Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KASUS

Tata Laksana Mekanikal Ventilator pada Pasien Acute Respiratory Distress


syndrome (ARDS) dengan Pendekatan Driving Pressure
Ester Lantika Ronauli Silaen,1 Nurita Dian Kestriani2
1
Departemen Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan,
2
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Universitas Padjajaran/
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Abstrak
Manajemen ventilasi mekanik sindrom distres pernapasan akut (ARDS) antara lain penggunaan volum tidal
rendah, positive end expiratory pressure PEEP tinggi, dan menjaga tekanan Pplat ≤30 cmH2O, dengan target untuk
mencegah terjadi ventilator menginduksi cedera paru (VILI). Parameter driving pressure (DP) diperhitungkan
pada saat ini sehubungan dengan batas aman dan sintasan pada pasien dengan komplians rendah seperti pada
ARDS. Laporan kasus ini melaporkan seorang pria, usia 26 tahun, dengan luka tusuk pada dada yang dilakukan
debridement dengan median sternotomi. Setelah satu hari dirawat di bangsal, pasien readmisi ke ICU dengan
keluhan sesak napas, penurunan kesadaran, penurunan saturasi oksigen menjadi 65%, dan gambaran foto thoraks
ditemukan opasitas bilateral. Pasien dilakukan penilaian dan penanganan dilanjutkan dengan manajemen ARDS,
dan dipasang ventilator. Pengaturan ventilator dengan modus pressure control, menggunakan PEEP tinggi dan
penyesuaian volum tidal berdasarkan nilai DP yang memberikan respon baik dengan meningkatnya oksigenasi
pasien. Pasien kemudian berhasil diekstubasi setelah 8 hari dirawat di ICU. Penurunan komplians pada ARDS terjadi
dengan hilangnya area paru yang bias ter-aerasi membuat penurunan luas paru yang fungsional. DP berhubungan
dengan tekanan stress dalam paru dan merepresentasikan strain siklik yang menjadi sasaran parenkim paru selamat
tiap siklus ventilasi. Penyesuaian parameter ventilasi mekanik dengan target driving pressure memberikan luaran
yang baik pada kasus ini.

Kata kunci: Acute Respiratory Distress syndrome (ARDS), driving pressure, komplians

Management Mechanical Ventilator On Patient With Acute Respiratory


Distress syndrome (ARDS) Using Driving Pressure Approach

Abstrack
Mechanical ventilation management for acute respiratory distress syndrome (ARDS) include low tidal volume,
higher PEEP, and keep plateu pressure ≤30 cmH2O, with a goal to minimize ventilator-induced lung injury (VILI).
Driving pressure (DP) was amLountable nowadays where associated with safety limit and survival in patient with
low compliance such as ARDS. This case report, presenting a man, 26 years old, with penetrating chest injury that
have emergency debridement median sternotomy. After one day in ward, the patient readmission to ICU, with
dyspnea, deleterious conciusness, decreased oxygen saturation became 65%, and chest radiograph findings with
bilateral opacities. The patient assesment and continuing management as ARDS and received invasive mechanical
ventilation. Mechanical ventilator was setting with pressure control mode, using high PEEP and adjusting tidal
volume amLording to driving pressure (DP) that give good response to improve oxygenation.The patient extubated
after 8 days in ICU. Decreased compliance in ARDS while lost of aerated lung area, make functional lung size also
decrease. Driving pressure related to stress forces in the lung and represents the cyclic strains to which the lung
parenchyma is subjected during each ventilatory cycle. Adjusting ventilatory parameters based on driving pressure
targetting give good outcome in this case.

Key words: Acute Respiratory Distress syndrome (ARDS), compliance, driving pressure

Korespondensi: Ester Lantika Ronauli Silaen.,dr.,SpAn Rumah Sakit Royal Prima Medan. Jl. Sei Halian No 16 Medan
Petisah 20119. elsilaen@gmail.com

97
98

Ester Lantika Ronauli Silaen, Nurita Dian

Pendahuluan dengan tekanan positif di akhir ekspirasi (PEEP)


