Anda di halaman 1dari 107

1.

GAMBARAN ISU STRATEGIS PALING PRIORITAS


1.1 Kegiatan Pertambangan Belum Berizin
Pertambangan Tanpa Izin (PETI) didefinisikan sebagai usaha pertambangan
atas segala jenis bahan galian dengan pelaksanaan kegiatannya tanpa dilandasi
aturan/ketentuan hukum pertambangan resmi Pemerintah Pusat atau Daerah
(Herman, 2006:3). Salah satu bentuk PETI yang berkembang di masyarakat adalah
PETI bahan galian emas. Menurut Dinas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi,
pertambangan bahan galian emas di Provinsi Jambi berlangsung secara intensif di 4
(empat) kabupaten, yaitu Bungo, Merangin, Tebo, dan Sarolangun. Kegiatan PETI
berlangsung terutama di sepanjang aliran Sungai Batanghari ataupun aliran anak-
anak sungai.
Tabel
Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI)
Provinsi Jambi
KEGIATAN PETI
LUAS
NO KABUPATEN KECAMATAN DESA/KELURAHAN DARAT SUNGAI KETERANGAN
(HA)
JUMLAH JULMAH
1 Sarolangun Cernin Nan Gedang Pemuncak - 5 3 7 Unit Alat Berat
Teluk Tigo - - 3 -
Kampong Tujuh - 7 - 1 Unit Alat Berat
Lubuk Resam - - 3 -
Tambang Tinggi - 6 - 20 Unit Alat Berat
Limun Muaro Limun - 2 - -
Pulau Pandan - 7 9 -
Temenggung - 45 0 2 Unit Alat Berat
Moenti - 15 1 3 Unit Alat Berat
Muaro Mensao - 3 - 10 Unit Alat Berat
Ranggo - 52 - 5 Unit Alat Berat
Panca Karya - 15 17 3 Unit Alat Berat
Lubuk Bendorong - 8 - -
Temalang - 1 - -
Sarolangun Ladang Panjang - - 6 -
Lidung - - 7 -
Pauh Batu Ampar - - 3 -
Kel. Pauh - - 8 -
Batu Kucing - - 3 -
Klarang Mendapo - - 4 -
Pangaderan - - 3 -
Mandiangin Muaro Ketalo - - 4 -
Kertapati - - 2 -
Gunung Mudo - - 3 -
Pelawan Rantau Tenang - - 2 -
Muaro Danau - - 6 -
Lubuk Sepuh - - 2 -
Pulau Aro - - 6 -
Rantau Api - - - -
Bathin VIII Tanjung gagak - 7 - -
Rantau gedang - 10 - -
Teluk Kecimbung - 20 - -
Pulau Lintang - 5 - -
Penarun - 5 - -
Batu Penyabung - 3 -
2 Merangin Pangkalan Jambu - 655 - - -
Sungai Manau - 260 - - -
Renah Pembarap - 2 - - -
Tabir Lintas - 125 - - -
Tabir Barat - 185 - - -
3 Tebo Tebo Tengah - - - Menggunakan
Mangun Jayo
Dongfeng
- - - Menggunakan
Teluk pandak
Dongfeng
- - - Menggunakan
Semabu
Dongfeng
- - - Menggunakan
Kandang
Dongfeng
- - - Menggunakan
Pelayang
Dongfeng
- - - Menggunakan
Sungai Keruh
Dongfeng
KEGIATAN PETI
LUAS
NO KABUPATEN KECAMATAN DESA/KELURAHAN DARAT SUNGAI KETERANGAN
(HA)
JUMLAH JULMAH
- - - Menggunakan
Tebing Tinggi
Dongfeng
- - - Menggunakan
Aburan
Dongfeng
- - - Menggunakan
Tengah Ulu
Dongfeng
Tengah Ilir - - - Menggunakan
Muara kilis
Dongfeng
- - - Menggunakan
Penapalan
Dongfeng
- - - Menggunakan
Mengupeh
Dongfeng
- - - Menggunakan
Rantau Api
Dongfeng
Tebo Ilir - - - Menggunakan
Betung Bedarah
Dongfeng
- - - Menggunakan
Ungai Aro
Dongfeng
- - - Menggunakan
Sungai Bengkal
Dongfeng
- - - Menggunakan
Teluk Rendah
Dongfeng
- - - Menggunakan
Muara Ketalo
Dongfeng
- - - Menggunakan
Tanjung Sari
Dongfeng
Tebo Ulu - - - Menggunakan
Teluk Kuali
Dongfeng
- - - Menggunakan
Lubuk Benteng
Dongfeng
- - - Menggunakan
Pulau Temiang
Dongfeng
- - - Menggunakan
Bungo Tanjung
Dongfeng
- - - Menggunakan
Teluk Kasai Rambahan
Dongfeng
- - - Menggunakan
Teluk Kembang Jambi
Dongfeng
- - - Menggunakan
Pagar Puding
Dongfeng
- - - Menggunakan
Sungai Rumbai
Dongfeng
Vii Koto - - - Menggunakan
Teluk Kepayang
Dongfeng
- - - Menggunakan
Balai Raja
Dongfeng
- - - Menggunakan
Cerminalam
Dongfeng
- - - Menggunakan
Sungai Karang
Dongfeng
- - - Menggunakan
Teluk Kayu Putih
Dongfeng
- - - Menggunakan
Kandang
Dongfeng
- - - Menggunakan
Muara Tabun
Dongfeng
KEGIATAN PETI
LUAS
NO KABUPATEN KECAMATAN DESA/KELURAHAN DARAT SUNGAI KETERANGAN
(HA)
JUMLAH JULMAH
- - - Menggunakan
Tanjung
Dongfeng
- - - Menggunakan
Teluk Lancang
Dongfeng
Muaro Tabir - - - Menggunakan
Pintas Tuo
Dongfeng
- - - Menggunakan
Embacang Gedang
Dongfeng
- - - Menggunakan
Sungai Jernih
Dongfeng
- - - Menggunakan
Bangun Seraten
Dongfeng
- - - Menggunakan
Tanah Garo
Dongfeng
- - - Menggunakan
Tambun Arang
Dongfeng
Sumay - - - Menggunakan
Jati Belarik
Dongfeng
- - - Menggunakan
Tambun Arang
Dongfeng
- - - Menggunakan
Teluk Langkap
Dongfeng
- - - Menggunakan
Punti Kala
Dongfeng
- - - Menggunakan
Lembak Bungur
Dongfeng
- - - Menggunakan
Teluk Singkawang
Dongfeng
- - - Menggunakan
Teriti
Dongfeng
4 Bungo Rimbo Tengah - - - Menggunakan
Sungai Buluh
Dongfeng
- - - Menggunakan
Sungai Mengkuang
Dongfeng
Limbur Lubuk - - - Menggunakan
Tebo Pandak
Mengkuang Dongfeng
- - - Menggunakan
Rantau Tipu
Dongfeng
- - - Menggunakan
Renah Sungai
Dongfeng
- - - Menggunakan
Ipuh
Dongfeng
- - - Menggunakan
Sekar
Dongfeng
- - - Menggunakan
Tuo Limbur
Dongfeng
Bungo Dani - - - Menggunakan
Sungai Pinang
Dongfeng
- - - Menggunakan
Sungai Arang
Dongfeng
- - - Menggunakan
Talang Pantai
Dongfeng
- - - Menggunakan
Pulau Pekan
Dongfeng
- - - Menggunakan
Sungai Kerjan
Dongfeng
KEGIATAN PETI
LUAS
NO KABUPATEN KECAMATAN DESA/KELURAHAN DARAT SUNGAI KETERANGAN
(HA)
JUMLAH JULMAH
Tanah Tumbuh - - - Menggunakan
Teluk Kecimbung
Dongfeng
- - - Menggunakan
Perenti Luweh
Dongfeng
- - - Menggunakan
Renah Jelmu
Dongfeng
Rantau Pandan - - - Menggunakan
Lubuk Mayan
Dongfeng
- - - Menggunakan
Leban
Dongfeng
- - - Menggunakan
Lubuk Kayu Aro
Dongfeng
- - - Menggunakan
Rantau Pandan
Dongfeng
- - - Menggunakan
Talang Sungai Bungo
Dongfeng
Tanah Sepenggal - - - Menggunakan
Empelu, Teluk Pandak
Dongfeng
- - - Menggunakan
Teluk Pandak
Dongfeng
Bathin II Pelayang - - - Menggunakan
Peninjau
Dongfeng
- - - Menggunakan
Dusun Talang Silungko
Dongfeng
Bathin III - - - Menggunakan
Kelurahan Manggis
Dongfeng
- - - Menggunakan
Dusun Lubuk Benteng
Dongfeng
- - - Menggunakan
Dusun Air Gemuruh
Dongfeng
- - - Menggunakan
Dusun Purwobakti
Dongfeng
- - - Menggunakan
Dusun Teluk Panjang
Dongfeng
Jujuhan Ilir - - - Menggunakan
Dusun Rantau Ikil
Dongfeng
- - - Menggunakan
Dusun Rantau Panjang
Dongfeng
- - - Menggunakan
Dusun Sirih Sekapur
Dongfeng
- - - Menggunakan
Dusun Talang Pemesun
Dongfeng
- - - Menggunakan
Dusun Ujung Tanjung
Dongfeng
Dusun Sirih Sekapur - - - Menggunakan
Pengembangan Dongfeng
Jujuhan - - - Menggunakan
Dusun Aur Gading
Dongfeng
- - - Menggunakan
Dusun Pulau Batu
Dongfeng
- - - Menggunakan
Dusun Tapian Danto
Dongfeng
- - - Menggunakan
Ujung Tanjung
Dongfeng
- - - Menggunakan
Pulau Jelmu
Dongfeng
KEGIATAN PETI
LUAS
NO KABUPATEN KECAMATAN DESA/KELURAHAN DARAT SUNGAI KETERANGAN
(HA)
JUMLAH JULMAH
Tanah Sepenggal - - - Menggunakan
Sungai Lilin
Lintas Dongfeng
Bathin II Babeko - - - Menggunakan
Babeko
Dongfeng
- - - Menggunakan
Sepunggur
Dongfeng
- - - Menggunakan
Simpang Babeko
Dongfeng
- - - Menggunakan
Tanjung Menanti
Dongfeng
- - - Menggunakan
Suka Makmur
Dongfeng
- - - Menggunakan
Tuo Sepunggur
Dongfeng
Muko-Muko Bathin - - - Menggunakan
Bedaro
VII Dongfeng
- - - Menggunakan
Tebat
Dongfeng
- - - Menggunakan
Pekan Jumat
Dongfeng
- - - Menggunakan
Tebing Tinggi
Dongfeng
Bathin III Ulu - - - Menggunakan
Aur Cino
Dongfeng
- - - Menggunakan
Senamat Ulu
Dongfeng
Pelepat Batu Kerbau, Cilodang, - - - Menggunakan
Kutamnang Jaya, Kuning Dongfeng
Gading, Lubuk, Maju Jaya,
Padang Palameh, Daya Murni,
Lembah Kuamang, Lingga
Kuamang
Cilodang - - - Menggunakan
Dongfeng
Kutamnang Jaya - - - Menggunakan
Dongfeng
Kuning Gading - - - Menggunakan
Dongfeng
Lubuk - - - Menggunakan
Dongfeng
Maju Jaya - - - Menggunakan
Dongfeng
Padang Palameh - - - Menggunakan
Dongfeng
Daya Murni - - - Menggunakan
Dongfeng
Lembah Kuamang - - - Menggunakan
Dongfeng
Lingga Kuamang - - - Menggunakan
Dongfeng
Pasar Muara Bungo Kelurahan Batang Bungo - - - Menggunakan
Dongfeng
Kelurahan Jaya Setia - - - Menggunakan
Dongfeng
Sumber : DInas ESDM Provinsi Jambi 2019
Gambar
Pertambangan emas tanpa izin (peti) Provinsi Jambi
1.2 Perlindungan Sempadan Sungai dan Danau
A. Sungai
Sebagaimana kita ketahui bahwa sebagian masyarakat mempunyai
kebiasaan/budaya untuk membangun permukiman pada lahan di sepanjang/pinggir
sungai, hal ini utamanya pada daerah-daerah yang tingkat
keterjangkauan/aksesibilitas transportasi darat masih terbatas, walaupun tidak
tertutup kemungkinan juga di daerah perkotaan dengan lahan permukiman yang
terbatas serta mahal.
Meskipun di Provinsi Jambi kondisi ini belum pada tingkat mengkhawatirkan
namun demikian harus diwaspadai karena dapat menyebabkan penyempitan sungai
dan mengganggu fungsi sungai, utamanya kemampuan/kapasitas pengaliran pada
musim hujan yang biasanya disertai dengan peningkatan debit/banjir, dan termasuk
ancaman yang ditimbulkan oleh daya rusak air. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Buku Rencana Pola PSDA Batanghari, kondisi erosi dan sedimentasi dapat
digambarkan sebagai berikut :
Dokumen KLHS Revisi RTRW Provinsi Jambi

Tabel
Besaran Sedimentasi dan Erosi Setiap DAS

Sumber : Buku Draft Pola PSDA Batanghari 2020

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI Bab IV 9


TAHUN 2022
Tabel
Erosi WS Batanghari
DAS Ringan Sangat Ringan Sedang Luas (ha)
DAS Air Hitam 18,65 162.421,83 162.440,49
DAS Balai 18,61 18,61
DAS Burung 5,39 5,39
DAS Mudo I 74,88 74,88
DAS Pedado 28,31 28,31
Anak
DAS Peran Kudu 24,66 34,66
DAS Tengah I 1.052,99 1.052,99
DAS Waitambi I 335,96 335,96
DAS Batanghari 100.167,89 4.317.841,87 6.699,11 4.424.708,87
Total 100.186,54 4.481.814,51 6.699,11 4.588.700,16
Persentase 2,18 97,67 0,15 100,00
Sumber: Buku Draft Rencana Pola WS Batanghari 2020

Tabel
Potensi Rawan Banjir di WS Batanghari
Potensi Rawan Banjir
No Kabupaten/Kota
Rendah Menengah Luas (ha)
1 Batanghari 328.808,95 328.808,95
2 Bungo 455.689,58 455.689,58
3 Kerinci 145.380,57 145.380,57
4 Kota Jambi 16.737,62 16.737,62
5 Sungai Penuh 85,3 85,3
6 Merangin 69.515,61 69.515,61
7 Muaro Jambi 65.276,91 65.276,91
8 Sarolangun 415.859,19 415.859,19
9 Tanjung Jabung Barat 1.666,99 1.666,99
10 Tanjong Jabung Timur 1.128,72 1.128,72
11 Tebo 191.407,18 411.754,70 603.161,88
Jumlah 191.407,18 1.911.904,14 2.103.311,32
Sumber: Buku Draft Rencana Pola WS Batanghari 2020
Gambar
Peta Wilayah Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Jambi
B. Danau
Potensi Sumber Daya Air di WS Batanghari terdiri dari sumber-sumber air
berupa mata air dan beberapa danau yang tersebar di beberapa wilayah. Secara
umum konservasi sumber daya air dapat diartikan sebagai upaya untuk
mengamankan serta melestarikan keberadaan sumber daya air. Danau di Provinsi
Jambi dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel
Potensi Danau Di Provinsi Jambi
Lokasi
No Nama Danau Luas (ha)
Desa/Kelurahan Kecamatan
A. Kota Jambi
1. Danau Sipin Sungai Putri, Telanaipura
Lehok, dan 40
Danau Sipin
2. Danau Teluk Kenali Teluk Kenali Telanaipura 15
3. Danau Teluk Olak Kemang Danau Teluk 50
B. Kabupaten Merangin
1. Danau Depati Empat Rantau Kermas Jangkat 35
2. Danau Pauh Pulau Tengah Jangkat 250
3. Danau Kecil Pulau Tengah Jangkat 18
4. Sikumbang Pulau Tengah Jangkat 20
C. Kabupaten Kerinci
1. Danau Kerinci Jujun Keliling Danau 4.200
2. Danau Air Lingkat Lempur Tengah Gunung Raya 48
3. Danau Dua Lempur Tengah Gunung Raya 12
4. Danau Gunung Tujuh Pelompek, Lubuk Kayu Aro
1.200
Pauh
5. Danau Belibis Sido Mulyo Kayu Aro 25
D. Kabupaten Sarolangun
Danau Biaro Lindung Sarolangun 10
Danau Baru Pulau Pinang Sarolangun 10
Sumber: Buku Draft Rencana Pola WS Batanghari 2020

1.3 Pengendalian pemanfaatan ruang dalam zona Taman Nasional


Provinsi Jambi memiliki 4 (empat) Taman Nasional sekaligus yang mewakili
seluruh ekosistem dari ekosistem pantai disebelah timur sampai ekosistem dataran
tinggi di sebelah barat. Ke empat Taman Nasional tersebut meliputi :
1. Taman Nasional Bukit Dua Belas;
2. Taman Nasional Berbak;
3. Taman Nasional Keinci Seblat;dan
4. Taman Nasional Bukit 30.
A. Taman Nasional Kerinci Seblat
Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) adalah taman nasional terbesar
di Sumatera yang memiliki luas wilayah sebesar 13,750 km². Taman Nasional Kerinci
Seblat terletak pada koordinat antara 100°31'18"E - 102°44'01"E dan 1°07'13"S -
1°26'14"S. Secara administratif wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat berada di 14
kabupaten dan 2 kota yang termasuk dalam 4 Provinsi yaitu Sumatra
Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatra Selatan. Taman Nasional Kerinci Seblat terdiri
dari Pegunungan Bukit Barisan yang memiliki wilayah dataran tertinggi di
Sumatra, Gunung Kerinci (3.805 m). Taman Nasional Kerinci Seblat juga terdiri dari
mata air - mata air panas, sungai-sungai beraliran deras, gua-gua, air terjun-air terjun
dan danau kaldera tertinggi di Asia Tenggara, Danau Gunung Tujuh. Taman nasional
ini juga memiliki beragam flora dan fauna. Sekitar 4.000 spesies tumbuhan tumbuh di
wilayah taman nasional termasuk bunga terbesar di dunia Rafflesia arnoldi, dan
bunga tertinggi di dunia, Amorphophallus titanum. Fauna di wilayah Taman Nasional
Kerinci Seblat terdiri antara lain harimau sumatra, badak sumatra, gajah
sumatra, macan dahan, tapir melayu, beruang madu, dan sekitar 370 spesies burung.
Diterimanya Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatra ke daftar Situs Warisan
Dunia oleh UNESCO, membuat Taman Nasional Kerinci Seblat juga diterima
sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Bersama dengan Taman Nasional Gunung
Leuser dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Selain itu taman nasional ini masuk
sebagai Taman Warisan ASEAN sejak 18 Desember 2003.
a. Kawasan
Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat merupakan gabungan dari 17 kelompok
hutan yang semuanya merupakan bagian hutan lindung register tahun 1921 – 1926
serta cagar alam dan suaka margasatwa yang ditetapkan dalam kurun waktu 1978 -
1981, khususnya provinsi Jambi terdiri dari :
1. Cagar Alam: Indrapura (sebagian), Danau Gunung Tujuh dan Bukit Tapan
2. Hutan Lindung: Sangir Ulu, Batang Tebo, Batang sangir, Batang Bungo, Batang
Merangin Timur dan Gunung Sumbing Masurai
3. Suaka Marga Satwa: Batang Merangin Barat – Manjunto Hulu
Selain itu, kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat juga berasal dari hutan
produksi yang dialih fungsikan menjadi hutan konservasi dan menjadi satu kesatuan
kawasan yang kompak. Bagian terakhir hutan produksi yang masuk dalam kawasan
taman nasional ini adalah Hutan Produksi Sipurak Hook.

b. Iklim
Kondisi iklim di Taman Nasional Kerinci Seblat bervariasi menurut topografi,
tetapi secara umum kawasan TNKS tergolong ke dalam Tipe A (basah) dalam
klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson. Rata-rata curah hujan tahunan adalah 2.991
mm, dengan bulan kering kurang dari dua bulan per tahunnya. Rata-rata temperatur
antara 16°-28° Celcius. Kelembaban relatif udara adalah 77%-92%.
Gambar
Peta Taman Nasional Kerinci Seblat di Provinsi Jambi
c. Topografi
Wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat memiliki topografi berupa lembah
curam yang membelah Pegunungan Bukit Barisan menjadi dua bagian yang sejajar.
Sebagai rangkaian bukit dan gunung, taman nasional ini dicirikan oleh kelerangan
lahan sangat curam (≥ 60%) pada sebagian besar kawasannya (70% dari luas kawasan)
dengan ketinggian antara 200 hingga 3.805 m dpl. Di kawasan ini banyak dijumpai
pegunungan tinggi (lebih kurang terdapat 30 gunung atau bukit). Pegunungan Bukit
Barisan membentuk busur gunung berapi besar yang terbentang sepanjang
Sumatera, Jawa, dan Kepulauan Nusa Tenggara. Bukit Barisan tengah yang gunung
berapinya masih aktif dan menjadi bagian kawasan ini ditandai oleh celah lembah
datar yang tertutup dengan luasnya sekitar 140.000 ha dan semua sisinya dikelilingi
oleh beberapa bagian dari puncak Gunung Kerinci. Pemandangan alam di utara celah
lembah bagian tengah didominasi oleh kerucut gunung berapi Kerinci yang masih
aktif, sedangkan di bagian utara dan barat daya terdapat danau kawah, yaitu Danau
Tujuh dan Danau Kerinci. Topografi daerah ini umumnya curam dan teriris dengan taji
yang nyata menurun ke arah timur dan barat dari punggung utara-selatan Bukit
Barisan. Topografi menaik ini pada akhirnya mengarah ke dataran Sumatera tengah
di sebelah timur dan ke dataran pantai sebelah barat.

d. Ekosistem
Di dalam Taman Nasional Kerinci Seblat terdapat beberapa tipe ekosistem
hutan. Mulai dari tipe ekosistem hutan dataran rendah, sampai ekosistem sub alpin
dan beberapa ekosistem khas seperti rawa gambut, rawa air tawar dan danau. Taman
Nasional Kerinci Seblat juga memiliki hutan primer dengan beberapa tipe vegetasi.
Tipe vegetasi utama didominasi formasi seperti: Vegetasi dataran rendah yang
berada di atas 200 sampai 600 m dari permukaan laut (dpl); hutan dengan Vegetasi
pegunungan/bukit yang berada pada ketinggian 600 sampai 1.500 mdpl; hutan
Vegetasi montana yang berada pada ketinggian 1.500 sampai 2.500 mdpl; hutan
Vegetasi belukar gleichenia/paku-pakuan yang tumbuh pada ketinggian 2.500 sampai
2.800 mdpl dan terakhir hutan Vegetasi sub alpine yang tumbuh pada ketingian 2.300
sampai 3.200 mdpl.

e. Flora
Terdapat tidak kurang dari 4.000 jenis tumbuhan di Taman Nasional Kerinci
Seblat di mana 60% dari jenis tersebut terdapat di hutan dataran rendah. Tumbuhan
yang mendominasi adalah suku Diptreocarpaceae. Fabaceae, Lauraceae, Myrtaceae
dan Bombacaceae. Tercatat juga sebesar 300 jenis anggrek, berbagai spesies bambu,
kayu manis, rotan, dan edelweis yang langka (Anaphalis sp.). Selain itu, terdapat
bunga terbesar, Rafflesia arnoldi. Rafflesia hasseltii dan bunga tertinggi di dunia
Amorphophallus titanum, serta flora langka kantong semar (Nepenthes sp.).
Tipe vegetasi yang paling penting adalah hutan hujan tropis Dipterocarpaceae
yang terdapat di dataran rendah dan bukit-bukit hingga ketinggian lebih dari 1.000 m
dpl. Jenis pohon tersebut antara lain adalah Shorea parvifolia, Dipterocarpus sp.,
Parashorea sp., Koompassia malaccensis, dan Dialium sp. Lapisan bawahnya ditumbuhi
oleh palem Arenga sp., padma raksasa Rafflesia arnoldii, dan bunga bangkai
Amorphophallus titanum.
Pada ketinggian antara 1.000 – 1.500 m dpl terdapat hutan hujan tropis
pegunungan rendah yang didominasi oleh jenis-jenis Dipterocarpaceae (hingga
ketinggian 1.200 mdpl), seperti Hopea sp., dan Shorea platyclados, Litsea sp.,
Rhodamnia cinere, serta suku Euphorbiaceae dan Leguminosae. Lapisan bawahnya
ditumbuhi oleh palem (Livingstonia altissima dan Areca catechu), epifit (Asplenium sp.,
Bulbophyllum sp., Dendrobium sp., dan Eria sp.), dan kantong semar (Nepenthes sp.).
Diatas ketinggian 1.500 mdpl terdapat vegetasi hutan pegunungan yang
didominasi oleh suku Lauraceae dan Ericaceae, seperti Podocarpus amarus,
Castanopsis sp., Ficus variegate, dan Cinnamomum parthenoxylon. Di Kabupaten
Kerinci dikenal dua ekosistem rawa, yaitu Rawa Ladeh dan Rawa Bento yang terletak
di ketinggian 1 950 mdpl dengan luasan 150 ha. Kedua rawa tersebut merupakan rawa
gambut tertinggi di Pulau Sumatera. Rawa Bento (Sangir Hulu) merupakan rawa air
tawar dengan karakteristik jenis rumput Leersia hexandra, Glo-chidion sp., dan
Eugnia spicata. Jenis tumbuhan khas dengan sebaran terbatas dapat dijumpai di
kawasan ini, yaitu pinus strain kerinci (Pinus merkusii strain kerinci), kayu pacet
(Harpullia arborea), pakis sunsang (Dyera costulata), dan bunga rafflesia (Rafflesia
arnoldii).

