Tabel
Besaran Sedimentasi dan Erosi Setiap DAS
Tabel
Potensi Rawan Banjir di WS Batanghari
Potensi Rawan Banjir
No Kabupaten/Kota
Rendah Menengah Luas (ha)
1 Batanghari 328.808,95 328.808,95
2 Bungo 455.689,58 455.689,58
3 Kerinci 145.380,57 145.380,57
4 Kota Jambi 16.737,62 16.737,62
5 Sungai Penuh 85,3 85,3
6 Merangin 69.515,61 69.515,61
7 Muaro Jambi 65.276,91 65.276,91
8 Sarolangun 415.859,19 415.859,19
9 Tanjung Jabung Barat 1.666,99 1.666,99
10 Tanjong Jabung Timur 1.128,72 1.128,72
11 Tebo 191.407,18 411.754,70 603.161,88
Jumlah 191.407,18 1.911.904,14 2.103.311,32
Sumber: Buku Draft Rencana Pola WS Batanghari 2020
Gambar
Peta Wilayah Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Jambi
B. Danau
Potensi Sumber Daya Air di WS Batanghari terdiri dari sumber-sumber air
berupa mata air dan beberapa danau yang tersebar di beberapa wilayah. Secara
umum konservasi sumber daya air dapat diartikan sebagai upaya untuk
mengamankan serta melestarikan keberadaan sumber daya air. Danau di Provinsi
Jambi dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel
Potensi Danau Di Provinsi Jambi
Lokasi
No Nama Danau Luas (ha)
Desa/Kelurahan Kecamatan
A. Kota Jambi
1. Danau Sipin Sungai Putri, Telanaipura
Lehok, dan 40
Danau Sipin
2. Danau Teluk Kenali Teluk Kenali Telanaipura 15
3. Danau Teluk Olak Kemang Danau Teluk 50
B. Kabupaten Merangin
1. Danau Depati Empat Rantau Kermas Jangkat 35
2. Danau Pauh Pulau Tengah Jangkat 250
3. Danau Kecil Pulau Tengah Jangkat 18
4. Sikumbang Pulau Tengah Jangkat 20
C. Kabupaten Kerinci
1. Danau Kerinci Jujun Keliling Danau 4.200
2. Danau Air Lingkat Lempur Tengah Gunung Raya 48
3. Danau Dua Lempur Tengah Gunung Raya 12
4. Danau Gunung Tujuh Pelompek, Lubuk Kayu Aro
1.200
Pauh
5. Danau Belibis Sido Mulyo Kayu Aro 25
D. Kabupaten Sarolangun
Danau Biaro Lindung Sarolangun 10
Danau Baru Pulau Pinang Sarolangun 10
Sumber: Buku Draft Rencana Pola WS Batanghari 2020
b. Iklim
Kondisi iklim di Taman Nasional Kerinci Seblat bervariasi menurut topografi,
tetapi secara umum kawasan TNKS tergolong ke dalam Tipe A (basah) dalam
klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson. Rata-rata curah hujan tahunan adalah 2.991
mm, dengan bulan kering kurang dari dua bulan per tahunnya. Rata-rata temperatur
antara 16°-28° Celcius. Kelembaban relatif udara adalah 77%-92%.
Gambar
Peta Taman Nasional Kerinci Seblat di Provinsi Jambi
c. Topografi
Wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat memiliki topografi berupa lembah
curam yang membelah Pegunungan Bukit Barisan menjadi dua bagian yang sejajar.
Sebagai rangkaian bukit dan gunung, taman nasional ini dicirikan oleh kelerangan
lahan sangat curam (≥ 60%) pada sebagian besar kawasannya (70% dari luas kawasan)
dengan ketinggian antara 200 hingga 3.805 m dpl. Di kawasan ini banyak dijumpai
pegunungan tinggi (lebih kurang terdapat 30 gunung atau bukit). Pegunungan Bukit
Barisan membentuk busur gunung berapi besar yang terbentang sepanjang
Sumatera, Jawa, dan Kepulauan Nusa Tenggara. Bukit Barisan tengah yang gunung
berapinya masih aktif dan menjadi bagian kawasan ini ditandai oleh celah lembah
datar yang tertutup dengan luasnya sekitar 140.000 ha dan semua sisinya dikelilingi
oleh beberapa bagian dari puncak Gunung Kerinci. Pemandangan alam di utara celah
lembah bagian tengah didominasi oleh kerucut gunung berapi Kerinci yang masih
aktif, sedangkan di bagian utara dan barat daya terdapat danau kawah, yaitu Danau
Tujuh dan Danau Kerinci. Topografi daerah ini umumnya curam dan teriris dengan taji
yang nyata menurun ke arah timur dan barat dari punggung utara-selatan Bukit
Barisan. Topografi menaik ini pada akhirnya mengarah ke dataran Sumatera tengah
di sebelah timur dan ke dataran pantai sebelah barat.
d. Ekosistem
Di dalam Taman Nasional Kerinci Seblat terdapat beberapa tipe ekosistem
hutan. Mulai dari tipe ekosistem hutan dataran rendah, sampai ekosistem sub alpin
dan beberapa ekosistem khas seperti rawa gambut, rawa air tawar dan danau. Taman
Nasional Kerinci Seblat juga memiliki hutan primer dengan beberapa tipe vegetasi.
Tipe vegetasi utama didominasi formasi seperti: Vegetasi dataran rendah yang
berada di atas 200 sampai 600 m dari permukaan laut (dpl); hutan dengan Vegetasi
pegunungan/bukit yang berada pada ketinggian 600 sampai 1.500 mdpl; hutan
Vegetasi montana yang berada pada ketinggian 1.500 sampai 2.500 mdpl; hutan
Vegetasi belukar gleichenia/paku-pakuan yang tumbuh pada ketinggian 2.500 sampai
2.800 mdpl dan terakhir hutan Vegetasi sub alpine yang tumbuh pada ketingian 2.300
sampai 3.200 mdpl.
e. Flora
Terdapat tidak kurang dari 4.000 jenis tumbuhan di Taman Nasional Kerinci
Seblat di mana 60% dari jenis tersebut terdapat di hutan dataran rendah. Tumbuhan
yang mendominasi adalah suku Diptreocarpaceae. Fabaceae, Lauraceae, Myrtaceae
dan Bombacaceae. Tercatat juga sebesar 300 jenis anggrek, berbagai spesies bambu,
kayu manis, rotan, dan edelweis yang langka (Anaphalis sp.). Selain itu, terdapat
bunga terbesar, Rafflesia arnoldi. Rafflesia hasseltii dan bunga tertinggi di dunia
Amorphophallus titanum, serta flora langka kantong semar (Nepenthes sp.).
Tipe vegetasi yang paling penting adalah hutan hujan tropis Dipterocarpaceae
yang terdapat di dataran rendah dan bukit-bukit hingga ketinggian lebih dari 1.000 m
dpl. Jenis pohon tersebut antara lain adalah Shorea parvifolia, Dipterocarpus sp.,
Parashorea sp., Koompassia malaccensis, dan Dialium sp. Lapisan bawahnya ditumbuhi
oleh palem Arenga sp., padma raksasa Rafflesia arnoldii, dan bunga bangkai
Amorphophallus titanum.
Pada ketinggian antara 1.000 – 1.500 m dpl terdapat hutan hujan tropis
pegunungan rendah yang didominasi oleh jenis-jenis Dipterocarpaceae (hingga
ketinggian 1.200 mdpl), seperti Hopea sp., dan Shorea platyclados, Litsea sp.,
Rhodamnia cinere, serta suku Euphorbiaceae dan Leguminosae. Lapisan bawahnya
ditumbuhi oleh palem (Livingstonia altissima dan Areca catechu), epifit (Asplenium sp.,
Bulbophyllum sp., Dendrobium sp., dan Eria sp.), dan kantong semar (Nepenthes sp.).
Diatas ketinggian 1.500 mdpl terdapat vegetasi hutan pegunungan yang
didominasi oleh suku Lauraceae dan Ericaceae, seperti Podocarpus amarus,
Castanopsis sp., Ficus variegate, dan Cinnamomum parthenoxylon. Di Kabupaten
Kerinci dikenal dua ekosistem rawa, yaitu Rawa Ladeh dan Rawa Bento yang terletak
di ketinggian 1 950 mdpl dengan luasan 150 ha. Kedua rawa tersebut merupakan rawa
gambut tertinggi di Pulau Sumatera. Rawa Bento (Sangir Hulu) merupakan rawa air
tawar dengan karakteristik jenis rumput Leersia hexandra, Glo-chidion sp., dan
Eugnia spicata. Jenis tumbuhan khas dengan sebaran terbatas dapat dijumpai di
kawasan ini, yaitu pinus strain kerinci (Pinus merkusii strain kerinci), kayu pacet
(Harpullia arborea), pakis sunsang (Dyera costulata), dan bunga rafflesia (Rafflesia
arnoldii).
f. Fauna
Taman Nasional Kerinci Seblat merupakan rangkaian tidak terputus hutan hujan
dataran rendah sampai pegunungan, termasuk hutan pinus tropis alami, hutan rawa
gambut, dan danau air tawar. Kawasan ini merupakan habitat sebagian besar burung-
burung Sumatera. Terdapat lebih dari 371 jenis burung (17 jenis di antaranya endemik
sumatera), lebih dari 85 jenis mamalia, tujuh jenis primata, enam jenis amfibi, dan
sepuluh jenis reptilia. Dua spesies kunci yang menjadi fokus pengelolaan adalah
harimau sumatera dan gajah sumatera.
• Fauna di wilayah taman nasional terdiri antara lain: Badak Sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis),
Macan Dahan (Neopholis nebulosa), Harimau Loreng Sumatera (Panthera tigris
sumatrensis), Kucing Emas (Felis termminnckii), Tapir Melayu (Tapirus indica),
Beruang Madu, Kambing Hutan (Capricornis sumatrensis).
