Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


DI PBF PT. SAPTA SARI TAMA
Jl. Cempaka Raya No. 2A/B, Banjarmasin
Periode 6 Desember – 18 Desember 2021

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Apoteker (apt)
Program Studi Profesi Apoteker

Disusun Oleh

Bambang Tri Admaja (2143700115)


Fuad Amrillah (2143700001)
Noor Lisya Agusti (2143700138)
Nor Redha Rizky (2143700139)
Riani (2143700077)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

2021
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DI PBF PT.SAPTA SARI TAMA
Jl. Cempaka Raya No. 2A/B, Banjarmasin
Periode 6 Desember – 18 Desember 2021

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Apoteker (apt)
Program Studi Profesi Apoteker

Disusun Oleh

Bambang Tri Admaja (2143700115)


Fuad Amrillah (2143700001)
Noor Lisya Agusti (2143700138)
Nor Redha Rizky (2143700139)
Riani (2143700077)

Telah disetujui oleh :

Pembimbing Fakultas Pembimbing PKPA


Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta PT.Sapta Sari Tama

(apt. Guntoro Halim, M.Farm) (apt. Wahdatul Ariyati, S.Farm)

Mengetahui,
Ketua Program Studi Apoteker

(apt.Nuzul Fajriani, M.Sc)


KATA PENGANTAR

Dengan segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan
karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di PBF PT. Sapta Sari Tama. Laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mahasiswa. Program Studi Profesi
Apoteker (PSPA) di Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta untuk
mencapai gelar profesi Apoteker. Selain itu PKPA ini juga memberikan kesempatan
kepada mahasiswa dalam memahami peran dan tugas Apoteker di Pedagang Besar
Farmasi. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF PT. Sapta Sari Tama berlangsung
pada tanggal 6 Desember - 18 Desember 2021.
Adapun penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak
dapat menyelesaikan Laporan PKPA ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan terimakasih atas bantuan dan bimbingan kepada :
1. Ibu apt. Wahdatul Ariyati, S.Farm., selaku Preseptor dan Pembimbing Lapangan di PBF
PT. Sapta Sari Tama.
2. Bapak apt. Guntoro Halim, M.Farm., sebagai pembimbing internal PSPA Fakultas
Farmasi UTA 45 yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis
melaksanakan PKPA serta hingga penulisan laporan ini.
3. Seluruh staf di PBF PT. Sapta Sari Tama.
4. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis
selama penulisan laporan PKPA ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan penuh bahagia menerima segala kritik dan saran
demi perbaikan di masa mendatang. Semoga laporan PKPA ini memberikan bermanfaat
untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu farmasi.

Jakarta, Desember 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ....................................................................................................................... i


Halaman Pengesahan ............................................................................................................. ii
Kata Pengantar. ...................................................................................................................... iii
Daftar Isi. ............................................................................................................................... iv
Ringkasan .............................................................................................................................. v
BAB 1 PENDAHULUAN. ................................................................................................... 1
a. Latar Belakang PKPA di PBF ......................................................................................... 1
b. Tujuan PKPA di PBF ...................................................................................................... 2
c. Manfaat PKPA di PBF .................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN UMUM. ............................................................................................... 4
a. Pedagang Besar Farmasi .................................................................................................. 4
b. Cara Distribusi Obat yang Baik ( CDOB ) ...................................................................... 15
c. Tinjauan Umum PBF ....................................................................................................... 27
BAB III KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN........................................................ 32
a. Gambar Umum PBF ........................................................................................................ 32
b. Kegiatan PKPA dan Pembahasan .................................................................................... 43
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 53
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 54

iv
RINGKASAN

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Sapta Sari Tama dimulai pada
tanggal 6 Desember sampai dengan 18 Desember 2021. Praktik Kerja Profesi
Apoteker tersebut bertujuan untuk mendidik dan melatih mahasiswa calon apoteker
agar lebih kompeten di dunia kerja, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
mahasiswa calon apoteker dalam menjalankan profesinya dengan penuh tanggung
jawab di bidang PBF ini, serta agar mahasiswa mampu menjalin kerjasama dan
komunikasi dengan PBF dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Kegiatan Praktik
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini memberikan manfaat yaitu mahasiswa dapat
mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian di PBF, mengetahui manajemen praktis di PBF dan memahami
prinsip aspek-aspek CDOB seperti dalam proses penyimpanan dan pendistribusian
obat. Selain itu juga, dapat mengetahui bagaimana alur dari barang masuk hingga
keluar.
Kegiatan ini dimulai dengan pengenalan lingkungan PBF, fungsi PBF,
sebagai sarana distribusi mulai dari pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat atau
bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta
tugas dan fungi apoteker sebagai penanggung jawab di PBF.

Kata Kunci : PKPA, PBF, PT. Sapta Sari Tama, CDOB

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang PKPA di PBF


Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan program khusus yang
harus dilaksanakan oleh Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta (UTA 45 Jakarta)
sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Program ini dilaksanakan di luar jam
kuliah dalam bentuk praktek kerja di dunia usaha/industri (instansi) dengan
pertimbangan struktur program kurikulum, kalender pendidikan dan kesediaan
dunia usaha atau industri (instansi) untuk dapat menerima PKPA ini. Praktik Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) dimaksudkan untuk mendekatkan mahasiswa/mahasiswi
kepada tuntutan kerja/industri, yang sekaligus diharapkan mampu memberikan
umpan balik kepada pihak dunia usaha/industri, maupun universitas sebagai
lembaga pelaksana pendidikan formal, sehingga diperoleh gambaran yang lebih
jelas tentang standar kualifikasi lulusan universitas yang sesuai kebutuhan pasar
kerja di dunia usaha/industri serta masukan-masukan yang berarti bagi
pengembangan mutu didikan khususnya di UTA 45 Jakarta.
Kesehatan menurut Undang-Undang Nomer 36 tahun 2009, didefinisikan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintergrasi dan berkesinambungan untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Apoteker memegang peranan penting dalam pelaksanaan upaya kesehatan
demi tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pekerjaan
kefarmasian tersebut yaitu pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Hal tersebut dapat
diwujudkan oleh seorang apoteker melalui pengabdiannya pada Pedagang Besar
Farmasi (PBF).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi, PBF adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,

1
2

penyimpanan, penyaluran sediaan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan


perundang-undangan. Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan salah satu unit
terpenting dalam kegiatan penyaluran sediaan farmasi kefasilitas pelayanan
kesehatan seperti apotek, instansi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko
obat agar dapat sampai ke tangan masyarakat. Apoteker sebagai penanggung
jawab di PBF harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi di
PBF dimulai dari pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian sediaan
farmasi ke sarana pelayanan kesehatan.
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) menjadi media yang sangat penting
bagi mahasiswa profesi apoteker untuk menerapkan ilmu serta untuk
mengembangkannya dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di PBF. PKPA
merupakan pelatihan yang sangat strategis bagi mahasiswa profesi apoteker untuk
menjadi calon apoteker yang handal dimasa depan. PKPA yang dilakukan menjadi
media untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa profesi apoteker agar siap
terjun dalam dunia kerja. Praktik Kerja Profesi Apoteker ini diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman calon apoteker mengenai peranan apoteker di PBF,
kegiatan rutin, organisasi, manajemen pengelolaan sediaan farmasi di PBF.

B. Tujuan PKPA di PBF


Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan dengan tujuan sebagai
berikut :
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab apoteker dalam Perusahaan Pedagang Besar Farmasi (PBF).
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di Perusahaan Pedagang Besar Farmasi (PBF).
3. Memberikan kesempatan kepada calon apoteker untuk mempelajari penerapan
CDOB di Pedagang Besar Farmasi (PBF).
4. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan di Pedagang Besar Farmasi
(PBF).
5. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga
farmasi yang profesional.
3

C. Manfaat PKPA di PBF


Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan dengan manfaat sebagai berikut :
1. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab Apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian di Pedagang Besar Famasi (PBF).
2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di
Pedagang Besar Farmasi (PBF).
3. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di Pedagang Besar Farmasi
(PBF).
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi Apoteker yang professional.
4

BAB II
TINJAUAN UMUM

A. Pedagang Besar Farmasi


Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011) tentang Pedoman
Pelayanan Perizinan Pedagang Besar Farmasi, Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan
untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam
jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Obat adalah bahan atau
paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.

a. Tugas dan Fungsi PBF


1. Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi obat,
bahan obat, dan alat kesehatan.
2. Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana pelayanan
kesehatan masyarakat yang meliputi : apotek, rumah sakit, toko obat berizin dan
sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain serta PBF lainnya.
3. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran,
perbekalan farmasi sehingga dapat di pertanggung jawabkan setiap dilakukan
pemeriksaan. Untuk toko obat berizin, pendistribusian obat hanya pada obat-
obatan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk Apotek,
rumah sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras dan obat keras tertentu.
b. Fungsi PBF
1. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi
2. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah air
secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan
3. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan penyediaan
obat-obatan untuk pelayanan kesehatan
5

4. Sebagai penyalur tunggal obat-obatan golongan narkotik dimana PBF khusus,


yang melakukannya adalah PT. Kimia Farma
5. Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja
c. Aspek Hukum tentang PBF
PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam :
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Kesehatan RI
No.889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian.
3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
4. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
5. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
d. Persyaratan PBF
Suatu PBF baru dapat beroperasi setelah mendapat surat izin. Selama PBF
tersebut masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat, maka seluruh kegiatan
yang dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan kepada CDOB. Agar dapat
beroperasi, PBF harus mempunyai lokasi dan bangunan yang memenuhi persyaratan
serta menyediakan perlengkapan yang diperlukan dalam kegiatan distribusi.
e. Tempat/Lokasi
Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi efisiensi dan
efektifitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke sarana pelayanan kesehatan dan
faktor-faktor lainnya.
f. Bangunan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012)
Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi
persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan obat,
ruang penyiapan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat jadi,
ruang makan dan kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air yang
memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam kebakaran,
ventilasi dan sanitasi yang baik.
6

Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi


penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai
dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat
yang baik. dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai
untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman.
Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari
kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan
yang memadai. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman
hanya diberikan kepada personil yang berwenang yakni dengan adanya sistem
alarm dan kontrol akses yang memadai.
Selain itu harus disediakan area khusus, antara lain :
1. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat yang menunggu keputusan
lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat yang diduga palsu, yang
dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang
kedaluwarsa dari obat yang dapat disalurkan.
2. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat yang membutuhkan
penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (misalnya narkotika).
3. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat yang mengandung bahan
radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko kebakaran
atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan
mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan.
Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan debu
serta harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan perlindungan
terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Selain itu,
ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area
penyimpanan.
g. Perlengkapan PBF
Suatu PBF baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan yang
memadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi. Perlengkapan yang
harus dimiliki antara lain :
1. Peralatan dan tempat penyimpanan obat seperti lemari obat jadi, lemari
pendingin (kulkas), lemari untuk menyimpan produk kembalian, kontainer untuk
7

pengiriman barang dan box es untuk pengiriman obat dengan suhu penyimpanan
rendah.
2. Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian dan
penyimpanan. Dokumen tersebut seperti blanko pesanan, blanko faktur, blanko
tukar faktur, bilyet giro, blanko faktur pajak, blanko surat jalan, kartu stok obat,
bukti penerimaan pembayaran, form retur, blanko faktur pajak dan stempel PBF.
3. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan perundang-
undangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF.
h. Apoteker Penanggung Jawab di PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 889/MENKES/PER/V /2011
tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian menjelaskan
bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut (Presiden Republik Indonesia, 2009) :
1. Memiliki keahlian dan kewenangan.
2. Menerapkan Standar Profesi.
3. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional.
4. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
5. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri
kepada Apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih memenuhi persyaratan.
Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan (Presiden
Republik Indonesia, 2009) :
1. Memiliki ijazah Apoteker.
2. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
3. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.
4. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktek.
5. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi
6. Pas foto terbaru berwama ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran
2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
8

