Anda di halaman 1dari 19

EFEKTIFITAS KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DI PASAR

TRADISIONAL
(Studi Kasus Efektifitas Komunikasi Antarbudaya Antar Penjual Dan
Pembeli Di Pasar Tradisional Petisah Medan)
RISKA INDRIA

ABSTRAK

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi Kasus yaitu metode
riset yang menggunakan sumber data yang sebanyak mungkin yang bisa
digunakan untuk menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu
secara sistematis. Informan peneliti adalah para penjual dan pembeli yang
berada di Pasar Petisah. Adapun teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Komunikasi, Komunikasi Antarbudaya, Efektifitas Komunikasi
Antarbudaya dan Komunikasi Verbal dan Nonverbal. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penjual dan pembeli di pasar Petisah lebih dominan
menggunakan bahasa Indonesia untuk melakukan komunikasi satu sama lain.
Bahasa Indonesia dianggap mudah dimengerti dan dipahami oleh semua orang
dan penyampaian pesannya pun lebih cepat dari pada bahasa daerah.
Penggunaan bahasa daerah hanya digunakan jika penjual dan pembeli mengerti
satu sama lain.

Kata kunci: Komunikasi, Efektifitas Komunikasi Antarbudaya, Komunikasi


Verbal dan Nonverbal

Pendahuluan
Pasar adalah sisi dunia usaha yang mempunyai karakteristik kerakyatan
yang lekat dengan dimensi sosial, ekonomi dan budaya. Sebagai tumpuan
kehidupan dari generasi ke generasi, tren pasar harus dapat memenuhi tuntutan
waktu, baik fisik maupun nuansa kegiatannya. Kegiatan di pasar melibatkan
masyarakat baik selaku pembeli maupun penjual saling membutuhkan satu sama
lainnya. Keberadaan pasar pada hakekatnya bertujuan untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat agar bisa memenuhi berbagai keinginan yang
dibuthkan bagi kelangsungan hidup.
Pasar terbagi dua yaitu pasar modern dan pasar tradisional. Perkembangan
pasar modern seperti minimarket, supermarket dan hypermarket akhir-akhir ini
telah menggeser peran pasar tradisional. Sebagian masyarakat kini telah
memenuhi kebutuhan rumah tangganya dari pasar modern, dan terutama
masyarakat yang berada di daerah perkotaan.

1
Di pasar petisah terdapat adanya keanekaragaman suku yang ada di
Indonesia diantaranya suku Karo, Batak, Padang, Jawa, Cina dan lain-lain. Dari
tiap-tiap suku tersebut masing-masing mempunyai ciri khas dari segi bahasa,
agama, adat istiadat, pakaian, kebiasaan perilaku dan lain-lain, yang kesemuanya
itu merupakan ke Bhinekaan Bangsa Indonesia.
Bentuk pergaulan yang ada di pasar petisah lebih cenderung pada
kebiasaan sehari-harinya. Dalam arti masih menganut adat istiadatnya sendiri.
Yang menarik dari pasar petisah ini adalah pasar ini selalu buka tiap hari dan
selalu ramai di kunjungi oleh para pembeli dari berbagai suku. Pasar petisah
dikunjungi karena letaknya yang strategis dan dilalui banyak kendaraan umum,
sehingga memudahkan pengunjung.
Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan diatas, Pembatasan
masalah yang akan diteliti adalah (1) Penelitian menggunakan metode kualitatif
dengan tipe studi kasus dimana peneliti mendeskripsikan atau merekonstruksikan
wawancara mendalam terhadap subjek penelitian tanpa menjelaskan hubungan
antar variabel atau menguji hipotesis yang mengenai komunikasi yang terjadi
antar penjual dan pembeli di pasar petisah Medan.
Subjek dalam penelitian ini adalah penjual dan pembeli di pasar petisah Medan
dan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (a )Untuk mengumpulkan data
dari para penjual dan pembeli yang ada di pasar petisah Medan. (b) Untuk
menggambarkan dan membahas bagaimana efektifitas komunikasi antarbudaya
yang dilakukan oleh penjual dalam melakukan komunikasi terhadap pembeli.

Kajian Literatur
Komunikasi Antar Budaya
Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah komunikasi berasal
dari bahasa Latin communication dan perkataan ini bersumber pada kata
communis. Arti communis disini adalah sama, dalam arti kata sama makna, yaitu
sama makna menganai satu hal.
Pembicaraan tentang komunikasi antarbudaya tidak dapat dielakkan dari
pengertian kebudayaan (budaya). Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua
kata tetapi dua konsep yang tidak dapat dipisahkan.

2
Menurut William B. Hart II, 1996 komunikasi antarbudaya yang paling
sederhana adalah komunikasi antapribadi yang dilakukan oleh mereka yang
berbeda latar belakang kebudayaan (dalam Liliweri 2004:8).

Efektivitas Komunikasi Antarbudaya


Berlund dalam Porter (1985:9) juga mengemukakan efektifitas komunikasi
tergantung atas pengertian bersama antarpribadi sebagai fungsi orientasi persepsi,
sistem kepercayaan dan gaya komunikasi yang sama. Sedangkan Devito
(1985:261) mengemukakan beberapa faktor penentu efektifitas komunikasi
antarbudaya, yakni (1) keterbukaan; (2) empati; (3) perasaan positif; (4)
dukungan; (5) keseimbangan (Lubis, 1999:45).

Komunikai Verbal
Komunikasi verbal dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang
menggunakan kata-kata secara lisan dengan secara sadar dilakukan oleh manusia
untuk berhubungandengan manusia lain. Dasar komunikasi verbal adalah
interkasi antara manusia. Dan menjadi salah satu cara bagi manusia
berkomunikasi secara lisan atau bertatapan dengan manusia lain, sebagai sarana
utama menyatukan pikiran, perasaan dan maksud (Fajar, 2009:109-110).

1. Pembagian Tipe-Tipe Komunikasi

Komunikasi Vokal Komunikasi Non Vokal


Bahasa lisan (spoken Bahasa tertulis (written
Komunikasi Verbal
words) words)
Nada suara (tone of Isyarat (gesture), gerakan
voice), desah (sighs), (movement), penampilan
Komunikasi Nonverbal
jeritan (screams), kualitas (appearance), ekspresi
vokal (vocal qualities) wajah (facial expression)
Sumber: Ronald B. Agler, George Rodman, Understanding Human
Comunication, second edition, hal. 96

3
Komunikasi Nonverbal
Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi nonverbal
mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting
komunikasi oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang
mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima.
Bentuk-bentuk Komunikasi Nonverbal
a. Kinesics
Dari semua penelitian mengenai perilaku nonverbal yang paling banyak
dikenal ialah mengenai kinesics, suatu nama teknis bagi studi mengenai
gerakan tubuh digunakan dalam komunikasi. Gerakan tubuh meliputi
kontak mata, ekspresi wajah, gerak-isyarat, postur atau perawakan, dan
sentuhan.
b. Paralanguage
Paralanguage atau vocalics adalah “suara” nonverbal apa yang kita dengar
bagaimana sesuatu dikatakan. Ada empat karakteristik vokal yang
meliputi paralanguage dan kemudian membicarakan bagaimana
kesimpulan-kesimpulan vokal dapat mengganggu arus pesan.
c. Gangguan-gangguan Vokal
Meskipun kebanyakan di antara kita adakalanya merasa bersalah dengan
menggunakan gangguan vokal atau vocal interferences suara-suara yang
tidak ada hubungannya atau kata-kata yang menginterupsi lancarnya
pembicaraan. Dalam budaya Indonesia gangguan dalam pidato atau
berbicara seperti “ehm”, “aaa”, “eee”, “baik” sedangkan dalam percakapan
gangguan yang biasa menyelinap seperti, “caya nggak”, “iya nggak,”
“huuh”.
d. Penggunaan Ruang
Kita berkomunikasi melalui penggunaan ruang informal kita yang ada di
sekeliling kita, menggunakan ruang-ruang yang kita miliki dan kita jaga, dan cara-
cara kita menggunakan objek dan mendekorasi ruang kita.
1. Proksemik
Prosemik atau proxemics merupakan studi mengenai ruang informal –
ruang di sekitar tempat yang kita gunakan suatu saat.

4
2. Wilayah
Kewilayahan dapat mengandung dimensi kekuasaan. Orang yang
memiliki status yang lebih tinggi umumnya menuntut wilayah yang
lebih besar atau luas, lebih bergengsi, dan lebih terlindung (Henley,
1977)
3. Artefak
Artefak atau artifacts mengacu kepada pemelikan kita dan cara-cara
kita mendekorasi wilayah kita. Penggunaan warna adalah cara lain di
mana kita dapat memengaruhi wilayah kita untuk menyampaikan
pesan nonverbal.

Metode Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Metode merupakan proses, prinsip dan prosedur yang digunakan peneliti untuk
mendekati suatu masalah dan mencari jawabannya. Dengan kata lain, metodologi
adalah sebuah pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Pendekatan
kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada
metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Studi
kasus merupakan salah satu strategi dan metode analisis data kualitatif yang
menekankan pada kasus-kasus khuhsus yang terjadi pada objek analisis.
Objek penelitian yang fokus dan lokus penelitian, yaitu apa yang menjadi
sasaran. Sasaran penelitian tak tergantung pada judul dan topik penelitian, tetapi
secara konkret tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Sedangkan
informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian
sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian. Jadi apabila
penelitian tentang efektifitas komunikasi antarbudaya antara penjual dan pembeli
di pasar tradisional Petisah medan, maka objek penelitiannya adalah efektifitas
komunikasi antarbudaya di pasar tradisional Petisah, sedangkan informan
penelitian adalah penjual dan pembeli.
Subjek penelitian ini adalah para penjual dan pembeli di pasar tradisional
Petisah Medan. Untuk memperoleh informan di sini peneliti menggunakan cara

