Direktorat Kesjaor
Kementerian Kesehatan RI
Tahun 2018
Modul Pelatihan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
(K3RS)
Direktorat Kesjaor
Kementerian Kesehatan RI
Tahun 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan
bimbingan-Nya sehingga penyusunan Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit (K3RS) telah selesai. Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit (K3RS) ditujukan untuk memberikan panduan kepada pelatih K3RS
pada pelaksanaan program K3 di rumah sakit.
Modul K3RS terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu: Materi Dasar terkait kebijakan dan
Peraturan Perundang-Undangan, Materi Inti terkait berbagai hal teknis keselamatan
dan kesehatan kerja di Rumah Sakit dan Materi Penunjang terkait Building Learning
Commitment (BLC), Rencana Tindak Lanjut dan Anti Korupsi.
Harapan kami dengan adanya modul ini, pelatihan K3RS yang diselenggarakan dapat
terstandar dan menghasilkan peserta latih yang kompeten dalam melaksanakan
program K3RS. Selanjutnya dengan terlaksananya program K3RS akan mendukung
pencapaian akreditasi RS yang pada akhirnya mewujudkan pelayanan kesehatan yang
bermutu pada masyarakat. Demi penyempurnaan kurikulum ini kami selalu terbuka
untuk menerima kritik dan masukan. Semoga kurikulum ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Rumah Sakit sebagai salah satu tempat kerja selain berpotensi untuk terjadinya
penyakit pada pekerja juga berisiko terjadinya kecelakaan kerja. Untuk meminimalkan
potensi tersebut diperlukan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit
(K3RS). Dalam pelaksanaan K3RS perlu didukung dengan kebijakan dan program
yang dirumuskan berdasarkan kebijakan nasional, peraturan-peraturan yang ada, teori
dan sumber lain.
IV. METODE
Metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tugas baca referensi/modul
Ceramah-tanya jawab
Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
2. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja,
materi yang akan disampaikan.
3. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan. Sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 3. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan
3. Fasilitator menutup materi dengan mengucapkan terimakasih
POKOK BAHASAN 1
LATAR BELAKANG
Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik,mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU
No. 36/2009 tentang Kesehatan)
Peningkatan status kesehatan masyarakat dilakukan pada semua kontinum siklus
kehidupan (life cycle) , yaitu bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, kelompok usia
kerja, maternal dan kelompok lansia.
Perubahan struktur populasi penduduk sejak tahun 1971 sampai 2010 terlihat proporsi
penduduk usia produktif (15-64 tahun) dan usia non produktif (dibawah 15 tahun dan
diatas 65 tahun) relatif seimbang. Berdasarkan data BPS 2017 komposisi penduduk
Potensi masalah kesehatan pada pekerja cukup besar yakni pekerja dapat mengalami
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan masalah kesehatan lainnya baik penyakit
menular maupun penyakit tidak menular. Dengan mengatasi masalah kesehatan
pekerja sama dengan mengatasi separuh masalah kesehatan masyarakat seluruhnya.
Hasil Kajian WHO menunjukkan bahaya di tempat kerja merupakan penyebab atau
memberikan kontribusi bagi kematian dini jutaan orang di seluruh dunia dan
mengakibatkan penyakit serta kecacatan bagi lebih dari ratusan orang setiap
tahunnya. Dari 2,2 juta kematian/tahun, 800.000 diantaranya disebabkan faktor risiko
di tempat kerja, seperti bahan kimia karsinogenik, partikulat yang ada di udara, risiko
ergonomik, penyakit infeksi HIV/AIDS, TBC, dll (Kemenkes, 2005)
Kondisi kesehatan pekerja saat ini berdasarkan survei di 18 provinsi tahun 2012
didapatkan 45.000 lebih kasus penyakit akibat kerja (PAK) , 103.000 kecelakaan
akibat kerja (KAK) dan 1,3 juta kasus penyaki non PAK. Selain itu kasus HIV 92,3%,
AIDS 74,2% ditemukan pada usia kerja 20-49 tahun, TB 97,14% pada usia 15-65
tahun. Anemia pada perempuan di perusahaan skala menengah besar sebanyak
40%.
Kesehatan kerja perlu diperhatikan dalam melindungi pekerja agar tetap hidup sehat
dan terbebas dari gangguan kesehatan atau pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan. Fokus kegiatan kesehatan kerja salah satunya adalah meningkatkan
pelaksanaan upaya kesehatan kerja di sarana kesehatan termasuk rumah sakit.
Rumah sakit sebagai tempat kerja mempunyai karakteristik , yakni banyak melibatkan
tenaga kerja, merupakan industri uang bersifat “labour intensive” , terdapat berbagai
profesi (petugas kesehatan, administrasi, teknik, kebersihan, rumah tangga, dll),
kegiatan yang dilakukan terus menerus selama 24 jam, tempat berkumpulnya risiko
penyakit menular dan adanya emerging disease sehingga perlu menambah
kewaspadaan. Selain itu di rumah sakit terdapat berbagi alat teknologi dan bahan-
bahan yang memiliki dampak terhadap sekitarnya.
Oleh karena itu Rumah Sakit perlu menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Rumah Sakit (K3RS)
POKOK BAHASAN 2 :
ANALISIS SITUASI MASALAH KESEHATAN KERJA DI RUMAH SAKIT
5. Di Indonesia :
Gaya berat yang ditanggung pekerja rata-rata >20 kg, keluhan subyektif
Low Back Pain pada 83,3% pekerja, penderita terbanyak usia 30-49
tahun atau 63,3%. (Data Bedah Sentral RSUD Jakarta, 2006)
65,4% petugas kebersihan RS di Jakarta menderita dermatitis kontak
iritan kronis pada tangan (Ginting, 2004)
Kasus NSI mencapai 38-73% dari total petugas kesehatan (Joeph,
2005-2007)
Prevalensi insomnia manifest adalah 33,3% pada perawat di 4 RS di
Jakarta yang bekerja bergiliran, mempunyai risiko untuk menderita
Insomnia adalah 2, 3 kali lebih besar (Rachman TM, 2002)
POKOK BAHASAN 3 :
STRATEGI KEBIJAKAN KESEHATAN KERJA DI RUMAH SAKIT
KEBIJAKAN
Upaya Kesehatan Kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan
terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan
STRATEGI
1. Pengembangan pelayanan kesehatan kerja primer dan penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
2. Pengembangan Pos UKK sebagai bentuk UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat) pada pekerja
3. Peningkatan kesehatan kelompok pekerja rentan, seperti nelayan, TKI, dan
pekerja perempuan
POKOK BAHASAN 4
KONSEP K3 DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
A. PENGERTIAN K3 RS
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang disingkat K3RS adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan
bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit.
B. TUJUAN K3RS
Tujuan K3RS mengacu pada tujuan kesehatan kerja secara umum yakni :
(The Joint ILO WHO Committee on Occupational Health)
Memelihara dan meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat pekerja di
semua lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya baik fisik,
mental, maupun sosial.
Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan
lingkungan kerjanya
Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat
membahayakan kesehatan.
Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan kerja yang sesuai
dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
C. PRINSIP K3RS
Potensi masalah kesehatan yang dapat terjadi pada pekerja meliputi penyakit
menular, penyakit tidak menular, penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.
VIII. REFERENSI
1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Permenkes No. 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit
5. Permenkes No.34 tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit
6. Kepmenkes No.428/MENKES/SK/XII/2012 tentang Penetapan Lembaga
Independen Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia .
7. Joint Commission Accreditation Standards for Hospitals 6th Edition
8. Renstra Kemenkes 2015-2019
I. DISKRIPSI SINGKAT
Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 40 ayat (1);
menyatakan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, Rumah Sakit wajib
dilakukan Akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi Rumah
Sakit telah berlangsung sejak tahun 1995 dengan berbasis pelayanan. Saat ini
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit merupakan standar pelayanan berfokus
pada pasien untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dengan pendekatan
manajemen risiko di Rumah Sakit. Dalam akreditasi RS terdapat Standar yang terkait
dengan pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit agar
pekerja, pasien, pengunjung dan masyarakat sekitar Rumah Sakit terhindar dari
gangguan kesehatan dan kecelakaan akibat keberadaan kegiatan Rumah Sakit. Untuk
itu akreditasi RS dapat mendorong terlaksananya upaya perlindungan kesehatan
pekerja RS melalui penerapan program K3RS. Sehingga diharapkan RS dapat
memahami dan memanfaatkan akreditasi RS sebagai salah satu upaya dalam
peningkatan kesehatan pekerja RS.
IV. METODE
Ceramah dan tanya jawab.
Langkah 3. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan.
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan.
3. Fasilitator menutup materi dengan mengucapkan terimakasih.
POKOK BAHASAN 1
AKREDITASI RUMAH SAKIT
Standar Akreditasi Rumah Sakit disusun sebagai upaya untuk meningkatkan mutu
pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit dan juga menjalankan amanah Undang-
undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mewajibkan Rumah
Sakit untuk melaksanakan akreditasi dalam rangka peningkatan mutu pelayanan
di RS minimal dalam waktu 3 (tiga) tahun sekali. Standar Akreditasi Rumah Sakit
dapat dijadikan acuan bagi seluruh Rumah Sakit dalam pelayanan di Rumah Sakit
melalui proses Akreditasi. Dengan meningkatnya mutu pelayanan di Rumah Sakit
diharapkan dapat mengurangi minat masyarakat untuk berobat ke Luar Negeri.
POKOK BAHASAN 2
STANDAR AKREDITASI RUMAH SAKIT TERKAIT K3
VIII. PENUTUP
Rumah Sakit adalah tempat layanan kesehatan yang diperlukan masyarakat sehingga
diharapkan dapat memberikan pelayanan yang bermutu dan menciptakan
keselamatan bagi pasien, pekerja, pengunjung serta masyarakat sekitar Rumah Sakit.
Akreditasi RS sesuai dengan Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan Rumah Sakit dengan mematuhi dan
melaksanakan standard yang ditetapkan. Dalam Standar Akreditasi Nasional Rumah
Sakit tercantum standar yang terkait dengan pelaksanaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) yang tercantum dalam beberapa bab.
IX. REFERENSI
- Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
- Undang- Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
- Permenkes No.66 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit.
- Permenkes No. 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit.
- Keputusan Dir.Jen.Bina Upaya Kesehatan No. HK02.04/I/2790/11 tentang Standar
Akreditasi Rumah Sakit yang direvisi menjadi SNARS edisi 1 Tahun 2017.
- SK. Menkes No. 407 Tahun 2015 tentang Penetapan Lembaga Independen
Pelaksana Akreditasi di Indonesia.
- Keputusan KARS No. 1666/KARS/X/2014 tanggal 01 Oktober tentang Akreditasi
Program Khusus.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Rumah Sakit termasuk tempat kerja dengan berbagai potensi bahaya yang dapat
menimbulkan dampak keselamatan dan kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di rumah sakit, tapi juga terhadap pasien, pengunjung dan
masyarakat lingkungan sekitar Rumah Sakit. Untuk mewujudkan penyelenggaraan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) lebih efektif, efisien, terpadu
dan berkesinambungan diperlukan suatu penyelenggaraan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Rumah Sakit. Sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit merupakan bagian dari sistem
manajemen rumah sakit secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya rumah sakit yang sehat, aman, dan
nyaman bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit maupun
bagi masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit. Sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja meliputi pemberdayaan sumber daya di Rumah Sakit,
pengembangan sistem manajemen K3 di rumah sakit yang terdiri atas perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, tinjauan manajemen dan perbaikan yang berkelanjutan.
IV. METODE
Metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
- Tugas baca referensi/ modul
- Ceramah Tanya jawab
- Diskusi kelompok
Langkah 1.Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajarn materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 4. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan.
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan dan menutup
materi selama 15 menit.
POKOK BAHASAN 1
PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA RUMAH SAKIT
Pemberdayaan sumber daya rumah sakit dalam sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja diperlukan dalam rangka penyelenggaraan K3RS. Pemberdayaan
sumber daya rumah sakit meliputi identifikasi sumber daya yang tersedia saat ini dan
pembentukan organisasi K3RS.
POKOK BAHASAN 2
PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN K3 DI RS
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang selanjutnya
disingkat SMK3 Rumah Sakit adalah bagian dari sistem manajemen Rumah Sakit
secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya lingkungan kerja Rumah Sakit yang sehat, aman, selamat dan
nyaman bagi SDM Rumah Sakit, pekerja/buruh, pasien, pengunjung/pengantar orang
sakit maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit.
A. PERENCANAAN K3RS
Perencanaan K3RS dilakukan untuk menghasilkan perencanaan strategi K3RS,
yang diselaraskan dengan sistem manajemen rumah sakit. perencanaan mengacu
pada kebijakan pelaksanaan K3RS yang telah ditetapkan. Dalam menyusun
perencanaan strategi K3RS, berdasarkan:
- Hasil tinjauan awal (identifikasi kondisi yang ada, menilai efisiensi dan
efektifitas sumberdaya yang tersedia).
- Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan upaya pengendalian risiko K3RS.
- Identifikasi potensial bahaya, penilaian dan upaya pengendalian risiko K3RS
berkaitan dengan seluruh operasional rumah sakit dan prosedur/SPOnya
didokumentasi oleh Tim/penanggung jawab K3RS. Berkaitan dengan
identifikasi risiko rumah sakit membuat upaya pengendalian risiko K3RS yang
melibatkan SDM rumah sakit. Pengendalian risiko dilakukan dengan prosedur
(SPO) yang disahkan oleh direktur rumah sakit. Pelaksanaan pengendalian
risiko melibatkan SDM yang kompeten dan pegawai di tiap unit kerja terkait,
agar dapat dilakukan tindak lanjut dari rekomendasi pengendalian risiko di
masing-masing unit kerja di rumah sakit.
- Catatan program K3RS sebelumnya (laporan penyakit dan kecelakaan kerja)
- Peraturan perundang-undangan dan informasi K3RS lain baik dari dalam
maupun luar rumah sakit.
- Sumber daya yang dimiliki.
Perencanaan strategi K3RS meliputi:
1. Program K3RS
Program K3RS terdiri atas,
a. Pengembangan program internal K3RS berkesinambungan dengan
program manajemen risiko.
Ruang lingkup program internal meliputi:
1) Pengembangan regulasi internal K3RS, pedoman, panduan, dan
prosedur/standar prosedur operasional (SPO)
2) Pengembangan SDM K3RS
3) Pengembangan jenis program internal K3RS.
4) Pengembangan sarana, prasarana dan peralatan K3RS
5) Pengembangan pendokumentasian dan pencatatan K3RS
b. Investigasi dan pelaporan PAK/KAK
Data diperoleh dari laporan unit layanan kesehatan kerja dan hasil
pemeriksaan kesehatan berkala, dan data kecelakaan kerja. Pemeriksaan
dan pengkajian insiden KAK dan PAK dilakukan oleh organisasi yang
bertanggungjawab di bidang K3RS dan/atau oleh ahli K3. Pemeriksaan dan
pengkajian PAK dan KAK meliputri sebab, akibat, serta rekomendasi/saran
dan jadwal pelaksanaan tindakan usaha perbaikan, dan disampaikan ke
direktur rumah sakit. harus dibuat prosedur pemeriksaan dan pengkajian
insiden KAK dan PAK.
c. Penyebarluasan informasi K3RS berupa standar, pedoman, prosedur dan
media promosi berupa banner, leaflet dan lain-lain
d. Pelaporan bahaya dan masalah K3RS.
e. Pelaporan sumber bahaya dan penanganan masalah K3 sesuai peraturan
perundan-undangan yang berlaku
f. Audit K3RS
Audit SMK3 di Rumah Sakit harus terjadual dengan baik dan dilaksanakan
dalam rangka untuk memeriksa kesesuaian kegiatan perencanaan dan
B. PELAKSANAAN K3RS
Dalam rangka pelaksanaan rencana K3RS disusun manual sistem manajemen K3
rumah sakit terdiri atas kebijakan tujuan, rencana dan prosedur K3 (pedoman,
panduan dan SPO) yang didistribusikan ke seluruh unit kerja dan disosialisasikan
ke seluruh SDM rumah sakit.
Langkah dan Strategi pelaksanaan K3RS meliputi kegiatan :
1. Advokasi ke pimpinan rumah sakit, sosialisasi dan pembudayaan K3RS
2. Menyusun kebijakan K3RS yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit
3. Membentuk atau mengembangkan organisasi K3RS
4. Perencanaan K3 sesuai manajemen risiko K3RS
5. Melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja
6. Menyusun pedoman, panduan dan SPO terkait K3RS yang diperlukan.
7. Melakukan evaluasi pelaksanaan program K3RS
8. Melakukan audit internal program K3RS
9. Mengikuti akreditasi rumah sakit.
D. TINJAUAN MANAJEMEN
Direktur Rumah Sakit melalui organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang
K3RS harus meninjau ulang penyelenggaraan SMK3 Rumah Sakit secara berkala,
dicatat, dan didokumentasikan dalam rangka untuk menjamin kesesuaian dan
efektifitas penyelenggaraan SMK3 Rumah Sakit.Pimpinan masing-masing unit
kerja dalam suatu Rumah Sakit wajib bertanggung jawab atas kinerja
penyelenggaraan SMK3 Rumah Sakit pada unit kerjanya.
E. PERBAIKAN BERKELANJUTAN
Perbaikan berkelanjutan dilihat dari capaian indikator pelaksanaan program dari
waktu ke waktu secara berkesinambungan.
VIII. REFERENSI
1. PP No 50/2012 tentang Sistem Manajemen K3
2. Permenkes No. 66 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit
3. OSHA, Hospital e-tool http://www.osha.gov/SLTC/etools/hospital/index.html
Petunjuk:
a. Peserta dibagi dalam 5 kelompok, @kelompok terdiri dari 6 orang peserta
b. Masing-masing kelompok ditugaskan untuk membuat Sistem Manajemen K3 di
tempat kerja masing- masing yang meliputi:
1. Kebijakan K3
2. Organisasi K3
3. Perencanaan pengembangan SMK3RS
c. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil di depan kelas dan kelompok
lain menanggapi
d. Fasilitator menyimpulkanhasil diskusi kelompok dan menutup diskusi kelom
Waktu: 90 menit
Lampiran 2
Contoh Formulir Program K3RS
Contoh :
Lampiran 4
Contoh Organisasi K3
Kepala/Ketua
Sekretaris
Lampiran 6
Tujuan :
Setelah mengikuti observasi lapangan ini, peserta mampu melakukan pemantauan
pelaksanaan sistem manajemen K3RS
I. DESKRIPSI SINGKAT
Dengan meningkatnya pemanfaatan Rumah Sakit (RS) sebagai fasilitas pelayanan
kesehatan, penerapan manajemen risiko K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di
RS mutlak harus dilaksanakan. Sumber Daya Manusia (SDM) di RS, pasien dan
pengunjung/pengantar, kontraktor maupun masyarakat sekitar RS perlu mendapatkan
perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja yang disebabkan oleh
proses kegiatan pemberian pelayanan maupun kondisi lingkungan RS. Rumah sakit
dalam kegiatannya harus menciptakan kondisi yang aman, nyaman dan sehat. Untuk
mencapai tujuan ini, diperlukan manajemen risiko K3 secara terintegrasi dan
menyeluruh sehingga risiko Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Kerja dapat
diminimalisir.
B. Tujuan khusus
Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep manajemen risiko K3 di RS
2. Melakukan manajemen risiko
IV. METODE
Metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
Ceramah dan tanya jawab
Diskusi kasus
Observasi Lapangan
Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 4. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan
POKOK BAHASAN 1
KONSEP MANAJEMEN RISIKO K3 DI RS.
A. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan risiko, meliputi :
1. Bahaya (hazard), yaitu suatu keadaan/kondisi/peralatan/metode kerja/material
yang dapat mengakibatkan (berpotensi) menimbulkan kerugian baik bagi
keselamatan maupun kesehatan pekerja
2. Risiko, yaitu kemungkinan/peluang suatu hazard menimbulkan dampak pada
keselamatan dan kesehatan, yang bergantung pada:
MANAJEMEN RISIKO K3 DI RS
Adalah upaya pengelolaan risiko di lingkungan Rumah Sakit dalam rangka
menurunkan konsekuensi, baik PAK maupun KAK. Manajemen risiko terdiri dari
beberapa tahapan, yaitu persiapan, identifikasi, analisis, evaluasi dan
pengendalian risiko, komunikasi dan partisipasi, serta monitoring risiko.
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam manajemen risiko antara lain :
1. Prelimenary Hazard Analysis (PHA)
Merupakan kegiatan identifikasi bahaya tahap awal (pra desain) yang
menghasilkan daftar sumber bahaya dan risiko yang berhubungan dengan
detail desain lengkap seperti kriteria desain tempat kerja, spesifikasi peralatan,
dan instalasi serta jenis bahan maupun produk, dengan rekomendasi untuk
menghindari dan mengendalikan sumber bahaya dan risiko yang akan terjadi.
2. Hazard and Operability Study (HAZOPS)
Metode untuk meninjau proses atau operasi pada suatu system secara
sistematis, dimana ditentukan apakah penyimpangan yang terjadi dapat
mendorong terjadinya kecelakaan atau kejadian yang tidak diinginkan lainnya.
Biasanya metode ini digunakan di industry.
3. Failure Modes and Effect Analysis
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah pendekatan sistematik untuk
membantu proses pemikiran yang digunakan oleh engineers untuk
mengidentifikasi mode kegagalan potensial dan efeknya. FMEA merupakan
teknik evaluasi tingkat keandalan sebuah sistem untuk menentukan efek
kegagalan dari sistem tersebut. FMEA dapat membantu rumah sakit
menyusun prosedur yang lebih aman dan lebih efisien, dan dapat digunakan
untuk mengevaluasi perubahan dampak potensial dari waktu ke waktu. Jika
analisa akar masalah (root cause analysis) biasanya dilakukan setelah terjadi
insiden (reaktif), FMEA dapat mengidentifikasi potensi kegagalan pada proses
sebelum terjadi (proaktif).
4. Job Safety Analysis
Upaya untuk mempelajari/menganalisa dan serta pencatatan tiap-tiap urutan
langkah kerja suatu pekerjaan, dilanjutkan dengan identifikasi potensi-potensi
bahaya di dalamnya kemudian diselesaikan dengan menentukan upaya
terbaik untuk mengurangi ataupun menghilangkan/ mengendalikan bahaya-
bahaya pada pekerjaan yang dianalisa tersebut.
5. What if
Upaya menentukan kemungkinan hal – hal yang tidak sesuai dari sebuah
proses atau desain yang digunakan. Metode ini menggunakan pertanyaan –
pertanyaan (“bagaimana jika”) untuk menemukan kemungkian
ketidaksesuaian, pertanyaan tersebut dapat didasari oleh pengetahuan dan
pengalaman identifikator.
6. Brainstorming
Upaya untuk mengidentifikasi sumber bahaya yang melibatkan pengetahuan
dan pengalaman semua pihak tanpa ada intervensi, guna menemukan
B. TUJUAN
Tujuan manajemen risiko adalah :
1. Menghilangkan atau meminimalisir bahaya potensial di tempat kerja agar
terhindar dari gangguan kesehatan, penyakit akibat kerja dan kecelakaan
kerja
2. Meminimalisasi meluasnya efek yang tidak diinginkan
3. Memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi dengan meminimalkan
kerugian
4. Melaksanakan program manajemen secara efisien
5. Menjadi dasar untuk penyusunan program yang tepat
6. Menciptakan manajemen proaktif
B. IDENTIFIKASI RISIKO
Identifikasi risiko adalah upaya untuk mengenali sesuatu atau keadaan atau
bahaya yang berpotensi menimbulkan risiko terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Identifikasi bahaya potensial ini bukan
hanya kegiatan mengenali bahaya potensial itu sendiri tetapi juga mempelajari
karakteristik bahaya potensial secara spesifik dan mengidentifikasi pekerja yang
berisiko sehingga tindakan pengendalian yang tepat dapat ditentukan. Pada
umumnya, risiko dapat disebabkan karena aspek-aspek berikut dan interaksi antar
aspek tersebut, seperti:
- Lingkungan kerja fisik
- Peralatan dan material/bahan yang digunakan
- Proses kerja dan bagaimana proses kerja tersebut dilaksanakan
- Desain pekerjaan dan manajemen
C. ANALISIS RISIKO
Tujuan dari analisis risiko:
1. Sebagai data awal untuk menilai apakah risiko K3 yang ada di tempat kerja
dapat diterima, atau tidak dapat diterima
2. Sebagai data awal dalam mengambil keputusan guna menyusun program
pengendalian risiko
Pajanan Deskripsi
Tidak mungkin Tidak terjadi dampak buruk terhadap kesehatan
Dampak/keparahan
Risk Matriks
Ringan Sedang Berat
Tidak mungkin Risiko rendah Risiko rendah Risiko sedang
Kemungkinan
Mungkin
Risiko rendah Risiko sedang Risiko tinggi
Sangat
mungkin Risiko sedang Risiko tinggi Risiko tinggi
2 2 4 6 8 10
3 3 6 9 12 15
4 4 8 12 16 20
5 5 10 15 20 25
Hasil inspeksi dan pengukuran (baik pada lingkungan kerja maupun personal)
kemudian dibandingkan dengan standar-standar yang berlaku baik nasional atau
internasional, antara lain:
1. NAB ( Nilai Ambang Batas), dapat digunakan untuk :
- Melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk
mencegah dampaknya terhadap kesehatan
- Sebagai kadar standar untuk perbandingan
2. Occupational Safety and Health Administration (OSHA)
- OSHA – PEL (Permissilble Exposure Limit), yaitu konsentrasi maksimum
dari suatu substansi di udara yang diatur oleh OSHA dimana pekerja
mungkin terpajan.
- OSHA – REL (Recommended Exposure Limit), yaitu pajanan maksimum
terhadap bahan kimia atau fisika yang direkomendasikan di tempat kerja.
OSHA – REL dimaksudkan untuk mencegah efek kesehatan pada pekerja.
3. American Conference of Governmental Industrial Hygiensists (ACGIH) –
Threshold Limit Value (TLV)
- TLV – TWA (Time-weighted Average), yaitu rata-rata konsentrasi pajanan
bahaya selama 8 jam kerja/hari. Pajanan lebih dari 8 jam/hari atau lebih dari
40 jam kerja/minggu dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan pekerja.
- TLV – STEL (Short-term Exposure Limit), yaitu konsentrasi pajanan
maksimum yang diperbolehkan dalam waktu 15 menit selama maksimal 4
Tahapan evaluasi juga meliputi penentuan kategori tingkat risiko K3, apakah
termasuk dalam kategori Dapat Diterima, Moderat, atau Penting.
Kategori tingkat risiko ini penting untuk menentukan prioritas pengendalian risiko
dan jangka waktu pengendaliannya.
VIII. REFERENSI
1. WHO, Health Care Worker Safety, 2003
2. NIOSH Guidelines for Protecting the Safety and Health of Health Care Workers,
1998
3. Peraturan Menteri Kesehatan no 66 tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit
4. OSHA, Hospitale toolhttp://wwww.osha.gov/SLTC/etools/hospital/index.htm
Tujuan:
Peserta dapat melakukan identifikasi, analisis risiko K3, dan pengendaliannya
Petunjuk:
1. Peserta dibagi dalam 10 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 orang peserta.
2. Masing-masing kelompok memilih salah satu unit kerja di RS yang akan
dibuatkan matriks risikonya
3. Tentukan ruang lingkup dan formulir yang akan digunakan, identifikasi semua
bahaya yang ada di unit kerja tersebut
4. Diskusikan dengan kelompok, lakukan analisis risiko dengan menentukan tingkat
probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian ditentukan tingkat
risiko yang ada dengan mengalikan kedua variabel tersebut (probabilitas x
konsekuensi)
5. Lakukan penentuan prioritas dari seluruh bahaya yang sudah teridentifikasi dan
diketahui angka atau level risikonya
6. Tentukan program pengendalian risiko yang dibutuhkan
7. Kelompok mempresentasikan hasil latihan yang sudah dikerjakan oleh kelompok
masing-masing
I. DESKRIPSI SINGKAT
Rumah sakit adalah tempat kerja dengan berbagai bahaya yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan maupun kecelakaan kerja bagi sumber daya manusianya (SDM).
Agar dapat tetap bekerja dengan baik dan optimal perlu kesehatan yang prima. Oleh
karena itu diperlukan pelayanan kesehatan bagi SDM RS baik yang sakit maupun
yang sehat yang dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu.Untuk terlaksananya
pelayanan kesehatan kerja bagi SDM RS diperlukan pengelolaan yang benar.
B. TujuanPembelajaranKhusus:
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan Konsep Pelayanan Kesehatan bagi SDM RS
2. Melakukan pengelolaan pelayanan kesehatan kerja bagi SDM RS
IV. METODE
Metode yang digunakan berupa,
- Tugas baca
- Ceramah Tanya Jawab
- Diskusi kelompok
- Observasi lapangan
Langkah1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 4. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan
3. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terimakasih
POKOK BAHASAN 1
KONSEP PELAYANAN KESEHATAN BAGI SUMBER DAYA MANUSIA
RUMAH SAKIT
2. TUJUAN
a. Melindungi kesehatan SDM RS dari bahaya di tempat kerja (prinsip
perlindungan dan pencegahan)
b. Mengadaptasi pekerjaan dan lingkungan kerjanya terhadap kemampuan
SDM RS (prinsip adaptasi/ergonomik)
c. Meningkatkan kesejahteraan fisik, mental dan sosial SDM RS (prinsip
promosi kesehatan)
d. Meminimalkan konsekuensi bahaya kerja, kecelakaan, cedera dan PAK
(prinsip kuratif dan rehabilitatif)
3. REGULASI
- UUD 45 pasal 28 ayat 1, Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
bathin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan
- UUD 45 pasal 27 ayat 2 tentang Hak warga Negara atas pekerjaan yang
layak
- UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
- UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- UU no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
- UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
- UU No. 36 tahun 2009 pasal 165 tentang Kesehatan Kerja
- PP no 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Kecelakaan
Kerja dan Jaminan Kematian
- PP No 70 tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan
Kematian bagi ASN
- Keppres no 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat
Hubungan Kerja
- Permenaker 01 tahun 1982 tentang kewajiban lapor Kecelakaan Kerja
dan Penyakit Akibat Kerja
- Permenkes No. 58 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Penyakit Akibat Kerja
- Permenkes No. 66 tahun 2016 tentang K3 Rumah Sakit
- Permenkes No 56 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Penyakit Akibat Kerja
1. KONSEP SEHAT-SAKIT
a. Menurut Teori Trias Epidemiologi (John Bordon)
Konsep dasar terjadinya gangguan kesehatan/penyakit dalam segitiga
epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat yaitu proses interaksi
dari 3 faktor yaitu host (tuan rumah/pejamu), agent (agen / faktor
Environment (Lingkungan)
Adalah faktor dari luar individu yang berupa lingkungan fisik, biologi,
sosial
Kapasitas kerja
Adalah kemampuan bekerja sesorang yang dipengaruhi oleh jenis
kelamin, umur, gizi, status kesehatan, pendidikan , ketrampilan.
Lingkungan kerja
Adalah lingkungan disekitar tempat kerja SDM yang dapat menjadi beban
tambahan, seperti bising, suhu panas, radiasi, debu, alat kerja yang tidak
sesuai ukuran tubuh,meja kerja yang terlalu tinggi/rendah, dan lain-lain.
- Bising, antara lain terdapat di ruang generator, ruang gas medis dan
dapur dapat menimbulkan :
Gangguan pendengaran (Tuli syaraf akibat bising)
Gangguan konsentrasi
- Radiasi
1) Radiasi pengion yang terdapat di bagian radiologi, ruang ESWL,
ruang cath lab dapat menimbulkan :
Gangguan kesehatan akut : gangguan sistem saraf pusat,
gangguan pencernaan, gangguan sistem hemopoetik dan
kesuburan, katarak
Gangguan kesehatan kronis : gangguan pada pembentukan sel
darah putih , kanker, kerusakan genetik
2) Radiasi non pengion
- Gelombang elektromagnetik di pekerja kantor seperti pada
penggunaan komputer dapat menyebabkan kelelahan pada
mata (Computer Vision Syndrome)
- Sinar inframerah dibagian kedokteran fisik dan rehabilitasi dapat
menimbulkan katarak
POKOK BAHASAN 2
PENGELOLAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA
A. PERENCANAAN (P1)
Perencanaan adalah suatu proses untuk merumuskan:
1. Masalah-masalah yang ada
2. Menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia (sarana, prasarana,
SDM, sistem pembiayaan)
3. Menentukan tujuan program
4. Menentukan strategi, kebijaksanaan, program-program, prosedur, metode,
sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
B. PELAKSANAAN (P2)
Pelaksanaan kegiatan pelayanan sesuai dengan program-program yang telah
ditentukan, antara lain :
Pernah divaksinasi
Diketahui
sebagai Tidak perlu PPP Tidak perlu PPP Tidak perlu PPP
responder
Tidak Anti HBs terpajan Tidak perlu PPP Anti HBs terpajan
diketahui Cukup : tidak Cukup : idak perlu
status perlu PPP PPP
antibodinya Tidak cukup : 1 Tidak cukup : 1
dosis HBIg + dosis HBIg +
vaksin booster vaksin booster
Pekerja/SDM RS
Sakit
Anamnesis &
pemeriksaan
.Konsul Spesialis
Klinik terkait ( sesuai
Ragu
Diagnosis klinis penyakitnya : mata,
THT, paru, dll)
.
Penatalksanaan Penatalaksanaan
klinis/medis okupasi
75
1. PEMANTAUAN
Pemantauan atau monitoring adalah proses pengumpulan dan analisis
informasi (berdasarkan indikator yang ditetapkan) secara sistimatis dan
kontinu tentang kegiatan pelayanan, sehingga dapat dilakukan tindakan
koreksi untuk penyempurnaan program.
Prinsip pemantauan
- Dilaksanakan secara terus menerus
- Harus menjadi umpan balik bagi perbaikan kegiatan program
- Harus memberi manfaat baik terhadap organisasi maupun pengguna
- Berorientasi pada peraturan yang berlaku
- Harus obyektif
- Berorientasi pada tujuan program
- Dapat memotivasi untuk mencapai prestasi
Tujuan pemantauan
- Mengkaji apakah kegiatan pelayanan yang dilaksanakan telah sesuai
dengan rencana
- Mengidentifikasi masalah yang timbul, agar langsung dapat diatasi
- Melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan
sudah tepat untuk mencapai tujuan
- Mengetahui ukuran kemajuan
- Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah tanpa
menyimpang dari tujuan
2. EVALUASI
Evaluasi .adalah aktivitas yang sistimatis dan kontinue untuk menilai
pencapaian tujuan dan pengungkapkan masalah kinerja untuk memberikan
umpan balik bagi peningkatan kualitas pelayanan.
Tujuan evaluasi
- Mendapatkan informasi tentang pengelolaan, keluaran, manfaat, dampak
dari program yang sudah dilaksanakan
- Sebagai umpan balik bagi pengambilan keputusan dalam rangka
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian program
selanjutnya
Sebagai bahan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi adalah data dari
kegiatan pencatatan dan pelaporan
PENCATATAN
Kegiatan pencatatan meliputi hal-hal sebagai berikut :
LAPORAN
Beberapa hal yang harus dilaporkan antara lain :
- Laporan hasil kegiatan pelayanan kesehatan kerja
Penyuluhan kesehatan yang dilakukan
Kegiatan konseling
Pemeriksaan lingkungan kerja
Kegiatan manajemen risiko, dll
- Laporan terjadinya KAK ke tim K3RS dalam waktu 24 jam yang berisi tentang:
Data pribadi, nama, umur, jenis kelamin, unit kerja
Rincian kejadian, tempat dan waktu kejadian
Jenis kejadian
Akibat kejadian
Kronologis kejadian
Tindakan yang dilakukan
Alur pelaporan
Laporan dibuat oleh pelaksana kegiatan dan dilaporkan ke Tim K3 RS,
kemudian diteruskan ke Direksi terkait. Dan bagian SDM. Untuk kecelakaan
kerja, misalnya tertusuk jarum, perlu koordinasi dengan komite PPI dan Pokja
HIV.
Analisa laporan
Laporan dianalisa untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat untuk
perencanaan kegiatan dan upaya perbaikan.
VIII. REFERENSI
1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Permenkes No. 56 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit
Akibat Kerja
Pegawai Terpajan-P3K-IGD
Pasien
Pendaftaran
Anamnesis Okupasi,
Pemeriksaan fisik dan
penunjang
Rujuk Poli
Pemeriksaan
spesialis lain
Penunjang
/ IGD 7 langkah diagnosis okupasi
Penilaian:
-Return to work Tatalaksana dan
-Kecacatan kerja dan Rekomendasi
kompensasi
-Surveilans Medis
SURAT
KETERANGAN
Tujuan:
Peserta mampu mengidentifikasi masalah kesehatan pada SDM di RS dan
menentukan jenis pelayanan yang dibutuhkan
Petunjuk:
1. Peserta dibagi dalam 5 kelompok, @kelompok terdiri dari 6 orang peserta.
2. Masing-masing kelompok ditugaskan untuk mendiskusikan:
a. Faktor risiko yang ada di RS
b. Penyakit yang sering dialami
c. Rencana pelayanan yang akan diberikan
3. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil di depan kelas dan kelompok
lain menanggapi
4. Fasilitator menyimpulkanhasil diskusi kelompok dan menutup diskusi kelompok
Waktu : 90 menit
Lampiran 5
Tujuan
Dalam observasi lapangan peserta mampu melihat langsung pengelolaan
pelayanan di rumah sakit yang yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam
mengelola pelayanan kesehatankerja di masing-masing RS
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pelaksanaan K3 menjadi semakin penting dan mutlak di dunia kerja, termasuk rumah
sakit. Setiap orang berhak mendapatkan kehidupan yang layak. Kecelakaan kerja
harus dicegah, status kesehatan dan kapasitas kerja dipertahankan dan ditingkatkan
untuk menuju kondisi sehat, selamat dan produktif. Rumah sakit dalam kegiatannya
menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi dan supportif bagi pasien, keluarga, staf
dan pengunjung. Untuk mencapai tujuan ini, fasilitas fisik, medis dan peralatan lainnya
dan orang harus dikelola secara elektif. Secara khusus rumah sakit harus berusaha
untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko, mencegah kecelakaan dan
cidera dan memelihara kondisi aman. Untuk keamanan, di sisi lain mengacu pada
kegiatan melindungi properti rumah sakit dan pasien, keluarga, pengunjung dan staf
dari bahaya. Pencegahan dan perencanaan sangat penting untuk menciptakan
fasilitas perawatan pasien yang aman. Keselamatan mengacu kepada kegiatan untuk
memastikan bahwa tidak menimbulkan risiko fisik untuk pasien, keluarga, staf, dan
pengunjung. Perencanaan yang efektif membutuhkan kesadaran semua pihak di
rumah sakit akan risiko yang ada dalam fasilitas tersebut. Tujuannya adalah
mencegah kecelakaan dan cedera; menjaga kondisi yang aman dan aman untuk
pasien, keluarga, staf dan pengunjung; dan mengurangi serta mengendalikan bahaya
dan risikonya. Dan ini juga penting digunakan selama periode konstruksi atau
renovasi.
IV. METODE
- Ceramah tanya jawab
- Diskusi kelompok
Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 2. Penyampaian materi
1. Fasilitator menyampaikan materi menggunakan bahan tayang sesuai urutan pokok
bahasan
2. Fasilitator menampilkan contoh contoh aplikasi Keselamatan Kerja dan contoh alat
pelindung diri
3. Fasilitator mendemonstrasikan pemakaian alat pelindung diri yang benar di setiap
area yang berbeda, penempatan pasien yang benar/memindahkan pasien yang
benar dan pencegahan kecelakaan dan mencegah cedera.
Langkah 3. Diskusi kelompok
1. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok
2. Tiap kelompok mendiskusikan tugas yang diberikan fasilitator
3. Tiap kelopok mempresentasikan hasil diskusi
4. Fasilitator memberi kesempatan pada kelompok lain untuk menanggapi/ bertanya
5. Fasilitator memberikan klarifikasi dan menyimpulkan terkait hasil diskusi
Langkah 4. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan
3. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terimakasih
POKOK BAHASAN 1
KONSEP KESELAMATAN KERJA PADA SDM RS
A. PENGERTIAN
1. Keselamatan
Adalah suatu tingkatan keadaan tertentu dimana gedung, halaman/ground dan
peralatan rumah sakit tidak menimbulkan bahaya bagi pasien, staf dan
pengunjung. Keselamatan merupakan kondisi/situasi selamat dalam
melaksanakan aktivitas/kegiatan tertentu. Menurut Standar Akreditasi Rumah
Sakit yang dimaksud dengan keselamatan adalah keadaan tertentu karena
gedung, lantai, halaman, dan peralatan rumah sakit tidak menimbulkan bahaya
atau risiko bagi pasien, staf, dan pengunjung. Keamanan adalah perlindungan
terhadap kehilangan, pengrusakan dan kerusakan, atau penggunaan akses
oleh mereka yang tidak berwenang. RS wajib memastikan bahwa bangunan,
peralatan dan sistem yang digunakan tidak penimbulkan bahaya bagi
masyarakat/ orang orang yang berada di RS seperti karyawan, pasien dan
pengunjung dan vendor. Rumah sakit mempunyai program pengelolaan
keselamatan dan keamanan melalui penyediaan fasilitas fisik dan menciptakan
lingkungan yang aman bagi pasien, keluarga,pengunjung dan staf termasuk
sejak prakontruksi (PCRA) pada waktu merencanakan
pembangunan/kontruksi, pembongkaran atau renovasi.
2. Keselamatan kerja
Adalah kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik bagi pekerjanya,
perusahaan maupun masyarakat serta terhindar dari kecelakaan. Upaya yang
dilakukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan, kerusakan dan segala
bentuk kerugian baik terhadap manusia maupun yang berhubungan dengan
peralatan, obyek kerja, tempat kerja, dan lingkungan kerja secara langsung
dan tidak langsung. (Permenkes No. 66 tahun 2016)
B. RUANG LINGKUP :
1. IDENTIFIKASI RISIKO
- Identifikasi risiko adalah proses menemukan, mengenal, dan
mendeskripsikan risiko (ISO 31000:2009).
- Identifikasi risiko, untuk mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam
lingkungan rumah sakit, dengan metode Identifikasi Potensi Bahya, Penilaian
Berikut Risiko yang berfokus pada keselamatan dan Keamanan pada layanan
kesehatan :
Fokus Keselamatan Fokus Keamanan
- Luka Tusuk Jarum - Penyerangan fisik, penyanderaan.
- Cedera Punggung - Ancaman bom
- Terpapar radiasi atau hazmat lain - Perampokan/Pencurian:dgn/tanpa
- Pasien agresif senjata.
- Terpeleset, Tersandung dan Jatuh - Gangguan sosial, Gangguan
- Kekerasan di Tempat Kerja internal
- Tersengat Listrik - Penculikan, Vandalisme
- Luka Bakar - Kehilangan Informasi Penting
- Properti Rusak - Pasien Kabur, bunuh diri.
- TBC / Air Borne - Penyalahgunaan/Kehilangan obat
- Penyakit yang ditularkan melalui darah - Kebakaran/Ledakan
- Kebakaran - Perjudian, Penipuan,
- Banjir dan disater alam lain penggelapan.
- Kebisingan - Menguntit
- Risiko gangguan muskuloskeletal - Teroris
- Aksi Tenaga Kerja :
a. Mogok, Gangguan
Internal
b. Kolateral
Diawali dengan adanya laporan kecelakaan kerja kemudian dalam kurun waktu
maksimal 2x24 jam dilakukan investigasi kecelakaan kerja. Pelaporan
investigasi dimulai dengan diskripsi KK, apa yang terjadi, siapa yang mengalami
kecelakaan kerja, dimana terjadinya, kapan terjadinya, bagaimana terjadinya,
mengapa terjadi (apakah prosedur diikuti, APD dipakai, mesin berjalan baik dll).
Dikenal dengan metode 5 W dan 1 H ( When, What, Who, Where, Why and
How ). Dimana enam pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang dapat
membantu memecahkan masalah dan memunculkan ide-ide.
A. PENGERTIAN
Keamanan
adalah proteksi dari kehilangan, pengrusakan dan kerusakan, atau akses serta
penggunaan oleh mereka yang tidak berwenang.
Keamanan adalah keadaan bebas dari bahaya. Istilah ini bisa digunakan dengan
hubungan kepada kejahatan, segala bentuk kecelakaan, dan lain-lain. Keamanan
merupakan topik yang luas termasuk keamananan nasional terhadap serangan
teroris, keamanan komputer terhadap hacker, kemanan rumah terhadap maling
dan penyelusup lainnya, keamanan finansial terhadap kehancuran ekonomi dan
banyak situasi berhubungan lainnya.
Jenis keamanan
1. Keamanan fisik
2. Keamanan informasi
3. Keamanan komputer
4. Keamanan finansial
B. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup keamanan kerja meliputi
- Pemahaman kondisi aman bagi personel (petugas, pasien, pengunjung), yaitu
kondisi yang terhindar dari risiko-risiko terjadi gangguan keamanan atau rawan
keamanan.
- Pemantauan tempat-tempat rawan, terkait dengan kondisi lingkungan
setempat. seperti adanya lokasi yang cukup rawan terjadinya pencurian, rawan
terhadap penculikan, rawan terhadap ancaman lainnya.
- Sistem pelaporan dan investigasi kejadian tidak aman
• Pelaporan adalah penyajian data yang merupakan hasil rekaman yang
berupa keterangan-keterangan, informasi, ide-ide dari suatu kegiatan,
merupakan suatu dokumen yang dapat dijadikan sebagai bahan
pengambilan keputusan untuk kegiatan selanjutnya.
• Sistem pelaporan pada dasarnya berperan penting. Tidak ada kejadian
kecelakaan atau penyakit akibat kerja itu terjadi berdiri sendiri dan
POKOK BAHASAN 3
PENGELOLAAN PROGRAM KESELAMATAN DAN KEAMANAN DI RUMAH
SAKIT
1. PENGELOLAAN RISIKO
a. Pengertian:
- Hazard, yaitu suatu keadaan/kondisi yang dapat mengakibatkan
(berpotensi) menimbulkan kerugian (cedera/injury/penyakit) bagi
pekerja, menyangkut lingkungan kerja, pekerjaan (mesin, metoda,
material), pengorganisasian pekerjaan, budaya kerja dan pekerja lain
- Risiko, yaitu kemungkinan/peluang suatu hazard menjadi suatu
kenyataan
Pajanan, Frekuensi, Konsekuensi
Dose – Response
b. Proses pengurangan risiko K3
1) Containment, yaitu mencegah pajanan dengan :
- Desain tempat kerja
- Peralatan safety (biosafety cabinet, peralatan centrifugal)
- Cara kerja
Jenis Audit
Audit merupakan suatu tindak lanjut /action plan dari suatu proses monitoring
dan evaluasi. Audit dibedakan menjadi 2 jenis yaitu audit internal dan
eksternal.
5. KEWASPADAAN STANDAR
- Pemakaian alat pelindung diri, sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan
- Cara kerja aman, dengan selalu berpedoman pada Standar Prosedur
Operasional (SPO), serta dilindungi oleh peraturan-peraturan yang ada.
- Pengelolaan lingkungan, untuk selalu menyesuaikan dengan lingkup
pekerjaan yang dilakukan, dengan substitusi, eliminasi dan administrasi.
- Penempatan pasien yang tepat, dengan pemberian pengaman tempat
tidur yang cukup, pegangan khusus pada kamar mandi, dengan tujuan
untuk menghindari pasien jatuh (patient safety).
- Pencegahan kecelakaan dan cedera, dengan pemberian/penempatan
tanda-tanda bahaya/risiko yang jelas di setiap sudut rumah sakit, agar
memudahkan pasien, keluarga, staf dan pengunjung mendapatkan
pelayanan yang diharapkan.
- Pemeliharaan kondisi yang aman dengan mensosialisasikan kode-kode
yang disepakati dan harus dipahami oleh seluruh pekerja rumah sakit,
untuk menjamin keamanan rumah sakit secara umum yaitu :
Kode merah untuk kebakaran
Kode biru untuk serangan jantung/kondisi tidak sadar
Kode pink untuk penculikan bayi
Untuk kode terkait dengan kejadian keamanan lainnya tergantung dari
kebijkaran RS masing-masing.
Tujuan:
Peserta dapat melakukan pengelolaan program keselamatan dan keamanan kerja di
RS
Petunjuk:
1. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok @ kelompok terdiri 6 orang peserta
2. Setiap kelompok diberikan kasus dan berdiskusi
3. Masing masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi (selama 15 menit)
Waktu: 90 menit
I. DESKRIPSI SINGKAT
Kebakaran merupakan salah satu bencana yang mungkin terjadi di rumah sakit,
dimana akibat yang ditimbulkannya akan berdampak buruk sangat luas dan
menyeluruh bagi pelayanan, operasional, sarana dan prasarana pendukung lainnya
dan yang paling penting, kebakaran dapat menimbulkan bencana bagi pasien,
keluarga, staf dan pengunjung lainnya. Untuk mencegah keadaan tersebut maka
rumah sakit harus melakukan upaya pengelolaan keselamatan kebakaran, mengingat
di rumah sakit terdapat peralatan-peralatan dan bahan-bahan yang berpotensi untuk
timbulnya kebakaran. Dalam upaya ini diperlukan sumber daya yang mampu
melakukan pecegahan dan pengendalian kebakaran di rumah sakit. Rumah sakit
harus waspada terhadap keselamatan kebakaran karena kebakaran adalah risiko
yang selalu dapat terjadi di rumah sakit. Dengan demikian, setiap rumah sakit perlu
merencanakan bagaimana agar penghuni rumah sakit aman apabila terjadi
kebakaran termasuk bahaya dari asap. Rumah sakit perlu melakukan asesmen terus
menerus untuk memenuhi regulasi keamanan kebakaran sehingga secara efektif
dapat mengidentifikasi risiko dan meminimalkan risiko.
3. Pengendalian Kebakaran
- Klasifikasi kebakaran
- Pembentukan Tim Penanggulangan Kebakaran
IV. METODE
- Tugas baca referensi/ modul
- Ceramah Tanya Jawab
- Pemutaran Film
- Latihan (TPK2)
- Demonstrasi (TPK3)
- Observasi Lapangan
Langkah 1.Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
“ mampu melakukan pengelolaan keselamatan kebakaran di rumah sakit”
Langkah 3. Penugasan
Fasilitator memberi tugas kepada peserta untuk latihan mengidentifikasi potensi
bahaya dan menilai risiko (TPK2)
Langkah 5. Rangkuman
1. Fasilitator merangkum materi Pengelolaan Keselamatan Kebakaran di Rumah
Sakit.
2. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terima kasih
POKOK BAHASAN 1
KONSEP TERJADINYA API
A. PENGENALAN
Kebakaran adalah risiko yang selalu ada di rumah sakit. Oleh karena itu setiap
rumah sakit perlu merencanakan bagaimana menjamin penghuni rumah sakit
tetap aman sekalipun terjadi kebakaran atau ada asap. Dalam standar akreditasi
rumah sakit pada manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) di standar
keselamatan kebakaran disebutkan bahwa rumah sakit harus merencanakan dan
menerapkan suatu program untuk pencegahan, penanggulangan bahaya
kebakaran, serta penyediaan sarana jalan keluar yang aman dari fasilitas sebagai
respon terhadap kebakaran dan keadaan darurat lainnya
Sasaran :
Seluruh masyarakat yang berada di Rumah Sakit yaitu ; pasien,pengunjung,
karyawan, vendor dan sarana, prasarana serta fasiltas pendukunglainnya.
Secara umum Kebakaran terbagi dua jenis yakni kebakaran karena unsur
kesengajaan (arson fire) dan kebakaran yang bukan karena untuk
kesengajaan atau disebut kebakaran nyata (real fire ). Arson fire merupakan
garapan kepolosian untuk pengungkapannya antara lain melalui forensic
investigation. Real fire memiliki berbagai jenis seperti kebakaran dalam gedung,
kebakaran di lingkungan industri dan ebakaran hutan. Di indonesia terdapat juga
jenis kebakaran yang langka yakni lahan gambut (peat fire) yang memerlukan
penanganan sendiri. Kebakaran di industri juga dapat terjadi sesuai dengan
karakteristik.
C. PENYEBAB KEBAKARAN
Penyebab kebakaran :
Sifat kimia dan fisika yang terjadi saat penyulutan, dilanjutkan dengan
pembakaran (combustion) ditambah dengan tersedianya beban api (fire load)
dengan kuantitas yang cukup termasuk perletakannya, dimensi ruangan serta
faktor ventilasi yang menunjang, maka kebakaran meningkat intensitasnya,
ditandai dengan kecepatan penjalaran dan panas yang tinggi dalam waktu
yang relatif singkat.
2. Dampak Kebakaran :
- Temperatur penyulutan dan kalor atau panas pembakaran
Adanya temperatur, kalor atau panas yang tinggi dapat berdampak buruk
pada manusia dan lingkungan sekitarnya yang terbakar.
- Suhu tinggi kebakaran
Suhu yang terjadi pada saat terjadinya kebakaran bisa mencapai 500ºC
sampai 600ºC yang tentunya berdampak buruk bagi manusia, dimana pada
suhu 200ºC akan timbul kekeringan pada kulit manusia hanya dalam waktu
30 detik.
- Bahaya asap kebakaran
Asap merupakan pembunuh terbesar pada kebakaran yang merupakan
sumber utama terjadinya dampak yang paling buruk pada manusia dimana
sekitar 72% korban meninggal karena asap. Dan dapat terjadi backdraftyang
merupakan ledakan asap ( smoke explosion ) dalam ruangan akibat
masuknya udara segar secara mendadak ke dalam ruangan yang dipenuhi
asap kebakaran.
- Gangguan jarak pandang
Dengan banyaknya asap tentu akan menggangu jarak pandang bagi manusia
untuk mencari jalan selamat atau jalan keluar.
- Kemungkinan gas-gas beracun
Gas-gas beracun yang ada tergantung dari material atau bahan yang
terbakar serta bereaksi terhadap api atau panas.Selain itu produk non-termal
kebakaran lainnya selain asap, yakni gas-gas hasil pembakaran (selain CO2
dan CO) seperti HCl dan HCN yang kerap tidak berwarna dan tidak berbau
namun sangat beracun (toxic) sehingga banyak menimbulkan korban baik di
kalangan penghuni / pengguna bangunan maupun dari kalangan petugas
pemadam kebakaran, saat dilakukan operasi pemadaman
- Penjalaran ke tempat lain-nya
Kebakaran bisa berakibat fatal terhadap bahan dan konstruksi bangunan
akibat temperatur maupun tekanan yang ditimbulkannya.Penjalaran
kebakaran dapat terjadi melalui konduksi, konveksi maupun radiasi.
Akibat nya :
1. Panik atau bingung
Kondisi yang sering terjadi sehingga dapat mengganggu proses evakuasi
atau penyelamatan. Biasanya terjadi histeris dan tidak dapat dikendalikan.
2. Berbuat salah asal cepat ke luar
Dapat terjadi karena terburu-buru sehingga tidak memperhatikan arah yg
harus dilalui.
3. Tidak berbuat apa-apa.
Hal ini dapat terjadi karena tidak tahu harus berbuat apa dan terjadi tekanan
psikologis yang dalam sehingga hanya diam.
4. Gangguan kesehatan / kesadaran
Akibat dari asap dan kebakaran yang merupakan racun bagi manusia dan
dapat menimbulkan gangguan fisik dan gangguan kesadaran.
5. Pingsan atau hilang kesadaran
Kondisi yang dapat terjadi sehingga dapat menjadi korban terbakar langsung.
POKOK BAHASAN 2
REKOMENDASI PENCEGAHAN KEBAKARAN
Ketiga hal tersebut jika digabung akan membentuk suatu Sistem Proteksi Total
(Aktif – Pasif – Fire Safety Management )
POKOK BAHASAN 3
PENGENDALIAN KEBAKARAN
A. KLASIFIKASI KEBAKARAN
Adalah pembagian dari beberapa bahan sejenis yang merupakan sumber bahan
bakar saat terjadi kebakaran.
- Kebakaran kelas A bahan biasa yang mudah terbakar
- Kebakaran kelas B bahan cairan yang mudah terbakar
- Kebakaran kelas C kebakaran listrik (dimana arus listrik masih hidup)
- Kebakaran kelas D kebakaran dari bahan yang mengandung logam
Regu pemadaman :
1. Mengkoordinir semua kegiatan apabila terjadi Kebakaran dilingkungan/
sector ruang / unit kerjanya
D. PENGGUNAAN APAR
Dalam menggunakan APAR, harus tepat dan benar agar dapat efektif dalam
upaya memadamkan api. Cara menggunakan APAR adalah seperti yang
ditampilkan pada gambar berikut:
VIII. REFERENSI
1. Undang-Undang RI Nomor : 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-Undang RI Nomor : 08 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3. Undang-Undang RI Nomor : 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
4. Undang-Undang RI Nomor : 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
5. Undang-Undang RI Nomor : 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
6. Peraturan Pemerintah RI Nomor : 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
7. Perda DKI No. 08 tahun 2008 tentang pencegahan dan penanggulangan
Kebakaran
8. Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang teknis sistem proteksi kebakaran
9. Kepmen PU No. 10 tahun 2000 tentang ketentuan teknis pengamanan terhadap
bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.
10. Pedoman Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Aktif pada bangunan gedung RS
11. SK Meneg PU no. 10/KPTS/2000 tentang ketentuan persyaratan teknis
pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan
12. SK Meneg PU no. 11/KPTS/2000 tentang ketentuan persyaratan teknis
Manajemen penangggulangan Kebakaran di perkotaan
13. Badan Standarisasi Nasional (2000) tentang pencegahan kebakaran pada
bangunan gedung 2000-2001 menyangkut sistem hidran, sprinkler otomatis dan
APAR
14. Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Bahaya Kebakaran
Lampiran 1
PANDUAN LATIHAN
Tujuan :
Setelah mengikuti latihan ini, peserta mampu melakukan identifikasi dari potensi
bahaya kebakaran yang ada.
Lampiran 2.
PANDUAN DEMONSTRASI
Tujuan :
Setelah mengikuti diskusi kelompok ini, peserta mampu melakukan/mensimulasikan
/mempraktekkan cara pemakaian APAR dengan benar.
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dari simulasi tentang penggunaan APAR yang
merupakan tahap awal dalam memadamkan kebakaran dengan volume api kecil.
2. Fasilitator menyampaikan tahapan-tahapan dari praktek yang akan dilakukan
dengan penayangan video cara penggunaan APAR.
3. Fasilitator menyampaikanbagian-bagian fisik dari tabung APAR dengan
menjelaskan fungsinya masing-masing.
4. Fasilitator memperagakan tentang tahapan-tahapan cara penggunaan APAR,
yaitu :
a. Pegang leher tabung dan Tarik Pin
b. Ambil ujung nozzle/selang (tes terlebih dahulu dengan mengarahkan selang
ke atas) dan arahkan ke sumber api.
c. Tekan tuas/handle atas dan bawah.
d. Sapukan ke kanan dan kiri ( jangan berlawanan dengan arah angin )
5. Fasilitator meminta masing-masing peserta untuk mensimulasikan cara
pemakaian APAR di kelas tanpa disemprotkan.
Waktu 90 menit
Tujuan :
Setelah mengikuti observasi lapangan ini, peserta mampu melihat langsung tentang
implementasi dari keselamatan kebakaran yang ada.
Lampiran 4.
LEMBAR FORMULIR PENUGASAN :
B. TujuanPembelajaranKhusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan tentang Bahan Berbahaya dan Beracun.
2. Melakukan identifikasi dan inventarisasi Bahan Berbahaya dan Beracun di RS
3. Melakukan pengelolaan B3 di RS
Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materiini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
3. Tanyakan kepada peserta apa yang mereka ketahui tentang bahan berbahaya dan
beracun.
Langkah 3. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan
A. PENGERTIAN
Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah
bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah
RI Nomor 74 Tahun 2001).
Salah satu dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, adalah
meningkatnya jumlah maupun jenis bahan kimia atau bahan berbahaya baik dari
aspek produksi, distribusi, penggunaan maupun limbahnya. Banyaknya jumlah
dan jenis bahan kimia maupun bahan berbahaya yang beredar saat ini tentu
memiliki risiko bahaya yang memerlukan penanganan dan perlakuan khusus oleh
penggunanya. Pengelolaan bahan dan limbah berbahaya yang kurang tepat dapat
menimbulkan ancaman atau bahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan
hidup.
Setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib
mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, maupun
membahayakan kesehatan manusia. Rumah sakit merupakan salah satu badan
usaha yang menggunakan B3 maupun menghasilkan limbah B3 dari kegiatan
pelayanannya.B3 maupun limbah B3 yang tidak dikelola dengan baik berisiko
menimbulkan cedera, penyakit akibat kerja, maupun kebakaran dan ledakan.
B. DASAR HUKUM
Cukup banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dimana secara rinci diuraikan sebagai
berikut :
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
- Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
- Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
- Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
- Peraturan pemerintah RI Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan
BahanBerbahaya dan Beracun
- Peraturan Pemerintah RI Nomor 472/MENKES/PER/V/1996 tentang
Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan
- Permenkes Nomor 1184 tahun 2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
- PermenLH Nomor 03 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan
Label Bahan Berbahaya dan Beracun
- PermenLH Nomor 68 tahun 2015 tentang Tata Cara dan ketentuan teknis
penanganan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun pada fasilitas pelayanan
kesehatan
Bahan berbahaya beracun (B3) selain bermanfaat bagi manusia namun juga
berisiko terhadap kesehatan maupun keselamatan, dan berpotensi untuk
mencemari lingkungan bila tidak dikelola sebagaimana mestinya. Di rumah sakit
B3 digunakan dengan cukup banyak. Penanganan B3 yang tidak disertai
pengetahuan yang cukup dapat merugikan rumah sakit seperti misalnya yang
disebabkan oleh B3 yang korosif atau eksplosif.
Rumah sakit menggunakan lebih dari 100 jenis bahan berbahaya dan beracun
dalam memberikan pelayanan dan hampir semua kriteria/ karakteristik B3 ada di
rumah sakit. Standar akreditasi RS mensyaratkan pengelolaan B3 sebagai salah
satu sub bab dalam manajemen fasilitas dan keselamatan.
Jenis bahan berbahaya dan beracun yang ada di rumah sakit antara lain :
1. Bahan kimia pembersih dan desinfektan
Pembersih linen : deterjen, desinfektan, pemutih, softener, dll
Pembersih permukaan : floor cleaner, glass cleaner, stainer removal, wax,
wooden polish, desinfektan, dll
Pembersih peralatan medis maupun non medis
Pembersih tangan : hand soap, hand rub
2. Bahan kimia laboratorium
Alkohol
Etanol
Formalin
H2SO4
H2O2,
Xylol
3. Bahan kimia di pelayanan
Alkohol
Glutaraldehyde
Liquid nitrogen
Dimethyl sulfoxide
Adalah bahan yang pada suhu dan tekanan standar (250C, 760 mmHg) dapat
meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas
dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak
lingkungan di sekitarnya.
2. Pengoxidasi (oxidizing)
Adalah bahan yang waktu pembakarannya sama atau lebih pendek dari
senyawa standar (ammonium persulfat untuk B3 padat, dan asam nitrat untuk
B3 cair).
Berupa padatan:
B3 yang bukan merupakan cairan, pada temperatur dan tekanan standar
(250C, 760 mmHg) dengan mudah terjadinya kebakaran melalui gesekan,
B3 yang bersifat racun bagi manusia akan menyebabkan kematian atau sakit
yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit, atau
mulut.
Tingkatan racun :
No Kelompok LD50 (mg/kg)
1 Amat sangat beracun (extremely toxic) <1
2 Sangat beracun (highly toxic) 1 – 50
3 Beracun (moderately toxic) 51-500
4 Agak beracun (slightly toxic) 501-5.000
5 Praktis tidak beracun (practically non toxic) 5.001-15.000
6 Relatif tidak berbahaya (relatively harmless) > 15.000
9. Berbahaya (harmful)
Adalah bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika terjadi
kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya
terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.
Bahan baik padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak secara langsung
dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir
dapat menyebabkan peradangan.
Bahaya yang ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon
(misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan
tersebut dapat merusak lingkungan
Adalah sifat bahan penyebab sel kanker yakni sel liar yang dapat merusak
jaringan tubuh
ASAM ASETAT
Tumpahan banyak
Benda ini dapat terbakar dan bersifat korosif.
Jauhkan dari panas dan sumber ledakan.
Hentikan kebocoran bila tidak ada risiko. Jika
bahan dalam bentuk padat, gunakan sekop
untuk meletakkan bahan di wadah sampah
yang tepat. Jangan sentuh materi yang telah
tumpah.
Dapat terbakar bila ada api Simpan dalam daerah yang Wadah :
terbuka atau percikan dan panas, terpisah dan telah disetujui. Karbol gelas atau
bahan yang mengoksidasi dan Simpan wadah dalam tempat polietilen dan
logam. yang sejuk dan memiliki drum atau tangki
ventilasi memadai. yang terlapis
polietilen.
Bahan ini bereaksi dengan Tutup wadah dengan kuat
logam, menghasilkan gas serta disegel sampai akan Penandaan :
Korosif :
hidrogen dan akan menyala bila digunakan.
Mudah menyala
berkontak dengan zat kalium
Beracun
tertubtoksida, campuran Hindari semua sumber
ammonium nitrat dan asam ledakan (percikan atau api)
asetat menyala bila dihangatkan.
Kulit Bahaya akibat Pakaian pelindung dan Cuci dengan air yang
penyerapan sarung tangan karet. banyak. Oleskan dengan
kulit, dapat polyethylene glycol 400.
terjadi luka Segera lepaskan pakaian
bakar. yang terkontaminasi. Hazardous
Segera panggil dokter.
Ambil dengan bahan penyerap cairan (misal Materi yang tersisa tidak boleh
Chemizorb). Teruskan ke pembuangan. dibuang. Kembalikan dalam wadah
Bersihkan area yang terkena. Jangan biarkan dengan diberi label dan diperiksa
memasuki sistem pembuangan air, risiko apakah ada kebocoran ke distributor.
meledak!
Adanya B3 di Rumah Sakit dapat menimbulkan bahaya bagi para pasien maupun para
pekerjanya, baik bagi para dokter, perawat, teknisi dan semua yang berkaitan dengan
pengelolaan rumah sakit maupun perawatan pasien. Walaupun orang menyadari arti
bahan-bahan beracun dan bahayanya, kecelakaan bahan-bahan kimia (B3) terjadi
semata-mata karena kurang hati-hati dan kurang peduli terhadap bahan-bahan (B3).
Secara tidak langsung tindakan tersebut dapat menyebabkan keracunan kronik akibat
tumpahan, kebocoran tempat penyimpanan dan ventilasi yang kurang baik. Dengan
melakukan identifikasi dan inventarisasi B3 di setiap unit kerja di RS yang meliputi
data-data jenis bahan kimia, karakteristik dan bahayanya, serta jumlah yang
digunakan atau yang disimpan, akan membuat para petugas menjadi lebih perduli
terhadap B3 yang ada di tempat kerjanya.
A. IDENTIFIKASI :
Kegiatan identifikasi B3 di rumah sakit dilakukan terhadap aspek karakteristik B3,
tingkat bahaya B3, dan dampak risiko nya baik terhadap manusia maupun
lingkungan hidup.
1. Identifikasi karakteristik B3
Untuk melakukan identifikasi B3 dapat dilakukan dengan mengacu pada
lembar data pengaman (safety data sheet), dimana karakteristik bisa dilihat
dari simbol yang tertera pada SDS dan bahaya dari informasi identifikasi
bahaya (hazard identification). Seperti diketahui, bahwa dalam Peraturan
pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 disebutkan bahwa karakteristik B3 di
rumah sakit dapat memiliki karakteristik sbb :
Mudah meledak (explosive)
Pengoksidasi (oxidizing)
Mudah menyala (flammable)
Racun (toxic)
Berbahaya (harmful)
Iritasi (irritant)
Korosif (corrosive)
Berbahaya bagi lingkungan (dangerous for the environment)
Karsinogenik, teratogenik, mutagenic
Bahaya lain berupa gas bertekanan
2. Identifikasi Tingkat Bahaya B3
Tingkat bahaya B3 tidak berdiri sendiri. Sesuai ketentuan, dalam
penyimpanan B3 harus dikelompokkan sesuai dengan karakteristiknya, hal ini
ingin menjelaskan bahwa B3 yang berbeda karaktersitik apabila dilakukan
cara penanganan yang salah maka dapat sifat/karakteristiknya dapat saling
menguatkan atau saling melemahkan. Termasuk sifat B3 dirumah sakit yang
dapat bersifat stabil dan tidak stabil. B3 yang tidak stabil dapat mudah
menunjukkan karakteristiknya apabila lingkungan penyimpanannya tidak
sesuai dengan karakteristiknya. Untuk itu, disarankan sebelum melaukan
penanganan , maka petugas B3 perlu pembaca dan memahami SDS B3
yang akan dikelola. Secara konvensional, terdapat 7 kelas bahan berbahaya,
yaitu :
a. Materi mudah terbakar (flammable material) : padat, cair, uap,atau gas
yang menyala dengan mudah dan terbakar secara cepat bila dipaparkan
pada sumber nyala, misalnya pelarut (solvent) seperti benzene, ethanol,
debu aluminum, gas hidrogen dan metan.
CARA CARA
NO JENIS B3 BENTUK VOL/JML LOKASI KARAKTERISTIK MSDS RISIKO
PENYIMPANAN PENGEMASAN
1 Alkohol cair 10 liter Kmr Mudah Ada Di Gudang Botol khusus Tinggi
Oprsi terbakar khusus
2 dst
POKOK BAHASAN 3
PENGELOLAAN B3 DI RS
A. PERENCANAAN PENGADAAN B3
1. Setiap jenis Bahan Berbahaya dan Beracun ( B3) baru yang akan diadakan,
haruslah dievaluasi terlebih dahulu apakah memang tidak ada pilihan lain atau
pengganti. Beberapa alternative adalah : mengganti bahan yang B3 dengan
bahan non-B3 (contoh thermometer digital, lampu LED Non-mercury dll),
mengganti bahan B3 dengan bahan B3 lain yang lebih rendah konsentrasinya,
2. Untuk setiap pengadaan B3 harus disertakan dengan lembar data keselamatan
dan dicantumkan dalam dokumen kontrak pengadaan B3. Contoh SDS adalah
sbb :
Modul Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit hal 127
Gambar 2. Simbol B3
Gambar 3. Label B3
B. PENGGUNAAN B3
1. Setiap petugas yang menangani B3 di rumah sakit, harus berpengalaman dan
atau telah mengukuti pelatihan penanganan B3 rumah sakit
2. Setiap pekerja yang menangani bahan kimia berbahaya dan beracun harus
memakai alat pelindung diri sesuai dengan yang tertera pada Lembar Data
Keselamatan misalnya : sarung tangan, gown, masker, kaca mata pelindung,
penutup kepala, penutup kaki. APD ini harus disediakan secara terus menerus
di ruang pengguna B3
3. Pengguna B3 harus melengkapi diri dengan SDS. Untuk ruang pengguna yang
menggunakan banyak jenis B3, maka SDS perlu di dibuat buku/kumpulan SDS
dan diletakkan di tempat yang mudah terlihat. Sehingga diperlukan tulisan SDS
di tempat peletakkan buku/kumpulan SDS.
4. Di ruang pengguna, setiap B3 harus dilengkapi symbol atau label B3 yang
ditempel dalam kemasan , lemari penyimpanan/rak penyimpanan.
5. Tidak diperkenankan makan, minum atau merokok apabila sedang bekerja
dengan bahan berbahaya dan beracun.
6. Pengawasan penggunaan B3 menjadi tanggung jawab Kepala Satuan Kerja
Pengguna B3 dan dilakukan supervisi secara berkala oleh unit K3.
7. Ruangan yang menggunakan B3 harus tersedia lembar data keselamatan, alat
pemadam api ringan (APAR), emergency kit seperti P3K, eye washer dan atau
body shower, spill kit.
C. PENGEMASAN B3
Pengemasan B3 di Rumah Sakit biasanya merupakan pengemasan ulang dengan
menempatkan B3 ke dalam wadah yang lebih kecil (di tap) untuk selanjutnya di
distribusikan ke ruangan yang membutuhkan. Pengemasan ini dilakukan di
Gudang farmasi/B3 di rumah sakit. Pada proses pengemasan ini tetap berlaku
Untuk membuat simbol B3, dapat menggunakan stiker. Beberapa contoh produk
stiker simbol B3 adalah sbb :
D. PENYIMPANAN B3
Penyimpanan B3 di rumah sakit, untuk skala depo disediakan gudnag khusus B3.
Gudang B3 di Gudang farmasi/B3 dibagi menjadi 2 (dua), yakni : 1). Gudang
khusus B3 tidak mudah terbakar (stabil) dan 2). Gudang khusus B3 mudah
terbakar (Gudang api) yang biasanya untuk menyimpanan B3 yang tidak stabil
seperti alcohol,etanol, formaldehida dll.
1. Simbol dan label yang ditempel pada tempat penyimpanan B3 harus sesuai
dengan klasifikasi B3 yang disimpan
2. Pemasangan simbol dan label pada tempat penyimpanan B3 dan pada
kemasan B3 di tempat penyimpanan B3 menjadi tanggung jawab Satuan Kerja
Penyimpan dan Pengguna B3
3. Setiap satuan kerja yang melakukan kegiatan penyimpanan B3 wajib
mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan keselamatan kerja,
pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup
4. Tidak diperkenankan menyimpan barang selain B3 di tempat penyimpanan B3,
B3 harus disimpan di dalam tempat penyimpanan khusus B3
5. Tidak diperkenankan makan, minum atau merokok
6. Penyimpanan menerapkan sistem FIFO ( First In First Out) dan FEFO (First
Expired First Out)
7. Penyimpanan tidak boleh melebihi pandangan mata
8. Ruangan khusus penyimpanan B3harus memenuhi persyaratan yang berlaku
antara lain :
a. Memiliki ventilasi yang cukup
b. Material ruangan terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar (gudang
tahan api)
c. B3 tidak boleh diletakkan langsung di lantai
d. Dinyatakan sebagai “ restricted area” sehingga setiap orang yang tidak
berkepentingan tidak diperkenan masuk
e. Harus tersedia lembar data keselamatan, alat pemadam api ringan
(APAR), emergency kit seperti P3K, eye washer dan atau body shower,
spill kit.
f. B3 yang mudah terbakar dijauhkan dari sumber panas dan tidak di simpan
bersama B3 pengoksidasi
g. Lakukan monitoring suhu ruangan dan pengecekan kerusakan atau
kebocoran kemasan B3 secara berkala
E. DISTRIBUSI B3
1. Pendistribusian B3 ke unit pelayanan dilakukan dengan menggunakan alat
angkut tertutup khususnya untuk B3 radiofarmaka dan B3 yang mudah
menguap.
2. Distribusi B3 ke unit pelayanan dalam jumlah kecil sesuai dengan kebutuhan
3. Pendistribusian B3 harus disertai dengan Lembar Data Keselamatan
VIII. REFERENSI
1. PP No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
2. PermenLH Nomor 03 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label
Bahan Berbahaya dan Beracun
3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 56 Tahun 2015 tentang Tata Cara
dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah bahan Berbahaya dan Beracun Dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Prof. Enri Damanhuri, diktat kuliah
FTL – ITB
5. Globally Harmonized System (GHS)
Petunjuk :
1. Peserta dibagi dalam 5 kelompok, @ kelompok terdiri dari 6 orang peserta.
2. Masing-masing kelompok mendapatkan 10 buah SDS dan formulir inventarisasi
3. Masing- masing kelompok mendiskusikan:
a. Kelompok 1 : Mengidentifikasi jenis, karakteristik, dan bahaya B3 dengan
menggunakan SDS
b. Kelompok 2 : Mengidentifikasi penanganan kecelakaan pada B3 berdasarkan SDS
c. Kelompok 3 : Menyusun prosedur penanganan tumpahan B3 bahan kimia
d. Kelompok 4 : Menyusun prosedur penanganan tumpahan B3 logam berat
e. Kelompok 5 : Menyusun prosedur penggunaan dan penyimpanan B3
4. Masing masing kelompok mempresentasikan hasil latihan (selama 15 menit)
5. Fasilitator menyimpulkan hasil latihan danmenutupdiskusikelompok
Lampiran 2
CONTOH FORM INVENTARISASI
Sifat
Jenis/ B3 Cara SPO Penangan Ketersediaan
Ketersediaan Cara
No. Area Nama Bentuk Sifat (simbol Penyim yang an B3 emergency
SDS Pengemasan
B3 dan panan tersedia (APD) kit
label)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Lampiran 3
Petunjuk:
1. Fasilitator menayangkan film tentang penggunaan spill kit
2. Fasilitator mendiskusikan dengan peserta mengenai film yang telah ditayangkan
Lampiran 4
CONTOH GAMBAR SPILL KIT
REFERENSI
1. BPP-SDM Kesehatan ; Rencana Tindak Lanjut ; Modul TOT NAPZA, Pusdiklat
SDM Kesehatan ; Jakarta ; 2009
2. Ditjen PP & PL, Depkes RI ; Rencana Tindak Lanjut, Kurmod Surveilance ;
Subdit Surveilans ; Jakarta ; 2008
3. Modul – 1, Perencanaan Pengendalian Penyakit Kanker ; Direktorat PTM ;
Jakarta ; 2007
4. Departemen Kesehatan RI ; Pedoman Penyusunan Kurikulum Modul Pelatihan
Berorientasi Pembelajaran ; Pusdiklatkes- BPP-SDM ; Jakarta ; 2004
5. Indonesian-Australian Spesialist Project ( IA-STP) ; Metode Pelatihan Bagi Tenaga
Pelatih, Rencana Aksi ; Jakarta ; 2010
PEDOMAN LATIHAN
Tujuan:
Setelah mengikuti latihan ini, peserta mampu menyusun RTL setelah mengikuti
pelatihan.
Petunjuk:
1) Setiap peserta mendapatkan form RTL.
2) Setiap peserta menyusun rencana kegiatan yang akan dilakukannya setelah
mengikuti Pelatihan PPRG-BK di setiap unit masing-masing.
3) Beberapa peserta menyajikan RTL-nya dan mendapatkan tanggapan atau masukan
dari peserta.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan
perhatian khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan, dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit pasal 3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit
bertujuan mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan; memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; meningkatkan mutu
dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.
Undang-undang tentang bangunan gedung nomor 28 tahun 2002 juga menyebutkan
bahwa bangunan gedung penting sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, maka
perlu diperhatikan keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan
IV. METODE
- Tugas baca
- Ceramah tanya jawab
- Pemutaran film 5 menit
- Latihan ( TPK 3,4 dan 6)
- Observasi Lapangan
Langkah 1.Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 5. Rangkuman
1. Fasilitator merangkum materi yang telah diberikan
2. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan salam
POKOKBAHASAN 1.
KONSEP K3 BANGUNAN GEDUNG DAN SARANA GEDUNG RUMAH
SAKIT
A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan
merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam
Dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 10 ayat
(2) menyebutkan, bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit terdiri atas ruang: b. ruang rawat inap; Dalam Bagian Ketiga tentang
Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa Persyaratan teknis bangunan
Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang
termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.
B. PENGERTIAN
1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun
kegiatan khusus.
7. Fasilitas
Fasilitas adalah segala sesuatu hal yang menyangkut Sarana, Prasarana
maupun Alat (baik alat medik maupun alat non medik) yang dibutuhkan oleh
rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi pasien.
8. Sarana
Segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi mata maupun teraba
oleh panca indra dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan
(umumnya) merupakan bagian dari suatu gedung ataupun bangunan gedung
itu sendiri.
9. Prasarana
Benda maupun jaringan / instalasi yang membuat suatu sarana yang ada bisa
berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
16. Pekerjaan Baja. Bahaya yang timbul dari pekerjan pemasangan baja pekerja
dapat jatuh dari ketinggian tertentu dari permukaan tanah, terperosok,
tertimpa material bangunan.
C. TUJUAN
Program K3 bangunan Gedung dan prasarana rumah sakit bertujuan
1. Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko
2. Untuk memastikan bahwa gedung/ bangunan, peralatan dan sistem yang
digunakan tidak menimbulkan bahaya bagi penghuni
3. Mencegah terjadinya kecelakaan dan cidera
4. Menciptakan kondisi yang menjamin keselamatan dan keamanan bagi
pasien, keluarga, karyawan, pengunjung, vendor dan lainnya
5. terwujudnya bangunan gedung Rumah Sakit sesuai fungsi yang ditetapkan
6. memenuhi persyaratan teknis: keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan serta kelestarian lingkungan di rumah sakit
7. Mengurangi dan meminimalisasi bahaya dan risiko
D. RUANG LINGKUP
- Konsep K3 Bangunan dan prasarana rumah sakit
- Persyaratan K3 Bangunan Rumah Sakit
- Pengelolaan Risiko K3 pada bangunan Rumah Sakit
- Persyaratan K3 konstruksi
- Pengelolaan Risiko K3 pada bangunan pada tahapan konstruksi Rumah Sakit
- Persyaratan K3 Prasarara rumah sakit
- Pengelolaan Risiko K3 pada prasarana Rumah Sakit
POKOK BAHASAN 2
PERSYARATAN K3 PADA BANGUNAN GEDUNG
Bangunan yang layak untuk dihuni harus dapat memenuhi persyaratan keandalan
bangunan gedung, yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan,
dan kemudahan. Persyaratan ini didasarkan pada fungsi tiap bangunan.
A. PERSYARATAN KESELAMATAN
Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban
muatan. Tolak ukurnya adalah struktur yang stabil dan kukuh dalam
mendukung beban muatan tersebut sampai dengan kondisi pembebanan
maksimum. Hal ini bertujuan agar bila terjadi keruntuhan, pengguna bangunan
gedung masih dapat menyelamatkan diri.
Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan
menanggulangi bahaya kebakaran, melalui sistem proteksi pasif dan/atau
proteksi aktif.
Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya
petir,melalui sistem penangkal petir.
B. PERSYARATAN KESEHATAN
Persyaratan sistem penghawaan, mengakomodasi kebutuhan sirkulasi dan
pertukaran udara yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui
bukaan, baik ventilasi alami, dan/atau ventilasi buatan.
Persyaratan sistem pencahayaan, memenuhi kebutuhan pencahayaan yang
harus disediakan pada bangunan gedung, baik melalui pencahayaan alami
maupun buatan, termasuk pencahayaan darurat.
Persyaratan sistem sanitasi, harus disediakan di dalam dan di luar bangunan
gedung. Sistem ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air bersih,
pembuangan air kotor, air limbah, dan sampah, serta penyaluran air hujan.
Sistem sanitasi ini sebaiknya mudah dalam pengoperasian dan
pemeliharaannya, tidak membahayakan, serta tidak menggangu lingkungan.
Persyaratan penggunaan bahan bangunan gedung, harus aman bagi
kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan.
C. PERSYARATAN KENYAMANAN
Kenyamanan ruang gerak, diperoleh dari dimensi ruang yang cukup serta
tata letak ruang yang baik dan sesuai fungsi, sehingga memberikan
kenyamanan bergerak dalam ruangan.
Kenyamanan hubungan antar ruang, berhubungan dengan tata letak ruang
dan sirkulasi antar ruang di dalam bangunan gedung. Desain ruangan yang
fungsional merupakan kunci untuk mendapatkan sirkulasi yang baik, sehingga
tercipta pola aktivitas penghuni yang nyaman.
Kenyamanan kondisi udara dalam ruang, merupakan tingkat kenyamanan
yang diperoleh dari temperatur dan kelembapan di dalam ruang.
D. PERSYARATAN KEMUDAHAN
Persyaratan kemudahan merupakan kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam
bangunan gedung, serta kelengkapan sarana dan prasarana dalam pemamfaatan
bangunan gedung. Kemudahan tersebut meliputi tersedianya fasilitas dan
aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat
dan lanjut usia.
POKOK BAHASAN 3.
PENGELOLAAN RISIKO K3 PADA TAHAPAN KONSTRUKSI BANGUNAN
E. PENGENDALIAN
Pengendalian faktor risiko/bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat
keefektifan, kehandalan dan proteksi tertinggi di antara pengendalian lainnya.
Dan pada urutan hierarki setelahnya, tingkat keefektifan, kehandalan dan
proteksi menurun seperti diilustrasikan pada gambar di bawah :
3. Identifikasi bahaya
a. Sebelum memulai sesuatu pekerjaan, harus dilakukan identifikasi bahaya,
guna mengetahui potensi bahaya dalam setiap pekerjaan.
b. Identifikasi bahaya dilakukan bersama pengadaan pekerjaan dan safety
departemen atau P2P3.
c. Identifikasi bahaya menggunakan teknik yang sudah baru seperti check
list, what If, hazards dan sebagainya.
d. Semua hasil identifikasi bahaya harus didokumentasikan dengan baik dan
dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.
e. Identifikasi bahaya harus dilakukan pada setiap tahapan proyek yang
meliputi
- Design phase
- Procurement
- Konstruksi
- Commissioning dan start up
- Penyerahan kepada pemilik.
7. Safety Promotion
a. Selama kegiatan proyek berlangsung di selenggarakan program-program
promosi K3, yang bertujuan untuk mengingatkan dan meningkatkan
awareness para karyawan proyek.
b. Kegiatan promosi berupa poster, spanduk, bulletin, lomba K3 dan
sebagainya yang sebanyak mungkin melibatkan tenaga kerja.
18. Audit K3
a. Proyek konstruksi secara berkala harus diaudit disesuaikan dengan jangka
waktu kegiatan proyek. Audit K3 berfungsi untuk mengetahui kelemahan
dan kelebihan pelaksanaan K3 dalam proyek sebagai masukan
pelaksanaan proyek berikutnya.
b. Hasil audit juga dapat sebagai masukan dalam memberikan penghargaan
K3.
I. PEMELIHARAAN ARSITEK
1. Memelihara secara baik dan teratur jalan keluar sebagai sarana penyelamat
(egress) bagi pekerja (Dokter, perawat dan staf administrasi) dan pengguna
(pasien dan penunggu pasien) pada bangunan Rumah Sakit.
2. Memelihara secara baik dan teratur unsur-unsur tampak luar bangunan
Rumah Sakit sehingga tetap rapih dan bersih.
3. Memelihara secara baik dan teratur unsur-unsur dalam ruang Rumah Sakit
serta perlengkapannya .
4. Menyediakan sistem dan sarana pemeliharaan yang memadai dan berfungsi
secara baik, berupa perlengkapan/peralatan tetap dan/atau alat bantu kerja
(tools).
5. Melakukan cara pemeliharaan ornamen arsitektural dan dekorasi yang benar
oleh petugas yang mempunyai keahlian dan/atau kompetensi di bidangnya.
POKOK BAHASAN 4
PENGELOLAAN RISIKO K3 BANGUNAN RUMAH SAKIT
A. PEMELIHARAAN BANGUNAN
1. ARSITEKTUR
Memelihara secara baik dan teratur jalan keluar sebagai sarana penyelamat
(egress) bagi pekerja (Dokter, perawat dan staf administrasi) dan pengguna
(pasien dan penunggu pasien) pada bangunan Rumah Sakit.
2. STRUKTURAL
- Memelihara secara baik dan teratur unsur-unsur struktur bangunan
gedung Rumah Sakit dari pengaruh korosi, cuaca, kelembaban, dan
pembebanan di luar batas kemampuan struktur, serta pencemaran
lainnya.
- Memelihara secara baik dan teratur unsur-unsur pelindung struktur.
- Melakukan pemeriksaan berkala sebagai bagian dari perawatan preventif
(preventive maintenance).
- Mencegah dilakukan perubahan dan/atau penambahan fungsi kegiatan
yang menyebabkan meningkatnya beban yang berkerja pada bangunan
gedung Rumah Sakit, di luar batas beban yang direncanakan.
3. HOUSEKEEPING / KERUMAHTANGGAAN
- Meliputi seluruh kegiatan Housekeeping yang membahas hal-hal terkait
dengan sistem pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung Rumah
Sakit, di antaranya mengenai Cleaning Service, Landscape, Pest Control,
General Cleaning mulai dari persiapan pekerjaan, proses operasional
sampai kepada hasil kerja akhir.
B. PERAWATAN BANGUNAN
Pekerjaan perawatan meliputi perbaikan dan/atau penggantian bagian bangunan,
komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana berdasarkan
dokumen rencana teknis perawatan bangunan gedung, dengan
mempertimbangkan dokumen pelaksanaan konstruksi meliputi :
- REHABILITASI
Memperbaiki bangunan yang telah rusak sebagian dengan maksud
menggunakan sesuai dengan fungsi tertentu yang tetap, baik arsitektur
maupun struktur bangunan gedung tetap dipertahankan seperti semula,
sedang utilitas dapat berubah.
- RENOVASI
Memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian dengan maksud
menggunakan sesuai fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah, baik
arsitektur, struktur maupun utilitas bangunannya.
C. PENGAWASAN BANGUNAN
. Pengawasan bangunan meliputi :
1. Pengendalian teknis;
- Aspek mutu hasil pekerjaan;
- Aspek volume pekerjaan;
- Aspek waktu penyelesaian pekerjaan;
- Aspek biaya keseluruhan pekerjaan.
2. Pengendalian atas proses koordinasi terkait
3. Pengendalian administrasi kegiatan
4. Evaluasi rencana kegiatan
5. Value engineering; dan
6. Pelaporan.
D. PEMERIKSAAN BANGUNAN
Pemeriksaan terhadap kondisi bangunan dimaksudkan untuk sedini mungkin
mengidentifikasi bilamana terdapat kerusakan-kerusakan pada struktur bangunan
sehingga penanganan yang efektif dan efisien dapat dilakukan sesuai dengan
kondisi kerusakan yang terjadi.
E. PENGUJIAN BANGUNAN
- Persyaratan teknis Keandalan bangunan gedung.
- Faktor kekuatan struktur bangunan.
- Faktor proteksi bangunan terhadap sambaran petir dan sengatan listrik.
- Faktor proteksi bangunan terhadap kebakaran.
POKOK BAHASAN 5 .
PERSYARATAN K3 PADA PRASARANA RUMAH SAKIT
D. LIFT
Dasar Pertimbangan teknis penetapan Peraturan K3 Lift (Menteri Tenaga Kerja
No Per 03/Men/1999) adalah bahwa Pesawat Lift dinilai mempunyai potensi
bahaya tinggi. Pasal 25. Pengurus yang membuat, memasang, memakai
pesawat lift dan perubahan teknis maupun administrasi harus mendapat ijin dari
Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.
Pasal 24 Ayat (1). Pembuatan dan atau pemasangan lift harus sesuai dengan
gambar rencana yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 24 Ayat (3). Proses pembuatannya harus memenuhi SNI atau Standar
internasional yang diakui. Sedangkan pasal 24 Ayat (4). Ijin pemasangan lift:
Gambar rencana pemasangan lift terdiri :
Denah ruang mesin dan peralatannya
Konstruksi mesin dan penguatannya
Diagram instalasi listrik
Diagram pengendali
Rem pengaman
Bangunan ruang luncur dan pintu-pintunya
Rel pemandu dan penguatannya
Konstruksi kereta
Governor dan peralatannya
Kapasitas angkut, kecepatan, tinggi vertical
Perhitungan tali baja
Pasal 30 Ayat (1). Pemeriksaan dan Pengujian Lift, setiap lift sebelum dipakai
harus diperiksa dan diuji sesuai standar uji yang ditentukan
F. KETEL UAP
Permenkes No. 24 Tahun 2016 (halaman 15)
G. GENSET
Permenkes No. 24 tahun 2016
H. SISTEM HVAC
Empat faktor utama yang mempengaruhi konsentrasi di sekitar seseorang di
kamar: Tiga terakhir ini adalah atribut dari sistem ventilasi yang dapat direkayasa
untuk membatasi efek yang pertama. Rekomendasi untuk rekayasa kontrol untuk
mengandung atau mencegah penyebaran pusat kontaminan udara pada :
1. Ventilasi udara
2. Filterisasi Udara atau Pembersih udara (filtrasi primer dan sekunder)
3. Ventilasi udara exhaust
Ventilasi udara
Cara yang paling efektif untuk mengontrol kontaminan, bau dan polusi udara
dalam ruangan adalah melalui ventilasi, yang membutuhkan kontrol simultan
dengan beberapa kondisi:
a. Pertukaran udara
• Ketentuan Supply Ventilasi untuk fasilitas kesehatan memerlukan udara segar
yang besar untuk mencairkan dan menghilangkan kontaminan yang
dihasilkan dalam ruang dan ada beberapa ruangan tidak membutuhkan udara
balik. Tingkat ventilasi untuk fasilitas kesehatan yang menyatakan sebagai
perubahan udara udara per jam (ACH), yang merupakan ukuran seberapa
cepat udara dalam ruang interior diganti dengan luar (atau AC) udara.
• Sebagai contoh, jika jumlah udara yang masuk dan keluar dalam satu jam
sama dengan total volume ruang, ruang tersebut dikatakan mengalami satu
perubahan udara per jam. Laju aliran udara diukur dalam satuan yang sesuai
seperti kaki kubik per menit (CFM).
b. Tekanan ruangan disesuaikan dengan kelas isolasi
• Membangun ruang bertekanan merupakan faktor penting untuk memantau di
rumah sakit karena dapat sangat mempengaruhi pengontrolan pada ruangan
rumah sakit. Jika tekanan udara dapat gedung diperbolehkan untuk menjadi
negatif karena pasokan filter yang digunakan, Supply udara berjalan terlalu
lambat, atau Return udara berjalan terlalu cepat, kelembaban dan kotoran
udara dapat ditarik ke dalam gedung melalui retakan dan celah.
• Tekanan ruang bangunan dicapai dengan mengendalikan kualitas dan
kuantitas udara supply dan udara exhaust, menjaga perbedaan tekanan
udara antara daerah yang berdekatan, dan merancang pola aliran udara
untuk tujuan klinis tertentu.
c. Distribusi udara yang tepat dikondisikan dengan pendinginan AC
d. Kualitas yang tinggi pada sistem penyaringan udara sangat dibutuhkan
e. Suhu dan kelembaban kontrol yang tepat memastikan pemeliharaan sesuai
dengan iklim
I. SISTEM AIR
Sistem air di rumah sakit menyangkut jumlah kuantitas dan kualitas. Rumah sakit
harus menyiapkan jumlah air yang mencukupi dan aman dari bakteri coli dan
bahan berbahaya lain. Untuk menjaga keamanan dari air maka harus dilakukan
pemeriksaan kualitas air bersih secara rutin
POKOK BAHASAN 6.
PENGELOLAAN RISIKO K3 PADA PRASARANA RUMAH SAKIT
A. INVENTARISASI PRASARANA
Inventarisasi prasarana adalah kegiatan pengumpulan data prasarana rumah sakit
meliputi jenis, jumlah , lokasi penempatan serta kondisi dari prasarana rumah sakit
B. INSPEKSI K3 PRASARANA
Inspeksi K3 prasarana adalah kegiatan pemeriksaan secara visual dengan
menggunakan formulir / cek list terhadap kondisi prasarana dengan melihat kondisi
aman atau tidak aman
C. PEMELIHARAAN PRASARANA
Pemeliharaan prasarana adalah kegiatan menjaga keandalan prasarana laik fungsi
D. PEMERIKSAAN PRASARANA
Pemeriksaan prasarana merupakan kegiatan pengamatan secara visual dan
mencatat nilai indikator, gejala atau kondisi prasarana meliputi komponen/unsur
utilitas (mekanikal dan elektrikal) untuk mengetahui kesesuaian atau peyimpanan
sesuai spesifikasi teknis yang ditetapkan semula
E. PENGUJIAN PRASARANA
Pengujian prasarana adalah kegiatan pemeriksaan dengan menggunakan
peralatan termasuk penggunaan fasilitas laboratorium untuk menghitung dan
menetapkan nilai indikator meliputi utilitas mekanikal elektrikaluntuk mengetahui
kesesuaian atau peyimpanan sesuai spesifikasi teknis yang ditetapkan semula
Lampiran 1.
Tujuan:
Peserta mengetahui risiko K3 pada bangunan dan prasarana RS
Petunjuk:
1.Fasilitator menayangkan film kasus terkait risiko K3 bangunan dan prasarna RS yaitu :
-Film risiko kecelakaaan kerja pada kegiatan konstruksi 5 menit
-Film risiko kecelakaan kerja pada bangunan rumah sakit 5 menit
-Film risiko kecelakaan terkait prasarana rumah sakit 5 menit
2.Fasilitator mendiskusikan dengan peserta mengenai film yang telah ditayangkan
Lampiran 2
Tujuan:
Setelah mengikuti diskusi kelompok ini, peserta mampu mengelola risiko K3
bangunan dan prasarana RS dengan cara melakukan identifikasi risiko K3 pada
bangunan dan prasarana yang ada di rumah sakit
Petunjuk:
1. Fasilitator menjelaskan tujuan diskusi kelompok dan membagi menjadi 6
kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 5 orang.
2. Masing masing kelompok ditugaskan untuk mengelola risio K3 bangunan dan
prasarana meliputi :
a. Kelompok konstruksi bangunan : dalam renovasi /pembangunan
b. Kelompok angunan RS: Rawat Inap
c. Kelompok bangunan RS : Penunjang Radiologi, Laboratorium, CSSD, Gizi
d. Kelompok prasarana RS : Air, IPAL, TPS
e. Kelompok prasarana RS : Kelistrikan, HVAC, Genset, Ketel Uap
3. Setiap kelompok memilih tim penyaji dari masing-masing kelompok
4. Peserta diberikan formulir identifikasi risiko K3 bangunan dan sarana
5. Peserta dijelaskan tentang cara pengisian dari formulir sesuai dengan topik yang
ditentukan. ( masing-masing kelompok berbeda-beda )
6. Peserta mengisi formulir identidikasi risiko dalam satu kelompok.
7. Alokasi waktu diskusi kelompok 15 menit/kelompok
8. Alokasi waktu presentasi dan tanya jawab 15 menit/kelompok
9. Tugaskan setiap kelompok untuk mendiskusikan:
- Penilaian risiko dari hasil identifikasi yang ada
- Dengan data penilaian risiko tersebut dibuatkan dampak atau akibat yang
bisa ditimbulkan.
- Dari dampak yang dapat ditimbulkan tersebut upaya apa yang harus
dilakukan untuk melakukan pengendalian atau rekomendasi yang di
usulkan.
- Format tabel.
Lampiran 3
I. DESKRIPSI SINGKAT
Rumah sakit dalam memberikan pelayanan menggunakan berbagai peralatan, baik
peralatan medis maupun non medis. Dalam penggunaan peralatan medis secara
aman, diperlukan pengelolaan secara efektif dan berkala , agar tidak membahayakan
baik terhadap tenaga kesehatan yang menggunakan peralatan tersebut, pasien dan
pengelola limbah peralatan medis. Untuk dapat mengelola secara benar, diperlukan
pengetahuan dan kemampuan petugas dalam mengoperasionalkan dan mengelola
peralatan tersebut dari aspek K3 (keselamatan dan kesehatan kerja). Selain itu
diperlukan pengawasan untuk memastikan dilaksanakannya pengelolaan peralatan
medis secara benar.
IV. METODE
- Ceramah tanya jawab
- Latihan ( TPK 2 )
Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 4. Rangkuman
1. Fasilitator merangkum materi yang telah disampaikan
2. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terima kasih
POKOK BAHASAN 1
KONSEP K3 DALAM PENGELOLAAN PERALATAN MEDIS
2. Prioritas Risiko
Tetapkan risiko dari setiap sub proses agar dapat ditentukan prioritasnya.
Proses penetapan risiko ini sebaiknya dilakukan dengan konsep pencegahan
terjadinya insiden/kegagalan dari sistem.
3. Target Pencapaian
Sebaiknya terhadap risiko kegagalan sub sistem dari proses bisnis yang telah
diprioritaskan di atas diberi target pencapaian.
POKOK BAHASAN 2
ALUR PENGAWASAN PENGELOLAAN PERALATAN MEDIS
2. Lingkup Inventaris
Pertimbangan lingkup inventaris dapat meliputi referensi sebagai berikut:
MFK 8 ME 2 Ada daftar inventaris untuk seluruh peralatan medis.
FMS 8 ME 2 Seluruh teknologi medis terdaftar di dalam daftar inventaris.
Alat Kesehatan Elektromedik adalah alat kesehatan yang menggunakan
sumber listrik AC atau DC untuk pengoperasiannya (Permenkes 4 tahun
2014).
Untuk pengelolaan peralatan medis tidaklah harus semua peralatan medis
dimasukan ke dalam inventori, tetapi sebaiknya dilakukan
pembatasan/prioritas item-item peralatan medis yang akan dilakukan
inventarisasi. Prioritas tersebut dapat dilakukan dengan cara berdasarkan
nilai investasi peralatan medis, usia teknis, berdasarkan risiko atau
kombinasi dari kriteria tersebut.
Nilai investasi peralatan medis
Prioritas ini memperhitungkan peralatan medis yang akan dilakukan
inventarisasi berdasarkan harga pada saat pembeliaan yaitu peralatan
medis dengan harga diatas nominal harga tertentu.
Usia teknis
Dengan kriteria:
Nilai ME Frekuensi Pemeliharaan
<12 Sesuai keperluan
12-14 1 tahun sekali
15-19 6 bulan sekali
≥ 20 4 bulan sekali
b. Recall
Recall adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah pada
suatu peralatan medis, bila tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku atau
dapat menyebabkan suatu bahaya pada penggunaannya. Suatu produk yang
ditarik dari peredaran, akan diteliti ulang oleh produsen sehingga dapat
ditentukan apakah produk tersebut akan diperbaiki atau dimusnahkan.
Contoh jenis jenis tindakan yang dapat dianggap Recall:
a. Memeriksa peralatan medis terhadap masalah.
b. Perbaikan peralatan medis.
c. Menyesuaikan pengaturan pada peralatan medis.
d. Pelabelan ulang peralatan medis.
e. Menghancurkan peralatan medis.
f. Memberitahukan kepada pengguna tentang masalah pada peralatan
medis.
g. Pemantauan masalah kesehatan pasien akibat penggunaan peralatan
medis.
Sebagai tindak lanjut atas recall, maka harus dipertimbangkan untuk kesiapan
membackup peralatan medis tersebut dengan pihak ke-3 yang mampu
mendukung pelayanan rumah sakit pada keadaan darurat dengan membuat
dokumen Nota Kesepahaman.
VIII. REFERENSI
1. UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
2. Permenkes 54 Tahun 2015 Tentang Pengujian dan Kalibrasi Alkes
3. Kemenkes, Pedoman Pengelolaan Peralatan Medis di Fasyankes, 2015
4. JCI, Hospital Standard 6th Edition, 2017
5. KARS, Standar Akreditasi Rumah Sakit, 2017
Tujuan:
Peserta mampu melakukan pengelolaan risiko K3 penggunaan peralatan medis
Petunjuk:
1. Peserta dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 6 orang peserta.
2. Masing-masing kelompok ditugaskan untuk mendiskusikan salah satu topik di
bawah ini:
Topik 1: Menentukan frekuensi pemeliharaan alat medis yang disediakan
oleh fasilitator (EKG, defibrilator)
Topik 2: Menyusun rencana mitigasi insiden alat
3. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas dan
kelompok lain menanggapi
4. Fasilitator menyimpulkan hasil diskusi kelompok dan menutup diskusi
kelompok
Waktu: 90 menit
I. DESKRIPSI SINGKAT
Keadaan darurat merupakan suatu kejadian yang tidak pernah diharapkan terjadi,
tidak pernah diketahui kapan akan terjadi, dan bilamana terjadi akan mengakibatkan
gangguan atau kerusakan atau kerugian terhadap manusia, lingkungan, dan aset
rumah sakit. Definisi singkat dari tanggap darurat adalah selalu siap atau siaga dalam
menghadapi bencana apapun yang sewaktu-waktu bisa terjadi (darurat). Oleh karena
itu, harus dipastikan bahwa organisasi yang dibentuk untuk menghadapi kedaruratan
bencana dapat melakukan tindakan yang efektif dalam situasi darurat, dan
meminimasi dampak lingkungan yang ditimbulkan saat dan setelah keadaan darurat
tersebut terjadi. Sebaik apapun kesiagaan organisasi, selalu saja ada suatu kejadian
yang berada di luar pengendalian, seperti bencana alam atau sabotase. Oleh karena
itu dibutuhkan suatu penilaian sistematik terhadap risiko dari semua potensi keadaan
darurat yang mungkin terjadi, dan menyusun rencana kesiagaan dan tanggap darurat
untuk memastikan bahwa organisasi memiliki kesiagaan yang memadai dalam
menghadapi suatu insiden atau keadaan yang tidak diharapkan. Kesiagaan dan
tindakan yang efektif dapat mengurangi kecelakaan, mencegah atau mengurangi
dampak lingkungan, melindungi sumber daya manusia dan masyarakat, mengurangi
hilangnya aset, dan mengurangi waktu henti pelayanan.
IV. METODE
Metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 3. Rangkuman
1. Fasilitator melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan kepada peserta
terkait materi yang telah disampaikan.
2. Fasilitator membuat rangkuman materi yang telah disampaikan.
POKOK BAHASAN 1
KONSEP KONDISI DARURAT DAN BENCANA
Dengan adanya pelatihan ini diharapkan muncul partisipasi dan peran serta dari
seluruh sumber daya manusia di rumah sakit dalam usaha tanggap darurat dan
bencana yang merupakan bagian tidak terpisah dari semua pelayanan kesehatan di
A. PENGERTIAN
Tanggap adalah menurut kamus resmi bahasa Indonesia dapat menjadi kata sifat
dan kata kerja. Definisi sebagai kata kerja, yaitu (1) segera mengetahui (keadaan)
dan memperhatikan sungguh-sungguh, (2) cepat dapat mengetahui dan
menyadari gejala yang timbul. Definisi sebagai kata sifat yaitu bertanya untuk
sesuatu (menanggapi).
Darurat adalah suatu keadaan tidak normal/tidak diinginkan yang terjadi pada
suatu tempat/kegiatan yang cenderung membahayakan bagi manusia, merusak
peralatan/harta benda atau merusak lingkungan sekitarnya.
Latihan atau simulasi menyelamatkan diri atau keluar secara aman dan tidak
panik saat menggunakan tangga darurat di rumah sakit, serta cara berlindung di
tempat yang aman saat gempa terjadi. Latihan dalam evakuasi gempa bumi
tersebut merupakan pelatihan dalam mitigasi gempa yang sangat penting
dilakukan. Selanjutnya, pelatihan dan simulasi ini merupakan kurikulum wajib
yang harus dilakukan setiap tahun dari pengelola gedung yang bekerjasama
dengan unit kerja pendidikan dan pelatihan (diklat), sehingga kelemahan dan
kekurangan yang terjadi senantiasa dapat diperbaiki.
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau
kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Panduan Tanggap Darurat adalah tata cara atau pedoman kerja dalam
menanggulangi suatu keadaan darurat dengan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia untuk menanggulangi akibat dari suatu kondisi yang tidak normal dengan
tujuan untuk mencegah atau mengurangi kerugian yang lebih besar.
B. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. UUD 1945 (amandemen ke-2) pasal 28G ayat 1, yang berbunyi ”Setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi‟.
3. UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (pasal 35 dan
36).
4. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (pasal 5 dan 6).
7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan
Pengelolaan Bantuan Bencana.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga
Internasional dengan Lembaga Non-Pemerintah dalam Penanggulangan
Bencana.
9. Permenkes Nomor 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan.
10. Premenkes Nomor 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit.
11. Permenkes Nomor 19 tahun 2016 tentang Sistem Penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu.
12. Permenkes Nomor 1045 Tahun 2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sakit di lingkungan Depkes.
13. Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis.
14. Kepmenkes Nomor 876 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Penanganan Krisis dan Masalah Kesehatan Lain.
15. Kepmenkes Nomor 145 Tahun 2007 tentang Pedoman Penanggulangan
Bencana Bidang Kesehatan.
16. Kepmenkes Nomor 1227 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Kepmenkes
Nomor 679 Tahun 2007 tentang Organisasi Pusat Penanggulangan Krisis
Regional.
17. Kepmenkes Nomor 1228 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Kepmenkes
Nomor 783 Tahun 2006 tentang Regionalisasi Pusat Bantuan Penanganan
Krisis Kesehatan Akibat Bencana.
POKOK BAHASAN 2
KESIAPAN DALAM MENGHADAPI KONDISI DARURAT DAN BENCANA DI
RUMAH SAKIT
Berdasarkan hasil identifikasi dari berbagai potensi kondisi darurat yang mungkin
terjadi di lingkungan rumah sakit, harus diikuti dengan pembuatan usulan tindakan
pencegahan potensi dan situasi yang sedang terjadi menjadi lebih buruk atau
bahkan tidak tertangani. Prosedur penanggulangan tanggap darurat atau
emergency response plan dari seluruh potensi kondisi bencana yang ditemukan
dari kegiatan identifikasi. Panduan ini nantinya harus disetujui oleh Komite K3RS,
kemudian disahkan dan ditandatangani oleh Direktur rumah sakit.
Identifikasi potensi kondisi darurat harus dilakukan sekali dalam setahun, atau bila
ada perubahan material atau aktivitas dalam isi panduan, maka penanggung
jawabnya (tim organisasi tanggap darurat dan bencana di rumah sakit tersebut)
harus melakukan pembaruan daftar identifikasi dan prosedurnya.
Rencana darurat dibuat berdasarkan pada potensi kecelakaan yang dapat terjadi
di instalasi dan konsekuensi-konsekuensinya yang dapat dirasakan di dalam dan
di luar tempat kerja serta bagaimana suatu keadaan darurat itu harus segera
ditangani. Perencanaan darurat harus diberlakukan sebagai unsur yang penting
dari sistem pengendalian bahaya besar. Suatu rencana tanggap darurat
dikonsentrasikan pada tindakan yang akan diambil dalam beberapa jam pertama
pada kondisi krisis. Sebagai contoh, evakuasi segera korban dan
penanggulangan keadaan darurat adalah komponen yang umum dalam suatu
keadaan gawat darurat. Pelaksanaan dari rencana biasanya di bawah
pengarahan dari tim tanggap darurat atau Emergency Response Team (Kuhre,
1996).
Tim tanggap darurat dan bencana terdiri dari: pimpinan keadaan darurat
danbencana, tim penilai dan pemantau, koordinator manajemen medis,
koordinator manajemen operasional, penanggungjawab pusat dan informasi,
penanggung jawab pengamanan dan penyelamatan, penanggung jawab logistik,
penanggung jawab teknik, penanggung jawab SDM, koordinator keadaan darurat
gedung. Uraian tugas masing-masing bagian sebagai berikut:
Perwakilan Tim K3RS, dan pemimpin tim tanggap darurat dan bencana harus
selalu mendukung dan mencatat bahwa pelatihan yang diperlukan telah
dilakukan. Program pelatihan merupakan salah satu langkah agar pelaksanaan
tanggap darurat dapat dilaksanakan secara optimal. Dengan pelatihan tersebut
diharapkan respon dari sumber daya manusia mengenai tanggap darurat dapat
ditingkatkan. Tim tanggap darurat harus dilatih tentang bagaimana menangani
situasi-situasi kondisi darurat yang berbeda-beda.
2. Evakuasi
Tim tanggap darurat membunyikan tanda bahaya dan mengevakuasi semua
penghuni gedung dari area bahaya bila ada ancaman terhadap keselamatan
jiwa. Keputusan untuk mengevakuasi pekerja harus dilakukan oleh pemimpin
tim tanggap darurat dengan masukan dari individu yang mengerti keadaan
yang terjadi. Seluruh sumber daya manusia harus diberitahu untuk keluar dari
area secara teratur melalui jalur yang ditentukan dalam peta evakuasi.
Seluruh sumber daya manusia tidak boleh panik, tidak boleh memakai
elevator, dan tidak membawa barang-barang pribadi.
8. Mendirikan Penghalang
Penghalang menandakan bahwa suatu zona diisolasi yang melarang
siapapun, kecuali tim tanggap darurat untuk masuk.
VIII. REFERENSI
1. UU No. 1Tahun1970tentangKeselamatan Kerja
2. Life Safety Book JCI
Lampiran 1
PANDUAN LATIHAN
Tujuan:
Peserta memiliki kesiapan dalam menghadapi kondisi darurat dan bencana di RS
Petunjuk:
1. Peserta dibagi menjadi 5 (lima) kelompok, tiap kelompok terdiri dari 6 orang
peserta.
2. Masing-masing kelompok menentukan RS yang akan dijadikan bahan latihan
3. Masing- masing kelompok melakukan latihan mengenai:
a. Kelompok 1 : membuat skenario tanggap darurat dan bencana keamanan
b. Kelompok 2: membuat skenario tanggap darurat dan bencana peralatan
medis
c. Kelompok 3: membuat skenario tanggap darurat dan bencana kebakaran
d. Kelompok 4: membuat skenario tanggap darurat dan bencana tumpahan
limbah dan B3
e. Kelompok 5: membuat skenario simulasi kondisi tanggap bencana (utilitas,
kelistrikan atau air)
4. Masingmasingkelompokmempresentasikanhasildiskusidan kelompok lain
menanggapi.
Waktu: 90 menit
Tujuan:
Para peserta memiliki kemampuan dan pemahaman yang sama dalam merespon
suatu kondisi darurat dan bencana
Petunjuk:
1. Simulasi table top adalah simulasi yang dilakukan secara lisan oleh suatu
kelompok. Simulasi dilakukan sambil duduk melingkar. Setiap kelompok akan
diberikan sebuah skenario dan masing-masing peserta akan mendapatkan satu
peran. Setelah memahami skenario dan peran masing-masing, peserta akan
mulai berdialog berdasarkan skenario dan perannya masing-masing.
2. Peserta dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, tiap kelompok terdiri dari 10 orang
peserta.
3. Masing-masing kelompok diberikan skenario:
Kelompok 1: Kondisi darurat (keracunan massal)
Kelompok 2: Bencana gempa bumi
Kelompok 3: Bencana banjir
4. Setelah masing-masing kelompok mendapatkan skenario bencana, maka dibagi
menjadi pemain peran, diusahakan semua peserta mendapatkan peran dalam
kegiatan ini.
5. Para peserta diharapkan mempelajari skenario secara singkat dan memahami
jalannya cerita, kemudian rencana dalam skenario dijalankan baik secara lisan
maupun demonstrasi (bila diperlukan, misalnya memperagakan cara melindungi
kepala saat goncangan gempa bumi, memperagakan cara penggunaan APAR,
dsb).
Waktu: 90 menit
I. DESKRIPSI SINGKAT:
Dalam suatu proses pembelajaran, komunikasi, penyampaian informasi dan edukasi
merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terikat satu sama lain. Proses edukasi tidak
akan berjalan dengan baik bila edukatornya tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi antara komunikator ke komunikan.
Pesan yang disampaikan haruslah jelas dan dalam bahasa yang dimengerti oleh
kedua pihak. Edukasi merupakan suatu proses penyampaian informasi juga. Biasanya
edukasi ini suatu proses komunikasi antara seseorang yang lebih tahu tentang
sesuatu kepada pihak lain yang belum tahu tentang sesuatu hal (dalam hal ini
kesehatan kerja di RS). Di lain pihak advokasi adalah penyampaian informasi ke
pihak yang lebih tinggi, misalnya pimpinan Rumah Sakit. Untuk meyakinkan para
manager, direktur RS diperlukan hubungan yang baik, kemampuan berkomunikasi,
kemampuan untuk dapat meyakinkan dan sebaiknya berilah gambaran tentang cost
benefit program kesehatan kerja di RS. Dalam materi ini dibahas bagaimana menjadi
komunikator yang baik, menghasilkan komunikasi yang efektif dan teknik-teknik
melakukan edukasi pada SDM RS dan bagaimana melakukan advokasi.
IV. METODE:
- Tugas baca buku referensi/ modul
- Ceramah-Tanya-Jawab
- Simulasi
Langkah 3.Simulasi
Alternative 1
1. Fasilitator memberikan tugas agar setiap peserta menyiapkan bahan untuk
mempresentasikan materi yang sudah diberikan.. Media yang digunakan boleh
dengan flip chart bagi peserta yang tidak membawa lap top. Waktu yang
disediakan untuk menyiapkan selama 45 menit.
2. Diadakan undian untuk peserta yang harus melakukan simulasi.Tiap peserta
selama 15 menit.
3. Peserta yang tidak presentasi memberikan tanggapan.
4. Fasilitator memberikan masukan-masukan untuk perbaikan.
Alternative 2
1. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok
2. 3 kelompok menyiapkan bahan untuk presentasi sedangkan 3 kelompok
menyiapkan bahan untuk advokasi.
3. Tiap kelompok melakukan tugasnya, kelompok lain memberikan tanggapan
4. Fasilitator memberikan masukan –masukan untuk perbaikan.
POKOK BAHASAN 1
KOMUNIKASI EFEKTIF K3 DI RS
A. PENGERTIAN KOMUNIKASI :
1. Merupakan proses pertukaran informasi atau proses pemberian arti
tentang sesuatu hal. Menurut Depkes 1984 : KOMUNIKASI adalah
penyampaian pesan secara langsung / tidak langsung melalui saluran
komunikasi kepada penerima pesan.
2. Bentuk interaksi dengan orang lain yang berupa percakapan biasa,
membujuk, mengajar dan negosiasi.
3. Komunikasi efektif adalah komunikasi yg pd prosesnya dapat menghasilkan
persepsi, perilaku dan pemahaman yg berbeda menjadi sama antara
komunikator dan komunikan.
C. MANFAAT:
1. Penyampaian informasi
2. Perubahan pengetahuan komunikan (dari tidak tahu menjadi tahu)
3. Perubahan perilaku menjadi lebih peka terhadap kesehatan kerja di RS
D. JENIS-JENIS KOMUNIKASI:
1. Komunikasi verbal:
Komunikasi yang disampaikan dengan kata-kata/ kalimat
Perlu diperhatikan:
Siapa mitra bicara (komunikan)
Apa tujuan pembicaran, tujuan komunkasi
Perhatikan lingkungan dan keadaan pada saat komunikasi
Perhatikan kultur/ budaya/kebiasaan masyarakat setempat dalam
berkomunikasi
Pahami bahasa, pakai bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti.
Ucapkan kata-kata dengan jelas dan perlahan-lahan.
F. BENTUK KOMUNIKASI
1. Komunikasi personal
a) Komunikasi intrapersonal (personal communication)
Adalah komunikasi dalam diri sendiri, terjadi apabila seseorang
memikirkan masalah yang dihadapi.
Dapat juga terjadi apabila seseorang melakukan pertimbangan-
pertimbangan sebelum mengambil keputusan.
b) Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)
Merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif
Antara komunikan dan komunikator dapat langsung tatap muka,
sehingga stimulus dapat langsung di respons saat itu juga
2. Komunikasi kelompok :
- Ceramah: adalah pidato pendek yang disampaikan dihadapan
sekelompok orang (audience).
- Diskusi: dalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau
lebih/kelompok. Biasanya komunikasi antara mereka/kelompok tersebut
berupa salah satu ilmu atau pengetahuan yang akhirnya akan memberikan
rasa pemahaman yang baik dan benar. Bahan untuk diskusi bisa berupa
apa saja yang disebut topik.
- Diskusi panel: adalah bentuk diskusi resmi yang dilakukan dengan
menghadirkan beberapa pemateri yang melihat topik pembicaraan dari
sudut pandang yang berbeda-beda, yang disebut dengan panelis. Hal
inilah yang membedakan diskusi panel dengan diskusi lainnya, yakni
adanya panelis karena itulah disebut dengan diskusi panel. Seperti halnya
bentuk diskusi lainnya diskusi panel juga terdapat moderator, notulen,
peserta dan panelis.
Di dalam diskusi panel, panelis berperan untuk menyampaikan
pandangan-pandanganya terhadap suatu masalah yang dibahas.
Biasanya terdapat hingga empat atau lima penelis sesuai dengan topik
bahasan diskusi, jadi jumlah panelis tidak dibatasi. Sehingga dinamakan
Panelis 1, Panelis 2, Panelis 3, dan seterusnya. Setiap panelis merupakan
orang yang ahli di bidangnya dengan demikian memiliki sudut pandang
terhadap topik yang berbeda.
- Simposium: adalah serangkaian pidato pendek yang dilakukan oleh
seseorang di depan para peserta / pengunjung yang datang.
Dalam komunikasi efektif, kita perlu ingat 5 prinsip komunikasi efektif yaitu
REACH
E: Empathy
Adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang
dihadapi oleh orang lain.
Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan
kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau
dimengerti oleh orang lain.
A: Audible
Artinya: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik.
Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu
menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita
sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Dalam komunikasi personal, hal
ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat
diterima oleh penerima pesan.
C: Care
Beri perhatian pada pesan yang disampaikan oleh pembicara sehingga
membuat pembicara merasa diperhatikan.Care berarti juga menyimak secara
seksama apa isi pembicaraan dari lawan.
H: Humble
Sikap rendah hati.
Prinsip kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah
hati.Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan prinsip pertama. Untuk
membangun rasa menghargai orang lain biasanya didasari oleh sikap rendah
hati yang kita miliki.
A. PENGERTIAN:
- Informasi adalah pesan (ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan yang
terdiri dari order sekuens dari simbol, atau makna yang dapat ditafsirkan dari
pesan atau kumpulan pesan.
- Informasi adalah sekumpulan data/fakta yang diorganisasikan atau diolah
dengan cara tertentu sehingga mempunyai arti bagi penerima.
- Informasi dapat juga diartikan sebagai sebuah pengetahuan yang didapat dari
pembelajaran, pengalaman atau instruksi
- Informasi adalah keterangan, gagasan, kenyataan yang perlu diketahui
masyarakat (BKKBN 1993).
- Menurut Kemenkes : Informasi adalah pesan yang disampaikan
B. JENIS-JENIS INFORMASI:
- Informasi berdasarkan fungsi
Adalah informasi berdasarkan materi dan kegunaan informasi
Antara lain informasi yang menambah pengetahuan (informasi tentang
bencana alam, pembangunan daerah, kegiatan selebriti, dll) dan informasi
yang mengajari pembaca (Tip berbicara didepan umum, cara menjadi
programer komputer,dll)
- Informasi berdasarkan format penyajian
Adalah informasi berdasarkan bentuk penyajian informasi
Antara lain : foto, karikatur, lukisan abstrak, tulisan teks, dll
• Informasi berdasarkan lokasi peristiwa
Informasi berdasarkan lokasi peritiwa berlangsung, seperti peristiwa
dalam negeri dan luar negeri
• Informasi berdasarkan bidang kehidupan
Adalah informasi berdasarkan bidang-bidang kehidupan yang ada, misal :
pendidikan, olahraga, musik, sastra budaya, iptek, dll
C. SASARAN INFORMASI
1. Individu:
Pimpinan RS, setiap SDM Rumah Sakit.
2. Kelompok:
SDM di tempat unit kerja misalnya di laboratorium, laundry, dapur, tempat
rawat inap, rawat jalan, medical report dlsb
3. Massa :
Untuk semua SDM RS, dapat dilakukan misalnya pada kegiatan dimana
semua SDM berkumpul.
3. Massa:
Penyampaian informasi untuk seluruh SDM RS.
POKOK BAHASAN 3
EDUKASI K3RS
A. PENGERTIAN:
1. Pendidikan kesehatan menurut Wood (1926) merupakan totalitas dari
berbagai pengalaman yang memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi
C. Peran edukator:
1. Sebagai change agent
Menjadi agen perubahan di RS, merubah dari RS yang belum melaksanakan
K3RS menjadi RS yang tahu akan potensi bahaya yang mengancam RS,
tahu cara mengantisipasinya dan SDM RS dapat bekerja dengan aman dan
selamat.
2. Sebagai role model, contoh, panutan
Selalu dapat menjadi contoh dalam melaksanakan Keselamatan dan
kesehatan kerja di RS.
D. Metode edukasi:
1. Melakukan penyuluhan berkesinambungan.
Penyuluhan dapat dilaksanakan melalui kelompok-kelompok kecil; di tiap unit
kerja, Ingatkan bahaya potensial yang ada di tempat kerja, penanganan
bahan berbahaya dan limbah RS.
2. Menyelenggarakan pelatihan dan Refreshing pelatihan K3RS.
Refreshing pelatihan bila memungkinkan dilakukan setiap tahun dengan
mengundang tenaga yang kompeten dalam pelatihan K3RS.
3. Monitoring kegiatan K3RS.
Tim K3RS melakukan pencatatan kegiatan K3RS, laporan penyakit dari klinik
SDM RS.Surveilance di analisa.
Berdasarkan pencatatan dan pelaporan ini dapat dilihat kemajuan dari tiap-
tiap unit. Unit yang kurang baik dapat dilakukan penyuluhan kembali tentang
kesehatan kerja. Sebaliknya unit yang maju dan baik dapat diberikan
penghargaan.
4. Evaluasi kegiatan K3RS dan tindak lanjutnya.
Evaluasi tiap unit kerja.
Hasil evaluasi ini dapat dijadikan lomba antar unit kerja dan diberikan
penghargaan pada unit kerja terbaik.
A. PENGERTIAN
1. Advokasi menurut Mansour Faqh adalah media atau cara yang digunakan
dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Advokasi lebih merupakan usaha yang
sistematis dan terorganiisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan
terjadinya perubahan dalam kebijakan public secara bertahap kearah
kemajuan.
2. Advokasi adalah aksi yang strategis dan terpadu, oleh perorangan atau
kelompok masyarakat untuk memasukkan suatu masalah ke dalam agenda
kebijakan, dan mengontrol para pengambil keputusan untuk mengupayakan
solusi bagi masalah tersebut sekaligus membangun basis dukungan bagi
penegakan dan penerapan kebijakan publik yang di buat untuk mengatasi
masalah tersebut. (Manual Advokasi Kebijakan Strategis, IDEA, Juli 2003)
3. Advokasi diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang lain yang
dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau
kegiatan yang dilaksanakan. Target advokasi adalah para pimpinan suatu
organisasi atau institusi kerja, baik pemerintah maupun swasta.
B. SASARAN ADVOKASI:
Komisaris RS
Direktur RS
C. KEGIATAN-KEGIATAN ADVOKASI :
1. Lobi politik
Berbincang-bincang secara informal dengan para pejabat untuk
menginformasikan dan membahas masalah kesehatan kerja di RS.
Diperlukan kemampuan untuk mempengaruhi dan meyakinkan akan
besarnya masalah yang akan dihadapi bila program K3RS tidak
dilaksanakan. Bila memungkinkan sampaikan cost benefit analysis.
Hubungan yang baik dan saling kepercayaan akan mempermudah kegiatan
ini.
4. Perkumpulan peminat
Asosiasi atau atau perkumpulan orang-orang yang mempunai minat
terhadap permasalahan tersebut.
VIII. REFERENSI:
1. WHO, Pendidikan Kesehatan, Bandung, 1988.
2. Wursanto.Drs, Etika Komunikasi Kantor, Jogyakarta 1997.
3. Endang Lestari G, SH,MM, Komunikasi yang effektif, LAN, Jakarta, 2003.
4. Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, SKM. M.Com.H, Promosi Kesehatan dan
Perilaku Kesehatan, PT.Rineka Cipta, Jakarta, 2012.
5. Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni, PT.
Rineka Cipta, Jakarta, 2014.
6. Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M.A, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek,
PT.Rosdakarya, Bandung, 2015.
PANDUAN SIMULASI
Tujuan:
Setelah mengikuti simulasi ini, peserta mampu melakukan komunikasi kelompok
dengan metode ceramah tentang kesehatan kerja di RS dan melakukan advokasi K3
di RS
Petunjuk:
1. Peserta dibagi dalam 3 kelompok. Setiap kelompok
2. Kelompok 1 menyiapkan bahan untuk penyuluhan kelompok
Kelompok 2 menyiapkan untuk advokasi
Kelompok 3 menyiapkan untuk konseling
3. Pelatih/ fasilitator memberikan waktu 30 menit untuk menyiapkan ketiga hal
tersebut
4. Kemudian masing-masing kelompok melakukan komunikasi sesuai penugasan
selama 15 menit, kelompok yang lain menanggapi
Waktu: 90 menit
I. DESKRIPSI SINGKAT
Keteraturan dalam suatu perusahaan, tidak terlepas dari keteraturan sistem yang ada.
Sistem yang baik tentunya mengacu pada penataan prosedur yang teratur, konsisten,
berkelanjutan dan mudah diterapkan baik oleh orang dalam maupun pemain baru dari
perusahaan tersebut. Dan SPO merupakan suatu perangkat yang
mendokumentasikan sistem dalam tahapan-tahapan dari aktifitas yang terjadi dalam
suatu perusahaan. Dengan implementasi SPO yang baik, akan menunjukkan
konsistensi hasil kinerja, hasil produk dan proses pelayanan.
IV. METODE
- Ceramah tanya jawab
- Latihan menyusun SPO ( TPK 3 )
- Observasi Lapangan
Langkah 1.Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan secara ringkas.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 3. Rangkuman
1. Fasilitator merangkum materi yang tealh diberikan
2. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan salam dan terimakasih
POKOK BAHASAN 1
KONSEP PROSEDUR
A. ISTILAH
Istilah SPO ini digunakan di UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
dan juga UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Banyak istilah yang
digunakan seperti prosedur tetap ( Protap ), Prosedur kerja, Prosedur Tindakan,
Prosedur Penatalaksanaan atau petunjuk teknis. Namun Istilah yang digunakan
adalah SPO karena tercantum dalam undang-undang tersebut.
Standard Operating Procedure ( SOP ), istilah ini lazim digunakan namun bukan
merupakan istilah baku di Indonesia. Banyak beberapa istilah dari prosedur yang
sering digunakan
C. TUJUAN
SPO bertujuan agar berbagai proses kerja rutin tersebut dapat terlaksana dengan
efisien, efektif, konsisten atau seragam, aman dan selamat dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.
D. MANFAAT
Manfaat dari SPO adalah sebagai upaya untuk mendokumentasikan langkah-
langkah kegiatan, memenuhi persyaratan standar pelayanan rumah sakit atau
akreditasi, memastikan staf rumah sakit memahami bagaimana melaksanakan
pekerjaannya. Contohnya seperti SPO Pemakaian APAR, SPO Penyimpanan B3,
SPO Cuci Tangan.
POKOK BAHASAN 2
FORMAT PROSEDUR
Ket : Penulisan SPO yang harus tetap di dalam kotak/tabel adalah : nama RS dan
Logo, judul SPO, SPO, nomor dokumen, nomor revisi, tanggal terbit dan tanda
tangan Direktur RS. Sedangkan untuk pengertia, tujuan, kebijakan, prosedur dan
unit terkait boleh tidak diberi tabel/kotak.
POKOK BAHASAN 3
TATA CARA PENYUSUNAN PROSEDUR
Instruksi kerja
Pada akreditasi tidak dikenal istilah intruksi kerja, sesuai dengan UU. No. 29
tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan UU. No.44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
Pada akreditasi rumah sakit instruksi kerja adalah SPO karena instruksi kerja juga
merupakan suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah yang dibakukan untuk
menyelesaikan proses kerja rutin tertentu.
VIII. REFERENSI
- Panduan penyusunan dokumen akreditasi tahun 2012
- UU. Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
- UU. Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Lampiran 1
Tujuan :
Setelah mengikuti latihan menyusun SPO ini, peserta mampu melakukan identifikasi
kebutuhan SPO dan menyusun SPO yang ada di unit kerjanya
Tujuan :
Setelah mengikut observasi lapangan, peserta mampu melakukan identifikasi
keberadaan dan kebutuhan SPO yang ada di unit kerja atau rumah sakit.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pemantauan dan Evaluasi (M&E) merupakan dua kegiatan terpadu dalam rangka
pengendalian suatu program. Meskipun merupakan satu kesatuan kegiatan,
Pemantauan dan Evaluasi memiliki fokus yang berbeda satu sama lain. Kegiatan
pemantauan lebih berpunpun (terfokus) pada kegiatan yang sedang dilaksanakan.
Pemantauan dan evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit menjadi
suatu keharusan dalam upaya peningkatan berkelanjutan dari setiap proses dan
kegiatan dan sejauh mana program K3 RS di implementasikan.
IV. METODE
- Ceramah dan Tanya jawab
- Penugasan ( Diskusi kelompok )
Langkah 1.Pengkondisian
1. Fasilitator rmenyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 3. Rangkuman.
1. Fasilitator merangkum materi yang telah diberikan
2. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan salam dan terima kasih
POKOK BAHASAN 1.
KONSEP PEMANTAUAN DAN EVALUASI
SIKLUS MANAJEMEN
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
PEMANTAUAN
& EVALUASI
C. KRITERIA PEMANTAUAN
Kriteria pemantauan secara umum dapat dilakukan estimasi / perkiraan baik
dengan melakukan :
o Pengukuran dapat berupa kesesuaian dengan rencana dan penggunaan dana
o Pengujian dapat berupa dari setiap alat, prasarana dan sumber daya lainnya
o Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar yang sudah berlaku
Kriteria yang dipakai sebagai dasar pemantauan adalah yang berkaitan dengan
hal-hal sbb :
1. Estimasi hasil pekerjaaan, sampai seberapa jauh pelaksanaan kegiatan pada
saat pemantauan dilakukan apakah pelaksanaan tersebut sesuai dengan
rencana yang ditetapkan.
2. Estimasi penggunaan dana yang telah dikeluarkan, sampai seberapa besar
dana yang telah dialokasikan dan apakah pengeluaran dana tersebut sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan.
3. Estimasi pengeluaran tiap periode kegiatan. Umumnya lama kegiatan ini
adalah tiap bulan. Jadi berapa besar pengeluaran tiap bulannya. Dari data ini
dapat dilihat apakah pengeluaran tersebut sesuai dengan rencana apakah
jumlah pengeluaran tersebut sesuai dengan rencana dan apakah jumlah
pengeluaran tersebut cukup rasional bila dibandingkan dengan volume
pekerjaan.
4. Estimasi penyusutan alat-alat yang dipakai. Sebab besar-kecilnya penyusutan
akan mempengaruhi perhitungan kebutuhan biaya.
5. Estimasi efisiensi alokasi sumber daya ; misalnya apakah sumber daya yang
telah dilaksanakan dengan efisien atau apakah produktivitas tenaga kerja telah
dicapai untuk tujuan efisiensi tersebut.
2. Penilaian Eksternal (Audit Eksternal) yang dilakukan oleh lembaga atau yang
sudah ditentukan untuk menilai kesesuaian antara standar dan implementasi
dilapangan. Hal ini dilakukan terintegrasi dengan akreditasi RS yaitu berupa
POKOK BAHASAN 2
LANGKAH-LANGKAH PEMANTAUAN DAN EVALUASI
A. PEMANTAUAN
1. Penentuan metode pemantauan
Cara pelaksanaan pemantauan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara
langsung dan cara tidak langsung. Kedua cara tersebut dilakukan dengan
seperangkat kegiatan pemantauan yang sama yaitu kegiatan yang berkaitan
dengan mengumpulkan, mencatat, mengolah informasi dan pelaksanaan.
- Pengamatan Langsung
Pengertian pengamatan langsung adalah pengamatan yang dilakukan
dengan cara mengamati langsung , dan dapat mengumpulkan secara bebas
informasi yang dilakukan.
- Pengamatan tidak langsung
Cara ini menghendaki petugas pemantauan tidak perlu terjun langsung ke
lokasi, tetapi penggalian data dilakukan dengan cara mengirim seperangkat
daftar isisan unutk diisi oleh orang lain dilokasi penelitian. Cara tidak
langsung ini juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan data melalui
laporan-laporan yang dibuat oleh pimpinan ( manajer ).
B. EVALUASI
1. Analisa hasil pemantauan
Kegiatan yang dilakukan dalam rangka menganalisa suatu hasil kegiatan atau
suatu hasil pengukuran. Analisa yang harus dilakukan oleh kegiatan evaluasi
K3RS dalam rangka pengembangan program K3RS adalah :
a. Mendapatkan data dan menganalisa hasil Pemeriksaan Kesehatan petugas
Rumah Sakit dari seluruh unit kerja yang bertujuan mendapatkan gambaran
status kesehatan petugas yang bekerja di lingkungan Rumah Sakit.
d) Kesimpulan Audit
- Tingkat kesesuaian
4) Dokumen SPO
Seluruh dokumen yang berkaitan dengan Standart Prosedur
Operasional wajib dilakukan evaluasi dengan disesuaikan teknologi dan
cara cara terkini yang digunakan saat ini. Dan penerbitan Standar
Prosedur Operasional wajib dilakukan pembaharuan untuk tanggal
penerbitan, minimal 3 tahun wajib di lakukan evaluasi atau revisi
dokumen. Yang harus dikuti dengan kebijakan dari rumah sakit.
6) Jenis Evaluasi
Ada beberapa Jenis Evaluasi yang biasa dilakukan di setiap Instansi
Rumah Sakit, yaitu
- Evaluasi dengan internal Rumah Sakit yang dilaksanakan oleh
petugas K3RS dan Kepala Unit atau Kepala Ruangan atau dengan
sekelompok orang didalam linagkungan Rumah sakit seperti :
Telusur Lapangan / Tracer / Walk Trough Survey
Ronde Manajemen / Lingkungan
Rapat Kasus
Rapat Manajemen
- Evaluasi dengan Pihak luar dari Rumah sakit yang melakukaan
pendataan dan pengukuran dengan petugas K3RS atau Komite dalam
rangka sertifikasi untuk memenuhi suatu persyaratan, seperti :
Pengukuran Uji Sarana Penanggulangan Kebakaran oleh Dinas
Pemadam Kebakaran wilayah setempat
Pengukuran kawasan dilarang merokok oleh Sudin Kesehatan
Pengukuran Pengelolaan Limbah Cair dan B3 oleh BPLHD
wilayah setempat
Pengukuran Kualitas Udara Ruang Perawatan oleh Laboratorium
Swasta
Pemeriksaan kantin, pemeriksaan LIFT, Pemeriksaan Boiler,
Pemeriksaan Listrik, dll yang dilakukan oleh pihak luar terkait
VIII. REFERENSI
1. UU. No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. PP. 50 Tahun 2012 tentang SMK3
3. Permenkes No.66 tahun 2016 tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Rumah Sakit
4. Pedoman Tata Laksana Survei Akreditasi Rumah Sakit, edisi 2 tahun 2013
Lampiran 1
PANDUAN DISKUSI KELOMPOK
Petunjuk:
1. Setiap peserta dibagikan formulir penilaian internal K3RS
2. Setiap peserta mengisi formulir penilaian internal K3RS di masing-masing RS-
nya
3. Fasilitator menunjuk 3 orang peserta untuk mempresentasikan hasil pengisian
formulir penilaian internal
4. Peserta lain menanggapi dan mendiskusikan hasil presentasi
5. Fasilitator mengklarifikasi dan merangkum hasil diskusi
Lampiran 2:
Tujuan:
Setelah mengikuti observasi lapangan, peserta mampu melakukan manajemen risiko
K3RS, pengelolaan pelayanan kesehatan kerja pada SDM RS, pencegahan dan
pengendalian kebakaran di RS, pengelolaan K3 pada bangunan dan prasarana RS,
pengelolaan peralatan medis dari aspek K3, persiapan menghadapi kondisi darurat
dan bencana di RS, serta pemantauan dan evaluasi K3RS.
Petunjuk:
1. Fasilitator menjelaskan tujuan observasi lapangan dan membagi menjadi 6
(enam) kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 5 orang.
2. Setiap kelompok mengobservasi dengan pembagian sebagai berikut:
a. Kelompok 1: Pelaksanaan manajemen risiko K3RS,
b. Kelompok 2: Pelaksanaan pengelolaan pelayanan kesehatan kerja pada
SDM RS dan pemantauan dan evaluasi K3RS,
c. Kelompok 3: Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian kebakaran di RS,
d. Kelompok 4: Pelaksanaan Pengelolaan K3 pada bangunan dan prasarana
RS,
e. Kelompok 5: Pelaksanaan pengelolaan peralatan medis dari aspek K3,
f. Kelompok 6: Pelaksanaan Persiapan menghadapi kondisi darurat dan
bencana di RS
3. Peserta mencatat hasil observasi lapangandan didiskusikan bersama kelompok
4. Tiap kelompok mempresentasikan di depan kelas hasil observasi dan diskusi
kelompok
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pada pelatihan yang diselenggarakan unit utama, antara satu peserta latih dengan
peserta latihnya dan antara peserta latih dengan panitia biasanya belum saling
mengenal, karena mereka berasal dari tempat yang berbeda, dengan latar belakang
sosial budaya, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, serta sikap dan perilaku yang
berbeda.
Pertama kali berada dalam kelas, terlihat suasana kebekuan (freezing) menyelimuti
fikiran peserta. Adakalanya perhatian peserta belum fokus pada pelatihan, atensi
mereka masih terpecah mengingat keluarga yang ditinggal dan tuntutan pekerjaan
ditempat tugas. Demikian pula dengan pandangan terhadap panitia, adakalanya
peserta latih segan berkomunikasi dengan panitia, kecuali terkait dengan masalah
administrasi serta hal-hal yang bersifat resmi. Kondisi seperti itu akan menguras
sebahagian enersi, yang jelas konsenterasi terhadap kesiapan menerima materi
pelatihan belum fokus. Pada keadaan ektrim, dapat terjadi apa yang disebut dengan “
prustration gestures “, yaitu sikap dan gerak gerik peserta latih yang konfrontasi, yang
ditandai dengan menggaruk-garuk belakang leher, napas tersengal, mengetok-ngetok
meja, bercanda dengan teman dan sering tidak masuk kelas serta pulang sebelum
pelatihan berakhir.
Oleh karena itu, panitia penyelenggara perlu merancang suasana rileks, saling
percaya, terbuka dikalangan peserta latih, tetapi saling menghargai, kemudian
dibutuhkan suasana santai, tetapi tetap konsenterasi menerima pelajaran serta
menjaga nilai dan etika dalam berkomunikasi serta senantiasa menyenangi kegiatan
pelatihan.
Salah satu upaya pembelajaran menjadi kondusif, adalah pemberian materi building
learning commitment (BLC) diawal pelatihan, yaitu metode belajar mengajar dengan
pencairan kelas (unfreezing), kemudian disusul dengan permainan yang menggiring
peserta mengenal dirinya, dan mengenal teman temannya, menyadari dan mengingat
kembali hakekat nilai yang baik, untuk kemudian menyepakai norma kelas serta
memilih pengurus kelas sehingga tercipta komitmen kelas dalam mewujutkan proses
belajar yang efektif.
