Anda di halaman 1dari 68

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal tempat terjadinya

interaksi dari berbagai komponen pendidikan untuk mencapai tujuan umum

pendidikan dan tujuan sekolah itu sendiri. Adapun tujuan umum Pendidikan

Nasional tercantum dalam Undang-undang Tentang pendidikan No.20

(2003:7) pasal 3, yaitu :

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung

jawab.

Sehubungan dengan hal itu, maka jelas bahwa untuk mewujudkan

Pendidikan Nasional diperlukan pengembangan-pengembangan guna

perbaikan dan pembaharuan sistem pendidikan dan pembelajaran. Upaya

pembaharuan sistem pendidikan dilakukan tidak hanya untuk sarana fisik

saja seperti penambahan ruang kelas dan fasilitas laboratorium tetapi juga

sarana non fisik seperti peningkatan kualitas tenaga pengajar yaitu guru.

Dalam hal ini, guru mempunyai peran yang sangat penting untuk

mendukung pengembangan-pengembangan pembaharuan sistem pendidikan

1
2

sesuai dengan pengertian guru menurut Undang-undang Guru dan Dosen

No. 14 (2005:3) pasal 1, yaitu: Guru adalah pendidik profesional dengan

tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Di dunia pendidikan yang sering menjadi masalah adalah hasil belajar

siswa belum memuaskan, sedangkan KKM yang ditetapkan untuk mata

pelajaran pendidikan kewarganegaraan kelas VIII A di SMA Nusantara

Indah Sintang adalah 65, sedangkan hasil yang diperoleh belum memuaskan

dan hal ini hampir terjadi disetiap sekolah, dimana hasil belajar yang

mengecewakan tersebut bukan hanya dirasakan oleh tenaga pendidik namun

juga dirasakan oleh masyarakat sebagai orang tua siswa. Dari paparan di

atas dapat diketahui bahwa guru, cara mengajar dan alat-alat yang

digunakan dalam proses belajar mengajar ternyata mempunyai peran yang

sangat penting dalam mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar.

Dengan demikian peneliti inggin menggunakan model pembelajaran inquiry

agar menjadi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

Akan tetapi, hingga saat ini sistem pengajaran konvensional masih

banyak diterapkan di sekolah-sekolah, proses pembelajaran berpusat pada

guru, dimana guru aktif menjelaskan sedangkan siswa bersifat pasif yang

hanya mendengarkan dan mencatat saja. Hal itu tentu saja sangat

membosankan bagi siswa itu sendiri sehingga mereka akan sulit untuk

berkonsentrasi dan pikiran mereka pun menjadi jenuh. Akibatnya materi


3

tidak dapat tersimpan dengan baik dalam ingatan siswa. Jika hal ini

berlansung terus-menerus dalam waktu yang lama maka minat, motivasi,

aktivitas, dan hasil belajar siswa juga akan menurun.

Lingkungan yang sudah menyatu dengan modernisasi, sebenarnya

sudah memberikan banyak kemudahan kepada siswa yang ingin belajar

banyak, seperti halnya dunia teknologi dan informasi yang bisa mudah

dimanfaatkan untuk mengakses ilmu pengetahuan, dalam hal ini pasti

berguna bagi dunia pendidikan. Namun kondisi ini tidak cukup membuat

guru bisa berpangku tangan, karena tidak semua siswa sudah mampu

memanfaatkan keadaan tersebut. Disinilah peran guru sebagai pendidik dan

pengajar dituntut untuk mengarahkan dan membawa siswa selalu semangat

dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah agar bisa memanfaatkan

semua sumber yang ada disekitar mereka. Model pembelajaran yang dipilih

oleh peneliti adalah model pembelajaran inquiry yang bisa membuat siswa

lebih mampu memahami informasi. Yang mana di dalam model

pembelajaran inquiry kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal

seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis,

kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuan

dengan penuh percaya diri.

Di dalam mengupayakan keterlibatan siswa secara maksimal di dalam

pembelajaran khususnya mata pelajaran ekonomi pada pokok bahasan

permintaan dan penawaran, peneliti menggunakan model pembelajaran

inquiry. Karena pembelajaran dengan model inquiry merupakan model


4

pembelajaran yang berbasis pada filsafat konstruktivesme yang

mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika

ia diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkonstruksi

pengetahuan dan keterampilan baru (contructivism) pembelajaran dikemas

menjadi proses “mengkonstruksi” bukan” menerima pengetahuan.

Penerapan model pembelajaran inquiry membantu siswa untuk

mencari, memecahkan masalah, dan memproses informasi sehingga menjadi

pembelajaran yang bermakna, model pembelajaran ini lansung melibatkan

siswa secara aktif dalam masalah yang ditemukan dan pemecahannya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis bermaksud melakukan

suatu penelitian eksperimen dengan model pemebelajaran inquiry terhadap

hasil belajar siswa, pada salah satu mata pelajaran sosial, yaitu mata

pendidikan kewarganegaraan kelas VIII A di SMA Nusantara Indah dengan

pokok bahasan permintaan dan penawaran. Sekolah merupakan lembaga

pendidikan formal tempat terjadinya interaksi dari berbagai komponen

pendidikan untuk mencapai tujuan umum pendidikan dan tujuan sekolah itu

sendiri. Adapun tujuan umum Pendidikan Nasional tercantum dalam

Undang-undang Tentang pendidikan No.20 (2003:7) pasal 3, yaitu :

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
5

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung

jawab.

Sehubungan dengan hal itu, maka jelas bahwa untuk mewujudkan

Pendidikan Nasional diperlukan pengembangan-pengembangan guna

perbaikan dan pembaharuan sistem pendidikan dan pembelajaran. Upaya

pembaharuan sistem pendidikan dilakukan tidak hanya untuk sarana fisik

saja seperti penambahan ruang kelas dan fasilitas laboratorium tetapi juga

sarana non fisik seperti peningkatan kualitas tenaga pengajar yaitu guru.

Dalam hal ini, guru mempunyai peran yang sangat penting untuk

mendukung pengembangan-pengembangan pembaharuan sistem pendidikan

sesuai dengan pengertian guru menurut Undang-undang Guru dan Dosen

No. 14 (2005:3) pasal 1, yaitu: Guru adalah pendidik profesional dengan

tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Di dunia pendidikan yang sering menjadi masalah adalah hasil belajar

siswa belum memuaskan, terutama pada bahasan negara dan bentuk negara

negara pada pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Menurut Max Weber,

Negara adalah Suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam

menggunakan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah. Sedangkan

Karl Marx mengatakan Negara adalah suatu kekuasaan bagi manusia

(penguasa) untuk menindas manusia lain.


6

Prof. Mr. Soenarko, Negara adalah organisasi masyarakat yang

mempunyai daerah tertentu dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya

sebagai suatu kedaulatan, sedangkan Prof. Miriam Budiardjo memberikan

pengertian Negara adalah organisasi dalam suatu wilayah dapat

memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongankekuasaan

lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama

itu. Jadi Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu

dan diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah, yang umumnya

mempunyai kedaulatan (keluar dan ke dalam). Didalam kehidupan

bernegara, negara harus menjamin negara dan bentuk negara yang hidup

didalamnya.

Negara dan bentuk negara ( disingkat HAM) adalah hak-hak yang

telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara

universal. Dasar-dasar HAM tercantum dalam UUD 1945 Republik

Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30

ayat 1, dan pasal 31 ayat 1. Dalam kaitannya dengan itu, maka HAM yang

kita kenal sekarang adalah sesuatu yang sangat berbeda dengan yang hak-

hak yang sebelumnya termuat, misal, dalam Deklarasi Kemerdekaan

Amerika atau Deklarasi Perancis.

HAM yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang

dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak

mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya,

negara-negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan
7

warga negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan HAM

setiap negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab,

utamanya terkait pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di dalam

jurisdiksinya, termasuk orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran

tertentu, akan menjadi sangat salah untuk mengidentikan atau menyamakan

antara HAM dengan hak-hak yang dimiliki warga negara. HAM dimiliki

oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai manusia.

Alasan di atas pula yang menyebabkan HAM bagian integral dari

kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karenannya bukan

sesuatu yang kontroversial bila komunitas internasional memiliki

kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM di tingkat domestik.

Malahan, peran komunitas internasional sangat pokok dalam perlindungan

HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri yang merupakan mekanisme

pertahanan dan perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang

sangat rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana telah sering dibuktikan

sejarah umat manusia sendiri.

Dari paparan tersebut, seyogyanya guru memiliki cara mengajar dan

alat-alat yang digunakan dalam proses belajar mengajar ternyata mempunyai

peran yang sangat penting dalam mempengaruhi keberhasilan proses belajar

mengajar. Dengan demikian peneliti inggin menggunakan model

pembelajaran inquiry agar menjadi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif

dan menyenangkan.
8

Akan tetapi, hingga saat ini sistem pengajaran konvensional masih

banyak diterapkan di sekolah-sekolah, proses pembelajaran berpusat pada

guru, dimana guru aktif menjelaskan sedangkan siswa bersifat pasif yang

hanya mendengarkan dan mencatat saja. Hal itu tentu saja sangat

membosankan bagi siswa itu sendiri sehingga mereka akan sulit untuk

berkonsentrasi dan pikiran mereka pun menjadi jenuh. Akibatnya materi

tidak dapat tersimpan dengan baik dalam ingatan siswa. Jika hal ini

berlansung terus-menerus dalam waktu yang lama maka minat, motivasi,

aktivitas, dan hasil belajar siswa juga akan menurun.

Lingkungan yang sudah menyatu dengan modernisasi, sebenarnya

sudah memberikan banyak kemudahan kepada siswa yang ingin belajar

banyak, seperti halnya dunia teknologi dan informasi yang bisa mudah

dimanfaatkan untuk mengakses ilmu pengetahuan, dalam hal ini pasti

berguna bagi dunia pendidikan. Namun kondisi ini tidak cukup membuat

guru bisa berpangku tangan, karena tidak semua siswa sudah mampu

memanfaatkan keadaan tersebut. Disinilah peran guru sebagai pendidik dan

pengajar dituntut untuk mengarahkan dan membawa siswa selalu semangat

dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah agar bisa memanfaatkan

semua sumber yang ada disekitar mereka.

Model pembelajaran yang dipilih oleh peneliti adalah model

pembelajaran inquiry yang bisa membuat siswa lebih mampu memahami

informasi. Di dalam model pembelajaran inquiry kegiatan belajar yang

melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan


9

menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat

merumuskan sendiri penemuan dari mereka sendiri dengan penuh percaya

diri.

Di dalam mengupayakan keterlibatan siswa secara maksimal di dalam

pembelajaran khususnya mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan pada

pokok bahasan negara dan bentuk negara negara, peneliti menggunakan

model pembelajaran inquiry. Karena pembelajaran dengan model inquiry

merupakan model pembelajaran yang berbasis pada filsafat konstruktivesme

yang mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna

jika ia diberi kesempatan untuk berpikir kritis, menemukan, dan

mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan baru (contructivism)

pembelajaran dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan” menerima

pengetahuan.

Penerapan model pembelajaran inquiry membantu siswa untuk

mencari, memecahkan masalah, dan memproses informasi sehingga menjadi

pembelajaran yang bermakna, model pembelajaran ini lansung melibatkan

siswa secara aktif dalam masalah yang ditemukan dan pemecahannya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis bermaksud melakukan

suatu penelitian eksperimen dengan pengaruh model pembelajaran inquiry

terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan negara dan bentuk negara

di kelas X A Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Menyuke, tahun pelajaran

2013/2014.
10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan

umum masalah penelitian adalah “Apakah terdapat pengaruh model

pembelajaran inquiry terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan negara

dan bentuk negara di kelas X A Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Menyuke,

tahun pelajaran 2013/2014”? Untuk memperjelas masalah tersebut secara

spesifik, maka dapat dirumuskan ke dalam sub-sub masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran inquiry pada pokok

bahasan negara dan bentuk negara di kelas X A Sekolah Menengah

Atas Negeri 2 Menyuke, tahun pelajaran 2013/2014?

2. Bagaimanakah hasil belajar siswa pada pokok bahasan negara dan

bentuk negara di kelas X A Sekolah Menengah Atas Negeri 2

Menyuke, tahun pelajaran 2013/2014?

3. Apakah terdapat respon siswa terhadap model pembelajaran

inquiry pada kelas eksperimen pada pokok bahasan negara dan

bentuk negara?
11

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah “untuk mengetahui pengaruh

model pembelajaran inquiry terhadap hasil belajar siswa pada pokok

bahasan negara dan bentuk negara di kelas X A Sekolah Menengah Atas

Negeri 2 Menyuke, tahun pelajaran 2013/2014”. Berdasarkan sub-sub

masalah dan untuk mempermudah pembahasan, maka tujuan umum

tersebut dijabarkan ke dalam beberapa tujuan khusus sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inquiry pada pokok

bahasan negara dan bentuk negara di kelas X A Sekolah Menengah

Atas Negeri 2 Menyuke, tahun pelajaran 2013/2014.

2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada pokok bahasan negara

dan bentuk negara di kelas X A Sekolah Menengah Atas Negeri 2

Menyuke, tahun pelajaran 2013/2014.

3. Untuk mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran

inquiry pada kelas eksperimen pada pokok bahasan negara dan

bentuk negara.
12

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama dalam proses

belajar mengajar dan pengaruh model pembelajaran terhadap hasil

belajar siswa, serta diharapkan dapat menambah ilmu kepustakaan

dibidang ilmu pendidikan kewarganegaraan

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa,

dengan demikian siswa dapat belajar dengan baik secara individu

maupun kelompok dilingkungan sekolah maupun di lingkungan

masyarakat.

b. Bagi Guru

Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan guru dapat

mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dan

keterampilannya dalam mengajar terutama dalam memilih model

pembelajaran dan menyusun rencana pembelajaran yang baik.

c. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada pihak

sekolah untuk meningkatkan kinerja dalam pengelolaan

pembelajaran, terutama menemukan alternatif-alternatif dalam

memilih model pembelajaran guna meningkatkan mutu guru dan

hasil belajar siswa.


13

d. Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan tambahan wawasan pengetahuan bagi

peneliti dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

berkenaan dengan model pembelajaran inquiry yang dapat

memberikan solusi kepada siswa untuk memecahkan persoalan-

persoalan yang terjadi saat pembelajaran berlangsung.

e. Bagi Lembaga STKIP Persada Khatulistiwa Sintang

Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan referensi bacaan

bagi rekan-rekan mahasiswa jurusan ekonomi guna penelitian sejenis

pada variabel yang berbeda.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk memperjelas batasan dari penelitian ini maka perlu ditetapkan

ruang lingkup masalah yang diteliti, yang terdiri dari tahun yang

dilaksanakan penlitian, variabel yang digunakan dalam penelitian dan

defenisi-defenisi oprasional sebagai berikut :

1. Variabel Penelitian

Menurut Arikunto (2010: 17) Variabel itu sendiri adalah

merupakan, hal-hal yang menjadi objek penelitian, yang ditatap

(dijinggaleng-jawa) dalam suatu kegiatan penelitian (point to be

noticed), yang menunjukkan variasi, baik secara kuantitatif

maupun kualitatif.
14

Menurut Sugiyono (2008: 60). Variabel penelitian

merupakan faktor yang berpengaruh dan dipengaruhi dalam suatu

peristiwa yang menjadi objek dalam suatu penelitian. Variabel

penelitian adalah segala sesuatu yang yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya.

Dalam penelitian ini peneliti membagi menjadi dua variabel yaitu :

a. Variabel Bebas

Variabel bebas atau Independent variabel adalah variabel yang

diduga sebagai penyebab timbulnya variabel lain. Menurut

Narbuko (2010 : 10) mengatakan “menurut fungsinya variabel

bebas disebut variabel pengaruh, sebab berfungsi

mempengaruhi variabel yang lain”. Sedangkan menurut

Sugiyono (2008 : 60) variabel bebas adalah merupakan variabel

yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya

atau timbulnya variabel dependent (terikat). Variabel bebas

dalam penelitian ini adalah model pembelajaran inquiry.

b. Variabel terikat

Variabel terikat atau Dependent variabel adalah variabel yang

timbul akibat dari manipulasi dan pengaruh manipulasi dan

pengaruh variabel bebas. Menurut Sugiyono, (2008: 61)

variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang


15

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa.

2. Defenisi Operasional

Menurut Nazir, (2008 : 152) mengatakan defenisi oprasional

adalah suatu defenisi yang diberikan kepada suatu variabel atau

konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan

kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan

untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut.

Untuk memperjelas ruang lingkup penelitian dan

menghindari adanya penafsiran yang berbeda terhadap istilah yang

berhubungan dengan judul penelitian, maka penulis memandang

perlu menjelaskan istilah dalam penelitian ini. Adapun istilah-

istilah tersebut adalah sebagi berikut :

a. Model Pembelajaran Inquiry

Menurut Rustaman N (2007 : 19) model pembelajaran

inquiry memberi rancangan untuk belajar pembelajaran

menghubungkan alasan sebab akibat dan menjadi lebih baik

serta tepat dalam mengajukan pertanyaan, membentuk konsep

dan hipotesis serta mengujinya.

Adapun pengertian inquiry itu sendiri adalah seperti yang

di kutip oleh Suryosubroto (2009 : 166), menyatakan bahwa

discovery merupakan bagian dari inquiry, atau inquiry


16

merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih

mendalam. Inquiry yang dalam bahasa inggris inquiry, berarti

pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan. Inquiry sebagai

suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari dan

memahami informasi. Kata kunci dari model pembelajaran

inquiry adalah siswa menemukan sendiri, adapun langkah-

langkah menemukan sendiri adalah :

1. Merumuskan masalah dalam mata pelajaran apapun

2. Mengamati atau melakukan observasi

3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan,

gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya dan;

4. Mengkomonikasikan atau menyajikan hasil karya pada

pembaca, teman sekelas, guru atau audiens lainnya.

b. Hasil Belajar

Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam

keperibadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan

dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku

seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,

pemahaman, keterampilan, daya pikir, sedangkan hasil belajar

adalah akibat dari proses belajar yang dapat dilihat dengan alat

pengukuran berupa tes yang disusun secara terencana. Dengan

hasil belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

sesuatu yang mampu mengubah siswa menjadi sedemikian


17

rupa, dalam hal ini dilihat dari nilai atau hasil tes yang

merupakan akibat siswa diberi stimulus-stimulus yang dengan

model pembelajaran inquiry.

F. Hipotesis

Menurut Hasan, (2008: 31) mengatakan “ hipotesis adalah

pernyataan atau dugaan sementara terhadap suatu masalah penelitian yang

kebenarannya masih lemah sehingga harus diuji secara empiris”

sedangkan menurut Arikunto, (2006: 71) hipotesis adalah sebagai suatu

jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai

terbukti melalui data yang terkumpul. Menurut Nazir, (2008 : 182)

hipotesa adalah tidak lain dari jawaban sementara terhadap masalah

penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesa

menyatakan hubungan apa yang kita cari atau yang ingin kita pelajari,

pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran

sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar

kerja serta panduan dalam verifikasi. Jadi hipotesa adalah keterangan

sementara dari fenomena-fenomena yang kompleks.

Ada dua bentuk hipotesis, yaitu hipotesis nihil (Ho) dan hipotesis

alternatif (Ha). Hipotesis nihil (Null Hypothesis), hipotesis yang

menyatakan persamaan atau tidak adanya perbedaan antara dua kelompok

atau lebih tentang suatu perkara yang dipersoalkan.