dikenal sebagai driving pressure.4 Penggunaan
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) DP sebagai salah satu batas aman untuk mencegah
terjadi sekitar 200.000 kasus setiap tahun di pengembangan paru yang berlebihan sehingga
Amerika Serikat dan menjadi penyebab sekitar menimbulkan barotrauma dan menyesuaikan
75.000 kematian. Secara global diketahui ARDS volum tidal yang diberikan. Laporan kasus kali
menjadi penyebab sekitar 10% pasien dirawat di ini membahas bagaimana tata laksana mekanikal
ICU dan mengenai sekitar 3 juta pasien diseluruh ventilator pada kasus ARDS serta penggunaan
dunia, dan 24% pasien mendapat perawatan DP untuk meningkatkan ketahanan hidup pada
dengan ventilator mekanik di ICU.1 kasus ARDS.
Kasus trauma dapat menyebabkan ARDS
dan menyebabkan pasien gagal napas serta Deskripsi Kasus
memerlukan bantuan ventilasi mekanik.
Konsep ARDS dimana akut difus inflamasi Seorang laki-lakiusia 24 tahun datang ke ruang
memicu cedera pada paru, menyebabkan gawat darurat RSHS tanggal 19 Januari 2019
peningkatan permeabilitas pembuluh darah dengan diagnosa vulnus penetrans on the thorax
paru, meningkatkan massa paru dan hilangnya anterior. Pasien merupakan rujukan dari RSUD
jaringan paru yang bisa ter-aerasi. Gambaran Karawang dengan keluhan nyeri akibat luka
klinis utama adalah hipoksemia dan gambaran di dada yang dialami 10 jam sebelum masuk
opak bilateral radiologi, yang dihubungkan rumah sakit akibat terkena mata tombak untuk
dengan peningkatan darah vena campuran, dead menangkap ikan. Pasien datang dengan kondisi
space fisiologis, dan penurunan komplians paru.1 kesadaran compos mentis,laju napas 30 x/ menit
Luka tusuk pada dada termasuk dalam kelompok tekanan darah 110/70 mmHg, denyut jantung
cedera langsung pada paru sebagai predisposisi 94 x/menit, suhu afebris. Dilakukan observasi
timbulnya ARDS.2 Tujuan mekanikal ventilasi dan penilaian di IGD dan direncanakan untuk
pada kasus ARDS adalah untuk mengatasi prosedur bedah median sternotomy emergensi.
hipoksemia dan memperbaiki oksigenasi. Dalam Dilakukan persiapan operasi dengan pembiusan
penatalaksanaan ARDS dikenal strategi ventilasi anestesi umum. Pemeriksaan laboratorium
mekanik yang disebut lung protective strategies, pre operasi dengan Hb 13 gr/dL, hematokrit
dimana digunakan tidal volum rendah dan 38,6, leukosit 17840 dan trombosit 224000.
positive end expiratory pressure (PEEP) , serta Pemeriksaan AGD ; pH/PCO2/PO2/ HCO3/ BE/
Pplat ≤30 cmH2O. Strategi ini diambil untuk SpO2 : 7,38/32,3/173,9/19,6/-3,9/99,3.
mencegah terjadinya overdistensi alveoli yang Pemeriksaan echocardiografi preoperasi
pada akhirnya dapat menyebabkan ventilator tanggal 20 Januari 2019 didapati semua ruang
induced lung injury (VILI). Strategi lainnya jantung normal, left ventricle ejection fraction
dengan melakukan rekurutmen paru, restriksi (LVEF) >50% with normokinetic at rest, katup-
cairan bahkan posisi telungkup.3 katup normal, normal kontraktilitas RV (right
Penurunan komplians paru terjadi pada ARDS ventricle), efusi perikard ringan sedang tanpa
dimana komplians paru yang rendah membuat risiko terjadinya tamponade. Ventrikel kanan
pengembangan paru menjadi sulit. Bagian paru tidak tervisualisasi. IVC maks 2,0 cm IVC min
normal yang dapat ter-aerasi menjadi berkurang 1,6cm. Indeks colapsibility 25% artinya fluid
dan volum tidal yang dihasilkan seharusnya responsive. Pada saat operasi ditemukan darah
sesuai dengan bagian paru yang masih berfungsi dalam rongga pericardium sebanyak 50 mL dan
(functional lung size) dibanding dengan predicted ditemukan anak panah logam sepanjang 14 cm
lung size pada pasien sehat. Komplians statis dengan diameter 0,3 cm yang menembus kutis,
sistem pernapasan (CRS) dihitung dengan subkutis, otot, dan pericardium. Kemudian
membagi volum tidal dengan driving pressure dilakukan debridement. Operasi berlangsung
(DP). Perbedaan tekanan antara tekanan jalan 3 jam dan pasien dipindahkan ke ICU untuk
napas di akhir inspirasi (Pplateu) dikurangi perawatan pascaoperasi.

●Anestesia dan Critical Care● Vol.37, No.3,Oktober 2019


99

Tata Laksana Mekanikal Ventilator pada Pasien ARDS dengan Pendekatan Driving Pressure

Gambar 1 Foto thoraks posisi AP dan Lateral praoperasi


Sumber: dokumen pribadi

Pasien dirawat di ICU paska debridement pindah ke bangsal esok sore harinya dengan nasal
dengan kondisi masih terintubasi dengan sedasi kanul 3L/menit. Dilkukan foto thoraks sebelum
pada dini hari. Keluaran hemodinamik tekanan pasien pindah ke bangsal dengan hasil tidak
darah rata-rata: 100–138/ 60 \–90 mmHg, laju tampak tanda-tanda edema paru. Pasien readmisi
nadi 100–120 kali per menit, laju napas 16–22 kembali ke ICU dalam 24 jam (23 Januari 2019).
kali per menit dengan balans cairan +1807 mL/24 Pasien masuk dengan penurunan kesadaran,
jam dan nilai CVP berada pada rentang 14–16 oksigenasi masker non rebreathing O2 15 liter per
cmH2O serta menggunakan mode ventilator PS menit, posisi head up 900, dan peningkatan work of
Fi02 70% PEEP 5 PS 5. Terapi farmaka diberikan breathing dengan saturasi oksigen 62%, tekanan
seftriaxone 2x1gr iv, morfin 10mcg/kgBB/jam, darah 172/96 mmHg, laju napas 43 kali per menit,
parasetamol 4 x 1 gr iv, omeprazole 2 40 mg iv, dan laju nadi 142 kali per menit, temperatur 37,4
vitamin K 3x10mg iv, transamin 3x 500 mg iv, 0
C. Hasil AGD saat tiba di ICU didapati pH
dan nebul combiven. Kemudian pasien dapat 7,295 PCO2 60,4 PO2 58,8 HCO3 29,5 BE 2,7 dan
dilakukan ekstubasi siang hari dan dipasang Saturasi O2 70,4. Keluaran hemodinamik pada
oksigen non rebreathing mask 15 L/menit dan saat itu sinus takikardi, tekanan darah rata-rata