f. Fauna
Taman Nasional Kerinci Seblat merupakan rangkaian tidak terputus hutan hujan
dataran rendah sampai pegunungan, termasuk hutan pinus tropis alami, hutan rawa
gambut, dan danau air tawar. Kawasan ini merupakan habitat sebagian besar burung-
burung Sumatera. Terdapat lebih dari 371 jenis burung (17 jenis di antaranya endemik
sumatera), lebih dari 85 jenis mamalia, tujuh jenis primata, enam jenis amfibi, dan
sepuluh jenis reptilia. Dua spesies kunci yang menjadi fokus pengelolaan adalah
harimau sumatera dan gajah sumatera.
• Fauna di wilayah taman nasional terdiri antara lain: Badak Sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis),
Macan Dahan (Neopholis nebulosa), Harimau Loreng Sumatera (Panthera tigris
sumatrensis), Kucing Emas (Felis termminnckii), Tapir Melayu (Tapirus indica),
Beruang Madu, Kambing Hutan (Capricornis sumatrensis).
• Jenis amphibia antara lain: Katak Bertanduk (Mesophyrs Nasuta);
• Jenis primata: Siamang (Sympalagus syndactylus) Ungko (Hylobates agilis), Wau-
wau Hitam (Hylobates lar), Simpai (Presbytis melalobates), Beruk (Macaca
nemestrina) dan Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
• Jenis burung endemik seperti: Burung Tiung Sumatera (Cochoa becari), Burung
Puyuh Gonggong (Arborophila rubirostris), Burung Celepuk (Otus stresemanni)
dan Burung Abang Pipi (Laphora inornata).

g. Potensi Pengamatan
Potensi lainnya yang terdapat di Taman Nasional Kerinci Seblat, seperti
pengamatan suara burung rangkong (Buceros rhinoceros sumatranus) dan julang
(Aceros undulatus undulatus) serta suara tawa histeri yang menakjubkan dari burung
gading (Rhinoplax vigil); adanya kucing emas (Catopuma temminckii temminckii) yang
sangat misterius; serta adanya misteri yang belum terpecahkan tentang sejenis satwa
primata yang berjalan tegak dan cepat sekali menghilang diantara pohon, dimana
masyarakat setempat menamakannya “orang pendek”.

h. Wisata
Potensi wisata yang terdapat didalam Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat,
diuraikan sebagai berikut:
1) Wisata Alam
Taman Nasional Kerinci Seblat memiliki berbagai landskap dan fenomena alam
yang sangat potensial untuk kegiatan pariwisata. Keindahan bentang alam yang
ada diantaranya adalah sumber air panas, air terjun, danau/rawa, goa, gunung,
perbukitan, sungai, hutan, perkebunan dan taman. Keindahan bentang alam
yang ada muncul akibat aktivitas tektonik/vulkanik bumi dan dipengaruhi oleh
hasil dari kegiatan/aktivitas penduduk setempat. Keindahan bentang alam yang
terdapat di Taman Nasional Kerinci Seblat dan wilayah penyangganya yang ada
di Provinsi Jambi adalah sebagai berikut :
a) Wisata Sumber Air Panas
Sumber air panas yang terbentuk akibat dari aktivitas vulkanik bumi.
Sumber air panas ini biasa dimanfaatkan oleh pengunjung untuk merebus
makanan dan sebagai tempat terapi penyembuhan penyakit kulit. Objek
wisata air panas yang banyak dikunjungi saat ini adalah objek wisata Air
Panas Semurup yang terletak di Desa Air Panas Baru Kecamatan Air
Hangat dengan jarak 6 km dari ibukota Kabupaten Kerinci. Sumber air
panas tersebut keluar dari perut bumi dan merupakan hasil aktivitas
vulkanik. Luas permukaannya ±15 m membentuk sebuah kolam kecil yang
selalu mengepulkan uap. Wisatawan bisa merebus telur dan pisang disini.
Di sekitar objek ini terdapat fasilitas kamar mandi yang digunakan untuk
berendam guna penyembuhan penyakit kulit. Tidak jauh dari objek utama,
terdapat pula sumber air panas lain yang unik, karena pada objek wisata
tersebut wisatawan bisa melihat langsung atraksi alam keluarnya
semburan lava panas. Objek wisata sumber air panas yang ada di sekitar
kawasan TNKS dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel
Objek Wisata Sumber Air Panas
No Objek Wisata Lokasi
1 Air Panas Ludak Kec. Air Hangat, Kab. Kerinci
2 Air Panas Semurup Kec. Air Hangat, Kab. Kerinci
3 Air Panas Sungai Abu Kec. Air Hangat Timur, Kab. Kerinci
4 Air Panas Sungai Medang Kec. Air Hangat Timur, Kab. Kerinci
5 Gerao Rasau Lempur Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
6 Gerau Nguak Lempur Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
7 Gerau Silai Talang Kemuning Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
8 Kolam Renang Batu Lumang Kec. Air Hangat, Kab. Kerinci
9 Air Panas Graow Kec. Jangkat, Kab. Merangin
Sumber : Disporaparbud Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin

Wisata Sumber Air Panas Semurup Di Kecamatan Air Hangat

b) Wisata Air Terjun


Beberapa air terjun yang siap memanjakan mata wisatawan yang
berkunjung. Salah satu air terjun yang banyak dikunjungi adalah Air Terjun
Telun Berasap yang memiliki ketinggian ±50 m. Berikut daftar air terjun
yang terdapat di sekitar TNKS dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel
Objek Wisata Air Terjun Di Kerinci Dan Sungai Penuh
No Objek Wisata Lokasi
1 Air Terjun 12 Tingkat Talang Kemulun Kec. Danau Kerinci, Kab. Kerinci
2 Air Terjun 13 Tingkat Sungai Medang Kec. Air Hangat Timur, Kab. Kerinci
3 Air Terjun dan Air Panas Bedeng Delapan Kec. Batang Merangin, Kab. Kerinci
4 Air Terjun Koto Lebuh Tinggi Kec. Air Hangat Timur, Kab. Kerinci
5 Air Terjun Ksen Perikanan Tengah Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
6 Air Terjun Mata Kucing Masgo Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
7 Air Terjun Muara Air Dua Kec. Sitinjau Laut, Kab. Kerinci
Air Terjun Pancaro Rayo dan Pancuran
8 Kec. Keliling Danau, Kab. Kerinci
Gading Pulau Tengah
9 Air Terjun Panorama 7 Kec. Siulak, Kab. Kerinci
10 Air Terjun Pauh Tinggi Kec. Kayu Aro, Kab. Kerinci
11 Air Terjun Pendung Semurup Kec. Air Hangat, Kab. Kerinci
12 Air Terjun Pungut Kec. Air Hangat Timur, Kab. Kerinci
13 Air Terjun Putri Dian Suryani Kec. Gunung Tujuh, Kab. Kerinci
14 Air Terjun Seluang Bersisik Emas Lempur Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
15 Air Terjun Siulak Kecil Kec. Siulak, Kab. Kerinci
16 Air Terjun Telun Berasap Kec. Gunung Tujuh, Kab. Kerinci
17 Air Terjun Telun Tanjung Lempur Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
18 Air Terjun Telun Perentak Kec. Pangkalan Jambu, Kab. Merangin
19 Air Terjun Sigerincing Kec. Lembah Masurai, Kab. Merangin
20 Air Terjun Parang Jatuh Kec. Lembah Masurai, Kab. Merangin
21 Air Terjun Tepian Mandi Kec. Jangka Timur, Kab. Merangin
22 Air Terjun Sungai Pasir Kec. Tabir, Kab. Merangin
23 Air Terjun Lempisang Kec. Lembah Masurai, Kab. Merangin
24 Air Terjun Lematang Kec. Jangka Timur, Kab. Merangin
25 Air Terjun Penghapisan Ikan Kec. Lembah Masurai, Kab. Merangin
26 Air Terjun Goa Kambing Kec. Lembah Masurai, Kab. Merangin
27 Air Terjun Empenau Kec. Jangka Timur, Kab. Merangin
28 Air Terjun Jodoh Teluk Wang Sakti Kec. Bangko Barat, Kab. Merangin
29 Air Terjun Mengkaring Kec. Renah Pembarap, Kab. Merangin
30 Air Terjun Talalang Jaya 7 Bidadari Kab. Merangin
31 Air Terjun Talangngah Kec. Renah Pembarap, Kab. Merangin
32 Air Terjun Simpang Manggis Kec. Bangko Barat, Kab. Merangin
33 Air Terjun Sejinjing Kec. Bangko Barat, Kab. Merangin
34 Air Terjun Puti Daber Kec. Muara Siau, Kab. Merangin
35 Air Terjun Serintik Hujan Paneh Kec. Lembah Masurai, Kab. Merangin
36 Air Terjun Mukus Kec. Lembah Masurai, Kab. Merangin
37 Air Terjun Muara Sangga Kec. Lembah Masurai, Kab. Merangin
38 Air Terjun Sungai Hitam Kec. Jangkat, Kab. Merangin
Sumber : Disporaparbud Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin, 2015-2016
Wisata Air Terjun Telun Berasap dan Air Terjun Sigerincing

c) Wisata Danau/Rawa
Danau yang banyak dikunjungi adalah Danau Kerinci dan Danau Gunung
Tujuh. Danau Kerinci adalah danau terbesar di Kabupaten Kerinci yang
merupakan lokasi pelaksanaan event tahunan FMPDK (Festival
Masyarakat Peduli Danau Kerinci). Sedangkan, Danau Gunung Tujuh
adalah danau kaldera tertinggi di Asia Tenggara, merupakan objek wisata
yang paling tepat untuk berkemah dan menikmati matahari terbit. Selain
kedua danau tersebut terdapat juga danau lainnya seperti Danau Kaco
yang airnya berwarna biru muda dan seperti mengeluarkan cahaya terang
dari dasar danau, Rawa Ladeh Panjang yang biasa menjadi tempat minum
satwa liar seperti harimau sumatera, rusa, babi hutan dan berbagai jenis
burung langka.
Tabel
Objek Wisata Danau/Rawa
No Objek Wisata Lokasi
1 Aroma Pecco Kec. Kayu Aro, Kab. Kerinci
2 Danau Aikab Tamiai Kec. Batang Merangin, Kab. Kerinci
3 Danau Belibis Kec. Kayu Aro, Kab. Kerinci
4 Danau Gunung Tujuh Kec. Gunung Tujuh, Kab. Kerinci
5 Danau Kaco Lempur Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
6 Danau Kecik Lempur Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
7 Danau Kerinci Kec. Danau Kerinci, Kab. Kerinci
8 Danau Lingkat Lempur Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
9 Danau Padang Kermen Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
10 Pantai Indah Koto Petai Kec. Danau Kerinci, Kab. Kerinci
11 Rawa Bento Kec. Kayu Aro, Kab. Kerinci
12 Rawa Ladeh Panjang Kec. Kayu Aro, Kab. Kerinci
13 Telago Biru Kec. Jangkat, Kab. Merangin
14 Danau Pauh Kec. Jangkat, Kab. Merangin
15 Danau Kumbang Kec. Jangkat, Kab. Merangin
16 Danau Mabuk Kec. Jangkat, Kab. Merangin
17 Danau Depati Empat Kec. Jangkat, Kab. Merangin
18 Danau Temalam Kec. Jangkat, Kab. Merangin
Sumber : Disporaparbud Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin

Panorama Danau Gunung Tujuh, Danau Kerinci dan Danau Pauh


d) Wisata Gunung, Perbukitan dan Sungai
Gunung yang terkenal dan paling diminati para pendaki adalah Gunung
Kerinci dengan ketinggian 3805 mdpl yang merupakan gunung api
tertinggi di Indonesia. Gunung Kerinci merupakan gunung api aktif yang
memiliki kawah seluas 580 x 600 m dengan kondisi air kawah berwarna
kekuning-kuningan. Suhu terendah pada puncak gunung mencapai 5°C.
Selain itu, terdapat juga objek wisata Bukit Khayangan Renah Kayu Embun
yang sangat cocok sebagai tempat menikmati udara sejuk dan tempat
bersantai keluarga.
Tabel
Objek Wisata Gunung, Perbukitan Dan Sungai
No Objek Wisata Lokasi
1 Bukit Kutinggan Sungai Abu Kec. Air Hangat Timur, Kab. Kerinci
2 Bukit Sembahyang Kec. Siulak, Kab. Kerinci
3 Bukit Villa Kemantan Tinggi Kec. Air Hangat Timur, Kab. Kerinci
4 Gunung Batuah Lempur Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
5 Gunung Kaca Pungut Kec. Air Hangat Timur, Kab. Kerinci
6 Gunung Kerinci Kec. Kayu Aro, Kab. Kerinci
7 Gunung Kunyit Belerang Talang Kemuning Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
8 Gunung Raya Talang Kemuning Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci
9 Panorama Bukit Tapan Sekungkung Kec. Air Hangat, Kab. Kerinci
10 Lembah Merangin Muara Imat Kec. Batang Merangin, Kab. Kerinci
11 Serujung Angin Hiang Karya Kec. Sitinjau Laut, Kab. Kerinci
12 Bukit Khayangan Renah Kayu Embun Kec. Pondok Tinggi, Kab. Kerinci
13 Sungai Batang Merangin Pulau Pandan Kec. Batang Merangin, Kab. Kerinci
14 Sungai Sangir Kec. Kayu Aro, Kab. Kerinci
15 Gunung Masurai Kec, Jangkat, Kab. Merangin
16 Puncak Ngarau Kec. Tabir Ulu, Kab. Merangin
17 Bukit Gajah Kec. Tiang Pumpung, Kab. Merangin
Sumber : Disporaparbud Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh
Panorama Gunung Kerinci dan Kota Sungai Penuh
Panorama Gunung Masurai
2) Wisata Sejarah
Kerinci dan Sungai Penuh memiliki sumberdaya wisata berbasis sejarah yang
merupakan peninggalan peradaban Suku Kerinci, baik dari zaman pra-sejarah
maupun peninggalan zaman penjajahan Belanda. Berikut situs bersejarah yang
dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel
Objek Wisata Sejarah Di Kerinci Dan Sungai Penuh
No Objek Wisata Lokasi
1 Batu Megalitik Muak Kec. Bukit Kerman
2 Mesjid Keramat Pulau Tengah Kec. Keliling Danau
3 Batu Raja Pulau Tengah Kec. Keliling Danau
4 Monumen Gempa Bumi Koto Iman Kec. Danau Kerinci
5 Benteng Depati Parbo Lempur Kec. Gunung Raya
6 Batu Selindrik Lempur Mudik Kec. Gunung Raya
7 Batu Selindrik Lolo Gedang Kec. Gunung Raya
8 Batu Selindrik Lolo Kecil Kec. Gunung Raya
9 Makam Pahlawan Depati Parbo Kec. Gunung Raya
10 Batu Meriam Lempur Mudik Kec. Gunung Raya
11 Batu Kursi Lempur Mudik Kec. Gunung Raya
12 Batu Bersurat Lempur Mudik Kec. Gunung Raya
13 Batu Gong Lolo Gedang Kec. Gunung Raya
14 Batu Patah Muak Kec. Gunung Raya
15 Batu Bergambar Muak Kec. Gunung Raya
16 Batu Gong Pondok Kec. Bukit Kerman
17 Batu Biduk Pulau Sangkar Kec. Batang Merangin
18 Batu Tongkang Kec. Kayu Aro
19 Batu Jung Kec. Air Hangat Timur
20 Mesjid Agung Kec. Pondok Tinggi
21 Batu Gong Nenek Bitung Sorban Kec. Kumun Debai
22 Mesjid Raya Rawang Kec. Hamparan Rawang
23 Batu Bertulis Kec. Pamenang
24 Batu Larung Kec. Lembah Masurai
25 Batu Ampar Kec. Lembah Masurai
26 Batu Bersusun Kec. Jangkat Timur
Sumber : Disporaparbud Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin
Masjid Raya Rawang dan Rumah Larik Kerinci

Beberapa lokasi/objek lainnya yang terdapat di Taman Nasional Kerinci Seblat antara
lain:
• Goa Napal Licin dan Kasah (Kerinci) : goa yang kaya akan stalaktit dan stalaknit.
• Grao Solar, Nguak dan Kunyit : semburan air panas (airnya sangat jernih) setinggi
15 meter dan terdapat beberapa satwa.
• Goa Tiangko, Goa Singering, Goa Sengayou dan Goa Bujang di Kecamatan Sungai
Manau Kabupaten Merangin.
3) Wisata budaya
Wisata budaya yang terdapat di Taman Nasional Kerinci Seblat adalah adanya
Suku Kubu yang masih tradisional, atraksi budaya di luar taman nasional berupa
Parade Budaya pada bulan November di Sungai Penuh dan Budaya Melayu pada
bulan Januari di Jambi.
i. Defortasi Taman Nasioanl
Deforestasi adalah proses penghilangan hutan alam dengan cara penebangan
untuk diambil kayunya atau mengubah peruntukan lahan hutan menjadi non-
hutan. Bisa juga disebabkan oleh kebakaran hutan baik yang disengaja atau
terjadi secara alami. Deforestasi mengancam kehidupan umat manusia dan
spesies mahluk hidup lainnya. Sumbangan terbesar dari perubahan iklim yang
terjadi saat ini diakibatkan oleh deforestasi. Deforestasi terjadi karena desakan
konversi lahan untuk permukiman, infrastruktur, dan pemanenan hasil kayu
untuk industri. Selain itu juga terjadi konversi lahan untuk perkebunan,
pertanian, peternakan dan pertambangan.
Kawasan Konservasi yang paling banyak mengalami deforestasi di Provinsi
Jambi adalah Taman Nasional Kerinci Seblat yang mencapai 28.821 hektar,
dimana guna lahan kawasan hutan berubah menjadi kebun, tegalan/ladang ,
sawah dan permukiman. Perubahan lahan menjadi kebun di Taman Nasional
Kerinci Seblat terjadi di Kabupaten Bungo dengan luas 147,46 hektar tepatnya
di Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang. Selain itu deforestasi lahan menjadi
lahan sawah juga terjadi. Berdasarkan interpretasi citra satelit paling banyak
terjadi di Kabupaten Kerinci yang mencapai luas 1.062 hektar tersebar di
Kecamatan Gunung Kerinci, Kecamatan Gunung Tujuh, Kecamatan Kayuaro,
Kecamatan Kayuaro Barat dan Kecamatan Sitinjau Laut. Selain itu perubahan
guna lahan menjadi lahan sawah juga terjadi di Kecamatan Jangkat seluas 18,60
hektar.
Deforestasi yang paling dominan terjadi di Taman Nasional Kerinci Seblat adalah
berubah fungsi menjadi lahan tegalan/ladang yang digarap oleh masyarakat.
Hal ini terjadi hampir di seluruh Kabupaten/Kota yang memiliki lahan Taman
Nasional Kerinci Seblat. Hal ini terlihat jelas pada citra satelit yang digunakan
untuk identifikasi ini. Deforestasi menjadi lahan tegalan/ladang yang terjadi
mencapai 27.567,68 hektar dengan sebaran 12.446, 09 hektar di Kabupaten
Kerinci, 12.355, 91 hektar di Kabupaten Merangin dan 230,07 hektar di Kota
Sungai Penuh.
Sebaran deforestasi menjadi tegalan/ladang di Kabupaten Kerinci paling
banyak terjadi di Kecamatan Gunung Tujuh seluas 2.746,05 hektar dan
Kecamatan Siulak Mukai seluas 2.705,84 hektar. Selain itu, cukup signifikan
terjadi juga di Kecamatan Kayuaro Barat yang mencapai 1.395 hektar.
Sedangkan di Kabupaten Merangin, paling dominan terjadi di Kecamatan
Lembah Masurai yang mencapai 6.651,53 hektar atau kurang lebih 50% dari luas
deforestasi hutan menjadi tegalan/ladang di Kabupaten Merangin.
Selanjutnya berdasarkan interpretasi citra terdapat deforestasi lahan menjadi
permukiman sebanyak 24,88 hektar. Namun perlu ditelaah lebih lanjut untuk
guna lahan permukiman ini. Salah satu contohnya Kawasan Pasar Muara Emat
dan Kawasan Rumah Makan Romi di Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten
Kerinci berdasarkan SK Menteri Kehutanan , kawasan itu masuk dalam Taman
Nasional Kerinci Seblat.
Tabel
Deforestasi Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat
Tegalan/
Kebun Sawah Permukiman
Kab/ Ladang
No Kecamatan
Kota Luas Luas Luas Luas
% % % %
(ha) (ha) (ha) (ha)
1 Taman Nasional Kerinci Seblat
Air Hangat - - - - 2.434,96 0,57% - -
Air Hangat Timur - - - - 83,16 0,02% - -
Batang Merangin - - - - 1.766,44 0,41% 11,07 0,003%
Bukit Kerman - - - - 58,87 0,01% - -
Danau Kerinci - - - - 65,09 0,02% - -
Depati Tujuh - - - - 265,77 0,06% - -
Gunung Kerinci - - 172,32 0,04% 396,41 0,09% - -
Gunung Raya - - - - 121,18 0,03% - -
Kab.Kerinci
Gunung Tujuh - - 373,78 0,09% 2.746,05 0,64% 12,30 0,003%
Kayuaro - - 478,70 0,11% 354,72 0,08% - -
Kayuaro Barat - - 34,91 0,008% 1.395,70 0,33% - -
Keliling Danau - - - - 39,70 0,01% - -
Sitinjau Laut - - 3,08 0,001% - - - -
Siulak - - - - 12,21 0,003% - -
Siulak Mukai - - - - 2.705,84 0,63% - -
Jumlah 1062,80 0,25% 12.446,09 2,92% 23,36 0,01%
Kumun Debai - - - - 22,74 0,01% - -
Kota
Pesisir Bunkit - - - - 96,37 0,02% - -
Sungai
Penuh Sungai Bungkal - - - - 110,96 0,03% - -
Jumlah - - - - 230,07 0,05% - -
Jangkat - - 18,60 0,004% 2.765,69 0,65% 1,52 0,0004%
Lembah Masurai - - - - 6.651,53 1,56% - -
Kab. Muara Siau - - - - 2.723,28 0,64% - -
Merangin Pangkalan Jambu - - - - 60,31 0,01% - -
Tabir Barat - - - - 155,10 0,04% - -
Jumlah - - 18,60 0,004% 12.355,91 2,89% 1,52 0,0004%
Kab. Limbur Lubuk
Bungo Mengkuang 147,46 0,035% - - - - - -
Jumlah Total (TNKS) 147,46 0,035% 1.081,40 0,253% 27.567,68 5,86% 24,88 0,006%
Sumber : Interpretasi Citra Satelit Spot 6/7 Tahun 2018
*Persentase (%) dihitung terhadap Taman Nasional yang masuk wilayah Administrasi Provinsi Jambi
Gambar
Peta Deforestasi Taman Nasional Kerinci Seblat di Provinsi Jambi
B. Taman Nasional Bukit Duabelas
Taman Nasional Bukit Duabelas adalah taman nasional yang terletak
di Sumatera, Indonesia. Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan taman nasional
yang relatif kecil, meliputi wilayah seluas 605 km² dan berada di ketinggian 50 – 400
meter diatas permukaan laut (mdpl). Kawasan konservasi ini diberi nama sesuai
lanskap daerahnya yang berbukit – bukit, termasuklah bukit Punai (164 m), Panggang
(328 m) dan Kuran (438 m). Daerah ini merupakan daerah tangkapan air dari DAS
Batang Hari. Di kawasan hutan lindung ini berdiam Suku Anak Dalam atau Suku
Kubu atau Orang Rimba. Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan salah satu
kawasan hutan hujan tropis dataran rendah di Provinsi Jambi. Semula kawasan ini
merupakan kawasan hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas dan areal
penggunaan lain yang digabung menjadi Taman Nasional Bukit Duabelas. Hutan alam
yang masih ada terletak di bagian Utara Taman Nasional Bukit Duabelas, sedangkan
yang lainnya merupakan hutan sekunder.
Pengelolaan Taman Nasional Bukit Dua Belas dikelola dengan sistem zonasi.
Berdasarkan SK Dirjen PHKA No. : SK.22/IV-KKBHL/2015, Kawasan Taman Nasional
Bukit Duabelas dibagi menjadi 7 (tujuh) Zona, yaitu :
1. Zona Inti : 8.166,63 ha (14,91%)
2. Zona Rimba : 795,18 ha ( 1,45%)
3. Zona Pemanfaatan : 522,85 ha ( 0,95%)
4. Zona Tradisional : 36.309,20 ha (66,28%)
5. Zona Religi : 6.473,58 ha (11,82%)
6. Zona Rehabilitasi : 278,64 ha ( 0,51%)
7. Zona Khusus : 2.234,32 ha ( 4,08%)
Tujuan umum dari penunjukan Taman Nasional Bukit Duabelas adalah
melindungi proses ekologis yang menunjang kehidupan, mengawetkan
keanekaragaman ekosistem dan jenis, memanfaatkan SDA hayati dan ekosistem
untuk Penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, rekreasi, wisata alam dan jasa
lingkungan serta kegiatan penunjang budidaya. Sedangkan tujuan umum penunjukan
Taman Nasional Bukit Duabelas adalah melindungi dan melestarikan tempat hidup
dan penghidupan Orang Rimba/SAD yang sejak lama berada di kawasan TNBD; dan
melindungi, melestarikan dan mengembangkan tumbuhan obat yang merupakan
sumber daya penghidupan Orang Rimba/SAD sebanyak 137 jenis tumbuhan obat.
Kondisi Taman Nasional Bukit Dua Belas saat ini terdapat beberapa sarana
pendukung didalam Kawasan TNBD yaitu 1 (satu) Unit Shelter, 3 (tiga) Unit Spot Selfie
(Swadaya Kelompok Pengelola), 3 (tiga) Unit Gazebo (swadaya Kelompok
Pengelola), 1 (satu) Unit Instalasi Flying Fox dan 1 (satu) Unit gerbang non Permanen
(Swadaya Kelompok Pengelola).
Saat ini bagi pengunjung yang ingin berwisata ke TNBD telah diberlakukan jasa parkir
masuk senilai Rp.5.000,-, dan sejak bulan Juni 2018 tercatat jumlah pengunjung
sebanyak 2159 unit kendaraan (roda 2). Telah dilakukan Perjanjian kerjasama dengan
Bumdes Bukit Suban, dan dalam pengelolaan dilakukan oleh Kelompok Pengelola
Ekowisata Bukit Bogor.
Rencana Pengembangan Kawasan TNBD berupa :
1. Evaluasi Zonasi dan Penyusunan Desain Tapak Wisata Alam.
2. Pembuatan sarana dan prasarana pendukung wisata yaitu MCK, Gerbang dan
Loket, Gazebo, dan Sumur Bor.
3. Pendampingan intensif kepada kelompok pengelola di desa setempat.
4. Menjajaki kerjasama dengan mitra kawasan seperti PT. Sari Aditya Loka, Pemda
Kab. Sarolangun, dan NGO untuk pengembangan kawasan maupun kapasitas
pengelola.
5. Pengembangan konservasi keanekaragaman hayati melalui Areal Sumber Daya
Genetik Tembesu yang sudah memasuki tahun kedua.
6. Integrasi Wisata Alam dengan Wisata Budaya kelompok Temenggung Grip
(Rumah Adat).
7. Pembangunan Trail/Jalur Wisata (Rabat beton) sekaligus membuka akses jalan
SAD/Orang Rimba.