18

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar siswa pada

pokok bahasan negara dan bentuk negara dengan menggunakan model

pembelajaran inquiry dan pembelajaran yang konvensional.

b. Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar siswa pada

pokok bahasan negara dan bentuk negara dengan menggunakan model

pembelajaran inquiry dan pembelajaran yang konvensional.


19

BAB II

MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY DAN HASIL BELAJAR

A. Model Pembelajaran Inquiry

Tujuan umum pembelajaran inquiry adalah menolong siswa

mengembangkan pikiran dan kemampuan secara mandiri melalui suatu

pola penyelidikan yang teratur Suchman (2007: 18). Inquiry yang

digunakan disekolah adalah inquiry terbimbing (guided inquiry), melalui

inquiry terbimbing guru bimbingan arahan kepada siswa sehingga siswa

dapat melakukan kegiatan penyelidikan, misalnya guru memberikan

permasalahan, membimbing siswa untuk menemukan pertanyaan yang

akan diteliti, membimbing dalam pelaksanaan penyelidikan bahkan juga

membimbing pencatatan hasil. Dalam pelaksanaan pembimbingan,

hendaknya dilakukan dalam bentuk pertanyaan pengarah dan bukan

memberitahu secara lansung. Seiring dengan meningkatnya kemampuan

inquiry siswa, bimbingan yang diberikan guru setahap demi setahap

dikurangi.

Menurut Indrawati (2009 : 165) menyatakan, suatu pembelajaran

pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-

model pembelajaran yang termasuk rumpun pemorsesan informasi. Hal ini

dikarenakan model-model pemorsesan informasi menekankan pada

bagaimana seorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-cara

mengolah informasi.

19
20

Inti dari berpikir yang baik adalah kemampuan untuk memecahkan

msalah. Dasar dari pemecahan masalah adalah kemampuan untuk belajar

dalam situasi proses berpikir. Dengan demikian hal ini dapat di

implementasikan bahwa kepada siswa hendaknya diajarkan bagaimana

belajar yang meliputi apa yang diajarkan, bagaimana hal itu diajarkan,

jenis kondisi belajar, dan memperoleh pandangan baru.

Adapun pengertian inquiry itu sendiri adalah seperti yang di kutip

oleh Suryosubroto (2009: 166), menyatakan bahwa discovery merupakan

bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan perluasan proses discovery

yang digunakan lebih mendalam. Inquiry yang dalam bahasa inggris

inqury, berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan. Inquiry

sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari dan

memahami informasi. Jadi salah satu yang termasuk dalam model

pemorsesan informasi adalah model pembelajaran inquiry.

Menurut Beyer (2009: 112) mengatakan bahwa inquiry lebih dari

sekedar bertanya. Inquiry adalah merupakan suatu proses mempertanyakan

makna atau arti yang menuntut seseorang menampilkan kemampuan

intelektual agar ide atau pemikirannya dapat dipahami. Penggunaan model

pembelajaran ini didasarkan atas beberapa pemikiran dari para ahli

pendidikan dan hasil-hasil penelitian yang menunjukkan bahwa

pendekatan ini memiliki keunggulan yaitu mengembangkan kemampuan

berfikir maupun pengetahuan dalam memecahkan berbagai macam


21

masalah, sikap dan nilai pada peserta didik dibanding dengan pendekatan

klasikal atau tradisional.

Menurut Trianto (2009: 113) model pembelajaran inquiry merupakan

upaya yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah kebosanan siswa

dalam belajar di kelas. Model pembelajaran inquiry cukup ampuh karena

proses belajar lebih terpusat pada siswa (student-centred instruction) dari

pada kepada guru (teacher-centerd intruction). Model pembelajaran dalam

inquiry dalam PKn dengan menggunakan inquiry untuk menghasilkan

fakta, konsep, generalisasi, dan teori.

1. Siklus model pembelajaran inquiry

Langkah-langkah inquiry adalah sebagai berikut Trianto (2009: 144) :

a. Merumuskan masalah

b. Mengamati atau melakukan observasi

c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan,

bagan, tabel, dan karya lainnya.

d. Mengomonikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman

sekelas guru atau audiens yang lain.

2. Kebaikkan dan Kelemahan Model Pembelajaran Inquiry

Model pembelajaran inquiry, menurut Nuryani (2007 : 42) memiliki

kebaikan dan kelemahan adalah sebagai berikut :

1. Kebaikan

a) Melatih siswa belajar mandiri didalam kelompok

b) Melatih siswa berolah pikir menelaah permasalahan


22

c) Melatih menggunakan keterampilan proses untuk menjawab

persoalan yang dihadapi

d) Meningkatkan daya atau kemampuan pikir untuk menemukan

jawaban yang sedang dicari.

e) Memupuk keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab dan

mandiri, dan

f) Melatih siswa berani mengemukakan hasil penemuannya dan

pendapatnya.

Dari beberapa kebaikan yang dikemukakan diatas maka

peneliti menarik kesimpulan bahwa dengan model pembelajaran

inquiry merupakan model pembelajaran yang memberikan

ketuntasan yang maksimal dalam proses belajar mengajar

disekolah.
23

2. Kelemahannya

a) Guru harus mempunyai pengetahuan yang luas dan inisiatif yang

banyak,

b) Guru tidak mudah membedakan tingkat intelektual siswanya,

c) Guru harus dapat membedakan kegiatan belajar siswa apakah

tergolong discovery atau inquiry, dan

d) Guru harus dapat membedakan kegiatan belajar siswa tergolong

discovery atau inquiry.

B. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil

Menurut kamus besar bahasa indonesia, hasil adalah suatu yang

menjadi akibat atau usaha, pendapatan, panaen dan sebagainya,

sedangkan Bloom ( Safari, 2003 : 13) untuk mengetahui tingkat

keberhasilan yang telah dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses

pembelajaran, maka evalusi memiliki sasaran yang terkandung dalam

ranah kognitif sebagai berikut :

a. Ingatan, diantaranya menyebutkan, menentukan, menunjukkan,

mengingatkan kembali, mendefenisikan.

b. Pemahaman, diantaranya membedakan, mengubah, memberikan

contoh, memperkirakan, mengambil kesimpulan.

c. Penerapan, menggunakan, menerapkan.


24

d. Analisis, diantaranya membandingkan, mengklasifikasikan,

menganalisis mengkategorikan.

e. Sintesis diantaranya menghubungkan, mengembangkan,

mengorganisasikan, menyusun.

f. Evaluasi, diantaranya menafsirkan, menilai, memutuskan.

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa hasil adalah

suatu akibat yang merupakan keberhasilan seseorang, berupa

ingatan, pemahaman, penerapan, analisis,sintesis, dan evaluasi

setelah seseorang mengalami kondisi tertentu.

2. Pengertian Belajar

Menurut Berg (Gandasari, 2008 : 38), pikiran dan otak manusia

bukanlah konsumen pasif dari informasi yang diberikan guru.

Informasi yang diterima manusia kemudian diolah secara sadar oleh

pikiran manusia sehingga setiap individu dapat dikatakan secara aktif

membangun, merombak dan mengembangkan pengetahuannya sendiri

berdasarkan hasil dari proses mengolah informasi dan

menghubungkannya dengan pengetahuan yang sudah ada.

Jung (Andreas, 2009 : 3) mendefenisikan bahwa belajar adalah

suatu proses dimana tingkah laku dari suatu organisma dimodifikasi

oleh pengalaman. Purwanto (Andreas, 2009 : 3) mengemukakan

bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam

tingkah laku, yang menjadi sebagai suatu hasil dari suatu latihan atau

pengalaman. Belajar menurut Ratna W.D (1996 : 10) belajar dapat


25

terjadi kerap kali, dan dimana saja. Belajar dapat terjadi di rumah, di

sekolah, di laboratorium, di pabrik, di muka layar televisi dan dimana

saja.

3. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar siswa memiliki hubungan erat dengan cara atau

proses pelaksanaan belajar mengajar, sebab keberhasilan proses belajar

mengajar adalah metode dan strategi yang digunakan mempengaruhi

keberhasilan belajar siswa baik secara kuantitas maupun kualitas. Yang

dimaksud dengan kuantitas disini adalah jumlah materi yang dipelajari

dan diserap oleh siswa. Sedangkan secara kualitas adalah adanya

perubahan perilaku terhadap diri siswa.

Istilah prestasi (hasil) belejar terdiri dari dua suku kata, yaitu

prestsi (hasil) dan belajar. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai

siswa dalam proses pembelajaran, prestasi merupakan kecakapan atau

hasil konkrit yang dapat dicapai pada saat atau periode tertentu.

Prestasi adalah segala jenis pekerjaan yang mempunyai faktor dari

dalam dan dari luar diri siswa yang dicapai oleh seseorang.

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah

melalui kegiatan belajar (Abduurrahman, 2003 : 37), menurut Bloom

(Sudjana, 2009 : 22) mengklasifikasikan menjadi tiga ranah yaitu

ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.


26

a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang

terdiri enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman,

aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek,

yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan

internalisasi.

c. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasi belajar keterampilan

dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris

yaitu gerakan refleks, keterampilan gerak dasar, keterampilan

perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerak keterampilan

kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar,

diantara ketiga ranah di atas, ranah kognitiflah yang paling banyak

dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan

kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

Jadi hasil belajar adalah suatu keberhasilan siswa dari penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang diwujudkan dalam bentuk

nilai yang diperoleh dari proses kegiatan evaluasi (Test).


27

C. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pokok Bahasan

Negara dan Bentuk Negara

1. Pengertian Negara

Sudah menjadi kodrat alam, bahwa manusia sejak dahulu kala

selalu hidup bersama-sama dalam suatu kelompok (zoon politicon).

Dalam kelompok manusia itulah mereka berjuang bersama-sama

mempertahankan hidupnya mencari makan, melawan bahaya dan

bencana serta melanjutkan keturunannya. Mereka berinteraksi,

mengadakan hubungan sosial. Untuk mempertahankan hak mereka

untuk dapat hidup di tempat tinggal tertentu yang mereka anggap baik

untuk sumber penghidupan, diperlukan seseorang atau sekelompok kecil

orang-orang yang ditugaskan mengatur dan memimpin kelompoknya.

Kepada pemimpin kelompok inilah diberikan kekuasaan-

kekuasaan tertentu dan kelompok manusia tadi diharuskan menaati

peraturan-peraturan perintah pemimpinnya. Negara adalah lanjutan dari

kehendak manusia bergaul antara seorang dengan orang lainnya dalam

rangka menyempurnakan segala kebutuhan hidupnya. Semakin luasnya

pergaulan manusia tadi maka semakin banyak kebutuhannya maka

bertambah besar kebutuhannya kepada sesuatu organisasi negara yang

akan melindungi dan memelihara hidupnya. Secara etimologi, negara

dapat diterjemahkan dari kata-kata asing staat (bahasa Belanda), state

(bahasa Inggris) dan Etat (bahasa Prancis). Asalnya adalah bahasa latin
28

yang berarti menaruh dalam keadaan berdiri; membuat

berdiri;menempatkan.

Menurut Plato, negara adalah suatu tubuh yang senantiasa maju,

berevolusi dan terdiri dari orang-orang (individu-individu) yang timbul

atau ada karena masing-masing dari orang itu secara sendiri-sendiri

tidak mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang beraneka

ragam, yang menyebabkan mereka harus bekerja sama untuk memenuhi

kepentingan mereka bersama.

Kesatuan inilah yang kemudian disebut masyarakat atau negara.

Dari pengerian yang disampaikan sarjana ini dapat diketahui bahwa

suatu negara ada karena hubungan manusia dengan sesamanya karena

manusia menyadari tidak dapat hidup secara sendiri-sendiri dalam

pemenuhan kebutuhannya, atau berdasarkan doktrin yang diajarkan oleh

Aristoteles biasa kita kenal dengan istilah zoon political.

2. Sejarah Terjadinya Suatu Negara

Terjadinya negara secara Primer :

Terjadinya negara secara primer adalah bertahap yaitu dimulai dari

adanya masyarakat hukum yang paling sederhana, kemudian berevolusi

ketingkat yang lebih maju dan tidak dihubungkan dengan negara yang

telah ada sebelumnya. Dengan demikian terjadinya negara secara primer

adalah membahas asal mula terjadinya negara yang pertama di dunia.

Menurut G. Jellinek, terjadinya negara secara primer melalui 4 tahapan

(Fase) yaitu :
29

a) Fase Persekutuan manusia.

b) Fase Kerajaan.

c) Fase Negara.

d) Fase Negara demokrasi dan Diktatur.

Disamping itu untuk mempelajari asal mula terjadinya negara yang

pertama dapat pula menggunakan pendekatan teoritis yaitu suatu

pendekatan yang didasarkan kerangka pemikiran logis yang hipotesanya

belum dibuktikan secara kenyataan. Atas dasar pendekatan tersebut, ada

beberapa teori tentang asal mula terjadinya negara :

a. Teori Ketuhanan (Theokratis).

Dasar pemikiran teori ini adalah suatu kepercayaan bahwa segala

sesuatu yang ada atau terjadi di alam semesta ini adalah semuanya

kehendak Tuhan, demikian pula negara terjadi karena kehendak Tuhan.

Sisa–sisa perlambang teori theokratis nampak dalam kalimat yang

tercantum di berbagai Undang–Undang Dasar negara, seperti : “..... Atas

berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa” atau “By the grace of God”.

Penganut teori theokrasi modern adalah Frederich Julius Stahl (1802 –

1861). Dalam bukunya yang berjudul “Die Philosophie des recht”, ia

menyatakan bahwa negara secara berangsur–angsur tumbuh melalui

proses evolusi : Keluarga -----> Bangsa -----> Negara. Negara bukan

tumbuh disebabkan berkumpulnya kekuatan dari luar, melainkan

disebabkan perkembangan dari dalam. Ia tidak tumbuh disebabkan

kekuatan manusia, melainkan disebabkan kehendak Tuhan. Dalam dunia


30

modern seperti sekarang ini, teori theokratis tidak dipratekkan lagi, sudah

tertinggal jauh.

Teori Kekuasaan.

Menurut teori ini negara terbentuk karena adanya kekuasaan,

sedangkan kekuasaan berasal dari mereka-mereka yang paling kuat dan

berkuasa, sehingga dengan demikian negara terjadi karena adanya orang

yang memiliki kekuatan/kekuasaan menaklukkan yang lemah.

Gambaran bahwa negara terbentuk karena kekuasaan dapat disimak

dalam berbagai pendapat yang dikemukan oleh para ahli sebagai berikut :

a) Kalikles : Dalam suasana alam bebas bila ada orang–orang yang lebih

baik telah memperoleh kekuasaan yang lebih besar dari yang kurang

baik, maka disitulah keadilan, demikian pula pada negara bahwa yang

kuat memerintah (menguasai) yang lemah.

b) Voltaire : “Raja yang pertama ialah pahlawan yang menang perang”.

c) Karl Marx : Negara adalah hasil pertarungan antar kekuatan–kekuatan

ekonomis dan negara merupakan alat pemeras bagi mereka yang lebih

kuat terhadap yang lemah dan negara akan lenyap kalau perbedaan

kelas tidak ada lagi.

d) Harold J. Laski : Setiap pergaulan hidup memerlukan organisasi

pemaksa untuk menjamin kelanjutan hubungan produksi yang tetap.

e) Leon Duguit : Yang dapat memaksakan kehendak kepada pihak lain

ialah mereka–mereka yang paling kuat yang memiliki keistimewaan

phisik, otak (kecerdasan), ekonomi dan agama.


31

f) G. Jellinek : Negara adalah kesatuan yang dilengkapi dengan

kekuasaan memerintah bagi orang-orang yang ada di dalamnya yaitu

kemampuan memaksakan kemauan sendiri terhadap orang-orang lain

tanpa tawar menawar.

Terjadinya Negara Secara Sekunder.

Terjadinya negara secara sekunder adalah membahas terjadinya negara

baru yang dihubungkan dengan negara lain yang telah ada sebelumnya,

berkaitan dengan hal tersebut maka pengakuan negara lain dalam teori

sekunder merupakan unsur penting berdirinya suatu negara baru.

Untuk mengetahui terjadinya negara baru dapat menggunakan pendekatan

faktual yaitu suatu pendekatan yang didasarkan pada kenyataan dan

pengalaman sejarah yang benar–benar terjadi. Menurut kenyataan sejarah,

terjadinya suatu negara karena

1) Penaklukan/Pendudukan (Occupasi).

Suatu daerah belum ada yang menguasai kemudian diduduki oleh suatu

bangsa. Contoh : Liberia diduduki budak–budak negro yang dimerdekakan

tahun 1847.

2) Pelepasan diri (Proklamasi).

Suatu daerah yang semula termasuk daerah negara tertentu melepaskan

diri dan menyatakan kemerdekaannya. Contoh : Belgia melepaskan diri

dari Belanda tahun 1839, Indonesia tahun 1945, Pakistan tahun 1947

(semula wilayah Hindustan), Banglades tahun 1971 (semula wilayah

Pakistan), Papua Nugini tahun1975 (semula wilayah Australia), 3 negara


32

Baltik (Latvia, Estonia, Lituania) melepaskan diri dari Uni Soviet tahun

1991, dsb.

3) Peleburan menjadi satu (Fusi).

Beberapa negara mengadakan peleburan menjadi satu negara baru. Contoh

: Kerajaan Jerman (1871), Vietnam (1975), Jerman (1990), dsb.

4) Aneksasi.

Suatu daerah/negara yang diambil alih (dicaplok) oleh bangsa lain,

kemudian di wilayah itu berdiri negara. Contoh : Israel tahun 1948.

3. Bentuk Negara

a. Negara Kesatuan (Unitaris)

Negara Kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni

kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah

pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam

maupun ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan

daerahnya dapat dijalankan secara langsung. Dalam negara kesatuan hanya

ada satu konstitusi, satu kepala negara, satu dewan menteri (kabinet), dan

satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu pemerintah

pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek

pemerintahan. Ciri utama negara kesatuan adalah supremasi parlemen

pusat dan tiadanya badan-badan lain yang berdaulat.


33

Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu:

1. Sentralisasi, dan

2. Desentralisasi.

Dalam negara kesatuan bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan

diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan

perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat. Daerah

tidak berwewenang membuat peraturan-peraturan sendiri dan atau

mengurus rumah tangganya sendiri.

Keuntungan sistem sentralisasi:

1. adanya keseragaman (uniformitas) peraturan di seluruh wilayah negara

2. adanya kesederhanaan hukum, karena hanya ada satu lembaga yang

berwenang membuatnya

3. penghasilan daerah dapat digunakan untuk kepentingan seluruh wilayah

negara.

Kerugian sistem sentralisasi:

1. bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga sering

menghambat kelancaran jalannya pemerintahan

2. peraturan/ kebijakan dari pusat sering tidak sesuai dengan keadaan/

kebutuhan daerah

3. daerah-daerah lebih bersifat pasif, menunggu perintah dari pusat

sehingga melemahkan sendi-sendi pemerintahan demokratis karena

kurangnya inisiatif dari rakyat


34

4. rakyat di daerah kurang mendapatkan kesempatan untuk memikirkan

dan bertanggung jawab tentang daerahnya

5. keputusan-keputusan pemerintah pusat sering terlambat.

Dalam negara kesatuan bersistem desentralisasi, daerah diberi

kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri (otonomi, swatantra).

Untuk menampung aspirasi rakyat di daerah, terdapat parlemen daerah.

Meskipun demikian, pemerintah pusat tetap memegang kekuasaan

tertinggi.

Keuntungan sistem desentralisasi:

1. pembangunan daerah akan berkembang sesuai dengan ciri khas daerah

itu sendiri

2. peraturan dan kebijakan di daerah sesuai dengan kebutuhan dan

kondisi daerah itu sendiri

3. tidak bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga

pemerintahan dapat berjalan lancar

4. partisipasi dan tanggung jawab masyarakat terhadap daerahnya akan

meningkat;

5. penghematan biaya, karena sebagian ditanggung sendiri oleh daerah.

Sedangkan kerugian sistem desentralisasi adalah ketidakseragaman

peraturan dan kebijakan serta kemajuan pembangunan.


35

b. Negara Serikat (Federasi)

Negara Serikat adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas

beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati

negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara

sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet sendiri, yang berdaulat dalam negara

serikat adalah gabungan negara-negara bagian yang disebut negara federal.

Setiap negara bagian bebas melakukan tindakan ke dalam, asal tak

bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke luar (hubungan

dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah federal.

Ciri-ciri negara serikat/ federal:

1. tiap negara bagian memiliki kepala negara, parlemen, dewan menteri

(kabinet) demi kepentingan negara bagian

2. tiap negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak

boleh bertentangan dengan konstitusi negara serikat

3. hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur

melalui negara bagian, kecuali dalam hal tertentu yang

kewenangannya telah diserahkan secara langsung kepada pemerintah

federal

Dalam praktik kenegaraan, jarang dijumpai sebutan jabatan kepala

negara bagian (lazimnya disebut gubernur negara bagian). Pembagian

kekuasaan antara pemerintah federal dengan negara bagian ditentukan oleh

negara bagian, sehingga kegiatan pemerintah federal adalah hal ikhwal

kenegaraan selebihnya (residuary power).


36

c. Serikat Negara (Konfederasi).

Tiap negara yang menjadi anggota perserikatan itu ada yang

berdaulat penuh, ada pula yang tidak. Perserikatan pada umumnya timbul

karena adanya perjanjian berdasarkan kesamaan politik, hubungan luar

negeri, pertahanan dan keamanan atau kepentingan bersama lainnya.

1. Perserikatan Negara

Perserikatan Negara pada hakikatnya bukanlah negara, melainkan suatu

perserikatan yang beranggotakan negara-negara yang masing-masing

berdaulat. Dalam menjalankan kerjasama di antara para anggotanya,

dibentuklah alat perlengkapan atau badan yang di dalamnya duduk para

wakil dari negara anggota.

Contoh Perserikatan Negara yang pernah ada:

a) Perserikatan Amerika Utara (1776-1787)

b) Negara Belanda (1579-1798), Jerman (1815-1866)

Perbedaan antara negara serikat dan perserikatan negara:

a) Dalam negara serikat, keputusan yang diambil oleh pemerintah

negara serikat dapat langsung mengikat warga negara bagian,

sedangkan dalam serikat negara keputusan yang diambil oleh

serikat itu tidak dapat langsung mengikat warga negara dari negara

anggota.

b) Dalam negara serikat, negara-negara bagian tidak boleh

memisahkan diri dari negara serikat itu, sedangkan dalam serikat


37

negara, negara-negara anggota boleh memisahkan diri dari

gabungan itu.

c) Dalam negara serikat, negara bagian hanya berdaulat ke dalam,

sedangkan dalam serikat negara, negara-negara anggota tetap

berdaulat ke dalam maupun ke luar.

2.  Koloni atau Jajahan

Negara koloni atau jajahan adalah suatu daerah yang dijajah oleh bangsa

lain. Koloni biasanya merupakan bagian dari wilayah negara penjajah.

Hampir semua soal penting negara koloni diatur oleh pemerintah negara

penjajah. Karena terjajah, daerah/ negara jajahan tidak berhak

menentukan nasibnya sendiri. Dewasa ini tidak ada lagi koloni dalam

arti sesungguhnya.

3.  Dominion

Bentuk kenegaraan ini hanya terdapat di dalam lingkungan Kerajaan

Inggris. Negara dominion semula adalah negara jajahan Inggris yang

setelah merdeka dan berdaulat tetap mengakui Raja/ Ratu Inggris

sebagai lambang persatuan mereka. Negara-negara itu tergabung dalam

suatu perserikatan bernama “The British Commonwealth of Nations”

(Negara-negara Persemakmuran). Tidak semua bekas jajahan Inggris

tergabung dalam Commonwealth karena keanggotaannya bersifat

sukarela. Ikatan Commonwealth didasarkan pada perkembangan sejarah

dan azas kerja sama antar anggota dalam bidang ekonomi, perdagangan

(dan pada negara-negara tertentu juga dalam bidang keuangan). India


38

dan Kanada adalah negara bekas jajahan Inggris yang semula berstatus

dominion, namun karena mengubah bentuk pemerintahannya menjadi

republik/ kerajaan dengan kepala negara sendiri, maka negara-negara itu

kehilangan bentuk dominionnya. Oleh karena itu persemakmuran itu kini

dikenal dengan nama “Commonwealth of Nations”. Anggota-anggota

persemakmuran itu antara lain: Inggris, Afrika Selatan, Kanada,

Australia, Selandia Baru, India, Malaysia, dll. Di sebagian dari negara-

negara itu Raja/ Ratu Inggris diwakili oleh seorang Gubernur Jenderal,

sedangkan di ibukota Inggris, sejak tahun 1965 negara-negara itu

diwakili oleh High Commissioner.

4.  Uni

Bentuk kenegaraan Uni adalah gabungan dari dua negara atau lebih yang

merdeka dan berdaulat penuh, memiliki seorang kepala negara yang

sama. Pada umumnya Uni dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1) Uni Riil (Uni Nyata)

yaitu suatu uni yang terjadi apabila negara-negara anggotanya

memiliki alat perlengkapan negara bersama yang telah ditentukan

terlebih dulu. Perlengkapan negara itu dibentuk untuk mengurus

kepentingan bersama.

Contoh: Uni Austria – Hungaria (1867-1918), Uni Swedia –

Norwegia (1815-1905), Indonesia – Belanda (1949).


39

2)   Uni Personil

yaitu suatu uni yang memiliki seorang kepala negara, sedangkan

segala urusan dalam negeri maupun luar negeri diurus sendiri oleh

negara-negara anggota. Contoh: Uni Belanda – Luxemburg (1839-

1890), Swedia – Norwegia (1814-1905), Inggris – Skotlandia

(1603-1707).

5.  Mandat

Negara Mandat adalah suatu negara yang semula merupakan

jajahan dari negara yang kalah dalam Perang Dunia I dan diletakkan di

bawah perlindungan suatu negara yang menang perang dengan

pengawasan dari Dewan Mandat LBB. Ketentuan-ketentuan tentang

pemerintahan perwalian ini ditetapkan dalam suatu perjanjian di

Versailles. Contoh: Syria, Lebanon, Palestina (Daerah Mandat A);

Togo dan Kamerun (Daerah Mandat B); Afrika Barat Daya (Daerah

Mandat C).
40

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Bentuk Penelitian

1. Metode Penelitian

Menurut kamus bahasa Indonesia metode adalah cara kerja yg

bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai

tujuan yangg ditentukan. Penelitian merupakan usaha seseorang yang

dilakukan secara sistematis mengikuti aturan-aturan metodolgi, misalnya

observasi secara sistematis, dikontrol, dan berdasarkan pada teori yang

ada dan diperkuat dengan gejala yang ada (Sukardi 2003: 5). Metode

penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data

yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan

dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat

digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah

(Sugiyono 2008:6). Sehingga dapat digambarkan secara umum bahwa

metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu.

Metode penelitian merupakan langkah-langkah teratur yang

sistematis, pemilihan metode penelitian di tujukan agar penelitian lebih

jelas dan terfokus, serta hasil penelitian yang lebih objektif. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif.

40
41

Metode ini disebut sebagai metode positivistik karena

berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai metode

ilmah/scientic karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu

konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini

juga disebut metode discovery, karena dengan metode ini dapat

ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Disebut sebagai

metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analis

menggunakan statistik (Sugiyono 2008:13).

2. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah studi korelasi,sebab penelitian ini ingin

membuktikan kedua variabel memiliki keterhubungan, hal ini mengacu

pada pendapat Nawawi (2007: 84) menyebutkan ada banyak bentuk

penelitian yang dapat digunakan dalam suatu penelitian. Diantara bentuk

penelitian dimaksud adalah:

a. Survei (survey studies)

b. Studi Korelasi (Corelations studies)

c. Studi Perkembangan (Developmental Studies).

Menurut Subana (2009: 36) menyatakan bahwa penelitian dengan

bentuk studi korelasi dirancang untuk menentukan tingkat hubungan

variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi.Hubungan antar dua

variabel tidak saja dalam bentuk sebab-akibat, tetapi juga hubungan timbal

balik antara dua variabel.Korelasi dikatakan menunjukkan sebab akibat


42

jika sebelumnya sudah diketahui bahwa antara kedua gejala yang dicari

hubungannya terdapat saling ketergantungan.

Berdasarkan pendapat Subana dkk di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa bentuk penelitian ini adalah studi korelasi. Bentuk korelasi

merupakan keterkaitan antara variabel yang satu dengan yang lainnya atau

terdapat sebab akibat dari keduanya.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sukardi (2003: 53) yang dimaksud dengan populasi

adalah semua anggota kelompok manunsia, binatang, peristiwa, atau

benda yang tinggal bersama dalam suatu tempat dan secara terencana

menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian. Arikunto

(2010: 173) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila

seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah

penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Trianto, 2010 :

255), sedangkan menurut Nawawi ( 2005: 141) mengatakan “populasi

manusia, benda-benda, tumbuhan-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes

atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki

karakteristik tertentu didalam penelitian”. Oleh karena itu dalam

penelitian ini populasi yang akan diteliti oleh penulis adalah seluruh

siswa SMAN 2 Menyuke kelas XA.


43

Tabel 3.1
Jumlah Kelas XA SMAN 2 Menyuke Indah Tahun Pelajaran 2013/ 2014
Kelas Jumlah
XA 32
XB 32
XC 22
Jumlah 86

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2009: 81) bahwa sampel penelitian adalah

bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut.Menurut Arikunto, (2002: 131) bahwa: “Sampel adalah

sebagian atau wakil populasi yang diteliti”.Berdasarkan pendapat

tersebut, maka penulis simpulkan bahwa sampel adalah bagian terkecil

dari populasi yang diambil apabila jumlah populasi yang ada terlalu

besar.Artinya jumlah sampel penelitian ditentukan atas pertimbangan

sesuai data yang ingin diketahui atau berdasarkan kebutuhan sebagai

pendukung yang tepat.

Sampel menurut Nawawi (2007: 57) adalah: “Bagian dari populasi

yang menjadi sumber data sebenarnya dalam penelitian”. Sedangkan

menurut Sutrisno (2004: 221) menyatakan: “Sampel adalah sebagian

dari populasi”. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud

dengan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari individu yang

akan diteliti.

Selanjutnya dari pengertian tersebut dapat ditetapkan sampel

penelitian untuk dijadikan subyek penelitian.Mengingat jumlah

populasi setelah ditetapkan terlalu besar, maka pada penelitian ini


44

ditetapkan dengan cara random sampling, yaitu pengambilan sampel

dengan cara acak. Adapun pengacakan jumlah sampel peneliti tentukan

tiap kelas untuk mewakili dari populasi siswa yang ada. Jadi jumlah

keseluruhan dari tiga kelas yang diambil sebagai sampel berjumlah 45

siswa, yang terdiri atas wanita sebanyak 23 siswa dan laki-laki

sebanyak 22 siswa.

I. Teknik dan Alat Pengumpul Data

1. Teknik Pengumpul Data

Ada pun teknik yang digunakan dalam penelitian ini untuk

memperoleh data-data yang ingin diteliti maka peneliti, menggunakan

teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Teknik Pengukuran (Test)

Diantara teknik pengumpul data dalam penelitian

kependidikan adalah dengan menggunakan test, baik test psikologi

maupun test hasil belajar. Test hasil belajar, berbeda keadaannya

dengan test psikologis, karena test hasil belajar ada yang sudah

dibakukan (standardized test) dan ada yang belum atau tidak

dibakukan, seperti tes buatan guru (teacher –made test), Ali M

(2004 : 97).

b. Teknik Komunikasi Tidak Lansung


45

Salah satu media untuk mengumpulkan data dalam penelitian

pendidikan maupun penelitian sosial yang paling populer

digunakan adalah melalui kuesioner dan juga sering di sebut

angket, dimana di dalam kuesioner atau angket tersebut terdapat

beberapa pertanyaan yang berhubungan erat dengan masalah

penelitian yang hendak dipecahkan, (Sukardi 2003 : 76).

c. Teknik dokumentasi

Studi Dokumenter adalah teknik pengumpulan data dengan cara

menelaah dokumen-dokumen, literatur-literatur yang berhubungan

dengan permasalahan.

2. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Soal Tes

Tes merupakan salah satu alat untuk mengumpulkan data dalam

penelitian kependidikan. Tes dilakukan dengan memberikan soal

berupa pilihan ganda yang berjumlah 20 soal. Soal yang dibuat

oleh peneliti dengan menggunakan validasi dari tim ahli yaitu guru

bidang studi dan dosen yang berkompeten di bidangnya.

b. Angket
46

Angket menggunakan format jawaban tertutup dengan pernyataan

yaitu (Sukardi, 2008: 188) “Ya” dan “Tidak” untuk menjawab

semua pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan proses

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inquiry.

c. Dokumen

Dokumen adalah merupakan berbagai macam sumber yang

mendukung selama pembuatan skripsi, surat-surat, silabus, foto-

foto selama pelaksanaan penelitian dan jenis dokumen yang

lainnya.

J. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2009: 147) statistik deskriptif adalah statistik yang

digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa

bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau

generalisasi.Teknik analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

adalah menggunakan teknik statistik deduktif kuantitatif.

1. Analisis Korelasi Variabel

Untuk mengolah data dalam penelitian ini dipergunakan analisis Product

Moment menurut Suharsimi Arikunto (2002: 256) dengan rumus sebagai

berikut:

N ∑ xy - (∑ x )(∑ y )
¿
xy √{ N ∑ x 2
- (∑ x )
2
}{N ∑ y 2
- (∑ y )
2
}
r
Keterangan :
47

r XY = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y


N = Jumlah Sampel
∑X = Jumlah nilai variabel X
∑Y = Jumlah nilai variabel Y
∑X2 = Jumlah nilai variabel X yang dikuadradkan
∑Y2 = Jumlah nilai variabel Y yang dikuadradkan
XY = Jumlah nilai variabel X yang dikalikan dengan variabel Y

Untuk interpretasi terhadap angka indeks korelasi product moment dapat

menggunakan kriteria rentang nilai koefision korelasi yang dikutip dari

buku acuan Arikunto (2002) terlampir pada tabel berikut ini:

Tabel 3.2
Kriteria Penilaian Menurut Arikunto (2002)

No Rentang Ganda Kategori


1. 0,800 s/d 1,000 Tinggi
2. 0,600 s/d 0,799 Cukup
3. 0,400 s/d0,599 Agak Rendah
4. 0,200 s/d 0,399 Rendah
5. 0,00 s/d 0,199 Sangat Rendah

2. Analisis Uji t

Kemudian untuk mengetahui signifikansi antara kedua variabel dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan rumus analisis uji t parametris.

Adapun rumus analisis uji t tersebut adalah :

r √ n-2
1 - r2
t=
Keterangan :

t = Nilai t hitung
r = Korelasi parsial yang ditemukan
n = Jumlah sampel/siswa

Untuk menyatakan dan menentukan besarnya nilai rxymenggunakan rumus

uji t, kemudian harga t hasil perhitungan dibandingkan dengan harga t tabel


48

dengan taraf signifikan 95%. Jika t hitung ≥ dengan t tabel maka t yang

diperoleh adalah signifikan, dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) dapat

diterima.

3. Uji Validitas Dan Reliabilitas

Validitas tes adalah tingkat keabsahan atau ketepatan suatu tes. Tes

yang valid adalah tes yang benar-benar mengukur apa yang hendak diukur

(Karnoto, 2006: 36). Pengujian validitas soal menggunakan rumus product

moment angka kasar (Arikunto, 2002: 68).Penafsiran nilai korelasi dapat

dilakukan berdasarkan kriteria berikut:

Tabel 3.3
Tabel Kriteria Acuan Untuk Validitas
Rentang Keterangan
0,800-1,000 Sangat Tinggi
0,600-0,800 Tinggi
0,400-0,600 Cukup
0,200-0,400 Rendah

Uji reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes,

yaitu sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang

ajeng/tidak berubah-ubah (Karno To, 1996: 46). Untuk menghitung

Reliabilitas, soal pilihan ganda dan essai menggunakan rumus K-R 20

untuk menguji soal pilihan ganda dan rumus alpa untuk menguji soal

uraian (Arikunto, 2002: 230).


49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Tahap dalam penelitian ini meliputi:

a. Menentukan jadwal penelitian untuk kelas eksperimen dan kelas

kontrol disesuaikan dengan jadwal belajar Ekonomi di sekolah

penelitian.

b. Melakukan tes awal pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk

mengetahui keadaan awal kedua kelas tersebut.

c. Siswa kelompok eksperimen diberi perlakuan, berupa

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inquiry

pada pokok negara dan bentuk negara, dan siswa kelompok kontrol

tidak diberikan perlakuan atau belajar seperti biasanya.

d. Memberikan tes akhir yang bertujuan untuk mengetahui hasil

belajar kedua kelompok setelah diberi perlakuan.

e. Mengumpul data

f. Menganalisis data

g. Mengolah data yang telah diperoleh dari hasil tes dengan uji

statistik yang sesuai.

h. Membuat kesimpulan

49
50

2. Menyusun jadwal pelaksanaan penelitian

Penelitian ini dilakukan pada dua kelas yaitu kelas eksperiman

dan kelas kontrol. Penelitian dimulai pada Tanggal 04 Juni 2012,

sampai dengan Tanggal 21 Juni 2012. Penelitian ini dilaksanakan di

SMA Nusantara Indah Sintang pada semester genap tahun pelajaran

2012 di dua kelas dengan jumlah siswa kelas kontrol 32 dan dikelas

Eksperimen 32. Jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1
Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen


No Kegiatan
Hari/Tanggal Waktu Hari/Tanggal Waktu

Senin 07.00 - Senin 08.20 -


1 Pre Test
25 November 2013 08.00 25 November 2013 09.00

Perlakuan Selasa 07.00 - Selasa 08.20 -


2
I 26 November 2013 08.20 26 November 2013 09.00

Perlakuan Rabu 07.00 - Rabu 08.20 -


3
II 04 Desember 2013 08.20 04 Desember 2013 09.00

Kamis 07.00 - Kamis 08.20 -


4 Post test
25 Desember 2013 08.20 25 Desember 2013 09.00
51

B. Pelaksanaan Penelitian

a. Pelaksanaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Memberikan tes awal pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

dengan soal pilihan ganda yang berjumlah 20 soal, untuk

mengetahui kondisi awal kedua kelas.

b) Menyiapkan RPP untuk kelas eksperimen dan kontrol.

c) Menyampaikan pembelajaran dengan menggunakan Model

Pembelajaran Inquiry kepada kelas eksperimen dan pembelajaran

konvensional kepada kelas kontrol.

d) Memberikan tes akhir kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol

yang bertujuan untuk mengetahui hasil belajar kedua kelas setelah

diberi perlakuan.

e) Menyebarkan angket untuk mengetahui respon siswa terhadap

Model Pembelajaran Inquiry.

b. Tahap analisis data

a) Menganalisis data

b) Mendeskripsikan hasil pengolahan data

c) Tahap penyusunan laporan


52

C. Pengolahan Data Hasil Penelitian

1. Pengolahan Hasil Tes Siswa

Sesuai dengan permasalahan penelitian yang diambil, maka perlu

dilakukan pemeriksaan terhadap hasil belajar siswa kelas XA dan XB

pada pokok bahasan negara dan bentuk negara sebelum dan sesudah

diberikan perlakuan pada kedua kelompok. Pemeriksaan hasil belajar

siswa yaitu dilakukan dengan cara membandingkan hasil pre test dan

post test pada siswa yang dijadikan sampel dalam penelitian.

Berdasarkan hasil nilai pre test yang diperoleh siswa pada

masing-masing kelas, diperoleh data bahwa nilai rata-rata antara kedua

kelas tersebut tidak berbeda jauh, yaitu kelas XB (kelas kontrol)

dengan nilai rata-rata 46,25 dan kelas XA (kelas eksperimen) dengan

nilai rata-rata 46,41 perolehan nilai siswa yang terjadi demikian karena

saat pembagian kelas olah pihak sekolah pengelompokan siswa tidak

berdasarkan urutan peringkat atau rangking tetapi disebarkan secara

heterogen dengan melihat perbandingan antara siswa yang mempunyai

tingkat kemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah dalam setiap

kelas susah untuk dibedakan. Dengan demikian tidak terdapat

perbedaan yang signifikan antara kedua kelas tersebut.


53

Tabel 4.2
Rekapitulasi Nilai Pre Test dan Post Test Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Skor Skor pre
Simbol Post test Simbol Post test
pre test test
∑ 1480 2085 ∑ 1485 2345

X 46,25 65,16 X 46,41 73,28

SD 7,41 6,54 SD 5,85 6,79

Secara perhitungan statistik, kemampuan awal siswa sebelum

diberikan perlakuan juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan kelas kontrol, di

proleh X2hitung ≥ X2tabel dengan dk = 2 dan α = 5%, yaitu 44,846 ≥

43,775. Karena X2hitung lebih besar dari pada X2tabel, berarti data pre

test kelas kontrol tidak berdistribusi normal. Karena salah satu

kelas tidak berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji

statistik non parametriks yaitu uji U Mann-Whitney untuk menguji

hipotesis pre test. Dari hasil perhitungan statistik diperoleh nilai

Zhitung sebesar -0,05 sedangkan Ztabel 1,96 dengan α = 5%, yaitu Ztabel

1,96. Karena nilai < Ztabel ≤ Zhitung ≤ Ztabel < -1,96 ≤ -0,05 ≤ 1,96

maka Ho diterima (Ha ditolak). Ini berarti tidak terdapat pengaruh

yang signifikan antara rata-rata kemampuan awal siswa pada kelas

kontrol (XB) dan kelas eksperimen kelas (XA), sehingga kedua

kelas tersebut dapat digunakan sebagai sampel dalam penelitian.

a. Tahap Pengolahan Data


54

1. Menguji Normalitas Sampel Penelitian dengan Chi Kuadrat

a. Uji Normalitas Kelas Kontrol

1) Menentukan rata-rata hitung ( X ) = 65,16

2) Mencari standar deviasi (SD) = 6,54

3) Membuat daftar frekuensi observasi dan frekuensi harapan

(a) Banyaknya data = 32

(b) Data tertinggi = 75

(c) Data terendah = 50

(d) Jangkauan (R) = data tertinggi–data terendah

= 75 – 50 = 25

(e) Banyaknya kelas (K) =1 + 3,3 Log n

=1 + 3,3 Log 32

(K) = 1 + 4,96 = 5,96 (diambil K = 6)

(f) Panjang kelas (P)

R 25
¿ = =4,16(diambil P=4 )
K 6
55

Tabel 4.3
Daftar Distribusi Frekuensi Observasi dan Frekuensi Harapan Kelas
Kontrol

Kelas Batas Z batas Luas Z


Interval Kelas kelas Tabel Ei Oi ¿¿
(k) (bk) (Z) (L)
49,5 -2,39
50 – 53 0,893 28,576 1 26,6109
53,5 -1,78
54 – 57 0,235 7,52 5 8,4446
57,5 -1,17
58 – 61 0,1667 5,3344 2 2,0842
61,5 -0,56
62 – 65 0,2004 6,4128 11 3,2813
65,5 0,05
66 – 69 0,2255 7,216 0 7,216
69,5 0,66
70 – 73 0,1543 4,9376 10 5,1903
73,5 1,28
74 – 77 0,893 22,688 3 17,0846
77,5 1,89
X2 ¿ ∑¿ ¿ 69,9119

4) Menentukan nilai X2 hitung (Chi Kuadarat)

X2 ¿ ∑ ¿ ¿ = 69,9119

5) Menentukan derajat kebebasan (dk)

Dk = n – 2 = 32 – 2 = 30

6) Menentukan X2 tabel dengan taraf signifikan (α) 5%

Nilai X2 tabel = 43,775

7) Menarik kesimpulan

Karena nilai X2 hitung ≥ X2 tabel (69,9119 ≥ 43,775) maka data

hasil post test siswa dikelas kontrol tidak berdistribusi normal.


56

b. Uji Normalitas Kelas Eksperimen

1. Menentukan rata-rata hitung ( X ) = 73,28

2. Mencari standar deviasi (SD) = 6,79

3. Membuat daftar frekuensi observasi dan frekuensi harapan

a) Banyaknya data = 32

b) Data tertinggi = 85

c) Data terendah = 55

d) Jangkauan (R) = data tertinggi–data terendah

= 85 – 55 = 30

e) Banyaknya kelas (K) =1 + 3,3 Log n

=1 + 3,3 Log 32

(K) = 1 + 4,96 = 5,96 (diambil K = 6)

R 30
(f) Panjang kelas (P) ¿ = =5 (diambil P=5)
K 6
57

Tabel 4.4
Daftar Distribusi Frekuensi Observasi dan Frekuensi Harapan Kelas
Eksperimen

Kelas Batas Z batas Luas Z


Interval Kelas kelas Tabel Ei Oi ¿¿
(k) (bk) (Z) (L)
54,5 -2,77
55 – 59 0,184 5,888 1 4,0578
59,5 -2,03
60 – 64 0,756 24,192 0 24,192
64,5 -1,30
65 – 69 0,1990 6,368 5 2,9387
69,5 -0,56
70 – 74 0,1409 4,5088 8 2,7032
74,5 0,18
75 – 79 0,2472 7,9104 10 5,5198
79,5 0,91
80 – 84 0,1319 4,2208 5 1,4384
84,5 1,65
85 – 89 0,408 13,056 3 7,7453
89,5 2,38
X2 ¿ ∑¿ ¿ 48,5952
4. Menentukan nilai X2 hitung (Chi Kuadarat)

X2 ¿ ∑ ¿ ¿ = 48,5952

5. Menentukan derajat kebebasan (dk)

Dk = n - 2 = 32 – 2 = 30

6. Menentukan X2 tabel dengan taraf signifikan (α) 5%

Nilai X2 tabel = 43,775

7. Menarik kesimpulan

Karena nilai X2 hitung ≥ X2 tabel (48,5952 ≥ 43,775) maka data

hasil post test siswa dikelas eksperimen tidak berdistribusi

normal. Karena dari kedua kelas tidak berdistribusi normal,

maka dilanjutkan dengan Uji U Mann-whitney.


58

2. Perhitungan Uji U Mann Whitney

Hasil uji normalitas pada post test kelas kontrol dan kelas

eksperimen menunjukkan bahwa data pada masing-masing kelas tidak

berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji statistik non

parametrik , yaitu Uji Mann Whitney antara kelas kontrol dan kelas

eksperimen.

1. Menentukan besar sampel

Sampel kelas kontrol (n1) = 32

Sampel kelas eksperimen (n2) = 32

2. Merangking data post test kelas kontrol dan kelas eksperimen.

∑ Rangking Kelas Kontrol (∑R1) = 728

∑ Rangking Kelas Eksperimen (∑R2) = 1262

Menentukan Harga U

U1 = 824

U2 = 290

Nilai U dipilih dari U terkecil. Karena U1> U2, maka U2= U= 290

3. Menentukan nilai Zhitung

Zhitung = -2,98

4. Menentukan nilai Ztabel

Dengan α = 5%, maka diperoleh Ztabel = 1,96

5. Membandingkan nilai Zhitung dengan Ztabel untuk menguji hipotesis

dengan kriteria :
59

a) Tolak Ho Jika : -Ztabel ≤ Zhitung ≤ Ztabel

b) Terima Ha jika : Zhitung> Ztabel atau Zhitung < -Ztabel

6. Menarik kesimpulan

Karena nilai Zhitung<-Ztabel (-2,98<-1,96), maka Ha diterima. Hal ini

berarti bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang

menggunakan model pembelajaran inquiry dengan yang tidak

menggunakan model pembelajaran inquiry pada pokok negara dan

bentuk negara di SMA Negeri 2 Menyuke.

2. Hasil Angket Siswa

Setelah angket dikumpulkan , diperiksa dan dihitung persentase

masing-masing kategori, secara umum tergolong sangat baik hal ini

menunjukkan bahwa adanya respon positif siswa terhadap proses

kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran

inquiry pada pokok bahasan negara dan bentuk negara,dengan jumlah

rata-rata persentase kategori “Ya” adalah 82,50% dan jumlah rata-rata

persentase kategori “Tidak” adalah 17,50%.

Tabel 4.5
Rekapitulasi persentasi respon siswa

Persentasi
Ya Tidak
82,50% 17,50%
60

D. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil beajar

siswa dengan menggunakan model pembelajaran inquiry seperti telah di

sampaikan pada bab terdahulu. Menjawab permasalahan yang terdapat

dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan alat pengumpul data

berupa lembar observasi, yang digunakan pada setiap pertemuan, soal tes

yang diberikan sebelum dan setelah pembelajaran dan lembar angket yang

diberikan setelah berakir penerapan model pembelajaran inquiry. Setelah

pelaksanaan penelitian berakir, maka hasil penelitian akan dibahas sebagai

berikut :

1. Hasil belajar pre test dan post test kelas kontrol pada pokok

bahasan negara dan bentuk negara

Sebelum diberikan perlakuan pada kelas kontrol jumlah nilai rata-rata

yang diperoleh adalah pre test 46,25 setelah diberikan perlakuan

terdapat perbedaan hasil menjadi rata-rata pos test 65,16. Dengan

demikian dapat disimpulkan adanya perbedaan antara pre test dan post

test pada kelas kontrol perbedaan tersebut bukan karna adanya

perlakuan pada kelas kontrol.

2. Hasil belajar pre test dan post test kelas eksperimen pada pokok

bahasan negara dan bentuk negara

Sebelum diberikannya perlakuan pada kelas eksperimen jika kita

lihat dari rata-rata yang diperoleh mendapatkan sekor nilai 46,41 dan

setelah diberikannya perlakuan pada kelas eksperimen mendapatkan


61

sekor rata-rata dengan nilai 73,28, Jadi dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran inquiry berpengaruh terhadap hasil belajar siswa

dan ini diakibatkan adanya perlakuan pada kelas eksperimen.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Gage (dalam

Ratna W D,1989:11) belajar sebagai suatu proses dimana suatu

organisma berubah prilakunya sebagai akibat pengalaman. Hal ini

tergambar dari jumlah sekor nilai yang diperoleh siswa sebelum dan

sesudah menggunakan model pembelajarasn inquiry pada kelas

eksperimen. Dan ditegaskan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh

Samsul A (2009: 90) penelitian yang dilakukan pada mata pelajaran

PKn dengan ketercapaian nilai rata-rata 83,03 dengan ketuntasan

belajar kelas sudah tercapai dengan persentase 91,30%.

3. Perbedaan antara pre test dan post test kelas kontrol dan kelas

eksperimen pada pokok bahasan Negara dan bentuk negara.

Berdasarkan hasil tes siswa, skor rata-rata post test siswa kelas

kontrol adalah 65,16 dan kelas eksperimen sebesar 73,28 dapat

dikatakan bahwa rata-rata kemampuan siswa pada kelas eksperimen

lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kemampuan siswa pada

kelas kontrol. Dari analisis statistik data hasil post test pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh nilai Zhitung < - Ztabel (-2,98< -

1,96), maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat

perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran

inquiry dengan pembelajaran konvensional. Dan perubahan tersebut


62

diakibatkan adanya perlakuan oleh peneliti antara kedua kelas tersebut.

Selain itu juga model pembelajaran inquiry merupakan model

pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami materi pelajaran

dalam jangka waktu yang lebih lama.

Hal ini sesuai dengan pendapat Beyer (dalam Sapriya, 2008:112)

menyatakan inquiry lebih dari sekedar bertanya, inquiry adalah suatu

proses mempertanyakan makna atau arti tertentu yang menuntut

seseorang menampilkan kemampuan intelektual agar ide atau

pemikirannya dapat dipahami.

Model Pembelajaran inquiry dengan hasil penelitian sebelum

menggunakan model pembelajaran inquiry sebesar 6,23 dan sesudah

menerapkan model pembelajaran inquiry tergolong baik dengan

perolehan hasil penelitian sebesar 7,73 dan pada siklus kedua

menunjukkan hasil penelitian sebesar 8,12 dengan kategori sangat

baik. Dengan demikian maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa

model pembelajaran inquiry berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.


63

4. Respon siswa terhadap model pembelajaran inquiry pada kelas


eksperimen pada pokok bahasan Negara dan bentuk negara.
Setelah pembelajaran selesai, maka peneliti membagikan angket

respon siswa. Pemberian angket respon siswa ini bertujuan untuk

mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran inquiry. Setiap satu siswa

menerima satu lembar angket yang berisi tentang tanggapan siswa

terhadap pembelajaran menggunakan model pembelajaran inquiry.

Angket terdiri dari 15 soal. Yang berisikan lima jawaban “Ya” dan

“Tidak” menurut kehendaknya sendiri.

Angket yang telah di isi oleh siswa kemudian dianalisis yaitu

untuk mengetahui respon atau tanggapan siswa setelah menggunakan

model pembelajaran inquiry. Data yang telah dianalisis membuktikan

bahwa adanya respon positif siswa terhadap proses kegiatan belajar

dengan menggunakan model pembelajaran inquiry pada pokok

bahasan permintaan dan penawaran yang secara umum tergolong kuat

yaitu dengan jumlah rata-rata persentase kategori “Ya” adalah 82,50%

dan jumlah rata-rata persentase kategori “Tidak” adalah 17,50% hal

ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran

inquiry siswa merasa mudah mengerti dan dan memahami materi yang

diajarkan. Seiring dengan itu, menurut (Trianto, 2009:154)

mengatakan bahwa keberhasilan siswa banyak bergantung kepada

kemahiran mereka untuk belajar sendiri dan untuk memonitor

belajarnya sendiri.
64

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian ini,

maka secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran

inquiry sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada pokok

bahasan Negara dan bentuk negara di SMA Negeri 2 Menyuke.

Berdasarkan pokok masalah yang ada, maka disimpulkan sebagai berikut :

1. Pada saat diberikan pre tes kelas kontrol mendapatkan skor nilai rata-

rata 46,25 kemudian diberikan post test meningkat menjadi jumlah

nilai rata-rata 65,16. Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan

hasil belajar pada kelas kontrol antara pre test dengan pos test.

2. Sebelum diberikannya perlakuan pada kelas eksperimen jika kita lihat

dari rata-rata yang diperoleh mendapatkan sekor nilai 46,41 dan

setelah diberikannya perlakuan pada kelas eksperimen mendapatkan

sekor rata-rata dengan nilai 73,28. Jadi dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran inquiry berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

3. Berdasarkan hasil tes siswa, skor rata-rata pre test dan post test siswa

kelas kontrol adalah pre test 46,25, post test 65,16 dan kelas

eksperimen pre test 46,41, post test 73,28 dapat dikatakan bahwa rata-

rata kemampuan siswa pada kelas eksperimen setelah di berikan

perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kemampuan

siswa pada kelas kontrol. Dari analisis statistik data hasil post test pada

64
65

kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh nilai Z hitung < - Ztabel (-

2,98< -1,96), maka Ha diterima dan Ho ditolak.

4. Angket yang telah di isi oleh siswa kemudian dianalisis yaitu untuk

mengetahui respon atau tanggapan siswa setelah menggunakan model

pembelajaran inquiry. Data yang telah dianalisis membuktikan bahwa

adanya respon positif siswa terhadap proses kegiatan belajar dengan

menggunakan model pembelajaran inquiry yang secara umum

tergolong sangat baik yaitu dengan jumlah rata-rata persentase kategori

“Ya” adalah 82,50% dan jumlah rata-rata persentase kategori “Tidak”

adalah 17,50% hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan

model pembelajaran inquiry siswa merasa mudah mengerti dan

memahami materi yang diajarkan.


66

B. Saran

berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka peneliti

memberikan saran sebagai berikut :

1. Kepada penelitian yang lain dapat melakukan penelitian yang lanjut,

dalam bentuk penelitian Eksperimen atau pun bentuk penelitian

lainnya guna untuk melihat sejauh mana pengaruh model pembelajaran

inquiry terhadap hasil belajar siswa.

2. Kepada peneliti lainya atau pun guru mata pelajaran ekonomi agar

dapat mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi sesuai

dengan materi yang diajarkan, agar siswa tidak bosan dan jenuh dalam

belajar.

3. Kepada guru PKn dan semua guru mata pelajaran dapat menggunakan

model pembelajaran inquiry sebagai jembatan untuk mendapatkan nilai

yang maksimal, karena model pembelajaran inquiry salah satu model

pembelajaran yang menyelesaikan masalah dengan memproses

informasi, dengan mempertanyakan dan penyelidikan terhadap

informasi yang di dapatkan.


67

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:


PT Rineka Cipta.

Arikunto. ( 2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :


Rineka Cipta.

Makalah (2011). Penulisan Desin Riset & Landasan Teori dan Skripsi Semester
Genap Tahun Akademik 2011 / 2012. STKIP Sintang : Tidak
diterbitkan.

Emzir. (2010). Metodologi Penelitian pendidikan kuantitatif dan kualitatif.


Jakarta : Raja Wali Pers.

Hamalik. O. (2009). Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan


CBSA. Bandung. Sinar Baru Algensindo.

Hasan. I. (2008). Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta: PT Bumi


Aksara.

Margono. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta :Rineka Cipta

Nawawi. H. (1985). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjag Mada


University Press

Nazir. (1988). Metode Pnelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia

Roestiyah N.K. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Rustama. N. (2007). Strategi Pembelajaran Biologi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Riduan. (2003). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta

Sagala S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung :Alfabeta

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Sukardi. (2008). Evaluasi Pendidikan prinsip dan oprasionalnya. Jakarta : Bumi


Aksara.

Sapriya. (2008). Pendidikan IPS. Bandung. CV Yasindo Multi Aspek

67
68

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi


Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta :


Kencana Prenada Media Group.

Undang-undang RI. (2003). Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta

Wilis Dahar. R. (1996). Teori-Teori Belajar . Bandung : Erlangga

Wahab H. A A (2009). Metode dan Model-Model Mengajar Ilmu Pengetahuan


Sosial. Bandung : A

Anda mungkin juga menyukai