Gambar 2 Foto thoraks pascaoperasi Gambar 3 Foto thoraks saat readmisi ICU
Sumber: dokumen pribadi Sumber: dokumen pribadi

●Anestesia dan Critical Care● Vol.37, No.3,Oktober 2019


100

Ester Lantika Ronauli Silaen, Nurita Dian

Gambar 5 Foto thoraks sebelum pindah ke


Gambar 4 Foto thoraks pasca readmisi ICU bangsal
Sumber: dokumen pribadi Sumber: dokumen pribadi

150–180/ 75–90 mmHg, CVP 18–20 cmH2O dan kisaran 28 serta ∆P 14. Keluaran hemodinamik
SpO2 60%–75%. Diagnosa kerja ditegakkan gagal pada saat itu sinus takikardi, tekanan darah rata-
napas akibat ARDS pasca sternotomi akibat luka rata 150–180/ 75–90 mmHg, CVP 18–20 cmH2O
tusuk di regio thorakal. Setiba di ICU dilakukan dan SpO2 60%–75% Setelah berubah nilai PEEP
pemasangan selang napas. dan P control, nilai Ppeak tidak melewati 30.
Pasien kemudian menggunakan ventilator Keluaran hemodinamik berubah terutama pada
mode PCV+ dengan Pcontrol 20–22 PEEP 10 SpO2 menjadi berangsur naik 91%–98%, tekanan
cmH2O laju napas 18 kali per menit I: E ratio darah berkisar 110–130/ 65–80 mmHg dan irama
1:1,5 , FiO2 100% dan diidapati Ppeak 30–31 serta EKG sinus takikardi. Diperiksa laboratorium
∆P 20. Setelah itu sekitar 5 jam mode ventilator AGD dengan pH 7,368 PCO2 60,4 PO2 82,7
tetap PCV+ tetapi PEEP naik menjadi 12–14 dan HCO3 35,1 BE 9,6 Sat O2 94,2 dan P/F ratio 82,7.
Pcontrol turun menjadi 16, didapati Ppeak dalam Pasien direncanakan untuk kultur sputum, dan

Gambar 6 Gambaran CT- THORAKS pada pasien dengan ARDS, menunjukkan tipikal ditribusi
heterogen dari opasifikasi pada paru. Peningkatan densitas jaringan paru pada region dorsal
(A) disebabkan oleh konsolidasi dan atelektasis. Wilayah yang ter – aerasi, yaitu regio ventral
“baby lung” (B) memiliki komplians tertinggi dan cenderung menjadi overdistensi
(volutrauma). Wilayah diantara dua area tersebut (C) mudah untuk mengalami atelektrauma
akibat siklik rekrutmen dan derekrutmen.
Sumber: Marino’s The ICU Book3

●Anestesia dan Critical Care● Vol.37, No.3,Oktober 2019


101

Tata Laksana Mekanikal Ventilator pada Pasien ARDS dengan Pendekatan Driving Pressure

Gambar 7 Grafik perbandingan Driving Pressure dengan Volum Tidal, PEEP, PaO2, FiO2, dan P/F rasio
Sumber: dokumen pribadi