• Jenis amphibia antara lain: Katak Bertanduk (Mesophyrs Nasuta);
• Jenis primata: Siamang (Sympalagus syndactylus) Ungko (Hylobates agilis), Wau-
wau Hitam (Hylobates lar), Simpai (Presbytis melalobates), Beruk (Macaca
nemestrina) dan Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
• Jenis burung endemik seperti: Burung Tiung Sumatera (Cochoa becari), Burung
Puyuh Gonggong (Arborophila rubirostris), Burung Celepuk (Otus stresemanni)
dan Burung Abang Pipi (Laphora inornata).
g. Potensi Pengamatan
Potensi lainnya yang terdapat di Taman Nasional Kerinci Seblat, seperti
pengamatan suara burung rangkong (Buceros rhinoceros sumatranus) dan julang
(Aceros undulatus undulatus) serta suara tawa histeri yang menakjubkan dari burung
gading (Rhinoplax vigil); adanya kucing emas (Catopuma temminckii temminckii) yang
sangat misterius; serta adanya misteri yang belum terpecahkan tentang sejenis satwa
primata yang berjalan tegak dan cepat sekali menghilang diantara pohon, dimana
masyarakat setempat menamakannya “orang pendek”.
h. Wisata
Potensi wisata yang terdapat didalam Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat,
diuraikan sebagai berikut:
1) Wisata Alam
Taman Nasional Kerinci Seblat memiliki berbagai landskap dan fenomena alam
yang sangat potensial untuk kegiatan pariwisata. Keindahan bentang alam yang
ada diantaranya adalah sumber air panas, air terjun, danau/rawa, goa, gunung,
perbukitan, sungai, hutan, perkebunan dan taman. Keindahan bentang alam
yang ada muncul akibat aktivitas tektonik/vulkanik bumi dan dipengaruhi oleh
hasil dari kegiatan/aktivitas penduduk setempat. Keindahan bentang alam yang
terdapat di Taman Nasional Kerinci Seblat dan wilayah penyangganya yang ada
di Provinsi Jambi adalah sebagai berikut :
a) Wisata Sumber Air Panas
Sumber air panas yang terbentuk akibat dari aktivitas vulkanik bumi.
Sumber air panas ini biasa dimanfaatkan oleh pengunjung untuk merebus
makanan dan sebagai tempat terapi penyembuhan penyakit kulit. Objek
wisata air panas yang banyak dikunjungi saat ini adalah objek wisata Air
Panas Semurup yang terletak di Desa Air Panas Baru Kecamatan Air
Hangat dengan jarak 6 km dari ibukota Kabupaten Kerinci. Sumber air
panas tersebut keluar dari perut bumi dan merupakan hasil aktivitas
vulkanik. Luas permukaannya ±15 m membentuk sebuah kolam kecil yang
selalu mengepulkan uap. Wisatawan bisa merebus telur dan pisang disini.
Di sekitar objek ini terdapat fasilitas kamar mandi yang digunakan untuk
berendam guna penyembuhan penyakit kulit. Tidak jauh dari objek utama,
terdapat pula sumber air panas lain yang unik, karena pada objek wisata
tersebut wisatawan bisa melihat langsung atraksi alam keluarnya
semburan lava panas. Objek wisata sumber air panas yang ada di sekitar
kawasan TNKS dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel
Objek Wisata Sumber Air Panas
No Objek Wisata Lokasi
1 Air Panas Ludak Kec. Air Hangat, Kab. Kerinci
2 Air Panas Semurup Kec. Air Hangat, Kab. Kerinci
3 Air Panas Sungai Abu Kec. Air Hangat Timur, Kab. Kerinci
4 Air Panas Sungai Medang Kec. Air Hangat Timur, Kab. Kerinci
5 Gerao Rasau Lempur Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
6 Gerau Nguak Lempur Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
7 Gerau Silai Talang Kemuning Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
8 Kolam Renang Batu Lumang Kec. Air Hangat, Kab. Kerinci
9 Air Panas Graow Kec. Jangkat, Kab. Merangin
Sumber : Disporaparbud Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin
c) Wisata Danau/Rawa
Danau yang banyak dikunjungi adalah Danau Kerinci dan Danau Gunung
Tujuh. Danau Kerinci adalah danau terbesar di Kabupaten Kerinci yang
merupakan lokasi pelaksanaan event tahunan FMPDK (Festival
Masyarakat Peduli Danau Kerinci). Sedangkan, Danau Gunung Tujuh
adalah danau kaldera tertinggi di Asia Tenggara, merupakan objek wisata
yang paling tepat untuk berkemah dan menikmati matahari terbit. Selain
kedua danau tersebut terdapat juga danau lainnya seperti Danau Kaco
yang airnya berwarna biru muda dan seperti mengeluarkan cahaya terang
dari dasar danau, Rawa Ladeh Panjang yang biasa menjadi tempat minum
satwa liar seperti harimau sumatera, rusa, babi hutan dan berbagai jenis
burung langka.
Tabel
Objek Wisata Danau/Rawa
No Objek Wisata Lokasi
1 Aroma Pecco Kec. Kayu Aro, Kab. Kerinci
2 Danau Aikab Tamiai Kec. Batang Merangin, Kab. Kerinci
3 Danau Belibis Kec. Kayu Aro, Kab. Kerinci
4 Danau Gunung Tujuh Kec. Gunung Tujuh, Kab. Kerinci
5 Danau Kaco Lempur Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
6 Danau Kecik Lempur Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
7 Danau Kerinci Kec. Danau Kerinci, Kab. Kerinci
8 Danau Lingkat Lempur Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
9 Danau Padang Kermen Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
10 Pantai Indah Koto Petai Kec. Danau Kerinci, Kab. Kerinci
11 Rawa Bento Kec. Kayu Aro, Kab. Kerinci
12 Rawa Ladeh Panjang Kec. Kayu Aro, Kab. Kerinci
13 Telago Biru Kec. Jangkat, Kab. Merangin
14 Danau Pauh Kec. Jangkat, Kab. Merangin
15 Danau Kumbang Kec. Jangkat, Kab. Merangin
16 Danau Mabuk Kec. Jangkat, Kab. Merangin
17 Danau Depati Empat Kec. Jangkat, Kab. Merangin
18 Danau Temalam Kec. Jangkat, Kab. Merangin
Sumber : Disporaparbud Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin
Beberapa lokasi/objek lainnya yang terdapat di Taman Nasional Kerinci Seblat antara
lain:
• Goa Napal Licin dan Kasah (Kerinci) : goa yang kaya akan stalaktit dan stalaknit.
• Grao Solar, Nguak dan Kunyit : semburan air panas (airnya sangat jernih) setinggi
15 meter dan terdapat beberapa satwa.
• Goa Tiangko, Goa Singering, Goa Sengayou dan Goa Bujang di Kecamatan Sungai
Manau Kabupaten Merangin.
3) Wisata budaya
Wisata budaya yang terdapat di Taman Nasional Kerinci Seblat adalah adanya
Suku Kubu yang masih tradisional, atraksi budaya di luar taman nasional berupa
Parade Budaya pada bulan November di Sungai Penuh dan Budaya Melayu pada
bulan Januari di Jambi.
i. Defortasi Taman Nasioanl
Deforestasi adalah proses penghilangan hutan alam dengan cara penebangan
untuk diambil kayunya atau mengubah peruntukan lahan hutan menjadi non-
hutan. Bisa juga disebabkan oleh kebakaran hutan baik yang disengaja atau
terjadi secara alami. Deforestasi mengancam kehidupan umat manusia dan
spesies mahluk hidup lainnya. Sumbangan terbesar dari perubahan iklim yang
terjadi saat ini diakibatkan oleh deforestasi. Deforestasi terjadi karena desakan
konversi lahan untuk permukiman, infrastruktur, dan pemanenan hasil kayu
untuk industri. Selain itu juga terjadi konversi lahan untuk perkebunan,
pertanian, peternakan dan pertambangan.
Kawasan Konservasi yang paling banyak mengalami deforestasi di Provinsi
Jambi adalah Taman Nasional Kerinci Seblat yang mencapai 28.821 hektar,
dimana guna lahan kawasan hutan berubah menjadi kebun, tegalan/ladang ,
sawah dan permukiman. Perubahan lahan menjadi kebun di Taman Nasional
Kerinci Seblat terjadi di Kabupaten Bungo dengan luas 147,46 hektar tepatnya
di Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang. Selain itu deforestasi lahan menjadi
lahan sawah juga terjadi. Berdasarkan interpretasi citra satelit paling banyak
terjadi di Kabupaten Kerinci yang mencapai luas 1.062 hektar tersebar di
Kecamatan Gunung Kerinci, Kecamatan Gunung Tujuh, Kecamatan Kayuaro,
Kecamatan Kayuaro Barat dan Kecamatan Sitinjau Laut. Selain itu perubahan
guna lahan menjadi lahan sawah juga terjadi di Kecamatan Jangkat seluas 18,60
hektar.
Deforestasi yang paling dominan terjadi di Taman Nasional Kerinci Seblat adalah
berubah fungsi menjadi lahan tegalan/ladang yang digarap oleh masyarakat.
Hal ini terjadi hampir di seluruh Kabupaten/Kota yang memiliki lahan Taman
Nasional Kerinci Seblat. Hal ini terlihat jelas pada citra satelit yang digunakan
untuk identifikasi ini. Deforestasi menjadi lahan tegalan/ladang yang terjadi
mencapai 27.567,68 hektar dengan sebaran 12.446, 09 hektar di Kabupaten
Kerinci, 12.355, 91 hektar di Kabupaten Merangin dan 230,07 hektar di Kota
Sungai Penuh.
Sebaran deforestasi menjadi tegalan/ladang di Kabupaten Kerinci paling
banyak terjadi di Kecamatan Gunung Tujuh seluas 2.746,05 hektar dan
Kecamatan Siulak Mukai seluas 2.705,84 hektar. Selain itu, cukup signifikan
terjadi juga di Kecamatan Kayuaro Barat yang mencapai 1.395 hektar.
Sedangkan di Kabupaten Merangin, paling dominan terjadi di Kecamatan
Lembah Masurai yang mencapai 6.651,53 hektar atau kurang lebih 50% dari luas
deforestasi hutan menjadi tegalan/ladang di Kabupaten Merangin.
