Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN

KELUARGA (PKK) DALAM PEMBANGUNAN GENDER


MELALUI PENDEKATAN WID, WAD, GAD

Nadya Faradiba1, Arini Lestari2, Ridha Nur Aini3, Defi Rahmawati4, Siti Muyah Saro5,
Ahmad Rhofik Ramdani6, Muhammad Fiiki Nurrohman7.
1
Universitas Tidar, nadyafaradiba5@gmail.com
2
Universitas Tidar, ariniles84@gmail.com
3
Universitas Tidar, ridhanuraini13@gmail.com
4
Universitas Tidar, defirahma32@gmail.com
5
Universitas Tidar, sitimuya307@gmail.com
6
Universitas Tidar, ahmadrhofikramdani@gmail.com
7
Universitas Tidar, nfiiki@gmail.com

Abstrak
Pembangunan merupakan proses utama di mana masyarakat berubah dari satu kondisi nasional ke kondisi
lain. Gender diartikan sebagai perbedaan tanggung jawab serta peran sosial diantara pria dan wanita yang
mana hal tersebut adalah interpretasi sosial yang mungkin berubah seiring waktu. Salah satu upaya
Indonesia untuk melibatkan perempuan dalam pembangunan nasional adalah dengan dibentuknya Gerakan
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang berkembang pesat melalui peran garda depan dalam
perencanaan pembangunan bahkan mengatasi permasalahan di masyarakat. Tujuan penulisan artikel ini
adalah untuk mendeskripsikan PKK dalam pembangunan gender melalui pendekatan terkait yakni WID,
WAD dan GAD. Fokus penelitian ini pada berbagai upaya pembangunan melalui gerakan PKK. Metode
yang dipakai untuk menganalisis dalam melakukan kajian ini yaitu menggunakan model pendekatan GAD
(Gender and Development) dengan melihat perempuan selaku subjek dari pembangunan, agent of change,
dan memfokuskan pada kaitan peran pria dan wanita yang sejajar. Hasil kajian menunjukkan sebuah fakta
yakni status juga peranan perempuan pada pembangunan masih terpinggirkan. Keluarga merupakan unit
terkecil dalam masyarakat. Kedudukan PKK pada pemberdayaan dan pembangunan yang menjadikan latar
belakang keluarga sebagai tujuan utama PKK standar pengukuran kesejahteraan menjadikan secara tidak
langsung bahwa keluarga yang sebagai tolak ukur dalam menentukan kesejahteraan nasional.

Kata Kunci: Gender, Pembangunan, PKK, GAD.

Latar Belakang
Pembangunan adalah satu dari sekian banyak isu fundamental yang dibahas oleh
banyak negara. Dijelaskan Kartasasmita1, pembangunan yaitu proses perubahan kepada
keadaan atau kondisi yang semakin baik dengan upaya terencana yang dilakukan. Ini
bermakna bahwa perubahan tersebut meliputi semua sistem sosial yakni budaya,
ekonomi, politik, kelembagaan, pertahanan, infrastruktur, serta teknologi yang ada pada
sebuah negara. Maksud daripada perubahan ke arah yang semakin baik di sini ditujukan
pada berbagai kemajuan pada sektor kehidupan masyarakat di dalamnya. Mulanya
pembangunan pada banyak negara berkembang menjadikan kemajuan ekonomi sebagai

1
Kartasasmita, dalam Waston Malau. (2014). Pengarusutamaan Gender dalam Program Pembangunan.
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial. 6(2), hlm. 126.
tujuan akhir dari pembangunan yang mereka lakukan. Namun cita-cita tersebut
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pembangunan. Hal ini dikarenakan sebuah
negara hanya terfokus kepada satu titik utama yakni pembangunan fisik saja sehingga
membuat terjadinya ketertinggalan pada aspek pembangunan manusia pada negara
tersebut. Strategi pembangunan fisik sebagai objek dan manusia hanya sebagai subjek
dipandang sudah tidak relevan pada masa kini. Tentu ini membuat berkembangnya
sebuah paradigma baru dalam strategi pembangunan yang ada di tengah-tengah
masyarakat. Paradigma ini disebut people centered development yang bermakna bahwa
manusia (people) adalah menjadi fokus atau objek utama pembangunan.
Dengan manusia menjadi subjek sekaligus objek daripada pembangunan
diperlukan sebuah konsep sebagai upaya meningkatkan kemampuan manusia dengan
mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada pada setiap individu manusia. Konsep ini
disebut dengan “Empowerment” atau dalam bahasa Indonesia yaitu pemberdayaan.
Pemberdayaan berperan penting dalam kedudukan manusia sebagai subjek sekaligus
objek dalam pembangunan, kemampuan individu dalam memanifestasikan potensi yang
dimilikinya.2 Karena manusia memiliki dua kedudukan yakni sebagai subjek juga objek
pembangunan, dengan begitu manusia memiliki peranan dalam merencanakan
pembangunan yang akan dilaksanakan, melaksanakan pembangunan itu sendiri,
mengevaluasi pembangunan yang telah dilakukan, bahkan dalam menikmati hasil
pembangunan. Peranan ini dimiliki oleh manusia tidak dibedakan apakah manusia
tersebut adalah laki-laki atau perempuan.
Indonesia cukup aktif dalam melakukan pembangunan baik itu dalam aspek
fisiknya maupun pembangunan dalam aspek sumber daya manusianya. Pertumbuhan
ekonomi, pembangunan serta globalisasi dapat memberikan peluang dalam rangka
mengurangi kesenjangan antara perempuan dengan laki-laki. Namun dengan
pertumbuhan ekonomi saja tidak akan melahirkan kesetaraan gender, banyak yang
bergantung pada pengaturan kebijakan dari suatu negara, dan kemauan politik. Termasuk
di Indonesia, aspek gender adalah sesuatu yang fundamental dalam pembangunan-
pembangunan yang dilakukan. Hal demikian adalah upaya agar pembangunan terhindar
dari unsur diskriminasi antara peran perempuan yang dipandang feminim dan peran laki-
laki dengan segala maskulinitasnya. Di Indonesia, pembangunan lebih sering dikaitkan
dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional bukan sekedar memiliki
tujuan untuk meningkatkan taraf ekonomi saja melainkan juga terdapat sumber daya
manusia yang penting untuk dinaikkan kualitasnya sehingga penting untuk dijadikan
fokus utama pembangunan nasional. Pembangunan nasional perlu terhindar dari sekat-
sekat pemisah antar perbedaan suku, agama, ras, maupun berbagai jenis golongan yang
ada di Indonesia.
Dalam beberapa dekade terakhir, pembangunan nasional di Indonesia diwarnai
berbagai isu mulai dari konflik antar golongan sampai dengan bahasan terkait
ketidaksetaraan gender. Terkhusus isu ketidaksetaraan gender tersebut memang bersama

2
Ibid.
kita ketahui bahwa hal itu melekat pada konstruksi sosial serta konstruksi struktural yang
ada di tengah masyarakat Indonesia. Istilah perbedaan gender tidak sama dengan bahasan
terkait seksualitas yang mana berarti sesuatu yang lahiriah atau lebih kepada perbedaan
biologis pada diri manusia sedangkan perbedaan gender yakni perbedaan peran,
kesempatan, kekuasaan, serta hak yang dipunyai laki-laki maupun perempuan.
Kekeliruan pemahaman ini terus diperbaiki oleh pemerintah Indonesia dengan gencar
melakukan program-program pembangunan dimana perempuan dijadikan subjek dalam
kegiatan pembangunan ini. Upaya-upaya itu merupakan proses yang sudah semestinya
dilewati Indonesia demi menghilangkan ketimpangan gender yang ada.
Salah satu upaya Indonesia dalam usaha mengikutsertakan perempuan dalam
partisipasi pembangunan nasional yaitu dengan didirikannya gerakan pemberdayaan
kesejahteraan keluarga (PKK) yang telah berkembang pesat melalui perannya menjadi
garda terdepan dalam sosialisasi program pembangunan bahkan mengatasi permasalahan-
permasalahan yang terjadi di tengah lingkungan masyarakat. PKK memiliki peran
penting sebagai jembatan inovasi serta kegiatan pemberdayaan keluarga yang partisipatif.
Pada awal dibentuknya, PKK merupakan kepanjangan atas pendidikan kesejahteraan
keluarga yang dicetuskan oleh Isriati Moenadi pada 1967 dimana Ia merupakan seorang
istri Gubernur Jawa Tengah pada saat itu. Dimana beliau sebagai istri dari seorang
gubernur merasa bertanggung jawab pada kesejahteraan masyarakatnya sehingga beliau
memiliki inisiatif untuk membentuk PKK di Provinsi Jawa Tengah, dimana tingkatan
PKK ini yaitu mulai dari tingkat provinsi hingga kelurahan/desa yang mana para tokoh
daerah setempat baik pria atau wanita serta istri dari pimpinan daerah diangkat dalam
susunan kepengurusan di dalamnya untuk secara matang menjalankan 10 segi pokok
PKK. Kesuksesan gerakan PKK membuat Presiden RI pada 1972 memerintahkan agar
PKK juga digiatkan oleh daerah-daerah serta mengganti kepanjangan PKK yang dahulu
berkepanjangan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga diganti sehingga berkepanjangan
Pembinaan Kesejahteraan Keluarga3. Maka dari uraian yang telah dibahas di atas, tulisan
ini dibuat dengan tujuan untuk mendeskripsikan PKK dalam pembangunan gender
melalui pendekatan yang berkaitan yaitu WID, WAD, dan GAD.

Kerangka Teoritis
Pembangunan dan Gender
Pembangunan merupakan proses utama di mana masyarakat berubah dari satu
kondisi nasional ke kondisi lain, dan dianggap lebih bernilai (Kantz, 1971:1). Paradigma
pembangunan perlu melihat hubungan diantara kepentingan dan kebutuhan yang dimiliki
setiap anggota masyarakat dalam melaksanakan sebuah pembangunan. (Mosse, 2007:24)
mengatakan prospek pembangunan perlu menata kembali kepentingan, terutama
memperhatikan strata penduduk negara yang berisiko, terutama masyarakat miskin
pedesaan dan perkotaan, khususnya pula perempuan. Maka dari itu, terkait pembangunan
seringkali dikaitkan dengan adanya gender dimana perempuan ikut dilibatkan di dalam

3
TPPK Pusat. 2020. “Tentang Kami”. (https://tppkk-pusat.org/tentangkami/) diakses pada 25 Desember
2020.
suatu pembangunan nasional sebagaimana pria. Robert Stoller (1968) adalah ahli yang
pertama kali mengangkat istilah gender untuk memberi sekat antara definisi manusia
secara sosial budaya dan definisi manusia menurut ciri biologisnya.
Dikutip dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN:2007),
mengartikan istilah gender sebagai gap antara tanggung jawab serta peran sosial pria dan
wanita yang mana hal tersebut adalah interpretasi sosial yang mungkin berubah seiring
waktu. Teori gender merupakan sudut pandang konstruksi sosial dan juga memahami
pemikiran dan tataran analisis material4. Di dalam gender terdapat tiga jenis peran
gender, meliputi :
1. Peran produktif merupakan peran dimana seseorang melakukan suatu pekerjaan
yang menghasilkan barang maupun jasa sebagai konsumsi dan perdagangan.
Peran tersebut biasanya dikenal sebagai peran yang dilakukan pada sektor publik.
2. Peran reproduktif merupakan suatu peran dimana seseorang menjalankan peran
dalam sektor domestik mengurus anak, mencuci piring dan sebagainya yang
berkaitan dengan pekerjaan rumah serta pemeliharaan SDM di dalamnya.
3. Peran sosial merupakan peran dimana ada interaksi antara seseorang dengan
lingkungannya, contohnya bekerja sama untuk menyelesaikan berbagai tugas di
lingkungan tersebut.5
Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
Gerakan PKK pada dasarnya adalah kegiatan nasional yang diusung untuk
masyarakat, dimana pada umumnya merupakan pembangunan untuk masyarakat serta
khususnya adalah untuk mewujudkan keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat
yang bertakwa pada tuhan, maju, mandiri, dan sejahtera6. Pemberdayaan perempuan
memiliki arti yaitu usaha mengembangkan potensi juga kapasitas perempuan demi akses
strategis sepeti pengambilan kebijakan dan sebagainya (Aritonang dalam Ihromi, et al,
2000: 142-143)7. Dalam kaitannya dengan pemberdayaan perempuan, Gerakan PKK
mempunyai 10 program pokok yang dijalankan, yakni: 1) Penghayatan dan pengamalan
Pancasila, 2) Gotong royong, 3) Pangan, 4) Sandang, 5) Perumahan dan tata laksana
rumah tangga, 6) Pendidikan dan keterampilan, 7) Kesehatan, 8) Pengembangan
kehidupan berkoperasi, 9) Kelestarian lingkungan hidup, 10) Perencanaan sehat8.
Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) selaku menjadi sebuah
gerakan, bergerak dalam dua dimensi yaitu dimensi spiritual dan dimensi fisik material.
Dimensi spiritual mencakup hal perbuatan serta tingkah laku sebagai hamba Tuhan,
anggota kemasyarakatan, dan warga negara yang bersifat dinamis juga berguna

