-97%

RUMUS KIMIA : H2SO4


NOMOR CAS :

PEMAPARAN EFEK PENCEGAHAN PERTOLONGAN


PERTAMA

Inhalasi Iritasi pada Jangan menghirup Hirup udara segar.


saluran uap-uap, aerosol. Panggil dokter.
pernapasan. Hindari kontak dengan
bahan ini. Pastikan
tersedianya jalan
pertukaran udara yang
baik (ventilasi/jendela).
Masker dengan filter
P2 (menurut DIN
3181) untuk partikel
padat dan cair bahan
berbahaya.

Kulit Bahaya akibat Pakaian pelindung dan Cuci dengan air yang
penyerapan sarung tangan karet. banyak. Oleskan dengan
kulit, dapat polyethylene glycol 400.
terjadi luka Segera lepaskan pakaian
bakar. yang terkontaminasi. Hazardous
Segera panggil dokter.

Mata Iritasi ringan. Kacamata/googles Bilas secara hati-hati


Iritasi mukosa. pelindung yang pas dengan ar selama
dan ketat. beberapa menit. Jika
menggunakan lensa
kontak segera lepaskan,
dan lanjutkan dengan
membilasnya. segera
hubungi dokter mata.

Tertelan Mual, muntah, Beri air minum kepada


sakit kepala, korban (paling banyak
pusing, dua gelas), hindari
inebriation, muntah (risiko perforasi!).
kerusakan Segera panggil dokter.
penglihatan, Jangan mencoba
kebutaan menetralisir.
(kerusakan
tetap pada saraf
optik).

114 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


CARA PENANGANAN PADA TUMPAHAN PEMBUANGAN

Ambil dengan bahan penyerap cairan (misal Materi yang tersisa tidak boleh
Chemizorb). Teruskan ke pembuangan. dibuang. Kembalikan dalam wadah
Bersihkan area yang terkena. Jangan biarkan dengan diberi label dan diperiksa
memasuki sistem pembuangan air, risiko apakah ada kebocoran ke distributor.
meledak!

CARA PENANGANAN PADA PENYIMPANAN WADAH &


KECELAKAAN/KEBAKARAN PENANDAAN

Media pemadam yang sesuai: Tertutup sangat rapat. Wadah :


Gunakan tindakan pemadam Tidak ada batasan suhu wadah yang
kebakaran yang disesuaikan tertutup sangat
penyimpanan.
dengan lingkungan sekitar. rapat.

Bahaya khusus yang muncul dari Penandaan :


bahan atau campuran: Korosif
Tidak mudah terbakar.

Jangan berada di zona


berbahaya tanpa peralatan
perlindungan pernapasan. Untuk
menghindari kontak dengan kulit,
jaga jarak aman dan gunakan
pakaian pelindung yang sesuai.
Combustion Products: To

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 115


116 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 117
118 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 119
120 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 121
122 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 123
POKOK BAHASAN 2
IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI B3 DI SETIAP UNIT KERJA DI RS

Adanya B3 di Rumah Sakit dapat menimbulkan bahaya bagi para pasien maupun para
pekerjanya, baik bagi para dokter, perawat, teknisi dan semua yang berkaitan dengan
pengelolaan rumah sakit maupun perawatan pasien. Walaupun orang menyadari arti
bahan-bahan beracun dan bahayanya, kecelakaan bahan-bahan kimia (B3) terjadi
semata-mata karena kurang hati-hati dan kurang peduli terhadap bahan-bahan (B3).
Secara tidak langsung tindakan tersebut dapat menyebabkan keracunan kronik akibat
tumpahan, kebocoran tempat penyimpanan dan ventilasi yang kurang baik. Dengan
melakukan identifikasi dan inventarisasi B3 di setiap unit kerja di RS yang meliputi
data-data jenis bahan kimia, karakteristik dan bahayanya, serta jumlah yang
digunakan atau yang disimpan, akan membuat para petugas menjadi lebih perduli
terhadap B3 yang ada di tempat kerjanya.

A. IDENTIFIKASI :
Kegiatan identifikasi B3 di rumah sakit dilakukan terhadap aspek karakteristik B3,
tingkat bahaya B3, dan dampak risiko nya baik terhadap manusia maupun
lingkungan hidup.
1. Identifikasi karakteristik B3
Untuk melakukan identifikasi B3 dapat dilakukan dengan mengacu pada
lembar data pengaman (safety data sheet), dimana karakteristik bisa dilihat
dari simbol yang tertera pada SDS dan bahaya dari informasi identifikasi
bahaya (hazard identification). Seperti diketahui, bahwa dalam Peraturan
pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 disebutkan bahwa karakteristik B3 di
rumah sakit dapat memiliki karakteristik sbb :
 Mudah meledak (explosive)
 Pengoksidasi (oxidizing)
 Mudah menyala (flammable)
 Racun (toxic)
 Berbahaya (harmful)
 Iritasi (irritant)
 Korosif (corrosive)
 Berbahaya bagi lingkungan (dangerous for the environment)
 Karsinogenik, teratogenik, mutagenic
 Bahaya lain berupa gas bertekanan
2. Identifikasi Tingkat Bahaya B3
Tingkat bahaya B3 tidak berdiri sendiri. Sesuai ketentuan, dalam
penyimpanan B3 harus dikelompokkan sesuai dengan karakteristiknya, hal ini
ingin menjelaskan bahwa B3 yang berbeda karaktersitik apabila dilakukan
cara penanganan yang salah maka dapat sifat/karakteristiknya dapat saling
menguatkan atau saling melemahkan. Termasuk sifat B3 dirumah sakit yang
dapat bersifat stabil dan tidak stabil. B3 yang tidak stabil dapat mudah
menunjukkan karakteristiknya apabila lingkungan penyimpanannya tidak
sesuai dengan karakteristiknya. Untuk itu, disarankan sebelum melaukan
penanganan , maka petugas B3 perlu pembaca dan memahami SDS B3
yang akan dikelola. Secara konvensional, terdapat 7 kelas bahan berbahaya,
yaitu :
a. Materi mudah terbakar (flammable material) : padat, cair, uap,atau gas
yang menyala dengan mudah dan terbakar secara cepat bila dipaparkan
pada sumber nyala, misalnya pelarut (solvent) seperti benzene, ethanol,
debu aluminum, gas hidrogen dan metan.

124 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


b. Materi yang spontan terbakar (spontaneously ignitable material) : padat
atau cair yang dapat menyala secara spontan tanpa sumber nyala,
misalnya karena perubahan panas, tekanan atau kegiatan oksidasi atau
kegiatan lain seperti aktivitas mikrobiologis. Contoh materi ini misalnya
fosfor putih.
c. Peledak (explosive) : materi kimia ini dapat meledak, biasanya karena
adanya kejutan (shock), panas, atau mekanisme lainnya. Contoh materi
ini misalnya dinamit dan trinitrotoluene (TNT).
d. Pengoksidasi (oxidizer) : Materi yang menghasilkan oksigen, baik dalam
kondisi biasa atau bila terpapar dengan panas. Contoh materi ini adalah
amonium nitrat dan benzoyl peroksida.
e. Materi korosif : padat atau cair seperti asam kuat atau basa kuat, yang
dapat membakar dan merusak jaringan kulit bila berkontak dengannya.
f. Materi toksik : racun yang dalam dosis kecil dapat membunuh atau
mengganggu kesehatan, seperti karbon monoksida dan hidrogen sianida.
g. Materi radioaktif : dicirikan dengan transformasi yang berlangsung dalam
inti atom, misalnya uranium heksafluorida, atau radiofarmaka seperti Ir 131

Materi tersebut kadangkala menjadi lebih berbahaya bila berada dalam


kondisi tercampur dengan bahan lain. Kadangkala secara tidak sengaja
terjadi pencampuran antara 2 materi yang asalnya tidak berbahaya.
Pencampuran bahan berbahaya dapat menyebabkan:
- Timbulnya bahan toksik
- Timbulnya gas bakar yang dapat menimbulkan kebakaran atau ledakan,
atau
- Panas akibat reaksi kimia yang terjadi akan dapat membakar bahan
mudah terbakar di sekitarnya.

Beberapa ilustrasi di bawah ini akan menggambarkan hal tersebut:


a. Interaksi bahan membentuk bahan toksik:
Bila kita mencampur larutan asam yang banyak digunakan secara
komersial untuk menghilangkan karat atau untuk membersihkan wastavel
atau WC dengan pemutih cucian atau disinfektan yang digunakan dalam
kolam renang. Reaksi yang terjadi akan berlangsung secara spontan,
menghasilkan gas klorin yang sangat toksik melalui pernafasan. Tubuh
manusia mentolerir konsentrasi bahan ini dengan konsentrasi tidak lebih
dari 1 ppm di udara.
b. Interaksi bahan membentuk nyala atau bahan eksplosif:
Bahan logam natrium akan dapat terbakar dengan sendirinya bila
terdapat uap air yang kontak dengannya, karena reaksi yang terjadi akan
menghasilkan gas hidrogen yang dapat terbakar tanpa adanya pemantik
api. Misalnya gudang penyimpan logam natrium terbakar. Bila api yang
dipadamkan dilakukan dengan air, maka kebakaran akan tambah besar,
karena dihasilkan gas hidrogen.
c. Interaksi bahan membentuk panas:
Bahan-bahan pengoksidasi adalah contoh bahan berbahaya yang siap
bereaksi dengan bahan mudah terbakar, menyebabkan terjadinya swa-
kebakaran. Bila larutan asam nitrat (oksidator) tercampur dengan tepung
beras, akan memungkinkan bahan tepung tersebut secara spontan akan
terbakar.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 125


Pertanyaan besarnya adalah mengapa B3 dapat menyebabkan situasi
yang berbahaya bagi petugas dan lingkungan di rumah sakit. Berikut
adalah faktor yang mendukung timbulnya situasi berbahaya/ tingkat
bahaya dari B3 di rumah sakit.
a. Daya racun
Dinyatakan dengan satuan LD50 atau LC50 dimana makin kuat nilai
LD50 atau LC50 bahan berbahaya beracun/kimia menunjukkan
makin tinggi daya racunnya.
b. Cara B3 masuk kedalam tubuh (route of entry) yaitu melalui saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan penyerapan melalui kulit.
Diantara yang sangat berbahaya adalah melalui saluran pernafasan
karena tanpa disadari bahan kimia akan masuk ke dalam tubuh
bersama udara yang dihirup yang diperkirakan sekitar 8,3 m2 selama
8 jam kerja dan sulit di keluarkan kembali dari tubuh.
c. Konsentrasi macam dan lama paparan B3 yaitu besar dosis yang
berada di udara atau yang kontak dengan bagian tubuh, kemudian
lamanya paparan terjadi apakah terus menerus atau terputus-putus
menentukan jumlah dan dosis yang masuk ke dalam tubuh.
d. Efek kombinasi B3
Yaitu paparan bermacam-macam B3 dengan sifat dan daya racun
yang berbeda, menyulitkan tindakan tindakan pertolongan atau
pengobatan.
e. Kerentanan calon korban paparan B3
Masing-masing individu mempunyai daya tahan yang berbeda-beda
terhadap pengaruh B3. Pengaruh bahan kimia tergantung kepada
umur, jenis kelamin, kondisi umum kesehatan dan lain-lain.
3. Dampak Bahaya / risiko B3
Pengelolaan B3 yang tidak benar di rumah sakit dipastikan dapat
menyebabkan dampak pada manusia dan lingkungan. Dampak pada
manusia menjadi penting karena merupakan indikasi gambaran mutu
penanganan K3 B3 di rumah sakit. Kasus-kasus kecelakaan kerja akibat
tumpahan B3 atau kebocoran B3 dan penyakit kronis akibat B3 seringkali kali
mengancam produktivitas petugas, termasuk pencemaran lingkungan.
Beberapa jenis risiko penanganan B3 di rumah sakit adalah :
kebocoran/kontak B3, tumpahan B3, ledakan dan kebakaran. Untuk
menentukan prioritas pengelolaan dapat dilakukan dengan manajemen risiko
menggunakan tools hazard risk analysis atau tools lain yang sesuai. Hasil
manajemen risiko dapat dibuat peta sebaran risiko dan peta prioritas
pengendalian risiko B3. Dampak penanganan B3 yang tidak benar pada
kesehatan petugas , secara rinci dapat penyebabkan :
 Toksisitas akut
 Korosi/ iritasi pada kulit
 Kerusakan mata berat/ iritasi mata
 Sensitisasi terhadap pernafasan dan kulit
 Mutagen pada sel nutfah
 Karsinogenitas
 Toksisitas reproduksi
 Toksisitas sistemik terhadap target organ tertentu

Sementara dampak B3 pada lingkungan antara lain, menyebabkan :


- Bahaya akuatik akut, jangka pendek, atau kronis
- Bahaya terhadap lapisan ozon

126 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


B. INVENTARISASI

Inventarisasi B3 wajib dilakukan di ruangan unit farmasi/ Gudang penyimpanan


B3 dan ruangan /unit kerja pengguna B3 di rumah sakit. Inventarisais ini bertujuan
agar petugas mengetahui jenis-jenis dan karakteristik serta jumlah B3 di ruangan
kerjanya, sehingga menjadi perhatian petugas untuk menyiapkan dan
menerapkan penanganan B3 yang benar, sehingga risiko-risiko yang mungkin
ditimbulkan dapat dicegah dan dikendalikan.

Kegiatan Inventarisasi B3 dilakukan dengan membuat rekapitulasi B3 dan


biasanya berbentuk table yang berisi informasi tentang B3 meliputi : jenis, bentuk
(cair/padat/gas), volume/jumlah penggunaan, lokasi pengguna, karakteristik
penambahan simbol, ketersediaan lembar data keselamatan, cara pengemasan,
cara penyimpanan, tingkat risiko. Untuk mendukung data inventarisasi ini, maka
perlu juga dilengkapi informasi ketersedian SPO, Alat Pelindung Diri (APD) spill
kit, dan ketersediaan eye washer dan atau body shower yang dibutuhkan.
Informasi tersebut harus diketahui oleh seluruh karyawan di unit kerja yang
menggunakan B3 tersebut.

Berikut contoh tabel 16 . inventarisasi B3 di rumah sakit :

CARA CARA
NO JENIS B3 BENTUK VOL/JML LOKASI KARAKTERISTIK MSDS RISIKO
PENYIMPANAN PENGEMASAN
1 Alkohol cair 10 liter Kmr Mudah Ada Di Gudang Botol khusus Tinggi
Oprsi terbakar khusus
2 dst

POKOK BAHASAN 3
PENGELOLAAN B3 DI RS

A. PERENCANAAN PENGADAAN B3
1. Setiap jenis Bahan Berbahaya dan Beracun ( B3) baru yang akan diadakan,
haruslah dievaluasi terlebih dahulu apakah memang tidak ada pilihan lain atau
pengganti. Beberapa alternative adalah : mengganti bahan yang B3 dengan
bahan non-B3 (contoh thermometer digital, lampu LED Non-mercury dll),
mengganti bahan B3 dengan bahan B3 lain yang lebih rendah konsentrasinya,
2. Untuk setiap pengadaan B3 harus disertakan dengan lembar data keselamatan
dan dicantumkan dalam dokumen kontrak pengadaan B3. Contoh SDS adalah
sbb :

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit hal 127

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 127


3. Setiap unit kerja yang mengajukan permintaan B3 harus menginformasikan
bahwa barang yang diminta termasuk jenis B3 dan harus mencantumkan
dengan jelas nama bahan, nama dagang, rumus kimia, dan jumlah yang
diminta.
4. Pastikan B3 yang diadakan (pembelian) jumlahnya disesuaikan dengan
kebutuhan, misalnya pengadaan per triwulan dan tidak berlebihan sehingga
terhindar dari timbulan B3 kadaluarsa.
5. Setiap B3 yang dikirim oleh pemasok (distributor/ pengecer) B3 wajib dikemas
dengan bahan/bentuk kemasan sesuai dengan karakteristik/klasifikasinya
6. Semua B3 harus diberi simbol dan label yang benar agar tidak terjadi
pencampuran bahan yang tidak sesuai.
a. Pemberian simbol dan label sangat penting untuk mengidentifikasi
sekaligus mengklasifikasikan B3 yang nantinya akan sangat berguna
sebagai informasi penting dalam pengelolaannya. Simbol B3 berbentuk
bujur sangkar diputar 45 derajat sehingga membentuk belah ketupat
berwarna dasar putih dan garis berwarna merah.Simbol yang dipasang
pada kemasan disesuaikan dengan ukuran kemasan. Sedangkan simbol
pada tempat penyimpanan B3 minimal 25 cm x 25 cm. Simbol harus dibuat
dari bahan yang tahan terhadap air, goresan, dan bahan kimia yang akan
mengenainya. Label B3 merupakan uraian singkat yang menunjukkan
antara lain klasifikasi dan jenis B3. Label B3 berisi informasi tentang
produsen B3, identitas B3, serta kuantitas B3. Label harus mudah terbaca,
jelas terlihat, tidak mudah rusak, dan tidak mudah terlepas dari
kemasannya. Label B3 dipasang pada kemasan di sebelah bawah simbol
dan harus terlihat dengan jelas.

Gambar 2. Simbol B3

Gambar 3. Label B3

128 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Gambar 4. Pemasangan simbol dan label B3
b. Simbol dan label yang ditempel pada kemasan B3 harus sesuai dengan
karakteristik B3 yang dikemas dan menjadi tanggung jawab pemasok.
c. Pada wadah harus dicantumkan Penandaan :
- Nama sediaan / Nama dagang
- Nama Bahan Aktif
- Isi / Berat Netto
- Kalimat peringatan dan tanda atau simbol bahaya, petunjuk pertolongan
pertama pada kecelakaan
Penandaan ini harus mudah dilihat, dibaca, dimengerti, tidak mudah lepas
dan luntur.
d. Pemasok diharuskan menerima kembali kemasan bekas B3 maupun B3
yang kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat.

B. PENGGUNAAN B3
1. Setiap petugas yang menangani B3 di rumah sakit, harus berpengalaman dan
atau telah mengukuti pelatihan penanganan B3 rumah sakit
2. Setiap pekerja yang menangani bahan kimia berbahaya dan beracun harus
memakai alat pelindung diri sesuai dengan yang tertera pada Lembar Data
Keselamatan misalnya : sarung tangan, gown, masker, kaca mata pelindung,
penutup kepala, penutup kaki. APD ini harus disediakan secara terus menerus
di ruang pengguna B3
3. Pengguna B3 harus melengkapi diri dengan SDS. Untuk ruang pengguna yang
menggunakan banyak jenis B3, maka SDS perlu di dibuat buku/kumpulan SDS
dan diletakkan di tempat yang mudah terlihat. Sehingga diperlukan tulisan SDS
di tempat peletakkan buku/kumpulan SDS.
4. Di ruang pengguna, setiap B3 harus dilengkapi symbol atau label B3 yang
ditempel dalam kemasan , lemari penyimpanan/rak penyimpanan.
5. Tidak diperkenankan makan, minum atau merokok apabila sedang bekerja
dengan bahan berbahaya dan beracun.
6. Pengawasan penggunaan B3 menjadi tanggung jawab Kepala Satuan Kerja
Pengguna B3 dan dilakukan supervisi secara berkala oleh unit K3.
7. Ruangan yang menggunakan B3 harus tersedia lembar data keselamatan, alat
pemadam api ringan (APAR), emergency kit seperti P3K, eye washer dan atau
body shower, spill kit.

C. PENGEMASAN B3
Pengemasan B3 di Rumah Sakit biasanya merupakan pengemasan ulang dengan
menempatkan B3 ke dalam wadah yang lebih kecil (di tap) untuk selanjutnya di
distribusikan ke ruangan yang membutuhkan. Pengemasan ini dilakukan di
Gudang farmasi/B3 di rumah sakit. Pada proses pengemasan ini tetap berlaku

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 129


prosedur pemberian simbol dan label yang sesuai dan penggunaan jenis kemasan
dan bahan yang sesuai dengan karakteristik B3.

Berikut simbol B3 yang dapat digunakan.

Untuk membuat simbol B3, dapat menggunakan stiker. Beberapa contoh produk
stiker simbol B3 adalah sbb :

D. PENYIMPANAN B3

Penyimpanan B3 di rumah sakit, untuk skala depo disediakan gudnag khusus B3.
Gudang B3 di Gudang farmasi/B3 dibagi menjadi 2 (dua), yakni : 1). Gudang
khusus B3 tidak mudah terbakar (stabil) dan 2). Gudang khusus B3 mudah
terbakar (Gudang api) yang biasanya untuk menyimpanan B3 yang tidak stabil
seperti alcohol,etanol, formaldehida dll.

Tempat penyimpanan B3 berisiko sangat tinggi menyebabkan kejadian


kebakaran/ledakan. Untuk itu, maka tempat/Gudang penyimpanan B3 di rumah
sakit harus dilengkapi dengan fasilitas proteksi aktif dan proteksi pasif. Proteksi
aktif meliputi APAR ukuran kecil dan besar dan selalu up date masa
kadaluwarsanya dan berjenis CO2, smoke and heat detector yang selalu diuji
fungsi, alarm kebakaran, hydrant dinding.

130 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


B3 ditempatkan, disimpan dan diberikan simbol dan label dan dilengkapi sistem
tanggap darurat.

1. Simbol dan label yang ditempel pada tempat penyimpanan B3 harus sesuai
dengan klasifikasi B3 yang disimpan
2. Pemasangan simbol dan label pada tempat penyimpanan B3 dan pada
kemasan B3 di tempat penyimpanan B3 menjadi tanggung jawab Satuan Kerja
Penyimpan dan Pengguna B3
3. Setiap satuan kerja yang melakukan kegiatan penyimpanan B3 wajib
mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan keselamatan kerja,
pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup
4. Tidak diperkenankan menyimpan barang selain B3 di tempat penyimpanan B3,
B3 harus disimpan di dalam tempat penyimpanan khusus B3
5. Tidak diperkenankan makan, minum atau merokok
6. Penyimpanan menerapkan sistem FIFO ( First In First Out) dan FEFO (First
Expired First Out)
7. Penyimpanan tidak boleh melebihi pandangan mata
8. Ruangan khusus penyimpanan B3harus memenuhi persyaratan yang berlaku
antara lain :
a. Memiliki ventilasi yang cukup
b. Material ruangan terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar (gudang
tahan api)
c. B3 tidak boleh diletakkan langsung di lantai
d. Dinyatakan sebagai “ restricted area” sehingga setiap orang yang tidak
berkepentingan tidak diperkenan masuk
e. Harus tersedia lembar data keselamatan, alat pemadam api ringan
(APAR), emergency kit seperti P3K, eye washer dan atau body shower,
spill kit.
f. B3 yang mudah terbakar dijauhkan dari sumber panas dan tidak di simpan
bersama B3 pengoksidasi
g. Lakukan monitoring suhu ruangan dan pengecekan kerusakan atau
kebocoran kemasan B3 secara berkala

E. DISTRIBUSI B3
1. Pendistribusian B3 ke unit pelayanan dilakukan dengan menggunakan alat
angkut tertutup khususnya untuk B3 radiofarmaka dan B3 yang mudah
menguap.
2. Distribusi B3 ke unit pelayanan dalam jumlah kecil sesuai dengan kebutuhan
3. Pendistribusian B3 harus disertai dengan Lembar Data Keselamatan

F. PENANGANAN INSIDEN(TUMPAHAN ATAU PAPARAN) B3


Bila terjadi insiden dan atau keadaan darurat yang diakibatkan Bahan Berbahaya
dan beracun, beberapa hal yang harus dilakukan:
1. Mengamankan (mengisolasi) tempat terjadinya kecelakaan.
2. Bila insiden berupa tumpahan B3 dalam jumlah kecil tangani menggunakan
spill kit yang tersedia sesuai dengan SPO penanganan tumpahan
3. Bila insiden berupa kebakaran kecil, tangani dengan APAR
4. Bila insiden tidak dapat ditangani sendiri, informasikan tentang adanya
kecelakaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) kepada petugas tanggap
darurat dengan mengaktifkan sistim tanggap darurat.
5. Melaporkan kecelakaan dan atau keadaan darurat kepada penanggung jawab
K3 di RS

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 131


G. PEMBUANGAN B3 KADALUARSA
B3 yang kadaluarsa dan atau tidak memenuhi spesifikasi dan atau bekas
kemasan, wajib dikelola sesuai dengan prosedur pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun, dan apabila dimungkinkan dikembalikan kepada pemasok
terkait dengan kebijakan pemerintah mengenai extended product responsibility
(EPR).

VIII. REFERENSI
1. PP No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
2. PermenLH Nomor 03 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label
Bahan Berbahaya dan Beracun
3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 56 Tahun 2015 tentang Tata Cara
dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah bahan Berbahaya dan Beracun Dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Prof. Enri Damanhuri, diktat kuliah
FTL – ITB
5. Globally Harmonized System (GHS)

132 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


LAMPIRAN
Lampiran 1.
PANDUAN LATIHAN

Tujuan: Peserta dapat mengisi formulir inventarisasi B3

Petunjuk :
1. Peserta dibagi dalam 5 kelompok, @ kelompok terdiri dari 6 orang peserta.
2. Masing-masing kelompok mendapatkan 10 buah SDS dan formulir inventarisasi
3. Masing- masing kelompok mendiskusikan:
a. Kelompok 1 : Mengidentifikasi jenis, karakteristik, dan bahaya B3 dengan
menggunakan SDS
b. Kelompok 2 : Mengidentifikasi penanganan kecelakaan pada B3 berdasarkan SDS
c. Kelompok 3 : Menyusun prosedur penanganan tumpahan B3 bahan kimia
d. Kelompok 4 : Menyusun prosedur penanganan tumpahan B3 logam berat
e. Kelompok 5 : Menyusun prosedur penggunaan dan penyimpanan B3
4. Masing masing kelompok mempresentasikan hasil latihan (selama 15 menit)
5. Fasilitator menyimpulkan hasil latihan danmenutupdiskusikelompok

Waktu: 135 menit

Lampiran 2
CONTOH FORM INVENTARISASI

FORM IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN


BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

Sifat
Jenis/ B3 Cara SPO Penangan Ketersediaan
Ketersediaan Cara
No. Area Nama Bentuk Sifat (simbol Penyim yang an B3 emergency
SDS Pengemasan
B3 dan panan tersedia (APD) kit
label)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Pada kolom 1, isi dengan no urut


2. Pada kolom 2, isi dengan area dari satuan kerja terkait mis. unit binatu
3. Pada kolom 3, isi dengan jenis/ nama B3 yang digunakan mis. Asam sulfat
4. Pada kolom 4, isi dengan bentuk fisik dari B3 mis. cair, padat, atau gas
5. Pada kolom 5 isi dengan sifat dari B3 mis. Asam pekat atau basa pekat
6. Pada kolom 6 isi dengan ada tidaknya MSDS (Material Safety Data Sheet)
7. Pada kolom 7, isi dengan sifat B3 (simbol dan label) mis. mudah terbakar, mudah
meledak, dll
8. Pada kolom 8, isi dengan cara pengemasan mis. tertutup wadah plastik dan harus
berlabel jelas
9. Pada kolom 9, isi dengan cara penyimpanan mis. simpan pada suhu ruangan atau
hindari suhu ekstrim

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 133


10. Pada kolom 10 isi dengan ada tidaknya SPO yang terkait dengan B3 yang
digunakan
11. Pada kolom 11 isi dengan jenis APD yang digunakan
12. Pada kolom 12 isi dengan ada tidaknya emergency kit untuk menangani paparan
B3

Lampiran 3

PANDUAN PEMUTARAN FILM

Tujuan: Peserta mengetahui cara penggunaan spill kit

Petunjuk:
1. Fasilitator menayangkan film tentang penggunaan spill kit
2. Fasilitator mendiskusikan dengan peserta mengenai film yang telah ditayangkan

Lampiran 4
CONTOH GAMBAR SPILL KIT

134 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Lampiran 5
CONTOH MSDS

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 135


136 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 137
138 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 139
140 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
Cara
No Jenis Tujuan Sasaran pelaksa Tim Tempat Waktu Biaya
kegiatan Kegiata kegiatan naan Pelaksana
n
1
2
3
4

REFERENSI
1. BPP-SDM Kesehatan ; Rencana Tindak Lanjut ; Modul TOT NAPZA, Pusdiklat
SDM Kesehatan ; Jakarta ; 2009
2. Ditjen PP & PL, Depkes RI ; Rencana Tindak Lanjut, Kurmod Surveilance ;
Subdit Surveilans ; Jakarta ; 2008
3. Modul – 1, Perencanaan Pengendalian Penyakit Kanker ; Direktorat PTM ;
Jakarta ; 2007
4. Departemen Kesehatan RI ; Pedoman Penyusunan Kurikulum Modul Pelatihan
Berorientasi Pembelajaran ; Pusdiklatkes- BPP-SDM ; Jakarta ; 2004
5. Indonesian-Australian Spesialist Project ( IA-STP) ; Metode Pelatihan Bagi Tenaga
Pelatih, Rencana Aksi ; Jakarta ; 2010

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 141


LAMPIRAN

PEDOMAN LATIHAN

Tujuan:
Setelah mengikuti latihan ini, peserta mampu menyusun RTL setelah mengikuti
pelatihan.

Petunjuk:
1) Setiap peserta mendapatkan form RTL.
2) Setiap peserta menyusun rencana kegiatan yang akan dilakukannya setelah
mengikuti Pelatihan PPRG-BK di setiap unit masing-masing.
3) Beberapa peserta menyajikan RTL-nya dan mendapatkan tanggapan atau masukan
dari peserta.

142 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


MATERI INTI 7.
PENGELOLAAN K3 PADA BANGUNAN DAN PRASARANA
BANGUNAN RUMAH SAKIT

I. DESKRIPSI SINGKAT
Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan
perhatian khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan, dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit pasal 3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit
bertujuan mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan; memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; meningkatkan mutu
dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.
Undang-undang tentang bangunan gedung nomor 28 tahun 2002 juga menyebutkan
bahwa bangunan gedung penting sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, maka
perlu diperhatikan keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan pengelolaan K3
bangunan dan prasarana di rumah sakit.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep K3 pada bangunan dan prasarana bangunan rumah
sakit
2. Menjelaskan persyaratan K3 bangunan rumah sakit
3. Melakukan pengelolaan risiko K3 pada tahapan kontruksi bangunan rumah
sakit
4. Melakukan pengelolaan risiko K3 bangunan rumah sakit
5. Menjelaskan persyaratan K3 pada prasarana rumah sakit
6. Melakukan pengendalian risiko K3 pada prasarana rumah sakit

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut:
1. Konsep K3 bangunan dan prasarana bangunan rumah sakit
A. Latar belakang
B. Pengertian
C. Tujuan
D. Ruang lingkup
E. Dasar peraturan perundangan

2. Persyaratan K3 pada bangunan RS


a. Persyaratan keselamatan
b. Persyaratan kesehatan
c. Persyaratan kemudahan
d. Persyaratan Kenyamanan

3. Pengelolaan risiko K3 pada tahapan kontruksi bangunan RS


a. K3 bangunan pada tahap konstruksi
b. dentifikasi Karakteristik kegiatan proyek konstruksi bangunan

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 143


c. Identifikasi Jenis-jnis bahaya pada kegiatan konstruksi bangunan
d. Unsur-unsur terkait pada kegiatan konstruksi bangunan
e. Pengendalian risiko K3 pada bangunan
f. Strategi penerapan K3 pada proyek konstruksi bangunan
g. Elemen program K3 pada proyek konstruksi bangunan
h. Pengawasan pelaksanaan K3 proyek konstruksi bangunan dengan metode
ICRA
i. Pemeliharaan arsitek

4. Pengelolaan Risiko K3 pada bangunan RS


a. Pemeliharaan bangunan
b. Perawatan bangunan
c. Pengawasan bangunan
d. Pemeriksaan bangunan
e. Pengujian bangunan

5. Persyaratan K3 prasarana rumah sakit


a. Sistem proteksi petir
b. Sistem proteksi kebakaran
c. Sistem kelistrikan
d. Sistem gas medik dan vakum medik
e. Sistem HVAC
f. Sistem air

6. Melakukan pengelolaan risiko K3 pada prasarana RS


a. Inventarisasi prasarana
b. Inspeksi K3 prasarana
c. Pemeliharaan prasarana
d. Pemeriksaan prasarana
e. Pengujian prasarana

IV. METODE
- Tugas baca
- Ceramah tanya jawab
- Pemutaran film 5 menit
- Latihan ( TPK 3,4 dan 6)
- Observasi Lapangan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


- Bahan tayang
- Power Point
- Modul
- LCD
- Komputer/Laptop
- Whiteboard
- Kertas flip Chart
- Spidol
- Lase pointer
- Film / Video ( Accident /insiden pada bangunan rumah sakit dan prasarana RS )
- Lembar Inspeksi bangunan
- Lembar inspeksi prasarna
- Panduan Film

144 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Panduan latihan
- Panduan Observasi Lapangan

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.

Langkah 1.Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2.Penyampaian materi TPK1,TPK2


1. Diskusi singkat mengenai materi yang akan disampaikan (sesuai dengan metode
yang telah dipilih pada GBPP)
2. Fasilitator menyampaikan materi sesuai urutan pokok bahasan dengan metode
ceramah tanya jawab
3. Fasilitator menayangkan film (TPK1) terkait dengan keselamatan bangunan dan
prasarana di rumah sakit berupa kasus-kasus kecelakaan kerja pada bangunan
dan prasarana di rumah sakit.
4. Fasilitator menugaskan peserta untuk mengidentifikasi bahaya pada bangunan RS
masing-masing

Langkah 3. Penyampaian materi TPK3 dan TPK 4


1. Fasilitator menyampaikan materi TPK 3 dan TPK4 dengan metode ceramah tanya
jawab
2. Fasilitator menayangkan film terkait proyek konstruksi rumah sakit
3. Fasilitator menugaskan peserta untuk latihan cara mengidentifikasi bahaya pada
kegiatan konstruksi

Langkah 4. Penyampaian materi TPK5 dan TPK 6


1. Fasilitator menyampaikan materi dengan ceramah tanya jawab
2. Fasilitator menugaskan peserta untuk menyusun / merancang program upaya
pengendalian setelah mengidentifikasi dan menganalisa risiko bahaya K3
prasarana RS

Langkah 5. Rangkuman
1. Fasilitator merangkum materi yang telah diberikan
2. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan salam

VII. URAIAN MATERI

POKOKBAHASAN 1.
KONSEP K3 BANGUNAN GEDUNG DAN SARANA GEDUNG RUMAH
SAKIT

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan
merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 145


mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Pada hakekatnya rumah sakit
berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan
tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan
masyarakat.Untuk optimalisasi hasil serta kontribusi positif tersebut, harus dapat
diupayakan masuknya upaya kesehatan sebagai asas pokok program
pembangunan nasional.

Dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 10 ayat
(2) menyebutkan, bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit terdiri atas ruang: b. ruang rawat inap; Dalam Bagian Ketiga tentang
Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa Persyaratan teknis bangunan
Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang
termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.

Dalam standar akreditasi KARS, Keselamatan bangunan gedung masuk dalam


Manajemen Keselamatan dan Fasilitas ( MFK ) khususnya pada MFK 4,4.1 dan
4.2, dimana disebutkan bahwa :
- RS merencanakan dan melaksanakan program yang menjamin keselamatan
dan keamanan lingkungan fisik
- RS melakukan asesmen risiko prakontruksi (PCRA) pada waktu
merencanakan bangunan/konstruksi, pembongkaran, renovasi
- RS merencanakan dan menganggarkan untuk meningkatkan atau mengganti
sistem, bangunan atau komponen lainnya berdasarkan hasil inspeksi dan
tetap mematuhi peraturan perundangan yang berlaku
Bangunan dan prasarana Gedung di rumah sakit mempunyai peran yang sangat
penting dalam menunjang pelayanan kesehatan, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Performance sarana bangunan Gedung sangat dipengaruhi oleh
adanya program pemeliharaan yang berkesinambungan.
Program Keselamatan Gedung (Safety Building) ini bertujuan untuk menwujudkan
bangunan gedung Rumah Sakit sesuai fungsi yang ditetapkan dan yang
memenuhi persyaratan teknis : keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan serta kelestarian lingkungan di Rumah sakit

B. PENGERTIAN
1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun
kegiatan khusus.

2. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang


meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta
kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pem-bongkaran.

3. Pemanfaatan bangunan gedung adalah kegiatan memanfaatkan bangunan


gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan, termasuk kegiatan
pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala.

4. Pemeliharaan adalah suatu kegiatan untuk melakukan pengelolaan


bangunan dan prasarana secara promosi, inspeksi, preventif dan korektif agar

146 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


tetap berfungsi (Permenkes No. 24 tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis
Sarana dan Prasarana RS)

5. Pemeriksaan berkala adalah kegiatan pemeriksaan keandalan seluruh atau


sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau
prasarana dan sarananya dalam tenggang waktu tertentu guna menyatakan
kelaikan fungsi bangunan gedung.

6. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan


bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan
bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan
menurut periode yang dikehendaki.

7. Fasilitas
Fasilitas adalah segala sesuatu hal yang menyangkut Sarana, Prasarana
maupun Alat (baik alat medik maupun alat non medik) yang dibutuhkan oleh
rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi pasien.

8. Sarana
Segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi mata maupun teraba
oleh panca indra dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan
(umumnya) merupakan bagian dari suatu gedung ataupun bangunan gedung
itu sendiri.

9. Prasarana
Benda maupun jaringan / instalasi yang membuat suatu sarana yang ada bisa
berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

10. Pemeliharaan bangunan gedung


Adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana
dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi(preventive
maintenance)

11. Perawatan bangunan gedung adalah kegiatan memperbaiki dan/atau


mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau
prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi (currative
maintenance).

12. Konstruksi bangunan ialah kegiatan yang berhubungan dengan seluruh


tahapan yang dilakukan di tempat kerja.

13. Penggalian. Penyebab kecelakaan yang timbul dari pekerjaan penggalian


antara lain, pekerjan yang disa tertimbun dan terkubur di dalamnya akibat
runtuhnya dinding galian, pekerja tertimpa dan luka akibat terjatuhnya
material di dalam galian, kondisi tidak aman baik di dalam maupun diluar
galian akibat licinnya galian.

14. Pondasi. Pekerjaan pondasi merupakan suatu kegiatan pemasangan struktur


bawah bangunan yang dapat digunakan untuk menahan beban bangunan.

15. Pekerjaan Beton. Pada saat proses pengecoran berlangsung pada


umumnya pekerja selalu pada posisi tetinggian tertentu yang dapat berakibat

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 147


pekerja terjatuh, material pencampur yang tidak boleh bersinggungan dengan
kulit bahkan terhirup oleh pernapasan pekerja.

16. Pekerjaan Baja. Bahaya yang timbul dari pekerjan pemasangan baja pekerja
dapat jatuh dari ketinggian tertentu dari permukaan tanah, terperosok,
tertimpa material bangunan.

17. Pembongkaran. Bahaya yang di timbulkan dari pembongkaran bangunan


adalah pekerja dapat tertimpa atau runtuhnya bangunan, terperosok dari
ketinggian tertentu dari permukaan tanah.

C. TUJUAN
Program K3 bangunan Gedung dan prasarana rumah sakit bertujuan
1. Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko
2. Untuk memastikan bahwa gedung/ bangunan, peralatan dan sistem yang
digunakan tidak menimbulkan bahaya bagi penghuni
3. Mencegah terjadinya kecelakaan dan cidera
4. Menciptakan kondisi yang menjamin keselamatan dan keamanan bagi
pasien, keluarga, karyawan, pengunjung, vendor dan lainnya
5. terwujudnya bangunan gedung Rumah Sakit sesuai fungsi yang ditetapkan
6. memenuhi persyaratan teknis: keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan serta kelestarian lingkungan di rumah sakit
7. Mengurangi dan meminimalisasi bahaya dan risiko

D. RUANG LINGKUP
- Konsep K3 Bangunan dan prasarana rumah sakit
- Persyaratan K3 Bangunan Rumah Sakit
- Pengelolaan Risiko K3 pada bangunan Rumah Sakit
- Persyaratan K3 konstruksi
- Pengelolaan Risiko K3 pada bangunan pada tahapan konstruksi Rumah Sakit
- Persyaratan K3 Prasarara rumah sakit
- Pengelolaan Risiko K3 pada prasarana Rumah Sakit

E. DASAR PERATURAN PERUNDANGAN


- Undang-undang No. 1Tahun 1970 tentang keselamatan kerja UU No. 28
tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
- UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah SakitUndang-undang No. 13/2003
tentang ketenagakerjaan
- Undang-undang No. 18/1999 tentang jasa kontruksi
- PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No.
28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
- Permen PU No. 24 tahun 2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan
Perawatan Bangunan Gedung
- Permen PU No. 29 tahun 2009 tentang Pedoman Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung
- Permenkes 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan
Prasarana Rumah Sakit
- Peraturan No. 01/Men/1980 tentang K3 Kontruksi
- Instruksi Menaker No. 01/1992 tentang pemeriksaan, keberadaan unit
organisasi K3.
- SKB Menaker dan Men PU ke-174/1986 dan No. 104/KPTS/1986 tentang K3
pada tempat kegiatan konstruksi beserta pedoman pelaksanaan K3 pada
tempat kegiatan konstruksi

148 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Surat edaran Dirjen Binawas No. 13/BW/1998 tentang akte pengawasan
proyek konstruksi bangunan
- Surat Dirjen Binawas No. 147/BW/KK/IV/1997 tentang wajib lapor pekerjaan
proyek konstruksi

POKOK BAHASAN 2
PERSYARATAN K3 PADA BANGUNAN GEDUNG

Bangunan yang layak untuk dihuni harus dapat memenuhi persyaratan keandalan
bangunan gedung, yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan,
dan kemudahan. Persyaratan ini didasarkan pada fungsi tiap bangunan.

A. PERSYARATAN KESELAMATAN
 Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban
muatan. Tolak ukurnya adalah struktur yang stabil dan kukuh dalam
mendukung beban muatan tersebut sampai dengan kondisi pembebanan
maksimum. Hal ini bertujuan agar bila terjadi keruntuhan, pengguna bangunan
gedung masih dapat menyelamatkan diri.
 Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan
menanggulangi bahaya kebakaran, melalui sistem proteksi pasif dan/atau
proteksi aktif.
 Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya
petir,melalui sistem penangkal petir.

B. PERSYARATAN KESEHATAN
 Persyaratan sistem penghawaan, mengakomodasi kebutuhan sirkulasi dan
pertukaran udara yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui
bukaan, baik ventilasi alami, dan/atau ventilasi buatan.
 Persyaratan sistem pencahayaan, memenuhi kebutuhan pencahayaan yang
harus disediakan pada bangunan gedung, baik melalui pencahayaan alami
maupun buatan, termasuk pencahayaan darurat.
 Persyaratan sistem sanitasi, harus disediakan di dalam dan di luar bangunan
gedung. Sistem ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air bersih,
pembuangan air kotor, air limbah, dan sampah, serta penyaluran air hujan.
Sistem sanitasi ini sebaiknya mudah dalam pengoperasian dan
pemeliharaannya, tidak membahayakan, serta tidak menggangu lingkungan.
 Persyaratan penggunaan bahan bangunan gedung, harus aman bagi
kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan.

C. PERSYARATAN KENYAMANAN
 Kenyamanan ruang gerak, diperoleh dari dimensi ruang yang cukup serta
tata letak ruang yang baik dan sesuai fungsi, sehingga memberikan
kenyamanan bergerak dalam ruangan.
 Kenyamanan hubungan antar ruang, berhubungan dengan tata letak ruang
dan sirkulasi antar ruang di dalam bangunan gedung. Desain ruangan yang
fungsional merupakan kunci untuk mendapatkan sirkulasi yang baik, sehingga
tercipta pola aktivitas penghuni yang nyaman.
 Kenyamanan kondisi udara dalam ruang, merupakan tingkat kenyamanan
yang diperoleh dari temperatur dan kelembapan di dalam ruang.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 149


 Kenyamanan pandangan, merupakan suatu kondisi terpenuhinya hak pribadi
setiap orang dalam melaksanakan kegiatannya di dalam bangunan gedung
tanpa terganggu kegiatan bangunan gedung lain di sekitarnya.
 Kenyamanan tingkat getaran dan tingkat kebisingan, merupakan tingkat
kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan tidak terganggunya
penggunan dan fungsi bangunan gedung oleh getaran atau kebisingan yang
timbul, baik dari dalam bangunan gedung maupun dari lingkungannya.

D. PERSYARATAN KEMUDAHAN
Persyaratan kemudahan merupakan kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam
bangunan gedung, serta kelengkapan sarana dan prasarana dalam pemamfaatan
bangunan gedung. Kemudahan tersebut meliputi tersedianya fasilitas dan
aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat
dan lanjut usia.

POKOK BAHASAN 3.
PENGELOLAAN RISIKO K3 PADA TAHAPAN KONSTRUKSI BANGUNAN

A. PERSYARATAN K3 TAHAPAN KONSTRUKSI


1. K3 Sarana konstruksi Bangunan
 Perancah
Peraturan umum
- Perancah harus dibuatkan untuk semua pekerjaan yang tidak bisa
dikerjakan secara aman dalam ketinggian
- Perancah hanya dapat dibuat dan dirubah oleh pengawas yang ahli.
 Pelataran Tempat Kerja
Peraturan umum
- Semua perancah harus dilengkapi dengan platform untuk bekerja
- Pelataran paling sedikit dari tepi luarnya berjarak 60 cm dari sisi dinding
bangunan
- Penyediaan tempat yang bebas dari rintangan dan timbunan
- Pelataran bekerja harus menggunakan papan pengaman yang berukuran
tebal min 2,5 cm dan lebar min 15 cm
- Harus benar-benar berkonstruksi kuat

2. K3 bangunan pada tahapan konstruksi


a. Pekerjaan penggalian
Persyaratan K3 pada pekerjaan penggalian
- Tepi penggalian atau saluran harus dibuat dengan kemiringan tertentu,
biasanya 45 derajat
- Penggalian diatas 1,2 m harus dipasang perancah yang terbuat dari
kayu
- Penggalian tidak boleh dilakukan pada batas bangunan atau suatu
struktur.
- Material dan peralatan harus diletakkan berjauhan dari pinggir galian
- Tanah hasil galian atau sampah galian tidak diletakkan di tepi galian
- Meletakkan Stopblock di lokasi tempat kendaraan menurunkan material
ke dalam galian
- Tersedia penerangan yang cukup
- Pekerja harus diinformasikan secara jelas tentang prosedur penggalian
- Menggunakan pelindung kepala dan kaki saat penggalian berlangsung

150 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Melakukan koordinasi dengan instansi lain mengenai instalansi llistrik,
gas, air dsb
- Tidak menggunakan alat penggalian mesin (excavator) pada jarak 50
cm dari pipa gas
b. Pekerjaan Pondasi
Persyaratan Umum:
- Mesin pemancang harus ditumpu oleh dasar yang kuat, diberi tali atau
rantai penguat secukupnya dan tidak boleh digunakan di dekat jaringan
listrik
- Lantai kerja dan tempat kerja operator harus terlindungi dari cuaca
- Saluran uap atau udara harus dibuat dari pipa baja atau semacamnya
c. Pengerjaan Beton
Persyaratan Umum
- Konstruksi beton bertulang yang berat untuk kerangka atap dan
kerangka atas lainnya harus didasarkan pada gambar rencana
- Selama pembangunan harus dicatat data sehari-hari mengenai
kemajuan pembangunan, termasuk data yang mempengaruhi kekuatan
beton menurut waktunya
d. Pekerjaan Konstruksi Baja
Persyaratan umum
- Penjaminan keselamatan pekerja dengan penyediaan dan pemakaian
tangga, gang, peralatan kerja tetap, pelataran kerja, tali pengaman dan
sabuk pengaman serta jaring pengaman
- Kerangka baja yang sedang dipasang harus disangga dan dikopel
secukupnya

B. IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PROYEK


1. Kegiatan proyek konstruksi pada umumnya memiliki waktu / masa kerja yang
terbatas dalam hitungan bulan atau beberapa tahun saja, terkecuali proyek-
proyek konstruksi besar yang kadang-kadang memakan waktu belasan tahun.
2. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan jumlahnya sangat besar dan melibatkan
banyak sekali tenaga kerja kasar yang memiliki pendidikan relatif rendah.
3. Proyek konstruksi bangunan memiliki intensitas kerja yang sangat tinggi
karena sangat dibatasi oleh waktu penyelesaian kegiatan proyek konstruksi. Di
dalam suatu kegiatan proyek konstruksi diperlukan berbagai disiplin ilmu dan
multi crafts.
4. Peralatan kerja yang beragam dari alat / perkakas kerja tangan sampai
berteknologi tinggi serta penggunaan alat-alat berat, peralatan, materiil dan
tenaga kerja memiliki mobilitas yang tinggi.

C. JENIS-JENIS BAHAYA PADA KEGIATAN KONSTRUKSI


1. Physical Hazards
Atau faktor fisik yang berupa kekeringan, suhu, cahaya, getaran radiasi.
2. Chemical Hazards
Atau faktor kimia yang dapat berupa bentuk padat, cair dan gas.
3. Electrical Hazards
Atau bahaya sengatan listrik, kebakaran karena listrik karena banyaknya
instalasi listrik yang bersifat sementara dan kadang-kadang tidak terkendali.
4. Mechanical Hazards
Atau bahaya kecelakaan yang diakibatkan oleh peralatan kerja tangan, mesin /
pesawat sampai kepada alat berat.
5. Physiological Hazards

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 151


Atau organisasi yaitu cara kerja atau alat kerja yang tidak tepat, sehingga
dapat menyebabkan kecelakaan.
Atau yang berkaitan dengan aspek kerja, pekerjaan yang monoton yang
membuat kejenuhan, lokasi tempat kerja yang sangat terpencil sehingga
membuat kebosanan dll.
6. Biological Hazards
Yang disebabkan oleh serangga, bakteri, virus, parasit, dll.

D. UNSUR-UNSUR TERKAIT PROYEK KONSTRUKSI


1. Pemilik proyek adalah penyandang dana sebagai pemilik yang memberikan
kepercayaan kepada kontraktor untuk melaksanakan kegiatan suatu proyek
konstruksi.
2. Kontraktor adalah perusahaan jasa konstruksi yang diberi kepercayaan oleh
pemilik proyek untuk mengerjakan suatu kegiatan proyek konstruksi.
3. Sub-kontraktor adalah perusahaan jasa yang membantu berbagai macam
tugas kontraktor dalam kegiatan proyek konstruksi bangunan.
4. Pekerja proyek adalah para pekerja yang bekerja pada kegiatan proyek
konstruksi.
5. Pekerja subkon adalah para pekerja dari penambahan subkon tertentu yang
berada di proyek konstruksi.
6. Pemasok adalah perusahaan yang bekerja di bidang jasa yang mensuplai
barang-barang / alat-alat kebutuhan proyek konstruksi bangunan.
7. Masyarakat adalah masyarakat atau yang dapat ikut berpartisipasi dalam
kegiatan proyek konstruksi dalam berbagai macam kegiatan.
8. Instruksi teknis adalah pemerintah yang terkait dengan kegiatan proyek
konstruksi bangunan baik dalam bentuk administratif maupun terkait.
9. Pelaksanaan proyek kontruksi dimulai setelah ada penilaian oleh tim K3 atau
tim penilai lainnya yang menyatakan bahwa proyek tersebut memenuhi aspek
keselamatan.

E. PENGENDALIAN
Pengendalian faktor risiko/bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat
keefektifan, kehandalan dan proteksi tertinggi di antara pengendalian lainnya.
Dan pada urutan hierarki setelahnya, tingkat keefektifan, kehandalan dan
proteksi menurun seperti diilustrasikan pada gambar di bawah :

Pengendalian faktor rIsiko merupakan suatu hierarki (dilakukan berurutan


sampai dengan tingkat resiko/bahaya berkurang menuju titik yang aman).
Hierarki pengendalian tersebut antara lain ialah eliminasi, substitusi,
perancangan, administrasi dan alat pelindung diri (APD).

152 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


F. STRATEGI PENERAPAN K3 PADA PROYEK KONSTRUKSI
Penerapan K3 pada kegiatan konstruksi dapat dilakukan dengan urutan sebagai
berikut :
1. Identification
Setiap kegiatan proyek konstruksi memiliki karakteristik yang berbeda,
misalnya proyek bangunan tinggi, pembangunan bendungan, bangunan pabrik
dan sebagainya. Lakukan identifikasi polusi bahaya atau kegiatan konstruksi
yang akan dilaksanakan. Buat mapping potensi bahaya menurut area atau
bidang kegiatan masing-masing.
2. Evaluation
Dari hasil identifikasi dilakukan evaluasi tentang potensi bahaya untuk
menentukan skala prioritas berdasarkan hazards rating.
3. Develops the plan
Berdasarkan hasil identifikasi dan evaluasi diatas susun rencana pengendalian
dan pencegahan kecelakaan :
- Terapkan konsep manajemen keselamatan kerja yang baku (SMK3)
- Susunlah pekerjaan implementasi dan program-program K3 yang akan
dilakukan (buat dalam bentuk elemen kegiatan).
4. Implementasi
- Buat rencana kerja yang telah disusun untuk mengimplementasikan konsep
pengendalian dengan baik.
- Untuk mencapai kegiatan yang optimal sediakan sumber daya yang
diperlukan untuk menjalankan program K3 buatlah kebijakan K3 terpadu.
5. Monitoring
- Buatlah program untuk memonitor pelaksanaan K3, untuk mengetahui
apakah program-program tersebut telah terlaksanan dengan baik atau
tidak.
- Susun lalu audit internal serta inspeksi yang baik sesuai dengan kondisi

G. ELEMEN PROGRAM K3 KONSTRUKSI


Sebagai implementasi program K3 pada proyek konstruksi dapat kita laksanakan
sebagai berikut :
1. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja.
a. Pihak manajemen harus membuat kebijakan K3 yang akan menjadi
landasan keberhasilan K3 dalam kegiatan proyek konstruksi. Isi kebijakan
merupakan komitmen dan dukungan dari manajemen puncak terhadap
pelaksanaan K3.
b. Kebijakan K3 tersebut harus direalisasikan kepada seluruh karyawan dan
digunakan sebagai kesadaran kebijakan proyek yang lain.

2. Administratif dan prosedur


a. Menetapkan sistem organisasi pengelolaan K3 dalam proyek serta
menetapkan personil dan petugas yang menangani K3 dalam proyek.
b. Menetapkan prosedur dan sistem kerja K3 selama proyek berlangsung
termasuk tugas dan wewenang semua yang terkait.
c. Kontraktor harus memiliki :
- Organisasi yang mempunyai K3 yang besarnya sesuai dengan
kebutuhan dan lingkup kegiatan.
- Akses kepada penanggung jawab proyek.
- Personal yang cukup yang bertanggung jawab mengelola kegiatan K3
dalam perusahaanyang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 153


- Personil atau pekerja yang cakap dan kompeten dalam menangani
setiap jenis pekerjaan serta mengetahui sistem cara kerja aman untuk
masing-masing kegiatan.
- Kelengkapan dokumen kerja dalam perizinan yang berlaku
- Manual K3 sebagai kebijakan K3 dalam perusahaan / proyek.
- Prosedur kerja akan sesuai dengan jenis pekerjaan dalam kontrak yang
akan dikerjakan.

3. Identifikasi bahaya
a. Sebelum memulai sesuatu pekerjaan, harus dilakukan identifikasi bahaya,
guna mengetahui potensi bahaya dalam setiap pekerjaan.
b. Identifikasi bahaya dilakukan bersama pengadaan pekerjaan dan safety
departemen atau P2P3.
c. Identifikasi bahaya menggunakan teknik yang sudah baru seperti check
list, what If, hazards dan sebagainya.
d. Semua hasil identifikasi bahaya harus didokumentasikan dengan baik dan
dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.
e. Identifikasi bahaya harus dilakukan pada setiap tahapan proyek yang
meliputi
- Design phase
- Procurement
- Konstruksi
- Commissioning dan start up
- Penyerahan kepada pemilik.

4. Project safety review


a. Sesuai dengan perkembangan proyek, dilakukan kajian K3 yang
mencakup kehandalan K3 dalam rancangan dan pelaksanaan
pembangunannya.
b. Kajian K3 dilaksanakan untuk meyakinkan bahwa proyek dibangun dengan
standar keselamatan yang baik sesuai dengan persyaratan.
c. Bila diperlukan kontraktor harus melakukan project safety review untuk
setiap tahapan kegiatan kerja, terutama bagi kontraktor EPC (Engineering,
Procurement, Construction).
d. Project safety review bertujuan untuk mengevaluasi potensi bahaya dalam
setiap tahapan project secara sistematis.

5. Pembinaan dan pelatihan


a. Pembinaan dan pelatihan K3 untuk semua karyawan dari level terendah
sampai level tertinggi dan dilakukan suatu proyek dimulai dan dilakukan
secara berkala.
b. Materi pembinaan dan pelatihan antara lain :
- Kebijakan K3 proyek
- Cara bekerja dengan aman
- Cara penyelamatan dan penanggulangan dalam keadaan darurat.
- Dan lain-lain.

6. Safety Committee (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja)


a. P2K3 merupakan salah satu penyangga keberhasilan K3 dalam proyek
konstruksi serta merupakan saluran untuk membina keterlibatan dan
kepedulian semua terhadap K3.
b. Kontraktor harus membentuk P2K3 yang beranggotakan wakil dari masing-
masing fungsi yang ada dalam kegiatan kerja P2K3 membahas

154 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


permasalahan K3 dalam kegiatan proyek konstruksi serta memberikan
masukan dan pertimbangan kepada manajemen untuk meningkatkan K3.

7. Safety Promotion
a. Selama kegiatan proyek berlangsung di selenggarakan program-program
promosi K3, yang bertujuan untuk mengingatkan dan meningkatkan
awareness para karyawan proyek.
b. Kegiatan promosi berupa poster, spanduk, bulletin, lomba K3 dan
sebagainya yang sebanyak mungkin melibatkan tenaga kerja.

8. Safe working practices


Harus disusun pedoman K3 untuk setiap pekerjaan berbahaya dilingkungan
proyek, misalnya :
a. Pekerjaan penjelasan
b. Pemasangan scaffolding
c. Bekerja di ketinggian
d. Penggunaan bahan kimia berbahaya
e. Bekerja di ruang tertutup
f. Bekerja di peralatan mekanik
g. Dan sebagainya.

9. Sistem izin kerja


a. Untuk mencegah kecelakaan dan berbagai kegiatan berbahaya, perlu
dikembangkan izin kerja.
b. Semua pekerjaan berbahaya hanya boleh dimulai jika telah memiliki izin
kerja yang dikeluarkan oleh fungsi berwenang (pengawas proyek atau ahli
K3)
c. Izin kerja memuat cara melakukan pekerjaan, safety precaution dan
peralatan keselamatan yang diperlukan.

10. Safety inspection


a. Safety inspection merupakan program penting dalam phase konstruksi
untuk meyakinkan bahwa tidak ada “unsafe act maupun unsafe condition”
di lingkungan kegiatan proyek.
b. Inspeksi harus dilakukan secara berkala dan dapat dilakukan oleh petugas
K3 atau dibentuk joint inspection semua unsur dan sub kontraktor.

11. Equipment inspection


a. Semua peralatan (mekanis, proyek tools, alat berat, dsb) harus diperiksa
oleh ahlinya sebelum diizinkan digunakan dalam proyek.
b. Semua peralatan yang sudah diperlukan diberi sertifikat penggunaan
dilengkapi dengan label. Pemeriksaan harus dilakukan secara berkala.

12. Keselamatan Kontraktor (Contractor Safety)


Untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang meminta kontraktor maupun sub
kontraktor harus memenuhi standar keselamatan yang telah ditetapkan dan
setiap sub kontraktor harus memiliki petugas K3. Pelatihan K3 harus diberikan
secara berkala kepada karyawan sub kontraktor.

13. Keselamatan Transportasi


Kegiatan proyek melibatkan aktivitas transportasi yang tinggi, sehingga
diperlukan pembinaan dan pengawasan transportasi baik diluar maupun di

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 155


dalam lokasi proyek. Semua kendaraan angkutan proyek harus memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.

14. Pengelolaan Lingkungan


a. Selama proyek berlangsung harus dilakukan pengelolaan lingkungan
dengan baik, mengacu kepada dokumen amdal / UKL dan UPL.
b. Selama proyek berlangsung dampak negatif yang diakibatkan oleh
kegiatan proyek harus ditekan seminimal mungkin untuk menghindarkan
kerusakan terhadap lingkungan.

15. Pengelolaan limbah dan K3.


a. Kegiatan proyek dapat menimbulkan limbah yang kemungkinan dalam
jumlah yang cukup besar dalam berbagai bentuk.
b. Limbah yang dihasilkan harus dikelola dengan baik sesuai dengan
jenisnya pada waktu-waktu tertentu .limbah harus dikeluarkan dari proyek
dibuang ketempat yang sudah ditentukan.

16. Keadaan darurat


Apapun dapat terjadi selama kegiatan proyek berlangsung, misalnya;
kebakaran, kecelakaan, peledakan dan sebagainya. Oleh karena itu perlu
diperoleh keadaan darurat dan direalisasikan serta dilakukan pelatihan /
simulasi yang diikuti semua karyawan proyek.

17. Accident Investigation and Reporting System


a. Semua kegiatan kecelakaan selama proyek berlangsung harus diselidiki
oleh petugas yang telah terlatih dengan tujuan untuk mencari penyebab
utama agar kejadian / kecelakaan serupa tidak terulang kembali.
b. Semua kejadian / kecelakaan harus dicatat serta dibuat sesuai statistik
kecelakaan yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan rapat pada
pertemuan rutin P2K3.

18. Audit K3
a. Proyek konstruksi secara berkala harus diaudit disesuaikan dengan jangka
waktu kegiatan proyek. Audit K3 berfungsi untuk mengetahui kelemahan
dan kelebihan pelaksanaan K3 dalam proyek sebagai masukan
pelaksanaan proyek berikutnya.
b. Hasil audit juga dapat sebagai masukan dalam memberikan penghargaan
K3.

H. PENGAWASAN PELAKSANAAN K3 PROYEK KONSTRUKSI


BANGUNAN
Setiap kegiatan proyek konstruksi bangunan harus dilaporkan ke kantor Depnaker
setempat dengan mengisi formulir wajib lapor yang benar data-data antara lain :
- Identitas perencana
- Penanggung jawab
- Perkembangan Jamsostek
- Jenis pekerjaan
- Waktu pelaksanaan
- Jumlah pekerja
- Pesawat / mesin / peralatan
- Bahan berbahaya
- Fasilitas K3
- Unit K3

156 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Usaha-usaha K3
Dari data-data yang tercantum pada wajib lapor pegawai pengawas spesialis
konstruksi akan melakukan pemeriksaan setempat untuk melakukan inspeksi.
Dari hasil inspeksi tersebut akan dituangkan kedalam buku Akte Pengawasan.
Akte Pengawasan inilah yang merupakan bentuk dari pengawasan preventif suatu
tempat kerja. Isi buku akte pengawasan adalah data-data yang diperlukan dari
tempat kerja serta syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pengurus tempat kerja.

I. PEMELIHARAAN ARSITEK
1. Memelihara secara baik dan teratur jalan keluar sebagai sarana penyelamat
(egress) bagi pekerja (Dokter, perawat dan staf administrasi) dan pengguna
(pasien dan penunggu pasien) pada bangunan Rumah Sakit.
2. Memelihara secara baik dan teratur unsur-unsur tampak luar bangunan
Rumah Sakit sehingga tetap rapih dan bersih.
3. Memelihara secara baik dan teratur unsur-unsur dalam ruang Rumah Sakit
serta perlengkapannya .
4. Menyediakan sistem dan sarana pemeliharaan yang memadai dan berfungsi
secara baik, berupa perlengkapan/peralatan tetap dan/atau alat bantu kerja
(tools).
5. Melakukan cara pemeliharaan ornamen arsitektural dan dekorasi yang benar
oleh petugas yang mempunyai keahlian dan/atau kompetensi di bidangnya.

POKOK BAHASAN 4
PENGELOLAAN RISIKO K3 BANGUNAN RUMAH SAKIT

A. PEMELIHARAAN BANGUNAN
1. ARSITEKTUR
Memelihara secara baik dan teratur jalan keluar sebagai sarana penyelamat
(egress) bagi pekerja (Dokter, perawat dan staf administrasi) dan pengguna
(pasien dan penunggu pasien) pada bangunan Rumah Sakit.

2. STRUKTURAL
- Memelihara secara baik dan teratur unsur-unsur struktur bangunan
gedung Rumah Sakit dari pengaruh korosi, cuaca, kelembaban, dan
pembebanan di luar batas kemampuan struktur, serta pencemaran
lainnya.
- Memelihara secara baik dan teratur unsur-unsur pelindung struktur.
- Melakukan pemeriksaan berkala sebagai bagian dari perawatan preventif
(preventive maintenance).
- Mencegah dilakukan perubahan dan/atau penambahan fungsi kegiatan
yang menyebabkan meningkatnya beban yang berkerja pada bangunan
gedung Rumah Sakit, di luar batas beban yang direncanakan.

3. HOUSEKEEPING / KERUMAHTANGGAAN
- Meliputi seluruh kegiatan Housekeeping yang membahas hal-hal terkait
dengan sistem pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung Rumah
Sakit, di antaranya mengenai Cleaning Service, Landscape, Pest Control,
General Cleaning mulai dari persiapan pekerjaan, proses operasional
sampai kepada hasil kerja akhir.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 157


- Pemeliharaan Kebersihan (Cleaning Service). Program kerja
pemeliharaan kerja gedung Rumah Sakit meliputi program kerja harian,
mingguan, bulanan dan tahunan yang bertujuan untuk memelihara
kebersihan gedung yang meliputi kebersihan „Public Area‟, „Office
Area‟dan „Toilet Area‟ serta kelengkapannya.
- Pemeliharaan dan Perawatan Hygiene Service. Program kerja „Hygiene
Service meliputi program pemeliharaan dan perawatan untuk pengharum
ruangan dan anti septik yang memberikan kesan bersih, harum, sehat
meliputi ruang kantor, lobby, lif, ruang rapat maupun toilet yang
disesuaikan dengan fungsi dan keadaan ruangan.
- Pemeliharaan Pest Control. Program kerja pelaksanaan pemeliharaan
dan perawatan „Pest Control‟bisa dilakukan setiap tiga bulan atau enam
bulan dengan pola kerja bersifat umum, berdasarkan volume gedung
secara keseluruhan dengan tujuan untuk menghilangkan hama tikus,
serangga dan dengan cara penggunaan pestisida, penyemprotan,
pengasapan (fogging) atau fumigasi, baik „indoor‟ maupun „outdoor‟ untuk
memberikan kenyamanan kepada pengguna gedung .
- Program General Cleaning. Program pemeliharaan kebersihan yang
dilakukan secara umum untuk sebuah gedung dilakukan untuk tetap
menjaga keindahan, kenyamanan maupunperformance gedung yang
dikerjakan pada hari hari tertentu atau pada hari libur yang bertujuan
untuk mengangkat atau mengupas kotoran pada suatu objek tertentu,
misalnya lantai, kaca bagian dalam, dinding, toilet dan perlengkapan
kantor.

4. PEMELIHARAAN SARANA GEDUNG


- Pemeliharaan Saluran Air Kotor
- Pemeliharaan Saluran Air Bersih
- Pemeliharaan Peralatan Sanitair Peralatan sanitair adalah washtafel,bath
tub,shower, kloset duduk dan kloset jongkok.
- Pemeliharaan Pemanas Air
- Pemeliharaan Kran Air
- Pemeliharan Bak Cuci Piring

B. PERAWATAN BANGUNAN
Pekerjaan perawatan meliputi perbaikan dan/atau penggantian bagian bangunan,
komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana berdasarkan
dokumen rencana teknis perawatan bangunan gedung, dengan
mempertimbangkan dokumen pelaksanaan konstruksi meliputi :

- REHABILITASI
Memperbaiki bangunan yang telah rusak sebagian dengan maksud
menggunakan sesuai dengan fungsi tertentu yang tetap, baik arsitektur
maupun struktur bangunan gedung tetap dipertahankan seperti semula,
sedang utilitas dapat berubah.

- RENOVASI
Memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian dengan maksud
menggunakan sesuai fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah, baik
arsitektur, struktur maupun utilitas bangunannya.

158 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- RESTORASI
Memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian dengan maksud
menggunakan untuk fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah dengan
tetap mempertahankan arsitektur bangunannya.

C. PENGAWASAN BANGUNAN
. Pengawasan bangunan meliputi :
1. Pengendalian teknis;
- Aspek mutu hasil pekerjaan;
- Aspek volume pekerjaan;
- Aspek waktu penyelesaian pekerjaan;
- Aspek biaya keseluruhan pekerjaan.
2. Pengendalian atas proses koordinasi terkait
3. Pengendalian administrasi kegiatan
4. Evaluasi rencana kegiatan
5. Value engineering; dan
6. Pelaporan.

D. PEMERIKSAAN BANGUNAN
Pemeriksaan terhadap kondisi bangunan dimaksudkan untuk sedini mungkin
mengidentifikasi bilamana terdapat kerusakan-kerusakan pada struktur bangunan
sehingga penanganan yang efektif dan efisien dapat dilakukan sesuai dengan
kondisi kerusakan yang terjadi.

E. PENGUJIAN BANGUNAN
- Persyaratan teknis Keandalan bangunan gedung.
- Faktor kekuatan struktur bangunan.
- Faktor proteksi bangunan terhadap sambaran petir dan sengatan listrik.
- Faktor proteksi bangunan terhadap kebakaran.

POKOK BAHASAN 5 .
PERSYARATAN K3 PADA PRASARANA RUMAH SAKIT

A. SISTEM PROTEKSI PETIR


Sistem proteksi eksternal adalah system proteksi terhadap sambaran langsung
dengan cara memasang konduktor dibagian atas obyek yang dilindungi disebut
dengan instalasi penyalur petir. Instalasi Penyalur Petir Permenaker PER-02
MEN 1989.

B. SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN


Pemeliharaan dan Perawatan Sistem Proteksi Kebakaran
- Kerumahtanggaan keselamatan kebakaran (fire safety housekeeping).
- Sarana jalan ke luar (means of access).
- Sistem deteksi dan alarm kebakaran dan sistem komunikasi suara darurat.
- Alat pemadam api ringan (APAR) (fire extinguisher).
- Sistem pompa kebakaran terpasang tetap.
- Sistem pipa tegak dan slang atau hidran bangunan.
- Sistem sprinkler otomatik.
- Sistem pemadam kebakaran terpasang tetap lain.
- Sistem pengendalian dan manajemen asap.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 159


C. SISTEM KELISTRIKAN
Perencanaan, pemasangan, penggunaan, pemeriksaan dan pengujian instalasi
listrik di tempat kerja harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI 04-0225-2000 mengenai
Persyaratan Umum Instalasi listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja. Instalasi
listrik yang telah terpasang wajib disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI) No. 04-0225-2000 mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL
2000) di Tempat Kerja dalam jangka Waktu 3 (tiga) tahun.

D. LIFT
Dasar Pertimbangan teknis penetapan Peraturan K3 Lift (Menteri Tenaga Kerja
No Per 03/Men/1999) adalah bahwa Pesawat Lift dinilai mempunyai potensi
bahaya tinggi. Pasal 25. Pengurus yang membuat, memasang, memakai
pesawat lift dan perubahan teknis maupun administrasi harus mendapat ijin dari
Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.

Pasal 24 Ayat (1). Pembuatan dan atau pemasangan lift harus sesuai dengan
gambar rencana yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 24 Ayat (2). Dokumen perencanaan:


 Gambar konstruksi lengkap
 Perhitungan kontruksi
 Spesifikasi dan sertifikasi material

Pasal 24 Ayat (3). Proses pembuatannya harus memenuhi SNI atau Standar
internasional yang diakui. Sedangkan pasal 24 Ayat (4). Ijin pemasangan lift:
 Gambar rencana pemasangan lift terdiri :
 Denah ruang mesin dan peralatannya
 Konstruksi mesin dan penguatannya
 Diagram instalasi listrik
 Diagram pengendali
 Rem pengaman
 Bangunan ruang luncur dan pintu-pintunya
 Rel pemandu dan penguatannya
 Konstruksi kereta
 Governor dan peralatannya
 Kapasitas angkut, kecepatan, tinggi vertical
 Perhitungan tali baja

Pasal 30 Ayat (1). Pemeriksaan dan Pengujian Lift, setiap lift sebelum dipakai
harus diperiksa dan diuji sesuai standar uji yang ditentukan

E. SISTEM GAS MEDIK DAN VAKUM MEDIK


Sistem gas medis merupakan instalasi untuk memenuhi kebutuhan dari gas untuk
medis. Instalasi gas medis telah dikembangkan untuk mengeliminasi kesulitan-
kesulitan penggunaan gas medik secara konvensional. Dalam sistem ini, silinder
gas tekanan tinggi, compressor dan pompa vacuum di sentralisasi di suatu
tempat, kemudian gas-gas dan udara tersebut dialirkan ke ruangan melalui
pemipaan.
Gas medis yang digunakan di rumah sakit adalah elemen pendukung kehidupan
yang berpengaruh langsung dalam mempertahankan hidup pasien. Oleh karena

160 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


itu, pada bagian dimana gas medis digunakan, gas tersebut harus bersih, memiliki
kemurnian tinggi dan tersedia dengan tekanan yang stabil.
- Oxygen ( O2 )
- Nitrous Oxide ( N2O )
- Medical Compressed Air ( Breathing Air )
- Vacum ( Suction )

F. KETEL UAP
Permenkes No. 24 Tahun 2016 (halaman 15)

G. GENSET
Permenkes No. 24 tahun 2016

H. SISTEM HVAC
Empat faktor utama yang mempengaruhi konsentrasi di sekitar seseorang di
kamar: Tiga terakhir ini adalah atribut dari sistem ventilasi yang dapat direkayasa
untuk membatasi efek yang pertama. Rekomendasi untuk rekayasa kontrol untuk
mengandung atau mencegah penyebaran pusat kontaminan udara pada :
1. Ventilasi udara
2. Filterisasi Udara atau Pembersih udara (filtrasi primer dan sekunder)
3. Ventilasi udara exhaust

Ventilasi udara
Cara yang paling efektif untuk mengontrol kontaminan, bau dan polusi udara
dalam ruangan adalah melalui ventilasi, yang membutuhkan kontrol simultan
dengan beberapa kondisi:
a. Pertukaran udara
• Ketentuan Supply Ventilasi untuk fasilitas kesehatan memerlukan udara segar
yang besar untuk mencairkan dan menghilangkan kontaminan yang
dihasilkan dalam ruang dan ada beberapa ruangan tidak membutuhkan udara
balik. Tingkat ventilasi untuk fasilitas kesehatan yang menyatakan sebagai
perubahan udara udara per jam (ACH), yang merupakan ukuran seberapa
cepat udara dalam ruang interior diganti dengan luar (atau AC) udara.
• Sebagai contoh, jika jumlah udara yang masuk dan keluar dalam satu jam
sama dengan total volume ruang, ruang tersebut dikatakan mengalami satu
perubahan udara per jam. Laju aliran udara diukur dalam satuan yang sesuai
seperti kaki kubik per menit (CFM).
b. Tekanan ruangan disesuaikan dengan kelas isolasi
• Membangun ruang bertekanan merupakan faktor penting untuk memantau di
rumah sakit karena dapat sangat mempengaruhi pengontrolan pada ruangan
rumah sakit. Jika tekanan udara dapat gedung diperbolehkan untuk menjadi
negatif karena pasokan filter yang digunakan, Supply udara berjalan terlalu
lambat, atau Return udara berjalan terlalu cepat, kelembaban dan kotoran
udara dapat ditarik ke dalam gedung melalui retakan dan celah.
• Tekanan ruang bangunan dicapai dengan mengendalikan kualitas dan
kuantitas udara supply dan udara exhaust, menjaga perbedaan tekanan
udara antara daerah yang berdekatan, dan merancang pola aliran udara
untuk tujuan klinis tertentu.
c. Distribusi udara yang tepat dikondisikan dengan pendinginan AC
d. Kualitas yang tinggi pada sistem penyaringan udara sangat dibutuhkan
e. Suhu dan kelembaban kontrol yang tepat memastikan pemeliharaan sesuai
dengan iklim

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 161


Standar k3 untuk HVAC adalah :
- Pengelolaan Bahan Berbahaya - berlaku untuk teknisi HVAC yang masuk
bahan berbahaya adalah gas terkompresi dan bahan kimia lainnya dan gas
HVAC biasanya digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka
- Mesin dan Mesin Guarding Standar - terdapat padaHVAC
- Perlindungan pernafasan
- Risiko ergonomi
- Bekerja di ruang Sempit - dapat berlaku untuk teknisi HVAC
- Penggalian, Penggalian dan Mekanika Tanah - dapat berlaku untuk teknisi
HVAC
- Standar listrik - dapat berlaku untuk teknisi HVAC
- Jatuh Sistem Penangkapan - dapat berlaku untuk teknisi HVAC
- Lockout / Tag keluar - dapat berlaku untuk teknisi HVAC
- Darah Patogen ditanggung - dapat berlaku untuk setiap pekerja di situs kerja
- Pencatatan Peraturan Seminar - dapat berlaku untuk manajemen HVAC

I. SISTEM AIR
Sistem air di rumah sakit menyangkut jumlah kuantitas dan kualitas. Rumah sakit
harus menyiapkan jumlah air yang mencukupi dan aman dari bakteri coli dan
bahan berbahaya lain. Untuk menjaga keamanan dari air maka harus dilakukan
pemeriksaan kualitas air bersih secara rutin

POKOK BAHASAN 6.
PENGELOLAAN RISIKO K3 PADA PRASARANA RUMAH SAKIT

A. INVENTARISASI PRASARANA
Inventarisasi prasarana adalah kegiatan pengumpulan data prasarana rumah sakit
meliputi jenis, jumlah , lokasi penempatan serta kondisi dari prasarana rumah sakit

B. INSPEKSI K3 PRASARANA
Inspeksi K3 prasarana adalah kegiatan pemeriksaan secara visual dengan
menggunakan formulir / cek list terhadap kondisi prasarana dengan melihat kondisi
aman atau tidak aman

C. PEMELIHARAAN PRASARANA
Pemeliharaan prasarana adalah kegiatan menjaga keandalan prasarana laik fungsi

D. PEMERIKSAAN PRASARANA
Pemeriksaan prasarana merupakan kegiatan pengamatan secara visual dan
mencatat nilai indikator, gejala atau kondisi prasarana meliputi komponen/unsur
utilitas (mekanikal dan elektrikal) untuk mengetahui kesesuaian atau peyimpanan
sesuai spesifikasi teknis yang ditetapkan semula

E. PENGUJIAN PRASARANA
Pengujian prasarana adalah kegiatan pemeriksaan dengan menggunakan
peralatan termasuk penggunaan fasilitas laboratorium untuk menghitung dan
menetapkan nilai indikator meliputi utilitas mekanikal elektrikaluntuk mengetahui
kesesuaian atau peyimpanan sesuai spesifikasi teknis yang ditetapkan semula

162 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


VIII. REFERENSI
1. Buku pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
2. Buku Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
3. PP no 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang no 28
tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
4. Peraturan Menteri PU no 24 tahun 2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan
Perawatan Bangunan Gedung
5. Peraturan Menteri PU no 29 tahun 2009 tentang Pedoman Pesyaratan Teknis
Bangunan Gedung
6. Peraturan Menteri Kesehatan no 24 tahun 2016 tentang Pesyaratan Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit
7. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit kelas B tahun 2012
8. Pedoman Sistem MK3 konstruksi bidang pekerjaan umum

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 163


LAMPIRAN

Lampiran 1.

PANDUAN PEMUTARAN FILM

Tujuan:
Peserta mengetahui risiko K3 pada bangunan dan prasarana RS

Petunjuk:
1.Fasilitator menayangkan film kasus terkait risiko K3 bangunan dan prasarna RS yaitu :
-Film risiko kecelakaaan kerja pada kegiatan konstruksi 5 menit
-Film risiko kecelakaan kerja pada bangunan rumah sakit 5 menit
-Film risiko kecelakaan terkait prasarana rumah sakit 5 menit
2.Fasilitator mendiskusikan dengan peserta mengenai film yang telah ditayangkan

Lampiran 2

PANDUAN LATIHAN/ DISKUSI

Tujuan:
Setelah mengikuti diskusi kelompok ini, peserta mampu mengelola risiko K3
bangunan dan prasarana RS dengan cara melakukan identifikasi risiko K3 pada
bangunan dan prasarana yang ada di rumah sakit

Petunjuk:
1. Fasilitator menjelaskan tujuan diskusi kelompok dan membagi menjadi 6
kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 5 orang.
2. Masing masing kelompok ditugaskan untuk mengelola risio K3 bangunan dan
prasarana meliputi :
a. Kelompok konstruksi bangunan : dalam renovasi /pembangunan
b. Kelompok angunan RS: Rawat Inap
c. Kelompok bangunan RS : Penunjang Radiologi, Laboratorium, CSSD, Gizi
d. Kelompok prasarana RS : Air, IPAL, TPS
e. Kelompok prasarana RS : Kelistrikan, HVAC, Genset, Ketel Uap
3. Setiap kelompok memilih tim penyaji dari masing-masing kelompok
4. Peserta diberikan formulir identifikasi risiko K3 bangunan dan sarana
5. Peserta dijelaskan tentang cara pengisian dari formulir sesuai dengan topik yang
ditentukan. ( masing-masing kelompok berbeda-beda )
6. Peserta mengisi formulir identidikasi risiko dalam satu kelompok.
7. Alokasi waktu diskusi kelompok 15 menit/kelompok
8. Alokasi waktu presentasi dan tanya jawab 15 menit/kelompok
9. Tugaskan setiap kelompok untuk mendiskusikan:
- Penilaian risiko dari hasil identifikasi yang ada
- Dengan data penilaian risiko tersebut dibuatkan dampak atau akibat yang
bisa ditimbulkan.
- Dari dampak yang dapat ditimbulkan tersebut upaya apa yang harus
dilakukan untuk melakukan pengendalian atau rekomendasi yang di
usulkan.
- Format tabel.

