Anda di halaman 1dari 30

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembagunan nasional

telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu: kemajuan

ekonomi, perbaikan lingkungan hidup. Kemajuan ilmu pengetahuandan

teknologi terutama di bidang kesehatan khususnya kedokteran dan

keperawatan,sehingga dapat meningkatkan kwalitas kesehatan penduduuk

serta meningkatkan umur harapan hidup. Akibatnya jumlah peduduk yang

berusia lanjut cenderung lebih cepat. Sementara itu, Umur Harapan Hidup

( UHP ) manusia indonesia semakin meningkat dimana pada RPJMN Kemkes

tahun 2014 diharapkan terjadi peningkatan UHH dari 70,6 tahun pada tahun

2010 menjadi 72 tahun pada tahun 2014 yang akan menyebabkan terjadinya

perubahan struktur usia penduduk.

Situasi global pada saat ini di antaranya adalah :

1. Setengah jumlah lansia di dunia (400 juta jiwa) berada di Asia.

2. Pertumbuhan lansia pada negara sedang berkembang lebih tinggi dari

negara yang sudah berkembang.

3. Masalah terbesar lansia adalah penyakit degeneratif.

4. Diperkirakan pada tahun 2050 sekitar 75% lansia penderita penyakit

degeneratif tidak dapat beraktifitas (tinggal di rumah).

1
2

Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksi akan meningkat

cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga akan mengalami

ledakan jumlah penduduk lansia, kelompok umur 0-14 tahun dan 15-49

berdasarkan proyeksi 2010-2035 menurun. Sedangkan kelompok umur lansia

(50-64 tahun dan 65+) berdasarkan proyeksi 2010-2035 terus meningkat.

Menurut proyeksi Bappenas jumlah penduduk lansia 60 tahun atau

lebih akan meningkat dari 18 juta pada tahun 2010menjadi dua kali lipat ( 36

juta) pada tahun 2025.( Indriana, 2010:14)

Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa indonesia

termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usai terbanyak di

dunia yakni mencapai 18 juta jiwa pada tahun 2010 atao 9,6 persen dari

jumlah penduduk.

Saat ini di seluruh dunia, jumlah lanjut usia diperkirakan ada 500 juta

jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun, dan dperkirakan pada tahun 2025, lamjut

usia akan mencapai 1,2 milyar. Secara demografi, sensus penduduk 1980 di

Indonesia, jumlah penduduk 147,3 juta.Dari angka tersebut terdapat 16,3 juta

orang (11%) orang yang berusia 50 tahun keatas, dan 5,3 juta orang (4,3%)

berusia 60 tahun keatas, dari 6,3juta orang terdapat 822.831 (23,06%) orang

tergolong jompo, yaitu para lanjut usia yang memerlukan bantuan khusus

sesuai Undang-Undang bahkan mereka harus dipelihara oleh negara.

( Indriana, 2010:14).
3

Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, saat membuka Jambore

mengatakan, Lansia adalah hal yang alami. Ekonomi makin baik, umur orang

makin panjang, alam makin baik, orang pun makin sehat.Dia menyebut angka

Lansia di Sulsel mencapai 600 ribu. Makin baik kehidupan, kata dia, makin

banyak juga Lansia. "Fisik hal biasa. Tapi, yang perlu dilihat adalah mental.

Semangat yang kuat. Kapan semangat turun, maka sangat sulit bisa

bermanfaat," tandasnya.Para Lansia, kata gubernur dua periode ini, adalah

orang yang berjasa karena banyak memberi pesan positif bagi yang muda-

muda. Dia juga meminta Kadis Kesehatan yang turut hadir pada pembukaan

kemarin untuk menyiapkan dana Rp.250 juta bagi Lansia (Koran Fajar,

2013).

Di kabupaten Gowa terdapat satu panti jompo yang dihuni oleh 100

lansia terdiri dari laki-laki 39 orang, dan Perempuan 61 orang dengan rentang

usia antara 60-70 tahun. Para usia lanjut akan mengalami kemunduran

terutama dalam kemampuan fisik yang tubuh dapat mengakibatkan

penurunann pada peran-peran sosialnya. Fungsi organ umumnya menurun,

kemampuan melakukakn aktifitas sehari-hari akan mengalami penurunan

sehingga kemandirian berkurang. Berkaitan dengan masalah tersebut maka

petugas patilah yang bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dan

perkembangan kesehatan lajut usia.

