7.2.2.1 Umum
Pengolahan fisika-kimia dalam suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) berfungsi
untuk mengurangi parameter pencemar (seperti partikel tersuspensi-SS, minyak &
lemak, BOD dll) sampai baku mutu air limbah dengan penambahan bahan kimia.
Prinsip yang digunakan adalah:
Prinsip fisika yaitu penghilangan atau pengurangan parameter pencemar
menggunakan gaya fisika tanpa penambahan bahan kimia seperti gaya gravitasi
dan ukuran fisik partikel parameter pencemar. Unit pengolahan yang
menggunakan prinsip fisika diantaranya adalah Unit Sedimentasi, Unit Flotasi,
Unit Saringan (Screen), Unit Pemisah Minyak dan Lemak (Oil Separator), dll.
Prinsip kimia yaitu pengurangan parameter pencemar menggunakan bahan
kimia. Unit pengolahan yang menggunakan prinsip kimia diantaranya adalah
Unit Koagulasi, Unit Flokulasi, Unit Netralisasi dll.
Umumnya setelah unit pengolahan kimia hampir selalu diikuti dengan unit pengolahan
fisika, sebagai contoh: Unit Koagulasi – Unit Flokulasi – Unit Sedimentasi.
7.2.2.2 Koagulasi-Flokulasi
Prinsip Dasar
Koloid
Partikel koloid dapat dikelompokkan sebagai padatan tersuspensi (SS) yang terkandung
di dalam air limbah. Berbeda dengan sedimen yang karena ukurannya dan beratnya
dapat langsung mengendap apabila didiamkan dalam waktu yang cukup, padatan koloid
tidak akan mengendap karena bersifat stabil dan memiliki ukuran sangat kecil yaitu
antara 1 nm (10-7cm) - 0,1 nm (10-8cm), seperti terlihat di gambar 7.11.
Partikel koloid dalam air limbah bersifat stabil karena lapisan permukaannya
mempunyai muatan listrik yang sama. Pada umumnya muatan tersebut bermuatan
negatif walaupun ada koloid bermuatan positif. Akibat memiliki muatan yang sama,
partikel-partikel tersebut umumya tidak dapat saling berdekatan dan saling tolak-
menolak antar sesama. Gaya tolak antar sesama partikel koloid ini akan mencegah
terjadinya penggumpalan.
Gaya tarik antar partikel koloid ini hanya akan bekerja jika jarak antar partikel koloid
tersebut sangat dekat. Jika berhasil memaksa partikel Koloid untuk saling berdekatan,
atau melawan gaya tolaknya, maka partikel-partikel tersebut akan saling menggumpal.
Untuk itu diperlukan adanya bantuan dari luar untuk membantu pendekatan antara
partikel koloid. Bantuan dari luar tersebut dapat berupa penambahan bahan kimia atau
pengadukan.
Koagulasi
Koagulan yang muatannya berlawanan juga dapat berikatan atau ter-adsorpsi partikel-
partikel koloid membentuk ikatan yang lebih besar. Dalam hal ini, koagulan lebih
berperan sebagai bola pengikat antar partikel koloid. Dengan sedikit bantuan
pengadukan, kedua proses destabilisasi koloid di atas akhirnya akan membentuk
partikel-partikel gumpalan kecil (fine flocs). Namun gumpalan ini terkadang belum
cukup besar untuk dapat mengendap dengan cepat sehingga dibutuhkan Flokulasi.
Flokulasi
2. Flokulan (Polimer).
Polimer dapat dikelompokkan sebagai organik dan anorganik. Nilai pH air limbah tidak
terlalu mempengaruhi hasil kerja Polimer. Ditinjau dari sifatnya, polimer dapat
dikategorikan sebagai Anionik, Cationik dan Non-ionic.
Kelarutan: > 65 %.
Bekerja pada rentang pH antara 5 – 7.
Bersifat asam yang akan menurunkan pH air limbah.
Endapan sedikit.
Dalam bentuk cairan berbahaya.
Dosis yang umum digunakan antara 200 – 1500 ppm
Besi Klorida (FeCl3) Agak mahal dan mudah didapat.
Bentuk: padatan dan cairan.
Kemurnian: padatan kering 96 %, granular 60 %, cairan 35 %.
Kelarutan: > 70 %.
rentang pH 5 – 11 sering dibarengi dengan penambahan kapur.
Bersifat asam yang akan menurunkan pH air limbah.
Endapan lebih banyak dan selalu meninggalkan noda coklat.
Dalam bentuk apapun korosif dan berbahaya.
Sangat menyerap air.
Besi Sulfat (FeSO4) Agak mahal dan mudah didapat.
Bentuk: padatan dan cairan.
Bekerja pada rentang pH antara 10 – 11
Batu Gamping atau Kapur Murah dan mudah didapat.
Bentuk: padatan.
Kemurnian: > 90 %.
Kelarutan: rendah.
Digunakan pada air limbah yang mengandung Mg tinggi.
Endapan lebih banyak.
Poli Aluminium Klorida atau PAC Termasuk jenis Polimer Anorganik.
({AL2 (OH)n Cl6-n }m ) Agak mahal namun mudah didapat.
Bentuk: padatan (bubuk) dan cairan.
Kemurnian: > 98 %.
Kelarutan: tinggi.
Endapan sangat sedikit.
Bekerja pada rentang pH antara 6 – 9.
Tidak terlalu menurunkan pH air limbah.
Dosis yang umum digunakan antara 100 – 1000 ppm
FLOKULAN
Polimer Mahal.
Terdiri dari beberapa jenis:
o Polimer kationik, bermuatan positif, seperti Polakrilamid
acid, Poliamin, Poli DADM.
o Polimer anionik, bermuatan negatif, seperti Poliakrilik.
Umumnya untuk pH basa.
o Polimer nonionik, tidak bermuatan, seperti Polikrilamid,
polyxyethylene. Umumnya untuk pH netral.
Bentuk: padatan (bubuk), cairan emulsi, cairan kental
(Mannich), cairan biasa.
Kemurnian: tinggi.
Kelarutan: tinggi.
Endapan sangat sedikit.
Dosis rendah antara 1 – 3 ppm
.
Pemilihan koagulan dan flokulan harus mempertimbangkan kemudahan pengelolaan
lumpur yang dihasilkan. Pemilihan jenis dan dosis pemakaian melalui uji jar test.
Uji Jar-Test
Enviromental Pollution Control Manager (EPCM)
93
Bab VII Teknologi Pengolahan Air Limbah
Uji Jar-Test bertujuan memperoleh konsentrasi Koagulan dan Flokulan yang mampu
menghasilkan sisa kekeruhan paling sedikit dan endapan lumpur paling banyak. Dalam
pelaksanaannya, analisis ini berusaha meniru kondisi pengolahan di Unit Koagulasi dan
Unit Flokulasi yang sesungguhnya. Peralatan Jar-Test memiliki seperangkat Alat
Pengaduk (mixer) yang dapat diatur kecepatan putaran, yaitu:
Perputaran cepat: RPM 100 selama 1 menit yang dibutuhkan oleh Reaksi Koagulasi.
Perputaran lambat: RPM 10 – 20 selama 10 menit yang dibutuhkan oleh Reaksi
Flokulasi.
Dalam uji jartest ditambahkan koagulan dan flokulan dengan konsentrasi berbeda-beda
ke masing-masing gelas ukur berisi sampel air limbah. Setelah pengadukan cepat dan
pengadukan lambat, diamati sisa kekeruhan dan endapan lumpur yang terjadi di tiap
sampel air limbah. Dosis penambahan koagulan dan flokulan yang memberikan
kekeruhan paling kecil dan endapan lumpur paling banyak digunakan sebagai titik
acuan dalam pengolahan yang sesungguhnya. Pertimbangkan nilai pH yang dihasilkan
dari tiap penambahan koagulan dan flokulan. Pengalaman menunjukkan bahwa dosis
titik acuan yang kita peroleh dari Jar-Test tidak selalu memberikan hasil terbaik di
lapangan. Hal ini disebabkan perbedaan kondisi di lapangan yang umumnya merupakan
pengolahan dengan sistem kontinyu. Untuk itu, memang harus melakukan sedikit
modifikasi dan pengujian di lapangan guna memperoleh hasil optimal. Tabel 7.6
memperlihatkan contoh lembar pengamatan saat jar test.
Umumnya setelah Unit Koagulasi dan Unit Flokulasi selalu diikuti oleh Gambar 7.13
menunjukkan urutan pengolahan Unit Koagulasi-Unit Flokulasi-Unit Sedimentasi.
Unit Koagulasi
Unit Koagulasi terdiri dari bagian inlet, ruang pencampuran (tangki koagulasi), alat
pengaduk, sistem dosing larutan koagulan, dan bagian outlet. Ruang pencampuran
merupakan bagian yang penting dimana terjadi proses pencampuran koagulan dengan
air limbah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Volume Ruang Pencampuran harus mampu menampung air limbah selama 1 - 3
menit (td unit koagulasi). Volume cadangan juga harus kita pertimbangkan.
2. Ruang ini memiliki volume yang kecil, sehingga pengaruh Alat Pengaduk harus
dipertimbangkan agar tidak terjadi cipratan limbah ke luar ruang.
3. Bentuk tangki umumnya berupa kotak, walaupun bentuk bulat lebih efisien tapi
konstruksinya mahal.
4. Pengadukan cepat dapat terjadi secara mekanis menggunakan alat pengaduk
(mixer) dan secara hidrolis menggunakan terjunan air.
Unit Flokulasi
Unit Flokulasi terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian inlet, ruang pembentuk flok
(tangki flokulasi), sistem pembubuh flokulan, dan bagian outlet. Ruang pembentuk flok
merupakan tempat pembentukan gumpalan. Dalam sistem pengadukan hidrolis, ruang
ini harus dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat mendatangkan turbulensi rendah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Volume ruang pembentuk flok harus mampu menampung air limbah selama 20 -
30 menit (waktu tinggal unit Flokulasi).
2. Pengadukan lambat di Unit Flokulasi dapat terjadi secara mekanis menggunakan
alat pengaduk (mixer) dan secara hidrolis menggunakan pergerakan air yang
memberikan nilai turbulensi rendah seperti menggunakan sekat pemisah. Nilai
gardien kecepatan (G) yang dihasilkan adalah sekitar 20 per detik – 80 per detik.
Sekat pemisah dapat dipasang:
vertikal, sehingga aliran
bergerak naik-turun
horizontal, sehingga
aliran bergerak kiri-
kanan.
Parameter Operasi
Beberapa parameter operasi yang perlu diperhatikan dalam unit koagulasi dan unit
flokulasi yaitu efisiensi kerja unit, beban hidrolis, debit larutan koagulan, dan debit
larutan flokulan.
1. Efisiensi Kerja Unit (EKU) Unit Koagulasi dan Unit Flokulasi merupakan
persentase pemisahan padatan tersuspensi (SS) di air limbah influen. Oleh karena
itu, EKU sering disebut Efisiensi Penyisihan Padatan (EPP). Contoh, EKU = 90 %
berarti 90 % dari seluruh SS yang terkandung di air limbah influen berhasil
disisihkan. Semakin tinggi nilai EKU, hasil kerja unit ini dapat dianggap semakin
baik. Nilai EKU yang rendah menandakan pengoperasian kurang sempurna.
2. Beban Hidrolis (Qin) yaitu Volume air limbah yang dibebankan ke tiap Unit
Koagulasi dan Unit Flokulasi dalam periode waktu. Nilai Qin setiap saat tidak boleh
menyebabkan terlampauinya nilai td (waktu tinggal) ideal untuk Tangki Koagulasi,
dan td (waktu tinggal) ideal untuk Tangki Flokulasi.
3. Debit Larutan Koagulan (QKO) yaitu debit Larutan Koagulan yang ditambahkan ke
Unit Koagulasi dalam suatu periode waktu. Perubahan nilai Q KO dilakukan melalui
pengaturan Pompa Kimia. Besarnya QKO mempengaruhi pembentukan endapan yang
dapat terjadi. Nilai QKO yang optimal ditentukan berdasarkan analisis Jar Test.
4. Debit Larutan Flokulan (QFL) yaitu debit Larutan Flokulan yang ditambahkan ke
dalam Unit Flokulasi dalam suatu periode waktu. Sama dengan sebelumnya,
perubahan nilai QFL dilakukan melalui pengaturan Pompa Kimia. Besarnya Q FL
mempengaruhi pembentukan endapan yang terjadi dan juga mempengaruhi nilai
QKO. Nilai QFL yang optimal juga ditentukan berdasarkan analisis Jar-Test.
Penanggulangan Masalah
Unit Koagulasi dan Unit Flokulasi umumnya memiliki berbagai masalah yang dapat
disebabkan oleh:
Penggunaan Larutan koagulan dan flokulan yang tidak tepat.
Kelalaian dalam pengoperasian, misalnya pengaturan Pompa Kimia yang tidak
tepat.
Masalah pengoperasian juga dapat timbul akibat adanya kesalahan perencanaan atau
pelaksanaan kontruksi yang ada sejak IPAL belum dioperasikan. Berbagai masalah
yang sering timbul di Unit Koagulasi dan Unit Flokulasi dapat dilihat pada Tabel 7.7
Flok yang terbentuk Koagulan dan Flokulan yang Pilih Koagulan dan Flokulan lain
terlalu tidak tepat
kecil
Jumlah penambahan Koagulan Cek konsentrasi dan atur ulang
dan Flokulan yang tidak tepat dosis koagulan dan flokulan
Turbulensi yang terlalu tinggi di Kurangi kecepatan putaran
Tangki Flokulasi
Perubahan Ph Cek pH pada unit sebelumnya
Flok yang terbentuk pecah Cek pengadukan dan konsentrasi
kembali koagulan dan flokulan
Dosing pump koagulan rusak Cadangan dan kalibrasi
Pompa asam rusak Cadangan dan kalibrasi
pH meter tidak akurat Cadangan dan kalibrasi
Pompa polimer rusak Cadangan dan kalibrasi
7.2.2.3. Sedimentasi
Unit sedimentasi berfungsi untuk menurunkan materi padatan dalam air limbah dengan
cara pengendapan.
Padatan
Jumlah padatan dalam air limbah umumnya sangat rendah. Sebagai contoh, dalam air
limbah rumah tangga, berat padatan hanya sekitar 0,1% dari berat total air limbah atau
kira-kira 1.000 mg dalam 1 liter air limbah. Sisanya sekitar 99,9 % merupakan air.
Walaupun demikian, padatan sangat menentukan sifat atau karakteristik air limbah.
Dari kedua padatan di atas yang dapat diturunkan atau dihilangkan dengan cara
pengendapan secara alami hanya padatan Sedimen (Settleable Solid) yang berukuran
lebih dari 1,2 μm. Padatan berukuran kurang dari 1,2 μm sukar untuk diturunkan dengan
cara pengendapan alami sehingga perlu dilakukan perlakuan pendahuluan antara lain:
Padatan kecil seperti koloid perlu mengalami proses koagulasi dan flokulasi agar
membentuk gumpalan yang besar (floc)
Padatan terlarut (termasuk logam berat) dinetralisir dengan panambahan basa
(alkali) atau asam kemudian dipisahkan dengan cara pengendapan atau proses lain.
Tabel 7.8 Hubungan antara ukuran padatan dengan kecepatan dan waktu pengendapan
Ukuran Partikel (mm) Kecepatan Pengendapan (m/jam) Waktu Pengendapan
10 2.160 1,6 detik
1 360 10 detik
0,1 26,6 2,3 menit
0,01 0,25 4 jam
0,001 0,0025 17 hari
0,0001 0,000025 4,5 tahun
Kecepatan jatuhnya padatan sangat dipengaruhi oleh berat padatan. Semakin berat suatu
padatan maka kecepatan jatuh juga semakin cepat. Sebaliknya, padatan yang sangat
ringan akan sulit mengendap. Selain karena berat jenisnya, berat suatu padatan
ditentukan oleh ukurannya. Ukuran padatan yang besar mengakibatkan kecepatan
pengendapan yang tinggi. Keadaan ini dapat dilihat pada proses pengendapan di reaksi
koagulasi-flokulasi, dimana padatan yang dihasilkan semakin membesar ukurannya.