foto thoraks serial. Hasil echokardiografi pukul AGD pH 7,37, pCO2 58,9, pO2 79,7, HCO3 35,1
19.00 WIB, poor echo window, normokinetik BE 8,6 dan Sat O2 94,2, P/F rasio 100. Terapi
at rest, EF>50% kesan normokinetik, LVOT farmaka yang diberikan midazolam 5 mg/jam iv,
diameter tidak dapat divisualisasi, tidak tampak atrakurium 20 mg/jam iv (dimatikan pukul 08.00
efusi perikard, tidak tampak Mc Cornel sign, WIB), seftriaxon 1x2gr iv, omeprazole 2x40 mg
IVC maks 2,1 cm dan IVC min 1,9 cm. Indeks iv, parasetamol 4x1 gr iv, morfin 10 mcg/kgBB/
distensibilitas 10% serta evaluasi jantung kanan jam. Hasil rontgen thoraks tanggal 23 Januari
sulit dinilai. Terapi selain oksigenasi dengan 2019 : tampak perselubungan opak inhomogen di
ventilator juga diberikan midazolam 5 mg/jam lapangan atas sampai bawah paru bilateral sedikit
iv, fentanil 30 mcg/jam iv, atrakurium 20mg/ berkurang.
jam iv, seftriakson 2x 1 gr iv, omeprazole 2x40 Perbaikan pasien terlihat pada hari ke –3
mg iv, parasetamol 4x 1gr iv, vit K 3x 10 mg paska readmisi ICU dimana pasien sudah dengan
iv, transamin 3x 500 mg iv, dan furosemid 20 mode ventilator spontan, laju napas berkisar 19–
mg iv ekstra. Balans cairan -1665 mL dalam 24 30 kali per menit, Pcontrol bertahap turun dari
jam. Hasil foto thoraks pascareadmisi ICU : hili 15 hingga 9 dan PEEP tetap 10 didapati Ppeak
tertutup perselubungan opak inhomogen, corakan 19–25 serta FiO2 bertahap turun hingga 70%.
bronkovaskular tertutup perselubungan, tampak Keluaran hemodinamik pada rentang 120–130
perselubungan opak inhomogen di lapang atas /60–80 mmHg, EKG sinus ritme dengan laju nadi
sampai bawah paru bilateral dan kranialisasi sulit kisaran 70–90 kali per menit, dan SpO2 berkisar
dinilai. 96%–98 %, serta balans cairan -338 mL/24 jam,
Hari berikutnya, pasien masih tersambung ke CVP 20 cm H2O. Pemeriksaan laboratorium Hb
ventilator dengan mode PCV+ dengan setting laju 6,9, hematokrit 20,9, leukosit 9690, trombosit
napas 15 kali per menit dan didapati laju napas 183000; nilai AGD pH 7,513 pCO2 44,8 PO2
aktual 19–25 kali per menit setelah atrakurium 151,8 HCO3 36,2 BE 12,8 dan SatO2 97,6, P/F
dihentikan. I: E rasio 1:2, Pcontrol 15–20 dan rasio 188. Rencana koreksi Hb dengan transfusi
PEEP 12 Ppeak 25–30 dan FiO2 80%–90 %. PRC. Terapi farmaka meliputi morfin 20 mcg/
Keluaran hemodinamik dengan tekanan darah kgBB/ jam, seftriaxone 2x 1 gr iv, omeprazole
rata-rata 110–145 /70–100 mmHg, laju nadi 90 2x 40 mg iv. Pasien sudah bisa modus spontan
–110 kali per menit dengan 95%–99%, CVP pada hari ke -4 dan hari ke -5 pasien masih dalam
dalam kisaran 16 cmH2O dan balans cairan modus spontan dengan PS 9 PEEP 8 dan FiO2
-8208 mL dalam 24 jam. Hasil laboratorium 60%–65 % dengan Ppeak 17 dihasilkan RR 16–

●Anestesia dan Critical Care● Vol.37, No.3,Oktober 2019


102

Ester Lantika Ronauli Silaen, Nurita Dian

Pasien tersambung ke ventilator

Pengaturan Ventilator

Kontrol Ventilasi Mekanik, Vt 6 – 8 mL/kg


PBW

DP ≤ 15 cm H2O DP ≥ 15 cm H2O

Pertahankan CRS menurun


parameter ventilator

ARDS Penyakit restriktif lain

Batasi Vt ≤ 6mL/kg PBW, manuver rekrutmen paru, Batasi Vt 5 – 6 mL/kg PBW, optimasi
titrasi penurunan PEEP menghasilkan CRS terbaik PEEP sehingga DP ≤ 15 cmH2O
Lakukan posisi prone dan hiperkapni permisif

DP ≥ 15 cm H2O

Pertimbangkan lebih lagi penurunan


VT < 6 mL/kg PBW

Gambar 8 Diagram alur penyesuaian parameter ventilator berdasarkan driving pressure pada pasien
yang memerlukan ventilasi mekanik invasive.Batas driving pressure 15 cmH2O. Singkatan:
DP driving pressure, VT volum tidal, PBW predicted body weight, CRS komplians statis
sistem pernapasan
Sumber: Bugedo G4

25 kali per menit dan SpO2 96%–98%. Keluaran mg iv, vit k 3 x 10 mg iv, combivent 3 x1 respul
hemodinamik kesadaran somnolen, tekanan nebulizer, flumusil 3 x 1 respul nebulizer. Pada
darah rata-rata 110–140/60–75mmHg, laju nadi hari rawatan ke -6 dan ke -7,pasien masih dalam
90–10 kali per menit, nilai CVP 20–22 cmH2O, ventilator dengan modus ventilator spontan PS
temperatur 370C–380C, serta balans cairan -126 7 PEEP 7 FiO2 50%, didapati Ppeak 11–16 serta
mL dalam 24 jam (tanggal 25 Januari 2019) SpO2 95%–99%. Keluaran hemodinamik didapati
dan +523 mL (tanggal 26 Januari 2019). Hasil tekanan darah berkisar 124–135/ 70–80 mmHg,
laboratorium Hb 8,1 hematokrit 25,1 leukosit laju nadi 80–110 kali per menit, balans cairan -
10360, dan trombosit 233000. Hasil AGD pH 911 mL dalam 24 jam, laju napas 22–30 kali per
7,44, pCO2 36,1 PO2 150,9 HCO3 25 BE 1,7 Sat menit dan balans cairan -995 mL dalam 24 jam.
O2 97,7, P/F rasio 251. Terapi yang diberikan Hasil laboratorium AGD pH 7,43 pCO2 33,9 PO2
midazolam 5mg/jam iv, paracetamol 4 x 1 gr iv, 141,2 HCO3 22,8 BE -0,4 Sat O2 98,5 dan P/F
morfin 20 mcg/kgBB/ jam, seftriaxon 2x1gr iv, rasio 285. Hasil foto thoraks tanggal 27 Januari
omeprazole 2x40 mg iv, asam traneksamat 3x500 2019 dengan kardiomegali dan edema paru