Pada waktu seseorang memasuki usia lanjut, terjadi berbagai

perubahan baik yang bersifat fisik, mental, maupun sosial.Perubahan yang

bersifat fisik, antara lain adalah penurunan kekuatan fisik,stamina, dan


4

penampilan. Mereka menjadi tidak efektif dalam pekerjaan dan peran sosial,

jika mereka bergantung pada energi fisik yag sekarang tidak di milikinya lagi

(Indriana,2010:4).

Seseorang yang akan memasuki usia lanjut harus mempersiapkan

dirinya agar dapat menyensuaikan diri dengan lingkungan baru. Bila sewaktu

mudah otot masih kuat, maka segala pekerjaan fisik dapat dilakukan tanpa

batas. Pada orang lanjut usia pekerjaan yang memerlukan tenaga sudah tidak

ada cocok lagi, lansia harus beralih pada pekerjaan yang lebih banyak

menggunakan otak bukan otot. Pada lansia fungsi organ-organ tubuh

umumnya menurun, kemampuan melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari

juga sudah mengalami penurunan sehingga kemandirian berkurang. Ini

merupakan permasalahan khusus pada lansia, dimana tingkat ketergantugan

pada petugas panti terutama dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari sangat

tinggi.( Indriana, 2010:14).

Dalam uraian diatas maka peneliti berkeinginan untuk melakukan

penelitian berkeinginan untuk melakukan penelitian lebih lanjut guna

mengetahui hubungan penuruna fungsi sistem muskuloskeletal terhadap

gangguan mobilitas

Pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah:

1. Hubungan penurunan fungsi musculoskeletal pada mobilitas ?


5

2. Hubungan penurunan fungsi musculoskeletal pada ekstremitas ?

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Diketahua hubungan antara penurunan fungsi systemmuskuloskeletal

terhadap gangguan mobilitas pada lansia di Panti Sosial

Werdha,Kab.Gowa, Sulawesi selatan.

2. Tujuan Khusus

1. Diketahua hubungan antara penurunan fungsi otot dengan gangguan

mobilitas pada lansia.

2. Diketahua hubungan antara penurunan fungsi sistem sendi dengan

gangguan mobiltas pada lansia.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi ilmu Pengetahuan

Bisa menjadi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga dapat

dijadikan bahan masukkan, terutama mengenai hubungan antara

penurunan fungsi musculoskeletal terhadap gangguan mobilitas pada

lansia.

2. Bagi Panti Jompo

Bisa menjadi acuan dalam pelayanan terhadap pasien yang tinggal di

Panti Jompo sehingga membantu dalam peningkatan kualitas Panti

Jompo tersebut.
6

3. Bagi para pasien Panti Jompo

Diharapkan bisa menjadi bahan masukan dan menambah informasi

sehingga bisa mengurangi dan melakukan pencegahan terhadap

terjadinya gangguan mobilitas pada lansia lebih dini

4. Bagi profesi Keperawatan

Semoga bisa menambah pengetahuan dalam bidang keperawatan

khususnya keperawatan gerontik dan menjadi acuan dalam melayani

pasien sesuai dengan profesi keperawatan.

5. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti dan dapat digunakan

sebagai bahan informasi untuk peneliti selanjutnya.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum tentang lanjut usia

1. Pengertian

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang.

Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari

bayi,anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal

dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang

dapat terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapa usia tahap

perkembangan kronologis tertentu. Semua orang akan mengalami

proses menjadi tua,, dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang

terakhir.( Azizah,2011:1).

Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 1998 tentang lanjut

usia pada bab 1 psal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah

seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. (Nugroho, 2000),

mengemukakan bahwa lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa.

Menurut Stanley dan Beane 2007 lansia berdasarkan

karakteristik sosial masyarakat yang menganggap bahwa orang telah tua

jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit, dan

hilangnya gigi. (Azizah,2011:01).

2. Proses Menua

7
8

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-

lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau

menganggantidan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak

dapat mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan

terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

(Azizah,2011:7).