Upaya yang dilakukan untuk mengamankan dan melindungi Taman Nasional Bukit
Duabelas pada saat ini dengan cara melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:
1. Patroli rutin Polisi hutan Balai TNBD
2. Patroli Gabungan
3. Operasi Gabungan
4. Patroli kebakaran
5. Pembentukan brigade Pemadam Kebakaran Hutan dan Lahan
6. Pelibatan masyarakat dan SAD dalam pengamanan :
- Masyarakat Mitra Polhut (MMP) 42 orang (6 orang SAD)
- Masyarakat Peduli Api (MPA) 21 orang (5 orang SAD)
- Tenaga Pengaman Hutan Lainnya (TPHL) 7 orang (1 orang SAD)
7. Sarpras (Jalan Patroli Rabat Beton) Sekaligus menjadi akses SAD/Orang Rimba

a. Sejarah
Sejarah Kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas berawal pada Tahun 1984
Bupati Sarko mengusulkan hutan bukit duabelas menjadi cagar biosfer untuk
perlindungan orang rimba sampai tahun 2014 telah terbit SK Menteri Kehutanan
tentang Taman Nasional Bukit Duabelas menetapkan luas Taman Nasional Bukit
Duabelas seluas 54.780,41 Ha. Sejarah Kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas
lebih jelasnya sebagai berikut:
1. Surat Bupati Sarko No. : 522/182/1984 tgl 7 Februari 1984 ttg Usulan Hutan Bukit
Duabelas menjadi Cagar Biosfer untuk Perlindungan Orang Rimba.
2. Surat Kepala Sub Balai PPA Jambi No. : 163/V/813 PPA/1984 tgl 15 Februari 1984
tentang usulan Hutan Bukit Duabelas menjadi Cagar Biosfer.
3. Surat Gubernur Jambi No. : 522.51/863/84 tgl 25 April 1984 kepada Menhut agar
hutan Bukit Duabelas seluas 28.707 ha diperuntukan sbg Cagar Biosfer.
4. Menteri Kehutanan menetapkan hutan Bukit Duabelas sebagai kawasan Cagar
Biosfer melalui SK No. : 46/Kpts-II/1987 seluas 29.485 ha (26.800 ha)
5. KKI-WARSI, 1999 merekomendasikan areal PT. INHUTANI V & PT Sumber Hutan
Lestari (SHL) 38.500 ha di utara CBBD sbg kaw. hidup Orang Rimba.
6. Srt Gub. No. 525/0496/Perek tgl 20 Jan 2000 agar membatalkan cadangan lahan
PT. INHUTANI V & PT SHL, untuk perluasan CBBD menjadi 65.300 ha.
7. SK Menhutbun No. 258/Kpts-II/2000 tgl 23 Juni 2000 ttg Penunjukan CBBD dan
areal PT INHUTANI V dan PT SHL menjadi TNBD dgn luas 60.500 Ha.
8. SK Menhut No. SK.4196/Menhut-II/2014 tgl 10 Juni 2014 tentang Penetapan
TNBD seluas 54.780,41.
b. Flora
Jenis tumbuhan yang ada antara lain bulian (Eusideroxylon zwageri), meranti
(Shorea sp.), menggeris/kempas (Koompassia excelsa), jelutung (Dyera costulata),
jernang (Daemonorops draco), damar (Agathis sp.), dan rotan (Calamus sp.).
Terdapat kurang lebih 137 jenis tumbuhan termasuk cendawan yang dapat
dikembangkan sebagai tumbuhan obat.
c. Fauna
Taman nasional ini merupakan habitat dari satwa langka dan dilindungi seperti
tapir (Tapirus), siamang (Hylobates syndactylus syndactylus), beruk (Macaca
nemestrina), macan dahan (Neofelis nebulosa diardi), kancil (Tragulus javanicus
kanchil), beruang madu (Helarctos malayanus malayanus), kijang (Muntiacus muntjak
montanus), meong congkok (Prionailurus bengalensis sumatrana), lutra Sumatera
(Lutra sumatrana), ajag (Cuon alpinus sumatrensis), kelinci Sumatera (Nesolagus
netscheri), elang ular bido (Spilornis cheela malayensis), dan lain-lain.
d. Suku Asli
Dikawasan hutan lindung ini berdiam Suku Anak Dalam atau Suku Kubu atau
Orang Rimba. Suku ini telah lama mengatur zonasi kawasan jauh sebelum taman
nasional ini terbentuk. Suku ini, bersama TNBD menunjukkan keselarasan dalam hal
pemetaan taman nasional. Jalur tebing hutan yang dinamai masyarakat sekitar
sebagai Tali Bukit dilarang untuk ditebangi pepohonannya. Adapun zona hutan yang
di situ ada tanaman buah-buahan, maka ia masuk zona pemanfaat TNBD. Jumlah
Orang Rimba di sini pada tahun 2018 mencapai 2960, naik dari tahun 2013 sebanyak
1775 orang. Jumlah sungai dan anak sungai sangat banyak yang berasal dari dalam
kawasan ini, sehingga kawasan ini merupakan daerah tangkapan air terpenting bagi
Daerah Aliran Sungai Batanghari. Masyarakat asli suku Anak Dalam (Orang Rimba)
telah mendiami hutan Taman Nasional Bukit Duabelas selama puluhan tahun. Suku
Anak Dalam menyebut hutan yang ada di Taman Nasional Bukit Duabelas sebagai
daerah pengembaraan; dimana mereka berinteraksi dengan alam, saling memberi,
saling memelihara dan saling menghidupi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
suku Anak Dalam melakukan kegiatan berburu babi, mencari ikan, mencari madu,
dan menyadap karet untuk dijual.
e. Wisata
Beberapa lokasi/obyek wisata yang terdapat didalam Kawasan TNBD adalah
sebagai berikut :
Tabel
Wisata di Taman Nasional Bukit Duabelas
Nama Objek
No Status Lokasi Keterangan
Wisata Alam
Sumber Air
Di luar 200 m dari Desa Bukit Suban
1 Panas Bukit Belum dikelola
kawasan (dari Pauh KM 53)
Suban
2,5 Jam jalan kaki dari
Sumber Air
Di dalam Perkampungan Kubu, Desa
2 Terjun “Aek Belum dikelola
kawasan Pematang Kabau (dari Pauh Km
Manitik”
43)
Air Terjun Desa Di dalam 5 Km dari Desa Lubuk Jering
3 Belum dikelola
Lubuk Jering kawasan (dari Pauh Km 33)
Air Terjun
Di dalam 5 Km dari Desa Jernih ( dari
4 “Talon” Desa Belum dikelola
kawasan Pauh Km 25)
Jernih
Dam Sungai Jernih ± 300 𝑚 Dahulu dikelola oleh Dinas
“Air Meruap” Di luar
5 dari Desa Jernih ( dari Pauh Km PU, sekarang belum ada
Desa Jernih kawasan
25) pengelolaanya.
Sumber Air
Di luar 300 m dari Desa Dusun Baru
6 Panas Desa Belum dikelola
kawasan (dari Pauh Km 23)
Baru
Goa Sungai Di dalam Sungai kelelawar merupakan
7 Belum dikelola
Kelelawar kawasan anak sungai Nilo
Di dalam Sungai Tereng merupakan anak
8 Goa Tereng Belum dikelola
kawasan sungai Nilo

Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran obyek wisata didalam Kawasan TNBD
dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Bukit Bogor Desa Bukit Suban Resort II.E Air Hitam I

Air Terjun Rindu Desa Lubuk Jering


Resort II.E Air Hitam I

Air Terjun “Talon” Desa Jernih Desa Jernih


Resort II.F Air Hitam I SPTN Wilayah II

f. Defortasi Taman Nasional Bukit Dua Belas


Deforestasi adalah proses penghilangan hutan alam dengan cara penebangan
untuk diambil kayunya atau mengubah peruntukan lahan hutan menjadi non-
hutan. Bisa juga disebabkan oleh kebakaran hutan baik yang disengaja atau
terjadi secara alami. Deforestasi mengancam kehidupan umat manusia dan
spesies mahluk hidup lainnya. Sumbangan terbesar dari perubahan iklim yang
terjadi saat ini diakibatkan oleh deforestasi. Deforestasi terjadi karena desakan
konversi lahan untuk permukiman, infrastruktur, dan pemanenan hasil kayu
untuk industri. Selain itu juga terjadi konversi lahan untuk perkebunan, pertanian,
peternakan dan pertambangan.
Adapun di Taman Nasional Bukit Dua Belas terjadi deforestasi kawasan hutan
menjadi kebun seluas 305,93 hektar yang terjadi di Kecamatan Air Hitam Kab.
Sarolangun, Kecamatan Marosebo Ulu Kabupaten Batanghari dan Kecamatan
Muaro Tabir Kabupaten Tebo.
Tabel
Deforestasi Kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas
Tegalan/
Kebun Sawah
No Kab/Kota Kecamatan Ladang Permukiman
Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) %
1 Taman Nasional Bukit Dua Belas
Kab, Sarolangun Air Hitam 219,11 0,40% - - - - - -
Kab. Batanghari Marosebo Ulu 54,88 0,10% - - - - - -
Kab. Tebo Muaro Tabir 31,94 0,06% - - - - - -
Jumlah Total (TN Bukit Dua Belas) 305,93 0,56%
Sumber : Interpretasi Citra Satelit Spot 6/7 Tahun 2018
*Persentase (%) dihitung terhadap Taman Nasional yang masuk wilayah Administrasi Provinsi Jambi
Gambar
Peta Deforestasi Taman Nasional Bukit Dua Belas di Provinsi Jambi
C. Taman Nasional Bukit Tigapuluh
a. Profil Kawasan TNBT
1. Letak dan Luas
TNBT secara geografis terletak pada 00 40’ – 1 0 25’ LS dan 1020 30’ – 1020 50’
BT dengan luas 144.223 ha. Secara administratif kawasan TNBT terletak di dua
provinsi, yaitu Provinsi Riau di Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir serta
Provinsi Jambi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tebo. Sebagian besar
wilayahnya berada di Provinsi Riau, yaitu 77% dan 33% berada di Provinsi Jambi.
Panjang batas kawasan TNBT keseluruhan ialah ± 368 Km. TNBT merupakan
kawasan konservasi pertama yang ditetapkan dari perubahan fungsi lahan HPH
aktif serta hutan lindung, sehingga pada proses pembentukannya mengalami
proses diskusi yang panjang khususnya dalam penentuan luas kawasan.
Tabel
Pembagian Luas TNBT berdasarkan wilayah administrasi
Provinsi Kabupaten Luas (Ha) Proporsi (%)
Jambi Tebo 23.000 15,9
Tanjung Jabung Barat 10.000 6,9
Riau Indragiri Hulu (Inhu) 81.223 56,4
Indragiri Hilir (Inhil) 30.000 20,8
Sumber : BTNBT (2007)

Secara keseluruhan batas TNBT adalah sebagai berikut:


• Utara (Riau) : berbatasan dengan beberapa desa, antara lain : Rantau
Langsat, Sungai Akar, Talang Langkat, Siambul, dan Usul.
• Timur (Riau-Jambi) : berbatasan dengan hutan produksi dan beberapa
desa, antara lain : Keritang, Batu Ampar, Selensen, Suban, Labuhan
Dagang, Merlung, dan Kampung Baru.
• Selatan (Jambi) : berbatasan dengan areal IUPHHKT (PT. WKS), kawasan
eks. HPH PT. Dalek Hutani Esa dan beberapa desa, antara lain : Suo-Suo,
Semambu, Muaro Sekalo, dan Dusun Semerantihan
• Barat (Riau) : berbatasan dengan areal IUPHHKT (PT. RAPP) dan beberapa
desa, antara lain : Puntianai, Sipang, Alim, Batu Papan, dan Aur Cina.
2. Sejarah Kawasan TNBT
TNBT secara resmi ditunjuk pada tahun 1995 melalui Surat Keputusan (SK)
Menteri Kehutanan yang merupakan penggabungan kawasan Hutan Lindung (HL) di
wilayah Provinsi Riau dan Jambi serta alih fungsi sebagian kawasan Hutan Produksi
Terbatas (HPT) di wilayah Riau (SK Menhut Nomor 539/Kpts-II/1995). Penunjukkan
sampai dengan penetapan TNBT menjadi taman nasional melalui rangkaian proses
sebagai berikut:
a) Dimulai dengan adanya Rencana Konservasi Nasional tahun 1982 yang
mengakui pentingnya dan tingginya nilai ekosistem kawasan bukit tiga puluh,
dimana dalam rencana tersebut kawasan Bukit Tiga puluh diusulkan menjadi
Suaka Margasatwa Bukit Besar (200.000 ha) dan Cagar Alam Seberida (120.000
ha);
b) Pada tahun yang sama, berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK)
kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan lindung dengan luas 70.250 ha di
Provinsi Riau dan Jambi, dimana luasnya jauh lebih kecil dari rencana konservasi
nasional;
c) Pada tahun 1988, Departemen Transmigrasi dengan instrumen perencanaan
Regional Planning Program for Transmigration (RePPPROT) mengklasifikasikan
ekosistem Bukit Tiga puluh sebagai kawasan lindung dengan luas 250.000 Ha;
d) Surat Menhut No. 1289/Menhut-IV/94 kepada Bank Dunia, disebutkan rencana
pengesahan Bukit Tiga puluh menjadi taman nasional seluas 250.000 Ha
(hampir sesuai dengan rekomendasi RePPProt 1988);
e) Kemudian pada tahun 1991–1992 penelitian yang dilakukan para peneliti dari
Norwegia dan Indonesia yang tergabung dalam NORINDRA (Norwegian
Indonesian for Resources Management Project), merekomendasikan kawasan
tersebut sebagai taman nasional dengan luas 250.000 ha.
f) Pada Tahun 1995 kawasan ini ditunjuk menjadi taman nasional berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 539/Kpts- II/1995 tanggal 5
Oktober 1995 dengan luas 127.698 ha yang berasal dari perubahan fungsi HL
Haposipin dan HPT Luas di Propinsi Riau seluas 94.698 ha dan HL Sengkati
Batanghari di Provinsi Jambi seluas 33.000 ha.
g) Selanjutnya status kawasan sebagai taman nasional tersebut diperkuat lagi
melalui ketetapan Menhut melalui SK Menteri Kehutanan nomor 6407/Kpts-
II/2002 tanggal 21 Juni 2002 dengan luas “temu gelang” 144.223 ha.

3. Zonasi TNBT
Pembagian zona pada taman nasional bertujuan untuk mengatur kawasan
sesuai dengan kepentingan pengelolaan dan pemanfaatannya. Zonasi TNBT sesuai
dengan kriterianya telah ditunjuk berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Perlindungan dan Konservasi Alam No: 17/Kpts/12J-V/2001. Zonasi tersebut dibagi
dalam lima zona dan satu areal enclave. Berdasarkan pembagian zona tersebut
diketahui bahwa sekitar 82% kawasan hutan TNBT yang termasuk zona inti dan zona
rimba merupakan zona penting yang dilindungi keasliannya.
Tabel
Pembagian Zona TNBT
Wilayah Kerja Luas (Ha) Keterangan
Zona Inti 60.000 Rencana areal enclave adalah desa sanglap yang
Zona Rimba 45.958 berada di dalam (Barat Daya) TNBT
Zona Pemanfaatan 2.300
Intensif
Zona Pemanfaatan 9.690
Tradisional
Zoba Rehabilitasi 8.700
Areal enclave* 1.050
Total 127.698***
Keterangan :
*) Luas areal enclave belum disahkan melalui Surat Keputusan Dirjen PHKA
**) Luas setelah temu gelang. sesuai dengan setelah di tata batas
***) SK Dirjen PKA No. 17/Kpts/DJ-V/2001 tanggal 06 Februari 2001, sesuai dengan SK
penunjukkan TNBT tahun 1995.

Sampai saat ini zonasi TNBT belum ditetapkan, sementara itu berdasarkan hasil
analisis dan kajian lapangan diketahui bahwa penunjukan zonasi TNBT sudah tidak
relevan dengan kondisi saat ini yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a. Luas penunjukkan zonasi tidak sesuai dengan luas penetapan TNBT;
b. Pembagian zona tidak sesuai dengan nomenklatur dalam Peraturan Menteri
Kehutanan No 56 tahun 2006 tentang Zonasi Taman Nasional;
c. Sebagian zona pada peta penunjukkan zonasi terutama zona pemanfaatan
tradisional, luasan dan letaknya tidak sesuai dengan kondisi lapangan.
Berdasarkan hasil survey tim BTNBT menunjukkan perladangan berpindah yang
dilakukan masyarakat di dalam kawasan sudah meluas dari zona yang
peruntukannya (BTNBT 2006);
d. Jalan-jalan bekas HPH di dalam kawasan yang merupakan bagian dari zona
rehabilitasi sudah tertutupi/ditumbuhi vegetasi dan bukan lagi berupa areal
terbuka.
Berdasarkan kondisi tersebut BTNBT telah menyusun zonasi indikatif yang
dibagi dalam lima zona. Berdasarkan zonasi indikatif, TNBT dibagi dalam tiga zona
utama, yaitu: zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan. Selain itu, terdapat dua zona
lainnya, yaitu: zona rehabilitasi dan zona khusus. Luas dan proporsi masing-masing
zona dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel
Pembagian Zona Dalam Zonasi Indikatif TNBT
Wilayah Kerja Luas (Ha) Proporsi (%)
Zona Inti 79.601 55,2
Zona Rimba 51.247 35,5
Zona Pemanfaatan 2.643 1,8
Zona Rehabilitasi 1.651 1,1
Zona Khusus 9.081 6,3
Total 144.223 100

4. Masyarakat Tradisional
Masyarakat tradisional yang tinggal di TNBT terdiri tiga suku, yaitu: Suku Talang
Mamak, Melayu Tua, dan Anak Dalam (Orang Rimba atau Suku Kubu). Masyarakat
Suku Anak Dalam hidup berpindah-pindah di dalam TNBT secara menyebar,
khususnya di bagian barat dan selatan. Sedangkan masyarakat Suku Talang Mamak
dan Suku Melayu Tua tinggal menetap di sepanjang Sungai Gansal yang membelah
TNBT. Terdapat lima dusun dalam wilayah Desa Rantau Langsat di sepanjang Sungai
Gansal, yaitu: Dusun Datai, Suit, Air Bomban-Sadan, Nunusan, dan Siamang.
Masyarakat tersebut tinggal tersebar di 15 pemukiman dimana pemukiman Datai Tua,
Suit, Air Bomban, Nunusan dan Siamang yang merupakan pusat dusun.
Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat tradisional yang bermukim di dalam
TNBT antara lain:
• Pembangunan sarana pemukiman dengan menggunakan bahanbahan dari
lokasi TNBT untuk keperluan sendiri.
• Pembukaan ladang untuk tanaman keras seperti karet, pinang dan tanaman
semusim seperti padi, jagung dan lain lain dengan pola tanam tebas bakar dan
berpindah.
• Pengambilan hasil hutan seperti rotan, jernang, getah damar, jelutung, madu,
pandan, bambu dan lain-lain untuk diperdagangkan.
• Kegiatan berburu satwa liar dengan menggunakan alat-alat tradisional.
• Umumnya konsentrasi pemukiman dan perladangan berada disepanjang
sungai, namun dibeberapa tempat juga ditemukan di puncak dan lereng bukit.
Masyarakat tradisional yang tinggal di TNBT memiliki peraturan adat yang
mendukung konservasi hutan yang diwujudkan dengan adanya hutan hutan keramat
yang tidak boleh dikelola di sekitar pemukiman, seperti yang terdapat di Pemukiman
Datai Tua dan Suit. Selain itu, masyarakat tradisional mempunyai kebiasaan
melakukan gotong royong dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya hutan
(Haryono 2011).

