Anda di halaman 1dari 12

KEKUASAAN DAN

KEKERASAN SIMBOLIK
MENURUT PIERRE
BOURDIEU

O L E H M UHA M M A D M A K RO M A A RI F
S UL A I M A N.

YOGYAKARTA , 31 MEI 2022


KERANGKA BERPIKIR

PROFIL SINGKAT PIERRE TEORI HABITUS, DOXA, MODAL, KEKERASAN SIMBOLIK SEBAGAI
BOURDIEU POSISI, RANAH IMPLIKASI DARI HABITUS, DOXA,
MODAL, POSISI, RANAH
PROFIL SINGKAT PIERRE BOURDIEU

• Pierre Bourdieu (1930-2002) merupakan pakar sosiologi dan filsuf yang lahir dan besar dalam keluarga
kelas menengah ke bawah, lahir dalan suasana prihatin dalam sebuah desa kecil di Denguin, Prancis.

• Setelah lulus dari pendidikan sarjana bidang filsafat, Bourdieu mendapatkan panggilan dari negaranya
untuk ikut terlibat sebagai prajurit di tengah perang Prancis dan Aljazair di mana Aljazair berusaha ingin
memerdekakan diri dari Prancis.

• Pengalaman Bourdieu di Aljazair sekaligus sebagai riset etnografisnya mengenai budaya dan masyarakat di
Aljazair. Bourdieu juga banyak belajar dari para tokoh sosiologi seperti Durkheim, Marx, dan Weber.

• Pengalaman studi dan riset yang dilakukan Bourdieu membuat Bourdieu merumuskan perspektik mengenai
habitus dalam sebuah stratifikasi sosial.
HABITUS DAN DOXA

• Habitus adalah pengetahuan praktis atau masuk akal dari agen mengenai cara-cara melakukan sesuatu, merespon situasi,
dan memahami apa yang terjadi, yang telah menjadi semacam pengetahuan yang kita tidak sadari merujuk kepada yang
rutin kita lakukan (Jones dkk, 2016 : 215).

• Menurut Bourdieu, habitus adalah lingkungan sosial yang membentuk selera sosial (Kurniawan, 2020 : 142).

• Contoh sederhana : seseorang lahir dan besar dalam keluarga yang terdidik dan kaya tentu akan memiliki selera makanan
yang berbeda dari seseorang yang lahir dari rahim sosial keluarga pedagang pasar tradisional.

• Orang dari keluarga kaya dan terdidik biasanya lebih memperhatikan higienitas dan harga makanan, sedangkan orang
dari keluarga pedagang pasar menyantap makanan sebagai fungsinya penghilang lapar dan pengisi energi.
KELANJUTAN

• Habitus membentuk doxa. Doxa merujuk kepada pikiran aktor yang sudah ada tersimpan dalam kehidupan
mereka sehari-hari, yang bukan dari pengetahuan yang mereka sadari (Jones dkk, 2016 : 214). Semakin kuat
struktur objektif masyarakat, maka para actor semakin kuat dalam memelihara doxa.

• Contoh doxa : setiap makanan harus dalam keadaan bersih dan sehat dan itu sudah disepakati oleh para
pejabat di kementerian kesehatan. Hal itu membuat kelas menengah atas untuk semakin disiplin dalam
memperhatikan asupan gizi, sedangkan bagi masyarakat menengah ke bawah terlalu sulit menerima doxa
seperti itu karena yang paling penting ialah bagaimana agar perut tidak lapar dalam sehari.

• Secara sederhana, habitus dan doxa membentuk perbedaan kelas sosial mapan dan menengah bawah dari
cara makan, berpakaian, berjalan, berbahasa, bahkan cara berjalan di depan rumah orang lain, dan lain-lain.
POSISI, LAPANGAN, DAN MODAL

• Meskipun habitus dibentuk dalam lingkungan keluarga atau kelompok tertentu, namun memproduksi dan
mereproduksi posisi, lapangan, dan modal dalam struktur masyarakat.

• Habitus seseorang adalah produk sosialisasi dan produk posisi sosial dalam suatu lapangan aktivitas sosial,
sedangkan dunia eksternal seperti lapangan, posisi, dan kapital diproduksi dan direproduksi melalui aktivitas
dan tindakan individu-individu (Jones dkk, 2016 : 215).

• Lapangan adalah wilayah, ruang, atau ranah tempat individu-individu memperebutkan produk-produk yang
ada di lapangan.

• Dalam memperebutkan produk-produk tersebut, individu-individu mendayagunakan bahkan


mempertaruhkan modal-modal.
KELANJUTAN

• Menurut Bourdieu, modal-modal (kapital) tersebut meliputi modal budaya, ekonomi, sosial, dan simbolik.
Berikut contoh kapital-kapital tersebut menurut Bourdieu dkk (Jones dkk, 2016 : 217) :

• Kapital ekonomi misalnya sumber daya pendapatan, lahan dan asset keuangan.