Proses menua merupakan proses yang terus menerus secara

alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua

makhluk hidup. Proses menu setiap individu pada organ tubuh juga

tidak sama cepatnya. Ada kalanya orang belum tergolong lanjut usia

( masih mudah) tetapi kekurangan-kekurangan yang menyolok

( deskripansi). (Azizah,2011:7).

3. Teori-teori proses Menua

1) Teori Biologi

1) Teori Genetic dan Mutasi

Menua terjadi akibat dari perubahan biokimia yang

diprogramkan oleh molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya

akan mengalami mutasi.

2) Pemakaian dan Rusak

Kelebihan usaha dapat menimbulkan stress menyebabkan sel-

sel tubuh lelah (terpakai).

3) Auto Immune Theory


9

Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahap terhadap zat

tertentu sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.

b. Teory Stress

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa

digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tubuh tidak dapat

memmpertahankan kestabilan lingkugan internal, kelebihan usaha

dan stress yang menyebabkan sel-sel lelah terpakai.

c. Teory Radikal Bebas

Tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi

oksigen bahan organic yang selanjutnya menyebabkan sel-sel

tdak dapat regenerasi.

d. Teori Rantai Silang

Sel-sel yang tua reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang

kuat, khususnya jaringan colagen yang selanjutnya menyebabkan

kurang elastis, kekacauan dan hilagnya fungsi.

e. Teori Program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang

membelah sel setelah sel-sel tersebut mati.

f. Teori Kejiwaan Sosia

g. Aktifitas atau Kegiatan ( activity theory )

Pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan

ikut banyak dalam kegiatan sosial dan mempertahankan


10

hubungan antara system sosial dan individu agar stabil dari usia

pertengahan hingga usia tua.

h. Kepribadian Berlanjut

Merupakan gabungan teori di atas dimana perubahan yang

terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh

tipe kepribadian yang dimilikinya.

i. Teori Pembebasan.

Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan

kemunduran individu dengan individu lainnya. Dengan

betambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai

melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari

pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial

lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas

sehingga sering terjadi kehilangan ganda, kehilangan peran,

hambatan kontak sosial, berkurangnya komitmen.

4. Batasan-batasan Lansia

Batasan seseorang dikatakan lanjut usia masih diperdebatkan

oleh para ahli karena banyak faktor fisik, psikis dan lingkungan yang

saling mempengaruhi sebagai indikator dalam pengelompokkan usia

lanjut. Proses penuaan berdasarkan teori psikologis ditekankan pada

perkembangan. World Health Organization (WHO) mengelompokkan

usia lanjut sebagai berikut:

a. Middle Angge ( 45-59 tahun )


11

b. Erderly ( 60-74 tahun )

c. Old ( 75-90 Tahun )

d. Very Old ( > 91 tahun )

Usia psikologis adalah kapasitas individu untuk adaptif dalam

hal ingatan, belajar, intelegensi, keterampilan, perasaan, motivasi,

dan emosi. Apabila hal ini masih baik dan stabil dapat dikatakan

secara psikologis .

Usia sosial menekankan peran dan kebiasaan seseorang dalam

hubungan dengan orang lain dan menjalankan perannya dengan

penuh tanggung jawab di masyarakatnya.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Ketuaan :

a. Herediter

b. Nutrisi

c. Status Kesehatan

d. Pengalaman Hidup

e. Lingkungan

B. Tinjauan Umum Tentang Sistem Muskular

1. Pengertian

Otot adalah suatu jaringan yang mempunyai kemampuan untuk

berkontraksi. Kira-kira 40% dari seluruh tubuh kita sendiri dari otot.

(Irianto,2012:63).

Serabut-serabut otot pada hakekatnya merupakan sel-sel otot.

Serabut-serabut otot berkumpul membentuk otot atau daging.


12

Kekuatan muskular mulai merosot sekitar usia 40 tahun, dengan

suatu kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun, Perubahan

gaya hidup dan penurunan penggunaan sistem neuromuskular adalah

penyebab utama untuk kehilangan kekuatan otot. Kerusakan terjadi

karena penurunan jumlah serabut otot dan antrofi secara umum pada

organ dan jaringan tubuh. Regenerasi jaringan otot melambat dengan

penambahan usia dengan penambahan usia, dan jaringan antrofi

dengan jaringan diganti jaringan fibrosa.

Perlambatan, pergerakan yang kurang aktif dihubungkan dengan

perpanjangan waktu kontraksi otot, sendi-sendi seperti pinggul, lutut,

siku, pergelangan tangan, leher, dan vertebrata menjadi sedikit fleksi

pada usia lanjut.

Peningkatan, fleksi disebabkan oleh perubahan dalam

kolumnavertebralis, ankilosis ( kekakuan) ligamen dan sendi,

penyusutan, dan sklerosos tendon dan otot, dan perubahan degeneratif

sistem ekstrapiramida. (Azizah,2011:7).

a. Fungsi sistem muskular yaitu :

1) Pergerakan yang disebabkan oleh kemampuan sel-sel otot

berkontraksi yang terjadi akibat adanya rangsangan.

2) Penompang tubuh dan mempertahankan postur

3) Produksi panas

b. Ciri-ciri otot

1) Kontraktilitas
13

2) Eksitabilitas

3) Elastisitas

4) Berdasarkan fungsional kendali konstruksinya yaitu ;

5) Volunter (sadar)

6) Involuntar ( tak sadar)

c. Menurut jenis jaringan otot berdasarkan struktur dan sifat

fisiologisnya dapat dibedakan menjadi :

1) Otot rangka

a) Sel-sel otot berbentuk berbentuk serabut Panjang serabut

15 cm Inti terletak dibawah permukaan sel dengan arah

aksis panjang serabut-serabut otot.

b) Membran sel otot disebut sarkolema, lapisan permukaanya

menyatu membentuk tendon

c) Dipersarafi oleh satu ujung saraf terletak pada bagian

tengah serat

d) Dikendalikan oleh kesadaran

d. Mekanisme kontraksi otot rangka.

Rangsangan pada sebuah saraf motorik (yang mensyarafi serabut

otot) pada ujung saraf motorik mensekresi neurotransmitter

Asetilkolin. Asetilkolin akan menyebabkan

retikulumsarkoplasmatik melepaskan sejumlah ion kalsium

kedalam miofibril. Ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik

filamenaktin dan miosin, yang menyebabkan gerakan bersama-


14

sama sehingga menghasilkan proses kontraksi. Kemudian dalam

satu detik ion kalsium dipompa kembali ke dalam

retikulumsarkoplasmatik tempat ion kalsium disimpan.

Kembalinya ion menyebabkan kontraksi otot berhenti.

Otot tidak pernah istirahat benar, meskipun keliatanya

demikian. Pada hakekatnya mereka selalu berada dalam keadaan

tonus otot, yang berarti siap untuk bereaksi terhadap rangsangan.

Misalnya ketokan pada tendon patella mengakibatkan kontraksi

dari ekstensor quadrisepfemoralis dan sedikit rangsangan sendi

lutut. Sikap tubuh dtentukan oleh tingkat tonus .

Perubahan-perubahan bentuk otot rangka untuk penyesuaian

fungsi sebagai berikut :

1) Hipertropi otot ; Peningkatan jumlah massa otot, akibat

peningkatan jumlah filamenaktin dan miosin,sehingga otot

membesar.

2) Atropi otot : Menurunnya jumlah massa otot

3) Hiperplasia : Peningkatan jumlah serat otot

2. Otot Polos

Sel-sel berbentuk spidel, memiliki inti di tengah dan serabut-

serabut retikuler transversal menghubungkan sel-sel otot berdekatan

dan membentuk suatu kelompok sehingga menjadi unit-unit

fungsional.
15

Kontraksi otot polos, adanya rangsangan baik oleh saraf OTONOM

hormonal atau oleh rengganga, saluran kalsium teraktivasi pada

serabut otot. Sehingga ion kalsium dari ekstraseluler turun, kontraksi

otot polos biasanya hampir tidak ada sama sekali.

3. Otot jantung

Otot jantung memiliki inti terletak di tengah-tengah serabut otot,

serat tersusun seperti suatu kisi-kisi, serat-serat terpisah kemudian

tergabung kembali dan menyebar kembali. Serat-serat otot jantung

terdiri atas banyak sel otot jantung yang saling berhubungan satu

dengan lainnya dalam suatu rangkaian.

Sel-sel itu dipisah satu dengan lainnya oleh membran sel yang

disebut diskusinterkalatus, sehingga pada otot jantung akan tampak

daerah-daerah gelap yang menyilang serat-serat otot jantung, memiliki

miofibril tertentu yang mengandung filamenmiosin dan aktin.

Otot jantung tidak dapat dikendalikan oleh kesadaran seperti otot

rangka, otot jantung dikendalikan oleh sistem saraf otonom. Otot

jantung memiliki kemampuan khusus untuk mengadakan kontraksi

otomatis dan ritmis tanpa tergantung pada tidaknya rangsangan saraf,

cara kerja seperti ini disebut miogenik.

Kontraksi otot jantung, adanya pelepasan neurotransmiter pada

ujung saraf otonom yang mengakibatkan pelepasan ion-ion kalsium

dari retikulimsarkoplasmik. Dalam beberapa ribu detik berikutnya, ion

kalsium ini berdifusi kedalam miofibril mengaktifkan filamenaktin dan


16

miosin, hal ini akan menyebabkan kontraksi jantung. Selain ion

kalsium yang dilepaskan dari sistem retikulumsarkoplastik ke dalam

sarkoplasma otot, sebagian besar diperlukan ion-ion kalsium tambahan

dari cairan ekstraseluler ke dalam retikulumplasmatik. Tentu saja tanpa

tambahan ion kalsium ini, kekuatan kontraksi otot jantung akan

menurun.

C. Tinjauan Umum tentang Sistem Sendi

Sendi, persambungan,atau artikulatio adalah istilah yang

digunakanuntuk menunjuk pertemuan antara dua atau beberapa tulang

darikerangka.Secara umum, terdapat kemunduran kartilago sendi, sebagian

besar terjadi pada sendi-sendi yang menahan berat,dan pembentukan tulang

dipermukaan sendi. Komponen-komponenn kapsul sendi pecah dan

kolagen yang terdapat pada jaringan penyambung meningkat secara

progresif yang jika tidak dipakai lagi, mungkin menyebabkan inflamasi,

nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan deforminitas. Dibawah ini beberapa

jenis sendi yaitu:

1. Amfiatrrosis

Pada persendian amfiartrosis,kedua ujung tulang yang berhubungan

dilapisi oleh tulang rawan hialin. Bantalan tulang rawan hialin cukup

tebal. Di bagian luar, kedua tulang tersebut diikat oleh jaringan ikat

longgar. Struktur pada amfiartrosis masih memugkingkan pergerakan

yang terbatas, artinya, pergerakan tersebut hanya sebatas gerak


17

mendekat dan menjauh antara kedua tulang. Contoh persendian ini

adalah hubungan antar tulang belakang.

2. Diartosis

Kedua ujung tulang pada persendian diartrosis dihubungkan oleh

jaringan ikat longgar sehingga tulang-tulang dalam persendian tersebut

dapat bergerak dengan leluasa. Antara jaringan ikat longgar dan tulang-

tulang yang membentuk persendian terdapat ruang yang berisi cairan

synovial yang berfungsi sebagai pelumas. Berdasarkan arah gerakan

yang dihasilkan persendian diartrosis, persendian ini dapat

dikelompokkan menjadi beberapa jenis seperti berikut :

a. Sendi peluru

Sendi peluru mampu melakukan gerakan ke banyak arah.

Sendi ini merupakan sendi yang paling bebas melakukan gerakan,

contohnya, sendi gelang bahu dan sendi gelang panggul.

b. Sendi putar

Sendi putar mampu melakukan gerakan berputar yang

bertumpu pada satu sumbu. Contohnya, sendinyang

menghubungkan tulang atas dan tulang tengkorak, serta tulang

pengumpil dengan tulang hasta.

c. Sendi engsel

Sendi engsel mampu melakukan gerakan satu arah, mirip

engsel pintu, contohnya, pada siku, lutut, dan ruas-ruas jari.

d. Sendi Elipsoid
18

Mirip dengan sendi peluru, hanya saja sendi elipsoid

memiliki bonggol dan ujung-ujung tulangnya tidak membulat,

tetapi sedikit oval. Oleh karena itu, gerakan yang dihasilkan lebih

terbatas dibandingkan dengan sendi peluru. Contohnya, hubungan

antara tulang pengumpil dan tulang pergelangan tangan.

e. Sendi Pelana

Sendi pelana adalah hubungan antar tulang yang kedua ujung

tulangnya membentuk hubungan mirip seperti pelana dan tubuh

orang yang menunggangi kudanya. Misalnya, sendi yang dibentuk

oleh tulang-tulang telapak tangan dan tulang pergelangan tangan.

f. Sendi Luncur

Sendi luncur adalah hubungan antar tulang yang kedua ujung

tulangnya sedikit rata sehingga terjadi gerakan menggeser.

Contohnya, persendian yang dibentuk oleh tulang-tulang

pergelangan tangan, pergelangan kaki, serta antar tulang

selangkangan.

D. Gangguan Mobilitas Fisik

1. Pengertian

Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan

kemandirian bagi seseorang. Mobilitas bukan merupakansuatu yang

absolut dan statis dalam menentukan kemampuan untuk berjalan tetapi

mobilitas optimal merupakan suatu yang individualis, relatif dan


19

dinamis yang bergantung pada interaksi antara faktor-faktor lingkungan

dan sosial, afektif dan fungsi fisik (Stanley dan Beare, 2009:261).

Mobilisasi atau gangguan mobilitas didefenisikan sebagai suatu

keadaan tidak bergerak/ tirah baring selama 3 hari atau lebih, dengan

gerakanatomik tubuh menghilang akibat perubahan fisiologis tubuh

(Sudoyo,2009:13).

Gangguan mobilitas adalah suatu keadaan keterbatasan

kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorng.

Penyebab imobilitas fisik bermacam-macam dan dapat dikategorikan

berhubungan dengan lingkungan internal dan eksternal.

2. Faktor yang mempengaruhiMobilitas

Penyebab imobilitas bermacam-macam. Pada kenyataannya

terdapat banyak penyebab imobilitas yang unik pada orang-orang yang

di imobilisasi. Berbagai faktor fisik, psikologi, dan lingkungan dapat

menyebabkan imobilisasi pada lanjut usia.

a. Faktor-faktor internal

Penurunan fungsi muskuloskeletal, otot-otot megalami atrofi,

distrofi atau cedera. Tulang mengalami fraktur atau sendi yang

bermasalah. Perubahan fungsi neurologis, nyeri, atau jatuh juga bisa

menyebabkan imobilitas (Stanley dan beare,2009:263).

b. Faktor-faktor eksternal

Banyak faktor eksternal yang mempengaruhi dan mengubah

mobilitas pada lansia. Faktor tersebut termasuk program teraupetik,


20

karakteristik tempar tinggal dan staf, sistem pemberian asuhan

keperawatan, hambatan-hambatan, dan kebijakan-kebijakan

institusional (Stanley dan beare,2009:263).

c. Jenis mobilitas

1) Mobilitas penuh

Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara

penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan

menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan

fungsi saraf motoric volunter dan sensorik untuk dapat

mengontrol seluruh area tubuh seseorang.

2) Mobilitas sebagian

Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan

batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara tidak bebas

karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motoric dan sensorik

pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera

atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraflegi

dapat mengalami mobilitas sebagian pada ektremitas bawah

karena kehilangan control ,otoric dan sensorik. Mobilitas

sebagian dibagi menjadi 2 jenis :

a. Mobilitas sebagian temporer

Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan

batasan yangsifatnya sementara. Hal tersebut dapat


21

disebabkan oleh trauma reversible pada system

musculoskeletal.

b. Mobilitas sebagian permanen

Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan

batasan dengan sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan

oleh rusaknya yang reversible ( Hidayat,2010;34).

E. Kerangka Konsep dan Hipotesis

1. Penurunan Fungsi sistem otot

Penurunan fungsi otot adalah menurunnya fungsi otot karena otot

mengecil atau kehilangan kemampuan untuk berkontraksi. Jaringan

otot yang mengalami antrofi akan mengalami pengurangan ukuran

sampai dengan 2,5% dari ukuran semula.( Iriyanto,2009:73).

2. Penurunan fungsi sendi

Penurunan fungsi sendi adalah mengerutnya kolagen sendi dan

jaringan lunak sekitar sendi, sehingga terjadilah kontraktur yang

menyebabkan pergerakan sendi terhalang ( Sudoyo,2009 :138).


22

F. Kerangka Variabel Penelitian

Penurunan fungsi
muskuloskeletal
Gangguan Mobilitas Pada
Lansia
Penurunan fungsi
muskuloskeletal pada
ekstremitas

Keterangan

: Variabel independen

: Variabel dependen

: Variabel diteliti

E. Definisi Operasional dan Kriteria objektif

1. Penurunan fungsi Muskuloskeletal

Yang dimaksud dengan penurunan fisik pada penelitian ini adalah

merosotnya atau menurunnya jumlah serabut dan antrofi secara umum

pada organ dan jaringan tubuh.

Kriteria objektif :

Baik : Jika responden sudah diuji dengan skor > 50%

Kurang : Jika responden sudah diuji dengan skor < 50%

2. Penurunan fungsi Muskuloskeletal pada ekstremitas

Yang dimaksud dengan penurunan fungsi skeletal dalam penelitian

ini adalah penurunan yang terjadi pada proses penyerapan kalsium darah
23

yang stabil dan penyimpanan kembali kalsium untuk membentuk tulang

baru.

Kriteria objektif :

Baik : Jika responden sudah diuji dengan skor > 50%

Kurang : Jika responden sudah diuji dengan skor < 50%

3. Gangguan Mobilitas pada Lansia

Yang dimaksudkan dengan penurunan fungsi sendi dalam penelitian

ini adalah kemunduran pada kartilago sendi dan pecahnya komponen-

komponen kapsul sendi, dan terjadi peningkatan kolagen secara progresif

pada jaringan penyambung.

Kriteria objektif :

Menderita : Jika responden sudah diuji dengan skor > 50%

Tidak Menderita : Jika responden sudah diujidengan skor < 50%


24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan

pendekatan cross sectional study yaitu untuk mengetahui hubungan antara

penurunan fungsi sistem musculoskeletal terhadap gangguan mobilitas pada

lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa.

B. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

(Nursalam, 2009; 89). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia

yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa

sebanyak 100 orang (Data awal Februari 2014).

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam,

2009: 91).

Sampel pada penelitian ini adalah lansia yang berada di Panti Sosial

Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa dengan teknik purposive

sampling dengan memprihatikan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.

24
25

Besarnya sampel dalam penelitian ini jika populasi (N) diketahui

adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

NZ(1-a/2)2 P(1-P)
n=
Nd2+Z(1-a/2)2 P(1-P)
n= (100)(1,96)2 0,5(1-0,5)

(100)(0,1)2+(1,96)2 0,5(1-0,5)

n= (100)(3,84) 0,5(0,5)

(100)(0,01)+(3,84) 0,5(0,5)

n= (100)(3,84)(0,25)

(100)(0,01)+(3,84)(0,25)

n= 48,9748

Keterangan:

N : Besar populasi

n : Jumlah Sampel

Z(1-a/2)2 : Nilai sebaran baku. Tingkat kepercayaan, jika

kepercayaan 90%(1,64), 95%(1,96), 99%(2,57)

P : Proporsi kejadian (Jika tidak diketahui dianjurkan

0,5).

d : Besar penyimpangan: 0,1, 0,5 dan 0,05

Maka besar sampel yang diperlukanadalah 48 orang.

( Agusriyanto, 2011:45).

a. Kriteria Inklusi
26

Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek

penelitian pada populasi target dan sumber (Nursalam, 2009; 92).

Kriteria Inklusi

1) Semua lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha

Gau Mabaji Kabupaten Gowa.

2) Lansia yang bersedia untuk diteliti

3) Lansia yang tidak ada komplikasi

b. Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dari subjek penelitian

yang tidak boleh ada, dan jika subjek mempunyai kriteria

eksklusi maka harus dikeluarkan dari penelitian (Nursalam,

2009;92).

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:

1) Lansia yang tidak berada di Panti Sosial Tresna Werdha

Gau Mabaji Kabupaten Takalar.

2) Lansia yang tidak bersedia untuk diteliti.

3. Sampling

Sampling adalah suatu proses menyeleksi porsi dan populasi untuk

dapat mewakili . pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan

dengan cara consecutive sampling yaitu pengambilan sampel yang

memenuhi kriteria penelitian sampai kurung waktu tertentu, sehingga

jumlah sampel terpenuhi (Nursalam, 2009;94).


27

C. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2014.

2. Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di Panti Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa

D. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

1. Instrumen penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau

kuesioner, wawancara, dan observasi dengan menggunakan skala

pengukuran data yakni skala Guttman. Pembuatan kusioner ini mengacu

pada parameter yang sudah dibuat para peneliti berdasarkan tinjauan teori

dan rekomendasi kesehatan.

2. Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, data

sekunder dan data observasi.

a. Data Primer

Data yang diperoleh dengan menyebarkan angket, kusioner kepada

responden untuk mengetahui hubungan antara penurunan fungsi tubuh

terhadap gangguan mobilitas pada lansia dengan mengguanakan

pertanyaan terbuka.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji

Kabupaten Gowa yang berkaitan dengan penelitian.


28

c. Observasi

Observasi langsung kepada responden sesuai dengan kebutuhan

peneliti.

E. Prosedur Pengumpulan Data

1. Dalam melakukan penelitian peneliti perlu mendapatkan rekomendasi dari

institusi pendidikan yaitu ketua STIKPER Gunung Sari yang ditujukan

kepada pihak Panti Sosial Tresna Werdha Kabupaten Gowa agar diberikan

keluasan melakukan penelitian.

2. Sebelum peneliti melakukan pengumpulan data dengan menggunakan

angket/kusioner, observasi dan wawancara , peneliti terlebih dahulu

meminta persetujuan responden yang bersangkutan.

3. Setelah mendapat persetujuan dari responden, penelitri memberikan

gambaran tentang maksud dan tujuan penelitian

4. Data hasil pengisian kusioner oleh responden dikumpulkan kembali sesuai

dengan lama waktu yang ditentukan untuk selanjutnya diolah dalam

langkah analisis data penelitian.

F. Pengolahan Data

Prosedur pengolahan data adalah sebagai berikut:

1. Editing; yaitu tahap pertama dalam langkah pengolahan data. Semua data

primer yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan penyuntingan untuk

memeriksa kembali kebenaran data tersebut.

2. Coding; yaitu tahap memberi kode numeric untuk memudahkan dalam

pengolahan dan analisis data pada data yangt telah disunting.


29

3. Scoring; tahap pemberian skor dengan batasan nilai yang telah ditentukan

pada skala pengukuran data dalam penelitian ini.

4. Entri data yaitu tahap memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam

master table dan database computer dengan menggunakan SPSS versi 16,0

untuk membuat table distribusi frekuensi respond an berdasarkan jenis

variable dengan kode, frekuensi dan persentase karakteristik variable

penelitian. Adapun perhitungan dengan menggunakan rumus :

Jumlah jawaban ya

jumlah jawaban ya+tidak X 10

G. Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah:

1. Analisa Univariat

Analisa Univariat dilakukan terhadap tiap tabel dari hasil penelitian

dengan menggunakan tabel distribusi dan persentase dari tiap variable dan

sub variabel yang diteliti.

2. Analisa Bivariat

Setelah melakukan editing dan koding, data dimasukkan kedalam

program computer SPSS versi 16,0 untuk dilakukan pengkodean

kembali dan pembersihan data. Setelah data di analisa dengan uji

korelasi chi square untuk melihat hubungan antara variabel

independen dan dependen.


30

H. Etika Penelitian

1. Informed Consent (Persetujuan responden)

Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada responden yang akan

diteliti sebelum melakukan penelitian. Lembar persetujuan tersebut

disertai judul penelitian,manfaat, jenis data yang dibutuhkan, prosedur

pelaksanaanpartisipasi dan kerahasiaan informasi responden. Bila

responden menolakmaka peneliti tidak akan memaksa dan tetap

menghormati hak-hak responden

2. Anomynity (Tanpa Nama)

Peneliti tidak mencamtumkan nama responden pada lembar instrument

tetapi hanya member kode pada lembar pengumpulan data dan hasil

penelitian.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Penelitimenjamin kerahasiaan informasi dan masalah-masalah pribadi

responden dan hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai