Anda di halaman 1dari 10

Jurnal kebijakan dan Manajemen PNS

REFORMASI SISTEM ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN


MENUJU NETRALITAS PEGAWAI NEGERI SIPIL

Oleh:
Muhammad Basri

Abstract
Bureaucracy, inside which the civil servants are, is one of important political structure in democratizion process.Tendency
which has happened, during the period of New Order Government was that bureaucracy became political power machine
in order to justify all government policies but the government reform does not choices except to personnel adinistrative
reform go in the direction of neutrality of civil servan by mean of three policies, regulation reform of government official,
human resource development of civil servan prosferity improvement.

Key words: Administrative reform, civil servan neutrality, empowerment

PENDAHULUAN (khusus). Di antara keduanya itu birokrasi


pemerintah merupakan medium yang bisa
Walaupun konsep birokrasi tidak dipergunakan untuk menghubungkan ke-
menduduki posisi sentral dari pemikiran Karl pentingan partikular dengan kepentingan
Marx, namun pandangan Marx terhadap general (umum).
birokrasi dalam kaitannya dengan struktur Marxis bisa menerima konsep
kekuasaan dalam masyarakat adalah amat pemikiran Hegel tentang ketiga aktor tersebut,
penting untuk dipahami. Pemikiran Marx yakni birokrasi, kepentingan partikular, dan
terhadap birokrasi merupakan suatu gejala kepentingan general (pemerintah). Akan tetapi
yang bisa dipergunakan secara terbatas dalam menurut Karl Marx itu bukannya mewakili asli
hubungannya dengan administrasi negara. dirinya sendiri. Marx berpendapat negara itu
Pandangan birokrasi hanya bisa dipahami bukan mewakili kepentingan umum. Tidak
dalam kerangka umum teorinya tentang ada kepentingan umum itu, yang ada adalah
perjuangan kelas, krisis kapitalisme, dan kepentingan partikular yang mendominasi
pengembangan komunisme. kepentingan partikular lainnya. Kepentingan
Karl Marx mengelaborasi birokrasi partikular yang memenangkan perjuangan
dengan cara menganalisis dan mengkritisi klas sehingga menjadi klas yang dominan
philosof Hegel tentang negara. Hegel itulah yang berkuasa. Birokrasi menurut Karl
berpendapat bahwa administrasi negara Marx merupakan suatu kelompok partikular
(birokrasi) sebagai suatu jembatan yang yang sangat spesifik. Birokrasi bukanlah klas
menghubungkan antara negara (pemerintah) masyarakat, walaupun eksistensinya berkaitan
dengan masyarakatnya. Adapun masyarakat dengan pembagian masyarakat ke dalam klas-
itu terdiri dari kelompok-kelompok profesional, klas tertentu. Lebih tepatnya, menurut Karl
usahawan, dan lain kelompok yang mewakili Marx birokrasi adalah negara atau pemerintah
bermacam-macam kepentingan partikular itu sendiri. Birokrasi merupakan instrumen
yang dipergunakan oleh klas yang dominan
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 65
VOL. 3, No.1, Juni 2009

untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya tetap dijadikan sebagai payung (umberella)


atas klas-klas sosial lainnya. Dengan kata lain yang mewarnai perjalanan sejarah pergeseran
birokrasi memihak kepada klas partikular yang paradigma ilmu sosial pada umumnya dan
mendominasi tersebut. administrasi publik pada khususnya.
Berdasarkan konsep pemikiran Konsep netralitas birokrasi sangat
seperti itu, maka birokrasi itu sendiri pada erat dengan perkembangan analisis sosial dan
tingkatan tertentu mempunyai hubungan politik hampir dua abad yang lalu. Konsep itu
yang sangat erat dengan klas yang dominan terpusat pada analisis dan buah pikiran para
dan pada pemerintah. Eksistensi birokrasi pemikir klasik seperti Karl Mark, Max Weber,
sangat tergantung pada klas dominan dan Jhon Stuart Mill, Gaestano Mosca dan Robert
pada pemerintah. Konsep pemikiran Karl Marx Michels.
dan Hegel dalam konteks pengembangan Sekitar abad ke 20, konsep netralitas
kekuatan politik dalam birokrasi pemerintah organisasi birokrasi menjadi sangat penting
seperti yang banyak dianut oleh pemerintahan dalam kehidupan sosial politik modern. Para
yang demokratis, dapat dijadikan suatu penulis di tahun 30-an mulai lantang berbicara
perbandingan. Kekuatan politik yang datang tentang managerial revolution dan konsep baru
dan pergi sebagai kelompok yang menguasai tentang birokrasi dunia (bureau-cratization of
pemerintahan dan birokrasi sebagai pelaksana the world). Berbarengan dengan itu mereka
kebijaksanaan pemerintah merupakan dua hal juga ingin tahu sampai di mana peranan
yang tidak bisa dipisahkan akan tetapi dapat birokrasi dalam perubahan-perubahan besar
dibedakan. Konsep Marx menunjukkan bahwa dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik
keberadaan birokrasi pemerintah memihak pada zaman yang semakin maju ini
pada kekuatan politik yang memerintah. Kemudian bila dibandingkan dengan
Sedangkan Hegel sebaliknya berada di kondisi birokrasi di Indonesia khususnya
tengah-tengah sebagai mediator yang pada era Orde Baru yang berjalan hamipr 32
menghubungkan kedua kepentingan general tahun di mana jelas bahwa birokrasi sudah
(pemerintah) dan partikular (kekuatan politik menampakkan keberpihakannya kepada satu
dalam masyarakat). Dengan kata lain birokrasi kekuatan politik tertentu (Golkar) sebenarnya
Hegelian menekankan posisi birokrasi netral juga tidak bisa dilepaskan dari sejarah politik
terhadap kekuatan-kekuatan masyarakat Orde Baru itu sendiri.
lainnya (Thoha, 2003: 22-24). Ketika Orde Baru lahir, kehidupan
George Wilhelm Fredrich Hegel kepartaian kita dalam kondisi dan situasi
dalam bukunya The Philosophy of Right yang sangat memprihatinkan. Ini disebabkan
bahwa pelayanan sipil dapat berfunsi sebagai oleh strategi pembangunan politik orde lama
“buffer” melawan tirani, Fungsi eksekutif di mana PKI merupakan satu-satunya partai
baik pada tingkat atas maupun pada tingkat politik yang tetap eksis dengan fungsinya.
bawah harus “nyambung”. Menurutnya, Sedangkan parta-partai lain satu persatu
negara yang memiliki struktur klas menengah hilang, baik secara alamiah atupun karena tidak
yang besar (karena klas ini banyak terlibat sesuai dengan Bung Karno sebagai Presiden
dalam pelayanan sipil) akan mengontrol yang sekaligus sebagai Panglima Tertinggi dan
pemerintah yang korup (Keban, 2004: 28-29). menyatakan dirinya juga sebagai Panglima
Per-tentangan teori dari para filosof tersebut Besar Revolusi waktu itu yang mengeluarkan

66 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal kebijakan dan Manajemen PNS

gagasan JAREK (jalannya revolusi kita) di tengah masyarakat yang belum terbiasa
Dalam keadaan seperti itu masyarakat berorganisasi secara modern. Disamping itu
sangat merindukan terciptanya satu situasi birokratisasi di Indonesia berkembang tanpa
yang memungkinkan kepentingan mereka didahului oleh demokrasi seperti kebanyakan
tersalurkan dan terwakili melalui partai politik. yang terjadi di negara-negara berkembang
Situasi yang demikian dibaca oleh rejim baru, lainnya
sehingga begitu orde lama tumbang, orde baru Melihat perjalanan sejarah birokrasi
berusaha untuk memulihkan keadaan dengan di Indonesia yang seperti di atas tadi, maka
mengetrapkan dua strategi dasar: sulit kiranya (bila biorkrasi tidak benar-benar
Pertama: menjadikan tentara/ netral) mewujudkan proses kontrol yang efektif
ABRI sebagai ujung tombak demokrasi dan terhadap birokrasi, menciptakan proses check
pemegang kendali pemerintahan ditopang and balance dalam mekanisme politik. Sebab
oleh birokrasi yang kuat dan terlepas dari dengan model; birokrasi = kekuatan politik
ikatan kepartaian konvensional/tradisional. tertentu/dominan dan sebaliknya, birokrasi
Kedua: menitikberatkan pembangunan ke arah akan bebas meniadakan fungsi kontrol
rehabilitasi ekonomi. terhadap hak-hak politik warga negara; sebagai
Dua strategi tersebut jelas akan contoh (era orde baru) lembaga LITSUS paling
memerlukan stabilitas dengan segala efektif untuk mengebiri hak-hak politik warga
resikonya yang dalam banyak hal akan negara dengan menggunakan justifikasi politis
merugikan bagi parpol non-pemerintah. Dalam yaitu “stabilitas politik” dan alasan ini adalah
kerangka inilah ABRI kemudian mendirikan paling tepat dan mudah digunakan karena
Sekretariat Bersama Golongan Karya (SEK- sejauh itulah yang dipercaya sebagai faktor
BER GOLKAR) pada tahun 1964 sebagai yang mendukung keberhasilan pembangunan
embrio bagi partai pemerintah (partai pelopor Indonesia selama kurun waktu 30 tahun
seperti konsep Presiden Soekarno). terakhir ini.
Dari sini kita melihat bahwa politik Namun memihaknya birokrasi
orde baru berusaha menciptakan iklim politik pemerintah kepada kekuatan politik atau
yang mendukung tumbuh suburnya kembali pada golongan yang dominan membuat
partai-partai politik, namun tetap berada di birokrasi tidak steril. Banyak virus yang
bawah kontrol birokrasi sehingga tidak akan terus menggrogotinya seperti pelayanan
menggoyahkan stabilitas nasional. yang memihak, jauh dari obyektifitas, terlalu
Faktor lain yang juga dapat di- birokratis (bertele-tele) dan sebagainya,
sebutkan disini adalah bahwa sejarah birokrasi akibatnya mereka merasa lebih kuat sendiri,
di Indonesia di jaman kerajaan dahulu pernah kebal dari pengawasan dan kritik.
meletakkan para birokrat (kaum ningrat dan Dengan melihat masalah politisasi
abdi dalem) sebagai instrumen untuk melayani birokrasi yang tetap berlangsung, maka jelas
kepentingan raja. Kemudian datang penjajah tampak di sini pentingnya untuk mengarti-
atau para kolonial yang mengembangkan kulasikan kembali tuntutan netralisasi
birokrasi model Weberian (secara rasional) birokrasi. Sebenarnya tuntutan ini sudah
untuk memenuhi kepentingan negara penjajah. pernah menghangat ketika muncul perdebatan
Setelah kemerdekaan diperoleh, birokrasi mengenai rangkap jabatan seorang pejabat
menjelma sebagai organisasi modern dan besar pemerintahan sekaligus pengurus atau

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 67


VOL. 3, No.1, Juni 2009

anggota partai. Namun demikian, tuntutan dan pengelolaan anggaran pembangunan


itu mendapatkan resistensi dari parpol dan dan banyak lagi lainnya yang sudah menjadi
para politisi atau kader partai yang meraih isu publik, semua itu menunjukkan isyarat
kekuasaan dalam kepemimpinan birokrasi kemungkinan terjadinya politisasi birokrasi.
pemerintahan. Maka, kini mendesak bagi pemerintah
Terungkap setidaknya tiga alasan dari bersama lembaga legislatif mulai dari level
sikap para politisi dan parpol sehingga tidak pusat hingga ke daerah, untuk menegakkan
mau melepaskan inter-relasinya. Pertama, profesionalitas dan netralitas kinerja birokrasi.
bahwa tidak ada aturan yang melarang seorang Untuk itu, diperlukan code of conduct berupa
aktivis partai merangkap sebagai pejabat regulasi tersendiri yang mengatur kinerja
birokrasi, khususnya pada jabatan politik dari birokrasi atau dengan mengefektifkan regulasi
Presiden/Wakil Presiden, Menteri, Gubernur/ yang sudah ada untuk mengontrol dan
Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota, meng-evaluasi masalah ini. Alternatif lain
dan Bupati/Wakil Bupati. Kedua, bertahannya ialah dengan membentuk sebuah institusi
mereka sebagai pengurus partai meski telah kontrol khusus atau dengan mengefektifkan
menjadi pejabat birokrasi, bukan karena lembaga pengawas berwenang yang sudah
ambisi pribadi namun karena kehendak partai ada mulai dari pusat hingga daerah, untuk
termasuk konstituen. Ketiga, posisi sebagai mengawasi dan mengevaluasi sejauh mana
aktivis partai dan pejabat negara/pemerintahan arah rasionalitas dan profesionalitas birokrasi
merupakan dua hal yang berbeda, karena itu, telah ditegakkan.
katanya, dapat berusaha dipisahkan. Selain itu, keterlibatan komponen
Pertanyaan yang menarik dilontarkan, masyarakat sipil (civil society) juga penting
apakah mungkin bagi para politisi yang dalam mengontrol performa birokrasi.
merangkap sebagai birokrat itu benar-benar Mengingat posisinya yang amat strategis
dapat melepaskan diri dari ikatan aspirasi atau sebagai wadah yang lebih mampu bersikap
kepentingan partai yang mendukungnya? Sulit kritis dan bergerak otonom di antara domain
disangkal mereka pasti mengalami kendala. birokrasi (state/government) dan parpol
Terbuka peluang birokrasi untuk dimanfaatkan (political society). Unsur masyarakat sipil
sebagai alat politik, jika tidak akibatnya malah harus menjaga jangan sampai birokrasi
melahirkan conflict of interest. Mengingat, garis secara melanggar aturan hanya dimanfaatkan
batas aktivitas dan kepentingan antara domain sebagai alat politik dan legitimasi belaka, untuk
birokrasi dan parpol bisa amat kabur, jika politisi kepentingan partisan pihak yang memegang
bersangkutan menjabat pejabat birokrasi tanpa kepemimpinan birokrasi bersama parpol
melepaskan atribut kepartaiannya. pendukungnya.
Mencuatnya berbagai isu krusial
seperti pergantian atau pergeseran pejabat
dalam pos-pos pemerintahan oleh pejabat NETRALITAS BIROKRASI, PRA-SYARAT
yang berkuasa yang tidak mengindahkan REFORMASI BIROKRASI
aturan, aksi dukung-mendukung aparat
birokrasi terhadap kandidat dan aktivitas partai Wacana seputar netralitas birokrasi
tertentu terutama dalam kasus Pilkada, adanya sebenarnya bukan pemikiran yang baru.
penetrasi kepentingan parpol dalam penentuan Tema ini sudah menjadi pembicaraan lama

68 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal kebijakan dan Manajemen PNS

di antara para ahli. Kritik Karl Marx terhadap satu sama lain, yaitu politik dan adiministrasi.
filsafat Hegel tentang negara sedikitnya meng- Politik menurut Goodnow harus membuat dan
gambarkan bahwa netralitas birokrasi itu merumuskan kebijakan-kebijakan, sementara
penting, sekalipun dalam kritiknya, Marx hanya administrasi berhubungan dengan pelak-
mengubah “isi” dari teori Hegel tentang tiga sanaan kebijakan. Konsekuensinya, birokrasi
kelompok dalam masyarakat; yaitu kelompok pemerintah perlu dilibatkan dalam proses
kepen-tingan khusus (particular interest) yang pembuatan kebijakan agar muncul tanggung
diwakili oleh para pengusaha dan profesi, jawab serta bisa meneguhkan posisi birokrasi
kelompok kepentingan umum (general interest) di hadapan .
yang diwakili oleh negara, dan kelompok Untuk menghindari munculnya
birokrasi. birokrasi yang otoriter (the authoritarian
Marx menyatakan bahwa birokrasi bureaucracy), maka kontrol yang kuat harus
sebaiknya memposisikan dirinya sebagai benar-benar dilakukan oleh kekuatan sosial
kelompok sosial tertentu yang dapat menjadi dan politik yang ada melalui lembaga legislatif
instrumen kelompok dominan/penguasa. Kalau agar birokrasi pemerintah tidak kebal kritik,
sebatas hanya sebagai penengah antara dan merasa tidak pernah salah, serta arogan.
negara yang mewakili kelompok kepentingan Sedangkan sebagai lembaga pelayanan publik,
umum dengan kelompok kepentingan khusus agar pelayananannya kepada masyarakat
yang diwakili oleh pengusaha dan profesi, maka dan pengabdiannya kepada pemerintah lebih
birokrasi tidak akan berarti apa-apa. Dengan fungsional, maka birokrasi perlu netral, dalam
konsep seperti ini, Marx meng-inginkan birokrasi artian birokrasi tidak memihak kepada atau
harus memihak kepada kelompok tertentu berasal dari satu kekuatan politik tertentu yang
yang berkuasa. Sedangkan Hegel dengan dominan. Selain itu, birokrasi pemerintah perlu
konsep tiga kelompok dalam masyarakat di dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan
atas menginginkan birokrasi harus berposisi atau peng-ambilan keputusan.
di tengah sebagai perantara antara kelompok Di Indonesia, upaya melepas birokrasi
kepentingan umum (negara) dengan kelompok dari pengaruh politik bukan lagi sekedar
kepentingan khusus (pengusaha dan profesi). wacana. Seperti sudah disinggung di atas, pada
Birokrasi dalam hal ini, menurut Hegel, harus masa Presidenan Habibie, telah dikeluarkan
netral. Sedangkan menurut Wilson, birokrasi PP No. 5 Tahun 1999 yang menekankan bahwa
sebagai lembaga pelaksana kebijakan politik, PNS harus netral dari partai politik. Meskipun
dalam kaitannya dengan netralitas birokrasi, usaha itu merupakan langkah maju, namun
berada di luar bagian politik. Sehingga belum mampu mewujudkan birokrasi yang
permasalahan birokrasi/administrasi hanya netral dan independen mengingat birokrasi
terkait dengan persoalan bisnis dan harus di Indonesia belum lepas dari pengaruh
terlepas dari segala urusan politik (the hurry pemerintah (eksekutif) yang merupakan
and strife of politics). kekuasaan politik.
Konsep dasar yang diletakkan Wilson Dalam konteks Indonesia, aspek
kemudian diikuti para sarjana ilmu politik kenegaraan dan pemerintah seringkali tidak
lainnya seperti D. White, Willoughby dan jelas. Dalam sistem pemerintahan Indonesia,
Frank Goodnow. Menurut Goodnow, ada dua Presiden memiliki dua kedudukan, sebagai
fungsi pokok pemerintah yang amat berbeda salah satu organ negara yang bertindak

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 69


VOL. 3, No.1, Juni 2009

untuk dan atas nama negara, dan sebagai instrumen birokrasi untuk kepentingan-
penyelenggara negara/adminstrasi negara. kepentingan politis jangka pendek.
Pada prakteknya, seringkali terjadi pen-
campuradukan antara Presiden sebagai
Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. NETRALITAS DAN PROFESIONALISME
Peran eksekutif yang dimainkan Presiden PNS
seringkali dialamatkan kepada Kepala Negara,
begitu sebaliknya. Ketidakjelasan peran ini Untuk menjaga agar netralitas aparatur
mengakibatkan birokrasi yang seharusnya negara dalam suatu kehidupan politik yang
menjadi institusi negara, lalu menjadi institusi lebih dinamis, sistem kepegawaian harus
pemerintah. mampu mempertahankan prinsip netralitas
Campur aduknya birokrasi negara dengan cara memisahkan secara tegas antara
dan birokrasi pemerintah membuat birokrasi jabatan negara dengan jabatan negeri dan
di Indonesia tak pernah benar-benar netral. jabatan pada lembaga khusus yang dibentuk
Pemerintah, yang notabene pejabat politik, dengan peraturan perundangan. Jabatan
memiliki kekuasaan yang sangat besar terhadap negeri dan jabatan pada lembaga khusus
birokrasi. Bahkan, pengaruh pemerintah tersebut adalah jabatan karier untuk para
(eksekutif) menjangkau hampir seluruh pegawai negara profesional.
lembaga negara karena seluruh lembaga Guna menghadapi tantangan globa-
negara (legislatif, yudikatif dan lembaga lain lisasi ekonomi secara sistematis dan cepat
yang dibentuk atas dasar konstitusi) terdapat dengan tingkat, Pemerintah harus merespons
unsur birokrasi (melalui Sekretariat Jenderal). dengan cepat melalui kebijakan-kebijakan
Pada posisi ini, pengaruh pemerintah sangat ekonomi makro dan mikro yang tepat, sehingga
dominan dan merancukan konsep trias politika kita dapat segera keluar dari krisis ekonomi
di mana masing-masing lembaga negara yang parah ini, serta dapat segera menata dan
seharusnya saling independen antara satu mengembangkan suatu struktur ekonomi yang
dengan yang lainnya. lebih kuat guna menghadapi persaingan yang
Pola hubungan bawahan-atasan semakin ketat pada tingkat regional dan global.
antara birokrasi dan pemerintah rentan untuk Untuk mempercepat dan menjamin
disalahgunakan. Presiden dapat me-ngeluarkan pembangunan profesionalitas pada aparatur
kebijakan apa saja terhadap birokrasi yang negara, netralitas aparatur negara dari kegiatan
sesungguhnya menjadi “area kerja” internal politik harus dijaga. Dengan adanya netralitas
birokrasi. Presiden bisa memasukkan dan tersebut, aparatur negara tidak terlalu perlu
mendudukkan “orang-orangnya” di jajaran mengalami goncangan yang berarti bila terjadi
birokrasi. Begitu pula yang terjadi di lingkungan pergantian pemerintahan koalisi.
pemerintahan daerah. Akibatnya di berbagai Bagi perusahaan milik negara,
wilayah, Kepala Daerah bersikap layaknya peraturan kepegawaian negara juga berfungsi
raja yang bertindak bebas terhadap birokrasi. ganda sebagai pelindung hukum dari keharusan
Bahkan, Kepala Daerah (Bupati dan Walikota) untuk melaksanakan Konvensi ILO tentang
bisa “memainkan” birokrasi seperti melakukan Kebebasan Hak Berserikat. Sebagai unsur
mutasi, merekrut dan memasang orang-orang pegawai negara, pegawai perusahaan milik
kepercayaan, serta memanfaatkan seluruh negara, harus tetap netral dari kegiatan

70 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal kebijakan dan Manajemen PNS

politik. Dengan demikian netralitas dalam paradigma birokrasi publik yang dikenal
mengembangkan misi perusahaan akan dengan isitlah post-bureucratic paradigm
tercapai bila perusahaan milik negara tetap melalui bukunya Banising Bureaucracy, di
berada dalam lingkungan pegawai negara mana sebelumnya Osborne dan Ted Gaebler
tanpa kehilangan daya kompetisi dengan berupaya untuk menemukan kembali cara-
swasta. cara baru (reinventing government) dalam
Untuk meningkatkan profesionalitas pengelolaan pemerintahan yang bertumpu
PNS, perlu diadakan penataan dalam pada bagai-mana memberikan pelayanan
sistem pengadaan, sistem pelatihan, sistem publik sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan
pengembangan karier, serta penggajian dan masyarakat karena dianggap bahwa birokrasi
penghargaan bagi PNS. Perencanaan formasi dan manajemen pemerintahan terdahulu
PNS perlu lebih didasarkan pada kualifikasi kurang efektif dalam memecahkan masalah
keahlian yang diperlukan oleh instansi dan memberikan pelayanan publik, termasuk
pemerintah. Perencanaan pelatihan perlu pembangunan masyaraka (Dwiyanto, 2006:
lebih dikaitkan dengan rencana penempatan 3-6).
sehingga tercapai efisiensi serta efektivitas Osborne dan Peter Plastrik (1997)
yang lebih tinggi. mengemukakan 5 (lima) strategi untuk
mewirausahakan birokrasi, yaitu: (a) Strategi
Inti (Center Strategy), yakni menata kembali
REFORMASI SISTEM KEPEGAWAIAN secara jelas mengenai tujuan, peran dan
arah organisasi; (b) Strategi Konsekwensi
Mengapa pemerintah dan biro-krasinya (Consequency Strategy), yakni strategi
gagal mengembangkan kinerja pelayanan yang yang mendorong “persaingan sehat” guna
baik, bahkan yang merajalela adalah korupsi, meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai,
kolusi dan nepotisme. Dengan menggunakan melalui penerapan Reward and Punishment
metafora biologi, Osborne dan Plastrik (1998) dengan memperhitungkan resiko ekonomi dan
menjelaskan lima DNA, kode genetika, pemberian penghargaan; (c) Strategi Pelanggan
dalam tubuh birokrasi dan pemerintah yang (Customer Strategy), yaitu memusatkan
mempengaruhi kapasitas dan perilakunya. perhatian untuk ber-tanggung jawab tehadap
Sikap dan perikaku dari suatu birokrasi pelanggan. Organisasi harus menang dalam
dan pemerintah dalam penyelenggaraan persaingan dan memberikan kepastian mutu
pelayanan publik akan sangat ditentukan bagi pelanggan; (d) Strategi Kendali (Control
oleh bagaimana kelima DNA dari birokrasi itu Strategy), yaitu merubah lokasi dan bentuk
dikelola, yaitu misi (purpose), akuntabilitas, kendali di dalam organisasi. Kendali dialihkan
konsekuensi, kekuasaan, dan budaya. Kelima kepada lapisan organisasi paling bawah,
DNA itu akan saling mempengaruhi satu yaitu pelaksana atau masyarakat. Kendali
sama lainnya dalam membentuk perilaku organisasi dibentuk berdasarkan visi dan
birokrasi publik. Pengelolaan dari kelima sistem misi yang telah ditentukan. Dengan demikian
kehidupan birokrasi ini akan menentukan terjadi proses pemberdayaan organisasi,
kualitas sistem pelayanan publik. Pandangan pegawai dan masyarakat; (e) Starategi Budaya
dari Osborne dan Plastrik adalah merupakan (Cultural Strategy), yaitu merubah budaya
salah satu bagian penting dari perubahan kerja organisasi yang terdiri dari unsur-unsur

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 71


VOL. 3, No.1, Juni 2009

kebiasaan, emosi dan psikologi, sehingga sebagai public service orientation, yaitu
pandangan masyarakat terhadap budaya menekankan pada kualitas, misi dan nilai-
organisasi publik inipun berubah (tidak lagi nilai yang hendak dicapai organisasi publik,
memandang rendah). memberikan perhatian yang lebih besar kepada
Paradigma ini juga dikenal dengan aspirasi, kebutuhan, dan patisipasi ‘user’
nama New Public Managemen (NPM) dan dan warga masyarakat, memberikan otoritas
mencapai puncaknya dengan diterapkannya yang lebih tinggi kepada pejabat yang dipilih
prinsip “Good Governance”. Paradigma New masyarakat, termasuk wakil-wakil mereka,
Public Managemen melihat bahwa paradigma meletakkan social learning dalam pemberian
manajemen terdahulu kurang efektif dalam pelayanan publik, dan penekanan pada
memecahkan masalah dan memberikan evaluasi kinerja secara berkesi-nambungan,
pelayanan publik, termasuk membangun partisipasi masyarakat dan akunta-bilitas
masyarakat. Karena itu, C. Hood meng- (Ferlie, Ewan, et. al. 1997:10-15).
ungkapkan bahwa ada tujuh komponen doktrin Berangkat dari perspektif The New
dalam New Public Management, yaitu: (1) Public Management, dan dasar pemikiran
pemanfaatan manajemen profesional dalam sebagaimana dikemukakan oleh Rosenbloom
sektor publik; (2) penggunaan indikator kinerja; & Robert S. Kravchuk, 2005: 20-21 (2005:
(3) penekanan yang lebih besar pada kontrol 20-21) maka yang dapat dilakukan untuk
output; (4) pergeseran perhatian ke unit-unit mereformasi sistem kepegawaian dan aparatur
yang lebih kecil; (5) pergeseran ke kompetisi birokrasi di Indonesia adalah berikut: (1)
yang lebih tinggi; (6) penekanan gaya sektor Setiap Pegawai Negeri Sipil dan aparatur
swasta pada praktek manajemen, dan (7) birokrasi seharusnya berfokus pada
penekanan pada disiplin dan penghematan pencapaian hasil dari pada mengutamakan
yang lebih tinggi dalam penggunaan sumber kesesuaiannya dengan prosedur; (2) Untuk
daya (Keban, 2004: 34). mencapai hasil, aparatur birokrasi seharusnya
New Public Management ini telah kreatif dan inovatif menciptakan barang dan
mengalami berbagai perubahan orientasi pelayanan lebih kompetitif terhadap pasar;
seperti dikemukakan oleh Ewan Ferlie, Lynn (3) Dalam situasi yang normal, siap aparatur
Ashburner, Louise Fitzgerald, and Addrew birokrasi harus memampu menangkap dan
Pettigrew. Orientasi pertama yang dikenal menerjemahkan keinginan masyarakat;
dengan the efficiency drive, yaitu meng- (4) Berhubungan dengan pasar, di mana
utamakan nilai efisiensi dalam pengukuran pemerintah seharusnya mengarahkan bukan
kinerja. Oritentasi kedua yang disebut mengayun; (5) Pemerintah sebaiknya diatur.
sebagai downsizing and decentralization, Perhatian birokrasi tradisional terhadap
yaitu mengutamakan pendekatan struktur, pengawasan staf, administrasi kepegawaian,
memberdayakan fungsi dan mendelegasikan penganggaran, pemeriksaan, kegiatan usaha,
otoritas kepada unit-unit yang lebih kecil dan alokasi sumber daya organisasi adalah
agar dapat berfungsi secara cepat dan tepat. tidak pantas untuk administrasi publik yang
Orientasi ketiga yaitu in search of excellence, berorientasi pada hasil; (6) Perluasan aturan
yaitu mengutamakan kenerja optimal dengan tentang kepegawaian sebaiknya diber-dayakan
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan sebagai upaya untuk memanfaatkan daya
teknologi. Dan orientasi terakhir dikenal cipta mereka dalam melaksanakan pelayanan

72 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal kebijakan dan Manajemen PNS

kepada masyarakat dan dalam pelaksanaan pada kepentingan negara dan bukan
pekerjaan. abdi/bawahan pemerintah yang tunduk
Secara keseluruhan, budaya orga- pada kepentingan pemerintah sebagai
nisasi dan sistem kepegawaian sebaiknya lembaga yang sarat kepentingan politik
dirubah agar lebih fleksibel, inovatif, mampu dan kekuasaan.
memecahkan masalah, interpreneur, dan 2. Administrasi negara sebagai organ birokrasi
usaha sebagai lawan dari orientasi pada aturan, negara selama ini tidak pernah bekerja
proses, dan berfokus pada input dari pada hasil, maksimal karena besarnya pengaruh
sehingga biirokrasi atau sistem administrasi politik dan kekuasaan. Belajar dari sejarah,
kepegawaian yang lebih menitikberatkan besarnya pengaruh politik dan kekuasan
kepada COP (Control, Oredr and Prediction) dalam birokrasi menjadi sumber utama
harus dengan cepat merubah dirinya dan penyebab korupsi, buruknya layanan dan
menjadi birokrasi atau sistem administrasi inefisiensi.
kepegawaian sebagai komponen atau institusi 3. Administrasi negara harus dilepaskan dari
“modal intelektual” yang beorientasi atau betitik pengaruh besar pemerintah agar birokrasi
tekan kepada ACE (Alignment, Creativity mampu memberikan pelayanan publik
and Empowerment). Menyertai perubahan yang profesional dan tidak rentan terhadap
orientasi sistem kepegawaian tersebut, yang pengaruh tarik-menarik kepentingan politis
menjadi per-timbangan utama adalah tingkat dan kekuasaan.
kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil, paling
4. Administrasi negara harus independen
tidak sama dengan tingkat kesejahteraan
untuk menjamin pembatasan kekuasaan
pegawai BUMN.
dan efektivitas demokrasi.

PENUTUP

Ada dua langkah penting


DAFTAR PUSTAKA
untuk mendorong penyempurnaan
peraturan perundangan yang mengarah
pada independensi Pegawai Negeri Sipil
Pertama, membangun dan memperluas Dwiyanto, Agus. (2006). “Reformasi Birokrasi
wacana independensi administrasi negara Publik di Indonesia”, Yogyakarta:
dari pemerintah. Kedua, mengawal proses Gadjah Mada University Press
pembahasan dan penyempurnaan undang- Ferlie, Ewan, et. al. (1997). “The New Public
undang yang berkaitan dengan administrasi Management in Action”, Oxford: Oxford
negara dan Pegawai Negeri. University Press
Membangun dan memperluas Keban, Yeremias T. (2004). “Enam Dimensi
wacana independensi administrasi negara Strategis Administrasi Publik: Konsep
di-maksudkan agar publik semakin terbuka
pikirannya, bahwa;
1. Administrasi negara (instansi dan pegawai
negeri) adalah abdi negara yang tunduk
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 73
VOL. 3, No.1, Juni 2009

Teori dan Isu”, Yogyakarta: Gava Persada


Media.
Osborne, David & Ted Gaebler. (1996).
“Mewirausahakan Biro-krasi,
Reinventing Government”, Jakarta:
PT. Pustaka Binaman Pressindo.
______________. & Peter Plastrik. (2000).
“Memangkas Birokrasi: Lima Strategi
Menuju Peme-rintahan Wirausaha”.
Jakarta: Penerbit PPM.
Rosenbloom, David H. & Robert S. Kravchuk.
(2005). “Public Administration,
Understanding Management, Politics,
and Law in the Public Sector”, New
York. McGraw Hill.
Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di
Indoensia. Jakarta: PT. Raja Grafindo

74 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

Anda mungkin juga menyukai