5
snowbolling sampling, karena peneliti tidak tahu siapa yang memahami informasi
subjek penelitian. Untuk memulai melakukan penelitian dan pengumpulan
informasi, peneliti berupaya menemukan (1) Gatekeeper, yakni siapa pun orang
yang pertama dapat menerimanya di lokasi objek penelitian yang dapat memberi
petunjuk tentang siapa yang dapat diwawancarai atau diobservasi dalam rangka
memperoleh informasi tentang objek penelitian; (2) Gatekeeper bisa pula
sekaligus menjadi orang pertama yang diwawancarai, namun kadang Gatekeeper
menunjuk orang lain yang lebih paham tentang objek penelitian; (3) Setelah
wawancara pertama berakhir, peneliti meminta informan menunjuk orang lain
berikutnya yang dapat diwawancarai untuk melengkapi informasi yang sudah
diperoleh; (4) Terus-menerus setiap habis wawancara peneliti meminta informan
menunjuk informan lain yang dapat diwawancarai pada waktu lain (Bungin,
2009:77).
Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan periset untuk mengumpulkan data (Kriyantono, 2010:95). Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah Penelitian Lapangan (Field Research)
dan Penelitian Kepustakaan.
Adapun proses analisis dalam penelitian ini terdiri dari tiga fase
(Kriyantono, 2010:196), yaitu:
a) Reduksi Data (data reduction)
b) Penyajian Data ( data display)
c) Penarikan Kesimpulan (conclusion)
Penelitian ini dilakukan 2 tahap, yaitu pra penelitian dan penelitian. Peneliti
melakukan pra penelitian dari bulan Maret hingga Mei, sedangkan penelitian
dimulai bulan Juni 2012 dengan lama penelitian akan disesuaikan dengan
kebutuhan.

Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti di pasar Petisah
selama lebih kurang 2 minggu, maka diperoleh beberapa informan yang dianggap
cukup mengenal serta memahami situasi dan kondisi jual beli disana. Adapun
informan yang dijadikan subjek penelitian berjumlah 9 orang yang terdiri atas

6
penjual serta pembeli yang dipilih secara acak dimana keduanya berasal dari suku
serta latar belakang yang berbeda-beda.
Karakteristik informan-informan tersebut dapat dilihat dalam tabel
dibawah ini :
Tabel 4.1
Karakteristik Informan
No Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan
1. Yuminar Perempuan 24 tahun Penjual Sayur
2. Diana Perempuan 49 tahun Penjual Buah dan Bumbu Dapur
3. Tetra Perempuan 48 tahun Pembeli
4. Darmi Perempuan 36 tahun Penjual buah dan Ikan
5. Siska Perempuan 25 tahun Pembeli
6. Das Pria 50 tahun Penjual Pakaian
7 M. Pasaribu Pria 52 tahun Penjual Bumbu Dapur
8. Bobby 25 tahun Pembeli
Pria
Ginting
9. Ivan 32 tahun Pembeli
Pria
Hutabalian
Sumber : (23 Juni s/d 06 Juli Pasar Tradisional Petisah)

Dari hasil observasi dan juga wawancara yang telah dilakukan, dapat
diketahui bahwasanya kebanyakan dari informan peneliti lebih sering
menggunakan bahasa Indonesia karena menurut mereka penggunaan bahasa
Indonesia pesan yang akan disampaikan lebih cepat dan mudah dimengerti.
Sedangkan dengan penggunaan bahasa daerah sendiri hanya digunakan kepada
orang-orang yang mengerti akan bahasa daerah itu sendiri dan penggunaannya
tidak sesering penggunaan bahasa Indonesia. Di pasar Petisah sendiri seperti
diketahui terdapat banyak suku yang ada disana.
Dari hasil observasi dan juga wawancara yang dilakukan oleh peneliti,
dapat diketahui bahwa para penjual disana kebanyakan menggunakan bahasa
Indonesia dengan penjual yang lain terlebih lagi kepada pembeli hal ini
disebabkan karena banyaknya ragam suku yang terdapat di pasar Petisah sehingga
lebih didominasi pemakaian dengan bahasa Indonesia sebagai salah satu cara/ alat
interaksi diantara para penjual dan pembeli. Pada umumnya, suku yang paling
sering berkomunikasi dengan bahasa daerah mereka sendiri adalah suku Cina.
Antar sesama suku Cina sangat sering berkomunikasi dengan bahasa
mereka sendiri karena mereka sangat menjunjung tinggi kebudayaan dan adat

