Anda di halaman 1dari 13

1.

SEJARAH PENGELOLAAN ZAKAT DARI ZAMAN


RASULULLAH DAN PARA SAHABAT
DAN
2. SEJARAH REGULASI ZAKAT DI INDONESIA

MAKALAH

Disusun dan diserahkan sebagai tugas Individu pada mata kuliah


Manajemen Zakat, Infaq dan Sadaqah

oleh:
MARSELYA ANDINI
ECA KORINA

Dosen Pengampu:
DAFIAR SYARIF, MA

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah


mengkaruniakan manusia dengan segala isinya. Shalawat dan salam semoga Allah
SWT limpahkan kepada nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa umat
islam dari zaman kegelapan menuju zaman penuh ilmu pengetahuan seperti saat
sekarang ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Manajemen Zakat,
Infaq dan Sadaqah.dengan judul makalah “Sejarah Pengelolaan Zakat Dari Zaman
Rasulullah Dan Para Sahabat Dan Sejarah Regulasi Zakat di Indonesia” . Penulis berusaha
menyusun makalah ini secara sistematis dan sesuai dengan kaidah ilmiah, dengan
maksud agar bisa dijadikan referensi tanbahan bagi para pembaca semoga dengan
membaca makalah ini dapat memahami hal-hal tentang Sejarah Pengelolaan Zakat Dari
Zaman Rasulullah Dan Para Sahabat, dan Sejarah Regulasi Zakat di Indonesia.

Dalam penulisan makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan yang perlu
diperbaiki. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf dan
mengharapkan kritik beserta saran yang meningkatkan kualitas tulisan pada masa
depan dari para pembaca, karena masih dalam tahap pembelajaran. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Sungai Penuh, April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................
C. Tujuan.......................................................................................
D. Manfaat.....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Pengelolaan Zakat Dari Zaman Rasulullah .................
B. Manajemen zakat pada masa Khulafa ‘al Rasyidun.................
C. Regulasi Zakat di Indonesia......................................................
BAB II KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan...............................................................................
B. Saran..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang


dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Al-Qur’an. Pada awalnya,
Alquran hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya
bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk
membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi
Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat
bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin.
Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukan
bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai
jumlah zakat tersebut.
Pada zaman khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil dan
didistribusikan kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah
orang miskin, janda, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang yang
terlilit hutang dan tidak mampu membayar. Syari'ah mengatur dengan lebih detail
mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok
bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas
setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam
kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci
berdasarkan Alquran dan Sunah. Zakat juga merupakan amal sosial kemasyarakatan
dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat
manusia dimana pun.
Lebih lanjut, pengelolaan zakat di Indonesia telah berlangsung cukup lama.
Bahkan telah dipraktikkan sejak kerajaan Islam di Aceh dan Banjar. Bahkan zakat
juga menjadi alat untuk membiayai perjuangan melawan penjajah.
Faisal, dosen IAIN-sekarang UIN-Raden Intan Lampung dalam tulisannya di
Analisis Jurnal Keislaman, menjelaskan pada masa Kerajaan Islam Aceh, negara
mewajibkan masyarakat menyerahkan zakat. Pemungutan zakat dilakukan di pasar,
muara sungai yang dilintasi pedagang, dan terhadap orang yang berkebun, berladang,
atau orang yang menanam di hutan.
Pada masa kekuasaan kerajaan Aceh, kantor pembayaran zakat berlangsung
di masjid-masjid. Imam dan penghulu ditugaskan untuk memimpin kegiatan
keagamaan dan mengelola keuangan masjid yang bersumber dari zakat, infaq, dan
wakaf.
Sejak kedatangan Islam di Nusantara pada awal abad ke 7 M, kesadaran
masyarakat Islam terhadap zakat pada waktu itu ternyata masih menganggap zakat
tidak sepenting shalat dan puasa. Padahal walaupun tidak menjadi aktivitas prioritas,

1
kolonialis Belanda menganggap bahwa seluruh ajaran Islam termasuk
zakat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Belanda kesulitan menjajah
Indonesia khususnya di Aceh sebagai pintu masuk.
Atas hal tersebut, Pemerintah Belanda melalui kebijakannya Bijblad Nomor
1892 tahun 1866 dan Bijblad 6200 tahun 1905 melarang petugas keagamaan,
pegawai pemerintah dari kepala desa sampai bupati, termasuk priayi pribumi ikut
serta dalam pengumpulan zakat. Peraturan tersebut mengakibatkan penduduk di
bebe-rapa tempat enggan mengeluarkan zakat atau tidak memberikannya
kepada peng-hulu dan naib sebagai amil resmi waktu itu, melainkan kepada ahli
agama yang dihormati, yaitu kiyai atau guru mengaji.
Pada saat yang sama masyarakat Aceh sendiri telah menggunakan sebagian
dana zakat untuk membiayai perang dengan Belanda, sebagaimana Belanda
membiayai perangnya dengan sebagian dana pajak. Sebagai gambaran, pengumpulan
zakat di Aceh sudah dimulai pada masa Kerajaan Aceh, yakni pada masa Sultan
Alaudin Riayat Syah (1539-1567). Pada Masa kerajaan Aceh penghimpunan zakat
masih sa-ngat sederhana dan hanya dihimpun pada waktu ramadhan saja yaitu zakat
fitrah yang langsung diserahkan ke Meunasah (tempat ibadah seperti masjid). Pada
waktu itu sudah didirikan Balai Baitul Maal tetapi tidak dijelaskan fungsi spesifik
dalam mengelola zakat melainkan sebagai lembaga yang mengurus keuangan dan
perben-daharaan negara, yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Orang
Kaya Seri Maharaja.
Dari penjelasan diatas, maka penting bagi kita untuk membahas lebih lanjut
tentang “Sejarah Pengelolaan Zakat Dari Zaman Rasulullah Dan Para Sahabat Dan Sejarah
Regulasi Zakat di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat di di tarik permasalah yaitu:


1. Bagaimana manajemen zakat pada masa Rosullulah SAW?
2. Bagaimanan manajemen zakat pada masa khulafa rasyidin?
3. bagaimana sejarah regulasi zakat di Indonesia?

C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah untuk lebih dalam mengenai Sejarah
Pengelolaan Zakat Dari Zaman Rasulullah Dan Para Sahabat Dan Sejarah Regulasi
Zakat di Indonesia.

D. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah menambah pengetahuan tentang
Sejarah Pengelolaan Zakat Dari Zaman Rasulullah Dan Para Sahabat Dan Sejarah
Regulasi Zakat di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pengelolaan Zakat Dari Zaman Rasulullah

Pada dasarnya manajemen zakat sama dengan manajemen pada umumnya


yaitu bagaimana cara mengatur dan mengelolah zakat.

1. Zakat Pada Periode Makkah


Ayat-ayat Alqur'an yang mengingatkan orang mukmin agar mengeluarkan
sebagian harta kekayaannya untuk orang-orang miskin diwahyukan kepada
Rasulullah SAW ketika beliau masih tinggal di Makkah. Perintah tersebut pada
awalnya masih sekedar sebagai anjuran, sebagaimana wahyu Allah SWT dalam
surat Ar-Rum ayat : 39
''Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang
yang melipat gandakan (pahalanya)''.

2. Zakat pada periode Madinah


Dalam buku 125 Masalah Zakat karya Al-Furqon Hasbi disebutkan bahwa
awal Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, zakat belum dijalankan. Pada
waktu itu, Nabi SAW, para sahabatnya, dan segenap kaum muhajirin (orang-
orang Islam Quraisy yang hijrah dari Makkah ke Madinah) masih disibukkan
dengan cara menjalankan usaha untuk menghidupi diri dan keluarganya di
tempat baru tersebut. Selain itu, tidak semua orang mempunyai perekonomian
yang cukup -- kecuali Utsman bin Affan -- karena semua harta benda dan
kekayaan yang mereka miliki ditinggal di Makkah. Kalangan anshar (orang-
orang Madinah yang menyambut dan membantu Nabi dan para sahabatnya yang
hijrah dari Makkah) memang telah menyambut dengan bantuan dan keramah-
tamahan yang luar biasa. Meskipun demikian, mereka tidak mau membebani
orang lain. Itulah sebabnya mereka bekerja keras demi kehidupan yang baik.
Mereka beranggapan pula bahwa tangan di atas lebih utama daripada tangan di
bawah.

Pada saat itu keahlian orang-orang muhajirin adalah berdagang. Tidak


semua orang muhajirin mencari nafkah dengan berdagang. Sebagian dari mereka
ada yang menggarap tanah milik orang-orang anshar. Tidak sedikit pula yang
mengalami kesulitan dan kesukaran dalam hidupnya. Akan tetapi, mereka tetap
berusaha mencari nafkah sendiri karena tidak ingin menjadi beban orang lain.
Misalnya, Abu Hurairah. Kemudian Rasulullah SAW menyediakan bagi mereka
yang kesulitan hidupnya sebuah shuffa (bagian masjid yang beratap) sebagai
tempat tinggal mereka. Oleh karena itu, mereka disebut Ahlush Shuffa
(penghuni shuffa). Belanja (gaji) para Ahlush Shuffa ini berasal dari harta kaum
Muslimin, baik dari kalangan muhajirin maupun anshar yang berkecukupan.

3
Setelah keadaan perekonomian kaum Muslimin mulai mapan dan pelaksanaan
tugas-tugas agama dijalankan secara berkesinambungan, pelaksanaan zakat
sesuai dengan hukumnya pun mulai dijalankan. Di Yatsrib (Madinah) inilah
Islam mulai menemukan kekuatannya.

Setelah hijrah ke Madinah, Nabi SAW menerima wahyu berikut ini: ''Dan
dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kamu usahakan dari
kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya di sisi Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan'' (QS Al-
Baqarah: 110). Berbeda dengan ayat sebelumnya, kewajiban zakat dalam ayat
ini diungkapkan sebagai sebuah perintah, dan bukan sekedar anjuran.

Rasullah Mulai Mengutus para sahat untuk dijadikan utusan sebagai duta
guna mendakwakan agama islam dan mengambil zakat. Rasullulah telah
menelegasikan Muad bin Yaman seraya bersabda “engkau akan aku utus untuk
datang ke ahli kitab. Persoalan utama yang harus engkau dakwahkan kepada
mereka adalah mengajak untuk beribadah kepada allah. Jika ia telah mengetahui
allah lalu beritahunkanlah kepada mereka tentang allah mewajibkan zakat. Zakat
diatrik dari orang-orang yang kaya dan selanjutnya di bagikan kepada kaum
fakir.”

Menjelang tahun ke-2 Hijriah, Rasulullah SAW telah memberi batasan


mengenai aturan-aturan dasar, bentuk-bentuk harta yang wajib dizakati, siapa
yang harus membayar zakat, dan siapa yang berhak menerima zakat Dan, sejak
saat itu zakat telah berkembang dari sebuah praktik sukarela menjadi kewajiban
sosial keagamaan yang dilembagakan yang diharapkan dipenuhi oleh setiap
Muslim yang hartanya telah mencapai nisab, jumlah minimum kekayaan yang
wajib dizakati. Selain itu zakat pada masa rasulullah SAW juga di gunakan
sebagai sumber pendapatan negara. Walaupun sudah di undangkan sebagai
pendapatan negara sejak tahun kedua hijriah, namun baru bisa di pungut sebatas
zakat fitrah, kewajiban atas zakat mal masih bersifat sukarela. Efektif
pelaksanaan zakat mal baru terwujud pada tahun kesembilan hijriah. Ketika
Islam telah kokoh, wilayah negara meluas dengan cepat orang-orang
berbondong-bondong masuk Islam. Peraturan yang disusun meliputi sistem
pengumpulan zakat, batas-batas zakat, dan tingkat presentasi sistem penggajian
hak-hak amil zakat.

Dapat diartikan bahwa manajemen zakat pada masa rasulullah SAW di


gunakan untuk mensejahterakan rakyatnya dengan mengunakan azas berimbang
artinya semua pemasukan habis di gunakan untuk dibelanjakan sesuai kebutuhan
negara. Karena zakat merupakan ibadah wajib untuk umat islam, maka
menghitung berapa besar zakat yang ahrus di keluarkan dapat di lakukan sendiri
dengan penuh kesadaran iman dan takwa. Begitulah rasulullah SAW meletakan
zakat yang berlandaskan keadilan sejak masa awal pemerintahan islam. Karena
zakat ini sangat penting dalam menyusun kehidupan yang humanis dan
harmonis. Peranan zakat, baik zakat fitrah maupun zakat harta dalam pemerataan

4
pendapatan akan lebih ketara kalau dihubungkan dan dilaksanakan dengan nilai-
nilai lainya.

B. Manajemen zakat pada masa Khulafa ‘al Rasyidun

Pada masa kepemerintahan Khulafa’al Rasyidun melanjutkan tugas Nabi,


terutama tugas tugas pemerintahan khususnya dalam mengembangkan sejarah
agama Islam termasuk menegakkan syariat zakat. Karena dalam masa ini fungsi
zakat sebagai pajak dan sumber utama pendapatan Negara. Abu Bakar di
hadapkan pada permasalahan pembangkangan-pembangkangan seperti kaum
yang murtad dan kelompok yang tidak mau membayar zakat kepada negara. Abu
bakar mengambil langkah-langkah tegas untuk mengumpulkan zakat dari umat
Islam termasuk badui yang kembali meperlihatkan pembangkangannya setelah
Rasullulah wafat.

Menurut imam sayuti ketika berita wafatnya Rasullulah tersebar keseluruh


penjuru madinah, banyak suku-suku arab yang menolak membayar zakat. Abu
bakar memerintahkan pasukanya untuk menyerang suku-suku pembangkang
tersebut. Langkah ini tidak disetujui Umar bin Khattab ra. dengan alasan,
perintah memerangi seseorang itu hanya bisa dibenarkan hingga batas seseorang
belum mengucapkan dua kalimah syahadah. Sementara Abu bakar beralasan
bahwa apabila tindakan pembangkangan mereka untuk membayar zakat
dibiarkan, akan menjadi presiden buruk terhadap pemahaman Islam. Dalam
pelaksanaan dan pengelolaan zakat Abu Bakar terkenal dengan keakuratan dan
ketelitianya. Terbukti dengan ketelitian dan keakuratanya khalifah Abu Bakar
langsung turun tangan dan mengangkat beberapa tugas (amil zakat), sehingga
pemungutan dan penyaluran harta zakat berjalan dengan baik.

Negara juga harus melaksanakan apa yang telah di tetapkan oleh Allah.
Zakat di berikan kepada mereka yang berhak menerima sebagaimana yang
diterangkan dalam Al-Quran. Selanjutnya pemungutan dan pengelolaan zakat
dalam masa Khalifah Umar Ibn al-Khattab ini makin diintensifkan kaena zakat
di jadikan sebagai pendapatan negara, pendapatan ini didistribusikan dalam
tingkat lokal. Jika ada kelebihan maka kelebihan tersebut di kirim ke baitul maal
pusat dan di bagikan kepada 8 asnaf. Sehingga penerimaan harta zakat makin
meningkat, karena semakin banyak jumlah para wajib zakat dengan
pertambahan dan perkembangan umat Islam dengan tujuan untuk kemaslahatan
umat yaitu : Pertama, Istikhlaf penugasan sebagai Khalifah di bumi. kedua,
solidaritas sosial Ketiga, persaudaraan.

Kemudian pada masa Zakat Pada Masa Kholifah Utsman Ibn Affan. Dalam
periode ini, penerimaan zakat makin meningkat lagi, sehingga gudang Baitul
Mal penuh dengan harta zakat selain itu karena kholifah usman adalah seorang
saudagara yang kaya sekalipun menjadi kepala pemerintahan namun bukan
berarti kalu beliau kaya tidak akan terjadi masalah justru menimbulkan kesalah

5
pahaman. Dilaporkan untuk mengamankan zakat dalam gangguan dan masalah
pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa pengumpul naka, khalifah
usman mendelegasikan kewenangan kepada para pemilik untuk menaksirkan
kepemiliknya sendiri Usman berpendapat bahwa zakat hanya dikenakan pada
harta milik seseorang setelah dipotong seluruh utang-utang yang bersangkutan.
Namun pada intinya manajemen zakat pada masa khalifah Usman Ibn Affan,
urusan zakat ini demikian penting, untuk itu dia mengangkat pejabat khusus
menanganinya yaitu zaid Ibn sabit, sekaligus mengangkatnya mengurus lembaga
keuangan Negara (BaitulMal). Pelaksanaan pemungutan dan pendistribusian
zakat makin lancar dan meningkat. Harta zakat yang terkumpul segera di bagi-
bagikan kepada yang berhak menerimanya, sehingga tidak terdapat sisa harta
zakat yang tersimpan dalam Baitulmal

Zakat Pada Masa Kholifah Ali Ibn Abi Thalib. Dalam menjalankan
kebijakan perekonomian, Ali, sebagaimana juga para khalifah sebelumnya,
pemungutan zakat dan pajak-pajak mendapat perhatian utama. Ali
melakukannya dengan cara yang adil dan berada dalam batas-batas tertentu,
“sepadan” dengan kemampuan rakyat. Cara ini dilakukan agar rakyat tidak
mengorbankan kebutuhan hidupnya yang pokok untuk membayar pajak tersebut
Dalam penerapan dan pelaksanaan zakat, Ali Ibn Abi Thalib selalu mengikuti
kebijaksanaan khalifah-khalifah pendahulunya. Harta zakat yang sudah
terkumpul ia perintahkan kepada petugas supaya segera mambagi-bagikan
kepada mereka yang berhak yang sangat membutuhkannya, dan jangan sampai
terjadi penumpukan harta zakat dalam Baitul Mal. Dalam pendistribusian harta
Baitul Mal, khalifah Ali bin Abi Thalib menerapkan prinsip pemerataan. Ia
memberikan santunan yang sama kepada setiap orang tanpa memandang status
sosial atau kedudukannya dalam Islam. Ali tetap berpendapat bahwa seluruh
pandapatan Negara yang disimpan di dalam Baitul Mal harus didistribusikan.

C. Regulasi Zakat di Indonesia

Sejarah panjang pergerakan zakat di Indonesia dimulai sejak masuknya


Islam di Indonesia. Pada masa kerajaan-kerajaan Islam, sebelum masa
penjajahan Belanda sebelum abad ke-16, zakat telah dilaksanakan, baik secara
sukarela ataupun diwajibkan. Di beberapa kerajaan, seperti Kerajaan Islam Aceh
dan Kerajaan Banjar, zakat telah dikelola oleh kerajaan layaknya pajak. Pada
masa penjajahan, Pemerintah Hindia Belanda melemahkan sumber keuangan
dan dana perjuangan rakyat dengan cara melarang semua pegawai pemerintah
dan priyayi pribumi mengeluarkan zakat harta mereka. Kebijakan Pemerintah
Hindia Belanda ini menjadi batu sandungan dan hambatan bagi terselenggaranya
pelaksanaan zakat. Namun, pada awal abad 20, diterbitkanlah peraturan yang
tercantum dalam Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal
28 Pebruari 1905. Dalam peraturan ini, Pemerintah Hindia Belanda tidak lagi
mencampuri urusan pengelolaan zakat, dan sepenuhnya pengelolaan zakat
diserahkan kepada umat Islam.

6
Perhatian Pemerintah terhadap organisasi pengelola zakat mulai meningkat
sekitar tahun 1968. Saat itu, diterbitkanlah peraturan Menteri Agama Nomor 4
tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan Nomor 5/1968 tentang
pembentukan Baitul Mal (Balai Harta Kekayaan) di tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kotamadya. Pada periode Orde Baru, 1967-1998, pengembangan
zakat dilaksanakan atas anjuran Presiden yang diutarakan dalam pidatonya saat
memperingati Isra’ Mi’raj di Istana Negara, 22 Oktober 1968. Setelah itu,
dibentuklah Badan Amil Zakat Infak dan Shadaqah (BAZIS) di berbagai
provinsi. Sebelum tahun 1999, pengelolaan zakat di setiap daerah atau provinsi
bisa berbeda-beda, baik dari aspek lingkup, hingga program dan institusinya.
Pemerintah, yang diwakili oleh Kementerian Agama, berperan sebagai Lembaga
Amil Zakat tingkat Nasional yang memiliki cabang di setiap provinsi dan
kabupaten kota.

Di sisi lain, pengelolaan zakat oleh individual ataupun swasta tetap diijinkan
dengan tanpa adanya insentif ataupun sanksi yang diatur oleh peraturan.
Berbagai peraturan menteri dikeluarkan sebatas untuk meningkatkan efektivitas
kinerja BAZIS. Misalnya, Instruksi Menteri Agama Nomor 2 tahun 1984 tanggal
3 Maret 1984 tentang Infak Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan. Pada 12
Desember 1989, dikeluarkan pula Instruksi Menteri Agama 16/1989 tentang
Pembinaan Zakat, Infak, dan Shadaqah. Pada 1991, dikeluarkan Keputusan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 dan 47 Tahun
1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infak, dan Shadaqah yang
kemudian ditindaklanjuti dengan Instruksi Menteri Agama Nomor 5 tahun 1991
tentang Pedoman Pembinaan Teknis BAZIS. Baru pada tahun 1999 diterbitkan
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Kemudian,
dikeluarkan pula Keputusan Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999. Undang-undang inilah
yang menjadi landasan legal formal pelaksanaan zakat di Indonesia. Sebagai
konsekuensinya, pemerintah (mulai dari pusat sampai daerah) wajib
memfasilitasi terbentuknya Lembaga pengelola zakat, yakni Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) untuk tingkat pusat, dan Badan Amil Zakat Daerah
(BAZDA) untuk tingkat daerah.

Secara garis besar, UU No 39 Tahun 1999 memuat aturan tentang


pengelolaan dana zakat yang terorganisir dengan baik, transparan dan
profesional, serta dilakukan oleh amil resmi yang ditunjuk oleh pemerintah. UU
ini juga mengatur beberapa hal pokok, yaitu tujuan utama pengelolaan, bentuk
organisasi pengelola zakat, pengumpunan dan pendistribusian zakat,
pengawasan dan sanksi bagi kelalaian pengelolaan. Dalam perjalanannya, UU
ini tidak mampu mendorong tumbuh dan efektif kerjanya BAZIS, baik di tingkat
nasional maupun daerah dan provinsi.

Di sisi lain, lembaga amil swasta justru semakin tumbuh pesat hingga
lahirlah beberapa organisasi pengelola zakat berskala nasional, seperti Dompet
Du’afa, DPU Darut Tauhid, PKPU, Rumah Zakat, dan sebagianya Belum

7
optimalnya pelaksanaan UU zakat ini disebabkan oleh kurang lengkapnya
lingkup pengaturan maupun kekurangjelasan dan menariknya sistem yang diatur.
Di antaranya, UU ini belum mengatur tentang pengelolaan zakat secara integratif
nasional, termasuk tata kelola organisasi pengelola zakat yang profesional.

Untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan zakat ini, maka dikeluarkan


UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang sempat diamandemen.
UU ini memiliki beberapa perbaikan atau perubahan, yaitu:
a) Koreksi terhadap pengertian dan definisi, misalnya cakupan mustahik.
b) Arah adanya sentralisasi pengelolaan zakat, di mana Pemerintah berperan
sebagai regulator dan pengelola yang disebut Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) dan amil swasta difungsikan sebagai kepanjangan tangan
BAZNAS.
c) Adanya larangan dan sanksi individual atau pihak yang tidak berizin
untuk
mengelola zakat.
d) Tata kelola zakat yang lebih detail.

Berikut merupakan tabel regulasi zakat di Indonesia:

Tabel 1. Regulasi zakat di Indonesia

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Adanya manajemen zakat ini sudah mulai dikenal sejak zaman


Rasulullah SAW yang juga dijadikan sabagai sumber pendapatan negara. Yang
di mana tidak hanya dapat memperbaiki perekonomian pada masa itu tapi juga
memperkuat ukhuwah Islamiyah para umat Islam dimasa itu. Sehingga banyak
para muallaf yang berbondong-bondong memperkuat agama Islamnya ataupun
non-Islam yang berpindah agama menjadi Islam. Mereka tersentuh haru dengan
adanya ikatan sosial yang kuat antar umat muslim yang saling tolong-menolong
tidak hanya dalam bidang ekonomi namun juga dalam dikehidupan sehari-hari.
Jiwa sosialisme loyalitas mereka cukup erat dan kuat. Karena dalam manajemen
zakat ini sendiri mengutamakan kesejahteraan umat tidak sekedar egosentrisme
mencari kesejahteraan untuk diri sendiri. Tentu manajemen zakat ini sebagai
upaya implementasi nilai-nilai agama Islam agar tidak sekedar omong kosong
yang saat ini dapat dibuktikan salah satunya dengan hadirnya Rumah Zakat
yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.

B. Saran

Bersasarkan pembahasan maka disarankan kepada para pembaca untuk


memahami hal-hal tentang Sejarah Pengelolaan Zakat Dari Zaman Rasulullah Dan
Para Sahabat Dan Sejarah Regulasi Zakat di Indonesia secara mendalam dan
mengetahui manfaat penggunaannya sehingga dapat mempermudah pekerjaan
atau untuk memecahkan suatu masalah yang berhubungan dengan zakat.

9
DAFTAR PUSTAKA
Ramdani, Eko. 2019. Sejarah Pengelolaan Zakat di Indonesia. Artikel diakses pada
tanggal 12 April 2022 dari situs: Sejarah Pengelolaan Zakat di Indonesia
(act.id)
Baznas. 2021. Sejarah,Pengelolaan Zakat Nasional. Artikel diakses pada tanggal 12
April 2022 dari situs SEJARAH PENGELOLAAN ZAKAT NASIONAL –
Baznas (garutkab.go.id)

Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah - Bank Indonesia. 2016. Pengelolaan


Zakat yang Efektif: Konsep dan Praktik di Berbagai Negara Seri Ekonomi
dan Keuangan Syariah. Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah -
Bank Indonesia P3EI Fakultas Ekonomi - Universitas Islam Indonesia

10

Anda mungkin juga menyukai