164 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


10. Masing masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi (selama 15 menit)
11. Fasilitator menyimpulkan hasil diskusi kelompok dan menutup diskusi kelompok

Lampiran 3

Lembar Formulir Penugasan identifikasi risko K3 bangunan & prasarana RS:

NO Uraian Potensi Dampak Upaya Pengendalian risiko


bahaya
1

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 165


MATERI INTI 8.
PENGELOLAAN PERALATAN MEDIS DARI ASPEK K3

I. DESKRIPSI SINGKAT
Rumah sakit dalam memberikan pelayanan menggunakan berbagai peralatan, baik
peralatan medis maupun non medis. Dalam penggunaan peralatan medis secara
aman, diperlukan pengelolaan secara efektif dan berkala , agar tidak membahayakan
baik terhadap tenaga kesehatan yang menggunakan peralatan tersebut, pasien dan
pengelola limbah peralatan medis. Untuk dapat mengelola secara benar, diperlukan
pengetahuan dan kemampuan petugas dalam mengoperasionalkan dan mengelola
peralatan tersebut dari aspek K3 (keselamatan dan kesehatan kerja). Selain itu
diperlukan pengawasan untuk memastikan dilaksanakannya pengelolaan peralatan
medis secara benar.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Peserta mampu memahami dan melakukan konsep K3 dalam pengawasan
pengelolaan peralatan medis
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Menjelaskan konsep K3 dalam pengelolaan peralatan medis
2. Melakukan pengelolaan risiko K3 penggunaan peralatan medis

III. POKOK BAHASAN


1. Konsep K3 dalam pengelolaan peralatan medis
a. Konsep identifikasi risiko
b. Konsep Supply Chain
2. Pengelolaan risiko K3 penggunaan peralatan medis
a. Memastikan identifikasi peraturan
b. Memastikan pelaksanaan inventarisasi seluruh peralatan
c. Memastikan terlaksananya penetapan dan penerapan program pemeriksaan
dan pengujian berkala sesuai manual
d. Memastikan pelaksanaan pemeliharaan secara berkala
e. Memastikan terpenuhinya kompetensi operator
f. Memastikan dilaporkannya insiden
g. Memastikan pelaksanaan mitigasi insiden
h. Mengawasi terpenuhinya dokumentasi (poin 1 sd 7)
i. Memastikan penetapan capaian prioritas dan evaluasi
j. Memastikan pelatihan untuk karyawan rumah sakit yang mengelola peralatan
medis.

IV. METODE
- Ceramah tanya jawab
- Latihan ( TPK 2 )

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


- Hand Out
- Makalah
- Power Point
- LCD
- Komputer/Laptop
- Kertas flip Chart
- Spidol

166 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi
ini.

Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian materi


1. Diskusi singkat mengenaimateri yang akan disampaikan (sesuai dengan metode
yang telah dipilih pada GBPP)
2. Fasilitator menyampaikan materi sesuai urutan pokok bahasan
3. Fasilitator memberikan kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal-hal
belum jelas berkaitan dengan pokok bahasan

Langkah 3. Diskusi kasus


1. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok, setiap kelompok ditugaskan
membahas kasus yang sama
2. Fasilitator menugaskan wakil masing-masing kelompok untuk menyampaikan
hasil diskusinya
3. Fasilitator memberikan kesempatan pada kelompok lain untuk menanggapi/
bertanya
4. Fasilitator menyimpulkan hasil diskusi

Langkah 4. Rangkuman
1. Fasilitator merangkum materi yang telah disampaikan
2. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terima kasih

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1
KONSEP K3 DALAM PENGELOLAAN PERALATAN MEDIS

A. KONSEP IDENTIFIKASI RISIKO


Identifikasi risiko penggunaan peralatan medis
1. Proses Bisnis
Mengetahui proses bisnis dari pelayanan terkait yang meliputi minimal unsur
input, proses dan output.
Unsur proses itu sendiri terdiri dari banyak sub sistem proses yang perlu
diidentifikasi seberapa besar potensi risikonya terhadap kegagalan untuk
menghasilkan output yang diharapkan.

2. Prioritas Risiko
Tetapkan risiko dari setiap sub proses agar dapat ditentukan prioritasnya.
Proses penetapan risiko ini sebaiknya dilakukan dengan konsep pencegahan
terjadinya insiden/kegagalan dari sistem.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 167


Risiko: kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian berbahaya atau
paparan dengan keparahan suatu cedera atau sakit penyakit yang dapat
disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut (OHSAS 18001:2007)

Pertimbangan bobot dampak yang ditimbulkan akibat kegagalan sistem dapat


meliputi referensi sebagai berikut:
a. Risiko potensi infeksi sewaktu merawat pasien (Permenkes No. 27 tahun
2017):
- Kritikal, berkaitan dengan jaringan steril atau system darah sehingga
merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan manajemen
sterilisasi dapat mengakibatkan infeksi yang serius dan fatal.
- Semikritikal, yang berkaitan dengan mukosa dan area kecil di kulit yang
lecet. Diperlukan keterampilan dalam penanganan peralatan invasive,
pemrosesan alat, Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), dan pemakaian
sarung tangan bagi petugas yang menyentuh mukosa atau kulit tidak
utuh.
- Non-kritikal, yang berhubungan dengan kulit utuh atau hanya pada
permukaan tubuh, misal penggunaan tensimeter, thermometer.
b. Dampak terhadap pasien
- Menyebabkan kematian pasien
- Menyebabkan pasien atau operator peralatan luka
- Menyebabkan terapi yang tidak tepat dan kesalahan diagnosa
- Menyebabkan risiko minimal
- Tidak menyebabkan risiko yang signifikan
c. Dampak terhadap Infrastruktur
Hal yang perlu dipertimbangkan terkait dampak terhadap infrastruktur
seperti misalnya:
- Biaya penggantian
- Biaya operasional selama penggantian
- Biaya perbaikan
d. Dampak terhadap Bisnis
Hal yang perlu dipertimbangkan terkait dampak terhadap bisnis seperti
misalnya:
- Penundaan pelayanan
- Pihak ke-3 tidak dapat menunaikan tugas yang disepakati dalam
kontrak
- Tuntutan denda, penalti atau biaya hukum

3. Target Pencapaian
Sebaiknya terhadap risiko kegagalan sub sistem dari proses bisnis yang telah
diprioritaskan di atas diberi target pencapaian.

B. KONSEP SUPPLY CHAIN


Standar GLD 7.1 Pimpinan rumah sakit mencari dan menggunakan data dan
informasi mengenai keselamatan dalam rantai pasokan untuk obat-obatan,
teknologi medis dan pasokan lainnya demi melindungi pasien dan staf dari
produk yang terkontaminasi, palsu dan diselewengkan.
a. Kualitas peralatan
Pengadaan peralatan sesuai spesifikasi kebutuhan dan standar keselamatan.
b. Evaluasi pihak ke-3
Pihak ke-3 merupakan perusahaan yang kompeten dan profesional di
bidangnya.
c. Rencana keselamatan pekerjaan

168 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Untuk peralatan khusus dan canggih, vendor harus menyediakan jasa
pemeliharaan melalui kombinasi jasa on call dan kontrak pemeliharaan yang
dinegosiasikan pada saat pembelian.
d. Uji fungsi (Commissioning)
Barang/jasa diterima setelah dilakukan uji fungsi sesuai standar.

POKOK BAHASAN 2
ALUR PENGAWASAN PENGELOLAAN PERALATAN MEDIS

A. MEMASTIKAN IDENTIFIKASI PERATURAN


Identifikasi peraturan
FMS 1 Rumah sakit mematuhi peraturan dan perundang-undangan serta
persyaratan inspeksi/ pemeriksaan fasilitas yang relevan.
1. UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
2. Permenkes 4 tahun 2014 Tentang Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik
3. Permenkes 54 Tahun 2015 Tentang Pengujian dan Kalibrasi Alkes
4. Kemenkes, Pedoman Pengelolaan Peralatan Medis di fasyankes, 2015
5. Depkes, Pedoman Pengoperasian dan Pemeliharaan Peralatan Medis, 2001
6. JCI, Hospital Standard 6th Edition, 2017
7. KARS, Standar Akreditasi Rumah Sakit, 2017

B. MEMASTIKAN PELAKSANAAN INVENTARISASI SELURUH


PERALATAN
1. Lingkup Informasi inventaris
a. Technical assessment, merek dan tipe peralatan beserta jumlah dan
status kondisi peralatan.
b. Memberikan informasi dasar untuk pengelolaan aset, termasuk
membantu penjadwalan pemeliharaan preventif, penelusuran
pemeliharaan, perbaikan, dan penarikan kembali/recall.
c. Memberikan infomasi keuangan guna mendukungan penilaian budget
dan ekonomi.

2. Lingkup Inventaris
Pertimbangan lingkup inventaris dapat meliputi referensi sebagai berikut:
 MFK 8 ME 2 Ada daftar inventaris untuk seluruh peralatan medis.
 FMS 8 ME 2 Seluruh teknologi medis terdaftar di dalam daftar inventaris.
 Alat Kesehatan Elektromedik adalah alat kesehatan yang menggunakan
sumber listrik AC atau DC untuk pengoperasiannya (Permenkes 4 tahun
2014).
 Untuk pengelolaan peralatan medis tidaklah harus semua peralatan medis
dimasukan ke dalam inventori, tetapi sebaiknya dilakukan
pembatasan/prioritas item-item peralatan medis yang akan dilakukan
inventarisasi. Prioritas tersebut dapat dilakukan dengan cara berdasarkan
nilai investasi peralatan medis, usia teknis, berdasarkan risiko atau
kombinasi dari kriteria tersebut.
 Nilai investasi peralatan medis
Prioritas ini memperhitungkan peralatan medis yang akan dilakukan
inventarisasi berdasarkan harga pada saat pembeliaan yaitu peralatan
medis dengan harga diatas nominal harga tertentu.
 Usia teknis

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 169


Inventori pada prinsipnya adalah menginventarisasi data peralatan
untuk digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga peralatan
suplier/peralatan dengan usia teknis sangat singkat(kurang dari satu
tahun) sebaiknya tidak perlu dilakukan inventarisasi.
 Berdasarkan risiko
Peralatan medis dalam hal penggunaanya dapat dikelompokan
berdasarkan risiko yang dapat ditimbulkan yaitu risiko tinggi/high risk,
resiko sedang/medium risk dan risiko rendah/low risk.

C. MEMASTIKAN TERLAKSANANYA PENETAPAN DAN PENERAPAN


PROGRAM PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN BERKALA SESUAI
MANUAL

Penetapan dan penerapan program pemeriksaan dan pengujian berkala sesuai


manual
1. FMS 8 ME 3 Pemeriksaandan pengujian teknologi medis dilakukan saat
masih baru dan setelah itu sesuai umur, penggunaan, dan rekomendasi
produsen.
2. Termasuk dalam rangkaian kegiatan Inspeksi dan Pemeliharaan Preventif
(IPM).
3. Tujuan pengujian dan kalibrasi:
- Memastikan kesesuaian karakteristik terhadap spesifikasi dari suatu bahan
ukur atau instrument.
- Menentukan deviasi kebenaran konvensional nilai penunjukan suatu
besaran ukur atau deviasi dimensi nominal yang seharusnya untuk suatu
bahan ukur.
- Menjamin hasil pengukuran sesuai dengan standar Nasional maupun
Internasional.
4. Objek pengujian dan kalibrasi wajib dilakukan terhadap alat kesehatan
dengan kriteria:
- Belum memiliki sertifikat dan tanda lulus pengujian atau kalibrasi.
- Masa berlaku sertifikat dan tanda lulus pengujian atau kalibrasi telah habis.
- Diketahui penunjukkannya atau keluarannya atau kinerjanya atau
keamanannya tidak sesuai lagi, walaupun sertifikat dan tanda masih
berlaku.
- Telah mengalami perbaikan, walaupun sertifikat dan tanda masih berlaku.
- Telah dipindahkan bagi yang memerlukan instalasi, walaupun sertifikat dan
tanda masih berlaku.
- Jika tanda laik pakai pada alat kesehatan tersebut hilang atau rusak,
sehingga tidak dapat memberikan informasi yang sebenarnya.
5. Output program ini adalahpenandaan alat kesehatan yang lulus kalibrasi akan
mendapatkan Sertifikat Kalibrasi serta tanda Laik Pakai, demikian juga alat
kesehatan yang lulus uji akan mendapatkan Sertifikat Pengujian/Kalibrasi dan
tanda Laik Pakai. Alat kesehatan yang tidak lulus kalibrasi dan/atau uji akan
mendapatkan Tanda Tidak Laik Pakai dan tidak boleh digunakan di
pelayanan.
6. Setiap alat kesehatan yang digunakan di fasilitas kesehatan dan fasilitas
kesehatan lainnya harus dilakukan uji dan/atau kalibrasi secara berkala oleh
Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan atau Institusi Pengujian Fasilitas
Kesehatan (Permenkes 54 tahun 2015).

170 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


D. MEMASTIKAN PELAKSANAAN PEMELIHARAAN SECARA BERKALA

Pemeliharaan secara berkala


1. FMS 8 ME 4 Program teknologi medis mencakup pemeliharaan preventif.
2. Termasuk dalam rangkaian kegiatan Inspeksi dan Pemeliharaan Preventif
(IPM).
3. Pemeliharaan preventif (PP) adalah kegiatan pemeliharaan yang dilakukan
secara terjadwal, untuk memperpanjang umur peralatan dan mencegah
kegagalan yaitu dengan penggantian bagian, pelumasan, pembersihan, dll.
4. Jadwal pemeliharaan peralatan kesehatan yang sistematis meningkatkan
keamanan penggunaan peralatan dalam memperoleh pemanfaatan
maksimal dengan biaya yang wajar.
5. Perkiraan biaya pemeliharaan selama setahun adalah sekitar 5% sampai 6%
dari nilai investasi peralatan medis.
6. Pelaksanaan kegiatan pemeliharaan peralatan medis tentu membutuhkan
biaya, terutama pada saat harus melakukan perbaikan atas bagian yang
rusak.
Frekuensi pelaksanaan pemeliharaan dapat mempertimbangkan referensi
sebagai berikut:
Perhitungan Batas Maksimum Biaya Pemeliharaan (Maximum Maintenance
Expenditure Limit = MMEL)adalah suatu cara untuk menghitung biaya yang
masih dapat diterima untuk memperbaiki atau memelihara suatu peralatan
medis di rumah sakit.

Penentuan frekuensi pemeliharaan berkala berdasarkan bobot 4 klasifikasi


risiko dari Manajemen Peralatan/ Management Equipment (ME):

ME = Risiko Fungsi + Risiko Fisik + Risiko Pemeliharaan + Risiko Insiden

Dengan kriteria:
Nilai ME Frekuensi Pemeliharaan
<12 Sesuai keperluan
12-14 1 tahun sekali
15-19 6 bulan sekali

≥ 20 4 bulan sekali

a. Risiko Fungsi peralatan kesehatan : penghantar energi, pemantau pasien,


atau peralatan untuk kenyamanan pasien.

KATEGORI NILAI JENIS DEFINISI CONTOH


Peralatan 10 Penunjang Peralatan yang Defibrillator,
untuk kehidupan digunakan ventilator
penyembuhan Terapi menunjang pacemaker,
dengan kehidupan, infant
radiasi peralatan untuk incubator
terapi dengan
radiasi
9 Peralatan Peralatan untuk Electrosurgical
bedah dan penyembuhan unit, laser
peralatan tetapi bukan
intensif sebagai

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 171


penunjang
kehidupan
8 Terapi fisik Peralatan yang Dialysis
dan digunakan untuk machine,
pengobatan mengobati infusion pump,
pasien traction unit,
diathermy
Peralatan 7 Monitoring Memonitor EEG machine,
diagnostic kegiatan kegiatan bedah non-invasive
bedah dan dan perawatan blood,
perawatan intensif pressure
intensif, Sistem radiologi monitor, x-ray
system generator
radiologi
6 Monitoring Peralatan yang Adult scale,
kondisi fisik tidak rutin tympanic
dan digunakan di thermometer,
ultrasonografi perawatan ultrasound
untuk intensif unit
diagnostic
Peralatan 5 Analisa di Peralatan yang Blood gas
analitis laboratorium digunakan di analyzer,
laboratorium clinical
klinik untuk chemistry
mendiagnosa analyzer, cell
spesimen counter
4 Asesoris alat Peralatan yang Shaker,
laboratorium digunakan untuk sentrifugal,
mempersiapkan incubator,
analisa microtome
spesimen
3 Komputer Peralatan yang Computer,
dan digunakan untuk ticket printer,
sejenisnya menyimpan, QC system
mencetak,
mengambil atau
mendistribusikan
data
Lain-lain 2 Yang Peralatan yang X-ray view
berhubungan berhubungan box, sterilizer,
dengan dengan chair lift
pasien perawatan, tapi
tidak secara
langsung
1 Tidak Perlatan yang ECG
berhubungan tidak simulator,
dengan berhubungan office
pasien dengan pasien, equipment
Peralatan peralatan dapur,
pengujian UPS

172 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


b. Risiko Fisik.
KATEGORI NILAI JENIS DEFINISI
Menyebabkan 5 Kegagalan Defibrillator,
kematian pasien peralatan ventilator,
kesehatan yang anesthesia
dapat
menyebabkan
kematian pasien
Menyebabkan 4 Kegagalan Hypo/hyperthemia
pasien atau operator peralatan unit, laser,
peralatan luka kesehatan tidak electrosurgical
menyebabkan unit
kematian tetapi
luka
Menyebabkan terapi 3 Kegagalan ECG machine,
yang tidak tepat dan peralatan blood gas
kesalahan diagnosa kesehatan analyzer,
menyebabkan sentrifugal
kesalahan
diagnose atau
penanganan yang
tidak tepat
Menyebabkan risiko 2 Kegagalan Gel warmer, heat
minimal peralatan yang sealer, suction
menyebabkan pump
penanganan buruk
kepada pasien dan
mempengaruhi
keamanan pasien
dan operator
Tidak menyebabkan 1 Kegagalan yang Exam light,
risiko yang signifikan tidak computer
menyebabkan terminal, video
penanganan pada printer
pasien dan tidak
mempengaruhi
keamanan pasien
dan operator

c. Risiko Preventif Pemeliharaan.


KATEGORI NILAI JENIS DEFINISI
Pemeliharaan 5 Perangkat yang Mesin dialiysis,
perlu perhatian sebagian besar ventilator, mesin
khusus berupa mekanis, anastesi, meja x-
pneumatic atau ray
fluida
Pemeliharaan di 4 Perangkat yang Infant incubator,
atas rata-rata berupa mekanis, blood warmer,
pneumatic atau laser, portable x-
fluida, namun yang ray system
utama adalah
elektronik
Pemeliharaan 3 Peralatan Defibrillator,

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 173


rata-rata kesehatan yang infusion pump,
membutuhkan electrosurgical
verifikasi kinerja unit, traction unit
dan pengujian
keamanan yang
didukung rangkaian
kelistrikan
Pemeliharaan di 2 Perlatan kesehatan Lab microscope,
bawah rata-rata yang scales, general
membutuhkan medical device
sedikit pengujian
kinerja
Pemeliharaan 1 Perlatan kesehatan Exam light,
minimal yang hanya computer
membutuhkan terminal, video
inspeksi secara camera
visual/pengamatan

d. Risiko Riwayat Insiden.


KATEGORI NILAI DEFINISI
Signifikan +2 Lebih dari 1 kali insiden
setiap 6 bulan
Di atas rata-rata +1 1 kali insiden setiap 6-9
bulan
Rata-rata 0 1 kali insiden setiap 9-18
bulan
Minimal -1 1 kali insiden setiap 18-30
bulan
Tidak bermakna/signifikan -2 Kurang dari 1 kali insiden
pada kurun waktu 30 bulan

7. Ada tiga tingkat pemelihara yang umum dilakukan:


a. Level 1, Pengguna (lini pertama)
Pengguna atau teknisi akan membersihkan filter, periksa sekering,
periksa daya dll tanpa membuka unit peralatan medis dan tanpa
memindahkan dari tempatnya.
b. Level 2, Teknisi
Dianjurkan untuk memanggil teknisi ketika lini pertama pemeliharaan tidak
dapat menggunakan alat atau ketika cek enam bulanan sekali.
c. Level 3, Teknisi Khusus
Peralatan sepertiCT Scanner,MRI dll perlu teknisi khusus yang dilatih
untuk peralatan tersebut. Mereka umumnya bekerja di pihak ketiga atau
perusahaan vendor.

E. MEMASTIKAN TERPENUHINYA KOMPETENSI OPERATOR


FMS 8 ME 5 Staf yang memberikan pelayanan tersebut merupakan staf yang
kompeten dan sudah dilatih untuk pelayanan yang diberikan.
Kompetensi terbagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:
- Kompetensi Low Risk
- Kompetensi Medium Risk
- Kompetensi High Risk

174 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


F. MEMASTIKAN DILAPORKANNYA INSIDEN
1. FMS 8 ME 1 Rumah sakit memiliki sebuah sistem yang diterapkan untuk
pemantauan dan pengambilan tindakan terhadap pemberitahuan mengenai
teknologi medis yang berbahaya, penarikan, insiden-insiden yang dapat
dilaporkan, masalah, dan kegagalan.
2. FMS 8.1 Rumah sakit harus mengidentifikasi dan mematuhi peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku dalam hal pelaporan insiden teknologi
medis.

G. MEMASTIKAN PELAKSANAAN MITIGASI INSIDEN


FMS 8 ME 1 Rumah sakit memiliki sebuah sistem yang diterapkan untuk
pemantauan dan pengambilan tindakan terhadap pemberitahuan mengenai
teknologi medis yang berbahaya, penarikan, insiden-insiden yang dapat
dilaporkan, masalah, dan kegagalan.
a. Perbaikan
Termasuk ke dalam Pemeliharaan Korektif (CM) meruapakan kegiatan
perbaikan terhadap peralatandengan tujuan mengembalikan fungsi peralatan
sesuai dengan kondisi awalnya. Ciri dari kegiatan CM adalah biasanya tidak
terjadwal, berdasarkan permintaan dari pengguna peralatan atau dari
personel yang melakukan kegiatan performing maintenance.

b. Recall
Recall adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah pada
suatu peralatan medis, bila tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku atau
dapat menyebabkan suatu bahaya pada penggunaannya. Suatu produk yang
ditarik dari peredaran, akan diteliti ulang oleh produsen sehingga dapat
ditentukan apakah produk tersebut akan diperbaiki atau dimusnahkan.
Contoh jenis jenis tindakan yang dapat dianggap Recall:
a. Memeriksa peralatan medis terhadap masalah.
b. Perbaikan peralatan medis.
c. Menyesuaikan pengaturan pada peralatan medis.
d. Pelabelan ulang peralatan medis.
e. Menghancurkan peralatan medis.
f. Memberitahukan kepada pengguna tentang masalah pada peralatan
medis.
g. Pemantauan masalah kesehatan pasien akibat penggunaan peralatan
medis.
Sebagai tindak lanjut atas recall, maka harus dipertimbangkan untuk kesiapan
membackup peralatan medis tersebut dengan pihak ke-3 yang mampu
mendukung pelayanan rumah sakit pada keadaan darurat dengan membuat
dokumen Nota Kesepahaman.

H. MENGAWASI TERPENUHINYA DOKUMENTASI (POIN 1 SD 7)


Dokumentasi meliputi elemen-elemen siklus pengelolaan peralatan medis poin 2
sampai dengan 7 di atas.

I. MEMASTIKAN PENETAPAN CAPAIAN PRIORITAS DAN EVALUASI


a. Evaluasi meliputi elemen-elemen konsep dan pengelolaan risiko K3 peralatan
medis meliputi:
- Evaluasi terhadap identifikasi risiko penggunaan peralatan medis
- Evaluasi terhadap supply chain
b. Standar PMKP 2 mempunyai maksud dan tujuan agar semua departemen
dan unit pelayanan, baik klinis dan manajerial, memilih indikator yang terkait

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 175


dengan prioritas masing-masing terutama proses bisnis yang kritis terhadap
mutu.

VIII. REFERENSI
1. UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
2. Permenkes 54 Tahun 2015 Tentang Pengujian dan Kalibrasi Alkes
3. Kemenkes, Pedoman Pengelolaan Peralatan Medis di Fasyankes, 2015
4. JCI, Hospital Standard 6th Edition, 2017
5. KARS, Standar Akreditasi Rumah Sakit, 2017

176 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


LAMPIRAN

PANDUAN DISKUSI KELOMPOK


Pengelolaan Peralatan Medis dari Aspek K3

Tujuan:
Peserta mampu melakukan pengelolaan risiko K3 penggunaan peralatan medis

Petunjuk:
1. Peserta dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 6 orang peserta.
2. Masing-masing kelompok ditugaskan untuk mendiskusikan salah satu topik di
bawah ini:
 Topik 1: Menentukan frekuensi pemeliharaan alat medis yang disediakan
oleh fasilitator (EKG, defibrilator)
 Topik 2: Menyusun rencana mitigasi insiden alat
3. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas dan
kelompok lain menanggapi
4. Fasilitator menyimpulkan hasil diskusi kelompok dan menutup diskusi
kelompok

Waktu: 90 menit

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 177


MATERI INTI 9.
KESIAPAN MENGHADAPI KONDISI DARURAT DAN BENCANA
DI RUMAH SAKIT

I. DESKRIPSI SINGKAT
Keadaan darurat merupakan suatu kejadian yang tidak pernah diharapkan terjadi,
tidak pernah diketahui kapan akan terjadi, dan bilamana terjadi akan mengakibatkan
gangguan atau kerusakan atau kerugian terhadap manusia, lingkungan, dan aset
rumah sakit. Definisi singkat dari tanggap darurat adalah selalu siap atau siaga dalam
menghadapi bencana apapun yang sewaktu-waktu bisa terjadi (darurat). Oleh karena
itu, harus dipastikan bahwa organisasi yang dibentuk untuk menghadapi kedaruratan
bencana dapat melakukan tindakan yang efektif dalam situasi darurat, dan
meminimasi dampak lingkungan yang ditimbulkan saat dan setelah keadaan darurat
tersebut terjadi. Sebaik apapun kesiagaan organisasi, selalu saja ada suatu kejadian
yang berada di luar pengendalian, seperti bencana alam atau sabotase. Oleh karena
itu dibutuhkan suatu penilaian sistematik terhadap risiko dari semua potensi keadaan
darurat yang mungkin terjadi, dan menyusun rencana kesiagaan dan tanggap darurat
untuk memastikan bahwa organisasi memiliki kesiagaan yang memadai dalam
menghadapi suatu insiden atau keadaan yang tidak diharapkan. Kesiagaan dan
tindakan yang efektif dapat mengurangi kecelakaan, mencegah atau mengurangi
dampak lingkungan, melindungi sumber daya manusia dan masyarakat, mengurangi
hilangnya aset, dan mengurangi waktu henti pelayanan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan kesiapan dalam
menghadapi kondisi darurat dan bencana di rumah sakit.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep kondisi darurat dan bencana di rumah sakit.
2. Melakukan kesiapan dalam menghadapi kondisi darurat di rumah sakit.
3. Melakukan kesiapan dalam menghadapi bencana di rumah sakit.

III. POKOK BAHASAN DAN SUBPOKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut:
1. Konsep kondisi darurat dan bencana.
a. Pengertian
b. Landasan Hukum
c. Tujuan dan Manfaat

2. Kesiapan dalam menghadapi kondisi darurat dan bencana di rumah sakit.


a. Identifikasi potensi kondisi darurat dan bencana
b. Penyusunan rencana tanggap darurat dan bencana
c. Pembentukan tim tanggap darurat dan bencana
d. Skenario tanggap darurat dan bencana
e. Simulasi kondisi darurat dan bencana

IV. METODE
Metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

178 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Tugas baca referensi atau modul
- Ceramah dan tanya jawab
- Latihan mengisi formulir Hazard Vulnerability Analysis atau HVA
- Melakukan simulasi di atas meja atau Table top simulation

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


Media dan alat bantu yang digunakan adalah sebagai berikut:
- Bahan tayang atau power point
- Modul
- LCD dan laptop
- Whiteboard dan spidol
- Laser pointer
- Table top simulation
- Panduan table top simulation
- Panduan untuk identifikasi atau formulir HVA

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.

Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian materi


1. Fasilitator menyampaikan materi dengan power point mulai dari pokok bahasan 1
sampai 3 beserta sub pokok bahasan dengan menggunakan metode ceramah dan
tanya jawab.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta mengenai hal-hal yang belum
dipahami terkait materi yang disampaikan.
3. Fasilitator menyampaikan bagaimana cara melakukan table top simulation dan
mengajak para peserta untuk melakukan kegiatan ini.
4. Fasilitator menyampaikan bagaimana cara mengisi lembar hazard vulnerability
analysis atau HVA dan mengajak peserta untuk melakukan kegiatan ini.

Langkah 3. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan.
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan.

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1
KONSEP KONDISI DARURAT DAN BENCANA

Dengan adanya pelatihan ini diharapkan muncul partisipasi dan peran serta dari
seluruh sumber daya manusia di rumah sakit dalam usaha tanggap darurat dan
bencana yang merupakan bagian tidak terpisah dari semua pelayanan kesehatan di

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 179


rumah sakit dalam rangka menunjang peningkatan produktivitas secara aman,
nyaman, dan efisien.

A. PENGERTIAN

Tanggap adalah menurut kamus resmi bahasa Indonesia dapat menjadi kata sifat
dan kata kerja. Definisi sebagai kata kerja, yaitu (1) segera mengetahui (keadaan)
dan memperhatikan sungguh-sungguh, (2) cepat dapat mengetahui dan
menyadari gejala yang timbul. Definisi sebagai kata sifat yaitu bertanya untuk
sesuatu (menanggapi).

Darurat adalah suatu keadaan tidak normal/tidak diinginkan yang terjadi pada
suatu tempat/kegiatan yang cenderung membahayakan bagi manusia, merusak
peralatan/harta benda atau merusak lingkungan sekitarnya.

Tanggap darurat adalah selalu siap/siaga untuk melakukan tindakan dalam


menghadapi bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi, yang dilakukan oleh
sekelompok orang dalam menghadapi keadaan darurat dan bencana tersebut.

Risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan atau merugikan atau


membahayakan dari suatu perbuatan atau tindakan atau kejadian.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor manusia maupun faktor alam dan/atau faktor non alam, sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.

Penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan


kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Pencegahan bencana adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk


mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan
ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.

Kesiapsiagaan adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi


bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna.

Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan


terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
 Pengaktifan pos-pos siaga bencana di rumah sakit dengan segenap unsur
pendukungnya.
 Pelatihan siaga/simulasi/gladi/teknis bagi seluruh personel rumah sakit.
 Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan.
 Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumber daya atau logistik.
 Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan.
 Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning
system).
 Penyusunan rencana kemungkinan (contingency plan).
 Mobilisasi sumber daya berupa personel dan sarana-prasarana fasilitas.

180 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.

Langkah mitigasi yang penting adalah pembuatan jalur-jalur evakuasi serta


rambu-rambu, seperti tanda pintu darurat untuk membantu pasien, keluarga
pasien, pengunjung dan pekerja saat melakukan evakuasi jika bencana gempa
bumi terjadi. Pembuatan jalur ini penting untuk mengurangi risiko terjadi
kecelakaan. Pembuatan jalur ini perlu diikuti penyuluhan dan latihan evakuasi
bagi pengguna rumah.

Latihan atau simulasi menyelamatkan diri atau keluar secara aman dan tidak
panik saat menggunakan tangga darurat di rumah sakit, serta cara berlindung di
tempat yang aman saat gempa terjadi. Latihan dalam evakuasi gempa bumi
tersebut merupakan pelatihan dalam mitigasi gempa yang sangat penting
dilakukan. Selanjutnya, pelatihan dan simulasi ini merupakan kurikulum wajib
yang harus dilakukan setiap tahun dari pengelola gedung yang bekerjasama
dengan unit kerja pendidikan dan pelatihan (diklat), sehingga kelemahan dan
kekurangan yang terjadi senantiasa dapat diperbaiki.

Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau
kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian upaya yang dilakukan dengan


segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan korban, penyelamatan,
dan pemulihan sarana prasarana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana
pada saat tanggap darurat meliputi:
 Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan
sumber daya.
 Penentuan status keadaan darurat bencana.
 Penyelamatan dan evakuasi pasien, keluarga pasien, pengunjung, dan pekerja
yang terkena bencana.
 Perlindungan terhadap kelompok rentan.
 Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital.

Perencanaan Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Gedung adalah kesiapan


pengelola gedung dalam mengantisipasi keadaan darurat dalam satu bangunan
dimana tiap bangunan akan berbeda bentuk rencana kesiapsiagaan sesuai
dengan situasi dan kondisi masing-masing. Perencanaan mencakup ketentuan-
ketentuan tentang prosedur penanggulangan keadaan darurat meliputi tindakan
yang harus dilakukan serta siapa-siapa yang harus melakukannya serta sarana
dan peralatan darurat yang digunakan.

Panduan Tanggap Darurat adalah tata cara atau pedoman kerja dalam
menanggulangi suatu keadaan darurat dengan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia untuk menanggulangi akibat dari suatu kondisi yang tidak normal dengan
tujuan untuk mencegah atau mengurangi kerugian yang lebih besar.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 181


Organisasi Keadaan Darurat adalah sekelompok orang yang ditunjuk atau dipilih
sebagai pelaksana penanggulangan keadaan darurat.

Rumah Sakit Lapangan adalah bangunan sementara yang dibuat dalam


keadaan darurat dengan tujuan sebagai tempat penanganan medis lanjutan bagi
para pasien dan korban yang cedera saat proses evakuasi (triase), hingga korban
dapat dipindahkan secara aman (stabil) ke fasilitas rumah sakit permanen
(jejaring).

B. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. UUD 1945 (amandemen ke-2) pasal 28G ayat 1, yang berbunyi ”Setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi‟.
3. UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (pasal 35 dan
36).
4. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (pasal 5 dan 6).
7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan
Pengelolaan Bantuan Bencana.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga
Internasional dengan Lembaga Non-Pemerintah dalam Penanggulangan
Bencana.
9. Permenkes Nomor 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan.
10. Premenkes Nomor 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit.
11. Permenkes Nomor 19 tahun 2016 tentang Sistem Penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu.
12. Permenkes Nomor 1045 Tahun 2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sakit di lingkungan Depkes.
13. Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis.
14. Kepmenkes Nomor 876 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Penanganan Krisis dan Masalah Kesehatan Lain.
15. Kepmenkes Nomor 145 Tahun 2007 tentang Pedoman Penanggulangan
Bencana Bidang Kesehatan.
16. Kepmenkes Nomor 1227 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Kepmenkes
Nomor 679 Tahun 2007 tentang Organisasi Pusat Penanggulangan Krisis
Regional.
17. Kepmenkes Nomor 1228 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Kepmenkes
Nomor 783 Tahun 2006 tentang Regionalisasi Pusat Bantuan Penanganan
Krisis Kesehatan Akibat Bencana.

C. TUJUAN DAN MANFAAT


Tujuan persiapan tanggap darurat bencana di rumah sakit adalah sebagai berikut
1. Meningkatkan kesiapsiagaan personel rumah sakit dalam memberikan contoh
kepada seluruh penghuni gedung pada saat terjadi kondisi darurat dan
bencana, terutama kepada para pasien dan keluarganya. Hal ini dapat

182 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


mengurangi kepanikan dan mencegah terjadinya tindakan kurang tepat yang
dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar.
2. Meningkatkan kewaspadaan dan kemampuan seluruh unsur di lingkungan
rumah sakit dalam menghadapi kondisi darurat dan bencana.
3. Memberikan petunjuk kepada para personel rumah sakit, agar prosedur
penanggulangan kondisi darurat dan bencana dapat berjalan dengan lancar,
efektif dan efisien.
4. Untuk mengembangkan pengetahuan seluruh pekerja rumah sakit dalam
menghadapi kondisi darurat dan bencana, sehingga dapat mengambil
tindakan rasional.
5. Dengan menerapkan hasil pelatihan ini diharapkan dapat tercipta keterpaduan
langkah dan kesiapsiagaan yang tinggi dalam penanggulangan kondisi darurat
dan bencana di lingkungan rumah sakit.

Manfaat yang diharapkan bagi :


1. Rumah sakit adalah mendapatkan dan meningkatkan citra baik, karena peduli
terhadap keselamatan dan keamanan seluruh penghuni gedung rumah sakit.
2. Sumber daya manusia adalah mendapatkan pengetahuan dan pemahaman
bagaimana melakukan penanggulangan kondisi darurat dan bencana yang
terjadi di lingkungan kerjanya.
3. Pasien dan pengunjung adalah mendapatkan perhatian, berupa rasa aman
dan nyaman, sehingga diharapkan dapat mempercepat proses kesembuhan
(pasien) dan betah untuk melakukan berbagai aktivitas di dalam rumah sakit
(pengunjung).
4. Masyarakat di sekitar rumah sakit adalah mendapatkan perlindungan dan
terhindar dari rasa was-was, karena mengetahui bahwa rumah sakit di sekitar
mereka telah mempersiapkan tim tanggap darurat dan bencana.
5. Pengenalan dan pelatihan modul tanggap darurat dan bencana, meliputi :
 Identifikasi potensi kondisi darurat dan bencana
 Penyusunan rencana tanggap darurat dan bencana
 Pembentukan tim tanggap darurat dan bencana
 Skenario tanggap darurat dan bencana
 Simulasi kondisi darurat dan bencana

POKOK BAHASAN 2
KESIAPAN DALAM MENGHADAPI KONDISI DARURAT DAN BENCANA DI
RUMAH SAKIT

A. IDENTIFIKASI POTENSI KONDISI DARURAT DAN BENCANA


Identifikasi adalah suatu hal yang harus dilakukan pertama kali dalam
menentukan kondisi darurat di lingkungan rumah sakit yang dapat menyebabkan
dampak penting terhadap lingkungan dan/atau keselamatan dan kesehatan
sumber daya manusia dan masyarakat, dan/atau kelangsungan operasional
rumah sakit. Identifikasi ini mencakup berbagai hal selain bencana, seperti
kecelakaan massal, keracunan massal, ledakan pabrik bahan kimia, endemik
suatu penyakit, kebocoran limbah B3, dan sebagainya yang melibatkan korban
dalam jumlah besar (biasanya diberikan batasan, menurut rumah sakit masing-
masing, misalnya bila jumlah korban di atas 10 orang dalam waktu yang
bersamaan), dan sebagainya.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 183


Selain itu, dapat juga ditentukan potensinya dari situasi yang mungkin terjadi,
misalnya kondisi kecelakaan dengan korban massal datang ke lingkungan rumah
sakit kita, kita harus bisa menentukan potensinya, apakah akan menjadi lebih
banyak korban atau sebaliknya, dan situasinya apakah banyak korban kritis yang
membutuhkan ruang perawatan intensif/isolasi atau sebaliknya.

Berdasarkan hasil identifikasi dari berbagai potensi kondisi darurat yang mungkin
terjadi di lingkungan rumah sakit, harus diikuti dengan pembuatan usulan tindakan
pencegahan potensi dan situasi yang sedang terjadi menjadi lebih buruk atau
bahkan tidak tertangani. Prosedur penanggulangan tanggap darurat atau
emergency response plan dari seluruh potensi kondisi bencana yang ditemukan
dari kegiatan identifikasi. Panduan ini nantinya harus disetujui oleh Komite K3RS,
kemudian disahkan dan ditandatangani oleh Direktur rumah sakit.

Identifikasi potensi kondisi darurat harus dilakukan sekali dalam setahun, atau bila
ada perubahan material atau aktivitas dalam isi panduan, maka penanggung
jawabnya (tim organisasi tanggap darurat dan bencana di rumah sakit tersebut)
harus melakukan pembaruan daftar identifikasi dan prosedurnya.

B. PENYUSUNAN RENCANA TANGGAP DARURAT DAN BENCANA


Rencana tanggap darurat adalah suatu rencana formal tertulis yang dibuat dan
disusun oleh tim tanggap darurat dan bencana rumah sakit yang disahkan oleh
Pimpinan Tertinggi rumah sakit, yang disosialisasikan ke seluruh pegawai rumah
sakit dan dilakukan pelatihan.

