Anda di halaman 1dari 3

Loru menjelaskan bahwa asal usul penghuni pertama penduduk di Sulawesi Tengah berasal

dari daerah pegunungan yang disebut Desa Tompu Bulili yang terletak di kecamatan sigi
Biromaru.

Tanah Kaili adalah manusia yang diutus dari Langit atau yang biasa dikenal pada
masyarakat di Kabupaten Sigi disebut

Biromaru, Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah.

Raranggonau, sebuah Desa tertua pada zama lampau yang diyakini sebagai cikal- bakal
kehidupan masyarakat Etnik To

Etnik Kaili.
Kajian riset Misnah dalam tesisnyanya mendeskripsikan bahwa cerita mengenai asal usul
nenek moyang Etnik Kaili sangat kental dengan nuansa tradisi lisan yang sangat identik
dengan mitos-mitos yang berkembang pada masyarakat Etnik Kaili. Nenek moyang To Kaili
merupakan jelmaan pemimpin yang memiliki kekuatankekuatan supranatural, kekuatan-
kekuatan yang luar biasa, yang dinobatkan sebagai manusia pertama yang mendiami
wilayah Kupaten Sigi Sulawesi Tengah. Masyarakat Etnik Kaili meyakini melalui tradisi lisan
yang diucapkan secara turuntemurun bahwa Tomanuru merupakan manusia dako ri
langi, Tobarakah yang disimbolkan dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang
mendiami lereng pegunungan-pegunungan yang ada di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah.
Kajian mengenai asal usul penghuni pertama masyarakat yang ada di Sulawesi Tengah juga
di paparkan dalam sebuah tulisan .

Terjemahan.

Sulawesi Tengah bahwa masyarakat To Kaili mendiami daerah-daerah


pegunungan, disebabkan pada zaman lampau kehidupan yang ada di dataran adalah
lembah lautan.

Kehidupan ini dimanfaatkan para pelayar-pelayar ulung yang mengarungi pelayaran di


zaman lampau dikenal dengan istilah

Tasi vuri . Pada zaman lampau ketika melakukan pelayaran yang menjadi tanda atau
sebagai symbol adanya sebuah kehidupan di daerah pegunungan adalah sebuah pohon
yang disebut pohon Kaili.

Sulawesi Tengah pada zaman lampau merupakan kisah mengenai bagaimana kehidupan
masyarakat menjalin kerja sama, hubungan sosial dan kekerabatan telah tejalin dengan
orang–orang luar yang datang mengujungi wilayah Sulawesi

Bangga yang ada di wilayah Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah.


Pada zaman lampau kayu ini sangat memberikan manfaat bagi para pengembara yang
melintasi lautan di Sulawesi Tengah, sebagai pertanda simbol bagi perantau, ketika akan
melihat pohon menjulang tinggi sebagai penunjuk arah bahwa ada tanda kehidupan yaitu di
daerah pegunungan.
Masyarakat Etnik Kaili yang identik dengan sebutan To

Tengah merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk melakukan promosi terhadap
kebudayaan daerah yaitu mengenai asal usul penghuni pertama masyarakat Etnik Kaili yang
ada di Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah.

Hasil kajian ini memberikan sebuah gambaran bahwa pada masa lampau berdasarkan
tradisi lisan pada masyarakat Etnik Kaili bahwa penghuni pertama atau asal usul nenek
moyang Etnik Kaili di Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi

Sulawesi Tengah merupakan hamparan laut yang sangat luas.

Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah.

Sulawesi Tengah menurut informasi tradisi lisan yang diyakini masyarakat Etnik To Kaili
bahwa Wilayah Sulawesi Tengah pada zaman lampau merupakan hamparan lautan yang
sangat luas.

Kehidupan manusia pada zaman lampau sebelum masuknya ajaran agama Islam di
Kabupaten Sigi Propinsi

Terjemahan. Pada zaman lampau dikisahkan sebuah cerita kunjungan yang dilakukan oleh
pelaut ulung yang gagah berani yang bernama Sawerigading, yang melakukan pelayaran
dari daerah Cina, melabuhkan perahunya di lembah Palu, dan menuju ke arah kerajaan Sigi
yang dipimpin oleh seorang raja perempuan yang masih belum menikah dan memiliki paras
yang sangat cantik. Sawerigading langsung menyampaikan keinginannya untuk
mempersunting sang Ratu, dan sang Ratu yang bernama Ngilinayo langsung mengatakan
persetujuan, tetapi dengan syarat yaitu melakukan pertarungan ayam antara ayam
Saweigading dan ayam raja cantik sang Ngilinayo tersebut. Tanpa fikir panjang sang pelaut
ulung langsung mengatakan setuju terhadap syarat yang di ajukan sang Raja cantik dari Sigi
tersebut.

Sigi saat ini yang tetap mempertahankan pelaksanaan upacara adat Balia.

Sawerigading dalam epos Lagaligo suatu analisis struktural memaparkan kedatangan


Sawerigading di wilayah Sulawesi diperkirakan sekitar abad ke -10 sezaman dengan
persebaran ajaran Agama Hindu-Budha di Nusantara, menguraikan bahwa

Sawerigading merupakan tokoh yang sangat terkenal melaui mitos-mitos cerita rakyat
sebagai tokoh setengah Dewa dan pembawa kebudayaan .
Bedasarkan uraian penjelasan yang ada di atas mitos mengenai Sawerigading di Kabupaten
Sigi Sulawesi Tengah merupakan sebuah kajian analisis yang bisa kita simpulkan bahwa
Sawerigading merupakan tokoh yang memperkenalkan tradisi, nilai-nilai luhur yang sangat
sakral dalam kegiatankegiatan masyarakat pada masa lampau yang berkaitan dengan
persoalan budaya melalui tradisi lisan Motutura, sebagai sebuah pewarisan budaya yang
memiliki nilai-nilai historis dan bermanfaat bagi generasi saat ini dan bagi generasi
berikutnya.

Ratu Ngilinayo dan Sawerigading memberikan gambaran secara keseluruhan bagaiman


sikap dan karakter masyarakat To

Kaili dalam menghargai orang lain. Melalui budaya tutur lisan pada masyarakat To Kaili
memberikan gambaran bahwa masyarakat Etnik Kaili memiliki sifat terbuka dan menghargai
orang lain yang datang berkunjung ke wilayahnya, menghargai, menghormati, mengayomi
pendatang ibarat tamu yang harus dilayani secara baik.
Terjemahan. Bahwa untuk memeriahkan acara yang akan dilaksanakan yaitu pertarungan
antara ayam Raja Ngilinayo dan Sawerigading ini kemudian di desain, dirancang dan
disiapkan sedemikian ramai dan meriah. Seluruh warga yang menjadi penduduk yang
dipimpin oleh raja Ngilinayo di undang datang ke istana untuk menyambut dan memeriahkan
acara yang akan dilaksanakan pada keesokan harinya.
Meriahnya acara yang dilaksanakan dan dipersiapkan oleh sang Ratu karena menghargai
tamu sang Sawerigading.
Sawerigading. Para masyarakat dari Kerajaan Sigi semua berdatangan untuk menyaksikan
acara meriah yang akan dilaksanakan oleh Sang Raja Ngilinayo. Meriahnya pesta yang
dirangkaikan dengan acara, tari-tarian dan menggunakan alatalat musiK tradisional seperti
gimba, lalove.

Sawerigading. Setelah selesainya tarian-taraian dilaksanakan tanpa disadari bahwa orang-


orang yang sakit akhirnya sembuh dari derita yang dialaminya.
Sehingga munculah istilah dalam bahasa Kaili Nabali Ia yang pada saat itu disebut Balia.

Upacara adat Balia merupakan upacara adat yang sangat syarat dengan nilai-nilai mistik hal
ini disebabkan pola kepercayaan pada masa lampau sebelum masuknya Islam di

Sulawesi Tengah. Pandangan masyarakat sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kepercayaan


animisme dan dinamisme sebagai wujud penghormatan masyarakat terhadap kekuatan-
kekuatan sakti yang diyakini sebagai kekuatan supra natural penghargaan terhadap
Dewa. Pada kondisi saat ini di lingkungan masyarakat To Kaili setelah masuknya ajaran
agama

Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah. Pelaksanaan upacara adat yang bernuansa


animisme dan dinamisme mulai bergeser dan ditinggalkan oleh masyarakat To Kaili, dengan
melakukan akulturasi budaya Islam dan mempertahankan nilai-nilai budaya dalam tata cara
pelaksanaan upaca adat Balia.

Anda mungkin juga menyukai