2. Namun demikian, kita tetap menyadari adanya perbedaan dalam khiththah dan uslub (cara
kerja).
3. اختَلَ ْفنَا فِ ْي ِه ُ َويُ ْع ِذ ُر بَ ْع،( نَتَ َعا َونُ فِ ْي َما اتَّفَ ْقنَا فِ ْي ِهMenjalin kerja sama dalam hal-hal yang
ْ ضنَا بَ ْعضًا فِ ْي َما
disepakati dan bersikap toleran dalam hal-hal yang ikhtilaf).
4. Menyenangi ijma’ untuk mencapai al wihdah al fikriyyah dan tidak senang nyeleneh (syadz).
Syadz berbeda dengan ghoriib (aneh, asing, tidak dikenal atau lupa dikenal). Syadz artinya
bertolak belakang dengan yang shahih. Sedangkan ghariib adalah berkonotasi baik, yang tidak
atau belum dikenal oleh masyarakat banyak. Karena inilah Rasulullah saw bersabda:
) اَلَّ ِذ ْينَ يُصْ لِحُوْ نَ َما أَ ْف َس َد النَّاسُ (الحديث،َر ْيبًا َك َما بَدَأَ فَطُوْ بَى لِ ْل ُغ َربَا ِء ِ بَدَأَ ْا ِإل ْسالَ ُم غ
ِ َر ْيبًا َو َسيَعُوْ ُد غ
Islam datang sebagai sesuatu yang ghariib (asing dan tidak dikenal) dan ia akan kembali asing
sebagaimana saat datang pertama kalinya, maka beruntung sekali orang-orang yang ghariib itu,
yaitu orang-orang yang meng-ishlah (memperbaiki) apa yang dirusak oleh orang lain. (Hadits).
5. Beroleransi dalam masalah khilafiyah dan furu’ dan membenci ta’ashub (fanatisme).
ِ َ الَتُ ْف ِس ُد لِ ْل ُو ِّد قPersoalan apapun tidak boleh merusak mawaddah (rasa saling mencintai) antar
6. ٌضيَّة
sesama kaum muslimin. Pernah Hasan Al Banna difitnah bahwa janah ‘askari (sayap militer)
akan menyerang jama’ah jihad. Tentu saja pimpinan jama’ah jihad marah dan meminta dialog
dengan Hasan Al Banna untuk mengeluarkan segala unek-uneknya. Hasan Al Banna hanya
menjawab: saamihuuni (ma’afkan saya).
7. Khilafiyah silahkan dikaji secara ilmiyyah dalam suasana jernih dan ukhuwwah dan jangan
hanya berhenti sebatas apologetik (pembelaan diri) saja.
b. Dalam sebuah munasabah (kesempatan) Hasan Al Banna juga pernah diminta untuk mengisi
acara semacam tabligh. Namun sayangnya panitia kurang memiliki fiqhul mujtama’ (fiqh sosial
masyarakat), sehingga terjadi konflik dengan ulama’ disekitar tempat acara. Setelah diceritakan
oleh panitia mengenai konflik tersebut kepada Hasan Al Banna sehari sebelum acara dimulai,
maka Hasan Al Banna meminta ijin untuk mendatangi para ulama’ itu satu persatu untuk
memohon ma’af kepada mereka. Setelah itu barulah beliau memulai ceramahnya. Dalam
ceramahnya beliau menyebut-nyebut kebaikan dan jasa-jasa mereka terhadap Islam. Akhirnya
para ulama’ itu mendatangi tempat di mana Hasan Al Banna berceramah.
Ummat Islam perlu mempraktekkan kembali prinsip ta’awun ini dalam kehidupannya, misalnya
dengan melakukan hal-hal berikut:
1. Dengan saling mengingatkan akan pentingnya mengisi waktu secara maksimal untuk
beribadah di bulan ini, atau saling membangunkan untuk menyantap hidangan sahur dengan
mengetuk pintu tetangga atau via telepon, pager dan lain-lain.
2. Mempergunakan sarana-sarana yang disyari’atkan Allah swt untuk membina ta’awun, dengan
membuka lebar-lebar pintu yang dapat mengundang kepada hal-hal yang menggembirakan hati
orang lain dan dengan menutup segala pintu yang dapat mengundang perselisihan, apalagi
perpecahan. Karena itu, Islam mengharamkan tindak penyebaran isu yang tidak ditopang dengan
bukti-bukti nyata, demikian juga ghibah, namimah, berprasangka buruk dengan sesama, saling
menghina dan merendahkan, memanggil orang dengan sebutan yang tidak pantas, memata-matai
setiap gerak temannya ataupun merasa tinggi hati (lihat QS Al Hujurat : 11 – 12). Dalam kaitan
ini ta’awun tidak akan mungkin terwujud dari hati yang tidak padu.
a. Silatur-rahim
Islam sangat menganjurkan silatur-rahim antar keluarga, baik dekat maupun jauh, baik mereka
mahram ataupun bukan. Apalagi terhadap kedua orang tua. Islam bahkan mengkategorikan
tindak “pemutusan hubungan silatur-rahim” sebagai dosa besar. Rasulullah saw bersabda: “Tidak
masuk surga orang yang memutuskan hubungan silatur-rahim”. (HR Bukhari dan Muslim).
b. Memuliakan tamu
Tamu dalam Islam mempunyai kedudukan yang sangat terhormat. Dan menghormati tamu
merupakan salah satu indikasi iman seseorang. Rasulullah saw bersabda: “…barang siapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya”. (HR Bukhari dan
Muslim).
c. Menghormati tetangga
Demikian juga menghormati tetangga, ia merupakan salah satu indikator apakah seseorang
beriman dengan benar atau belum. Rasulullah saw bersabda: “… barang siapa beriman kepada
Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tetanggana”. (HR Bukhari dan Muslim).
d. Saling Menziarahi
Rasulullah saw sering menziarahi para sahabatnya. Beliau pernah menziarahi Qais bin Sa’ad bin
Ubadah di rumahnya dan mendo’akannya: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat-Mu serta rahmat-
Mu buat keluarga Sa’ad bin Ubadah”. Beliau juga menziarahi Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim,
Jabir bin Abdillah dan sahabat-sahabat lainnya. Ini menunjukkan bahwa ziarah memiliki nilai
positif dalam mengharmoniskan hidup bermasyarakat.
Dengan merealisasikan beberapa hal di atas, ta’awun akan dapat terbina, karena ta’awun baru
akan dapat terealisasi apabila ada kesatuan jiwa. Dengan jiwa yang satu, akan tercapailah satu
tujuan yang dicita-citakan. Insya-Allah.