Rencana darurat dibuat berdasarkan pada potensi kecelakaan yang dapat terjadi
di instalasi dan konsekuensi-konsekuensinya yang dapat dirasakan di dalam dan
di luar tempat kerja serta bagaimana suatu keadaan darurat itu harus segera
ditangani. Perencanaan darurat harus diberlakukan sebagai unsur yang penting
dari sistem pengendalian bahaya besar. Suatu rencana tanggap darurat
dikonsentrasikan pada tindakan yang akan diambil dalam beberapa jam pertama
pada kondisi krisis. Sebagai contoh, evakuasi segera korban dan
penanggulangan keadaan darurat adalah komponen yang umum dalam suatu
keadaan gawat darurat. Pelaksanaan dari rencana biasanya di bawah
pengarahan dari tim tanggap darurat atau Emergency Response Team (Kuhre,
1996).

Perencanaan rencana tanggap darurat dapat disebut sebagai upaya


penanggulangan guna mengurangi dampak kerugian yang mungkin terjadi,
seperti kecelakaan yang menimpa sumber daya manusia, kerusakan aset,
terhentinya kegiatan operasional pelayanan rumah sakit, dan kerusakan atau
pencemaran lingkungan.

Suatu keadaan darurat dapat mengganggu dan menghambat kegiatan pola


jalannya operasional rumah sakit dan dapat mendatangkan kerugian harta benda
atau korban manusia. Apabila terjadi sesuatu dan keadaan menjadi emergency,
maka perlu ditanggulangi secara terencana, sistematis, cepat, dan tepat. Untuk
terlaksananya penanggulangan, maka perlu dibentuk tim tanggap darurat yang
terampil dan terlatih, dilengkapi sarana dan prasarana yang baik serta sistem dan
prosedur yang jelas. Tim tersebut perlu mendapatkan pelatihan baik teori atau
praktek. Kinerja tim tanggap darurat akan sangat menentukan berhasilnya
pelaksanaan penanggulangan kondisi darurat dan tujuan untuk mengurangi

184 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


kerugian seminimal mungkin baik harta benda atau korban manusia akibat kondisi
darurat dapat dicapai (Okleqs, 2008).

Langkah-langkah penyusunan tanggap darurat menurut Okleqs (2008) adalah :


1. Mitigasi (Mitigation), yaitu kajian awal yang dilakukan untuk mengeliminasi
atau menurunkan derajat risiko jangka panjang terhadap manusia atau harta
benda yang diakibatkan oleh bencana.
2. Kesiapsiagaan (Preparedness), yaitu kegiatan yang dilakukan lebih lanjut
berdasarkan hasil mitigasi yang mencakup pengembangan kemampuan
personil, penyiapan prasarana, fasilitas dan sistem bila terjadi kondisi darurat.
3. Kesigapan (Response), yaitu kemampuan penanggulangan saat terjadi
kondisi darurat yang terencana, cepat, dan tepat (termasuk tanda bahaya,
evakuasi, Search And Rescue (SAR), pemadaman kebakaran, dan
sebagainya).
4. Pemulihan (Recovery), yaitu kegiatan jangka pendek untuk memulihkan
kebutuhan pokok minimum kehidupan masyarakat yang terkena kondisi
bencana, dan jangka panjang mengembalikan kehidupan secara normal.

C. PEMBENTUKAN TIM TANGGAP DARURAT DAN BENCANA


Menurut ISO 14001 dalam Kuhre (1996), tim tanggap darurat dan bencana harus
terdiri dari para sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan atau sudah
terlatih. Kemudian ditentukan jumlah yang memadai dari pekerja yang menjadi
anggota tim tanggap darurat, serta setiap tim diangkat seorang pemimpin. Setiap
bagian menugaskan satu orang sebagai anggota tim tanggap darurat. Bila hal ini
tidak mencukupi jumlah yang diperlukan, maka kekurangannya akan diambil dari
tiap gedung.

Tim tanggap darurat dan bencana terdiri dari: pimpinan keadaan darurat
danbencana, tim penilai dan pemantau, koordinator manajemen medis,
koordinator manajemen operasional, penanggungjawab pusat dan informasi,
penanggung jawab pengamanan dan penyelamatan, penanggung jawab logistik,
penanggung jawab teknik, penanggung jawab SDM, koordinator keadaan darurat
gedung. Uraian tugas masing-masing bagian sebagai berikut:

No Nama Jabatan Tugas Jabatan

1 Direktur Keadaan Darurat  Direktur Keadaan Darurat dan Bencana adalah


dan Bencana Direktur yang dapat dihubungi pada saat
bencana.
 Mengangkat dan memberhentikan Koordinator
Keadaan Darurat dan Bencana atau pejabat
setingkat dalam struktur organisasi.
 Memberikan informasi kepada jajaran Direksi dan
Dewan Pengawas RS terkait dengan kondisi yang
sedang terjadi dalam sistem komando.
 Menetapkan level darurat bersama dengan Tim
Penilai dan Pemantau Keadaan Darurat (PPKD)
dan Bencana.
 Mengaktifkan keadaan tanggap darurat bencana
sesuai dengan jenis bencana.
2 Tim Penilai dan Pemantau  Tim PPKD adalah Tim yang anggotanya terdiri
Keadaan Darurat (PPKD) dari unit pelaksana Operasional dan Medis
 Merekapitulasi ketersediaan fasilitas, sarana dan

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 185


prasarana di RS berdasarkan laporan Koordinator
Keadaan Darurat Gedung (DKD)
 Memberi masukan keputusan strategis terkait
dengan dampak bencana kepada DKD.
 Memantau keadaan terkait darurat dan bencana
meliputi dan tidak terbatas pada: lokasi kejadian,
waktu terjadinya bencana, tipe bencana,
perkiraan jumlah korban, risiko potensial
tambahan, populasi yang terkena bencana.
3 Koordinator Manajemen  Koordinator Medis adalah Kepala Bidang
Medis Pelayanan Medik.
 Melakukan koordinasi dengan Tim Medis Reaksi
Cepat (TMRC) dan mengaktifkan Tim rawat jalan,
Tim Rawat inap, Tim rawat intensif, Tim OK, Tim
Rawat khusus, Tim penunjang medis, tim
evakuasi radiasi,Tim Evakuasi KLB/wabah dan
Tim Forensik serta Departemen Medik untuk
kesiapan pelayanan pasien bila terjadi darurat
bencana.
 Mendata kapasitas medis yang berupa jumlah
dokter, perawat dan bidan, kapasitas rawat jalan,
kapasitas rawat inap, kapasitas ICU, kapasitas
alat kedokteran, kapasitas alat kesehatan dan
APD untuk tim medis.
 Berkoordinasi dengan Koordinator Manajemen
Operasional dalam menentukan alternatif lokasi
untuk tambahan rumah sakit darurat.
4 Koordinator Manajemen  Koordinator Operasional adalah Kepala Unit
Operasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
 Mengkoordinasikan kegiatan operasional tanggap
darurat yang terdiri dari informasi, pengamanan
dan penyelamatan, logistik, teknik, dan SDM
untuk mendukung manajemen medik.
5 Penanggung Jawab Pusat  Penanggung Jawab Pusat Informasi adalah
Informasi Kepala Bagian Pemasaran.
 Merupakan juru bicara RS terhadap pihak
eksternal.
 Pengendali dan penghubung pesan baik dari
internal RS maupun eksternal RS dan atau tim
lapangan.
 Mediator kebutuhan media/pers.
 Membantu dan mendapingi Direktur Keadaaan
Darurat dalam fungsinya sebagai juru bicara.
 Menyampaikan informasi operasional yang
relevan.
6 Penanggung Jawab  Penanggung JawabPengamanan dan
Pengamanan dan Penyelamatan adalah Kepala Bagian Administrasi
Penyelamatan  Bertanggung jawab terhadap keamanan pada
saat terjadi keadaan darurat dan bencana.
 Mengatur sistem perparkiran saat terjadi keadaan
darurat dan bencana.
 Mengatur fasilitas transportasi.

186 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


7 Penanggung Jawab Logistik  Penanggung Jawab Logistik adalah Kepala
Bagian Unit Layanan Pengadaan.
 Mendata ketersediaan sumber daya di rumah
sakit.
 Mendata kapasitas obat-obatan dan alat
kesehatan yang ada di Instalasi Farmasi.
 Menyiapkan fasilitas dan sarana darurat meliputi
kemungkinan pengadaan alat kedokteran, obat-
obatan dan makanan.
8 Penanggung Jawab Teknik  Penanggung Jawab Teknik adalah Kepala Bagian
Teknik.
 Menyediakan sistem utilitas.
 Menyiapkan fasilitas, sarana dan prasarana
darurat meliputi kebutuhan tempat, listrik, air, gas
medis dan mobilisasi alat kedokteran.
 Menentukan alternatif lokasi untuk tambahan
rumah sakit darurat.
9 Penanggung Jawab SDM  Penanggung Jawab SDM adalah Kepala Bagian
SDM.
 Bertanggung jawab terhadap ketersediaan SDM
berkompeten dan mengatur jadwal masing-
masing peran dalam struktur organisasi TDB RS.

10 Koordinator Keadaan Darurat  KKD Gedung adalah Penanggung Jawab (PJ)


(KKD) Gedung Gedung atau Kepala Unit Kerja.
 Melaporkan keadaan fasilitas, sarana dan
prasarana gedung terkait keadaan darurat kepada
Kepala Pusat Informasi.

D. SKENARIO TANGGAP DARURAT DAN BENCANA


Menurut ISO 14001 dalam Kuhre (1996), anggota tim tanggap darurat dan
bencana harus dilatih tentang bagaimana menangani situasi dan kondisi yang
berbeda-beda, seperti tumpahan bahan kimia, kecelakaan massal, keracunan dan
masalah-masalah internal yang dapat mengganggu operasional pelayanan rumah
sakit. Penting bagi pihak manajemen untuk mendukung pelatihan tim tanggap
darurat. Penyelia harus mengalokasikan waktu untuk pelatihan dan menekankan
pekerja mereka untuk benar-benar terlatih dalam fungsi tim tanggap darurat.

Perwakilan Tim K3RS, dan pemimpin tim tanggap darurat dan bencana harus
selalu mendukung dan mencatat bahwa pelatihan yang diperlukan telah
dilakukan. Program pelatihan merupakan salah satu langkah agar pelaksanaan
tanggap darurat dapat dilaksanakan secara optimal. Dengan pelatihan tersebut
diharapkan respon dari sumber daya manusia mengenai tanggap darurat dapat
ditingkatkan. Tim tanggap darurat harus dilatih tentang bagaimana menangani
situasi-situasi kondisi darurat yang berbeda-beda.

E. SIMULASI KONDISI DARURAT DAN BENCANA


Simulasi kondisi darurat mencakup dua hal penting, yaitu mengenai
penanggulangan saat kondisi darurat dan setelah kondisi darurat terjadi.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 187


Menurut ISO 14001 dalam Kuhre (1996) kegiatan minimal yang harus dilakukan
saat simulasi kondisi darurat, antara lain :
1. Pemberitahuan
Tim tanggap darurat diberitahu akan terjadinya keadaan darurat oleh pusat
komando penanganan atau sumber lain, kemudian berkumpul di dekat lokasi
gawat darurat pada tempat yang aman. Pemberitahuan kepada tim tanggap
darurat dapat dilakukan melalui radio panggil, radio komunikasi, atau sistem
pemberitahuan masyarakat.

2. Evakuasi
Tim tanggap darurat membunyikan tanda bahaya dan mengevakuasi semua
penghuni gedung dari area bahaya bila ada ancaman terhadap keselamatan
jiwa. Keputusan untuk mengevakuasi pekerja harus dilakukan oleh pemimpin
tim tanggap darurat dengan masukan dari individu yang mengerti keadaan
yang terjadi. Seluruh sumber daya manusia harus diberitahu untuk keluar dari
area secara teratur melalui jalur yang ditentukan dalam peta evakuasi.
Seluruh sumber daya manusia tidak boleh panik, tidak boleh memakai
elevator, dan tidak membawa barang-barang pribadi.

3. Penghitungan Jumlah Orang yang Dievakuasi pada Titik Kumpul


Jumlah orang yang berhasil dievakuasi di titik kumpul didata dan dihitung,
apabila ada anggota yang tidak terdata maka dilaporkan ke koordinator tim
tanggap darurat dan bencana.

4. Penilaian Keadaan Darurat


Tim tanggap darurat akan mengenakan alat pelindung diri atau Personal
Protective Equipment dan memeriksa gedung rumah sakit untuk memastikan
semua penghuni sudah keluar dan membuat penilaian akan keadaan darurat
tersebut. Sistem pengenalan harus dilakukan dalam penilaian ini, misalnya
dengan mengidentifikasi penyebab kejadian.

5. Memindahkan Korban Darurat dan Bencana


Bila ditemukan korban, maka harus dipindahkan dari lokasi tersebut hanya
oleh tim tanggap darurat yang memakai alat pelindung diri lengkap. Apabila
tim tidak cukup memadai, perlu menunggu sampai ambulan tiba membawa
peralatan lengkap untuk memindahkan korban tersebut.

6. Kontak Telepon Awal dengan Pihak Luar


Bila dibutuhkan bantuan yang sifatnya segera, pimpinan tim tanggap darurat
akan menginstruksikan siapa yang harus dihubungi dari daftar yang ada.

7. Penghentian Sarana dan Kegiatan Tertentu


Selama kondisi darurat mungkin perlu untuk penghentian saluran gas, listrik,
air, atau sarana lainnya. Pimpinan tim tanggap darurat akan
memutuskan dengan masukan dari lainnya, seperti bagian prasarana. Harus
diperhatikan untuk tidak menghentikan terlalu banyak yang dapat
menghalangi usaha penyelesaian kondisi darurat dan menyebabkan
gangguan yang serius pada kegiatan bisnis.

8. Mendirikan Penghalang
Penghalang menandakan bahwa suatu zona diisolasi yang melarang
siapapun, kecuali tim tanggap darurat untuk masuk.

188 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


9. Menyebarkan Informasi pada Para Penghuni
Pengawas harus menyebarkan informasi yang sebenarnya pada seluruh
penghuni gedung untuk meredakan ketegangan mereka. Bila terpaksa harus
dipulangkan, maka nama dan tujuan dari seluruh penghuni yang dipulangkan
harus dicatat oleh pengawas.

10. Membersihkan Sisa-sisa Penanggulangan


Bila keadaan sudah memungkinkan artinya dapat dilakukan dengan aman,
untuk pembersihan sisa-sisa bahan yang dianggap berbahaya, maka harus
segera dibersihkan.

11. Pekerja Memasuki Gedung Kembali


Pimpinan tim tanggap darurat akan menentukan (dengan bantuan lainnya)
dan mengumumkan bagian gedung / area mana yang cukup aman untuk
dimasuki. Tidak seorangpun tanpa terkecuali boleh mengizinkan orang-orang
kembali ke dalam gedung.

12. Pertemuan Penutup


Tim tim tanggap darurat, perwakilan manajemen, perwakilan lingkungan,
Komite K3RS serta badan-badan yang terlibat harus mengadakan pertemuan
setelah kondisi darurat yang terjadi, untuk mendiskusikan masalah, menilai
tindakan terhadap keadaan darurat dan melakukan perbaikan untuk masa
mendatang. Hasil pertemuan harus disebarluaskan pada seluruh sumber
daya manusia untuk mengurangi ketegangan.

Simulasi posedur setelah penanggulangan bencana.


Pihak rumah sakit harus membuat prosedur rencana pemulihan kondisi darurat
untuk secara cepat mengembalikan pada situasi yang normal dan membantu
pemulihan sumber daya manusia yang mengalami trauma. Segera setelah krisis
ditanggulangi, rencana pemulihan bencana dilakukan jika kegiatan operasional
tidak berjalan. Jika tidak, kehilangan waktu dalam pemulihan akan memakan
waktu produksi organisasi (Kuhre, 1996).

VIII. REFERENSI
1. UU No. 1Tahun1970tentangKeselamatan Kerja
2. Life Safety Book JCI

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 189


LAMPIRAN

Lampiran 1

PANDUAN LATIHAN

Tujuan:
Peserta memiliki kesiapan dalam menghadapi kondisi darurat dan bencana di RS

Petunjuk:
1. Peserta dibagi menjadi 5 (lima) kelompok, tiap kelompok terdiri dari 6 orang
peserta.
2. Masing-masing kelompok menentukan RS yang akan dijadikan bahan latihan
3. Masing- masing kelompok melakukan latihan mengenai:
a. Kelompok 1 : membuat skenario tanggap darurat dan bencana keamanan
b. Kelompok 2: membuat skenario tanggap darurat dan bencana peralatan
medis
c. Kelompok 3: membuat skenario tanggap darurat dan bencana kebakaran
d. Kelompok 4: membuat skenario tanggap darurat dan bencana tumpahan
limbah dan B3
e. Kelompok 5: membuat skenario simulasi kondisi tanggap bencana (utilitas,
kelistrikan atau air)
4. Masingmasingkelompokmempresentasikanhasildiskusidan kelompok lain
menanggapi.

Waktu: 90 menit

190 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Lampiran 2 :

PANDUAN SIMULASI TABLE TOP

Tujuan:
Para peserta memiliki kemampuan dan pemahaman yang sama dalam merespon
suatu kondisi darurat dan bencana

Petunjuk:
1. Simulasi table top adalah simulasi yang dilakukan secara lisan oleh suatu
kelompok. Simulasi dilakukan sambil duduk melingkar. Setiap kelompok akan
diberikan sebuah skenario dan masing-masing peserta akan mendapatkan satu
peran. Setelah memahami skenario dan peran masing-masing, peserta akan
mulai berdialog berdasarkan skenario dan perannya masing-masing.
2. Peserta dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, tiap kelompok terdiri dari 10 orang
peserta.
3. Masing-masing kelompok diberikan skenario:
Kelompok 1: Kondisi darurat (keracunan massal)
Kelompok 2: Bencana gempa bumi
Kelompok 3: Bencana banjir
4. Setelah masing-masing kelompok mendapatkan skenario bencana, maka dibagi
menjadi pemain peran, diusahakan semua peserta mendapatkan peran dalam
kegiatan ini.
5. Para peserta diharapkan mempelajari skenario secara singkat dan memahami
jalannya cerita, kemudian rencana dalam skenario dijalankan baik secara lisan
maupun demonstrasi (bila diperlukan, misalnya memperagakan cara melindungi
kepala saat goncangan gempa bumi, memperagakan cara penggunaan APAR,
dsb).

Waktu: 90 menit

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 191


MATERI INTI 10.
KOMUNIKASI, INFORMASI, EDUKASI DAN ADVOKASI K3RS

I. DESKRIPSI SINGKAT:
Dalam suatu proses pembelajaran, komunikasi, penyampaian informasi dan edukasi
merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terikat satu sama lain. Proses edukasi tidak
akan berjalan dengan baik bila edukatornya tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi antara komunikator ke komunikan.
Pesan yang disampaikan haruslah jelas dan dalam bahasa yang dimengerti oleh
kedua pihak. Edukasi merupakan suatu proses penyampaian informasi juga. Biasanya
edukasi ini suatu proses komunikasi antara seseorang yang lebih tahu tentang
sesuatu kepada pihak lain yang belum tahu tentang sesuatu hal (dalam hal ini
kesehatan kerja di RS). Di lain pihak advokasi adalah penyampaian informasi ke
pihak yang lebih tinggi, misalnya pimpinan Rumah Sakit. Untuk meyakinkan para
manager, direktur RS diperlukan hubungan yang baik, kemampuan berkomunikasi,
kemampuan untuk dapat meyakinkan dan sebaiknya berilah gambaran tentang cost
benefit program kesehatan kerja di RS. Dalam materi ini dibahas bagaimana menjadi
komunikator yang baik, menghasilkan komunikasi yang efektif dan teknik-teknik
melakukan edukasi pada SDM RS dan bagaimana melakukan advokasi.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN:


A. Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan komunikasi, informasi,
edukasi dan advokasi pelaksanaan K3RS

B. Tujuan Pembelajaran khusus:


Setelah pembelajaran peserta mampu:
1. Melakukan komunikasi efektif K3 di RS
2. Menyampaikan informasi terkait K3RS
3. Melakukan edukasi K3RS
4. Melakukan advokasi untuk pimpinan RS

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN:


1. Komunikasi efektif K3 di RS
a. Pengertian
b. Tujuan Komunikasi
c. Manfaat
d. Jenis-jenis komunikasi
e. Unsur-unsur komunikasi
f. Bentuk komunikasi
g. Teknik komunikasi efektif
2. Penyampaian informasi terkait K3RS.
a. Pengertian informasi
b. Jenis-jenis informasi
c. Sasran informasi ( massa, individu, kelompok)
d. Teknik informasi.
3. Edukasi K3RS
a. Pengertian edukasi
b. Sasaran edukasi
c. Peran educator (role model)
d. Teknik edukasi

192 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


4. Advokasi
a. Pengertian
b. Sasaran advokasi
c. Kegiatan advokasi
d. Contoh kasus

IV. METODE:
- Tugas baca buku referensi/ modul
- Ceramah-Tanya-Jawab
- Simulasi

V. MEDIA DAN ALAT BANTU:


- Bahan tayang
- Modul K3RS
- LCD dan Laptop
- White board
- Spidol
- Lasser pointer
- Petunjuk simulasi

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN:


Langkah 1.Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2.Penyampaian materi


1. Fasilitator menyampaikan materi dengan power point mulai dari pokok bahasan 1
sampai 4 dengan menggunakan metode ceramah-tanya/jawab.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya mengenai hal-
hal yang belum dipahami terkait materi yang disampaikan.

Langkah 3.Simulasi
Alternative 1
1. Fasilitator memberikan tugas agar setiap peserta menyiapkan bahan untuk
mempresentasikan materi yang sudah diberikan.. Media yang digunakan boleh
dengan flip chart bagi peserta yang tidak membawa lap top. Waktu yang
disediakan untuk menyiapkan selama 45 menit.
2. Diadakan undian untuk peserta yang harus melakukan simulasi.Tiap peserta
selama 15 menit.
3. Peserta yang tidak presentasi memberikan tanggapan.
4. Fasilitator memberikan masukan-masukan untuk perbaikan.

Alternative 2
1. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok
2. 3 kelompok menyiapkan bahan untuk presentasi sedangkan 3 kelompok
menyiapkan bahan untuk advokasi.
3. Tiap kelompok melakukan tugasnya, kelompok lain memberikan tanggapan
4. Fasilitator memberikan masukan –masukan untuk perbaikan.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 193


Langkah 4.Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan.

VII. URAIAN MATERI:

POKOK BAHASAN 1
KOMUNIKASI EFEKTIF K3 DI RS
A. PENGERTIAN KOMUNIKASI :
1. Merupakan proses pertukaran informasi atau proses pemberian arti
tentang sesuatu hal. Menurut Depkes 1984 : KOMUNIKASI adalah
penyampaian pesan secara langsung / tidak langsung melalui saluran
komunikasi kepada penerima pesan.
2. Bentuk interaksi dengan orang lain yang berupa percakapan biasa,
membujuk, mengajar dan negosiasi.
3. Komunikasi efektif adalah komunikasi yg pd prosesnya dapat menghasilkan
persepsi, perilaku dan pemahaman yg berbeda menjadi sama antara
komunikator dan komunikan.

B. TUJUAN KOMUNIKASI EFEKTIF:


Tersampaikannya gagasan, pesan dan perasaan dengan cara yang baik dalam
kontak sosial yang baik pula, sehingga terjadi perubahan sikap, perubahan
pendapat, perubahan perilaku dan perubahan sosial.

C. MANFAAT:
1. Penyampaian informasi
2. Perubahan pengetahuan komunikan (dari tidak tahu menjadi tahu)
3. Perubahan perilaku menjadi lebih peka terhadap kesehatan kerja di RS

D. JENIS-JENIS KOMUNIKASI:
1. Komunikasi verbal:
Komunikasi yang disampaikan dengan kata-kata/ kalimat
Perlu diperhatikan:
 Siapa mitra bicara (komunikan)
 Apa tujuan pembicaran, tujuan komunkasi
 Perhatikan lingkungan dan keadaan pada saat komunikasi
 Perhatikan kultur/ budaya/kebiasaan masyarakat setempat dalam
berkomunikasi
 Pahami bahasa, pakai bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti.
 Ucapkan kata-kata dengan jelas dan perlahan-lahan.

Menurut Mechribian dan Ferris, efektivitas komunikasi verbal


 7% ditentukan oleh kata-kata yang diucapkan
 38% ditentukan oleh nada suara
 55% ditentukan oleh bahasa tubuh (kontak mata, postur tubuh, isyarat)
2. Komunikasi non verbal:
Komunikasi yang disampaikan dengan mimik wajah, gerak tubuh, isyarat-
isyarat.
Komunikasi non verbal digunakan pada para tunarungu.

194 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


E. UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI
1. Komunikator/ Pengirim Pesan/ Sender:
Komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan kepada komunikan.
2. Komunikans/ Penerima/Reciever:
Penerima adalah partner/rekan dari komunikator dalam komunikasi,
Komunikan adalah pihak yang penerima stimulus dan memberikan respons
terhadap stimulus.
3. Pesan: informasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.
4. Saluran komunikasi/ Media/ Channel
Adalah jalan atau saluran yang dilalui pesan dari komunikator ke komunikan.
Pesan dapat berupa kata-kata, gambar, tulisan.
5. Umpan balik: respons terhadap pesan yang disampaikan. Adanya umpan
balik memberikan gambaran pada komunikan keberhasilan proses
komunikasi.

F. BENTUK KOMUNIKASI
1. Komunikasi personal
a) Komunikasi intrapersonal (personal communication)
 Adalah komunikasi dalam diri sendiri, terjadi apabila seseorang
memikirkan masalah yang dihadapi.
 Dapat juga terjadi apabila seseorang melakukan pertimbangan-
pertimbangan sebelum mengambil keputusan.
b) Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)
 Merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif
 Antara komunikan dan komunikator dapat langsung tatap muka,
sehingga stimulus dapat langsung di respons saat itu juga

2. Komunikasi kelompok :
- Ceramah: adalah pidato pendek yang disampaikan dihadapan
sekelompok orang (audience).
- Diskusi: dalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau
lebih/kelompok. Biasanya komunikasi antara mereka/kelompok tersebut
berupa salah satu ilmu atau pengetahuan yang akhirnya akan memberikan
rasa pemahaman yang baik dan benar. Bahan untuk diskusi bisa berupa
apa saja yang disebut topik.
- Diskusi panel: adalah bentuk diskusi resmi yang dilakukan dengan
menghadirkan beberapa pemateri yang melihat topik pembicaraan dari
sudut pandang yang berbeda-beda, yang disebut dengan panelis. Hal
inilah yang membedakan diskusi panel dengan diskusi lainnya, yakni
adanya panelis karena itulah disebut dengan diskusi panel. Seperti halnya
bentuk diskusi lainnya diskusi panel juga terdapat moderator, notulen,
peserta dan panelis.
Di dalam diskusi panel, panelis berperan untuk menyampaikan
pandangan-pandanganya terhadap suatu masalah yang dibahas.
Biasanya terdapat hingga empat atau lima penelis sesuai dengan topik
bahasan diskusi, jadi jumlah panelis tidak dibatasi. Sehingga dinamakan
Panelis 1, Panelis 2, Panelis 3, dan seterusnya. Setiap panelis merupakan
orang yang ahli di bidangnya dengan demikian memiliki sudut pandang
terhadap topik yang berbeda.
- Simposium: adalah serangkaian pidato pendek yang dilakukan oleh
seseorang di depan para peserta / pengunjung yang datang.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 195


- Seminar: adalah sebuah pertemuan khusus yang memiliki teknis dan
akademis dengan tujuan untuk melakukan studi menyeluruh tentang suatu
topik tertentu dengan pemecahan suatu permasalahan yang memerlukan
interaksi di antara para peserta seminar yang dibantu oleh seorang
cendikiawan.
- Curah pendapat/brain storming adalah teknik kreativitas yang
mengupayakan pencarian penyelesaian dari suatu masalah tertentu
dengan mengumpulkan gagasan secara spontan dari anggota kelompok.
Istilah brainstorming dipopulerkan oleh Alex F. Osborn pada awal
dasawarsa 1940-an.

3. Komunikasi massa / Mass communication:


Kurang efektif dibandingkan komunikasi interpersonal, komunikasi ini satu
arah.
Komunikasi massa adalah komunikasi yang melibatkan massa, misalnya
pidato dihadapan banyak orang, beberapa ahli berpendapat komunikasi
massa adalah komunikasi melalui media massa, seperti:
- Pers
- Radio
- Televisi
- Film

4. Komunikasi media (Media communication)


Media yang digunakan :
- Media cetak (pamphlet, poster, leaflet
- Telpon
- Biillboard (papan nama)
- Spanduk, umbul-umbul, dll

G. TEKNIK KOMUNIKASI EFEKTIF


1. Bicara secara efektif:
- Konsentrasi, dengarkan apa yang anda katakan, apakah anda mengerti
apa yang anda katakan?
- Tarik nafas dalam-dalam sebelum mulai berbicara
- Atur volume berbicara, usahakan agar komunikan dapat mendengar apa
yang anda ucapkan
- Gunakan kata-kata sehari-hari yang dikenal pendengar

2. Mendengar dengan aktif


Mendengar dengan aktif artinya mendengarkan untuk mengerti apa yang
dikatakan dibalik pesan
Beberapa tip mendengar secara aktif :
 Ulang kembali pesan dengan kata-kata sendiri
 Check kembali apa yang ada dibalik pesan
 Amati pembicara tanpa generalisasi tentang latar belakang atau sifat-sifat
lainnya
 Pandang komunikan dengan ramah dan bersahabat.

Ciri-ciri komunikasi efektif


- Langsung; straight to the point dan tidak ragu dalam menyampaikan pesan
- Asertif : tidak takut mengatakan apa yang diinginkan dan mengapa
- Congenial: ramah dan bersahabat

196 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Jelas: pesan jelas dan mudah dimengerti
- Terbuka: tidak ada pesan dan makna yang tersembunyi
- Lisan : menggunakan kata-kata yang jelas
- Dua arah : seimbang antara berbicara dan mendengarkan
- Responsif : memperhatikan juga kepentingan orang lain
- Nyambung : menginterpretasi pesan dan kebutuhan orang lain dengan tepat
- Jujur dalam mengungkapkan gagasan, perasaan dan kebutuhan yang
sesungguhnya.

Dalam komunikasi efektif, kita perlu ingat 5 prinsip komunikasi efektif yaitu
REACH

R: Respect (sikap menghargai)


Rasa hormat & saling menghargai orang lain.
Pada prinsipnya, manusia ingin dihargai dan dianggap penting.Jika kita bahkan
harus mengkritik atau memarahi seseorang, maka lakukan dengan penuh
respek terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang.Jika kita membangun
komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka
kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi.
Selanjutnya, hal ini akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai
individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.

E: Empathy
Adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang
dihadapi oleh orang lain.
Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan
kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau
dimengerti oleh orang lain.

A: Audible
Artinya: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik.
Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu
menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita
sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Dalam komunikasi personal, hal
ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat
diterima oleh penerima pesan.

C: Care
Beri perhatian pada pesan yang disampaikan oleh pembicara sehingga
membuat pembicara merasa diperhatikan.Care berarti juga menyimak secara
seksama apa isi pembicaraan dari lawan.

H: Humble
Sikap rendah hati.
Prinsip kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah
hati.Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan prinsip pertama. Untuk
membangun rasa menghargai orang lain biasanya didasari oleh sikap rendah
hati yang kita miliki.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 197


POKOK BAHASAN 2
PENYAMPAIAN INFORMASI

A. PENGERTIAN:
- Informasi adalah pesan (ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan yang
terdiri dari order sekuens dari simbol, atau makna yang dapat ditafsirkan dari
pesan atau kumpulan pesan.
- Informasi adalah sekumpulan data/fakta yang diorganisasikan atau diolah
dengan cara tertentu sehingga mempunyai arti bagi penerima.
- Informasi dapat juga diartikan sebagai sebuah pengetahuan yang didapat dari
pembelajaran, pengalaman atau instruksi
- Informasi adalah keterangan, gagasan, kenyataan yang perlu diketahui
masyarakat (BKKBN 1993).
- Menurut Kemenkes : Informasi adalah pesan yang disampaikan

B. JENIS-JENIS INFORMASI:
- Informasi berdasarkan fungsi
Adalah informasi berdasarkan materi dan kegunaan informasi
Antara lain informasi yang menambah pengetahuan (informasi tentang
bencana alam, pembangunan daerah, kegiatan selebriti, dll) dan informasi
yang mengajari pembaca (Tip berbicara didepan umum, cara menjadi
programer komputer,dll)
- Informasi berdasarkan format penyajian
Adalah informasi berdasarkan bentuk penyajian informasi
Antara lain : foto, karikatur, lukisan abstrak, tulisan teks, dll
• Informasi berdasarkan lokasi peristiwa
Informasi berdasarkan lokasi peritiwa berlangsung, seperti peristiwa
dalam negeri dan luar negeri
• Informasi berdasarkan bidang kehidupan
Adalah informasi berdasarkan bidang-bidang kehidupan yang ada, misal :
pendidikan, olahraga, musik, sastra budaya, iptek, dll

C. SASARAN INFORMASI
1. Individu:
Pimpinan RS, setiap SDM Rumah Sakit.
2. Kelompok:
SDM di tempat unit kerja misalnya di laboratorium, laundry, dapur, tempat
rawat inap, rawat jalan, medical report dlsb
3. Massa :
Untuk semua SDM RS, dapat dilakukan misalnya pada kegiatan dimana
semua SDM berkumpul.

D. TEKNIK PENYAMPAIAN INFORMASI :


1. Individu:
Dilakukan pada waktu konseling, pada waktu pembicaraan- pembicaraan
secara informal.
Bertanya dan pastikan komunikan mengerti apa yang kita sampaikan
Catat apa yang dibicarakan dan sampaikan rangkuman.
Media dapat bantu yang digunakan :
 Leaflet
 Brosur
 Lembar balik

198 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


2. Kelompok:
Pada waktu pembinaan atau monitoring kegiatan K3 di setiap unit kerja.
Dapat dilakukan melalui: ceramah, diskusi kelompok
Ceramah/ Presentasi:
 Perhatikan baju yang dipakai: pakailah baju yng nyaman, jangan pakai
baju baru, baju yang terlalu sempit, atau rok yang terlalu pendek, pakai
baju yang berlengan, tidak terlalu tipis. Pilih warna yang teduh: abu-abu,
biru, coklat, hijau, jangan pakai warna menyolok. Perhiasan sesederhana
mungkin, hindari gelang keroncong yang menimbulkan bunyi yang ramai
bila bergerak.
Untuk laki-laki: kemeja warna biru, abu-abu, kuning muda, putih. Bila
memakai jas, mula-mula ditutup..setelah beberapa saat bukalah
kancingnya, sehingga lebih nyaman dan mengesankan anda membuka
diri.
Tangan jangan masuk kekantong, ini menarik perhatian audience.
 Perhatikan sikap presentan:
Percaya diri, pandangi setiap peserta dengan ramah. Bila belum bisa,
pandangi dinding belakang peserta latih, sehingga kesan nya
memandang kesemua peserta.
Jangan hanya duduk atau terpaku di satu tempat… jalan.. pandangi dan
lakukan interaksi dengan peserta. Hafalkan materi, bisa dibantu dengan
kartu-kartu kecil.
Atur suara anda, jangan terlalu pelan ataupun melengking, menyakitkan
telinga. Bicara dengan jelas dan dengan bahasa yang sederhana dan
bisa dimengerti oleh semua audience.
Bagaimana tahu kita berbicara dengan jelas? Rekam dan dengarkan
kembali.
 Perhatikan slide bahan yang akan disampaikan.
Setiap slide usahakan hanya 8 baris. Arial hurufnya jelas. Ukuran font 32
- 40 buat judul. Hindari warna MERAH.
Tulis hal-hal penting. Perkaya dengan gambar, sehingga lebih menarik
dan lebih mudah ditangkap.

3. Massa:
Penyampaian informasi untuk seluruh SDM RS.

POKOK BAHASAN 3
EDUKASI K3RS

Edukasi adalah proses perubahan perilaku kearah positip (Depkes 1990).


Dengan edukasi mengajarkan orang untuk hidup dalam kondisi terbaik yaitu mencapai
tingkat kesehatan yang optimum.

Masyarakat RS /SDM RS akan menyadari /mengetahui bagaimana cara memelihara


kesehatan, tahu akan potensi bahaya di RS, mencegah hal-hal yang merugikan
kesehatan, mencari pengobatan bila sakit.

A. PENGERTIAN:
1. Pendidikan kesehatan menurut Wood (1926) merupakan totalitas dari
berbagai pengalaman yang memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 199


pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan individu, kelompok dan
masyarakat.
2. Stuart (1968) : pendidikan kesehatan adalah bagian dari program
kesehatan yang berisi upaya-upaya terencana untuk merubah perilaku (yang
dipikirkan, dirasakan dan dikerjakan) individu, kelompok dan masyarakat,
dengan tujuan membantu pencapaian pengobatan, rehabilitasi, pencegahan
penyakit dan promosi kesehatan.
3. Joint Commission on Health Education Terminology, USA (1972-1973) :
pendidikan kesehatan merupakan proses intelektual, psikologikal dan dimensi
sosial, berupa kegiatan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
membuat keputusan yang disosialisasikan, mempengaruhi kesejahteraan
personal, keluarga dan masyarakat.
4. Soekidjo N (2014) , Edukasi adalah suatu penerapan konsep pendidikan
(edukasi) dalam bidang kesehatan. Pendidikan adalah suatu proses belajar
dimana terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah
yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok
atau masyarakat. ( Soekidjo N, 2014)

B. SASARAN EDUKASI K3RS:


1. SDM RS.
2. Anggota komite dan atau Instalasi K3RS.

C. Peran edukator:
1. Sebagai change agent
Menjadi agen perubahan di RS, merubah dari RS yang belum melaksanakan
K3RS menjadi RS yang tahu akan potensi bahaya yang mengancam RS,
tahu cara mengantisipasinya dan SDM RS dapat bekerja dengan aman dan
selamat.
2. Sebagai role model, contoh, panutan
Selalu dapat menjadi contoh dalam melaksanakan Keselamatan dan
kesehatan kerja di RS.

D. Metode edukasi:
1. Melakukan penyuluhan berkesinambungan.
Penyuluhan dapat dilaksanakan melalui kelompok-kelompok kecil; di tiap unit
kerja, Ingatkan bahaya potensial yang ada di tempat kerja, penanganan
bahan berbahaya dan limbah RS.
2. Menyelenggarakan pelatihan dan Refreshing pelatihan K3RS.
Refreshing pelatihan bila memungkinkan dilakukan setiap tahun dengan
mengundang tenaga yang kompeten dalam pelatihan K3RS.
3. Monitoring kegiatan K3RS.
Tim K3RS melakukan pencatatan kegiatan K3RS, laporan penyakit dari klinik
SDM RS.Surveilance di analisa.
Berdasarkan pencatatan dan pelaporan ini dapat dilihat kemajuan dari tiap-
tiap unit. Unit yang kurang baik dapat dilakukan penyuluhan kembali tentang
kesehatan kerja. Sebaliknya unit yang maju dan baik dapat diberikan
penghargaan.
4. Evaluasi kegiatan K3RS dan tindak lanjutnya.
Evaluasi tiap unit kerja.
Hasil evaluasi ini dapat dijadikan lomba antar unit kerja dan diberikan
penghargaan pada unit kerja terbaik.

200 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


POKOK BAHASAN 4.
ADVOKASI

A. PENGERTIAN
1. Advokasi menurut Mansour Faqh adalah media atau cara yang digunakan
dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Advokasi lebih merupakan usaha yang
sistematis dan terorganiisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan
terjadinya perubahan dalam kebijakan public secara bertahap kearah
kemajuan.
2. Advokasi adalah aksi yang strategis dan terpadu, oleh perorangan atau
kelompok masyarakat untuk memasukkan suatu masalah ke dalam agenda
kebijakan, dan mengontrol para pengambil keputusan untuk mengupayakan
solusi bagi masalah tersebut sekaligus membangun basis dukungan bagi
penegakan dan penerapan kebijakan publik yang di buat untuk mengatasi
masalah tersebut. (Manual Advokasi Kebijakan Strategis, IDEA, Juli 2003)
3. Advokasi diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang lain yang
dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau
kegiatan yang dilaksanakan. Target advokasi adalah para pimpinan suatu
organisasi atau institusi kerja, baik pemerintah maupun swasta.

B. SASARAN ADVOKASI:
 Komisaris RS
 Direktur RS

C. KEGIATAN-KEGIATAN ADVOKASI :
1. Lobi politik
Berbincang-bincang secara informal dengan para pejabat untuk
menginformasikan dan membahas masalah kesehatan kerja di RS.
Diperlukan kemampuan untuk mempengaruhi dan meyakinkan akan
besarnya masalah yang akan dihadapi bila program K3RS tidak
dilaksanakan. Bila memungkinkan sampaikan cost benefit analysis.
Hubungan yang baik dan saling kepercayaan akan mempermudah kegiatan
ini.

2. Seminar atau presentasi:


Seminar ini dihadiri oleh para Direktur RS. Sajikan permasalahan yang ada
di RS. Singkat tetapi informative.
Pada seminar ini bahas rencana penanggulangannya, program-program
K3RS yang akan direncanakan secara bertahap.
Pada kesempatan ini sampaikan juga cost benefit analysis secara rinci.
Berapa biaya yang diperlukan dan apa jadinya bila program ini tidak
dilaksanakan.

3. Media dalam advokasi


Dapat berupa media cetak ataupun elektronik. Permasalahan keselamatan
dan kesehatan kerja di rumah sakit disajikan dalam bentuk tulisan, artikel,
majalah dinding, leaflet dll.

4. Perkumpulan peminat
Asosiasi atau atau perkumpulan orang-orang yang mempunai minat
terhadap permasalahan tersebut.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 201


D. CONTOH ADVOKASI:
1. Persiapkan diri dengan pengetahuan yang akan disampaikan.
2. Hubungi salah satu direktur atau komisaris yang anda kenal dengan baik.
Atau bisa minta tolong seseorang yang tahu tentang kesaehatan kerja, bisa
meyakinkan dan kenal dengan salah satu direktur di RS tsb.
3. Siapkan diri dengan keuntungan dan kerugian bila menjalankan dan tidak
menjalankan program K3RS
4. Biaya :
 Kecelakaan kerja (biaya perusahaan) : biaya kompensasi, biaya P3K,
transportasi korban, pengobatan/perawatan korban, asset perusahaan
yang rusak.
 Pekerja itu sendiri: menjenguk ke RS, menunggu di RS.
 Kesehatan kerja : angka kesakitan, absenteisme, biaya perawatan di RS
Bandingkan dengan bila mengikuti program K3RS. Berapa biaya yang
dikeluarkan.
5. Kemudian presentasikan di hadapan dewan komisaris atau para direktur RS.
6. Sosialisasikan buat seluruh SDM RS.

VIII. REFERENSI:
1. WHO, Pendidikan Kesehatan, Bandung, 1988.
2. Wursanto.Drs, Etika Komunikasi Kantor, Jogyakarta 1997.
3. Endang Lestari G, SH,MM, Komunikasi yang effektif, LAN, Jakarta, 2003.
4. Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, SKM. M.Com.H, Promosi Kesehatan dan
Perilaku Kesehatan, PT.Rineka Cipta, Jakarta, 2012.
5. Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni, PT.
Rineka Cipta, Jakarta, 2014.
6. Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M.A, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek,
PT.Rosdakarya, Bandung, 2015.

202 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


LAMPIRAN

PANDUAN SIMULASI

Tujuan:
Setelah mengikuti simulasi ini, peserta mampu melakukan komunikasi kelompok
dengan metode ceramah tentang kesehatan kerja di RS dan melakukan advokasi K3
di RS

Petunjuk:
1. Peserta dibagi dalam 3 kelompok. Setiap kelompok
2. Kelompok 1 menyiapkan bahan untuk penyuluhan kelompok
Kelompok 2 menyiapkan untuk advokasi
Kelompok 3 menyiapkan untuk konseling
3. Pelatih/ fasilitator memberikan waktu 30 menit untuk menyiapkan ketiga hal
tersebut
4. Kemudian masing-masing kelompok melakukan komunikasi sesuai penugasan
selama 15 menit, kelompok yang lain menanggapi

Waktu: 90 menit

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 203


MATERI INTI 11.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

I. DESKRIPSI SINGKAT
Keteraturan dalam suatu perusahaan, tidak terlepas dari keteraturan sistem yang ada.
Sistem yang baik tentunya mengacu pada penataan prosedur yang teratur, konsisten,
berkelanjutan dan mudah diterapkan baik oleh orang dalam maupun pemain baru dari
perusahaan tersebut. Dan SPO merupakan suatu perangkat yang
mendokumentasikan sistem dalam tahapan-tahapan dari aktifitas yang terjadi dalam
suatu perusahaan. Dengan implementasi SPO yang baik, akan menunjukkan
konsistensi hasil kinerja, hasil produk dan proses pelayanan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menyusun SPO terkait K3RS.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelahmengikutimateriinipesertamampu :
1. Menjelaskan Konsep suatu prosedur
2. Menjelaskan format prosedur
3. Menjelaskan tata cara penyusunan prosedur

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut:
1. Konsep Prosedur
a. Istilah
b. Pengertian
c. Tujuan
d. Manfaat
2. Format Prosedur
a. Format dalam prosedur
b. Petunjuk pengisian prosedur
c. Isi dari prosedur
d. Cara mengelola prosedur
3. Tata cara penyusunan prosedur
a. Syarat penyusunan prosedur
b. Proses penyusunan prosedur
c. Cara penomoran prosedur
d. Cara penyimpanan prosedur
e. Cara pendistribusian prosedur
f. Cara evaluasi prosedur

IV. METODE
- Ceramah tanya jawab
- Latihan menyusun SPO ( TPK 3 )
- Observasi Lapangan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


- Hand Out
- Makalah

204 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Power Point
- LCD
- Komputer/Laptop
- Kertas flip Chart
- Spidol
- Panduan Pelatihan menyusun SPO
- Panduan Observasi Lapangan

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.

Langkah 1.Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan secara ringkas.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian materi


1. Diskusi singkat mengenai materi yang akan disampaikan
2. Fasilitator menyampaikan materi pokok bahasan 1 , 2 dan 3 dengan metode
ceramah tanya jawab, disertai dengan penayangan slide yang terkait pokok
bahasan. Menjelaskan Format Prosedur

Langkah 3. Latihan menyusun SPO


1. Fasilitator membagikan formulir dari format prosedur yang berlaku sesuai standar
dari KARS.
2. Fasilitator menugaskan peserta untuk latihan menyususn SPO menggunakan
format yang telah dibagikan

Langkah 3. Rangkuman
1. Fasilitator merangkum materi yang tealh diberikan
2. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan salam dan terimakasih

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1
KONSEP PROSEDUR

A. ISTILAH
Istilah SPO ini digunakan di UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
dan juga UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Banyak istilah yang
digunakan seperti prosedur tetap ( Protap ), Prosedur kerja, Prosedur Tindakan,
Prosedur Penatalaksanaan atau petunjuk teknis. Namun Istilah yang digunakan
adalah SPO karena tercantum dalam undang-undang tersebut.
Standard Operating Procedure ( SOP ), istilah ini lazim digunakan namun bukan
merupakan istilah baku di Indonesia. Banyak beberapa istilah dari prosedur yang
sering digunakan

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 205


B. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan SPO atau Standar Prosedur Operasional adalah suatu
perangkat dari instruksi atau langkah-langkah yang dibakukan untuk
menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu.

C. TUJUAN
SPO bertujuan agar berbagai proses kerja rutin tersebut dapat terlaksana dengan
efisien, efektif, konsisten atau seragam, aman dan selamat dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.

D. MANFAAT
Manfaat dari SPO adalah sebagai upaya untuk mendokumentasikan langkah-
langkah kegiatan, memenuhi persyaratan standar pelayanan rumah sakit atau
akreditasi, memastikan staf rumah sakit memahami bagaimana melaksanakan
pekerjaannya. Contohnya seperti SPO Pemakaian APAR, SPO Penyimpanan B3,
SPO Cuci Tangan.

POKOK BAHASAN 2
FORMAT PROSEDUR

A. FORMAT DALAM PROSEDUR


Format SPO yang digunakan sesuai dengan lampiran dari Surat Edaran Direktur
Pelayanan Medik Spesialistik No. YM.00.02.2.2.837 tertanggal 1 Juni 2001,
perihal bentuk dan format dari SPO. Yang diberlakukan mulai tanggal 1 Januari
2002. Format yang ada merupakan format minimal, format ini dapat diberikan
tambahan materi misalnya nama penyusun SPO, unit yang memeriksa SPO, dan
lainnya yang penting tidak mengurangi bagian-bagian yang harus ada di SPO.
Berikut format dari SPO :

NAMA RS JUDUL SPO


No. Dokumen No. Revisi Halaman
DAN LOGO
SPO Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RS
PENGERTIAN
TUJUAN
KEBIJAKAN
PROSEDUR
UNIT TERKAIT

Ket : Penulisan SPO yang harus tetap di dalam kotak/tabel adalah : nama RS dan
Logo, judul SPO, SPO, nomor dokumen, nomor revisi, tanggal terbit dan tanda
tangan Direktur RS. Sedangkan untuk pengertia, tujuan, kebijakan, prosedur dan
unit terkait boleh tidak diberi tabel/kotak.

B. PETUNJUK PENGISIAN PROSEDUR


Bagian yang ada dan harus diisi adalah kotak heading dimana masing-masing
kotak berisi nama rumah sakit, judul SPO, nomor dokumen, nomor revisi,
halaman, posedur tetap, tanggal terbit, ditetapkan oleh direktur dan tentunya
adalah isi dari SPO itu sendiri.

206 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Untuk Kotak Heading, masing-masing diisi sebagai berikut :
1. Heading dan kotaknya dicetak pada setiap halaman. Pada halaman pertama
kotak heading harus lengkap dan untuk halaman berikutnya kotak heading
dapat hanya memuat : Kotak Nama RS, Judul SPO. Nomor Dokumen. Nomor
Revisi dan Halaman
2. Kotak RS diberikan nama dan logo RS
3. Judul SPO diberikan sesuai dengan proses kerjanya
4. Nomor dokumen diisi sesuai dengan ketentuan penomoran yang berlaku di RS
yang dibuat secara seragam dan sistematis
5. Nomor revisi diisi dengan status revisi yang ada, bisa berupa huruf maupun
angka
6. Halaman diisi dengan mencantumkan juga total jumlah halaman dari SPO
tersebut. Misalnya halaman pertama : 1/5, halaman kedua : 2/5, Halaman
terakhir : 5/5
7. SPO diberikan penamaan sesuai ketentuan yang digunakan rumah sakit
8. Tanggal terbit diberikan sesuai dengan tanggal terbit atau berlakunya SPO
tersebut
9. Ditetapkan direktur berupa tanda tangan dari direktur dan nama jelasnya.

C. ISI DARI PROSEDUR


Isi dari prosedur
1. Pengertian, berisi penjelasan dan atau definisi tentang istilah yang mungkin
sulit dipahami atau menyebabkan salah pengertian.
2. Tujuan, berisi tentang tujuan dari pelaksanaan SPO secara spesifik dengan
kata kuncinya “ Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk........ “
3. Kebijakan, berisi tentang kebijakan direktur atau pimpinan rumah sakit yang
menjadi dasar dibuatnya SPO tersebut. Dicantumkan kebijakan yang
mendasari SPO tersebut, kemudian diikuti dengan peraturan atau keputusan
dari kebijakkan terkait.
4. Prosedur
5. Unit Terkait

D. CARA MENGELOLA PROSEDUR


Rumah sakit agar menetapkan siapa yang mengelola SPO dan harus mempunyai
arsip seluruh SPO di rumah sakit. Pengelola SPO juga harus membuat tata cara
penyusunan , penomoran, distribusi, penarikan, penyimpanan, evaluasi dan revisi
dari sebuah SPO.

POKOK BAHASAN 3
TATA CARA PENYUSUNAN PROSEDUR

A. SYARAT PENYUSUNAN PROSEDUR


- Dimulai dengan melakukan identifikasi kebutuhan terkait kegiatan yang ada
saat ini sudah ada SPO atau belum dan jika sudah ada agar dilihat
keefektifannya.
- Dan SPO harus ditulis oleh mereka yang melakukan pekerjaan tersebut atau
oleh unit kerjanya dan komitmen dalam pelaksanaan SPO sangat penting dan
hanya diperoleh atau didapat dengan adanya keterlibatan dari personel atau
unit kerjanya.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 207


- SPO sebaiknya merupakan flowcharting dari suatu kegiatan dimana
pelaksana atau unit kerja mencatat proses kegiatan dan membuat alurnya
dan ditanggapi oleh tim/panitia yang bertanggung jawab pada SPO.
- Didalam SPO harus dapat dikenali dengan jelas siapa melakukan apa,
dimana, kapan dan mengapa. Kalimat subyek, predikat dan objek harus jelas
dan SPO jangan menggunakan kalimat majemuk.
- SPO harus menggunakan kalimat perintah atau instruksi. SPO harus jelas
ringkas dan mudah dilaksanakan, untuk SPO Pelayanan pasien maka harus
memperhatikan aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien.

B. PROSES PENYUSUNAN PROSEDUR


1. Pelaksana atau unit kerja menyusun SPO dengan melibatkan unit terkait, SPO
yang telah disusun oleh pelaksana atau unit kerja disampaikan oleh tim atau
panitia SPO. Fungsi dari tim atau panitia SPO adalah memberikan tanggapan,
mengkoreksi dan memperbaiki terhadap SPO yang telah disusun baik dari
segi bahasa maupun penulisan, sebagai koordinator dari SPO yang sudah
dibuat oleh masing-masing unit kerja sehingga tidak terjadi duplikasi SPO
antar unit, melakukan cek ulang terhadap SPO-SPO yang akan
ditandatangani oleh direktur.
2. Penyusunan SPO dilakukan dengan identifikasi kebutuhan SPO. SPO
pelayanan dan administrasi bisa dilakukan dengan menggeambarkan proses
bisnis di unit kerja tersebut atau alur kegiatan dari kerja yang dilakukan di unit
tersebut. SPO yang terkait profesi dilakukan identifikasi kebutuhan dengan
mengetahui pola penyakit yang sering ditangani diunit kerja tersebut. Dengan
proses identifikasi SPO di unit kerja dapat diketahui berapa banyak dan
macam SPO yang harus disusun atau dibuat.
3. Untuk melakukan identifikasi kebutuhan SPO dapat pula dilakukan dengan
memperhatikan elemen penilaian pada standar akreditasi rumah sakit, minimal
SPO-SPO apa saja yang harus ada. SPO yang dipersyaratkan di elemen
penilaian adalah SPO minimal yang harus ada di rumah sakit.
4. Mengingat SPO merupakan flow charting dari proses kegiatan maka untuk
memperoleh pengertian yang jelas bagi subjek, penulisan SPO adalah dimulai
dengan membuat flow chart dari kegiatan yang dilaksanakan. Caranya adalah
membuat diagram kotak sederhana yang menggambarkan langkah penting
dari seluruh proses.
5. Setelah dibuat diagram kotak maka diuraikan kegiatan di masing-masing kotak
dan dibuat alurnya, semua SPO harus ditandatangani oleh direktur atau
pimpinan rumah sakit, untuk SPO pelayanan dan SPO administrasi sebagian
memerlukan uji coba. Ada beberapa SPO yang perlu disosialisasikan dan
bahkan ada yang perlu dilakukan pelatihan.
6. Yang mempengaruhi keberhasilan penyusunan SPO adalah adanya komitmen
dari pimpinan rumah sakit yang terlihat dari adanya dukungan fasilitas dan
sumber daya lainnya, ada fasilitator atau petugas yang mempunyai
kemampuan dan kemauan untuk menyusun SPO, jadi ada aspek pekerjaan
dan aspk psikologis, ada target waktu yaitu ada target dan jadwal yang
disusun dan disepakati, adanya pemantauan dan pelaporan kemajuan
penyusunan SPO.

C. CARA PENOMORAN PROSEDUR


Semua SPO harus diberi nomor dan rumah sakit agar membuat kebijakan tentang
pemberian nomor untuk SPO, pemberian nomor SPO bisa mengikuti tata
persuratan rumah sakit atau ketentuan penomoran yang khusus untuk SPO ( bisa

208 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


menggunakan garis miring atau dengan sistem digital ). Pemberian nomor
sebaikknya secara sentral.

Kode-kode yang dipergunakan untuk pemberian nomor :


- Kode unit kerja, dimana masing-masing unit kerja di rumah sakit mempunyai
kode sendiri-sendiri, kode bisa berbentuk angka bisa juga berbentuk huruf
- Kode SPO adalah didalam tata persuratan rumah sakit yang diberikan untuk
SPO, kode bisa berbentuk angka atau huruf. Contoh kode untuk SPO adalah
03 ( bila kode berbentuk angka ) atau C ( bila kode berbentuk huruf )
- Nomor urut SPO adalah urutan nomor SPO di dalam unit kerja
- Contoh penomoran SPO di IGD : 08.03.15 ( artinya SPO dari IGD dengan
nomor urut SPO = 15 ) atau g.c.15 ( bila penomoran dengan huruf )

D. CARA PENYIMPANAN PROSEDUR


Yang dimaksud penyimpanan adalah bagaimana SPO tersebut disimpan.
- SPO asli agar disimpan di sekretariat tim akreditasi rumah sakit atau bagian
sekretariat rumah sakit, sesuai dengan kebijakan yang berlaku di rumah sakit
tersebut tentang tata cara pengarsipan dokumen.
- Penyimpanan dokumen SPO yang asli harus rapi, sesuai dengan metode
pengarsipan dokumen sehingga mudah dicari kembali bila diperlukan.
- SPO foto copy yang ada disimpan di masing-masing unit kerja dimana SPO
tersebut dipergunakan.
- Bila SPO sudah tidak berlaku atau tidak dipergunakan lagi karena revisi atau
hal lainnya maka unit kerja wajib mengembalikan SPO ke sekretariat (SPO
Obsolote) sehingga di satuan kerja hanya ada SPO yang dipergunakan dan
berlaku saja.
- Tim akreditasi/Bagian sekretariat rumah sakit dapat memusnahkan foto copy
SPO yang tidak berlaku tersebut, namun untuk SPO aslinya agar tetap
disimpan dengan lama penympanan sesuai ketentuan dalam pengarsipan
dokumen di rumah sakit.
- SPO di unit kerja harus diletakkan ditempat yang mudah dilihat, mudah diambil
dan mudah dibaca oleh pelaksana.
- Untuk rumah sakit yang sudah e-file maka penyimpanannya harus sesuai
standar, jika di print out harus disimpan sebagai SPO asli. Selain SPO
penanganan gawat darurat sebagai hard copy maka SPO lainnya bisa dengan
soft copy yang hanya dapat dilihat di internet rumah sakit.

E. CARA PENDISTRIBUSIAN PROSEDUR


- Pendistribusian SPO adalah kegiatan atau usaha untuk menyampaikan SPO
kepada unit kerja atau pelaksana yang memerlukan SPO tersebut agar dapat
sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatannya.
- Kegiatan ini dilakukan oleh tim akreditasi rumah sakit atau bagian sekretariat
rumah sakit sesuai kebijakan RS dalam pengendalian dokumen.
- Distribusi harus memakai buku ekspedisi atau ada formulir tanda terima. SPO
bisa di distribusikan untuk unit kerja tertentu atau seluruh unit kerja.
- Bagi rumah sakit yang sudah menggunakan e-file maka distribusi SPO bisa
melalui intranet dan diatur kewenangan otorisasi disetiap unit kerja.

F. CARA EVALUASI PROSEDUR


- Evaluasi SPO dilaksanakan sesuai kebutuhan dan maksimal adalah 3 tahun
sekali yang dilakukan oleh masing-masing unit kerja dan dipimpin oleh kepala
unit kerjanya.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 209


- Hasil evaluasi  SPO masih tetap bisa dipergunakan atau SPO perlu
diperbaiki/direvisi bisa isi SPO sebagian atau seluruhnya.
- Perbaikan/revisi perlu dilakukan jika :
 Alur di SPO sudah tidak sesuai dengan keadaan yang ada
 Adanya pengembangan IPTEK
 Adanya perubahan organisasi atau kebijakan baru
 Adanya perubahan fasilitas
- Pergantian direktur atau pimpinan rumah sakit bila SPO memang masih sesuai
atau dipergunakan maka tidak perlu direvisi.

Instruksi kerja
Pada akreditasi tidak dikenal istilah intruksi kerja, sesuai dengan UU. No. 29
tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan UU. No.44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
Pada akreditasi rumah sakit instruksi kerja adalah SPO karena instruksi kerja juga
merupakan suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah yang dibakukan untuk
menyelesaikan proses kerja rutin tertentu.

VIII. REFERENSI
- Panduan penyusunan dokumen akreditasi tahun 2012
- UU. Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
- UU. Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

210 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


LAMPIRAN

Lampiran 1

PANDUAN LATIHAN MENYUSUN SPO :

Tujuan :
Setelah mengikuti latihan menyusun SPO ini, peserta mampu melakukan identifikasi
kebutuhan SPO dan menyusun SPO yang ada di unit kerjanya

1. Fasilitator menjelaskan tujuan diskusi kelompok dan membagi menjadi 6 kelompok


dengan masing-masing kelompok berjumlah 5 orang
2. Setiap kelompok memilih tim penyaji dari masing-masing kelompok
3. Peserta diberikan formulir identifikasi keberadaan atau kebutuhan SPO
4. Peserta dijelaskan tentang cara pengisian dari formulir sesuai dengan topik yang
ditentukan dan juga format dari SPO yang akan disusun. ( masing-masing
kelompok berbeda-beda )
5. Peserta mengisi formulir identifikasi ( keberadaan dan kebutuhan SPO ) dalam
satu kelompok
6. Alokasi waktu diskusi kelompok 15 menit/kelompok
7. Alokasi waktu presentasi dan tanya jawab 15 menit/kelompok
8. Tugaskan setiap kelompok untuk mendiskusikan :
- Hasil identifikasi dari keberadaan SPO dan kebutuhan SPO yang diperlukan.
- Dengan hasil identifikasi tersebut dibuatkan penyusunan SPO sesuai dengan
tahapan dari materi yang sudah diberikan
- SPO yang sudah di susun dikatagorikan termasuk milik satuan kerja atau
rumah sakit
- Format tabel

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 211


Lampiran 2

PANDUAN OBSERVASI LAPANGAN :

Tujuan :
Setelah mengikut observasi lapangan, peserta mampu melakukan identifikasi
keberadaan dan kebutuhan SPO yang ada di unit kerja atau rumah sakit.

1. Fasilitator menjelaskan tujuan diskusi kelompok dan membagi menjadi 6


kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 5 orang.
2. Setiap kelompok memilih tim penyaji dari masing-masing kelompok
3. Peserta melakukan identifikasi langsung dilapangan terkait dengan keberadaan
SPO.
4. Peserta mencatat SPO-SPO apasaja yang ada dengan membuat daftarnya
(hanya beberapa contoh) kenapa dibutuhkan dan kenapa tidak tersedia.
5. Peserta membuat atau mencatat alasan-alasan yang disampaikan dilapangan
oleh pegawai yang ada dilokasi/dilapangan.
6. Alokasi waktu diskusi kelompok 15 menit/kelompok.
7. Alokasi waktu presentasi dan tanya jawab 15 menit/kelompok.
8. Tugaskan setiap kelompok untuk mendiskusikan :
 Keberadaan SPO yang ada saat observasi lapangan.
 Kebutuhan SPO yang ada saat observasi lapangan.
 Mencatat bagian-bagian yang ada pada SPO yang dilapangan ( bisa satu
atau beberapa contoh dari SPO yang ada dilapangan ) .
 Peserta mengevaluasi bagian-bagian yang seharusnya ada pada SPO.

212 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


MATERI INTI 12.
PEMANTAUAN DAN EVALUASI K3 RUMAH SAKIT

I. DESKRIPSI SINGKAT
Pemantauan dan Evaluasi (M&E) merupakan dua kegiatan terpadu dalam rangka
pengendalian suatu program. Meskipun merupakan satu kesatuan kegiatan,
Pemantauan dan Evaluasi memiliki fokus yang berbeda satu sama lain. Kegiatan
pemantauan lebih berpunpun (terfokus) pada kegiatan yang sedang dilaksanakan.

Pemantauan dilakukan dengan cara menggali untuk mendapatkan informasi secara


regular berdasarkan indikator tertentu, dengan maksud mengetahui apakah kegiatan
yang sedang berlangsung sesuai dengan perencanaan dan prosedur yang telah
disepakati. Indikator pemantauan mencakup esensi aktivitas dan target yang
ditetapkan pada perencanaan program. Apabila pemantauan dilakukan dengan baik
akan bermanfaat dalam memastikan pelaksanaan kegiatan tetap pada jalurnya (sesuai
pedoman dan perencanaan program). Juga memberikan informasi kepada pengelola
program apabila terjadi hambatan dan penyimpangan, serta sebagai masukan dalam
melakukan evaluasi.

Secara prinsip, pemantauan dilakukan sementara kegiatan sedang berlangsung guna


memastikan kesesuaian proses dan capaian sesuai rencana atau tidak. Bila
ditemukan penyimpangan atau kelambanan maka segera dibenahi sehingga kegiatan
dapat berjalan sesuai rencana dan targetnya. Jadi, hasil pemantauan menjadi input
bagi kepentingan proses selanjutnya. Sementara Evaluasi dilakukan pada akhir
kegiatan, untuk mengetahui hasil atau capaian akhir dari kegiatan atau program. Hasil
Evaluasi bermanfaat bagi rencana pelaksanaan program yang sama diwaktu dan
tempat lainnya.

Pemantauan dan evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit menjadi
suatu keharusan dalam upaya peningkatan berkelanjutan dari setiap proses dan
kegiatan dan sejauh mana program K3 RS di implementasikan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu melaksanakan pemantauan dan
evaluasi dari program K3RS sesuai standar akreditasi rumah sakit.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan Konsep Pemantauan dan Evaluasi
2. Melakukan Pemantauan dan Evaluasi

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut:
1. Konsep Pemantauan dan evaluasi
a. Pengertian pemantauan dan Evaluasi
b. Tujuan dan Manfaat
c. Kriteria pemantauan
d. Jenis pemantauan dan evaluasi

2. Langkah-langkah Pemantauan dan Evaluasi

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 213


a. Pemantauan
b. Evaluasi
c. Rencana pengembangan program berkelanjutan

IV. METODE
- Ceramah dan Tanya jawab
- Penugasan ( Diskusi kelompok )

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


- Bahan Tayang / Power point
- Modul
- LCD
- NoteBook / Laptop
- White Board
- Flipchart
- Spidol
- Laser Pointer
- Panduan diskusi kelompok
- Form penilaian internal / audit internal

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.

Langkah 1.Pengkondisian
1. Fasilitator rmenyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian materi


1. Diskusi singkat mengenai materi yang akan disampaikan
2. Fasilitator menyampaikan materi sesuai urutan pokok bahasan
3. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
dianggap belum jelas terakait pokok bahasan

Langkah 3. Diskusi kelompok


1. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok
2. Fasilitator menjelaskan tujuan dari topik diskusi
3. Hasil diskusi dipresentasikan oleh wakil masing-masing kelompok
4. Fasilitator memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan
tanggapan atau pertanyaan
5. Fasilitator menyimpulkan hasil diskusi kelompok

Langkah 3. Rangkuman.
1. Fasilitator merangkum materi yang telah diberikan
2. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan salam dan terima kasih

214 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1.
KONSEP PEMANTAUAN DAN EVALUASI

A. PENGERTIAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI


- Pemantauan (atauMonitoring) adalah suatu proses pengumpulan dan
menganalisis informasi dari penerapan suatu program termasuk mengecek
secara reguler untuk melihat apakah kegiatan/program itu berjalan sesuai
rencana sehingga masalah yang dilihat /ditemui dapat diatasi.

- Evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan pencapaian


secara umum dari sebuah program. Kegiatan evaluasi dapat membantu
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan sebuah program untuk ditingkatkan
dan diperbaiki dimasa yang akan dating.

Secara prinsip, pemantauan dilakukan sementara kegiatan sedang berlangsung


guna memastikan kesesuain proses dan capaian sesuai rencana atau tidak. Bila
ditemukan penyimpangan atau kelambanan maka segera dibenahi sehingga
kegiatan dapat berjalan sesuai rencana dan targetnya.

Jadi, hasil pemantauan menjadi input bagi kepentingan proses selanjutnya.


Sementara Evaluasi dilakukan pada akhir kegiatan, untuk mengetahui hasil atau
capaian akhir dari kegiatan atau program. Hasil Evaluasi bermanfaat bagi
rencana pelaksanaan program yang sama diwaktu dan tempat lainnya.

SIKLUS MANAJEMEN
PEMANTAUAN DAN EVALUASI

PEMANTAUAN
& EVALUASI

Secara sederhana dapat dilihat pada gambar Siklus Manajemen Pemantauan


(Monitoring) dan Evaluasi, fungsi Pemantauan (Pemantauan dan evaluasi)
merupakan satu diantara tiga komponen penting lainnya dalam system
manajemen program, yaitu Perencanaan, Pelaksanaan dan Tindakan korektif
(melalui umpan balik). Sebagai siklus, dia berlangsung secara intens kearah
pencapaian target-target antara dan akhirnya tujuan program.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 215


B. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dan Manfaat secara umum adalah mendapatkan umpan balik bagi
kebutuhan program proses kegiatan atau pembelajaran yang sedang berjalan,
dengan mengetahui kebutuhan ini pelaksanaan program akan segera
mempersiapkan kebutuhan dalam pembelajaran tersebut. Kebutuhan bisa berupa
biaya, waktu, personel, dan alat.

C. KRITERIA PEMANTAUAN
Kriteria pemantauan secara umum dapat dilakukan estimasi / perkiraan baik
dengan melakukan :
o Pengukuran dapat berupa kesesuaian dengan rencana dan penggunaan dana
o Pengujian dapat berupa dari setiap alat, prasarana dan sumber daya lainnya
o Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar yang sudah berlaku

Kriteria yang dipakai sebagai dasar pemantauan adalah yang berkaitan dengan
hal-hal sbb :
1. Estimasi hasil pekerjaaan, sampai seberapa jauh pelaksanaan kegiatan pada
saat pemantauan dilakukan apakah pelaksanaan tersebut sesuai dengan
rencana yang ditetapkan.
2. Estimasi penggunaan dana yang telah dikeluarkan, sampai seberapa besar
dana yang telah dialokasikan dan apakah pengeluaran dana tersebut sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan.
3. Estimasi pengeluaran tiap periode kegiatan. Umumnya lama kegiatan ini
adalah tiap bulan. Jadi berapa besar pengeluaran tiap bulannya. Dari data ini
dapat dilihat apakah pengeluaran tersebut sesuai dengan rencana apakah
jumlah pengeluaran tersebut sesuai dengan rencana dan apakah jumlah
pengeluaran tersebut cukup rasional bila dibandingkan dengan volume
pekerjaan.
4. Estimasi penyusutan alat-alat yang dipakai. Sebab besar-kecilnya penyusutan
akan mempengaruhi perhitungan kebutuhan biaya.
5. Estimasi efisiensi alokasi sumber daya ; misalnya apakah sumber daya yang
telah dilaksanakan dengan efisien atau apakah produktivitas tenaga kerja telah
dicapai untuk tujuan efisiensi tersebut.

D. JENIS PEMANTAUAN DAN EVALUASI MELALUI:


Jenis pemantauan dan evaluasi melalui:
1. Penilaian Internal (Audit Internal)
- Oleh internal Rumah Sakit dapat berupa penilaian internal (self assessment)
yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam upaya menilai kondisi terkini
baik itu dalam hal dokumen maupun implementasi di lapangan
- Komponen audit internal meliputi:
 Pemenuhan peraturan
 Penilaian internal dilakukan sebagai upaya untuk melihat sejauh mana
peraturan perundangan dipenuhi
 Lingkungan Kerja
 Tenaga Kerja / SDM
 Alat / Sarana Kerja
 Dokumen (SPO)
 Kecelakaan kerja dan PAK

2. Penilaian Eksternal (Audit Eksternal) yang dilakukan oleh lembaga atau yang
sudah ditentukan untuk menilai kesesuaian antara standar dan implementasi
dilapangan. Hal ini dilakukan terintegrasi dengan akreditasi RS yaitu berupa

216 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


penilaian survey akreditasi yang merupakan hal yang wajib dilakukan oleh
rumah sakit dalam upaya pemenuhan kesesuaian dari standar akreditasi
rumah sakit

POKOK BAHASAN 2
LANGKAH-LANGKAH PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pengawasan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:


1. Menyusun Rancangan Pemantauan
- Tujuan
- Sasaran/Aspek yang akan dimonitor
- Faktor Pendukung dan Penghambat
- Pendekatan, Teknik, dan Instrumen
- Waktu dan Jadwal Pemantauan
- Biaya
2. Melaksanakan Pemantauan
3. Menyusun dan Melaporkan hasil kepada pihak pengelola/penyelenggaran program

Evaluasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :


Langkah-langkah pokok dalam melaksanaan evaluasi adalah perencanaan,
pengumpulan data, verifikasi data, analisa data, dan penafsiran data

A. PEMANTAUAN
1. Penentuan metode pemantauan
Cara pelaksanaan pemantauan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara
langsung dan cara tidak langsung. Kedua cara tersebut dilakukan dengan
seperangkat kegiatan pemantauan yang sama yaitu kegiatan yang berkaitan
dengan mengumpulkan, mencatat, mengolah informasi dan pelaksanaan.
- Pengamatan Langsung
Pengertian pengamatan langsung adalah pengamatan yang dilakukan
dengan cara mengamati langsung , dan dapat mengumpulkan secara bebas
informasi yang dilakukan.
- Pengamatan tidak langsung
Cara ini menghendaki petugas pemantauan tidak perlu terjun langsung ke
lokasi, tetapi penggalian data dilakukan dengan cara mengirim seperangkat
daftar isisan unutk diisi oleh orang lain dilokasi penelitian. Cara tidak
langsung ini juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan data melalui
laporan-laporan yang dibuat oleh pimpinan ( manajer ).

2. Pengolahan data hasil pemantauan


Dalam pengolahan data hasil pemantauan berdasarkan dari berbagai macam
cara yang kemudian dimasukkan untuk mencari keluaran baik itu berupa dapat
terukur atau hasil dan kesimpulan.

B. EVALUASI
1. Analisa hasil pemantauan
Kegiatan yang dilakukan dalam rangka menganalisa suatu hasil kegiatan atau
suatu hasil pengukuran. Analisa yang harus dilakukan oleh kegiatan evaluasi
K3RS dalam rangka pengembangan program K3RS adalah :
a. Mendapatkan data dan menganalisa hasil Pemeriksaan Kesehatan petugas
Rumah Sakit dari seluruh unit kerja yang bertujuan mendapatkan gambaran
status kesehatan petugas yang bekerja di lingkungan Rumah Sakit.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 217


b. Mendapatkan data dan menganalisa hasil pemeriksaan Kecelakaan
kerjapetugas Rumah Sakit yang bertujuan mendapatkan gambaran
perbaikan dari suatu system kerja atau kesalahan dalam bekerja.
c. Mendapatkan data pemeriksaan dan hasil pengujian suatu lingkungan kerja
yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran kualitas lingkungan tempat
kerja dengan menggunakan pengkuran dengan alat ukur atau
menggunakan pengukuran dengan laboratorium.

2. Penyusunan rencana tindak lanjut


a. Penilaian Internal RS (self assessment)
Pemeriksaan secara sistematik dan independen untuk menentukan suatu
kegiatan dan hasil-hasil yang berkaitan sesuai dengan pengaturan yang
direncanakan dan dilaksanakan secara efektif dan sesuai untuk mencapai
kebijakan dan tujuan perusahaan yang dilaksanakan oleh pihak-pihak dari
internal Rumah Sakit.Tujuan survei akreditasi ialah untuk menilai seberapa
jauh rumah sakit mematuhi standar yang ditetapkan. Seperti dalam
upayanya Rumah sakit yang menjalani survei akreditasi untuk pertama kali
diharuskan memiliki catatan balik ke belakang (track record) 4 (empat)
bulan bukti sudah mematuhi standar. Rumah sakit yang menjalani survei
ulang diharuskan dapat menunjukkan catatan balik ke belakang selama 12
(duabelas) bulan.
Berikut adalah contoh langkah langkah pelaksanaan :
1) Pelaksanaan On site Audit
a) Opening Meeting
- Memperkenalkan tim
- Tujuan, lingkup dan kriteria penilaian
- Jadwal penilaian
- Metode dan prosedur penilaian
- Rantai komunikasi formal
- Sumber daya dan fasilitas yang dibutuhkan
- Kerahasiaan
- Alat K3 yang relevan untuk tim penilaian ( jika ada )
- Pemandu
- Tingkatan non-conformances

b) Metode mengumpulkan informasi


- Wawancara dengan staf ( tetap / pihak ketiga )
- Pengamatan kegiatan dan kondisi lingkungan
- Observasi kegiatan yaitu pengamatan kegiatan dan kondisi
lingkungan
- Pemeriksaan dokumen yaitu dapat berupa rekaman hasil
inspeksi, hasil pengukuran, risalah rapat, laporan, rangkuman
data, analisis dan indicator kerja, hasil medical check up,
kemajuan program K3 dan manual prosedur atau Instruksi Kerja.

Contoh dalam Metode Penilaian akreditasi KARS :


Dalam proses penilaian akreditasi KARS maka yang dilakukan
Dalam melakukan survei akreditasi rumah sakit, surveior akan
menilai kepatuhan rumah sakit terhadap standar melalui
mekanisme sebagai berikut :
 Menerima informasi lisan tentang pelaksanaan standar atau
contoh dari pelaksanaan standar.

218 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


 Melakukan pengamatan pelayanan, kegiatan, fasilitas, sarana
dan prasarana dan lingkungan rumah sakit.
 Melakukan telaah dokumen yang dapat membuktikan adanya
kepatuhan dan membantu memberi wawasan kepada surveior
tentang fungsi dan tugas rumah sakit secara operasional

Pelaksanaan survei menggunakan metoda telusur untuk


mengikuti contoh dari pengalaman pasien memperoleh
pelayanan di rumah sakit dan melakukan evaluasi komponen
dan system pelayanan.

Karakteristik penting proses survei adalah edukasi setempat


oleh surveior. Bantuan ini berlangsung sepanjang pelaksanaan
survei; dan surveior memberi saran dan strategi yang dapat
membantu rumah sakit mencapai maksud yang disebut standar
dan elemen penilaian, dan yang lebih penting lagi adalah dapat
memperbaiki kinerja.

Pelaksanaan survei memuat langkah-langkah sebagai berikut :


- Pembukaan pertemuan
- Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dan MDGs.
- Perencanaan survei.
- Telaah dokumen.
- Verifikasi dan masukan.
- Telaah rekam medis pasien secara tertutup (pasien sudah
pulang).
- Kunjungan ke area pelayanan pasien yang dipandu oleh
kegiatan telusur.
- Kegiatan survei yang terarah (terfokus/di luar rencana;
karena ada temuan).
- Telaah dari lingkungan; bangunan; sarana dan prasarana.
- Wawancara dengan pimpinan (beberapa jenjang).
- Persiapan surveior membuat laporan.
- Pertemuan penutup survei dengan pimpinan (exit
conference)

c) Mencatat hasil Penilaian / Audit


- Tanggal Penilaian / Audit
- Area / satuan kerja / instalasi yang dilakukan penilaian
- Nomor Referensi dokumen ( jika ada dokumen yang tidak sesuai
/ ketidaksesuaian )
- Kriteria yang terkait
- Uraian proses yang diaudit
- Judul dokumen yang diaudit

Jenis temuan Audit


- Conformity - sesuai
- Non Conformity
- Ketidaksesuaian terhadap standard atau Peraturan terhadap
sistem yang telah ditetapkan, misalnya: kebijakan K3,
tujuan/sasaran K3, manual K3, prosedur, IK, dan lainnya.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 219


Observasi
Merupakan saran perbaikan yang direkomendasikan auditor
berdasarkan pengalamannya.

Atau dengan menggunakan format penilaian lainnya yang sesuai


dengan system penilaian yang ada, seperti yang ada pada
penilaian KARS yaitu :
0 : Tidak ada data / dokumen yang dapat ditunjukkan
5 : Ada tapi tidak lengkap / lengkap sebagian
10 : Lengkap dan sesuai dokumen

Kategori Temuan Penilaian suatu EP dinyatakan sebagai :


- Tercapai Penuh (TP) diberikan skor 10.
- Tercapai Sebagian (TS) diberikan skor 5.
- Tidak Tercapai (TT) diberikan skor 0.
- Tidak Dapat Diterapkan (TDD) tidak masuk dalam roses
penilaian dan perhitungan.

Penentuan skor 10 (Sepuluh)


- Temuan tunggal negatif tidak menghalangi nilai tercapai penuh”
dari minimal 5 telusur pasien / pimpinan / staf.
- Nilai 80% - 100% dari temuan atau yang dicatat dalam
wawancara, observasi dan dokumen (misalnya, 8 dari 10)
dipenuhi.
- Data mundur “tercapai penuh” adalah sebagai berikut :
 Untuk survei awal : selama 4 bulan ke belakang
 Survei lanjutan : selama 12 bulan ke belakang

Penentuan skor 5 (Lima)


- Jika 20% sampai 79% (misalnya, 2 sampai 7 dari 10) dari
temuan atau yang dicatat dalam wawancara, observasi dan
dokumen.
- Bukti pelaksanaan hanya dapat ditemukan di sebagian area /
unit kerja yang seharusnya dilaksanakan.
- Regulasi tidak dilaksanakan secara penuh / lengkap.
- Kebijakan / proses sudah ditetapkan dan dilaksanakan tetapi
tidak dapat dipertahankan.
• Kategori Kritikal
Temuan yang mengakibatkan fatality/cidera bahkan sampai
kematian
• Kategori Mayor
 tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan
 tidak melaksanakan salah satu prinsip SMK3; dan
 terdapat temuan minor untuk satu kriteria audit di
beberapa lokasi
• Kategori Minor

Ketidakkonsitenan dalam pemenuhan persyaratan peraturan


perundang-undangan, standar, pedoman dan acuan lainnya

d) Kesimpulan Audit
- Tingkat kesesuaian

220 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Efektifitas penerapan dan pemeliharaan Sistem Manajemen K3
- Kemampuan untuk terus melaksanakan tindakan perbaikan
e) Closing Meeting
- Temuan audit dan kesimpulan audit
- Waktu untuk menyerahkan rencana tindakan koreksi
- Dihadiri oleh auditee dan klien audit
- Hambatan-hambatan yang ditemui selama audit
- Membicarakan setiap perbedaan pendapat mengenai temuan
audit/kesimpulan audit yang harus diselesaikan
- Rekomendasi perbaikan
- Identifikasi prioritas (ranking) untuk tindak lanjut
(mengkategorikan ketidaksesuaian jika diperlukan, misalnya :
major, minor, observasi)

3. Penyusunan laporan hasil evaluasi


a. Ruang Lingkup
1) Lingkungan Kerja
Lingkungan suatu unit kerja wajib dilakukan mapping maka dengan
demikian dapat ditemukan suatu masalah atau kebutuhan suatu
lingkungan kerja dalam rangka menyesuaikan dengan standart K3RS.
Lingkungan kerja yang wajib dievaluasi adalah :
- Faktor Biologi
- Faktor Kimia
- Faktor Fisika
- Faktor Ergonomi
- Faktor Psikososial
2) Tenaga Kerja
Seluruh tenaga kerja yang berada di lingkungan Rumah Sakit wajib
dijamin Kesehatan dan keselamatannya sesuai dengan UU no 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit. Maka para pekerja wajib dilakukan upaya
K3RS dengan melakukan :
- Pemeriksaan Kesehatan Pra Kerja
- Pemeriksaan Kesehatan Berkala
- Pemeriksaan Khusus
- Pemberian Imunisasi/Vaksinasi
- Pemberian makanan Tambahan pada pekerja pada ruangan yang
berisiko tinggi

Dengan melakukan hal tersebut diatas maka akan didapatkan informasi


kesehatan para petugas dan dapat membuat standart kesehatan untuk
petugas sesuai dengan Beban kerja dan kapasitas kerja di setiap Unit
Kerja.

3) Sarana dan Prasarana


Rumah Sakit harus menjamin bahwa seluruh sarana dan prasarana
yang ada di Rumah sakit harus ada izin aman dan sudah dilakukan
perawatan secara rutin sesuai dengan peraturan perundangan yang
mengikat pada alat sarana dan prasarana tersebut. Maka pengelola
Rumah sakit wajib melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap alat
tersebut seperti :
- Alat alat medis wajib terkalibrasi
- Alat kesehatan wajib terawat dan terkalibrasi
- Izin Mendirikan Bangunan

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 221


- Izin Operasional Rumah Sakit
- Mesin boiler wajib tersertifikasi
- Mesin Genset wajib terawat dan tersertifikasi
- Mesin Lift wajib terawatt dan tersertifikasi
- Mesin penangkal petir wajib tersertifikasi
- Instalasi listrik wajib dilakukan pemeliharaan dan wajib memiliki ijin
serta tersertifikasi
- Alat Pemadam Api Ringan wajib diisi ulang setiap tahun
- Sistem pemadam kebakaran
- Sistem plumbing / pipa
- IPAL
- PABX, CCTV,
- Dll

4) Dokumen SPO
Seluruh dokumen yang berkaitan dengan Standart Prosedur
Operasional wajib dilakukan evaluasi dengan disesuaikan teknologi dan
cara cara terkini yang digunakan saat ini. Dan penerbitan Standar
Prosedur Operasional wajib dilakukan pembaharuan untuk tanggal
penerbitan, minimal 3 tahun wajib di lakukan evaluasi atau revisi
dokumen. Yang harus dikuti dengan kebijakan dari rumah sakit.

5) Tujuan dan Manfaat


- Memberi masukan untuk perencanaan program
- Memberi masukan untuk keputusan, melanjutkan, memperluas, dan
menghentikan (sertifikasi) program
- Memberi masukan untuk keputusan memodifikasi program
- Menjadi umpan balik terhadap perbaikan kegiatan program

6) Jenis Evaluasi
Ada beberapa Jenis Evaluasi yang biasa dilakukan di setiap Instansi
Rumah Sakit, yaitu
- Evaluasi dengan internal Rumah Sakit yang dilaksanakan oleh
petugas K3RS dan Kepala Unit atau Kepala Ruangan atau dengan
sekelompok orang didalam linagkungan Rumah sakit seperti :
 Telusur Lapangan / Tracer / Walk Trough Survey
 Ronde Manajemen / Lingkungan
 Rapat Kasus
 Rapat Manajemen
- Evaluasi dengan Pihak luar dari Rumah sakit yang melakukaan
pendataan dan pengukuran dengan petugas K3RS atau Komite dalam
rangka sertifikasi untuk memenuhi suatu persyaratan, seperti :
 Pengukuran Uji Sarana Penanggulangan Kebakaran oleh Dinas
Pemadam Kebakaran wilayah setempat
 Pengukuran kawasan dilarang merokok oleh Sudin Kesehatan
 Pengukuran Pengelolaan Limbah Cair dan B3 oleh BPLHD
wilayah setempat
 Pengukuran Kualitas Udara Ruang Perawatan oleh Laboratorium
Swasta
 Pemeriksaan kantin, pemeriksaan LIFT, Pemeriksaan Boiler,
Pemeriksaan Listrik, dll yang dilakukan oleh pihak luar terkait

222 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


C. RENCANA PENGEMBANGAN PROGRAM BERKELANJUTAN HASIL
PEMANTAUAN DAN EVALUASI K3 RUMAH SAKIT

1. Menentukan prioritas masalah K3RS


- Melakukan Mapping terhadap lingkungan kerja dan tempat spesifik kerja
yang ada di seluruh unit RS
- Melakukan penilian risiko tempat kerja
2. Laporan tindak lanjut secara berkala
- Melakukan pembuatan laporan secara rutin terhadap seluruh kegiatan
program dalam rangka pencapaian mutu K3RS
- Laporan wajib dilaporkan dan diketahui oleh Pimpinan Perusahaan
(Direktur)
3. Tindak lanjut masalah K3RS
- Melakukan pembuatan Program K3RS yang dimasukkan dalam RKA
(Rencana Kerja Anggaran) yang disesuaikan dengan metode anggaran
dari masing masing perusahaan (Rumah Sakit)
- Pembahasan program wajib di lakukan di rapat Manajemen sehingga
sasaran yang akan dicapai dapat tersosialisasi langsung ke seluruh
unit/bagian/departemen
- Melaksanakan program sesuai RKA yang telah dibuat sebagai wujud
tercapainya mutu K3RS
- Bila terjadi kendala sehingga program tidak terlaksana maka dibuatkan
laporan indikator sasaran mutu dengan metode fish bone (PDCA).

VIII. REFERENSI
1. UU. No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. PP. 50 Tahun 2012 tentang SMK3
3. Permenkes No.66 tahun 2016 tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Rumah Sakit
4. Pedoman Tata Laksana Survei Akreditasi Rumah Sakit, edisi 2 tahun 2013

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 223


LAMPIRAN

Lampiran 1
PANDUAN DISKUSI KELOMPOK

Tujuan:Peserta mampu melakukan pemantauandan evaluasi K3RS

Petunjuk:
1. Setiap peserta dibagikan formulir penilaian internal K3RS
2. Setiap peserta mengisi formulir penilaian internal K3RS di masing-masing RS-
nya
3. Fasilitator menunjuk 3 orang peserta untuk mempresentasikan hasil pengisian
formulir penilaian internal
4. Peserta lain menanggapi dan mendiskusikan hasil presentasi
5. Fasilitator mengklarifikasi dan merangkum hasil diskusi

Waktu: 135 menit

Lampiran 2:

PANDUAN OBSERVASI LAPANGAN

Tujuan:
Setelah mengikuti observasi lapangan, peserta mampu melakukan manajemen risiko
K3RS, pengelolaan pelayanan kesehatan kerja pada SDM RS, pencegahan dan
pengendalian kebakaran di RS, pengelolaan K3 pada bangunan dan prasarana RS,
pengelolaan peralatan medis dari aspek K3, persiapan menghadapi kondisi darurat
dan bencana di RS, serta pemantauan dan evaluasi K3RS.

Petunjuk:
1. Fasilitator menjelaskan tujuan observasi lapangan dan membagi menjadi 6
(enam) kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 5 orang.
2. Setiap kelompok mengobservasi dengan pembagian sebagai berikut:
a. Kelompok 1: Pelaksanaan manajemen risiko K3RS,
b. Kelompok 2: Pelaksanaan pengelolaan pelayanan kesehatan kerja pada
SDM RS dan pemantauan dan evaluasi K3RS,
c. Kelompok 3: Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian kebakaran di RS,
d. Kelompok 4: Pelaksanaan Pengelolaan K3 pada bangunan dan prasarana
RS,
e. Kelompok 5: Pelaksanaan pengelolaan peralatan medis dari aspek K3,
f. Kelompok 6: Pelaksanaan Persiapan menghadapi kondisi darurat dan
bencana di RS
3. Peserta mencatat hasil observasi lapangandan didiskusikan bersama kelompok
4. Tiap kelompok mempresentasikan di depan kelas hasil observasi dan diskusi
kelompok

224 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


MATERI PENUNJANG 1.
BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC)/
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR

I. DESKRIPSI SINGKAT
Pada pelatihan yang diselenggarakan unit utama, antara satu peserta latih dengan
peserta latihnya dan antara peserta latih dengan panitia biasanya belum saling
mengenal, karena mereka berasal dari tempat yang berbeda, dengan latar belakang
sosial budaya, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, serta sikap dan perilaku yang
berbeda.

Pertama kali berada dalam kelas, terlihat suasana kebekuan (freezing) menyelimuti
fikiran peserta. Adakalanya perhatian peserta belum fokus pada pelatihan, atensi
mereka masih terpecah mengingat keluarga yang ditinggal dan tuntutan pekerjaan
ditempat tugas. Demikian pula dengan pandangan terhadap panitia, adakalanya
peserta latih segan berkomunikasi dengan panitia, kecuali terkait dengan masalah
administrasi serta hal-hal yang bersifat resmi. Kondisi seperti itu akan menguras
sebahagian enersi, yang jelas konsenterasi terhadap kesiapan menerima materi
pelatihan belum fokus. Pada keadaan ektrim, dapat terjadi apa yang disebut dengan “
prustration gestures “, yaitu sikap dan gerak gerik peserta latih yang konfrontasi, yang
ditandai dengan menggaruk-garuk belakang leher, napas tersengal, mengetok-ngetok
meja, bercanda dengan teman dan sering tidak masuk kelas serta pulang sebelum
pelatihan berakhir.
Oleh karena itu, panitia penyelenggara perlu merancang suasana rileks, saling
percaya, terbuka dikalangan peserta latih, tetapi saling menghargai, kemudian
dibutuhkan suasana santai, tetapi tetap konsenterasi menerima pelajaran serta
menjaga nilai dan etika dalam berkomunikasi serta senantiasa menyenangi kegiatan
pelatihan.

Salah satu upaya pembelajaran menjadi kondusif, adalah pemberian materi building
learning commitment (BLC) diawal pelatihan, yaitu metode belajar mengajar dengan
pencairan kelas (unfreezing), kemudian disusul dengan permainan yang menggiring
peserta mengenal dirinya, dan mengenal teman temannya, menyadari dan mengingat
kembali hakekat nilai yang baik, untuk kemudian menyepakai norma kelas serta
memilih pengurus kelas sehingga tercipta komitmen kelas dalam mewujutkan proses
belajar yang efektif.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan pembelajaran umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta latih mampu menampilkan (A-2) norma kelas
yang disepakati bersama.

B. Tujuan pembelajaran khusus


Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu :
1. Menampilkan suasana kelas yang yang rilek dan cair.
2. Mengenal dirinya dan dan orang lain
3. Menyadari dan memilih nilai yang baik dalam pembelajaran yang efektif
4. Berpegang teguh pada norma kelas dalam proses pembelajaran
5. Menyatakan setuju dengan kontrol kolektif
6. Menyepakati pengurus kelas.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 225


III. POKOK BAHASAN
1. Pengertian BLC.
2. Pencairan (unfreezing / ice breaker).
3. Mengenal diri sendiri dan orang lain
4. Nilai-nilai dan norma harapan
5. Komitmet norma kelas
6. Kontrol efektif
7. Pemilihan pengurus kelas

IV. BAHAN BELAJAR


1. Departemen Kesehatan RI; Kumpulan instrumen diklat (pegangan fasilitator),
Pusdiklat, BPP-SDM, Kes, Jakarta, 2002
2. Lembaga Administrasi Negara RI; Peraturan Kepala LAN RI No. 09 tahun 2005
tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Kewidyaiswaraan berjenjang,
pengertian BLC; Lan RI; Jakarta ;2005
3. Dinamika kelompok untuk Prajab Golongan III; Lan RI; Jakarta ;2005
4. Robinson, dkk; Desain Pembelajaran ; Universitas Terbuka Jakarta, Jakarta, 2004
5. Bahan belajar dalam bentuk power point
6. Instrumen panduan pencairan kelas, pengenalan diri dan orang lain dan
penciptaan norma kelas

V. LANGKAH-LANGKAH/ PROSES PEMBELAJARAN


Pokok bahasan akan dikemukakan secara runtut oleh fasilitator kepada peserta
pelatihan. Di lain pihak peserta latih akan mendengar, mencatat dan mengikuti arahan
dan petunjuk fasilitator. Proses pembelajaran ini dikemukakan sesuai langkah-langkah
sebagai berikut :

Langkah 1
Kegiatan fasilitator
a. Kegiatan bina situasi kelas
- Memperkenalkan diri
- Menyampaikan ruang lingkup bahasan
b. Menanyakan dan menggali pendapat peserta latih tentang pengertian mereka
tentang BLC

Kegiatan peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis menulis yang diperlukan
b. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting

Langkah 2
Kegiatan fasilitator
a. Penyampaian materi sub pokok bahasan 1: pengertian BLC secara umum, dan
menjelaskan defenisi yang dikemukakan para pakar.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas
c. Menjawab pertanyaan yang diajukan peserta

Kegiatan peserta
a. Mengajukan pertanyaan yang diminta narasumber sesuai dengan kesempatan
yang diberikan.
b. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator
c. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting.

226 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Langkah 3
Kegiatan Fasilitator
a. Menjelaskan materi sub pokok bahasan–2, tentang “pencairan kelas“ dengan
menugaskan seluruh peserta latih untuk melakukan permainan “ Menyusun
Barisan “
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk melakukan refleksi tentang
tanggapan mereka mengenai permainan.

Kegiatan peserta
a. Mengajukan pertanyaan yang diminta fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
b. Melakukan permainan sesuai dengan arahan fasilitator
c. Melakukan refleksi tentang tanggapan mereka mengenai permainan
d. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting

Langkah 4
Kegiatan Fasilitor.
a. Membagikan lembaran soal/test “ Keterampilan berhitung dan menghitung bujur
sangkar “ kepada seluruh peserta latih .
b. Mengumumkan bahwa sewaktu mengerjakan soal/test peserta latih diminta untuk
- Menaruh perhatian yang seksama terhadap cara teman-temannya
mengerjakan soal test berhitung tersebut.(Jadi disamping mengerjakan soal
tapi juga memperhatikan cara temannya mengerjakan soal )
- Mengerjakan soal / kuis secara jujur
- Mengerjakan soal setelah semua peserta mendapatkan lembaran soal / kuis
(ada aba-aba dari fasilitator)
c. Meminta peserta latih mengerjakan soal/test
- Meminta peserta latih maju kedepan mengerjakan soal dalam flipchart
- Memberikan kesempatan kepada peserta untuk melakukan refleksi tentang
tanggapan mereka mengenai permainan

Kegiatan peserta.
a. Mengajukan pertanyaan yang diminta fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
b. Mendengar, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas.
c. Melakukan permainan sesuai dengan petunjuk fasilitator.
d. Melakukan refleksi tentang tanggapan mereka mengenai permainan.
e. Mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting.

Langkah 5
Kegiatan Fasilitator
a. Membagikan instrument permainan “keranjang nilait “ kepada seluruh peserta
latih
b. Meminta peserta latih untuk :
- Membentuk kelompok yang anggotanya 5-6 orang
- Masing-masing kelompok memilih ketua dan sekretaris
- Masing-masing kelompok melakukan diskusi untuk memilih nilai-nilai (7 buah
nilai) yang paling baik menurut anggapan kelompok
- Masing-masing kelompok ( diwakili ketua dan sekretaris ) menuliskan nilai
kedalam flipchart didepan kelas
c. Fasilitator meminta ketua dan sekretaris dari masing-masing kelompok untuk
tetap berada didepan mempersentasikan nilai-nilai kelompoknya dengan
mengemukakan alasan alasan yang paling cocok untuk pembelajaran yang efektif

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 227


d. Setelah setelah seluruh kelompok presentasi, Fasilitator meminta agar ketua
mewakili kelompok berembuk memilih 10 nilai yang akan menjadi norma kelas
e. Pada akhir kegiatan ini, fasilitator berpesan kepada ketua kelas terpilih
menyerahkan nilai-nilai baik yang menjadi norma kelas kepada panitia pelatihan
untuk diketik rapih dan menjadi komitmen norma kelas dan ditempel didinding.

Kegiatan peserta
a. Mengajukan pertanyaan yang diminta fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
b. Mendengar, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas.
c. Membentuk kelompok dan berdiskusi sesuai arahan fasilitator.
d. Melakukan refleksi tentang tanggapan mereka mengenai permainan.
e. Mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting.

Langkah 6
Kegiatan Fasilitator
a. Memandu brainstorming tentang sanksi apa yang harus diberlakukan bagi orang
yang tidak mematuhi atau melanggar norma yang telah disepa-kati.
b. Menuliskan hasil brainstorming di papan flipchart agar bisa dibaca oleh semua
peserta.
c. Fasilitator memandu membahas hasil brainstorming, sehingga dapat dirumuskan
sanksi yang disepakati kelas.
d. Fasilitator meminta salah seorang peserta untuk menuliskan dengan jelas
rumusan sanksi yang telah disepakati tersebut pada kertas flipchart.

Kegiatan peserta
a. Mengikuti acara brainstorming
b. Berpartisipasi aktif dalam mengemukakan sanksi atas pelanggaran norma
c. Mendengar, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas
d. Mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting.

Langkah 7
Kegiatan Fasilitator
a. Menjelaskan materi sub pokok bahasan–7, tentang “pemilihan pengurus kelas“
dengan meminta secara sukarela yang akan dicalonkan pengurus kelas (4 orang)
maju didepan kelas
b. Meminta masing-masing calon pengurus kelas untuk berkampanye tentang
program kelas selama pelatihan
c. Meminta calon pengurus kelas yang berada didepan berbalik membelakangi
peserta latih
d. Meminta seluruh peserta latih untuk memilih ketua kelas dengan cara berdiri
dibelakang pilihannya
e. Menugaskan calon ketua kelas terpilih,
- Menentukan wakil ketua, sekretaris, dan bendahara
- Mencatat nama-nama pengurus kelas dan menyerahkan kepada panitia
pelatihan

Kegiatan peserta
a. Bersedia dicalon dan mencalonkan pengurus kelas
b. Bersedia berkampanya jika terpilih ketua kelas
c. Mengikuti arahan dan petunjuk fasilitator

228 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Langkah 8
Penutup
Kegiatan Fasilitator
a. Menutup acara pemberian sesi dengan ucapan penghargaan atas waktu dan
perhatian yang telah diberikan selama sesi penyampaian materi berlangsung
b. Mengucapkan permohonan maaf jika terdapat sesuatu yang tidak berkenan
selama proses pembelajaran.
c. Mengucapkan salam penutup sesi

Kegiatan peserta.
a. Memberi sahutan atas ucapan salam fasilitator
b. Memberikan komentar tertulis tentang jalannya penyampaian materi oleh
narasumber dalam selembar kertas

VI. URAIAN MATERI


Building learning commitment (BLC) senantiasa merupakan materi / bahan ajar
pertama yang diberikan dalam suatu pelatihan. Penyampaian materi seharusnya
menempati posisi sebelum memasuki materi dasar, akan tetapi karena pertimbangan
efisiensi waktu kenyataannya disampaikan setelah pemberian materi dasar, yang jelas
BLC selalu diberikan sebelum dimulainya pembelajaran materi inti. Posisi waktu
penyampaian materi BLC seperti itu, syarat kaitannya dengan tujuan pembelajaran,
yakni menyiapkan dan membangkitkan segala sesuatu pada diri peserta latih untuk
mengikuti pelatihan secara efektif.

1. Pengertian BLC.
Building Learning Commitment disingkat dengan BLC, berasal ( etimologi ) dari
bahasa inggiris yang secara harfiah artinya kesepakatan membangun /
menyiapkan cara belajar yang baik. Pada beberapa pelatihan, materi
pembelajaran lain yang hampir sama dengan tujuan BLC adalah dinamika
kelompok, yakni suatu materi yang bertujuan untuk mendinamisasi kelompok atau
kelas sehinggga peserta latih dapat mengikuti pelatihan dengan baik.

Beberapa definisi dan pengertian BLC, dikemukakan sebagai berikut :


a. Pusdiklat, Badan PP-SDM Kesehatan, 2004, memberikan pengertian BLC,
sebagai berikut : “ Suatu proses mempersiapkan peserta diklat untuk
mengikuti proses belajar, baik secara individual, kelompok maupun
menyeluruh dan mengubah dirinya kearah yang positif. Setiap individu harus
senantiasa melibatkan dirinya untuk secara terus menerus meningkatkan
kemampuan belajarnya. “
b. Keputusan LAN RI No. dinyatakan bahwa BLC dimaksudkan agar peserta
latih menciptakan komitmen tentang tentang kebiasaan dan berperilaku yang
positif dan menghindari kebiasaan dan perilaku yang negatif agar tercipta
suasana pembelajaran yang kondusif dan semua peserta diklat akan
memperoleh mamfaat yang maksimal dari proses pembelajaran yang
diikutinya.

Bardasarkan 2 (dua) pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa BLC


adalah bahan ajar yang menguraikan cara-cara mempersiapkan peserta latih
untuk mengikuti proses belajar yang efektif sehingga tercipta suasana
pembelajaran yang kondusif.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 229


Pembelajaran BLC dilaksanakan dimulai dengan pencairan kelas (unfreezing),
kemudian disusul dengan permainan yang menggiring peserta saling mengenal
dirinya, dan mengenal teman temannya, menyadari dan mengingat kembali
hakekat nilai yang baik, untuk kemudian menyepakai norma kelas serta memilih
pengurus kelas sehingga tercipta komitmen kelas dalam mewujutkan proses
belajar yang efektif.

2. Pencairan kelas (Ice Breakers)


Menurut Havelock / pakar pembelajaran orang dewasa, dikemukakan 3 (tiga
komponen) yang harus ada dalam proses pembelajaran, yaitu ;
a. Litbangbar (penelitian, pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan &
teknologi ),
b. Proses pemecahan masalah
c. Interaksi sosial

Dalam hubungannnya dengan pelatihan sebagai suatu proses pembelajaran,


maka suasana kelas sebagai media interaksi antara peserta latih dengan
lingkungannya perlu diciptakan sedemikian rupa sehingga kondisi peserta latih
menghadapi situasi baru dapat berjalan dengan baik. Fasilitator hendaknya
menata dan mengembangkan interaksinya dengan peserta latih dan hubungan
sesama peserta latih menjadi hubungan yang intensif dan rileks dalam kedudukan
yang setara.

Kegiatan pencairan kelas merupakan langkah awal menciptakan hubungan yang


intensif dan rileks tersebut, yakni kegiatan memecah kebekuan suasana baru
yang dalam bahasa inggirisnya disebut unfreezing atau ice breaking. Singkatnya
tujuan permainan adalah mengolah raga atau denyut jantung yang memunculkan
aliran darah/oksigen ke otak sehingga masing-masing individu lebih segar lalu
kemudian mereka lebih bebas dan lebih terbuka dilingkungannya.

Banyak sekali permaian untuk pencairan kelas, seperti ; keranjang buah, seni
menerka gado-gado dan menyusun barisan.

Berikut dikemukakan permainan menyusun barisan.


Prosedur Kerja
a. Peserta latih dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri dari
10 orang
b. Masing-masing kelompok menyusun satu barisan lurus dari depan ke
belakang menjadi barisan yang sejajar, siap mengikuti aba-aba fasilitator dan
mengikuti aturan permainan sebagai berikut.
c. Fasilitator memerintahkan semua sub kelompok menyusun barisan
berdasarkan kriteria tertentu misalnya:
- Berdasarkan tinggi badan: yang paling tinggi di depan, yang paling rendah
di belakang atau sebaliknya
- Berdasarkan berat badan, yang paling berat di belakang dan yang paling
ringan di depan atau sebaliknya
- Berdasarkan nomor sepatu: yang paling besar di depan, dan ukuran yang
paling kecil di belakang atau sebaliknya
- Berdasarkan tanggal lahir, tanggal lahir yang paling awal di depan, yang
paling akhir di belakang
d. Barisan yang merasa telah memenuhi kriteria berdasarkan aba-aba fasilitator
diharuskan jongkok, maka barisan yang keseluruhan anggotanya jongkok

230 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


terlebih dahulu adalah calon pemenang, namun harus di cek lagi apakah
sudah betul urutannya.
e. Barisan yang jongkok lebih dulu dan betul diberi nilai 100
f. Barisan yang jongkok selanjutnya (kedua) dan betul, di beri nilai 50
g. Barisan yang jongkok berikutnya (ketiga) dan betul di beri nilai 25
h. Barisan yang salah menyusun urutannya, diberi nilai nol
i. Kriteria barisan digelar berganti-ganti, sehingga setiap kali berganti kriteria
akan terjadi gerakan-gerakan peserta latih dari seluruh barisan untuk
menyesuaikan barisan dengan kriteria terbaru yang diberikan fasilitator .
j. Fasilitator mencatat perolehan nilai setiap barisan dari setiap kriteria,
kemudian dijumlah untuk memilih barisan pemenangnya.
k. Kepada barisan yang kalah diberikan hukuman berupa nyayi bersama sambil
berjoget atau hukuman lainnya

Refleksi
a. Bagaimana perasaan anda setelah menyelesaikan permainan ini ?
b. Apa yang bisa dipelajari dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, ketika proses
menyusun barisan berlangsung ?
c. Perilaku apa yang sempat diamati oleh setiap peserta latih yang ditampilkan
oleh sesama peserta latih selama proses berlangsung ?

3. Mengenal diri sendiri dan diri orang lain


Pengenalan diri sendiri terhadap diri sendiri biasanya dikaitkan dengan status
yang disandang ( jabatan / strata soaial ), jenjang pendidikan yang diraih,
keadaan ekonomi, dan lain-lain kepemilikan sebagainya. Padahal status-status
tersebut harus ditanggalkan begitu memasuki pembelajaran di kelas dan masing-
masing peserta latih berbaur, dalam suatu kedudukan yang setara, saling
kerjasama, saling isi mengisi, saling terbuka dan saling percaya.

Biasanya cara mengenal diri ( kepribadian / personaliti ) adalah dengan


mengetahui hasil / jawaban atas pertanyaan / test yang telah disiapkan psikolog,
kemudian jawaban tersebut disesuaikan dengan kategori kepribadian yang telah
distandar ( Potensi kepemimpinan, tingkat kejujuran, tingkat
kebertanggungjawaban, kecendrungan bersahabat dan lain-lain sebagainya ).

Pada BLC pengenalan diri dilakukan dengan permainan. Fasilitator memberi


tugas kepada peserta latih untuk melaksanakan kegiatan atau untuk menjawab
kuis / petanyaan, dengan maksud untuk melihat sikap dan perilaku peserta latih
sewaktu melaksanakan tugas tersebut dan juga untuk mengetahui jawaban test /
kuis yang benar yang telah mereka kerjakan. Kemudian peserta latih yang menilai
dirinya ( kecerdasan, ketekunan, keterbukaan, kebersamaan, dan lain lain ),
melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil / jawaban benar atas test / kuis
selanjutnya membandingkannya dengan peserta latih lainnya. Proses
pelaksanaan mengerjakan test / kuis ( apakah mandiri, bekerjasama, patuh
aturan, tekun dan beberapa sifat dan sikap lain ) akan menampak, sedangkan
jawaban test /kuis yang benar akan memperlihatkan tingkat kecerdasan, daya
ingat, wawasan dan lain-lain sebagainya.

Prosedur Kerja
a. Fasilitator membagikan lembaran “ soal test berhitung “ kepada setiap peserta
latih, kemudian fasilitator meminta seluruh peserta latih untuk :

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 231


- Menaruh perhatian yang seksama terhadap cara teman-temannya
mengerjakan soal test berhitung tersebut (Jadi disamping mengerjakan
soal tapi juga memperhatikan cara temannya mengerjakan soal )
- Mengerjakan soal / kuis secara jujur
- Mengerjakan soal setelah semua peserta mendapatkan lembaran soal /
kuis ( ada aba-aba dari fasilitator
- Waktu mengerjakan soal 10 menit
b. Fasilitator meminta seluruh peserta latih berhenti mengerjakan soal / kuis
c. Fasilitator meminta 5 orang peserta latih maju kedepan untuk mengerjakan
soal
d. Fasilitator menunjukkan jawaban soal / kuis yang benar

Refleksi
a. Bagaimana perasaan anda setelah menyelesaikan soal hitungan / kuis ini ?
b. Apa yang bisa dipelajari dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, ketika proses
mengerjakan soal sedang berlangsung ?
c. Sikap dan perilaku apa yang sempat diamati oleh setiap peserta latih yang
ditampilkan oleh sesama peserta latih selama proses berlangsung ?
d. Setelah anda mengetahui hasil perhitungan yang benar, bagaimana anda
menilai diri anda tentang kecerdasan, ketelitian, wawasan dan lain-lain
e. Apakah anda dapat menilai orang lain tentang kemandirian, kerjasama,
kepatuhan pada aturan, ketekunan tekun dan beberapa sifat dan sikap lain

4. Komitmen tentang norma kelas


Komitmen norma kelas adalah kumpulan nilai nilai baik yang disepakati peserta
latih. Kumpulan nilai-nilai baik tersebut muncul atas kesadaran dan dari kreasi
seluruh peserta latih dari suatu diskusi yang alot. Dengan demikian norma kelas
diharapkan menjadi pegangan dan acuan dalam berinteraksi (berucap, bersikap
dan berperilaku) antara sesama peserta latih dan antara peserta latih dengan
lingkungannya.

Prosedur Kerja
a. Fasilitator membagikan keranjang nilai kepada setiap peserta latih, kemudian
fasilitator meminta seluruh peserta latih untuk :
- Membentuk kelompok ( 5 – 6 orang )
- Masing-masing kelompok memilih, ketua, sekretaris
- Masing-masing kelompok melakukan diskusi untuk memilih nilai-nilai ( 7
buah nilai ) yang paling baik menurut anggapan kelompok
- Masing-masing kelompok ( diwakili ketua dan sekretaris ) menuliskan nilai
kedalam flipchart didepan kelas
b. Fasilitator meminta ketua dan sekretaris dari masing-masing kelompok untuk
tetap berada didepan mempersentasikan nilai-nilai kelompoknya dengan
mengemukakan alasan alasan yang paling cocok untuk pembelajaran yang
efektif
c. Setelah setelah seluruh kelompok presentasi, Fasilitator meminta agar ketua
mewakili kelompok berembuk memilih 10 nilai yang akan menjadi norma
kelas
d. Pada akhir kegiatan ini, fasilitator berpesan kepada ketua kelas terpilih
menyerahkan nilai-nilai baik yang menjadi norma kelas kepada panitia
pelatihan untuk diketik rapih dan menjadi komitmen norma kelas.

232 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Norma kelas yang disepakati

1. …………………………………………………
2. …………………………………………………
3. …………………………………………………
seterusnya
10 …………………………………………………

Refleksi
a. Bagaimana perasaan anda setelah berhasil membuat kesepakatan tentang
norma kelas ?
b. Apa yang bisa dipelajari dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, ketika proses
penentuan norma kelas sedang berlangsung ?
c. Apa pendapat anda dengan komitmen norma kelas yang ditemukan.

5. Kontrol kolektif
Kontrol kolektif merupakan sanksi atas pelanggaran komitment norma kelas.
Kontrol kolektif dimaksudkan untuk memelihara dan menjaga agar butir-butir
kesepakatan norma kelas senantiasa ditaati, baik oleh peserta latih, fasilitator dan
panitia penyelenggara. Penentuan butir-butir kesepakatan norma kelas diperoleh
melalui diskusi kelompok sebagaimana proses diskusi yang ditempuh pada saat
pembentukan komitmen kelas. Bentuk sanksi / kontrol kolektif bukan bersifat
hukuman, tetapi bersifat mengingatkan, seperti menyanyi, membawakan puisi dan
lain-lain yang sifatnya menghibur peserta latih dikelas.

Prosedur kerja
a. Fasilitator memandu brainstorming tentang sanksi apa yang harus
diberlakukan bagi orang yang tidak mematuhi atau melanggar norma yang
telah disepakati.
b. Fasilitator menuliskan hasil brainstorming di papan flipchart agar bisa dibaca
oleh semua peserta.
c. Fasilitator memandu membahas hasil brainstorming, sehingga dapat
dirumuskan sanksi yang disepakati kelas.
d. Fasilitator meminta salah seorang peserta untuk menuliskan dengan jelas
rumusan sanksi yang telah disepakati tersebut pada kertas flipchart.
e. Fasilitator meminta rumusan sanksi yang telah disepakati diserahkan kepada
panitia.

Refleksi
Apa artinya kontrol kolektif dalam hubungan proses pembelajaran ?

6. Pembentukan pengurus kelas


Pengurus kelas adalah peserta latih yang ditunjuk oleh peserta lainnya dan
mendapat persetujuan fasilitator BLC dan panitia penyelenggara pelatihan.
Biasanya pengurus kelas berjumlah 4 (empat) orang, yaitu ketua kelas, wakil
ketua, sekretaris dan bendaharawan. Pemilihan Pengurus kelas dipandu oleh
fasilitator BLC dengan cara bermusyawarah antara sesama peserta latih. Peserta
latih mengusulkan calon pengurus kelas sebanyak 4 (empat) orang untuk
kemudian secara musyawaran menetapkan ketua kelas.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 233


Ketua kelas terpilih menentukan wakil ketua, sekretaris dan bendaharawan
terhadap peserta latih lainnya ( biasanya memilih diantara 3 peserta lainnya yang
diusulkan kelas ). Pengurus kelas bertugas sebagai :
a. Media penghubungan antara peserta latih dengan fasilitator dalam
pembelajaran dikelas dan praktek kerja lapangan
b. Media penghubungan antara peserta latih dengan panitia penyelenggara
pelatihan tentang kelengkapan administrasi pelatihan
c. Malakukan penyelenggaraan presensi / kehadiran peserta latih
d. Melakukan kontrol kolektif

Prosedur kerja
a. Fasilitator melalui usulan peserta latih meminta 4 orang peserta latih maju
kedepan sebagai calon pengurus kelas
b. Fasilitator meminta ke-4 calon pengurus kelas berkampanye mengajukan
program pengendalian kelas
c. Fasilitator mempersilahkan ke-4 calon pengurus kelas menghadap ke depan
membelakangi seluruh peserta latih
d. Fasilitator meminta peserta latih maju kedepan dan berdiri dibelakang calon
ketua kelas yang dipilihnya
e. Fasilitator menetapkan ketua kelas kepada calon pengurus kelas yang
terpanjang barisannya
f. Fasilitator meminta ketua kelas terpilih untuk memilih wakil ketua, sekretaris
dan bendaharawan diantara calon pengurus kelas lainnya

Refleksi
Bagaimana perasaan anda menanggapi proses pembentukan kelas ?

REFERENSI
1. Departemen Kesehatan RI. ; Kumpulan instrumen diklat (pegangan fasilitator),
Pusdiklat, BPP-SDM, Kes, Jakarta, 2002
2. Departemen Kesehatan RI ; Pedoman Penyusunan Kurikulum Modul Pelatihan
Berorientasi Pembelajaran; Pusdiklatkes- BPP-SDM ; Jakarta ; 2004
3. Lembaga Administrasi Negara RI ; Peraturan Kepala LAN RI No. 09 tahun 2005
tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Kewidyaiswaraan berjenjang,
Pengertian BLC ; Lan RI ; Jakarta ;2005
4. Lembaga Administrasi Negara RI ; Dinamika kelompok untuk Prajab Golongan III ;
Lan RI ; Jakarta ;2005
5. Robibson, dkk ; Desain Pembelajaran ; Universitas Terbuka Jakarta, Jakarta,
2004

234 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


LAMPIRAN

Lampiran 1

INSTRUMEN PENGENALAN DIRI DAN ORANG LAIN DAN

- Bila sudah saling kenal , peserta diminta memperkenalkan temannya dengan


kesan/pendapat mereka tentang orang tersebut. Demikian seterusnya bergantian.
Pendapat hanya diberikan 1 menit/orang.
- Perkenalan dimulai dengan cara peserta berada dalam 1 lingkaran. Setiap
peserta menyebut nama masing-masing secara cepat dan diulang 2-3 kali
putaran. Lakukan evaluasi, siapa yang dapat mengingat nama terbanyak dan
berikan penghargaan berupa aplaus atau hadiah kecil sesuai materi pelatihan.

Lampiran 2

INSTRUMEN PANDUAN PENCAIRAN KELAS

Untuk mendorong proses pencairan terdapat beberapa permainan, yaitu :


1. Seni menerka gado-gado
Tujuan
- Meningkatkan kebersamaan dalam kelompok
- Memahami keadaan orang lain
- Menerobos hambatan kreativitas berpikir

Waktu : 15-30 menit


Alat bantu : kertas dan pensil

Prosedur
- Peserta dibagi menjadi kelompok (3-4 orang)
- Setiap kelompok mendapat selembar kertas dan dilipat menjadi 4 bagian
- Pada bagian atas menggambarkan sebuah kepala, boleh kepala manusia
atau binatang, lengkap dengan detail-detail dan lehernya
- Setelah gambar selesai, kertas dilipat pada batas leher dan ditekuk
kebelakang sehingga bagian kepala tidak terlihat oleh peserta lainnya.
- Sekarang kertas bertukar tempat dan peserta lain membuat gambar bagian
dada.
- Kertas dilipat pada batas bawah dada, sehingga bagian kepala dan dada
tidak terlihat oleh peserta lainnya
- Kertas berpindah kepeserta lainnya yang akan menggambar bagian bawah
tubuh (perut dan paha atas)
- Kertas dilipat lagi, terakhir bagian kaki digambar oleh peserta lainnya
- Sebelum kertas dibuka, peserta menuliskan obyek yang sebenarnya hendak
digambarkannya pada bagian bawah kertas
- Kemudian kertas boleh dibuka. Kejutan apa yang ada?

Refleksi
- Apa yang dirasakan ketika memperagakan
- Apa yang dapat dipelajari dari permainan ini

Sumber : Cremer, H.W & Siregar,MF. Proses Pengembangan Diri

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 235


2. Mematuhi perintah
Tujuan
Peserta menyadari pentingnya memahami terlebih dahulu suatu perintah secara
utuh sebelum melaksanakannya

Waktu : 25 menit
Alat bantu : kertas dan pensil, papan tulis/flipchart dan spidol

Prosedur
- Fasilitator membagi lembar tugas secara tertutup kepada setiap peserta,
belum boleh dibuka sebelum ada aba2 dari fasilitator.
- Setelah semua peserta menerima lembar tugas, fasilitator meminta peserta
untuk membuka lembar tugas yang telah diterima
- Fasilitator meminta peserta untuk melaksanakan tugas seperti yang tertulis
dalam waktu 5 menit, sambil menunggu kalau ada peserta yang
membutuhkan klarifikasi

Refleksi
- Apa yang dirasakan setelah mengerjakan permainan ini
- Apa yang dapt dipelajari dari permainan ini

Sumber :
Depkes Ri, Pusdiklat Pegawai, Dit Bina PSM, dan WHO, 1991, Modul V :
Komunikasi dan Motivasi, Jakarta.

INSTRUMEN TEST

(Bacalah sebelum dikerjakan)

Nama :

Tanggal :

1. Tulislah nama lengkap saudara di sudut kanan atas kertas ini


2. Lingkari kata “nama” pada kalimat nomor 1 diatas
3. Garisbawahi kata “sudut kanan” dalam kalimat no 1
4. Buat judul tugas saudara pada halaman ini
5. Bubuhkanlah tandatangan saudara dibawah judul tersebut diatas
6. Pada kalimat nomor 3, buatlah lingkaran sekitar kata “garisbawahilah”
7. Tulislah nama ibukota negara kita..........(dengan huruf cetak)
8. Buatlah garis bawah pada kalimat nomor 6
9. Tulis kata “judul file” disudut kiri bawah kertas ini
10. Lingkarilah kata “judul file” yang baru saja saudara tuliskan
11. Tuliskan nama kota asal saudara......... (dengan huruf cetak)
12. Lingkarilah kata “ibukota” yang terdapat pada kalimat nomor 7
13. Ucapkanlah dengan keras nama saudara, apabila sampai nomor ini
ii.
Catatan untuk fasilitator

236 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Biasanya peserta langsung mengerjakan seluruh perintah satu persatu sesuai
urutan instruksi uyang ada di lembar tugas. Pembahasan perlu dilanjutkan
dengan pentingnya membaca dan mematuhi seluruh isi tugas dengan lebih teliti.

Ketelitian dalam mengerjakan tugas

INFOMASI
Sebuah kapal pengangkut barang (kargo) milik perusahaan pelayaran
Indonesia , JAKARTA MARSLINE, berlayar dari pelabuhan Stockholm
menuju Pelabuhan PT PUSRI Palembang. Kapal i ni dibuat pada tahun 1995
di galangan kapal Hamburg dan baru diluncurkan dua tahun kemudian. Pada
pelayaran kali ini kapal mengangkut 70 buah peti kemas dan kurang lebih
244 koli peti berisi peralatan dan suku cadang mesin-mesin pabrik pupuk.
Pada tanggal 23 Juni 2003 kapal berada di posisi kurang lebih 40 mil laut di
sebelah utara Pulau Krakatau . Jumlah awak kapal termasuk Kapten adalah
34 orang (semuanya laki-laki dewasa). Usia awak kapal yang termuda
adalah 24 tahun dan tertua 58 tahun. Sang kapten adalah keturunan
bangsawan dari daerah Paseman (Sumatera Selatan) dan telah memilik
pengalaman cukup lama.

Pertanyaan :

Berapakah umur sang kapten kapal tersebut pada saat sekarang ini?

3. Bujungsangkar pecah
Tujuan

Membina komunikasi yang efektif dalam melakukan interaksi dan kerjasama


kelompok. Selain itu meningkatkan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain,
kemampuan untuk mengendalikan diri dan emosi.

Peserta dibagi menjadi 5 kelompok

Waktu 30 menit

Alat bantu :
15 potongan karton yang dapat membentuk 5 bujur sangkar, terbagi dalam 5
amplop. Luas bujur sangkar 20 x 20 cm2.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 237


Prosedur
- Fasilitator membagi potongan bujursangkar yang disimpan dalam amplop.
Setiap amplop terdiri dari 3 potongan yang terdiri dari 1 potongan besar dan 2
potongan kecil/sedang
- Setiap orang memegang amplop berisi potongan bujursangkar
- Setiap kelompok menyusun 5 bujur sangkar dari potongan tersebut
- Setiap peserta diperkenankan melakukan tukar menukar potongan, dengan
ketentuan hanya boleh memberi, tidak meminta
- Selama proses berlangsung, diantara anggota kelompok tidak melakukan
komunikasi baik secara verbal maupun non verbal
- Kelompok yang berhasil adalah kelompok yang dapat menyusun 5 buah bujur
sangkar
- Waktu untuk mengerjakan ini 15 menit
- Selama proses berlangsung, fasilitator melakukan observasi terhadap
masing-masing kelompok, antara lain : pelanggaran aturan permainan, sikap
peserta yang berhasil menyelesaikan tugas, jumlah bujursangkar yang
terbentuk oleh kelompok dalam waktu 15 menit, reaksi peserta yang tidak
berhasil
- Bagi kelompok yang dapat menyelesaikan sebelum waktunya, diminta untuk
tetap tidak melakukan komunikasi apapun.

Refleksi
- Fasilitator memberi kunci jawaban setelah waktu yang ditentukan untuk
bekerja usai. Hasil observasi fasilitator terhadap individu disampaikan serta
menyampaikan setiap proses masing-masing kelompok
- Peserta merefleksikan pengalaman masing-masing selama proses
berlangsung
- Membahas makna , manfaat dan tujuan permainan

Sumber : Chattopadhyay, S,1983, Managing Work Motivation

238 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Lampiran 3

INSTRUMEN PENCIPTAAN NORMA KELAS ( NILAI-NILAI BAIK )

Kumpulan Nilai-Nilai
Kedisiplinan Kepekaan Optimisme
Tanggungjawab Cinta kasih Kesungguhan
Kecermatan Pengabdian Hati-hati
Kejujuran Sedia berkorban Tidak diskriminasi
Kesetiaan Ketulusan Persamaan hak
Profesionalisme Keindahan Logis-rasional
Mutu prima Kemanusian Sistematik
Ketegasan Keadilan Konsisten
Saling percaya Kebersamaan Komprehensif
Saling menghormati Kemitraan Keterpaduan
Saling menolong Kepentingan pelanggan Tepat waktu
Saling menghargai Mendasarkan fakta Efisien
Kecepatan Pantang menyerah Efektivitas
Keberanian Pemberdayaan semua Produktif
Keterbukaan Musyawarah Kedamaian
Ketekunan Kerjasama Kerukunan
Kepedulian Wawasan kedepan Inovatif
Kreativitas Kebebasan Kerja keras
Kecanggihan teknologi Kearifan Antisipatif
Senioritas Harga diri Kodrat manusia
Komitmen Kemajuan Keberhasilan
Kepastian Kebahagiaan Kesejahteraan
Siap bersaing Siap menerima risiko Siap menerima
kenyataan
Menghargai perbedaan Kesederhanaan Percaya diri
Empati Konsekuen Kemandirian
Kesempurnaan Ketauladanan Keteraturan
Ketertiban Pembaharuan Kesabaran
Kesinambungan Kepuasaan Pemerataan
Hati nurani Etis Demokratis
Kesusilaan Kemutakhiran teknologi Kesetaraan
Keanekaragaman Kepatuhan Kesopanan
Kesempurnaan Kebaikan Gotongroyong

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 239


MATERI PENUNJANG 2.

RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)

I. DESKRIPSI SINGKAT

Secara makro bahwa proses pembelajaran dikelas adalah langkah awal dalam
memperoleh kompetensi pengetahuan, sikap & perilaku dan psikomotor terkait
dengan substansi materi diklat, kemudian langkah berikutnya upaya menerapkan
kompetensi tersebut ditempat kerja peserta latih. Seluruh kompetensi yang diperoleh
dalam dalam kelas, akan mubazir jika tidak diimplementasikan di tempat kerja.
Segera setelah peserta latih tiba di instansi asal, mereka dibebani tugas dan
tanggungjawab yang tertunda selama meninggalkan pelatihan, lalu kemudian,
mereka sibuk mengerjakan tugas tersebut. Sementara berkas – berkas pelatihan
mungkin saja terabaikan dan bisa jadi terlupakan.

Untuk mengantisipasi kemunginan terjadinya masalah tersebut, rencana tindak lanjut


(RTL) perlu disiapkan sebagai salah satu materi pelatihan penunjang sehingga
mempunyai dampak positif bagi peningkatan metode kerja dan ethos kerja mantan
peserta latih untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi. Selanjutnya dampak ini
diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan ditanah air kita.

RTL berupa rumusan (item – item) rencana kegiatan terkait pelatihan yang harus
dirancang diakhir pembelajaran, sehingga peserta latih menyadari bahwa masih ada
tugas tambahan yang harus dikerjakan setelah bertugas kembali ditempat kerjanya.
Rencana kegiatan paska pelatihan harus dirumuskan secara seksana, dengan
mempertimbangkan kesiapan sarana prasarana, sdm dan biaya ditempat tugas serta
metode pendekatan yang perlu ditempuh agar rumusan RTL dapat direalisir
sebagamana mestinya.

Masing-masing jenis kegitan dalam RTL dijabarkan kedalam variable tujuan,


sasaran, cara melaksanakan, tempat dan waktu, pelaksana, sumber biaya dan
indokator keberhasilan sehingga terlihat suatu perencanaan yang selektif, perioritas
dan realistis.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


a. Tujuan pembelajaran umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta latih mampu merumuskan rencana kegiatan
pelatihan paska pelatihan.
b. Tujuan pembelajaran khusus
Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep RT: pengertian RTL, Tujuan RTL, Ciri-ciri RTL
2. Menjelaskan ruang lingkup RTL
3. Menyusun RTL paska pelatihan.

III. POKOK BAHASAN


a. Konsep RTL: a. Pengertian RTL
 Tujuan RTL
 Ciri-ciri RTL
b. Ruang lingkup RTL
c. Cara penyusunan RTL

240 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


IV. BAHAN BELAJAR
1. BPP-SDM Kesehatan ; Rencana Tindak Lanjut ; Modul TOT NAPZA, Pusdiklat
SDM Kesehatan ; Jakarta ; 2009
2. Ditjen PP & PL, Depkes RI ; Rencana Tindak Lanjut, Kurmod Surveilance ;
Subdit Surveilans ; Jakarta ; 2008
3. Modul – 1, Perencanaan Pengendalian Penyakit Kanker ; Direktorat PTM ;
Jakarta ; 2007
4. Indonesian-Australian Spesialist Project ( IA-STP) ; Metode Pelatihan Bagi
Tenaga Pelatih, Rencana Aksi ; Jakarta ; 2010
5. Instrumen tentang perumusan RTL pada saat Pelatihan
6. Instrumen tentang penyusunan RTL resmi paska pelatihan

V. LANGKAH-LANGKAH/ PROSES PEMBELAJARAN


Pokok bahasan akan dikemukakan secara runtut oleh fasilitator kepada peserta
pelatihan. Di lain pihak peserta latih akan mendengar, mencatat dan mengikuti
arahan dan petunjuk fasilitator. Secara rinci proses pembelajaran ini dikemukakan
sesuai langkah-langkah sebagai berikut :

Langkah 1
Kegiatan fasilitator
Kegiatan bina situasi kelas
- Memperkenalkan diri
- Menyampaikan ruang lingkup bahasan
- Menanyakan dan menggali pendapat peserta latih tentang pengertian mereka
tentang Konsep RTL:
a. Pengertian RTL
b. Tujuan RTL
c. Ciri-ciri RTL
d. Ruang lingkup RTL
e. Cara penyusunan RTL
Kegiatan peserta
- Mempersiapkan diri dan alat tulis menulis yang diperlukan
- Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator
- Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting

Langkah 2
Kegiatan fasilitator
- Penyampaian materi sub pokok bahasan – 1, tentang pengertian RTL secara
umum, dan menjelaskan rencana – rencana kegiatan paska pelatihan.
- Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas
- Menjawab pertanyaan yang diajukan peserta
Kegiatan peserta
- Mengajukan pertanyaan yang diminta fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
- Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator
- Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting.

Langkah 3
Kegiatan Fasilitator
- Menjelaskan materi sub pokok bahasan–2, tentang “ tujuan penyusunan RTL“
- Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 241


Kegiatan peserta
- Mengajukan pertanyaan yang diminta fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
- Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting

Langkah 4
Kegiatan Fasilitor.
- Menjelaskan materi sub pokok bahasan–3, tentang “ Ciri-ciri yang harus dimiliki
RTL“
- Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas.

Kegiatan peserta.
- Mengajukan pertanyaan yang diminta fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
- Mendengar, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas

Langkah 5
Kegiatan Fasilitator
- Menjelaskan materi sub pokok bahasan–4, tentang “ Ruang lingkup RTL“
- Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas.

Kegiatan peserta
- Mengajukan pertanyaan sesuai dengan kesempatan yang diberikan
- Mendengar, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas

Langkah 6
Kegiatan Fasilitator
- Menjelaskan materi sub pokok bahasan–5, tentang “ Cara penyusunan RTL“,
dan menjelaskan perbedaan rumusan RTL kelompok di kelas dengan RTL resmi
paska pelatihan.
- Meminta kelas untuk membentuk kelompok, jumlah kelompok sesuai dengan
asal jumlah propinsi atau instansi sejenis, serta memilih ketua, sekretaris dan
penyaji.
- Meminta masing-masing kelompok merumuskan RTL yang mengacu pada
variable RTL yang diberikan serta menuliskan hasil-hasil diskusi kelompoknya
kedalam flipchart atau dengan laptop.
- Memberikan bimbingan tentang jalannya proses diskusi

Kegiatan peserta.
- Membentuk kelompok diskusi, memilih ketua, sekretaris dan penyaji serta
melakukan diskusi sesuai dengan bimbingan fasilitator.
- Mendengar, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas.
- Menyusun hasil-hasil diskusi ke dalam flipchart atau laptop.
- Mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting.

Langkah 7
Penutup
Kegiatan fasilitator
- Menutup acara pemberian sesi dengan ucapan penghargaan atas waktu dan
perhatian yang telah diberikan selama sesi penyampaian materi berlangsung

242 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


- Mengucapkan permohonan maaf jika terdapat sesuatu yang tidak berkenan
selama proses pembelajaran
- Mengucapkan salam penutup sesi

Kegiatan peserta.
- Memberi sahutan atas ucapan salam fasilitator
- Memberikan komentar tertulis tentang jalannya penyampaian materi oleh
narasumber dalam selembar kertas

VI. URAIAN MATERI


Rencana tindak lanjut (RTL) menjadi materi penunjang dalam suatu pelatihan, dan
disampaikan diakhir sesi pembelajaran. Materi ini sangat penting, untuk
merefleksikan kembali kompetensi diklat yang diperoleh dikelas ditempat kerja. Pada
saat dikelas (sesi terakhir), RTL dipersiapkan dalam bentuk rumusan format standar,
lalu setelah tiba ditempat tugas. RTL disusun sendiri oleh mantan peserta latih
sebagai dokumen resmi yang akan dilaporkan kepada atasan mantan peserta latih.

Pengertian RTL
Pada Diklat Indonesian Australian - Specialist Training Project, 2010 ( IA-STP) istilah
rencana tindak lanjut disebut rencana aksi, yakni suatu rencana mantan peserta latih
ditempat tugas tentang kegiatan apa saja yang akan dilakukan dalam hubungannya
penerapan kompetensi yang diperoleh dari pelatihan. Kompetensi pelatihan berupa
kemampuan bidang pengetahuan. sikap dan perilaku serta psikomotor sangat
diharapkan dapat diimplementasikan ditempat kerja sehingga memberi manfaat bagi
instansi peserta latih.

Tujuan RTL,
Tujuan RTL adalah sebagai berikut :
a. Teridentifikasinya rencana kegiatan tentang penerapan kompetensi diklat yang
diperoleh dari pelatihan di instansi asal peserta latih
b. Diketahuinya metode / cara pelaksanaan rencana kegiatan tentang penerapan
kompetensi diklat yang diperoleh dari pelatihan di instansi asal peserta latih
Kemudian dapat ditambahkan bahwa rencana kegitan yang tercantum RTL
merupakan indikator penilaian pada waktu melakukan evaluasi paska pelatihan
(EPP).

Ciri-ciri RTL
Dalam merumuskan rencana kegiatan dalam suatu RTL, hendaknya kegiatan-
kegiatan tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria SMART :
1. Sederhana dan spesifik :
Sederhana artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam RTL
hendaknya mudah dilaksanakan, yakni metodenya sederhana, dibuat mudah
dilakukan dan tidak mewah ( biaya pengadaan atau pelaksanaan kegitannya
tidak mahal ) sehingga penerapannya tidak menimbulkan kesulitan bagi
pelaksana atau tidak menimbulkan kecemburuan dari lingkungan sendiri atau
masyarakat.
Spesifik artinya rencana kegiatannya tidak mengambang, tapi bersifat khusus.
2. Measurable
Measurable artinya rencana kegiatan dapat diukur dan mempunyai satuan
ukuran seperti satuan jumlah, satuan waktu serta memiliki indikator proses
seperti trend yang menurun / meningkat yang dinyatakan dalam bentuk %, rate
& ratio.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 243


Misalnya sosialisasi kegiatan akupresur ditempat kerja dilakukan terhadap
seluruh atau 5 orang perawat puskesmas.
3. Achievable.
Kegiatan memiliki ciri achievable, jika kegiatan tersebut dilaksanakan, maka
tujuan kegiatan akan dapat dicapai. Misalnya sosialisasi kegiatan akupresur
ditempat kerja bertujuan agar setiap perawat juga memiliki kompetensi yang
sejenis yaitu terampil melaksanakan akupresur terhadap pasien apabila mantan
peserta latih tidak berada ditempat. Dengan demikian tujuan menggantikan
peran mantan peserta latih dapat dicapai sekalipun yang bersanhkutan
berhalangan.
4. Relevant
Relevant artinya rencana kegiatan berhubungan langsung dengan kompetensi
pelatihan serta tugas pokok dan fungsi mantan peserta latih ditempat kerja.
Sosialisasi kegiatan akupresur ditempat kerja adalah kompetensi diklat mantan
peserta latih yang diharapkan diterapkan ditempat kerja dalam kaitannya dengan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.
5. Timely
Timely artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam RTL tepat
waktunya dilakukan dan dapat dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
Penerapan kegiatan akupresure ditempat kerja merupakan program Yankestrad
sebagaimana yang tertera dalam Renstra Kementerian Kesehatan RI 2010 –
2014.

Ruang lingkup RTL


Ruang lingkup Rencana Tindak lanjut (RTL) sebaiknya minimal mencakup :
- Menetapkan kegiatan apa saja yang akan dilakukan
- Menetapkan tujuan setiap kegiatan yang ingin dicapai
- Menetapkan sasaran dari setiap kegiatan
- Menetapkan metode yang akan digunakan pada setiap kegiatan
- Menetapkan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan
- Menetapkan siapa pelaksana atau penanggung jawab dari setiap kegiatan
- Menetapkan besar biaya dan sumbernya.

Cara menyusun RTL


Sebagaimana telah dikemukakan dalam pokok bahasan “ pengertian RTL “ yakni
terdapat 2 jenis RTL, pertama RTL pada saat Pelatihan dan yang kedua RTL resmi
paska pelatihan.

Perumusan RTL pada saat Pelatihan.


Perumusan RTL pada saat pelatihan dilakukan pada sesi terakhir didalam kelas)
dengan dipandu oleh fasilitator. RTL dirumuskan dengan cara berdiskusi (kelompok
dibagi menurut instansi sejenis atau perpropinsi). RTL dirumuskan menurut format
standar sebagai berikut :

Cara
No Jenis Tujuan Sasaran pelaksa Tim Tempat Waktu Biaya
kegiatan kegiatan kegiatan naan Pelaksana
1
2
3
4

244 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


REFERENSI

1. BPP-SDM Kesehatan ; Rencana Tindak Lanjut ; Modul TOT NAPZA, Pusdiklat


SDM Kesehatan ; Jakarta ; 2009
2. Ditjen PP & PL, Depkes RI ; Rencana Tindak Lanjut, Kurmod Surveilance ;
Subdit Surveilans ; Jakarta ; 2008
3. Modul – 1, Perencanaan Pengendalian Penyakit Kanker ; Direktorat PTM ;
Jakarta ; 2007
4. Departemen Kesehatan RI ; Pedoman Penyusunan Kurikulum Modul
Pelatihan Berorientasi Pembelajaran ; Pusdiklatkes- BPP-SDM ; Jakarta ; 2004
5. Indonesian-Australian Spesialist Project ( IA-STP) ; Metode Pelatihan Bagi
Tenaga Pelatih, Rencana Aksi ; Jakarta ; 2010

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 245


LAMPIRAN

PEDOMAN LATIHAN

Tujuan:
Setelah mengikuti latihan ini, peserta mampu menyusun RTL setelah mengikuti
pelatihan.

Petunjuk:
1) Setiap peserta mendapatkan form RTL.
2) Setiap peserta menyusun rencana kegiatan yang akan dilakukannya setelah
mengikuti Pelatihan PPRG-BK di setiap unit masing-masing.
3) Beberapa peserta menyajikan RTL-nya dan mendapatkan tanggapan atau
masukan dari peserta.

246 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


MATERI PENUNJANG 3.
ANTI KORUPSI

I. DESKRIPSI SINGKAT
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk
luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem
perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan,
dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini.
Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum menunjukkan
hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-
olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan sudah dianggap sebagai hal
yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat
korupsi akan menghancurkan negeri ini.

Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh
karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya
pemberantasan korupsi– yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu (1) penindakan, dan
(2) pencegahan–tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh
pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat.

Dalam rangka mempercepat pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013


tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi perlu disusun Strategi
Komunikasi Pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Kementerian
Kesehatan sebagai salah satu kegiatan reformasi birokrasi yang dilaksanakan
Kementerian Kesehatan agar para Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian
Kesehatan terhindar dari perbuatan korupsi.

Salah satu upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi
adalah dengan memberikan pengertian dan kesadaran melalui pemahaman terhadap
konsep serta penanaman nilai-nilai anti korupsi yang selanjutnya dapat menjadi budaya
dalam bekerja.

Agar muatan tentang anti korupsi dapat tersampaikan secara standar pada setiap
pelatihan bagi para PNS di lingkungan Kementerian Kesehatan maka perlu disusun
modul anti korupsi sebagai pegangan fasilitator dalam menyampaikan materi.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu memahami anti korupsi di lingkungan
kerjanya

B. Tujuan Pembelajaran khusus:


Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan Konsep Korupsi
2. Menjelaskan Anti Korupsi
3. Menjelaskan Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
4. Menjelaskan Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindakan Pidana
Korupsi (TPK)
5. Menjelaskan Gratifikasi

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN:


Modul ini menguraikan tentang Anti Korupsi dengan pokok bahasan dan sub pokok
bahasan di bawah ini

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 247


1. Konsep korupsi
a. Definisi korupsi
b. Ciri-ciri korupsi
c. Bentuk/ jenis korupsi
d. Tingkatan korupsi
e. Penyebab Korupsi
f. Dasar Hukum
2. Anti Korupsi
a. Konsep Anti Korupsi
b. Nilai-nilai anti korupsi
c. Prinsip-prinsip anti korupsi
3. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
a. Upaya pencegahan korupsi
b. Upaya Pemberantasan Korupsi
c. Strategi Komunikasi Anti Korupsi
4. Tata cara pelaporan dugaan pelanggaran TPK
a. Laporan
b. Pengaduan
c. Tata Cara Penyampaian Pengaduan
5. Gratifikasi
a. Pengertian Gratifikasi
b. Aspek Hukum
c. Gratifikasi merupakan Tindak Pidana Korupsi
d. Contoh Gratifikasi
e. Sanksi Gratifikasi

IV. BAHAN BELAJAR


1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik
3. Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 14
Tahun 2008
4. Permenpan Nomor 5 tahun 2009
5. Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan
Masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan.
6. Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan Masyarakat
7. Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2013
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013 Tentang Strategi
Komunikasi Pekerjaan dan Budaya Anti Korupsi
9. Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi bidang Kesehatan
10. Modul Anti Korupsi

V. PROSES PEMBELAJARAN
Langkah 1: Pengkondisian peserta
Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan disampaikan,
sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian Materi


Langkah pembelajaran:

248 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub
pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Fasilitator menyampaikan materi
dengan metode curah pendapat, ceramah dan tanya jawab.

Langkah 3. Latihan Kasus


Langkah pembelajaran:
- Fasilitator menyampaikan paparan kasus korupsi yang sering terjadi
- Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok tiap kelompok terdiri dari 5
atau 6 orang peserta, untuk kasus yang sama dikerjakan oleh 2 atau 3 kelompok
- Peserta berdiskusi didalam tiap kelompok
- Fasilitator meminta wakil dari setiap kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi
kelompoknya (hanya satu kelompok untuk satu kasus) dan kelompok lainnya dengan
kasus yang sama dapat memberikan komentar atau sebagai penyanggah
- Fasilitator mengulas hasil diskusi yang terjadi di dalam tiap penyajian hasil untuk tiap
jenis kasus

Langkah 4. Rangkuman dan Kesimpulan


Langkah pembelajaran:
- Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap
materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
- Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
- Fasilitator membuat kesimpulan.

VI. URAIAN MATERI


POKOK BAHASAN 1. KONSEP KORUPSI

Kapan korupsi itu mulai ada?


Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama kali mengenal
tata kelola administrasi. Pada kebanyakan kasus korupsi yang dipublikasikan media,
seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari kekuasaan, birokrasi, ataupun
pemerintahan. Korupsi juga sering dikaitkan pemaknaannya dengan politik.

Dasar atau landasan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi adalah


memahami pengertian korupsi itu sendiri.
Pada bagian ini dibahas mengenai pengertian korupsi berdasarkan definisi umum dan
pendapat para pakar.

A. DEFINISI KORUPSI
Apa Arti kata “korupsi?
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea: 1951) atau
“corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa
“corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari
bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/ korruptie” (Belanda).

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 249


Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Ada banyak pengertian tentang korupsi, di antaranya adalah berdasarkan Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau penggelapan
uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keperluan pribadi”.
Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa (Muhammad Ali:
1998):
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/ sogok, memakai kekuasaan
untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok, dan sebagainya; dan
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.

Dengan demikian arti korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak. Berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan kaorupsi
menyangkut : sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang
busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah,
penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau
golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.

B. CIRI-CIRI KORUPSI
Seperti apa ciri-ciri korupsi?

Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut:


1. dilakukan oleh lebih dari satu orang;
2. merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
3. berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu;
4. berlindung di balik pembenaran hukum;
5. melanggar kaidah kejujuran dan norma hokum;
6. mengkhianati kepercayaan.

250 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


C. JENIS/ BENTUK KORUPSI
Anda perlu tahu jenis atau bentuk korupsi

Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku yang
dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK: 2006)

Berikut ini adalah beberapa bentuk korupsi dan perbuatan korupsi


No Bentuk Korupsi Perbuatan Korupsi
1 Kerugian Keuangan Negara
 Secara melawan hukum melakukan perbuatan mem-perkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi;
 Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada.
2 Suap Menyuap
 Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya;
 Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penye-lenggara negara karena
atau berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam ja-
batannya;
 Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang mele-kat pada jabatan atau kedudukannya
atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada jabatan atau kedu-dukan
tersebut;
3 Penggelapan dalam Jabatan
 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan disimpan karena jabatannya, atau uang/ surat berharga tersebut
diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut;
 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang di-tugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus
untuk pemeriksaan adminstrasi;
 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang di-tugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja menggelapkan, merusakkan atau membuat tidak da-pat
dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digu-nakan untuk meyakinkan atau
membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena
jabatannya;

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 251


4 Pemerasan
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain se-cara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada wak-tu menjalankan
tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-olah
merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bu-kan
merupakan utang;
5 Perbuatan Curang
 Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat ban-gunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu me-nyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang
atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
 Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan
bahan bangunan, sengaja membiarkan per-buatan curang;
6 Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan

Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik lang-sung maupun tidak


langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau
perse-waan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk se-luruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
7 Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau peny-elenggara dianggap
pemberian suap, apabila ber-hubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban tugasnya.

D. TINGKATAN KORUPSI
Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini
Tingkat 1 : Materi Benefit
Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik bagi dirinya sendiri
maupun orang kain. Korupsi pada level ini merupakan tingkat paling membahayakan karena
melibatkan kekuasaan dan keuntungan material. Ini merupakan bentuk korupsi yang paling
banyak terjadi di Indonesia.

Tingkat 2 : Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)


Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah
Merupakan segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui struktur kekuasaan, baik
pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya termasuk lembaga
pendidikan tanpa mendapatkan keuntungan materi.

Tingkat 3 : Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust)


- Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana
- Orang yang berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau amanat yang diterimanya
adalah koruptor
- Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non materi
- Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau memanfaatkan jabatan untuk
kepentingan pribadi merupakan bentuk korupsi

252 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


E. FAKTOR PENYEBAB KORUPSI
Agar dapat dilakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi maka perlu diketahui
faktor penyebab korupsi. Secara umum ada dua penyebab korupsi yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
- Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi
- Faktor eksternal merupakan penyebab korupsi karena sebab-sebab dari luar

Berikut adalah faktor-faktor penyebab korupsi:


1. Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya sebagai make-up
politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan.
2. Penyalahgunaan kekuasaan/ wewenang, takut dianggap bodoh kalau tidak
menggunakan kesempatan.
3. Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman antikorupsi hanya
dilakukan sebatas formalitas.
4. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang diperoleh
harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong
penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi
masyarakat.
5. Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena
kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi
karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan keuntungan.
6. Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi: saat
tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya
diringankan hukumannya.
8. Budaya permisif/ serba membolehkan; tidak mau tahu: menganggap biasa bila
ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya
sendiri terlindungi.

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia mengidentifikasi


beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu: aspek individu pelaku korupsi, aspek
organisasi, aspek masyarakat tempat individu, dan korupsi yang disebabkan oleh
sistem yang buruk.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 253


1. Aspek Individu Pelaku Korupsi
Korupsi yang disebabkan oleh individu, yaitu sifat tamak, moral kurang kuat
menghadapi godaan, penghasilan kurang mencukupi untuk kebutuhan yang
wajar, kebutuhan yang mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau
bekerja keras, serta ajaran-ajaran agama kurang diterapkan secara benar.

Aspek-aspek individu tersebut perlu mendapatkan perhatian bersama. Sangatlah


ironis, bangsa kita yang mengakui dan memberikan ruang yang leluasa untuk
menjalankan ibadat menurut agamanya masing-masing, ternyata tidak banyak
membawa implikasi positif terhadap upaya pemberantasan korupsi.

Demikian pula dengan hidup konsumtif dan sikap malas. Perilaku konsumtif tidak
saja mendorong untuk melakukan tindakan kurupsi, tetapi menggambarkan
rendahnya sikap solidaritas sosial, karena terdapat pemandangan yang
kontradiktif antara gaya hidup mewah di satu sisi dan kondisi kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan pokok bagi masyarakat miskin pada sisi lainnya.

2. Aspek Organisasi
Pada aspek organisasi, korupsi terjadi karena kurang adanya keteladanan dari
pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas di
pemerintah kurang memadai, kelemahan sistem pengendalian manajemen, serta
manajemen yang lebih mengutamakan hirarki kekuasaan dan jabatan cenderung
akan menutupi korupsi yang terjadi di dalam organisasi.
.
Hal tersebut ditandai dengan adanya resistensi atau penolakan secara
kelembagaan terhadap setiap upaya pemberantasan korupsi. Manajemen yang
demikian, menutup rapat bagi siapa pun untuk membuka praktik korkupsi kepada
publik.

3. Aspek Masyarakat Tempat Individu dan Organisasi Berada


Aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada juga turut menentukan,
yaitu nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat yang kondusif untuk melakukan
korupsi.

Masyarakat seringkali tidak menyadari bahwa akibat tindakannya atau kebiasaan


dalam organisasinya secara langsung maupun tidak langsung telah menanamkan
dan menumbuhkan perilaku koruptif pada dirinya, organisasi bahkan orang lain.

Secara sistematis lambat laun perilaku sosial yang koruptif akan berkembang
menjadi budaya korupsi sehingga masyarakat terbiasa hidup dalam kondisi
ketidaknyamanan dan kurang berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi.

4. Korupsi yang Disebabkan oleh Sistem yang Buruk


Sebab-sebab terjadinya korupsi menggambarkan bahwa perbuatan korupsi tidak
saja ditentukan oleh perilaku dan sebab-sebab yang sifatnya individu atau
perilaku pribadi yang koruptif, tetapi disebabkan pula oleh sistem yang koruptif,
yang kondusif bagi setiap individu untuk melakukan tindakan korupsi.

Sedangkan perilaku korupsi, sebagaimana yang umum telah diketahui adalah


korupsi banyak dilakukan oleh pegawai negeri dalam bentuk penyalahgunaan
kewenangan, kesempatan, sarana jabatan, atau kedudukan. Tetapi korupsi dalam
artian memberi suap, juga banyak dilakukan oleh pengusaha dan kaum
profesional bahkan termasuk Advokat.

254 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Lemahnya tata-kelola birokrasi di Indonesia dan maraknya tindak korupsi baik
ilegal maupun yang ”dilegalkan” dengan aturan-aturan yang dibuat oleh
penyelenggara negara, merupakan tantangan besar yang masih harus dihadapi
negara ini. Kualitas tata kelola yang buruk ini tidak saja telah menurunkan kualitas
kehidkupan bangsa dan bernegara, tetapi juga telah banyak memakan korban
jiwa dan bahkan ancaman akan terjadinya lost generation bagi Indonesia.
Dalam kaitannya dengan korupsi oleh lembaga birokrasi pemerintah, beberapa
faktor yang perlu mendapatkan perhatian adalah menyangkut manajemen
Sumber Daya Manusia (SDM) dan penggajian pegawai yang ditandai dengan
kurangnya penghasilan, sistem penilaian prestasi kerja yang tidak dievaluasi,
serta tidak terkaitnya antara prestasi kerja dengan penghasilan.
Korupsi yang disebabkan oleh sistem yang koruptif inilah yang pada akhirnya
akan menghambat tercapainya clean and good governance. Jika kita ingin
mencapai pada tujuan clean and good governance, maka perlu dilakukan
reformasi birokrasi yang terkait dengan pembenahan sistem birokrasi tersebut.

Jika awalnya kepentingan bertahan hidup menjadi motif seseorang atau sejumlah
orang melakukan tindak pidana korupsi, pada tahap berikutnya korupsi dimotivasi
oleh bangunan sistem, yang hanya bisa terjadi karena dukungan kerjasama antar
sejumlah pelaku korkupsi, pada berbagai birokrasi sebagai bentuk korupsi
berjamaah.

F. Dasar Hukum tentang Korupsi


Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi adalah sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1);
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/ MPR/
1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme;
4. UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
5. UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3874); sebagaimana telah diubah dengan UU no. 20 Th. 2001;

Tugas/ Latihan
1. Menurut Anda, apakah ciri-ciri korupsi seperti yang telah Anda baca pada pokon
bahasan ini sudah menggambarkan kondisi yang Anda pernah ketahui di
lingkungan kerja Anda maupun di luar lingkungan kerja Anda? Diskusikan
dengan teman kelompok Anda!
2. Anda sudah menguasai konsep tentang korupsi dan anti korupsi, silahkan Anda
nilai apakah bentuk korupsi dan perbuatan korupsi yang sudah Anda pelajari,
sesuai dengan konsep tersebut? Diskusikan kembali dengan kelompok Anda

POKOK BAHASAN 2 : ANTI KORUPSI


A. ANTI KORUPSI
Apa yang dimaksud “anti korupsi”?
Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi
berkembangnya korupsi.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 255


Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana
meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan bagaimana
menyelamatkan uang dan aset negara.
Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan
perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan) dan perbaikan manusianya
(moral dan kesejahteraan).

B. Nilai- nilai Anti Korupsi


Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian,
kemandirian, kedisiplinan, pertanggung-jawaban, kerja keras, kesederhanaan,
keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip anti
korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik.
Ada sembilan nilai anti korupsi yang cara gampangnya untuk mengingatnya dengan
jembatan keledai “Jupe mandi tangker sebedil” sebagaimana digambarkan pada
bagan di bawah ini

Berikut ini adalah uraian secara rinci untuk tiap nilai anti korupsi

1. Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong,
dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi
kehidupan pegawai, tanpa sifat jujur pegawai tidak akan dipercaya dalam
kehidupan sosialnya (Sugono: 2008).
Nilai kejujuran dalam kehidupan dunia kerja yang diwarnai dengan budaya kerja
sangat-lah diperlukan. Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang yang berlaku
dimana-mana termasuk dalam kehidupan di dunia kerja.

Jika pegawai terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup kerja
maupun sosial, maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu untuk
mempercayai pegawai tersebut.

Sebagai akibatnya pegawai akan selalu mengalami kesulitan dalam menjalin


hubungan dengan orang lain. Hal ini juga akan menyebabkan ketidaknyamanan
bagi orang lain karena selalu merasa curiga terhadap pegawai tersebut yang
terlihat selalu berbuat curang atau tidak jujur. Selain itu jika seorang pegawai
pernah melakukan kecurangan ataupun kebohongan, akan sulit untuk dapat
memperoleh kembali kepercayaan dari pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti

256 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


bahwa pegawai tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan maupun
kebohongan maka pegawai ter-sebut tidak akan mengalami kesulitan yang
disebabkan tindakan tercela tersebut. Prinsip kejujuran harus dapat dipegang
teguh oleh setiap pegawai sejak masa-masa ini untuk memupuk dan membentuk
karakter mulia di dalam setiap pribadi pegawai.

2. Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan
menghiraukan (Sugono: 2008). Nilai kepedulian sangat penting bagi seorang
pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di masyarakat. Sebagai calon
pemimpin masa depan, seorang pegawai perlu memiliki rasa kepedulian terhadap
lingkungannya, baik lingkungan di dalam dunia kerja maupun lingkungan di luar
dunia kerja.

Rasa kepedulian seorang pegawai harus mulai ditumbuhkan sejak berada di


dunia kerja. Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan sikap peduli di
kalangan pegawai sebagai subjek kerja sangat penting. Seorang pegawai dituntut
untuk peduli terhadap proses belajar mengajar di dunia kerja, terhadap
pengelolalaan sumber daya di dunia kerja secara efektif dan efisien, serta
terhadap berbagai hal yang berkembang di dalam dunia kerja. pegawai juga
dituntut untuk peduli terhadap lingkungan di luar dunia kerja.

Beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai wujud kepedulian di antaranya


adalah dengan menciptakan sikap tidak berbuat curang atau tidak jujur. Selain itu
jika seorang pegawai pernah melakukan kecurangan ataupun kebohongan, akan
sulit untuk dapat memperoleh kembali kepercayaan dari pegawai lainnya.
Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai tersebut tidak pernah melakukan tindakan
kecurangan maupun kebohongan maka pegawai tersebut tidak akan mengalami
kesulitan yang disebabkan tindakan tercela tersebut.

3. Kemandirian
Kondisi mandiri bagi pegawai dapat diartikan sebagai proses mendewasakan diri
yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan
tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk masa depannya dimana pegawai
tersebut harus mengatur kehidupannya dan orang-orang yang berada di bawah
tanggung jawabnya sebab tidak mungkin orang yang tidak dapat mandiri
(mengatur dirinya sendiri) akan mampu mengatur hidup orang lain. Dengan
karakter kemandirian tersebut pegawai dituntut untuk mengerjakan semua
tanggung jawab dengan usahanya sendiri dan bukan orang lain (Supardi: 2004).

4. Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada
peraturan (Sugono: 2008). Dalam mengatur kehidupan dunia kerja baik kerja
maupun sosial pegawai perlu hidup disiplin. Hidup disiplin tidak berarti harus hidup
seperti pola militer di barak militier namun hidup disiplin bagi pegawai adalah
dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada untuk dipergunakan dengan
sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas baik dalam lingkup kerja maupun
sosial dunia kerja.
Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pegawai dapat mencapai tujuan hidupnya
dengan waktu yang lebih efisien. Disiplin juga membuat orang lain percaya dalam
mengelola suatu kepercayaan. Nilai kedisiplinan dapat diwujudkan antara lain
dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik, kepatuhan pada seluruh

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 257


peraturan dan ketentuan yang berlaku di dunia kerja, mengerjakan segala
sesuatunya tepat waktu, dan fokus pada pekerjaan.

5. Tanggung Jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung
segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan
diperkarakan) (Sugono: 2008).

Pegawai adalah sebuah status yang ada pada diri seseorang yang telah lulus dari
penkerjaan terakhirnya yang melanjutkan pekerjaan dalam sebuah lembaga yang
bernama organisasi. Pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab akan memiliki
kecenderungan menyelesaikan tugas lebih baik dibanding pegawai yang tidak
memiliki rasa tanggung jawab. pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab akan
mengerjakan tugas dengan sepenuh hati karena berpikir bahwa jika suatu tugas
tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat merusak citra namanya di depan
orang lain. pegawai yang dapat diberikan tanggung jawab yang kecil dan berhasil
melaksanakannya dengan baik berhak untuk mendapatkan tanggung jawab yang
lebih besar lagi sebagai hasil dari kepercayaan orang lain terhadap pegawai
tersebut. pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi mudah untuk
dipercaya orang lain dalam masyarakat misalkan dalam memimpin suatu
kepanitiaan yang diadakan di dunia kerja.

Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan yang
salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab tersebut
berupa perwujudan kesadaran akan kewajiban menerina dan menyelesaikan
semua masalah yang telah di lakukan. Tanggung jawab juga merupakan suatu
pengabdian dan pengorbanan.

6. Kerja keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata ”kemauan” menimbulkan
asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan jelas, daya kerja,
pendirian, pengendalian diri, keberanian, ketabahan, keteguhan, tenaga,
kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur. Adalah penting sekali bahwa
kemauan pegawai harus berkembang ke taraf yang lebih tinggi karena harus
menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk bisa menguasai orang lain. Setiap
kali seseorang penuh dengan harapan dan percaya, maka akan menjadi lebih
kuat dalam melaksanakan pekerjaannya. Jika interaksi antara individu pegawai
dapat dicapai bersama dengan usaha kerja keras maka hasil yang akan dicapai
akan semakin optimum.

Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang sesuai
dengan target. Akan tetapi bekerja keras akan menjadi tidak berguna jika tanpa
adanya pengetahuan. Di dalam dunia kerja, para pegawai diperlengkapi dengan
berbagai ilmu pengetahuan.

7. Sederhana
Gaya hidup pegawai merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan
masyarakat di sekitarnya. Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu dikembangkan
sejak pegawai me-ngenyam masa penkerjaannya. Dengan gaya hidup
sederhana, setiap pegawai dibiasakan untuk tidak hidup boros, hidup sesuai
dengan kemampuannya dan dapat memenuhi semua kebutuhannya. Kerap kali
kebutuhan diidentikkan dengan keinginan semata, padahal tidak selalu kebutuhan
sesuai dengan keinginan dan sebaliknya.

258 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Dengan menerapkan prinsip hidup sederhana, pegawai dibina untuk
memprioritaskan kebutuhan di atas keinginannya. Prinsip hidup sederhana ini
merupakan parameter penting dalam menjalin hubungan antara sesama pegawai
karena prinsip ini akan mengatasi permasalahan kesenjangan sosial, iri, dengki,
tamak, egois, dan yang sikap-sikap negatif lainnya lainnya. Prinsip hidup
sederhana juga menghindari seseorang dari keinginan yang berlebihan.

8. Keberanian
Jika kita temui di dalam dunia kerja, ada banyak pegawai yang sedang mengalami
kesulitan dan kekecewaan. Meskipun demikian, untuk menumbuhkan sikap
keberanian demi mempertahankan pendirian dan keyakinan pegawai, terutama
sekali pegawai harus mempertimbangkan berbagai masalah dengan sebaik-
baiknya.

Nilai keberanian dapat dikembangkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia


kerja dan di luar dunia kerja. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani
mengatakan dan membela kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani
bertanggung jawab, dan lain sebagainya

Prinsip akuntabilitas dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan


sehari-hari sebagai pegawai Misalnya program-program kegiatan arus dibuat
dengan mengindahkan aturan yang berlaku di dunia kerja dan dijalankan sesuai
dengan aturan.

9. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak. Bagi pegawai karakter adil ini perlu sekali dibina agar pegawai dapat
belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan secara adil dan benar.

C. Prinsip-Prinsip Anti Korupsi


Setelah memahami nilai-nilai anti korupsi yang penting untuk mencegah faktor
internal terjadinya korupsi, berikut akan dibahas prinsip-prinsip Anti-korupsi yang
meliputi akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan,
untuk mencegah faktor eksternal penyebab korupsi.
Ada 5 (lima) prinsip anti korupsi seperti diilustrasikan pada bagan di bawah ini

1. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua
lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam
bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya
(individu dengan individu) maupun pada level lembaga (Bappenas: 2002).

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 259


Lembaga-lembaga tersebut berperan dalam sektor bisnis, masyarakat, publik,
maupun interaksi antara ketiga sektor.

Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan


untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan cara
memberikan kewajiban untuk dapat memberikan jawaban (answerability) kepada
sejumlah otoritas eksternal (Dubnik: 2005). Selain itu akuntabilitas publik dalam
arti yang paling fundamental merujuk kepada kemampuan menjawab kepada
seseorang terkait dengan kinerja yang diharapkan (Pierre: 2007). Seseorang
yang diberikan jawaban ini haruslah seseorang yang memiliki legitimasi untuk
melakukan pengawasan dan mengharapkan kinerja (Prasojo: 2005).

Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya, antara lain


adalah akuntabilitas program, akuntabilitas proses, akuntabilitas keuangan,
akuntabilitas outcome, akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas politik (Puslitbang,
2001). Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas harus dapat diukur dan
dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban
atas semua kegiatan yang dilakukan. Evaluasi atas kinerja administrasi, proses
pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik secara
langsung maupun manfaat jangka panjang dari sebuah kegiatan.

2. Transparansi
Adalah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah transparansi. Prinsip
transparansi ini penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi
dan mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga
segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo: 2007).

Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh
proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling sederhana,
transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung
tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini
merupakan modal awal yang sangat berharga bagi para pegawai untuk dapat
melanjutkan tugas dan tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang
(Kurniawan: 2010).

Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu 1) proses


penganggaran, 2) proses penyusunan kegiatan, 3) proses pembahasan, 4)
proses pengawasan, dan 5) proses evaluasi.

Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan,


implementasi, laporan pertanggung-jawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap
kinerja anggaran.

Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait dengan


proses pembahasan tentang sumber-sumber pendanaan (anggaran
pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran belanja).
Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan peraturan yang
berkaitan dengan strategi penggalangan (pemungutan) dana, mekanisme
pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender, pengerjaan teknis, pelaporan
finansial dan pertanggungjawaban secara teknis.

Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan


berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih khusus lagi adalah proyek-

260 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri. Proses lainnya yang penting
adalah proses evaluasi.

Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek dijalankan


secara terbuka dan bukan hanya pertanggungjawaban secara administratif, tapi
juga secara teknis dan fisik dari setiap out put kerja-kerja pembangunan.

Hal-hal tersebut merupakan panduan bagi pegawai untuk dapat melaksanakan


kegiatannya agar lebih baik.
Setelah pembahasan prinsip ini, pegawai sebagai individu dan juga bagian dari
masyarakat/ organisasi/ institusi diharapkan dapat mengimplementasikan prinsip
transparansi di dalam kehidupan keseharian pegawai.

3. Kewajaran
Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran. Prinsip fairness atau
kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran)
dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran
lainnya. Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu
komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan informatif.

Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek,


berkesinam-bungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak
melampaui batas (off budget), sedangkan fleksibilitas artinya adalah adanya
kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Terprediksi berarti
adanya ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for money untuk
menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi
merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness.
Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan di
dunia kerja. Misalnya, dalam penyusunan anggaran program kegiatan
kepegawaian harus dilakukan secara wajar. Demikian pula dalam menyusun
Laporan pertanggung-jawaban, harus disusun dengan penuh tanggung-jawab.

4. Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan. Pembahasan
mengenai prinsip ini ditujukan agar pegawai dapat mengetahui dan memahami
kebijakan anti korupsi. Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar
tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat.
Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-undang anti-
korupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi,
undang-undang desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya
yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol
terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.
Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana
kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila di
dalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan
kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya.
Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor
penegak kebijakan yaitu keKemenkesan, kejaksaan, pengadilan, pengacara,
dan lembaga pemasyarakatan.
Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman,
sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-
undang anti korupsi. Lebih jauh lagi, kultur kebijakan ini akan menentukan
tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 261


5. Kontrol Kebijakan
Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol kebijakan
merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan
mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini, akan dibahas mengenai
lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia, self-evaluating organization,
reformasi sistem pengawasan di Indonesia, problematika pengawasan di
Indonesia.
Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol
kebijakan berupa partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan
ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol kebijakan berupa
oposisi.

Tugas/latihan
Setelah Anda mempelajari modul ini, diskusikan di dalam kelompok Anda
tentang: Dampak pendidikan budaya anti korupsi

POKOK BAHASAN 3 : UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI


Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung
dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat
kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi
perdananya.

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan pengertian korupsi, faktor-faktor penyebab


korupsi, nilai-nilai yang perlu dikembangkan untuk mencegah seseorang melakukan
korupsi atau perbuatan-perbuatan koruptif. dan prinsip-prinsip upaya pemberantasan
korupsi.
Ada yang mengatakan bahwa upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi
adalah menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi.

Dengan demikian, bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai
jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi.
merupakan sebuah realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat hukum untuk
memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-undangan. Kita memiliki lembaga serta
aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan tersebut baik
keKemenkesan, kejaksaan, dan pengadilan. Kita bahkan memiliki sebuah lembaga
independen yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kesemuanya
dibentuk salah satunya untuk memberantas korupsi.

Namun apa yang terjadi? Korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang dengan pesat.
Sedihnya lagi, dalam realita ternyata lembaga dan aparat yang telah ditunjuk tersebut
dalam beberapa kasus justru ikut menumbuhsuburkan korupsi yang terjadi di Indonesia.

Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bekal penkerjaan (termasuk Pekerjaan
Agama) memegang peranan yang sangat penting untuk mencegah korupsi. Benarkah
demikian? Yang cukup mengejutkan, negara-negara yang tingkat korupsinya cenderung
tinggi, justru adalah negara-negara yang masyarakatnya dapat dikatakan cukup taat
beragama.
Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga
pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus direformasi.

262 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Apa saja yang harus direformasi?
Reformasi ini meliputi reformasi terhadap:
- sistem
- kelembagaan maupun pejabat publiknya
- ruang untuk korupi harus diperkecil
- transparansi dan akuntabilitas serta
- akses untuk mempertanyakan apa yang dilakukan pejabat publik harus ditingkatkan

Pada bagian atau bab ini, akan dipaparkan berbagai upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi yang dapat dan telah dipraktikkan di berbagai negara. Ada
beberapa bahan menarik yang dapat didiskusikan dan digali bersama untuk melihat
upaya yang dapat kita lakukan untuk memberantas korupsi.

A. Upaya Pencegahan Korupsi


Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk
memberantas korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang dinamakan the
Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations Anti-
Corruption Toolkit (UNODC: 2004).
1. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi
Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga
yang independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai contoh di beberapa
negara di-dirikan lembaga yang dinamakan Ombudsman.

Peran lembaga ombudsman--yang kemudian berkembang pula di negara lain--


antara lain menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak mengkomplain
apa yang dilaku-kan oleh Lembaga Pemerintah dan pegawainya. Selain itu
lembaga ini juga mem-berikan edukasi pada pemerintah dan masyarakat serta
mengembangkan standar perilaku serta code of conduct bagi lembaga
pemerintah maupun lembaga hukum yang membutuhkan. Salah satu peran dari
ombudsman adalah mengembangkan kepedulian serta pengetahuan masyarakat
mengenai hak mereka untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari
pegawai pemerintah (UNODC: 2004).

Bagaimana dengan Indonesia?


Kita sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk memberantas
korupsi. Lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperbaiki kinerja lembaga peradilan.

Apa saja yang sudah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
mencegah dan memberantas korupsi? Adakah yang masih harus diperbaiki dari
kinerja KPK yang merupakan lembaga independen anti-korupsi yang ada di
Indonesia?
Ada beberapa negara yang tidak memiliki lembaga khusus yang memiliki
kewenangan seperti KPK Namun tingkat korupsi di negara-negara tersebut
sangat rendah. Mengapa?

Salah satu jawabannya adalah lembaga peradilannya telah berfungsi dengan


baik dan aparat penegak hukumnya bekerja dengan penuh integritas.

Bagaimana dengan Indonesia?


Tingkat keKemenkesan, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan.
Pengadilan adalah jantungnya penegakan hukum yang harus bersikap imparsial
(tidak memihak), jujur dan adil. Banyak kasus korupsi yang tidak terjerat oleh

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 263


hukum karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila kinerjanya
buruk karena tidak mampu (unable), mungkin masih dapat dimaklumi.

Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum harus


ditingkatkan. Yang menjadi masalah adalah bila mereka tidak mau (unwilling)
atau tidak memiliki keinginan yang kuat (strong political will) untuk memberantas
korupsi, atau justru terlibat dalam berbagai perkara korupsi.

Di tingkat departemen, kinerja lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat


Jenderal harus ditingkatkan. Selama ini ada kesan bahwa lembaga ini sama
sekali „tidak punya gigi‟ ketika berhadapan dengan korupsi yang melibatkan
pejabat tinggi.
Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara untuk
mencegah korupsi.

Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk mengurus suatu hal, semakin
banyak pula kemungkinan untuk terjadinya korupsi. Salah satu cara untuk
menghindari praktik suap menyuap dalam rangka pelayanan publik adalah
dengan mengumumkan secara resmi biaya yang harus dikeluarkan oleh
seseorang untuk mengurus suatu hal seperti mengurus paspor, mengurus SIM,
mengurus ijin usaha atau Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dsb.

Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk mengurangi risiko korupsi adalah
dengan memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum
Otonomi Daerah diberlakukan, umumnya semua kebijakan diambil oleh
Pemerintah Pusat. Dengan demikian korupsi besar-besaran umumnya terjadi di
Ibukota negara atau di Jakarta. Dengan otonomi yang diberikan kepada
Pemerintah Daerah, kantong korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara saja
tetapi berkembang di berbagai daerah. Untuk itu kinerja dari aparat pemerintahan
di daerah juga perlu diperbaiki dan dipantau atau diawasi terbukti melakukan
korupsi.

Selain sistem perekruitan, sistem penilaian kinerja pegawai negeri yang


menitikberatkan pada pada proses (proccess oriented) dan hasil kerja akhir
(result oriented) perlu dikembangkan. Untuk meningkatkan budaya kerja dan
motivasi kerja pegawai negeri, bagi pegawai negeri yang berprestasi perlu diberi
insentif yang sifatnya positif. Pujian dari atasan, penghargaan, bonus atau jenis
insentif lainnya dapat memacu kinerja pegawai negeri.

2. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat


Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah memberi hak pada masyarakat
untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access to information). Sebuah
sistem harus dibangun di mana kepada masyarakat (termasuk media) diberikan
hak meminta segala informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Hak ini dapat meningkatkan keinginan
pemerintah untuk membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan.
Pemerintah memiliki kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai
kebijakan yang dibuat dan akan dijalankan.
Isu mengenai public awareness atau kesadaran serta kepedulian publik terhadap
bahaya korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagian.

264 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


3. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik
Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat
publik untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik
sebelum maupun sesudah menjabat.
Dengan demikian masyarakat dapat memantau tingkat kewajaran peningkatan
jumlah kekayaan yang dimiliki khususnya apabila ada peningkatan jumlah
kekayaan setelah selesai menjabat.
Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di pemerintahan pusat,
daerah maupun militer, salah satu cara untuk memperkecil potensi korupsi
adalah dengan melakukan lelang atau penawaran secara terbuka. Masyarakat
harus diberi otoritas atau akses untuk dapat memantau dan memonitor hasil dari
pelelangan atau penawaran tersebut.

Untuk itu harus dikembangkan sistem yang dapat memberi kemudahan bagi
masyarakat untuk ikut memantau ataupun memonitor hal ini yang sangat penting
dari upaya memberantas korupsi.
Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan
melakukan kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi serta diseminasi di
ruang publik mengenai apa itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana
memerangi korupsi harus diintensifkan. Kampanye tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan media massa (baik cetak maupun tertulis), melakukan
seminar dan diskusi.

Spanduk dan poster yang berisi ajakan untuk menolak segala bentuk korupsi
„harus‟ dipasang di kantor-kantor pemerintahan sebagai media kampanye
tentang bahaya korupsi bahkan memasukkan materi budaya anti korupsi menajdi
bagian dari pembelajaran pada pelatihan bagi aparatur sipil negara.
Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat dalam mencegah dan
memberantas korupsi adalah dengan menyediakan sarana bagi masyarakat
untuk melaporkan kasus korupsi.
Sebuah mekanisme harus dikembangkan dimana masyarakat dapat dengan
mudah dan bertanggung-jawab melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya.
Mekanisme tersebut harus dipermudah atau disederhanakan misalnya via
telepon, surat atau telex.

Di beberapa Negara, pasal mengenai „fitnah‟ dan “pencemaran nama baik” tidak
dapat diberlakukan untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi dengan
pemikiran bahwa bahaya korupsi dianggap lebih besar dari pada kepentingan
individu.

Pers yang bebas adalah salah satu pilar dari demokrasi. Semakin banyak
informasi yang diterima oleh masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya
korupsi. Media memiliki fungsi yang efektif untuk melakukan pengawasan atas
perilaku pejabat publik.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal atau
internasional juga memiliki peranan penting untuk mencegah dan memberantas
korupsi. Mereka adalah bagian dari masyarakat sipil (civil society) yang
keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja. Sejak era reformasi, LSM
baru yang bergerak di bidang Anti-Korupsi banyak bermunculan. Sama seperti
pers yang bebas, LSM memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas
perilaku pejabat publik.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 265


Mengacu pada berbagai aspek yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi
sebagaimana telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, dapat dikatakan bahwa
penyebab korupsi terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datangnya dari diri pribadi
atau individu, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan atau sistem.

Upaya pencegahan korupsi pada dasarnya dapat dilakukan dengan


menghilangkan, atau setidaknya mengurangi, kedua faktor penyebab korupsi
tersebut.

Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi
tertanam dalam diri setiap individu. Nilai-nilai anti korupsi tersebut antara lain
meliputi kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras,
sederhana, keberanian, dan keadilan.

Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat
mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi. Untuk mencegah terjadinya
faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap individu perlu
memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas,
transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam suatu
organisasi/ institusi/ masyarakat. Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip
dan nilai-nilai anti korupsi merupakan satu satuan yang tidak dapat dipisahkan.

B. Upaya Pemberantasan Korupsi


Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa korupsi
timbul dan berkembang demikian masif di suatu negara. Ada yang menyatakan
bahwa korupsi ibarat penyakit „kanker ganas‟ yang sifatnya tidak hanya kronis tapi
juga akut. Ia menggerogoti perekonomian sebuah negara secara perlahan, namun
pasti. Penyakit ini menempel pada semua aspek bidang kehidupan masyarakat
sehingga sangat sulit untuk diberantas. Perlu dipahami bahwa dimanapun dan
sampai pada tingkatan tertentu, korupsi memang akan selalu ada dalam suatu
negara atau masyarakat.
Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan strategi atau
upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai pihak yang
terlibat serta lingkungan di mana mereka bekerja atau beroperasi. Tidak ada
jawaban, konsep atau program tunggal untuk setiap negara atau organisasi.

Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan memberikan
pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian bidang
hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat
untuk memberantas korupsi. Benarkah demikian?
Untuk memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan hukum (pidana) saja
dalam memberantas korupsi.

Padahal beberapa kalangan mengatakan bahwa cara untuk memberantas korupsi


yang paling ampuh adalah dengan memberikan hukuman yang seberat-beratnya
kepada pelaku korupsi. Kepada pelaku yang terbukti telah melakukan korupsi
memang tetap harus dihukum (diberi pidana), namun berbagai upaya lain harus
tetap terus dikembangkan baik untuk mencegah korupsi maupun untuk
menghukum pelakunya.
Adakah gunanya berbagai macam peraturan perundang-undangan, lembaga serta
sistem yang dibangun untuk menghukum pelaku korupsi bila hasilnya tidak ada?.

266 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Jawabannya adalah: jangan hanya mengandalkan satu cara, satu sarana atau satu
strategi saja yakni dengan menggunakan sarana penal, karena ia tidak akan
mempan dan tidak dapat bekerja secara efektif. Belum lagi kalau kita lihat bahwa
ternyata lembaga serta aparat yang seharusnya memberantas korupsi justru ikut
bermain dan menjadi aktor yang ikut menumbuhsuburkan praktik korupsi.

C. Strategi Komunikasi Pemberantasan Korupsi (PK)


1. Adanya Regulasi
KEPMENKES No: 232 Menkes/SK/VI/2013, Tentang Strategi Komunikasi
Pemberantasan Budaya Anti Korupsi Kementerian Kesehatan Tahun 2013.
- Penyusunan dan sosialisasai Buku panduan Penggunaan fasilitas kantor
- Penyusunan dan sosialisasi Buku Panduan Memahami Gratifikasi
- Workshop/ pertemuan peningkatan pemahaman tentang antikorupsi dengan
topik tentang gaya hidup PNS, kesederhanaan, perencanaan keuangan
keluarga sesuai dengan kemampuan lokus
- Penyebarluasan nilai-nilai anti korupsi (disiplin dan tanggung jawab) berkaitan
dengan kebutuhan pribadi dan persepsi gratifikasi
- Penyebarluasan informasi tentang peran penting dan manfaat whistle blower
dan justice collaborator

2. Perbaikan Sistem
- Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk mengantisipasi
perkembangan korupsi dan menutup celah hukum atau pasal-pasal karet yang
sering digunakan koruptor melepaskan diri dari jerat hukum.
- Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel dan efisien.
Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi. Reformasi birokrasi.
- Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan pribadi,
memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan fasilitas negara untuk
kepentingan umum dan penggunaannya untuk kepentingan pribadi.
- Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian sanksi
secara tegas.
- Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
- Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya human error.

3. Perbaikan manusianya
KPK terus berusaha melakukan pencegahan korupsi sejak dini. Berdasarkan studi
yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting keluarga dalam
menanamkan nilai anti korupsi.
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting
keluarga dalam proses pencegahan korupsi. Keluarga batih menjadi pihak
pertama yang bisa menanamkan nilai anti korupsi saat anak dalam proses
pertumbuhan. "Keluarga batih itu adalah pihak pertama yang bisa menanamkan
nilai anti korupsi ke anak. Seiring anak tumbuh, nilai anti korupsi itu semakin
mantap.
KPK menekankan pencegahan korupsi sejak dini. Sebabnya, ketika seseorang
sudah beranjak dewasa dan memiliki pemahaman sendiri, penanaman nilai anti
korupsi akan susah ditanamkan. Ketika orang sudah dewasa, apalagi dia adalah
orang yang pandai dan cerdas, sangat susah menanamkan nilai anti korupsi
karena mereka sudah punya pemahaman sendiri.
- Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman. Mengoptimalkan peran
agama dalam memberantas korupsi. Artinya pemuka agama berusaha
mempererat ikatan emosional antara agama dengan umatnya dan menyatakan
dengan tegas bahwa korupsi adalah perbuatan tercela, mengajak masyarakat

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 267


untuk menjauhkan diri dari segala bentuk korupsi, mendewasakan iman dan
menumbuhkan keberanian masyarakat untuk melawan korupsi.
- Memperbaiki moral sebagai suatu bangsa. Pengalihan loyalitas (kesetiaan) dari
keluarga/ klan/ suku kepada bangsa. Menolak korupsi karena secara moral
salah (Klitgaard, 2001). Morele herbewapening, yaitu mempersenjatai/
memberdayakan kembali moral bangsa (Frans Seda, 2003).
- Meningkatkan kesadaran hukum, dengan sosialisasi dan penkerjaan anti
korupsi.
- Mengentaskan kemiskinan. Meningkatkan kesejahteraan.
- Memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi, pemimpin yang memiliki
kepedulian dan cepat tanggap, pemimpin yang bisa menjadi teladan.

Bagaimana cara penanggulangan korupsi?


Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif. Pencegahan
(preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun
etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara milik
negara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan
penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut
kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau
atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan,
terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi sosial,dan pendidikan
dapat menjadi instrumen penting bila dilakukan dengan tepat bagi upaya
pencegahan tumbuh dan berkembangnya korupsi.

Sementara itu untuk tindakan represif penegakan hukum dan hukuman yang berat
perlu dilaksanakan dan apabila terkait dengan implementasinya maka aspek
individu penegak hukum menjadi dominan, dalam perspektif ini pendidikan juga
akan berperan penting di dalamnya.

Tugas/ Latihan:
Setelah Anda mempelajari modul ini bagaimana komentar Anda terhadap:
1. Berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk memberantas korupsi
yang dikembangkan dalam Upaya Pencegahan Korupsi secara tepat dan
benar seperti yang Anda pelajari pada modul ini, bagaimana pandangan Anda
terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh Indonesia?
2. Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan strategi
atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai
pihak yang terlibat serta lingkungan di mana mereka bekerja atau beroperasi.
Bagaimana komentar Anda terhadap pernyataan tersebut terkait dengan
upaya Pemberantasan Korupsi dengan benar.

Apakah Strategi Komunikasi Pemberantasan Anti Korupsi (PAK) seperti yang


Anda pelajari pada pokok bahasan tersebut yaitu dengan adanya regulasi,
perbaikan sistem, dan perbaikan manusianya, merupakan cara yang efektif untuk
memberantas korupsi. Diskusikan di dalam kelompok Anda!

POKOK BAHASAN 4
TATA CARA PELAPORAN DUGAAN PELANGGARAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Dalam menjalani aktivitas sehari-hari dilingkup perusahaan mungkin kita melihat ada
beberapa “oknum” pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi namun kita binggung
bagaimana cara melaporkan kasus tersebut.

268 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Pengertian Laporan/ pengaduan dapat kita temukan didalam Pasal 1 angka 24 dan 25
UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah
atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.(Pasal 1 angka 24 KUHAP)

Sedangkan yang dimaksud dengan pengaduan adalah:


Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan
kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah
melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.(Pasal 1 angka 25 KUHAP)

A. Laporan
Dari pengertian di atas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan kepada
pejabat yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga akan terjadinya
sebuah peristiwa pidana/ kejahatan. Artinya, peristiwa yang dilaporkan belum tentu
perbuatan pidana, sehingga dibutuhkan sebuah tindakan penyelidikan oleh pejabat
yang berwenang terlebih dahulu untuk menentukan perbuatan tersebut merupakan
tindak pidana atau bukan. Kita sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan
memiliki kewajiban untuk melaporkan tindakan tersebut.
Selanjutnya, di mana kita melapor? Dalam hal jika Anda ingin melaporkan suatu
tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan kementerian Kesehatan, saat ini
kementerian Kesehatan melalui Inspektorat jenderal sudah mempunyai mekanisme
pengaduan tindak pidana korupsi.

Mekanisme Pelaporan
1. Tim Dumasdu pada unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan laporan
penanganan pengaduan masyarakat dalam bentuk surat kepada Sekretariat Tim
Dumasdu. Laporan tersebut minimal memuat informasi tentang nomor dan
tanggal pengaduan, isi ringkas pengaduan, posisi penanganan dan hasilnya
penanganan.
2. Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan semesteran untuk
disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan pihak-pihak terkait lainnya.

B. Pengaduan
Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan berbagai jenis
pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem yang memungkinkan adanya
penanganan dan solusi terbaik dan dapat memuaskan keinginan publik terhadap
akuntabilitas pemerintahan.Ruang lingkup materi dalam pengaduan adalah adanya
kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan,
dimana tindakan seorang pengadu yang mengadukan permasalahan pidana delik
aduan harus segera ditindak lanjuti dengan sebuah tindakan hukum berupa
serangkaian tindakan penyidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Artinya dalam proses penerimaan pengaduan dari masyarakat, seorang pejabat yang
berwenang dalam hal ini internal di Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat
Jenderal, harus bisa menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh
seorang pengadu merupakan sebuah tindak pidana delik aduan ataukah bukan.

Penyelesaian Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat


Sekretariat Tim Dumasdu secara periodik melakukan monitoring dan evaluasi
(money) terhadap hasil ADTT/Investigasi, berkoordinasi dengan Bagian Analisis

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 269


Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (APTLHP). Pelaksanaan money dan
penyusunan laporan hasil money dilakukan sesuai dengan Standar Operasional
Prosedur (SOP) yang berlaku pada Inspektorat Jenderal.

Penyelesaian hasil penanganan dumas agar ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan yang berlaku, berupa:
1. Tindakan administratif;
2. Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi;
3. Tindakan perbuatan pidana;
4. Tindakan pidana;
5. Perbaikan manajemen.

C. Tata Cara Penyampaian Pengaduan


Prosedur Penerimaan Laporan kepada Kemenkes adalah Berdasarkan Permenkes
Nomor 49 tahun 2012 tentang Pengaduan kasus korupsi, beberapa hal penting yang
perlu diketahui antaranya.
Pengaduan masyarakat di Lingkungan Kementerian Kesehatan dikelompokkan dalam:
1.
2. Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan; dan
3. Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan.
Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan adalah: mengandung informasi atau
adanya indikasi terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang yang
dilakukan oleh aparatur Kementerian Kesehatan sehingga mengakibatkan kerugian
masyarakat atau negara.
Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan merupakan pengaduan masyarakat
yang isinya mengandung informasi berupa sumbang saran, kritik yang konstruktif, dan
lain sebagainya, sehingga bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan
dan pelayanan masyarakat.
Masyarakat terdiri atas orang perorangan, organisasi masyarakat, partai politik, institusi,
kementerian/lembaga pemerintah, dan pemerintah daerah.
Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan dapat disampaikan
secara langsung melalui tatap muka, atau secara tertulis/surat, media elektronik, dan
media cetak kepada pimpinan atau pejabat Kerrienterian Kesehatan.
Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan dapat disampaikan secara langsung oleh
masyarakat kepada Sekretariat Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan.
Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan dapat disampaikan secara
langsung oleh masyarakat kepada sekretariat unit utama dilingkungan Kementerian
Kesehatan.
Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan harus ditanggapi dalam
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak pengaduan diterima.

Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kemenkes


Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 tahun 2015 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Inspektorat Jenderal mempunyai
tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kesehatan,
sehingga dalam rangka melaksanakan fungsi tersebut perlu suatu pedoman
penanganan pengaduan masyarakat yang juga merupakan bentuk pengawasan. Selain
itu untuk penanganan pengaduan masyarakat secara terkoordinasi di lingkungan
Kementerian Kesehatan telah dibentuk Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 134/
Menkes/ SK/ III/ 2012 tentang Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di
Lingkungan Kementerian Kesehatan (Tim Dumasdu) yang anggotanya para Kepala
bagian Hukormas yang ada pada masing-masing Unit Eselon I di Kementerian
Kesehatan.

270 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan ditangani oleh Tim
Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan
yang dibentuk oleh Menteri berdasarkan
kewenangan masing-masing.

Penanganan pengaduan masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan


harus dilakukan secara cepat, tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan Penanganan
pengaduan masyarakat meliputi pencatatan, penelaahan, penanganan lebih lanjut,
pelaporan, dan pengarsipan.

Penanganan lebih lanjut berupa tanggapan secara langsung melalui klarifikasi atau
memberi jawaban, dan penyaluran/ penerusan kepada unit terkait yang
berwenang menangani.

Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan pengaduan masyarakat tercantum dalam


Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian
Kesehatan.

Pencatatan Pengaduan
Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis. Walaupun peraturan yang ada
menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan secara lisan, tetapi untuk lebih
meningkatkan efektifitas tindak lanjut atas suatu perkara, maka pengaduan yang
diterima masyarakat hanya berupa pengaduan tertulis.
Pencatatan pengaduan masyarakat oleh Tim Dumasdu dilakukan sebagai berikut:
1. Pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh Tim Dumasdu pada Unit Eselon
I berasal dari organisasi masyarakat, partai politik, perorangan atau penerusan
pengaduan oleh Kementerian/ Lembaga/ Komisi Negara dalam bentuk surat, fax,
atau email, dicatat dalam agenda surat masuk secara manual atau menggunakan
aplikasi sesuai dengan prosedur pengadministrasian/ tata persuratan yang berlaku.
Pengaduan yang disampaikan secara lisan agar dituangkan ke dalam formulir yang
disediakan.

2. Pencatatan dumas tersebut sekurang-kurangnya memuat informasi tentang nomor


dan tanggal surat pengaduan, tanggal diterima, identitas pengadu, identitas terlapor,
dan inti pengaduan.

3. Pengaduan yang alamatnya jelas, segera dijawab secara tertulis dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat pengaduan diterima, dengan
tembusan disampaikan kepada Sekretariat Tim Dumasdu pada Inspektorat Jenderal
Kementerian Kesehatan.

Latihan:
Setelah Anda mempelajari pokok bahasan tersebut di atas, ada dua hal penting yang
perlu didiskusikan lebih lanjut di dalam kelompok masing2, yaitu: perihal laporan dan
pengaduan. Apa beda yang prinsip antara laporan dan pengaduan dan bagaimana
tatacara untuk laporan dan pengaduan.

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 271


POKOK BAHASAN 5
GRATIFIKASI

A. Pengertian Grafitasi
APA itu GRATIFIKASI ?
Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan kata
Gratifikasi. Tapi Saya lebih senang menafsirkan kata tersebut dengan kata yang
mendefinisikan sesuatu yang berarti “gratis di kasih”.
Gratifikasi menurut kamus hukum berasal dari Bahasa Belanda, “Gratificatie”, atau
Bahasa Inggrisnya “Gratification“ yang diartikan hadiah uang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998) Gratifikasi diartikan
pemberian hadiah uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan.
Menurut UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12 b ayat (1), Gratifikasi
adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan
yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik.

Ada beberapa contoh penerimaan gratifikasi, diantaranya yakni:


1. Seorang pejabat negara menerima “uang terima kasih” dari pemenang lelang;
2. Suami/ Istri/ anak pejabat memperoleh voucher belanja dan tiket tamasya ke
luar negeri dari mitra bisnis istrinya/ suaminya.
3. Seorang pejabat yang baru diangkat memperoleh mobil sebagai tanda
perkenalan dari pelaku usaha di wilayahnya.
4. Seorang petugas perijinan memperoleh uang “terima kasih” dari pemohon ijin
yang sudah dilayani.
5. Pemberian bantuan fasilitas kepada pejabat Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif
tertentu, seperti: Bantuan Perjalanan + penginapan, Honor-honor yang tinggi
kepada pejabat-pejabat walaupun dituangkan dalam SK yang resmi),
Memberikan fasilitas Olah Raga (misal, Golf, dll); Memberikan hadiah pada
event-event tertentu (misal, bingkisan hari raya, pernikahan, khitanan dll).
Pemberian gratifikasi tersebut umumnya banyak memanfaatkan momen-momen
ataupun peristawa-peristiwa yang cukup baik, seperti: Pada hari-hari besar
keagamaan (hadiah hari raya tertentu), hadiah perkawinan, hari ulang tahun,
keuntungan bisnis, dan pengaruh jabatan.

Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001


Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan
yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik.
Pengecualian
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika
penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.

272 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


B. Landasan Hukum
Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum, (2) subyek
hukum, (3) Obyek Hukum
Ada dua Dasar Hukum dalam gratifikasi yaitu: (1) Undang-undang Nomor 30
Tahun 2002 dan (2) Undang2-undang No 20 Tahun 2001
Menurut undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi pasal 16: “ setiap PNS atau Penyelenggara Negara yang
menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK”
Undang-undang nomor 20 tahun 2001, menurut UU No 20 tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak korupsi pasal 12 C Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima
melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Ayat 2 penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib dilakukan oleh penerima
gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut
diterima.

Subyek hukum terdiri dari: (1) penyelenggara negara, dan (2) pegawai negeri

Penyelenggara negara meliputi: pejabat negara pada lembaga tertinggi negara,


pejabata negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, pejabat
lain yang memiliki fungsi startegis dalam kaitannya dalam penyelenggaraan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku

Pegawai Negeri Sipil meliputi pegawai negeri spil sebagaimana yang dimaksud
dalam undang-undang kepegawaian, pegawai negeri spil sebagaimana yang
dimaksud dalam kitab undang-undang hukum pidana, orang yang menerima gaji
atau upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau
upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau
daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang
mempergunakan modal atau fasilitas negara atau rakyat

Obyek Hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3) fasilitas

C. Gratifikasi Dikatakan Sebagai Tindak Pidana Korupsi


Gratifikasi dikatakan sebagai pemberian suap jika berhubungan dengan
jabatannnya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan
ketentuan sebagai berikut:
Suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan
pidana suap khsuusnya pada seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri
adalah pada saat penyelenggara negara atau pegawai negeri tersebut melakukan
tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun
sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan ataupun
pekerjaannya.

Bentuknya:
Pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, dalam
bentuk barang, uang, fasilitas

D. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara lain:
- Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah
dibantu;
- Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat
perkawinan anaknya;

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 273


- Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/ pegawai negeri atau keluarganya
untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;
- Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/ pegawai negeri untuk
pembelian barang atau jasa dari rekanan;
- Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat/pegawai
negeri;
- Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari
rekanan;
- Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada saat
kunjungan kerja;
- Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat hari
raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.
Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat dikategorikan sebagai
gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan dengan hubungan
kerja atau kedinasan dan/ atau semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan
atau kedudukan pejabat/ pegawai negeri dengan si pemberi.

E. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang:
1. menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang
memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;
2. menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;
3. menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut
diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya;
4. dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
5. pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong
pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau
kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
6. pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
7. pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di
atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan
perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundangundangan; atau
8. baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan
perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.

274 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Dari banyaknya proyek di Kemenkes, ada beberapa yang disorot aparat penegak
hukum karena diduga sarat dengan praktik korupsi. Mulai dari kasus korupsi pengadaan
alat kesehatan untuk penanggulangan flu burung tahun kemudian bertambah dengan
kasus pengadaan alat kesehatan untuk pusat penanggulangan krisis di Kementerian
Kesehatan, kasus pengadaan alat rontgen portable dan kasus pengadaan alat bantu
belajar mengajar pendidikan dokter.
1. Mengapa hal tersebut terjadi adalah akibat kesalahan prosedur dalam pengadaan
barang dengan menggunakan metoda penunjukkan langsung yang tidak sesuai
dengan ketentuan.
2. Kasus lainnya yang juga terjadi di lingkungan Kementerian Kesehatan khususnya
tahun 2010 ke bawah adalah kasus perjalanann dinas (perjadin). Banyak
kecurangan yang dilakukan pada kegiatan perjadin, pengurangan jumlah hari,
ketidaksesuaian antara pertanggungjawaban perjadin dengan riil yang dikeluarkan,
hingga perjadin fiktif. Kegiatan lainnya yang juga menjadi perhatian adalah paket
meeting dan pelatihan berupa pengurangan jumlah hari, pengurangan jumlah
orang, volume pertemuan.
3. Hal lainnya yang juga sangat penting adalah tidak sesuainya antara kegiatan yang
diusulkan dengan rencana program yang sudah disusun selama lima tahun.
4. Pada modul ini akan dibahas secara detail tentang kasus pengadaan barang dan
jasa yang merupakan kasus terbanyak.
5. Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) pemerintahan merupakan salah satu sektor
yang rentan penyimpangan,Kasus yang ditangani KPK, 60 persen sampai 70
persennya terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Jadi, pengadaan barang
dan jasa memang rawan terjadinya korupsi. salah satunya dalam bentuk tindak
pidana korupsi, kolusi dan nepotisme.
6. Salah satu faktor penyebab memungkinkan terjadinya penyimpangan, masih
lemahnya sistem pengawasan yang dilakukan terhadap keseluruhan tahap dan
proses PBJ tersebut, sehingga menimbulkan kerugian negara yang sangat besar.
7. Upaya pembenahan sistem PBJ sudah dilakukan dimulai dari aspek normatif/
regulasi maupun teknis. Namun tentu saja perbaikan sistem tersebut tidak
dibarengi dengan perbaikan pada aspek pengawasan. Ini tentu saja menjadi
kerugian bagi masyarakat sebagai penerima hasil proses PBJ.
8. Sistem pengawasan yang ada, baik di tingkat pusat (Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah/ LKPBJP), maupun yang ada diinternal
pemerintah belum sepenuhnya berfungsi dengan baik. Sehingga sangat
dimungkinkan terjadinya penyimpangan. Sistem pengadaan barang dan jasa yang
saat ini berlaku di Indonesia, masih memiliki kelemahan dan belum secara efektif
mampu mencegah terjadinya korupsi. Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/
Jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Kepres maupun Perpres, masih
memungkinkan Panitia Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa untuk melakukan
korupsi di setiap tahapannya. Kelemahan tersebut terbukti dengan begitu besarnya
kasus korupsi yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang
ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam laporan tahunan KPK
hingga tahun 2012, kasus korupsi di sektor PBJ menjadi kasus terbesar yang
ditangani KPK tidak hanya di Kemenkes saja namun di beberapa kementerian dan
di daerah.

Beberapa hal yang sering terjadi di antaranya:


1. Kegiatan pengadaan sering tidak tepat sasaran
2. Kemahalan harga versus kewajaran harga
3. Kekurangan kuantitas (volume kegiatan) program versus volume kegiatan fisik
4. Kekurangan kualitas

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 275


VII. REFERENSI
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik
3. Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2013
4. Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undang-undang Nomor
14 Tahun 2008
5. Permenpan Nomor 5 tahun 2009
6. Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan
Masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan
7. Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan Masyarakat
8. Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi bidang
Kesehatan
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013 Tentang
Strategi Komunikasi Penkerjaan dan Budaya Anti Korupsi
10. Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd Budaya Korupsi dan Pendidikan Tantangan bagi
Dunia Pendidikan
11. KPK, Buku Saku Gratifikasi

276 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


TIM PENYUSUN

Ali Syahrul Chairuman


Ambar W. Roestam
Dina Dariana
Erna Tresnaningsih
Iman Surahman
Imarsan
Inne Nutfiliana
Ismoyo Djati
Janni Kusnomo Matsalim
Jelsi Natalia Marampa
Masnapita Tambunan
Mohammad Nasir
Muhammad Ridwan
Muslina Handayani
Nusye Edite Zamsiar
Popy Trisnawati
Retno Juli Siswantari
Sri Haryani
Syahrul Efendi Panjaitan,
Tasripin
Yudianto
Yulia Renniaty Febrina Saat

Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit 277


278 Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit

Anda mungkin juga menyukai