5. Daerah Penyangga
Kondisi Bio-Fisik
Daerah penyangga TNBT merupakan wilayah di luar kawasan, antara lain
berupa kawasan hutan, tanah negara bebas, dan tanah yang dibebani hak.
Kawasan hutan yang berada di sekitar TNBT, yaitu: Hutan Produksi (HP), Hutan
Produksi Terbatas (HPT), dan Hutan Lindung (HL). Selain itu, terdapat juga
tanah yang dibebani hak, antara lain perkebunan dan lahan pertanian lainnya.
Wilayah tersebut secara administrasi berada di 22 desa yang termasuk wilayah
7 kecamatan, 4 kabupaten, dan 2 provinsi. Khususnya Kawasan penyangga yang
berada di Provinsi Jambi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel
Nama Desa sekitar TNBT berdasarkan wilayah Administrasi
Kabupaten Kecamatan Desa
Tanjung Jabung Barat Tungkal Ulu Suban
Merlung Lubuk Kambing
Tebo Sumai Suo – suo
Muara Sekalo
Semambu
Pemayung
Tebo Ilir Lubuk Mandarsah

Daerah penyangga TNBT berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt Ferguson


termasuk tipe iklim B dengan rerata curah hujan per tahun mencapai 2.577 mm.
Sementara menurut klasifikasi Oldeman, kawasan sekiftar TNBT termasuk zona
agroklimat BI dengan bulan basah 7-9 bulan dan curah hujan rata-rata 2.500-3.000
mm/tahun. Jenis tanah yang terdapat di daerah penyangga TNBT terdiri dari empat
jenis, yaitu: 1) tanah podsolik, 2) tanah latosol, 3) tanah alluvial, dan 4) tanah gley
humus. Jenis tanah podsolik dan latosol cocok untuk pengembangan tanaman keras,
antara lain: karet, kelapa sawit, kakao, dan kelapa. Sementara tanah alluvial dan gley
humus merupakan jenis tanah yang kesuburannya tergantung endapan, tanaman
musiman seperti jagung, timun, dan sayuran lain cocok dikembangkan. Daerah
penyangga TNBT merupakan kawasan hutan hujan dataran rendah, sehingga kondisi
biologinya tidak jauh berbeda dengan TNBT yang memiliki keanekaragaman hayati
tinggi. Satwa liar yang terdapat di daerah tersebut antara lain: harimau sumatera,
gajah sumatera, dan tapir melayu. Sementara tumbuhan langka yang dapat
ditemukan antara lain: cendawan muka rimau, salo, dan bunga bangkai.

6. Sosial - Ekonomi
• Mata Pencaharian
Mata pencaharian utama masyarakat di daerah penyangga TNBT wilayah
Kabupaten Indragiri Hulu ialah bertani (82%). Sedangkan mata pencaharian
utama masyarakat di daerah penyangga TNBT wilayah Kabupaten Indragiri Hilir
adalah berkebun sawit. Aktivitas pertanian penduduk asli di daerah penyangga
wilayah Kabupaten Indragiri Hulu ialah berkebun karet dengan membuka hutan
eks HPH. Sementara masyarakat pendatang yang memiliki modal lebih memilih
berkebun sawit.
• Pendidikan
Anak-anak yang tinggal di daerah penyangga TNBT rata-rata hanya bersekolah
sampai jenjang sekolah dasar dan sedikit yang melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi. Hal ini disebabkan terbatasnya sarana pendidikan dan kondisi
ekonomi keluarga. Umumnya, sarana pendidikan yang tersedia di desa-desa
sekitar TNBT hanya SD dan Madrasah Tsanawiyah. Namun, kondisi tersebut
secara perlahan membuat generasi muda di daerah penyangga TNBT tidak buta
huruf (Haryono 2011).
• Agama
Penduduk yang tinggal di daerah penyangga TNBT sebagian besar menganut
agama islam (87%), sementara yang menganut agama kristen sekitar 10%.
Masyarakat pendatang dari Sumatera Utara umumnya beragama kristen,
sedangkan sisanya (3%) merupakan masyarakat Talang Mamak masih yang
memegang agama adat (Haryono 2011).
• Budaya
Masyarakat Melayu dan Talang Mamak masih memegang teguh adat, hal ini
dinyatakan dengan pepatah “biar mati anak asal jangan mati adat”. Pepatah
tersebut menunjukan masyarakat mengagungkan adat di atas kepentingan
lainnya. Salah satu bentuk masih dipegang-teguhnya adat ialah adanya hutan
keramat yang dijaga. Konsepsi hutan penting bagi masyarakat Melayu dan
Talang Mamak, karena hutan merupakan bagian kosmologi dalam kehidupan
nyata dan gaib (Haryono 2011).

7. Fisik dan Bio-Ekologi


a) Fisik
Topografi
Berdasarkan peta topografi dari Direktorat Topografi TNI AD tahun 1992
dalam KKI-WARSI (2007) mengklasifikasikan kemiringan TNBT menjadi tiga
kelas, yaitu: 1) sangat curam (> 40 %), meliputi system Bukit Pandan dan
Telawi dengan ketinggian > 300 mdpl dan merupakan punggungan gunung
yang sangat terjal serta memanjang, 2) curam (26 – 40 %), meliputi sistem
Batang Anai dan Air Hitam dengan ketinggian 15 – 50 mdpl dan merupakan
punggungan bukit panjang dan sangat curam, dan 3) landai (16 – 25 %),
meliputi sistem lahan Sungai Alur dengan ketinggian 15 – 50 m dpl dan
merupakan bukit-bukit kecil.
Iklim
TNBT berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson termasuk tipe iklim A
dengan ciri-ciri hujannya tinggi (sangat basah), vegetasi hutan hujan tropis,
curah hujan rata-rata 2.577 mm/tahun dengan kelembaban relatifnya antara
50 % dan 90 %.
Geologi dan Tanah
Sebagian besar tanah di TNBT terdiri dari Podsolik Merah Kuning yang
tersebar di daerah perbukitan sebelah timur dan Latosol Merah di sebelah
barat. Wilayah TNBT dan sekitarnya terbentuk dari batuan induk zaman
pretersier (Zaman Plis-plistosen dan Pliosen, Miosen Atas, Miosen Tengah,
Miosen Bawah, dan Trias) yang terdiri dari batuan metamorf dan sedimen.
Hidrologi
TNBT merupakan hulu air penting bagi tiga Daerah Aliran Sungai (DAS)
utama di Sumatera bagian tengah, sehingga memiliki fungsi penting dari
aspek hidrologis bagi pantai timur Pulau Sumatera. Secara umum, TNBT
mempengaruhi beberapa DAS dan Sub DAS, yaitu: 1) DAS Indragiri yang
terbagi dalam Sub DAS Cenaku, Indragiri Hilir, Peranap, Umbilin, dan
Sinamar, 2) DAS Reteh yang terbagi dalam Sub DAS Gansal Hulu dan Reteh
Hulu, 3) DAS Pengabuan yang terbagi dalam Sub DAS Tungkal, dan 4) DAS
Batang Hari yang terbagi dalam Sub DAS Tebo, Tembesi, Batanghari Hulu,
Batanghari Hilir, Meragin dan Tabir. Terdapat 26 sungai yang mengalir dari
TNBT, diantaranya merupakan sungai besar. Sungai-sungai utama yang
berada di wilayah Riau adalah Sungai Gansal dan Cenaku, sementara di
wilayah Jambi adalah Sungai Tungkal dan Sumai.

b) Bio-Ekologi
Ekosistem
Berdasarkan perbedaan struktur tegakan, komposisi jenis, dan
fisiognominya, secara umum ekosistem TNBT terdiri dari empat tipe, yaitu
(SBKSDA Riau 1997): a. Hutan alam primer; b. Hutan alam bekas tebangan; c.
Semak belukar; d. Kebun karet.
Tumbuhan
Tidak kurang dari 1.500 spesies tumbuhan terdapat di TNBT yang sebagian
besar adalah jenis penghasil kayu, getah, kulit, buah, dan obatobatan
(SBKSDA Riau 1997). Selain itu, terdapat 27 jenis tumbuhan hias, 16 jenis
untuk bumbu masak, 10 jenis sumber karbohidrat, 5 jenis penghasil lateks
dan resin, 26 jenis keperluan ritual, dan 3 jenis sumber pewarna (Schumacer
1994).
Satwa
Terdapat sekitar 59 jenis mamalia, 193 jenis burung, 18 jenis kelelawar, dan
134 jenis serangga yang tercatat dan ditemukan di dalam dan sekitar TNBT
(Danielsen dan Heegard 1994). Keanekaragaman jenis ikan di TNBT cukup
tinggi, dicatat 97 jenis ikan dari 52 genus dan 25 famili diperairan sekitar TNBT
(Siregar et al 1993).

b. Potensi Pemanfaatan
1. Wisata Alam
TNBT memiliki banyak Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang
sangat potensial untuk dikembangkan. ODTWA yang telah teridentifikasi
berdasarkan survey antara lain 10 air terjun, 5 bukit, 5 jalur etnobotani, 5
pusat dusun masyarakat tradisional, dan atraksi budaya masyarakat
tradisional. Menurut Haryono (2011), terdapat sembilan obyek yang telah
dikelola sebagai atraksi ekowisata TNBT, yaitu: 1) panorama alam Camp
Granit, 2) air terjun granit, 3) keanekaragaman jenis flora Bukit Lancang,
4) keanekaragaman jenis fauna Bukit Tengkorak, 5) panorama alam anak
Sungai Akar, 6) air terjun sutan limbayang, 7) Sungai Batang Gansal, 8) air
terjun papuanauan, dan 9) budaya Suku Talang Mamak.
2. Tumbuhan dan Satwa Liar
Potensi tumbuhan obat yang terdapat di TNBT sangat melimpah, terdapat
110 jenis tanaman telah dimanfaatkan oleh Suku Talang Mamak untuk
mengobati 56 macam penyakit, dan 22 jenis cendawan untuk mengobati
18 macam penyakit, serta 182 jenis tanaman digunakan Suku Melayu untuk
mengobati 45 macam penyakit, dan 8 jenis cendawan untuk mengobati 8
macam penyakit.
3. Pendidikan dan Penelitian
Pemanfaatan TNBT untuk tujuan penelitian dan pendidikan telah dimulai
sejak kawasan tersebut masih berstatus Cagar Alam. TNBT memiliki
empat tipe ekosistem yang dengan mudah dapat dibedakan, sehingga
kondisi tersebut memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
membandingkan berbagai perilaku, karakter, dan jenis pada setiap obyek
yang diteliti.
4. Massa dan Energi
Potensi air di TNBT belum dimanfaatkan secara optimal, baik untuk
kepentingan komersial maupun non komersial. Jenis pemanfaatan air
dapat dilakukan dalam bentuk pemanfaatan energi air dan massa air.
Pemanfaatan tersebut harus dalam bentuk Ijin Usaha Pemanfaatan Air
(IUPA) dan Ijin Usaha Pemanfaatan Energi Air (IUPEA). Saat ini, belum
terdapat masyarakat yang mengajukan IUPA dan IUPEA di TNBT.
5. Penyerap dan Penyimpan Karbon
TNBT dengan luas tutupan hutan alami yang relatif utuh (80%) dan relatif
jarang terjadi kebakaran, mempunyai potensi yang sangat tinggi sebagai
penyerap dan penyimpan karbon (carbon offset).
c. Permasalahan dan Isu Strategis
a) Permasalahan
• Perambahan
Berdasarkan hasil identifikasi dan pengumpulan data dilapangan,
setidaknya ± 200 Ha areal di TNBT telah dirambah dan ditanami dengan
tanaman sawit, karet, dan tanaman pertanian lainnya. Hal ini terjadi
disebabkan oleh factor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari
kondisi kawasan yang kurang jelas batasnya serta kurangnya jumlah dan
keaktifan petugas di lapangan. Sedangkan factor eksternalnya, yaitu tidak
seimbangnya luasan lahan dan kebutuhan lahan bagi masyarakat sekitar
TNBT.
• Pembangunan Jalan Koridor Selatan
Pembuatan jalan koridor telah dilakukan oleh mitra perusahaan Asia Pulp
Paper (APP)/Sinar Mas Group (SMG). Pembukaan jalan ini ditujukan untuk
jalan perusahaan Provinsi Riau ke Provinsi Jambi. Pembukaan jalan telah
mencapai 96,2 km. Kondisi pembukaan jalan koridor berdampak negatif
terhadap keutuhan kawasan hutan di bagian selatan TNBT. Dampak
pembukaan jalan diperkirakan akan memutus habitat satwa kunci antara
lain gajah, harimau sumatera, dan orangutan sumatera sehingga akan
mendorong terjadinya konflik satwa liar dan manusia di sekitarnya.
• Konversi Hutan dan Eksploitasi Sumberdaya Alam Mineral.
Konversi kawasan hutan adalah tekanan besar yang pada saat ini
mengancam kelestarian TNBT. Pembukaan hutan atau konversi dilakukan
dalam skala korporasi maupun oleh masyarakat sekitar. Pembukaan
hutan skala korporasi adalah konversi hutan alam menjadi areal HTI,
perkebunan kelapa sawit, dan eksploitasi batu bara.
• Perladangan Berpindah
Masyarakat tradisional di dalam dan di sekitar TNBT melakukan
perladangan berpindah dan mengumpulkan hasil hutan. Tradisi tersebut
telah berlangsung turun temurun yang dilakukan dengan pola tebas
bakar. Tidak ada pola yang pasti mengenai rotasi perladangan berpindah,
namun biasanya dipengaruhi oleh ketersediaan lahan dan kebutuhan.
• Penebangan Liar
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa BTNBT terhadap faktor
ancaman dan gangguan kepada kawasan terutama terkait dengan
aktifitas penebangan liar sudah menurun. Beberapa kejadian masih
berlangsung terutama di daerah penyangga, yaitu pada kawasan HPT
bekas konsesi HPH. Beberapa daerah di dalam dan di sekitar taman
nasional juga telah diidentifikasi sebagai daerah rawan penebangan liar.
Daerah-daerah rawan penebangan liar menjadi prioritas pengelolaan
dalam penanggulangan ancaman dan gangguan terhadap kawasan.
• Pencurian Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Ketergantungan masyarakat sekitar terhadap sumber daya alam yang
terdapat di dalam kawasan dan tendensi untuk mendapatkan manfaat
secara instan tanpa proses budidaya dan pemeliharaan mengakibatkan
terjadinya sejumlah pencurian HHBK dalam TNBT. Jenis HHBK yang
menjadi sasaran pencurian antara lain sarang burung walet, pemanenan
manau/rotan, gaharu, dan kulit resak.
• Perburuan dan Perdagangan Satwa Liar
Kegiatan perburuan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat asli
didalam dan di sekitar TNBT terutama untuk konsumsi keluarga (Yayasan
PKHS 2007).
• Batas Kawasan
Panjang batas kawasan TNBT adalah ±368 km. Batas kawasan ini pada
umumnya berbatasan langsung dengan kawasan budidaya dan
pemukiman. Pal batas kawasan berdasarkan pengecekan dan
pemantauan di lapangan banyak yang hilang, rusak, tidak ditemukan atau
posisinya mengalami perubahan karena berbagai sebab. Kondisi tersebut
banyak dijadikan justifikasi bagi oknum masyarakat maupun oknum
petugas untuk melakukan kegiatan-kegiatan ilegal dalam kawasan.
b) Isu Strategis
Isu strategis yang berkembang dan menjadi pandangan sebagian
masyarakat serta pemerintah daerah di sekitar TNBT, antara lain:
1. Kebutuhan lahan untuk areal budidaya dan kebutuhan kayu untuk alasan
pembangunan sarana dan prasarana yang cukup tinggi sehingga
mengakibatkan perambahan dan penebangan liar;
2. Batas kawasan tidak jelas karena berbagai sebab sehingga seringkali
dijadikan justifikasi untuk melakukan kegiatan ilegal dalam kawasan;
3. Tekanan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi sehingga
memunculkan pemukiman-pemukiman baru dan jaringan jalan baru
dalam kawasan;
4. TNBT dikesankan lebih luas dari kawasan budidaya dan dipersepsikan
sebagai lahan produktif bukan sebagai wilayah penyangga kehidupan;
5. Masyarakat di sekitar TNBT sebagian besar masih tergolong miskin;
6. Potensi sumber daya alam TNBT belum terasa manfaatnya secara
langsung oleh masyarakat setempat.

d. Kebijakan Pengelolaan TNBT


Kebijakan pengelolaan TNBT lebih diarahkan kepada kebijakan yang bersifat
publik dengan titik berat pada aspek pemanfaatan taman nasional yang sebesar
besarnya untuk kepentingan masyarakat, pemerintah daerah, dan pihak swasta
dengan orientasi dan atau berbasiskan good governance. Pokok-pokok kebijakan
tersebut untuk periode waktu 2015- 2024 sebagai berikut:
a. Pengelolaan TNBT diarahkan pada aktivitas yang mengarah kepada kelestarian
TNBT sebagai penyangga kehidupan masyarakat sekitar TNBT dengan didukung
oleh kemantapan kelembagaan;
b. Mempertahankan kawasan TNBT dalam tata ruang nasional, provinsi dan
kabupaten sebagai penyeimbang antara kawasan budidaya dan kawasan
lindung;
c. Mengupayakan langkah kreatif agar TNBT berfungsi optimal sebagai penyedia
jasa lingkungan dalam bentuk jasa lingkungan air, flora fauna, wisata alam, serta
penyerap dan penyimpan karbon;
d. Mengupayakan kawasan TNBT memiliki dayaguna yang nyata, akan diupayakan
ragam aktivitas yang memanfaatkan TNBT sebagai wahana penelitian dan
pendidikan dan penerapan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi);
e. Mengimplementasikan kawasan TNBT sebagai Kawasan Strategis Nasional
(KSN) melalui berbagai komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah daerah
agar TNBT menjadi center point pembangunan wilayah;
f. Mempertimbangkan potensi ekosistem dan kedudukan secara geografis, akan
diupayakan TNBT menjadi basis pengelolaan empat DAS utama, yaitu: DAS
Pengabuan, DAS Batanghari, DAS Indragiri dan DAS Reteh;
g. Mengupayakan pengelolaan TNBT berbasiskan pengelolaan ekosistem, melalui
optimalisasi pemanfaatan potensi hidrologi untuk menghasilkan hasil hutan
ikutan berupa energi listrik;
h. Mengembangkan pengelolaan TNBT menuju tatanan bisnis konservasi yang
seluas-luasnya, antara lain wisata alam, pemanfaatan air, penangkaran, dan
penelitian;
i. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SDM pengelola sebagai antisipasi
kendala sulitnya mendapat tambahan SDM, tidak tercukupinya sarana
prasarana pengelolaan, dan sulitnya biaya pengelolaan.

e. Kebijakan Pengembangan Wilayah Oleh Pemerintah Provinsi Jambi


Kebijakan pembangunan wilayah Provinsi Jambi tertuang dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Jambi tahun 2010 – 2029. Penataan ruang wilayah
Provinsi Jambi bertujuan mewujudkan wilayah provinsi yang harmonis, adil, makmur
dan sejahtera berbasis kelestarian alam dan pembangunan berkelanjutan, dengan
mengoptimalkan sumberdaya pemerataan antar wilayah dan infrastruktur. Kebijakan
dan strategi yang dilaksanakan sebagai berikut: a. Pengurangan kesenjangan
pembangunan dan perkembangan wilayah barat, tengah dan timur Provinsi Jambi; b.
Pengembangan ekonomi sektor primer, sekunder dan tersier sesuai daya dukung
wilayah; c. Optimalisasi pemanfaatan kawasan budidaya; d. Penetapan pusat-pusat
kegiatan perkotaan; e. Penetapan kawasan lindung.
Terkait dengan kebijakan penetapan kawasan lindung untuk menjaga
kelestarian sumberdaya alam secara terpadu dengan provinsi yang berbatasan
dilaksanakan melalui strategi: a) Pemantapan fungsi kawasan lindung di Kabupaten
Kerinci, Bungo, Tebo, Merangin, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur,
Batanghari, Muaro Jambi, Sarolangun, Kota Jambi dan Kota Sungai Penuh; b)
Mempertahankan kawasan lindung minimum 30% dari luas wilayah Provinsi Jambi; c)
Sinkronisasi fungsi kawasan lindung dengan provinsi yang berbatasan di Kabupaten
Kerinci, Bungo, Tebo, Merangin, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, dan
Kabupaten Sarolangun.
Gambar
Peta Lokasi Taman Nasional Bukit Tigapuluh
D. Taman Nasional Berbak Sembilang
a. Kondisi Umum Wilayah
1. Letak, Luas dan Lokasi
Secara geografis kawasan Taman Nasional Berbak terletak antara 103 ̊48’ –
104 ̊28’ Bujur Timur dan 1 ̊05’ – 1 ̊40’ Lintang Selatan. Batas – batas kawasan Taman
Nasional Berbak sebagai berikut.
Sebelah Timur : berbatasan dengan desa – desa yang masuk dalam
wilayah Kecamatan Sadu
Sebelah Barat : berbatasan dengan desa Sungai Berbak, Taman Hutan
Raya (Tahura) Orang Kayo Hitam dan Hutan Lindung
Gambut (HLG).
Sebelah Utara : berbatasan dengan desa – desa di Kecamatan Sadu
Sebelah Selatan : berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Sembilang
Provinsi Sumatera Selatan
Kawasan Taman Nasional Berbak dengan luas 141.261,94 Ha membentang pada
dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Muaro
Jambi, Provinsi Jambi. Sebagai Kawasan Pelestarian Alam, TN Berbak kaya akan
sumber daya alam yang terdiri dari beberapa tipe ekosistem. Kawasan TN Berbak
kaya dengan ekoton perairan darat yang merupakan sistem ekologi yang masih
belum banyak diketahui. Beberapa tipe ekosistem yang ada di TN Berbak meliputi :
ekosistem hutan rawa air tawar, ekosistem hutan rawa gambut dan ekosistem hutan
dataran rendah dengan ketinggian 0 – 20 mdpl.

2. Sejarah Kawasan
Kawasan Berbak pada mulanya merupakan Suaka Margasatwa yang ditetapkan
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Hindia Belanda Nomor 18 Tanggal 29
Oktober 1935 (Besluit Van Der Gouverneur General Van Nederlansch – Indie van 29
October 1935 No 18 “Wildreservaat Berbak”) sebagaimana tercatat pada Staatsblad
Van Nederlandsch-Indies No.521 tahun 1935 tentang Monumen alam, perlindungan
hewan, Jambi. Penetapan kawasan ini sebagai Suaka Margasatwa Berbak didasarkan
pada Hukum Pertambangan Hindia Belanda (Indische Mijnwet) artikel 8, para 1 sub –
para c (Staatsblad N0. 214 Tahun 1899) dan Mijnordonnantie artikel 86 (Staatsblad
No.38 Tahun 1930).
Dan dibawah perlindungan Hukum Cagar Alam dan Suaka Margasatwa
(Staatsblaad No. 17 tahun 1932) ditetapkan kawasan suaka margasatwa seluas
190.000 ha di Provinsi Jambi dengan batas-batas sebagai berikut:
Di sebelah Timur : Laut Cina Selatan
Di sebelah Utara : Selat Berhala
Di sebelah Barat : Sungai Berbak dari hulu dimana Sungai Air Hitam Dalam
mengalir, mengikuti sungai terakhir sampai batas Marga
Djeboes.
Di sebelah Selatan : pada batas antara Marga Djeboes dan Marga Berbak, juga
dengan Sungai Benu.
Pada tanggal 7 Januari 1991, Pemerintah Indonesia menandatangani
persetujuan Convention on Wetlands of International Importance especially as
waterfowl habitat yang dikenal sebagai Konvensi Ramsar. Setahun kemudian pada
tanggal 7 Januari 1992, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Luar
Negeri menyampaikan persetujuan terhadap Convention on Wetlands of International
Importance especially as waterfowl habitat kepada Direktur Jenderal UNESCO di
Perancis. Pada kesempatan ini pula sesuai dengan artikel 2 paragraf 4 konvensi
tersebut, Pemerintah Indonesia menunjuk Suaka Margasatwa Berbak sebagai Lahan
Basah penting Internasional sebagaimana ditetapkan pada artikel 2 paragraf 1.
Penetapan ini diperkuat dengan Keputusan Presiden No. 48 Tahun 1991 Tanggal 19
Oktober 1991 Tentang Pengesahan Convention on Wetlands of International
Importance Especially as Waterfowl Habitat.
Mengingat nilai penting dan potensi Suaka Margasatwa Berbak yang
tinggi akan keanekaragaman hayati baik tumbuhan maupun satwa,
khususnya satwa langka seperti Tapir (Tapirus indicus) dan Harimau
(Phantera tigris sumatrensis) dan telah terpenuhinya kriteria sebagai
taman nasional, maka status Suaka Margasatwa Berbak diubah melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 285/Kpts- 11/1992 Tanggal
26 Februari 1992 Tentang Perubahan Fungsi dan Penunjukan Suaka Margasatwa
Berbak di Kabupaten Daerah Tingkat II Tanjung Jabung Propinsi Daerah Tingkat 1
Jambi seluas + 162.700 ha menjadi Taman Nasional dengan nama Taman Nasional
Berbak.
Selanjutnya pada tanggal 8 April 1992 Ramsar Convention of
Wetlands melalui Sekretaris Jenderal Convention of Wetlands menunjuk
Berbak sebagai Lahan Basah Penting Internasional dan telah dimasukkan
pada daftar Lahan Basah Penting Internasional sebagaimana Artikel 2.1.
konvensi dengan nomor ke 554.
Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan Berita Acara Tata
Batas Suaka Margasatwa Berbak Tanjung Jabung Tanggal 31 Agustus
1990; Berita Acara Tata Batas Taman Nasional Berbak Tanggal 1
Desember 1994; dan Berita Acara Tata Batas Hutan Produksi Tetap
Sungai Lalan Tanggal 26 September 1997, diketahui luasan Taman
Nasional Berbak yaitu 142.750, 13 ha. Hal ini menjadi dasar pertimbangan Surat
Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor. SK.
113/IV-SET/2014 Tentang Zonasi Taman Nasional Berbak Kabupaten Tanjung Jabung
Timur dan Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2004 dan penunjukan Kawasan Hutan Taman Nasional Berbak
sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 421/Kpts-11/1999 Tanggal 15 Juni 1999
dan Keputusan Menteri Kehutanan No, SK 863/Menhut-11/2014 Tanggal 29
September 2014 Tentang Kawasan Hutan Provinsi Jambi, maka kawasan hutan
Taman Nasional Berbak ditetapkan seluas 141.261,94 ha sesuai Surat Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK 4649/Menlhk-PKTL/KUH/2015
Tanggal 26 Oktober 2015.
Dalam sejarah pengelolaannya Taman Nasional Berbak telah mengalami
beberapakali perubahan status kawasan, pada mulanya TN Berbak berstatus sebagai
Suaka Margasatwa Berbak yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Nomor 18 tanggal 29 Oktober 1935 dengan luas 190.000 ha.
Selanjutnya kawasan ini ditunjuk sebagai Taman Nasional Berbak dengan luas 162.700
ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 285/Kpts-II/1992.
Hingga tahun 1997 kawasan ini dikelola di bawah Sub Balai Konservasi Sumberdaya
Alam Jambi. Dalam perkembangan selanjutnya Taman Nasional Berbak ditetapkan
sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) sendiri berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor : 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 dan pada tahun 2015
Taman Nasional Berbak ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Lingkungan dan Kehutanan Nomor : SK.4649/Menlhk- PKTLIKUH/2015 tanggal 26
Oktober 2015 dengan luas 141.261,94 ha.
3. Aksesibilitas
Taman Nasional Berbak dapat dicapai melalui 2 (dua) pintu masuk utama, yaitu
Air Hitam Dalam dan Air Hitam Laut. Perjalanan menuju pintu masuk Air Hitam Dalam
ditempuh lewat 2 (dua) alternatif: (1) Jalur yang umum digunakan adalah dengan
perjalanan darat Jambi-Suak Kandis Resort Simpang dilanjutkan dengan speedboat
menuju Zona Pemanfaatan Air Hitam Dalam. (2) Jalur Alternatif adalah dengan
perjalanan speedboat Jambi-Air Hitam Dalam menyusuri Sungai Batanghari.
Sedangkan perjalanan menuju pintu masuk Air Hitam Laut ditempuh
lewat 4 (empat) alternatif : (1) Jalur yang umum digunakan adalah dengan perjalanan
darat Jambi - Nipah Panjang dilanjutkan dengan speedboat laut ke Desa Air Hitam
Laut. Selanjutnya dengan menggunakan pompong atau speedboat kecil dengan
kecepatan sedang menuju Zona Pemanfaatan Air Hitam Laut (2) Dapat juga dicapai
dengan melalui jalan darat Jambi - Muara Sabak dilanjutkan dengan speedboat laut
Muara Sabak - Desa Air Hitam Laut dan menggunakan pompong atau speedboat kecil
menuju Zona pemanfaatan Air Hitam laut. (3) Jalur lainnya adalah dengan perjalanan
speedboat menyusuri Sungai Batanghari dengan rute Jambi - Sungai Lokan
dilanjutkan dengan kendaraan roda dua menuju Desa Air Hitam Laut (4) Jalur yang
biasa dilakukan petugas adalah perjalanan darat Jambi - Nipah Panjang dilanjutkan
dengan menyeberang ke Parit 3 Sungai Jeruk dengan pompong besar dilanjutkan
dengan kendaraan roda dua menuju Desa Air Hitam Laut kemudian menggunakan
pompong atau speedboat kecil menuju zona Pemanfaatan Air Hitam Laut.

4. Kondisi Biofisik Kawasan


• Kondisi Fisik Kawasan
Iklim
Kawasan Taman Nasional Berbak yang berada di pantai timur Sumatra dicirikan
dengan suhu tinggi dan konstan sepanjang tahun, membuat iklim tropis. Suhu
rata-rata tahunan sebesar 26,5 °C dan minimun sebesar 22,7 °C, dengan suhu
rata-rata bulanan maksimum sebesar 31,6 °C dan minimum sebesar 22,7 °C.
Curah hujan tahunan cukup tinggi berkisar antara 2000 mm dan 2500 mm.
Curah hujan ini tidak terdistribusi merata sepanjang tahun. Pada bulan Juni s.d.
Oktober, angin Monsoon yang relatif kering datang dari tenggara dengan
sedikit hujan (<100 mm/bulan). Selama bulan Nopember s.d. April hujan dengan
intensitas lebih besar >500 mm/bulan dengan datangnya angin Monsoon Barat
Laut dari Lautan India. Kecepatan angin terlihat konstan sepanjang tahun
berkisar antara 5 - 8 Knot, angin yang kuat bertiup pada musim hujan terutama
di daerah sekitar pesisir laut yang mengakibatkan desa-desa sulit dilewati
perahu kecil. Berdasarkan klasifikasi Oldeman et al, tipo iklim di kawasan Taman
Nasional Berbak termasuk tipe iklim C (dengan 5 - 6 bulan basah berurutan dan
bulan kering kurang dari 3 bulan berurutan).
Topografi
Kondisi topografi di kawasan Taman Nasional Berbak adalah datar
dengan ketinggian maksimum 15 meter diatas permukaan laut. Takaya
(1987 dalam Furukawa, 1994) menjelaskan karakteristik dari zona lahan
basah pantai pada Sumatra bagian timur sebagai berikut: 0 suatu
rangkaian dataran rendah yang memadat sepanjang garis pantai, (ii)
berelevasi rendah; (iii) relief rendah; (iv) suatu siklus banjir dan drainase secara
diurnal dekat pantai dan daratan musiman; (v) terkecuali untuk yang paling
terbaru lahan terbentuk yang ditutupi dengan gambut. Seluruh karakteristik ini
sesuai dengan mayoritas kawasan Taman Nasional Berbak yang berada pada
Daerah Aliran Sungai Air Hitam Laut. Pada bagian barat daya DAS Air Hitam Laut
terbentuk perbukitan dan elevasi meningkat dengan tajam sampai 50 - 60 m
diatas permukaan laut.
Geologi
Taman Nasional Berbak termasuk dalam daerah lahan basah di
Jambi pada bagian timur Sumatera. Tipe formasi geologi kawasan Taman
Nasional Berbak termasuk dalam formasi deposit alluvial. Daerah ini terdiri dari
bahan halus seperti liat dan pasir. Zona geomorfologi pada kawasan ini dicirikan
oleh tipe fisiografi utama yaitu berupa dataran alluvial, rawa gambut dan rawa
pasang surut. Daerah ini dicirikan oleh terjadinya banjir yang teratur,
membentang rendah dan lahan-lahan berawa gambut. Ini adalah daerah
dimana sungai-sungai utama Sumatera bagian timur dari pegunungan Bukit
Barisan menjadi muara-muara sungai yang lebar dengan hamparan lumpur, dan
akhimya mencapal Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Kenyataannya, daerah
lahan rendah bagian Timur dibentuk oleh aliran sedimen yang kontinyu dari
sungai-sungai tersebut selama hampir seluruh periode geologi terakhir,
Holosen. Dataran-dataran aluvial masih terus menerus tumbuh menyamping
kearah timut. Diperkirakan bahwa pertambahan lahan tahunan dapat mencapai
20 meter, meskipun data-data untuk Jambi tidak ada. Dikarenakan daerah
pesisir yang sangat dinamis, beberapa daerah lebih mengalami erosi daripada
pertambahan. Erosi dapat mencapai sebesar 20 meter pertahun. Adanya Laut
Cina Selatan yang sangat dangkal (bagian dari dataran tinggi Sunda) antara
Sumatera, Kalimantan dan Jawa telah memungkinkan pembentukan yang
cepat dari daerah luas lahan baru melalui sedimentasi deposit sungai (aluvial) di
atas liat-liat laut. Disamping itu, ada beberapa bukti bahwa penurunan
beberapa meter permukaan laut pada masa Pleistosen akhir telah menambah
pertumbuhan lahan yang cepat. Jadi kondisi alam di daerah lahan basah lahan
rendah di Provinsi Jambi sebagian besar ditentukan oleh kondisi lahan dan
penggunaan lahan di daerah lahan tinggi yaitu daerah pegunungan Piedmont
dan daerah Peneplains.
Dengan letak yang jauh dari daerah-daerah bergunung Sumatera
Tengah (Bukit Barisan), lahan rendah adalah daerah yang tenang secara
geologi dengan sedikit bahaya oleh gempa bumi gunung-gunung yang
merusak.
Tanah
Daerah lahan basah terutama didominasi oleh tanah-tanah yang
jenuh air, memiliki permukaan air tanah yang tinggi, sering atau terus
menerus tergenang. Hal ini disebabkan rendahnya ketinggian dari daerah
kawasan dari permukaan laut, dan rendahnya ketinggian membuat lahan
rentan terhadap banjir oleh laut dan juga banyak sungai yang melewati daerah
tersebut
Menurut Pusat Penelitian Tanah (PPT, 1986), tanah-tanah organosol (tanah-
tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi) adalah tipe tanah utama
di daerah lahan basah. Tanah tersebut terbentuk antara sungai-sungai di semua
daerah lahan rendah, biasanya dipisahkan dari sungai oleh tanah tanah gleisol.
Tanah-tanah organosol di Sumatera biasanya memiliki kandungan rasio - CN
(bahan organik) lebih dari 30 persen, dan keasaman (pH) 4 atau kurang
(masam). Tanah-tanah organosol selalu mengandung gambut, didaerah lahan
basah memiliki kedalaman sampai beberapa meter. Gambut memiliki kapasitas
menahan air yang besar, bahkan demikian juga pada musim kemarau. Tanah
gambut mungkin mengandung kadar air tawar dalam jumlah besar. Bisanya,
kubah-kubah (dome) gambut yang cekung dibentuk terangkat di atas lahan
sekeliling atau sungai. Hal ini berarti suplai air ke kubah-kubah (dome) tersebut
tidak berasal dari sungai tetapi dari air hujan. Tanah-tanah organosol biasanya
jenuh air atau tergenang sepanjang tahun. Dikarenakan kemasamannya, tanah-
tanah tersebut memiliki sedikit potensi untuk pemanfaatannya. Disamping itu
tanah-tanah tersebut hanya dimanfaatkan jika air gambut dikeluarkan. Tanah-
tanah ini mengandung bahaya penurunan tanah (sampai beberapa meter
tergantung pada kedalaman lapisan gambut). Seringkali tanah bagian bawah
(sub soil) dari tanah-tanah organosol adalah tanah-tanah yang berpotensi sulfat
masam (potential acid sulphate soil / PASS) yang dengan mudah teroksidasi
saat terbuka dan menjadi masam dimana tanah PASS terbentuk lapisan gambut
(tetapi kenyataannya kandungan airnya) seharusnya masih utuh, karena
asidifikasi menjadikan kendala yang besar bagi penggunaan lahan untuk
maksud-maksud pertanian. Tanah-tanah PASS, kemasaman dari tanah-
tanah organosol itu sendiri dan sedikitnya konsentrasi hara membuat
anah-tanah organosol/tanah-tanah gambut tidak sesuai kegiatan pertanian
Hidrologi
Kawasan Taman Nasional Berbak termasuk ke dalam tiga Daerah Aliran Sungai
(DAS) yaitu DAS Batanghari (sub DAS Sungai Air Hitam Dalam AHD), DAS Sungai
Air Hitam Laut /AHL dan DAS Sungai Benu Sungai AHD dan DAS Sungai Benu
menempati bagian kecil saja dari kawasan Taman Nasional Berbak. Sungai-
sungai tersebut selain berfungsi sebagai air minum juga berfungsi sebagai
sarana transportasi air. Pada umumnya air sungai tersebut berwarna keruh dan
coklat sampai hitam karena pengaruh gambut. Keadaan sungai-sungai utama
yang berada dalam kawasan Taman Nasional Berbak adalah sebagai berikut :
- Sungai Hitam Laut/AHL
Sungai AHL merupakan sungai utama yang melintasi dan memotong
kawasan Taman Nasional Berbak dengan anak-anak sungainya meliputi
sebagian besar kawasan. Sungai AHL berhulu di luar kawasan Taman
Nasional Berbak, berdekatan dengan areal hutan produksi. Sungai AHL yang
berwarna hitam mempunyai batas air hanya dalam rawa gambut, baik di
dalam dan di luar kawasan serta bermuara di Laut Cina Selatan. Anak-anak
sungai AHL diantaranya adalah sungai Simpang Jelai, sungai Simpang Malaka
dan sungai Simpang Kubu. Semua sungai ini memiliki daerah tangkapan air
di tanah gambut, aimnya berwarna hitam dan bersifat masam. Sungai AHL
memiliki kedalaman menengah, 15 meter pada muaranya, dan dapat dilalui
oleh kapal berbobot 30 ton sepanjang kurang lebih 33 Km (15 km dari garis
belakang pantai), sampai sungai Simpang Kubu kemudian dilanjutkan
dengan perahu kecil. Selanjutnya menuju ke hulu tertutup dengan tanaman
bakung (Susum Anthelminticum) dan sulit untuk dilewati Sungai Simpang
Malaka hanya sejauh kira-kira 10 Km dan dapat dilalui oleh perahu. Selama
musim kemarau mungkin sudah tertutup pada tempat pertemuan dengan
sungai AHL Juga selama air surut, ketika ketinggian air kira-kira 1,5 meter
lebih rendah, sulit dilalui, karena sisa pohon tumbang, tepat di bawah
permukaan air.
- Sungai Air Hitam Dalam/AHD
Sungai AHD yang terletak dibagian barat kawasan Taman Nasional
Berbak sebagian berada di dalam kawasan tetapi kebanyakan di luar
kawasan. Sungai ini airnya berwarna hitam dan bersifat masam. Sungai kecil
ini jalan yang paling baik untuk mencapai batas sebelah barat, dan sekurang-
kurangnya dapat dilayari sampai ke sungai Simpang Batang. Ketika musim
hujan sebagian besar dari Kawasan Taman Nasional Berbak tergenang.
Penggenangan di bagian barat kawasan Taman Nasional Berbak bertepatan
dengan naiknya permukaan air sungai Berbak. Sungai AHD, yang berasal dari
kawasan Taman Nasional dan bermuara ke sungai Berbak, tinggi permukaan
airnya tidak hanya oleh bagian yang disebabkan musim hujan tetapi juga
dipengaruhi oleh pergerakan pasang surut yang dialami sungai Berbak,
sehingga air tawar dapat masuk kembali jauh kedalam kawasan Taman
Nasional. Pengaruh pasang surut nyata dengan jelas lebih dari 10 km masuk
ke dalam kawasan.
- Sungai Benu
Sungai Benu mengalir di sisi selatan kawasan Taman Nasional
Berbak dan sekaligus menjadi batas alam dengan Provinsi Sumatera
Selatan. Sungai ini airnya berwarna hitam dan bersifat masam dan berhulu di
luar kawasan yang berada di Provinsi Sumatera Selatan. Aksesibilitas ke
dalam kawasan Taman Nasional Berbak melalui Sungai Benu kira-kira sama
dengan sungai AHL, tetapi lebih dangkal (5-10 meter) Tumpukan bakung
(Susum Anthelminticum) menutup sungai setelah 25 Km (15 km dari garis
pantai). Anak sungai Simpang Kanan dapat dilayan dengan perahu kecil.

5. Potensi Hayati dan Non Hayati


Keragaman Flora
Berdasarkan survei yang dilakukan (Dransfield 1974Franken Denroos 1981;
Silvius Et Al 1984: Giesen 1991) jumlah vegetasi yang sudah tercatat sebanyak
261 spesies dari 73 famili, yang terdiri dari 67% berupa jenis pohon dan semak,
17% jenis liana dan 8% jenis herba dan epift. Diperkirakan 187 jenis tumbuhan
dikategorikan Appendiks I CITES, diantaranya 10 jenis dari keluarga Myrtaceae,
9 jenis keluarga Arecaceae dan 8 jenis dari keluarga Moraceae. Di kawasan
Taman Nasional Berbak ditemukan 23 jenis Palem (Dransfield 1974; Giesen 1991)
dan sepuluh jenis pandan dengan jumlah yang sengat tinggi. Kawasan ini
menjadi daerah rawa gambut yang paling kaya spesies Palem di dunia (Wibowo
dan Suyatno 1997).
Dari segi ekonomi jenis palem sudah lama berguna sebagai bahan bangunan
seperti rotan (Calamus sp dan Korthalsia sp). Nibung (Oncosperma tigillarium)
sebagai tiang bangunan rumah ditanah berlumpur,(daun Nipah) untuk atap
rumah, kelapa sebagai sumber makanan, minyak sayur, gula, dan alkohol. Dan
kegunaan untuk obat- obatan seperti sumsum batang nipah (Nypa fruticans),
untuk mencegah malaria. Selain beberapa jenis palem yang mempunyai
berbagai kegunaan, didalam kawasan Taman Nasional Berbak juga banyak
ditemukan tanaman berkayu, jenis-jenis selain palem yang bernilai ekonomi.
Perbandingan vegetasi pada 3 (tiga) sungai yang disurvei oleh Giesen (1991) (Air
Hitam Dalam, Air Hitam Laut dan Simpang kanan) memperlihatkan bahwa
vegetasi pada sungai Air Hitam Dalam mempunyai perbedaan yang menyolok
dari kedua sungai lainnya, mungkin disebabkan oleh pengaruh aliran air dari
Sungai Batanghari/Berbak yang Kembali masuk kedalam aliran Sungai Air Hitam
Dalam setiap tahun. Jenis-jenis vegetasi yang menarik dari hutan tepi sungai di
Kawasan Taman Nasional Berbak jenis Nypa fruticans dan Pandanus tectonus.
Pada aliran sungai yang dipengaruhi oleh air payau jenis Nypa fruticans banyak
ditemukan tumbuh berkelompok. Makin kearah dalam ( hulu ) sungai kelompok
jenis ini akan berganti dengan jenis Pandanus tectorius yang dipengaruhi oleh
air tawar. Kedua jenis ini jarang bahkan tidak pernah terdapat secara bersama-
sama. Pergantian dari air payau ke air tawar dalam sungai ditandai oleh
perubahan yang mendadak oleh keberadaan nipah Nypa fruticans ) yang
dengan tiba-tiba diganti oleh jenis pandan (Pandanus heliocopus).
Menuju arah ke hulu sungai Air Hitam Laut dekat Sungai Simpang kubu terdapat
jenis bakung (Susum anthelminticum). Jenis ini tumbuh mengapung sangat
rapat menutupi sungai, sehingga sulit dilewati. Jenis ini juga terdapat melimpah
di aliran Sungai Benuh dekat Sungai Simpang Kanan.
Sejauh ini sebagian besar dari kawasan Taman Nasional Berbak saat ini
merupakan hutan yang masih primer. Beberapa bagian sudah tidak primer lagi,
terutama pada bagian barat laut, merupakan hutan sekunder dengan
penutupan tajuk kemungkinan kembali menjadi hutan primer dalam beberapa
dekade. Hutan sekunder ini masih menyediakan habitat yang baik bagi satwa
liar dan mempunyai nilai yang tinggi untuk dikembangkan menjadi areal wisata.
Struktur vertikal hutan rawa gambut di Bentang Alam Ekosistem Berbak
terbentuk dari pohon dengan ketinggian rata-rata dapat mencapai 35 - 45 meter
dengan pohon penembus kanopi (emergent trees) dapat mencapai 50 sampai
60 meter.
Keragaman Fauna
Taman Nasional Berbak yang merupakan bagian dari Bentang Alam Ekosistem
Berbak merupakan perwakilan kawasan hutan rawa gambut terluas dan relatif
utuh di Indonesia dan Asia Tenggara yang telah
dilindungi undang-undang. Secara biogeografis digolongkan dalam
bioregion Paparan Sunda Besar (Sundaland Biorogion). Kawasan ini
mempunyai nilai khusus untuk memelihara keanekaragaman genetis dan
ekologis dataran pesisir Sumatera. Disamping itu TN. Berbak merupakan
"gudang penyimpan gen" (gene pool) flora dan fauna yang dimanfaatkan
untuk bahan baku farmakologis, pangan dan budidaya tumbuhan hias. Kawasan
ini terdapat 44 jenis reptilia, 22 jenis moluska, 95 jenis ikan, 53
jenis mamalia diantaranya langka dan terancam punah, seperti harimau
Sumatera (Panthera tigrissumatrae), Tapir Asia (Tapirus indicus), Hystrix
brachyuran, Lutra sumatrana, jenis reptil Buaya Sinyolong
(Tomistomaschlegelii), Buaya muara (Crocodylus porosus), Citra indica ,
jenis ikan Balantiocheilos melanopterus. Di TN. Berbak dapat ditemukan
sekitar 50 jenis satwa liar yang telah digolongkan dalam CITES Appendiks
I dan II. Sebanyak 12 jenis mamalia, 3 jenis reptili dan 1 jenis ikan
dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 yang lampirannya
diperbaharui dengan PermenLHK No.92/MENLHKISETJEN/KUM.1/8/2018
Hasil survei Zoological Society of London (ZSL) yang dilaksanakan
pada tahun 2007 s/d 2016 tercatat 19 ekor Harimau Sumatera (Panthera
tigris sumatrae) di kawasan ini.Mamalia lainnya adalah Binturong Muntu
(Atritis binturong), Beruang Madu (Helarctos malayanus), Owa Ungko
(Hylobates agilis), Musang Leher Kuning(Martes flavigula), Macan Dahan
(Neofelis nebulosa), Tapir (Tapirus indicus), selain itu juga terdapat dua
spesies bulus (Amyca cartilegania) di kawasan ini. Kawasan ini juga
merupakan salah satu dari beberapa kawasan di dunia yang masih
terdapat Buaya Ikan (Tomistoma schlegelii), (Silvius dkk, 1984; Wibowo
dan Suyatno 1997 dan 1998 Colijn 1999).
Dalam kawasan ini juga terdapat spesies Bangau Storm (Cicconia
stormi) Mentok Rimba (Cairina scutulata) yang merupakan spesies langka dan
hanya beberaparatus ekor saja di dunia ini. Selain itu juga ditemukan lebih dari
22 jenis burung Wader Migran diantaranya Tringa gutiffer, Calidris alba, Charadil
sveredus dan Limcola falcinelus yang ditemukan dipantai Cemara sebelah timur
di luar Kawasan Taman Nasional Berbak yang berasal dari kawasan Asia menuju
Australia yang dapat dijumpai pada Bulan Oktober dan November Pada jenis
ikan terdapat 93 jenis dari 20 famili antara lain jenis Arwana (Scleropagos
formosus)Belido (Notoptorus sp.), Betok (Anabas testudinous), Tapah
(Wallagosp.), Betutu (Oxyeleotris marmorata), dan Patin (Pangasiussp.). Data
lengkap species fauna (mamalia, burung, ikan, Reptil dan Ampifi).
Potensi Non Hayati
1. Potensi Jasa Lingkungan
Jasa lingkungan didefinisikan sebagai jasa yang diberikan oleh
fungsi ekosistem alam maupun buatan yang nilai dan manfaatnya dapat
dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh para pemangku
kepentingan (stakeholder) dalam rangka membantu memelihara
dan/atau meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat
dalam mewujudkan pengelolaan ekosistem secara berkelanjutan
(Sriyanto, 2007). Menurut Widarti dalam buku Pedoman Inventarisasi
Potensi Potensi Jasa Lingkungan (PHKA, 2003) Pengertian lain jasa
lingkungan adalah suatu produk yang dapat atau tidak dapat diukur
secara langsung berupa Jasa Wisata Alam/rekreasi, Perlindungan Sistem
Hidrologi, Kesuburan Tanah, Pengendalian Erosi dan Banjir, Keindahan,
Keunikan dan Kenyamanan.
Karbon
Analisis cadangan karbon hutan di kawasan Taman Nasional
Berbak telah dilakukan dengan menggunakan pendekatan tingkat
kerincian (Tier -1) mengacu pada Pedoman IPCC-LULUCF dan
menggunakan data dari World Resources Institute pada tahun 2007. Data
WRI ini merujuk dari Gibbs, Brown dan Olson et al (2009). Hasil analisis
menyimpulkan bahwa Taman Nasional Berbak mengandung cadangan
karbon 25.998.500 ton C dengan rata-rata 0 - 225 ton C per ha dan emisi
karbon 95.988.500 ton COze. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan aman
Nasional Berbak mempunyai kontribusi paling penting dalam mitigasi
perubahan iklim.
Metodologi Tier-3 (Tingkat kerincian 3) dalam menilai emisi
karbon hutan lebih akurat telah digunakan pada kawasan Taman Nasional
Berbak Pendekatan Tier-3 dilakukan dengan mengkombinasikan
penghitungan berbasis citra satelit dengan penilaian biomassa hutan di
lapangan. Pengukuran biomassa hutan ini akan dikonversi menjadi
cadangan karbon dengan menggunakan Pedoman IPCC-GPG Survei
karbon ini menghasilkan cadangan karbon sebenarnya dari tipe hutan
tertentu. Telah dilakukan penghitungan pada 30 (tiga puluh) petak
contoh dengan lokasi pada berbagai tipe hutan di kawasan Taman
Nasional Berbak. Hasil perhitungannya kawasan Taman Nasional Berbak
memiliki total nilai rata-rata jumlah kandungan karbon adalah 75,89 ton
per ha dengan total kandungan karbon sebesar 11.157.445 C ton per ha.
Air
Salah satu jasa lingkungan yang dikenal umum adalah jasa
lingkungan tata air. Dalam hal ini termasuk perlindungan daerah aliran
sungai (watershed protection) (Wunder,2005). Berdasarkan Undang
Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, daerah aliran
sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, dengan fungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke tempat
lain secara alami.
Kawasan Taman Nasional Berbak merupakan kawasan lahan basah
penting dengan DAS Utama Air Hitam dan dan sedikit DAS Sungai Benu,
dan Sub DAS Air Hitam Dalam DAS Batanghari. Dengan sebagian besar
ekosistem rawa gambut, peran kawasan Taman Nasional Berbak sebagai
penampung dan pengatur tata air merupakan jasa lingkungan yang harus
diperhatikan. Debit air yang dikeluarkan dari kawasan Taman Nasional
Berbak dari DAS Air Hitam Laut pada musim kering tercatat 1,8 m3/detik.
Kapasitas debit air ini merupakan potensi jasa lingkungan air terhadap
sistem penyangga kehidupan.
Ekowisata
Dengan potensi utama kawasan Taman Nasional Berbak sebagai
Kawasan Lahan Basah Internasional yang memiliki keragaman tinggi
tumbuhan dan satwa serta lansekap alami yang indah, Pengembangan
Pariwisata Alam di TNB mempunyai arti yang sangat strategis. Objek daya
tarik wisata kawasan Taman Nasional Berbak dapat di nikmati pada dua
zona pemanfaatan yaitu di Air Hitam Dalam dan di Air Hitam Laut.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan di zona pemanfaatan
diantaranya sebagai berikut:
• Penyusuran sungai (river cruising)
Kegiatan ini adalah perjalanan menelusuri sungai dari batas kawasan
menuju dermaga area utama sambil menikmati suara-suara air dan
fauna serta memperhatikan jenis-jenis vegetasi di sepanjang sungai
untuk memperoleh pengalaman wisata menarik.
• Bersampan (canoeing)
Kegiatan bersampan menikmati keindahan lansekap, menemukenali
tumbuhan dan satwa.
• Berlatih dan Bergiat di alam terbuka (outward bond dan outdoor
exercise)
Outward Bound yang merupakan perangkat Management Building
bagi para eksekutif di kota besar dapat diadaptasi menjadi perangkat
bermain dan berolahraga bagi para pelajar. Perangkat ini digunakan
untuk pembelajaran kerjasama, kompetisi, pengambilan keputusan,
dan unsur pendidikan lainnya yang bersifat positif.
• Jelajah dan pengenalan tumbuhan dan satwa
Kegiatan menjelajah hutan dan melakukan pengenalan tumbuhan dan
satwa dengan menelusuri boardwalk yang telah disediakan. Sambil
belajar, peserta dapat menikmati pemandangan sungai dan hutan di
menara-menara pengamat sambil mempelajan kegiatan para
penghuni hutan (satwa).
Selain daya tarik wisata di dalam kawasan obyek wisata sejarah dan budaya
sepanjang Sungai Batanghari serta alamnya juga merupakan aset wisata
yang tidak dapat diabaikan bila diintegrasikan dengan pengembangan
pariwisata alam kawasan Taman Nasional Berbak. Adapun objek-objek
ekowisata dan wisata budaya di sekitar kawasan
Taman Nasional antara lain adalah :
- Sungai Batanghari – Berbak
Daerah sepanjang Sungai Batanghari dan Sungai Berbak antara Jambi
dan Air Hitam Dalam memiliki panorama wisata sungai yang sangat
menarik dengan lama perjalanan 3 jam bila menggunakan speedboat
Sepanjang jalan, wisatawan dapat menikmati suasana perkampungan
penduduk Melayu asli Jambi di pinggiran sungai dengan bentuk rumah
panggung, rumah rakit, dll.
- Makam Rangkayo Hitam
Dalam sejarah disebutkan bahwa Rangkayo Hitam adalah penemu Kota
Jambi (Tanah Pilih). Bagi sebagian masyarakat Jambi, makam
Rangkayo Hitam dianggap keramat dan sering disinggahi para
penziarah. Makam ini terletak di tepi Sungai Batanghari, tepatnya di
seputar Desa Simpang. Keunikan makam Rangkayo Hitam dapat
terlihat dari bentuk makamnya yang memiliki ukuran 7 meter lebih
Untuk dapat mencapai lokasi Makam Rangkayo Hitam, wisatawan
dapat singgah sebentar dalam perjalanan dari Jambi menuju Nipah
Panjang.
- Pantai Desa Cemara
Pantai Desa Cemara merupakan lokasi persinggahan burung- burung
Wader Migran dari wilayah Asia menuju Australia. Dengan
pantai yang landai dan berlumpur menjadikan pantai Desa Cemara
sebagai penyedia makanan yang berlimpah bagi kawanan burung
migran tersebut. Pada bulan bulan Oktober dan November wisatawan
dapat menyaksikan puluhan ribu burung burung migran
yang singgah dipantai cemara, seperti Tringa guliffor Calidris alba
Charadhus Veredus dan Limicola ffacinellus.
- Pulau Berhala
Disekitar daerah penyangga (Buffer Zone) TNB, Kawasan perencanaan
memiliki akses dengan Pulau Berhala yang dikelilingi
oleh pulau-pulau kecil di sekitarnya yaitu Pudau Layak Pulau
Lampu dan Pulau Telor. Pulau Berhala memiliki panorama pantai
pasir putih dan batuan vulkanik yang sangat indah Pada puncak
bukit ini terdapat bekas benteng pertahanan Angkatan Laut
Jepang yang dilengkapi dengan meriam Terdapat pula makam
Datuk Paduka Berhala
- Festival Mandi Safar
Ritual mandi shafar adalah ritual mandi yang dillaksanakan pada hari
Rabu terakhir bulan shafar setiap tahun Hijriyah, yang diawali
dengan menulis tujuh ayat Al-Quran yang berawal "Salamum", yang
kemudian dimasukkan ke dalam air yang akan dipergunakan untuk
mandi shafar. Bagi masyarakat Desa Air Hitam Laut, mandi Shafar
menjadi momen penting dalam setahun sekali guna memupuk tali
persaudaraan "ukhuwah wathaniyah" (persaudaraan sebangsa dan
setanah air) tanpa membedakan suku, ras, dan agama. Semua
bersama-sama menghadiri dan melaksanakan ritual tersebut.
Kegiatan ini menjadi event daerah bersama dengan pemerintah
daerah kabupaten tanjabtim dan menjadikannya salah satu objek
wisata tahunan.

6. Ekosistem
Taman Nasional Berbak adalah merupakan kawasan yang khas
keadaan fisik dan ekologinya, nilai hidrologi dan biofisik, nilai sosial budaya
keanekaragaman flora dan fauna dan kekhasannya, dan berpotensi untuk
dikembangkan dimasa yang akan datang seperti tempat rekreasi dan pariwisata
Kawasan ini kaya dengan ekoton perairan darat sistem ekologi yang masih belum
banyak diketahui. Bagaimanapun tipe ekosistem ini berperanan penting dalam
keseimbangan lingkungan seperti aliran sungai nutrisi dan material lain (Risser 1990).
Ekoton adalah bentuk ekologi yang penting, karena zona ini tidak bersifat statis
tetapi bersifat dinamis, perubahan setiap waktu, mempunyai sifat yang khas, dan
mempunyai keterlibatan dalam konteks ruang (spatial) dan waktu (temporal). Untuk
mempelajari ekosistemtersebut, ada pendekatan tertentu, termasuk aspek
perspektif dan dinamis dalam pengelolaan satwa liar (Risser, 1990). Pengelolaan
satwa liar dalam daerah ekoton harus mempertimbangkan kombinasi dari makanan
dan jalan untuk pergerakan diantara tipe habitat.
Dua pertiga kawasan Taman Nasional Berbak merupakan hutan rawa air tawar.
Keadaan ini mampu menyediakan keperluan bagi lingkungan sekitarnya, serta
masyarakat yang tinggal didaerah sekitarnya Kemampuan ini ditunjukkan dengan
keanekaragaman flora dan fauna dan ketersediaannya untuk digunakan masyarakat,
keberadaan ekotone di daerah ini memberi banyak tantangan dalam pengelolaan
yang lestari bagi daerah ini
Selain hutan rawa air tawar, dikawasan Taman Nasional Berbak terdapat juga
hutan rawa gambut dan hutan tepi sungai. Sejauh ini sebagain besar dari kawasan
Taman Nasional Berbak merupakan hutan yang masih alami. Beberapa bagian sudah
tidak alami lagi, terutama pada bagian barat laut, merupakan hutan sekunder dengan
penutupan tajuk yang kemungkinan kembali menjadi hutan primer dalam beberapa
dekade. Hutan sekunder ini masih menyediakan habitat yang baik baik satwa liar dan
mempunyai nilai yang tinggi untuk dikembangkan menjadi areal wisata.
a) Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut adalah hutan bertanah gambut dan dengan tanah tanah
berbahan organik sangat tinggi Kondisi tarah bagian bawah (sub soil) sering bersulfat
tinggi dan kadang bergaram (karena adanya deposit laut) Karena itu, dekomposisi
binatang tidak sempurna dan lapisan tebal bahan organik yang terdekomposisi
kurang baik menumpuk dan sering masih terus bertambah Kedalaman garnbut
mencapai 10-15 meter. Pertumbuhan tanaman di gambut semacam ini hanya dapat
memperoleh air dan hara dari lapisan gambut (air) itu sendiri, tidak dari mineral di
lapisan tanah bagian bawah dan tidak juga dari air sungai. Tanah bagian bawah sangat
rentan terhadap asidifikasi saat terbuka kena udara setelah eksploitasi.
Air rawa gambut adalah masam dan mengandung sedikit hara dan sedikit
oksigen yang terlarut. Umumnya, hutan rawa tidak kemasukan air dari sungai, karena
daerah gambut terletak antara sungai dan kubah (dome) yang sedikit terangkat.
Karena itu, air hanya disuplai dari air hujan yang miskin hara sehingga tidak
menambah hara kedalam tanah, dikarenakan kurangnya dekomposisi organisme.
Bahan organik dari tumbuhan memiliki konsentrasi asam yang tinggi (asam humik)
sehingga membuat air dirawa gambut bersifat sangat masam. Sifat-sifat ini secara
bersamaan menghasilkan warna air khas seperti air teh di anak-anak sungai yang
berasal dari kubah gambut cekung. Berdasarkan hasil penelitian yang ada
(Laumonier, 1986) daerah rawa gambut di kawasan Taman Nasional Berbak terutama
terdapat di sebelah selatan sungai Air Hitam Laut.

b) Hutan Rawa Air Tawar


Hutan rawa air tawar kadangkala tergenang oleh air tawar dari
sungai atau hujan, dengan pH yang lebih tinggi dari hutan rawa gambut
dan dengan tanah yang lebih kaya mineral. Rawa air tawar terbentuk terutama pada
tanah-tanah aluvial sepanjang sungai, karena itu sering membentuk zona transisi
antara sistem sungai dan hutan rawa gambut Tanah aluvial jauh lebih kaya mineral
daripada tanah gambut, dan juga drainase yang lebih baik. Karena itu, struktur hutan
dan kekayaan jenis cenderung lebih bervariasi daripada hutan rawa gambut Hutan
rawa air tawar biasanya terbentuk sepanjang sungai dan didaerah dengan kerapatan
sungai yang tinggi, terutama terdapat di bagian utara kawasan Taman Nasional
Berbak.
Hutan rawa air tawar dikawasan Taman Nasional Berbak dicirikan oleh
keberadaan jenis Alstonia Pneumatophora pada tajuk bagian atas, meskipun
terdapat pada tipe hutan rawa lainnya, tetapi jarang dan berperanan kecil dalam
struktur hutan. Demikian juga jenis Antidesma Montanum yang melimpah pada tajuk
bagian bawah merupakan indikasi untuk hutan rawa air tawar. Jenis lainnya yang
penting adalah Baccaurea Bracteata dan Blumeodendron Tokbrai. Jenis-jenis ini tidak
umum pada tipe vegetasi lain, tetapi keberadaaannya cukup melimpah di hutan rawa
air tawar (Silvius et al, 1984).
c) Hutan Tepi Sungai
Hutan tepi sungai ini meliputi jenis-jenis vegetasi yang terdapat pada lahan
selebar + 20 meter di tepi sungai maupun yang terdapat di sungai. Jenis-jenis vegetasi
yang menarik dari hutan tepi sungai ini adalah jenis-jenis palem, yaitu Nypa Fruticans,
Oncosperma Tigillarium dan Pandanus Tectonus.
Pada aliran sungai yang dipengaruhi oleh air payau, jenis Nypa Fruticans banyak
ditemukan tumbuh berkelompok. Makin ke arah dalam (hulu) sungai kelompok jenis
ini akan berganti dengan jenis pandan laut (Pandanus tectonus) yang dipengaruhi
oleh air tawar. Kedua jenis ini jarang bahkan tidak pernah terdapat secara bersama-
sama. Pergantian dari air payau ke air tawar dalam sungai ditandai oleh perubahan
yang mendadak oleh keberadaan nipah (Nypa Fruticans) yang dengan tiba-tiba
diganti oleh jenis rasau (Pandanus Heliocopus).

7. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat


Karakteristik umum desa desa disekitar kawasan TN Berbak didiskripsikan
melalui luas wilayah desa, luas lahan budidaya jumlah penduduk, jumlah petani,
jumlah buruh tani, dan jumlah pemilikan ternak. Berdasarkan data tersebut kemudian
dapat dihitung besarnya rasio luas lahan pertanian terhadap jumlah petani dan rasio
antara jumlah ternak dengan jumlah petani. Pada umumnya masyarakat yang tinggal
di sekitar kawasan hidup mempunyai mata pencaharian utama sebagai petani dan
peternak, dengan luas kepemilikan lahan yang relatif kecil Dengan kondisi yang
demikian pada umumnya mereka hidup dalam keterbatasan antara lain: luas lahan
pertanian sempit, modal terbatas, sistem budidaya pertanian secara tradisional,
pendidikan rendah sehingga peluang untuk berusaha di luar bidang pertanian sangat
terbatas. Kondisi sosial ekonomi masyarakat desa disekitar kawasan TN Berbak tidak
jauh berbeda dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan
di daerah lain. Kepemilikan lahan pertanian di tingkat keluarga jauh dari cukup untuk
memperoleh hasil bagi pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya. Selain
mengandalkan lahan pertanian untuk mendukung penghasilan keluarga pada
umumnya mereka juga memelihara ternak, baik ternak besar (sapi, kerbau, kambing,
dll) maupun ternak kecil (ayam, itik, bebek, dll).

b. Permasalahan Kawasan TNB


Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan dan perlindungan
Taman Nasional Berbak Sembilang, meliputi:
1. Tata kelola gambut yang tidak bijaksana yaitu antara lain : pembangunan kanal
untuk usaha dan perkebunan di sekitar kawasan yang menimbulkan
permasalahan pengeringan gambut, subsidensi dan kebakaran hutan dan
lahan. Pengeringan gambut, subsidensi dan kebakaran hutan tidak hanya
terjadi pada sekitar kawasan tetapi juga terjadi didalam kawasan Taman
Nasional. Pada tahun 2015 tercatat lahan seluas 9.874,567 Ha terbakar dalam
kawasan TNB.
2. Integritas dan kesatuan kawasan TN Berbak juga masih menghadapi
permasalahan antara lain klaim lahan, perambahan, dan tata batas belum jelas
terutama dengan beberapa desa disekitar kawasan.
3. Pembangunan infrastuktur dan pemanfaatan tahan di sekitar kawasan baik
untuk pertanian dan perkebunan juga memberikan dampak baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap kawasan. Pemanfaatan kawasan ini
baik yang dilakukan oleh badan usaha maupun masyarakat terutama
pembukaan dan pembangunan Kebun kelapa sawit. Pembangunan infrastuktur
penting yang mempengaruhi kawasan TN Berbak adalah pembangunan
Pelabuhan Samudera Ujung Jabung yang berbatasan langsung dengan
kawasan TN Berbak Rencana Pengelolaan Taman Nasional Berbak 2019-2028.
4. Tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan TN Berbak yang masih
relatif rendah juga harus menjadi isu strategis bagi pengelolaan TN Berbak
Kondisi ekonomi masyarakat tersebut akan berpengaruh langsung terhadap
perilaku pemanfaatan dan penguasaan lahan yang dapat memberi ancaman
terhadap keberadaan kawasan TN Berbak. Selain itu, merupakan suatu
tantangan besar bahwa pengelolaan TN Berbak juga seharusnya mampu
memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
5. Pengelolaan pengetahuan dan informasi yang terkait dengan kawasan TN
Berbak masih rendah. Hasil-hasil penelitian dan kajian yang dilaksanakan oleh
berbagai pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung terhadap
kawasan TN Berbak belum terkelola dengan baik informasi dan pengetahuan
tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk menjadi dasar dalam menentukan
rencana pengelolaan dan kebijakan pengelolaan kawasan lainnya. Selain itu,
pengelola TN Berbak juga belum memiliki peran besar dalam menentukan arah
dan jenis penelitian yang diperlukan oleh pengelolaan kawasan.
6. Defortasi Taman Nasional, Deforestasi adalah proses penghilangan hutan alam
dengan cara penebangan untuk diambil kayunya atau mengubah peruntukan
lahan hutan menjadi non-hutan. Bisa juga disebabkan oleh kebakaran hutan
baik yang disengaja atau terjadi secara alami. Deforestasi mengancam
kehidupan umat manusia dan spesies mahluk hidup lainnya. Sumbangan
terbesar dari perubahan iklim yang terjadi saat ini diakibatkan oleh deforestasi.
Deforestasi terjadi karena desakan konversi lahan untuk permukiman,
infrastruktur, dan pemanenan hasil kayu untuk industri. Selain itu juga terjadi
konversi lahan untuk perkebunan, pertanian, peternakan dan pertambangan.
Pada Taman Nasional Berbak, terjadi deforestasi kawasan hutan menjadi kebun
sebesar 1.485,74 hektar di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Adapun
sebarannya terdapat di Kecamatan Berbak seluas 633,37 hektar dan di
Kecamatan Sadu seluas 852 36 hektar.
Tabel
Deforestasi Kawasan Taman Nasional Berbak
Tegalan/
Kebun Sawah Permukiman
No Kab/Kota Kecamatan Ladang
Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) %
Kec. Berbak, Kab. Tanjabtim 633,37 0,45% - - - - - -
Kab. Tanjabtim
Kec. Sadu, Kab. Tanjabtim 852,36 0,61% - - - - - -
Jumlah Total (TN Berbak) 1.485,74 1,06%
Sumber : Interpretasi Citra Satelit Spot 6/7 Tahun 2018
*Persentase (%) dihitung terhadap Taman Nasional yang masuk wilayah Administrasi Provinsi Jambi
Gambar
Peta Deforestasi Taman Nasional Berbak di Provinsi Jambi
1.4 Kebakaran Hutan dan Lahan
1. Kebakaran Hutan dan Lahan
a) Karhutla Tahun 2015
Kejadian kebakaran hutan dan lahan merupakan momok menakutkan pada
setiap musim kemarau. Sejatinya kejadian kebakaran hutan dan lahan memiliki
keterkaitan dengan arahan rencana peruntukan ruang dan kaidah pemanfaatan. Pada
Tahun 2015, terdapat 6.269 titik api di Provinsi Jambi. Sebaran titik terbanyak terdapat
di Kabupaten Muaro Jambi sebanyak 2.213 titik atau sebesar 35,40% dan Kabupaten
Tanjung Jabung Timur sebanyak 1.608 titik atau sebesar 25,65%.
Gambaran sebaran titik api dapat dijadikan pertimbangan dalam perumusan
rencana pola ruang nantinya. Penggambaran tersebut dimaksudkan untuk melihat
orientasi lokasi kejadian (hotspot) yang ada di Provinsi Jambi. Gambaran tersebut
dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini:

Tabel
Sebaran Titik Api (Hotspot) di Provinsi Jambi Tahun 2015
No Kabupaten/Kota Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Jumlah %
1 Batanghari - - 3 1 8 5 18 50 171 60 316 5,04
2 Bungo - - - 2 9 4 27 22 50 20 134 2,14
3 Kerinci 1 - - - 2 - - 1 14 18 36 0,57
4 Merangin 6 4 1 11 13 18 32 34 69 52 240 3,83
5 Muaro Jambi 1 6 5 1 3 30 186 524 755 702 2.213 35,40
6 Sarolangun 10 1 2 11 10 39 162 335 131 701 11,18
7 Tanjabbar 6 1 1 6 10 7 62 69 80 45 287 4,56
8 Tanjabtim 4 9 2 3 9 46 105 624 433 373 1.608 25,65
9 Tebo 10 - - - 9 111 123 79 363 17 712 11,36
10 Kota Jambi - 1 1 - - - - 1 - - 3 0,05
11 Sungai Penuh 1 1 2 3 - 2 - 1 1 8 19 0,30
Jumlah 39 23 15 29 74 233 592 1.567 2.271 1.426 6.269 100
% 0,62 0,37 0,24 0,46 1,18 3,72 9,44 25,00 36,23 22,75 100
Sumber : Kemen LHK dan BMKG
Gambar
Peta Sebaran Titik Api di Provinsi Jambi Tahun 2015
(Sumber; Kemen LHK)
b) Karhutla Tahun 2019
Kejadian karhutla di Provinsi Jambi pada Tahun 2019 masih menempatkan Area
terbakar paling luas terdapat di wilayah Kabupaten Muaro Jambi (47.535 Ha) dan
Tanjung Jabung Timur (40.297 Ha). Sementara itu, luas area terbakar yang kurang
dari 10.000 Ha terdapat di Kabupaten Tebo (9.447 Ha), Sarolangun (2.690 Ha),
Merangin (175 Ha), Bungo (769 Ha), Batang Hari (2.547 Ha), Tanjung Jabung Barat
(2.812 Ha), dan Kerinci (81 Ha). Kabupaten Kerinci merupakan wilayah dengan area
terbakar paling kecil, yakni hanya 81 Ha. Kota Jambi merupakan wilayah yang
terbebas dari kebakaran.
Tabel
Jumlah Hotspot Masing - masing Kabupaten di Provinsi Jambi

Jumlah Hotspot
Kabupaten Total Jumlah
CL: sedang CL: tinggi
Muaro Jambi 2.112 4.189 6.301
Tebo 283 141 424
Tj.Jabung Timur 1.109 1.407 2.516
Sarolangun 434 271 705
Merangin 192 69 261
Bungo 78 21 99
Batanghari 411 162 573
Tj.Jabung Barat 290 123 413
Kerinci 53 14 67
Kota Jambi 1 0 1
Jumlah 4.963 6.397 11.360
Sumber: Lapan 2020

Tabel
Luas Area Terbakar pada Masing-masing Kabupaten di Provinsi Jambi
Luas Area Terbakar
Kabupaten
(ha)
Muaro Jambi 47.535
Tebo 9.447
Tj.Jabung Timur 4.297
Sarolangun 2.690
Merangin 175
Bungo 769
Batanghari 2.547
Tj.Jabung Barat 2.812
Kerinci 81
Kota Jambi 0
Jumlah 106.353
Sumber: Lapan 2020
Tabel
Luas Area Terbakar pada Masing-masing Kawasan di Provinsi Jambi
Luas Kebakaran pada Fungsi Kawasan (Ha)
No Kabupaten Total
APL HL HP HPK HPT KONS TN THR
1 Muaro 9,124 21 - 120 35,192 - 2,823 256 47,535
Jambi
2 Tebo 42 932 8,057 - 411 - 5 - 9,447
3 Tanjung 5,381 12,773 12,100 - - - 10,043 - 40,297
Jabung
Timur
4 Sarolangun 2,574 12 104 - - - - - 2,690
5 Merangin 50 10 55 - - - - - 175
6 Bungo 415 141 213 - - - - - 769
7 Batanghari 582 - 1,899 - - 66 - - 2,547
8 Tanjung 93 274 2,008 - 436 - - - 2,812
Jabung
Barat
9 Kerinci 42 - 19 - - - 20 - 81
Total 18,303 14,224 24,455 120 36,039 66 12,890 256 106,353
Sumber: Lapan 2020
Tabel
Persetase Luas Area Terbakar pada Masing-masing Kawasan di Provinsi Jambi
No Fungsi Kawasan Luas Kawasan (Ha) Luas Area Terbakar (Ha) Area Terbakar (%)
1 APL 2.786.503 18.303 0,66
2 HL 182.332 14.224 7,80
3 HP 970.093 24.455 2,52
4 HPK 10.330 120 1,16
5 HPT 262.076 36.039 13,75
6 THR 34.800 256 0,74
7 TN 654.702 12.956 1,98
8 CA 7.149 - -
TOTAL 4.907.987 106.353 2,17
Sumber: Lapan 2020

Gambar
Grafik Jumlah Titik Api di Provinsi Jambi Tahun 2019
(Sumber: Lapan 2020)
Gambar
Sebaran Hotspot di Wilayah Provinsi Jambi Selama Periode Kebakaran (Bulan
Juli – Oktober 2019) dari data hotspot Terra/Aqua MODIS, VIIRS, dan NOAA-20
(Sumber: Analisis Citra Satelit, Pusfatja, LAPAN 2019)
Gambar
Peta Tingkat Kemudahan Penyebaran Api Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2019
Gambar
Peta Lokasi Titik Panas Kebakaran Hutan Lahan Tahun 2019
1.5 Degradasi Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
Kerapatan hutan mangrove di wilayah pesisir Provinsi Jambi bervariasi antara
1000 – 1500 ind/ha, dengan luas keseluruhan 8.858,52 ha pada tahun 2018 (analisis
citra satelit) sedangkan ada tahun 1982 diperkirakan luasan mangrove sebesar 17.863
ha. Hal ini menunjukkan besarnya penurunan luasan mangrove yang terjadi di Provinsi
Jambi dan diperkirakan akan terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun jika
tidak dilakukan pengelolaan wilayah pesisir. Menurunnya luasan hutan mangrove ini
disebabkan oleh berbagai pemanfaatan oleh masyarakat maupun pemerintah seperti
bahan konstruksi bangunan, pembukaan areal tambak/budidaya pertanian, industri
arang bakau, keperluan sosial lainnya, pengembangan wilayah/infrastruktur dan lain-
lain.

1.6 Bencana Alam dan/atau Bencana Akibat Tindakan Manusia;


kelompok isu degradasi sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil; kelompok
bencana alam dan/atau bencana akibat tindakan manusia berupa sedimentasi dan
abrasi, PencemaranPermasalahan kerusakan pantai yang terjadi di WS Batanghari
diantaranya berupa permasalahan fisik yang terjadi di daerah pesisir pantai
diantaranya adalah adanya bangunan-bangunan pemukiman penduduk serta fasilitas
umum dan pertokoan yang terlalu dekat dengan garis pantai sehingga pada saat
musim gelombang bangunan ini terkena limpasan gelombang dan terancam erosi.
Daerah-daerah ini tersebar hampir merata di sepanjang pesisir pantai Jambi.
Permasalahan lain yang terjadi di pesisir pantai Jambi adalah erosi, abrasi, dan
sedimentasi, penutupan muara sungai oleh sedimentasi sehingga menyebabkan
banjir, muara sungai berpindah-pindah sehingga merusak fasilitas muara. Selain itu
terjadi penghilangan pelindung alami pantai (penebangan pohon pelindung pantai,
gerusan ombak dan gelombang). Di pesisir Jambi terjadi perubahan tata guna lahan
dari konservasi menjadi budidaya yang terkait dengan berkurangnya tutupan hutan
mangrove sehingga berkurangnya sebagian pelindung alami pantai. Daerah yang
mengalami perubahan tata guna lahan terdapat di Sungai Air Laut Hitam, dan Sungai
Cemara yang juga berdampak pada Pantai Air Hitam dan Pantai Cemara.
Gambar
Peta Abrasi Pantai
Tabel
Abrasi Pantai WS Batanghari
Panjang Abrasi
No Pantai Kabupaten
(Km)
1 Air Hitam Tanjung Jabung Timur 7
2 Cemara Tanjung Jabung Barat 5
Sumber: Draft Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS Batanghari 2020

1.7 Potensi Sumberdaya Pesisir;


Kelompok potensi sumberdaya pesisir berupa: kegiatan pariwisata, kegiatan
perhubungan laut, potensi perikanan tangkap, potensi konservasi, potensi
Sumberdaya Non Hayati .
A. Sumberdaya Hayati
a. Perikanan Tangkap
Provinsi Jambi berdasar Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
No.50/KEPMEN- KP/2017 tentang estimasi potensi, jumlah tangkapan yang
diperbolehkan, dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia termasuk WPPNRI 711. Potensi sumberdaya
ikan terdapat di wilayah perairan Selat Karimata, Laut Natuna, Dan Laut Cina Selatan.
Potensi ikan pelagis besar sebesar 185.855ton/tahun, potensi ikan pelagis kecil
330.284 ton/tahun. Potensi ikan demersal 131.070 ton/tahun, potensi udang penaeid
62.342 toh/tahun, potensi lobster 844 toh/tahun, potensi kepiting 465 ton/tahun,
potensi ikan karang 20.625, potensi lobster 1.421, potensi kepiting 2.318, potensi
rajungan 9.711 ton/tahun dan potensi cumi-cumi 23.499 ton/tahun. Estimasi potensi
terbesar WPPNRI 711 berasal dari jenis ikan pelagis kecil sejumlah 330.284 ton/tahun
sedangkan estimasi potensi terkecil berasal dari jenis lobster sejumlah 1.421
ton/tahun.
Kondisi perikanan tangkap di Provinsi Jambi dilihat dari indikator jumlah
produksi, jumlah trip penangkapan, jumlah alat tangkap, jumlah kapal dan jumlah
Rumah Tangga Perikanan.Berdasarkan data statistik perikanan tangkap Provinsi
Jambi tahun 2018, jumlah produksi perikanan tangkap Provinsi Jambi pada tahun
2013-2017 mengalami fluktuatif. Jumlah produksi perikanan tangkap tertinggi pada
tahun 2014 sejumlah 48.030,7 ton sedangkan jumlah produksi perikanan tangkap
terendah pada tahun 2015 sejumlah 43.203,5 ton.
Jumlah usaha penangkapan (trip) di Provinsi Jambi pada tahun 2013-2017
mengalami fluktuatif dimana jumlah usaha penangkapan tertinggi pada tahun 2016
sebanyak 4.422.161 trip sedangkan jumlah usaha penangkapan terendah pada tahun
2013 sebanyak 351.169 trip. Jumlah alat tangkap yang digunakan nelayan Provinsi
Jambi pada tahun 2013-2017 mengalami fluktuatif dimana jumlah alat tangkap
tertinggi pada tahun 2017 sejumlah 5.588 buah sedangkan jumlah alat tangkap
terendah pada tahun 2015 sejumlah 2.388 buah. (Data Statistik DKP Prov. Jambi 2018)
Jumlah armada penangkapan di Prov. Jambi pada tahun 2013-2017 mengalami
fluktuatif dimana jumlah tertinggi pada tahun 2017 sejumlah 2.708 buah sedangkan
jumlah armada penangkapan terendah tahun 2013 sejumlah 1.901 buah. Jumlah
Rumah Tangga Perikanan Tangkap di Provinsi Jambi pada tahun 2013-2017 mengalami
fluktuatif dimana jumlah Rumah Tangga Perikanan Tangkap tertinggi pada tahun
2014 sejumlah 2.692 RTP sedangkan jumlah terendah pada tahun 2013 sejumlah 1.901
RTP. (Data Statistik DKP Prov. Jambi 2018)
Provinsi Jambi memiliki potensi perikanan tangkap di 2 Kabupaten yaitu
Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Kegiatan
perikanan tangkap diusahakan di sepanjang garis pantai dengan waktu penangkapan
sepanjang tahun. Hasil produksi perikanan tangkap berupa ikan pelagis besar, ikan
pelagis kecil, ikan demersal, udang dan kerang. Produksi perikanan tangkap pada
tahun 2013 -2017 mengalami fluktuatif. Jumlah produksi perikanan Provinsi Jambi
mengalami fluktuatif dimana jumlah produksi tertinggi pada tahun 2014 sejumlah
48.030,7 ton sedangkan jumlah produksi terendah pada tahun 2015 sejumlah 43.203,5
ton. Jumlah produksi perikanan tangkap yang fluktuatif dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti musim penangkapan, jumlah trip melaut dan jenis alat tangkap yang
digunakan. Jumlah produksi perikanan tangkap terbesar berasal dari Kabupaten
Tanjung Jabung Timur yang didukung dengan keberadaan PPP Kuala Tungkal sebagai
sentra perikanan dengan jumlah armada penangkapan dan nelayan yang paling
banyak (DKP Prov. Jambi, 2018).
b. Ekosistem Mangroove
Ekosistem merupakan suatu komunitas tumbuh – tumbuhan, hewan dan
organisme lainnya serta proses yang menghubungkan mereka, suatu sistem fungsi
dan interaksi yang terdiri dari organisme hidup dan lingkungannya, seperti ekosistem
mangrove, ekosistem estuaria, ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun.
Ekosistem mangrove adalah salah satu ekosistem yang menggambarkan suatu
keanekaragaman kehidupan dan sumber kekayaan di wilayah pesisir. Keberadaannya
sangat menunjang keberlangsungan ekosistem di wilayah pesisir. Setidaknya
terdapat 3 (tiga) fungsi utama hutan mangrove yaitu fungsi secara fisik, biologi dan
ekonomi. Fungsi fisik antara lain sebagai peredam gelombang, angin dan badai,
pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen, menjaga garis pantai
agar tetap stabil serta mengolah bahan limbah. Fungsi biologi antara lain sebagai
pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya, karena merupakan habitat alami
bagi berbagai jenis biota dan juga sebagai daerah asuhan (nursery grounds), daerah
mencari makanan (feeding grounds) dan daerah pemijahan (spawning grounds)
berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya. Sedangkan fungsi ekonomi yang
potensial adalah sebagai tempat pariwisata/rekreasi, bahan aneka jenis makanan,
penghasil kayu, bahan baku arang dan lain sebagainya. Dalam upaya pelestarian dan
menjaga fungsi ekosistem mangrove tersebut, maka diperlukan pengelolaan dengan
teknik dan langkah yang tepat. Salah satu yang perlu dilakukan dalam mencapai
tujuan tersebut adalah dengan melakukan inventarisasi dan pengamatan terhadap
keanekaragaman mangrove di suatu wilayah.
Ekosistem mangrove pada Provinsi Jambi berdasarkan hasil analisis citra
luasnya adalah 9.787,6 Ha, yang tersebar di sepanjang pesisir Provinsi Jambi pada
tutupan tajuk mangrove jarang berada di pesisir Kecamatan Seberang Kota,
Kecamatan Tungkal Ilir, Kecamatan Kuala Betara, Kecamatan Nipah Panjang dan
Kecamatan Sadu seluas 1.775,26 Ha, tutupan tajuk sedang berada di kecamatan yang
sama yaitu Kecamatan Seberang Kota, Kecamatan Tungkal Ilir, Kecamatan Kuala
Betara, Kecamatan Nipah Panjang dan Kecamatan Sadu seluas 3.320,82 Ha, Tutupan
Tajuk Rapat Seluas 4.441,86 Ha tersebar di seluruh Kecamatan Pesisir yang ada di
Provinsi Jambi.

c. Komposisi Vegetasi Mangrove di Provinsi Jambi


Pendataan vegetasi mangrove di Provinsi Jambi dilakukan di 20 titik yang secara
administratif termasuk dalam 2 (dua) Kabupaten, yaitu Kabupaten Tanjung Jabung
Timur (Kecamatan Sadu, Nipah Panjang, Muara Sabak Timur, Kuala Jambi dan
Mendahara) serta Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Kecamatan Kuala Betara,
Tungkal Ilir dan Seberang Kota). Mangrove yang ditemukan didalam plot
pengambilan data serta mangrove yang ditemukan di dekat plot pengambilan data.
Tidak menutup kemungkinan bahwa jenis mangrove yang ada di Provinsi Jambi lebih
dari yang ditemukan dalam pengamatan kali ini karena luasnya wilayah ekosistem
mangrove di Provinsi Jambi. Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi di lokasi
pendataan, ditemukan 3 (tiga) komponen mangrove yaitu komponen mayor atau
utama ditemukan 14 (empat belas) jenis mangrove (Rhizophora apiculata Blume,
Rhizophora mucronata Lam., Rhizophora lamarckii Montr., Avicennia alba Blume,
Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lam, Bruguiera cylindrical Blume, Bruguiera sexangula
(Lour.) Poir, Nypa fruticans Wurmb, Kandelia candel (L.) Druce, Sonneratia alba J.E.
Smith., Sonneratia caseolaris (L.) Engl., Ceriops decandra (Griff.) Ding Hou, Ceriops tagal
C.B. Rob). Komponen minor atau tambahan ditemukan 2 (dua) jenis mangrove
(Aegiceras corniculatum (L.) Blanco dan Xylocarpus granatum Koen.) dan komponen
asosiasi ditemukan 8 (tiga) jenis mangrove (Thespesia populnea (L.) Sol, Hibiscus
tiliaceus L, Excoecaria agallocha L., Derris trifoliate, Acrosticum aureum, Acanthus
ilicifolius L, Glochidion littorale Bl., Scaevola taccada (Gaertn.) Roxb.). Dalam komponen
asosiasi, pengamat juga menemukan tumbuhan jenis pemanjat dalam ekosistem
mangrove.

1) Kondisi Mangrove Kecamatan Sadu


Di Kecamatan Sadu, dilakukan pengambilan data di 3 lokasi yaitu Stasiun Sungai
Itik, Ujung Jabung dan Sungai Jambat. Setiap lokasi pengamatan memiliki
karakteristik yang berbeda. Stasiun Ujung Jabung dan Sungai Jambat merupakan
stasiun yang berada di sisi timur Provinsi Jambi dengan gelombang yang lebih besar
dibandingkan dengan di sisi utara perairan Provinsi Jambi yang relatif lebih tenang
dengan asupan sedimentasi yang lebih besar. Hal ini terlihat dari tingginya laju abrasi
yang ada di kedua stasiun. Hampir seluruh garis pantai yang ada di sisi Timur terkena
abrasi.
Sementara untuk stasiun Sungai Itik relatif lebih aman dan terlindung. Di stasiun
ini juga termasuk ke dalam lokasi yang baik untuk mangrove tumbuh, karena
mangrove yang ada di pesisir Kec. Sadu didominasi oleh mangrove mayor dengan
genus Avicenniaceae dan Sonneratiaceae. Mangrove yang ada di Kec. Sadu tidak
begitu beragam, namun kondisinya masih terjaga dengan baik untuk di wilayah
pesisirnya. Di stasiun Ujung Jabung dan Sungai Jambat merupakan mangrove yang
berada di high land sehingga tidak terkena pasang susurt secara baik dan rutin,
sehingga wajar apabila ditemukan Thespesia populnea di dalam plot transek seperti
yang ada di Stasiun Ujung Jabung. Hasil dari pengamatan parameter lingkungan di 3
stasiun didapatkan yaitu nilai pH 5, suhu air 31–34˚C, suhu lingkungan 31–34˚C dan
salinitas 9–30‰.
Mangrove kategori pohon yang ditemukan di pesisir Kec. Sadu berkisar antara
633– 1067 ind/ha dengan genus Avicenniaceae yang ditemukan diseluruh stasiun.
Stasiun Sungai Itik didominasi oleh Sonneratia alba dengan Indek Penting (INP) yang
tinggi yaitu 162,55%, hal ini menunjukkan bahwa spesies ini memiliki kontribusi tinggi
dalam ekologi di stasiun tersebut, asupan sedimen yang tinggi dengan lokasi yang
terlindung dari gelombang besar.
2) Kondisi Mangrove Kecamatan Nipah Panjang
Mangrove yang ada di pesisir Kec. Nipah Panjang mengalami sedikit anomali
karena kemungkinan disebabkan oleh salinitas yang rendah sehingga mengakibatkan
perbedaan persebaran dalam spesies mangrove. Jenis mangrove yang mendominasi
di pesisir Kec. Nipah Panjang yaitu Sonneratia caseolaris. Secara umum, spesies ini
memang biasanya hidup di wilayah pematang sungai dan lebih cenderung mendekati
air tawar. Asupan air tawar yang tinggi dari sungai yang besar dapat menjadi faktor
penting dalam hal ini. Sama halnya seperti Sonneratia caseolaris, Nypa fruticans juga
mampu hidup hingga ke muara sungai besar. Hasil dari pengamatan parameter
lingkungan mendapatkan nilai pH 5–6, suhu air berkisar antara 29–33˚C, suhu
lingkungan berkisar antara 28–31˚C dan salinitas berkisar antara 5–11‰. Mangrove
kategori pohon di pesisir Kec. Nipah Panjang berkisar antara 967–1.633 ind/ha.
Sonneratia caseolaris ditemukan di seluruh stasiun dan menjadi spesies dominan
dengan memiliki nilai indek penting tertinggi di setiap stasiun.
3) Kondisi Mangrove Kecamatan Muara Sabak Timur
Mangrove yang ada di pesisir Kec. Muara Sabak Timur didominasi oleh Avicennia
alba. Berbeda seperti dua kecamatan sebelumnya, kondisi topografi di Kec. Muara
Sabak memiliki tipikal muara sungai kecil dengan laju sedimentasi yang tidak begitu
tinggi, mangrove yang ada sedikit terkena pasang surut dan tanah relatif lebih stabil.
Bahkan di stasiun Simbur kondisi substrat pasir berlumpur, berbeda dibandingkan
dengan stasiun lainnya. Parameter lingkungan yang ada di pesisir Kec. Muara Sabak
Timur memiliki nilai pH 5, suhu air 33˚C, suhu lingkungan 30–33˚C, salinitas 15–30‰.
Mangrove yang ada di pesisir Kec. Muara Sabak Timur memiliki kerapatan berkisar
antara 1.067–2.033 ind/ha.
4) Kondisi Mangrove Kecamatan Kuala Jambi
Mangrove yang ada di pesisir Kec. Muaro Jambi masih didominasi oleh genus
Avicenniaceae. Avicennia alba menjadi spesies yang memiliki kerapatan paling tinggi.
Dari spesies yang ada di dalam plot mangrove kategori mayor masih mendominasi di
wilayah tersebut. Memang untuk suksesi mangrove yang ada di pesisir Kec. Kuala
Jambi masih relatif baik. Kondisi lingkungan juga masih baik dengan pH bernilai 5,
suhu air berkisar antara 28–30˚C, suhu lingkungan berkisar antara 26–30˚C dan
salinitas berkisar antara 25–28‰.
5) Kondisi Mangrove Kecamatan Mendahara
Di Kec. Mendahara dilakukan pengambilan di 4 stasiun yaitu Mendahara Hilir,
Muara Mendahara Hilir, Sungai Ayam dan Pangkal Duri. Pengambilan dilakukan pada
2 stasiun berbeda karena tiap stasiun memiliki karakteristik yang berbeda. Stasiun
Mendahara Hilir memiliki karakteristik mangrove yang ada di pematang sungai
seperti nipah (Nypa fruticans) dan api – api (Avicennia alba), sementara di stasiun
Muara Mendaha Hilir memiliki karakteristik mangrove mayor dan lebih homogen.
Di stasiun Mendaha Hilir dan Muara Mendaha Hilir memiliki dua karakteristik
yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan salinitas diantara kedua stasiun
sehingga komposisi mangrove yang ada di kedua stasiun berbeda. Salinitas memang
merupakan salah satu parameter penting dalam persebaran mangrove dalam suatu
wilayah. Komponen mayor seperti Sonneratia alba ataupun Avicennia alba
merupakan spesies yang mampu bertahan hidup dengan perairan yang memiliki
salinitas yang tinggi serta dapat berhadapan langsung dengan perairan terbuka. Beda
halnya seperti komponen mayor ataupun asosiasi seperti Nypa fruticans lebih
cenderung hidup di wilayah terlindungi serta memiliki salinitas yang rendah.
Sementara untuk stasiun Sungai Itik juga merupakan wilayah yang baik bagi
mangrove mayor tumbuh dikarenakan wilayah ini selalu tergenang saat pasang.
Hanya beberapa spesies saja memang yang mampu hidup di wilayah dengan kondisi
seperti itu. Kerapatan mangrove yang ada di pesisir Kec. Mendahara berkisar antara
700–3.233 ind/ha. Parameter yang ada di pesisir Kec. Mendaha melipuri pH bernilai 5,
suhu air berkisar antara 29–31˚C, suhu lingkungan berkisar antara 28–29˚C dan
salinitas memiliki kisaran 5–21‰.
6) Kondisi Mangrove Kecamatan Kuala Betara
Pengambilan data di pesisir Kuala Betara hanya diambil di 1 stasiun. Namun, di
stasiun Kuala Betara memiliki komponen mangrove yang lebih beragam di dalam
plot. Kandelia candel yang ditemukan di Pulau Burung, Tanjung Jabung Timur juga
ditemukan di stasiun ini. Hal ini juga menjadi hal penting karena spesies ini memang
langka dan hanya dapat tumbuh yang lokasinya benar-benar sesuai. Hal ini harus
dijaga karena Provinsi Jambi memiliki salah satu spesies mangrove yang menjadi
banyak perhatian dari berbagai peneliti khususnya di bidang mangrove. Di stasiun
Kuala Betara masih didominasi dari spesies Avicennia alba yang memang menjadi
spesies dari komponen mayor yang sering ditemukan di pesisir Porvinsi Jambi.
Kondisi mangrove yang baik dengan keanekaragaman yang tinggi menjadi
modal awal dalam pengembangan ekosistem mangrove yang ada di pesisir Kec. Kuala
Betara. Wilayah ini bisa menjadi arboretum alami serta menjadi objek penelitian dari
berbagai tingkatan peneliti. Dekatnya akses dari Kota Tungkal bisa menjadi daya
dukung yang baik dalam mempublikasikan wilayah pesisir Kec. Kuala Betara.