4
Smith 1987 dalam Lloyd et al. 2009: p.8
5
Sudarta, Wayan. "Peranan Wanita dalam Pembangunan Berwawasan Gender". (Denpasar: Universitas
Udayana, 2007). Hal 7-8.
6
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberdayaan dan
Kesejahteraan Keluarga dalam Membantu Meningkatkan dan Mewujudkan Tertib Administrasi
Kependudukan.
7
Lilik Aslichati, “Organisasi Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Sebagai Sarana
Pemberdayaan Perempuan”, Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 7, Maret 2011, hlm. 2.
8
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga.
berdasarkan atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan dimensi fisik
material mencakup hal yang berkaitan dengan kebutuhan individu seperti sandang,
pangan, papan, kesempatan kerja, kesehatan, dan lingkungan hidup yang sehat serta
lestari melalui peningkatan pendidikan, pengetahuan serta keterampilan. Dalam
pelaksanaan program pokok PKK terdapat penanggungjawab yang mana terdiri atas lima
kelompok kerja (Pokja), yaitu: 1) Pokja I, meliputi bidang penghayatan dan pengamalan
Pancasila serta gotong royong, 2) Pokja II, meliputi bidang pendidikan dan keterampilan,
3) Pokja III, meliputi bidang pangan, sandang, serta perumahan dan tata laksana rumah
tangga, 4) Pokja IV, meliputi bidang kesehatan, kelestarian lingkungan hidup dan
perencanaan sehat, 5) Pokja V, meliputi bidang pengembangan usaha ekonomi keluarga
dan kehidupan berkoperasi.
WID, WAD, GAD
Dalam kurun waktu dua dekade atau antara tahun 1970-an hingga 1980-an
terdapat tiga pendekatan yang mengacu pada studi perempuan yaitu Women in
Development (WiD), Women and Development (WaD), dan Gender and Development
(GaD) (Mosse, 1996) .
1. Women in Development (WiD)
Terdapat tiga gelombang feminis yang melatarbelakangai munculnya WiD,
terutama terkait dengan kondisi feminin. Ketiga gelombang tersebut yang pertama
adalah dimana perempuan memperjuangkan kesetaraan hak yang mereka miliki untuk
memilih dan berpartisipasi dalam politik. Yang kedua terkait dengan feminisme yang
berupaya untuk mengatasi ketidaksetaraan sosial serta budaya dalam kehidupan
sehari-hari. Serta yang terakhir adalah publikasi dari Easter Boserup yang berjudul
Women’s Role in Economics Development pada tahun 1970-an. Dalam buku ini
terdapat analisis mengenai implikasi perubahan pola masyarakat terhadap perempuan
dan laki-laki dari yang semula tradisional menjadi modern. Pada model ini sangat
dipengaruhi oleh teori modernisasi yang meyakini bahwa penyebab dari
keterbelakangan seorang perempuan berasal dari faktor personal, seperti pendidikan
yang rendah.
Seiring dengan perkembangannya yang pesat, WiD hanya satu dari sekian
kebijakan yang berhubungan dengan perempuan di mayoritas negara Dunia Ketiga.
Hal ini diawali sejak dikeluarkannya “The Percy Amandement to the 1973 Foreign
Assistance Act” oleh pemerintah Amerika yang kemudian mempengaruhi PBB untuk
memproklamirkan International Decade of Women (1976-1985) pada tahun 1974.
Namun ketika kepedulian terhadap pemborosan serta kegagalan dalam upaya
pembangunan meningkat, para pendukung WiD beralih ke perempuan dengan
mempermasalahkan seberapa besar kerugian yang diakibatkan oleh upaya
pembangunan dengan mengabaikan kontribusi/potensi nyata dari perempuan itu
sendiri (Young, 2002: 322) . Model ini telah digunakan sebagai pendekatan untuk
mengintegrasikan perempuan dalam proses pembangunan. Dalam perkembangannya,
perempuan yang semula hanya dipandang sebagai seorang ibu kemudian dipandang
sebagai sumber ekonomi atau dengan kata lain fokus utama dari model WiD adalah
pembangunan ekonomi.
2. Women and Development (WaD)
Di dalam WaD yaitu lebih banyak menarik dari ketergantungan dan
pendekatan neo-Marxis kepertanyaan mengenai keterbelakangan. Pendekatan ini
dilatarbelakangi oleh kepedulian terhadap asal mula patriarki, intensifikasi patriarki
yang ditandai dengan adanya penyebaran kapitalisme, dan analisis Engel tentang
lahirnya kembali kepemilikan pribadi dan revolusi pertanian, yang secara khusus
disukai oleh para feminis dunia ketiga yang mendukung peran sosial dari negara
pascakolonial (Kabeer, 1994 : Rathgeber, 1990). Teori WaD mencoba untuk
memahami permasalahan perempuan dilihat dari perspektif neo-Marxisme dan teori
ketergantungan, atau dengan kata lain disebut sebagai feminis sosialis atau feminis
marxis. (Barriteau, et al, 2000) . Paradigma WaD menekankan pada keragaman
pengetahuan, pekerjaan dan tanggung jawab perempuan, serta mendukung pengakuan
terhadap kekhususan mereka. Realita ini ditambah dengan adanya kecenderungan
untuk mengakui aturan patriarki yang ada di lembaga pembangunan, menjadi sumber
dari program "women-only" yang ditempuh oleh penganut WaD (Bertrand, Tietcheu
(2006) . “Being Women and Men in Africa Today: Approaching Gender Roles in
Changing African Societies”)
3. Gender and Development (GaD)
Munculnya GaD pada tahun 1980-an berangkat dari kurang memadainya teori
WiD dan WaD dalam membahas pondasi yang menyusun serta mempertahankan
ketidaksetaraan gender (Conelly et al., 2000) . Dalam pendekatan GaD terdapat
dorongan terhadap perempuan untuk melakukan suatu perubahan yang positif melalui
organisasi dan aktivis perempuan. Terdapat beberapa fokus dalam pendekatan ini,
dimulai dari interkoneksi gender, kelas, ras, konstruksi sosial, peran sosial, peran
reproduksi, serta peran ekonomi hubungannya dengan ketidaksetaraan gender. Dapat
dikatakan bahwa pendekatan ini merupakan upaya pemberdayaan perempuan dan
merubah konstruksi sosial. Dalam upaya memberdayakan perempuan, mereka perlu
untuk melepaskan ketidakberdayaan mereka sendiri.
Dalam hal ini, kaum feminis beranggapan bahwa adanya ketimpangan relasi
akan membatasi pergerakan perempuan dalam memanfaatkan peluang yang ada. Oleh
karena itu, GaD dengan sangat jelas melihat dampak dari pembangunan bagi laki-laki
dan perempuan sehingga menekankan pada persamaan manfaat dan kendali.
Pendekatan GaD memahami adanya tujuan pembangunan bagi perempuan dalam
artian mandiri serta kekuatan internal mereka, dan pendekatan ini juga memfokuskan
pada pembuatan peraturan atau undang-undang yang berkaitan dengan kesetaraan
gender antara laki-laki dan perempuan daripada pemberdayaan perempuan itu sendiri.
Fungsi dari pendekatan ini adalah sebagai titik perubahan dimana feminis memahami
pembangunan dan sebagai gambaran komprehensif mengenai realitas sosial,
ekonomi, dan politik pembangunan (Collins: 2013) .
Diskusi
Dalam suatu negara, pembangunan merupakan salah satu usaha mewujudkan
tingkat kesejahteraan masyarakat. Pembangunan merupakan proses multidimensi yang
melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap psikologis adat, dan
kelembagaan negara, termasuk mempercepat atau mempercepat pertumbuhan ekonomi,
mengurangi ketimpangan, dan menghapus kemiskinan absolut9. Pembangunan sendiri
selalu mengalami perubahan dimana mengikuti dinamika kehidupan yang senantiasa
mengalami perubahan pula. Pembangunan dalam suatu negara meliputi berbagai bidang
seperti pembangunan infrastruktur, pembangunan ekonomi, pembangunan sosial,
pembangunan manusia dan lain sebagainya.
Pada dasarnya, pembangunan untuk mempertahankan pertumbuhan telah
melahirkan konsep ekonomi yang berkonotasi positif. Hal inikemudian dapat melibatkan
pengambilan langkah-langkah ekonomi dan teknologi yang konkret untuk menggunakan
sumber daya yang tersedia untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kualitas hidup masyarakat. Pada era 1950-1960-an pembangunan dikenal dengan
pertumbuhan ekonomi yang memiliki arti berupa perubahan kuantitatif daripada kualitatif
dalam kinerja ekonomi10. Hal demikian mengakibatkan negara-negara berlomba-lomba
mencari cara untuk meningkatkan pertumbuhan dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ini
ditandai dengan kenaikan papasitas produksi yang direalisasikan dengan adanya kenaikan
pendapatan nasional dalam suatu negara.
Pembangunan lainnya yang tidak kalah gencar dengan pembangunan di bidang
ekonomi yaitu pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur sendiri
merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan penggerak pertumbuhan
ekonomi. Dimana pembangunan infrastruktur merujuk pada pembangunan berupa fisik
seperti penyediaan trasnsportasi, Irigasi, drainase, gedung dan fasilitas umum lainnya,
seperti listrik, telekomunikasi, air bersih, dan lain-lain, perlu untuk memenuhi kebutuhan
dasar umat manusia di bidang sosial dan ekonomi. Pembangunan infrastruktur juga dinilai
sebagai icon pembagunan dalam suatu negara.
Di Indonesia sendiri, pembangunan yang mencakup semua aspek kehidupan lebih
dikenal dengan pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya
pembangunan berkelanjutan yang melibatkan seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Dalam pelaksanaan dan proses
pembangunan, semua aspek dilibatkan, seperti aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya,
pertahanan dan keamanan negara secara terencana, komprehensif, terarah, terintegrasi,
bertahap dan berkelanjutan. Tujuannya untuk mendorong peningkatan kemampuan
nasional dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan kesetaraan kehidupan dengan negara
lain yang lebih maju.

9
Fedy Posumah. 2015. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Investasi di Kabupaten Minahasa
Tenggara. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi. 15(2)
10
Mahadiansar dkk. 2020. Paradigma Pengembangan Model Pembangunan Nasional di Indonesia. Jurnal
Ilmu Administrasi Negara. 17(1).
Pembangunan infrastruktur di Indonesia sendiri lebih gencar dibandingkan
dengan pembangunan di bidang lain. Pembangunan infrastruktur secara massif dan
menyebar ke seluruh Indonesia digagas guna terjaminya ketersediaan infrastruktur
sehingga dapat menjadi lompatan bagi Indonesia untuk menuju negara maju, sekaligus
dapat terlepas dari perangkat sebaagai negara berkembang atau “middle income trap”.
Berbagai program pemerintah dirancang dan disusun sedemikian rupa guna
terealisasikannya pembangunan infrastruktur di Indonesia. Namun, pada hakikatnya
terdapat bidang pembangunan lain yang juga berperan penting dalam pembangunan suatu
negara.
Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan
Partisipasi adalah individu atau kelompok masyarakat yang berperan serta dalam
suatu proses pembangunan yang bentuknya yaitu sebuah pernyataan atau suatu aktivitas
dengan menyampaikan ide, tenaga, waktu, keahlian, modal maupun masukan material,
dan juga menggunakan dan menikmati hasil pembangunan11. Kesuksesan suatu
pembangunan sungguh bergantung dengan peran pemerintah dan masyarakat.
Pemerintah dan masyarakat harus sanggup membentuk suatu sinergi, karena jika tidak
ada partisipasi masyarakat di dalam suatu pembangunan, maka pemerintah akan kesulitan
dalam mencapai hasil suatu pembangunan yang terbaik. Karena yang menjadi salah satu
kunci dalam menyukseskan suatu pembangunan yaitu dengan adanya partisipasi
masyarakat. Seiring adanya partisipasi masyarakat ketika proses pembangunan, sehingga
dalam proses pembangunan pemerintah menggunakan sistem Bottom up yang
sebelumnya dalam proses pembangunan menggunakan sistem Top Down tapi saat ini
tidak digunakan lagi, maka dari itu masukan yang diberikan oleh masyarakat mengenai
pembangunan menjadi saran yang krusial untuk menyukseskan pembangunan.
Dalam pembangunan masyarakat berpartisipasi sebagai peserta pembangunan
juga masyarakat perlu mempersiapkan diri serta melatih diri agar dapat memberikan
pendapat atau mengajukan pendapat mengenai masalah yang dihadapi. Selain itu juga
masyarakat perlu menyusun tahapan agar dapat melakukan rancangan yang telah diatur,
agar kemudian dapat menikmati hasil yang telah diperoleh yang selanjutnya untuk
mempertahankan prosedur yang sudah ditetapkan serta diterapkan sebelumnya. Model
dari pembangunan saat ini menjadikan masyarakat atau rakyat selaku peserta utama
dalam proses pembangunan. yang berarti bahwa pemerintah dalam proses pembangunan
hanya sebagai pemberi fasilitas dan juga sebagai katalisator dalam pembangunan,
sehingga persiapan sampai penerapan pembangunan tersebut masyarakat berhak ikut
dapat berpartisipasi, memberikan saran dalam mengambil keputusan sehingga dapat
mewujudkan hak-hak dasar.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong masyarakat untuk dapat
berpasrtisipasi ke dalam pembangunan yaitu dengan meningkatkan aktivitas dalam
bidang pemberdayaan masyarakat dengan menjalankan Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga secara lebih baik lagi. Tujuan dari Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga ini

11
Sumaryadi, I.N. 2010. Sosiologi pemerintahan. Bogor:Ghalia Indonesia.
tidak hanya untuk memajukan kesejahteraan pembangunan dan menyampaikan informasi
terkait pembangunan namun juga lebih penting yaitu meningkatkan, mendorong juga
meenjaga agar pasrtisipasi masyarakat dalam pembanguna tetap ada. Maka di bawah ini
akan menjelaskan seberapa pentingnya Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga sebagai
bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan
1. Memberi tahu kelompok masyarakat mengenai peluang untuk berpartisipasi.
Kebanyakan masyarakat merasa kurang memiliki kesempatan atau bisa juga
masyarakat tidak memiliki alasan untuk ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan
pembangunan kemasyarakatan sehingga partisipasi dari masyarakat menjadi kurang
terlihat, terutama pada bidang-bidang berikut ini: pengambilan ketetapan dalam
rencana pembangunan, monitoring dan evaluasi, dan juga pemanfaatan dari hasil
pembangunan yang ingin dicapai. Maka dengan adanya PKK ini dapat membantu
masyarakat dalam memeroleh informasi agar aspirasi mengenai pembangunan dapat
ditampung yang kemudian dapat dissampaikan kepada pemerintah sehingga dapat
direalisasikan dengan fasilisatornya yaitu pemerintah.
2. Mendemonstrasikan dan meningkatkan kemampuan partisipasi masyarakat.
Dapat pula ditentukan bahwa masyarakat tidak melibatkan diri dalam
pembangunan karena mereka tidak memiliki kapasitas yang memadai atau merasa
tidak mampu berpartisipasi. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu ditunjukkan
kepada masyarakat melalui PKK bahwa:
a. Kemampuan masyarakat yang dimiliki agar dapat memberikan partisipasinya
dalam hal pembangunan.
b. Bermacam-macam kemampuan ataupun kesempatan yang dapat digunakan
untuk memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Untuk meningkatkan kapasitas (pengetahuan, keterampilan dan sikap)
masyarakat, berbagai upaya telah dilakukan agar masyarakat tetap dapat
berpartisipasi disetiap aktivitas pembangunan.
3. Memperlihatkan kemauan partisipasi masyarakat.
Kondisi yang sangat umum biasanya keterlibatan masyarakat dalam
pembangunan adalah dimana hanya dituntut guna ikut dalam menyampaikan
pendapat tidak dengan pemahaman yang jelas, manfaat apa yang akan (langsung atau
tidak langsung) mereka peroleh dan rasakan. Selain itu, mereka tidak menerima
informasi yang jelas, juga tidak menerima informasi yang jelas tentang peluang yang
mereka berikan untuk berpartisipasi dalam penggunaan hasil pembangunan di masa
yang akan datang. Maka, dalam Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) harus
mampu menjelaskan manfaat serta peluang yang ada atau yang kemudian diserahkan
pada masyarakat agar dapat memperoleh manfaat dari hasil pembangunan. Mengenai
manfaat pembangunan seringkali bukan karena tidak ada komunikasi, melainkan
tergantung pada sifat manfaat yang diperoleh anggota masyarakat terkait. Pengertian
disini tidak hanya berdasarkan lokasi dan waktu, namun juga termasuk pandangan
masyarakat tentang manfaat yang akan didapat dan dirasakan.
Saat berpartisipasi dalam pembangunan, peranan laki-laki dan perempuan di
masyarakat harus seimbang. UUD 1945 dengan jelas mengatur bahwa setiap warga
negara Indonesia laki-laki dan perempuan-memiliki hak dan kewajiban yang sama dan
memiliki kesempatan untuk hidup layak. Pada konteks pembahasan, dapat dipahami
bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan antara keberhasilan mengikuti
program pembangunan dan pembagian proporsional dari hasil pembangunan. Namun
kenyataannya, status juga peranan perempuan pada pembangunan masih terpinggirkan.
Dampaknya, meski secara jumlah perempuan lebih banyak ketimbang laki-laki, namun
dari segi kualitas lebih sedikit dibandingkan laki-laki.
Metode yang paling efektif terkait pemberian ruang bagi pembangunan yang
menyangkut mengenai peran perempuan adalah metode GAD (Gender and
Development). Yang mana dilakukan dengan memperlakukan perempuan selaku subjek
dari pembangunan, agent of change, dan memfokuskan pada kaitan yang sama antara
laki-laki dan perempuan. Pendekatan ini lebih seperti pendekatan bottom-up, sehingga
pengalaman dan pemahaman dari perempuan menjadi pintu masuk dalam proses
pembangunan. Dalam segala aspek kehidupan, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
berkembang pada bentuk persamaan hak, status, kemampuan, peran, serta kesempatan
berkembang, yang merupakan modal utama kesetaraan antara laki-laki dan perempuan,
hingga jenis dan manfaat pekerjaan akan diberikan kepada laki-laki dan perempuan harus
seimbang.
Melalui konsep GAD yang diadvokasi dengan mempertimbangkan kebijakan
keadilan dan kesetaraan gender, dari tahap perencanaan, penerapan hingga pemantauan
dan evaluasi, setiap penerapan rencana selalu memakai parameter atau
mempertimbangkan kesetaraan peran dan kepentingan laki-laki dan perempuan. Maka
peran laki-laki dan perempuan agar berjalan seimbang atau adil, dalam memposisikan
laki-laki dan perempuan harus seperti :
a. Pada Keluarga
• Saling mendukung dalam menyelesaikan tugas keluarga.
• Kelola pendapatan rumah tangga bersama.
• Berpartisipasi dalam peran sosial dalam masyarakat.
• Dialog keputusan.
• Memiliki hak akses yang sama.
• Mendapatkan hak satu sama lain.
b. Pada Masyarakat
• Tidak lagi menempatkan perempuan pada sektor keluarga, sedangkan laki-
laki berada disektor publik
• Pelabelan perempuan adalah kondisi dimana suatu pekerjaan pantas atau tidak
dikerjakan perempuan
• Perempuan tidak hanya ditempatkan pada posisi yang kurang penting
• Tidak ada lagi marjinalisasi adalah keterpinggirkan yang terjadi pada
perempuan dalam mengakses sumber pendapatan.
c. Pada Kegiatan Pembangunan
• Laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama dalam
perencanaan, pengambilan keputusan, implementasi dan kenikmatan hasil.
• Laki-laki dan perempuan sekaligus menjadi obyek dan subyek pembangunan.
• Partisipasi perempuan dalam pembangunan merupakan peran aktif mereka
dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan pengambilan keputusan
dan segala tindakan yang berkaitan dengan upaya pembangunan yang telah
dilaksanakan untuk memperoleh hasil atau risiko.
• Dalam pengelolaan pembangunan, partisipasi perempuan adalah partisipasi
perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian proses, serta
evaluasi dan pelestarian pembangunan.
• Dengan melihat peran masyarakat dan pihak luar maka partisipasi perempuan
dalam pengelolaan pembangunan dapat dibedakan menjadi rendah, tinggi,
sempit atau lebar.
• Partisipasi perempuan dalam tahapan pengelolaan pembangunan tidak selalu
sama. Tingkat partisipasi dalam fase peran mungkin "rendah", tingkat
partisipasi dalam fase implementasi mungkin "tinggi", dan tingkat partisipasi
dalam fase kontrol dan evaluasi mungkin "sedang"12.
Gender pada Gerakan PKK
Kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan adalah satu diantara inti yang
merupakan tujuan adanya PKK, utamanya melalui peran dari perempuan dalam
mengelola keluarga. Akan tetapi terjadi persepsi dimana PKK hanya identik dengan
perempuan hal tersebut dapat menjadikan konflik, sehingga fungsi dan peranan sosial
yang ada hanya dibatasi oleh keluarga dan rumah tangga. Misalnya secara struktur dalam
organisasi, jabatan dari ketua PKK pada tingkatan tertentu secara fungsionalnya maka
secara langsung melekat pada isteri pejabat pemrintah daerah tersebut. Dalam hal ini
secara tidak langsung antusiame PKK bersumber pada kekuasaan yang dimiliki laki-laki
(suami), sehingga penghargaan terhadap perempuan adalah karena merupakan isteri dari
pejabat pemerintah bukan dari prestasi perempuan secara personal. Hingga pada akhirnya
PKK muncul sebagai bentuk wujud dari konsep patriarki yang akan tetap sama yaitu
kekuasaan laki-laki atas perempuan di berbagai sektor.
Sebutan gender merupakan suatu identitas yang dimiliki laki-laki dan perempuan.
Pemahaman masyarakat tentang peran gender merupakan ekspektasi dari konsep ini,
secara tidak langsung merongrong status laki-laki dan perempuan, utamnya pada
pemikiran, perilaku atau emosi (Santrock, 2002 dalam Aulia, 2014)13. Berkaitan dengan
peran gender tersebut, Aulia (2014) dalam Pratiwi (2015) mereorientasi identitas gender
sebagai stereotipe gender menjadi ketetapan hati dan sikap untuk memahami konsep laki-
laki dan perempuan. Dengan kata lain, bagaimana seseorang percaya pada identitas

12
Sofiani, T. (2009). Membuka ruang partisipasi perempuan dalam pembangunan. STAIN Pekalongan.
13
Pratiwi, R. Z. B. (2015). Pola Komunikasi Perempuan dalam mengkonstruksi Identitas Gender pada
Gerakan PKK. Journal of Rural and Development, 6(1).
inheren dan karakteristik gender mereka sendiri akan mengacu pada cara individu
bermain dalam peran gender dan menggunakan pemahaman tertentu sebagai dasar untuk
keyakinan mereka pada stereotip gender.
Identitas gender dalam pertukaran perempuan dalam gerakan PKK menunjukkan
bahwa PKK merupakan kegiatan yang melaksanakan fungsi sosial perempuan di
kalangan perempuan. Timbulnya peran dan fungsi sosial tersebut mengacu dalam bentuk
pemberdayaan dengan merencanakan kegiatan yang dilakukan PKK, terlepas dari apa
rencana terkait ke depan sungguh-sungguh memberdayakan perempuan atau hanya
sebatas pemberdayaan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
1) Melaksanakan peran serta fungsi sosial perempuan
Dalam melaksanakan peran serta fungsi sosial perempuan melalui PKK dapat
mengacu pada pemikiran yang memberikan kesempatan bagi perempuan untuk dapat
berpartisipasi dalam roda perekonomian keluarga. Program PKK memiliki upaya agar
perempuan dapat lebih dikenal dan berkembang melalui peran sosialnya yang
sekaligus juga mengupayakan pencapain kesetaraan gender perempuan. Akan tetapi,
hal tersebut tidak dapat membebaskan perempuan dari tanggung jawab dalam
pemberdayaan keluarga. Dari PKK, perempuan semakin terbelenggu pada konsep
maternalisme nasional, dimana perempuan tersebut dibentuk sebagai ibu dan isteri
yang baik untuk meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan keluarga.
Jumlah laki-laki atau suami yang menjadi anggota dari PKK cenderung tidak
mencukupi bahkan menjadi hal yang biasa dan bukan menjadi masalah dalam
masyarakat. Dari adanya pemahaman ini barangkali pemikiran patriarki masih dapat
dirasakan dalam gerakan PKK karena secara tidak lagsung pihak suami diyakini
memiliki tanggung jawab yang kecil dalam pengelolaan keluarga, sehingga tidak
diwajibkan untuk mengikuti kegiatan PKK. Tentang ruang cakupan keluarga,
kedudukan suami lebih dipercaya di banyak sektor publik terkait dengan pemberian
nafkah. Pada saat yang sama istri atau ibu lebih tunduk pada lingkungan keluarga dan
salah satunya bertanggung jawab atas keluarga dan pengelolaan keluarga, erlepas dari
apakah perempuan tersebut mendapat lebih banyak kesempatan untuk berpartisipasi
aktif dalam aspek keuangan kehidupan keluarga. Kemudian, hal ini menunjukkan
adanya dualitas peran perempuan dan ketidaksetaraan perlakuan dalam dualitas antara
sektor publik dan sektor keluarga dalam kehidupan keluarga melalui PKK.
2) Wujud pemberdayaan dalam PKK
Dalam PKK, pemikiran pemberdayaan secara sederhana mengacu dalam
konstruksi perempuan menjadi perempuan yang mandiri secara sosial serta produktif.
Situasi ini membuat ekonomi menekankan pada bentuk pemberdayaan selanjutnya
untuk memberi perempuan kesempatan untuk secara mandiri membangun identitas
ekonomi mereka sendiri. Opsi yang dipilih akan mendorong status perempuan dalam
peran sosial yang lebih jauh, yaitu sebagai pengambil keputusan ekonomi dalam
keluarga (Devi, 2014: 91, dalam Pratiwi, 2015), agar secara aktif, perempuan
mendapatkan kekuasaan dalam kapasitas dan pembangunan ekonomi yang lebih
aman (Devi, 2014: 99, dalam Pratiwi, 2015).
Wujud pemberdayaan yang bisa didapatkan dengan mengikuti gerakan PKK
mengacu pada pengembangan kompetensi perempuan terkait dengan keterampilan
dasar seperti memasak atau menerima pelatihan keterampilan. Perempuan juga telah
dibimbing tentang kehidupan koperasi melawati program UP2K PKK. Mengenai
analisis di atas, konsep pemberdayaan yang diadvokasi oleh PKK pada akhirnya tidak
terlepas dari upaya pemerintah dalam pembangunan nasional. Mosse (2004) dalam
Pratiwi (2015) menjelaskan mengenai adanya metode otorisasi yang timbul pada
konstruksi pengembangan serangkaian kebijakan yang bertujuan untuk mencapai
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, konsep tersebut telah
memfokuskan pada mekanisme pembangunan nasional yang berbasis kesetaraan
gender. Melalui program UP2K PKK dalam pelaksanaannya terdapat dampak pada
pemberdayaan sebagai salah satu contoh yang terjadi di UP2K PKK Banjarbaru yaitu
terdapat beberapa dampak seperti:
1. Dampak pembangunan ekonomi
Dimana melalui adanya UP2K PKK, kesejahteraan anggota dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari dapat semakin meningkat data pada salah satu
kelompok yaitu Kelompok II TP PKK kelurahan Cempaka menunjukkan bahwa
sebelum adanya UP2K PKK ini pemenuhan kebutuhan sehari-hari yaitu Rp.
473.000,00, kemudian setelah adanya program UP2K PKK pemenuhan
kebutuhan sehari-hari para anggota menjadi Rp. 1.965.000,00
2. Dampak pengembangan sumber daya manusia
Pengembangan SDM yang dilakukan yaitu berupa penyelenggaraan
kegiatan pelatihan bagi anggota UP2K PKK yang bersifat unruk meningkatkan
pengetahuan juga untuk melatih keterampilan sumber daya manusia yang
tergabung dalam kelompok UP2K PKK.
3. Dampak pembangunan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana adalah wujud yang mendukung keberhasilan proses
pelaksanaan. Yang dimaksud dengan berbagai perlengkapan, perlengkapan dan
fasilitas kerja yang berperan sebagai alat / pembantu utama dalam lingkup
penyelenggaraan pekerjaan dan kepentingan organisasi kerja terkait. Sebagai
contoh yang telah dilakukan oleh UP2K Banjarbaru yaitu pembangunan
sekretariat atau galeri UP2K di beberapa desa seperti Cempaka dan Syamsudin
Noor.
4. Dampak pengembangan kelembagaan
Salah satu dampak dari pelaksanaan program UP2K adalah
pengembangan kelembagaan Pokja UP2K dan POKUS itu sendiri. Dimana
Mawar UP2K Kelompok Desa Cempaka yang merupakan salah satu UP2K di
Kota Banjarbaru, semenjak berdiri pada tahun 2010 hingga saat ini telah
berkembang serta masuk dalam kategori kelompok UP2K Mandiri. tim lengkap
dengan pembagian tugas yang jelas, manajemen yang lengkap, pembukuan dan
keuangan yang lengkap, transaksi melalui layanan perbankan, produksi barang /
jasa yang semakin banyak, dan kuantitas dan jumlahnya terus bertambah, alat-alat
teknis yang sesuai digunakan dalam proses produksi, pemasaran diperluas, dan
teknologi dipasarkan dengan bantuan media, serta kerja sama dengan pihak lain
guna melengkapi legitimasi bisnis (izin domisili, izin usaha, analisis dampak
lingkungan, dll). Pengembangan kelembagaan lain yang dihasilkan dari program
UP2K di Banjarbaru yaitu perluasan jejaring kemitraan UP2K ke mal, toko, bazar,
expo dan toko online.14
Maka mempertimbangkan seluruh bidang pada aktivitas sosial, budaya,
ekonomi, hukum dan politik yang berbasis kesetaraan gender, maka gender dan
pembangunan lebih jelas disebut sebagai konsep pemberdayaan secara menyeluruh
(Hendarso, 2011: 8 dalam Pratiwi, 2015). Menurut pandangan ini, keberadaan
pembangunan dalam rangka membangun keluarga yang baik membutuhkan
partisipasi yang setara antara laki-laki dan perempuan. Dikutip dari Thomas-Slayther,
Esser dan Shields (1993) dalam Jamal (2014: 3) menganggap bahwa kesetaraan
gender itu sendiri sebagai tantangan pembangunan15. Gender dan pembangunan juga
mengakui peran pria dan wanita yang saling membantu dalam praktik keluarga.
Pelaksanaan sebenarnya dilakukan menggunakan beberapa kegiatan, seperti:
kesetaraan gender dalam keuangan mikro dan pendidikan perempuan.
Selain itu, konsep seperti ini juga melahirkan konsep kesetaraan
gender.Menurut Sharma (Sharma, 2014: 143-144), perempuan dapat diberikan
kebebasan parsial, kebebasan untuk menjalankan hak asasi manusia, dan
menjadikannya bagian darinya secara seimbang dan potensial. Sehingga dapat
menjadi bagian untuk memberdayakan perempuan dan mewujudkan konsep ini.
Pemberdayaan, gender dan pembangunan semuanya memungkinkan perempuan guna
memainkan fungsi sosial dalam masyarakat, utamanya dalam memberikan kontribusi
bagi pembangunan nasional. Dalam kaitannya, gerakan PKK bisa jadi merupakan
perpanjangan dari kemampuan pemerintah untuk mendorong arah ideologis.
Bidang yang lain menunjukkan kedudukan PKK pada pemberdayaan dan
pembangunan, yang menjadikan latar belakang keluarga menjadi tujuan penting
PKK. Keluarga merupakan bagian terkecil dalam masyarakat dan sangat erat
kaitannya dengan pembangunan. Maka dari itu, standar pengukuran kesejahteraan
menjadikan secara tidak langsung bahwa keluarga yang sebagai tolak ukur dalam
menentukan kesejahteraan nasional. Oleh karena itu, ketika citra perempuan dituntut
untuk berperan dan memikul tanggung jawab dalam keluarga, sehingga perempuan
secara tidak langsung menjadi bagian dari negara, dan melalui keibuan, citra
perempuan dianggap sebagai tanggung jawab fisik, sosial dan budaya negara.

Kesimpulan

14
Fatah, M. (2020). Empowerment Of Women Through Organisasi Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga (Family Welfare And Empowerment Organization) In The Family Income Development
Program In Banjarbaru City, INDONESIA. European Journal of Political Science Studies, 3(2).
15
Pratiwi, R. Z. B. (2015). Pola Komunikasi Perempuan dalam mengkonstruksi Identitas Gender pada
Gerakan PKK. Journal of Rural and Development, 6(1).
Pembangunan adalah satu diantara banyak isu dasar, dimana dibicarakan oleh
banyak negara. Manusia yang dalam pembangunan dijadikan sebagai subyek dan obyek
sekaligus. Maka diperlukan sebuah pemikiran untuk meningkatkan kemampuan
seseorang dalam merealisasikan potensi yang ada pada orang tersebut. Pembangunan
sendiri selalu berubah, mengikuti dinamika kehidupan, dan kehidupan terus berubah. Di
Indonesia sendiri pembangunan yang termasuk dalam segala aspek kehidupan disebut
pembangunan nasional. Yang merupakan suatu susunan upaya pembangunan
berkelanjutan dimana melibatkan segenap kehidupan rakyat, bangsa, dan negara guna
pencapaian tujuan dari dilaksanakannya pembangunan nasional. Selain itu Indonesia juga
aktif dalam berpartisipasi melalui aspek material serta pembangunan sumber daya
manusia. Aspek gender juga menjadi dasar dari pembangunan yang dilakukan, hingga
persoalan ketimpangan gender sudah melekat dalam struktur sosial dan struktural.
Pada hakikatnya terdapat banyak bidang pembangunan yang berperan penting
dalam pembangunan suatu negara. Dimana pemerintah dan masyarakat harus sanggup
membentuk suatu sinergi, agar dalam mewujudkan pembangunan yang baik dapat
tercapai. Karena adanya partisipasi dari masyarakat merupakan kunci dari suksesnya
suatu pembangunan. Ketika Masyarkat ikut dalam partisipasi pembangunan maka peran
antara laki-laki dan perempuan harus terealisasi secara setara, bahkan perihal tersebut
tertuang jelas dalam UUD 1945. Paradigma yang sesuai dengan maksud dari upaya juga
peranan laki-laki dan perempuan dalam pembanguna yaitu melalui paradigma dengan
model GaD (Gender and Development) seperti yang telah dijelaskan secara rinci dalam
kerangka teroi di atas, dimana model ini merupakan pertimbangan kebijakan keadilan dan
kesetaraan gender dari tahap rencana, penerapan sampai pada tahap pemantauan dan
evaluasi, setiap penerapan rencana selalu memakai parameter atau mempertimbangkan
kesetaraan peran dan kepentingan laki-laki dan perempuan.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong masyarakat untuk dapat
berpasrtisipasi ke dalam pembangunan yaitu dengan meningkatkan aktivitas dalam
bidang pemberdayaan masyarakat dengan menjalankan Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga secara lebih baik lagi. Selan itu juga dapat membantu masyarakat dalam
memeroleh informasi juga mengemukakan aspirasinya. Saat ini PKK telah berkembang
pesat karena merupakan peranan terdepan dalam rencana pembangunan sosial bahkan
mengatasi permasalahan di masyarakat. PKK berperan penting sebagai jembatan bagi
kegiatan pemberdayaan keluarga yang inovatif dan partisipatif. Namun PKK dinilai
hanya identik dengan perempuan hal tersebut dapat menimbulkan konflik, sehingga
fungsi dan peran sosial ada hanya dibatasi pada keluarga dan rumah tangga. PKK juga
dengan tidak langsung bersumber dari kekuasaan yang dimiliki oleh laki-laki (suami),
sehingga penghormatan terhadap perempuan adalah karena mereka adalah istri pejabat
pemerintah, bukan dari prestasi perempuan.
Dengan adanya PKK ini maka terdapat implikasi yang menyertai yaitu dampak
pembangunan ekonomi, dampak pengembangan sumber daya manusia, dampak
pembangunan sarana dan prasarana, serta dampak pengembangan kelembagaan.
Pemberdayaan, gender dan pembangunan semuanya memungkinkan perempuan untuk
menjalankan fungsi sosial, terutama dalam memajukan pembangunan nasional. Maka
dari hal tersebut menjadikan gerakan PKK sebagai perpanjangan dari kemampuan
pemerintah untuk mendorong arah ideologis. Bidang lain menunjukkan posisi PKK
dalam hal pemberdayaan dan pembangunan, yang menjadikan latar belakang keluarga
sebagai tujuan utama PKK.
Saran
1. Diharapkan dalam gerakan PKK pengurus serta pemerintah lebih
mengoptimalkan kegiatan sebagai tempat bagi perempuan untuk meningkatkan
peran bak dalam rumah tangga maupun sosial.
2. Diharapkan adanya paradigm model GaD laki-laki dan perempuan memiliki
kesetaraan yang sama dalam pembangunan nasional dan tidak ada lagi
kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan.

Daftar Pustaka
Journal Article
Ampofo, A. A., Asa, A. E., & Kyerewaa, B. M. (2015). Feminisms and acculturation
around the globe. International Encyclopedia of the Social & Behavioral
Sciences: Second Edition. http://ugspace.ug.edu.gh/handle/123456789/24592
Andriani, N. M. A., Rares, J. J., & Tampi, G. B. (2017). Partisipasi Masyarakat dalam
Pembangunan di Desa Tumokang Baru Kecamatan Dumoga Utara Kabupaten
Bolaang Mongondow. JURNAL ADMINISTRASI PUBLIK, 3(046).
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JAP/article/view/16307
Aslichati, L. (2011). Organisasi pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga sebagai sarana
pemberdayaan perempuan. Jurnal organisasi dan manajemen, 7(1), 1-7.
http://www.jurnal.ut.ac.id/index.php/jom/article/view/77
Barriteau, Eudine; Connelly, Patricia; Parpart, Jane L (2000). Theoretical perspectives on
gender and development. Ottawa: International Development Research Centre
(IDRC).
https://www.google.com/books?hl=id&lr=&id=6xunfW2ShQkC&oi=fnd&pg=P
R6&dq=+Barriteau,+Eudine%3B+Connelly,+Patricia%3B+Parpart,+Jane+L+(2
000).+Theoretical+perspectives+on+gender+and+development.+Ottawa:+Intern
ational+Development+Research+Centre+(IDRC)&ots=lhl5-
M1N4v&sig=dPaNvaSk9_g3IR_u1eE_VfAnv_Y
Bertrand, Tietcheu (2006). “Being Women and Men in Africa Today: Approaching
Gender Roles in Changing African Societies”.Being Women and Men in Africa
Today.
https://pdfs.semanticscholar.org/422d/ddbc7d6dc1b5a62a938cc6352618ecc6fa
e0.pdf
Chant, S., & Gutmann, M. C. (2002). ‘Men-streaming’gender? Questions for gender and
development policy in the twenty-first century. Progress in Development
Studies, 2(4), 269-282.
https://www.amherst.edu/media/view/248666/original/Chanf%252B%252526
%252BGutman%252B2002.pdf
Duflo, E. (2012). “Women Empowerment and Economic Development”. Journal of
Economic Literature. 50(4): 1051-1079. https://www.oecd.org/dac/gender-
development/DFAT%20Gender%20Equality%20and%20Womens%20Empow
erment%20Strategy.pdf
Fatah, M. (2020). Empowerment Of Women Through Organisasi Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (Family Welfare And Empowerment Organization) In
The Family Income Development Program In Banjarbaru City, INDONESIA.
European Journal of Political Science Studies, 3(2).
https://oapub.org/soc/index.php/EJPSS/article/view/838
Hirshman, M. (2003). Women and development: A critique. In
Feminism/postmodernism/development (pp. 56-69). Routledge.
https://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=ToeJAgAAQBAJ&oi=fnd&pg
=PP1&dq=related:Sj8uZ2H6FjASkM:scholar.google.com/&ots=ic52t8fatF&si
g=icb3JoNE4qflQ96-e2lmEJ9TOOc
Lee, J. M., Yoo, S. S., & Hong, M. S. (2019). WID, GAD or Somewhere Else? A critical
analysis of gender in Korea’s international education and development. Journal
of Contemporary Eastern Asia, 18(1).
https://www.koreascience.or.kr/article/JAKO201920461984598.pdf
Mahadiansar, M., Ikhsan, K., Sentanu, I. G. E. P. S., & Aspariyana, A. (2020).
PARADIGMA PENGEMBANGAN MODEL PEMBANGUNAN NASIONAL
DI INDONESIA. Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan
Praktek Administrasi, 17(1), 77-92.
http://180.250.247.102/index.php/jia/article/view/550
Malau, W. (2014). Pengarusutamaan Gender dalam Program Pembangunan. Jurnal
Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial. 6(2), 125-131.
http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis
Moghadam, V. M. (1990). WID, WAD, GAD: integration of women, women's concerns,
and gender issues in the development process: a review of the literature and policy
debates.
https://fada.birzeit.edu/jspui/bitstream/20.500.11889/2297/1/WID%20WAD%20
GAD%20integration%20of%20women%20introduction.pdf
Mwije, S. (2014). A PARADIGM SHIFT FROM WOMEN IN DEVELOPMENT (WID)
TO GENDER AND DEVELOPMENT (GAD).
http://www.academia.edu/download/39734035/Why_there_was_a_Paradigm_Sh
ift_from_Women_in_Development_WID_to_Gender_and_Development_GAD.
pdf
Nikkhah, H. A., & Abu-Samah, A. (2012). Development of'power within'among the
women: A road to empowerment. Asian Social Science, 8(1), 39.
https://www.researchgate.net/profile/Hedayat_Nikkhah/publication/267964559_
Development_of_'Power_within'_among_the_Women_A_Road_to_Empowerm
ent/links/56a7724408ae997e22bbdf38/Development-of-Power-within-among-
the-Women-A-Road-to-Empowerment.pdf
Nur Tufik, Muhammad. (2017). Pembangunan Berbasis Gender Mainstreaming (Studi
Analisis Gender Implementasi Program Gender Watch di Gresik). Paradigma.
5(3).
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/paradigma/article/viewFile/21134
/19380
Posumah, F. (2015). Pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap investasi di
Kabupaten Minahasa Tenggara. EFISIENSI, 15(3).
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jbie/article/view/8776
Pratiwi, R. Z. B. (2015). Pola Komunikasi Perempuan dalam mengkonstruksi Identitas
Gender pada Gerakan PKK. Journal of Rural and Development, 6(1).
https://jurnal.uns.ac.id/rural-and-development/article/view/972/930
Probosiwi, R. (2015). Perempuan Dan Perannya Dalam Pembangunan Kesejahteraan
Sosial (Women and Its Role on Social Welfare Development). Jurnal Natapraja:
Kajian Ilmu Administrasi Negara, 3(1).
https://journal.uny.ac.id/index.php/natapraja/article/view/11957
Puspitawati, H. 2013. Konsep, Teori, dan Analisis Gender. Bogor: Depaertemen Ilmu
Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian.
http://www.academia.edu/download/52842671/gender.pdf
Rantung, J., Mandey, J., & Londa, V. (2018). Peranan Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga (Pkk) dalam Menggerakkan Partisipasi Masyarakat Desa (suatu Studi di
Desa Ongkau I Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Administrasi Publik, 4(5).
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JAP/article/viewFile/5868/5401
Ruslan, M. (2010). Pemberdayaan Perempuan Dalam Dimensi Pembangunan Berbasis
Gender. Jurnal Musawa, 2(1), 79-96.
http://www.academia.edu/download/55876678/7.pemberdayaan-
perempuan.pdf
Sofiani, T. (2009). Membuka ruang partisipasi perempuan dalam pembangunan.
MUWAZAH: Jurnal Kajian Gender. http://e-
journal.iainpekalongan.ac.id/index.php/Muwazah/article/view/280.
Sudarta, W. (2007). Peranan Wanita dalam Pembangunan Berwawasan Gender. Fakultas
Pertanian Universitas Udayana.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/srikandi/article/download/2758/1951

Peraturan Pemerintah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberdayaan
dan Kesejahteraan Keluarga dalam Membantu Meningkatkan dan Mewujudkan
Tertib Administrasi Kependudukan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan
Keluarga.
Website
Bappeda.temanggungkab. 2017. Pentingnya Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan
Pembangunan. Diakses pada tanggal 25 Desember 2020,
https://bappeda.temanggungkab.go.id/artikel/detail/pentingnya-partisipasi-
masyarakat--dalam--perencanaan-pembangunan-
Pemdes Karang Raja. 2020. PKK: Pengertian, Tujuan, Sasaran, Program. Diakses pada
tanggal 25 Desember 2020, dari https://www.pemdeskarangraja.com/pkk-
pengertian-tujuan-sasaran-dan-program
TPPKK Pusat. 2020. Diakses pada tanggal 25 Desember 2020, dari https://tppkk-
pusat.org/tentangkami/
Updesa.com. 2020. PKK: Pengertian, Tugas, dan Kegiatan Pokja 2020. Diakses pada
tanggal 25 Desember 2020, dari https://updesa.com/pkk/

Biodata penulis
Artikel ini disusun oleh Nadya Faradiba (1910201029), Arini Lestari
(1910201041), Ridha Nur Aini (1910201042), Defi Rahmawati (1910201043) Siti
Muyah Saro (1910201047), Muhammad Fiiki Nurrohman (1910201048), Ahmad Rofik
(1910201049). Ketujuh penulis tersebut merupakan mahasiswa aktif semester 3 Ilmu
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tidar.

Anda mungkin juga menyukai