Anda di halaman 1dari 27

AKUNTANSI DANA CADANGAN DAN ASET

LAINNYA

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Akuntansi Keuangan Daerah
Dosen: Rusnaidi, SE., M.Si

Oleh:
Kelompok 1

1. Triyani Agustya (1902110075)


2. Gessy Fardella (1902110032)
3. Erin Almudi (1802110153)
4. Al Qudri (1902110104)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Akuntansi Dana Cadangan dan Aset
Lainnya” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga
kami berterima kasih pada Bapak Rusnaidi, SE., M.Si selaku dosen mata kuliah
Akuntansi Keuangan Daerah yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami sampaikan banyak terimakasih
kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam
penyelesaian makalah ini, sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan
rapi.
Di luar itu, kami penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya
bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini jauh dari kata
sempurna, baik dari segi tata bahasa, penyusunan kalimat maupun isi. Oleh sebab
itu, dengan segala kerendahan hati, kami selaku penulis menerima segala kritik
dan saran yang membangun dari pembaca.
Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
menambah wawasan ilmu pengetahuan dan memberikan manfaatnyata untuk
masyarakat luas. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Semoga makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Banda Aceh, Juni 2022


Penulis

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................2
A. Dana Cadangan........................................................................................2
B. Jurnal Standar terkait Dana Cadangan....................................................3
C. Ilustrasi....................................................................................................4
D. Aset Lainnya............................................................................................6
E. Ilustrasi..................................................................................................18
BAB III PENUTUP............................................................................................22
A. Kesimpulan............................................................................................22
B. Saran......................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akuntansi dana cadangan mengacu pada PSAP 01 Paragraf 8, dana
cadangan merupakan dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang
memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun
anggaran. Dana cadangan dirinci menurut tujuan pembentukannya. Pembentukan
dana cadangan ini harus didasarkan perencanaan yang matang, sehingga jelas
tujuan dan pengalokasiannya. Berangkat dari itu, kami akan memaparkan
pembahasan yang lebih rinci mengenai “Akuntansi Dana Cadangan Dan Aset
Lainnya” ini dengan tujuan agar para pembaca dapat menambah pengetahuannya
tentang materi tersebut.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai
berikut.
1. Bagaimana definisi dana cadangan?
2. Bagaimana klasifikasi jurnal standar terkait dana cadangan?
3. Bagaimana pengakuan aset lainnya?

C. Tujuan
Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah dijabarkan maka tujuan dari
makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui dana cadangan.
2. Untuk mengetahui klasifikasi jurnal standar terkait dana cadangan.
3. Untuku mengetahui pengakuan aset lainnya.

iii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Dana Cadangan


Dana cadangan menurut PSAP No. 1 tentang penyajian laporan keuangan
paragraf 65 adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang
memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun
anggaran. Dana cadangan dirinci menurut tujuan pembentukannya.
Menurut Buletin Teknis No. 2 tentang Penyusunan Neraca Awal
Pemerintah Daerah, apabila pemerintah merencanakan akan membangun suatu
aset yang memerlukan dana relatif besar yang tidak memungkinkan dibiayai
dengan APBD satu tahun anggaran, maka pemerintah daerah dapat membentuk
dana cadangan.
Dana cadangan merupakan dana yang disisihkan beberapa tahun anggaran
untuk kebutuhan belanja pada masa datang. Pembentukan maupun peruntukan
dana cadangan harus diatur dengan peraturan daerah, sehingga dana cadangan
tidak dapat digunakan untuk peruntukan yang lain. Peruntukan dana cadangan
biasanya digunakan untuk pembangunan aset, misalnya rumah sakit, pasar induk,
atau gedung olahraga. Dana cadangan dapat dibentuk untuk lebih dari satu
peruntukan, yang mana apabila terdapat lebih dari satu peruntukan, maka dana
cadangan harus diungkapkan dan dirinci menurut peruntukannya.
Dana cadangan dinilai sebesar nilai nominal dana cadangan yang dibentuk.
Jika terdapat hasil-hasil pada periode sebelumnya akan menambah nilai dana
cadangan tersebut. Seluruh hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana cadangan
akan menambah dana cadangan yang bersangkutan. Misalnya, dana cadangan
tersebut disimpan dalam bentuk deposito maka bunga deposito yang diperoleh
akan dicatat sebagai penambah dana cadangan, sebaliknya seluruh biaya yang
timbul atas pengelolaan dana cadangan akan mengurangi dana cadangan yang
bersangkutan, misalnya biaya administrasi deposito.
1. Fungsi-Fungsi Terkait
Fungsi-fungsi terkait pada prosedur dana cadangan adalah sebagai berikut.
a. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.

iv
b. Bendahara Pengeluaran.
c. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD.
d. Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah.
2. Dokumen yang Digunakan
Pada modul Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Keuangan Daerah (2014), dokumen yang digunakan dalam
sistem akuntansi dana cadangan antara lainnya:
a. Peraturan Daerah tentang dana cadangan;
b. Surat Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2D-LS) sebagai dokumen
pencairan/transfer pemindahan dari rekening kas umum daerah ke
rekening dana cadangan;
c. Dokumen perintah pencairan dari dana cadangan ke rekening kas umum
daerah;
d. Nota kredit, dokumen hasil pengelolaan dana cadangan; dan
e. Dokumen lainnya.

B. Jurnal Standar Terkait Dana Cadangan


Berikut penjelasan terkait jurnal standar dana cadangan yang diungkapkan
dalam modul Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah oleh Direktorat Jenderal
Keuangan Daerah (2014).
1. Pembentukan Dana Cadangan
Jurnal atas transaksi pembentukan dana cadangan yang dicatat oleh sistem
akuntansi PPKD adalah:

Laporan Operasional
Tanggal Uraian Debit Kredit
Dana Cadangan xxx
Kas di Kas Daerah xxx

v
Laporan Realisasi Anggaran
Tanggal Uraian Debit Kredit
Pengeluaran Pembiayaan--
Pembentukan Dana Cadangan
xxx
Estimasi Perubahan SAL xxx

2. Pencairan Dana Cadangan


Jurnal atas transaksi pencairan dana cadangan yang dicatat oleh sistem
akuntansi PPKD adalah:

Laporan Operasional
Tanggal Uraian Debit Kredit
Kas di Kas Daerah xxx
Dana Cadangan xxx

Laporan Realisasi Anggaran


Tanggal Uraian Debit Kredit
Estimasi Perubahan SAL xxx
Penerimaan Pembiayaan--
Pencairan Dana Cadangan xxx

C. Ilustrasi
1. Pembentukan Dana Cadangan
Tanggal 2 Februari 2013 pemerintahan daerah mentransfer dana ke
rekening dana cadangan sebesar Rp 3.500.000.000. Dana cadangan ini
akan digunakan untuk membangun stadion olahraga.
Jurnal atas transaksi pembentukan dana cadangan yang dicatat oleh sistem
akuntansi PPKD adalah:

vi
Laporan Operasional
Tanggal Uraian Debit Kredit
2 Feb Dana Cadangan Rp3.500.000.000
2013 Kas di Kas Daerah Rp3.500.000.000

Laporan Realisasi Anggaran


Tanggal Uraian Debit Kredit
2 Feb Pengeluaran Pembiayaan--
2013 Pembentukan Dana Cadangan
Rp3.500.000.000
Estimasi Perubahan SAL Rp3.500.000.000

2. Pencairan Dana Cadangan


Tanggal 25 Oktober 2013 pemerintah daerah mencairkan dana dari
rekening dana cadangan pembangunan stadion olahraga sebesar
Rp1.500.000.000. Pembangunan stadion olahraga tersebut akan segera
dimulai.
Jurnal atas transaksi pencairan dana cadangan yang dicatat oleh sistem
akuntansi PPKD adalah:

Laporan Operasional
Tanggal Uraian Debit Kredit
25 Oktober Kas di Kas Daerah Rp1.500.000.000
2013 Dana Cadangan Rp1.500.000.000

Laporan Realisasi Anggaran


Tanggal Uraian Debit Kredit
25 Oktober Estimasi Perubahan SAL Rp1.500.000.000
2013 Penerimaan Pembiayaan--
Pencairan Dana Cadangan Rp1.500.000.000

vii
D. Aset Lainnya
Menurut Buletin Teknis No.1 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah
Pusat, aset lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka
panjang, aset tetap, dan dana cadangan. Dalam PSAP No. 1 paragraf 66, aset
nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya, termasuk dalam aset
lainnya adalah: (1) aset tak berwujud, (2) tagihan penjualan angsuran yang
jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, (3) tuntutan ganti rugi, (4) aset
kerja sama dengan pihak ketiga (kemitraan), dan (5) kas yang dibatasi
penggunaannya. Permendagri No. 64 Tahun 2013 menambahkan aset lain-lain
dalam klasifikasi aset lainnya ini.
1. Aset Tak Berwujud
a. Klasifikasi Aset Tak Berwujud
Menurut Buletin Teknis No. 2 tentang Penyusunan Neraca Awal
Pemerintah Daerah, aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang
dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki
untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan
untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual.
Jenis Aset Tak Berwujud menurut Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia No. 219/PMK05/2013 tentang Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Pusat, adalah:
(1) Goodwill.
Goodwill adalah kelebihan nilai yang diakui oleh suatu entitas
akibat adanya pembelian kepentingan/saham di atas nilai buku.
Goodwill dihitung berdasarkan selisih antara nilai entitas berdasarkan
pengakuan dari suatu transaksi peralihan/penjualan kepentingan/saham
dengan nilai buku kekayaan bersih perusahaan.
(2) Hak Paten atau Hak Cipta.
Hak paten atau hak cipta pada dasarnya diperoleh karena adanya
kepemilikan kekayaan intelektual atau atas suatu pengetahuan teknis
atau suatu karya yang dapat menghasilkan manfaat bagi entitas. Di
samping itu, dengan adanya hak ini dapat mengendalikan pemanfaatan
aset tersebut dan membatasi pihak lain yang tidak berhak untuk

viii
memanfaatkannya. Seperti dikutip dari Buletin Teknis No. 2 tentang
Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah, hak cipta adalah hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-
undangan. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara
kepada para inventor (penemu) atas hasil investasi (temuan) di bidang
teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.
(3) Royalti.
Nilai manfaat ekonomi yang akan/dapat diterima atas kepemilikan hak
cipta/hak paten/hak lainnya pada saat hak dimaksud akan dimanfaatkan
oleh orang, instansi, atau perusahaan lain.
(4) Perangkat lunak (software) komputer.
Software komputer yang masuk dalam kategori aset tidak berwujud
adalah software yang bukan merupakan bagian tidak terpisahkan dari
perangkat keras (hardware) komputer tertentu. Dengan kata lain,
software yang dimaksud di sini adalah software yang dapat digunakan
di komputer atau jenis hardware lainnya.
(5) Lisensi dan franchise.
Lisensi adalah izin yang diberikan pemilik hak paten atau hak cipta
yang diberikan kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak
untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu hak kekayaan intelektual
yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
(6) Hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka
panjang.
Suatu kajian atau penelitian yang memberikan manfaat ekonomis
dan/atau sosial di masa yang akan datang yang dapat diidentifikasi
sebagai aset. Apabila hasil kajian tidak dapat diidentifikasi dan tidak
memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial maka tidak dapat
dikapitalisasi sebagai aset tak berwujud.

ix
(7) Aset tidak berwujud lainnya.
Aset tidak berwujud lainnya merupakan jenis aset tidak berwujud yang
tidak dapat dikelompokkan ke dalam jenis aset tidak berwujud yang
ada.
(8) Aset tidak berwujud dalam pengerjaan.
Berdasarkan Permendagri No. 64 Tahun 2013 tentang Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah
Daerah, terdapat kemungkinan pengembangan suatu aset tak berwujud
yang diperoleh secara internal yang jangka waktu penyelesaiannya
melebihi satu tahun anggaran atau pelaksanaan pengembangannya
melewati tanggal pelaporan. Dalam hal terjadi seperti inni, maka atas
pengeluaran yang telah terjadi dalam rangka pengembangan tersebut
sampai dengan tanggal pelaporan harus diakui sebagai aset tak
berwujud dalam pengerjaan (intangible asset--work in progress), dan
setelah pekerjaan selesai kemudian akan direklasifikasi menjadi aset tak
berwujud yang bersangkutan.

b. Pengakuan Aset Tak Berwujud


Berdasarkan Permendagri No. 64 Tahun 2013 tentang Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah
Daerah untuk dapat diakui sebagai aset tak berwujud harus dapat
dibuktikan bahwa aktivitas/kegiatan tersebut telah memenuhi:
(1) Definisi dari aset tak berwujud.
(2) Kriteria pengakuan.
Berikut kriteria yang harus dipenuhi aset tak berwujud.
(1) Kemungkinan besar diperkirakan manfaat ekonomi di masa datang
yang diharapkan atau jasa potensial yang diakibatkan dari aset tak
berwujud tersebut akan mengalir kepada/dinikmati oleh entitas.
(2) Biaya perolehan atau nilai wajarnya dapat diukur dengan andal.

x
c. Pengukuran Aset Tak Berwujud
Berdasarkan Permendagri No. 64 Tahun 2013 tentang Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah
Daerah, aset tak berwujud diukur dengan harga perolehan, yaitu harga
yang harus dibayar entitas untuk memperoleh suatu aset tak berwujud
hingga siap untuk digunakan dan aset tak berwujud tersebut
mempunyai manfaat ekonomi yang diharapkan di masa datang atau jasa
potensial yang melekat pada aset tersebut akan mengalir masuk ke
dalam entitas tersebut.
Masih menurut peraturan menteri yang sama, terhadap aset tak
berwujud dilakukan amortisasi, kecuali atas aset tak berwujud yang
memiliki masa manfaat tak terbatas. Amortisasi dapat dilakukan dengan
berbagai metode seperti metode garis lurus, metode saldo menurun, dan
metode unit produksi.
Biaya untuk memperoleh aset tak berwujud dengan pembelian
terdiri dari:
(1) Harga beli, termasuk biaya impor dan pajak-pajak, setelah dikurangi
dengan potongan harga, dan rabat.
(2) Setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam
membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat
bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan.
Berdasarkan Permendagri No. 64 Tahun 2013 tentang Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah
Daerah, contoh dari biaya yang dapat diatribusikan secara langsung
adalah:
(1) Biaya staf yang timbul secara langsung agar aset tersebut dapat
digunakan.
(2) Biaya profesional yang timbul secara langsung agar aset tersebut
dapat digunakan.
(3) Biaya pengujian untuk menjamin aset tersebut dapat berfungsi
secara baik.

xi
Pengukuran aset tak berwujud yang diperoleh secara internal
adalah:
(1) Aset tak berwujud dari kegiatan pengembangan yang memenuhi
syarat pengakuan, diakui sebesar biaya perolehan yang meliputi biaya
yang dikeluarkan sejak memenuhi kriteria pengakuan;
(2) Pengeluaran atas unsur tidak berwujud yang awalnya telah diakui
oleh entitas sebagai beban tidak boleh diakui sebagai bagian dari harga
perolehan aset tak berwujud di kemudian hari; dan
(3) Aset tak berwujud yang dihasilkan dari pengembangan software
komputer, maka pengeluaran yang dapat dikapitalisasi adalah
pengeluaran tahap pengembangan aplikasi.
Aset yang memenuhi definisi dan syarat pengakuan aset tak
berwujud, namun biaya perolehannya tidak dapat ditelusuri dapat
disajikan sebesar nilai wajar.

d. Penyajian dan Pengungkapan Aset Tak Berwujud


Menurut Permendagri No. 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar
Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah, aset
tak berwujud (ATB) disajikan dalam neraca sebagai bagian dari “aset
lainnya”. Hal-hal yang diungkapkan dalam laporan keuangan atas aset
tak berwujud antara lain:
(1) Masa manfaat dan metode amortisasi.
(2) Nilai tercatat bruto, akumulasi amortisasi dan nilai sisa aset tak
berwujud.
(3) Penambahan maupun penurunan nilai tercatat pada awal dan akhir
periode, termasuk penghentian dan pelepasan aset tak berwujud.

2. Tagihan Penjualan Angsuran


Menurut Buletin Teknis No. 2 tentang Penyusunan Neraca Awal
Pemerintah Daerah, tagihan penjualan angsuran menggambarkan jumlah
yang dapat diterima dari penjualan asset pemerintah secara angsuran

xii
kepada pegawai pemerintah. Contoh tagihan penjualan angsuran antara lain
penjualan rumah dinas dan penjualan kendaraan dinas.
Tagihan penjualan angsuran dinilai sebesar nilai nominal dari
kontrak/berita acara penjualan asset yang bersangkutan setelah dikurangi
dengan angsuran yang telah dibayarkan oleh pegawai ke kas negara/kas
daerah atau daftar saldo tagihan penjualan angsuran.
Dalam menyusun neraca, dokumen sumber yang dapat digunakan
untuk menentukan nilai tagihan penjualan angsuran adalah daftar saldo
tagihan penjualan angsuran yang nilainya menggambarkan nilai yang
ditetapkan dalam berita acara penjualan aset setelah dikurangi dengan
angsuran yang telah dibayarkan oleh pegawai ke kas daerah. Dokumen
mengenai tagihan penjualan angsuran dapat diperoleh di satuan kerja
pengelola keuangan daerah atau unit lain yang ditunjuk.

3. Tuntutan Ganti Rugi


Menurut Buletin Teknis No. 2 tentang Penyusunan Neraca Awal
Pemerintah Daerah, tuntutan ganti rugi merupakan suatu proses yang
dilakukan terhadap pegawai negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk
menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara
sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan
melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian
dalam pelaksanaan tugas kewajibannya.
Tuntutan ganti rugi dinilai sebesar nilai nominal dalam Surat
Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) setelah dikurangi dengan
setoran yang telah dilakukan oleh pegawai yang bersangkutan ke kas
negara. Dokumen sumber yang dapat dilakukan untuk menentukan nilai
tuntutan ganti rugi adalah Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak
(SKTJM) dan bukti setor berupa Surat Tanda Setoran (STS) atau Surat
Setoran Bukan Pajak (SSBP).

xiii
4. Kemitraan dengan Pihak Ketiga
Berdasarkan Buletin Teknis No. 2 tentang Penyusunan Neraca Awal
Pemerintah Daerah, kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih
yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang
dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang
dimiliki. Masa kerja sama/kemitraan menurut Permendagri No. 64 Tahun
2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual
pada Pemerintah Daerah adalah jangka waktu dimana Pemerintah Daerah
dan mitra kerja sama masih terikat dengan perjanjian kerja sama/kemitraan.
Kembali menurut Buletin Teknis No. 2 tentang Penyusunan Neraca
Awal Pemerintah Daerah, dokumen sumber yang dapat digunakan untuk
membukukan kemitraan dengan pihak ketiga dapat berbentuk kontrak kerja
sama dengan pihak ketiga yang bersangkutan.

a. Klasifikasi Kemitraan dengan Pihak Ketiga


(1) Bangun, Kelola, Serah (BKS)
Bangun, Kelola, Serah (BKS) menurut Buletin Teknis No. 2 tentang
Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah merupakan suatu bentuk
kerja sama berupa pemanfaatan aset pemerintah oleh pihak
ketiga/investor, dengan cara pihak ketiga/investor tersebut mendirikan
bangunan dan/atau sarana lain berikut fasilitasnya serta
mendayagunakannya dalam jangka waktu tertentu, untuk kemudian
menyerahkan kembali bangunan dan atau sarana lain berikut
fasilitasnya kepada pemerintah setelah berakhirnya jangka waktu yang
disepakati (masa konsesi). Dalam perjanjian ini pencatatannya
dilakukan terpisah oleh masing-masing pihak.
Pada akhir masa konsesi ini, penyerahan aset oleh pihak
ketiga/investor kepada pemerintah sebagai pemilik aset, biasanya tidak
disertai dengan pembayaran oleh pemerintah. Kalaupun disertai
pembayaran oleh pemerintah, pembayaran tersebut dalam jumlah yang
sangat rendah. Penyerahan dan pembayaran aset BKS ini harus diatur
dalam perjanjian/kontrak kerja sama.

xiv
BKS dicatat sebesar nilai aset yang diserahkan oleh pemerintah
kepada pihak ketiga/investor untuk membangun aset BKS tersebut.
Aset yang berada dalam BKS ini disajikan terpisah dari aset tetap.

(2) Bangun, Serah, Kelola (BSK)


Berdasarkan Buletin Teknis No. 2 tentang Penyusunan Neraca Awal
Pemerintah Daerah, Bangun, Serah, Kelola (BSK) adalah pemanfaatan
aset pemerintah oleh pihak ketiga/investor, dengan cara pihak
ketiga/investor tersebut mendirikan bangunan dan/atau sarana lain
berikut fasilitasnya kemudian menyerahkan aset yang dibangun tersebut
kepada pemerintah untuk dikelola sesuai dengan tujuan pembangunan
aset tersebut. Penyerahan aset oleh pihak ketiga/investor kepada
pemerintah disertai dengan kewajiban pemerintah untuk melakukan
pembayaran kepada pihak ketiga/investor. Pembayaran oleh pemerintah
ini dapat juga dilakukan secara bagi hasil.
BSK dicatat sebesar nilai perolehan aset yang dibangun, yaitu
sebesar nilai aset yang diserahkan pemerintah ditambah dengan jumlah
aset yang dikeluarkan oleh pihak ketiga/investor untuk membangun aset
tersebut.

(3) Kerja Sama Pemanfaatan (KSP)


Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) menurut Permendagri No. 64 Tahun
2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis
Akrual pasa Pemerintah Daerah adalah pendayagunaan barang milik
daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka
peningkatan penerimaan daerah.

(4) Sewa
Sewa menurut Permendagri No. 64 Tahun 2013 tentang Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pasa Pemerintah
Daerah adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dalam
jangka waktu tertentu dengan menerima imbalan uang tunai.

xv
b. Pengakuan Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga
Dalam Permendagri No. 64 Tahun 2013 tentang pengakuan aset
kemitraan dengan pihak ketiga, yakni:
(1) Aset kerja sama/kemitraan diakui pada saat terjadi perjanjian kerja
sama/kemitraan, yaitu dengan perubahan klasifikasi aset dari aset tetap
menjadi aset kerja sama/kemitraan.
(2) Aset kerja sama/kemitraan berupa gedung dan/atau sarana berikut
fasilitasnya, dalam rangka kerja sama BSK, diakui pada saat
pengadaan/pembangunan gedung dan/atau sarana berikut fasilitasnya
selesai dan siap digunakan untuk digunakan/dioperasikan.
(3) Setelah masa perjanjian kerja sama berakhir, aset kerja
sama/kemitraan harus diaudit oleh aparat pengawas fungsional sebelum
diserahkan kepada pengelola barang.
(4) Penyerahan kembali objek kerja sama beserta fasilitasnya kepada
pengelola barang dilaksanakan setelah berakhirnya perjanjian yang
dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
(5) Setelah masa pemanfaatan berakhir, tanah serta bangunan dan
fasilitas hasil kerja sama/kemitraan ditetapkan status penggunaannya
oleh pengelola barang.
(6) Klasifikasi aset hasil kerja sama/kemitraan berubah dari “aset
lainnya” menjadi “aset tetap” sesuai jenisnya setelah berakhirnya
perjanjian dan telah ditetapkan status penggunaannya oleh kepala
daerah.

c. Pengukuran Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga


Permendagri No. 64 Tahun 2013 menjelaskan tentang pengukuran aset
kemitraan dengan pihak ketiga.
(1) Aset yang diserahkan oleh pemerintah daerah untuk diusahakan
dalam perjanjian kerja sama/kemitraan harus dicatat sebagai aset kerja
sama/kemitraan sebesar nilai bersih yang tercatat pada saat perjanjian
atau nilai wajar pada saat perjanjian, dipilih yang paling objektif atau
paling berdaya uji.

xvi
(2) Dana yang ditanamkan pemerintah daerah dalam kerja
sama/kemitraan dicatat sebagai penyertaan kerja sama/kemitraan. Di
sisi lain, investor mencatat dana yang diterima ini sebagai kewajiban.
(3) Aset kerja sama yang telah diserahkan kepada pemerintah setelah
berakhirnya perjanjian dan telah ditetapkan status penggunaannya,
dicatat sebesar nilai bersih yang tercatat atau sebesar nilai wajar pada
saat aset tersebut diserahkan, dipilih yang paling objektif atau paling
berdaya uji.

d. Penyajian dan Pengungkapan Aset Kemitraan


Telah dijelaskan dalam Permendagri No. 64 Tahun 2013 bahwa aset
kerja sama/kemitraan disajikan dalam neraca sebagai aset lainnya.
Dalam hal sebagian dari luas aset kemitraan (tana dan atau
gedung/bangunan), sesuai perjanjian, digunakan untuk kegiatan
operasional SKPD, harus diungkapkan dalam CaI.K. Aset kerja
sama/kemitraan selain tanah harus dilakukan penyusutan selama masa
kerja sama. Masa penyusutan aset kemitraan dalam rangka bangun,
kelola, serah (BKS) melanjutkan masa penyusutan aset sebelum
direklasifikasi menjadi aset kemitraan. Masa penyusutan aset kemitraan
dalam rangka bangun, serah, kelola (BSK) adalah selama masa kerja
sama.
Lebih lanjut dijelaskan, sehubungan dengan pengungkapan yang
lazim untuk aset, pengungkapan berikut harus dibuat untuk aset kerja
sama/kemitraan.
(1) Klasifikasi aset yang membentuk aset kerja sama.
(2) Penentuan biaya perolehan aset kerja sama/kemitraan.
(3) Penentuan depresiasi/penyusutan aset kerja sama/kemitraan.
Setelah aset diserahkan dan ditetapkan penggunaannya, aset hasil
kerja sama disajikan dalam neraca dalam klasifikasi aset tetap.

5. Kas yang Dibatasi Penggunaannya

xvii
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
219/PMK05/2013, kas yang dibatasi penggunaannya adalah uang yang
merupakan hak pemerintah, namun dibatasi penggunaannya atau yang
terikat penggunaannya untuk membiayai kegiatan tertentu dalam waktu
lebih dari 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan sebagai akibat
ketetapan/keputusan baik dari pemerintah maupun dari pihak diluar
pemerintah, misalnya, pengadilan ataupun pihak luar lainnya.
Kas yang dibatasi penggunaannya atau kas yang terikat (restricted
cash) pada suatu kegiatan tertentu dalam jangka waktu lebih dari 12 bulan
memiliki jenis yang beragam, misalnya Dana Abadi Umat dan Dana Abadi
Pendidikan.
(a) Pengakuan Kas yang Dibatasi Penggunaannya
Pengakuan atas kas yang dibatasi penggunaannya menurut Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 219/PMK05/2013 diakui pada
saat kas disisihkan atau ditempatkan pada suatu rekening tertentu yang
dimaksudkan untuk membiayai suatu kegiatan yang memerlukan dana
relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran.
(b) Pengukuran Kas yang Dibatasi Penggunaannya
Kas yang dibatasi penggunaannya menurut Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia No. 219/PMK05/2013 dicatat sebesar nilai nominal kas
yang disisihkan atau ditempatkan pada suatu rekening tertentu yang
dimaksudkan untuk membiayai suatu kegiatan yang memerlukan dana
relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran.
(c) Penyajian dan Pengungkapan Kas yang Dibatasi Penggunaannya
Kas yang dibatasi penggunaannya menurut Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia No. 219/PMK05/2013 disajikan di dalam kelompok
Aset Lainnya dan diungkapkan secara memadai di dalam CaI.K. Hal-hal
yang perlu diungkapkan antara lain adalah tujuan penyisihan dana, dasar
hukum dilakukannya penyisihan, jenis kas yang dibatasi penggunaannya,
dan informasi lainnya yang relevan dan dapat membantu pembaca laporan
keuangan dalam menginterpretasi hasilnya.

xviii
6. Aset Lain-Lain
Menurut Permendagri No. 64 Tahun 2013, aset lain-lain digunakan untuk
mencatat aset lainnya yang tidak dapat dikelompokkan dalam aset tak
berwujud, tagihan penjualan angsuran, tuntutan perbendaharaan/tuntutan
ganti rugi, dan kemitraan dengan pihah ketiga.
a. Definisi
Aset tetap yang dimaksudkan untuk dihentikan dari penggunaan aktif
pemerintah direklasifikasi ke dalam aset lain-lain. Hal ini dapat
disebabkan karena rusak berat, usang, dan/atau aset tetap yang tidak
digunakan karena sedang menunggu proses pemindahtanganan (proses
penjualan, sewa beli, penghibahan, penyertaan modal).
b. Pengakuan
Pengakuan aset lain-lain diakui pada saat dihentikan dari penggunaan
aktif pemerintah dan direklasifikasi ke dalam aset lain-lain.
c. Pengukuran
Aset tetap yang dimaksudkan untuk dihentikan dari penggunaan aktif
pemerintah direklasifikasi ke dalam aset lain-lain menurut nilai
tercatatnya. Aset lain-lain yang berasal dari reklasifikasi aset tetap
disusutkan mengikuti kebijakan penyusutan aset tetap. Proses
penghapusan terhadap aset lain-lain dilakukan paling lama 12 bulan
sejak direklasifikasi kecuali ditentukan lain menurut ketentuan
perundang-undangan.
d. Penyajian dan pengungkapan
Aset lain-lain disajikan di dalam kelompok aset lainnya dan
diungkapkan secara memadai di dalam CaI.K. Hal-hal yang perlu
diungkapkan antara lain adalah faktor-faktor yang menyebabkan
dilakukannya penghentian penggunaan, jenis aset tetap yang dihentikan
penggunaannya, dan informasi lainnya yang relevan.

E. Ilustrasi

xix
1. Tagihan Penjualan Anggaran
Pada tanggal 5 April 2014 dilakukan penjualan rumah dinas kepada
pegawai pemda, nilai perolehan rumah dinas sebesar Rp500.000.000;
akumulasi penyusutan sebesar Rp450.000.000 dan telah disetujui untuk
dilakukan pembayarannya melalui angsuran selama 5 tahun dengan nilai
tagihan penjualan angsuran sebesar Rp50.000.000
Jurnal atas transaksi tagihan penjualan angsuran adalah:
Laporan Operasional
Tanggal Uraian Debit Kredit
5 April Akumulasi Penyusutan Rumah Dinas Rp450.000.000
2012 Tagihan Penjualan Angsuran
Rp50.000.000
Rumah Dinas Rp500.000.000

Laporan Realisasi Anggaran


Tanggal Uraian Debit Kredit
Tidak ada jurnal

2. Tuntutan Ganti Rugi


Pada tanggal 6 Agustus 2012 ditandatangani Surat Keterangan Tanggung
Jawab Mutlak (SKTJM) atas nama Luna untuk tuntutan ganti rugi sebesar
Rp5.000.000.000 dengan jangka waktu pelunasannya selama 24 bulan.
Tuntutan ganti rugi ini muncul akibat hilangnya sebuah sepeda motor
dengan nilai perolehan Rp20.000.000 dengan akumulasi penyusutan
sebesar Rp10.000.000.
Jurnal atas transaksi tuntutan ganti rugi adalah:
Laporan Operasional
Tanggal Uraian Debit Kredit
6 Agustus Akumulasi Penyusutan Sepeda Motor Rp10.000.000
2012 Tuntutan Ganti Rugi Rp5.000.000
Kerugian atas Kehilangan Sepeda Motor Rp5.000.000
Rp20.000.0000
Sepeda Motor

xx
Laporan Realisasi Anggaran
Tanggal Uraian Debit Kredit
Tidak ada jurnal

3. Kemitraan Dengan Pihak Ketiga


a. Bangun, Kelola, Serah (BKS)
Pada tanggal 5 Juli 2012 dilakukan perjanjian kerja sama dengan pihak
ketiga dalam rangka pemanfaatan tanah pemerintah, yang mana dalam
tanah tersebut akan dibangun fasilitas olahraga terpadu, nilai tanah
tersebut sebesar Rp5.000.000.000. Fasilitas olahraga terpadu tersebut akan
dikelola selama 10 tahun oleh pihak ketiga dan pada akhir tahun ke-10 aset
tersebut akan diserahkan kepada pemerintah daerah.
Jurnal atas transaksi bangun, kelola, serah (BKS) adalah:
Laporan Operasional
Tanggal Uraian Debit Kredit
5 Juli Kemitraan dengan Pihak Ketiga--
Bangun, Kelola, Serah (BKS)
2012 Rp5.000.000.000
Tanah Rp5.000.000.000

Laporan Realisasi Anggaran


Tanggal Uraian Debit Kredit
Tidak ada jurnal

b. Bangun, Serah, Kelola (BSK)


Pada tanggal 12 Februari 2012 dilakukan perjanjian kerja sama dengan
pihak ketiga dalam rangka pemanfaatan tanah pemerintah, yang mana
dalam tanah tersebut akan dibangun fasilitas olahraga terpadu, nilai tanah
tersebut sebesar Rp5.000.000.000. Pada tanggal 3 November 2012 fasilitas
olahraga selesai dibangun, dan kemudian diserahkan kepada pemerintah
daerah yang akhirnya membuat pemerintah daerah terbebani utang jangka
panjang sebesar Rp1.000.000.000. Pada tanggal 10 November 2012 dibuat

xxi
kerja sama dengan pihak ketiga dan didapatkan informasi bahwa fasilitas
olahraga akan dikelola selama 5 tahun oleh pihak ketiga.
Jurnal atas transaksi bangun, Serah, Kelola (BSK) adalah:
Laporan Operasional
Tanggal Uraian Debit Kredit
10 Nov Kemitraan dengan Pihak
2012 Ketig--Bangun, Serah, Kelola
Rp6.000.000.000
(BSK)
Rp5.000.000.000
Tanah
Rp1.000.000.000
Utang Jangka Panjang

Laporan Realisasi Anggaran


Tanggal Uraian Debit Kredit
Tidak ada jurnal

4. Aset Tak Berwujud


Pada tanggal 5 September 2012 dilakukan pembuatan sistem perangkat lunak
(software) akuntansi keuangan daerah bekerja sama dengan konsultan TI
senilai Rp500.000.000 dan telah dilakukan pembayaran dengan SPM-LS No.
4545 dan SP2D No. 888.
Jurnal atas transaksi aset tak berwujud adalah:
Laporan Operasional
Tanggal Uraian Debit Kredit
5 Sep Aset Tak Berwujud-Software
2012 Kas di Kas Daerah Rp500.000.000
Rp500.000.000

Laporan Realisasi Anggaran


Tanggal Uraian Debit Kredit
5 Sep Belanja Aset Tak Berwujud-Software
2012 Kas di Kas Daerah Rp500.000.000
Rp500.000.000

xxii
5. Aset Lain-Lain
Berdasarkan data dari pengelola barang didapatkan informasi bahwa
gedung kantor Dinas Pamong Praja sudah tidak digunakan lagi atau
dihentikan penggunaannya karena Dinas Pamong Praja telah menempati
kantor yang baru. Berdasarkan data yang ada di dalam neraca, nilai gedung
kantor yang sudah tidak digunakan lagi adalah sebesar Rp300.000.000
Jurnal atas transaksi aset lain-lain (aset tetap yang dihentikan
penggunaannya) adalah:
Laporan Operasional
Tanggal Uraian Debit Kredit

Aset Lain-Lain--Gedung Kantor


yang Tidak Digunakan Lagi
Gedung Kantor Rp300.000.000
Rp300.000.000

Laporan Realisasi Anggaran


Tanggal Uraian Debit Kredit
25 Oktober Tidak ada jurnal

xxiii
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis mencoba memahami pokok bahasan yang penulis
rumuskan sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal di
antaranya:
1. Dana cadangan merupakan dana yang disisihkan beberapa tahun anggaran
untuk kebutuhan belanja pada masa datang. Pembentukan maupun
peruntukan dana cadangan harus diatur dengan peraturan daerah, sehingga
dana cadangan tidak dapat digunakan untuk peruntukan yang lain.
Peruntukan dana cadangan biasanya digunakan untuk pembangunan aset,
misalnya rumah sakit, pasar induk, atau gedung olahraga. Dana cadangan
dapat dibentuk untuk lebih dari satu peruntukan, yang mana apabila
terdapat lebih dari satu peruntukan, maka dana cadangan harus
diungkapkan dan dirinci menurut peruntukannya.
2. Jurnal standar dana cadangan yang diungkapkan dalam modul Sistem
Akuntansi Pemerintah Daerah oleh Direktorat Jenderal Keuangan Daerah
(2014) ada 2 (dua) yaitu: (1) pembentukan dana cadangan, (2) pencairan
dana cadangan.
3. Menurut Buletin Teknis No.1 tentang Penyusunan Neraca Awal
Pemerintah Pusat, aset lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar,
investasi jangka panjang, aset tetap, dan dana cadangan. Dalam PSAP No.
1 paragraf 66, aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya,
termasuk dalam aset lainnya adalah: (1) aset tak berwujud, (2) tagihan
penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, (3)
tuntutan ganti rugi, (4) aset kerja sama dengan pihak ketiga (kemitraan),
dan (5) kas yang dibatasi penggunaannya. Permendagri No. 64 Tahun 2013
menambahkan aset lain-lain dalam klasifikasi aset lainnya ini.

24
B. Saran
Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan. Besar

harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena

keterbatasan pengetahuan dan referensi. Penulis menyadari makalah ini masih

jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat

diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi di masa yang

akan datang.

25
DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi, Sistem Akuntansi, Edisi ke-3, Cetakan ke-5. Penerbit Salemba. Empat,
(2010, hal.127)
Boediono, Pengantar Ekonomi, Jakarta: Erlangga, (2012), hal. 150
Akuntansi Pemerintahan Nomor 23 tentang Akuntansi Pendapatan Non
perpajakan.
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. (3rd ed). Jakarta: Salemba
Empat
Soemarso S.R Akuntansi Suatu Pengantar. Edisi Lima. Jakarta: Salemba Empat
(2009, hal.54)
Ikatan Akuntan Indonesia (2015), Standar Akuntansi Keuangan;
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, Standar Akuntansi Pemerintahan;
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (2016), Buletin Teknis Standar

26

Anda mungkin juga menyukai