7
mereka, salah satunya mereka tunjukkan dari bahasa yang mereka gunakan. Salah
satu lagi fakta yang ada dilapangan menunjukkan bahwa orang Cina sangat sering
memakai bahasa daerah mereka sendiri karena pada umumnya masyarakat
pribumi tidak mengerti bahasa dari orang Cina itu sendiri, jadi secara tidak
langsung bahasa Cina yang dipakai mereka dapat menjadi bahasa rahasia mereka
dengan masyarakat pribumi, khususnya yang paling sering kita jumpai dan alami
pada saat tawar- menawar, menanyakan harga, maupun bertransaksi dengan rekan
atau relasi mereka yang sesama orang Cina.
Peneliti melihat, disisi lain jika suku Batak, Karo, Jawa, dan Padang
menggunakan bahasa daerahnya sendiri, terdapat beberapa suku diluar dari suku
yang disebutkan diatas, bahwasannya mereka dapat mengerti dengan apa yang
dikatakan oleh suku tersebut. Hal ini disebabkan karena, bahasa daerah diantara
suku tersebut memiliki kesamaan makna/arti maupun dalam hal segi
pengucapannya sehingga mudah dipelajari oleh suku yang berbeda. Contohnya
seperti “asakai argana?” dalam bahasa Karo dan “sadia argana?” dalam bahasa
Batak yang memiliki arti yang sama yaitu “Berapa harganya?” “piro iki?” dalam
bahasa Jawa yang kata- katanya sering didengar atau lazim digunakan sedangkan
“bara hargonyo?” yang kata- katanya mudah dimengerti dan ditebak artinya. Dari
contoh diatas dapat dIbuktikan bahwa bahasa daerah dari suku Batak, Karo, Jawa
dan Padang lebih mudah untuk dimengerti dan dipelajari dibandingkan dengan
bahasa suku Cina itu sendiri.
Pada informan pertama dalam berjualan dia lebih sering menggunakan
bahasa Indonesia dibandingkan dengan menggunakan bahasa daerahnya sendiri
yaitu bahasa Batak, bahkan seperti yang peneliti lihat dengan orang tuanya sendiri
pun dia lebih menggunakan bahasa Indonesia karena menurutnya penggunaan
bahasa Indonesia penyampaian pesannya lebih cepat dimengerti dan diterima
dengan baik. Terkadang informan pertama juga menggunakan bahasa daerah
untuk berkomunikasi kepada pembeli, tetapi penggunaan bahasa daerah tersebut
dimulai terlebih dahulu oleh pembeli dan informan akan membalasnya dengan
bahasa daerah juga. Menurut pengakuan informan hal tersebut jarang dilakukan
karena menurutnya penggunaan bahasa Indonesia lebih tepat untuk digunakan
karena di pasar Petisah tersebut terdapat banyak suku Bangsa.

8
Pada informan kedua tidak jauh berbeda dengan informan yang pertama,
informan yang kedua juga dalam melakukan transaksi atau berkomunikasi kepada
pembeli lebih menggunakan bahasa Indonesia untuk menyampaikan pesan kepada
pembeli. Menurut informan bahasa Indonesia adalah bahasa yang dapat
dimengerti semua orang dibandingkan dengan bahasa daerah. Selain itu juga
informan tidak mengetahui apakah pembeli yang membeli barang dagangannya
juga memiliki suku yang sama dengannya yaitu suku Batak. Maka dari itu
informan lebih memilih bahasa Indonesia untuk digunakannya sehari-hari.
Seperti halnya informan pertama, informan yang kedua juga tidak menggunakan
bahasa daerah kepada anaknya.
Informan lebih menggunakan bahasa Indonesia untuk menyampaikan
pesan kepada anaknya. Menurut informan penggunaan bahasa Indonesia lebih
efektif dibandingkan dengan bahasa daerah sendiri, walaupun informan mengerti
dasar-dasar bahasa daerah suku lain seperti suku Karo informan juga tetap
menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal berjualan dalam penggunaan bahasa
daerah sebagai transaksi jual-beli tidak mempengaruhi harga jual barang
dagangannya, karena menurut informan hal tersebut tidak berpengaruh. Jadi
harga tetap sama dengan orang yang sama atau tidak satu suku dengannya. Selain
menggunakan bahasa Indonesia informan juga menggunakan bahasa nonverbal
kepada pembeli, walaupun informan tidak menyadari bahwa sebenarnya dia telah
menggunakan bahasa nonverbal sebagai penunjang ekspresinya dalam berjualan.
Hal ini peneliti lihat langsung bahwa informan kedua selalu ramah tamah dalam
menawarkan barang dagangannya.
Pada informan ketiga, sebagai pembeli informan ketiga sering
menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa daerah juga terkadang
digunakannya hanya untuk bercanda atau mengakrabkan diri kepada penjual tetapi
seperti yang peneliti ketahui bahasa yang digunakannya bukan bahasa daerah dari
suku mana informan berasal melainkan bahasa daerah lain seperti bahasa Padang,
karena suami informan berasal dari Sumatera Barat. Informan sendiri berasal dari
daerah Jawa Timur, tetapi bukan berarti informan mengerti seluruhnya bahasa
Jawa dan Padang. Penggunaan bahasa daerah sendiri hanya satu atau dua kali
digunakan oleh informan ketika menawar barang, selebihnya informan

9
menggunakan bahasa Indonesia. Informan ketiga ini sering menggunakan bahasa
nonverbal untuk menunjang ekspresinya dalam berkomunikasi. Hal ini disadari
oleh informan, karena menurutnya bahasa nonverbal itu tidak pernah lepas pada
saat seseorang berkomunikasi. Informan menyadari betul bahwa bahasa
nonverbal itu sadar tidak sadar akan terbentuk atau terlihat dengan sendirinya
secara otomatis mengikuti perasaan atau keadaan seseorang pada saat itu.
Pada informan keempat, tidak juah berbeda dengan informan-informan
sebelumnya. Informana keempat ini juga menggunakan bahasa Indonesia untuk
berkomunikasi dengan para penjual atau pun pembeli. Hanya sesekali informan
menggunakan bahasa daerah untuk berkomunikasi dengan pembeli, sedangkan
kepada penjual sendiri informan lebih menggunakan bahasa Indonesia. Informan
keempat ini berasal dari suku Aceh tetapi dia mengerti sedikit-sedikit bahasa
Batak. Menurut informan penggunaan bahasa Indonesia lebih efektif
dibandingkan dengan penggunaan bahasa daerah. Pada saat berkomunikasi
informan tidak sering menggunakan bahasa nonverbal seperti gerakan-gerakan
tubuh seperti menggeleng kepala atau mengangkat bahu. Hal ini disebabkan
karena menurut informan hal tersebut tidak sopan bila dilakukan kepada pembeli.
Informan menganggap pembeli itu adalah raja yang harus dihormati, akan tetapi
bahasa verbal seperti mimik muka selalu terlihat dari wajah informan. Informan
selalu tersenyum manis kepada pembeli bahkan pada saat peneliti mewawancarai
dirinya.
Pada informan kelima juga menganggap komunikasi dengan
menggunakan bahasa Indonesia lebih efektif dibandingkan dengan bahasa daerah.
Berbeda dengan informan-informan lainnya informan ini tidak sering
menggunakan bahasa daerah untuk berkomunikasi kepada penjual, karena
menurutnya bahasa Indonesia lebih umum dan dimengerti oleh semua orang.
Penyampaian pesannya serta maksud dari apa yang ingin disampaikan lebih cepat
dimengerti oleh lawan bicara jika menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal
penggunaan bahasa nonverbal informan mengakui informan lebih sering
menggunakan bahasa verbal, karena menurutnya bahasa verbal lebih dimengerti
oleh lawan bicara dibandingkan bahasa nonverbal. Penggunaan simbol-simbol

10
juga menurut informan suka tidak dimengerti oleh penjual sehinggan terjadinya
kesalahpahaman mengenai arti dari simbol-simbol tersebut.
Pada informan keenam lebih menggunakan bahasa Indonesia untuk
berkomunikasi dengan pembeli. Penggunaan bahasa Indonesia lebih efektif dan
pesan yang disampaikan juga cepat dimengerti oleh pembeli. Bahasa daerah
sendiri hanya dimengerti oleh orang-orang yang memiliki kesamaan suku dan
mengerti bahasa daerah itu sendiri, maka dari itulah informan lebih memilih
menggunakan bahasa Indonesia agar komunikasi tetap berjalan lancar. Informan
juga lebih memilih menggunakan kata-kata dari pada bahasa nonverbal dan
simbol-simbol untuk menunjang ekspresinya dalam berkomunikasi. Walaupun
ada sesekali informan menggunakan bahasa nonverbal untuk menunjang
ekspresinya dalam berkomunikasi.
Pada informa ketujuh, penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah
dilihat dari pembelinya sendiri. Jika pembeli menggunakan bahasa Indonesia
telebih dahulu maka infor0man akan menggunakan bahasa Indonesia, tetapi jika
pembeli menggunakan bahasa daerah informan juga akan melayaninya dengan
bahasa daerah. Tidak menutup kemungkinan jika informan terlebih dahulu yang
menggunakan bahasa daerah jika dilihatnya pembeli akan mengerti dengan bahasa
yang informan gunakan. Hal ini dilakukan dan dilihat informan dari segi bentuk
wajah pembeli, karena dari bentuk wajah pembeli informan dapat mengetahui
apakah pembeli akan mengerti apa yang akan disampaikan oleh penjual atau
pembeli satu suku dengan penjual. Informan sendiri sering menggunakan bahasa
nonverbal sebagai salah satu penunjang ekspresinya dalam berkomunikasi. Disini
peneliti melihat bahwa informan ini dalam melayani pembeli selalu tersenyum
dan ramah kepada pembeli.
Pada informan kedelapan, penggunaan bahasa daerah lebih cenderung
digunakan oleh informan dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Hal ini
dilakukan oleh informan jika informan melihat bahwa penjual juga memiliki suku
yang sama dengannya. Jika menurut informan penjual tidak akan mengerti bahasa
daerah yang akan informan gunakan maka informan akan menggunakan bahasa
Indonesia kepada penjual. Penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah akan
sama-sama efektif jika pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh penjual dan

11
pembeli, begitu juga dengan penggunaan bahasa daerah akan efektif jika penjual
dan pembeli mengerti bahasa daerah yang digunakan. Penggunaan bahasa
nonverbal serta simbol-simbol juga sering informan gunakan untuk menunjang
ekspresinya dalam berkomunikasi kepada penjual.
Pada informan kesembilan hampir sama dengan informan kedelapan
bahwa informan lebih menggunakan bahasa daerah jika informan mendapatkan
penjual yang sama sukunya dengan informan. Menurut informan jika
menggunakan bahasa daerah kepada penjual yang mengerti dan satu suku
dengannya informan lebih merasa nyaman dan akrab serta merasa terjalinnya
hubungan kekeluargaan antara mereka. Sedangkan bahasa Indonesia sendiri
digunakan informan jika penjual tidak mengerti dan tidak satu suku dengannya.
Seperti yang peneliti lihat, informan ini akan langsung menggunakan bahasa
daerah jika informan sudah mengenal penjual. alasan mengapa informan
langsung menggunakan bahasa daerah karena informan sudah mengenal dan
sudah berlangganan dengan penjual sehingga informan tidak segan-segan lagi
menggunakan bahasa daerah kepada penjual, selain itu mengapa informan lebih
sering menggunakan bahasa daerah agar harga yang diberikan penjual kepadanya
dapat lebih murah dibandingkan pembeli yang lain. Dalam hal berkomunikasi
informan juga sering menggunakan bahasa nonverbal dan simbol-simbol untuk
menunjang ekspersinya dalam berkomunikasi. Hal tersebut dimengerti oleh
penjual, seperti yang peneliti lihat sendiri saat informan menanyakan tomat
kepada penjual dan informan langsung “melambai-lambaikan” tangannya bahwa
informan kurang begitu suka dengan tomat yang ditawarkan penjual.
Pada informan pertama, kedua, ketiga, keempat dan keenam terkadang
menggunakan bahasa daerah untuk berkomunikasi dengan lawan bicaranya.
Berbeda dengan informan ketiga yang sama sekali tidak pernah menggunakan
bahasa daerah untuk berkomunikasi dengan penjual yang ada disana. Sedangkan
informan ketujuh, kedelapan dan kesembilan akan menggunakan bahasa daerah
kepada lawan bicaranya selama lawan bicaranya mengerti bahasa daerah dan
memiliki satu suku dengan mereka. Keseluruhan para informan lebih sering
menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan menggunakan bahasa daerah karena
bahasa Indonesia lebih efektif dalam penyampaian pesan dan cepat serta mudah

12
dimengerti. Tidak semua orang mengerti bahasa daerah lain, terkadang ada
beberapa bahasa daerah lain yang diketahui oleh informan tetapi hanya dasar-
dasarnya saja. Seperti informan pertama, kedua, ketiga, keempat dan ketujuh
mengerti dasar-dasar bahasa daerah lain atau kata-kata atau kalimat-kalimat yang
biasa diucapkan atau digunakan dalam hal berbelanja. Sedangkan pada informan
kelima hanya mengerti bahasa daerahnya sendiri yaitu bahasa Padang, tetapi
informan mengakui bahwa dia tidak begitu fasih dalam pengucapan kata-kata
dalam bahasa padang. Maka dari itu informan selalu menggunakan bahasa
Indonesia. Berbeda dengan informan ketujuh, kedelapan dan kesembilan, para
informan ini akan menggunakan bahasa daerah jika dilihatnya lawan bicara
mereka akan mengerti dengan apa yang akan disampaikannya
Selama peneliti melakukan observasi, hampir keseluruhan penjual dan
pembeli disana menggunakan bahasa Indonesia baik kepada sesama penjual atau
antara penjual dan pembeli. Lain halnya dengan suku Cina, mereka selalu
menggunakan bahasa daerah mereka untuk berkomunikasi kepada sesama mereka
atau pembeli yang juga bersuku Cina. Terkadang peneliti juga mendengar dan
melihat ada juga beberapa diantara sesama penjual menggunakan bahasa daerah,
seperti penjual yang bersuku Batak dan Karo, tetapi peneliti mendapati hanya
beberapa dari antara penjual dan pembeli menggunakan bahasa daerah.
Penggunaan bahasa Indonesia masih cenderung atau lebih sering digunakan untuk
berkomunikasi antara penjual dan pembeli, karena bahasa Indonesia adalah
bahasa yang umum digunakan setiap orang dan dapat mudah dimengerti pesan
yang disampaiakan dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Dalam hal berbicara atau berkomunikasi suku Batak, Karo dan Cina
memiliki hampir kesamaan kecepatan dalam menyampaikan pesan, suku tersebut
memiliki kecepatan yang lumayan cepat dalam menyampaikan sesuatu lain halnya
dengan suku Jawa dan Padang yang kecepatan dalam penyampaian pesan tidak
begitu cepat. Intonasi yang digunakan pun berbeda, suku Batak dan Cina
memiliki intonasi yang keras, sedangkan Karo, Padang dan Jawa memiliki
intonasi yang tidak begitu keras. Hal yang disebutkan diatas merupakan ciri-ciri
nonverbal dari suatu suku. Sedangkan ciri-ciri fisik dari suatu suku dapat
diketahui dari bantuk muka, warna kulit dan gaya berbicara. Penjual dan pembeli

13
di pasar Petisah ini dapat mengetahui suku dari lawan bicaranya pada umumnya
dapat dilihat dari bentuk wajahnya seperti suku Batak dan Karo yang memiliki
bentuk wajah persegi, hidung pesek dan warna kulit “sawo matang”. Suku
Padang bentuk wajahnya agak oval terkadang ada juga yang persegi, memiliki
hidung yang mancung serta warna kulit “sawo matang”. Suku Jawa memiliki
bentuk wajah oval, memiliki hidung mancung serta raut wajah yang “teduh” dan
warna kulit ”kuning langsat”. Sedangkan suku Cina sendiri memiliki bentuk
wajah panjang, hidung pesek serta warna kulit yang putih.
Hasil wawancara serta observasi yang peneliti lakukan selama di pasar
Petisah peneliti mendapatkan dan mengetahui bahwa para penjual dan pembeli
yang ada di pasar Petisah lebih menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan
bahasa daerah karena bahasa Indonesia dianggap lebih efektif dibandingkan
dengan bahasa daerah. Hal ini dibuktikan pada saat peneliti melakukan observasi
peneliti melihat penjual dan pembeli yang menggunakan bahasa daerah terlihat si
pembeli dan penjual bingung serta tidak mengerti dengan apa yang disampaikan
oleh penjual kepada pembeli dan begitu sebaliknya. Hal ini disebabkan karena
pembeli yang tidak begitu mengetahui bahasa daerah, ketika penjual melayaninya
dengan bahasa daerah yang digunakannya. Awal pembicaraan pembeli mengerti
tapi lama-kalamaan komunikasi tersebut jadi sedikit kacau karena pembeli
memiliki keterbatasan pengertian dengan apa yang disampaikan oleh penjual dan
pada akhirnya mereka kembali menggunakan bahasa Indonesia.
Selain kasus diatas peneliti juga melihat ketika penjual melayani pembeli
pada awalnya mereka menggunakan bahasa Indonesia, disaat pembeli sedang
memilih-milih barang dan sambil cerita dengan penjual terkadang penjual atau
pembeli menanyakan sendiri kepada pembeli atau penjual langsung mereka suku
apa. Jika antara penjual dan pembeli memiliki suku yang sama mereka langsung
menggunakan bahasa daerahnya biarpun pada awalnya mereka sudah terlebih
dahulu menggunakan bahasa Indonesia, tapi ada beberapa tetap melanjutkan
pembicaraannya dengan menggunakan bahasa Indonesia. Selain itu ada juga
pembeli yang tetap menggunakan bahasa Indonesia walaupun dia mengetahui
bahwa penjual tersebut memiliki suku yang sama dengannya. Setelah diteliti
lebih jauh mengapa pembeli tetap menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan

14
bahasa daerahnya sendiri disebabkan karena pembeli tidak fasih atau sulit untuk
mengucapkannya dalam bahasa daerah. Sehingga untuk menghindari terjadinya
kesalahpahaman atau salah pengertian yang dapat menyebabkan terjadinya
perselisihan atau prasangka yang tidak baik dari penjual maka pembeli lebih
menggunakan bahasa Indonesia.
Dalam hal menggunakan bahasa nonverbal dan simbol-simbol sendiri
sebenarnya peneliti melihat hampir keseluruhan penjual dan pembeli yang ada di
pasar Petisah menggunakan bahasa nonverbal, tetapi keterbatasan pengetahuan
dari penjual yang tidak mengerti apa yang dimaksud dengan bahasa nonverbal dan
simbol-simbol itu sendiri sehingga penjual mengatakan mereka tidak pernah
menggunakannya. Sebelumnya peneliti terlebih dahulu menjelaskan apa itu yang
dimaksud dengan bahasa nonverbal atau simbol-simbol seperti menggelengkan
kepala, mengangguk tetapi tetap saja para penjual mengatakan tidak pernah
menggunakannya bahkan menurut mereka hal tersebut tidak sopan bila dilakukan
kepada pembeli.
Seperti yang peneliti alami sendiri ketika mewawancarai informan, pada
saat peneliti menanyakan barang apa saja yang dijual oleh informan. Seketika itu
informan langsung menunjukkan dagangannya kepada peneliti, selain itu dari
semua informan yang peneliti wawancara sebagian besar menunjukkan wajah
bersahabat dengan selalu tersenyum dan sesekali tertawa, peneliti juga
mendapatkan informan yang kurang bersahabat dan menunjukkan wajah yang
cemberut dan tidak tersenyum.
Kasus lainnya yang peneliti lihat dilapangan yaitu saat pembeli
menanyakan harga atau sesuatu kepada penjual dan penjual tidak begitu jelas
dengan apa yang disampaikan pembeli, maka penjual secara spontan menanyakan
apa yang ditanyakan pembeli tadi dengan mengangkat sedikit kepala keatas,
menaikkan alis mata dan sambil bertanya “apa tadi buk?” dan banyak lagi
komunikasi nonverbal yang peneliti saksikan pada saat observasi seperti pembeli
mengangguk-anggukan kepala sambil mengatakan “iya” jika meminta turun harga
begitu juga dengan penjual yang mengiyakan sambil mengangguk-aanggukan
kepala tanda setuju. Komunikasi yang seperti diatas kadang tidak disadari oleh
penjual ataupun pembeli sendiri, sehingga pada disaat apakah mereka sering

15
menggunakan komunikasi nonverbal atau simbol-simbol mereka menjawab tidak
pernah. Komunikasi nonverbal sendiri adalah salah satu faktor penunjang dalam
berkomunikasi, karena dengan menggunakan komunikasi nonverbal sebernanya
penjual dan pembeli dapat mengetahui maksud dan arti yang disampaikan oleh
lawan bicaranya tanpa harus menggunakan kata-kata.
Penutup
Dari hasil penelitian tentang efektifitas komunikasi antarbudaya antar
penjual dan pembeli di pasar tradisional Petisah Medan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Para penjual yang berada di pasar Petisah memiliki bermacam-macam
suku mulai suku Batak, Karo, Padang, Jawa dan Cina. Para pembeli yang
datang juga beragam suku Bangsa. Di pasar Petisah sendiri kaya akan
keberagaman suku, tidak ada pihak yang minoritas ataupun mayoritas.
2. Dengan beragamnya suku Bangsa yang ada disana maka beragam juga
bahasa daerah yang dimilikinya. Akan tetapi para penjual dan pembeli
lebih menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi.
3. Bahasa Indonesia lebih efektif digunakan dari pada bahasa daerah, karena
bahasa daerah tidak semua orang dapat mengerti. Kalau pun mengerti
masih ada beberapa orang yang kesulitan untuk mengucapkannya atau
tidak fasih dalam berbahasa daerah walaupun dia sendiri berasal dari suku
yang sama dengan lawan bicara.
Adapun saran-saran yang ingin peneliti sampaikan yaitu:
1. Saran Penelitian
harus dilakukan dengan sungguh-sungguh sehingga data dan informasi
yang didapat langsung diperoleh dari informannya sendiri sehingga tidak
ada kesimpangsiuran informasi dan apakah informasi yang diberikan oleh
informan benar-benar sesuai dengan yang diamati oleh peneliti.
2. Saran Akademis
Penelitian peneliti bersifat studi kasus yang mengharuskan peneliti terjun
langsung ke lapangan sehingga peneliti mendapatkan data yang terbaru.
Hal ini sangat membantu peneliti untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan.

16
3. Saran Praktis
Setelah peneliti terjun langsung ke lapangan untuk melakukan penelitian
di pasar Petisah, peneliti melihat bahwa para penjual yang ada si pasar
Petisah tersebut ramah terhadap pembeli, mereka melayani pembeli
dengan sabar dan sopan. Walaupun ada beberapa penjual yang tidak sabar
sehingga nada suara yang keluar menjadi tinggi. Untuk para penjual yang
tidak sabar dalam menghadapi pembeli diharapkan agar bisa mengontrol
emosi dan nada bicaranya.

DAFTAR PUSTAKA

Bogdan, Robert dan Steven J. Taylor. 1992. Pengantar Metoda Penelitian


Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional
Budyatna, Muhammad dan Leila Mona Ganiem. 2011. Teori Komunikasi
Antarpribadi. Jakarta: Kencana
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajagrafindo
Persada
. 2010. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial. Jakarta: Kencana Prenama Media Group
Cangara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajagrafindo
Persada
Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi. Bandung:
Citra Aditya Bakti
Fajar, Mahaerni. 2009. Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek. Jakarta: Graha Ilmu
Kriyantono, Rahmat. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Liliweri, Alo. 2001. Gatra-gatra komunikasi antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
. 2004. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Lubis, Suwardi. 1999. Komunikasi Antarbudaya Studi Kasus batak Toba dan
Etnik Cina. USU Press. Medan

17
Mulyana, Deddy. 2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
. 2004. Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintasbudaya.
Bandung: Remaja Rosdakarya
. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Samovar, Larry A, dkk. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba
Humanika

Sumber lain Website:


(http://ferdy-pharm.blogspot.com/2010/01/pengertian-komunikasi-verbal-dan-
non.html/ diakses tanggal 11 Maret 2012)
http://adiprakosa.blogspot.com/2008/10/komunikasi-verbal-dan-non-verbal.html/
diakses tanggal 11 Maret 2012)
http://eprints.undip.ac.id/577/1/filsafat__dan_metode_penelitian_kualitatif.pdf
diakses tanggal 28 mei 2012)
http://www.wisatamelayu.com/id/tour/645-Pasar-Petisah/navgeo diakses pada
tanggal 12 Mei 2012)
http://belajarkomunikasilagi.blogspot.com/2012/02/komunikasi-verbal-dan-
nonverbal.html diakses tanggal 17 Mei 2012)

Jurnal:
http://eprints.ums.ac.id/1203/1/7_SRI_HANDAYANI.pdf diakses tanggal 8 Maret
2012)
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/711018.pdf diakses tanggal 8 Maret 2012)
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/709113_1978_2462.pdf diakses tanggal 8
Maret 2012)

18
19

Anda mungkin juga menyukai