Anda di halaman 1dari 94

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan

sangat erat kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan

sebagai aspek dalam meningkatkan kesejahteraan dalam kemampuan sumber

daya manusia, merupakan faktor penting untuk mengukur maju mundurnya

bangsa. Perkembangan ilmu pengetahuaan dan teknologi yang sangat pesat dan

tidak terkendalikan lagi mengakibatkan perubahan disegala bidang kehidupan,

salah satunya berdampak pada lembaga pendidikan. Sekolah merupakan

lembaga pendidikan formal tempat terjadinya interaksi dari berbagai komponen

pendidikan untuk mencapai tujuan umum pendidikan dan tujuan sekolah itu

sendiri. Adapun tujuan umum pendidikan nasional tercantum dalam Undang-

undang Tentang Pendidikan No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, yaitu :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.
Sehubungan dengan hal itu, jelaslah bahwa untuk mewujudkan

pendidikan nasional diperlukan pengembangan-pengembangan guna perbaikan

dan pembaharuan sistem pendidikan dan pembelajaran. Upaya pembaharuan

sistem pendidikan dilakukan tidak hanya untuk sarana fisik saja seperti

penambahan ruang kelas tetapi juga sarana non fisik seperti peningkatan

kualitas tenaga pendidik yaitu guru. Dalam hal ini, guru mempunyai peran

1
2

yang sangat penting untuk mendukung pengembangan-pengembangan

pembaharuan sistem pendidikan.

Mengingat begitu pentingnya peran guru bagi peserta didik, maka perlu

dilakukan upaya untuk meningkatkan pendidikan yang berkualitas.

Terwujudnya kualitas pendidikan yang maksimal tentunya tidak terlepas dari

input, proses, dan output itu sendiri. Proses pembelajaran yang dirancang baik

dengan penerapan antar komponen yang ada di sekolah akan membuat siswa

mudah untuk memahami materi yang diajarkan oleh guru, sehingga dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,

nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan

(Suprijono, 2014: 5). Hasil belajar siswa tentunya tidak terlepas dari proses

pembelajaran yang telah siswa alami.

Hasil observasi terdahulu dengan guru kelas IV di Sekolah Dasar Negeri

15 SP 3 Pandan pada tanggal 29 Februari 2016 menyatakan bahwa, proses

pembelajaran di Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan pada pelajaran

matematika khususnya pada materi pecahan ini masih kurang memuaskan.

Berdasarkan hasil ulangan harian pada materi pecahan yang disajikan dalam

Tabel 1.1 sebagai berikut:


3

Tabel 1.1. Hasil Ulangan Harian Kelas IV pada Materi Pecahan


Nilai Jumlah Anak Persentase (%)

75 – 79 3 10,71
70 – 74 1 3,58
65 – 69 0 0
60 – 64 2 7,14
55 – 59 3 10,71
50 – 54 7 25,00
45 – 49 0 0
40 – 44 12 42,86

Jumlah 28 100

Sumber data : Daftar nilai siswa/i semester genap kelas IV SDN 15 SP 3 Pandan
tahun pelajaran 2014/2015

Hasil pengamatan di atas diperoleh hasil, dari 28 anak, 4 siswa atau 14%

mencapai batas ketuntasan yaitu memperoleh nilai di atas 65, dan sebanyak 24

siswa atau 86% masih di bawah standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM),

hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal siswa kelas IV pada materi

pecahan masih di bawah standar. Berdasarkan hasil observasi, ada nilai

ulangan harian kelas IV pada materi pecahan masih di bawah standar Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM), yang mana standar yang ditetapkan pada sekolah

tersebut adalah 65. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya

yaitu kurang tepatnya penggunaan metode yang relevan dengan materi

pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara terdahulu dengan beberapa siswa kelas IV,

metode yang paling sering digunakan dalam proses pembelajaran matematika

yaitu metode ceramah bervariasi. Metode tersebut pada dasarnya mentransfer

pengetahuan secara utuh dari guru kepada siswa. Meskipun terkesan baik

namun terkadang membuat siswa merasa bosan, tidak aktif dan kurang
4

memahami materi yang dipelajari. Sehingga seorang guru perlu melakukan

terobosan baru untuk menerapkan metode yang cocok dalam pembelajaran di

kelas.

Metode mengajar adalah “Cara yang di pergunakan guru dalam

mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran”

(Sudjana, 2010: 76). Guru sebaiknya mendemonstrasikan prosesnya dari pada

hanya memberitahu siswa apa yang dilakukan (Uno, 2012: 50). Oleh karena

itu peranan metode mengajar dengan demonstrasi berupa pemodelan sebagai

alat untuk menciptakan proses belajar dan mengajar memiliki peran sangat

penting. Metode yang tepat dapat membuat siswa mampu mengembangkan

kemampuan yang dimiliki serta mempunyai pengetahuan yang konkrit tentang

materi yang dipelajari khususnya pada pelajaran matematika.

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan

kemampuan berfikir dan berargumentasi memberikan kontribusi dalam

menyelesaikan masalah sehari-hari serta memberikan dukungan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Susanto, 2013: 185).

Sedangkan hakekat matematika menurut Seodadi (dalam Heruman, 2010: 1)

“Memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir

deduktif”. Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan

objek yang di tangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika pada

materi pecahan yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media,

peragaan, dan dengan pemodelan berupa contoh konkret dari seorang guru atau
5

dari siswa itu sendiri, sehingga akan lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh

siswa.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti menerapkan metode

modeling the way pada materi pecahan. Metode modeling the way merupakan

cara belajar aktif yang diterapkan oleh guru dalam penyampaian materi dengan

demonstrasi melalui pemodelan selanjutnya siswa bekerja dalam kelompok

untuk mengembangkan potensi dan keterampilan yang dimiliki/telah diajarkan,

pada akhirnya didemonstrasikan. Ada pun kelebihan dari metode modeling the

way yaitu 1) membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret,

sehingga menghindari verbalisme (pemahaman secara kata-kata atau kalimat),

2) Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari, 3) Proses pengajaran

lebih menarik, 4) Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan

antara teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri, 5)

Perhatian siswa lebih dapat terpusatkan pada pelajaran yang diberikan, 6)

Kesalahan-kesalahan yang terjadi bila pelajaran diceramahkan dapat diatasi

melalui pengamatan dan contoh yang konkrit, 7) Memberi motivasi yang kuat

untuk siswa agar lebih giat belajar, dan 8) siswa dapat berpartisipasi aktif serta

memperoleh pengalaman langsung.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Metode

Modeling The Way pada Materi Pecahan Kelas IV di Sekolah Dasar Negeri 15

SP 3 Pandan Tahun Pelajaran 2015/2016”.


6

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan pemusatan konsenterasi terhadap tujuan

penelitian yang sedang dilakukan. Fokus dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Aktivitas belajar siswa dengan metode modeling the way pada materi

pecahan kelas IV di Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan Tahun Pelajaran

2015/2016

2. Pengggunaan metode modeling the way dalam meningkatkan hasil belajar

siswa pada materi pecahan kelas IV di Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3

Pandan Tahun Pelajaran 2015/2016

3. Respon siswa dengan metode modeling the way pada materi pecahan kelas

IV di Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan Tahun Pelajaran 2015/2016

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian diatas, maka pertanyaan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah aktivitas belajar siswa dengan metode modeling the way

pada materi pecahan kelas IV di Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan

Tahun Pelajaran 2015/2016?

2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa dengan metode modeling the

way pada materi pecahan kelas IV di Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan

Tahun Pelajaran 2015/2016?

3. Bagaimanakah respon siswa dengan metode modeling the way pada materi

pecahan kelas IV di Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan Tahun Pelajaran

2015/2016?
7

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, maka yang menjadi tujuan

umum dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi dan kejelasan

secara objektif mengenai upaya peningkatan hasil belajar siswa menggunakan

metode modeling the way pada materi pecahan kelas VI di Sekolah Dasar

Negeri 15 SP 3 Pandan. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui aktifitas belajar siswa dengan metode modeling the way

pada materi pecahan kelas IV di Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan

Tahun Pelajaran 2015/2016.

2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan metode modeling

the way pada materi pecahan kelas IV di Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3

Pandan Tahun Pelajaran 2015/2016

3. Untuk mengetahui respon siswa dengan metode modeling the way pada

materi pecahan kelas IV di Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan Tahun

Pelajaran 2015/2016.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat secara

teoritis dan manfaat praktis yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai wahana untuk meningkatkan wawasan keilmuan penulis sesuai

dengan ilmu yang penulis tekuni yaitu Pendidikan guru sekolah dasar.

b. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa STKIP Sintang untuk menambah

khasanah kepustakaan serta dapat dijadikan masukan dalam


8

meningkatkan mutu pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang

pendidikan dan penelitian secara ilmiah.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa

Diharapkan dengan diterapkannya dapat :

1. Melatih siswa aktif dalam belajar, bertanya jawab berdiskusi dalam

kelompok dan menghargai pendapat orang lain.

2. Meningkatkan kemampuan dalam memahami tentang materi yang di

ajarkan

3. Meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika

b. Bagi wali kelas IV

Penelitian ini diharapkan memberikan masukan antara lain sebagai

berikut :

1. Menambah pengalaman berharga dalam mengembangkan metode

pembelajaran aktif khususnya pada pelajaran matematika.

2. Memperbaiki kinerja guru dalam pelaksanaan, kegiatan belajar

mengajar.

3. Dapat mengetahui permasalahan atau kesulitan dalam proses

pembelajaran.

c. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan :

1. Dapat menjadi masukan dan sebagai bahan evaluasi tentang

meningkatkan hasil belajar siswa.


9

2. Meningkatkan mutu/ kualitas sekolah.

3. Membangun suasana sekolah dalam kerjasama sehingga menciptakan

iklim belajar yang positif.

d. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini yaitu :

1. Memperoleh pengalaman kerja di sekolah melalui penelitian yang

dilakukan.

2. Dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana

upaya peneliti meningkatkan hasil belajar siswa.

e. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat menjadi motivasi dalam upaya

meningkatkan hasil belajar siswa dengan metode modeling the way pada

materi yang berbeda.

F. Definisi Istilah

Terdapat beberapa istilah dalam penelitian ini yang bersifat operasional

yang memiliki pengertian spesifik. Untuk menghindari keragaman persepsi dan

untuk mempersempit batasan dari variabel-variabel yang digunakan dalam

penelitian ini, maka beberapa istilah penting perlu dipertegas pengertiannya,

sebagai berikut:

a. Hasil belajar siswa

Hasil belajar dapat diartikan sebagai suatu hasil dari proses belajar

mengajar guru dan belajar siswa. Hasil belajar seringkali digunakan sebagai

ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang

sudah diajarkan.
10

b. Metode modeling the way

Metode modeling the way adalah cara yang diterapkan guru dalam

pembelajaran di kelas menuntut siswa agar aktif mengembangkan

keterampilan yang dimiliki, berekspresi sesuai dengan pengetahuannya.

Terlebih dahulu seorang guru melakukan demonstrasi selanjutnya siswa

bekerja dalam kelompok menciptakan skenario berupa jawaban yang pada

akhirnya didemonstrasikan di depan kelas.

c. Bilangan pecahan

Pecahan merupakan bilangan yang terdiri atas pembilang dan

penyebut. Pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh.

Dalam ilustari gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang

diperhatikan, biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang

dinamakan pembilang yang dianggap sebagai satuan, dan dinamakan

penyebut.
11

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Hasil Belajar Siswa

a. Pengertian Belajar Matematika

Istilah belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang berbeda

akan tetapi antara keduanya terdapat hubungan yang erat sekali. Belajar

adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi

dengan lingkungan (Hamalik, 2010: 29). Menurut Arsyad (2013: 1)

belajar adalah “Adanya perubahan tingkah laku pada diri seseorang

disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan,

keterampilan, dan sikapnya”. Sejalan dengan pendapat tersebut Gagne

(dalam Sagala 2008: 13) belajar adalah “Suatu proses dimana suatu

organisma berubah prilakunya sebagai akibat dari pengalaman”. Belajar

dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu

sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang

sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan

mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai

pengajar (Sudjana 2010: 28).

Belajar adalah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan,

pengetahuan, dan sikap-sikap. Belajar dikatakan berhasil manakala

seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya,

maka belajar seperti ini disebut ‘rote learning’. Kemudian jika yang telah
12

dipelajari itu mampu disampaikan dan diekspresikan dalam bahasa

sendiri, maka disebut ‘overlearning’ (Crow dalam Sagala, 2008: 13).

Gagasan yang menyatakan bahwa belajar menyangkut perubahan

dalam suatu organisma, berarti belajar juga membutuhkan waktu dan

tempat. Belajar terjadi bila tampak tanda-tanda bahwa prilaku manusia

berubah sebagai akibat terjadinya proses pembelajaran. Perhatian utama

dalam belajar adalah prilaku verbal dari manusia, yaitu kemampuan

manusia untuk menangkap informasi mengenai ilmu pengetahuan yang

diterimanya dalam belajar (Sagala, 2008: 14). Menurut Hamalik (2010:

44) mengajar adalah “Menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik

atau murid di sekolah”. Sedangkan menurut Siddiq (dalam Wibowo,

2013: 12) mengemukakan pembelajaran adalah “Suatu upaya yang

dilakukan oleh seseorang (guru atau yang lain) untuk membelajarkan

siswa yang belajar. Pada pendidikan formal (sekolah), pembelajaran

merupakan tugas yang dibebankan kepada guru, karena guru merupakan

tenaga profesional yang dipersiapkan untuk itu”.

Kata matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau

mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, sedang dalam

bahasa Belanda matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti yang

semuanya berkaitan dengan penalaran (Depdiknas dalam Susanto, 2013:

184). Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat

meningkatkan kemampuan berfikir dan berargumentasi memberikan

kontribusi dalam menyelesaikan masalah sehari-hari serta memberikan


13

dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

(Susanto, 2013: 185).

Belajar matematika merupakan suatu syarat cukup untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Karena dengan belajar

matematika, seseorang dapat bernalar secara kritis, kreatif, dan aktif

dalam menguraikan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, maka

konsep-konsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum

memanipulasi simbol-simbol itu (Susanto, 2013: 184).

Sehingga dapat disimpulkan belajar matematika adalah upaya yang

dilakukan oleh individu/kelompok untuk memperoleh pengetahuan dan

ketrampilan sehingga terjadi perubahan terhadap perilaku dan pola pikir

bernalar secara kritis, kreatif, dan aktif dalam menguraikan ide-ide

abstrak yang berisi simbol-simbol dan konsep-konsep dalam matematika.

b. Pengertian Hasil Belajar Siswa

Menurut Suprijono (2014: 5) hasil belajar adalah “Pola-pola

perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan

keterampilan”. Sedangkan menurut Abdurrahman (dalam Jihad dan

Haris, 2013: 14) hasil belajar adalah “Kemampuan yang diperoleh anak

setelah melalui proses belajar”. Belajar itu sendiri merupakan suatu

proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk

perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran

atau kegiatan instruksional biasanya guru menetapkan tujuan belajar.

Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai


14

tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional (dalam Jihad dan

Haris, 2013: 14).

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya. Pencapaian hasil belajar dalam

bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif,

afektif, dan psikomotorik dari proses belajar yang dilakukan dalam

waktu tertentu (Sudjana dalam Jihad dan Haris, 2013: 15). Sejalan

dengan hal tersebut menurut Hamalik (2010: 27) “Hasil belajar bukan

suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakukan”.

Benjamin Bloom (dalam Daryanto, 2012: 103-113)

mengemukakan ada enam tingkatan dalam domain kognitif yang

berlaku juga untuk tujuan-tujuan dalam domain ini yaitu:

1. Pengetahuan/ingatan (Knowledge)

Aspek ini mengacu pada kemampuan mengenal dan mengingat

materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai ke hal-hal

yang sukar. Pada umumnya unsur pengetahuan ini menyangkut hal-

hal yang perlu diingat seperti rumus-rumus, pasal, hukum, nama

orang, nama tempat dan lain-lain.

2. Pamahaman (Comprehension)

Aspek pemahaman ini mengacu pada kemampuan untuk

mengerti dan memahami arti dari bahan maupun materi yang

dipelajari. Pada umumnya unsur pemahaman ini menyangkut


15

kemampuan menangkap makna suatu konsep dengan kata-kata

sendiri.

3. Penerapan/aplikasi (Application)

Aspek ini mengacu pada kemampuan menggunakan atau

menerapkan pengetahuan atau menggunakan ide-ide umum, metode-

metode, rumus-rumus, teori-teori, dan prinsip-prinsip yang sudah

dimiliki pada situasi baru dan konkret.

4. Analisis (Analysis)

Analisis mengacu pada kemampuan mengkaji atau

menguraikan sesuatu bahan atau keadaan kedalam komponen-

komponen atau bagian yang lebih spesifik, serta mampu memahami

hubungan antara yang satu dengan yang lain, sehingga struktur dan

aturannya dapat lebih dipahami.

5. Sintesis (Synthesis)

Aspek ini mengacu pada kemampuan memadukan berbagai

konsep atau komponen, sehingga membentuk suatu pola struktur

atau bentuk baru. Sintesis menuntut adanya kriteria untuk

menemukan pola dan organisasi yang dimaksud Sintesis adalah

lawan dari analysis.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi mengacu pada kemampuan memberikan

pertimbangan atau penilaian terhadap gejala atau peristiwa


16

berdasarkan norma-norma atau patokan-patokan berdasarkan kriteria

tertentu.

Merujuk pemikiran Gagne (dalam Suprijono, 2014: 5-6) terdapat

lima kemampuan hasil belajar. Kelima kemampuan hasil belajar

tersebut adalah:

1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan dalam bentuk

bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara

spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol,

pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempersentasikan

konsep dan lambang. Keterampilan intelektual merupakan

kemampuan melakukan aktifitas kognitif bersifat khas.

3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktifitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan

konsep dan kaidah dalam pemecahan masalah.

4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian

gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud

otomatisme gerak jasmani.

5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan

menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan

kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar prilaku.


17

Sehingga dapat disimpulkan hasil belajar siswa adalah

kemampuan yang diperoleh siswa setelah mengalami proses belajar,

sehingga terjadi perubahan terhadap perilaku siswa akibat dari

pembelajaran yang telah dilakukan.

c. Indikator Pencapain Hasil Belajar

Menurut Sudjana (dalam Jihad dan Haris, 2013: 20-21)

pengajaran merupakan “Suatu proses untuk mencapai tujuan yang telah

dirumuskan”. Maka dapat ditentukan dua kriteria yang bersifat umum

kriteria tersebut yaitu:

1. Kriteria ditinjau dari sudut prosesnya

Kriteria dari sudut prosesnya menekankan kepada pengajaran

sebagai suatu proses yang merupakan interaksi dinamis sehingga

siswa sebagai subjek mampu mengembangkan potensinya mulai

belajar sendiri. Untuk mengukur keberhasilan pengajaran dari sudut

prosesnya dapat dikaji melalui beberapa persoalan di bawah ini:

a) Apakah pengajaran direncanakan dan dipersiapkan terlebih

dahulu oleh guru dengan melibatkan siswa secara sistematik?

b) Apakah kegiatan siswa belajar termotivasi guru sehingga ia

melakukan kegiatan belajar dengan penuh kesabaran,

kesungguhan dan tanpa paksaan untuk memperoleh tingkat

penguasaan, pengetahuan, kemampuan serta sikap yang

dikehendaki dari pengajaran itu?

c) Apakah guru memakai multi media?


18

d) Apakah siswa memiliki kesempatan untuk mengontrol dan

menilai sendiri hasil belajar yang dicapainya?

e) Apakah proses pengajaran dapat melibatkan semua siswa dalam

kelas?

f) Apakah suasana pengajaran atau proses belajar mengajar cukup

menyenangkan dan merangsang siswa belajar?

g) Apakah kelas memiliki sarana belajar yang cukup kaya sehingga

menjadi labolatorium belajar?

2. Kriteria ditinjau dari hasilnya

Disamping ditinjau dari segi proses, keberhasilan pengajaran

dapat dilihat dari segi hasil. Berikut ini adalah beberapa persoalan

yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan keberhasilan

pengajaran ditinjau dari segi hasil atau produk yang dicapai siswa:

a) Apakah hasil belajar yang diperoleh siswa dari proses

pengajaran nampak dalam bentuk perubahan tingkah laku secara

menyeluruh?

b) Apakah hasil belajar yang dicapai dari proses pengajaran dapat

diaplikasikan dalam kehidupan siswa?

c) Apakah hasil belajar yang diperoleh siswa tahan lama diingat

dan mengencap dalam pikirannya, serta cukup mempengaruhi

prilaku dirinya?

d) Apakah yakin bahwa perubahan ditunjukkan oleh siswa

merupakan akibat dari proses pengajaran?


19

Sehingga dapat disimpulkan kriteria yang ditinjau dari prosesnya

menuntut siswa untuk mengembangkan potensi belajarnya sendiri,

namun untuk mencapainya maka peran guru dalam proses belajar

memegang peranan yang sangat penting. Kriteria ditinjau dari hasilnya

mencakup pada kemampuan siswa menerapkan, mengembangkan, dan

memaknai tentang arti dari pembelajaran yang pernah siswa alami.

2. Teori Belajar Behaviorisme

a. Pengertian Teori Belajar

Teori belajar dikembangkan berdasarkan ilmu psikologi. Teori

yang membahas tentang perilaku dan proses mental. Teori belajar dapat

membantu guru untuk memahami bagaimana peserta didik belajar.

Pemahaman tentang cara belajar dapat membantu proses belajar lebih

efesien, efektif, dan produktif. Berdasarkan teori belajar, guru dapat

merancang dan merencanakan proses pembelajarannya. Teori belajar

terkait dengan asumsi tentang pengetahuan, peserta didik, dan proses

belajar mengajar (Sani, 2015: 2). Teori belajar bertitik tolak pada suatu

proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek

atau pengalaman tertentu yang terjadi karena usaha yang disengaja

(Sagala, 2008: 37).

Menurut Sani (2015: 2) hal yang harus dipahami dalam teori

belajar adalah:

1. Konsep dasar teori tersebut beserta ciri-ciri dan persyaratan yang

melingkupinya
20

2. Bagaimana sikap dan peran guru dalam proses pembelajaran jika

teori tersebut diterapkan

3. Faktor-faktor lingkungan (fasilitas, alat, suasana) apa yang perlu

diupayakan untuk melaksanakan proses pembelajaran

4. Tahapan yang harus dilakukan guru untuk melaksanakan proses

pembelajaran

5. Hal-hal yang harus dilakukan peserta didik dalam proses belajarnya.

Sehingga dapat disimpulkan teori belajar adalah ilmu yang

membahas tentang perilaku seseorang berdasarkan praktek atau

pengalaman tertentu yang pada akhirnya dapat membantu proses belajar

lebih efesien, efektif, dan produktif.

b. Teori Belajar Behaviorisme

Menurut Sani (2015: 4) teori belajar behaviorisme adalah “Sebuah

teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman”.

Sejalan dengan hal tersebut menurut Sagala (2008: 42) “Rumpun teori

behaviorisme sangat menekankan pada perilaku dan tingkah laku yang

dapat diamati atau diukur”. Prinsip-prinsip belajar menurut teori

behaviorisme yang dikemukakan oleh Harley dan Davis (dalam Sagala,

2008: 43) yaitu:

1. Proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila siswa ikut terlibat

secara aktif
21

2. Materi pelajaran diberikan dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur

sedemikian rupa sehingga hanya perlu memberikan suatu respon

tertentu

3. Tiap-tiap respon perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga

siswa dapat segera mengetahui apakah respon yang diberikan betul

atau tidak

4. Perlu diberikan penguatan setiap kali siswa memberikan respon

apakah bersifat positif atau negatif.

Menurut Sani (2015: 8) Implementasi proses belajar mengajar

menggunakan teori behaviorisme terdiri atas:

a. Menentukan tujuan instruksional

b. Menganalisis lingkungan kelas, termasuk peserta didik

c. Menentukan materi pelajaran

d. Memecahkan materi pelajaran menjadi bagian-bagian terkecil

e. Menyajikan materi pelajaran

f. Memberikan stimulus berupa pertanyaan, tes, latihan, dan tugas-tugas

g. Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan

h. Mengevaluasi hasil belajar

Menurut Sani (2015: 8-9) Peran guru dalam menerapkan teori

behavioristik adalah sebagai berikut:

1. Guru menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap

digunakan, misalnya: modul dan instruksi kerja


22

2. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi memberikan instruksi

singkat diikuti pemberian contoh-contoh yang dilakukan sendiri

3. Bahan pelajaran disusun secara terstruktur, dari yang sederhana

menuju kompleks

4. Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai

dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu

5. Guru segera memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh peserta didik

6. Guru melakukan evaluasi atau penilaian berdasarkan prilaku yang

tampak

Sehingga dapat disimpulkan teori belajar behaviorisme adalah

teori belajar yang menitikberatkan pada perubahan tingkah laku

berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan sehingga dapat diamati

atau diukur.

3. Metode Modeling the Way

a. Pengertian Metode

Menurut Sudjana (2010: 76) metode mengajar adalah “Cara yang

dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat

berlangsungnya pengajaran”. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Uno

(2012: 2) metode adalah “Cara yang digunakan guru, yang dalam

menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan

pembelajaran, metode pembelajaran lebih bersifat prosedural yang berisi

tahapan tertentu”.
23

Sehingga dapat disimpulkan metode merupakan cara yang

digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar dengan langkah-

langkah tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b. Pengertian Metode Modeling the Way

Pemodelan (modeling) memberi peluang yang besar bagi guru

untuk memberikan contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru

memberi model tentang cara belajar. Guru memberi contoh tentang cara

bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas (Sagala, 2008: 90).

Pemodelan yang dapat ditiru, baik yang bersifat kejiwaan (identifikasi)

maupun yang bersifat fisik (imitasi) yang berkaitan dengan cara untuk

mengoprasikan sesuatu aktifitas, cara untuk mengetahui pengetahuan

atau keterampilan tertentu. Pemodelan dalam pembelajaran bisa

dilakukan oleh guru atau peserta didik itu sendiri (Hanafiah dan Suhana,

2010: 74).

Modeling the Way bersumber pada model pembelajaran langsung

dan modeling sebagai pendekatan utama. Pembelajaran langsung adalah

gaya mengajar dimana guru terlihat aktif dalam mengusung isi pelajaran

kepada siswa dan mengajarkannya langsung kepada seluruh kelas

(Suprijono, 2014: 47).

Model pembelajaran modeling the way memberikan siswa

kesempatan untuk mempraktikkan pengetahuan yang dimiliki siswa,

melalui peragaan dan keterampilan khusus yang diajarkan di kelas

(Silberman dalam Palowa, 2014: 5). Modeling the Way merupakan model
24

pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk

mempraktikkan keterampilan spesifik yang dipelajari di kelas melalui

demonstrasi. Siswa diberi waktu untuk menciptakan skenario sendiri dan

menentukan bagaimana mereka mengilustrasikan keterampilan dan

teknik yang baru saja dijelaskan (Zaini dalam Palowa, 2014: 5)

Sehingga dapat disimpulkan metode modeling the way adalah cara

belajar aktif yang diterapkan oleh guru dalam penyampaian materi

dengan demonstrasi melalui pemodelan selanjutnya siswa bekerja dalam

kelompok untuk mengembangkan potensi dan ketrampilan yang

dimiliki/telah diajarkan, menuntut siswa untuk mengembangkan

pemahaman dan berfikir kritis pada akhirnya didemonstrasikan.

c. Langkah-Langkah Metode Modeling The Way

Adapun langkah-langkah metode modeling the way (Suprijono, 2014:

115) diantaranya yaitu:

1. Setelah pembelajaran suatu topik tertentu, carilah topik-topik yang

menuntut siswa untuk mencoba atau mempraktikkan keterampilan yang

baru di terangkan.

2. Bagilah siswa kedalam kelompok kecil sesuai dengan jumlah siswa.

Kelompok-kelompok ini akan mendemonstrasikan sesuatu keterampilan

tertentu dengan sekenario yang telah dibuat

3. Beri waktu 5-7 menit untuk berlatih

4. Secara bergantian tiap-tiap kelompok diminta untuk mendemonstrasikan

kerja masing-masing
25

5. Guru memberi penjelasan secukupnya untuk mengklarifikasi.

Menurut Silberman (Palowa, 2014: 6) Prosedur modeling the way

yaitu sebagai berikut:

1. Setelah berlangsungnya kegiatan belajar tentang topik tertentu, kenalilah

beberapa situasi umum dimana siswa mungkin diharuskan menggunakan

keterampilan yang baru saja dibahas.

2. Bagilah siswa menjadi sub-sub kelompok sesuai dengan jumlah peserta

yang diperlukan untuk memperagakan skenario yang ada. Umumnya

diperlukan dua atau tiga orang siswa.

3. Berikan sub-sub kelompok itu waktu 10 hingga 15 menit untuk membuat

skenario tertentu yang menggambarkan situasi umum.

4. Sub-sub kelompok itu juga menentukan bagaimana mereka akan

memperagakan keterampilan itu kepada kelompok. Beri mereka 5 hingga

7 menit untuk mempraktikannya.

5. Tiap sub kelompok akan mendapatkan giliran melakukan pemeragaan

bagi siswa yang lain. Beri kesempatan adanya pemberian masukan

setelah masing-masing pemeragaan selesai dilakukan

Sehingga dapat disimpulkan langkah-langkah metode modeling the

way yaitu siswa mencoba keterampilan yang baru diterangkan malalui

pemodelan, selanjutnya siswa bekerja dalam kelompok untuk

mengembangkan keterampilan yang dimiliki kemudian dipresentasikan.


26

d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Modeling The Way

Haris (dalam Palowa, 2014: 5) mengemukakan bahwa metode

modeling the way memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode

modeling the way meliputi:

1. Dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret,

sehingga menghindari verbalisme (pemahaman secara kata-kata atau

kalimat),

2. Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari,

3. Proses pengajaran lebih menarik,

4. Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori

dengan kenyataan,dan mencoba melakukannya sendiri,

5. Perhatian siswa lebih dapat terpusatkan pada pelajaran yang diberikan,

6. Kesalahan-kesalahan yang terjadi bila pelajaran itu diceramahkan dapat

diatasi melalui pengamatan dan contoh yang konkret,

7. Memberi motivasi yang kuat untuk siswa agar lebih giat belajar,

8. Siswa dapat berpartisipasi aktif dan memperoleh pengalaman langsung.

Kekurangan metode modeling the way yaitu:

1. Model pembelajaran ini memerlukan keterampilan guru secara khusus,

karena tanpa ditunjang dengan hal itu, pelaksanaan demonstrasi akan

tidak efektif,

2. Fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak selalu

tersedia dengan baik,


27

3. Demonstrasi memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang

disamping memerlukan waktu yang cukup panjang, yang mungkin

terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran lain,

4. Bila alatnya terlalu kecil atau penempatannya kurang tepat

menyebabkan demonstrasi itu tidak dapat dilihat jelas oleh seluruh

siswa,

5. Bila waktu tidak tersedia cukup, maka demonstrasi akan berlangsung

terputus-putus atau berjalan tergesa-gesa.

4. Materi Pecahan

1. Pecahan sebagai bagian dari keseluruhan

a. Menyatakan pecahan dalam gambar

Bilangan pecahan dapat digunakan untuk menyatakan

banyaknya bagian dari suatu benda utuh yang dibagi menjadi bagian-

bagian yang sama besar.

Contoh:

Sebuah kertas origami dibagi sama besar untuk dua anak. Masing-

1 1
masing anak mendapat bagian. Pada bilangan pecahan angka 1
2 2

disebut pembilang dan angka 2 disebut penyebut. Perhatikan bagian

gambar yang diarsir!


28

a b c d

1 1 5 4
4 3 8 6

Gambar a terdiri dari 4 bagian, yang diarsir 1 bagian. Nilai

1
pecahannya adalah
4

Gambar b terdiri 3 bagian, yang diarsir 1 bagian. Nilai pecahannya

1
adalah
3

Ganbar c terdiri 8 bagian, yang diarsir 5 bagian. Nilai pecahannya

5
adalah
8

Gambar d terdiri 6 bagian, yang diarsir 4 bagian. Nilai pecahannya

4
adalah
6

b. Pecahan sebagai operasi pembagian

Perhatikan contoh berikut:

Sebuah kertas origami dibagi menjadi 3 bagian sama besar

1 1 1
3 3 3
29

1
Maka tiap potong besarnya
3

c. Membandingkan pecahan berpenyebut sama

Perhatikan peragaan berikut:

1.

1 2
3 3

1 2 1 2
< dibaca kurang dari
3 3 3 3

2.

3 5
6 6

3 5 3 5
< dibaca kurang dari
6 6 6 6

Untuk membandingkan pecahan berpenyebut sama, yang

diperhatikan adalah pembilang kedua pecahan tersebut.

Perhatikan contoh berikut:

Contoh

Bandingkan pecahan berikut:

1 3
a. ... perhatikan kedua pembilangnya, 1 kurang dari 3
7 7
30

1 3
Jadi <
7 7

5 2
b. ... perhatikan kedua pembilangnya, 5 kurang dari 2
8 8

5 2
Jadi <
8 8

d. Mengurutkan pecahan berpenyebut sama

Cara mengurutkan pecahan sejenis adalah dengan mengurutkan

pembilang pecahan tersebut dari yang terkecil ke terbesar atau dari

yang terbesar ke terkecil.

Contoh:

Urutkan bilangan pecahan berikut:

3 5 1 4 6 2
, , , , ,
6 6 6 6 6 6

Dari yang terkecil ke terbesar adalah

1 2 3 4 5 6
, , , , ,
6 6 6 6 6 6

Dari yang terbesar ke terkecil adalah

6 5 4 3 2 1
, , , , ,
6 6 6 6 6 6

e. Letak pecahan pada garis bilangan

Cara menuliskan pecahan pada garis bilangan adalah sebagai berikut:

1. Garis bilangan dibagi sama besar sebanyak penyebutnya

2. Pecahan yang akan dituliskan, diurutkan dari terkecil ke terbesar

Contoh
31

5 3 2 1 6 4
Letakkan pecahan , , , , , dan pada garis bilangan!
6 6 6 6 6 6

Pecahan-pecahan di atas penyebutnya adalah 6, maka garis bilangan

dibagi menjadi 6 bagian yang sama besar.

1 2 3 4 5
Urutkan pecahan dari yang terkecil ke terbesar yaitu , , , ,
6 6 6 6 6

6
dan
6

Letak pecahan yang telah diurutkan pada garis bilangan mulai dari
sebelah kiri.

1 2 3 4 5 6
0
6 6 6 6 6 6

f. Menentukan pecahan senilai dengan garis bilangan

1
0 1
2

1 2 3 4
0
4 4 4 4

1 2 3
0
3 3 3

Pada garis bilangan di atas bilangan yang dihubungkan dengan kolom

terputus-putus menunjukkan pecahan senilai. Pecahan senilai artinya

1 2 3 4
pecahan yang sama besar, yaitu = dan =
2 4 3 4

g. Menentukan pecahan senilai dengan tabel perkalian


32

X 1 2 3 4 5

1 1 2 3 4 5

2 2 4 6 8 10

3 3 6 9 12 15

4 4 8 12 16 20

5 5 10 15 20 25

Contoh
Dari tabel perkalian dapat ditentukan pecahan senilai berikut ini:
2 4 6
= =
3 6 9

h. Menentukan pecahan senilai dengan operasi perkalian

1 … … …
1. = = =
2 … … …

Jawab:

1x 2 2 1x 3 3 1x 4 4
= atau = atau =
2x 2 4 2x 3 6 2x 4 8

1 3 4
Jadi, = = dan seterusnya
2 6 8

2 … … …
2. = = =
3 … … ….

Jawab

2x 2 4 2x 3 6 2x 4 8
= atau = atau =
3x 2 6 3x 3 9 3 x 4 12

B. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan

Sejauh pengetahuan penulis, dari berbagai literatur yang penulis baca

terdapat jurnal yang membahas tentang hasil belajar siswa dan model modeling the
33

way, untuk mendukung penelitian tersebut maka penulis kemukakan literatur

sebagai kajian pustaka diantaranya :

Penelitian yang dilakukan Amin, dkk (2015: 59) menunjukan bahwa

melalui penggunaan model pembelajaran aktif tipe modeling the way dapat

meningkatkan keaktifan metrik siswa dengan Indikator keberhasilan dalam

penelitian ini adalah sebesar minimal 25% siswa mengalami peningkatan

keaktifan metrik. Hal ini ditandai dengan meningkatnya rata-rata persentase

keaktifan metrik siswa pada setiap siklus. Sebelum digunakan model

pembelajaran aktif tipe modeling the way persentase keaktifan metrik siswa

20,00%. Setelah memanfaatkan model pembelajaran aktif tipe modeling the

way pada siklus I meningkat menjadi 44,06% dan pada siklus II meningkat

menjadi 74,68%. Sehingga model pembelajaran aktif tipe modeling the way

dapat digunakan sebagai salah satu alat bantu dalam proses pembelajaran guna

meningkatkan keaktifan metrik siswa.

Begitu juga dengan hasil penelitian dari Puspitaningrum (2015)

menyimpulkan bahwa besar berubahan perilaku belajar siswa terhadap

pembelajaran berpidato informatif bahasa Jawa terjadi peningkatan motivasi

pada siklus I 78,01% dan samapai siklus II meningkat menjadi 88,97%. Hal

tersebut menunjukkan bahwa melalui metode modeling the way dapat

meningkatkan kemampuan siswa dan hasil belajar dalam pembelajaran

berpidato informatif bahasa Jawa di SMK Ma’arif 4 Kebumen.

Palowa (2014: 2) berpendapat bahwa pembelajaran aktif modeling the

way mampu meningkatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor belajar siswa
34

pada pada mata pelajaran IPS tema cita-citaku di SDN No.80 Kota Tengah. Hal

ini ditunjukkan dengan hasil observasi awal rata-rata siswa yang tuntas hanya

sebesar 42% meningkat pada siklus I menjadi 45,45%, namun belum mencapai

standar yang ditentukan. Pada siklus II terjadi peningkatan aspek kognitif,

afektif dan psikomotor belajar yaitu sebesar 90,91% dengan daya serap seluruh

siswa mencapai 91,21%.

Dalam penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Mu’minin dan

Pramukantoro (2014: 49) berpendapat strategi modelling the way memberikan

siswa kesempatan untuk memperaktikkan, melalui peragaan, keterampilan

khusus yang diajarkan dikelas. Pemeragaan acapkali merupakan alternatif yang

cocok untuk pemeranan lakon, karena cara ini tidak begitu mengancam atau

membuat siswa grogi. Siswa diberi banyak waktu untuk membuat skenario

mereka sendiri dan menentukan bagaimana mereka ingin mengilustrasikan

keterampilan dan strategi yang baru saja dibahas di kelas.

Christian dan Sulistyo (2014: 177) berpendapat modeling the way

membuat siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalaminya serta

memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan siswa sehingga

mengembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta potensi keterampilan

yang mereka miliki. Strategi pembelajaran akan memberikan hasil yang lebih

baik jika didukung dengan model pembelajaran yang lebih spesifik sesuai

materi yang diajarkan.

Pada umumnya penelitian tentang metode modeling the way sudah

banyak dikaji, namun dalam penelitian kali ini penulis melanjutkan dari
35

penelitian yang sudah ada dari penerapan metode modeling the way untuk

meningkatkan hasil belajar siswa, dengan rancangan yang siswa buat sendiri

untuk didemonstrasikan yang akhirnya siswa akan lebih aktif dalam

pembelajaran karena diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi yang

dimilikinya.

C. Kerangka Berfikir

Sakaran (dalam Sugiyono, 2013: 91) mengemukakan bahwa kerangka

berfikir merupakan “Model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan

dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang

penting”. Berdasarkan data observasi awal di sekolah, menyatakan bahwa hasil

belajar siswa khususnya pada materi pecahan kurang memuaskan dan metode

yang paling sering digunakan dalam proses pembelajaran matematika yaitu

metode ceramah bervariasi. Metode tersebut pada dasarnya mentransfer

pengetahuan secara utuh dari guru kepada siswa. Meskipun terkesan baik

namun terkadang membuat siswa kurang memahami materi yang dipelajari.

Silberman (2014: 24) mengemukakan bahwa “Siswa mampu mendengarkan

(tanpa memikirkan) dengan kecepatan 400 hingga 500 kata per menit”. Siswa

hanya mendengarkan materi tanpa melakukan tindakan apapun menjadikan

pembelajaran tidak akan bermakna dan bahkan membuat siswa bingung

terhadap materi yang dipelajari. Pembelajaran akan bermakna apabila siswa

dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran sehingga akan terjadi perubahan

tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman yang telah ia lakukan.


36

Tahap perkembangan anak pada usia 7-11 tahun menurut Piaget (dalam

Sutirna, 2013: 29) “Proses berfikir anak harus konkret dan belum bisa berfikir

abstrak”. Maka seorang guru perlu melakukan pembaharuan untuk menerapkan

metode yang cocok dalam pembelajaran di kelas. Pemilihan metode yang tepat

disertai dengan penggunaan media yang efektif akan membuat siswa memiliki

pemahaman yang konkret tentang materi yang dipelajari.

Metode modeling the way merupakan cara yang diterapkan oleh seorang

guru dalam proses belajar mengajar di kelas dengan mengembangkan

keterampilan yang siswa miliki melalui pemodelan yang dilakukan dengan cara

demonstrasi. Sebelum siswa mendemonstrasikan kemampuan dan potensi yang

siswa miliki, terlebih dahulu guru memaparkan materi dengan cara

demonstrasi.

Hasil belajar siswa akan meningkat apabila aktifitas belajar siswa terlibat

secara aktif sehingga akan membuat siswa berkesan dan menumbuhkan respon

siswa yang sangat baik. Maka diterapkannya metode modeling the way supaya

siswa menjadi aktif, pembelajaran menjadi menarik, pengetahuan menjadi

konkret karena siswa terlibat langsung dalam kegiatan, selain itu juga siswa

mampu mengembangkan keterampilan dengan potensi yang ia miliki.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat divisualisasikan kerangka berfikir

dalam bentuk bagan berikut:


37

Kondisi Saat Ini Tindakan Tujuan dan Hasil

siswa pada materi pecahan kurang memuaskan


Menjelaskan pembelajaran
Hasil dengan
belajar siswa menggunakan metode modeling the way
meningkat
g paling sering digunakan dalam proses pembelajaran
Pemahaman matematika
siswa menjadiyaitu
pembelajaran metode
dengan
aktif, ceramahmenjadi
bervariasi
menggunakan
pembelajaran metode modeling
menarik, the way menjadi konkret karena siswa
pengetahuan
mbelajaran kurang menarik perhatian siswa Melaksanakan
guru metode
mampu modeling
menerapkan thedan
waymelaksanakan metode modeling the way

n menunjukkan bahwa siswa mampu mendengarkan (tanpaSiswa melakukan


memikirkan) pemodelan
dengan kecepatan 400 hingga 500 kata per menit
Siswa
Piaget tahap perkembangan anak pada usia 7-11 tahun proses dibagi
berfikir kelompok
anak dan menciptakan skenario
harus konkret
Siswa diberi waktu 5-7 menit untuk berlatih menerapkan sekenario yang telah siswa buat
Tiap-tiap kelompok mendemonstrasikan kerja masing-masing
Guru memberi penjelasan
apabila aktifitas belajar siswa terlibat secara aktif sehingga dan
Pemahaman membuat siswa berkesan,
Keefektifan menumbuhkan
dalam menerapkan respon
metode siswathe
modeling yang sangat38
way baik

Hasil belajar siswa meningkat

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berfikir

D. Hipotesis Tindakan

Menurut Sugiyono (2013: 96) hipotesis merupakan “Jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian

dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Hipotesis tindakan dalam

penelitian ini yaitu dengan penerapan metode modeling the way pada materi

pecahan kelas IV di Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan dapat meningkatkan

hasil belajar siswa.


39

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan pada penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif. Pendekatan

kuantitatif data penelitiannya berupa angka-angka dan analisis menggunakan

data statistik (Sugiyono, 2013: 13). Hal ini dikarenakan data hasil penelitian

yang diperoleh dalam bentuk angka, dianalisis dengan menggunakan rumus

statistik.

B. Metode dan Bentuk Penelitian

1. Metode Penelitian
40

Menurut Sugiyono (2013: 2) metode penelitian adalah “Cara ilmiah

untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. Metode

penelitian deskriptif dipergunakan untuk menggambarkan berbagai gejala

dan fakta yang terdapat dalam kehidupan sosial secara mendalam (Saebani,

2008: 89).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif karena dijabarkan dalam bentuk kata-kata. Peneliti memilih

metode deskriptif karena dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan

keadaan mengenai peningkatan hasil belajar siswa melalui metode modeling

the way pada siswa kelas IV SD Negeri 15 SP 3 Pandan Tahun Pelajaran

2015/2016.

2. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini merupakan bentuk penelitian tindakan kelas

(Classroom Action Reseach). Dimana penelitian ini terjadi secara kolektif

dalam suatu proses pembelajaran untuk melakukan evaluasi terhadap suatu

metode pembelajaran yang digunakan. Terjadi secara kolektif, karena dalam

pelaksanaannya peneliti akan bekerja sama dengan pihak-pihak yang terlibat

di sekolah.

a. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas

Menurut Trianto (2012: 16) penelitian tindakan kelas adalah “Suatu

kegiatan penelitian dengan mencermati sebuah kegiatan pembelajaran


41

yang diberikan tindakan, yang secara sengaja yang bertujuan

memecahkan masalah atau meningkatkan mutu pembalajaran di kelas”.

Penelitian tindakan kelas adalah proses pengkajian masalah dalam

pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam kelas melalui

refleksi dalam upaya memecahkan masalah tersebut. Suatu cara

pengembangan profesionalitas guru dengan jalan memberdayakan

mereka untuk memahami kinerjanya sendiri dan menyusun rencana

untuk melakukan perbaikan secara terus menerus (Sanjaya, 2013: 26).

Sehingga dapat disimpulkan penelitian tindakan kelas adalah suatu

kegiatan pecermatan yang dilakukan oleh seseorang dengan langkah-

langkah yang sistematis dan tersruktur dituangkan dalam bentuk tindakan

secara sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas guna

pengembangan profesionalitas guru untuk melakukan perbaikan secara

terus menerus.

b. Karakteristik dan Prinsip Penelitian Tindakan Kelas

Karakeristik penelitian tindakan kelas terdiri atas dua sudut

pandang dilihat dari segi problema yang harus dipecahkan dan dilihat

dari bentuk penelitian itu sendiri (Arikunto dkk, 2014: 108). Uraiannya

sebagai berikut:

1) Dilihat dari segi pemecahan, penelitian tindakan kelas memiliki

karakteristik penting, yaitu problema yang diangkat adalah problema

yang dihadapi oleh guru di kelas. Kemudian dari persoalan tersebut

untuk dipecahkan secara profesional


42

2) Dilihat dari bentuk kegiatan penelitian itu sendiri, adanya tindakan

(aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas.

Tanpa tindakan tertentu, suatu penelitian juga dapat dilakukan di

dalam kelas, yang kemudian sering disebut dengan penelitian

tindakan.

Prinsip penelitian tindakan kelas memiliki tiga ciri-ciri pokok

(Arikunto dkk, 2014: 110). Adapun perinsip tersebut adalah sebagai

berikut:

1) Inkuiri reflektif merupakan penelitian tindakan kelas berangkat dari

permasalahan pembelajaran rill yang sehari-hari dihadapi oleh dosen

dan mahasiswa. Jadi kegiatan penelitian berdasarkan kepada

pelaksanaan tugas dan pengambilan tindakan untuk memecahkan

masalah yang dihadapi

2) Kolaboratif merupakan upaya perbaikan proses dan hasil

pembelajaran tidak dapat dilakukan sendiri oleh peneliti di luar kelas

(dosen) tetapi ia harus berkolaborasi dengan guru.

3) Reflektif adalah penelitian tindakan kelas ini lebih menekankan pada

proses refleksi terhadap proses dan hasil belajar. Penelitian tindakan

kelas memiliki ciri khas khusus yaitu sikap reflektif yang

berkelanjutan.

Sedangkan menurut Hopkins (dalam Arikunto dkk, 2014: 115)

menyebutkan prinsip dasar yang melandasi penelitian tindakan kelas,

yaitu sebagai berikut:


43

1) Tugas tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang utama adalah

menyelenggarakan pembelajaran yang baik dan berkualitas

2) Meneliti merupakan bagian integral dari pembelajaran, yang tidak

menuntut kekhususan waktu maupun metode pengmpulan data

3) Kegiatan meneliti, yang merupakan bagian integral dari pembelajaran

yang harus diselenggarakan dengan tetap bersandar pada alur dan

kaidah ilmiah.

4) Masalah yang ditangani adalah masalah-masalah pembelajaran yang

rill

5) Konsistensi sikap dan kepedulian dalam memperbaiki dan

meningkatkan kualitas pembelajaran sangat diperlukan.

c. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tindakan Kelas

Menurut Trianto (2012: 18) tujuan penelitian tindakan kelas adalah

untuk memecahkan masalah, memperbaiki kondisi, mengembangkan,

dan meningkatkan mutu pendidikan. Penelitian yang menggunakan

rancangan penelitian tindakan kelas umumnya diarahkan pada

pencapaian sasaran sebagai berikut:

1) Memperhatikan dan meningkatkan kualitas isi, masukan, proses, dan

hasil pembelajaran

2) Menumbuhkembangkan budaya meneliti bagi tenaga kependidikan

agar lebih proaktif mencari solusi akan permasalahan pembelajaran


44

3) Menumbuhkan dan meningkatkan produktivitas meneliti bagi tenaga

kependidikan, khususnya mencari solusi masalah-masalah

pembelajaran

4) Meningkatkan kolaborasi antar tenaga pendidik dan tenaga

kependidikan dalam memecahkan masalah pembelajaran.

Banyak manfaat yang dapat diraih dengan dilakukannya penelitian

tindakan kelas. Manfaat itu antara lain dilihat dan dikaji dalam beberapa

komponen pembelajaran di kelas, antara lain mencakup :

1) Inovasi pembelajaran

2) Pengembangan kurikulum dari tingkat regional/nasional

3) Meningkatkan profesionalisme pendidikan

d. Model Penelitian Tindakan Kelas

Menurut Arikunto dkk (2014: 17-20) secara garis besar terdapat

empat tahapan yang lazim dilakukan dalam model penelitian tindakan,

yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Untuk lebih

jelasnya tahap-tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:

1) Tahap pertama: perencanaan tindakan (planning)

Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa,

kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut

dilakukan. Penelitian tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan secara


45

berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak dan

pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Untuk menyusun

rancangan tindakan dalam rangka penelitian dituangkan dalam bentuk

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

2) Tahap kedua: pelaksanaan tindakan (acting)

Pelaksanaan merupakan implementasi atau penerapan isi

rancangan, yaitu mengenai tindakan di kelas. Hal yang perlu diingat

adalah bahwa dalam tahap ke dua ini pelaksanaan guru harus ingat

dan berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan.

Tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat. Dalam refleksi,

keterkaitan antara pelaksanaan dengan perencanaan perlu diperhatikan

secara seksama agar sinkron dengan maksud semula.

3) Tahapan ketiga: pengamatan (observing)

Kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat.

Sebetulnya sedikit kurang tepat kalau pengamatan ini dipisahkan

dengan pelaksanaan tindakan karena seharusnya pengamatan

dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Oleh karena itu

kepada guru pelaksana yang berstatus sebagai pengamat ini untuk

melakukan "pengamatan balik" terhadap apa yang terjadi ketika

tindakan berlangsung. Sambil melakukan pengamatan balik ini guru


46

pelaksana mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi agar

memperoleh data yang akurat perbaikan siklus berikutnya.

4) Tahap keempat: refleksi (reflekcting)

Tahap refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan

kembali apa yang sudah dilakukan. Istilah "refleksi" dari kata bahasa

Inggris reflection, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia

pemantulan. Kegiatan refleksi ini sebetulnya lebih tepat dikenakan

ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian

berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi

rancangan tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika

guru pelaku tindakan mengatakan kepada peneliti pengamat tentang

hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik dan bagian mana yang

belum.

Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur

untuk membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun,

dari tahap penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak lain

adalah evaluasi. Apabila dikaitkan dengan "bentuk tindakan"

sebagaimana disebutkan dalam uraian ini, maka yang dimaksud dengan

bentuk tindakan adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tindakan

tidak pernah merupakan kegiatan tunggal tetapi selalu berupa rangkaian

kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus. Hal

penting yang harus mendapatkan perhatian bagi peneliti karena menjadi


47

fokus penelitian adalah perencanaan siklus lanjutan harus didasarkan

hasil refleksi siklus sebelumnya.

Adapun gambar model penelitian tindakan adalah sebagai

berikut:

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

perencanaan

Refleksi Pelaksanaan

Pengamatan
48

SIKLUS II

Gambar 3.1 Penelitian Tindakan kelas


(Sumber: Arikunto dkk, 2014: 16)

Berdasarkan siklus perencanaan penelitian diatas dapat diketahui

bahwa setiap siklusnya dapat diamati lebih spesifik hasil yang diperoleh

dari setiap tahapan pelaksanaan PTK. Penjelasan dari tahapan penelitian

seperti pada gambar 3.1 adalah sebagai berikut:

1. Tahap Siklus I

a. Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan merupakan suatu tahapan persiapan atau

merancang hal-hal yang berkaitan dalam proses pembelajaran. Pada

tahap perencanaan kegiatan yang dilakukan adalah menyiapkan silabus,

menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) pada pertemuan

pertama materi menyatakan pecahan dalam gambar dan pecahan

sebagai operasi pembagian. Materi pertemuan kedua adalah

membandingkan pecahan dan mengurutkan pecahan berpenyebut sama


49

dengan menggunakan metode modeling the way, menyusun lembar

observasi, dan menyiapkan lembar tes tentang materi pecahan, dan

mempersiapkan sumber belajar dan media yang akan digunakan.

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini penelitian dilakukan sesuai dengan yang telah

direncanakan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang

sudah disusun, Tahap pelaksanaan ini dilakukan bersamaan dengan

observasi terhadap tindakan. Pada tahap pelaksanaan dapat diuraikan

sebagai berikut:

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan jalannya proses

pembelajaran dengan metode modeling the way

2) Guru mendemonstrasikan materi pelajaran pada pertemuan

pertama menyatakan pecahan dalam gambar dan pecahan sebagai

operasi pembagian. Pertemuan kedua membandingkan pecahan

dan mengurutkan pecahan berpenyebut sama

3) Siswa mengamati dan mendengarkan penjelasan guru

4) Siswa diminta untuk melakukan pemodelan

5) Siswa dibagi kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 5

siswa.

6) Tiap kelompok secara aktif menyelesaikan dengan menjawab

pertanyaan yang telah diberikan oleh guru

7) Siswa menciptakan skenario berupa jawaban atas pertanyaan

sesuai dengan keterampilan yang dimiliki siswa


50

8) Siswa diberi waktu 5-7 menit untuk berlatih menerapkan

sekenario yang telah siswa buat

9) Secara bergantian tiap-tiap kelompok diminta untuk

mendemonstrasikan kerja masing-masing

10) Guru memberi penjelasan secukupnya untuk mengklarifikasi

apabila terjadi kesalahpahaman terhadap materi yang telah

dipelajari

c. Tahap Pengamatan

Tahap ini dilakukan dengan mengamati aktivitas guru dan siswa

dalam pembelajaran matematika pada materi pecahan dengan metode

modeling the way. Melakukan observasi menggunakan format

obsevasi yaitu dengan lembaran observasi aktivitas guru dan aktivitas

belajar siswa untuk mengumpulkan data yang dibantu oleh pengamat

untuk melakukan monitoring pelaksanaan pembelajaran.

d. Tahap Refleksi

Berdasarkan hasil observasi dan hasil tes selanjutnya dilakukan

refleksi untuk mengetahui hal-hal yang kurang selama pelaksanaan

tindakan pada siklus I, sehingga menjadi acuan untuk perbaikan pada

siklus selanjutnya. Jika diketahui dari hasil refleksi ternyata target

penelitian belum tercapai, maka dilanjutkan ke siklus selanjutnya.

Target pencapaian ketuntasan hasil belajar siswa apabila telah

mencapai ketuntasan klasikal 85% dari jumlah siswa kelas IV.

2. Siklus II
51

Pelaksanaan pada siklus II berdasarkan hasil refleksi dari siklus I.

Kegiatan pada siklus II dirancang sebagai berikut :

a. Perencanaan tindakan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan yaitu guru

menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada pertemuan

pertama letak pacahan pada garis bilangan dan menentukan pecahan

senilai pada garis bilangan. Kemudian pertemuan kedua menentukan

pecahan senilai dengan tabel perkalian dan operasi perkalian.

Mempersiapkan sumber belajar dan media yang akan digunakan,

menyusun lembar observasi siswa dan guru, menyiapkan angket dan

menyiapkan lembar tes.

b. Pelaksanaan tindakan

Tahap pelaksanaan dilakukan dengan tiga kali tatap muka, dengan

alokasi waktu 2 x 35 menit untuk satu kali pertemuan. Penelitian

dilakukan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

yang telah disusun. Pada tahap pelaksanaan siklus ini dapat diuraikan

berikut :

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan kepada

siswa bahwa pada proses pembelajaran tersebut akan diterapkan

pembelajaran menggunakan metode modeling the way.

2. Siswa mengamati dan mendengarkan penjelasan guru


52

3. Guru mendemonstrasikan materi pelajaran tentang letak pacahan

pada garis bilangan dan menentukan pecahan senilai pada garis

bilangan pada pertemuan pertama. Kemudian Pertemuan kedua

tentang menentukan pecahan senilai dengan tabel perkalian dan

oprasi perkalian.

4. Beberapa siswa diminta maju ke depan kelas untuk melakukan

pemodelan

5. Siswa dibagi kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 5

siswa.

6. Tiap kelompok secara aktif menyelesaikan dengan menjawab

pertanyaan yang telah diberikan oleh guru

7. Siswa menciptakan skenario berupa jawaban atas pertanyaan

sesuai dengan keterampilan yang dimiliki siswa

8. Siswa diberi waktu 5-7 menit untuk berlatih menerapkan sekenario

yang telah dibuat

9. Masing-masing kelompok memaparkan hasil sekenario yang telah

dibuat.

10. Guru memberi penjelasan secukupnya untuk mengklarifikasi agar

tidak terjadi kesalahpahaman terhadap materi

c. Pengamatan/ observasi tindakan

Pengamatan atau observasi dilakukan pada saat proses pembelajaran.

Dimana pengamatan ini dilakukan untuk melihat aktivitas siswa dan


53

guru selama proses pembelajaran yang dibantu oleh pengamat untuk

melakukan monitoring pembelajaran

d. Tahap Refleksi

Pada tahap ini dilakukan untuk menganalisa pelaksanaan

penelitian tindakan kelas setelah kegiatan belajar mengajar berakhir

sebagai bahan refleksi. Tahap refleksi pada siklus ini bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya peningkatan dari siklus sebelumnya atau

untuk mengetahui hal-hal yang mungkin terjadi selama penelitian.

Keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan siklus penelitian

tindakan, dalam penelitian ini bergantung pada hasil refleksi yang

dilakukan pada akhir setiap siklus.

C. Latar Penelitian

Latar penelitian yaitu Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan yang latar

penelitian di Kecamatan Tempunak Desa Pagal Baru SKPD SP 3 Pandan yang

beralamat di jalan Sisingamangaraja. Subjeknya adalah siswa-siswi kelas IV

Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan, berjumlah 25 siswa/i yang terdiri dari 9

siswa laki-laki dan 16 siswi perempuan. Alasan penulis memilih subjek

tersebut adalah berdasarkan hasil observasi terdahulu pada tanggal 29 Februari

2016 bahwa terdapat masalah terhadap hasil belajar siswa kelas IV pada materi

pecahan yang masih di bawah standar KKM.


54

D. Data dan Sumber Data Penelitian

Menurut Arikunto (2013: 161) data adalah “Hasil pencatatan baik berupa

fakta maupun angka”. Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-

kata yang diucapkan secara lisan, gerak gerik atau perilaku yang dilakukan

oleh subjek yang dapat dipercaya, dalam hal ini adalah subjek penelitian yang

berkenaan dengan variabel yang diteliti. Data sekunder adalah data-data yang

diperoleh dari dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat dan lain

lain), foto-foto, film, rekaman video, benda-benda yang dapat memperkaya

data primer (Arikunto, 2013: 21-22).

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer berupa ungkapan wali kelas IV ketika proses belajar

mengajar dikelas, beliau mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa masih

dibawah KKM. Hal tersebut dibuktikan dengan data sekunder berupa dokumen

grafis yang berbentuk tabel berisi hasil belajar siswa kelas IV diambil dari

daftar nilai ulangan harian siswa.

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data, yang digunakan yaitu:

1. Teknik pengumpulan data

a. Teknik Observasi

Menurut Sanjaya (2006: 190) observasi adalah “Teknik

pengumpulan dengan cara mengamati tingkah laku pada situasi tertentu”.

Untuk kepentingan observasi kita perlu membuat pedoman observasi

misalnya dengan ceklist. Ceklist atau daftar cek adalah pedoman


55

observasi yang berisikan daftar dari semua aspek yang akan diobservasi,

sehingga observer tinggal memberi tanda ada atau tidak dengan tanda cek

( √ ) tentang aspek yang diobservasi (Sanjaya, 2006: 191). Observasi

dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa di kelas selama pembelajaran

berlangsung, khususnya pada saat terjadinya kegiatan belajar mengajar

menggunakan metode modeling the way.

b. Pengukuran

Menurut Sukardi (2010: 21) pengukuran adalah “Bagian dari

evaluasi”. Pengukuran (measurement) pada umumnya berkenaan dengan

masalah kuantitatif untuk mendapatkan informasi yang diukur (Sanjaya,

2006: 181). Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan soal tes.

Tujuan dilakukannya pemberian tes adalah untuk mengetahui hasil

belajar siswa dengan diterapkannya pembelajaran menggunakan metode

modeling the way. Dengan menggunakan butir-butir soal atau instrumen

soal.

c. Teknik Komunikasi Tidak Langsung

Pengambilan data dengan teknik komunikasi tidak langsung

dilakukan dalam bentuk angket (koesioner). Sugiyono (2013: 199)

mengemukakan angket merupakan “Teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk dijawabnya”. Ditinjau dari segi cara

menjawab maka jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

daftar cocok (check list). Daftar cocok (check list) adalah deretan
56

pertanyaan, dimana responden tinggal membubuhkan tanda cocok (√) di

tempat yang telah disediakan (Arikunto, 2009: 29). Angket yang telah

disediakan oleh penulis dibagikan kepada siswa/siswi kelas IV Sekolah

Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan.

2. Alat Pengumpulan Data

Intrumen atau alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

b. Lembar Observasi

Lembar observasi adalah “Alat yang digunakan untuk proses

pengamatan yang terdiri atas persiapan termasuk latihan (training),

memasuki lingkungan penelitian, mulai interaksi, pengamatan,

pencatatan, dan menyelesaikan tugas (Gulo dalam Sudarman, 2013: 55).

Lembar observasi adalah panduan peneliti di dalam melakukan penelitian

untuk mendapatkan data penting yang terjadi selama proses belajar

mengajar berlangsung. Pada format observasi, daftar kejadian hanya

memberi tanda check list ( √ ) pada kolom yang disediakan. Check List

adalah pedoman observasi yang berisikan daftar dari semua aspek yang

akan di observasi, sehingga observer tinggal memberi tanda Ya atau

Tidak dengan tanda cek (√ ) tentang aspek yang dinilai (Sanjaya, 2006:

191).

Langkah-langkah pengambilan data menggunakan lembar

observasi sebagai berikut:

1) Sebelum pelaksanaan proses pembelajaran lembar observasi

diberikan kepada pengamat atau observer.


57

2) Pada saat pelaksanaan mulai dari pendahuluan, kegiatan inti,

dan kegiatan penutup diamati oleh pengamat atau observer

menggunakan lembar observasi.

3) Observer memberi tanda check list pada kolom yang telah

disediakan yang sudah diberi keterangan dan penjelasan.

c. Soal Tes

Arikunto (2009: 33) Tes merupakan “Suatu alat pengumpul

informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat yang lain, tes ini bersifat

lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan tertentu”. Soal tes

digunakan untuk mengetahui hasil belajar peserta didik sesudah

menggunakan metode modeling the way. Instrumen yang digunakan

sebagai pengumpul data adalah soal tes dengan bentuk pilihan ganda

yang berjumlah 20 soal untuk siklus I dan 20 soal untuk siklus

selanjutnya.

d. Angket

Angket respon yang digunakan untuk melihat tanggapan siswa

setelah mengikuti pembelajaran. Arikunto (2009: 28) mengemukakan

angket/koesioner adalah “ sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh

orang yang akan diukur (responden)”. Bentuk pilihan jawaban angket

yaitu menggunakan skala likert berupa Sangat Setuju (SS), Setuju (S),

Tidak Berpendapat (TB), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju

(STS).

F. Keabsahan Data
58

Pengecekan keabsahan data menggunakan atau mengadakan

membercheck. Menurut Sugiyono (2013: 276) membercheck adalah:

Proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data.


Tujuan membercheck untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.
Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data
berarti datanya tersebut valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya,
tetapi apabila yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsiran
yang tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu
melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya
tajam, maka peneliti harus merubah temuannya dan harus
menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.

Pelaksanaan membercheck dalam penelitian ini dilakukan setelah

pengumpulan data selesai. Caranya dapat dilakukan secara individual, dengan

cara peneliti datang ke pemberi data, atau melalui forum diskusi kelompok.

Dalam diskusi kelompok peneliti menyampaikan temuan kepada kelompok

pemberi data. Dalam diskusi kelompok tersebut, mungkin ada data yang

disepakati bersama, maka pemberi data diminta untuk menandatangani supaya

lebih otentik. Selain itu juga sebagai bukti bahwa peneliti telah melakukan

memberchek.

1. Lembar observasi

Pengecekan keabsahan data pada lembar observasi menggunakan

membercheck. lembar observasi yang telah dibuat kemudian

dikonsultasikan kepada validator selanjutnya dilakukan pengecekan,

apabila telah valid maka validator diminta untuk menandatangani lembar

observasi tersebut.

2. Soal tes
59

Uji validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan validitas

konstruk (construct validity). Validitas konstruk dilakukan dengan

meminta pendapat dari ahli (judgement expert). Dalam hal ini setelah

instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan

berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli.

Para ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun.

mungkin para ahli akan memberi keputusan apakah instrumen dapat

digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan mungkin dirombak total

(Sugiyono, 2013: 125). Validitas konstruk digunakan untuk validitas soal

tes dengan meminta pendapat dari ahli.

3. Angket

Pengecekan keabsahan data pada angket menggunakan membercheck.

Angket yang telah dibuat kemudian dikonsultasikan kepada validator

selanjutnya dilakukan pengecekan, apabila telah valid maka validator

diminta untuk menandatangani lembar observasi tersebut.

G. Teknik Analisis Data

Setelah proses pengumpulan data tahap selanjutnya adalah tahap analisis data.

a. Teknik Analisis Hasil Observasi

n
Np = x 100%
N

Keterangan:
Np = nilai presentase
n = skor yang diperoleh
N = jumlah seluruh skor

(Jihad dan Haris dalam Titin, 2014: 40)


60

Setelah diketahui hasil presentasenya maka data yang berupa presentase

pada tabel berikut ini :

Tabel 3.1 Kriteria Hasil Observasi


Nilai Kriteria
80– 100% Baik Sekali
66 – 79% Baik
56 – 65% Cukup
40 – 55% Kurang
< 40% Gagal
(Sumber: Arikunto, 2009: 249)

b. Ketuntasan Hasil Belajar

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3

Pandan kelas IV tahun pelajaran 2015/2016 pada mata pelajaran matematika

adalah 65. Ketuntasan belajar siswa secara individu dicapai bila siswa telah

memperoleh ≥ 65 sesuai dengan ketuntasan mata pelajaran yang telah

ditentukan oleh Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan. “Sedangkan

ketuntasan klasikal mencapai ≥ 85% dari jumlah seluruh siswa” (Ansori dan

Tofan, 2015: 57).

Analisis data pada penelitian ini menggunakan perhitungan statistik

yang dihitung dengan cara:

Nilai siswa

B
S = N x 100

Keterangan :
S = nilai siswa
B = jumlah jawaban benar
N = jumlah soal
(Arifin, 2012: 229)

Perhitungan ketuntasan belajar klasikal


61

jumlah siswa yang tuntas


Ketuntasan klasikal = x 100 %
jumlah siswa seluruhnya
(Ansori dan Tofan, 2015: 57)
Jika nilai ketuntasan klasikal telah diketahui maka dapat

dimasukkan kedalam kriteria yang terdapat pada Tabel 3.2 sebagai

berikut

Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Belajar Klasikal


Nilai Kriteria
80– 100% Baik Sekali
66 – 79% Baik
56 – 65% Cukup
40 – 55% Kurang
< 40% Gagal
(Sumber: Arikunto, 2009: 245)

c. Teknik Analisis Data Angket

Angket disebarkan kepada 25 responden yang bertujuan untuk

mengetahui seberapa tinggi tingkat respon siswa terhadap penggunaan

metode modeling the way dalam proses pembelajaran. Jawaban

dihubungkan dengan bentuk pertanyataan atau dukungan sikap yang

diungkapkan dengan kriteri sebagai berikut:

SS = Sangat setuju Diberi Skor 5


ST = Setuju Diberi Skor 4
TB = Tidak Berpendapat Diberi Skor 3
TS = Tidak Setuju Diberi Skor 2
STS = Sangat Tidak Setuju Diberi Skor 1
Kemudian dihitung berdasarkan presentase menggunakan rumus

presentase sebagai berikut:

f
P=
n
X 100%
62

Keterangan:
P = Presentase
f = frekuensi
n = number of Cases (banyaknya individu)

(Sudjana dalam Hidayat, 2014: 72)

Hasil angket dari peritungan presentase dimasukkan ke dalam

rentangan presentase. Kriteria presentase dapat di lihat pada tabel berikut

ini:

Tabel 3.3 Kriteria Interpretasi Skor


Interprestasi Kriteria
0% - 20% Sangat Lemah
21% - 40% Lemah
41% - 60% Cukup
61% - 80% Kuat
81 - 100% Sangat Kuat
(Sumber: Riduwan, 2012: 89)

BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat peneliti melihat fakta-fakta yang

terjadi saat proses pembelajaran berlangsung. Lokasi penelitian ini dilakukan di

SD Negeri 15 SP 3 Pandan yang beralamat di jalan Sisingamangaraja

Kecamatan Tempunak Kabupaten Sintang dengan jumlah guru sebanyak 8

orang yang terdiri dari 4 orang perempuan dan 4 orang laki-laki dengan

kualifikasi pendidikan S1 sedangkan subjek dalam penelitian ini adalah siswa-


63

siswi kelas IV Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan, berjumlah 25 siswa/i

yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 16 siswi perempuan.

B. Persiapan Penelitian

Bentuk penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, dimana

peneliti berkolaborasi dengan guru kelas dalam pelaksanaan penelitian.

Pelaksanaan penelitian terlebih dahulu telah dipersiapkan, terutama instrumen-

instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data, instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Menyusun RPP

RPP disusun berdasarkan silabus dan materi pelajaran yang akan

disampaikan. Sebelum digunakan untuk penelitian, RPP terlebih dahulu

divalidasi agar tujuan pengajaran sesuai dengan indikator materi yang akan

disampaikan.

2. Menyusun Soal Tes

Butir-butir pertanyaan yang disusun berupa soal-soal yang digunakan untuk

mengambil daftar nilai peserta didik yang berupa soal tugas yang disusun

berdasaran kisi-kisi dengan tingkatan taksonomi Bloom C1, C2, dan C3.

Soal tes terlebih dahulu divalidasi agar soal tes yang dibuat valid sehingga

dapat mengukur apa yang hendak diukur.

3. Menyusun Lembar Observasi

Lembar observasi terdiri atas lembar observasi kemampuan guru mengelola

pembelajaran dan aktivitas belajar siswa. Sebelum digunakan untuk


64

penelitian, lembar observasi tersebut terlebih dahulu divalidasi agar tujuan

pengajaran berjalan dengan maksimal.

4. Menyusun Kisi-kisi Angket

Menyusun kisi-kisi angket berdasarkan rumusan indikator variabel

penelitian. Setelah kisi-kisi dibuat, selanjutnya menyusun pernyataan

angket sesuai dengan keperluan penelitian berdasarkan indikator variabel

penelitian. Angket terlebih dahulu divalidasi oleh validator agar angket

yang dibuat valid.

Pada saat kegiatan penelitian yang bertindak sebagai guru adalah peneliti

dan yang bertindak sebagai observer adalah guru kelas. Penelitian ini dilakukan

dua siklus yaitu siklus I dan siklus II dengan pembagian jadwal sebagai

berikut:

Tabel 4.1
Jadwal Penelitian
No Hari/Tanggal Waktu Kegiatan

1 Rabu, 11 Mei 2016 09.00 – 10.10 Siklus I pertemuan pertama

2 Kamis, 12 Mei 2016 07.00 – 08.10 Siklus I pertemuan kedua

3 Sabtu, 14 Mei 2016 09.00 – 10.10 Memberikan soal tes siklus 1

4 Jum’at, 20 Mei2016 09.00 – 10.10 Siklus II pertemuan pertama

5 Sabtu, 21 Mei 2016 09.00 – 10.10 Siklus II pertemuan kedua

6 Rabu, 25 Mei 2016 09.00 – 10.10 Memberikan soal tes siklus II dan
angket respon siswa
65

C. Hasil Penelitian

Hasil penelitian terdiri atas 2 tahapan yaitu, pelaksanaan penelitian dan hasil

pengolahan data. Adapun rincian dari hasil penelitian sebagai berikut:

1. Pelakasanaan Penelitian

Setelah peneliti menyiapkan beberapa hal yang akan digunakan,

selanjutya peneliti melaksanakan penelitian. Penelitian ini terdiri atas dua

siklus. Adapun penjabaran siklus tersebut adalah:

a. Siklus I

Siklus I terdiri atas empat tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan,

pengamatan, dan refleksi. Rincian tahapan siklus I sebagai berikut:

1) Tahap Perencanaan (Planning)

Pelaksanan penelitian siklus I pertemuan pertama dimulai pada

hari Rabu pukul 09.00 - 10.10 dan pertemuan kedua yaitu hari Kamis

pukul 07.00 - 08.10, sedangkan pelaksanaan tes dilakukan pada hari

Sabtu tanggal 14 Mei 2016. Paparan pelaksanaan siklus I yang telah

berlangsung sebagai berikut:

a) Siklus I terdiri dari tiga kali pertemuan, tiap kali pertemuan

menggunakan 2 jam pelajaran atau alokasi waktu 2x35 menit

b) Mempersiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi silabus,

RPP, media berupa kertas origami, dan sumber belajar

c) Menyusun dan mempersiapkan instrumen berupa lembar observasi

kemampuan guru mengelola pembelajaran dan aktifitas belajar

siswa
66

d) Mempersiapkan alat dokumentasi untuk mendokumentasikan

proses pembelajaran yang berlangsung.

2) Tahap Pelaksanaan (Action)

Tahap pelaksanaan terdiri atas tiga pertemuan, tiap pertemuan

dirincikan sebagai berikut:

Pertemuan Pertama (Rabu, 11 Mei 2016)

Pada pertemuan pertama sub materi menyatakan pecahan dalam

gambar dan pecahan sebagai operasi pembagian. Guru menyampaikan

materi dengan cara mendemonstrasikan pecahan dengan

menggunakan kertas origami yang digunting menjadi beberapa bagian

1
selanjutnya guru menunjukkan pecahan . Guru membagi 1 kertas
4

origami menjadi 4 bagian yang sama besar, kemudian guru

menunjukkan bahwa pecahan merupakan operasi pembagian.

Pembelajaran masuk pada tahap pertama dalam penerapan

modeling the way, siswa melakukan pemodelan dengan menunjukkan

1 2 3
pecahan , , dan menggunakan kertas origami. Tahap selanjutnya
2 4 6

siswa dibentuk kelompok ke dalam 5 kelompok, masing-masing

kelompok terdiri atas 5 siswa, nama-nama kelompok sesuai dengan

warna kertas origami yaitu merah, biru, hijau, hitam, dan kuning.

3
Siswa bekerja dalam kelompok membuat sekenario pecahan yang
4

terbentuk dari kertas origami dan membentuk pecahan sebagai operasi

pembagian dengan menggunakan satu kertas yang dibagi menjadi 6


67

sama besar, kemudian siswa menunjukkan tiap bagiannya. Siswa

diberi waktu 5-7 menit untuk berlatih menerapkan skenario yang telah

dibuat. Secara bergiliran siswa mempresentasikan hasil kerja

kelompoknya. Ketika melakukan presentasi ada beberapa siswa yang

masih terlihat malu-malu bahkan menutup mukanya ketika melakukan

presentasi di depan kelas

Pertemuan Kedua ( Kamis, 12 Mei 2016 )

Pada Pertemuan kedua sub materi adalah membandingkan

pecahan dan mengurutkan pecahan berpenyebut sama. Guru

mendemonstrasikan materi membandingkan pecahan berpenyebut

sama dengan menggunakan 2 kertas origami yang digunting menjadi

1 2
beberapa bagian membentuk pecahan dan selanjutnya guru
3 3

membandingkan kedua pecahan tersebut. Kemudian guru menjelaskan

cara mengurutkan pecahan dari yang terkecil sampai yang terbesar.

Pembelajaran masuk pada tahap pertama dalam penerapan

modeling the way, siswa melakukan pemodelan menggunakan 2 kertas

3 1
origami membentuk pecahan , dan . Tahap selanjutnya siswa
4 4

dibentuk kelompok ke dalam 5 kelompok, masing-masing kelompok

terdiri atas 5 siswa, nama-nama kelompok sesuai dengan warna kertas

origami yaitu merah, biru, hijau, hitam, dan kuning. Siswa

mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan bekerja dalam

2 3
kelompok membuat skenario membandingkan pecahan dan
4 4
68

dalam bentuk kertas origami dan mengurutkan pecahan

4 2 3 1
, , , dan . Siswa diberi waktu 5-7 menit untuk berlatih
4 4 4 4

menerapkan skenario yang telah dibuat. Siswa mendemonstrasikan

hasil kerja kelompoknya.

Pertemuan Ketiga ( Sabtu, 14 Mei 2016)

Pada pertemuan ketiga peneliti memberikan soal tes siklus I

pada sub materi menyatakan pecahan dalam gambar, pecahan sebagai

operasi pembagian, membandingkan pecahan dan mengurutkan

pecahan berpenyebut sama.

3) Pengamatan (Observation)

Tahap pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan kelas

dilakukan oleh guru kelas sebagai observer. Hasil yang diamati

meliputi seluruh aktivitas belajar siswa dan kemampuan guru

mengelola pembelajaran, hasil pengamatan yang diperoleh pada siklus

I yaitu:

a. Hasil observasi

1) Hasil observasi kemampuan guru mengelola pembelajaran

Proses pembelajaran yang berlangsung tidak terlepas dari

peran guru dalam mengajar. Hasil observasi terhadap

kemampuan guru mengelola pembelajaran dengan metode

modeling the way dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini:

Tabel 4.2
Hasil Observasi Kemampuan Guru Mengelola
69

Pembelajaran Siklus I
No Pertemuan
Kategori Penilaian I II
(%) (%)
1 Pendahuluan 100 100
Kegiatan inti (keterlaksanaan
2 50 70
metode modeling the way)
3 Penutup 66,66 66,66
Rerata % pertemuan 72,22 78,88
Rerata % siklus 75,55
n
Jumlah hasil observasi = x 100%
N
Tabel 4.2 menunjukkan siklus I pertemuan pertama pada

kegiatan inti sebasar 50% dengan kategori kurang, guru belum

maksimal dalam membimbing siswa dalam diskusi kelompok,

memberi waktu siswa untuk mempersiapkan hasil diskusi, dan

mengklarifikasi untuk memberi penjelasan. Kegiatan penutup

66,66% dengan kategori baik, guru belum menyimpulkan materi

yang telah dipelajari. Rerata nilai untuk siklus I pertemuan

kedua sebesar 78,88% dengan kategori baik. Siklus I pertemuan

kedua pada kegiatan inti persentase sebesar 70% dengan

kategori baik, hal tersebut menyatakan bahwa guru belum

maksimal dalam membimbing siswa dalam diskusi kelompok,

pelaksanaan alokasi waktu belum sesuai dengan RPP, memberi

waktu siswa untuk mempersiapkan hasil diskusi, dan

menginstruksikan kepada seluruh kelompok untuk

mendemonstrasikan hasil diskusinya. Kegiatan akhir 66,66%

dengan kategori baik, hal tersebut menyatakan bahwa guru

belum mengklarifikasi dengan memberi penjelasan secukupnya


70

kepada siswa. Secara keseluruhan rerata siklus I sebesar 75,55%

dalam kategori baik. Hasil observasi siklus I, mengindikasikan

bahwa proses belajar siklus I belum berjalan dengan maksimal.

Oleh karena itu penelitian perlu dilanjutkan pada siklus

berikutnya yaitu siklus II.

2) Aktivitas belajar siswa

Hasil observasi diperoleh melalui proses pengamatan

secara langsung saat proses pembelajaran berlangsung. Hasil

observasi aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 4.3
Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I

Pertemuan
Hasil pengamatan
I II
Total skor 213 246
Persentase 65,54% 75,69%
Rata-rata 70,62%

Tabel 4.3 menunjukkan tingkat aktivitas belajar siswa

siklus I pertemuan pertama sebesar 65,54% dengan kategori

cukup hal tersebut dikarenakan siswa masih pasif, belum

bertanya tentang materi yang dipelajari, pertemuan kedua

sebesar 75,69% dengan kategori baik, hal tersebut dikarenakan

siswa belum memiliki rasa percaya diri dan keberanian untuk

menyimpulkan materi pembelajaran. Rata-rata siklus I sebesar


71

70,62%. Hal tersebut menandakan bahwa aktivitas belajar siswa

dalam mengikuti pembelajaran dengan penggunakan metode

modeling the way belum berjalan maksimal. Hasil observasi

siklus I, mengindikasikan bahwa proses belajar siklus I belum

berjalan dengan maksimal. Oleh karena itu penelitian perlu

dilanjutkan pada siklus berikutnya yaitu siklus II.

b. Hasil belajar siswa

Tes siklus I diikuti oleh 25 orang siswa. Adapun rekapitulasi

nilai hasil belajar siswa pada siklus I seperti pada Tabel 4.4 berikut

ini.

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Siklus I

No Hasil Tes Siklus I

1 Nilai Tertinggi 85
2 Nilai Terendah 55
3 Rata-rata 67,8
4 Nilai Klasikal 84%
(21 siswa)
Kategori Baik
Dengan memperhatikan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa

nilai ketuntasan klasikal 84% dan belum memenuhi kriteria

ketuntasan klasikal dalam kategori baik dengan nilai KKM 65,

peneliti telah memiliki target dalam penelitian dengan ketuntasan

belajar klasikal siswa 85%. Karena belum mencapai target maka

peneliti melanjutkan ke siklus selanjutnya yaitu siklus II.

4) Refleksi
72

Proses refleksi bertujuan untuk mengukur keberhasilan tindakan

yang dilakukan. Setelah melakukan observasi, guru dan peneliti

mencatat temuan-temuan yang berkaitan dengan pelaksanaan metode

modeling the way. Selanjutnya peneliti dan guru mendiskusikan

temuan tersebut sebagai refleksi siklus selanjutnya. Oleh karena itu

hal-hal yang perlu diperbaiki dalam pembelajaran berikutnya adalah:

a) Lebih meningkatkan keaktifkan, perhatian, rasa percaya diri siswa

dalam melakukan pembelajaran dengan metode modeling the way

di kelas

b) Mengubah formasi meja dan kursi siswa yang awalnya tradisional

menjadi formasi U

c) Guru memberikan bimbingan dengan maksimal kepada siswa saat

diskusi

d) Guru mengefektifkan waktu semaksimal mungkin agar

pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang telah direncanakan

e) Ketuntasan klasikal hasil belajar siswa sebesar 84% dan belum

mencapai target yang telah direncanakan.

b. Siklus II

Hasil refleksi siklus I belum mencapai target penelitian. Ketuntasan

klasikal hasil belajar siswa pada siklus I yaitu 84% sedangkan target

pencapaian ketuntasan hasil belajar siswa apabila telah mencapai

ketuntasan klasikal sebesar ≥85%. Sehingga peneliti melanjutkan pada

siklus II yang terdiri atas empat tahap yaitu tahap perencanaan,


73

pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Rincian tahapan siklus II sebagai

berikut

1) Tahap Perencanaan (Planning)

Penelitian siklus II juga dilakukan tiga kali pertemuan. Dua kali

pertemuan digunakan untuk guru mengajar dan pertemuan ketiga

digunakan untuk memberikan soal tes siklus II dan penyebaran

angket. Langkah-langkah yang dilakukan siklus II adalah:

a) Siklus II terdiri dari tiga kali pertemuan, tiap kali pertemuan

menggunakan 2 jam pelajaran dengan alokasi waktu 2 x 35 menit.

b) Menyusun skenario tindakan, perangkat pembelajaran berupa

materi, serta sumber belajar, dan media berupa kartu pecahan, garis

bilangan, tabel perkalian, dan kartu angka,.

c) Menyusun format lembar observasi aktivitas belajar siswa dan

kemampuan guru mengelola pembelajaran

d) Mempersiapkan instrumen penilaian berupa soal tes sesuai materi

yang disampaikan kepada siswa berupa lembar soal dan lembar

jawaban.

2) Tahap Pelaksanaan (Action)

Tahap pelaksanaan terdiri atas tiga pertemuan, tiap pertemuan

dirincikan sebagai berikut:

Pertemuan Pertama ( 20 Mei 2016)

Pada pertemuan pertama sub materi yang dipelajari adalah letak

pacahan pada garis bilangan dan menentukan pecahan senilai pada


74

garis bilangan. Guru mendemonstrasikan materi cara menuliskan

pecahan pada garis bilangan dengan menggunakan kartu pecahan dan

garis bilangan, pada awalnya guru memaparkan garis bilangan yang

dibagi sama besar sesuai dengan jumlah penyebutnya selanjutnya guru

meletakkan kartu pecahan pada garis bilangan sesuai dari urutan yang

terkecil sampai urutan terbesar.

Pembelajaran masuk pada tahap pertama dalam penerapan

modeling the way, siswa melakukan pemodelan dengan memasangkan

kartu pecahan tersebut pada garis bilangan dengan tepat. Tahap

selanjutnya siswa dibentuk kelompok ke dalam 5 kelompok, masing-

masing kelompok terdiri atas 5 siswa, tiap kelompok diberikan kartu

pecahan dan garis bilangan. Kartu pecahan tersebut kemudian

diurutkan dan diletakkan pada garis bilangan. Selanjutnya tiap

kelompok menentukan pecahan senilai berdasarkan garis bilangan

tersebut. Siswa diberi waktu 5-7 menit untuk berlatih menerapkan

skenario yang telah dibuat. Siswa mendemonstrasikan hasil kerja

kelompoknya.

Pertemuan Kedua ( 21 Mei 2016)

Pada pertemuan kedua sub materi yang dipelajari adalah

menentukan pecahan senilai dengan tabel perkalian dan operasi

perkalian. Guru mendemonstrasikan materi pecahan senilai

menggunakan tabel perkalian dan operasi perkalian.


75

Pembelajaran masuk pada tahap pertama dalam penerapan

modeling the way. Siswa melakukan pemodelan dengan memasangkan

kartu angka pada tabel perkalian dengan tepat. Tahap selanjutnya

siswa dibentuk kelompok ke dalam 5 kelompok, masing-masing

kelompok terdiri atas 5 siswa, tiap kelompok diberikan kartu pecahan

untuk dipasangkan pada tabel perkalian dan menentukan pecahan

senilai berdasarkan tabel perkalian. Siswa diberi waktu 5-7 menit

untuk berlatih menerapkan skenario yang telah dibuat. Siswa

mendemonstrasikan hasil kerja kelompoknya. Pada akhir pelajaran

siswa diingatkan pertemuan berikutnya akan dilakukan tes, agar siswa

belajar di rumah.

Pertemuan Ketiga ( Rabu 25 Mei 2016)

Pada pertemuan ketiga peneliti memberikan soal tes untuk siklus

II pada sub materi letak pacahan pada garis bilangan, menentukan

pecahan senilai pada garis bilangan, pecahan senilai dengan tabel

perkalian dan operasi perkalian. Selanjutnya menyebarkan angket

respon siswa.

3) Pengamatan (Observation)

Pengamatan bertujuan untuk mengetahui aktivitas belajar siswa

dan kemampuan guru mengelola pembelajaran. Hasil yang diamati

meliputi seluruh aktivitas belajar siswa dan kemampuan guru

mengelola pembelajaran, hasil pengamatan yang diperoleh pada siklus

II yaitu:
76

a. Hasil observasi

1) Hasil observasi kemampuan guru mengelola pembelajaran

Hasil observasi terhadap kemampuan guru mengelola

pembelajaran dengan metode modeling the way dapat dilihat

pada tabel 4.5 di bawah ini:

Tabel 4.5
Hasil Observasi Kemampuan Guru Mengelola
Pembelajaran Siklus II
No Pertemuan
Kategori Penilaian I II
(%) (%)
1 Pendahuluan 100 100
Kegiatan inti (keterlaksanaan
2 90 100
metode modeling the way)
3 Penutup 100 100
Rerata % pertemuan 96,66 100
Rerata % siklus 98,33
n
Jumlah hasil observasi = x 100%
N

Rerata nilai untuk siklus II pertemuan pertama sebesar

96,66%. Siklus II pertemuan pertama kegiatan inti 90% guru

belum melaksanakan satu aspek yaitu membimbing siswa

menyiapkan hasil diskusi. Kemudian penutup 100%, guru telah

maksimal dalam pelaksanaan kegiatan akhir. Siklus II

pertemuan kedua kegiatan awal, inti, dan penutup sebesar 100%.


77

Sehingga rerata pada siklus II diperoleh nilai 98,33% dengan

kategori sangat baik, perolehan tersebut menyatakan bahwa guru

telah maksimal dalam mengelola pembelajaran dengan metode

modeling the way.

2) Aktivitas belajar siswa

Hasil observasi aktivitas belajar siswa diperoleh melalui

proses pengamatan secara langsung saat proses pembelajaran di

kelas. Hasil observasi aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Tabel 4.6
Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II

Pertemuan
Hasil Pengamatan
I II
Total skor 279 307
Persentase 85,85% 94,46%
Rata-rata 90,15%

Pada tabel 4.6 hasil observasi aktivitas belajar siswa siklus

II mengalami peningkatan, pertemuan pertama sebesar 85,85%,

pertemuan kedua sebesar 94,46%, dan rata-rata sebesar 90,15%.

Persentase tersebut menunjukkan bahwa siswa telah maksimal

dalam mengikuti pembelajaran dengan metode modeling the

way. Sehingga peneliti tidak melanjutkan pada siklus

selanjutnya.

b. Hasil belajar siswa


78

Tes siklus II diikuti oleh 25 orang siswa. Hasil belajar siswa

siklus II dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Siklus II

No Hasil Tes Siklus II

1 Nilai Tertinggi 85
2 Nilai Terendah 60
3 Rata rata 73,2
96%
4 Nilai Klasikal
(24 siswa)
Kategori Baik

Dengan memperhatikan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa

nilai ketuntasan klasikal 96% dan sudah memenuhi kriteria

ketuntasan klasikal dalam kategori baik dengan nilai KKM 65,

peneliti telah memiliki target dalam penelitian dengan ketuntasan

belajar klasikal siswa ≥85%. Sehingga peneliti mengambil langkah

untuk berhenti di siklus II.

4) Refleksi

Melakukan refleksi terhadap hasil pelaksanaan dan data yang

diperoleh dari observasi serta hasil belajar siswa dengan metode

modeling the way.

Dari hasil refleksi dapat diketahui bahwa:


79

a) Siswa terlihat aktif, fokus dan konsenterasi dalam mengikuti

pelajaran

b) Siswa telah mampu menyimpulkan materi yang dipelajari serta

aktif bertanya tentang materi yang belum dipahami

c) Guru telah mampu mengefektifkan waktu sesuai dengan alokasi

waktu yang telah direncanakan

d) Guru telah maksimal dalam pelaksanaan pada kegiatan inti

e) Guru memberikan bimbingan dengan maksimal kepada siswa

saat diskusi

f) Dari analisis terhadap hasil tes siklus II ketuntasan klasikal hasil

belajar siswa sebesar 96% terjadi peningkatan dibandingkan

dengan siklus I, peningkatan sebesar 12%. Ketuntasan belajar

yang dicapai telah sesuai dengan harapan peneliti, maka peneliti

tidak melanjutkan ke siklus selanjutnya.

g) Dengan perolehan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

penggunaan metode modeling the way sangat efektif dalam

meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Peningkatan Hasil Belajar Siswa

Untuk mengetahui perbandingan hasil belajar antara siklus I dan

siklus II, dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini.

Tabel 4.8 Perbandingan Rekapitulasi Hasil Belajar


Siklus I dan Siklus II
80

No Hasil Tes Siklus I Siklus II


1 Nilai Tertinggi 85 85
2 Nilai Terendah 55 60
3 Nilai Rata-rata 67,8 73,2

4 Nilai Klasikal 84% 96%


Kategori Baik Baik

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa terjadi

peningkatan hasil belajar antara siklus I dan siklus II. Pada siklus I

nilai ketuntasan klasikal 84% atau sebanyak 21 siswa yang tuntas,

dengan kategori baik. Rincian nilai bisa dilihat pada lampiran 27

halaman 175. Setelah dilakukan tindakan pada siklus II, terjadi

peningkatan hasil belajar siswa, yakni dari 25 siswa yang mengikuti

tes, 24 siswa sudah mencapai nilai KKM atau 96% ketuntasan klasikal

bisa dilihat pada lampiran 28 halaman 177.

D. Pembahasan

Pembahasan penelitian terinci sebagai berikut:


81

1. Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran

Peningkatan kemampuan guru mengelola pembelajaran secara jelas

dapat dilihat pada gambar berikut ini.

0.966600000000
006 1 0.9833
100.00%
90.00%
80.00% 0.7888 0.7555
70.00% 0.7222
60.00%
50.00% Siklus I
40.00% siklus II
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Pertemuan 1 pertemuan 2 rerata

Gambar 4.1 Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran

Gambar 4.1 menunjukkan hasil observasi kemampuan guru mengelola

pembelajaran mengalami peningkatan dengan rerata siklus I sebesar 75,55%

(kategori baik) dan siklus II sebesar 98,33% (kategori sangat baik), sehingga

terjadi peningkatan sebesar 22,78%, secara terperinci dapat dilihat pada

lampiran 15 halaman 141. Guru telah mampu mengefektifkan waktu sesuai

dengan alokasi waktu yang telah direncanakan dan memberikan bimbingan

dengan maksimal kepada siswa saat diskusi. Menurut Sani (2015: 8-9) peran

guru dalam menerapkan teori behavioristik adalah “Guru tidak banyak

memberikan ceramah, tetapi memberikan instruksi singkat diikuti

pemberian contoh-contoh yang dilakukan sendiri dan guru segera

memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh peserta didik”.


82

2. Aktivitas Belajar Siswa

Aktivitas belajar siswa selama kegiatan pada siklus I (pertemuan

pertama dan kedua) dan siklus II (pertemuan pertama dan kedua) ada tiga

belas aspek yang diobservasi, kemudian pada setiap siklus I dan siklus II

pada pertemuan I dan II secara terperinci dapat dilihat pada lampiran 19

halaman 152. Peningkatan aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada gambar

berikut ini.
0.9446000000
100.00% 00007
90.00% 0.8585 0.9015
0.7569000000
80.00% 00008
0.655400000000001
70.00% 0.7062
60.00%
pertemuan 1
50.00%
pertemuan 2
40.00%
rata-rata
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Siklus I Siklus II

Gambar 4. 2 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa

Aktivitas belajar siswa menggunakan metode modeling the way

ditunjukkan pada hasil pengamatan siswa, pada siklus I dengan rerata

70,62% (kategori baik). Siklus II rerata sebesar 90,15% (kategori sangat

baik) terjadi peningkatan sebesar 19,53%. Siswa telah aktif, fokus dan

konsenterasi dalam mengikuti pelajaran dan ketika presentasi siswa telah

memiliki rasa percaya diri, hal tersebut terlihat ketika melakukan presentasi

di depan kelas siswa berani untuk berbicara memaparkan hasil diskusi

kelompoknya. Hasil tersebut sesuai dengan teori dari Silberman (dalam


83

Palowa, 2014: 5) “Model pembelajaran modeling the way memberikan

siswa kesempatan untuk mempraktikkan pengetahuan yang dimiliki siswa,

melalui peragaan dan keterampilan khusus yang diajarkan di kelas”.

modeling the way merupakan model pembelajaran yang memberi

kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan keterampilan spesifik yang

dipelajari di kelas melalui demonstrasi. Siswa diberi waktu untuk

menciptakan skenario sendiri dan menentukan bagaimana mereka

mengilustrasikan keterampilan dan teknik yang baru saja dijelaskan (Zaini

dalam Palowa, 2014: 5).

3. Hasil Belajar Siswa

Peningkatan rata-rata hasil belajar siswa antara siklus I dan siklus II,

dapat dilihat pada gambar berikut ini.

74
73 73.2
72
71
70
69 rata-rata
67.8
68
67
66
65
siklus 1 siklus 2

Gambar 4.3 Perbandingan Hasil Belajar antar Siklus

Ketuntasan belajar scara klasikal diinterprestasikan kedalam bentuk

gambar maka dapat dilihat peningkatan yang diperoleh antara siklus I dan II

sebagai berikut:
84

Ketuntasan Belajar Klasikal


98% 96%
96%
94%
92%
90%
88%
86% 84%
84%
82%
80%
78%
siklus 1 siklus 2

Gambar 4.4 Perbandingan Ketuntasan Belajar


Klasikal antar Siklus

Berdasarkan gambar 4.3 dan 4.4 Ketuntasan klasikal hasil belajar

siswa pada siklus I yaitu sebesar 84% (kategori baik) dengan rata-rata

mencapai 67,8 dan hasil belajar pada siklus II yaitu sebesar 96% (kategori

baik) dengan rata-rata mencapai 73,2. Hasil belajar siswa siklus II ini

meningkat dikarenakan siswa lebih aktif, bertanya tentang materi yang

belum dipahami, dan siswa telah memiliki rasa percaya diri. Sehingga

pembelajaran dengan metode modeling the way ternyata mampu

meningkatkan hasil belajar siswa yakni 12%. Menurut Suprijono (2014: 5)

hasil belajar adalah “Pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”. Belajar itu sendiri merupakan

suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk

perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau

kegiatan instruksional biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Siswa yang

berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan

pembelajaran atau tujuan instruksional (dalam Jihad dan Haris, 2013: 14).
85

Dengan demikian dapat disimpulkan hasil belajar siswa adalah kemampuan

yang diperoleh siswa setelah mengalami proses belajar, sehingga terjadi

perubahan terhadap perilaku siswa akibat dari pembelajaran yang telah

dilakukan.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui hasil

belajar siswa adalah berbentuk soal tes. Tes ini dilakukan setiap akhir siklus

yaitu pada akhir siklus I dan siklus II. Hal ini sesuai dengan pendapat

Arikunto (2009: 33) Tes merupakan “Suatu alat pengumpul informasi tetapi

jika dibandingkan dengan alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena

penuh dengan batasan-batasan tertentu”. Evaluasi merupakan salah satu

komponen penting dalam tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk

mengetahui keefektifan pembelajaran. Hasil dari evaluasi ini dapat dijadikan

balikan bagi guru untuk memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan

pembelajaran.

4. Angket Respon Siswa

Hasil angket menunjukkan bahwa siswa kelas IV Sekolah Dasar

Negeri 15 SP 3 Pandan merespon sangat kuat terhadap penggunaan metode

modeling the way pada materi pecahan. Angket disebarkan kepada 25

responden di kelas untuk mengetahui respon siswa terhadap penggunaan

metode modeling the way, dengan kriteria sangat setuju skor 5, setuju skor

4, tidak berpendapat skor 3, tidak setuju skor 2, dan sangat tidak setuju skor

1. Skor maksimal setiap item adalah 5 x 25 = 125. Hasil angket, dapat

dilihat pada gambar di bawah ini.


86

42 4
2
260 sangat setuju

setuju

tidak berpendapat

tidak setuju

sangat tidak setuju


835

Gambar 4.5 Hasil Angket Respon Siswa

Hasil angket siswa pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa skor total

siswa yang menjawab sangat setuju (SS) sebanyak 835, setuju (S) 260, tidak

berpendapat (TB) 42, tidak setuju (TS) 4, dan sangat tidak setuju (STS) 2,

maka jumlah skor total semua item adalah 1143. Sedangkan jumlah skor

maksimal semua item adalah 1250. Adapun presentase skor total respon

siswa dapat dilihat pada rincian berikut:

1143
x 100 %=91,44 %
1250

Respon siswa dalam pembelajaran dengan metode modeling the way

ini siswa tampak aktif, mampu bekerja sama, lebih bertanggung jawab, dan

siswa termotivasi untuk belajar dalam menumbuhkan kepercayaan diri

dalam mendalami materi. Suasana belajar tersebut menjadikan siswa

terbawa dalam suasana belajar yang menyenangkan sehingga tampak bahwa

siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 15 SP 3 Pandan sangat senang selama

pembelajaran dengan metode modeling the way hal tersebut terlihat pada
87

respon siswa sebesar 91,44% dengan kategori sangat kuat. Analisis hasil

angket setiap butir item sebagai berikut:

1. Analisis item angket nomor 1 dengan pernyataan “Metode modeling the

way merupakan metode yang baru pertama kali diterapkan di kelas saya”.

Siswa yang menjawab sangat setuju 19, setuju 3, tidak berpendapat 1,

tidak setuju 1, dan sangat tidak setuju 1, sehingga presentase skor yang

diperoleh adalah 90,40%.

2. Analisis item angket nomor 2 dengan pernyataan “Saya sangat tertarik

mempelajari materi pecahan dengan menggunakan metode modeling the

way”. Siswa yang menjawab sangat setuju 19 dan setuju 6 sehingga

presentase skor sebesar 95,20%

3. Analisis item angket nomor 3 dengan pernyataan “Saya merasa

termotivasi belajar matematika menggunakan metode modeling the

way”. Siswa yang menjawab sangat setuju 14, setuju 8, dan tidak

berpendapat 3, sehingga presentase skor yang diperoleh adalah 88,88%

4. Analisis item angket nomor 4 dengan pernyataan “Saya mampu

mengikuti pembelajaran pada materi pecahan menggunakan metode

modeling the way”. Siswa yang menjawab sangat setuju 16 dan setuju 9,

sehingga presentase skor yang diperoleh sebesar 92,82%

5. Analisis item angket nomor 5 dengan pernyataan “Saya mampu memberi

penampilan terbaik saat presentasi di depan kelas”. Siswa yang

menjawab sangat setuju 17, setuju 3, tidak berpendapat 4, dan sangat

tidak setuju 1 sehingga presentase skor yang diperoleh sebesar 88%.


88

6. Analisis item angket nomor 6 dengan pernyataan “Saya mampu

menunjukkan contoh yang nyata terhadap materi pecahan”. Siswa yang

menjawab sangat setuju 15, setuju 9, dan tidak berpendapat 1, sehingga

presentase skor yang diperoleh adalah 91,20%.

7. Analisis item angket nomor 7 dengan pernyataan “Saya mampu

melaporkan hasil belajar menggunakan metode modeling the way”. Siswa

yang menjawab sangat setuju 18, setuju 5, dan tidak berpendapat 2,

sehingga presentase skor yang diperoleh adalah 92,80%.

8. Analisis item angket nomor 8 dengan pernyataan “Saya tidak mengalami

kesulitan dalam menyelesaikan tes pada materi pecahan”. Siswa yang

menjawab sangat setuju 16, setuju 6, tidak berpendapat 2, dan tidak

setuju 1, sehingga presentase skor yang diperoleh adalah 89,69%.

9. Analisis item angket nomor 9 dengan pernyataan “Saya merasa hasil

belajar saya menjadi meningkat karena penggunaan metode modeling the

way”. Siswa yang menjawab sangat setuju 15, setuju 9, dan tidak

berpendapat 1, sehingga presentase skor yang diperoleh adalah 91,20%.

10. Analisis item angket nomor 10 dengan pernyataan ‘Saya merasa lebih

percaya diri dan aktif setelah melakukan pemodelan di depan kelas”.

Siswa yang menjawab sangat setuju 18 dan setuju 7, sehingga

presentase skor yang diperoleh adalah 94,40%.

Item pernyataan yang tertinggi terdapat pada item nomor 2 yaitu

sebesar 95,20% dengan pernyataan “Saya sangat tertarik mempelajari materi

pecahan dengan menggunakan metode modeling the way”. Perolehan item


89

terendah pada item nomor 5 yaitu sebesar 88% dengan pernyataan “Saya

mampu memberi penampilan terbaik saat presentasi di depan kelas”,

berdasarkan hasil tersebut dikarenakan ada siswa yang belum memiliki rasa

percaya diri yang penuh sehingga belum maksimal ketika presentasi di

depan kelas. Namun, secara keseluruhan siswa merespon dengan sangat

kuat proses belajar dengan menggunakan metode modeling the way yang

terlihat pada skor total setiap item pada angket. Adapun perhitungan

presentase skor tiap item dapat dilihat pada lampiran 24 halaman 164.

Arikunto (2009: 28) mengemukakan angket/koesioner adalah “Sebuah

daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur

(responden)”. Respon siswa terhadap penerapan metode modeling the way

termasuk dalam kategori sangat kuat. Berdasarkan pemaparan tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa dengan diterapkannya metode modeling the way

di kelas IV pada materi pecahan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
90

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri

15 SP 3 Pandan, dengan melihat hasil analisis data yang disajikan pada BAB

IV, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Aktivitas belajar siswa menggunakan metode modeling the way ditunjukkan

pada hasil pengamatan siswa, pada siklus I dengan rerata 70,62% (kategori

baik). Siklus II rerata sebesar 90,15% (kategori sangat baik) terjadi

peningkatan sebesar 19,53%.

2. Ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada siklus I yaitu sebesar 84%

(kategori baik) dan hasil belajar pada siklus II yaitu sebesar 96% (kategori

baik) sehingga terjadi peningkatan 12%.

3. Respon siswa terhadap penerapan metode modeling the way diperoleh

presentase total sebesar 91,44% dengan kategori sangat kuat.

B. Saran

Berdasarkan hasil pengolahan data dan kesimpulan di atas, peneliti

mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi siswa diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya sehingga

mampu memunculkan motivasi untuk menyukai mata pelajaran matematika.

2. Bagi wali kelas IV diharapkan dapat menerapkan metode modeling the way

dalam proses pembelajaran, agar terjalin interaksi antar siswa sehingga

tumbuh rasa percaya diri pada diri siswa.

3. Bagi sekolah diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas sekolah dan

kinerja guru dalam pembelajaran di kelas


91

4. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan bagi peneliti lain dapat

menggunakan pembelajaran yang sama tentang metode modeling the way

pada sekolah yang berbeda untuk memperkuat hasil penelitian ini dan

sebagai pembanding

5. Diharapkan bagi rekan-rekan peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian

lanjutan dengan metode modeling the way tetapi pada materi yang lain

untuk mengatahui hasil belajar, aktivitas siswa, dan respon siswa.

DAFTAR PUSTAKA
92

Amin, F dkk. 2015. Peningkatan Keaktifan Metrik Siswa dengan Menggunakan


Model Pembelajaran Aktif Tipe Modeling The Way pada Kelas XI MOA
SMK Purnama 2 Gombong. (Online). Tersedia: http://ejournal.
umpwr.ac.id/index.php/radiasi/article/view/1110, diakses: 12 Februari
2016.
Ansori, A, dan Tofan, S. 2015. Penggunaan Media Audio Visual Untuk
Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Siswa Pada Pembelajaran Mata
Diklat Sistem Bahan Bakar Bensin di Kelas XI TKR SMK Hidayatul
Ummah Balong panggang. (Online). Tersedia:
file:///C:/Users/user/Downloads/12476-16208-1-PB.pdf, diakses: 12
februari 2016.

Arifin, Z. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.


. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
dkk. 2014. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Arsyat, A. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Christian, D. dan Sulistyo, E. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan
Masalah Dengan Strategi Modeling The Way Terhadap Hasil Belajar
Siswa Pada Standar Kompetensi Memperbaiki Alat Reproduksi Sinyal
Audio Video CD di SMK Negeri 2 Surabaya. (Online).
Tersedia:http://ejournal.unesa.ac.id/index.php./jurnal-pendidikan-
teknik-elektro/article/view/8403, diakses: 24 Maret 2016.
Daryanto. 2012. Evaluasi pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, O. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hanafiah, N. dan Suhana, C. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung:
Refika Aditama.
Heruman. 2010. Model Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Hidayat. 2014. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Sebagai Upaya
meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaranekonomi
Materi Perusahaan Dagang (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa
Kelas XII SMAN Darmaraja). (Online). Tersedia:
https://www.scribd.com/doc/220880090/Jurnal-Pendidikan-Kornea-
Volume-1-Nomor-01-Bulan-Mei-Tahun-2014-pdf\, diakses: 21April
2016.
93

Jihad, A. dan Haris, A. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi


Presindo.
Mu’minin, A. dan Pramukantoro . 2014. Pengaruh Model Active Learning
Dengan Strategi Modeling The Way Terhadap Hasil Belajar Siswa
Pada Standar Kompetensi Memahami Pengukuran Komponen
Elektronika di SMK N 7 Surabaya. (Online).
http://jurnal.untan.ac.id./index.php. jpdpb/article/view/6572, diakses 12
Februari 2016.
Palowa, S. 2014. Penggunaan Model Pembelajaran Aktif Modeling The Way
Untuk Meningkatkan Aspek Kognitif, Afektif, Dan Psikomotorik Belajar
Siswa Pada Mata Pelajaran Ips Tema Cita-Cita Ku di Kelas IV SDN
No.80 Kota Tengah Kota Gorontalo. (Oneline). Tersedia:
http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIP/article/view/8221/8110, diakses
12 Februari 2016.
Puspitaningrum, R. 2015. Peningkatan Kemampuan Berpidato Informatif Bahasa
Jawa Menggunakan Metode Modeling The Way Pada Siswa Kelas XI
SMK Ma’arif 4 Kebumen Tahun Ajaran 2014/2015.(Online). Tersedia:
http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/aditya/article/view/2412, diakses:
12 Februari 2016.
Riduwan. 2012. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta.
Saebani, B. 2008. Metode Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.
Sagala, S. 2008. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sani, R. A. 2015. Inovasi pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, W. 2006. Pembelajaran Dalam Imlementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Kencana.
. 2013. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenadamedia.
Silberman. M. L. 2014. Active learning 101 cara belajar siswa aktif. Bandung:
Nuansa Cendekia.
Sudarman. 2013. “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Cooperative
Learning tipe Teams Game Tournament (TGT) pada Materi Sistem
Pencernaan Pada Manusia Kelas VIIIB di Sekolah Menengah Pertama
Negeri 7 Tempunak”. Skripsi. Sintang: Sekolah Tinggi Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (STKIP) Persada Khatulistiwa.
Sudjana, N. 2010. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
94

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.
Sukardi. 2010. Evaluasi Pendidikan Prinsip Dan Oprasionalnya. Jakarta: Bumi
Aksara.
Suprijono, A. 2014. Cooperative Learning Teori & Paikem. Jogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Suripto, dkk. 2006. Terampil Berhitung Matematika Untuk SD Kelas IV. Jakarta:
Erlangga.
Susanto, A. 2013. Teori Belajar&Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana.
Sutirna. 2013. Perkembangan & Pertumbuhan Peserta Peserta Didik.
Yogyakarta: Andi Offset.
Titin, E. 2014. “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Penerapan Model Problem
Based Learning Pada Materi Sifat-Sifat Cahaya Kelas V Sekolah Dasar
Negeri No. 01 Kenukut Tahun Peajaran 2013/2014”. Skripsi. Sintang:
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Persada
Khatulistiwa.
Trianto. 2012. Paduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research) Teori Dan Praktik. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. 2010. Bandung: diperbanyak oleh Refika
Aditama.
Uno, H. 2012. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Wibowo, D. C. 2013. “Pengaruh Implementasi Pendekatan Matematika Realistik
Terhadap Prestasi Belajar Matematika dengan Kovariabel Kemampuan
Numerik dan Inteligensi pada Siswa Kelas V SDN 05 Pontianak Kota”.
Tesis. Bali: Universitas Pendidikan Ganesha.

Anda mungkin juga menyukai