●Anestesia dan Critical Care● Vol.37, No.3,Oktober 2019


103

Tata Laksana Mekanikal Ventilator pada Pasien ARDS dengan Pendekatan Driving Pressure

perbaikan. Hari rawatan ke -8, akhirnya pasien >50%. Kondisi yang dialami pasien memenuhi
berhasil diekstubasi dan diberikan O2 10 L per Berlin Kriteria pada ARDS. Kriteria itu
menit dengan masker non rebreathing, kemudian menyebutkan waktu kejadian dalam kurun waktu
pasien dipindahkan ke bangsal pada hari ke -10. 7 hari sejak ada permulaan klinis atau sindrom
respirasi baru atau perburukan. Dengan metode
Pembahasan Kigalli yaitu menilai SpO2/ FiO2 yaitu 64/0,8
(FiO2 15L-simple mask non rebreathing) =80
Pasien ini memiliki predisposisi untuk terjadi (nilai dibawah 315 menunjukkan ARDS).7 Hasil
ARDS akibat trauma langsung pada regio foto thoraks adanya perselubungan opak bilateral
thorakal akibat luka tusuk.5 Kriteria definisi dan hasil ekokardiografi tidak menunjukkan
Berlin (2012) telah secara luas dipakai untuk adanya fluid overload atau klinis dengan gagal
menentukan ARDS. Derajat ARDS berdasarkan jantung. Penyebab ARDS diperkirakan berasal
kriteria Berlin dibagi menjadi : (1) ringan, yaitu dari penetrating chest injury sebagai salah satu
PaO2/FiO2 lebih dari 200 mmHg, tetapi kurang kelainan klinis dengan penyebab langsung/
dari dan sama dengan 300 mmHg dengan direct injury pada paru. Kecenderungan trauma
positive-end expiratory pressure (PEEP) atau dada berkembang menjadi ARDS cukup tinggi.
continuous positive airway pressure (CPAP) ≥ 5 Pasien dengan trauma dada memiliki risiko tinggi
cmH2O; (2) sedang, yaitu PaO2/FiO2 lebih dari berkembang menjadi ARDS dengan frekuensi
100 mmHg, tetapi kurang dari dan sama dengan 10%–25%, bergantung pada beratnya trauma.
200 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O; (3) berat, Keterlambatan onset ARDS bervariasi bergantung
yaitu jika PaO2/FiO2 ≤100 mmHg dengan PEEP pada penyebabnya, ARDS dapat terjadi beberapa
≥5 cmH2O. Penetapan ARDS sendiri berdasarkan hari setelah trauma.5 Skor Lung Injury Prediction
kriteria Berlin berdasar pada : (1) akut, yang Score (LIPS) adalah model skor prediksi yang
berarti onset berlangsung satu minggu atau kurang sudah divalidasi untuk mengidentifikasi pasien-
dari itu; (2) opasitas bilateral yang konsisten pasien yang memiliki risiko tinggi menjadi
dengan edema paru yang dideteksi dengan CT ARDS. Skor ini menggunakan kriteria klinis
scan atau foto polos toraks; (3) PF ratio kurang yang ditemui pada saaat di pasien masuk di IGD.
dari 300 mmHg dengan minimal nilai PEEP Pada pasien-pasien yang memiliki skor LIPS ≥
atau CPAP sebesar 5 cmH2O; (4) tidak dapat 4 memiliki kecenderungan untuk berkembang
dijelaskan sebagai gagal jantung atau overload menjadi ARDS.8 Pada pasien ditemukan poin
cairan. Pemeriksaan objektif dapat dilakukan high risk surgery cardiac dengan skor 2,5 dan
(misalnya ekokardiografi), pada beberapa kasus termasuk operasi emergensi sehingga mendapat
jika tidak ada penyebab yang jelas.6 Pada pasien tambahan skor 1,5 sehingga total skor menjadi
ini dilakukan sternotomi dan debridement daerah 4. Maka pada pasien ini sebenarnya memiliki
penetrating injury dan setelah itu dirawat di ICU kemungkinan untuk berkembang menjadi ARDS
untuk proses ekstubasi dan observasi. Kemudian sejak awal masuk ke unit gawat darurat.
pasien dipindah ke ruang bangsal. Pasien readmisi Pada kasus ini perubahan fisiologis paru
ke ICU dalam waktu kurang dari 24 jam dengan terjadi sejalan dengan berkembangnya ARDS.
kondisi penurunan kesadaran dengan sesak napas Ada tiga perubahan utama yang terjadi pada
dan saturasi oksigen 64% dengan oksigen 15L ARDS, yaitu hipoksemia berat, ketidakmampuan
masker non rebreathing dan kemudian dilakukan untuk mengeluarkan karbondioksida (CO2),dan
pemasangan selang napas dan pemakaian penurunan ketersediaan alveoli paru yang
ventilasi mekanik. Hasil AGD pada saat itu pH intact untuk ventilasi. Hilangnya jaringan paru
7,295 PCO2 60,4 PO2 58,8 HCO3 29,5 BE 2,7 dan yang dapat ter-aerated dikarenakan kolaps,
Saturasi O2 70,4. Hasil foto thoraks meyebutkan konsolidasi paru maupun flooding pulmonary,
perselubungan opak inhomogen di lapangan atas dan peningkatan permeabilitas vaskularisasi paru
sampai bawah paru bilateral. Hasil ekokadiografi menjadi patofisiologi ARDS.9 Bagian paru yang
IVC maks 2,1 cm dan IVC min 1,9 cm dengan terkena ARDS memiliki distribusi opasitasitas
indeks distensibilitas 10% dan Ejection Fraction yang heterogen mulai dari ventral hingga dorsal.