7) Kondisi Mangrove Kecamatan Kuala Tungkal Ilir


Mangrove yang ada di pesisir Kec. Tungkal Ilir masih didominasi oleh mangrove
komponen mayor yang memang bisa hidup dengan berhadapan langsung dengan
gelombang. Mangrove yang mampu hidup merupakan mangrove yang bisa hidup
dan mendominasi di lahan–lahan baru hasil dari sedimentasi. Sonneratia alba dan
Avicennia alba merupakan spesies yang sangat baik untuk hidup di lahan–lahan baru
hasil dari sedimentasi. Kedua spesies mampu hidup dan tersebar dengan cepat serta
memiliki kecepatan pertumbuhan yang baik. Kedua spesies juga menjadi spesies
dominan di kedua stasiun pengambilan data di Kec. Tungkal Ilir. Parameter
lingkungan yang diambil di Kec. Tungkal Ilir bernilai ph 5, suhu air berkisar antara 31–
36˚C, suhu lingkungan berkisar antara 28–31˚C dan salinitas berkisar antara 9–15‰.

8) Kondisi Mangrove Kecamatan Seberang Kota


Kecamatan Seberang Kota merupakan kecamatan pesisir di Provinsi Jambi yang
berbatasan langsung dengan Provinsi Riau. Kecamatan Seberang Kota dilakukan
pengambilan data di 3 stasiun yaitu stasiun Sungai Keluang, sungai x dan sungai y
(karena tidak diketahui persis untuk batas administrasi). Mangrove yang ada di pesisir
Kec. Seberang Kota didominasi oleh api–api (Avicennia alba). Spesies ini memang
sangat cocok untuk hidup di wilayah lahan baru. Yang khas dari pesisir Kec. Seberang
Kota adalah banyaknya anak sungai (creek) yang merupakan lokasi yang sangat
disukai oleh buaya dan reptil lainnya. Parameter lingkungan yang didapat dari hasil
pengukuran yaitu pH berkisar antara 4–5, suhu air berkisar antara 30–32˚C, suhu
lingkungan berkisar antara 29–31˚C dan salinitas berkisar antara 16–20‰.
B. Rumah Tangga Perikanan Tangkap Provinsi Jambi
Jumlah rumah tangga perikanan tangkap di Provinsi Jambi khususnya di daerah
pesisir mengalami fluktuatif di kedua kabupaten pesisir yaitu di Kabupaten Tanjung
Jabung Timur dan Tajung Jabung Barat. Jumlah rumah tangga perikanan tangkap
terbanyak adalah pada tahun 2014 di Kabupaten Tanjung timur dengan jumlah 1.730
RTP sedangkan RTP terendah di tahun 2013 adalah Kabupaten Jabung Timur dengan
939 RTP (DKP Prov. Jambi, 2018).
Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan,
baik secara langsung (seperti penebar dan pemakai jaring), maupun secara tidak
langsung (seperti juru mudi perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahli mesin
kapal, juru masak kapal penangkap ikan), sebagai mata pencaharian dan/atau suatu
kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik
dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada umumnya
tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi
kegiatannya. (DKP Prov. Jambi, 2018).

C. Sumberdaya Non-Hayati
Potensi Sumberdaya Non-hayati yang terdapat pada wilayah pesisir Provinsi
Jambi salah satunya adalah minyak dan gas bumi. Di wilayah pesisir Provinsi Jambi
terdapat beberapa wilayah kerja (WK) migas, antara lain WK Jabung Block, WK East
Jabung Block, dan WK Batugajah Block. Saat ini status WK Blok Jabung pada tahap
eksploitasi dengan operatornya adalah Petrochina International Jabung LTD.,
sedangkan WK East Jabung Block (Talisman East Jabung B.V.) dan WK Batugajah
Block (RANHILL JAMBI INC. PTE.LTD.) saat ini masih berstatus eksplorasi
(http://geoportal.esdm.go.id). Produksi minyak di WK Blok Jabung pada tahun 2018
tercatat sebesar 14.194,83 barel per hari (BOPD) dan produksi gas-nya sebesar 295,32
MMCFD. Selain itu Provinsi Jambi memiliki cadangan minyak tinggal probable dan
potensi yakni 0,6 juta STB, dengan wilayah kerjanya seluas 594 mil persegi di darat
(onshore). Produksi gas lapangan pertama dimulai pada 2004 dimana Gas dari blok
tersebut disuplai ke Pte.Ltd melalui jalur pipa TGI Singapura.
Potensi Minyak Bumi dan Gas Bumi di wilayah Provinsi Jambi merupakan salah
satu sektor penting. Produksi pertambangan minyak bumi mengalami penurunan
pada tahun 2015 sebesar 7.622.070 barel sedangkan pada tahun 2014 produksi
pertambangan mencapai 8.573.950 barel. Produk Pertambangan Gas Bumi pada
tahun 2015 juga mengalami penurunan dibanding tahun 2014, pada tahun 2015
sebesar 84.745.300 MMBTU sedangkan pada tahun 2014 sebesar 86.997.278
MMBTU.
a. Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur
Kelompok Hutan Bakau Pantai Timur pertama kali ditunjuk sebagai Kawasan
Cagar Alam pada tahun 1981 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor:
507/Kpts/Um/6/1981 pada tanggal 12 Juni 1981. Pada awal penunjukkannya kawasan
CA Hutan Bakau Pantai Timur memiliki luas sekitar 6.500 ha. Sebagai tindak lanjut
penunjukan tersebut, pada tahun 1991 dilakukan pengukuran dan penataan batas di
kawasan CA Hutan Bakau Pantai Timur. Kegiatan tersebut berhasil merampungkan
pengukuran dan pemancangan tanda batas sepanjang 100 km dengan perkiraan luas
kawasan 3.829 ha.
Pada tahun 1997 kembali dilakukan penataan batas dan rekonstruksi batas di
kawasan CA Hutan Bakau Pantai Timur. Dari kegiatan tersebut diketahui luas kawasan
CA Hutan Bakau Pantai Timur sekitar 4.126,6 Ha. Dalam rangka pengukuhan kawasan,
pada tahun 2003 pemerintah menetapkan kawasan CA Hutan Bakau Pantai Timur
seluas 4.126,6 ha dan panjang batas 109,33 km melalui Surat Keputusan Menteri
Kehutanan nomor 14/Kpts-II/2003 tanggal 7 Januari 2003.
Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur secara administratif
pemerintahan termasuk Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung
Barat. Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat di Kecamatan Kuala Betara Desa Sungai
Dualap. Adapun Tanjung Jabung Timur meliputi 4 (empat) kecamatan, yaitu :
1. Kecamatan Muara Sabak Timur (Desa Simbur Naik, Lambur, Alang-alang, Sungai
Ular, dan Kuala Simbur)
2. Kecamatan Kuala Jambi (Desa Tanjung Solok)
3. Kecamatan Mendahara (Desa Mendahara Ilir, Lagan ilir dan Pangkal Duri).
4. Kecamatan Nipah Panjang yang meliputi Kelurahan Nipah Panjang I, Pamusiran,
Bungo Tanjung, Teluk Kijing dan 4 pulau kecil, yaitu Pulau Waitambi, Pulau
Tengah, Pulau Pedadoanak dan Pulau Mudo.
Secara geografis, Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur berada pada titik
koordinat 103o32’44”–104o12’03” BT dan 01o51’47”–01o04’40” LS. Sesuai SK Menteri
Kehutanan No. 14/Kpts-I/2003 tanggal 7 Januari 2003, kawasan ini mempunyai luas
total 4.126,6 ha.

b. Kawasan Ekosistem Esensial


Kawasan Ekosistem Esensial Pantai Cemara merupakan salah satu tujuan
migrasi burung pantai di Indonesia. Kawasan ini memiliki keunikan, yakni gabungan
habitat antara hutan rawa gambut dan rawa air tawar. Kondisi ini menyebabkan KEE
Pantai Cemara memiliki keanekaragaman jenis satwa, khususnya burung, yang tinggi.
Pemerintah Daerah Provinsi Jambi telah mendukung upaya pelestarian
kawasan ini dengan mengeluarkan Keputusan Gubernur Jambi Nomor 425 tahun
1996 tentang Penetapan Kawasan Pantai Cemara sebagai Kawasan Perlindungan
Burung Air, Burung Pantai dan Daerah Persinggahan Burung-burung Migran.
Selanjutnya dalam rangka pengelolaan Kawasan Eksoistem Esensial Pantai Cemara,
pemerintah daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah mengeluarkan Keputusan
Bupati Tanjung Jabung Timur Nomor 504 tahun 2013 tentang Pembentukan Forum
Kolaborasi Pengelolaan Ekosistem Esensial Pantai Cemara Kabupaten Tanjung
Jabung Timur. Forum ini menjadi wadah para pihak diantaranya; instansi pemerintah,
LSM, Perguruan Tinggi, dan TNI/POLRI, dalam pengelolaan kawasan ekosistem
esensial pantai cemara.
Burung migran yang dijumpai di kawasan ini yaitu; Cerek besar (Pluvialis
squatarola), Cerek kernyut (Pluvialis fulva), Cerek Pasir Mongolia (Charadrius
mongolusi), Gajahan pengala (Numenius phaeopus), Trinil kaki merah (Tringa tetanus),
Trinil pantai (Actitis hypoleucos), dan Trinil lumpur Asia (Limnodromus semipalmatus).
Sementara itu, kondisi habitat di KEE Pantai Cemara masih tergolong baik dengan
vegetasi berupa mangrove dan cemara. Bahkan terjadi penambahan vegetasi cemara
di bibir pantai dengan kondisi yang juga beragam dan baik (BKSDA Jambi).

c. Kawasan Konservasi Daerah


Provinsi Jambi memiliki beberapa kawasan konservasi yang telah ditetapkan
dengan Keputusan Bupati dan Keputusan Desa. Kawasan konservasi pada wilayah
pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah :
1. Suaka Perikanan di Pantai Desa Sungai Dualap Kecamatan Betara Kabupaten
Tanjung Jabung Barat yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati No 493 tahun
2001 Tentang Penetapan Pantai Desa Sungai sebagai Suaka Perikanan di
Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
2. Daerah Perlindungan Laut di Desa Sungai Dualap Kecamatan Batara Kabupaten
Tanjung Jabung Barat yang ditetapkan dengan Keputusan Desa Sungai Dualap
Nomor 01/SD/Tahun 2004 tentang Keputusan masyarakat Desa Sungai Dualap
Kecamatan Batara Kabupaten Tanjung Jabung Barat Daerah Perlindungan Laut.
3. Daerah Perlindungan Laut Pangkal Babu di Desa Tungkal I Kecamatan Tungkal Ilir
Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang ditetapkan dengan Peraturan Desa
Tungkal I Kecamatan Tungkal Ilir Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nomor 07
Tahun 2006 Tentang Daerah Perlindungan Laut Pangkal Babu.
Kabupaten Tanjung Jabung Timur juga memiliki kawasan konservasi yang
terdapat di Kecamatan Madahara dan Kecamatan Muara Sabak yang ditetapkan
dengan Keputusan Bupati. Kawasan konservasi pada wilayah pesisir Kabupaten
Tanjung Jabung Timur adalah:
1. Suaka Perikanan di Kecamatan Muara Sabak yang ditetapkan dengan Keputusan
Bupati Tanjung Jabung Timur Nomor 145 Tahun 2001 tentang Penetapan Lambur
Lestari Sebagai Suaka Perikanan (Reservat) Kecamatan Muara Sabak Kabupaten
Tanjung Jabung Timur.
2. Suaka Perikanan di Kecamatan Mendahara yang ditetapkan dengan Keputusan
Bupati Tanjung Jabung Timur Nomor 146 Tahun 2001 tentang Penetapan
Mendahara Lestari Sebagai Suaka Perikanan (Reservat) Kecamatan Mendahara
Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
d. Pemanfaatan Pariwisata
1. Air Hitam Laut
Air Hitam Laut merupakan sebuah desa yang memiliki kekayaan budaya bugis
yang melimpah. Desa Air Hitam Laut mempunyai berbagai peninggalan budaya di
masa lampau seperti benda cagar budaya, acara adat dan yang paling fenomenal
adalah Festival Mandi Safar. Festival ini hanya berlangsung sekali dalam setahun yaitu
pada bulan Safar (Kalender Islam). Warga akan menceburkan diri ke laut sebagai
tanda penyucian diri atas segala dosa yang mereka hasilkan selama setahun terakhir.
a) Aktivitas Wisata
Aktivitas wisata yang dapat dilakukan di Air Hitam Laut adalah mempelajari
kehidupan tradisional.
b) Amenitas
Terdapat sedikit rumah makan dan penginapan berbentuk homestay milik
warga di Desa Air Hitam Laut. Terdapat pula beberapa warga yang siap dijadikan
sebagai pemandu lokal. Fasilitas lainnya lebih bersifat fasilitas umum bagi
sebuah desa seperti masjid, warung pulsa, MCK, dan puskesmas.
c) Aksesibilitas
Desa Air Hitam Laut harus ditempuh menggunakan perahu pompon. Ada dua
jalur yaitu melalui jalur laut dan melalui jalur darat. Jalur laut menggunakan
pompon akan memakan biaya yang mahal dengan kisaran Rp 500.000 hingga
Rp 1.000.000 tergantung dari barang bawaan. Melalui jalur darat harus
menyeberang dulu menggunakan perahu pompon menuju dermaga Nipah
Panjang seharga Rp 10.000 rupiah lalu dilanjutkan dengan menyewa motor
seharga Rp 200.000 per pemakaian atau menggunakan ojek seharga
Rp.300.000 per perjalanan.
d) Pengelolaan
Pengelolaan Desa Air Hitam Laut pada dasarnya dikelola langsung oleh
pemerintah Desa Air Hitam Laut di bawah pemerintah Kecamatan Sadu. Namun
berkolaborasi pula dengan Balai Taman Nasional Berbak karena lokasinya yang
terletak di dalam kawasan taman nasional.

2. Pantai Cemara
Di sisi timur TNB terdapat Pantai Cemara yang memiliki spot terbaik untuk
menyaksikan kehidupan burung liar. Pantai ini merupakan tempat persinggahan lebih
dari 70 spesies burung dunia yang melakukan migrasi antar kontinen. Selain menjadi
surga bagi para pecinta burung, Pantai Cemara juga merupakan habitat beberapa
jenis tumbuhan paku.Disini terdapat pula beberapa hewan liar seperti kancil, monyet
ekor panjang dan harimau sumatera.
a) Aktivitas Wisata
Aktivitas wisata yang terdapat di Pantai Cemara adalah mengamati burung
(birdwatching).
b) Amenitas
Tidak terdapat fasilitas ataupun penginapan di Pantai Cemara karena letaknya
yang sangat terpencil dan jauh dari lingkungan manusia. Layaknya di Air Hitam
Dalam, wisatawan hanya dapat mengandalkan perbekalan pribadi yang telah
disiapkan sebelumnya.
c) Aksesibilitas
Akses menuju Pantai Cemara hanya dapat ditempuh menggunakan motor
dengan jalur yang sama namun lebih jauh dengan jalur darat Desa Air Hitam
Laut. Harga ojeknya pun mencapai Rp 500.000 per perjalanan pada tahun 2018.
d) Pengelolaan
Pantai Cemara dikelola langsung oleh Pemerintah Kabupaten bekerja sama
dengan Balai Taman Nasional Berbak.
Gambar
Peta Alur Pelayanan Pantai Timur
Gambar
Peta Jaringan Kabel Bawah Laut
Gambar
Peta Jaringan Pipa Bawah Laut
1.8 Isu Infrastuktur Strategis (Sarana dan Prasarana).
a. Sarana dan Prasarana Pesisir
Pengembangan sistem prasarana transportasi laut di wilayah pantai timur
Provinsi Jambi diprioritaskan pada pengembangan Pelabuhan Samudera Ujung
Jabung di Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang berfungsi sebagai pelabuhan
utama. Pengembangan pelabuhan laut di Provinsi Jambi meliputi pelabuhan utama,
pelabuhan pengumpul dan pelabuhan pengumpan yang dikembangkan, meliputi:
1) Pelabuhan utama adalah Pelabuhan Samudera Ujung Jabung di Kab. Tanjung
Jabung Timur.
2) Pelabuhan pengumpul terdiri dari Pelabuhan Kuala Tungkal di Kab. Tanjung
Jabung Barat, Pelabuhan Muara Sabak di Kab. Tanjung Jabung Timur, dan
Pelabuhan Talang Duku di Kab. Muaro Jambi.
3) Pelabuhan pengumpan terdiri dari Pelabuhan Nipah Panjang dan Pelabuhan
Mendahara di Kab. Tanjung Jabung Timur.
Sehubungan dengan kebijaksanaan tersebut maka pembangunan jaringan
perhubungan laut di Provinsi Jambi, diarahkan sebagai:
• Penunjang pengembangan ekspor dan impor Provinsi Jambi.
• Penghubung antar wilayah sepanjang pantai terutama bagi angkutan barang
dan/atau orang, sebagai kolektor dan distributor bagi sistem angkutan jalan
raya dan atau sungai pedalaman.
Pelabuhan perikanan Provinsi Jambi terdapat tiga yaitu Pelabuhan Perikanan
Kuala Tungkal, Pelabuhan Perikanan Teluk Majelis dan Pelabuha Perikanan NiPah
Panjang. Kondisi Pelabuhan Perikanan Teluk Majelis dan Pelabuha Perikanan Nipah
Panjang.saat ini tidak aktif yaitu tidak ada aktifitas lelang dan pencatatan yang ada
hanya proses pendaratan ikan yang langsung masuk ke gudang pemilik kapal.
Provinsi jambi memiliki Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) sebanyak 7 lokasi
yang terdapat di perairan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, lokasi-lokasi BMKT pada
saat ini belum ada pengelolaan.
b. Kabel dan Pipa Bawah Laut
Provinsi Jambi terdapat perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan
yaitu pertambangan migas yaitu Petrochina. Perusahaan Petrochina terletak di
Kabuaten Tanjung Jabung Timur Kecamatan Muara Sabak Timur Desa Kuala Simbur.
Perusahaan Petrochina memiliki pipa bawah laut mulai dari garis pantai hingga 6 mil
ke arah laut sebagai penghubung dari rig hingga daratan. Selain pipa dari Perusahaan
Petrochina terdapat juga pipa bawah laut dari Tungkal Ilir Provinsi Jambi menuju
Batam Provinsi Kepulauan Riau Dalam pengembangan infrastruktur jaringan
telekomunikasi di Indonesia, beberapa kabel bawah laut melintasi maupun
berpangkal di Provinsi Jambi. Beberapa kabel bawah laut tersebut antara lain:
• Indosat: Sekupang (Provinsi Kepulauan Riau) – Kuala Tungkal
• XL-Axiata: Singai Liat (Provinsi Riau) – Kuala Tungkal
• PGASCOM: Batam/Panaran (Provinsi Kepulauan Riau) – Kuala Tungkal
• Palapa Ring Barat (PRB): Provinsi Kepulauan Riau) – Kuala Tungkal

e. Sarana dan Prasarana Kelautan dan Perikanan


Pelabuhan Laut Kuala Tungkal meliputi area daratan dan perairan (laut dan
sungai) yang cukup luas, dan mencakup Daerah Lingkungan Kerja (DLKR) Pelabuhan
Kuala Tungkal dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKP) Pelabuhan Kuala
Tungkal. Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan Kuala Tungkal seluas 5 Ha, dengan
batas-batas titik koordinat (0° 49’ 10” LS – 103° 27’ 25” BT), (0° 48’ 55” LS – 103° 28’
10”BT), (0°49’15” LS – 103° 27’ 55” BT) dan (0° 49’ 10” LS – 103° 28’ 00” BT). Sedangkan
Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan meliputi perairan sungai Pengabuan
yaitu dari Pelabuhan Laut Kuala Tungkal sampai perairan sungai di Desa Taman Raja
Kecamatan Tungkal Ulu sepanjang 65 mil laut. Pelabuhan Laut Kuala Tungkal
merupakan pelabuhan internasional dan berada di bawah kewenangan Pemerintah
Pusat yaitu PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia (PT. Pelindo, BUMN di bawah
Departemen Perhubungan) dan operasionalnya dilaksanakan oleh Administrator
Pelabuhan Kuala Tungkal (DKP Prov. Jambi, 2018).
Ekspor dari Provinsi Jambi dilaksanakan lewat tiga pelabuhan utama yaitu
pelabuhan Kuala Tungkal di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, pelabuhan Muara
Sabak di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan pelabuhan Talang Duku Jambi di
Kabupaten Muaro Jambi. Komoditi yang sering diekspor lewat pelabuhan Kuala
Tungkal adalah batubara, pulp/kertas, minyak nabati dan pinang, sedangkan
pelabuhan Muara Sabak lebih focus mengekspor batubara dan migas. Komoditi yang
diekspor lewat pelabuhan Talang Duku Jambi didominasi karet.
Ekspor Asal Provinsi Jambi ke beberapa negara melalui beberapa pelabuhan
yakni pelabuhan di dalam Provinsi Jambi seperti Pelabuhan Kuala Tungkal, Muara
Sabak dan Talang Duku Jambi. Dan pelabuhan di luar Jambi seperti Belakang Padang
(Kepulauan Riau), Belawan (Sumatera Utara), Teluk Bayur (Sumatera Barat), Musi
River dan Plaju (Sumatera Selatan), Panjang (Lampung), Tanjung Priok (DKI Jakarta),
dan Tanjung Perak (Jawa Timur). Bahkan terdapat ekspor melalui pelabuhan udara
seperti bandara Kuala Namu dan bandara Soekarno Hatta. Sampai dengan tahun 2017
nilai ekspor asal Provinsi Jambi yang melalui pelabuhan Jambi mencapai 45,37 persen
dan yang melewati pelabuhan di luar Jambi 54,63 persen. (BPS, 2018).
Nilai ekspor asal Provinsi Jambi terbesar pada tahun 2017 melalui Pelabuhan
Belakang Padang, yang nilainya mencapai US$ 999,87 juta, nilai ini mengalami
peningkatan dibanding tahun 2016 yaitu sebesar US$ 816,11 juta. Pelabuhan di dalam
Provinsi Jambi (pelabuhan Kuala Tungkal dan Muara Sabak) dan pelabuhan Talang
Duku Jambi juga mengalami peningkatan. Dilihat dari volume ekspornya, Tahun 2017
Pelabuhan Belakang Padang merupakan pelabuhan terbesar yang mengekspor
barang dari Jambi karena komoditi migas dan batubara diekspor lewat pelabuhan di
Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau, volume ekspornya mencapai 3.211,95 ribu ton.
Volume ekspor kedua berasal dari Pelabuhan Muara Sabak, kabupaten Tanjung
Jabung Timur Provinsi Jambi yaitu mencapai 2.573,63 ribu ton, kemudian disusul dari
Pelabuhan Talang Duku Jambi sebesar 905,37 ribu ton dan dari Pelabuhan Kuala
Tungkal sebanyak 802,66 ribu ton. Tahun 2016 Pelabuhan Belakang Padang masih
menempati peringkat nomor satu dengan volume ekspor sebesar 3.623,01 ribu ton,
disusul pelabuhan Muara Sabak dengan volume 1.483,09 ribu ton, kemudian dari
Pelabuhan Talang Duku Jambi mencapai 643,53 ribu ton sementara dari Pelabuhan
Kuala Tungkal hanya sebesar 540,26 ribu ton. (BPS, 2018).

Anda mungkin juga menyukai