Anda di halaman 1dari 4

Al-ayah Sodakollahul azim

Jamaah solat jum’ah yang di rahmati Allah.


Puji dan syukur alhamdulillah marilah kita panjatkan kehadirat Allah Rabbul’izzati. Pada
kesempatan Jumat ini kita kembali dapat melaksanakan kewajiban sebagai seorang Muslim
yaitu Shalat Jumat secara berjamaah di masjid yang kita cintai ini. Shalawat dan salam marilah
kita sampaikan kepada uswatun hasanah kita yaitu Baginda Nabi Besar Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya, semoga kita semua yang
hadir di masjid ini, kelak di Hari Kiamat mendapatkan syafaat dari Nabi. Amin.
Mengawali khutbah singkat pada kesempatan ini, kami selaku khatib berwasiat kepada
diri pribadi saya dan kepada seluruh jamaah, marilah kita tingkatkan takwa kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa yaitu melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua
larangan-Nya.
Jamaah solat jum’ah yang di rahmati Allah.
Hari ini adalah hari keduapuluh satu bulan Syawal. Itu artiya masih dalam suasana
Syawal yang juga suasana halalbihalal bagi masyarakat Indonesia. Suasana saling
memaafkan, bersalam salaman, dan bahagia bersilaturahim sesasama saudara, tetangga, dan
handai taulan semua.
Halalbihalal jika dilihat dari sudut pandang budaya, hanya ada di Indonesia dan
istilahnya memakai bahasa Arab. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna halalbihalal
adalah acara maaf-maafan pada hari Lebaran, sehingga mengandung unsur silaturahim.
Sedangkan dalam bahasa Arab, halalbihalal berasal dari kata halla atau halala yang
mempunyai banyak arti sesuai dengan konteks kalimatnya, antara lain penyelesaian problem
(kesulitan), meluruskan benang kusut, mencairkan yang beku, atau melepaskan ikatan yang
membelenggu.
Sedangkan dari segi fiqih, halal yang oleh para ulama dipertentangkan dengan kata
haram, apabila diucapkan dalam konteks halalbihalal memberikan pesan bahwa mereka yang
melakukannya akan terbebas dari dosa.
Dengan demikian, halalbihalal menurut tinjauan hukum fikih menjadikan sikap yang
tadinya haram atau yang tadinya berdosa menjadi halal atau tidak berdosa lagi. Ini tentu baru
tercapai apabila persyaratan lain yang ditetapkan oleh hukum terpenuhi oleh pelaku
halalbihalal, seperti secara lapang dada saling maaf-memaafkan.
Jamaah solat jum’ah yang di rahmati Allah.
Asal usul halalbihalal dalam sejarahnya di Indonesia di kenalkan oleh KH Abdul Wahab
Chasbullah pada 1948. KH Wahab merupakan seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH
Wahab memperkenalkan istilah halalbihalal pada presiden RI pertama sebagai bentuk cara
silaturahim antarpemimpin politik yang pada saat itu masih memiliki konflik.
Atas saran KH Wahab, pada Hari Raya Idul Fitri 1948, presiden mengundang seluruh tokoh
politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim yang diberi judul
halalbihalal. Para tokoh politik akhirnya duduk satu meja.
Mereka mulai menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan. Sejak saat itu,
berbagai instansi pemerintah di masa pemerintahan presiden pertama menyelenggarakan
halalbihalal.
Halalbihalal kemudian diikuti masyarakat Indonesia secara luas, terutama masyarakat muslim
di Jawa sebagai pengikut para ulama. Hingga kini halalbihalal menjadi tradisi di Indonesia.
Setelah kita mengetahui sejarah dan makna halalbihalal, tentunya kita perlu lebih jauh
mengetahui sejauh mana kelebihan-kelebihan dari halalbihalal yang dilaksanakan oleh
masyarakat Indonesia yang sudah membudaya begitu kental. Di antara kebaikan atau
kelebihan yang didapatkan dari budaya halalbihalal masyarakat Indonesia adalah:
1. Menjadi seorang pemaaf
Halalbihalal menjadi ajang silaturahim antarsesama setelah sebulan penuh menjalankan
ibadah puasa Ramadhan. Halalbihalal biasanya diawali dengan saling bermaafan atas
segala kesalahan melalui tradisi sungkeman atau salaman. Firman Allahdalam surat al-a’rof
ayat 199 yang berbunyi :

Jadilah pemaaf dan anjurkanlah orang berbuat baik, serta jangan pedulikan orang-orang
yang bodoh.” (QS Al-A`raf: 199).

2. Terbebas dari dosa sesame


Ketika budaya halalbihalal dilakukan dengan saling meminta dan memberi maaf atas
segala dosa dan kesalahan yang terjadi di antara masyarakat, dengan sendirinya
masyarakat sudah tidak memiliki dosa di antara mereka. Artinya bahwa mereka sudah
terbebas dari dosa sesama manusaia melalui budaya saling memaafkan diantara mereka.
Hal ini penting dalam kehidupan beragama dan juga bermasyarakat. Rasululloh bersabda:
’Dari Salman Al-Farisy RA, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya seorang muslim
apabila bertemu dengan saudaranya sesama muslim kemudian keduanya berjabat tangan,
maka akan gugurlah dosa-dosa keduanya sebagaimana bergugurannya daun-daun kering di
hari angin bertiup kencang. Ataupun jika tidak, maka dosa-dosa keduanya akan diampuni
walaupun seumpama sebanyak buih di lautan." (HR Turmudzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

3. Perekat persaudaraan
Fungsi dari halalbihalal adalah dapat mempererat persaudaraan antarsesama
Muslim. Sebab, setiap halalbihalal kita akan bertemu dengan sesama Muslim, saling
memaafkan dan saling mendoakan. Semua cair dan lebih siap untuk saling memafkan dan
mendoakan sesama yang bertemu baik sengaja maupun tidak sengaja, sehingga
halalbihalal dapat membuat hubungan dengan orang lain semakin dekat. Allah berfirman:

Artinya: "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah


(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya
kamu mendapat rahmat." (QS Al-Hujurat: 10)
4. Membangun nilai sosial bagi masyarakat
Tradisi halalbihalal memiliki nilai lebih. Tidak hanya sekadar bermaaf-maafan dan
menyambung tali silaturahim. Lebih dari itu. Tradisi halalbihalal dapat menghidupkan nilai-
nilai sosial di tengah kehidupan bermasyarakat. Dalam ilmu sosiologi agama menjelaskan
bahwa sudah sepatutnya agama dapat menangani masalah-masalah yang penting dalam
kehidupan bermasyarakat.
Problematika yang paling dominan adalah aspek psikologis yang bukan hanya bersifat
pribadi (private), tetapi lebih dari itu, publik (public). Oleh karena itu, ketika wilayah (domain)
teknologi dan teknik institusi tidak dapat menyelesaikan problematika manusia, maka agama
dengan kekuatan supernaturalnya yang dijadikan alternatif mengatasi keterbatasan tersebut.
’’Diriwayatkan dari Abi Musa ra. di berkata, “Rasulullah pernah bersabda,

‘Sesungguhnya Orang mukmin yang satu dengan yang lain bagai satu bangunan yang bagian-
bagiannya saling mengokohkan.’’ (HR Bukhari – 481)
Demikian khutbah yang singkat ini, semoga kita tetap semangat untuk melestarikan
budaya hala bihalal dalam lingkungan masyarakat kita agar menjadi masyarakat yang
marhamah dan maghfirah. Amin.
KHUTBAH II

Anda mungkin juga menyukai