●Anestesia dan Critical Care● Vol.37, No.3,Oktober 2019


104

Ester Lantika Ronauli Silaen, Nurita Dian

Pada paru dengan zona dependen didapati FiO2 90% didapati VT sekitar 5 mL/kg Ppeak
konsolidasi paru dan atelektasis sehingga tidak ter 28 ∆P 14 dan SpO2 bergerak naik menjadi 91%
-aerasi. Sedangkan pada zona non dependen, paru hingga akhirnya mencapai 98%. Pada saat awal
ter-aerasi dengan paru bagian tengah memiliki readmisi ke ICU nilai AGD pH 7,295 PCO2 60,4
kemungkinan terjadi atelektrauma akibat PO2 58,8 HCO3 29,5 BE 2,7 dan Saturasi O2 70,4
terpapar siklik rekrutmen dan non rekrutmen dari pengambilan AGD setelah perubahaan setting
penggunaan ventilator. Paru bagian atas memiliki ventilator didapati P/F rasio menjadi 82,7. Nilai
ruang pengembangan paru yang sedikit, dan P/F rasio sesuai dengan ARDS berat. Setelah itu
sering terjadi hiperinflasi karena tekanan dari hari ketiga mode ventilator dipertahankan dan
pengaturan ventilator.10 dilakukan penurunan FiO2 secara bertahap hingga
Penatalaksanaan ARDS meliputi perbaikan 80% dan P/F rasio 100 diperoleh pada hari ketiga.
hipoksemia dan eliminasi CO2 melalui perbaikan Hasil foto thorak pada hari ketiga perselubungan
ventilasi, peningkatan delivery oxygen dan opak inhomogen diatas sampai bawah paru
menurunkan kebutuhan oksigen. Hal ini dicapai bilateral sedikit berkurang. Setelah itu perbaikan
dengan penggunaan mekanikal vetilator untuk paru terus terlihat hingga pasien ekstubasi hari
membuka dan mencegah alveolar kembali ke-8 dan pindah ruangan biasa pada hari ke-9.
kolaps dengan lung protective ventilation, Pada perjalanan pengelolaan mode ventilator
restriksi cairan dan bahkan penerapan posisi terlihat perubahan Pc yang awalnya 20–22
prone. Untuk restriksi cairan, penelitian klinis cmH2O menjadi Pc 16 cmH2O dengan PEEP
menyimpulkan untuk menghindari balans cairan yang lebih tinggi diaplikasikan ( 10 menjadi 12
positif pada ARDS untuk mengurangi durasi – 14 cmH2O sehingga diperoleh luaran saturasi
ventilasi mekanik dan memperbaiki survival. oksigen yang meningkat dari awalnya 60%–75%
Tata laksana berikutnya meliputi identifikasi menjadi 91%–98%. Kondisi ini menunjukkan
dan atasi penyebab ARDS (misal pada kasus dengan perubahan Pc dan PEEP menghasilkan
ARDS akibat sepsis, maka penyebab sepsis harus perubahan pada ∆P dari 20 menjadi 14. Pada ∆P
diatasi). Sedangkan penggunaan kortikosteroid yang lebih kecil didapati luaran yang lebih baik
masih belum menunjukkan keuntungan survival dengan meningkatnya saturasi oksigen.
yang konsisten, akan tetapi menunjukkan masa Sebuah penelitian oleh Amato tahun 2015
bebas ventilator yang lebih cepat,sehingga sering mengenai driving pressure (DP) telah menjadi
digunakan pada ARDS sedang ke berat pada topik menarik dalam manajemen ARDS.
masa awal dan unresolving ARDS.11 Penelitian tahun 2015 pada 3562 pasien ARDS
Pasien setelah readmisi di ICU dilakukan menunjukkan variabel ∆P yang lebih rendah
pemasangan selang napas dan penggunaan pada perubahan setting ventilator dihubungkan
ventilasi mekanik untuk meningkatkan oksigenasi dengan tingkat sintasan yang lebih tinggi meski
dan mengatasi hipoksemia. Penggunaan modus pada saaat itu semua pasien menggunakan lung
ventilasi berbasis pressure diberikan. Mode protective strategies, dengan membatasi VT <6
ventilator digunakan PCV+. Prinsip lung mL/kg dari PBW dan Pplat <30 cmH2O . Nilai
protective adalah untuk membuat alveoli yang ∆P ≤15 cm H2O dihasilkan dari penelitian Amato
kolaps menjadi terbuka sehingga ventilasi adekuat ini.4,12
dan pertukaran gas bisa terjadi serta mencegah Kemampuan pengembangan paru atau yang
terjadinya Ventilator Induced Lung Injury (VILI). dikenal lung compliance pada ARDS berubah
Penggunaan PEEP tinggi pada kasus ini untuk menurun signifikan sesuai dengan bagian
mencegah alveoli kolaps sehingga tetap terbuka. paru yang bisa digunakan untuk ventilasi
Pada awal pengaturan ventilator digunakan yang fungsional. Sehingga tidal volum tidak
Pcontrol sebesar 20–22 cmH2O dengan PEEP 10 berdasarkan predicted body weight (PBW)
cmH2O dan FiO2 100%, luaran VT sekitar 6–7 mL/ yang digunakan pada kasus paru sehat, tetapi
kg Ppeak 30–31 ∆P 20,didapati SpO2 60%–75%. menyesuaikan dengan DP dan komplians sistem
Setelah itu dalam kurun waktu 5 jam pengaturan pernapasan (C RS) pada saat itu.4,9,12 Komplians
diubah dengan Pcontrol 16 PEEP 12–14 cmH2O yang dimaksud adalah statik komplians yang