Setelah memenuhi persyaratan diatas, seorang Apoteker yang akan bekerja sebagai
Apoteker penanggungjawab di PBF wajib memiliki Surat Izin Kerja Apoteker
(SIKA). SIKA adalah surat izin praktek yang diberikan kepada Apoteker untuk
dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas
distribusi atau penyaluran. SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas
kefarmasian. Untuk memperoleh SIKA, Apoteker harus mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan serta harus menerbitkan SIKA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja
sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Berkas-berkas yang
harus dilampirkan untuk permohonan SIKA yaitu :
1. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.
2. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi
atau distribusi/penyaluran.
3. Surat rekomendasi dari organisasi profesi.
4. Pas foto berwama ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2
(dua) lembar
Pencabutan SIKA oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat dilakukan
apabila :
1. Atas permintaan yang bersangkutan.
2. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi.
3. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin
4. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk
menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan
dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter.
5. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi
KFN.
6. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan
putusan pengadilan.
Menurut Pedoman Teknis CDOB tahun 2012, tugas dan kewajiban apoteker di PBF
adalah sebagai berikut:
1. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu.
2. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga
akurasi dan mutu dokumentasi.
9

3. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan


mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi.
4. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat.
5. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif.
6. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan.
7. Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat yang
memenuhi syarat jual.
8. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima
kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak yang
berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat.
9. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia
tindakan perbaikan yang diperlukan.
10. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang telah
mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak berada di
tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait
dengan setiap pendelegasian yang dilakukan.
11. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau
memusnahkan obat.
i. Tata Cara Perizinan PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
(PBF), setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal yang dapat
diperoleh apabila pemohon mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kepala Balai POM dengan menggunakan Formulir 1 (Lampiran 1). Izin Pedagang
Besar Farmasi (PBF) berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;
2. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP);
3. Memiliki secara tetap apoteker warga negara indonesia sebagai penanggung
jawab;
10

4. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat baik


langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan
di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;
5. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi PBF;
6. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang
dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan
7. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB.
Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon
penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut :
1. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua;
2. susunan direksi/pengurus;
3. pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah
terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam
kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir.
4. akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
5. surat Tanda Daftar Perusahaan;
6. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;
7. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
8. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
9. peta lokasi dan denah bangunan
10. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab; dan
11. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
Berikut ini merupakan alur dari pengajuan izin PBF, yaitu :
1. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3).
2. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Kepala Balai POM
melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB.
11

3. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan
rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan pemohon dengan
menggunakan contoh Formulir 2 sebagaimana terlampir.
4. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak melakukan audit pemenuhan
persyaratan CDOB, Kepala Balai POM melaporkan pemohon yang telah
memenuhi persyaratan CDOB kepada Kepala Badan.
Serta Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Badan POM memberikan
rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon dengan
menggunakan contoh Formulir 3 sebagaimana terlampir.
5. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4a) serta persyaratan lainnya yang
ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan menggunakan
contoh Formulir 4 sebagaimana terlampir.
6. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (4a)
dan ayat (5) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat
pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dengan menggunakan contoh
7. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF
dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM.
j. Pencabutan Izin PBF
Izin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila masa berlakunya habis dan tidak
diperpanjang; dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; izin PBF
dicabut.
k. Gudang PBF
Gudang dan kantor PBF dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan syarat
tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh direksi atau pengurus dan
penanggung jawab. Apabila gudang dan kantor PBF berada dalam lokasi yang
12

terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki apoteker.


PBF dapat melakukan penambahan gudang atau perubahan gudang dimana
setiap penambahan atau perubahan gudang PBF tersebut harus memperoleh
persetujuan dari Direktur Jenderal dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Pada
akhirnya, gudang tambahan hanya melakukan kegiatan penyimpanan dan
penyaluran sebagai bagian dari PBF.
Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur
Jenderal dengan mencantumkan :
1. alamat kantor PBF pusat
2. alamat gudang pusat dan gudang tambahan
3. nama apoteker penanggung jawab pusat
4. nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan
Permohonan penambahan gudang tersebut ditandatangani oleh direktur/ketua dan
dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
1. fotokopi izin PBF
2. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab gudang
tambahan
3. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab
4. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang
5. peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan
Sedangkan untuk permohonan perubahan terhadap gudang PBF
ditandatangani oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan fotokopi izin PBF serta
peta lokasi dan denah bangunan gudang. Permohonan penambahan gudang
tersebut diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan mencantumkan
alamat kantor PBF pusat; alamat gudang; nama apoteker penanggung jawab.
l. Penyelenggaraan PBF
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011
tentang PBF tercantum bahwa PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh
Menteri. Untuk pengadaan obat di PBF, PBF hanya dapat melaksanakan
pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau sesama PBF.
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang telah memiliki
izin yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat. Namun, Apoteker penanggung jawab dilarang
13

merangkap jabatan sebagai direksi atau pengurus PBF. Setiap pergantian apoteker
penanggung jawab, direksi atau pengurus PBF wajib melaporkan kepada Direktur
Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 6 (enam) hari kerja.
PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat
wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB. PBF yang telah menerapkan CDOB
diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala Badan POM. Setiap PBF wajib
melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat
usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut dapat
dilakukan secara elektronik dan setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang
berwenang (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
m. Pengadaan
Dalam pelaksanaan pengadaan di PBF, pengadaan obat harus dikendalikan
dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta
didokumentasikan. Selain itu, Harus dilakukan kualifikasi yang tepat
sebelumpengadaan dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan
persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting. Pemilihan
pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya
didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Pengadaan obat melalui
importasi dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan (Badan Pengawas
Obat dan Makanan, 2012).
n. Penyaluran
PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan
kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat (selain obat keras).
Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa
ketentuan, yakni meliputi penyaluran obat, narkotika dan psikotropika
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
1. Penyaluran Obat
Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat kepada
instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat menyalurkan obat keras kepada
toko obat (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat
14

pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker


penanggung jawab (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
2. Penyaluran Narkotika
Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
3. Penyaluran Psikotropika
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika,
Penyalurn psikotropika dalam rangka peredaran dilakukan oleh pabrik obat,
pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah.
Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh :
1) Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan
sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan.
2) Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lain-nya, apotek,
sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang
besar famasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan guna
kepentingan ilmu pengetahuan. Sedangkan psikotropika yang digunakan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan
pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan
atau diimpor secara langsung oleh lembaga penelitian dan/atau lembaga
pendidikan yang bersangkutan.
Ekspor psikotroika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar
farmasi yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan impor psikotropika
hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi yang telah
memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan perundan-
undangan yang berlaku, serta lembaga penelitian atau lembaga pendidikan.
o. Pelaporan Kegiatan PBF
Setiap PBF wajib menyampaikan lapoan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali
namun dapat diminta setiap saat, meliputi kgiatan penerimaan dan penyaluran
obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala
15

Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.


Setiap PBF yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib
menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan tersebut dapat dilakukan
secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Selain itu, laporan tersebut apat setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang
berwenang.

B. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Berdasarkan eraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6


Tahun 2020 tentag perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan
No 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB),
meliputi :
a. Manajemen Mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang menakup
tanggung jawab, proses dan langkah manajemen resiko terkait dengan keiatan
yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan mutu obat da/atau
bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama roses distribusi.
Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan secara sistemats dan semua tahapan
kritis proses distribusi serta perubahan yang bermaknaharus divalidasi dan
didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup rinsip manajemen resiko mutu.
Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggungjawab dari penanggung jawab
fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpian dan partisipasi aktif serta harus
didukung oleh komitmen manajemen puncak
Manajemen mutu yang diuraikan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang edoman
Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB) meliputi sistem mutu,
pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak, kajian dan pemantauan manajeme,
serta manajemen resiko mutu. Di dalam suatu organisasi harus ada kebijakan utu
terdokumentasi yang menguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas
distribusi yang berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dn disahkan
secara resmi oleh manajemen. Sistem mutu harus memastikan bahwa :
1. Obat dan atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan atau
diekspor sesuai dengan persyaratan CDOB.
16

2. Tanggung jawab manajemen harus jelas.

3. Obat dan atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka
waktu yang sesuai.

4. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut
dilakukan.
5. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan
dan diselidiki
6. Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action Preventive Action)
atau CAPA yang tepat untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya
penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu.
Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian
berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus mencakup manajemen
risiko mutu yang meliputi penilaian terhadap pihak yang ditunjuk, penetapan
tanggung jawab dan proses komunikasi dan pemantauan dan pengkajian secara
teratur. Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji sistem
manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup pengukuran
pencapaian sasaran, penilaian indikator kinerja, peraturan, pedoman dan hal baru
yang berkaitan dengan mutu, inovasi, perubahan iklim usaha dan bisnis.
Bagian terakhir dalam manajemen mutu adalah manajemen risiko mutu
yang merupakan suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan,
mengkomunikasikan dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan atau bahan
obat. Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif maupun retrospektif.
b. Organisasi Manajemen dan Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta
distribusi obat dan atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil
yang menjalaninya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk
melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi.
Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan
dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima
pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung
jawabnya.
Didalam suatu perusahaan harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian
yang dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Memiliki tanggung jawab,
wewenang dan hubungan antar semua personil yang harus ditetapkan dengan
17

jelas. Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang


penanggung jawab. Penanggung jawab harus seorang apoteker yang memenuhi
kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu
setiap personil lainnya harus kompeten dan dalam jumlah yang memadai. Oleh
sebab itu perlu dilakukannya pelatihan terhadap personil tersebut secara berkala
dalam rangka meningkatkan kompetensinya. Untuk mendukung kegiatan yang
dilakukan perlu ditetapkan higiene personil. Harus tersedia prosedur tertulis
berkaitan dengan higiene personil yang relevan dengan kegiatannya mencakup
kesehatan, higiene, dan pakaian kerja.
c. Bangunan dan Peralatan

Fasilitas distribusi harus memililiki bangunan dan peralatan untuk menjamin


perlindungan dan distribusi obat dan atau bahan obat meliputi gedung-gedung,
gudang dan penyimpanan. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia (2020), persyaratan bangunan dan peralatan sesuai CDOB
yaitu sebagai berikut :

1. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi


penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang
memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan
penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan
pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan
dilaksanakan secaraakurat dan aman.
2. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka harus
tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut.

3. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan atau bahan obat yang
menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan atau
bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan
dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat dan atau bahan
obat yang dapat disalurkan.
4. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan
pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait dengan
area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban, dan
pencahayaan yang dipersyaratkan.
5. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan atau bahan obat
18

yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan


peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika).

6. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan atau bahan obat yang
mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat
menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah
terbakar, cairan, dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan
dankeamanan. Area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman harus
terpisah, terlindung dari kondisi cuaca dan harus didesain dengan baik serta
dilengkapi dengan peralatan yang memadai.
7. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman hanya
diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat
berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai.
8. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk personil
kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan atau bahan obat di area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan
kemungkinan obat dan atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak
berhak.
9. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan
debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan dokumentasi
pelaksanaan pembersihan.

10. Bangunan dan fasilitas harus dirncang dan dilengkapi, sehingga memberikan
perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain.
Progam pencegahan dan pengendalian hama harus tersedia.
11. Ruang istirahat, toilet, dan kantin untuk personil harus terpisah dari area
penyimpanan.
12. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat harus di desain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standart yang
ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital seperti
thermometer, genset, dan chiller.
13. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor lingkungan
penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus di kalibrasi, serta kebenaran dan
kesesuaian tujuan penggunaan di verfikasi secara berkala dengan metode yang
tepat. Kalibrasi peralatan harus mampu tertelusur.
19

14. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan harus dilakukan


sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi mutu obatdan/atau bahan obat.
15. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan
kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan. Peralatan tersebut
misalnya tempat penyimpanan suhu. dingin, termohigrometer, atau alat lain
pencatat suhu dan kelembapan, unit pengendalian udara dan peralatan lain
yang digunakan pada rantai distribusi.
16. Harus tersedia prosedur tertulis dan peralatan yang sesuai untuk
mengendalikan lingkungan selama penyimpanan obat dan/atau bahan obat.
Faktor lingkungan yang harus dipertimbangkan antara lain suhu, kelembapan,
dan kebersihan bangunan.
17. Area penyimpanan harus di petakan pada kondisi suhu yang mewakili.
Sebelum digunakan harus dilakukan pemetaan awal sesuai dengan prosedur
tertulis. Pemetaan harus diulang sesuai dengan hasil kajian resiko atau jika
dilakukan modifikasi yang signifikan terhadap fasilitas atau peralatan
pengendalian suhu. Peralatan pemantauan suhu harus ditempatkan sesuai
dengan hasil pemetaan.
d. Operasional

Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat


memastikan bahwa identitas obat dan atau bahan obat tidak hilang dan
distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan.
Bagian operasional terdiri dari proses penerimaan, penyimpanan, pemisahan,
pemusnahan, pengambilan, pengemasan, dan pengiriman obat dan atau bahan
obat. Proses penerimaan obat dan atau bahan obat ditujukan untuk memastikan
bahwa kiriman obat dan atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari
pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama
transportasi.

Obat dan atau bahan obat tidak boleh diterima jika kedaluwarsa atau
mendekati tanggal kedaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat atau bahan obat
telah kedaluwarsa sebelum digunakan oleh konsumen. Selain itu nomor batch dan
tanggal kedaluwarsa obat dan atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan
untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan atau bahan obat
diduga palsu batch tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi
20

berwenang, dan ke pemegang izin edar. Pengiriman obat dan atau bahan obat yang
diterima dari saran transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap
keutuhan kontainer atau sistem penutup, fisik, dan fitur kemasan serta label
kemasan. Proses penyimpanan dan penanganan obat dan atau bahan obat harus
mematuhi peraturan perundang- undangan.

Kondisi penyimpanan untuk obat dan atau bahan obat harus sesuai dengan
rekomendasi dari industri farmasi atau non-farmasi yang memproduksi bahan
obat standar mutu farmasi. Obat dan atau bahan obat harus disimpan terpisah dari
produk selain obat dan atau bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak
diinginkan akibat paparan cahayamatahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal
lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan atau bahan obat yang
membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. Kegiatan yang terkait dengan
penyimpanan obat dan atau bahan obat harus memastikan terpenuhinya kondisi
penyimpanan yang dipersyaratkan dan memnungkinkan penyimpanan secara
teratur sesuai kategorinya obat dan atau bahan obat dalam status karantina,
diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Harus diambil
langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal
kedaluwarsa obat dan atau bahan obat mengikuti kaidah First Expired First Out
(FEFO). Obat dan atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa
untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi, dan campur baur. Obat dan
atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan di lantai. Obat dan atau bahan
obat yang kedaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir
secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan atau bahan obat
kedaluwarsa harus dilakukan secara berkala.

Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname secara
berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai
dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-
baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan atau bahan
obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk
jangka waktu yang telah ditentukan.

Pemusnahan obat dan atau bahan obat dilaksanakan terhadap obat dan atau
bahan obat yang tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan atau
bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label
21

yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan
prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak
terhadap kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran atau
penyimpangan obat dan atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang.
Proses pengambilan obat dan atau bahan obat harus dilakukan dengan tepat sesuai
dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau bahan obat yang
diambil benar. Obat dan atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa
simpan yang cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan sistem FEFO. Nomor
batch obat dan atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan jika
ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat dan/atau bahan
obat kedaluwarsa.

Obat dan atau bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga
kerusakan, kontaminasi, dan pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai
untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan atau bahan obat selama
transportasi. Kontainer obat dan atau bahan obat yang akan dikirimkan harus
disegel. Pengiriman obat dan atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan
yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk
penyaluran obat dan/atau bahan obat ke pihak yang berwenang atau berhak untuk
keperluan khusus seperti penelitian, special access, dan uji klinik, harus
dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan atau bahan
obat, bentuk sediaan, nomor batch, jumlah, nama, dan alamat pemasok, nama dan
alamat pemesan atau penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan
harus sesuai dengan persyaratan obat dan atau bahan obat dari industri farmasi.
Dokumentasi harus disimpan dan mampu ditelusuri. Dokumen untuk pengiriman
obat dan atau bahan obatharus disiapkan dan harus mencakup sekurang-kurangnya
informasi, yaitu sebagai berikut :
1) Tanggal pengiriman

2) Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari
penerima (misalnya apotek, rumah sakit atau klinik)
3) Deskripsi obat dan atau bahan obat misalnya nama, bentuk sediaandan
kekuatan (jika perlu)
4) Nomor batch dan tanggal kedaluwarsa

5) Kuantitas obat dan atau bahan obat yaitu jumlah kontainer dankuantitas
22

perkontainer (jika perlu)

6) Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman

7) Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan


ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima
(jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan.
e. Inspeksi Diri

Inspeksi diri adalah inspeksi yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap sistem.
Inspeksi diri dilakukan untuk mengukur kinerja dan mengetahui apakah sistem
yang direncanakan dan dijalankan sudah memenuhi standar. Inspeksi diri di
lembaga distribusi obat dilakukan secara periodik. Inspeksi diri harus dilakukan
dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan
CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang
diperlukan. Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang
ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, pedoman, dan prosedur tertulis. Inspeksi diri tidak hanya
dilakukan pada bagian tertentu saja. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara
yang independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh
perusahaan.
Audit eksternal yang dilakukan oleh ahli independen dapat membantu namun
tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya cara untuk memastikan kepatuhan
terhadap penerapan CDOB. Audit terhadap kegiatan yang disubkontrakkan harus
menjadi bagian dari program inspeksi diri, semua pelaksanaan inspeksi diri harus
dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi.
Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait
lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan atau
kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA
harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti.
f. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi


(pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan), prosedur tertulis dan
dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Menurut CDOB, dokumentasi
yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu. Dokumentasi
23

dilakukan dengan tujuan, yaitu sebagai berikut :

1. Menjamin semua pelaksanaan distribusi berjalan sesuai dengan panduan mutu


dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2. Apabila terjadi penyelewengan sistem, maka dapat ditelusuri dengan sistem
dokumentasi perjalanan distribusi.

3. Untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan


penelusuran, antara lain sejarah batch, instruksi dan prosedur, maka
dokumentasi harus tertulis jelas.

Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan
data dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dicatat dengan jelas dan rinci
merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan
sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan. Dokumentasi
distribusi harus mencakupinformasi yaitu sebagai berikut:
a) Tanggal

b) Nama obat dan/atau bahan obat

c) Nomor batch

d) Tanggal kedaluwarsa

e) Jumlah yang diterima atau disalurkan

f) Nama dan alamat pemasok atau pelanggan.


Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung sehingga mudah
untuk ditelusuri. Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup
kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh
personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani
dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang, dimana prosedur tertulis tidak
ditulis tangan dan harus tercetak. Setiap perubahan yang dibuat dalam
dokumentasi harus ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan
informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus dicatat dan seluruh
dokumentasi harus tersedia sebagaimana mestinya. Semua dokumentasi harus
mudah didapat kembali, disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk
mencegah dari perubahan yang tidak sah, kerusakan dan atau kehilangan
dokumen. Dokumen yang dibuat harus disimpan dalam waktu
24

sekurangkurangnya tahun dari tanggal pembuatan dokumen.


Dokumentasi permanen, tertulis atau dengan elektronik, untuk setiap obat dan
atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan kondisi penyimpanan yang
direkomendasikan, tindakan pencegahan dan tanggal uji ulang khusus untuk bahan
obat (jika ada) harus diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan nasional
terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi. Dokumen yang dibuat harus dikaji
ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date.Jika suatu dokumen
direvisi, harus dijalankan suatu sitem untuk menghindarkan penggunaan dokumen
yang sudah tidak berlaku.
g. Keluhan obat atau bahan obat (Retur/Recall)

Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan
atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji, dan diselidiki sesuai
dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses
penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta
dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Jika obat ternyata dapat dijual kembali
maka harus melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai
dengankewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak
dijual kembali, antara lain jika :

1. Obat dan atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi
syarat serta memenuhi ketentuan.
2. Obat dan atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan
ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan.
3. Obat dan atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung
jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang.
4. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-usul
obat dan atau bahan obat termasuk identitas obat dan atau bahan obat untuk
memastikan bahwa obat dan atau bahan obat kembalian tersebut bukan obat
dan atau bahan obat palsu.
h. Transportasi

Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang


memadai. Obat dan atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan
sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus
digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi diatas.
25

Apapun transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan atau
bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat
mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika
merencanakan rute transportasi. Obat dan atau bahan obat dan kontainer
pengiriman harus aman untuk mencegah akses yang tidak sah.

Kendaraan dan personil yang terlibat dalam pengiriman harus dilengkapi


dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian
obat dan atau bahan obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi. Kondisi
penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat dan atau bahan obat harus
dipertahankan selama transportasi sesuai dengan yang ditetapkan pada informasi
kemasan. Jika menggunakan kendaraan berpendingin, alat pemantau suhu selama
transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala atau minimal sekali
setahun. Persyaratan ini meliputi pemetaan suhu pada kondisi yang representatif
dan harus mempertimbangkan variasi musim. Jika diperlukan, pelanggan dapat
memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan atau bahan
obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama
transportasi. Pengemudi pengiriman harus dilatih CDOB dalam bidang yang
terkait dengan pengiriman. Pelatihan CDOB terkait pengiriman mencakup :

1. Prosedur pengiriman
2. Penanganan obat dan/atau bahan obat selama pengiriman
3. Penanganan jika terjadi kondisi yang tidak diharapkan
4. Pemahaman terhadap persyaratan dokumen pengiriman
Prosedur tertulis harus tersedia untuk kegiatan dan pemeliharaan semua
kendaraan dan peralatan yang terlibat dalam proses distribusi, termasuk
pembersihan dan tindakan keselamatan. Harus diperhatikan bahwa bahan
pembersih yang digunakan tidak boleh menimbulkan efek buruk pada mutu obat
dan/atau bahan obat. Apabila terjadi tumpahan produk maka harus dibersihkan
sesegera mungkin untuk mencegah kontaminasi, kontaminasi silang dan bahaya
yang ditimbulkan. Prosedur tertulis harus tersedia untuk menangani kejadian
tersebut. Peralatan yang digunakan untuk pemantauan suhu selama transportasi
dalam kendaraan dan/atau container harus dirawat dan di kalibrasi secara berkala
minimal 1 tahun sekali. Jika memungkinkan digunakan kendaraan dan peralatan
tersendiri saat pengiriman obat dan atau bahanobat.
26

i. Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak

Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan kemasan khasiat dan
mutu obat dan atau bahan obat meliputi kontrak antar fasilitas distribusi dan
kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain
transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua
kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta
setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB. Pemberi kontrak
bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang diperlukan oleh penerima
kontrak.
Pemberi kontrak harus melakukan pengawasan terhadap penerima kontrak
dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai dengan prinsip dan pedoman
CDOB. Penerima kontrak harus memiliki tempat, personil yang kompeten,
peralatan, pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang
dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Penerima kontrak tidak diperbolehkan untuk
mengalihkan pekerjaan yang dipercayakan oleh pemberi kontrak kepada pihak
ketiga sebelum dilakukannya evaluasi, dan mendapatkan persetujuan dari
pemberi kontrak serta dilakukannya audit ke pihak ketiga tersebut. Penerima
kontrak harus melaporkan kejadian apapun yang dapat mempengaruhi mutu obat
dan/atau bahan obat kepada pemberi kontrak sesuai dengan persyaratan kontrak.

Didalam persyaratan kontrak yang berhubungan dengan transportasi harus


mencakup antara lain:

1. Penanganan kehilangan atau kerusakan produk obat selama pengiriman dan


dalam kondisi tidak terduga (force major)
2. Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat dan/atau bahan obat
kepada pemberi kontrak jika terjadi kerusakan selama pengiriman dengan
menyertakan berita acara kerusakan
3. Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak, penerima kontrak
wajib melaporkan kepada pihak kepolisian dan pemberi kontrak
4. Pemberi dan penerima kontrak harus melakukan investigasiterhadap kejadian
kehilangan atau kerusakan produk obat sampai dengan ditemukan akar
permasalahan dan melaporkan kepada Badan POM perkembangan
investigasi sampai dinyatakan selesai
5. Pemberi kontrak harus menyelenggarakan pelatihan CDOB yang
27

berhubungan dengan penanganan obat/ bahan obat dalam pengiriman


6. Penerima kontrak memiliki mekanisme untuk dapat melakukan penelusuran
keberadaan obat/ bahan obat selama pengiriman.

C. Tinjauan Umum PBF

a. Pengadaan

Sebelum melakukan pengadaan obat di PBF harus dilakukan kualifikasi


yang tepat sebelum pengadaan dilakukan. Pemilihan pemasok termasuk
kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan operasional yang
penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis
dimana hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Jika
obat dan atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi maka fasilitas
distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta
menerapkan prinsip dan pedoman CPOB, sedangkan jika bahan obat diperoleh
dari industri non-farmasi yang memproduksi bahan obat dengan standar mutu
farmasi maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut
mempunyai izin serta menerapkan prinsip CPOB.
Pengadaan obat dan/ atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur
tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan
(PKBPOM, 2012).
b. Penerimaan
Pada saat penerimaan harus dilakukan pemeriksaan terhadap keberadaan
nama, jenis, nomor bets, tanggal kadaluwarsa, jumlah dan kemasan harus
sesuai dengan surat pengantar/pengiriman barang dan/atau faktur penjualan,
serta Certificate of Analysis untuk bahan obat. Kondisi container pengiriman
dan/atau kemasan termasuk segel, label dan/atau penandaan dalam kondisi
baik. Kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam surat pengantar/
pengiriman barang dan/atau faktur penjualan harus sesuai dengan arsip surat
pesanan.
Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan telah sesuai, penanggung
jawab fasilitas distribusi harus menandatangani surat pengantar/penerimaan
barang dan/atau faktur penjualan dan dibubuhi stempel fasilitas distribusi. Jika
setelah dilakukan pemeriksaan terdapat item obat yang tidak sesuai dengan
28

surat pesanan atau kondisi kemasan tidak baik, maka obat tersebut harus
segera dkembalikan dengan disertai bukti retur dan surat pesanan asli, dan
meminta bukti terima pengembalian dari pemasok. Selama menunggu proses
pengembalian maka disimpan di area karantina dalam tempat penyimpanan,
Jika terdapat ketidaksesuaian nomor bets, tanggal kadaluarsa dan jumlah antara
fisik dengan dokumen pengadaan harus dibuat dokumentasi untuk
mengklarifikasi ketidak sesuaian dimaksud ke pihak pemasok.
c. Penyimpanan

Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 Tahun


2020 tentang Pedoman Teknis CDOB, penyimpanan dan penanganan obat harus
mematuhi peraturan perundang-undangan. Kondisi penyimpanan untuk obat
dan/atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau
non farmasi yang memproduksi bahan obat standart mutu farmasi. Obat dan/atau
bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat
dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya
matahari, suhu, kelembapan/ faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus
diberikan untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan kondisi
penyimpanan khusus. Volume pemesanan obat dan/atau bahan obat harus
memperhitungkan kapasitas sarana penyimpanan. Kontainer obat dan/atau bahan
obat yang diterima harus dibersihkan sebelum di simpan. Kegiatan yang terkait
dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus memastikan terpenuhinya
kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan memungkinkan penyimpanan
secara teratur sesuai kategorinya; obat dan/atau bahan obat dalam status
karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Untuk
memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal kadaluwarsa obat dan/atau bahan
obat mengikuti kaidah FEFO (First Expired First Out).
Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupauntuk
mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi, dan campur baur. Obat dan/bahan
obat tidak boleh langsung diletakkan di lantai. Obat dan/atau bahan obat yang
kadaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara
elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan/atau bahan obat kadaluwarsa
harus dilakukan secara berkala. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus
dilakukan stok opname secara berkala berdasarkan pendekatan resiko.
29

Perbedaan stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan
untuk memeriksa ada tidaknya campur baur, kesalahan keluar masuk,
pencurian, penyalahgunaan obat, dan/atau bahan obat. Dokumentasi yang
berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk jangka waktu yang telah
ditentukan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Dalam pelaksanaan
penyimpananobat khusus di PBF terdapat beberapa ketentuan, yakni meliputi :
1. Tempat penyimpanan obat narkotika, psikotropika dan prekursor dapat
berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus.
2. Gudang khusus yang dimaksud adalah dinding dibuat dari tembok dan
hanya mempunyai pintu yang dilengkapi dengan pintu jeruji besi dengan 2
buah kunci yang berbeda
3. Langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi. Jika terdapat
jendela atau ventilasi udara harus dilengkapi dengan jeruji besi.
4. Gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker
Penanggung Jawab (APJ).
5. Kunci gudang dikuasai oleh APJ dan personil lain yang didelegasikan.
d. Penyaluran
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF). PBF
hanya menyalurkan obat kepada PBF lain dan fasilitas pelayanan kefarmasian
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2017, PBF
cabang hanya dapat menyalurkan obat dan atau bahan obat di daerah provinsi
sesuai dengan surat pengakuannya. Dikecualikan dari ketentuan, PBF cabang
dapat menyalurkan obat dan atau bahan obat di daerah provinsi terdekat untuk
dan atas nama PBF pusat yang dibuktikan dengan surat penugasan atau
penunjukan. Setiap surat penugasan atau penunjukkan berlaku hanya untuk satu
daerah provinsi terdekat yang ditujudengan jangka waktu selama 1 (satu) bulan.

PBF cabang yang menyalurkan obat dan atau bahan obat di daerah provinsi
terdekat, menyampaikan pemberitahuan atas surat penugasan/ penunjukan secara
tertulis kepada kepala dinas kesehatan provinsi yang dituju dengan tembusan
30

kepala dinas kesehatan provinsi asal PBF cabang, kepala balai POM provinsi asal
PBF cabang dan kepala balai POM provinsi yang dituju. PBF pusat dan PBF
cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berdasarkan surat pesanan yang
ditandatangani apoteker pemegang SIA, apoteker penanggung jawab, atau tenaga
teknis kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat dengan mencantumkan
nomor SIPA atau SIPTTK. Dikecualikan dari ketentuan, penyaluran obat
berdasarkan pembelian secara elektronik (E-Purchasing) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaan penyaluran
sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa ketentuan, yakni meliputi :
6. Penyaluran Obat
1) Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat
kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, PBF tidak dapat
menyalurkan obat keras kepada toko obat.
2) PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan
surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker
penanggung jawab
7. Penyaluran Narkotika
Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015
Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan berdasarkan Surat Pesanan. Surat
pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika. Surat
pesanan harus terpisah dari pesanan barang lain.

Penyaluran Narkotika Golongan I hanya dapat dilakukan oleh perusahaan


PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada
Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, termasuk untuk kebutuhan laboratorium.
8. Penyaluran Psikotropika
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017
Tentang Perubahan Undang-undang No.5 Tahun 1997 tentang Penggolongan
Psikotropika, penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran dilakukan oleh
31

pabrik obat, pedagang besar farmasi dan sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah. Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh:

1. Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan


sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, lembaga penelitian atau lembaga
pendidikan.

2. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek,


sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, lembaga
penelitian atau lembaga pendidikan

3. Psikotropika golongan 1 hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan


pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan atau lembaga
pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan. Sedangkan psikotropika
yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat
disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga
penelitian dan atau lembaga pendidikan yang bersangkutan. Surat pesanan
psikotropika atau prekursor farmasi hanya dapat digunakan untuk 1 (satu)
atau beberapa jenis psikotropika atau prekursor farmasi.
Surat pesanan harus terpisah dari pesanan barang lain (Permenkes Nomor 3
Tahun 2015).

4. Ekspor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau Pedagang
Besar Farmasi yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan impor
psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau Pedagang Besar
Farmasi yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan yang berlaku, serta lembaga penelitian atau
lembaga pendidikan.
BAB III
KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN

A. Gambar Umum PBF


PT. Sapta Sari Tama adalah PBF nasional yang kantor pusatnya berada di
Bandung, awal dibangunnya PBF Sapta sudah bergerak dibidang pendistribusian
pada tahun 80 an, lalu namanya berubah menjadi Sapta Sari Tama pada tahun 1995.
Sapta Sari Tama sudah memiliki cabang di Jakarta maupun Surabaya namun di
tahun 1999-2000 barulah membuka cabang di Banjarmasin, mulainya PBF Sapta
Sari Tama membuka cabangnya secara besar-besaran sekitar tahun 2001-2002
berjumlah 29 cabang diseluruh Indonesia.
Visi Misi Sapta Sari Tama :
Visi :
Menjadi perusahaan distribusi berskala global
“Sarana untuk Mencapai Cita-cita Bersama” bagi rekan prinsipal, pelanggan dan
karyawan perusahaan.
Misi :
“Membangun jaringan distribusi yang kuat di Indonesia dengan bantuan dari Tim
yang berkualitas, keahlian Marketing dan Teknologi untuk meningkatkan service”
1. Menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan baik
2. Selalu belajar dan bertumbuh
3. Mendengarkan masukan
4. Memberikan pelayanan yang baik
5. Kejujuran
6. Menerbitan pemimpin baru

a. Tata Ruang
Pedagang Besar Farmasi (PBF) dapat dilihat pada lampiran 1. PT.Sapta
Sari Tama PBF memiliki tata ruang sebagai berikut yang terlampir pada gambar
berikut.

32
33

Gambar 1. Denah PBF Sapta Sari Tama

b. Struktur Organisasi
Fungsi struktur organisasi yaitu untuk mempertegas dan memperjelas
kedudukan, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing bagian, dengan
demikian proses pelaksanaan administrasi dan operasional tidak mengalami
hambatan dan organisasi yang baik dapat menjalin hubungan yang baik pula
dengan seluruh karyawan.
c. Kegiatan PBF
Jadwal pembentukan jam kerja di PBF PT.Sapta Sari Tama dimulai pukul
08.00-16.00 WITA pada hari Senin - Jum’at pada, pada hari Sabtu dari pukul
08.00-14.00 WITA, buka di hari Senin hingga Sabtu, sedangkan hari Minggu
libur.
Alur pelaksanaan distribusi obat-obatan di PBF Sapta Sari Tama dimulai
dari apotek memesan telepon atau melalui WhatsApp dengan admin serta
melalui surat pesanan dan pihak administrasi membuat fakturnya sesuai dengan
apa yang dipesan. Sebelum difakturkan, barang di cek terlebih dahulu apakah
stok barang yang dipesan masih ada atau tidak. Jika barang yang dipesan tidak
tersedia maka pihak admin akan membuat pesanan dari apotek tersebut. Tahap
selanjutnya setelah faktur dicetak, harus dicatat terlebih dahulu yang mencakup,
nama apotek, salesmen, asal daerah apotek dan harga.
Faktur yang keluar harus dilaporkan dan diparaf terlebih dahulu oleh pihak
kepala cabang PBF setempat, barulah faktur tersebut diserahkan ke
34

pihak gudang untuk disiapkan pesanan sesuai faktur yang telah disetujui. Di
gudang, barang disiapkan dan kelompokan sesuai dengan daerah dan faktur, serta
mencatat barang, wajib dicatat di kartu stok. Yang harus diisi di kartu stok yaitu
nomor faktur, tanggal diambilnya barang, jumlah barang yang keluar, dan sisa
barang yang tersedia. pengiriman ke luar daerah Banjarmasin akan dipisah
dengan pengiriman di Banjarmasin. Pesanan yang sudah tersedia dikemas
menggunakan sistem CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) dan tentunya
disalurkan menggunakan mobil bak tertutup untuk menghindari obat- obatan
yang terkena cahaya matahari secara langsung.
Pelayanan pesanan obat di PBF Sapta Sari Tama dilaksanakan seperti kebanyakan
PBF menjalankannya yaitu apabila suatu apotek/instalasi farmasi dengan nomor
Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) dan nomor Surat Izin Apotek (SIA) sudah
mati lewat dari tanggal masa berlaku, maka pihak PBF tidak akan melayani
apotek tersebut dalam pemesanan atau hal-hal serupa. Data masa berlaku SIPA
dan SIA dilakukan setiap saat oleh pihak apoteker yang bertanggung jawab di
PBF Sapta Sari Tama. Pengiriman obat yang dipesan melalui beberapa tahap.
Barang pertama yang dipesan diambil kemudian sesuai daerah pemesan, barang
yang dikirim di luar kota akan dikemas lebih aman menggunakan kardus dan
dikirim melalui ekspedisi yang menggunakan mobil bak sedangkan pesanan
dalam kota atau Banjarmasin akan dikirim menggunakan kurir biasa atau bisa
juga menggunakan ekspedisi. Obat yang suhu penyimpanannya rendah akan
dikemas.
d.. Pengelolaan Sumber Daya Manusia
1) Tugas, Kewajiban dan Tanggung Jawab setiap Jabatan
1. Tugas Apoteker Penanggung Jawab
a. Mengevaluasi surat pesanan yang masuk
b. Mengevaluasi barang yang masuk
c. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan
ke dalam stok obat dan/atau bahan obat yang masuk memenuhi syarat
jual
d. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan
e. Fokus pada kegiatan yang pengelolaan yang menjadi
kewenangannya,serta menjaga akurasi dan muțu dokumentasi;
f. Membuat Laporan Prekursor dan Triwulan ke Dinas Kesehatan
Provinsi
35

Kalsel
g. Monitoring suhu gudang pada waktu yang telah ditentukan.
h. Mengecek stok obat setiap hari.
i. Turut serta dalam setiap pengambilan. keputusan untuk mengkarantina
atau memusnahkan obat.
j. Bertanggung Jawab terhadap perusahaan dan memastikan bahwa PBF
menerapkan CDOB.
2) Tugas dan tanggung jawab HRD
a. Bertanggung jawab dan mengembangkan sumber daya manusia. Dalam
hal ini termasuk perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan sumber
daya manusin dan pengembangan kualitas sumber daya manusia.
b. Membuat sistem HR yang efektif dan efisien, misalnya dengan
membuat SOP, deskripsi Job description, training, and development
system.
c. Bertanggung jawab penuh dalam proses rekrutmen karyawan, mulai
dari mencari calon karyawan, wawancara hingga seleksi.
d. melakukan seleksi, promosi, transfering dan demosi pada karyawan
yang dianggap perlu.
e. melakukan kegiatan pembinaan, pelatihan dan kegiatan – kegiatan yang
berhubungan dengan pengembangan kemampuan, potensi, mental,
keterampilan dan pengetahuan karyawan yang sesuai dengan standar.

perusahaan dengan berkoordinasi dengan Apoteker Penanggung


Jawab PBF
f. Bertangggung jawab pada hal yang berhubungan dengan absensi
karyawan, perhitungan gaji, bonus dan tunjangan.
g. Membuat kontrak kerja karyawan dan memperbaharui masa
berlakunyakontrak kerja
h. Melakukn tindakan disipliner pada karyawan yang melanggar
peraturanatau kebijakan perusahaan
i. Berkoordinasi dengan Manajer Operasional dan APJ
3) Tugas dan tanggung jawab manajer operasional dan pemasaran
Manager memiliki tanggung jawab terhadap pengaturan, perencanaan,
koordinasi dan mengawasi semua fasilitas pekerjaan yang berhubungan
dengan perusahaan termasuk SDM (Sumber Daya Manusia) untuk
menjamin tercapainya tujuan perusahaan. Sebagai Supervisi Direktur
36

untuk menjalankan perusahaan dan mempertanggung jawabkan segala


keputusan yang diambil untuk perusahaan
a. Mempersiapkan, memonitor dan mengontrol semua anggaran biaya dan
kebutuhan biaya tenaga kerja.
b. Menyelenggarakan dan mengawasi kelancaran operasional perusahaan
agar dapat berjalan dengan baik sesuai standar yang berlaku di
perusahaan.
c. melakukan Koordinasi dan diskusi yang terkait Perencanaan-
Pengadaan yang dijelaskan dalam lembar SOP
d. Mengelola secara profesional dan efisien administrasi serta memimpin
pegawai di seluruh bidang pekerjaan di perusahaan
e. Mengembangkan dan menganjurkan standar garis pedoman
kebujaksanaan dan prosedur pengarahan personel (SOP dan Job
Description)
f. Melakukan pengamatan dan pengumpulan data tentang prestasi kerja
personil
g. bertanggung jawab untuk operasional perusaha kepada Direktur dan
perusahaan.

h. Ikut serta dan mendukung tercapainya CDOB untuk Perusahaan


4) Kepala Bagian Gudang bertanggung jawab atas :
a. Pencatatan jumlah obat yang masuk dan keluar
b. Pemeriksaan spesifikasi (Nomor batch, ED) harus sesuai barang yang
ada di gudang
c. Penyimpanan obat harus terjamin kualitas serta mempunyai
kebijakanuntuk keamanannya (Pembatasan akses masuk Gudang)
d. Mencatat dan memantau suhu dan kelembaban gudang
e. Menjaga kebersihan gudang
f. Menyiapkan Nama, jenis dan jumlah obat sesuai faktur
g. Bertanggung jawab dengan obat yang terdapat di dalam gudang kepada
Manajer Operasional, Apoteker Penanggung Jawab dan perusahaan
h. Ikut serta dan mendukung tercapainya CDOB untuk Perusahaan.
5) Tugas dan tanggung jawab asisten apoteker
a. Menerima delegasi tanggung jawab apoteker jika berhalangan hadir
(sakit 1-2 hari) untuk memberi paraf pada faktur selain faktur obat
mengandung precursor (Optimal)
37

b. Memberikan cap stempel pada faktur peniualan dan menuliskan surat


jalansekaligus nomor faktur untuk faktur penjualan luar kota
c. Merekap dan mengumpulan seluruh faktur penjualan kembalian (faktur
warna biru) per pelanggan dan per penjualan setiap hari
d. Merekap Surat Pesanan (SP) dari faktur penjualan kembalian
Pelanggan - Outlet Banjarmasin setiap hari - Outlet luar kota minimal
seminggu sekalimaksimal 1 bulan
e. Memastikan kelengkapan faktur kembalian: tanda tangan, stempel cap
outlet, SP outlet
f. Merekap dan memastikan kelengkapan Izin sebagai syarat menjadi
pelanggan
g. Koordinasi dengan sales, fakturis, piutang dagang, kasir, dan gudang
h. Membantu fakturis dan bagian piutang serta kasir jika diperlukan.
Asisten apoteker membantu Apoteker menerapkan CDOB untuk
Perusahaan
i. Bertanggung jawab kepada Manager Operasional untuk tugasnya,
dan HRD untuk kinerjanya
6) Tugas dan tanggung jawab Fakturis:
a. Mengetik pesanan dan mencetak faktur penjualan
b. Entry Data penjualan dan pembelian pada program
c. Mengetik dan mencetak PO (Pre-order) dan Surat Pesanan untuk
Pembelian Barang
d. Menulis barang Retur (Jika ada) ke dalam Buku Retur (catatan bantu)
e. Membuat Rekap Piutang Mingguan dan Bulanan
f. Membuat Rekapan Faktur Penjualan & Pembelian Pembelian
Mingguandan Bulanan
g. Merekap Pajak pembelian setiap bulannya
h. Membuat rekapan Tagihan yang dibawa sales
i. Merekap setoran sales perbulannya
j. Mencatat Rekapan barang datang dalam buku pembelian
k. Bertanggung Jawab untuk pembuatan faktur kepada Manajer
Operasionaldan perusahaan
l. Berpartisipasi dan mendukung tercapainya CDOB untuk perusahaan
7) Tugas dan tanggung jawab Piutang dagang
a. Menulis Piutang dari Faktur ke Buku Piutang
38

b. Melunasi piutang yang sudah di bayar di buku piutang (manual)


c. Memberitahukan kepada sales adanya Faktur yang akan & sudah
jatuh tempo, serta Menagihkan piutang saat sales sedang
sibuk/halangan
d. Mencatatkan pesanan yang masuk dari sales maupun outlet dibantu
oleh asisten apoteker
e. Menjadi Sales Ofrice dan mencari outlet baru
f. Menawarkan barang stok lama ke pelanggan
g. Koordinasi dengan sales, fakturis, kasir dan gudang Ikut serta dalam
pemenuhan CDOB untuk perusahaan
e. Pengelolaan PBF
Administrasi
Pelanggan memesan bahan obat jadi bisa dengan dua cara, yaitu melalui
salesman (mengajukan surat pesanan) atau langsung ke PBF melalui telepon dan
Whatsapp. Surat pesanan memiliki 2 kategori, surat pesanan reguler akan difoto
dan dikirim ke Whatsapp PBF lalu SP diambil oleh salesman dan diserahkan ke
fakturis untuk difakturkan sedangkan surat pesanan yang berisi obat
psikotropika, Obat-Obat Tertentu (OOT), dan prekursor harus diketahui dan
disetujui oleh apoteker yang bertanggung jawab di PBF tersebut, setelah
disetujui oleh apoteker yang bertanggung jawab, surat pesanan (SP) diserahkan
ke fakturis untuk difakturkan. Apabila pesanan obat psikotropik/Obat-Obat
Tertentu (OOT)/prekursor terlihat mencurigakan

seperti ratusan box maka akan dikonfirmasi oleh apoteker ke apotek yang
memesan, jika apotek tersebut beralasan tidak masuk akal dan berbelit-belit
maka pesanan tersebut akan dibatalkan oleh apoteker di PBF tersebut. Sebelum
fakturis memfakturkan pesanan, fakturis akan konfirmasi terlebih dahulu ke
kepala staff administrasi jika memiliki piutang yang belum dibayar, pelanggan
harus melunasi piutang pesanan sebelumnya jika ingin memesan barang lagi,
apabila piutang sebelumnya tidak dilunaskan dalam tenggat 21 hari maka
pesanan dibatalkan. Jika kepala staff administrasi telah menyetujui dan piutang
sebelumnya telah dibayarkan sebelum tenggat 21 hari, maka pesanan akan
diproses dan difakturkan serta dicetak oleh fakturis. Setelah dicetak faktur dicatat
terlebih meliputi nama outlet, asal daerah outlet, salesman, dan total harga di
pembukuan khusus, lalu faktur diturunkan ke gudang untuk diproses oleh
karyawan gudang. Ada beberapa jenis faktur yang dicetak, diantaranya:
39

1. Faktur putih (Asli), untuk diserahkan ke pelanggan sebagai bukti bahwa


pesanan telah dibayar lunas
2. Faktur merah (Copy), untuk arsip PBF + surat pesanan asli
3. Faktur hijau (Copy), untuk arsip PBF
4. Faktur biru (Copy), untuk diserahkan ke pemesan sebagai tagihan
karena pesanan masih belum dibayar lunas
5. Faktur kuning (Copy), untuk mencari barang pesanan di gudang
6. Faktur putih (Copy), untuk arsip PBF yang bersifat wajib. Pencarian
barang pesanan menggunakan faktur kuning harus sesuai nama barang,
no. Batch, tanggal kadaluarsa, dan jumlah yang keluar dicatat di kartu
stok.
Distribusi
Pendistribusian barang dalam kota di lakukan secara bertahap, pertama
tama di cek kelengkapan pesanan oleh kepala gudang setelah disetujui barulah
barang dikirim ke alamat pelanggan menggunakan kurir. Barang dibawa kurir
ke pelanggan dengan membawa faktur asli, saat di tempat, kurir menyerahkan
barang pesanan serta meminta tanda tangan, nama, dan stempel pada faktur,
apabila menggunakan metode pembayaran kredit, maka faktur berwarna biru
diserahkan ke apotek sebagai tagihan, sedangkan Kimia farma faktur yang
diserahkan adalah faktur hijau dan biru. Pendistribusian barang luar kota
dilakukan secara bertahap, pertama di cek terlebih dahulu kelengkapan
pesanan oleh kepala gudang, setelah disetujui lalu barang dikemas
menggunakan kardus supaya saat barang telah sampai di alamat pemesan,
barang masih terjaga kualitasnya, tidak lupa faktur biru sebagai tagihan outlet
diselipkan pada paket pesanan. Untuk pengiriman luar kota perlu ditulisnya
surat jalan sesuai ekspedisi dan sesuai daerah yang dituju, beberapa contoh
ekspedisi yang digunakan PBF Sapta Sari Tama adalah Hafiz, BAS, Apuy,
Sinar X, dan Ghifa. Surat jalan telah ditulis, barang telah dikemas dengan
alamat pelanggan aman, selanjutnya akan dikirim ke menggunakan ekspedisi
yang telah ditentukkan.
Tata letak barang obat
Penyusunan dan peletakkan barang sesuai dengan nama pabrik yang
memproduksi obat tersebut. Obat-obat golongan bebas, bebas terbatas, keras,
jamu-jamuan, dan alkes diletakkan di pallet seperti biasa tanpa ruangan khusus,
40

obat-obatan tertentu atau OOT dan prekursor menggunakan ruang terpisah dari
obat lainnya serta obat golongan psikotropika menggunakan ruangan khusus
dengan keamanan yang cukup yaitu bergembok dan hanya boleh dimasuki
apabila ada pesanan, yang mengambil pun hanya apoteker yang bertanggung
jawab. Obat-obatan dalam bentuk sediaan salep diletakkan di ruang dingin yang
suhunya kurang dari 25°C. Peletakan pallet di PBF Sapta Sari Tama memiliki 2
tingkat di lantai 1 maupun lantai 2, Obat-obat sirup dan suspensi diletakkan di
lantai 1 dan pallet bagian bawah saja untuk menghindari kerusakan saat
mengambil obat serta memudahkan dalam pemindahaan obat apabila ada stok
barang yang baru datang. Barang-barang retur dan yang dianggap palsu
diletakkan di lemari + ruangan tertentu yang telah disediakan. Fungsi pallet
disini adalah sebagai alas peletakan produk barang obat supaya produk obat
tidak mengalami kerusakan seperti lembab (akan merusak bentuk dan fungsi
sediaan obat), menghindari rayap, dan kemungkinan-kemungkinan buruk
lainnya. Jarak antara dinding dengan palet minimal 30 CM. Obat psikotropik
disusun per no. Batch dan tanggal kadaluarsa, obat diletakkan di kardus lalu di
bagian luar kardus ditulis nama obat, no. Batch, dan tanggal kadaluarsa untuk
memudahkan pendataan pada kartu stok dan pemeriksaan jika diperlukan.
Pengadaan Barang dan Kebijakan Retur
Pengadaan barang di PBF Sapta Banjarmasin harus dari PBF pusat
karena PBF Sapta Banjarmasin adalah PBF cabang, PBF cabang tidak
diperkenankan untuk memesan langsung ke pabrik maka dari itu harus melalui
perantara PBF pusat yang berada di Bandung. Misalnya PBF Sapta cabang
Banjarmasin ingin memesan suatu obat namun obat tersebut tidak tersedia di
PBF pusat, maka pusat akan memesankan terlebih dahulu obat yang diminta
oleh PBF cabang ke pabrik, lalu akan dikirimkan ke PBF cabang, bisa juga
dikirimkan ke pusat terlebih dahulu, baru pusatlah yang mengirimkan produk
tersebut ke kantor cabang. Setelah permintaan barang datang ke kantor cabang,
akan dicek eh kepala gudang dan apoteker mulai dari jumlah barang apakah
sesuai atau tidak dengan yang diminta, tanggal Batch, kondisinya seperti apa,
dll yang kadaluarsa, no. mencakup kualitas dan kuantitas barang tersebut,
apabila yang datang adalah obat-obat psikotropik, yang menanganinya 100 %
apoteker penanggung jawab dan tidak ada campur tangan orang lain. Lalu
informasi barang akan diinput ke sistem oleh apoteker penanggung jawab untuk
41

dimasukkan kedalam stok yang tersedia. Pemesanan barang obat berdasarkan


stok, principal, dan pelanggan, misalnya obat merk alprazolam dalam 1 bulan
laku 10 box, dan ingin memesan lagi setelah penjualan selama 3 bulan, maka
PBF pusat memesankan alprazolam ke pabrik yang bersangkutan atas
permintaan cabang sebanyak 40 box dengan perhitungan 1 bulan pengiriman.
Retur barang memiliki 2 kategori yang berbeda, kategori yang pertama barang
masih dalam kondisi baik dan bisa dijual kembali seperti koreksi administrasi,
tidak sesuai dengan pesanan outlet, overstock di outlet, penarikan oleh pusat,
dan pengalihan distribusi. Kategori yang kedua yaitu barang dengan kualitas
buruk dan tidak dapat dijual kembali seperti kadaluarsa di outlet, kadaluarsa di
gudang PBF, kemasan rusak, penarikan produk oleh principal, kemasan tidak
utuh, pengalihan distribusi, minor damage, kadaluarsa lebih dari 3 bulan
sesudah tanggal kadaluarsa, dan disposisi marketing principal. Proses retur
barang yaitu barang dibawa oleh salesman dari outlet yang bersangkutan,
datang ke gudang dicek oleh kepala cabang dan kepala gudang setelah disetujui
barang tersebut akan diserahkan ke admin gudang untuk dicatat no. Batch dan
ED (Expired Date) di pembukuan khusus lalu dibuat format retur oleh admin
gudang. Sebelum diproses fakturis, barang sudah harus diketahui oleh kepala
cabang dan kepala staff administrasi (KSA), barang diserahkan ke kepala
gudang lalu diproses. Beberapa pabrik ada yang memberlakukan peraturan
tentang retur yaitu usul retur terlebih dahulu dan ada yang tidak perlu usul.
Pabrik yang harus mengajukan usul dahulu sebelum retur adalah Erela, Hermed,
dan Tropica (pabrik supplier ke PBF Sapta cabang Banjarmasin), outlet
mengajukan ke salesman untuk meretur barang lalu sales akan mengkonfirmasi
ke logistik atau kepala gudang dengan menyertakan form retur, kepala gudang
menghubungi pabrik yang bersangkutan melalui email yang berisi pengajuan
retur barang dan setelah disetujui oleh pabrik, maka salesman akan membawa
barang retur ke gudang untuk dimasukkan ke data stok berupa no. Batch dan
expired date, barulah barang tersebut dikirim ke gudang transit yang berlokasi
di Bekasi sebagai perantara barang retur dan pengadaan (gudang milik PT.
Sapta Sari Tama), nanti gudang transit yang akan mengirimkan ke PBF pusat
dan PBF pusat menyerahkan barang retur ke pabrik. Setelah barang dikirim,
logistik akan membuatkan retur RTR yaitu Rate of Return supaya data yang
sudah dimasukkan ke stoke tadi bisa ditarik oleh pabrik untuk dikurangkan
42

dengan piutang PBF yang melakukan retur dan dibuatkan Credit Note (CN).
Contoh: PBF Sapta cabang Banjarmasin memiliki piutang dengan pabrik Erela
sebesar Rp 100.000.000,- melakukan retur ke pabrik tersebut dengan harga
barang sebesar Rp 60.000.000,- maka piutang PBF cabang yang awalnya
sebesar Rp 100.000.000,- akan dikurangi dengan total harga retur sebesar Rp
60.000.000,- jadi sisa piutang PBF cabang sebesar Rp 40.000.000,- Bagi pabrik
yang tidak perlu usul retur, maka akan langsung menyertakan form retur,
dengan syarat barang retur minimal 3 bulan sebelum expired date. Prosesnya
memakan waktu 4 bulan mulai dari barang dikirim ke gudang cabang lalu
diproses di gudang cabang selama kurang lebih 1 bulan dan sudah sampai di
pabrik dengan expired date barang 3 bulan sebelum kadaluarsa. Informasi
tambahan yaitu ada juga pabrik dengan produk yang tidak bisa diretur
contohnya adalah pabrik Nutrindo, misalkan outlet memaksa untuk meretur
produk Nutrindo, solusinya adalah hubungi salesman sesuai outlet masing-
masing dan principal. Principal yang akan mem follow upnya secara
menyeluruh karena pihak PBF cabang sudah menghimbau dari awal bahwa
produk dari pabrik tersebut tidak bisa diretur. Pabrik yang tidak memiliki
principal seperti Trifa, Seles, Nova, Itrasal, Solas non reg, memiliki kebijakan
khusus dan kasus seperti ini sangat jarang terjadi. Hal yang sama berlaku
kepada produk dengan ED yang singkat seperti 1 tahun, contoh produknya
adalah Reco tetes mata atau sejenisnya, solusi dari kasus ini adalah PBF
menyarankan untuk mengorder barang secukupnya supaya tidak terjadi retur
dan tidak merugikan PBF karena barang retur tersebut. Retur dengan barang
pecah di ekspedisi, hitung berapa jumlah barang yang pecah atau rusak lalu
dibuat berita acara dengan ditandatangani kepala gudang, apoteker, dan
ekspedisi, diserahkan ke fakturis untuk difakturkan dan biaya total barang yang
pecah akan ditanggung ekspedisi. Barang pecah di gudang, misal yang
melakukannya adalah pegawai gudang, maka pegawai tersebutlah yang
menanggung biaya ganti barang tersebut. Berbeda halnya dengan kasus barang
hilang di gudang, yang bertanggung jawab adalah seluruh pegawai yang ada di
gudang PBF tersebut, besaran persen yang ditanggung adalah 45% ditanggung
Branch Manager (BM), 35% ditanggung kepala logistik, sisanya ditanggung
pegawai gudang melalui potong gaji secara bertahap.
43

Pemusnahan Obat
Di PBF Pemusnahan obat-obatan biasa seperti vitamin, obat golongan
bebas, jamu-jamuan hanya dilaporkan ke Badan POM dan Dinas Kesehatan
tetapi pemusnahan obat-obat golongan keras, psikotropik, OOT, Prekursor
harus disaksikan oleh Badan POM dan Dinas Kesehatan dan dilakukan di
pembuangan akhir, salah satu contohnya adalah TPS. Obat-obat yang akan
dimusnahkan harus digunting, dihancurkan hingga tidak berbentuk obat lagi
untuk menghindari penyalahgunaan, kalaupun obat yang dimusnahkan dalam
jumlah kecil, maka bisa saja dibuang di toilet karena akan hancur saat terkena
air.

B. Kegiatan PKPA dan Pembahasan


Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. sapta sari tama
Banjarmasin dimulai pada tanggal 6 desember sampai dengan tanggal 18
desember 2021. Praktik kerja tersebut bertujuan untuk mendidik dan melatih
mahasiswa calon apoteker agar lebih kompeten di dunia kerja, meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan mahasiswa calon apoteker dalam menjalankan
profesinya dengan penuh tanggung jawab di bidang PBF ini, serta agar
mahasiswa mampu menjalin kerjasama dan komunikasi dengan PBF dalam
bidang pendidikan dan pelatihan. Kegiatan PKPA ini diawali dengan pemberian
materi berupa panduan dari Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, serta pemberian arahan oleh Apoteker PT.
Sapta sari tama Banjarmasin sebagai pembimbing lapangan. Kegiatan ini dimulai
dengan pengenalan lingkungan PBF, fungsi PBF sebagai sarana distribusi mulai
dari pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat, atau bahan obat dalam jumlah
besar sesuai dengan peraturan perundang- undangan serta tugas dan fungsi
apoteker sebagai penanggung jawan di PBF. Kegiatan PKPA di PT. sapta sari
utama cabang Banjarmasin ini merupakan kegiatan praktik pembelajaran yang
memberikan banyak sekali pengalaman praktik profesi apoteker dalam
melaksanakan distribusi obat yang baik sesuai dengan aspek- aspek dalam
CDOB. Adapun kegiatan yang dilakukan berdasarkan pada Pedoman Teknis
CDOB Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2020 terdiri dari :
44

Manajemen Mutu
Dalam pendistribusian harus mempertahankan sistem mutu yang meliputi
tanggung jawab, proses dan langkah manajemen resiko terkait dengan kegiatan
yang dilaksanakan. Manajemen mutu bertujuan untuk menjamin apa yang kita
kerjakan agar lebih efisien dan sesuai dengan peraturan CDOB. Adapun
Manfaatnya untuk distributor atau PBF yaitu dapat membantu sasaran agar tetap
sesuai dengan mutu yang diharapkan sebagai kepuasan pelanggan, juga untuk
mencapai kinerja yang lebih efektif dan efisien. PT. sapta sari utama
Banjarmasin memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dibuat
berdasarkan CDOB dengan tujuan sebagai prosedur yang mengatur suatu
tindakan yang akan dilakukan, ruang lingkup, untuk mengetahui proses atau alur,
singkatan-singkatan untuk mempermudah persepsi, juga dokumentasi SOP PT.
sapta sari utama Banjarmasin mengelola pendistribusiannya ke sarana farmasi
seperti Rumah Sakit, Apotek, Klinik, Puskesmas, dan Toko Obat serta PBF yang
lain dimana syaratnya memiliki izin yang masih berlaku, mulai dari izin praktek
juga izin usahanya dimana hal ini bertujuan untuk memutus rantai
penyalahgunaan obat.
Organisasi, Manajemen, dan Personalitas
Sebuah perusahaan harus memiliki struktur organisasi untuk tiap bagian
yang dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Dimana tanggung jawab,
wewenang dan hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas.
Seorang Apoteker Penanggung Jawab harus memiliki kompetensi yang sesuai
dengan tanggung jawabnya. Dengan adanya struktur organisasi ini maka akan
memberikan kejelasan tanggung jawab, kejelasan kedudukan, kejelasan jalur
atau garis hubungan yang berkaitan dengan uraian tugasnya.
Dalam personalia di PBF PT. sapta sari tama Banjarmasin terdiri jumlah tenaga
kerja sebanyak 39 orang yang di pimpin oleh seorang kepala cabang dengan
memiliki 4 kepala bagian, adapun apoteker yang bertugas sebagai apoteker
penanggung jawab memiliki garis tanggung jawab langsung terhadap komando
dan koordinasi dengan perusahaan dan memastikan PBF menerapkan CDOB
(melampirkan gambar stuktur organisasi) serta bagian gudang yang terdiri
jumlah tenaga kerja sebanyak 4 orang yang bekerja secara langsung dalam
penanganan obat, 4 orang pengantar barang, ekspedisi 4 orang dan admin 2
orang, dan dengan apoteker yang memiliki SIPA dan STRA yang masih aktif.
45

Setiap personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan
yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Dalam PT. sapta sari tama Banjarmasin
sendiri pada pelaksanaan aspek organisasi, manajemen, dan personalia telah
terlaksana dengan baik, dengan memiliki struktur organisasi yang jelas sehingga
tiap karyawan dapat memenuhi kualifikasi yang sesuai dengan CDOB.
Bangunan dan Peralatan
PT. sapta sari tama Banjarmasin berlokasi di Jalan Jl. Cempaka Raya No.2,
Telaga Biru, Kec. Banjarmasin Barat, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan
70119, berdasarkan bangunan yang terdiri dari tiga lantai, dimana pada lantai
pertama terdapat gudang penyimpanan obat sebagai sarana kerja dalam
pendistribusian obat. Pada lantai dua terdapat ruang meeting kemudian ruangan
karyawan serta musholla dan dapur yang digunakan sebagai ruang kerja.
Pada lantai tiga terdapat ruangan kosong. PT. sapta sari tama Banjarmasin
memiliki dua ruang di lantai satu untuk penyimpanan obat. Gudang
penyimpanan obat terletak di lantai satu serta dilengkapi dengan sistem
pengamanan berupa pintu masuk dengan pintu keluar. Pintu gudang hanya dapat
dibuka menggunakan kunci yang dimiliki oleh apoteker penanggung jawab dan
staff lain yang didelegasikan. Selain itu, orang lain tidak dapat secara bebas
keluar masuk dari gudang. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keamanan obat
yang ada dari kehilangan atau kerusakan akibat adanya akses masuk dari pihak
yang tidak berkepentingan. Pada gedung utama terdapat area barang masuk
(staging in), area pengeluaran barang (staging out), area pengiriman barang dan
penerimaan barang dipisahkan bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dan untuk
mencegah atau meminimalisir tercampur baurnya antara obat yang akan dikirim
dan obat yang baru masuk. Kemudian pada gudang utama juga terdapat ruang
ED, ruang karantina, ruang obat rusak dan juga ruang obat OOT dan prekursor.
Akses masuk ke area penerimaan serta pengiriman hanya diberikan kepada
personil yang berwenang seperti Kepala Gudang, Apoteker Penanggung Jawab,
dan Karyawan. Perlengkapan yang tersedia untuk menyimpan sediaan padat, dan
sediaan semi padat ditempatkan pada rak-rak besar, sedangkan untuk
penyimpanan sediaan obat cair diletakkan pada rak-rak kecil dan diletakkan di
bawah untuk menghindari obat jatuh atau pecah agar tidak merusak barang-
barang sediaan yang lain. Penyimpanan di PT. sapta sari tama Banjarmasin ini
disusun berdasarkan metode FEFO, bentuk sediaan dan golongan obatnya. Pada
46

gudang PT. sapta sari tama Banjarmasin memiliki ruang tersendiri untuk
penyimpanan obat pada suhu sejuk. Untuk suhu di dalam gudang disesuaikan
dengan suhu yang dibutuhkan untuk penyimpanan obat. Pada suhu sejuk
pengaturan suhu dilakukan dengan menggunakan AC (Air Conditioner) yang
selalu hidup 24 jam setiap hari. Kondisi suhu perlu dikontrol atau dipantau
secara rutin. Pemantauan suhu dilakukan menggunakan thermohigrometer yang
disebar di berbagai titik yang dilakukan dengan cara pemetaan suhu yang
dilakukan selama tujuh hari berturut turut. Pemetaan suhu ini dilakukan dengan
tujuan untuk memastikan keakuratan suhu. Thermohygrometer yang terdapat
pada PT. sapta sari tama Banjarmasin dilakukan kalibrasi tiap sat u tahun sekali.
Kondisi pada gudang harus selalu terlihat bersih. Petugas harus meminimalisir
kemungkinan masuknya debu dalam gudang dengan adanya dua pintu sebagai
jalan keluar dan masuknya udara dari dalam satu gedung. Kegiatan pembersihan
dilakukan setiap hari oleh staf gudang sesuai dengan SOP yang telah tersedia.
Mapping suhu dilakukan untuk memantau atau memonitor suhu pada beberapa
titik ruangan. Mapping suhu dilakukan karena akan selalu terjadi perubahan suhu
di dalam gudang dan berpotensi melewati rentang suhu penyimpanan obat.
Adapun posisi mapping suhu dilakukan di gudang dibagian penympanan obat
dengan hasil yang baik dan sesuai SOP yang ada. Kegiatan mapping suhu akan
memberikan data mengenai titik minimum dan titik maksimum ruang gudang.
Titik minimum adalah titik dimana trend atau kecenderungan suhu dilokasi
tersebut lebih rendah dari titik lain. Sedangkan titik maksimum adalah titik
dimana kecenderungan suhu lebih tinggi dari titik lain. Titik kritis dapat berupa
titik minimum atau titik maksimum tergantung dari ruang penyimpanan. Untuk
penyimpanan obat suhu sejuk dan suhu kamar, maka titik kritis ruang adalah titik
maksimum. Untuk penyimpanan obat suhu dingin, titik kritis adalah titik
mendekati atau bahkan lebih rendah dari batas bawah, sehingga titik kritis ruang
suhu dingin adalah titik minimum. Pemantauan suhu di PT. sapta sari tama
Banjarmasin dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada waktu pagi hari, siang dari
dan sore hari. Sistem komputer PT. sapta sari tama Banjarmasin memuat segala
data dan backup yang penting untuk keberlangsungan PBF serta sudah
tervalidasi untuk memudahkan penelusuran obat yang nantinya akan
berhubungan pada pelaporan obat. PBF PT. sapta sari tama Banjarmasin tersedia
alat pemadam kebakaran dengan semua staf mengikuti pelatihan
47

penanggulangan bencana.
Operasional
Pengadaan
Pengadaan obat di PT sapta sari tama Banjarmasin menggunakan metode
yang berdasarkan rata-rata jumlah konsumsi obat/pesanan outlet setiap bulan dan
berdasarkan rata-rata penjualan selama 3 bulan sebelumnya.

Software ini tereintegrasi ke seluruh perangkat komputer yang ada di kantor PT.
sapta sari tama Banjarmasin, sehingga setiap unit bagian kerja dapat mengakses
untuk pelaksanaan seluruh kegiatan operasional. Apabila ada obat habis sebelum
waktu yang diperkirakan, maka bisa langsung dilakukan pemesanan obat
tersebut. Setelah itu jika sudah ditentukan barang apa saja yang akan dipesan,
maka kepala cabang akan membuat Surat Pesanan melalui sistem komputerisasi.
Penerimaan
Alur penerimaan obat dimulai dari barang dating yang telah dipesan di
pusat oleh PT. sapta sari tama Banjarmasin, setelah barang sampai di PT. sapta
sari tama Banjarmasin kepala gudang dan petugas gudang menerima barang
melalui pintu khusus masuk barang. Kemudian barang diletakkan di palet barang
masuk (warna kuning), selanjutnya barang diperiksa meliputi cek surat jalan
yaitu jumlah colly, kemudian cek faktur meliputi kesesuaian nama barang,
kesesuaian jumlah barang dengan SP dan kesesuaian nomor batch dengan
expired date. Barang dicek kelayakannya, jika barang layak maka barang
disimpan dan tulis kartu stok, tetapi jika barang yang dicek tidak layak atau
barang rusak yang berasal dari pusat maka barang dipisahkan kemudian
dikembalikan sedangkan apabila berasal dari ekspedisi maka dibuat berita acara
yang ditandatangi oleh kepala gudang dan ekspedisi yang diketahui oleh
apoteker penanggung jawab.
Penyimpanan
Alur penyimpanan obat di PT. sapta sari tama banjarmasin yaitu obat
yang di terima dicatat pada buku penerimaan barang, kemudian di cek dan sesuai
lalu di simpan sesuai prinsipal nya masing masing bedasarkan kategori obatnya.
Sesuai kreteria obatnya. Dan di catat di kartu stok kemudian dokumen di proses
secara sistem oleh admin atau fakturis, selama di proses oleh sistem barang
disimpan di area penerimaan cara penyimpanan di gudang sesuai dengan metode
FEFO . serta area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai
48

untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman.


Bangunan yang dimiliki PT. sapta sari tama banjarmasin memiliki 3 lantai, lantai
1 digunakan sebagai gudang penyimpanan.

Peralatan suhu penyimpanan pada setiap ruang gudang dikontrol menggunakan


alat thermohygrometer yang berfungsi untuk merekam suhu penyimpanan dan
memantau kelembaban udara sehingga pengecekan dapat dilakukan dengan
mudah setiap saat. Bangunan dan fasilitas juga dilengkapi dengan pest control
atau perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan
lain. Setiap hari gudang dibersihkan oleh staf di bagian gudang sesuai dengan
standar prosedur yang telah tersedia serta dilengkapi dengan laporan
pemeliharaan gudang. Gudang obat di PT. sapta sari tama banjarmasin memiliki
area khusus untuk penyimpanan prekursor dan obat- obat tertentu (OOT).
pemusnahan
Pengelolaan obat rusak dan kadaluarsa bertujuan untuk memastikan agar
obat tersebut mendapat penanganan sesuai dengan standar prosedur yang
ditetapkan, serta memastikan obat-obat tersebut tidak dijual kembali dan segera
di proses untuk di retur ke pusat. Apabila ada obat rusak dikarenakan kesalahan
dari pabrik, maka obat rusak tersebut akan dikembalikan ke pabrik yang
bersangkutan. Namun, jika obat rusak tersebut dikarenakan kesalahan dari PT.
sapta sari tama Banjarmasin, maka obat rusak tersebut akan dikumpulkan di
dalam ruang barang rusak/ED. Obat tersebur disimpan paling lama 5 tahun
sebelum dilakukan pemusnahan. Obat dengan tanggal kadaluarsa antara 6-12
bulan, maka Apoteker akan memberitahukan kepada salesman untuk
memfokuskan penjualan produk tersebut. Jika obat dengan tanggal kadaluarsa 3-
6 bulan, maka penyimpanannya akan dipisahkan dengan produk lainnya, dan
tetap difokuskan pada produk penjualan. Kemudian jika obat dengan tanggal
kadaluarsa kurang dari 3 bulan, maka akan diretur ke pabriknya beserta dokumen
dan daftar-daftar obat yang telah kadaluarsa. Obat yang mendekati tanggal
kadaluarsa dari outlet, PT. sapta sari tama Banjarmasi masih menerima asalkan
tanggal kadaluarsa antara 3-6 bulan sebelumnya. Jika masih tersedia obat yang
sama, maka PT. sapta sari tama banjarmasin akan mengganti dengan tanggal
kadaluarsa yang lebih jauh. Namun, jika tidak ada maka akan dipotong tagihan.
Dalam hal pemusnahan obat, sampai saat ini PT. sapta sari tama Banjarmasin
belum pernah melakukan kegiatan tersebut.
49

Penerimaan pesanan diawali dengan persyaratan sebagai berikut :


a. KTP
b. Pemilik sarana apotik
c. NPWP
d. Surat izin apoteker (SIA)
e. Surat izin pengelola apotik (SIPA)
Selanjutnya membuat surat pesanan atau disingkat SP, adapun untuk outlite yang
sudah lama berlangganan perlu dilakukan pengecekan di PBF apakah stok
pesanan obat tersedia, lalu apakah masih terdapat piutang dengan PBF dan
apabila masih ada dalam tempo yang mendekati pelunasan maka perlu
diutamakan melunasi piutang tersebut. Kemudian dilakukan pengecekan izin
berlaku SIA dan SIPA apakah masih lama atau sebentar lagi akan habis dan
analisa pelanggan, sedangkan untuk outlite yang baru berdiri bisa langsung
melakukan pemesanan obat dengan sistem COD tanpa dilakukan pengecekan
yang lain.
Dibuatkan faktur penjualan yang terdiri dari 5 warna 6 lembar , yaitu :
a. 2 lembar putih, 1 lembar copy yang terletak di susunan paling belakang dan di
gunakan untuk arsif. Putih untuk lembar pertama untuk faktur yang
menyatakan lunas.
b. Merah untuk arsip Gudang
c. Biru untuk ngutang atau kredit
d. kuning untuk data menyiapkan barang yang di pesan lalu di arsif untuk di
simpan agar bisa pengecekan kembali apabila ada kesalahan
e. Hijau untuk arsip mengkleam diskon.
Pengemasan
Pengemasan di PT. Sapta sari tama Banjarmasin di lakukan dalam 2 bentuk :
1. Untuk wilayah dalam kota menggunakan plastik
2. Untuk luar kota menggunakan kardus
Pengiriman
Pengiriman di PT. Sapta sari Banjarmasin terdiri dari beberapa rute yaitu :
1.Dalam kota di kirim langsung oleh PT. Sapta sari Banjarmasin
2.Untuk luar kota di kirim melalui ekspedisi
Inspeksi diri
Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang
ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap
50

peraturan perundang-undangan, pedoman, Audit terhadap kegiatan yang dan


prosedur tertulis. disubkontrakkan harus menjadi bagian dari inspeksi diri, semua
pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Salinan laporan tersebut harus
disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya.
Dokumentasi
Dokumentasi tertulis bertujuan untuk memudahkan penelusuran dan atau
meminimalkan kesalahan baik manual maupun elektronik. antara lain sejarah
bets, instruksi, prosedur. Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari
sistem manajemen mutu. Dokumentasi yang dilakukan di PT. Sapta sari
Banjarmasin meliputi dokumentasi untuk data, dokumen atau laporan yang
dibuat atau diterima di PBF terkait pelaksanaan kegiatan operasional.
Dokumentasi dilakukan di seluruh proses operasional dari pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian sampai pelaporan harus terdokumentasi melalui
dua cara, yaitu secara komputerisasi di dalam software dan dalam bentuk catatan
secara manual. Dokumentasi yang dilakukan di PT. Sapta sari Banjarmasin
meliputi :
a. Surat pesanan, kartu stok, faktur pembelian, faktur penjualan dan faktur pajak
di PT. Sapta sari Banjarmasin telah dilakukan penyimpanan minimal selama
tiga tahun lalu dimusnahkan serta dengan susunan faktur yang telah tertata
rapi untuk berkas yang lama.
b. Laporan E-Report, merupakan laporan triwulan obat distributor farmasi dan
dilaporkan per 3 bulan ke kementerian kesehatan.
c. Laporan Siodie, merupakan laporan yang meliputi prekursor, dan obat-obat
tertentu yang dilaporkan setiap bulan ke BPOM.
d. Berita acara, dilakukan apabila terjadi barang hilang, pemusnahan, penarikan
barang, barang rusak, barang kadaluarsa, form suhu, form kebersihan dan pest
control.

e. Pelatihan, didokumentasikan dengan baik beserta evaluasinya.


f. Retur dan nota retur, baik pembelian maupun penjualan yaitu bukti retur
berupa nota retur yang didokumentasikan dengan baik.
Recall atau Penarikan
Recall dibagi menjadi dua jenis, yaitu Mandatory Recall (Penarikan yang
dilakukan langsung oleh BPOM), dan Voluntary Recall (pusat). Alur recall
barang dari PT. Sapta sari Banjarmasin dilakukan dengan cara sebagai berikut :
51

a. Apoteker Penanggung Jawab PBF menerima surat perintah dari industri atau
supplier
b. Apoteker Penanggung Jawab dan kepala gudang melakukan pengecekan
barang recall (apakah masih memiliki sisa stok barang tersebut di gudang,
atau barang sudah terdistribusikan ke outlet dan outlet mana saja yang telah
menerima)
c. Apoteker Penanggung Jawab PBF membuat surat perintah recall dan mengisi
formulir recall untuk outlet yang mempunyai barang tersebut
d. Barang recall dari PBF dan dari outlet-outlet akan dijadikan satu di PBF
untuk disimpan di ruang karantina serta dicatat stok yang terkumpul.
e. Barang-barang recall di kirimkan ke pusat.
Transportasi
Transportasi yang digunakan selama proses distribusi harus memadai dan
dapat menjamin bahwa obat tidak akan mengalami perubahan kondisi/rusak
selama proses distribusi berlangsung. Transportasi di PT. Sapta sari Banjarmasin
dikelola dengan baik dan aman. Transportasi yang digunakan sudah sesuai
standar dan drivernya sudah terlatih untuk kontribusi pengiriman luar kota. PT.
Sapta sari Banjarmasin bekerjasama dengan transportasi pihak ketiga yang mana
vendor atau subkontrak sudah memahami dalam penanganan hal yang tidak
diinginkan dan semuanya telah dicantumkan dalam kontrak.
Fasilitas distribusi
Berdasarkan Kontrak Pedagang Besar Famasi PT. Sapta sari Banjarmasin
melakukan kontrak pengiriman (ekspedisi). Cakupan kontrak yang dilakukan
adalah penanganan kehilangan atau kerusakan selama pengiriman dalam kondisi
tidak terduga, kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat kepada
pemberi kontrak jika terjadi kerusakan selama pengiriman dengan menyertakan
berita acara kehilangan. Apabila terjadi kehilangan maka penerima kontrak
wajib.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan selama Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Sapta
Sari Tama PBF Cabang Banjarmasin dapat disimpulkan bahwa :
1. Peran dan tugas apoteker penanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya di
PT. Sapta Sari Tama adalah melaksanakan dan mengawasi kegiatan pengelolaan
obat jadi sebagai komoditi utama yang disalurkan PBF ini.
2. PT. Sapta Sari Tama merupakan salah satu Pedagang Besar Farmasi yang telah
memenuhi beberapa aspek dalam CDOB dalam setiap kegiatannya. Aspek
CDOB di PT. Sapta Sari Tama sangat baik.
3. PT. Sapta Sari Tama melakukan penyimpanan obat sudah sesuai dengan CDOB,
tetapi untuk obat-obatan yang sudah ED dan rusak tidak segara dimusnahkan
dikarenakan menunggu persetujuan dari pusat sehingga menumpuk di dalam
ruang karantina.
B. Saran
1. PT. Sapta Sari Tama perlu adanya mushola untuk solat para karyawan admin dan
karyawa gudang.
2. Kerjasama yang sudah terjalin antara Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
dengan pihak PT. Sapta Sari Tama agar terus dikembangkan dan dipertahankan
untuk tahun-tahun selanjutnya.

52
DAFTAR PUSTAKA

BPOM. 2020. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 Tahun 2020
Tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik.

BPOM RI, 2012. Laporan Tahunan 2012 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
Jakarta: Badan POM RI.

Permenkes RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Menteri
Kesehatan. Jakarta.

Permenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34


Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi.
MenteriKesehatan. Jakarta.

Permenkes RI, 2016. Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan Kesehatan RI No.889/MENKES/PER/V/2011
tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

Peraturan Pemerintah, 2009. No. 51 Tahun tentang Pekerjaan Kefarmasian

Undang-Undang, 2009. No. 35 tentang Narkotika

Undang-Undang, 1997. No. 5 Tahun tentang Psikotropika

53
LAMPIRAN

Lampiran 1. PT.Sapta Sari Tama

Lampiran 2. Jalan masuk gudang PBF

Lampiran 3. Gudang satu PBF

54
Lampiran 4. Gudang dua PBF

Lampiran 5. Gudang tiga PBF

Lampiran 6. Lantai dua khusus Alkes dan Solas

55
Lampiran 7. Ruangan Prekursor atau OOT

Lampiran 8. Ruangan Psikotropika

Lampiran 9. Ruangan barang datang


56
Lampiran 10. Ruang Karantina Barang

Lampiran 11. Faktur

57

Anda mungkin juga menyukai