Selanjutnya berdasarkan interpretasi citra terdapat deforestasi lahan menjadi
permukiman sebanyak 24,88 hektar. Namun perlu ditelaah lebih lanjut untuk
guna lahan permukiman ini. Salah satu contohnya Kawasan Pasar Muara Emat
dan Kawasan Rumah Makan Romi di Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten
Kerinci berdasarkan SK Menteri Kehutanan , kawasan itu masuk dalam Taman
Nasional Kerinci Seblat.
Tabel
Deforestasi Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat
Tegalan/
Kebun Sawah Permukiman
Kab/ Ladang
No Kecamatan
Kota Luas Luas Luas Luas
% % % %
(ha) (ha) (ha) (ha)
1 Taman Nasional Kerinci Seblat
Air Hangat - - - - 2.434,96 0,57% - -
Air Hangat Timur - - - - 83,16 0,02% - -
Batang Merangin - - - - 1.766,44 0,41% 11,07 0,003%
Bukit Kerman - - - - 58,87 0,01% - -
Danau Kerinci - - - - 65,09 0,02% - -
Depati Tujuh - - - - 265,77 0,06% - -
Gunung Kerinci - - 172,32 0,04% 396,41 0,09% - -
Gunung Raya - - - - 121,18 0,03% - -
Kab.Kerinci
Gunung Tujuh - - 373,78 0,09% 2.746,05 0,64% 12,30 0,003%
Kayuaro - - 478,70 0,11% 354,72 0,08% - -
Kayuaro Barat - - 34,91 0,008% 1.395,70 0,33% - -
Keliling Danau - - - - 39,70 0,01% - -
Sitinjau Laut - - 3,08 0,001% - - - -
Siulak - - - - 12,21 0,003% - -
Siulak Mukai - - - - 2.705,84 0,63% - -
Jumlah 1062,80 0,25% 12.446,09 2,92% 23,36 0,01%
Kumun Debai - - - - 22,74 0,01% - -
Kota
Pesisir Bunkit - - - - 96,37 0,02% - -
Sungai
Penuh Sungai Bungkal - - - - 110,96 0,03% - -
Jumlah - - - - 230,07 0,05% - -
Jangkat - - 18,60 0,004% 2.765,69 0,65% 1,52 0,0004%
Lembah Masurai - - - - 6.651,53 1,56% - -
Kab. Muara Siau - - - - 2.723,28 0,64% - -
Merangin Pangkalan Jambu - - - - 60,31 0,01% - -
Tabir Barat - - - - 155,10 0,04% - -
Jumlah - - 18,60 0,004% 12.355,91 2,89% 1,52 0,0004%
Kab. Limbur Lubuk
Bungo Mengkuang 147,46 0,035% - - - - - -
Jumlah Total (TNKS) 147,46 0,035% 1.081,40 0,253% 27.567,68 5,86% 24,88 0,006%
Sumber : Interpretasi Citra Satelit Spot 6/7 Tahun 2018
*Persentase (%) dihitung terhadap Taman Nasional yang masuk wilayah Administrasi Provinsi Jambi
Gambar
Peta Deforestasi Taman Nasional Kerinci Seblat di Provinsi Jambi
B. Taman Nasional Bukit Duabelas
Taman Nasional Bukit Duabelas adalah taman nasional yang terletak
di Sumatera, Indonesia. Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan taman nasional
yang relatif kecil, meliputi wilayah seluas 605 km² dan berada di ketinggian 50 – 400
meter diatas permukaan laut (mdpl). Kawasan konservasi ini diberi nama sesuai
lanskap daerahnya yang berbukit – bukit, termasuklah bukit Punai (164 m), Panggang
(328 m) dan Kuran (438 m). Daerah ini merupakan daerah tangkapan air dari DAS
Batang Hari. Di kawasan hutan lindung ini berdiam Suku Anak Dalam atau Suku
Kubu atau Orang Rimba. Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan salah satu
kawasan hutan hujan tropis dataran rendah di Provinsi Jambi. Semula kawasan ini
merupakan kawasan hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas dan areal
penggunaan lain yang digabung menjadi Taman Nasional Bukit Duabelas. Hutan alam
yang masih ada terletak di bagian Utara Taman Nasional Bukit Duabelas, sedangkan
yang lainnya merupakan hutan sekunder.
Pengelolaan Taman Nasional Bukit Dua Belas dikelola dengan sistem zonasi.
Berdasarkan SK Dirjen PHKA No. : SK.22/IV-KKBHL/2015, Kawasan Taman Nasional
Bukit Duabelas dibagi menjadi 7 (tujuh) Zona, yaitu :
1. Zona Inti : 8.166,63 ha (14,91%)
2. Zona Rimba : 795,18 ha ( 1,45%)
3. Zona Pemanfaatan : 522,85 ha ( 0,95%)
4. Zona Tradisional : 36.309,20 ha (66,28%)
5. Zona Religi : 6.473,58 ha (11,82%)
6. Zona Rehabilitasi : 278,64 ha ( 0,51%)
7. Zona Khusus : 2.234,32 ha ( 4,08%)
Tujuan umum dari penunjukan Taman Nasional Bukit Duabelas adalah
melindungi proses ekologis yang menunjang kehidupan, mengawetkan
keanekaragaman ekosistem dan jenis, memanfaatkan SDA hayati dan ekosistem
untuk Penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, rekreasi, wisata alam dan jasa
lingkungan serta kegiatan penunjang budidaya. Sedangkan tujuan umum penunjukan
Taman Nasional Bukit Duabelas adalah melindungi dan melestarikan tempat hidup
dan penghidupan Orang Rimba/SAD yang sejak lama berada di kawasan TNBD; dan
melindungi, melestarikan dan mengembangkan tumbuhan obat yang merupakan
sumber daya penghidupan Orang Rimba/SAD sebanyak 137 jenis tumbuhan obat.
Kondisi Taman Nasional Bukit Dua Belas saat ini terdapat beberapa sarana
pendukung didalam Kawasan TNBD yaitu 1 (satu) Unit Shelter, 3 (tiga) Unit Spot Selfie
(Swadaya Kelompok Pengelola), 3 (tiga) Unit Gazebo (swadaya Kelompok
Pengelola), 1 (satu) Unit Instalasi Flying Fox dan 1 (satu) Unit gerbang non Permanen
(Swadaya Kelompok Pengelola).
Saat ini bagi pengunjung yang ingin berwisata ke TNBD telah diberlakukan jasa parkir
masuk senilai Rp.5.000,-, dan sejak bulan Juni 2018 tercatat jumlah pengunjung
sebanyak 2159 unit kendaraan (roda 2). Telah dilakukan Perjanjian kerjasama dengan
Bumdes Bukit Suban, dan dalam pengelolaan dilakukan oleh Kelompok Pengelola
Ekowisata Bukit Bogor.
Rencana Pengembangan Kawasan TNBD berupa :
1. Evaluasi Zonasi dan Penyusunan Desain Tapak Wisata Alam.
2. Pembuatan sarana dan prasarana pendukung wisata yaitu MCK, Gerbang dan
Loket, Gazebo, dan Sumur Bor.
3. Pendampingan intensif kepada kelompok pengelola di desa setempat.
4. Menjajaki kerjasama dengan mitra kawasan seperti PT. Sari Aditya Loka, Pemda
Kab. Sarolangun, dan NGO untuk pengembangan kawasan maupun kapasitas
pengelola.
5. Pengembangan konservasi keanekaragaman hayati melalui Areal Sumber Daya
Genetik Tembesu yang sudah memasuki tahun kedua.
6. Integrasi Wisata Alam dengan Wisata Budaya kelompok Temenggung Grip
(Rumah Adat).
7. Pembangunan Trail/Jalur Wisata (Rabat beton) sekaligus membuka akses jalan
SAD/Orang Rimba.
Upaya yang dilakukan untuk mengamankan dan melindungi Taman Nasional Bukit
Duabelas pada saat ini dengan cara melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:
1. Patroli rutin Polisi hutan Balai TNBD
2. Patroli Gabungan
3. Operasi Gabungan
4. Patroli kebakaran
5. Pembentukan brigade Pemadam Kebakaran Hutan dan Lahan
6. Pelibatan masyarakat dan SAD dalam pengamanan :
- Masyarakat Mitra Polhut (MMP) 42 orang (6 orang SAD)
- Masyarakat Peduli Api (MPA) 21 orang (5 orang SAD)
- Tenaga Pengaman Hutan Lainnya (TPHL) 7 orang (1 orang SAD)
7. Sarpras (Jalan Patroli Rabat Beton) Sekaligus menjadi akses SAD/Orang Rimba
a. Sejarah
Sejarah Kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas berawal pada Tahun 1984
Bupati Sarko mengusulkan hutan bukit duabelas menjadi cagar biosfer untuk
perlindungan orang rimba sampai tahun 2014 telah terbit SK Menteri Kehutanan
tentang Taman Nasional Bukit Duabelas menetapkan luas Taman Nasional Bukit
Duabelas seluas 54.780,41 Ha. Sejarah Kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas
lebih jelasnya sebagai berikut:
1. Surat Bupati Sarko No. : 522/182/1984 tgl 7 Februari 1984 ttg Usulan Hutan Bukit
Duabelas menjadi Cagar Biosfer untuk Perlindungan Orang Rimba.
2. Surat Kepala Sub Balai PPA Jambi No. : 163/V/813 PPA/1984 tgl 15 Februari 1984
tentang usulan Hutan Bukit Duabelas menjadi Cagar Biosfer.
3. Surat Gubernur Jambi No. : 522.51/863/84 tgl 25 April 1984 kepada Menhut agar
hutan Bukit Duabelas seluas 28.707 ha diperuntukan sbg Cagar Biosfer.
4. Menteri Kehutanan menetapkan hutan Bukit Duabelas sebagai kawasan Cagar
Biosfer melalui SK No. : 46/Kpts-II/1987 seluas 29.485 ha (26.800 ha)
5. KKI-WARSI, 1999 merekomendasikan areal PT. INHUTANI V & PT Sumber Hutan
Lestari (SHL) 38.500 ha di utara CBBD sbg kaw. hidup Orang Rimba.
6. Srt Gub. No. 525/0496/Perek tgl 20 Jan 2000 agar membatalkan cadangan lahan
PT. INHUTANI V & PT SHL, untuk perluasan CBBD menjadi 65.300 ha.
7. SK Menhutbun No. 258/Kpts-II/2000 tgl 23 Juni 2000 ttg Penunjukan CBBD dan
areal PT INHUTANI V dan PT SHL menjadi TNBD dgn luas 60.500 Ha.
8. SK Menhut No. SK.4196/Menhut-II/2014 tgl 10 Juni 2014 tentang Penetapan
TNBD seluas 54.780,41.
b. Flora
Jenis tumbuhan yang ada antara lain bulian (Eusideroxylon zwageri), meranti
(Shorea sp.), menggeris/kempas (Koompassia excelsa), jelutung (Dyera costulata),
jernang (Daemonorops draco), damar (Agathis sp.), dan rotan (Calamus sp.).
Terdapat kurang lebih 137 jenis tumbuhan termasuk cendawan yang dapat
dikembangkan sebagai tumbuhan obat.
c. Fauna
Taman nasional ini merupakan habitat dari satwa langka dan dilindungi seperti
tapir (Tapirus), siamang (Hylobates syndactylus syndactylus), beruk (Macaca
nemestrina), macan dahan (Neofelis nebulosa diardi), kancil (Tragulus javanicus
kanchil), beruang madu (Helarctos malayanus malayanus), kijang (Muntiacus muntjak
montanus), meong congkok (Prionailurus bengalensis sumatrana), lutra Sumatera
(Lutra sumatrana), ajag (Cuon alpinus sumatrensis), kelinci Sumatera (Nesolagus
netscheri), elang ular bido (Spilornis cheela malayensis), dan lain-lain.
d. Suku Asli
Dikawasan hutan lindung ini berdiam Suku Anak Dalam atau Suku Kubu atau
Orang Rimba. Suku ini telah lama mengatur zonasi kawasan jauh sebelum taman
nasional ini terbentuk. Suku ini, bersama TNBD menunjukkan keselarasan dalam hal
pemetaan taman nasional. Jalur tebing hutan yang dinamai masyarakat sekitar
sebagai Tali Bukit dilarang untuk ditebangi pepohonannya. Adapun zona hutan yang
di situ ada tanaman buah-buahan, maka ia masuk zona pemanfaat TNBD. Jumlah
Orang Rimba di sini pada tahun 2018 mencapai 2960, naik dari tahun 2013 sebanyak
1775 orang. Jumlah sungai dan anak sungai sangat banyak yang berasal dari dalam
kawasan ini, sehingga kawasan ini merupakan daerah tangkapan air terpenting bagi
Daerah Aliran Sungai Batanghari. Masyarakat asli suku Anak Dalam (Orang Rimba)
telah mendiami hutan Taman Nasional Bukit Duabelas selama puluhan tahun. Suku
Anak Dalam menyebut hutan yang ada di Taman Nasional Bukit Duabelas sebagai
daerah pengembaraan; dimana mereka berinteraksi dengan alam, saling memberi,
saling memelihara dan saling menghidupi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
suku Anak Dalam melakukan kegiatan berburu babi, mencari ikan, mencari madu,
dan menyadap karet untuk dijual.
e. Wisata
Beberapa lokasi/obyek wisata yang terdapat didalam Kawasan TNBD adalah
sebagai berikut :
Tabel
Wisata di Taman Nasional Bukit Duabelas
Nama Objek
No Status Lokasi Keterangan
Wisata Alam
Sumber Air
Di luar 200 m dari Desa Bukit Suban
1 Panas Bukit Belum dikelola
kawasan (dari Pauh KM 53)
Suban
2,5 Jam jalan kaki dari
Sumber Air
Di dalam Perkampungan Kubu, Desa
2 Terjun “Aek Belum dikelola
kawasan Pematang Kabau (dari Pauh Km
Manitik”
43)
Air Terjun Desa Di dalam 5 Km dari Desa Lubuk Jering
3 Belum dikelola
Lubuk Jering kawasan (dari Pauh Km 33)
Air Terjun
Di dalam 5 Km dari Desa Jernih ( dari
4 “Talon” Desa Belum dikelola
kawasan Pauh Km 25)
Jernih
Dam Sungai Jernih ± 300 𝑚 Dahulu dikelola oleh Dinas
“Air Meruap” Di luar
5 dari Desa Jernih ( dari Pauh Km PU, sekarang belum ada
Desa Jernih kawasan
25) pengelolaanya.
Sumber Air
Di luar 300 m dari Desa Dusun Baru
6 Panas Desa Belum dikelola
kawasan (dari Pauh Km 23)
Baru
Goa Sungai Di dalam Sungai kelelawar merupakan
7 Belum dikelola
Kelelawar kawasan anak sungai Nilo
Di dalam Sungai Tereng merupakan anak
8 Goa Tereng Belum dikelola
kawasan sungai Nilo
Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran obyek wisata didalam Kawasan TNBD
dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Bukit Bogor Desa Bukit Suban Resort II.E Air Hitam I
3. Zonasi TNBT
Pembagian zona pada taman nasional bertujuan untuk mengatur kawasan
sesuai dengan kepentingan pengelolaan dan pemanfaatannya. Zonasi TNBT sesuai
dengan kriterianya telah ditunjuk berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Perlindungan dan Konservasi Alam No: 17/Kpts/12J-V/2001. Zonasi tersebut dibagi
dalam lima zona dan satu areal enclave. Berdasarkan pembagian zona tersebut
diketahui bahwa sekitar 82% kawasan hutan TNBT yang termasuk zona inti dan zona
rimba merupakan zona penting yang dilindungi keasliannya.
Tabel
Pembagian Zona TNBT
Wilayah Kerja Luas (Ha) Keterangan
Zona Inti 60.000 Rencana areal enclave adalah desa sanglap yang
Zona Rimba 45.958 berada di dalam (Barat Daya) TNBT
Zona Pemanfaatan 2.300
Intensif
Zona Pemanfaatan 9.690
Tradisional
Zoba Rehabilitasi 8.700
Areal enclave* 1.050
Total 127.698***
Keterangan :
*) Luas areal enclave belum disahkan melalui Surat Keputusan Dirjen PHKA
**) Luas setelah temu gelang. sesuai dengan setelah di tata batas
***) SK Dirjen PKA No. 17/Kpts/DJ-V/2001 tanggal 06 Februari 2001, sesuai dengan SK
penunjukkan TNBT tahun 1995.
Sampai saat ini zonasi TNBT belum ditetapkan, sementara itu berdasarkan hasil
analisis dan kajian lapangan diketahui bahwa penunjukan zonasi TNBT sudah tidak
relevan dengan kondisi saat ini yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a. Luas penunjukkan zonasi tidak sesuai dengan luas penetapan TNBT;
b. Pembagian zona tidak sesuai dengan nomenklatur dalam Peraturan Menteri
Kehutanan No 56 tahun 2006 tentang Zonasi Taman Nasional;
c. Sebagian zona pada peta penunjukkan zonasi terutama zona pemanfaatan
tradisional, luasan dan letaknya tidak sesuai dengan kondisi lapangan.
Berdasarkan hasil survey tim BTNBT menunjukkan perladangan berpindah yang
dilakukan masyarakat di dalam kawasan sudah meluas dari zona yang
peruntukannya (BTNBT 2006);
d. Jalan-jalan bekas HPH di dalam kawasan yang merupakan bagian dari zona
rehabilitasi sudah tertutupi/ditumbuhi vegetasi dan bukan lagi berupa areal
terbuka.
Berdasarkan kondisi tersebut BTNBT telah menyusun zonasi indikatif yang
dibagi dalam lima zona. Berdasarkan zonasi indikatif, TNBT dibagi dalam tiga zona
utama, yaitu: zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan. Selain itu, terdapat dua zona
lainnya, yaitu: zona rehabilitasi dan zona khusus. Luas dan proporsi masing-masing
zona dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel
Pembagian Zona Dalam Zonasi Indikatif TNBT
Wilayah Kerja Luas (Ha) Proporsi (%)
Zona Inti 79.601 55,2
Zona Rimba 51.247 35,5
Zona Pemanfaatan 2.643 1,8
Zona Rehabilitasi 1.651 1,1
Zona Khusus 9.081 6,3
Total 144.223 100
4. Masyarakat Tradisional
Masyarakat tradisional yang tinggal di TNBT terdiri tiga suku, yaitu: Suku Talang
Mamak, Melayu Tua, dan Anak Dalam (Orang Rimba atau Suku Kubu). Masyarakat
Suku Anak Dalam hidup berpindah-pindah di dalam TNBT secara menyebar,
khususnya di bagian barat dan selatan. Sedangkan masyarakat Suku Talang Mamak
dan Suku Melayu Tua tinggal menetap di sepanjang Sungai Gansal yang membelah
TNBT. Terdapat lima dusun dalam wilayah Desa Rantau Langsat di sepanjang Sungai
Gansal, yaitu: Dusun Datai, Suit, Air Bomban-Sadan, Nunusan, dan Siamang.
Masyarakat tersebut tinggal tersebar di 15 pemukiman dimana pemukiman Datai Tua,
Suit, Air Bomban, Nunusan dan Siamang yang merupakan pusat dusun.
Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat tradisional yang bermukim di dalam
TNBT antara lain:
• Pembangunan sarana pemukiman dengan menggunakan bahanbahan dari
lokasi TNBT untuk keperluan sendiri.
• Pembukaan ladang untuk tanaman keras seperti karet, pinang dan tanaman
semusim seperti padi, jagung dan lain lain dengan pola tanam tebas bakar dan
berpindah.
• Pengambilan hasil hutan seperti rotan, jernang, getah damar, jelutung, madu,
pandan, bambu dan lain-lain untuk diperdagangkan.
• Kegiatan berburu satwa liar dengan menggunakan alat-alat tradisional.
• Umumnya konsentrasi pemukiman dan perladangan berada disepanjang
sungai, namun dibeberapa tempat juga ditemukan di puncak dan lereng bukit.
Masyarakat tradisional yang tinggal di TNBT memiliki peraturan adat yang
mendukung konservasi hutan yang diwujudkan dengan adanya hutan hutan keramat
yang tidak boleh dikelola di sekitar pemukiman, seperti yang terdapat di Pemukiman
Datai Tua dan Suit. Selain itu, masyarakat tradisional mempunyai kebiasaan
melakukan gotong royong dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya hutan
(Haryono 2011).
5. Daerah Penyangga
Kondisi Bio-Fisik
Daerah penyangga TNBT merupakan wilayah di luar kawasan, antara lain
berupa kawasan hutan, tanah negara bebas, dan tanah yang dibebani hak.
Kawasan hutan yang berada di sekitar TNBT, yaitu: Hutan Produksi (HP), Hutan
Produksi Terbatas (HPT), dan Hutan Lindung (HL). Selain itu, terdapat juga
tanah yang dibebani hak, antara lain perkebunan dan lahan pertanian lainnya.
Wilayah tersebut secara administrasi berada di 22 desa yang termasuk wilayah
7 kecamatan, 4 kabupaten, dan 2 provinsi. Khususnya Kawasan penyangga yang
berada di Provinsi Jambi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel
Nama Desa sekitar TNBT berdasarkan wilayah Administrasi
Kabupaten Kecamatan Desa
Tanjung Jabung Barat Tungkal Ulu Suban
Merlung Lubuk Kambing
Tebo Sumai Suo – suo
Muara Sekalo
Semambu
Pemayung
Tebo Ilir Lubuk Mandarsah
6. Sosial - Ekonomi
• Mata Pencaharian
Mata pencaharian utama masyarakat di daerah penyangga TNBT wilayah
Kabupaten Indragiri Hulu ialah bertani (82%). Sedangkan mata pencaharian
utama masyarakat di daerah penyangga TNBT wilayah Kabupaten Indragiri Hilir
adalah berkebun sawit. Aktivitas pertanian penduduk asli di daerah penyangga
wilayah Kabupaten Indragiri Hulu ialah berkebun karet dengan membuka hutan
eks HPH. Sementara masyarakat pendatang yang memiliki modal lebih memilih
berkebun sawit.
• Pendidikan
Anak-anak yang tinggal di daerah penyangga TNBT rata-rata hanya bersekolah
sampai jenjang sekolah dasar dan sedikit yang melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi. Hal ini disebabkan terbatasnya sarana pendidikan dan kondisi
ekonomi keluarga. Umumnya, sarana pendidikan yang tersedia di desa-desa
sekitar TNBT hanya SD dan Madrasah Tsanawiyah. Namun, kondisi tersebut
secara perlahan membuat generasi muda di daerah penyangga TNBT tidak buta
huruf (Haryono 2011).
• Agama
Penduduk yang tinggal di daerah penyangga TNBT sebagian besar menganut
agama islam (87%), sementara yang menganut agama kristen sekitar 10%.
Masyarakat pendatang dari Sumatera Utara umumnya beragama kristen,
sedangkan sisanya (3%) merupakan masyarakat Talang Mamak masih yang
memegang agama adat (Haryono 2011).
• Budaya
Masyarakat Melayu dan Talang Mamak masih memegang teguh adat, hal ini
dinyatakan dengan pepatah “biar mati anak asal jangan mati adat”. Pepatah
tersebut menunjukan masyarakat mengagungkan adat di atas kepentingan
lainnya. Salah satu bentuk masih dipegang-teguhnya adat ialah adanya hutan
keramat yang dijaga. Konsepsi hutan penting bagi masyarakat Melayu dan
Talang Mamak, karena hutan merupakan bagian kosmologi dalam kehidupan
nyata dan gaib (Haryono 2011).
b) Bio-Ekologi
Ekosistem
Berdasarkan perbedaan struktur tegakan, komposisi jenis, dan
fisiognominya, secara umum ekosistem TNBT terdiri dari empat tipe, yaitu
(SBKSDA Riau 1997): a. Hutan alam primer; b. Hutan alam bekas tebangan; c.
Semak belukar; d. Kebun karet.
Tumbuhan
Tidak kurang dari 1.500 spesies tumbuhan terdapat di TNBT yang sebagian
besar adalah jenis penghasil kayu, getah, kulit, buah, dan obatobatan
(SBKSDA Riau 1997). Selain itu, terdapat 27 jenis tumbuhan hias, 16 jenis
untuk bumbu masak, 10 jenis sumber karbohidrat, 5 jenis penghasil lateks
dan resin, 26 jenis keperluan ritual, dan 3 jenis sumber pewarna (Schumacer
1994).
Satwa
Terdapat sekitar 59 jenis mamalia, 193 jenis burung, 18 jenis kelelawar, dan
134 jenis serangga yang tercatat dan ditemukan di dalam dan sekitar TNBT
(Danielsen dan Heegard 1994). Keanekaragaman jenis ikan di TNBT cukup
tinggi, dicatat 97 jenis ikan dari 52 genus dan 25 famili diperairan sekitar TNBT
(Siregar et al 1993).
b. Potensi Pemanfaatan
1. Wisata Alam
TNBT memiliki banyak Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang
sangat potensial untuk dikembangkan. ODTWA yang telah teridentifikasi
berdasarkan survey antara lain 10 air terjun, 5 bukit, 5 jalur etnobotani, 5
pusat dusun masyarakat tradisional, dan atraksi budaya masyarakat
tradisional. Menurut Haryono (2011), terdapat sembilan obyek yang telah
dikelola sebagai atraksi ekowisata TNBT, yaitu: 1) panorama alam Camp
Granit, 2) air terjun granit, 3) keanekaragaman jenis flora Bukit Lancang,
4) keanekaragaman jenis fauna Bukit Tengkorak, 5) panorama alam anak
Sungai Akar, 6) air terjun sutan limbayang, 7) Sungai Batang Gansal, 8) air
terjun papuanauan, dan 9) budaya Suku Talang Mamak.
2. Tumbuhan dan Satwa Liar
Potensi tumbuhan obat yang terdapat di TNBT sangat melimpah, terdapat
110 jenis tanaman telah dimanfaatkan oleh Suku Talang Mamak untuk
mengobati 56 macam penyakit, dan 22 jenis cendawan untuk mengobati
18 macam penyakit, serta 182 jenis tanaman digunakan Suku Melayu untuk
mengobati 45 macam penyakit, dan 8 jenis cendawan untuk mengobati 8
macam penyakit.
3. Pendidikan dan Penelitian
Pemanfaatan TNBT untuk tujuan penelitian dan pendidikan telah dimulai
sejak kawasan tersebut masih berstatus Cagar Alam. TNBT memiliki
empat tipe ekosistem yang dengan mudah dapat dibedakan, sehingga
kondisi tersebut memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
membandingkan berbagai perilaku, karakter, dan jenis pada setiap obyek
yang diteliti.
4. Massa dan Energi
Potensi air di TNBT belum dimanfaatkan secara optimal, baik untuk
kepentingan komersial maupun non komersial. Jenis pemanfaatan air
dapat dilakukan dalam bentuk pemanfaatan energi air dan massa air.
Pemanfaatan tersebut harus dalam bentuk Ijin Usaha Pemanfaatan Air
(IUPA) dan Ijin Usaha Pemanfaatan Energi Air (IUPEA). Saat ini, belum
terdapat masyarakat yang mengajukan IUPA dan IUPEA di TNBT.
5. Penyerap dan Penyimpan Karbon
TNBT dengan luas tutupan hutan alami yang relatif utuh (80%) dan relatif
jarang terjadi kebakaran, mempunyai potensi yang sangat tinggi sebagai
penyerap dan penyimpan karbon (carbon offset).
c. Permasalahan dan Isu Strategis
a) Permasalahan
• Perambahan
Berdasarkan hasil identifikasi dan pengumpulan data dilapangan,
setidaknya ± 200 Ha areal di TNBT telah dirambah dan ditanami dengan
tanaman sawit, karet, dan tanaman pertanian lainnya. Hal ini terjadi
disebabkan oleh factor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari
kondisi kawasan yang kurang jelas batasnya serta kurangnya jumlah dan
keaktifan petugas di lapangan. Sedangkan factor eksternalnya, yaitu tidak
seimbangnya luasan lahan dan kebutuhan lahan bagi masyarakat sekitar
TNBT.
• Pembangunan Jalan Koridor Selatan
Pembuatan jalan koridor telah dilakukan oleh mitra perusahaan Asia Pulp
Paper (APP)/Sinar Mas Group (SMG). Pembukaan jalan ini ditujukan untuk
jalan perusahaan Provinsi Riau ke Provinsi Jambi. Pembukaan jalan telah
mencapai 96,2 km. Kondisi pembukaan jalan koridor berdampak negatif
terhadap keutuhan kawasan hutan di bagian selatan TNBT. Dampak
pembukaan jalan diperkirakan akan memutus habitat satwa kunci antara
lain gajah, harimau sumatera, dan orangutan sumatera sehingga akan
mendorong terjadinya konflik satwa liar dan manusia di sekitarnya.
• Konversi Hutan dan Eksploitasi Sumberdaya Alam Mineral.
Konversi kawasan hutan adalah tekanan besar yang pada saat ini
mengancam kelestarian TNBT. Pembukaan hutan atau konversi dilakukan
dalam skala korporasi maupun oleh masyarakat sekitar. Pembukaan
hutan skala korporasi adalah konversi hutan alam menjadi areal HTI,
perkebunan kelapa sawit, dan eksploitasi batu bara.
• Perladangan Berpindah
Masyarakat tradisional di dalam dan di sekitar TNBT melakukan
perladangan berpindah dan mengumpulkan hasil hutan. Tradisi tersebut
telah berlangsung turun temurun yang dilakukan dengan pola tebas
bakar. Tidak ada pola yang pasti mengenai rotasi perladangan berpindah,
namun biasanya dipengaruhi oleh ketersediaan lahan dan kebutuhan.
• Penebangan Liar
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa BTNBT terhadap faktor
ancaman dan gangguan kepada kawasan terutama terkait dengan
aktifitas penebangan liar sudah menurun. Beberapa kejadian masih
berlangsung terutama di daerah penyangga, yaitu pada kawasan HPT
bekas konsesi HPH. Beberapa daerah di dalam dan di sekitar taman
nasional juga telah diidentifikasi sebagai daerah rawan penebangan liar.
Daerah-daerah rawan penebangan liar menjadi prioritas pengelolaan
dalam penanggulangan ancaman dan gangguan terhadap kawasan.