Kecepatan pengendapan gumpalan akan semakin cepat seiring dengan jarak jatuh yang
ditempuh, berbeda dengan pengendapan padatan sedimen yang konstan.
Kecepatan partikel padatan mengendap dalam air meningkat secara bertahap pada
awalnya, sementara resistensi cairan ke arah yang berlawanan meningkat. Pada saat
resistensinya seimbang dengan gaya gravitasi pada partikel maka partikel akan
mengendap dengan kecepatan yang konstan. Kecepatan ini disebut sebagai kecepatan
pengendapan partikel. Kecepatan pengendapan mengikuti hukum Stokes dengan asumsi
bahwa partikel berbentuk bulat dengan diameter (d) cm, maka kecepatan pengendapan
v, cm/detik adalah sebagai berikut:
Hambatan aliran
Laju aliran yang berlawanan arah dengan arah jatuhnya padatan dapat menghambat
terjadinya pengendapan. Bahkan, jika laju aliran tersebut lebih besar dari kecepatan
jatuhnya padatan maka padatan dapat terbawa ke atas. Aliran berlawanan-arah akibat
adanya perpindahan sebagian larutan ke atas untuk mengisi ruang yang ditinggalkan
oleh padatan yang bergerak mengendap ke bawah akan membawa akibat berupa
pengurangan kecepatan pengendapan padatan. Penyebab lain yang lebih besar
akibatnya adalah aliran berlawanan-arah yang ditimbulkan oleh pengaliran-buatan.
Pengaliran buatan meliputi segala bentuk pengaliran yang ditimbulkan oleh upaya kita
dalam mengoperasikan unit pengolahan termasuk ke dalamnya adalah aliran efluen
dalam sistem pengolahan kontinyu.
Suatu bentuk Pengaliran-Buatan, misalnya debit efluen air limbah (QOUT), yang cukup
besar dapat menyebabkan terjadinya kondisi Vo > V sehingga padatan akan terbawa
keluar. Jika hal ini terjadi maka usaha untuk menurunkan padatan dapat dianggap gagal.
Persamaan di atas menggunakan nilai Q dalam m 3/jam dan A (luas penampang aliran)
dalam m2. Demikian halnya jika kita ingin menciptakan Vo yang kecil.
Prinsip di atas mendasari besaran Beban Permukaan (OR atau overflow rate) Maksimal
untuk suatu Tangki Pengendap. Besaran OR memiliki satuan m3/m2/jam yang
OR = QOUT / A m3/m2/jam
sebenarnya sama dengan besaran Vo yang memiliki satuan m/jam. Persamaan berikut
menunjukkan rumus perhitungan OR yang serupa dengan persamaan V sebelumnya.
Prinsip pengendapan dengan menggunakan Sludge Blanket atau selimut lumpur adalah
proses pemisahan padatan dengan air dimana terbentuk suatu lapisan lumpur padatan
yang seakan-akan berfungsi sebagai filter atau penyaring. Lapisan lumpur padatan ini
terbentuk dari padatan yang mencapai titik keseimbangan dimana kecepatan
pengendapan dan kecepatan ke atas sama (Vo = V). Sedangkan air yang sudah terpisah
dengan endapan akan naik terus ke atas menuju efluen. Umumnya prinsip sludge
blanket (selimut lumpur) terjadi karena kecepatan alir ke atas akan berkurang secara
bertahap. Padatan dengan kecepatan lebih besar dari Vo akan mengendap ke bawah.
Unit sedimentasi secara umum dapat dibagi 2 jenis berdasarkan arah pengalirannya.
1. Unit Sedimentasi berbentuk kotak atau persegi.
Unit Sedimentasi berbentuk kotak jarang digunakan dalam pengolahan air limbah.
Di unit ini air limbah masuk dari samping unit sedimentasi. Dengan arah pengaliran
dari samping dan kecepatan pengendapan padatan ke bawah maka padatan akan
mengendap. Alat penyapu lumpur akan menyapu lumpur yang terbentuk di bagian
bawah atau dasar unit menuju ke bagian lumpur. Di bagian lumpur, endapan lumpur
yang terbentuk akan dipompa menuju pengolahan lumpur. Secara umum terdiri atas:
bagian inlet, bagian pengendapan, bagian lumpur, alat penyapu lumpur (Scrapper)
dan bagian outlet, seperti di Gambar 7.17.
penadah
apungan
saluran inlet
saluran outlet
penggaruk
lumpur
salur
an
lump
ur
Unit sedimentasi berbentuk kotak dapat terbagi menjadi dua macam yaitu
menggunakan alat penyapu lumpur dan tidak menggunakan alat penyapu lumpur.
Unit Sedimentasi yang tidak menggunakan alat penyapu lumpur, kemiringan
sudutnya harus curam membentuk sudut 60 o.
Bagian Sedimentasi
Bagian Inlet
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Bagian inlet umumnya terletak di pusat tangki (berbentuk bulat) dan di pinggir atau
di awal tangki (berbentuk kotak). Untuk mencapainya digunakan pipa penghubung.
2. Bagian inlet dibatasi dengan sebuah sekat. Air limbah yang masuk ke Bagian Inlet
akan keluar melewati bagian bawah sekat (berbentuk bulat) dan melalui lubang-
lubang yang ada di sekatnya (berbentuk kotak).
3. Titik-lepas air limbah sebaiknya selalu berada di atas muka-air genangan sehingga
air limbah dapat bebas masuk tanpa hambatan.
Ruang Pengendapan
Ruang Pengendapan merupakan tempat padatan mengendap. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah:
1. Volume Ruang Pengendapan sebaiknya mampu menampung air limbah selama 2,5
– 3,5 jam.
2. luas permukaan Ruang Pengendapan harus besar sehingga nilai OR Ideal-nya
berkisar antara 1,3 m3/m2/jam untuk unit sedimentasi setelah unit koagulasi-
flokulasi dan maksimal 1 m3/m2/jam untuk unit sedimentasi setelah unit biologi.
Ruang Lumpur
Ruang Endapan Lumpur sebenarnya merupakan bagian yang menyatu dengan Ruang
Pengendapan dan hanya dibatasi garis imajiner. Ruang yang menjadi bagian terbawah
dari unit sedimentasi ini merupakan tempat akumulasi gumpalan yang telah terendapkan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Volume Ruang Endapan Lumpur sebaiknya dapat menampung lumpur selama 12
jam. Waktu dibatasi agar lumpur tidak terlalu lama berada di dasar Tangki
Pengendap.
2. Dasar Ruang Endapan Lumpur sebaiknya memiliki kemiringan yang cukup agar
endapan lumpur dapat bergerak turun ke Bagian Outlet Lumpur Tangki Pengendap.
3. Gerakan endapan lumpur dibantu dengan suatu Alat Penyapu Lumpur (Scrapper)
yang bergerak menyapu bagian dasar Tangki Pengendap menuju Bagian Outlet
Lumpur dengan kecepatan 2-8 rph.
Outlet
Bagian Outlet terletak di sisi-luar unit sedimentasi yang menyerupai suatu pelimpah.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada Bagian Outlet adalah:
1. Pelimpah terdiri dari puluhan celah berbentuk segitiga (V-notch). Jumlah total dari
bukaan celah atau debitnya ini mempengaruhi nilai OR Ideal unit sedimentasi.
2. Aliran efluen yang melimpah ke suatu selokan (gutter) untuk kemudian bermuara di
suatu Kotak Pengumpul dan dialirkan ke unit selanjutnya dengan debit konstan.
.
2. Beban Permukaan (OR) yaitu debit air limbah yang dibebankan ke tiap satuan luas
permukaan unit sedimentasi. Contoh, OR = 1,0 m3/m2/hari berarti untuk 1 m2 luas
permukaan unit sedimentasi, unit tersebut setiap harinya menerima 1,0 m3 air
limbah. Nilai OR seringkali digunakan sebagai acuan pembatasan Beban-Hidrolis
(Qo). Setiap unit sedimentasi memiliki nilai OR Ideal- nya. Nilai OR Ideal-nya
berkisar antara 1,3 m3/m2/jam untuk unit sedimentasi setelah unit koagulasi-
flokulasi dan maksimal 1 m3/m2/jam untuk unit sedimentasi setelah unit aerasi. Jika
nilai OR > OR Ideal-nya, maka padatan diperkirakan tidak akan mengendap dengan
sempurna sehingga mengurangi nilai EKU.
3. BEBAN HIDROLIS (Qo) yaitu volume air limbah yang dibebankan ke Unit
sedimentasi dalam suatu waktu. Contoh, Qo = 25 m3/jam berarti setiap 1 jam
sebanyak 25 m3 air limbah dibebankan ke unit sedimentasi. Nilai Qo menentukan
lamanya air limbah berada di unit sedimentasi. Nilai Qo setiap saat tidak boleh
menyebabkan terlampauinya nilai OR Ideal dan waktu detensi unit sedimentasi.
Penanggulangan Masalah
Unit Sedimentasi umumnya memiliki berbagai masalah yang dapat disebabkan oleh:
Debit air limbah baku yang terlalu besar.
Kelengkapan unit yang tidak bekerja dengan sempurna, misalnya Alat Penyapu
lumpur yang kurang sempurna kerjanya.
Berbagai masalah yang sering timbul di Unit Sedimentasi dapat dilihat pada Tabel 7.9
7.2.2.4. Flotasi
Fungsi Flotasi
Unit flotasi berfungsi menurunkan kadar polutan yang mudah mengapung dan atau
diapungkan misalnya senyawa hidrokarbon dan padatan tersuspensi dalam air limbah.
Penurunan senyawa hidrokarbon dan padatan tersuspensi dalam air limbah dapat
dilakukan dengan cara fisika melalui proses pengapungan secara alami atau dengan
bantuan gelembung udara di objek yang akan diapungkan.
Prinsip Dasar
Prinsip dasar flotasi adalah prinsip fisika yaitu pemisahan partikel padatan yang mudah
terapung dengan air. Padatan yang dimaksud disini adalah padatan yang berat jenisnya
lebih kecil dari air (< 1 kg/L) sehingga mempunyai kecenderungan untuk mengapung
ke atas apabila didiamkan dalam waktu yang cukup. Kecepatan mengapung padatan
lebih besar daripada kecepatan aliran yang berbeda arah. Contoh air limbah yang mudah
mengapung adalah air limbah yang mengandung minyak, detergen, serat atau serpihan
fiber. Terkadang padatan yang mudah terapung itu membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk dapat sampai ke permukaan unit flotasi sehingga dibutuhkan bantuan
gelembung udara untuk mempercepat padatan mencapai permukaan.
Metode flotasi gravitasi dipakai untuk memisahkan kandungan padatan dengan air
melalui pengapungan secara alami. Metode gravitasi lebih sering dipakai untuk air
limbah yang mengandung minyak seperti air limbah dari kantin dan limbah minyak.
Senyawa minyak di air limbah terdiri dari dua jenis yaitu a) Free oil dimana minyak
terpisah dari air sehingga dengan mudah dapat dipisahkan dan b) Emulsi dimana
minyak menyatu dengan air. Kedua jenis senyawa tersebut karena berat jenisnya lebih
rendah, dapat langsung mengapung apabila didiamkan dalam waktu yang cukup.
Namun metode ini lebih banyak diterapkan untuk memisahkan minyak bebas (free oil).
Berbagai model flotasi gravitasi telah dibuat, mulai dari yang sederhana seperti Grease
Trap untuk air limbah dari kantin hingga yang model yang dikembangkan oleh API
(American Petroleum Institute) yang terus disempurnakan dengan menggunakan plat
seperti Corrugated Plate Interceptor (CPI) seperti di Gambar 7.19.
Corrugated Plate
Ruang Pengapungan
.
n
Deskripsi proses yang terjadi adalah sebagai berikut; air limbah baku masuk ke dalam
unit koagulasi dan diaduk cepat dengan penambahan bahan koagulan. Selanjutnya air
limbah diteruskan ke Unit Flotasi. Air limbah hasil olahan ditampung dalam tangki
penyimpanan dahulu. Sebagian air dikeluarkan sebagai air hasil olahan sedangkan
sebagian lagi dialirkan ke dalam tangki pelarut udara (air dissolving tank). Air yang
dialirkan ke tangki pelarut udara berjumlah sekitar 20 – 30% dari air limbah baku (Qo).
Di tangki pelarut udara, udara diberi tekanan 2 sampai 5 kg/cm 2 agar larut dalam air.
Selanjutnya campuran udara dan air dialirkan ke Unit Flotasi melalui katup pelepas atau
pengurang tekanan. Gelembung udara akan menempel pada floc kemudian bersama-
sama mengapung ke atas dan disapu alat penyapu lumpur di permukaan.
Bagian Inlet
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Bagian Inlet dilengkapi katup pengatur aliran, sehingga debit aliran ke Unit Flotasi
dapat diatur. Katup juga dibutuhkan untuk menghentikan aliran ke unit flotasi.
2. Bagian Inlet dilengkapi baffle untuk mencegah lumpur padatan yang mengapung di
permukaan ruang pengapungan tidak bercampur dengan air limbah masuk.
Ruang Pengapungan
Ruang Pengapungan merupakan ruang tempat padatan mengapung. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan adalah:
1. Volume Ruang Pengapungan sebaiknya mampu menampung air limbah selama 20 -
30 menit.
2. Ruang Pengapungan dilengkapi alat penyapu lumpur yang mengapung. Apabila
lumpur padatan apungan sudah tebal, dibantu dibersihkan secara manual apalagi bila
tidak mempunyai alat penyapu lumpur.
3. Untuk jenis tertentu di ruang pengapungan dapat ditambahkan plat khusus untuk
membantu proses pengapungan. Diantaranya adalah Corrugated Plate Interceptor.
Corrugated Plate Interceptor berfungsi memisahkan partikel minyak terutama yang
halus dari air limbah. Partikel minyak akan menempel di sela-sela pelat. Jika telah
banyak yang menempel di permukaan pelat, secara grafitasi akan naik ke atas
karena densitas minyak lebih rendah dibandingkan dengan air. Media pelat dapat
terbuat dari plastik keras. Syarat yang harus dipenuhi yaitu aliran air limbah yang
masuk harus tenang agar senyawa minyak dapat mengapung dan jarak antara pelat
1,9 – 3,8 cm dan terdiri dari 12 – 48 plat. Jarak plat yang terlalu besar
menyebabkan kontak air limbah yang masih mengandung minyak dengan plat
kurang cukup.
Bagian Outlet
Bagian Outlet merupakan bagian terakhir di unit Flotasi. Umumnya di pipa keluar
dilengkapi katup pengatur aliran. Air hasil olahan dengan metode koagulasi-flotasi
bertekanan kurang jernih apabila dibandingkan dengan koagulasi-sedimentasi. Hal ini
disebabkan karena waktu kontak dan perputaran di proses koagulasi kurang cukup dan
juga proses pemisahan padatan dan cairan di unit flotasi selesai dalam waktu yang
relatif lebih cepat (2-3 menit) sehingga sering terdapat kekeruhan walaupun sedikit.
2. Beban Hidrolis.
Beban hidrolis adalah debit air limbah yang dibebankan ke Unit Flotasi dalam suatu
periode waktu. Nilai QO menentukan lama air limbah berada di Unit Flotasi.
3. Rasio udara/padatan
Rasio udara/padatan adalah parameter operasi unit flotasi bertekanan. Kinerja flotasi
bertekanan ditentukan oleh kecukupan gelembung udara yang ada di air limbah
untuk membawa padatan naik ke permukaan. Kekurangan jumlah gelembung udara
akan mengakibatkan hanya sebagian padatan yang dapat diapungkan. Kelebihan
udara juga tidak menunjukkan pemisahan yang signifikan. Hubungan antara rasio
udara/padatan dengan kualitas efluen dapat dilihat pada gambar 7.21.
Rumus perhitungan
Dimana:
A/S= rasio udara padatan (air/solid ratio)
Q = Debit air limbah
R = Debit resirkulasi air bertekanan
Sa = Konsentrasi influen minyak atau padatan (SS)
sa = kelarutan udara pada tekanan atmosfir, cm3/l
f = fraksi kelarutan di tangki pelarut udara (85 – 90 %)
P = tekanan absolute
Pa = tekanan atmosfir
Gambar 7.22 Hubungan antara surface loading rate dengan Kualitas efluen
Rumus perhitungan
Dimana:
A = Luas permukaan
Q = Debit air limbah
R = Debit resirkulasi air bertekanan
Penanggulangan Masalah
Unit Flotasi umumnya memiliki berbagai masalah yang dapat disebabkan oleh:
Debit air limbah terlalu besar.
Kelalaian dalam pengoperasian seperti ratio udara-air.
Kelengkapan unit yang tidak bekerja dengan sempurna.
Berbagai masalah yang sering timbul di Unit Flotasi dapat dilihat pada Tabel 7.10.
7.2.2.5. FILTRASI
Unit filtrasi berfungsi menurunkan kadar padatan tersuspensi berukuran sangat kecil.
Penurunan padatan tersuspensi tersebut dilakukan dengan cara fisika melalui proses
penyaringan melalui media seperti pasir dan kerikil. Proses penyaringan dapat
dilakukan secara alami (filtrasi biasa) atau dengan bantuan tekanan (filtrasi bertekanan).
Prinsip Dasar Filtrasi
Prinsip filtrasi adalah prinsip fisika yaitu pemisahan partikel padatan yang berukuran
sangat kecil dan halus. Unit Filtrasi digunakan untuk menghilangkan padatan yang
masih tersisa dari air hasil olahan unit sedimentasi-koagulasi-flokulasi ataupun unit
sedimentasi-lumpur aktif dan unit flotasi. Dengan demikian air hasil olahan dari unit
Filtrasi akan semakin jernih. Media yang digunakan untuk menyaring umumnya adalah
pasir dan kerikil, terkadang dapat juga ditambahkan antrasit dan karbon aktif. Gambar
7.23 menunjukkan perbandingan ukuran partikel media pasir dengan partikel padatan.
Gambar 7.23 Perbandingan ukuran partikel media pasir dengan partikel padatan
Pada kondisi dimana air di unit filtrasi dapat terlihat, akan nampak adanya lapisan
lengket berwarna hijau kecoklatan atau merah kecoklatan pada permukaan media pasir.
Lapisan tersebut adalah lapisan biofilm yang terdiri dari kelompok bakteri atau
mikroorganisme yang mengeluarkan lendir. Pada 1 cm2 filter biofilm ini dapat hidup 20-
30 x 104 mikroorganisme.
Pada proses filtrasi terdapat 4 macam gerakan mekanisme filtrasi. Ke-4 macam gerakan
ini dapat terjadi di hampir semua jenis tipe filtrasi.
1. Gerakan penyaringan
Gerakan penyaringan akan memisahkan partikel yang lebih besar dari bukaan
lapisan pasir di unit filtrasi. Pada waktu lapisan pasir tersumbat dan lubangnya
menjadi lebih kecil maka partikel yang lebih kecil akan dapat terpisahkan juga.
Selain itu seperti yang telah diulas diatas bahwa pada pada lapisan permukaan media
filter terdapat organisme yang tumbuh dan membentuk semacam selaput filtrasi
yang juga dapat berfungsi untuk penyaringan.
2. Gerakan sedimentasi
Gerakan sedimentasi atau gerakan pengendapan merupakan gerakan padatan halus
yang mengendap di antara partikel pasir. Proses pengendapan ini mirip seperti
proses pengendapan di unit sedimentasi. Gejala ini terjadi hingga 20 cm dari lapisan
permukaan media.
3. Gerakan pengumpulan/adsorption
Gerakan pengumpulan atau adsorption terjadi karena muatan arus listrik positif dan
negatif. Partikel pasir umumnya bermuatan negatif, namun karena dilapisi oleh
humic akibat proses dekomposisi oleh mikroba serta terjadi bercampur dengan besi,
aluminium atau silika akan membentuk bahan kompleks yang bermuatan positif.
Partikel melayang bermuatan negatif sehingga terjadi gaya tarik menarik dan
terbentuk gerakan pengumpulan atau adsorption.
4. Gerakan biofilm
Gerakan biofilm disebabkan oleh gerakan biologis yaitu pada lapisan permukaan
pasir, unsur padatan melayang berkumpul dimana padatan organik teroksidasi dan
terdekomposisi. Selanjutnya terjadi fotolysis oleh matahari membentuk oksigen
yang akan menyebabkan terjadi oksidasi besi, mangan dan amonia.
Beberapa hal lain yang dapat mempengaruhi unit filtrasi antara lain adalah
1. Media filter
Pemilihan jenis dan karakteristik media filter merupakan hal yang paling penting
dalam sistem filtrasi. Pemilihan biasanya berdasarkan pengalaman perancang dan
bahan lokal yang ada atau pendekatan standar. Penelitian pendahuluan dalam
pemilihan media filter dan laju filtrasi dapat menentukan media yang paling efektif
dan efisien untuk menyisihkan air limbah yang mengandung padatan halus.
Pemilihan media filter sangat tergantung pada kualitas sumber air baku, proses
pengolahan pendahuluan dan kualitas air yang diinginkan. Variabel perencanaan
media filter antara lain komposisi bed, kedalaman bed, ukuran dan butiran, berat
jenis butiran.
2. Porositas (e)
Porositas filter tergantung seberapa baik partikel bergandengan. Jika bentuk partikel
tidak beraturan maka volume porositas dan luas permukaan akan meningkat. Hal
tersebut berguna dalam mekanisme penyaringan yang sangat tergantung pada luas
permukaan.
Bentuk kebulatan (sphericity) ψ didefinisikan sebagai ratio dari luas permukaan dan
volume bulatan. Tabel 7.11 dan 7.12 menunjukkan sphericity and porosity media
partikel dan ukuran serta distribusi butiran partikel.
Material padat biasanya berasal dari padatan yang belum tersisihkan pada unit
sebelumnya. Proses backwash menggunakan air bersih atau air hasil filtrasi yang
jumlahnya sekitar 1-5% dari total air yang dihasilkan. Air untuk backwash dialirkan
ke unit filter melalui sistem perpipaan underdrain. Dengan adanya backwash, materi
padat akan terlepas disertai ekspansi media filter. Tinggi ekspansi dari media filter
ketika backwash adalah sekitar 15-35%.
Jenis Unit filtrasi sangat bervariasi, namun secara umum dapat dibagi atas 2 macam,
yaitu berdasarkan jenis proses filtrasi dan berdasarkan jumlah lapisan media yang
digunakan. Berdasarkan jenis proses filtrasi, unit filtrasi dapat terbagi atas 2 macam
yaitu:
1. Filtrasi pasir lambat
Unit filtrasi pasir lambat dapat mencapai hasil pengolahan yang sangat baik. Namun
karena kecepatan filtrasi lambat, maka diperlukan luas area unit filtrasi yang cukup
besar. Kekurangan lainnya adalah apabila kualitas air limbah masuk sangat jelek,
maka unit ini tidak dapat mengolah dengan baik karena terlalu sering tersumbat dan
harus sering dicuci (backwash). Selain dari kualitas, kuantitas air limbah yang
sangat besar tidak ekonomis untuk diolah menggunakan unit filtrasi pasir lambat.
2. Filtrasi pasir cepat
Unit filtrasi pasir cepat dapat mencapai hasil pengolahan yang sangat baik untuk
partikel padatan yang lebih kecil dibandingkan dengan partikel lebih besar. Sistem
filtrasi pasir cepat dapat terbagi atas jenis gravitasi dan jenis bertekanan.
Gambar 7.24 menunjukkan filtrasi pasir cepat dan filtrasi pasir lambat. Tabel 7.13
memperlihatkan perbedaan unit filtrasi pasir lambat dan unit fitrasi pasir cepat.
Tabel 7.13 Perbedaan unit filtrasi pasir lambat dan unit filtrasi pasir cepat
Parameter Filtrasi Pasir Lambatb Filtrasi Pasir Cepatb
Laju Filtrasi 1-4-8 m3/m2/hari 100-475 m3/m2/hari
(25-100-200 gal/ft2/hari) (2500-11650 gal/ft2/hari)
Kedalaman Bed Kerikil : 0,3 m (1 ft) Kerikil : 0,5 m (1,6 ft)
pasir :1,0-1,5 m (3,3-5ft) pasir : 0,75m (2,5ft)
Unit filtrasi dikelompokkan atas dasar jenis media yang digunakan seperti terlihat di
Gambar 7.25.
1. Filter media tunggal
Filter jenis ini sekarang sudah jarang digunakan selain karena filter jenis ini kurang
efektif juga tidak bisa menyaring partikel yang terlalu komplek, karena media
filternya hanya satu lapis. Biasanya media yang digunakan berupa: kerikil, pasir
arang atau media berpori lainnya.
Zona inlet
Zona inlet merupakan tahap awal proses filtrasi. Di zona ini air masuk melalui pipa atau
katup yang tinggi muka airnya di atas zona perata agar tidak terjadi arus balik. Zona
inlet sebaiknya dilengkapi katup, agar pengoperasian lebih mudah dan aman.
Zona perata
Zona perata diperlukan untuk mengatur air dari zona inlet ke zona filtrasi agar tidak
mengganggu filtrasi. Apabila air masuk tidak diatur akan menghambat proses filtrasi
atau bahkan bisa merusak unit filtrasi karena debit air yang terlalu besar akan
mengangkat media filtrasi ke tempat lain atau alat pendukung lain sehingga kerja alat
kurang efektif.
Zona filtrasi
Zona filtrasi merupakan inti unit ini karena di zona ini sebagian besar proses dilakukan.
Zona ini berperan sebagai pemisah antara partikel dengan air limbah. Di daerah ini
semua partikel berukuran lebih besar dari bukaan media akan tersaring sehingga setelah
air limbah melewati zona ini kualitasnya akan lebih baik. Di zona ini juga dilakukan
pencucian filtrasi apabila zona filtrasi sudah jenuh.
Zona outlet
Setelah melalui beberapa zona, air terolah akan melewati zona outlet. Sebelum dibuang
kualitas air akan dianalisis. Bila memenuhi baku mutu, air akan dibuang ke sungai.
2. Beban Hidrolis.
Beban hidrolis adalah debit air limbah yang dibebankan ke Unit Filtrasi dalam suatu
periode waktu. Nilai QO menentukan lamanya air limbah berada di Unit Filtrasi.
Masalah yang sering timbul di Unit Filtrasi dapat dilihat pada Tabel 7.14