Langkah 1
Kegiatan fasilitator
a. Kegiatan bina situasi kelas
- Memperkenalkan diri
- Menyampaikan ruang lingkup bahasan
b. Menanyakan dan menggali pendapat peserta latih tentang pengertian mereka
tentang BLC
Kegiatan peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis menulis yang diperlukan
b. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
Langkah 2
Kegiatan fasilitator
a. Penyampaian materi sub pokok bahasan 1: pengertian BLC secara umum, dan
menjelaskan defenisi yang dikemukakan para pakar.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas
c. Menjawab pertanyaan yang diajukan peserta
Kegiatan peserta
a. Mengajukan pertanyaan yang diminta narasumber sesuai dengan kesempatan
yang diberikan.
b. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator
c. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting.
Kegiatan peserta
a. Mengajukan pertanyaan yang diminta fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
b. Melakukan permainan sesuai dengan arahan fasilitator
c. Melakukan refleksi tentang tanggapan mereka mengenai permainan
d. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting
Langkah 4
Kegiatan Fasilitor.
a. Membagikan lembaran soal/test “ Keterampilan berhitung dan menghitung bujur
sangkar “ kepada seluruh peserta latih .
b. Mengumumkan bahwa sewaktu mengerjakan soal/test peserta latih diminta untuk
- Menaruh perhatian yang seksama terhadap cara teman-temannya
mengerjakan soal test berhitung tersebut.(Jadi disamping mengerjakan soal
tapi juga memperhatikan cara temannya mengerjakan soal )
- Mengerjakan soal / kuis secara jujur
- Mengerjakan soal setelah semua peserta mendapatkan lembaran soal / kuis
(ada aba-aba dari fasilitator)
c. Meminta peserta latih mengerjakan soal/test
- Meminta peserta latih maju kedepan mengerjakan soal dalam flipchart
- Memberikan kesempatan kepada peserta untuk melakukan refleksi tentang
tanggapan mereka mengenai permainan
Kegiatan peserta.
a. Mengajukan pertanyaan yang diminta fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
b. Mendengar, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas.
c. Melakukan permainan sesuai dengan petunjuk fasilitator.
d. Melakukan refleksi tentang tanggapan mereka mengenai permainan.
e. Mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting.
Langkah 5
Kegiatan Fasilitator
a. Membagikan instrument permainan “keranjang nilait “ kepada seluruh peserta
latih
b. Meminta peserta latih untuk :
- Membentuk kelompok yang anggotanya 5-6 orang
- Masing-masing kelompok memilih ketua dan sekretaris
- Masing-masing kelompok melakukan diskusi untuk memilih nilai-nilai (7 buah
nilai) yang paling baik menurut anggapan kelompok
- Masing-masing kelompok ( diwakili ketua dan sekretaris ) menuliskan nilai
kedalam flipchart didepan kelas
c. Fasilitator meminta ketua dan sekretaris dari masing-masing kelompok untuk
tetap berada didepan mempersentasikan nilai-nilai kelompoknya dengan
mengemukakan alasan alasan yang paling cocok untuk pembelajaran yang efektif
Kegiatan peserta
a. Mengajukan pertanyaan yang diminta fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
b. Mendengar, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas.
c. Membentuk kelompok dan berdiskusi sesuai arahan fasilitator.
d. Melakukan refleksi tentang tanggapan mereka mengenai permainan.
e. Mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting.
Langkah 6
Kegiatan Fasilitator
a. Memandu brainstorming tentang sanksi apa yang harus diberlakukan bagi orang
yang tidak mematuhi atau melanggar norma yang telah disepa-kati.
b. Menuliskan hasil brainstorming di papan flipchart agar bisa dibaca oleh semua
peserta.
c. Fasilitator memandu membahas hasil brainstorming, sehingga dapat dirumuskan
sanksi yang disepakati kelas.
d. Fasilitator meminta salah seorang peserta untuk menuliskan dengan jelas
rumusan sanksi yang telah disepakati tersebut pada kertas flipchart.
Kegiatan peserta
a. Mengikuti acara brainstorming
b. Berpartisipasi aktif dalam mengemukakan sanksi atas pelanggaran norma
c. Mendengar, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas
d. Mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting.
Langkah 7
Kegiatan Fasilitator
a. Menjelaskan materi sub pokok bahasan–7, tentang “pemilihan pengurus kelas“
dengan meminta secara sukarela yang akan dicalonkan pengurus kelas (4 orang)
maju didepan kelas
b. Meminta masing-masing calon pengurus kelas untuk berkampanye tentang
program kelas selama pelatihan
c. Meminta calon pengurus kelas yang berada didepan berbalik membelakangi
peserta latih
d. Meminta seluruh peserta latih untuk memilih ketua kelas dengan cara berdiri
dibelakang pilihannya
e. Menugaskan calon ketua kelas terpilih,
- Menentukan wakil ketua, sekretaris, dan bendahara
- Mencatat nama-nama pengurus kelas dan menyerahkan kepada panitia
pelatihan
Kegiatan peserta
a. Bersedia dicalon dan mencalonkan pengurus kelas
b. Bersedia berkampanya jika terpilih ketua kelas
c. Mengikuti arahan dan petunjuk fasilitator
Kegiatan peserta.
a. Memberi sahutan atas ucapan salam fasilitator
b. Memberikan komentar tertulis tentang jalannya penyampaian materi oleh
narasumber dalam selembar kertas
1. Pengertian BLC.
Building Learning Commitment disingkat dengan BLC, berasal ( etimologi ) dari
bahasa inggiris yang secara harfiah artinya kesepakatan membangun /
menyiapkan cara belajar yang baik. Pada beberapa pelatihan, materi
pembelajaran lain yang hampir sama dengan tujuan BLC adalah dinamika
kelompok, yakni suatu materi yang bertujuan untuk mendinamisasi kelompok atau
kelas sehinggga peserta latih dapat mengikuti pelatihan dengan baik.
Banyak sekali permaian untuk pencairan kelas, seperti ; keranjang buah, seni
menerka gado-gado dan menyusun barisan.
Refleksi
a. Bagaimana perasaan anda setelah menyelesaikan permainan ini ?
b. Apa yang bisa dipelajari dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, ketika proses
menyusun barisan berlangsung ?
c. Perilaku apa yang sempat diamati oleh setiap peserta latih yang ditampilkan
oleh sesama peserta latih selama proses berlangsung ?
Prosedur Kerja
a. Fasilitator membagikan lembaran “ soal test berhitung “ kepada setiap peserta
latih, kemudian fasilitator meminta seluruh peserta latih untuk :
Refleksi
a. Bagaimana perasaan anda setelah menyelesaikan soal hitungan / kuis ini ?
b. Apa yang bisa dipelajari dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, ketika proses
mengerjakan soal sedang berlangsung ?
c. Sikap dan perilaku apa yang sempat diamati oleh setiap peserta latih yang
ditampilkan oleh sesama peserta latih selama proses berlangsung ?
d. Setelah anda mengetahui hasil perhitungan yang benar, bagaimana anda
menilai diri anda tentang kecerdasan, ketelitian, wawasan dan lain-lain
e. Apakah anda dapat menilai orang lain tentang kemandirian, kerjasama,
kepatuhan pada aturan, ketekunan tekun dan beberapa sifat dan sikap lain
Prosedur Kerja
a. Fasilitator membagikan keranjang nilai kepada setiap peserta latih, kemudian
fasilitator meminta seluruh peserta latih untuk :
- Membentuk kelompok ( 5 – 6 orang )
- Masing-masing kelompok memilih, ketua, sekretaris
- Masing-masing kelompok melakukan diskusi untuk memilih nilai-nilai ( 7
buah nilai ) yang paling baik menurut anggapan kelompok
- Masing-masing kelompok ( diwakili ketua dan sekretaris ) menuliskan nilai
kedalam flipchart didepan kelas
b. Fasilitator meminta ketua dan sekretaris dari masing-masing kelompok untuk
tetap berada didepan mempersentasikan nilai-nilai kelompoknya dengan
mengemukakan alasan alasan yang paling cocok untuk pembelajaran yang
efektif
c. Setelah setelah seluruh kelompok presentasi, Fasilitator meminta agar ketua
mewakili kelompok berembuk memilih 10 nilai yang akan menjadi norma
kelas
d. Pada akhir kegiatan ini, fasilitator berpesan kepada ketua kelas terpilih
menyerahkan nilai-nilai baik yang menjadi norma kelas kepada panitia
pelatihan untuk diketik rapih dan menjadi komitmen norma kelas.
1. …………………………………………………
2. …………………………………………………
3. …………………………………………………
seterusnya
10 …………………………………………………
Refleksi
a. Bagaimana perasaan anda setelah berhasil membuat kesepakatan tentang
norma kelas ?
b. Apa yang bisa dipelajari dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, ketika proses
penentuan norma kelas sedang berlangsung ?
c. Apa pendapat anda dengan komitmen norma kelas yang ditemukan.
5. Kontrol kolektif
Kontrol kolektif merupakan sanksi atas pelanggaran komitment norma kelas.
Kontrol kolektif dimaksudkan untuk memelihara dan menjaga agar butir-butir
kesepakatan norma kelas senantiasa ditaati, baik oleh peserta latih, fasilitator dan
panitia penyelenggara. Penentuan butir-butir kesepakatan norma kelas diperoleh
melalui diskusi kelompok sebagaimana proses diskusi yang ditempuh pada saat
pembentukan komitmen kelas. Bentuk sanksi / kontrol kolektif bukan bersifat
hukuman, tetapi bersifat mengingatkan, seperti menyanyi, membawakan puisi dan
lain-lain yang sifatnya menghibur peserta latih dikelas.
Prosedur kerja
a. Fasilitator memandu brainstorming tentang sanksi apa yang harus
diberlakukan bagi orang yang tidak mematuhi atau melanggar norma yang
telah disepakati.
b. Fasilitator menuliskan hasil brainstorming di papan flipchart agar bisa dibaca
oleh semua peserta.
c. Fasilitator memandu membahas hasil brainstorming, sehingga dapat
dirumuskan sanksi yang disepakati kelas.
d. Fasilitator meminta salah seorang peserta untuk menuliskan dengan jelas
rumusan sanksi yang telah disepakati tersebut pada kertas flipchart.
e. Fasilitator meminta rumusan sanksi yang telah disepakati diserahkan kepada
panitia.
Refleksi
Apa artinya kontrol kolektif dalam hubungan proses pembelajaran ?
Prosedur kerja
a. Fasilitator melalui usulan peserta latih meminta 4 orang peserta latih maju
kedepan sebagai calon pengurus kelas
b. Fasilitator meminta ke-4 calon pengurus kelas berkampanye mengajukan
program pengendalian kelas
c. Fasilitator mempersilahkan ke-4 calon pengurus kelas menghadap ke depan
membelakangi seluruh peserta latih
d. Fasilitator meminta peserta latih maju kedepan dan berdiri dibelakang calon
ketua kelas yang dipilihnya
e. Fasilitator menetapkan ketua kelas kepada calon pengurus kelas yang
terpanjang barisannya
f. Fasilitator meminta ketua kelas terpilih untuk memilih wakil ketua, sekretaris
dan bendaharawan diantara calon pengurus kelas lainnya
Refleksi
Bagaimana perasaan anda menanggapi proses pembentukan kelas ?
REFERENSI
1. Departemen Kesehatan RI. ; Kumpulan instrumen diklat (pegangan fasilitator),
Pusdiklat, BPP-SDM, Kes, Jakarta, 2002
2. Departemen Kesehatan RI ; Pedoman Penyusunan Kurikulum Modul Pelatihan
Berorientasi Pembelajaran; Pusdiklatkes- BPP-SDM ; Jakarta ; 2004
3. Lembaga Administrasi Negara RI ; Peraturan Kepala LAN RI No. 09 tahun 2005
tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Kewidyaiswaraan berjenjang,
Pengertian BLC ; Lan RI ; Jakarta ;2005
4. Lembaga Administrasi Negara RI ; Dinamika kelompok untuk Prajab Golongan III ;
Lan RI ; Jakarta ;2005
5. Robibson, dkk ; Desain Pembelajaran ; Universitas Terbuka Jakarta, Jakarta,
2004
Lampiran 1
Lampiran 2
Prosedur
- Peserta dibagi menjadi kelompok (3-4 orang)
- Setiap kelompok mendapat selembar kertas dan dilipat menjadi 4 bagian
- Pada bagian atas menggambarkan sebuah kepala, boleh kepala manusia
atau binatang, lengkap dengan detail-detail dan lehernya
- Setelah gambar selesai, kertas dilipat pada batas leher dan ditekuk
kebelakang sehingga bagian kepala tidak terlihat oleh peserta lainnya.
- Sekarang kertas bertukar tempat dan peserta lain membuat gambar bagian
dada.
- Kertas dilipat pada batas bawah dada, sehingga bagian kepala dan dada
tidak terlihat oleh peserta lainnya
- Kertas berpindah kepeserta lainnya yang akan menggambar bagian bawah
tubuh (perut dan paha atas)
- Kertas dilipat lagi, terakhir bagian kaki digambar oleh peserta lainnya
- Sebelum kertas dibuka, peserta menuliskan obyek yang sebenarnya hendak
digambarkannya pada bagian bawah kertas
- Kemudian kertas boleh dibuka. Kejutan apa yang ada?
Refleksi
- Apa yang dirasakan ketika memperagakan
- Apa yang dapat dipelajari dari permainan ini
Waktu : 25 menit
Alat bantu : kertas dan pensil, papan tulis/flipchart dan spidol
Prosedur
- Fasilitator membagi lembar tugas secara tertutup kepada setiap peserta,
belum boleh dibuka sebelum ada aba2 dari fasilitator.
- Setelah semua peserta menerima lembar tugas, fasilitator meminta peserta
untuk membuka lembar tugas yang telah diterima
- Fasilitator meminta peserta untuk melaksanakan tugas seperti yang tertulis
dalam waktu 5 menit, sambil menunggu kalau ada peserta yang
membutuhkan klarifikasi
Refleksi
- Apa yang dirasakan setelah mengerjakan permainan ini
- Apa yang dapt dipelajari dari permainan ini
Sumber :
Depkes Ri, Pusdiklat Pegawai, Dit Bina PSM, dan WHO, 1991, Modul V :
Komunikasi dan Motivasi, Jakarta.
INSTRUMEN TEST
Nama :
Tanggal :
INFOMASI
Sebuah kapal pengangkut barang (kargo) milik perusahaan pelayaran
Indonesia , JAKARTA MARSLINE, berlayar dari pelabuhan Stockholm
menuju Pelabuhan PT PUSRI Palembang. Kapal i ni dibuat pada tahun 1995
di galangan kapal Hamburg dan baru diluncurkan dua tahun kemudian. Pada
pelayaran kali ini kapal mengangkut 70 buah peti kemas dan kurang lebih
244 koli peti berisi peralatan dan suku cadang mesin-mesin pabrik pupuk.
Pada tanggal 23 Juni 2003 kapal berada di posisi kurang lebih 40 mil laut di
sebelah utara Pulau Krakatau . Jumlah awak kapal termasuk Kapten adalah
34 orang (semuanya laki-laki dewasa). Usia awak kapal yang termuda
adalah 24 tahun dan tertua 58 tahun. Sang kapten adalah keturunan
bangsawan dari daerah Paseman (Sumatera Selatan) dan telah memilik
pengalaman cukup lama.
Pertanyaan :
Berapakah umur sang kapten kapal tersebut pada saat sekarang ini?
3. Bujungsangkar pecah
Tujuan
Waktu 30 menit
Alat bantu :
15 potongan karton yang dapat membentuk 5 bujur sangkar, terbagi dalam 5
amplop. Luas bujur sangkar 20 x 20 cm2.
Refleksi
- Fasilitator memberi kunci jawaban setelah waktu yang ditentukan untuk
bekerja usai. Hasil observasi fasilitator terhadap individu disampaikan serta
menyampaikan setiap proses masing-masing kelompok
- Peserta merefleksikan pengalaman masing-masing selama proses
berlangsung
- Membahas makna , manfaat dan tujuan permainan
Kumpulan Nilai-Nilai
Kedisiplinan Kepekaan Optimisme
Tanggungjawab Cinta kasih Kesungguhan
Kecermatan Pengabdian Hati-hati
Kejujuran Sedia berkorban Tidak diskriminasi
Kesetiaan Ketulusan Persamaan hak
Profesionalisme Keindahan Logis-rasional
Mutu prima Kemanusian Sistematik
Ketegasan Keadilan Konsisten
Saling percaya Kebersamaan Komprehensif
Saling menghormati Kemitraan Keterpaduan
Saling menolong Kepentingan pelanggan Tepat waktu
Saling menghargai Mendasarkan fakta Efisien
Kecepatan Pantang menyerah Efektivitas
Keberanian Pemberdayaan semua Produktif
Keterbukaan Musyawarah Kedamaian
Ketekunan Kerjasama Kerukunan
Kepedulian Wawasan kedepan Inovatif
Kreativitas Kebebasan Kerja keras
Kecanggihan teknologi Kearifan Antisipatif
Senioritas Harga diri Kodrat manusia
Komitmen Kemajuan Keberhasilan
Kepastian Kebahagiaan Kesejahteraan
Siap bersaing Siap menerima risiko Siap menerima
kenyataan
Menghargai perbedaan Kesederhanaan Percaya diri
Empati Konsekuen Kemandirian
Kesempurnaan Ketauladanan Keteraturan
Ketertiban Pembaharuan Kesabaran
Kesinambungan Kepuasaan Pemerataan
Hati nurani Etis Demokratis
Kesusilaan Kemutakhiran teknologi Kesetaraan
Keanekaragaman Kepatuhan Kesopanan
Kesempurnaan Kebaikan Gotongroyong
I. DESKRIPSI SINGKAT
Secara makro bahwa proses pembelajaran dikelas adalah langkah awal dalam
memperoleh kompetensi pengetahuan, sikap & perilaku dan psikomotor terkait
dengan substansi materi diklat, kemudian langkah berikutnya upaya menerapkan
kompetensi tersebut ditempat kerja peserta latih. Seluruh kompetensi yang diperoleh
dalam dalam kelas, akan mubazir jika tidak diimplementasikan di tempat kerja.
Segera setelah peserta latih tiba di instansi asal, mereka dibebani tugas dan
tanggungjawab yang tertunda selama meninggalkan pelatihan, lalu kemudian,
mereka sibuk mengerjakan tugas tersebut. Sementara berkas – berkas pelatihan
mungkin saja terabaikan dan bisa jadi terlupakan.
RTL berupa rumusan (item – item) rencana kegiatan terkait pelatihan yang harus
dirancang diakhir pembelajaran, sehingga peserta latih menyadari bahwa masih ada
tugas tambahan yang harus dikerjakan setelah bertugas kembali ditempat kerjanya.
Rencana kegiatan paska pelatihan harus dirumuskan secara seksana, dengan
mempertimbangkan kesiapan sarana prasarana, sdm dan biaya ditempat tugas serta
metode pendekatan yang perlu ditempuh agar rumusan RTL dapat direalisir
sebagamana mestinya.
Langkah 1
Kegiatan fasilitator
Kegiatan bina situasi kelas
- Memperkenalkan diri
- Menyampaikan ruang lingkup bahasan
- Menanyakan dan menggali pendapat peserta latih tentang pengertian mereka
tentang Konsep RTL:
a. Pengertian RTL
b. Tujuan RTL
c. Ciri-ciri RTL
d. Ruang lingkup RTL
e. Cara penyusunan RTL
Kegiatan peserta
- Mempersiapkan diri dan alat tulis menulis yang diperlukan
- Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator
- Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
Langkah 2
Kegiatan fasilitator
- Penyampaian materi sub pokok bahasan – 1, tentang pengertian RTL secara
umum, dan menjelaskan rencana – rencana kegiatan paska pelatihan.
- Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas
- Menjawab pertanyaan yang diajukan peserta
Kegiatan peserta
- Mengajukan pertanyaan yang diminta fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
- Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator
- Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting.
Langkah 3
Kegiatan Fasilitator
- Menjelaskan materi sub pokok bahasan–2, tentang “ tujuan penyusunan RTL“
- Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas.
Langkah 4
Kegiatan Fasilitor.
- Menjelaskan materi sub pokok bahasan–3, tentang “ Ciri-ciri yang harus dimiliki
RTL“
- Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas.
Kegiatan peserta.
- Mengajukan pertanyaan yang diminta fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
- Mendengar, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas
Langkah 5
Kegiatan Fasilitator
- Menjelaskan materi sub pokok bahasan–4, tentang “ Ruang lingkup RTL“
- Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas.
Kegiatan peserta
- Mengajukan pertanyaan sesuai dengan kesempatan yang diberikan
- Mendengar, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas
Langkah 6
Kegiatan Fasilitator
- Menjelaskan materi sub pokok bahasan–5, tentang “ Cara penyusunan RTL“,
dan menjelaskan perbedaan rumusan RTL kelompok di kelas dengan RTL resmi
paska pelatihan.
- Meminta kelas untuk membentuk kelompok, jumlah kelompok sesuai dengan
asal jumlah propinsi atau instansi sejenis, serta memilih ketua, sekretaris dan
penyaji.
- Meminta masing-masing kelompok merumuskan RTL yang mengacu pada
variable RTL yang diberikan serta menuliskan hasil-hasil diskusi kelompoknya
kedalam flipchart atau dengan laptop.
- Memberikan bimbingan tentang jalannya proses diskusi
Kegiatan peserta.
- Membentuk kelompok diskusi, memilih ketua, sekretaris dan penyaji serta
melakukan diskusi sesuai dengan bimbingan fasilitator.
- Mendengar, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas.
- Menyusun hasil-hasil diskusi ke dalam flipchart atau laptop.
- Mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting.
Langkah 7
Penutup
Kegiatan fasilitator
- Menutup acara pemberian sesi dengan ucapan penghargaan atas waktu dan
perhatian yang telah diberikan selama sesi penyampaian materi berlangsung
Kegiatan peserta.
- Memberi sahutan atas ucapan salam fasilitator
- Memberikan komentar tertulis tentang jalannya penyampaian materi oleh
narasumber dalam selembar kertas
Pengertian RTL
Pada Diklat Indonesian Australian - Specialist Training Project, 2010 ( IA-STP) istilah
rencana tindak lanjut disebut rencana aksi, yakni suatu rencana mantan peserta latih
ditempat tugas tentang kegiatan apa saja yang akan dilakukan dalam hubungannya
penerapan kompetensi yang diperoleh dari pelatihan. Kompetensi pelatihan berupa
kemampuan bidang pengetahuan. sikap dan perilaku serta psikomotor sangat
diharapkan dapat diimplementasikan ditempat kerja sehingga memberi manfaat bagi
instansi peserta latih.
Tujuan RTL,
Tujuan RTL adalah sebagai berikut :
a. Teridentifikasinya rencana kegiatan tentang penerapan kompetensi diklat yang
diperoleh dari pelatihan di instansi asal peserta latih
b. Diketahuinya metode / cara pelaksanaan rencana kegiatan tentang penerapan
kompetensi diklat yang diperoleh dari pelatihan di instansi asal peserta latih
Kemudian dapat ditambahkan bahwa rencana kegitan yang tercantum RTL
merupakan indikator penilaian pada waktu melakukan evaluasi paska pelatihan
(EPP).
Ciri-ciri RTL
Dalam merumuskan rencana kegiatan dalam suatu RTL, hendaknya kegiatan-
kegiatan tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria SMART :
1. Sederhana dan spesifik :
Sederhana artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam RTL
hendaknya mudah dilaksanakan, yakni metodenya sederhana, dibuat mudah
dilakukan dan tidak mewah ( biaya pengadaan atau pelaksanaan kegitannya
tidak mahal ) sehingga penerapannya tidak menimbulkan kesulitan bagi
pelaksana atau tidak menimbulkan kecemburuan dari lingkungan sendiri atau
masyarakat.
Spesifik artinya rencana kegiatannya tidak mengambang, tapi bersifat khusus.
2. Measurable
Measurable artinya rencana kegiatan dapat diukur dan mempunyai satuan
ukuran seperti satuan jumlah, satuan waktu serta memiliki indikator proses
seperti trend yang menurun / meningkat yang dinyatakan dalam bentuk %, rate
& ratio.
Cara
No Jenis Tujuan Sasaran pelaksa Tim Tempat Waktu Biaya
kegiatan kegiatan kegiatan naan Pelaksana
1
2
3
4
PEDOMAN LATIHAN
Tujuan:
Setelah mengikuti latihan ini, peserta mampu menyusun RTL setelah mengikuti
pelatihan.
Petunjuk:
1) Setiap peserta mendapatkan form RTL.
2) Setiap peserta menyusun rencana kegiatan yang akan dilakukannya setelah
mengikuti Pelatihan PPRG-BK di setiap unit masing-masing.
3) Beberapa peserta menyajikan RTL-nya dan mendapatkan tanggapan atau
masukan dari peserta.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk
luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem
perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan,
dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini.
Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum menunjukkan
hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-
olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan sudah dianggap sebagai hal
yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat
korupsi akan menghancurkan negeri ini.
Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh
karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya
pemberantasan korupsi– yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu (1) penindakan, dan
(2) pencegahan–tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh
pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi
adalah dengan memberikan pengertian dan kesadaran melalui pemahaman terhadap
konsep serta penanaman nilai-nilai anti korupsi yang selanjutnya dapat menjadi budaya
dalam bekerja.
Agar muatan tentang anti korupsi dapat tersampaikan secara standar pada setiap
pelatihan bagi para PNS di lingkungan Kementerian Kesehatan maka perlu disusun
modul anti korupsi sebagai pegangan fasilitator dalam menyampaikan materi.
V. PROSES PEMBELAJARAN
Langkah 1: Pengkondisian peserta
Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan disampaikan,
sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
A. DEFINISI KORUPSI
Apa Arti kata “korupsi?
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea: 1951) atau
“corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa
“corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari
bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/ korruptie” (Belanda).
Dengan demikian arti korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak. Berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan kaorupsi
menyangkut : sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang
busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah,
penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau
golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
B. CIRI-CIRI KORUPSI
Seperti apa ciri-ciri korupsi?
Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku yang
dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK: 2006)
D. TINGKATAN KORUPSI
Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini
Tingkat 1 : Materi Benefit
Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik bagi dirinya sendiri
maupun orang kain. Korupsi pada level ini merupakan tingkat paling membahayakan karena
melibatkan kekuasaan dan keuntungan material. Ini merupakan bentuk korupsi yang paling
banyak terjadi di Indonesia.
Demikian pula dengan hidup konsumtif dan sikap malas. Perilaku konsumtif tidak
saja mendorong untuk melakukan tindakan kurupsi, tetapi menggambarkan
rendahnya sikap solidaritas sosial, karena terdapat pemandangan yang
kontradiktif antara gaya hidup mewah di satu sisi dan kondisi kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan pokok bagi masyarakat miskin pada sisi lainnya.
2. Aspek Organisasi
Pada aspek organisasi, korupsi terjadi karena kurang adanya keteladanan dari
pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas di
pemerintah kurang memadai, kelemahan sistem pengendalian manajemen, serta
manajemen yang lebih mengutamakan hirarki kekuasaan dan jabatan cenderung
akan menutupi korupsi yang terjadi di dalam organisasi.
.
Hal tersebut ditandai dengan adanya resistensi atau penolakan secara
kelembagaan terhadap setiap upaya pemberantasan korupsi. Manajemen yang
demikian, menutup rapat bagi siapa pun untuk membuka praktik korkupsi kepada
publik.
Secara sistematis lambat laun perilaku sosial yang koruptif akan berkembang
menjadi budaya korupsi sehingga masyarakat terbiasa hidup dalam kondisi
ketidaknyamanan dan kurang berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi.
Jika awalnya kepentingan bertahan hidup menjadi motif seseorang atau sejumlah
orang melakukan tindak pidana korupsi, pada tahap berikutnya korupsi dimotivasi
oleh bangunan sistem, yang hanya bisa terjadi karena dukungan kerjasama antar
sejumlah pelaku korkupsi, pada berbagai birokrasi sebagai bentuk korupsi
berjamaah.
Tugas/ Latihan
1. Menurut Anda, apakah ciri-ciri korupsi seperti yang telah Anda baca pada pokon
bahasan ini sudah menggambarkan kondisi yang Anda pernah ketahui di
lingkungan kerja Anda maupun di luar lingkungan kerja Anda? Diskusikan
dengan teman kelompok Anda!
2. Anda sudah menguasai konsep tentang korupsi dan anti korupsi, silahkan Anda
nilai apakah bentuk korupsi dan perbuatan korupsi yang sudah Anda pelajari,
sesuai dengan konsep tersebut? Diskusikan kembali dengan kelompok Anda
Berikut ini adalah uraian secara rinci untuk tiap nilai anti korupsi
1. Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong,
dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi
kehidupan pegawai, tanpa sifat jujur pegawai tidak akan dipercaya dalam
kehidupan sosialnya (Sugono: 2008).
Nilai kejujuran dalam kehidupan dunia kerja yang diwarnai dengan budaya kerja
sangat-lah diperlukan. Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang yang berlaku
dimana-mana termasuk dalam kehidupan di dunia kerja.
Jika pegawai terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup kerja
maupun sosial, maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu untuk
mempercayai pegawai tersebut.
2. Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan
menghiraukan (Sugono: 2008). Nilai kepedulian sangat penting bagi seorang
pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di masyarakat. Sebagai calon
pemimpin masa depan, seorang pegawai perlu memiliki rasa kepedulian terhadap
lingkungannya, baik lingkungan di dalam dunia kerja maupun lingkungan di luar
dunia kerja.
3. Kemandirian
Kondisi mandiri bagi pegawai dapat diartikan sebagai proses mendewasakan diri
yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan
tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk masa depannya dimana pegawai
tersebut harus mengatur kehidupannya dan orang-orang yang berada di bawah
tanggung jawabnya sebab tidak mungkin orang yang tidak dapat mandiri
(mengatur dirinya sendiri) akan mampu mengatur hidup orang lain. Dengan
karakter kemandirian tersebut pegawai dituntut untuk mengerjakan semua
tanggung jawab dengan usahanya sendiri dan bukan orang lain (Supardi: 2004).
4. Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada
peraturan (Sugono: 2008). Dalam mengatur kehidupan dunia kerja baik kerja
maupun sosial pegawai perlu hidup disiplin. Hidup disiplin tidak berarti harus hidup
seperti pola militer di barak militier namun hidup disiplin bagi pegawai adalah
dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada untuk dipergunakan dengan
sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas baik dalam lingkup kerja maupun
sosial dunia kerja.
Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pegawai dapat mencapai tujuan hidupnya
dengan waktu yang lebih efisien. Disiplin juga membuat orang lain percaya dalam
mengelola suatu kepercayaan. Nilai kedisiplinan dapat diwujudkan antara lain
dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik, kepatuhan pada seluruh
5. Tanggung Jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung
segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan
diperkarakan) (Sugono: 2008).
Pegawai adalah sebuah status yang ada pada diri seseorang yang telah lulus dari
penkerjaan terakhirnya yang melanjutkan pekerjaan dalam sebuah lembaga yang
bernama organisasi. Pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab akan memiliki
kecenderungan menyelesaikan tugas lebih baik dibanding pegawai yang tidak
memiliki rasa tanggung jawab. pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab akan
mengerjakan tugas dengan sepenuh hati karena berpikir bahwa jika suatu tugas
tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat merusak citra namanya di depan
orang lain. pegawai yang dapat diberikan tanggung jawab yang kecil dan berhasil
melaksanakannya dengan baik berhak untuk mendapatkan tanggung jawab yang
lebih besar lagi sebagai hasil dari kepercayaan orang lain terhadap pegawai
tersebut. pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi mudah untuk
dipercaya orang lain dalam masyarakat misalkan dalam memimpin suatu
kepanitiaan yang diadakan di dunia kerja.
Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan yang
salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab tersebut
berupa perwujudan kesadaran akan kewajiban menerina dan menyelesaikan
semua masalah yang telah di lakukan. Tanggung jawab juga merupakan suatu
pengabdian dan pengorbanan.
6. Kerja keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata ”kemauan” menimbulkan
asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan jelas, daya kerja,
pendirian, pengendalian diri, keberanian, ketabahan, keteguhan, tenaga,
kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur. Adalah penting sekali bahwa
kemauan pegawai harus berkembang ke taraf yang lebih tinggi karena harus
menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk bisa menguasai orang lain. Setiap
kali seseorang penuh dengan harapan dan percaya, maka akan menjadi lebih
kuat dalam melaksanakan pekerjaannya. Jika interaksi antara individu pegawai
dapat dicapai bersama dengan usaha kerja keras maka hasil yang akan dicapai
akan semakin optimum.
Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang sesuai
dengan target. Akan tetapi bekerja keras akan menjadi tidak berguna jika tanpa
adanya pengetahuan. Di dalam dunia kerja, para pegawai diperlengkapi dengan
berbagai ilmu pengetahuan.
7. Sederhana
Gaya hidup pegawai merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan
masyarakat di sekitarnya. Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu dikembangkan
sejak pegawai me-ngenyam masa penkerjaannya. Dengan gaya hidup
sederhana, setiap pegawai dibiasakan untuk tidak hidup boros, hidup sesuai
dengan kemampuannya dan dapat memenuhi semua kebutuhannya. Kerap kali
kebutuhan diidentikkan dengan keinginan semata, padahal tidak selalu kebutuhan
sesuai dengan keinginan dan sebaliknya.
8. Keberanian
Jika kita temui di dalam dunia kerja, ada banyak pegawai yang sedang mengalami
kesulitan dan kekecewaan. Meskipun demikian, untuk menumbuhkan sikap
keberanian demi mempertahankan pendirian dan keyakinan pegawai, terutama
sekali pegawai harus mempertimbangkan berbagai masalah dengan sebaik-
baiknya.
9. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak. Bagi pegawai karakter adil ini perlu sekali dibina agar pegawai dapat
belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan secara adil dan benar.
1. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua
lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam
bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya
(individu dengan individu) maupun pada level lembaga (Bappenas: 2002).
2. Transparansi
Adalah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah transparansi. Prinsip
transparansi ini penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi
dan mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga
segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo: 2007).
Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh
proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling sederhana,
transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung
tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini
merupakan modal awal yang sangat berharga bagi para pegawai untuk dapat
melanjutkan tugas dan tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang
(Kurniawan: 2010).
3. Kewajaran
Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran. Prinsip fairness atau
kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran)
dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran
lainnya. Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu
komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan informatif.
4. Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan. Pembahasan
mengenai prinsip ini ditujukan agar pegawai dapat mengetahui dan memahami
kebijakan anti korupsi. Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar
tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat.
Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-undang anti-
korupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi,
undang-undang desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya
yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol
terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.
Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana
kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila di
dalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan
kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya.
Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor
penegak kebijakan yaitu keKemenkesan, kejaksaan, pengadilan, pengacara,
dan lembaga pemasyarakatan.
Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman,
sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-
undang anti korupsi. Lebih jauh lagi, kultur kebijakan ini akan menentukan
tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
Tugas/latihan
Setelah Anda mempelajari modul ini, diskusikan di dalam kelompok Anda
tentang: Dampak pendidikan budaya anti korupsi
Dengan demikian, bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai
jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi.
merupakan sebuah realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat hukum untuk
memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-undangan. Kita memiliki lembaga serta
aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan tersebut baik
keKemenkesan, kejaksaan, dan pengadilan. Kita bahkan memiliki sebuah lembaga
independen yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kesemuanya
dibentuk salah satunya untuk memberantas korupsi.
Namun apa yang terjadi? Korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang dengan pesat.
Sedihnya lagi, dalam realita ternyata lembaga dan aparat yang telah ditunjuk tersebut
dalam beberapa kasus justru ikut menumbuhsuburkan korupsi yang terjadi di Indonesia.
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bekal penkerjaan (termasuk Pekerjaan
Agama) memegang peranan yang sangat penting untuk mencegah korupsi. Benarkah
demikian? Yang cukup mengejutkan, negara-negara yang tingkat korupsinya cenderung
tinggi, justru adalah negara-negara yang masyarakatnya dapat dikatakan cukup taat
beragama.
Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga
pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus direformasi.
Pada bagian atau bab ini, akan dipaparkan berbagai upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi yang dapat dan telah dipraktikkan di berbagai negara. Ada
beberapa bahan menarik yang dapat didiskusikan dan digali bersama untuk melihat
upaya yang dapat kita lakukan untuk memberantas korupsi.
Apa saja yang sudah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
mencegah dan memberantas korupsi? Adakah yang masih harus diperbaiki dari
kinerja KPK yang merupakan lembaga independen anti-korupsi yang ada di
Indonesia?
Ada beberapa negara yang tidak memiliki lembaga khusus yang memiliki
kewenangan seperti KPK Namun tingkat korupsi di negara-negara tersebut
sangat rendah. Mengapa?
Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk mengurus suatu hal, semakin
banyak pula kemungkinan untuk terjadinya korupsi. Salah satu cara untuk
menghindari praktik suap menyuap dalam rangka pelayanan publik adalah
dengan mengumumkan secara resmi biaya yang harus dikeluarkan oleh
seseorang untuk mengurus suatu hal seperti mengurus paspor, mengurus SIM,
mengurus ijin usaha atau Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dsb.
Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk mengurangi risiko korupsi adalah
dengan memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum
Otonomi Daerah diberlakukan, umumnya semua kebijakan diambil oleh
Pemerintah Pusat. Dengan demikian korupsi besar-besaran umumnya terjadi di
Ibukota negara atau di Jakarta. Dengan otonomi yang diberikan kepada
Pemerintah Daerah, kantong korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara saja
tetapi berkembang di berbagai daerah. Untuk itu kinerja dari aparat pemerintahan
di daerah juga perlu diperbaiki dan dipantau atau diawasi terbukti melakukan
korupsi.
Untuk itu harus dikembangkan sistem yang dapat memberi kemudahan bagi
masyarakat untuk ikut memantau ataupun memonitor hal ini yang sangat penting
dari upaya memberantas korupsi.
Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan
melakukan kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi serta diseminasi di
ruang publik mengenai apa itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana
memerangi korupsi harus diintensifkan. Kampanye tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan media massa (baik cetak maupun tertulis), melakukan
seminar dan diskusi.
Spanduk dan poster yang berisi ajakan untuk menolak segala bentuk korupsi
„harus‟ dipasang di kantor-kantor pemerintahan sebagai media kampanye
tentang bahaya korupsi bahkan memasukkan materi budaya anti korupsi menajdi
bagian dari pembelajaran pada pelatihan bagi aparatur sipil negara.
Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat dalam mencegah dan
memberantas korupsi adalah dengan menyediakan sarana bagi masyarakat
untuk melaporkan kasus korupsi.
Sebuah mekanisme harus dikembangkan dimana masyarakat dapat dengan
mudah dan bertanggung-jawab melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya.
Mekanisme tersebut harus dipermudah atau disederhanakan misalnya via
telepon, surat atau telex.
Di beberapa Negara, pasal mengenai „fitnah‟ dan “pencemaran nama baik” tidak
dapat diberlakukan untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi dengan
pemikiran bahwa bahaya korupsi dianggap lebih besar dari pada kepentingan
individu.
Pers yang bebas adalah salah satu pilar dari demokrasi. Semakin banyak
informasi yang diterima oleh masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya
korupsi. Media memiliki fungsi yang efektif untuk melakukan pengawasan atas
perilaku pejabat publik.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal atau
internasional juga memiliki peranan penting untuk mencegah dan memberantas
korupsi. Mereka adalah bagian dari masyarakat sipil (civil society) yang
keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja. Sejak era reformasi, LSM
baru yang bergerak di bidang Anti-Korupsi banyak bermunculan. Sama seperti
pers yang bebas, LSM memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas
perilaku pejabat publik.
Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi
tertanam dalam diri setiap individu. Nilai-nilai anti korupsi tersebut antara lain
meliputi kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras,
sederhana, keberanian, dan keadilan.
Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat
mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi. Untuk mencegah terjadinya
faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap individu perlu
memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas,
transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam suatu
organisasi/ institusi/ masyarakat. Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip
dan nilai-nilai anti korupsi merupakan satu satuan yang tidak dapat dipisahkan.
Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan memberikan
pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian bidang
hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat
untuk memberantas korupsi. Benarkah demikian?
Untuk memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan hukum (pidana) saja
dalam memberantas korupsi.
2. Perbaikan Sistem
- Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk mengantisipasi
perkembangan korupsi dan menutup celah hukum atau pasal-pasal karet yang
sering digunakan koruptor melepaskan diri dari jerat hukum.
- Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel dan efisien.
Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi. Reformasi birokrasi.
- Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan pribadi,
memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan fasilitas negara untuk
kepentingan umum dan penggunaannya untuk kepentingan pribadi.
- Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian sanksi
secara tegas.
- Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
- Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya human error.
3. Perbaikan manusianya
KPK terus berusaha melakukan pencegahan korupsi sejak dini. Berdasarkan studi
yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting keluarga dalam
menanamkan nilai anti korupsi.
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting
keluarga dalam proses pencegahan korupsi. Keluarga batih menjadi pihak
pertama yang bisa menanamkan nilai anti korupsi saat anak dalam proses
pertumbuhan. "Keluarga batih itu adalah pihak pertama yang bisa menanamkan
nilai anti korupsi ke anak. Seiring anak tumbuh, nilai anti korupsi itu semakin
mantap.
KPK menekankan pencegahan korupsi sejak dini. Sebabnya, ketika seseorang
sudah beranjak dewasa dan memiliki pemahaman sendiri, penanaman nilai anti
korupsi akan susah ditanamkan. Ketika orang sudah dewasa, apalagi dia adalah
orang yang pandai dan cerdas, sangat susah menanamkan nilai anti korupsi
karena mereka sudah punya pemahaman sendiri.
- Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman. Mengoptimalkan peran
agama dalam memberantas korupsi. Artinya pemuka agama berusaha
mempererat ikatan emosional antara agama dengan umatnya dan menyatakan
dengan tegas bahwa korupsi adalah perbuatan tercela, mengajak masyarakat
Sementara itu untuk tindakan represif penegakan hukum dan hukuman yang berat
perlu dilaksanakan dan apabila terkait dengan implementasinya maka aspek
individu penegak hukum menjadi dominan, dalam perspektif ini pendidikan juga
akan berperan penting di dalamnya.
Tugas/ Latihan:
Setelah Anda mempelajari modul ini bagaimana komentar Anda terhadap:
1. Berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk memberantas korupsi
yang dikembangkan dalam Upaya Pencegahan Korupsi secara tepat dan
benar seperti yang Anda pelajari pada modul ini, bagaimana pandangan Anda
terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh Indonesia?
2. Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan strategi
atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai
pihak yang terlibat serta lingkungan di mana mereka bekerja atau beroperasi.
Bagaimana komentar Anda terhadap pernyataan tersebut terkait dengan
upaya Pemberantasan Korupsi dengan benar.
POKOK BAHASAN 4
TATA CARA PELAPORAN DUGAAN PELANGGARAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Dalam menjalani aktivitas sehari-hari dilingkup perusahaan mungkin kita melihat ada
beberapa “oknum” pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi namun kita binggung
bagaimana cara melaporkan kasus tersebut.
A. Laporan
Dari pengertian di atas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan kepada
pejabat yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga akan terjadinya
sebuah peristiwa pidana/ kejahatan. Artinya, peristiwa yang dilaporkan belum tentu
perbuatan pidana, sehingga dibutuhkan sebuah tindakan penyelidikan oleh pejabat
yang berwenang terlebih dahulu untuk menentukan perbuatan tersebut merupakan
tindak pidana atau bukan. Kita sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan
memiliki kewajiban untuk melaporkan tindakan tersebut.
Selanjutnya, di mana kita melapor? Dalam hal jika Anda ingin melaporkan suatu
tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan kementerian Kesehatan, saat ini
kementerian Kesehatan melalui Inspektorat jenderal sudah mempunyai mekanisme
pengaduan tindak pidana korupsi.
Mekanisme Pelaporan
1. Tim Dumasdu pada unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan laporan
penanganan pengaduan masyarakat dalam bentuk surat kepada Sekretariat Tim
Dumasdu. Laporan tersebut minimal memuat informasi tentang nomor dan
tanggal pengaduan, isi ringkas pengaduan, posisi penanganan dan hasilnya
penanganan.
2. Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan semesteran untuk
disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan pihak-pihak terkait lainnya.
B. Pengaduan
Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan berbagai jenis
pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem yang memungkinkan adanya
penanganan dan solusi terbaik dan dapat memuaskan keinginan publik terhadap
akuntabilitas pemerintahan.Ruang lingkup materi dalam pengaduan adalah adanya
kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan,
dimana tindakan seorang pengadu yang mengadukan permasalahan pidana delik
aduan harus segera ditindak lanjuti dengan sebuah tindakan hukum berupa
serangkaian tindakan penyidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Artinya dalam proses penerimaan pengaduan dari masyarakat, seorang pejabat yang
berwenang dalam hal ini internal di Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat
Jenderal, harus bisa menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh
seorang pengadu merupakan sebuah tindak pidana delik aduan ataukah bukan.
Penanganan lebih lanjut berupa tanggapan secara langsung melalui klarifikasi atau
memberi jawaban, dan penyaluran/ penerusan kepada unit terkait yang
berwenang menangani.
Pencatatan Pengaduan
Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis. Walaupun peraturan yang ada
menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan secara lisan, tetapi untuk lebih
meningkatkan efektifitas tindak lanjut atas suatu perkara, maka pengaduan yang
diterima masyarakat hanya berupa pengaduan tertulis.
Pencatatan pengaduan masyarakat oleh Tim Dumasdu dilakukan sebagai berikut:
1. Pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh Tim Dumasdu pada Unit Eselon
I berasal dari organisasi masyarakat, partai politik, perorangan atau penerusan
pengaduan oleh Kementerian/ Lembaga/ Komisi Negara dalam bentuk surat, fax,
atau email, dicatat dalam agenda surat masuk secara manual atau menggunakan
aplikasi sesuai dengan prosedur pengadministrasian/ tata persuratan yang berlaku.
Pengaduan yang disampaikan secara lisan agar dituangkan ke dalam formulir yang
disediakan.
3. Pengaduan yang alamatnya jelas, segera dijawab secara tertulis dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat pengaduan diterima, dengan
tembusan disampaikan kepada Sekretariat Tim Dumasdu pada Inspektorat Jenderal
Kementerian Kesehatan.
Latihan:
Setelah Anda mempelajari pokok bahasan tersebut di atas, ada dua hal penting yang
perlu didiskusikan lebih lanjut di dalam kelompok masing2, yaitu: perihal laporan dan
pengaduan. Apa beda yang prinsip antara laporan dan pengaduan dan bagaimana
tatacara untuk laporan dan pengaduan.
A. Pengertian Grafitasi
APA itu GRATIFIKASI ?
Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan kata
Gratifikasi. Tapi Saya lebih senang menafsirkan kata tersebut dengan kata yang
mendefinisikan sesuatu yang berarti “gratis di kasih”.
Gratifikasi menurut kamus hukum berasal dari Bahasa Belanda, “Gratificatie”, atau
Bahasa Inggrisnya “Gratification“ yang diartikan hadiah uang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998) Gratifikasi diartikan
pemberian hadiah uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan.
Menurut UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12 b ayat (1), Gratifikasi
adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan
yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik.
Subyek hukum terdiri dari: (1) penyelenggara negara, dan (2) pegawai negeri
Pegawai Negeri Sipil meliputi pegawai negeri spil sebagaimana yang dimaksud
dalam undang-undang kepegawaian, pegawai negeri spil sebagaimana yang
dimaksud dalam kitab undang-undang hukum pidana, orang yang menerima gaji
atau upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau
upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau
daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang
mempergunakan modal atau fasilitas negara atau rakyat
Obyek Hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3) fasilitas
Bentuknya:
Pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, dalam
bentuk barang, uang, fasilitas
D. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara lain:
- Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah
dibantu;
- Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat
perkawinan anaknya;
E. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang:
1. menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang
memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;
2. menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;
3. menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut
diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya;
4. dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
5. pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong
pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau
kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
6. pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
7. pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di
atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan
perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundangundangan; atau
8. baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan
perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.