• Pencurian Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Ketergantungan masyarakat sekitar terhadap sumber daya alam yang
terdapat di dalam kawasan dan tendensi untuk mendapatkan manfaat
secara instan tanpa proses budidaya dan pemeliharaan mengakibatkan
terjadinya sejumlah pencurian HHBK dalam TNBT. Jenis HHBK yang
menjadi sasaran pencurian antara lain sarang burung walet, pemanenan
manau/rotan, gaharu, dan kulit resak.
• Perburuan dan Perdagangan Satwa Liar
Kegiatan perburuan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat asli
didalam dan di sekitar TNBT terutama untuk konsumsi keluarga (Yayasan
PKHS 2007).
• Batas Kawasan
Panjang batas kawasan TNBT adalah ±368 km. Batas kawasan ini pada
umumnya berbatasan langsung dengan kawasan budidaya dan
pemukiman. Pal batas kawasan berdasarkan pengecekan dan
pemantauan di lapangan banyak yang hilang, rusak, tidak ditemukan atau
posisinya mengalami perubahan karena berbagai sebab. Kondisi tersebut
banyak dijadikan justifikasi bagi oknum masyarakat maupun oknum
petugas untuk melakukan kegiatan-kegiatan ilegal dalam kawasan.
b) Isu Strategis
Isu strategis yang berkembang dan menjadi pandangan sebagian
masyarakat serta pemerintah daerah di sekitar TNBT, antara lain:
1. Kebutuhan lahan untuk areal budidaya dan kebutuhan kayu untuk alasan
pembangunan sarana dan prasarana yang cukup tinggi sehingga
mengakibatkan perambahan dan penebangan liar;
2. Batas kawasan tidak jelas karena berbagai sebab sehingga seringkali
dijadikan justifikasi untuk melakukan kegiatan ilegal dalam kawasan;
3. Tekanan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi sehingga
memunculkan pemukiman-pemukiman baru dan jaringan jalan baru
dalam kawasan;
4. TNBT dikesankan lebih luas dari kawasan budidaya dan dipersepsikan
sebagai lahan produktif bukan sebagai wilayah penyangga kehidupan;
5. Masyarakat di sekitar TNBT sebagian besar masih tergolong miskin;
6. Potensi sumber daya alam TNBT belum terasa manfaatnya secara
langsung oleh masyarakat setempat.
2. Sejarah Kawasan
Kawasan Berbak pada mulanya merupakan Suaka Margasatwa yang ditetapkan
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Hindia Belanda Nomor 18 Tanggal 29
Oktober 1935 (Besluit Van Der Gouverneur General Van Nederlansch – Indie van 29
October 1935 No 18 “Wildreservaat Berbak”) sebagaimana tercatat pada Staatsblad
Van Nederlandsch-Indies No.521 tahun 1935 tentang Monumen alam, perlindungan
hewan, Jambi. Penetapan kawasan ini sebagai Suaka Margasatwa Berbak didasarkan
pada Hukum Pertambangan Hindia Belanda (Indische Mijnwet) artikel 8, para 1 sub –
para c (Staatsblad N0. 214 Tahun 1899) dan Mijnordonnantie artikel 86 (Staatsblad
No.38 Tahun 1930).
Dan dibawah perlindungan Hukum Cagar Alam dan Suaka Margasatwa
(Staatsblaad No. 17 tahun 1932) ditetapkan kawasan suaka margasatwa seluas
190.000 ha di Provinsi Jambi dengan batas-batas sebagai berikut:
Di sebelah Timur : Laut Cina Selatan
Di sebelah Utara : Selat Berhala
Di sebelah Barat : Sungai Berbak dari hulu dimana Sungai Air Hitam Dalam
mengalir, mengikuti sungai terakhir sampai batas Marga
Djeboes.
Di sebelah Selatan : pada batas antara Marga Djeboes dan Marga Berbak, juga
dengan Sungai Benu.
Pada tanggal 7 Januari 1991, Pemerintah Indonesia menandatangani
persetujuan Convention on Wetlands of International Importance especially as
waterfowl habitat yang dikenal sebagai Konvensi Ramsar. Setahun kemudian pada
tanggal 7 Januari 1992, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Luar
Negeri menyampaikan persetujuan terhadap Convention on Wetlands of International
Importance especially as waterfowl habitat kepada Direktur Jenderal UNESCO di
Perancis. Pada kesempatan ini pula sesuai dengan artikel 2 paragraf 4 konvensi
tersebut, Pemerintah Indonesia menunjuk Suaka Margasatwa Berbak sebagai Lahan
Basah penting Internasional sebagaimana ditetapkan pada artikel 2 paragraf 1.
Penetapan ini diperkuat dengan Keputusan Presiden No. 48 Tahun 1991 Tanggal 19
Oktober 1991 Tentang Pengesahan Convention on Wetlands of International
Importance Especially as Waterfowl Habitat.
Mengingat nilai penting dan potensi Suaka Margasatwa Berbak yang
tinggi akan keanekaragaman hayati baik tumbuhan maupun satwa,
khususnya satwa langka seperti Tapir (Tapirus indicus) dan Harimau
(Phantera tigris sumatrensis) dan telah terpenuhinya kriteria sebagai
taman nasional, maka status Suaka Margasatwa Berbak diubah melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 285/Kpts- 11/1992 Tanggal
26 Februari 1992 Tentang Perubahan Fungsi dan Penunjukan Suaka Margasatwa
Berbak di Kabupaten Daerah Tingkat II Tanjung Jabung Propinsi Daerah Tingkat 1
Jambi seluas + 162.700 ha menjadi Taman Nasional dengan nama Taman Nasional
Berbak.
Selanjutnya pada tanggal 8 April 1992 Ramsar Convention of
Wetlands melalui Sekretaris Jenderal Convention of Wetlands menunjuk
Berbak sebagai Lahan Basah Penting Internasional dan telah dimasukkan
pada daftar Lahan Basah Penting Internasional sebagaimana Artikel 2.1.
konvensi dengan nomor ke 554.
Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan Berita Acara Tata
Batas Suaka Margasatwa Berbak Tanjung Jabung Tanggal 31 Agustus
1990; Berita Acara Tata Batas Taman Nasional Berbak Tanggal 1
Desember 1994; dan Berita Acara Tata Batas Hutan Produksi Tetap
Sungai Lalan Tanggal 26 September 1997, diketahui luasan Taman
Nasional Berbak yaitu 142.750, 13 ha. Hal ini menjadi dasar pertimbangan Surat
Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor. SK.
113/IV-SET/2014 Tentang Zonasi Taman Nasional Berbak Kabupaten Tanjung Jabung
Timur dan Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2004 dan penunjukan Kawasan Hutan Taman Nasional Berbak
sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 421/Kpts-11/1999 Tanggal 15 Juni 1999
dan Keputusan Menteri Kehutanan No, SK 863/Menhut-11/2014 Tanggal 29
September 2014 Tentang Kawasan Hutan Provinsi Jambi, maka kawasan hutan
Taman Nasional Berbak ditetapkan seluas 141.261,94 ha sesuai Surat Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK 4649/Menlhk-PKTL/KUH/2015
Tanggal 26 Oktober 2015.
Dalam sejarah pengelolaannya Taman Nasional Berbak telah mengalami
beberapakali perubahan status kawasan, pada mulanya TN Berbak berstatus sebagai
Suaka Margasatwa Berbak yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Nomor 18 tanggal 29 Oktober 1935 dengan luas 190.000 ha.
Selanjutnya kawasan ini ditunjuk sebagai Taman Nasional Berbak dengan luas 162.700
ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 285/Kpts-II/1992.
Hingga tahun 1997 kawasan ini dikelola di bawah Sub Balai Konservasi Sumberdaya
Alam Jambi. Dalam perkembangan selanjutnya Taman Nasional Berbak ditetapkan
sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) sendiri berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor : 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 dan pada tahun 2015
Taman Nasional Berbak ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Lingkungan dan Kehutanan Nomor : SK.4649/Menlhk- PKTLIKUH/2015 tanggal 26
Oktober 2015 dengan luas 141.261,94 ha.
3. Aksesibilitas
Taman Nasional Berbak dapat dicapai melalui 2 (dua) pintu masuk utama, yaitu
Air Hitam Dalam dan Air Hitam Laut. Perjalanan menuju pintu masuk Air Hitam Dalam
ditempuh lewat 2 (dua) alternatif: (1) Jalur yang umum digunakan adalah dengan
perjalanan darat Jambi-Suak Kandis Resort Simpang dilanjutkan dengan speedboat
menuju Zona Pemanfaatan Air Hitam Dalam. (2) Jalur Alternatif adalah dengan
perjalanan speedboat Jambi-Air Hitam Dalam menyusuri Sungai Batanghari.
Sedangkan perjalanan menuju pintu masuk Air Hitam Laut ditempuh
lewat 4 (empat) alternatif : (1) Jalur yang umum digunakan adalah dengan perjalanan
darat Jambi - Nipah Panjang dilanjutkan dengan speedboat laut ke Desa Air Hitam
Laut. Selanjutnya dengan menggunakan pompong atau speedboat kecil dengan
kecepatan sedang menuju Zona Pemanfaatan Air Hitam Laut (2) Dapat juga dicapai
dengan melalui jalan darat Jambi - Muara Sabak dilanjutkan dengan speedboat laut
Muara Sabak - Desa Air Hitam Laut dan menggunakan pompong atau speedboat kecil
menuju Zona pemanfaatan Air Hitam laut. (3) Jalur lainnya adalah dengan perjalanan
speedboat menyusuri Sungai Batanghari dengan rute Jambi - Sungai Lokan
dilanjutkan dengan kendaraan roda dua menuju Desa Air Hitam Laut (4) Jalur yang
biasa dilakukan petugas adalah perjalanan darat Jambi - Nipah Panjang dilanjutkan
dengan menyeberang ke Parit 3 Sungai Jeruk dengan pompong besar dilanjutkan
dengan kendaraan roda dua menuju Desa Air Hitam Laut kemudian menggunakan
pompong atau speedboat kecil menuju zona Pemanfaatan Air Hitam Laut.
6. Ekosistem
Taman Nasional Berbak adalah merupakan kawasan yang khas
keadaan fisik dan ekologinya, nilai hidrologi dan biofisik, nilai sosial budaya
keanekaragaman flora dan fauna dan kekhasannya, dan berpotensi untuk
dikembangkan dimasa yang akan datang seperti tempat rekreasi dan pariwisata
Kawasan ini kaya dengan ekoton perairan darat sistem ekologi yang masih belum
banyak diketahui. Bagaimanapun tipe ekosistem ini berperanan penting dalam
keseimbangan lingkungan seperti aliran sungai nutrisi dan material lain (Risser 1990).
Ekoton adalah bentuk ekologi yang penting, karena zona ini tidak bersifat statis
tetapi bersifat dinamis, perubahan setiap waktu, mempunyai sifat yang khas, dan
mempunyai keterlibatan dalam konteks ruang (spatial) dan waktu (temporal). Untuk
mempelajari ekosistemtersebut, ada pendekatan tertentu, termasuk aspek
perspektif dan dinamis dalam pengelolaan satwa liar (Risser, 1990). Pengelolaan
satwa liar dalam daerah ekoton harus mempertimbangkan kombinasi dari makanan
dan jalan untuk pergerakan diantara tipe habitat.
Dua pertiga kawasan Taman Nasional Berbak merupakan hutan rawa air tawar.
Keadaan ini mampu menyediakan keperluan bagi lingkungan sekitarnya, serta
masyarakat yang tinggal didaerah sekitarnya Kemampuan ini ditunjukkan dengan
keanekaragaman flora dan fauna dan ketersediaannya untuk digunakan masyarakat,
keberadaan ekotone di daerah ini memberi banyak tantangan dalam pengelolaan
yang lestari bagi daerah ini
Selain hutan rawa air tawar, dikawasan Taman Nasional Berbak terdapat juga
hutan rawa gambut dan hutan tepi sungai. Sejauh ini sebagain besar dari kawasan
Taman Nasional Berbak merupakan hutan yang masih alami. Beberapa bagian sudah
tidak alami lagi, terutama pada bagian barat laut, merupakan hutan sekunder dengan
penutupan tajuk yang kemungkinan kembali menjadi hutan primer dalam beberapa
dekade. Hutan sekunder ini masih menyediakan habitat yang baik baik satwa liar dan
mempunyai nilai yang tinggi untuk dikembangkan menjadi areal wisata.
a) Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut adalah hutan bertanah gambut dan dengan tanah tanah
berbahan organik sangat tinggi Kondisi tarah bagian bawah (sub soil) sering bersulfat
tinggi dan kadang bergaram (karena adanya deposit laut) Karena itu, dekomposisi
binatang tidak sempurna dan lapisan tebal bahan organik yang terdekomposisi
kurang baik menumpuk dan sering masih terus bertambah Kedalaman garnbut
mencapai 10-15 meter. Pertumbuhan tanaman di gambut semacam ini hanya dapat
memperoleh air dan hara dari lapisan gambut (air) itu sendiri, tidak dari mineral di
lapisan tanah bagian bawah dan tidak juga dari air sungai. Tanah bagian bawah sangat
rentan terhadap asidifikasi saat terbuka kena udara setelah eksploitasi.
Air rawa gambut adalah masam dan mengandung sedikit hara dan sedikit
oksigen yang terlarut. Umumnya, hutan rawa tidak kemasukan air dari sungai, karena
daerah gambut terletak antara sungai dan kubah (dome) yang sedikit terangkat.
Karena itu, air hanya disuplai dari air hujan yang miskin hara sehingga tidak
menambah hara kedalam tanah, dikarenakan kurangnya dekomposisi organisme.
Bahan organik dari tumbuhan memiliki konsentrasi asam yang tinggi (asam humik)
sehingga membuat air dirawa gambut bersifat sangat masam. Sifat-sifat ini secara
bersamaan menghasilkan warna air khas seperti air teh di anak-anak sungai yang
berasal dari kubah gambut cekung. Berdasarkan hasil penelitian yang ada
(Laumonier, 1986) daerah rawa gambut di kawasan Taman Nasional Berbak terutama
terdapat di sebelah selatan sungai Air Hitam Laut.
Tabel
Sebaran Titik Api (Hotspot) di Provinsi Jambi Tahun 2015
No Kabupaten/Kota Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Jumlah %
1 Batanghari - - 3 1 8 5 18 50 171 60 316 5,04
2 Bungo - - - 2 9 4 27 22 50 20 134 2,14
3 Kerinci 1 - - - 2 - - 1 14 18 36 0,57
4 Merangin 6 4 1 11 13 18 32 34 69 52 240 3,83
5 Muaro Jambi 1 6 5 1 3 30 186 524 755 702 2.213 35,40
6 Sarolangun 10 1 2 11 10 39 162 335 131 701 11,18
7 Tanjabbar 6 1 1 6 10 7 62 69 80 45 287 4,56
8 Tanjabtim 4 9 2 3 9 46 105 624 433 373 1.608 25,65
9 Tebo 10 - - - 9 111 123 79 363 17 712 11,36
10 Kota Jambi - 1 1 - - - - 1 - - 3 0,05
11 Sungai Penuh 1 1 2 3 - 2 - 1 1 8 19 0,30
Jumlah 39 23 15 29 74 233 592 1.567 2.271 1.426 6.269 100
% 0,62 0,37 0,24 0,46 1,18 3,72 9,44 25,00 36,23 22,75 100
Sumber : Kemen LHK dan BMKG
Gambar
Peta Sebaran Titik Api di Provinsi Jambi Tahun 2015
(Sumber; Kemen LHK)
b) Karhutla Tahun 2019
Kejadian karhutla di Provinsi Jambi pada Tahun 2019 masih menempatkan Area
terbakar paling luas terdapat di wilayah Kabupaten Muaro Jambi (47.535 Ha) dan
Tanjung Jabung Timur (40.297 Ha). Sementara itu, luas area terbakar yang kurang
dari 10.000 Ha terdapat di Kabupaten Tebo (9.447 Ha), Sarolangun (2.690 Ha),
Merangin (175 Ha), Bungo (769 Ha), Batang Hari (2.547 Ha), Tanjung Jabung Barat
(2.812 Ha), dan Kerinci (81 Ha). Kabupaten Kerinci merupakan wilayah dengan area
terbakar paling kecil, yakni hanya 81 Ha. Kota Jambi merupakan wilayah yang
terbebas dari kebakaran.
Tabel
Jumlah Hotspot Masing - masing Kabupaten di Provinsi Jambi
Jumlah Hotspot
Kabupaten Total Jumlah
CL: sedang CL: tinggi
Muaro Jambi 2.112 4.189 6.301
Tebo 283 141 424
Tj.Jabung Timur 1.109 1.407 2.516
Sarolangun 434 271 705
Merangin 192 69 261
Bungo 78 21 99
Batanghari 411 162 573
Tj.Jabung Barat 290 123 413
Kerinci 53 14 67
Kota Jambi 1 0 1
Jumlah 4.963 6.397 11.360
Sumber: Lapan 2020
Tabel
Luas Area Terbakar pada Masing-masing Kabupaten di Provinsi Jambi
Luas Area Terbakar
Kabupaten
(ha)
Muaro Jambi 47.535
Tebo 9.447
Tj.Jabung Timur 4.297
Sarolangun 2.690
Merangin 175
Bungo 769
Batanghari 2.547
Tj.Jabung Barat 2.812
Kerinci 81
Kota Jambi 0
Jumlah 106.353
Sumber: Lapan 2020
Tabel
Luas Area Terbakar pada Masing-masing Kawasan di Provinsi Jambi
Luas Kebakaran pada Fungsi Kawasan (Ha)
No Kabupaten Total
APL HL HP HPK HPT KONS TN THR
1 Muaro 9,124 21 - 120 35,192 - 2,823 256 47,535
Jambi
2 Tebo 42 932 8,057 - 411 - 5 - 9,447
3 Tanjung 5,381 12,773 12,100 - - - 10,043 - 40,297
Jabung
Timur
4 Sarolangun 2,574 12 104 - - - - - 2,690
5 Merangin 50 10 55 - - - - - 175
6 Bungo 415 141 213 - - - - - 769
7 Batanghari 582 - 1,899 - - 66 - - 2,547
8 Tanjung 93 274 2,008 - 436 - - - 2,812
Jabung
Barat
9 Kerinci 42 - 19 - - - 20 - 81
Total 18,303 14,224 24,455 120 36,039 66 12,890 256 106,353
Sumber: Lapan 2020
Tabel
Persetase Luas Area Terbakar pada Masing-masing Kawasan di Provinsi Jambi
No Fungsi Kawasan Luas Kawasan (Ha) Luas Area Terbakar (Ha) Area Terbakar (%)
1 APL 2.786.503 18.303 0,66
2 HL 182.332 14.224 7,80
3 HP 970.093 24.455 2,52
4 HPK 10.330 120 1,16
5 HPT 262.076 36.039 13,75
6 THR 34.800 256 0,74
7 TN 654.702 12.956 1,98
8 CA 7.149 - -
TOTAL 4.907.987 106.353 2,17
Sumber: Lapan 2020
Gambar
Grafik Jumlah Titik Api di Provinsi Jambi Tahun 2019
(Sumber: Lapan 2020)
Gambar
Sebaran Hotspot di Wilayah Provinsi Jambi Selama Periode Kebakaran (Bulan
Juli – Oktober 2019) dari data hotspot Terra/Aqua MODIS, VIIRS, dan NOAA-20
(Sumber: Analisis Citra Satelit, Pusfatja, LAPAN 2019)
Gambar
Peta Tingkat Kemudahan Penyebaran Api Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2019
Gambar
Peta Lokasi Titik Panas Kebakaran Hutan Lahan Tahun 2019
1.5 Degradasi Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
Kerapatan hutan mangrove di wilayah pesisir Provinsi Jambi bervariasi antara
1000 – 1500 ind/ha, dengan luas keseluruhan 8.858,52 ha pada tahun 2018 (analisis
citra satelit) sedangkan ada tahun 1982 diperkirakan luasan mangrove sebesar 17.863
ha. Hal ini menunjukkan besarnya penurunan luasan mangrove yang terjadi di Provinsi
Jambi dan diperkirakan akan terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun jika
tidak dilakukan pengelolaan wilayah pesisir. Menurunnya luasan hutan mangrove ini
disebabkan oleh berbagai pemanfaatan oleh masyarakat maupun pemerintah seperti
bahan konstruksi bangunan, pembukaan areal tambak/budidaya pertanian, industri
arang bakau, keperluan sosial lainnya, pengembangan wilayah/infrastruktur dan lain-
lain.
C. Sumberdaya Non-Hayati
Potensi Sumberdaya Non-hayati yang terdapat pada wilayah pesisir Provinsi
Jambi salah satunya adalah minyak dan gas bumi. Di wilayah pesisir Provinsi Jambi
terdapat beberapa wilayah kerja (WK) migas, antara lain WK Jabung Block, WK East
Jabung Block, dan WK Batugajah Block. Saat ini status WK Blok Jabung pada tahap
eksploitasi dengan operatornya adalah Petrochina International Jabung LTD.,
sedangkan WK East Jabung Block (Talisman East Jabung B.V.) dan WK Batugajah
Block (RANHILL JAMBI INC. PTE.LTD.) saat ini masih berstatus eksplorasi
(http://geoportal.esdm.go.id). Produksi minyak di WK Blok Jabung pada tahun 2018
tercatat sebesar 14.194,83 barel per hari (BOPD) dan produksi gas-nya sebesar 295,32
MMCFD. Selain itu Provinsi Jambi memiliki cadangan minyak tinggal probable dan
potensi yakni 0,6 juta STB, dengan wilayah kerjanya seluas 594 mil persegi di darat
(onshore). Produksi gas lapangan pertama dimulai pada 2004 dimana Gas dari blok
tersebut disuplai ke Pte.Ltd melalui jalur pipa TGI Singapura.
Potensi Minyak Bumi dan Gas Bumi di wilayah Provinsi Jambi merupakan salah
satu sektor penting. Produksi pertambangan minyak bumi mengalami penurunan
pada tahun 2015 sebesar 7.622.070 barel sedangkan pada tahun 2014 produksi
pertambangan mencapai 8.573.950 barel. Produk Pertambangan Gas Bumi pada
tahun 2015 juga mengalami penurunan dibanding tahun 2014, pada tahun 2015
sebesar 84.745.300 MMBTU sedangkan pada tahun 2014 sebesar 86.997.278
MMBTU.
a. Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur
Kelompok Hutan Bakau Pantai Timur pertama kali ditunjuk sebagai Kawasan
Cagar Alam pada tahun 1981 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor:
507/Kpts/Um/6/1981 pada tanggal 12 Juni 1981. Pada awal penunjukkannya kawasan
CA Hutan Bakau Pantai Timur memiliki luas sekitar 6.500 ha. Sebagai tindak lanjut
penunjukan tersebut, pada tahun 1991 dilakukan pengukuran dan penataan batas di
kawasan CA Hutan Bakau Pantai Timur. Kegiatan tersebut berhasil merampungkan
pengukuran dan pemancangan tanda batas sepanjang 100 km dengan perkiraan luas
kawasan 3.829 ha.
Pada tahun 1997 kembali dilakukan penataan batas dan rekonstruksi batas di
kawasan CA Hutan Bakau Pantai Timur. Dari kegiatan tersebut diketahui luas kawasan
CA Hutan Bakau Pantai Timur sekitar 4.126,6 Ha. Dalam rangka pengukuhan kawasan,
pada tahun 2003 pemerintah menetapkan kawasan CA Hutan Bakau Pantai Timur
seluas 4.126,6 ha dan panjang batas 109,33 km melalui Surat Keputusan Menteri
Kehutanan nomor 14/Kpts-II/2003 tanggal 7 Januari 2003.
Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur secara administratif
pemerintahan termasuk Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung
Barat. Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat di Kecamatan Kuala Betara Desa Sungai
Dualap. Adapun Tanjung Jabung Timur meliputi 4 (empat) kecamatan, yaitu :
1. Kecamatan Muara Sabak Timur (Desa Simbur Naik, Lambur, Alang-alang, Sungai
Ular, dan Kuala Simbur)
2. Kecamatan Kuala Jambi (Desa Tanjung Solok)
3. Kecamatan Mendahara (Desa Mendahara Ilir, Lagan ilir dan Pangkal Duri).
4. Kecamatan Nipah Panjang yang meliputi Kelurahan Nipah Panjang I, Pamusiran,
Bungo Tanjung, Teluk Kijing dan 4 pulau kecil, yaitu Pulau Waitambi, Pulau
Tengah, Pulau Pedadoanak dan Pulau Mudo.
Secara geografis, Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur berada pada titik
koordinat 103o32’44”–104o12’03” BT dan 01o51’47”–01o04’40” LS. Sesuai SK Menteri
Kehutanan No. 14/Kpts-I/2003 tanggal 7 Januari 2003, kawasan ini mempunyai luas
total 4.126,6 ha.
2. Pantai Cemara
Di sisi timur TNB terdapat Pantai Cemara yang memiliki spot terbaik untuk
menyaksikan kehidupan burung liar. Pantai ini merupakan tempat persinggahan lebih
dari 70 spesies burung dunia yang melakukan migrasi antar kontinen. Selain menjadi
surga bagi para pecinta burung, Pantai Cemara juga merupakan habitat beberapa
jenis tumbuhan paku.Disini terdapat pula beberapa hewan liar seperti kancil, monyet
ekor panjang dan harimau sumatera.
a) Aktivitas Wisata
Aktivitas wisata yang terdapat di Pantai Cemara adalah mengamati burung
(birdwatching).
b) Amenitas
Tidak terdapat fasilitas ataupun penginapan di Pantai Cemara karena letaknya
yang sangat terpencil dan jauh dari lingkungan manusia. Layaknya di Air Hitam
Dalam, wisatawan hanya dapat mengandalkan perbekalan pribadi yang telah
disiapkan sebelumnya.
c) Aksesibilitas
Akses menuju Pantai Cemara hanya dapat ditempuh menggunakan motor
dengan jalur yang sama namun lebih jauh dengan jalur darat Desa Air Hitam
Laut. Harga ojeknya pun mencapai Rp 500.000 per perjalanan pada tahun 2018.
d) Pengelolaan
Pantai Cemara dikelola langsung oleh Pemerintah Kabupaten bekerja sama
dengan Balai Taman Nasional Berbak.
Gambar
Peta Alur Pelayanan Pantai Timur
Gambar
Peta Jaringan Kabel Bawah Laut
Gambar
Peta Jaringan Pipa Bawah Laut
1.8 Isu Infrastuktur Strategis (Sarana dan Prasarana).
a. Sarana dan Prasarana Pesisir
Pengembangan sistem prasarana transportasi laut di wilayah pantai timur
Provinsi Jambi diprioritaskan pada pengembangan Pelabuhan Samudera Ujung
Jabung di Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang berfungsi sebagai pelabuhan
utama. Pengembangan pelabuhan laut di Provinsi Jambi meliputi pelabuhan utama,
pelabuhan pengumpul dan pelabuhan pengumpan yang dikembangkan, meliputi:
1) Pelabuhan utama adalah Pelabuhan Samudera Ujung Jabung di Kab. Tanjung
Jabung Timur.
2) Pelabuhan pengumpul terdiri dari Pelabuhan Kuala Tungkal di Kab. Tanjung
Jabung Barat, Pelabuhan Muara Sabak di Kab. Tanjung Jabung Timur, dan
Pelabuhan Talang Duku di Kab. Muaro Jambi.
3) Pelabuhan pengumpan terdiri dari Pelabuhan Nipah Panjang dan Pelabuhan
Mendahara di Kab. Tanjung Jabung Timur.
Sehubungan dengan kebijaksanaan tersebut maka pembangunan jaringan
perhubungan laut di Provinsi Jambi, diarahkan sebagai:
• Penunjang pengembangan ekspor dan impor Provinsi Jambi.
• Penghubung antar wilayah sepanjang pantai terutama bagi angkutan barang
dan/atau orang, sebagai kolektor dan distributor bagi sistem angkutan jalan
raya dan atau sungai pedalaman.
Pelabuhan perikanan Provinsi Jambi terdapat tiga yaitu Pelabuhan Perikanan
Kuala Tungkal, Pelabuhan Perikanan Teluk Majelis dan Pelabuha Perikanan NiPah
Panjang. Kondisi Pelabuhan Perikanan Teluk Majelis dan Pelabuha Perikanan Nipah
Panjang.saat ini tidak aktif yaitu tidak ada aktifitas lelang dan pencatatan yang ada
hanya proses pendaratan ikan yang langsung masuk ke gudang pemilik kapal.
Provinsi jambi memiliki Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) sebanyak 7 lokasi
yang terdapat di perairan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, lokasi-lokasi BMKT pada
saat ini belum ada pengelolaan.
b. Kabel dan Pipa Bawah Laut
Provinsi Jambi terdapat perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan
yaitu pertambangan migas yaitu Petrochina. Perusahaan Petrochina terletak di
Kabuaten Tanjung Jabung Timur Kecamatan Muara Sabak Timur Desa Kuala Simbur.
Perusahaan Petrochina memiliki pipa bawah laut mulai dari garis pantai hingga 6 mil
ke arah laut sebagai penghubung dari rig hingga daratan. Selain pipa dari Perusahaan
Petrochina terdapat juga pipa bawah laut dari Tungkal Ilir Provinsi Jambi menuju
Batam Provinsi Kepulauan Riau Dalam pengembangan infrastruktur jaringan
telekomunikasi di Indonesia, beberapa kabel bawah laut melintasi maupun
berpangkal di Provinsi Jambi. Beberapa kabel bawah laut tersebut antara lain:
• Indosat: Sekupang (Provinsi Kepulauan Riau) – Kuala Tungkal
• XL-Axiata: Singai Liat (Provinsi Riau) – Kuala Tungkal
• PGASCOM: Batam/Panaran (Provinsi Kepulauan Riau) – Kuala Tungkal
• Palapa Ring Barat (PRB): Provinsi Kepulauan Riau) – Kuala Tungkal