• Kapital budaya didefinisikan dalam konteks tata cara perilaku, selera, bahasa, pengetahuan, dan keahlian.

• Kapital sosial terutama berkaitan dengan hubungan-hubungan sosial bermakna tentang siapa orang-orang
yang dikenal dan siapa yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu.

• Kapital simbolik berkaitan dengan kehormatan, prestise, dan reputasi.


KELANJUTAN

• Contoh sederhana : seseorang dari keluarga mapan ketika mendaftar kampus ternama dengan jurusan mentereng tidak akan kesulitan dari
kapital ekonomi karena memiliki tabungan dan pendapatan yang melimpah, kapital budaya karena mampu ikut bimbel dengan biaya mahal
dan eksklusif, kapital sosial memiliki banyak jaringan pertemanan mengenai informasi pendaftaran dan jurusan, dan kapital simbolik untuk
menjaga reputasi melalui kuliah di kampus dan jurusan ternama.

• Hal itu merupakan upaya orang dari kalangan atas tersebut bertarung dalam lapangan pendidikan di mana orang dari keluarga pas-pasan
secara kapital ekonomi akan sangat sulit berkuliah di kampus dan jurusan mentereng karena keterbatasan pendapatan, meskipun memiliki
kapital budaya yang kuat seperti semangat belajar, namun dengan kapital sosial yang dia miliki bisa saja mencari informasi beasiswa dari
beberapa temannya yang itu bertujuan untuk memperbaiki kapital simbolik (kehormatan diri, kehormatan keluarga, harkat dan martabat).

• Menurut Kurniwan (2020), pemikiran Bourdieu tentang posisi, modal, dan lapangan sebetulnya mempertahankan stratifikasi sosial melalui
berbagai modal yang dimiliki, namun bukan berarti tidak negosiasi dan manuver. Contoh : seseorang yang lemah secara ekonomi mampu
mendayagunakan modal budaya dan sosial untuk membangun usaha bisnis berkelas tinggi, misal dengan bekal keterampilan dan
networking yang dimiliki.
KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK

• Pembentukan habitus umumnya berasal dari lingkungan keluarga, namun bisa pula dari kelompok atau
komunitas lain yang pengaruhnya lebih kuat dibandingkan keluarga.

•Individu-individu yang memiliki habitus, modal, dan ranah yang lebih kuat tentu memiliki posisi kuasa yang
lebih kuat.

• Seorang dosen memiliki ilmu (kapital budaya) yang lebih kuat dibandingkan seorang pejabat BUMN.
Seorang pejabat BUMN lebih kuat dalam kapital ekonomi. Ketika seorang pejabat BUMN melanjutkan
studi S2 dan ketika bimbingan karya akademik dengan dosen pembimbingnya di kampus, otomatis dosen
pembimbing memiliki posisi kuasa yang lebih kuat dibandingkan pejabat BUMN tersebut.

• Individu-individu yang memiliki posisi kuasa yang lebih kuat cenderung memproduksi dan mereproduksi
kekerasan simbolik.
KELANJUTAN

• Kekerasan simbolik merupakan dominasi budaya secara implisit, halus, dan hegemonik
(Bourdieu dalam Kurniawan, 2020 : 150).

• Kekerasan simbolik berarti kekerasan secara tersamar, agak tersamar, atau tanpa menyebabkan
luka fisik. Lebih berdampak pada luka psikis, mental atau emosional.

• Kekerasan simbolik terjadi manakala kultur dan norma orang-orang yang memiliki posisi kuasa
yang kuat diperlihatkan untuk dijadikan acuan kehidupan dalam bentuk simbol, bahasa, dan
suara.
KELANJUTAN (CONTOH KEKERASAN SIMBOLIK)

• Dalam kehidupan rumah tangga (bahasa) seorang suami yang mengatakan istrinya tidak tegas mengurus
anak-anak, “kenapa sih kok kamu tidak tegas mengurus anak-anak, tuh lihat anak-anak kamu bikin ulah
lagi.”

• Dalam sebutan-sebutan atau julukan-julukan yang dirasa menyudutkan secara tersamar, misal sebutan “si
anak kompleks” (sebutan bagi anak orang kaya), “si pencuri hati laki-laki” (sindiran bagi pelakor), “si pria
jalang” (sebutan bagi laki-laki pelaku prostitusi), “si kuli digital” (sebutan untuk pekerja online), dll.

• Dalam bentuk simbol gambar misal gambar rumah mewah di baliho iklan yang dilihat semua orang (artinya
mendiskreditkan atau “meminggirkan” mereka yang tidak sanggup membeli rumah mewah).

• Dalam bentuk perilaku misal orang-orang kaya membeli baju baru jelang lebaran di mana ketika baju itu
dipakai diperlihatkan kepada tetangganya yang tidak sanggup membeli baju baru.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniawan, Kevin Nobel. 2020. Kisah Sosiologi. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

2. Jones, Pip dkk. 2016. Pengantar Teori-Teori Sosial. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai