Anda di halaman 1dari 135

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


DI APOTEK KIMIA FARMA 399 KEBON BAWANG
PERIODE 04 - 31 JULI 2022

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar apoteker (apt)
Program Studi Profesi Apoteker

DISUSUN OLEH
YOULAN NIESA 2143700277

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN XLVI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang
Periode 04 – 31 Juli 2022

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
pada Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Telah disetujui oleh :


Pembimbing Fakultas Pembimbing Lahan
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang

(apt. Rahmi Hutabarat, S.Si., MSi) (apt. Maruli Marpaung, S.Si)


NIDN: 0007037005
Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

(apt. Nuzul Fajriani, M.Sc)


NIDN: 0318119103

ii
PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, Menyatakan bahwa :

1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah asli dan belum pernah
diajukan mendapatkan gelar akademik Apoteker, baik di Universitas 17
Agustus 1945 Jakarta maupun di Universitas lain.

2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini murni gagasan, rumusan dan
penilaian tim penyusun, tanpa bantuan pihak lain, kecuali tim
pembimbing.

3. Dalam Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker tidak terdapat karya atau
pendapat yang telah ditulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan
dalam naskah dengan disebutkan dan atau dipublikasikan orang lain,
kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam
naskah dengan disebutkan nama pengarang serta dicantumkan dalam
pustaka.

4. Peryataan ini kami buat dengan sesungguhnya, apabila dikemudian hari


terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka
tim penyusunan bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
gelar serta sanksi lainnya sesuai peraturan perundang-undangan dan
norma akademik berlaku di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.

Jakarta, 31 Juli 2022

Yang membuat pernyataan

Youlan Niesa

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena atas izin dan
karunia-Nya pelaksanaan kegiatan dan Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang ini dapat terlaksana dengan
baik dan lancar terhitung dari tanggal 04 - 31 Juli 2022. Penulisan laporan Praktik
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini merupakan salah satu persyaratan pada
program pendidikan Apoteker mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
Saya sepenuhnya menyadari bahwa keberhasilan dari pelaksanaan dan
penyelesaian laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia
Farma 0399 Kebon Bawang ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan berbagai
pihak, oleh karenanya dengan segenap kerendahan hati penyusun ingin
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak J. Rajes Khana, Ph.D. selaku Rektor Universitas 17 Agustus 1945


Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. apt. Dayar Arbain selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
3. Ibu apt. Nuzul Fajriani, M.Sc. selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
4. Bapak apt. Maruli Marpaung, S.Si. selaku pembimbing lapangan di Apotek
Kimia Farma 399 Kebon Bawang yang telah memberikan izin kepada saya
untuk belajar dan memahami lebih jauh mengenai Apotek Kimia Farma.
5. Ibu apt. Rahmi Hutabarat, S.Si., MSi selaku Dosen Pembimbing dari pihak
kampus yang banyak memberikan arahan dan bimbingan pada penulisan
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA).
6. Ibu apt. Delvian Evriani, S.Farm selaku apoteker pendamping yang telah
memberikan bimbingan kepada saya selama Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang
7. Tenaga Teknis Kefarmasian dan karyawan Apotek Kimia Farma 399 Kebon
Bawang

iv
v

8. Seluruh staf pengajar dan karyawan Program Studi Profesi Apoteker


Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta atas ilmu dan
bantuan yang diberikan selama ini.
9. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis menyelesaikan
laporan ini, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, semoga Allah SWT
senantiasa memberikan yang terbaik bagi kita semua.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik agar tulisan ini dapat menjadi referensi
serta acuan yang baik. Semoga Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kita semua, Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Juli 2022

Youlan Niesa
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii


SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 10
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 10
1.2. Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) .............................. 12
1.3. Manfaat Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ............................ 12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 13
2.1. Pengertian Apotek ................................................................................ 13
2.2. Aspek Standar Usaha Apotek ............................................................. 13
2.3. Aspek Pengelolaan Apotek .................................................................. 24
2.4. Aspek Pelayanan Farmasi Klinik ....................................................... 64
2.5. Aspek Sumber Daya Kefarmasian di Apotek .................................... 73
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ............................................................................ 77
3.1. Profil PT. Kimia Farma ....................................................................... 77
3.2. Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang ......................................... 80
3.3. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang ...... 81
3.4. Kegiatan Operasional........................................................................... 82
BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ................................. 83
4.1. Pengelolaan Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang ................... 86
4.2. Aspek Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kimia Farma 399 Kebon
Bawang ........................................................................................................... 103
4.3. Aspek Usaha Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang ................ 109
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 111
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 111
5.2. Saran .................................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 113
LAMPIRAN GAMBAR.................................................................................... 115
LAMPIRAN TUGAS ........................................................................................ 129

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lemari Pendingin Dengan Termometer Eksternal (Kiri) dan


Lemari Pendingin Dengan Termometer Internal (Kanan)......... 42
Gambar 2.2 Contoh Lemari Penyimpanan Obat High Alert ......................... 44
Gambar 2.3 Contoh Obat LASA Dengan Kekuatan Bentuk ......................... 44
Gambar 2.4 Contoh Obat LASA Dengan Bentuk Sediaan Berbeda ............. 44
Gambar 2.5 Contoh Obat Lasa Dengan Kandungan Zat Aktif Berbeda ....... 45
Gambar 2.6 Contoh Obat LASA Disimpan Tidak Berdekatan dan Diberi
Label “LASA” ........................................................................... 45
Gambar 2.7 Contoh Label LASA .................................................................. 45
Gambar 2.8 Logo Obat Bebas ....................................................................... 46
Gambar 2.9 Logo Obat Bebas Terbatas ........................................................ 46
Gambar 2.10 Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas ..................................... 47
Gambar 2.11 Logo Obat Keras........................................................................ 48
Gambar 2.12 Logo Obat Narkotika ................................................................. 54
Gambar 3.1 Logo PT. Kimia Farma Apotek ................................................. 78
Gambar 3.2 Logo Akhlak Kimia Farma ........................................................ 78
Gambar 3.3 Struktur Organisasi di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang
................................................................................................... 82
Gambar 4.1 Alur Pengadaan di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang.. 91
Gambar 4.2 Alur Pelayanan UPDS di Apotek Kimia Farma 399 Kebon
Bawang ...................................................................................... 95
Gambar 4.3 Alur Pelayanan Resep Tunai di Apotek Kimia Farma 399 Kebon
Bawang ...................................................................................... 96
Gambar 4.4 Alur Pelayanan Resep Kredit di Apotek Kimia Farma 399
Kebon Bawang .......................................................................... 98

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Metode Kombinasi ......................................................................... 33


Tabel 2.2 Penggolongan dan Jenis Prekursor ................................................. 51
Tabel 2.3 Laporan yang Dibuat Apotek ......................................................... 63

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang ................................. 115


Lampiran 2. Swalayan Farmasi ....................................................................... 115
Lampiran 3. Alat Kesehatan ............................................................................ 116
Lampiran 4. Loket Penerimaan Resep, Pelayanan Obat, Penyerahan
dan PIO ...................................................................................... 116
Lampiran 5. Ruang Tunggu Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang......... 117
Lampiran 6. Lemari Penyimpanan Resep ....................................................... 117
Lampiran 7. Ruang Penyiapan Obat ............................................................... 118
Lampiran 8. Ruang Peracikan Obat ................................................................ 118
Lampiran 9. Ruang Penyimpanan Obat .......................................................... 119
Lampiran 10. Lemari Penyimpanan Obat Narkotika ...................................... 119
Lampiran 11. Lemari Penyimpanan Obat Psikotropika .................................. 120
Lampiran 12. Penyimpanan obat pada suhu 2-8°C ......................................... 120
Lampiran 13. Etiket Obat ................................................................................ 121
Lampiran 14. Surat Pesanan Obat ................................................................... 121
Lampiran 15. Resep Lengkap dan Copy Resep .............................................. 122
Lampiran 16. Surat Pesanan Narkotika ........................................................... 122
Lampiran 17. Surat Pesanan Psikotropika ...................................................... 123
Lampiran 18. Faktur ........................................................................................ 123
Lampiran 19. Form MESO ............................................................................. 124
Lampiran 20. Form Layanan Obat Swamedikasi ............................................ 125
Lampiran 21. Praktek Dokter di Kimia Farma 399 Kebon Bawang ............... 125
Lampiran 22. Surat Pesanan Obat-Obat Tertentu .......................................... 126
Lampiran 23. Surat Pesanan Obat Mengandung Prekursor ........................... 126

ix
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam kesejahteraan
masyarakat dan menjadi hak untuk setiap manusia. Definisi kesehatan
berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produkmtif secara sosial dan ekonomis. Masyarakat sendiri telah
menyadari betapa pentingnya untuk memelihara kesehatan bagi kehidupan
mereka. Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat secara menyeluruh, maka diselenggarakan suatu pelayanan
kesehatan.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep Dokter, pelayanan
informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan, pelayanan
kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus
kepada pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan
komprehensif meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Dalam melakukan
praktik, tenaga kefarmasian juga dituntut untuk melakukan monitoring
penggunaan obat, melakukan evaluasi serta mendokumentasikan segala
aktivitas kegiatannya, melaksanakan semua kegiatan itu, diperlukan standar
pelayanan kefarmasian. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, di bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi
pelayanan kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi kepada

10
11

pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak


saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas
mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan
obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk
mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan .
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan, yang
dimaksud apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya
praktik kefarmasian oleh Apoteker. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016 pasal 1 tentang standar
Pelayanan Kefarmasian di apotek menyatakan bahwa pelayanan
kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk mutu pasien.
Seperti yang tertera pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
Tentang Tenaga Kesehatan untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien
maka pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian harus
memenuhi standar pelayanan kefarmasian dimana sudah ditetapkan dalam
undang-undang. Tenaga kefarmasian terdiri dari Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian merupakan tenaga yang
membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian. Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang
berorientasi kepada keselamatan pasien.
Sebagai bentuk pendidikan dan latihan bagi calon Apoteker untuk
memahami dan mengerti peran dan tanggung jawab apoteker di apotek serta
mengetahui segala kegiatan di apotek, maka Program Studi Pendidikan
Profesi Apoteker Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta diberikan kesempatan
12

untuk melakukan PKPA di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang.


Dengan adanya praktek kerja profesi Apoteker maka para mahasiswa calon
Apoteker dapat memperoleh pengalaman lebih banyak guna memberikan
pemahaman dan pengembangan ide terutama untuk tataran aplikasi praktis
di masa mendatang sekaligus untuk menghasilkan Apoteker yang handal dan
terampil, dapat langsung melatih diri dan memahami bagaimana mengelola
manajemen Apotek, pelayanan asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care)
serta pelayanan kefarmasian yang baik.

1.2. Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)

Tujuan dilakukan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek


Kimia 399 Kebon Bawang adalah:

1. Untuk mengetahui, memahami, dan meningkatkan keterampilan dalam


pengelolaan sediaan farmasi, bahan medis habis pakai, dan alat kesehatan
di Apotek.

2. Untuk mengetahui, memahami, dan meningkatkan keterampilan dalam


pelayanan kefarmasian di Apotek

1.3. Manfaat Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)

Manfaat penyelenggaraan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di


Apotek Kimia Farma Mistar Baru sebagai calon apoteker:

1. Mengetahui, memahami peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker


dalam mengelola apotek.

2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di


apotek.

3. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di apotek


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Apotek


Berdasarkan Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 tentang standar
pelayanan kefarmasian di Apotek, Apotek adalah tempat tertentu, tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, serta
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Dari kedua definisi
tersebut jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 tahun 2017 tentang Apotek, yang dimaksud dengan
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh Apoteker. Adapun pekerjaan kefarmasian menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas dasar resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan
obat tradisional. Sediaan farmasi meliputi obat, bahan obat, obat tradisional
dan kosmetika.

2.2. Aspek Standar Usaha Apotek


2.2.1. Persyaratan Pendirian Apotek
Menurut Permenkes Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek,
Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan atau
modal dari pemilik modal baik perorangan ataupun perusahaan.
Apoteker yang mendirikan Apotek juga harus bekerjasama dengan
pemilik modal akan tetapi pekerjaan kefarmasian harus tetap
dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan. Pendirian
Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi:

13
14

a. Lokasi
Untuk lokasi Apotek, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota akan
mengatur persebaran Apotek di wilayahnya masing-masing dengan
memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan
kefarmasian.
b. Bangunan
Untuk bangunan Apotek juga harus memiliki persyaratan, yaitu:
1) Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan,
kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan
kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua
orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut
usia.
2) Bangunan Apotek harus bersifat permanen.
3) Bangunan bersifat permanen sebagaimana dimaksud merupakan
bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen,
rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang
sejenis
c. Sarana, Prasarana dan Peralatan
Untuk pendirian Apotek harus memiliki sarana ruangan yang
berfungsi sebagai berikut:
1) Penerimaan Resep
2) Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas)
3) Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
4) Konseling
5) Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
6) Arsip.
Sedangkan untuk prasarana yang dimiliki Apotek harus
memiliki persyaratan, yaitu:
1) Instalasi air bersih
2) Instalasi listrik
3) Sistem tata udara
15

4) Sistem proteksi kebakaran.


Suatu Apotek harus memiliki peralatan yang memadai, sesuai
dengan ketentuan yg telah dibuat oleh Permenkes, yaitu:
1) Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
2) Peralatan antara lain meliputi rak obat, alat peracikan, bahan
pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem
pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien dan
peralatan lain sesuai dengan kebutuhan.
3) Formulir catatan pengobatan pasien merupakan catatan
mengenai riwayat penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat
Kesehatan atas permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan
apoteker yang diberikan kepada pasien.
d. Ketenagaan
Menurut Permenkes Nomor 9 Tahun 2017, ketenagaan untuk
pendirian Apotek harus meliputi yaitu:
1) Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek
dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian
dan/atau tenaga administrasi.
2) Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat
izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

2.2.2. Perizinan Pendirian Apotek


Menurut Permenkes Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Perizinan,
standar usaha Apotek yaitu harus memiliki izin usaha. Dimana izin
usaha Apotek harus persetujuan dari pemerintah untuk
penyelenggaraanya, dimana surat izin usaha tersebut sering disebut
dengan Surat Izin Apotek (SIA). Pendirian Apotek juga harus
memiliki Sertifikat Standar Apotek yaitu bukti pemenuhan seluruh
persyaratan perizinan berusaha Apotek yang dikeluarkan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setelah dilakukan penilaian kesesuaian.
16

Seorang Apoteker yang mendirikan atau yang melakukan pekerjaan


kefarmasian di suatu Apotek harus memiliki Surat Tanda Registrasi
Apoteker (STRA) dan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA).
Menurut Permenkes Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Perizinan,
pembuatan suatu izin usaha Apotek harus memiliki persyaratan umum
usaha, dimana meliputi:

1) Apotek diselenggarakan oleh pelaku usaha perseorangan atau


nonperseorangan.
2) Pelaku usaha perseorangan adalah Apoteker.
3) Pelaku usaha nonperseorangan berupa Perseroan Terbatas, Yayasan
dan/atau Koperasi, Pelaku usaha nonperseorangan melampirkan
dokumen Surat perjanjian kerjasama dengan Apoteker yang
disahkan oleh notaris.
4) Data Penanggung Jawab Teknis meliputi KTP, STRA, dan SIPA.
5) Bukti Pembayaran Pendapatan Anggaran Daerah (PAD).
6) Durasi pemenuhan persyaratan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak pelaku usaha mengajukan permohonan.
7) Durasi pemberian izin Apotek paling lama 9 (sembilan) hari sejak
dokumen dinyatakan lengkap.
8) Izin Apotek berlaku mengikuti masa berlaku SIPA penanggung
jawab, maksimal 5 (lima) tahun.
9) Persyaratan perpanjangan/perubahan Izin Apotek, jika terjadi
Perubahan Apoteker penanggung jawab, perubahan nama Apotek,
perubahan alamat/lokasi, perubahan nama pelaku usaha:
a) Dokumen Izin Apotek yang berlaku
b) Data dokumen yang mengalami perubahan
c) Self assessment penyelenggaraan Apotek
d) Pelaporan terakhir.
10) Persyaratan perpanjangan Izin Apotek:
a) Dokumen izin Apotek yang berlaku
b) Seluruh dokumen persyaratan umum dan khusus
c) Self assessment penyelenggaraan Apotek
17

d) Pelaporan terakhir.

Sedangkan untuk persyaratan khusus usaha untuk pendirian


Apotek yaitu harus memiliki peta lokasi, denah bangunan, daftar
SDM, dan daftar sarana, prasarana dan peralatan.
a. Sarana
Menurut Permenkes Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Perizinan,
suatu Apotek harus memiliki sarana yg sesuai dengan ketentuan,
yaitu:
1) Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan dan komoditi lainnya di luar Sediaan Farmasi
(misalnya di pusat perbelanjaan, apartemen, perumahan) dengan
tetap memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan dan rencana
tata ruang wilayah kabupaten/kota setempat. Apotek tidak
berada di dalam lingkungan Rumah Sakit.
2) Bangunan, sarana dan prasarana, peralatan dan pengaturan ruang
Apotek harus memperhatikan fungsi:
a) Keamanan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan dalam
pemberian pelayanan
b) Perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk
penyandang disabilitas, anak-anak, dan lanjut usia
c) Keamanan dan mutu Obat, Sediaan Farmasi Lain, Alat
Kesehatan dan BMHP dan komoditi lain yang dikelola.
3) Apotek paling sedikit memiliki ruang yang berfungsi ruang
penerimaan Resep, ruang pelayanan Resep dan peracikan, ruang
penyerahan Obat, ruang konseling, ruang penyimpanan Obat,
Sediaan Farmasi lain, Alat Kesehatan dan BMHP dan komoditi
lain dan ruang arsip beserta peralatannya yang mengacu pada
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek.
4) Apotek wajib memasang di dinding bagian depan bangunan,
secara jelas dan mudah dibaca berupa:
18

a) Papan nama Apotek yang memuat informasi paling sedikit


nama Apotek, nomor Izin Apotek dan alamat Apotek.
b) Papan nama praktik Apoteker yang memuat informasi paling
sedikit nama Apoteker, nomor SIPA dan jadwal praktik
Apoteker.
5) Bangunan, sarana, prasarana dan peralatan Apotek harus dalam
kondisi terpelihara dan berfungsi dengan baik mengacu pada
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Apotek.

b. Struktur organisasi SDM dan SDM


1) Struktur Organisasi SDM
a) Memiliki struktur organisasi SDM yang ditetapkan oleh
penanggung jawab Apotek
b) Struktur organisasi paling sedikit terdiri dari:
(1) Informasi tentang SDM Apotek, meliputi:
- Apoteker penanggung jawab
- Direktur (untuk pelaku usaha nonperseorangan)
- Apoteker lain dan/atau TTK, asisten tenaga
kefarmasian dan/atau tenaga administrasi jika ada
(2) Tugas pokok dan fungsi masingmasing SDM Apotek.
2) Sumber Daya Manusia (SDM)
a) Memiliki penanggung jawab teknis dengan kualifikasi:
- Apoteker
- Warga Negara Indonesia.
b) Apoteker penanggung jawab dapat dibantu oleh Apoteker
lain dan/atau TTK, asisten tenaga kefarmasian dan/atau
tenaga administrasi.
c) Jumlah Apoteker dan tenaga lain disesuaikan dengan jam
operasional Apotek dan mempertimbangkan analisa beban
kerja.
19

d) Apotek membuka layanan 24 (dua puluh empat) jam, maka


harus memiliki paling sedikit 2 (dua) orang Apoteker.
e) Seluruh Apoteker dan/atau TTK harus memiliki Surat Izin
Praktik.
f) Seluruh tenaga kefarmasian dan nonkefarmasian yang
bekerja di Apotek wajib bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan,
etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan
mutu dan keselamatan pasien sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

c. Pelayanan
1) Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan dalam
rangka menjamin ketersediaan dan akses masyarakat terhadap
Obat, sediaan farmasi lain, Alat Kesehatan dan BMHP yang
aman, bermutu dan bermanfaat, dengan tujuan mencapai patient
outcome dan menjamin patient safety.
2) Apotek menyelenggarakan pelayanan kefarmasian berupa:
a) Pengelolaan Obat
b) Pelayanan farmasi klinis.
3) Apotek juga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian berupa
pengelolaan dan pelayanan sediaan farmasi lain, Alat Kesehatan
dan BMHP dan komoditi lain.
4) Apotek dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara
elektronik (Telefarmasi) dan pengantaran obat.
5) Dalam melakukan pelayanan Telefarmasi secara jejaring,
Apotek harus bermitra dengan Penyelenggara Sistem Elektronik
Farmasi (PSEF) dalam penggunaan sistem elektronik berupa
retail online atau marketplace pada fitur khusus kefarmasian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
20

6) Pelayanan Kefarmasian di Apotek dilakukan berdasarkan


Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang ditetapkan oleh
Menteri.

d. Persyaratan Produk/Proses/Jasa
1) Persyaratan produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha meliputi:
a) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP dan komoditi
lain yang diserahkan terjamin keamanan, mutu dan
khasiat/manfaatnya.
b) Alat Kesehatan yang dikelola sebagaimana yang tercantum
dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri.
c) Apotek dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan
dan BMHP kepada pasien melalui: a) Pelayanan resep. b)
Pelayanan swamedikasi, hanya untuk obat bebas terbatas,
obat bebas, sediaan farmasi lain, Alat Kesehatan dan BMHP
yang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan
dapat diserahkan oleh Apoteker tanpa resep dokter.
d) Penyerahan kepada pasien disertai dengan pemberian
pelayanan farmasi klinis dalam rangka mencapai patient
outcome dan menjamin patient safety.
e) Pelayanan farmasi secara elektronik (telefarmasi) dapat
dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP
kecuali narkotika dan psikotropika, sediaan injeksi dan
implan KB.
f) Apotek dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan BMHP kepada Apotek lain, puskesmas, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, dalam kondisi:
- Terjadi kelangkaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
BMHP di fasilitas distribusi
- Terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
BMHP di fasilitas pelayanan kesehatan.
21

- Jumlah yang dapat disalurkan pada saat terjadi kelangkaan


dan/atau kekosongan paling banyak 1 (satu) Resep.
g) Apotek dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan
dan BMHP kepada dokter praktik mandiri dan klinik yang
tidak menyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian hanya untuk
obat darurat medis sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
h) Apotek dapat menyerahkan Sediaan Farmasi dan BMHP
kepada bidan praktik mandiri hanya untuk pelayanan
antenatal, persalinan normal, penatalaksanaan bayi baru lahir,
nifas, keluarga berencana, dan penanganan awal kasus
kedaruratan kebidanan dan bayi baru lahir sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
i) Apotek dilarang untuk melakukan kegiatan
distribusi/penyaluran Obat dan/atau melayani dan
menyerahkan Obat dalam jumlah besar.
2) Persyaratan jasa yang dihasilkan pelaku usaha meliputi:
a) Apotek dapat memberikan jasa pelayanan kefarmasian sesuai
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
b) Untuk jasa Pelayanan Kefarmasian yang diberikan kepada
pasien dapat ditambahkan biaya jasa pelayanan kefarmasian.

e. Sistem Manajemen Usaha


1) Apotek harus menetapkan dan menerapkan standar prosedur
operasional yang efektif dan terdokumentasi untuk seluruh
kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
BMHP dan pelayanan farmasi klinis.
2) Apotek harus melakukan monitoring, pengendalian, evaluasi
dan perbaikan penyelenggaraan pelayanan secara terusmenerus.
3) Apotek harus memiliki prosedur tetap (SOP) berupa SOP
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP dan
pelayanan farmasi klinis
22

f. Penilaian Kesesuaian dan Pengawasan


1) Penilaian Kesesuaian
a) Apotek termasuk risiko Tinggi, pelaku usaha harus memiliki
NIB, Sertifikat Standar dan izin usaha.
b) Penilaian kesesuaian Apotek dilakukan Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangan.
c) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur
persebaran Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan
kebutuhan dan akses masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan kefarmasian, serta memperhatikan rasio antara
persebaran jumlah Apotek dibanding dengan jumlah
penduduk.
d) Penilaian Kesesuaian Apotek dilakukan oleh Tim yang
melibatkan:
- Unit pelayanan perizinan berusaha kabupaten/kota.
- Dinas kesehatan kabupaten/kota.
- Dapat melibatkan organisasi profesi.
e) Mekanisme Penilaian Kesesuaian Apotek dilakukan dengan
cara:
- Pengecekan administrasi, dapat dilakukan melalui sistem
elektronik.
- Pengecekan lapangan, dilakukan melalui
kunjungan/verifikasi lapangan dan/atau secara virtual.
f) Sertifikat Standar Apotek dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setelah hasil penilaian kesesuaian sebagai
persetujuan untuk mengeluarkan Izin Apotek.
g) Sertifikat Standar Apotek digunakan sebagai dasar bagi Unit
Pelayanan Perizinan Berusaha Kabupaten/Kota untuk
menyampaikan notifikasi pada Sistem OSS untuk
mengeluarkan Izin Apotek.
23

2) Pengawasan
a) Pengawasan dimaksudkan untuk review penyelenggaraan
pelayanan kefarmasian di Apotek.
b) Pengawasan dilakukan sejak Izin Apotek diperoleh.
c) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota termasuk Puskesmas
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Apotek,
sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
d) Dalam melakukan pengawasan, dapat mengikutsertakan
Kementerian/Lembaga terkait, organisasi profesi, dan sektor
terkait.
e) Pengawasan dilakukan melalui:
- Pengecekan langsung lapangan secara rutin maksimal
sebanyak 1 (satu) kali dalam setahun.
- Pengecekan langsung lapangan secara insidental jika ada
indikasi pelanggaran berdasarkan pengaduan masyarakat.
- Pelaporan pelaku usaha.
- Pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap
penyelenggaraan pelayanan kefarmasian.
f) Dalam rangka pengawasan, penanggung jawab Apotek wajib
untuk:
- Melakukan Registrasi Apotek paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah mendapatkan Izin Apotek
- Menyampaikan self assessment penyelenggaraan Apotek 1
(satu) kali dalam setahun
- Menyampaikan Laporan pelayanan kefarmasian setiap
bulan
- Menyampaikan Laporan pemasukan dan
penyerahan/penggunaan narkotika dan psikotropika setiap
bulan
- Laporan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
24

g) Izin Apotek dapat dicabut berdasarkan:


- Kehendak pelaku usaha.
- Temuan pelanggaran.
- Masa berlaku habis.
h) Dalam hal Izin Apotek dicabut, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dan Pelaku usaha wajib melakukan:
(1) Pengamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
BMHP di Apotek. Pengamanan dilakukan dengan cara
pengalihan tanggung jawab kepada Apoteker lain yang
memiliki SIPA dan/atau kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota yang berwenang menggunakan berita
acara disertai penyerahan:
- Dokumen Resep, resep narkotika dan resep
psikotropika
- Data obat narkotik dan psikotropik, yang dilengkapi
dengan daftar jenis dan jumlah
- Data obat keras dan/atau obat keras tertentu, yang
dilengkapi dengan daftar jenis dan jumlah
- Data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP
lainnya
- Dokumen pengadaan (surat pesanan)
- Dokumen pelaporan pelaksanaan pelayanan
kefarmasian.
(2) Pencabutan Sertifikat Standar Apotek.
(3) Pengajuan penghapusan data Registrasi Apotek.

2.3. Aspek Pengelolaan Apotek


Pengelolaan Apotek merupakan segala upaya dan kegiatan yang
dilakukan oleh seorang Apoteker dalam rangka memenuhi tugas dan fungsi
Apotek. Pengelolaan Apotek sepenuhnya berada ditangan Apoteker, oleh
karena itu Apoteker harus mengelola secara efektif sehingga obat yang
25

disalurkan kepada masyarakat akan lebih dapat dipertanggungjawabkan,


karena kualitas dan keamanannya selalu terjaga.

2.3.1. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan


Lainnya
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di
Apotek sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan
kualitas, manfaat dan keamanannya.

Menurut Kementerian Kesehatan pada tahun 2019, pengelolaan


sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan
menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan
kendali biaya.

2.3.1.1. Perencanaan
Perencanaann sediaan farmasi, alat kesehatan dan
BMHP merupakan tahap awal untuk menetapkan jenis
serta jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
yang sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2019 tentang
Petunjuk Teknik Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Apotek tujuan perencanaan yaitu:

1. Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah sediaan


farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang mendekati
kebutuhan.

2. Meningkatkan penggunaan sediaan farmasi, alat


kesehatan dan BMHP secara rasional.

3. Menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan


dan BMHP.

4. Menjamin stok sediaan farmasi, alat kesehatan dan


BMHP tidak berlebih.
26

5. Efisiensi biaya.

6. Memberikan dukungan data bagi estimasi pengadaan,


penyimpanan dan biaya distribusi sediaan farmasi, alat
kesehatan dan BMHP.

Menurut Kemenkes pada tahun 2019 untuk


menentukan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan BMHP merupakan salah satu pekerjaan kefarmasian
yang harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian di fasilitas
pelayanan kesehatan. Dengan koordinasi dan proses
perencanaan yang tepat, maka diharapkan obat yang
direncanakan dapat tepat jenis, jumlah dan waktu serta
mutu yang terjamin. Metode dan strategi perencanaan
dapat ditujukan untuk penggunaan, untuk menyiapkan dan
menyesuaikan biaya, perencanaan dan pengembangan
layanan. Pemilihan metode perhitungan kebutuhan
didasarkan pada penggunaan sumber daya dan data yang
ada. Metode tersebut adalah metode konsumsi, metode
morbiditas dan metode proxy consumption.

a. Metode Konsumsi
Metode konsumsi didasarkan pada data konsumsi
sediaan farmasi. Metode ini sering dijadikan perkiraan
yang paling tepat dalam perencanaan sediaan farmasi.
Klinik yang sudah mapan menggunakan metode
konsumsi. Metode konsumsi menggunakan data dari
konsumsi periode sebelumnya dengan penyesuaian
yang dibutuhkan.
Perhitungan dengan metode konsumsi didasarkan
atas analisa data konsumsi sediaan farmasi periode
sebelumnya ditambah stok penyangga (buffer stock),
stok waktu tunggu (lead time) dan memperhatikan sisa
stok.
27

Buffer stock dapat mempertimbangkan


kemungkinan perubahan pola penyakit dan kenaikan
jumlah kunjungan (misal: adanya Kejadian Luar Biasa).
Jumlah buffer stock bervariasi antara 10% sampai 20%
dari kebutuhan atau tergantung kebijakan Klinik.
Sedangkan stok lead time adalah stok Obat yang
dibutuhkan selama waktu tunggu sejak Obat dipesan
sampai Obat diterima.
Untuk menghitung jumlah sediaan farmasi yang
dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu
diperhatikan hal sebagai berikut:
1) Pengumpulan dan pengolahan data.
2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
3) Perhitungan perkiraan kebutuhan sediaan farmasi.
4) Penyesuaian jumlah kebutuhan Sediaan Farmasi
dengan alokasi dana.
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan
metode konsumsi adalah:
1) Daftar nama sediaan farmasi.
2) Stok awal.
3) Penerimaan.
4) Pengeluaran.
5) Sisa stok.
6) Daftar sediaan farmasi hilang, rusak, kadaluarsa.
7) Kekosongan sediaan farmasi.
8) Pemakaian rata-rata sediaan farmasi per tahun.
9) Waktu tunggu (lead time).
10) Stok pengaman (buffer stock).
11) Pola kunjungan.
Rumus:
A=(B+C+D)-E
28

Keterangan:
A = Rencana Pengadaan
B = Pemakaian rata-rata per bulan
C = Buffer stock (tergantung dengan kelompok Pareto)
D = Lead time stock
E = Sisa stok

b. Metode Morbiditas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan
obat berdasarkan pola penyakit. Metode morbiditas
memperkirakan keperluan obat s/d obat tertentu
tersebut berdasarkan dari jumlah, kejadian penyakit dan
mempertimbangkan pola standar pengobatan untuk
penyakit tertentu.
Pada prakteknya, penggunaan metode morbiditas
untuk penyusunan rencana kebutuhan obat di Apotek
jarang diterapkan karena keterbatasan data terkait pola
penyakit.
Faktor yang perlu diperhatikan adalah
perkembangan pola penyakit dan lead time. Langkah-
langkah dalam metode morbiditas:
1) Mengumpulkan data yang diperlukan.
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan
metode morbiditas:
a) Perkiraan jumlah populasi.
Komposisi demografi dari populasi yang akan
diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin untuk
umur antara:
1. 0 s.d. 4 tahun
2. 4 s.d. 14 tahun
3. 15 s.d. 44 tahun
4. >45 tahun
29

5. Atau ditetapkan berdasarkan kelompok dewasa


(> 12 tahun) dan anak (1 s/d 12 tahun).
b) Pola morbiditas penyakit
1. Jenis penyakit pertahun untuk seluruh populasi
pada kelompok umur yang ada.
2. Frekuensi kejadian masing-masing penyakit
pertahun untuk seluruh populasi pada
kelompok umur yang ada.
2) Menghitung kebutuhan jumlah sediaan farmasi,
dengan cara jumlah kasus dikali jumlah obat sesuai
pedoman pengobatan dasar. Jumlah kebutuhan obat
yang akan datang dihitung dengan
mempertimbangkan faktor antara lain pola penyakit,
lead time dan buffer stock.

c. Metode Proxy Consumption


Metode proxy consumption adalah metode
perhitungan kebutuhan obat menggunakan data
kejadian penyakit, konsumsi obat, permintaan, atau
penggunaan, dan/atau pengeluaran obat dari Apotek
yang telah memiliki sistem pengelolaan obat dan
mengekstrapolasikan konsumsi atau tingkat kebutuhan
berdasarkan cakupan populasi atau tingkat layanan
yang diberikan.
Metode proxy consumption dapat digunakan
untuk perencanaan pengadaan di Apotek baru yang
tidak memiliki data konsumsi di tahun sebelumnya.
Selain itu, metode ini juga dapat digunakan di Apotek
yang sudah berdiri lama apabila data metode konsumsi
dan/atau metode morbiditas tidak dapat dipercaya.
Sebagai contoh seperti terdapat ketidaklengkapan data
konsumsi diantara bulan Januari hingga Desember.
30

Metode ini dapat menghasilkan gambaran ketika


digunakan pada suatu Apotek dengan Apotek lain yang
memiliki kemiripan profil masyarakat dan jenis
pelayanan. Metode ini juga bermanfaat untuk gambaran
pengecekan silang dengan metode yang lain.
d. Analisa Rencana Kebutuhan Sediaan Farmasi
Untuk menjamin ketersediaan obat dan efisiensi
anggaran perlu dilakukan analisa saat perencanaan.
Evaluasi perencanaan dilakukan dengan cara berikut:
1) Analisis ABC
ABC bukan singkatan melainkan suatu
penamaan yang menunjukkan urutan
peringkat/rangking dimulai dengan yang
terbaik/terbanyak. Analisis ABC mengelompokkan
item sediaan farmasi berdasarkan kebutuhan
dananya, yaitu:
1. Kelompok A merupakan kelompok jenis sediaan
farmasi yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
2. Kelompok B merupakan kelompok jenis sediaan
farmasi yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
3. Kelompok C merupakan jenis sediaan farmasi
yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
Berdasarkan berbagai observasi dalam
manajemen persediaan, yang paling banyak
ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya
diwakili oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai
contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan
31

sediaan farmasi dijumpai bahwa sebagian besar dana


sediaan farmasi (70%) digunakan untuk pengadaan
10% dari jenis atau item sediaan farmasi yang paling
banyak digunakan, sedangkan sisanya sekitar 90%
jenis atau item sediaan farmasi menggunakan dana
sebesar 30%.
Dengan analisis ABC, jenis-jenis sediaan
farmasi ini dapat diidentifikasi, untuk kemudian
dilakukan evaluasi lebih lanjut. Evaluasi ini
misalnya dengan mengoreksi kembali apakah
penggunaannya memang banyak atau apakah ada
alternatif sediaan lain yang lebih efisiensi biaya
(misalnya nama dagang lain, bentuk sediaan lain dan
sebagainya). Evaluasi terhadap jenis-jenis sediaan
farmasi yang menyerap lebih banyak biaya juga
lebih efektif dibandingkan evaluasi terhadap sediaan
farmasi yang relatif memerlukan anggaran sedikit.
Langkah-langkah menentukan Kelompok A, B
dan C:
1. Hitung jumlah nilai barang yang dibutuhkan
untuk masing-masing sediaan farmasi dengan
cara mengalikan jumlah sediaan farmasi dengan
harga sediaan farmasi.
2. Tentukan peringkat mulai dari yang terbesar
dananya sampai yang terkecil.
3. Hitung persentasenya terhadap total dana yang
dibutuhkan.
4. Urutkan kembali jenis-jenis sediaan farmasi di
atas mulai dengan jenis yang memerlukan
persentase biaya terbanyak.
5. Hitung akumulasi persennya.
32

6. Identifikasi jenis sediaan farmasi yang menyerap


kurang lebih 70% anggaran total (biasanya
didominasi beberapa sediaan farmasi saja).
7. Sediaan farmasi kelompok A termasuk dalam
akumulasi 70% (menyerap anggaran 70%).
8. Sediaan farmasi kelompok B termasuk dalam
akumulasi 71-90% (menyerap anggaran 20%).
9. Sediaan farmasi kelompok C termasuk dalam
akumulasi 90-100% (menyerap anggaran 10%).
2) Analisis VEN
Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2019 tentang Petunjuk Teknik Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Apotek salah satu cara
untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana sediaan
farmasi yang terbatas dengan mengelompokkan sediaan
farmasi berdasarkan manfaat tiap jenis sediaan farmasi
terhadap kesehatan. Semua jenis sediaan farmasi yang
tercantum dalam daftar sediaan farmasi dikelompokkan
kedalam tiga kelompok berikut:
a) Kelompok V (Vital)
Adalah kelompok sediaan farmasi yang mampu
menyelamatkan jiwa (life saving). Contoh: obat
shock anafilaksis
b) Kelompok E (Essensial)
Adalah kelompok sediaan farmasi yang bekerja
pada sumber penyebab penyakit dan paling
dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan. Contoh:
1. Sediaan farmasi untuk pelayanan kesehatan
pokok (contoh: antidiabetes, analgesik,
antikonvulsi)
2. Sediaan farmasi untuk mengatasi penyakit
penyebab kematian terbesar.
33

c) Kelompok N (Non Esensial)


Merupakan sediaan farmasi penunjang yaitu sediaan
farmasi yang kerjanya ringan dan biasa
dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau
untuk mengatasi keluhan ringan. Contoh: suplemen.
Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan
untuk:
1. Penyesuaian rencana kebutuhan sediaan farmasi
dengan alokasi dana yang tersedia. Sediaan farmasi
yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan
atas pengelompokan sediaan farmasi menurut VEN.
2. Penyusunan rencana kebutuhan sediaan farmasi
yang masuk kelompok V agar selalu tersedia.
3. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih
dahulu kriteria penentuan VEN yang sebaiknya
disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria
perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan
masing-masing wilayah. Kriteria yang disusun dapat
mencakup berbagai aspek antara lain aspek klinis,
konsumsi, target kondisi dan biaya.
3) Analisis Kombinasi
Jenis sediaan farmasi yang termasuk kategori A
dari analisis ABC adalah benar-benar jenis sediaan
farmasi yang diperlukan untuk penanggulangan
penyakit terbanyak. Dengan kata lain, statusnya harus E
dan sebagian V dari VEN. Sebaliknya, jenis sediaan
farmasi dengan status N harusnya masuk kategori C.
Analisis kombinasi digunakan untuk menetapkan
prioritas untuk pengadaan sediaan farmasi dimana
anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan.
Tabel 2.1 Metode Kombinasi

A B C
34

V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC

Metode gabungan ini digunakan untuk


melakukan pengurangan sediaan farmasi.
Mekanismenya adalah:
a) Sediaan farmasi yang masuk kategori NA menjadi
prioritas pertama untuk dikurangi atau dihilangkan
dari rencana kebutuhan, bila dana masih kurang,
maka sediaan farmasi kategori NB menjadi prioritas
selanjutnya dan sediaan farmasi yang masuk
kategori NC menjadi prioritas berikutnya. Jika
setelah dilakukan dengan pendekatan ini dana yang
tersedia masih juga kurang lakukan langkah
selanjutnya.
b) Pendekatannya sama dengan pada saat pengurangan
sediaan farmasi pada kriteria NA, NB, NC dimulai
dengan pengurangan sediaan farmasi kategori EA,
EB dan EC.
4) Revisi Daftar Sediaan Farmasi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun
Berdasarkan 2019 tentang Teknik Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek jika langkah-langkah dalam
analisis ABC maupun VEN terlalu sulit dilakukan atau
diperlukan tindakan cepat untuk mengevaluasi daftar
perencanaan, sebagai langkah awal dapat dilakukan
suatu evaluasi cepat (rapid evaluation), misalnya
dengan melakukan revisi daftar perencanaan sediaan
farmasi. Namun sebelumnya, perlu dikembangkan
dahulu kriterianya, obat atau nama dagang apa yang
dapat dikeluarkan dari daftar. Manfaatnya tidak hanya
dari aspek ekonomi dan medik, tetapi juga dapat
berdampak positif pada beban penanganan stok.
35

2.3.1.2. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk
merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan
disetujui, melalui pembelian. Untuk menjamin kualitas
pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi,
alat kesehatan dan BMHP harus melalui jalur resmi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengadaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP di apotek
dilaksanakan dengan pembelian. Pembelian merupakan
suatu metode penting untuk mencapai keseimbangan yang
tepat antara mutu dan harga. Apabila ada dua atau lebih
pemasok, Apoteker harus mendasarkan pada kriteria
berikut: mutu produk (kualitas produk terjamin ada
NIE/Nomor Izin Edar), reputasi produsen (distributor
berizin dengan penanggungjawab Apoteker dan mampu
memenuhi jumlah pesanan), harga, berbagai syarat,
ketepatan waktu pengiriman (lead time cepat), mutu
pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang
barang yang dikembalikan, dan pengemasan. Pengadaan
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Sediaan farmasi diperoleh dari Pedagang Besar Farmasi


(PBF) yang memiliki izin.
2. Alat Kesehatan dan BMHP diperoleh dari Penyalur
Alat Kesehatan (PAK) yang memiliki izin.
3. Terjaminnya keaslian, legalitas dan kualitas setiap
sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang dibeli.
4. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang
dipesan datang tepat waktu.
5. Dokumen terkait sediaan farmasi, alat kesehatan dan
BMHP mudah ditelusuri.
36

6. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP lengkap


sesuai dengan perencanaan.

Waktu pengadaan obat dilakukan berdasarkan


kebutuhan dengan mempertimbangkan hasil analisa dari
data:

1. Sisa stok dengan memperhatikan waktu (tingkat


kecukupan obat dan perbekalan kesehatan).
2. Kapasitas sarana penyimpanan.
3. aktu tunggu.

1. Pemesanan
Pengadaan sediaan farmasi dilaksanakan
berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani
Apoteker pemegang SIA dengan mencantumkan nomor
SIPA sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. Surat
pesanan dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua)
serta tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan
fotokopi. Satu rangkap surat pesanan diserahkan
kepada distributor dan 1 (satu) rangkap sebagai arsip.
Apabila Surat Pesanan tidak bisa dilayani baik sebagian
atau seluruhnya, maka Apotek harus meminta surat
penolakan pesanan dari pemasok. Surat Pesanan
Narkotika hanya dapat diperoleh dari PT Kimia Farma
Trading and Distribution, Surat Pesanan Narkotika
memiliki 4 rangkap, Surat Pesanan Psikotropika
memiliki 3 rangkap dan Surat Pesanan Prekursor
memiliki 2 rangkap.

Surat Pesanan dapat menggunakan sistem


elektronik. Sistem elektronik yang digunakan harus
bisa menjamin ketertelusuran produk, sekurang
kurangnya dalam batas waktu 5 (lima) tahun terakhir
37

dan harus tersedia sistem backup data secara elektronik.


Surat pesanan secara elektronik yang dikirimkan ke
distributor harus dipastikan diterima oleh distributor,
yang dapat dibuktikan melalui adanya pemberitahuan
secara elektronik dari pihak distributor bahwa pesanan
tersebut telah diterima.

Dalam hal terjadi kekurangan jumlah akibat


kelangkaan stok di fasilitas distribusi dan terjadi
kekosongan stok di Apotek, maka Apotek dapat
melakukan pembelian kepada Apotek lain. Apoteker
perlu melakukan pemantauan terhadap status pesanan
sediaan farmasi yang telah dibuat. Pemantauan status
pesanan bertujuan untuk:

a. Mempercepat pengiriman sehingga efisiensi dapat


ditingkatkan.
b. Pemantauan dapat dilakukan berdasarkan kepada
sistem VEN.
c. Petugas apotek memantau status pesanan secara
berkala.
d. Pemantauan dan evaluasi pesanan harus dilakukan
dengan memperhatikan:
1. Nama obat;
2. Satuan kemasan;
3. Jumlah obat diadakan;
4. Obat yang sudah diterima; dan
5. Obat yang belum diterima.

Berdasarkan Permenkes Nomor 73 Tahun 2016,


Apotek PRB yang bekerja sama dengan BPJS, akan
melakukan pengadaan obat terkait pelayanan JKN
dengan cara menggunakan e-catalogue, dengan tahapan
pengadaan obat sebagai berikut:
38

a. RKO digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan


pengadaan dan penyampaian usulan kebutuhan obat
ke Kementerian Kesehatan melalui aplikasi E-
Monev Obat: http://monevkatalogobat.kemkes.go.id.
b. Apoteker melakukan pembelian obat melalui E-
Purchasing terhadap obat yang sudah dimuat dalam
sistem Katalog Elektronik portal pengadaan
Nasional sesuai dengan RKO.
c. Dalam hal permintaan pembelian obat mengalami
penolakan dari penyedia obat/industri farmasi, maka
Apotek PRB dapat melakukan cara lain sesuai
ketentuan.
d. Apotek selanjutnya melakukan perjanjian/kontrak
jual beli terhadap obat yang telah disetujui dengan
distributor yang ditunjuk oleh penyedia obat/industri
farmasi.

2. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin
kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu
penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima. Penerimaan dan
pemeriksaan merupakan salah satu kegiatan pengadaan
agar obat yang diterima sesuai dengan jenis, jumlah dan
mutunya berdasarkan Faktur Pembelian dan/atau Surat
Pengiriman Barang yang sah. Penerimaan sediaan
farmasi di Apotek harus dilakukan oleh Apoteker. Bila
Apoteker berhalangan hadir, penerimaan sediaan
farmasi dapat didelegasikan kepada Tenaga
Kefarmasian yang ditunjuk oleh Apoteker Pemegang
SIA. Pendelegasian dilengkapi dengan Surat
39

Pendelegasian Penerimaan sediaan farmasi.


Pemeriksaan sediaan farmasi yang dilakukan meliputi:

a. Kondisi kemasan termasuk segel, label/penandaan


dalam keadaan baik.
b. Kesesuaian nama, bentuk, kekuatan sediaan obat, isi
kemasan antara arsip surat pesanan dengan obat
yang diterima.
c. Kesesuaian antara fisik obat dengan Faktur
pembelian dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB)
yang meliputi:
1. Kebenaran nama produsen, nama pemasok, nama
obat, jumlah, bentuk, kekuatan sediaan obat dan
isi kemasan; dan
2. Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.

Menurut Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia tahun Berdasarkan 2019 tentang Teknik
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek jika hasil
pemeriksaan ditemukan sediaan farmasi yang diterima
tidak sesuai dengan pesanan seperti nama, kekuatan
sediaan sediaan farmasi, jumlah atau kondisi kemasan
dan fisik tidak baik, maka sediaan farmasi harus segera
dikembalikan pada saat penerimaan. Apabila
pengembalian tidak dapat dilaksanakan pada saat
penerimaan misalnya pengiriman melalui ekspedisi
maka dibuatkan Berita Acara yang menyatakan
penerimaan tidak sesuai dan disampaikan ke pemasok
untuk dikembalikan. Jika pada hasil pemeriksaan
dinyatakan sesuai dan kondisi kemasan baik maka
Apoteker atau Tenaga Kefarmasian yang mendapat
delegasi wajib menandatangani Faktur Pembelian
dan/atau Surat Pengiriman Barang dengan
40

mencantumkan nama lengkap, nomor SIPA/SIPTTK


dan stempel sarana.

2.3.1.3. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan
memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi
yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu
sediaan farmasi. Tujuan penyimpanan adalah untuk
memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari
penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga
ketersediaan, serta memudahkan pencarian dan
pengawasan.

Berdasarkan Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 ada


beberapa aspek umum yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Tersedia rak/lemari dalam jumlah cukup untuk


memuat sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.
2. Jarak antara barang yang diletakkan di posisi
tertinggi dengan langit-langit minimal 50 cm.
3. Langit-langit tidak berpori dan tidak bocor.
4. Ruangan harus bebas dari serangga dan binatang
pengganggu.
5. Tersedia sistem pendingin yang dapat menjaga suhu
ruangan dibawah 25ºC.
6. Lokasi bebas banjir.
7. Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan obat
tertentu.
8. Tersedia alat pemantau suhu ruangan dan lemari
pendingin.
9. Penyimpanan obat menggunakan Sistem First In
First Out (FIFO), First Expired First Out (FEFO).
41

10. Sistem penyimpanan dilakukan dengan


memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi
sediaan farmasi serta disusun secara alfabetis.
11. Kerapihan dan kebersihan ruang penyimpanan
12. Sediaan farmasi harus disimpan dalam wadah asli
dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat
dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis
informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah
sekurang-kurangnya memuat nama sediaan farmasi,
nomor batch dan tanggal kedaluwarsa. Sediaan
farmasi yang mendekati kedaluarsa (3-6 bulan)
sebelum tanggal kadaluarsa disimpan terpisah dan
diberikan penandaan khusus.
13. Sediaan farmasi harus disimpan dalam kondisi yang
menjaga stabilitas bahan aktif hingga digunakan
oleh pasien. Informasi terkait dengan suhu
penyimpanan obat dapat dilihat pada kemasan
sediaan farmasi.
14. Untuk menjaga kualitas, vaksin harus disimpan pada
tempat dengan kendali suhu tertentu dan hanya
diperuntukkan khusus menyimpan vaksin saja.
15. Penanganan jika listrik padam. Jika terjadi
pemadaman listrik, dilakukan tindakan pengamanan
terhadap sediaan farmasi dengan memindahkan
sediaan farmasi tersebut ke tempat yang memenuhi
persyaratan. Sedapat mungkin, tempat penyimpanan
sediaan farmasi termasuk dalam prioritas yang
mendapatkan listrik cadangan.
16. Inspeksi/pemantauan secara berkala terhadap tempat
penyimpanan sediaan farmasi.
42

17. Tempat penyimpanan obat (ruangan dan lemari


pendingin) harus selalu dipantau suhunya
menggunakan termometer yang terkalibrasi.
Termometer yang digunakan untuk mengukur suhu
lemari penyimpanan dapat berupa termometer
eksternal dan internal, sebagaimana terlihat pada
Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Lemari pendingin dengan


termometer internal (kiri) dan lemari pendingin
dengan termometer eksternal (kanan)

Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan


berdasarkan penggolongan sebagai berikut:
1. Obat High Alert
Obat High Alert adalah obat yang perlu
diwaspadai karena obat tersebut dapat menyebabkan
terjadinya kesalahan/kesalahan serius (sentinel event),
dan berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome). Obat yang perlu
diwaspadai terdiri atas:
a. Obat risiko tinggi yaitu obat yang bila terjadi
kesalahan (error) dapat mengakibatkan kematian
atau kecacatan seperti, insulin, antidiabetik oral atau
obat kemoterapeutik.
43

b. Obat dengan nama, kemasan, label, penggunaan


klinik tampak/kelihatan sama (look alike), bunyi
ucapan sama (sound alike) biasa disebut LASA, atau
disebut juga Nama Obat Rupa Ucapan Mirip
(NORUM), contohnya tetrasiklin dan tetrakain.
Apotek menetapkan daftar obat Look Alike Sound
Alike (LASA)/Nama Obat Rupa Ucapan Mirip
(NORUM). Penyimpanan obat LASA/NORUM
tidak saling berdekatan dan diberi label khusus
sehingga petugas dapat lebih mewaspadai adanya
obat LASA/NORUM.
c. Elektrolit konsentrat seperti natrium klorida dengan
konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat
injeksi.
Daftar obat berisiko tinggi ditetapkan oleh
Apotek dengan mempertimbangkan data dari referensi
dan data internal di Apotek tentang “kejadian yang
tidak diharapkan” (adverse event) atau “kejadian nyaris
cedera” (near miss). Referensi yang dapat dijadikan
acuan antara lain daftar yang diterbitkan oleh ISMP
(Institute for Safe Medication Practice). Apotek harus
mengkaji secara seksama obat-obat yang berisiko tinggi
tersebut sebelum ditetapkan sebagai obat high alert di
Apotek.
Untuk obat high alert (obat dengan kewaspadaan
tinggi) berupa elektrolit konsentrasi tinggi dan obat
risiko tinggi harus disimpan dengan terpisah dan
penandaan yang jelas untuk menghindari kesalahan
pengambilan dan penggunaan. Penyimpanan dilakukan
terpisah, mudah dijangkau dan tidak harus terkunci.
Disarankan pemberian label high alert diberikan untuk
menghindari kesalahan.
44

Gambar 2.2 Contoh lemari penyimpanan obat high


alert

Penyimpanan obat LASA/NORUM tidak saling


berdekatan dan diberi label khusus sehingga petugas
dapat lebih mewasapadai adanya obat LASA/NORUM.
Dibawah ini beberapa contoh obat LASA berdasarkan
bentuk sediaan, kekuatan dan kandungan zat aktif:

Gambar 2.3 Contoh obat LASA dengan kekuatan


bentuk sediaan berbeda

Gambar 2.4 Contoh obat LASA dengan bentuk


sediaan berbeda
45

Gambar 2.5 Contoh obat LASA dengan kandungan


zat aktif berbeda

Gambar 2.6 Contoh obat LASA disimpan tidak


berdekatan dan diberi label “LASA”

Gambar 2.7 Contoh label LASA

2. Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas


a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas
kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk
dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras,
ataupun obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di
46

Depkes RI. Contoh: Minyak kayu putih, obat batuk


hitam, obat batuk putih, tablet parsetamol, tablet
vitamin C, B Kompleks, vitamin E dan lain-lain.
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan SK
Menkes RI Nomor 2380/A/SK/1983 tentang tanda
khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas yaitu lingkaran bulat
warna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

Gambar 2.8 Logo obat bebas

b. Obat Bebas Terbatas


Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat
diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter.
Obat keras terbatas adalah obat yang masuk dalam
daftar W singkatan dari “Waarschuwing“ artinya
peringatan. Maksudnya obat yang pada
penjualannya disertai dengan peringatan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.2380/A/SK/VI/1983 tanda khusus untuk obat
bebas terbatas berupa lingkaran berwarna biru
dengan garis tepi berwarna hitam.

Gambar 2.9 Logo Obat Bebas Terbatas


47

Adapun Tanda peringatan Obat Bebas Terbatas


seperti contoh dibawah ini:

Gambar 2.10 Tanda Peringatan Obat Bebas


Terbatas

1) P no. 1 Awas! Obat Keras Bacalah aturan


memakainya. Contoh obat: Bodrex, Combantrin,
Decolsin, dan Konvermax.
2) P no. 2 Awas! Obat Keras Hanya untuk kumur,
jangan ditelan. Contoh obat : Sanorine dan
Betadine mouthwash.
3) P no. 3 Awas! Obat keras Hanya untuk bagian
luar. Contoh obat: Fleet Enema, Mycorine,
Voltadex, dan Voltaren.
4) P no. 4 Awas! Obat keras Hanya untuk dibakar.
Contoh obat: Decoderm dan Neoidoine.
5) P no. 5 Awas! Obat keras Tidak boleh ditelan.
Contoh obat: Bufacetin, Dulcolax Suppositoria,
dan Lysol.
6) P no.6 Awas! Obat wasir, jangan ditelan. Contoh
obat: Ambeven dan Cygest Suppositoria
48

3. Obat Keras Daftar G


Obat keras atau obat daftar G menurut bahasa
Belanda “G” singkatan dari “Gevaarlijk” artinya
berbahaya, maksudnya obat dalam golongan ini
berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep
dokter. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang
menetapkan atau memasukkan obat-obat keras
ditetapkan sebagai berikut:

- Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si


pembungkus disebutkan bahwa obat itu hanya boleh
diserahkan dengan resep dokter.
- Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang
nyata untuk dipergunakan secara parenteral, baik
dengan cara suntikan maupun dengan cara
pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli
dan jaringan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No.02396/A/SK/VII/1986 tentang
tanda khusus Obat keras daftar G adalah lingkaran bulat
berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam
dengan huruf K yang menyentuh garis tepi.

Gambar 2.11 Logo Obat Keras

Psikotropika dan Prekursor merupakan termasuk


dari golongan obat keras. Akan tetapi untuk
Psikotropika sama seperti Narkotika juga dapat
mempengaruhi psikis seseorang. Untuk penyimpanan
49

obat Psikotropika juga sama dengan tempat


penyimpanan Narkotika dimana memiliki lemari
khusus dan berada dalam penguasaan Apoteker. Apotek
harus menyimpan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat
jadi di tempat penyimpanan obat yang aman
berdasarkan analisis risiko.

a. Psikotropika
Pengertian psikotropika menurut Permenkes
Nomor 2 Tahun 2021, psiktropika adalah zat/bahan
baku atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal
dan perilaku. Dalam Permenkes Nomor 2 Tahun
2021 tentang “Penetapan dan Perubahan
Penggolongan Psikotropika” ini disebutkan
psikotropika dibagi menjadi 4 golongan.
1) Golongan I
Golongan I merupakan psikotropika yang hanya
dapat untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh: Deskloroketamin,
Flubromazolam, Flualprazolam, dan 2F-
Deskloroketamin.
2) Golongan II
Golongan II merupakan psikotropika yang
berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi atau ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat sehingga mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh: Amineptina,
50

Metilfenidat, Sekobarbitalm Etilfenidat,


Etizolam, dan Diclazepam.

3) Golongan III
Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat
dan banyak digunakan dalam terapi atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi sedang yang mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh: Amobarbital, Butalbital,
Glutetimida, Katina, Pentazosina, Pentobarbital,
dan Siklobarbital.
4) Golongan IV
Golongan IV adalah psikotropika berkhasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh: Diazepam,
Estazolam, Klobazam, Alprazolam, Barbutal,
Lorazepam, dan lain-lain.

Penyimpanan obat golongan psikotropika


dijelaskan dalam Undang- Undang Nomor 3 tahun
2015 diletakan tersendiri dalam rak atau lemari
khusus, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang
kuat.
2. Jika terdapat jendela atau ventilasi harus di
lengkapi dengan jeruji besi.
3. Mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci
yang berbeda.
4. Kunci ruang khusus dikuasai oleh apoteker
penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan
pegawai lain yang dikuasai.
51

5. Tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin


dari Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang
ditunjuk.
b. Prekursor
Menurut aturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 24 Tahun 2021 Tentang
Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat,
Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi di
Fasilitas Pelayanan Farmasi. Prekursor adalah zat
atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan untuk keperluan produksi Industri
Farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan
produk jadi yang mengandung efedrin,
pseudoefedrin, norefedrin atau fenilpropanolamin,
ergotamine, atau potassium permanganat. Ada 2
penggolongan prekursor, yaitu:
a. Prekursor Tabel I
Prekursor tabel I merupakan bahan awal dan
pelarut yang sering digunakan dan diawasi lebih
ketat dibanding tabel II.
b. Prekursor Tabel II
Prekursor tabel II prinsipnya jika digunakan
untuk farmasi maka diatur Kementerian
Kesehatan, jika untuk industri diatur Kementerian
Perdagangan

Tabel 2.2 Penggolongan dan Jenis Prekursor

No. Tabel 1 Tabel 2


1. Acetic anhydrade Acetone
2. N-Acetylanthranilic acid Anthranilic
acid
3. Ephedrine Methyl ethyl
52

ketone
4. Ergometrine Phenylacetic
acid
5. Isosafrole Piperidine
6. Lysergic acid Sulphuric acid
7. 3,4-methylenedioxyphenyl- Toluene
2-propane
8. Norehedrine
9. 1-phenyl-2-propanone
10. Piperonal
11. PotassiumPermanganate
12. Pseudoephedrine
13. Safrole
Obat mengandung prekursor farmasi yang
disimpan di tempat yang aman berdasarkan analisis
risiko masing-masing Apotek. Apabila memiliki
obat yang mengandung prekursor farmasi yang
disimpan tidak dalam wadah asli, maka wadah harus
dilengkapi dengan identitas obat meliputi nama,
jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis
kemasan, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, dan
nama produsen. Memisahkan dan menyimpan obat
dengan aman obat mengandung prekursor farmasi
yang rusak, kadaluwarsa, dan izin edar dibatalkan
sebelum dimusnahkan atau dikembalikan kepada
Industri Farmasi atau PBF. Melakukan stock
opname secara berkala sekurang-kurangnya 6 bulan
sekali. Melakukan investigasi adanya selisih stok
dengan fisik saat stock opname dan
mendokumenkan hasil investigasi.

c. Obat-Obat Tertentu
53

Menurut BPOM No. 28 Tahun 2018 Obat-


Obat Tertentu yang sering disalahgunakan yang
selanjutnya disebut Obat-Obat Tertentu adalah obat
yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat
selain Narkotika dan Psikotropika yang pada
penggunaan di atas dosis terapi dapat
menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas
pada aktivitas mental dan prilaku. Obat-Obat
Tertentu terdiri atas obat atau bahan obat yang
mengandung:
a) Tramadol
b) Triheksifenidil
c) Klorpromazin
d) Amitriptilin
e) Haloperidol
f) Dekstrometorfan

4. Obat Narkotika
Tempat penyimpanan Narkotika harus mampu
menjaga keamanan, khasiat dan mutu serta dilarang
digunakan untuk menyimpan barang selain Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi. Apotek harus
memiliki tempat penyimpanan Narkotika berupa lemari
khusus dan berada dalam penguasaan Apoteker. Lemari
khusus penyimpanan Narkotika harus mempunyai 2
(dua) buah kunci yang berbeda, satu kunci dipegang
oleh Apoteker dan satu kunci lainnya dipegang oleh
pegawai lain yang dikuasakan. Apabila Apoteker
berhalangan hadir dapat menguasakan kunci kepada
pegawai lain.
Narkotika adalah obat yang biasa mempengaruhi
keadaan psikis seseorang. Untuk mengelolanya
54

memerlukan cara khusus. Pengertian Narkotika


menurut Permenkes No. 20 tahun 2018 tentang
Narkotika adalah obat atau bahan yang bermanfaat di
bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi dapat juga
menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan
apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa
pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama.
Pada saat Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 4 tahun
2021 ini berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan No. 20

tahun 2018 tentang perubahan penggolongan


Narkotika dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Daftar
golongan I narkotika bertambah menjadi 190 buah
dimana sebelumnya berjumlah 155, golongan II
narkotika bertambah 1 buah, sedangkan golongan III
narkotika tetap.

Gambar 2.12 Logo Obat Narkotika

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 4


tahun 2021 tentang perubahan penggolongan narkotika,
dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

1) Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi
yang sangat tinggi menimbulkan ketergantungan.
55

Contoh: ganja, opium, Dimetiltriptamina, Kokaina


(metil edter-1-bensoil ekgonina), Metamfetamina,
Asetilfentanil, Beta-Hidroksifentanil, dan lain-lain.
2) Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan
digunakan dalam pilihan terakhir dan akan
digunakan dalam terapi atau buat pengembangan
ilmu pengetahuan serta memiliki potensi tinggi
menimbulkan ketergantungan. Contoh: Alfametadol,
Fentanil, Ekgonina, Difenoksin, Hidrokodona,
Metadona, Morfin, dan lain-lain.
3) Narkotika Golongan III
Narkotika yang digunakan dalam terapi atau
pengobatan dan untuk pengembangan pengetahuan
serta menimbulkan potensi ringan serta
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: etil morfin,
codein, propiran, nikokodina, polkodina, norkodeina
dan lain-lain
Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2015
menjelaskan mengenai tempat khusus untuk
penyimpanan narkotika. Tempat khusus harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain


yang kuat.
2. Harus mempunyai kunci yang kuat.
3. Dibagi dia masing-masing dengan kunci yang
berlainan, bagian pertama digunakam untuk
menyimpan morfin, petidina dan garam-garamnya
serta persediaan narkotika, bagian kedua
dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya
yang dipakai sehari hari.
4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari
56

berukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka lemari


tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai.

2.3.1.4. Pemusnahan dan Penarikan


Menurut Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, sediaan
farmasi kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai
dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan sediaan
farmasi kedaluwarsa atau rusak yang mengandung
narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pemusnahan sediaan farmasi selain narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh
tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik
atau surat izin kerja.

Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5


(lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep
dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-
kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar
atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita
Acara Pemusnahan Resep dan selanjutnya dilaporkan
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan


Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan
harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Penarikan
sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik
izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh
pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap
57

memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan


Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.

2.3.1.5. Pengendalian
Menurut Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pengendalian
dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui
pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan
dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kedaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.
Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu
stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok
sekurang-kurangnya memuat nama sediaan farmasi,
tanggal kedaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah
pengeluaran dan sisa persediaan.Pengendalian persediaan
adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya
sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan
program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan sediaan farmasi di
apotek.

1. Pengendalian Ketersediaan
Pengendalian ketersediaan dilakukan untuk meliat
apakah terjadi kekosongan atau kekurangan sediaan
farmasi di apotek yang terjadi karena beberapa faktor
yaitu::
a. Perencanaan yang kurang tepat
b. Perubahan kebijakan pemerintah (misalnya
perubahan e-katalog, sehingga sediaan farmasi yang
58

sudah direncanakan tahun sebelumnya tidak masuk


dalam katalog sediaan farmasi yang baru
c. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh
apoteker untuk mencegah/mengatasi kekurangan
atau kekosongan sediaan farmasi:
1) Melakukan analisa perencanaan sebelum
pemesanan/pembelian sediaan farmasi.
2) Mengganti obat merek dagang dengan obat
generik yang sama komponen aktifnya atau obat
merek dagang lain atas persetujuan dokter
dan/atau pasien.
3) Lakukan stock opname sediaan farmasi, BMHP
dan alkes secara berkala sekurang-kurangnya
sekali dalam 6 (enam) bulan. Khusus untuk
Narkotika dan Psikotropika stock opname
dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya
sekali dalam 1 (satu) bulan.
2. Pengendalian Penggunaan
Pengendalian penggunaan sediaan farmasi dilakukan
untuk mengetahui jumlah penerimaan dan pemakaian
sediaan farmasi sehingga dapat memastikan jumlah
kebutuhan sediaan farmasi dalam satu periode.
Kegiatan pengendalian dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu:
a. memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata
periode tertentu. jumlah stok ini disebut stok kerja
b. menentukan:
1) Stok optimum adalah stok sediaan farmasi yang
disediakan agar tidak mengalami
kekurangan/kekosongan
2) Stok pengaman adalah jumlah stok yang
disediakan untuk mencegah terjadinya sesuatu hal
59

yang tidak terduga, misalnya karena


keterlambatan pengiriman
3) Menentukan waktu tunggu (leadtime) adalah
waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan
sampai sediaan farmasi diterima
d. Pencatatan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan
untuk memonitor keluar dan masuknya (mutasi)
sediaan farmasi di apotek. Pencatatan dapat
dilakukan dalam bentuk digital atau manual.
Pencatatan dalam bentuk manual biasanya
menggunakan kartu stok. Fungsi kartu stok sediaan
farmasi:
1) mencatat jumlah penerimaan dan pengeluaran
sediaan farmasi termasuk kondisi fisik, nomor
batch dan tanggal kedaluwarsa sediaan farmasi
2) satu kartu stok hanya digunakan untuk mencatat
mutasi satu jenis sediaan farmasi
3) data pada kartu stok digunakan untuk menyusun
laporan dan rencana kebutuhan sediaan farmasi
periode berikutnya.
Hal yang harus diperhatikan:
1) Kartu stok obat harus diletakkan berdekatan
dengan sediaan farmasi yang bersangkutan.
pencatatan harus dilakukan setiap kali ada mutasi
(keluar masuk sediaan farmasi atau jika ada
sediaan farmasi hilang, rusak/kedaluwarsa).
2) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan setiap
akhir periode

3. Penanganan Ketika Terjadi Kerusakan, Recall, dan


Kedaluwarsa
60

a. Pemusnahan dan penarikan obat yang tidak dapat


digunakan harus dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
b. Untuk pemusnahan narkotika, psikotropika dan
prekursor dilakukan oleh apoteker dan disaksikan
oleh dinas kesehatan kabupaten/kota dan dibuat
berita acara pemusnahan
c. Penarikan obat yang tidak memenuhi
standar/ketentuan peraturan perundang-undangan
dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan
perintah penarikan oleh bpom (mandatory recall)
atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin
edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan
laporan kepada kepala bpom. penarikan bmhp
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya
dicabut oleh Menteri
d. Pemusnahan dilakukan untuk obat jika:
1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu/rusak
2) Telah kedaluwarsa
3) Dicabut izin edarnya

2.3.1.6. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur),
penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk
penjualan) dan pencatatan lainnya yang disesuaikan
dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan
internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan
pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen
Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.
61

Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat


untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan, meliputi pelaporan
narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.
1. Pencatatan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang
bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan
farmasi yang keluar dan masuk di apotek. Adanya
pencatatan akan memudahkan petugas untuk
melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu
sediaan farmasi yang sub standar dan harus ditarik dari
peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan
menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu
yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan
adalah Kartu Stok. Fungsi kartu stok yaitu:
a. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi
perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran,
hilang, rusak atau kedaluwarsa).
b. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan
mencatat data mutasi 1 (satu) jenis perbekalan
farmasi.
c. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun
laporan, perencanaan, pengadaan, distribusi dan
sebagai pembanding terhadap keadaan fisik
perbekalan farmasi dalam tempat penyimpanannya.

Hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu:


a. Kartu stok diletakkan bersamaan/ berdekatan dengan
perbekalan farmasi bersangkutan
b. Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari
62

c. Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi


(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak/
kedaluwarsa) langsung dicatat didalam kartu stok
d. Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada
setiap akhir bulan.

Informasi yang didapat, yaitu:


a. Jumlah perbekalan farmasi yang tersedia (sisa stok)
b. Jumlah perbekalan farmasi yang diterima
c. Jumlah perbekalan farmasi yang keluar
d. Jumlah perbekalan farmasi yang
hilang/rusak/kedaluwarsa
e. Jangka waktu kekosongan perbekalan farmasi.

Manfaat informasi yang didapat, yaitu:


a. Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan
perbekalan farmasi
b. Penyusunan laporan
c. Perencanaan pengadaan dan distribusi; d.
pengendalian persediaan
d. Untuk pertanggungjawaban bagi petugas
penyimpanan dan pendistribusian
e. Sebagai alat bantu kontrol bagi apoteker.

Petunjuk pengisian, yaitu:


a. Kartu stok memuat nama perbekalan farmasi,
satuan, asal (sumber) dan diletakkan bersama
perbekalan farmasi pada lokasi penyimpanan.
b. Bagian judul pada kartu stok diisi dengan:
1) Nama perbekalan farmasi.
2) Kemasan.
3) Isi kemasan
63

Kolom-kolom pada kartu stok diisi sebagai berikut:


a. Tanggal penerimaan atau pengeluaran
b. Nomor dokumen penerimaan atau pengeluaran
c. Sumber asal perbekalan farmasi atau kepada siapa
perbekalan farmasi dikirim
d. No. Batch/No. Lot.
e. Tanggal kedaluwarsa
f. Jumlah penerimaan
g. Jumlah pengeluaran
h. Sisa stok
i. Paraf petugas yang mengerjakan

2. Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan
pendataan kegiatan administrasi sediaan farmasi, tenaga
dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan.
Tabel 2.3 Laporan yang dibuat Apotek
No. Jenis Laporan Kegunaan
1. Narkotik Untuk audit POM dan
keperluan perencanaan
2. Psikotropik Untuk audit POM dan
keperluan perencanaan
Banyak tugas/fungsi penanganan informasi dalam
pengendalian perbekalan farmasi (misalnya,
pengumpulan, perekaman, penyimpanan, penemuan
kembali, meringkas, mengirimkan dan informasi
penggunaan sediaan farmasi) dapat dilakukan lebih
efisien dengan komputer daripada sistem manual.
64

Sistem komputer harus termasuk upaya perlindungan


yang memadai terhadap aktivitas pencatatan elektronik.
Untuk hal ini harus diadakan prosedur yang
terdokumentasi untuk melindungi rekaman yang
disimpan secara elektronik, terjaga keamanan,
kerahasiaan, perubahan data dan mencegah akses yang
tidak berwenang terhadap rekaman tersebut. Suatu
sistem data pengaman (back up) harus tersedia untuk
meneruskan fungsi komputerisasi jika terjadi kegagalan
alat. Semua transaksi yang terjadi selama sistem
komputer tidak beroperasi, harus dimasukkan ke dalam
sistem secepat mungkin.

2.4. Aspek Pelayanan Farmasi Klinik


Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus
didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi
kepada keselamatan pasien. Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian
di Apotek, harus dilakukan evaluasi mutu Pelayananan Kefarmasian.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 73 tahun 2016 tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Pelayanan farmasi klinik di
Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Apoteker harus membangun jejaring dengan apotek dan fasilitas


kesehatan lain di lingkungannya untuk memudahkan komunikasi dalam
melakukan kerjasama dan konfirmasi terkait pelayanan resep.

2.4.1. Pengkajian dan Pelayanan Resep


Pengkajian dan pelayanan resep merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang meliputi penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
65

BMHP, termasuk peracikan obat dan penyerahan disertai pemberian


informasi. Pengkajian dan pelayanan resep dilakukan untuk semua
resep yang masuk tanpa kriteria pasien. Kegiatan pengkajian Resep
meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
a. Kajian administratif, meliputi:
1) Nama, alamat, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan
(harus diketahui untuk pasien pediatri, geriatri, kemoterapi,
gangguan ginjal, epilepsi, gangguan hati dan pasien bedah) dan
tinggi badan pasien (harus diketahui untuk pasien pediatri,
kemoterapi).
2) Nama, No.SIP/SIPK dokter (khusus resep narkotika), alamat,
serta paraf, kewenangan klinis dokter, serta akses lain.
3) Tanggal resep.
4) Ada tidaknya alergi.
b. Kajian kesesuaian farmasetik, meliputi:
1) Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan dan jumlah obat.
2) Stabilitas dan OTT.
3) Aturan dan cara penggunaan.
4) Tidak menuliskan singkatan yang tidak baku. Jika ditemukan
singkatan yang tidak baku dan tidak dimengerti, klarifikasikan
dengan dokter penulis resep.
c. Pertimbangan klinis yaitu meliputi:
1) Ketepatan indikasi, obat, dosis dan waktu/jam penggunaan obat.
2) Duplikasi pengobatan.
3) Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
4) Kontraindikasi.
5) Interaksi obat.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian
maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. Pelayanan
resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk
peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian
66

informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya


pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat atau medication
error.

2.4.2. Dispensing
Dispensing yaitu kegiatan untuk menyiapkan, menyerahkan dan
memberikan informasi obat yang akan diserahkan kepada pasien.
Dispensing dilakukan setelah kajian administratid, farmasetik dan
klinik telah memenuhi persyaratan. terdiri dari penyiapan, penyerahan
dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian resep
dilakukan hal sebagai berikut:
1) Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep yaitu
menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep,
mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama obat, tanggal ke daluwarsa dan keadaan fisik
obat.
2) Melakukan peracikan obat bila diperlukan
3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
a) Etiket warna putih untuk obat dalam atau oral.
b) Etiket warna biru untuk obat luar dan suntik.
c) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk
suspensi atau emulsi.
4) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk
obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari
penggunaan yang salah. Setelah menyiapkan obat dilakukan hal
sebagai berikut:
a) Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada
etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat atau
kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep.
b) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
c) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
67

d) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.


e) Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang
terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan
minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara
penyimpanan obat dan lain-lain.
f) Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan
cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat
mungkin emosinya tidak stabil.
g) Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau
keluarganya.
h) Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
Apoteker.
i) Menyimpan Resep pada tempatnya.
j) Apoteker membuat catatan pengobatan pasien.
Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau
pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada
pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan
dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

2.4.3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak
memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam
segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien
atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep,
Obat bebas dan herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute


dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan
alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan
menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat
fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain. Kegiatan Pelayanan
Informasi Obat di Apotek meliputi:
68

1) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan


2) Membuat dan menyebarkan bulletin/brosur/leaflet, pemberdayaan
masyarakat (penyuluhan)
3) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
4) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa
farmasi yang sedang praktik profesi
5) Melakukan penelitian penggunaan Obat
6) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah
7) Melakukan program jaminan mutu
Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk
membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan
informasi obat, yaitu meliputi:
1) Topik Pertanyaan
2) Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan
3) Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon)
4) Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain
seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data
laboratorium)
5) Uraian pertanyaan
6) Jawaban pertanyaan
7) Referensi
8) Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data
Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.

2.3.4. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime
69

questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu


dilanjutkan dengan metode Health Belief Model.

Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau


keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan. Kriteria
pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati


dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya:
TB, DM, AIDS, epilepsi).
3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).
4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, fenitoin, teofilin).
5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk
indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk
pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat
disembuhkan dengan satu jenis Obat.
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Tahap kegiatan konseling yaitu meliputi:


1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien.
2) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui
Three Prime Questions, yaitu:
a) Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
b) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat
Anda?
c) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan
setelah Anda menerima terapi Obat tersebut?
3) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat
4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan Obat.
70

5) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien


Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda
tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi
yang diberikan dalam konseling.

2.3.5. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)


Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat
melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah,
khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan
penyakit kronis lainnya.

Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah tidak dapat diberikan


pada semua pasien mengingat waktu pelayanan yang cukup lama dan
berkesinambungan. Maka diperlukan prioritas pasien yang dianggap
perlu mendapatkan pelayanan kefarmasian di rumah. Untuk pelayanan
kefarmasian di rumah ada kriteria khusus pasien, yaitu:

1) Pasien yang menderita penyakit kronis dan memerlukan perhatian


khusus tentang penggunaan obat, interaksi obat dan efek samping.
2) Pasien dengan terapi jangka panjang misal TB paru, DM HIV-
AIDS dan lain-lain.
3) Pasien dengan resiko misal Usia >65 th atau lebih dengan salah
satu kriteria atau lebih rejimen obat misal:
a) Pasien minum obat 6 (enam) macam atau lebih setiap hari.
b) Minum obat 12 (dua belas) atau lebih setiap hari.
c) Pasien minum salah satu dari 20 (dua puluh) macam obat yang
telah diidentifikasi tidak sesuai dengan geriatrik:
- Diazepam - Indometasin
- Flurazepam - Cyclandelate
- Pentobarbital - Methocarbamol
- Amitriptilin - Trimethobenzamide
- Isoxuprine - Phenylbutazon
- Cyclobenzaprine - Chlorpropamide
71

- Orpenadrine - Propoxyphene
- Chlordiapoxide - Pentazosine
- Meprobamate - Dipyridamole
- Secobarbital - Carisoprodol
d) dengan 6 (enam) macam diagnosis atau lebih

Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan


oleh Apoteker, meliputi:

1) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan


dengan pengobatan.
2) Identifikasi kepatuhan pasien.
3) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin.
4) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum.
5) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan
Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien.
6) Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah.

2.4.6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Pemantauan terapi obat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas
terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD), meminimalkan biaya pengobatan, dan menghormati pilihan
pasien.

Untuk pemantauan terapi obat perlu dilakukan seleksi pasien


dimana untuk menentukan prioritas pasien yang akan dipantau
mengingat keterbatasan jumlah apoteker. Pelaksanaan pemantauan
terapi obat juga harus memilih pasien sesuai kriteria pasien, dimana
meliputi:
72

1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.


2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3) Adanya multidiagnosis.
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat
yang merugikan.
Kegiatan yang dilakukan pada saat pemantauan terapi obat yaitu
meliputi:
1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2) Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien
yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan
riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga
pasien atau tenaga kesehatan lain.
3) Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat
antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian
Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu
tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak
diinginkan atau terjadinya interaksi Obat.
4) Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan
menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan
terjadi.
5) Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi
rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek
terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.
6) Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah
dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga
kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
7) Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat.
73

2.4.7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat
yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal
yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan
terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Kegiatan monitoring efek
samping obat dilakukan sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi


mengalami efek samping Obat.
2) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
3) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses monitoring


efek samping obat, yaitu:
1) Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
2) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

2.5. Aspek Sumber Daya Kefarmasian di Apotek


Menurut Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, aspek sumber daya kefarmasian di
apotek harus meliputi 2 macam yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) dan
Sarana dan Prasana.

2.5.1. Sumber Daya Manusia


Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh
Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga
Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat
Izin Praktik Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker
harus memenuhi kriteria:

a. Persyaratan administrasi
1) Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang
terakreditasi.
2) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
74

3) Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku.


4) Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda
pengenal.
c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang
berkesinambungan.
d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan
pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop,
pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan
perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar
pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik)
yang berlaku.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker
harus menjalankan peran yaitu:
a. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan
pasien. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada
sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.
b. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil
keputusan dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada
secara efektif dan efisien.
c. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun
profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh
karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
d. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian
75

mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan


mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
e. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik,
anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti
kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi
tentang Obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Obat.
f. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing
Professional Development/CPD)
g. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan
Kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan
pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian.

2.5.2. Sarana dan Prasarana


Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan
prasarana Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik
Pelayanan Kefarmasian. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
menunjang Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang
memiliki fungsi:

a. Ruang penerimaan Resep


Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat
penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set
komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian
paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
b. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas)
76

Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan secara


terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di
ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan
peracikan, timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk
pengencer, sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin,
termometer ruangan, blanko salinan Resep, etiket dan label Obat.
Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang
cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air
conditioner).
c. Ruang penyerahan obat
Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan Obat yang dapat
digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.
d. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan
kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster,
alat bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan
pengobatan pasien.
e. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,
temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin
mutu produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus
dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC),
lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan
psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan
kartu suhu.
f. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang
berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam
jangka waktu tertentu.
BAB 3

TINJAUAN KHUSUS

3.1. Profil PT. Kimia Farma


PT. Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di
Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817.
Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle
Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas mantan
perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958
Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan
farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma.
Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah
menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT
Kimia Farma (Persero). PT Kimia Farma (Persero) pada tangga l 4 Juli 2001
kembali mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma
(Persero) Tbk. Berdasarkan persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya terjadi perubahan
nama perusahaan yang semula PT Kimia Farma (Persero) Tbk menjadi PT
Kimia Farma Tbk pada tanggal 28 Februari 2020. Kimia Farma sejak tahun
2011 menyediakan layanan kesehatan yang terintegrasi meliputi layanan
farmasi (Apotek), klinik kesehatan, laboratorium klinik dan optik.
Apotek Kimia Farma berlokasi di tempat yang sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yaitu Apotek Kimia
Farma berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat
dan dengan mudah diakses masyarakat, Apotek kimia farma juga didesain
khusus dengan dengan bangunan tampak berwarna biru dengan kombinasi
warna putih dan jingga dimana warna tersebut juga sama dengan warna dari
logo Apotek Kimia Farma, logo dari Apotek Kimia Farma dapat dilihat
pada Gambar 3.1 berikut:

77
78

.
Gambar 3.1 Logo PT. Kimia Farma Apotek
Budaya perusahaan yang dilakukan di setiap Apotek Kimia Farma
adalah AKHLAK yang merupakan singkatan dari kata-kata sebagai berikut
beserta maksudnya:

Gambar 3.2 Logo AKHLAK Kimia Farma


1. Amanah, yaitu memegang teguh kepercayaan yang diberikan meliputi:
• Memenuhi janji dan komitmen.
• Bertanggung jawab atas tugas, keputusan dan tindakan yang dilakukan
• Berpegangan teguh kepada nilai moral dan etika.
2. Kompeten, yaitu terus belajar dan mengembangkan kapabilitas meliputi:
• Meningkatkan kompotensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu
berubah.
• Membantu orang lain belajar.
• Menyelesaikan tugas dengan kualitas terbaik.
3. Harmonis, yaitu saling peduli dan menghargai perbedaan meliputi:
• Menghargai setiap orang apapun latar belakangnya.
• Suka menolong orang lain.
• Membangun lingkungan kerja yang kondusif.
4. Loyal, yaitu berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan
Negara meliputi:
79

• Menjaga nama baik sesama karyawan, pimpinan, BUMN dan Negara.


• Rela berkorban untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
• Patuh kepada pimpinan sepanjang tidak bertentangan dengan hukum
dan etika.
5. Adaptif, yaitu terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan ataupun
menghadapi perubahan meliputi:
• Cepat menyesuaikan diri untuk menjadi lebih baik.
• Terus-menerus melakukan perbaikan mengikuti perkembangan
teknologi.
• Bertindak proaktif.
6. Kolaboratif, yaitu membangun kerja sama yang sinergis meliputi :
• Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi.
• Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambahan.
• Menggerakkan permanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan
bersama.
Berikut visi dan misi Kimia Farma sendiri, yaitu sebagai berikut:
a. Visi
Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan
mampu membersihkan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.
b. Misi
Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahan yang berkelanjutan berbasis
teknologi informasi komunikasi melalui:
1. Pengembangan layanan kesehatan yang terintegrasi meliputi apotek,
klinik, laboratorium klinik, optik, alat kesehatan dan layanan
kesehatan lainnya.
2. Saluran distribusi utama produk sendiri dan pilihan utama saluran.
3. SDM yang memiliki kompotensi, komitmen, dan integritas tinggi.
4. Pengembangan bisnis.
5. Peningkatan pendapatan lainnya (fee based income).
80

3.2. Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang


Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang merupakan salah satu usaha
dari PT. Kimia Farma Apotek yang memeliki peran untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat sebagai fasilitas kesehatan. Apotek Kimia
Farma 399 Kebon Bawang dikelola oleh Bapak apt. Maruli Marpaung, S.Si.
sebagai Pharmacy Manager (PhM) dan berada dibawah Unit Bisnis
Manager Jaya 2.
a. Lokasi
Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang berlokasi di Jl. Bugis
No.25, RT. 1/RW. 11, Kebon Bawang, Kec. Tanjung Priok, Kota Jakarta
Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 14320.

b. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang


pelayanan Kefarmasian di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang
terdiri dari:
1. Ruang Penerimaan Resep

Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat


penerimaan resep, 1 (satu) set meja, serta 1 (satu) set komputer.
2. Ruang Peracikan

Ruang peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi


rakObat sesuai kebutuhan dan meja peracikan.
3. Ruang Penyerahan Obat

Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat yang


dapatdigabungkan dengan ruang penerimaan Resep.
4. Ruang Konseling

Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan


kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat
bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan
pengobatanpasien.
5. Ruang Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
81

Medis Habis Pakai


Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,
temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu
produk dan keamanan petugas.
6. Lemari Arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang


berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka
waktu tertentu.
7. Swalayan farmasi

Ruangan swalayan berada tepat di depan pintu masuk apotek.


Ruangan ini terdiri dari lemari pendingin yang berisi air mineral, susu,
dan minuman ringan, antara lain alat kesehatan, first aid, traditional
medicine, medicine, beauty care, food supplement, personal car,
baby care, drink, medical equipment, topical, vitamin dan mineral
supplement, milk & nutrition, paper product.

8. Ruang tunggu Pasien


Ruang ini dilengkapi dengan beberapa kursi dan pendingin
ruangan (AC) sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pasien
yang menunggu.
9. TV TRON
TV TRON memuat informasi obat yang diproduksi PT. Kimia
Farma.

3.3. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang

Struktur organisasi pada semua Apotek Kimia Farma berpedoman


pada ketentuan yang telah ditetapkan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
Namun, masing-masing apotek memiliki kewenangan dalam menyesuaikan
struktur organisasi apoteknya sesuai dengan kondisi dan sarana prasarana
yang dimilikinya. Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang terdiri dari 1
orang sebagai Pharmacy Manager (PhM) yang bertugas sebagai manajer
82

sekaligus merangkap sebagai Apoteke Pengelola Apotek. Tugas dari


seorang Pharmacy Manager adalah merencanakan (Planning),
mengorganisasi (organizing), menggerakkan (actuating), dan mengontrol
(controlling) terhadap 5M yaitu Man (Sumber Daya Manusia), Material
(Bahan-bahan yang diperlukan), Method (Metode atau cara yang digunakan
untuk mencapai tujuan), Money (uang yang diperlukan untuk mencapai
tujuan), dan Market (pasaran atau tempat membangun usaha). PhM dalam
tugasnya dibantu oleh 1 orang Apoteker Pendamping, 1 orang Supervisor
Layanan Farmasi, 2 orang Tenaga Teknis Kefarmasian, dan 1 orang Tenaga
non Kefarmasian.

Pharmacy Manager (PhM)


apt. Maruli Marpaung, S.Si

Supervisor Layanan Farmasi Apoteker Pendamping


Widiana Anjami, S.Farm apt. Delvina Evriani, S.Farm

Pelaksana Layanan Tenaga Teknis


Pelaksana Layanan Tenaga Kefarmasian
Non Teknis Kefarmasian 1. Andikha Indrawan
Muhammad Khoirul Lathif 2. Zhalsa Devianti, Amd. Farm

Gambar 3.3 Struktur Organisasi di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang

3.4. Kegiatan Operasional


Kegiatan operasional Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang
dibuka setiap hari mulai pukul 08.00-22.00. Kegiatan ini meliputi kegiatan
teknis kefarmasian (perencanaan, pengadaan barang, penyimpanan,
penjualan, peracikan dan perbekalan farmasi lainnya serta pengelolaan
psikotropika dan narkotika) dan kegiatan non teknis kefarmasian (kegiatan
administrasi resep dan non resep).
BAB 4

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Pada saat ini saya diberikan kesempatan untuk Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang yang dilaksanakan
mulai tanggal 4 – 31 Juli 2022. Selama proses PKPA mendapatkan gambaran
secara langsung di lapangan mulai dari pengelolaan apotek yang meliputi
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pelaporan, dan aspek usaha yang ada di
Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang Pengalaman dan wawasan merupakan
pembekalan bagi calon sarjana farmasi muda dalam meneruskan pendidikan
profesi Apoteker. Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang terletak di Jl. Bugis
No.25, RT.1/RW.11, Kebon Bawang, Kec. Tanjung Priok, Kota Jakarta Utara,
Daerah Khsus Ibukota Jakarta, 14320 dengan lokasi yang sangat strategis karena
berada di tepi jalan Kebon Bawang. Dimana arus lalu lintasnya yang ramai
dilewati oleh pengguna jalan. Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang juga
berdekatan dengan Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Priok.
Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang memiliki sumber daya manusia,
yang masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawabnya dalam menjalankan
Apotek, diantaranya:
1. Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Apotek Kimia Farma 399 Kebon
Bawang memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang yang berlaku yaitu
memiliki surat izin praktek dan mengucap sumpah Apoteker. APA sebagai
manajer pelayanan bertanggung jawab secara langsung. APA yang bekerja di
Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang memiliki tugas dan tanggung jawab,
sebagai berikut:

a. Memimpin, menentukan kebijakan, melaksanakan pengawasan dan


mengendalikan apotek sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
b. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).
c. Menyusun program kerja untuk mencapai target yang telah ditetapkan.

83
84

d. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan swamedikasi kepada


pasien.
e. Mengelola dan mengawasi persediaan perbekalan farmasi untuk
memastikan ketersediaan barang atau obat sesuai dengan rencana yang
ditetapkan.
f. Melakukan pelaporan bulanan, pelaporan narkotika dan psikotropika.
g. Memberikan laporan setiap bulannya tentang seluruh kegiatan di Apotek
kepada Business Manager Jaya 2 Jakarta Timur.

2. Apoteker Pendamping
Tugas dari Apoteker Pendamping, yaitu:
a. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan swamedikasi kepada
pasien dan tenaga kesehatan kemudian mengisi form swamedikasi dan PIO.
b. Melakukan pengawasan layanan kefarmasian.
c. Merapikan dan mengarsipkan resep.
d. Melakukan pelaporan dan pencatatan setoran setiap hari.

3. Supervisor Layanan Farmasi


Supervisor layanan farmasi merupakan seorang asisten Apoteker yang
bertanggung jawab langsung terhadap Apoteker Pengelola Apotek. Supervisor
layanan farmasi bertugas mengelola, mengkoordinasi dan mengawasi kegiatan
pemberian layanan kepada pelanggan di Apotek untuk memastikan pemenuhan
kebutuhan pelanggan sesuai dengan standar dan prosedur yang telah
ditetapkan. Tanggung jawab utama dari supervisor adalah:
a. Mengkoordinir dan mengawasi dinas kerja bawahannya, termasuk mengatur
jadwal dinas, pembagian tugas dan tanggung jawab (narkotika, buku
defekta, kartu stok setiap lemari).
b. Mengatur dan mengawasi penyimpanan dan kelengkapan obat sesuai
dengan syarat-syarat teknis farmasi terutama di ruang peracikan.
c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan
atau mengembangkan hasil usahan apotek, seperti menghubungi dokter.
85

d. Memelihara buku harga dan kalkulasi harga obat yang akan dijual sesuai
dengan kebijaksanaan harga yang telah ditentukan.
e. Membina serta memberi petunjuk soal teknis farmasi kepada bawahannya
terutama dalam pemberian informasi kepada pasien.
f. Mengatur dan mengawasi data-data administrasi untuk penyusunan laporan
manajerial dan pertanggungjawabannya.
g. Mempertimbangkan saran-saran yang diterima dari bawahannya serta
meneruskan atau mengajukan saran-saran untuk perbaikan pelayanan
kemajuan Apotek kepada APA.
h. Mengusulkan untuk menambah pegawai baru, penempatan, kenaikan
pangkat atau golongan atau jabatan, peremajaan bagi karyawan bawahannya
kepada APA.
i. Mengatur dan mengawasi pengamanan uang hasil penjualan tunai setiap
hari.
j. Memeriksa kembali resep-resep yang telah dikerjakan dan laporan-laporan
obat yang harus ditandatangani oleh APA (narkotika dan psikotropika).

4. Pelaksana Layanan Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)


Tenaga teknis kefarmasian bertanggung jawab langsung kepada APA
dalam melaksanakan kegiatan di Apotek. Tugas dan tanggung jawab untuk
TTK yaitu:
a. Membantu melayani resep tunai, kredit dan memberikan harga pada setiap
resep yang masuk, serta menginput data pasien di komputer.
b. Membantu memeriksa ketersediaan obat di sistem forecasting bila
persediaan obat sudah hampir habis.
c. Membantu melakukan pencatatan keluar masuknya barang di kartu stock
setiap hari.
d. Membantu menyiapkan permintaan resep (menimbang, meracik, mengemas
dan etiket) obat sesuai dengan resep yang diterima.
e. Membantu membuat kwitansi dan salinan resep merupakan hak pasien
untuk obat yang perlu diulang, obat yang baru diserahkan sebagian, obat
yang belum diserahkan atau atas permintaan pasien.
86

f. Membantu memeriksa kembali kebenaran obat yang akan diserahkan


kepada pasien meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama, nomor resep dan
cara pemakaian obat.
g. Membantu menyerahkan obat dan melakukan Pelayanan Informasi Obat
(PIO)

4.1. Pengelolaan Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 73 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pengelolaan perbekalan
farmasi melingkupi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
dan pengendalian. Hal-hal tersebut sesuai dengan pengelolaan perbekalan
farmasi yang di lakukan di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang.
4.1.1. Perencanaan
Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang melakukan
perencanaan dengan menggunakan metode kombinasi, yaitu
kombinasi dari metode konsumsi dan epidemiologi. Metode konsumsi
merupakan metode yang diterapkan dengan melihat jumlah dan jenis
obat yang banyak keluar pada perencanaan periode sebelumnya.
Adapun metode epidemiologi didasarkan atas pola penyakit atau
adanya Kejadian Luar Biasa (KLB), yaitu menyesuaikan kebutuhan
obat atau perbekalan farmasi lainnya sesuai dengan pola penyakit atau
keadaan yang sedang terjadi. Perencanaan juga dilihat dari pelaporan
dan pencatatan sediaan farmasi yang dicari konsumen dan melihat
pada sistem forecasting.

Sistem forecasting adalah sistem yang digunakan untuk


mencatat barang atau obat yang stoknya telah habis untuk dipesan.
Evaluasi rencana pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
lainnya yang Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang gunakan yaitu
analisis Pareto. Analisis pareto didapatkan dari riwayat penjualan
untuk menentukan kategori produk di pareto A, B, dan C. Contoh
sediaan farmasi pareto A yang ada di Apotek Kimia Farma 399
87

Kebon Bawang yaitu Sanmol tablet atau sirup, Amlodipin, dan


Bisoprolol. Contoh sediaan farmasi pareto B yang ada di Apotek
Kimia Farma 399 Kebon Bawang yaitu Dulcolactol, Curvit kaplet,
Mixagrip dan Lisinopril. Untuk contoh sediaan farmasi pareto C yaitu
Actifed sirup, Tamofen, dan Sangobion. Kegiatan perencanaan
pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan di Apotek Kimia Farma
399 Kebon Bawang sangat penting dilakukan agar usaha Apotek dapat
terus berjalan dan memberikan keuntungan yang besar untuk Apotek.
Sehingga untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan
pengoptimalan persediaan stok obat di Apotek agar tidak terjadi
kekurangan ataupun kelebihan stok obat.

4.1.2. Pengadaan
Pengadaan obat merupakan suatu proses penyediaan obat dan alat
kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Apotek.
Pengadaan obat dilakukan dengan cara pembelian. Tujuan dari
dilakukannya pengadaan, yaitu:
a. Memperoleh obat yang dibutuhkan dengan harga yang layak, mutu
baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu, proses berjalan lancar
tidak memerlukan waktu dan tenaga yang berlebihan.
b. Untuk tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai
kebutuhan yang mutunya terjamin serta dapat diperoleh pada saat
diperlukan.
Berikut beberapa macam cara pengadaan, yaitu:
1) Pemesanan Narkotika
Pemesanan narkotika dilakukan dengan cara menggunakan
surat pemesanan yang berbeda dengan surat pemesanan obat-obat
lain. Blanko surat pemesanan narkotika didapatkan langsung dari
PBF Kimia Farma. Satu blangko surat pemesanan narkotik hanya
berlaku untuk satu jenis obat narkotik saja yang dimana model
blanko pemesanannya khusus. Surat pemesanan obat narkotika
ditujukan untuk PBF Kimia Farma. Hal ini karena hanya PBF
88

Kimia Farma satu-satunya yang diizinkan untuk mendistribusikan


obat-obat narkotik kepada Apotek.
Surat pemesanan narkotika terdiri dari empat rangkap.
Rangkap pertama diserahkan kepada PBF Kimia Farma, rangkap
kedua diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
rangkap ketiga diserahkan kepada BPOM, dan rangkap yang
keempat sebagai arsip untuk Apotek yang memesan.

2) Pemesanan Psikotropika
Pemesanan obat-obat psikotropika juga menggunakan surat
pemesanan khusus psikotropika, namun untuk satu blangko surat
pemesanan obat psikotropika dapat memesan beberapa obat
psikotropika. Surat pemesanan ini ditandatangani oleh Apoteker
Pengelola Apotek (APA). Surat pemesanan psikotropika terdiri dari
3 rangkap, yaitu rangkap pertama diberikan kepada PBF (asli),
rangkap kedua diserahkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan rangkap ketiga disimpan sebagai arsip
Apotek.

3) Surat Pemesanan Non Narkotika-Psikotropika


Terdiri dari dua rangkap yaitu, rangkap pertama diberikan
kepada PBF dan rangkap kedua sebagai arsip Apotek. Untuk
pemesanan terdiri dari obat, alat kesehatan, obat keras non
narkotika-psikotropika, kosmetika, dan lainnya. Barang yang
dipesan akan dikirim oleh PBF beserta dengan faktur dan surat
pemesanan yang dibawa oleh sales dari PBF tersebut. Faktur
tersebut ditandatangani oleh Tenaga Teknis Kefarmasian dan akan
diberi stempel Apotek.

4) E-Purchasing
Pengadaan obat di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang
dengan cara E-Purchasing berdasarkan E-Catalogue. E-Purchasing
89

merupakan metode pembelian obat secara elektronik menggunakan


web e-katalog.lkpp.go.id berdasarkan E-Catalogue. Tujuan
dilakukannya E-Purchasing yaitu untuk mempermudah penyediaan
barang/jasa dan pengguna dalam kegiatan pemilihan dan
pengadaan obat, alat kesehatan dan bahan media habis pakai pada
semua tempat pelayanan kesehatan. Dengan adanya E-Purchasing
baik penyedia barang/jasa maupun pengguna dapat menghemat
biaya dan waktu karena sistem dilakukan secara online pada E-
Catalogue.
E-Catalogue merupakan sistem informasi elektronik yang
memuat daftar, merek, jenis, spesifikasi teknis, harga dan jumlah
ketersediaan barang atau jasa tertentu dari berbagai penyedia.
Pencantuman harga dan spesifikasi teknis suatu barang jasa pada E-
Catalogue didasarkan dari kontrak payung antara Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan
penyedia barang/jasa.

5) Konsinyasi
Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang melakukan
pengadaan dengan menerapkan metode konsinyasi. Metode
konsinyasi dilakukan dengan cara menerima barang titipan seperti
alat kesehatan, multivitamin dan suplemen kesehatan. Barang
konsinyasi dilakukan pengentrian faktur jika barang sudah terjual.
Jika barang tersebut belum terjual maka hanya dilakukan
pengentrian penerimaan barang di komputer saja.
Dalam pengadaan ada beberapa strategi yang dilakukan,
diantaranya yaitu:
a. Pengadaan secara kolektif yaitu pembelian secara bersamaan.
b. Spekulatif jika kemungkinan adanya kenaikan harga atau bonus
dan diskon-diskon khusus pada periode pengadaan selajutnya.
c. Pengadaan berdasarkan sistem min-max.
90

Dalam sistem Min-Max, batas minimal dan maksimal


persediaan yang akan dibeli sudah ditentukan. Dengan adanya
sistem ini diketahui minimal stok obat yang tersisa di apotek.
Minimun dan maksimum menurut Indrajat & Djokopranoto
(2005) menyatakan bahwa konsep minimum maksimum ini,
peninjauan dilakukan secara terus menerus, yang berarti setiap
kali harus dipesan makan harus dipesan. Konsep minimun dan
maksimum menekan bahwa sejumlah persediaan harus
ditentukan jumlah minimum dan maksimumnya, mengingat
tingkat permintaan tidak tentu (fluktuatif), sehingga persediaan
harus selalu ada dan jumlah yang dipesan bersifat tetap, yaitu
pemesanan ulang disesuaikan dengan jumlah minimum dan
maksimum.
Pengadaan berdasarkan waktu yaitu:
1. Jangka pendek dengan pemesanan barang dalam jumlah
terbatas dan keberadaan PBF dalam kota.
2. Jangka panjang dilakukan secara berencana untuk waktu
tertentu dan keberadaan PBF di luar kota.
3. Just In Time untuk pemesanan barang cito
91

Prosedur pengadaan Apotek Kimia Farma melalui


Business Manager yaitu:

BM APOTEK DISTRIBUTOR

Running min max


untuk pemesanan
setiap minggu 1
dan 3

Terbit Review DPB


DKB

Adjustmen (hanya mengurangi dan


pindah distributor) dan approval DPB

Mencetak PO dan Menerima


dikirim ke BM PO dan
mengirim
barang ke
Mengirim PO apotek
kepada distributor
Menerima dan
memeriksa barang
sesuai SOAP

Input ke POS, mencetak hasil


entry, arsip faktur copy (max
H+1 setelah terima barang)

Mengarsip faktur dan Mengirim faktur copy


hasil input kemudian dan hasil input ke BM
dilanjutkan sesuai alur
proses hutang dagang

Gambar 4.1 Alur Pengadaan di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang

Keterangan:
92

a. Bagian pengadaan di BM menghitung keperluan setiap


apotek dengan perhitungan min max untuk pemesanan setiap
minggu 1 dan 3.
b. BM melakukan proses autospreading setelah itu terbit DKB
dari pihak BM.
c. Masing-masing pihak apotek melakukan review DPB
d. Kemudian di BM dilakukan penyesuaian dan persetujuan
e. Apotek mencetak PO (SP) dan di kirim ke BM
f. Setelah BM menerima SP, SP tersebut dikirim kembali ke
distributor
g. Kemudian distributor menerima PO (SP) dan mengirim
barang ke apotek
h. Barang yang telah sampai di apotek diperiksa sesuai SOAP
(Standar Operasional Prosedur Apotek)
i. Pihak apotek melakukan input ke POS, mencetak hasil entry
yang di input, mengarsipkan faktur copy (max H+1 setelah
barang diterima)
j. Apotek mengirim faktur copy dan hasil input ke BM
k. Bagian pengadaan BM mengarsipkan faktur dan hasil input,
kemudian dilanjutkan sesuai alur proses hutang dagang.

4.1.3. Penerimaan
Penerimaan perbekalan farmasi merupakan kegiatan untuk
menerima sediaan farmasi yang telah diadakan. Penerimaan barang di
Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang harus dilakukan sebagai
berikut:
1. Adanya bukti dropping berwarna putih.
2. Barang dari PBF disertai faktur barang.
Barang yang datang ke Apotek harus dilakukan pengecekkan
terlebih dahulu terhadap kesesuaian antara faktur, SP, dan barang
yang datang. Pemeriksaan meliputi nama barang/obat, jumlah,
kekuatan sediaan obat, expired date, nomor batch, kondisi fisik
93

barang/obat apakah ada kecacatan, kebocoran, dan sebagainya. Jika


sudah sesuai maka dilakukan penandatanganan oleh TTK yang
menerima dan pemberian cap stempel Apotek. Jika ada yang tidak
sesuai, maka dilakukan pengembalian atau retur sesuai dengan
pesanan. Setiap penerimaan perbekalan farmasi narkotika,
psikotropika, obat-obat tertentu dan prekursor dicatat pada masing-
masing kartu stok dan kemudian dientry ke komputer berdasarkan
faktur yang telah dicocokkan pada saat penerimaan barang. Jika
barang yang datang tidak sesuai dengan SP atau ada kerusakan fisik
sediaan maka akan dilakukan retur. Sehingga, pada saat pengentrian
perlu adanya ketelitian agar harga obat maupun jumlah obat yang
dientry sesuai dengan faktur yang diterima.

4.1.4. Penyimpanan
Penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang
disusun berdasarkan golongan obat, bentuk sediaan, farmakologi, suhu
penyimpanan alfabetis dan obat kategori khusus. Penataan
menggunakan sistem First In First Out (FIFO), First Expired First
Out (FEFO) metode ini bertujuan agar barang yang mendekati
Expired date dan barang yang terlebih dahulu masuk yang terlebih
dulu dijual dan setiap item obat memiliki kartu stoknya tersendiri
dimana kartu stok ini berguna untuk mengetahui barang masuk dan
sisa stok obat yang masih ada. Obat-obat di Apotek Kimia Farma 399
Kebon Bawang disusun berdasarkan:
1. Golongan obat, misalnya: obat bebas akan disimpan di swalayan,
obat keras, obat narkotik dan psikotropik akan disimpan di Apotek,
dan lain-lain.
2. Bentuk sediaan obat disusun berdasarkan bentuk sediaan obat
seperti sirup, tablet dan salep.
3. Kelas terapi, misalnya: obat-obat analgetik, kolestrol, DM, saluran
cerna, hormon dan lain-lain.
94

4. Obat-obat khusus untuk asuransi (BPJS/PRB), obat generik dan


obat merek dagang.
5. Suhu khusus, digunakan untuk menyimpan sediaan yang tidak
tahan terhadap suhu ruang biasanya seperti suppositoria, injeksi
dan sediaan lain yang mengharuskan penyimpan pada suhu sejuk 2-
8°C.
6. Alfabetis, obat disusun sesuai abjad.
Sedangkan untuk alat kesehatan diletakkan di area swalayan.
Untuk obat-obat tertentu dan prekursor, disimpan terpisah dengan obat
lainnya. Untuk penyimpanan obat narkotika dan psikotropika
disimpan di lemari tersendiri yang terdiri dari dua pintu dan
mempunyai kunci tersendiri, obat ini disimpan khusus agar
memudahkan pengontrolan dalam penggunaannya serta memudahkan
dalam pelaporan. Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang
melakukan stock opname fisik setiap 3 bulan sekali untuk kesesuaian
persediaan fisik dengan persediaan di sistem komputer. Jika terdapat
ketidaksesuaian antara persediaan fisik dengan persediaan di sistem
komputer maka akan menjadi bahan evaluasi kinerja sumber daya
manusia yang bertanggung jawab di masing-masing rak obat. Tiap
wadah obat diberi identitas nama obat, dosis, khasiat obat dan
golongan obat.

4.1.5. Distribusi
Pendistribusian obat di Apotek Kimia Farma 399 Kebon
Bawang yaitu pelayanan obat dengan resep dokter, obat-obat tanpa
resep Dokter/UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri) dan obat-obat
bebas, baik tunai maupun kredit.
1. Pelayanan obat bebas
Pelayanan obat bebas di Apotek Kimia Farma 399 Kebon
Bawang yaitu pasien yang datang dan dilayani langsung oleh
petugas pelayanan dan kasir di swalayan serta konsultasi pemilihan
obat dilayani baik oleh Apoteker/TTK. Pelayanan menggunakan
95

komputer yang dilengkapi dengan software pelayanan untuk


menunjang profesionalisme pelayanan yang telah ada.

2. Pelayanan obat prekursor


Penyerahan obat mengandung prekursor farmasi harus
memperhatikan kewajaran jumlah yang diserahkan sesuai
kebutuhan terapi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penjualan
obat mengandung prekursor farmasi yaitu:
a. Pembelian dalam jumlah besar, misalnya oleh medical
representative atau sales dari Industri Farmasi atau PBF.
b. Pembelian yang berulang-ulang dengan frekuensi yang tidak
wajar.

3. Upaya Penyembuhan Diri Sendiri (UPDS)


Pasien datang ke Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang

Apoteker/AA menanyakan keluhan dan gejala yang dialami pasien dengan


metode WWHAM

Apoteker/AA mengisi di form layanan obat swamedikasi

Apoteker/AA memilihkan obat yang sesuai dengan keluhan pasien

Memberitahukan harga kepada pasien

Tidak Setuju Setuju

Apoteker/AA mencarikan alternatif lain dengan kandungan


yang sama sesuai dengan kemampuan pasien

Pasien menandatangani form layanan obat


Tidak Setuju Setuju
swamedikasi

Tidak terjadi pelayanan


UPDS Pasien melakukan pembayaran
pembapembaytapembayaran
96

Apoteker/AA menyiapkan obat

Gambar 4.2 Alur Pelayanan UPDS Penyerahan obat oleh Apoteker


di Apotek Kimia Farma
disertai PIO
399 Kebon Bawang

Pelayanan obat ini dilakukan atas permintaan langsung dari


pasien. Biasanya terdiri dari Obat Wajib Apotek (OWA) yang
diberikan oleh Apoteker tanpa resep Dokter. Contoh obat yaitu
Asam Mefenamat, Dexamethason, Omeprazol, Cetrizin, dan lain-
lain. Pelayanan resep yang dilayani Apotek Kimia Farma 399
Kebon Bawang dibagi dua yaitu resep tunai dan resep kredit:
a. Pelayanan obat dengan resep Dokter dengan pembayaran tunai.
Resep datang

Pemeriksaan ketersediaan obat

Skrinning resep

Tidak valid Valid

Resep dikembalikan ke pasien Resep diberi harga

Tidak setuju Setuju

Diajukan obat alternatif dengan jenis yang Pasien melakukan pembayaran


berbeda dengan kandungan yang sama, jumlah,
dan harga yang sesuai kemampuan pasien
Penyiapan/Peracikan obat

Tidak setuju Setuju Double Check sebelum


diserahkan ke pasien

Resep dikembalikan ke pasien


Penyerahan obat (pemberian
konseling dan PIO oleh
TTK/Apoteker
97

Gambar 4.3 Alur Pelayanan Resep Tunai di Apotek


Kimia Farma 399 Kebon Bawang
b. Pelayanan obat resep dokter dengan pembayaran kredit
Resep BPJS PRB

Resep diterima beserta kartu BPJS

Skrinning resep oleh Apoteker/TTK

Masuk ke aplikasi/website (apotek.bpjs-kesehatan.go.id)

Masukkan nomor SEP

Muncul data pasien (rubah: poli & no resep)

Simpan data

Klik riwayat pelayanan

Masukkan no kartu pasien

Cari riwayat pengambilan obat dibulan sebelumnya

Perubahan resep

Ya Tidak

Konfirmasi dokter

Konfirmasi pasien

Skrinning resep
98

Penyiapan obat

Double Check sebelum obat diserahkan

Penyerahan obat (pemberian konseling, PIO)

Gambar 4.4 Alur Pelayanan Resep Kredit di Apotek


Kimia Farma 399 Kebon Bawang
Pelayanan resep kredit diberikan kepada instasi atau badan
usaha yang telah menjalin kerja sama dengan Apotek Kimia
Farma. Pelayanan resep kurang lebih sama dengan resep
pembayaran tunai tetapi pasien resep kredit harus membawa
kartu peserta atau fotocopy kartu peserta sebagai syarat.

4.1.6. Pengendalian
Pengendalian obat di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang
yaitu mengawasi agar pengelolaan barang dapat dilaksanakan secara
efisien. Pengendalian persediaan perbekalan farmasi berperan penting
dalam upaya memperkirakan jumlah persediaan yang tepat, dengan
jumlah yang tidak terlalu besar dan terlalu kecil dibandingkan dengan
jumlah atau permintaan yang ada. Namun, karena banyaknya jenis
barang dengan nilai investasi yang berbeda maka diperlukan suatu
sistem untuk mengendalikannya. Dengan demikian, bahwa
pengendalian persediaan barang merupakan nilai yang sangat besar.
Makin besar persediaan yang disimpan maka akan semakin besar
opportunity cost nya dan jika persediaannya kecil, dikhawatirkan
sewaktu-waktu akan terjadi kekosongan perbekalan farmasi.
Pengendalian persediaan obat yang ada di Apotek Kimia Farma 399
Kebon Bawang yaitu sebagai berikut:
99

1. Stock Opname
Stock opname dilakukan untuk mengecek jumlah barang (fisik)
dengan pendataan di komputer, menjamin kualitas, kuantitas, dan
terhindar dari kerusakan dan kedaluwarsa. Berdasarkan hasil
observasi, stock opname merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mencocokan kondisi fisik barang stock yang ada di komputer dan
dengan bukti pembukuan atau dokumen sumber (penerimaan
permintaan, pengeluaran dan pemeriksaan barang) sehingga bisa
diketahui kualitas, kuantitas dan waktu kedaluwarsa dari barang
tersebut. Stock opname dilakukan setiap 3 bulan sekali.
2. Sistem Forecasting
Sistem forecasting merupakan pendokumentasian/pencatatan
mengenai pemesanan obat ke supplier. Sistem ini digunakan untuk
mencatat barang atau obat yang harus dipesan untuk memenuhi
kebutuhan ketersediaan barang atau obat. Sistem ini bekerja dengan
secara otomatis langsung di komputer pada saat ada transaksi.
Fungsi sistem ini untuk mengecek barang dan stok barang,
menghindari kelupaan pemesaan kembali barang.
3. Uji Petik
Uji petik yaitu kegiatan pemeriksaan ketersediaan perbekalan
farmasi dan alat kesehatan dengan membandingkan stok yang
tersedia di Apotek dan yang ada di POS agar mengetahui ada atau
tidak adanya selisih antara dua data yang ada.
4. Kartu Stok
Kartu stok yaitu kartu laporan persediaan barang atau
ringkasan pergerakan persediaan dan sisa saldo. Laporan ini berisi
informasi dari pergerakan yang mencakup saldo awal,
penerimaan stok, penerbitan stok, dan saldo akhir. Adanya
transaksi penjualan obat biasanya dilakukan pencatatan kartu stok
guna mengetahui isi saldo stok awal dan akhir sehingga
mempermudah untuk mengetahui jejak penjualan obat jika terjadi
selisih antara stok dengan saldo yang ada di kartu.
100

4.1.7. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi
pengadaan (surat pesanan dan faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan mutu tetap baik, memudahkan dalam pencarian,
memudahkan pengawasan persediaan, menjamin keamanan dari
pencurian obat, serta menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.
Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang, resep yang masuk
diarsipkan berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun. Khusus untuk resep-
resep yang mengandung narkotika atau psikotropika diarsipkan
tersendiri secara terpisah dan diberi garis merah untuk narkotika.
Pencatatan dilakukan setiap hari atas atas obat yang keluar atau obat
yang persediaannya sudah tidak ada. Pencatatan setiap obat yang
keluar dicatat di kartu stok tiap jenis obat sedangkan untuk obat yang
telah habis sudah dihitung oleh sistem forecasting secara otomatis.
Pelaporan di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang dibagi
menjadi tiga, yaitu:
1. Pelaporan harian penjualan dilakukan menggunakan Laporan
Ikhtisar Penjual Harian (LIPH) yang direkap pihak Apotek
kemudian dilakukan penyetoran uang ke Bank Mandiri (rekening
PT. Kimia Farma) setelah itu didapat slip sebagai bukti setoran
yang nanti diberikan ke bagian kasir BM.
2. Laporan bulanan, yaitu mencakup laporan hasil penjualan produk
promo dan produk Kimia Farma, pembelian, stock opname yang
dilakukan setiap 3 bulan sekali, laporan narkotika dan psikotropika,
laporan laba-rugi, serta laporan penolakan resep, penjualan kredit.
Pencatatan dilakukan terhadap setiap tahapan pengelolaan mulai
dari pengadaan, penyimpanan, penyerahan, dan pemusnahan secara
tertib dan akurat serta disahkan oleh Apoteker Penanggung Jawab.
101

Pencatatan di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang yaitu


meliputi:
a. Nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan,
nomor batch, tanggal kedaluwarsa dan nama produsen.
b. Jumlah yang diterima, diserahkan dan sisa persediaan.
c. Tujuan penyerahan.
Apoteker Penanggung Jawab Apotek wajib membuat dan
menyimpan catatam serta mengirimkan laporan pemasukan dan
pengeluaran obat mengandung prekursor farmasi Efedrin dan
Pseudoefedrin dalam bentuk sediaan tablet, kapsul, kaplet, dan injeksi.
Laporan yang dimaksud adalah:
1. Laporan pemasukan dan pengeluaran obat mengandung prekursor
farmasi Efedrin dan Pseudoefedrin dalam bentuk sediaan tablet,
kaplet, kapsul, dan injeksi.
2. Laporan kehilangan.
3. Laporan pemusnahan obat mengandung prekursor farmasi.
Pelaporan diatas dikirimkan kepada Badan POM Direktorat
Pengawasan Napza dengan tembusan ke Badan POM. Setiap Apotek
wajib menyimpan dokumen informasi seluruh kegiatan terkait
pengelolaan obat mengandung prekursor farmasi dengan tertib, akurat,
dan teratur. Dokumentasi meliputi:
1. Pengadaan
2. Penyimpanan
3. Penyerahan
4. Pemusnahan
5. Pencatatan dan Pelaporan
Dokumen pengadaan meliputi SP, faktur pembelian, bukti retur
dari Industri Farmasi/PBF/Aptek pengirim, wajib diarsipkan menjadi
satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penerimaan barang dan
terpisah dari dokumen lain. Pelaporan penggunaan narkotika dan
psikotropika dilakukan setiap bulan. Laporan penggunaan obat
narkotika dan psikotropika dilakukan melalui online SIPNAP (Sistem
102

Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). Asisten apoteker setiap


bulannya menginput data penggunaan narkotika dan psikotropika
melalui SIPNAP lalu setelah data terinput, data tersebut di import
(paling lama sebelum tanggal 10 pada bulan berikutnya). Laporan
meliputi laporan pemakaian narkotika untuk bulan bersangkutan
(meliputi nomor urut, nama bahan/sediaan, satuan, persediaan awal
bulan), password dan username didapatkan setelah melakukan
registrasi pada Dinas Kesehatan setempat.

4.1.8. Pengelolaan Obat Rusak, Kedaluwarsa, Pemusnahan Obat dan


Resep
Pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan dibidang farmasi
karena rusak, dilarang, dan kedaluwarsa di Apotek Kimia Farma 399
Kebon Bawang sesuai dengan yang ditetapkan oleh BPOM yaitu
dilakukan dengan cara dibakar, ditanam atau dengan cara lain yang
ditetapkan oleh Badan POM serta dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Pemusnahan Obat Rusak dan Kedaluwarsa
Pemusnahan obat yang rusak dan kedaluwarsa dimusnahkan
mencakup nama produsen, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan
jenis kemasan, jumlah, nomor batch, dan tanggal kedaluwarsa.
Pelaksanaan pemusnahan harus dibuat dengan memperhatikan
pencegahan pencemaran lingkungan. Kegiatan pemusnahan ini
dilakukan oleh penanggung jawab Apotek dan disaksikan oleh
petugas Balai Besar atau Balai POM atau Dinas Kesehatan
kab/kota setempat. Kegiatan ini didokumentasikan dalam Berita
Acaran Pemusnahan yang ditandatangi oleh Pelaksanaan dan saksi
pemusnahan.
2. Pemusnahan Resep
Pemusnahan resep di Apotek Kimia Farma 399 Kebon
Bawang disimpan terlebih dahulu menurut urutan tanggal dan
nomor penerimaan atau pembuatan resep. Resep yang mengandung
narkotik harus terlebih dahulu dipisahkan dari resep lainnya, tandai
103

dengan garis merah di bawah nama obatnya. Resep yang telah


disimpan selama lebih dari 3 tahun dapat dimusnahkan dengan cara
dibakar atau cara lain yang memadai. Pemusnahan resep dilakukan
oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) bersama dengan sekurang-
kurangnya seorang petugas Apotek.
Pada pemusnahan resep harus dibuat Berita Acara
Pemusnahan (BAP) sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan,
rangkap 4 ditandatangi oleh APA bersama dengan sekurang-
kurangnya seorang petugas Apotek. Berita acara pemusnahan yaitu
berisi:
a. Tanggal pemusnahan resep.
b. Cara pemusnahan resep.
c. Jumlah bobot resep yang dimusnahkan dalam satuan kilogram
(kg).
d. Tanggal resep yang terlama dan terbaru yang dimusnahkan.

4.2. Aspek Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kimia Farma 399 Kebon


Bawang
4.2.1. Pengkajian Resep
Alur pelayanan resep di Apotek Kimia Farma 399 Kebon
Bawang adalah sebagai berikut:
1. Memeriksa kelengkapan Resep meliputi: nama dokter, surat izin
praktek (SIP), alamt praktek dokter, tanggal penulisan resep, nama
obat, jumlah obat, cara penggunaan, nama pasien, umur pasien, dan
jenis kelamin pasien.
2. Pemeriksaan kesesuaian farmasetika meliputi: bentuk sediaan,
dosis, potensi, stabilitas, cara dan lama penggunaan obat.
3. Pertimbangan klinik seperti halnya pada efek samping, interaksi
dan kesesuaian dosis suatu obat.
4. Konsultasi dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep
atau obatnya tidak tersedia.
104

4.2.2. Penyiapan Obat


Setelah dilakukan skrining resep, kemudian memberikan
informasi kepada pasien tentang harga obat tersebut. Apabila pasien
setuju, baru mengambil jenis dan jumlah obat sesuai dengan yang
diminta pasien dan disesuaikan dengan resep. Tidak sampai disitu,
seorang Apoteker melakukan pengecekkan ulang terhadap obat yang
diambil apakah sudah sesuai dengan resep atau belum. Apabila sudah
sesuai, kemudian obat diambil dan diperlihatkan kepada pasien serta
diberi informasi lengkap tentang obat tersebut.

4.2.3. Peracikan
Untuk peracikan tentunya harus terjamin kebersihan sebelum
dan sesudah peracikan. Ruangan peracikan harus selalu bersih dan
ditata sedemikan rupa supaya hasil peracikan tidak terkontaminasi
oleh debu dan bakteri. Penataan yang baik akan memudahkan bagian
peracikan untuk mengerjakan resep. Apabila Apotek Kimia Farma
399 Kebon Bawang menerima resep, setelah resep diskrinning,
kemudian alur pengerjaan selanjutnya yaitu sebagai berikut:
1. Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik.
2. Peracikan obat.
3. Pemberian etiket warna putih untuk penggunaan oral atau dalam
dan etiket warna biru untuk pemakaian luar.
4. Memasukkan obat kedalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk
obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan pengguna yang
salah. Setelah obat sudah disiapkan maka obat tersebut siap untuk
diserahkan ke pasien, namun sebelum obat diserahkan kepada
pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan
nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah
obat. Hal ini sangat diperlukan dalam upaya penggunaan obat yang
rasional oleh pasien.
105

4.2.4. Etiket
Jenis etiket yang harus tersedia yaitu etiket putih untuk
pemakaian obat dalam dan etiket biru untuk pemakaian luar. Dalam
pembuatan etiket tentunya memuat nama apotek, nama apoteker
pengelola apotek beserta SIP dan alamat serta nomor telpon Apoteker.
Dalam etiket memuat tanggal penulisan etiket, nama pasien, cara
pemakian obat, jenis obat yang diberikan dan nama obat serta khasiat
dari obat tersebut.

4.2.5. Kemasan Obat yang Diberikan


Kemasan obat yang diberikan yaitu dalam keadaan rapi dan
berbungkus plastik klip serta kantong plastik yang transparan dan bisa
juga diberikan paper bag dari Kimia Farma.

4.2.6. Penyerahan Obat


Obat diserahkan oleh Apoteker disertai informasi lengkap
tentang obat yang diberikan, memperlihatkan kepada pasien obat yang
diberikan serta memastikan pemahaman pasien agar tidak terjadi
kesalahan dalam penggunaan obat.

4.2.7. Informasi Obat


Proses penyerahan obat diawali dengan:
1. Memanggil nama pasien, kemudian melakukan pemeriksaan ulang
terhadap nama yang tertera pada resep dengan nama pasien untuk
memastikan bahwa obat yang diserahkan sesuai dengan pasien
yang menerima.
2. Kemudian memastikan apakah yang menerima obat tersebut adalah
pasien sendiri atau keluarga pasien.
3. Setelah itu mengajukan three prime questions untuk menggali
informasi dari pasien dan kemudian menyerahkan obat yang
disertai dengan pemberian informasi obat meliputi nama dan
jumlah obat, cara penggunaan obat dan hal-hal lain seperti manfaat
106

obat, makan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek


samping yang terjadi dan cara mengatasinya, cara penyimpanan
obat, dan informasi lain jika diperlukan.
4. Tahapan terakhir menanyakan kepada pasien apakah pasien sudah
mengerti tentang informasi yang telah disampaikan.

4.2.8. Konseling Promosi dan Edukasi


Konseling di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang
menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan
pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode health belief
model. Tahap kegiatan konseling yaitu sebagai berikut:
1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien.
2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui three
prime question, yaitu:
a. Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?
b. Apa yang dijelaskan dokter tentang cara pemakaian obat anda?
c. Apa yang dijelaskan dokter tentang hasil yang diharapkan
setelah anda menerima terapi obat tersebut?
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk menggali lebih dalam masalah penggunaan
obat.
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan obat.
5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda
tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi
yang diberikan dalam konseling.

4.2.9. Pengobatan Sendiri (Self Medication)


Pasien yang datang langsung ke Apotek dan meminta obat
dengan mengatakan keluhan atau penyakit yang sedang diderita atau
upaya untuk mengobati diri sendiri, Apoteker atau TTK memberikan
107

edukasi apabila pasien ingin mengobati diri sendiri untuk mengatasi


keluhan untuk penyakit ringan seperti demam, nyeri, pusing, batuk,
influenza, tukak lambung, diare dan lain-lain. Dengan pemilihan obat
yang sesuai dengan menggunakan obat-obatan yang golongan bebas
ataupun bebas terbatas yang bisa didapat tanpa resep dokter dan
diserahkan oleh Apoteker atau TTK di apotek.

4.2.10. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Selain melayani Self Medication, Apotek Kimia Farma 399
Kebon Bawang juga memberikan pelayanan informasi mengenai obat
termasuk obat resep obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis,
bentuk sediaan, formulasi khusus, rute, dan metode pemberian,
farmakokinetik, farmakologi, terapeutik, dan alternatif. Keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,
stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan
lain-lain.

4.2.11. Swamedikasi
Swamedikasi Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang
menggunakan metode WWHAM (Who, What, How, Action,
Medication) yaitu menanyakan siapa yang sakit, apa gejala atau
keluhannya, berapa lama gejala tersebut dirasakan, tindakan apa yang
telah dilakukan, dah obat apa yang sedang dan atau telah digunakan.
Berdasarkan metode tersebut, Apoteker kemudian memilihkan obat-
obatan yang sesuai dengan keluhan pasien tersebut. Setelah pasien
setuju menyelesaikan pembayarannya obat disiapkan, kemudian
diserahkan.

4.2.12. Pelaksanaan Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek


Samping Obat (MESO) dan Home Pharmacy Care
Pelaksanaan Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan Monitoring
Efek Samping Obat (MESO) dalam rangkaiannya di Apotek Kimia
108

Farma disebut dengan Medication Therapy Management (MTM).


MTM merupakan bentuk lain dari suatu konseling dengan cara
pendekatan kepada pasien yang bersifat komprehensif untuk
mengoptimalkan penggunaan obat (pemantauan terapi obat),
mengurangi resiko efek samping (monitoring efek samping), dan
meningkatkan kepatuhan pengobatan. Program MTM ini melibatkan
beberapa profesional kesehatan seperti dokter dan apoteker untuk
saling bekerjasama dalam meningkatkan dan mengoptimalisasi
pengobatan pasien. Pelaksanaan Pemantauan Terapi Obat (PTO)
merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Kriteria
pasien yang dilakukan PTO, antara lain:
1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
2. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis atau disebut polifarmasi.
3. Adanya multidiagnosis.
4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
6. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat
yang merugikan.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis. Kegiatan MESO yaitu:
1. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping obat.
2. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO) PTO
dan MESO secara aktif dicatat utamanya untuk pasien PRB yang
menggunakan obat rutin dan berusia lanjut usia.
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat
melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah
109

(Home Pharmacy Care) khususnya untuk kelompok lansia dan pasien


dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Home Pharmacy Care di
Apotek Kimia Farma dilaksanakan setiap bulan dan pemilihan pasien
diselesaikan dengan kriteria yang ada. Jenis pelayanan Kefarmasian di
rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi:
1. Penilaian/pencarian (assesment) masalah yang berhubungan
dengan pengobatan.
2. Identifikasi kepatuhan pasien.
3. Pendampingan pengelolaan Obat dan alat kesehatan dirumah,
misalnya cara pemakaian Obat asma dan penyimpanan insulin.
4. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum.
5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan
Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien.
6. Dokumentasi
Home Pharmacy Care merupakan kunjungan apoteker ke rumah
pasien. Apoteker akan memonitoring penggunaan obat pasien dan
memberikan konsultasi kesehatan berupa PIO maupun KIE, selain itu
apoteker akan menyediakan cek kesehatan secara gratis terkait
penyakit yang diderita pasien. Kegiatan Home Pharmacy Care ini
akan memberikan gambaran bagaimana kebiasaan pasien dan budaya
pasien sehingga dari kebiasaan dan budaya tersebut kita juga dapat
menilai kepatuhan pasien. Akan tetapi, untuk saat ini kegiatan Home
Pharmacy Care dilakukan dengan cara online atau yang disebut
dengan Telefarma. Telefarma merupakan kegiatan yang dilakukan
dengan cara menelpon pasien. Hal ini dilakukan dikarenakan
terjadinya pandemi covid.

4.3. Aspek Usaha Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang


4.3.1. Perizinan Apotek
Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang telah memperbarui
perizinan yang sesuai dengan yang tercantum di Permenkes Nomor 14
Tahun 2021 Tentang Perizinan. Dimana sebelum mendapatkan
110

Sertifikat Standar Apotek sebagai salah satu persyaratan perizinan.


Sertifikat Standar Apotek tersebut dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kota Jakarta Utara, Dinas kesehatan akan menilai bahwa Apotek
Kimia Farma 399 Kebon Bawang sesuai dengan standar yang telah
ditentukan untuk mendirikan Apotek. Dimana Sertifikat Standar
Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang telah disampaikan notifikasi
pada Sistem OSS untuk mendapatkan Izin Apotek.

Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang juga memiliki


prosedur tetap (SOP) yang baik dalam melakukan pelayanan
kefarmasian sesuai dengan standar yang telah diberikan. Serta untuk
Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Apotek Kimia Farma 399
Kebon Bawang telah memenuhi persyaratan.
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
yang dilaksanakan di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang periode 4 –
31 Juni 2022 dapat diberikan beberapa kesimpulan yaitu, sebagai berikut:

1. Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) sangat bermanfaat bagi calon


Apoteker dalam mengetahui, memahami dan meningkatkan keterampilan
dalam pengelolaan sediaan farmasi, bahan medis habis pakai, dan alat
kesehatan di Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang.
2. Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) sangat bermanfaat bagi calon
Apoteker dalam mengetahui, memahami, dan meningkatkan
keterampilan dalam pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma 399
Kebon Bawang.

5.2. Saran
1. Diharapkan adanya peningkatan terhadap komunikasi, informasi dan
edukasi obat kepada pasien guna menghindari terjadinya kesalahan
dalam penggunaan obat.
2. Diharapkan pemberian label LASA dan High Alert diberikan secara
keseluruhan dan lengkap pada obat-obatan yang memang perlu diberikan
kedua label tersebut. Baik pada penyimpanan obat di area pelayanan
ataupun area gudang. Agar resiko kesalahan penyerahan obat dapat
dihindari semaksimal mungkin.
3. Diharapkan adanya tambahan perluasan area gudang, diharapkan juga
ada tambahan fasilitas untuk ruang khusus konseling. Karena hingga saat
ini, ruang farmasi Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang belum
memiliki ruang konseling. Padahal ruang konseling merupakan salah satu
aspek pendukung pelayanan kefarmasian.

111
112

4. Diharapkan adanya komunikasi yang selalu berkesinambungan ke


penulis resep, agar kelengkapan dalam penulisan resep bisa terpenuhi
secara keseluruhan mulai dari aspek data administrasi pasien dan penulis
resep hingga data farmasetik.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI (2017) Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek.

KEMENKES (2022) PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2021 TENTANG PERUBAHAN
PENGGOLONGAN NARKOTIKA, Analytical Methods for Environmental
Contaminants of Emerging Concern. doi: 10.1002/9781119763895.ch4.

KEMENKES, R. (2009) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN,
MENTERI KESEHATAN INDONESIA. Tersedia pada: ???

Kemenkes RI (2019) Petunjuk teknis pelayanan kefarmasian di Apotek, Journal


of Chemical Information and Modeling.

Kemenkes RI (2021) “Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


14 Tahun 2021 Tentang Kegiatan Usaha dan produk pada Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan,” Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, hal. 455.

Kementerian Kesehatan RI (2016) Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Registrasi, Izin


Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, Jakarta,Kemenkes RI.

PEMERINTAH, R. (2021) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2O2I TENTANG PENYELENGGARAAN
PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS RISIKO Menimbang.

PERMENKES (2016) PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR
PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK.

Permenkes RI No 3, 2015 (2015) “Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan,

113
114

Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor


Farmasi,” Encephale, 53(1), hal. 59–65. Tersedia pada:
http://dx.doi.org/10.1016/j.encep.2012.03.001.

Presiden RI (2014) “Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga


Kesehatan,” Presiden Republik Indonesia, hal. 1–78. Tersedia pada:
http://www.pdpersi.co.id/diknakes/data/regulasi/undang_undang/uu362014.
pdf.
LAMPIRAN GAMBAR

Lampiran 1. Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang

Lampiran 2. Swalayan Farmasi

115
116

Lampiran 3. Alat Kesehatan

Lampiran 4. Loket Penerimaan Resep, Pelayanan Obat, Penyerahan dan PIO


117

Lampiran 5. Ruang Tunggu Apotek Kimia Farma 399 Kebon Bawang

Lampiran 6. Lemari Penyimpanan Resep dan Faktur


118

Lampiran 7. Ruang Penyiapan Obat

Lampiran 8. Ruang Peracikan Obat


119

Lampiran 9. Ruang Penyimpanan Obat

Lampiran 10. Lemari Penyimpanan Obat Narkotika


120

Lampiran 11. Lemari Penyimpanan Obat Psikotropika

Lampiran 12. Penyimpanan obat pada suhu 2-8°C


121

Lampiran 13. Etiket Obat

Etiket Putih (Obat Oral) Etiket Biru (Obat Luar)

Lampiran 14. Surat Pesanan Obat


122

Lampiran 15. Resep Lengkap dan Copy Resep


123

Lampiran 16. Surat Pesanan Narkotika

Lampiran 17. Surat Pesanan Psikotropika


124

Lampiran 18. Faktur


125

Lampiran 19. Form MESO


126
127

Lampiran 20. Form Layanan Obat Swamedikasi

Lampiran 21. Praktek Dokter di Kimia Farma 399 Kebon Bawang


128

Lampiran 22. Surat Pesanan Obat-ObatTertentu

Lampiran 23. Surat Pesanan Obat Mengandung Prekursor


LAMPIRAN TUGAS

PENGKAJIAN RESEP (PERMENKES, 2019)

ADMINISTRATIF
Nama Dokter Ada
SIP Dokter Ada
Alamat Dokter Ada
Tanggal Penulisan Resep Ada
Tanda Tangan/Paraf Penulisan Resep Ada
Nama Pasien Ada
Alamat Pasien Ada
Umur Pasien Tidak ada
Berat Badan Pasien Tidak ada

129
130

Jenis Kelamin Pasien Ada


Nama Obat Ada
Potensi Obat Ada
Dosis Obat Ada
Jumlah yang Diminta Ada
Cara Pemakaian yang Jelas Lengkap

FARMASETIK
Bentuk Sediaan Tidak ada
Dosis Obat Ada
Stabilitas Stabil
Inkompabilitas Tidak ada
Cara Pemberian Lengkap
Lama Pemberian Tidak ada

KLINIS
Alergi Tidak ada
Kesesuaian :
Glimepirid Durasi :
1x sehari 1 tablet sebelum makan
Dosis :
2 mg
Jumlah Obat :
30 tablet
Komposisi :
Glimepirid 1 mg, 2 mg, 3 mg, 4 mg
Indikasi :
Diabetes Mellitus tipe 2
Dosis Harian :
1-8 mg/hari (diberikan 1x sehari)
Dosis Maksimal :
8 mg/hari. Diberikan sebelum makan
Kontra Indikasi :
Gangguan fungsi hati, gagal ginjal,
(K.I) porfiria, ketoasidosis, kehamilan dan
menyusui
Interaksi Obat : Meningkatkan resiko hipoglikemik
(I.O) jika diberikan bersama dengan
insulin, alkohol, fenformin,
sulphonamide, salisilat dosis besar,
phenylbutazone, oksifenbutazon,
probenecid, dikumarol,
chloramphenicol, penghambat MAO,
guanetidin, anabolik steroid,
fenfluramin, dan klofibrat.
Efek Samping : Hipoglikemia, peningkatan berat
(E.S) badan, mual, muntah, diare,
konstipasi, gangguan fungsi hati
(cholestatic jaundice, hepatitis, gagal
fungi hati), reaksi hipersensitivitas,
gangguan darah (leukopenia,
trombositopenia, agranulositosis,
pansitopenia, anemia hemolitik, dan
anemia aplastik)
131

Metformin Durasi : 3x sehari 1 tablet (tiap 8 jam) sehabis


makan
Dosis : 500 mg
Jumlah Obat : 90 tablet
Komposisi : Metformin 500 mg, 850 mg
Indikasi : Diabetes Mellitus tipe 2
Dosis Harian : 500-300 mg/hari. Diberikan dalam 2-
3 dosis terbagi
Dosis Maksimal : 3000 mg/hari. Obat diberikan
bersama/sesudah makan. Khusus
sediaan XR dosis maksimal 2000
mg/hari
Kontra Indikasi : Gangguan fungsi ginjal (GFR < 30
(K.I) ml/menit/1,73 m2), ketoasidosis, baru
mengalami infark miokard, adanya
gangguan hati berat, serta pasien
dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebrovaskular,
sepsis, renjatan, PPOK, gagal jantung
NYHA FC II-IV) menggunakan
kontras media yang mengandung
iodine menggunakan anestesi mum,
hamil dan menyusui.
Interaksi Obat : Tidak ada
(I.O)
Efek Samping : Anoreksia, mual, muntah, diare
(E.S) (umumnya sementara), nyeri perut,
rasa logam, asidosis laktat (jarang,
bila terjadi hentikan terapi),
penurunan penyerapan vitamin B12,
eritema, pruritus, urtikaria an
hepatitis.
Amlodipin Durasi : 1x sehari 1 tablet (tiap 24 jam)
sehabis makan
Jumlah Obat : 30 tablet
Komposisi : Amlodipin 5mg,10 mg
Indikasi : Hipertensi, profilaksis, angina
pektoris
Dosis Lazim : Dosis awal sehari 1 x 5mg
Kontra Indikasi : Sensitif terhadap dihydropyridine (
(K.I)
Interaksi Obat (I.O) : Berinteraksi dengan simvastatin,
karena akan meningkatkan risiko
terjadinya kelainan pada otot atau
miopati. Maka disarankan meminum
obat amlodipin dan simvastatin
diberikan jeda sekitar 30 menit agar
tidak terjadi interaksi obat
132

Efek Samping : Edema pretibial, gangguan tidur, sakit


(E.S) kepala, letih, hipotensi, tremor,
aritmia, takikardi, mual, nyeri perut,
ruam kulit, wajah memerah
Valsartan Dosis : 80 mg
Durasi : 1x sehari 1 tablet (tiap 24 jam)
sehabis makan
Jumlah Obat : 30 tablet
Komposisi : Valsartan 80 mg, 160 mg
Indikasi : Hipertensi. Valsartan merupakan
golongan obat dari Angiotensin
Reseptor Blocker (ARB). Indikasi
ARB kurang lebih sama dengan
ACE Inhibitor. ARB merupakan
alternatif yang berguna untuk pasien
yang harus menghentikan ACE-
Inhibitor akibat batuk yang
persisten atau intoleransi terhadap
ACE-inhibitor. ARB digunakan
sebagai alternatif dari ACE-
Inhibitor dalam tatalaksana gagal
jantung atau nefropati akibat
diabetes.
Dosis Lazim : Hipertensi : 1x80 mg/hari : jika
diperlukan (pada pasien yang
tekanan darahnya tidak terkontrol)
ditingkatkan hingga 160 mg sehari
atau ditambahkan pemberian
diuretik; tidak diperlukan
penyesuaian dosis untuk pasien
dengan gangguan fungi ginjal atau
pada pasien dengan gangguan fungi
hati tapa kolestasis.
Gagal jantung : dosis awal 2 x 40
mg sehari. Penyesuaian dosis
hingga 80 mg dan 160 mg dua kali
sehari harus dilakukan pada dosis
tertinggi yang dapat ditoleransi oleh
pasien; pertimbangkan untuk
mengurangi dosis pada pasien yang
juga menerima diuretik. Maksimal
320 mg/hari.
Kontra Indikasi : Kehamilan (obat harus dihentikan
(K.I) bila pemakai ternyata hamil),
menyusui stenosis arteri renalis
bilateral atau stenosis pada satu-
satunya ginjal yang mash berfungsi.
Interaksi Obat : Penggunaan bersama dengan
133

(I.O) diuretik hemat kalium, OAINS, dan


suplementasi kalium akan
menebabkan hiperkalemia.
Efek Samping : Hipotensi dapat terjadi pada pasien
(E.S) dengan kadar renin tinggi seperti
hipovolemia, gagal jantung,
hipertensi renovaskular, dan sirosis
hepatis. Hiperkalemia dapat terjadi
pada keadaan tertentu misalnya
insufisiensi
ginjal. Efek samping lainnya:
pusing, sakit kepala, diare,
penurunan Hb, ruam, abnormal taste
sensation (metallic taste).
134

Bisoprolol Dosis : 2,5mg


Durasi : 1x sehari 1 tablet (tiap 24 jam)
sehabis makan
Jumlah Obat : 30 tablet
Komposisi : Bisoprolol 2,5 mg, 5 mg
Indikasi : Hipertensi, angina, gagal jantung
kronik
Dosis Lazim : Hipertensi dan angina : 1× 5-10 mg
sehari pada pagi hari.
Gagal Jantung Kronik Stabil : 1
x1,25 mg/ hari pada minggu pertama,
Jika dapat ditoleransi dengan baik,
dosis dapat ditingkatkan secara
bertahap. Dosis pemeliharaan 1x 10
mg/hari.
Kontra Indikasi : Hipersensitivitas, sinus bradikardi,
(K.I) hipotensi, A V blok derajat 2 dan 3,
syok kardiogenik, sick sinus
syndrome, keadaan akut atau gagal
jantung dekompensasi yang
menghendaki pemberian inotropik
intravena; blok sino-atrial, asma,
PPOK.
Interaksi Obat : Tidak ada
(I.O)
Efek Samping : Rasa dingin / kebas pada ekstremitas,
(E.S) mual, muntah, diare, konstipasi,
kelelahan, pusing, sakit kepala.
Biasanya terjadi pada awal terapi
namun biasanya menghilang setelah
1-2 minggu.
`Simvastatin Durasi : 1x sehari 1 tablet (malam hari)
Dosis : 20 mg
Jumlah Obat : 30 tablet
Komposisi : Simvastatin 10 mg, 20 mg
Indikasi : Menurunkan kadar kolestrol total dan
LDL pada penderita
hiperkolesterolemia primer
Dosis Lazim : Sehari 5-10 mg
Kontra Indikasi : Hipersensitif, penyakit hati aktif atau
(K.I) peningkatan transaminase serum yang
menetap yang tidak jelas
penyebabnya, wanita hamil dan
menyusui
Interaksi Obat : Berinteraksi dengan Amlodipin,
(I.O) karena akan meningkatkan risiko
terjadinya kelainan pada otot atau
miopati. Maka disarankan meminum
135

obat Amlodipin dan Simvastatin


diberikan jeda sekitar 30 menit agar
tidak terjadi interaksi obat
Efek Samping : Nyeri abdomen, mialgia,
(E.S) rabdomiolisis, sakit kepala, astenia,
konstipasi, flatulens

Anda mungkin juga menyukai