JAWABAN
Al-Munawi rahimahullah juga mengatakan,
أ أ
(فيه زحمة (فاضطروه إلى ضيقه) بحيث ال يقع )وإذا لقيتم حدهم في طريق
أ
في وهدة وال يصدمه نحو جدار ي ال تتركوا له صدر الطريق إكراما واحتراما
أل
:فهذه الجملة مناسبة ل ولى في المعنى والعطف وليس معناه كما قال القرطبي
أل
حتى يضيق عليهم نه إيذاء بال/إنا لو لقيناهم في طريق واحد نلجئهم إلى حرفة
أ
سبب وقد نهينا عن إيذائهم ونبه بهذا على ضيق مسلك الكفر و نه يلجيء إلى
النار
“[Dan jika kalian bertemu salah seorang dari mereka di jalan] yang di sana
jalannya sempit, [maka desaklah mereka ke bagian yang sempit] agar tidak
berjalan di tanah yang lapang yang tidak terhalangi oleh tembok. Maksudnya,
jangan biarkan mereka berjalan di bagian utama jalan sebagai pemuliaan dan
penghormatan bagi mereka. Jadi kalimat kedua ini cocok dengan kalimat pertama
(yaitu larangan memulai salam) sesuai secara makna dan juga sesuai dengan
kaidah athaf.
Dan bukanlah maknanya seperti yang disebutkan oleh Al
Qurthubi, perkataan “jika kami melihat mereka di jalan yang luas, maka
kami akan halau mereka untuk berjalan di reruntuhan bangunan sehingga
mereka merasa kesempitan” ini kurang tepat. Karena ini adalah bentuk
gangguan terhadap mereka tanpa sebab dan kita telah dilarang untuk
mengganggu mereka. Dan hikmah dihalaunya mereka ke bagian yang
sempit adalah agar mengingatkan kita betapa sempitnya kekufuran, dan
bahwa jalan kekufuran itu akan membawa ke neraka” (Faidhul Qadir, 6:
386).
Dari penjelasan di atas, jelas bahwa hikmah dari hadis di atas agar
kaum Muslimin tidak memuliakan dan memberikan penghormatan
kepada orang-orang yang kufur kepada Allah.
Dan para ulama mengingkari orang yang memahami hadis ini dengan
pemahaman bahwa hadis ini memerintahkan kita untuk menganggu
orang-orang kafir dzimmi tanpa sebab. Karena banyak dalil yang melarang
kita mengganggu orang kafir dzimmi. Di antaranya Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
القيامة
ِ يوم ُ فأ نا، أ و أ َخ َذ منه شياًئ بغير ِطيب ْنفس،طاقته
َ حجيجه َ أ و َّكل َفه،انتق َصه
ِ فوق َ أ و/،عاه ًدا َ أ ال َمن
َ ظل َم ُم
ٍ ِ ِ
“Ketahuilah … siapa yang menzalimi kafir mu’ahad atau mengurangi haknya,
atau membebani (jizyah) kepadanya di luar kewajibannya, atau mengambil
sesuatu darinya tanpa keridhaannya, maka aku (Nabi) akan menuntut orang
tersebut di hari Kiamat” (HR. Abu Daud no. 3052, dihasankan Syaikh Syu’aib
Al-Arnauth dalam Takhrij Abu Daud).
Dan perintah Nabi dalam hadis Abu Hurairah di atas untuk
menghalau orang-orang kafir di bagian jalan yang sempit dan memberi
keluasan bagi kaum Muslimin, tentu hanya dapat dilakukan ketika kaum
Muslimin dalam kondisi kuat dan dominan. Dalam keadaan kaum
Muslimin lemah dalam segala aspek, dalam keadaan bercerai-berai,
banyaknya kaum munafiqin, tentu tidak mungkin bisa melakukan
demikian.