●Anestesia dan Critical Care● Vol.37, No.3,Oktober 2019


105

Tata Laksana Mekanikal Ventilator pada Pasien ARDS dengan Pendekatan Driving Pressure

dinilai pada saat akhir inspirasi sementara katup Pada kasus ini awalnya pemberian PEEP
ekspirasi belum dibuka sehingga pada saat itu dan Pc yang menghasilkan VT sekitar 6–7 mL/
tekanan jalan napas sudah tidak ada dan tekanan kg PBW menghasilkan ΔP >15 cmH2O serta
yang ada adalah tekanan alveoli. Diukur pada luaran saturasi oksigen hanya 60%–75%.
saat pasien tidak ada usaha napas, sehingga Setelah Pc diturunkan dan PEEP dinaikkan
diperoleh berapa besar daya pengembangan paru. dengan memperhitungkan ΔP target ≤ 15 cmH2O
Komplians dirumuskan sebagai berikut: serta menurunkan VT<6 mL/kg PBW, maka
CRS = VT/ Ppl-PEEP, dimana DP = Ppl - didapati luaran saturasi oksigen yang berangsur
PEEPmaka CRS = VT/DP mengalami peningkatan.
Maka DP = VT/ CRS, melalui persamaan ini DP Pemberian pelumpuh otot dan sedasi juga
adalah proporsi antara VT dan CRS pada pasien. dilakukan pada kasus ini pada awal pasien
Rasio komplians konstan untuk semua unit paru menggunakan ventilator mekanik untuk
yang tersedia untuk ventilasi. DP pada dasarnya mencegah disinkroni ventilator dengan pasien
menunjukkan derajat peregangan paru setiap yang berakibat cedera paru dan terjadinya
kali napas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa breath stacking (pasien diberikan napas kedua
menurunkan nilai DP dengan menyesuaikan dari ventilator sebelum selesai ekspirasi napas
paramater ventilator memLiki hubungan yang pertama).1,15
kuat dengan luaran klinis dan survival pada pasien Penerapan strategi cairan konservatif dan
ARDS.4,9 Penelitian lain tahun 2018 menunjukkan pemberian diuretik juga dilakukan pada kasus
pada pasien yang selamat dari kasus ARDS ini. Pemberian furosemid diawal pasien readmisi
sedang hingga berat, ada korelasi signifikan antara ke ICU dan mendapatkan bantuan ventilasi
nilai DP pada mulai saat hingga 24 jam setelah mekanik. Restriksi cairan juga dilakukan
dipasang ventilasi mekanik dan fungsi paru serta terlihat dari balans cairan harian yang negatif.
densitas paru yang diukur pada 1 dan 6 bulan Penelitian yang dilakukan oleh ARDS Clinical
kemudian setelah terjadi ARDS. Densitas paru Trial Network tahun 2006 yang melakukan
rata-rata pada pemeriksaan tomografi CT scan perbandingan strategi cairan konservatif dan
thoraks pada pasien sintasan ARDS bulan ke-6 liberal pada 1000 pasien dengan Acute Lung
menunjukkan mean pulmonary density (MPD) Injury (ALI) yang dilakukan selama 7 hari untuk
lebih tinggi pada grup dengan DP ≥ 13 cmH2O antara lain menilai angka kematian setelah 60
dan force vital capacity (FVC) paru dibawah nilai hari dan menilai ventilatorfree days (VFD). Hasil
normal.13 Metode rekruitmen paru sudah banyak penelitian menunjukkan angka kematian 60 hari
dikerjakan dengan berbagai teknik termasuk lebih sedikit pada kelompok cairan konservatif
Open lung approach (OLA), penerapan posisi dibanding kelompok liberal (25,5 % vs 28,4%),
prone, penggunaan modus ventilator dengan peningkatan jumLah VFD lebih lama pada
pressure limited seperti Airway Pressure Release kelompok konservatif (14,6±0,5 ) dibanding
Ventilation (APRV).1,5 Metode OLA signifikan dengan kelompok liberal (12,1± 0,5, P < 0,001)
menurunkan driving pressure serta menghindari tanpa peningkatan gagal organ bukan paru.17
atelektrauma dan meningkatkan oksigenasi
dibanding dengan protokol ARDSnet.14 OLA Simpulan
sendiri dikerjakan pada kasus ARDS moderat
dan berat dimana penggunaan strategi lung Penggunaan ventilasi mekanik pada kasus
protective tidak membawa perbaikan. Strategi ARDS membutuhkan strategi lung protective.
yang dimaksud adalah penggunaan VT 6–8 mL/ Optimasi volum tidal dan nilai PEEP masih
kg dari PBW, Pplat ≤30 cmH2O, dan penggunaan merupakan tantangan bagi intensivis dalam
PEEP setidaknya 5 cmH2O serta PEEP yang mengelola pasien ARDS, dimana parameter itu
lebih tinggi pada kasus ARDS moderat dan berat masih harus disinkronkan dengan nilai driving
untuk menghasilkan target SpO2 88%–95% dan pressure. Laporan kasus ini menunjukkan
pH dalam rentang 7,35–7,45 sesuai protokol dengan perubahan nilai PEEP dan ∆P dengan
ARDSnet yang sudah lazim digunakan.3 luaran volum tidal <6 mL/kg memberikan hasil

●Anestesia dan Critical Care● Vol.37, No.3,Oktober 2019


106

Ester Lantika Ronauli Silaen, Nurita Dian

yang baik untuk luaran pasien dan survival-nya. 2015; 2015:1-8


Disamping itu pengelolaan cairan dan metabolik 9. Sreedharan J, Alqahtani J. Driving pressure:
lainnya secara menyeluruh menjadi faktor penting Clinical applications and implications in the
dalam keberhasilan menangani pasien ini. intensive care units. Indian J of Respiratory
Care. 2018;7(2):62.
Daftar Pustaka 10. dos Santos CC, Slutsky AS. Protective
ventilation of patients with acute respiratory
1. Fan E, Brodie D, Slutsky AS. Acute distress syndrome. Crit Care. 2004;8(3):145–
respiratory distress syndrome advances in 7.
diagnosis and treatment. JAMA - J Am Med 11. Bakowitz M, Bruns B, McCunn M. Acute
Associat. 2018;319(7):698–710. lung injury and the acute respiratory distress
2. Rezoagli E, Fumagalli R, Bellani G. syndrome in the injured patient. Scand J
Definition and epidemiology of acute Trauma Resusc Emerg Med. 2012 Aug
respiratory distress syndrome. Annals Transl 10;20:54
Med. 2017;5(14):282–294. 12. Amato MBP, Meade MO, Slutsky AS,
3. Marino PL. Acute respiratory distress Brochard L, Costa ELV, Schoenfeld DA, et
syndrome. Dalam : Acute respiratory al. Driving pressure and survival in the acute
failure. Marino’s The ICU Book, edisi ke- respiratory distress syndrome. N Engl J Med
4. Philadelphia : Wolters Kluwer Health/ [Internet]. 2015;372(8):747–55. Available
Lippincott Williams & Wilkins;2014,429-44 from: http://www.nejm.org/doi/10.1056/
4. Bugedo G, Retamal J, Bruhn A. Driving NEJMsa1410639
pressure: a marker of severity, a safety limit, 13. Junior T, Intensive A, Junior CT, Santiago
or a goal for mechanical ventilation?. Crit RRDS, Hirota AS, Carvalho ARS, et al.
Care. 2017;21(1):1–7. Driving pressure and long ‑ term outcomes
5. Ramin S, Charbit J, Jaber S, Capdevila in moderate / severe acute respiratory
X. Acute respiratory distress syndrome distress syndrome. Annals of Intensive Care
after chest trauma: Epidemiology, specific [Internet]. 2018;8:119. Available from:
physiopathology and ventilation strategies. https://doi.org/10.1186/s13613-018-0469-4
Anaesth Crit Care Pain Med. 2019;38(3):265– 14. Kacmarek RM, Villar J, Sulemanji D, Montiel
76. R, Ferrando C, Blanco J, dkk. Open lung
6. Ranieri VM, Rubenfeld GD, Thompson BT, approach for the acute respiratory distress
Ferguson ND, Caldwell E, Fan E, dkk. Acute syndrome: a pilot, randomized controlled
respiratory distress syndrome: The Berlin trial. Crit Care Med. 2016 Jan;44(1):32-4
definition. JAMA - J Am Med Associat. 15. Forel JM, Chiche L, Papazian L. The effects
2012;307(23):2526–33. of neuromuscular-blocking agents on gas
7. Riviello ED, Kiviri W, Twagirumugabe T, exchange in patients with acute respiratory
Mueller A, Banner-Goodspeed VM, Officer distress syndrome. Clin Pulmonary Med.
L, dkk. Hospital incidence and outcomes 2006;13(4):246–50.
of the acute respiratory distress syndrome 16. National Heart, Lung, and Blood Institute
using the Kigali modification of the Berlin Acute Respiratory Distress Syndrome
definition. Am J Resp Crit Care Med. (ARDS) Clinical Trials Network, Wiedemann
2016;193(1):52–9. HP, Wheeler AP, Bernard GR, Thompson BT,
8. Bauman ZM, Gassner MY, Coughlin MA, Hayden D, deBoisblanc B, Connors AF Jr,
Mahan M, Watras J. Lung injury prediction Hite RD H AL. Comparison of Two Fluid-
score is useful in predicting acute respiratory Management Strategies in Acute Lung Injury.
distress syndrome and mortality in surgical N Engl J Med. 2006;354(24):2564–74.
critical care patients. Crit Care Res Pract.

●Anestesia dan Critical Care● Vol.37, No.3,Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai