Anda di halaman 1dari 8

UJME 6 (2) (2017)

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujme

Analyze of Diagnostic Assessment and Remedial Teaching Result of Mathematics


Problem Solving Achievement by Problem Based Learning Model
Analisis Hasil Asesmen Diagnostik dan Pengajaran Remedial pada Pencapaian
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika melalui Model Problem Based Learning

P. Hikmasari , Kartono, S. Mariani

Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Gedung D7 Lt 1. Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan (1) menguji apakah kemampuan pemecahan masalah
Diterima Juni 2017 peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning dengan asesmen
Disetujui Juli 2017 diagnostik dan pengajaran remedial dapat mencapai ketuntasan; (2)
Dipublikasikan Agustus 2017 mendeskripsikan proses tindak lanjut yang tepat untuk peserta didik yang tidak
dapat mencapai ketuntasan setelah memperoleh pembelajaran dengan model
Problem Based Learning; (3) mendeskripsikan analisis hasil asesmen diagnostik dan
pengajaran remedial pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah
Kata Kunci: matematika peserta didik dengan model Problem Based Learning. Metode yang
Diagnostik, Remedial, digunakan dalam penelitian ini adalah mixed methods concurrent embedded.
Problem Based Learning, Pengambilan data menggunakan metode tes, dokumentasi dan wawancara. Hasil
Pemecahan Masalah penelitian ini menunjukkan bahwa (1) kemampuan pemecahan masalah peserta
didik yang menggunakan model Problem Based Learning dengan asesmen
diagnostik dan pengajaran remedial dapat mencapai ketuntasan lebih dari 75%;
(2) proses tindak lanjut bagi peserta didik yang tidak tuntas setelah memperoleh
pembelajaran dengan model Problem Based Learning dan tes diagnostik yakni
pengajaran remedial; (3) setelah dilaksanakannya tes sumatif diperoleh nilai rata-
rata 78,97. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik kelas
penelitian mendapatkan nilai, lebih dari nilai kriteria ketuntasan minimal yang
telah ditentukan.

Abstract
This research intents on (1) testing whether the problem solving ability of learners using
Problem Based Learning model by using diagnostic assessment and remedial teaching can
achieve qualified score; (2) describing the process of appropriate continuation act for learners
who cannot pass a test after get learning materials by Problem Based Learning model; (3)
describing the result of diagnostic assessment and remedial teaching on ability achievement
of problem solving in Mathematics through Problem Based Learning model. This research
using mixed methods concurrent embedded. This research using test method,
documentation, and interview to take data results. The results of this research showed that
(1) the problem solving ability of learners by using Problem Based Learning model with
diagnostic assessment and remedial teaching could achieve qualified score was more than
75%; (2) the process to follow up for learners who did not achieve good score after got
learning materials by using Problem Based Learning model was carrying out of diagnostic
test and remedial teaching; (3) after holding summative test, the researcher got average value
78,97. This case showed us that almost participant of research class got score better than the
criteria of specified minimum score.

To cite this article:


Hikmasari, P., Kartono & Mariani, S. (2017). Analisis Hasil Asesmen Diagnostik dan Pengajaran Remedial pada Pencapaian
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika melalui Model Problem Based Learning. Unnes Journal of Mathematics
Education, 6 (2), Page 215-222 . doi:10.15294/ujme.xxxxxx
Alamat korespondensi: © 2017 Universitas Negeri Semarang
email: prihatinahikmasari@students.unnes.ac.id p-ISSN 2252-6927
e-ISSN 2460-5840
P. Hikmasari et al./Analisis Hasil Asesmen Diagnostik dan Pengajaran Remedial ...

HASIL DAN PEMBAHASAN di kelasnya. Asesmen, evaluasi, dan grading


sebagai pengalaman belajar di berbagai (penentuan nilai) sangat penting bagi peserta
lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat didik maupun orangtuanya, dan bagaimana
dan berpengaruh positif bagi perkembangan proses-proses ini dilakukan memiliki
individu. Matematika sebagai salah satu mata konsekuensi jangka panjang. Stinggins (2004)
pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang dalam Arrends (2008) menemukan bahwa guru
pendidikan formal memegang peranan penting dapat menghabiskan sepertiga waktunya untuk
sebagai sarana berpikir ilmiah yang mendukung kegiatan-kegiatan “terkait asesmen”. Asesmen
dalam mengkaji ilmu pengetahuan dan adalah proses mengumpulkan informasi tentang
teknologi. National Council of teachear of peserta didik dan kelas untuk maksud-maksud
Mathematics (NCTM, 2000) merumuskan tujuan pengambilan keputusan. Dari uraian diatas,
pembelajaran matematika yang disebut guru masa kini harus memberikan tes dan
mathematical power (daya matematika) meliputi: melakukan evaluasi, dan mereka harus
(1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical merespons penggunaan tes-tes terstandar yang
communication); (2) belajar untuk bernalar diterapkan pada peserta didik-peserta didik
(mathematical reasoning); (3) belajar untuk mereka pada diri mereka sendiri.
memecahkan masalah (mathematical problem Husamah (2013) menyampaikan bahwa
solving); (4) belajar untuk mengaitkan ide tujuan utama penggunaan asesmen dalam
(mathematical connection); dan (5) belajar untuk pembelajaran (classroom assessment) adalah
merepresentatif (representation). Berdasarkan 5 membantu guru dan peserta didik dalam
tujuan di atas, kemampuan pemecahan masalah mengambil keputusan profesional untuk
merupakan aspek terpenting yang harus dimiliki memperbaiki pembelajaran. Sedangkan
oleh peserta didik. Kemampuan pemecahan menurut Rifa’I & Anni (2016), tujuan utama
masalah dapat membekali peserta didik dalam asesmen adalah memperbaiki belajar peserta
kehidupan sehari-hari. didik. Selanjutnya menurut Rababah &
Menurut hasil survey internasional Alghazo (2016) menyampaikan dalam
TIMSS (Trend in Internasional Mathematics and penelitiannya bahwa asesmen diagnostik
Science Survey). TIMSS merupakan studi merupakan strategi-strategi yang digunakan
internasional untuk mengetahui dan mengukur untuk meningkatkan prestasi peserta didik
prestasi matematika dan sains pada peserta dengan beberapa bidang mata pelajaran yang
didik di antara negara-negara peserta TIMSS. berbeda-beda. Progam asesmen diagnostik
Pada tahun 2015, Indonesia menduduki dibentuk dan diimplementasikan dengan
peringkat 49 dari 53 negara peserta TIMSS. kelompok peserta didik yang terdiagnosis
Berdasarkan hasil survey TIMSS (2015), mengalami Dyscalculia. Dyscalculia mengacu
presentase kemampuan matematika peserta pada kesulitan ketika mengerjakan perhitungan
didik di Indonesia bahwa kemampuan matematika. Dalam hal ini, peneliti
pemecahan masalah matematika peserta didik menggunakan asesmen/ penilaian diagnostik.
di Indonesia masih di bawah standar Penilaian berbasis kelas menggunakan
Internasional. Indonesia belum mampu pengertian penilaian sebagai “assessment” yaitu
mencapai tes advance, yaitu tentang penilaian kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dan
kemampuan pemecahan masalah. Berikut ini mengefektifkan informasi tentang hasil belajar
adalah indikator kemampuan pemecahan peserta didik pada tingkat kelas selama dan
masalah yang digunakan dalam penelitian ini setelah kegiatan belajar mengajar (Majid, 2005).
sesuai dengan indikator menurut NCTM Tes yang banyak digunakan di lembaga
(2003), yaitu: (1) membangun pengetahuan baru pendidikan, meliputi (a) tes penempatan, (b) tes
matematika melalui pemecahan masalah, (2) diagnostik, (c) tes formatif, dan (d) tes sumatif.
memecahkan masalah yang timbul dalam Pengujian berbasis kemampuan dasar pada
matematika dan konteks lain, (3) menerapkan umumnya menggunakan tes diagnostik,
dan menyesuaikan berbagai strategi yang tepat formatif dan sumatif. Suwarto (2013)
untuk memecahkan masalah, dan (4) menyampaikan bahwa tes diagnostik berguna
mengamati dan merefleksikan proses masalah untuk mengetahui kesulitan belajar yang
matematika. dihadapi peserta didik, termasuk kesalahan
Arends (2008) menyampaikan bahwa pemahaman konsep, sedangkan tes sumatif
guru bertanggung jawab atas asesmen dan diberikan diakhir suatu pelajaran untuk
evaluasi terhadap peserta didik-peserta didiknya menentukan keberhasilan belajar peserta didik.

216
Unnes Journal of Mathematics Education Vol. 6 No. 2 Agustus 2017

Berdasarkan penelitian Duskri et al. (2014), berupa kegiatan perbaikan yang mencakup
bahwa produk dari pengembangan tes segala bantuan bimbingan yang diberikan
diagnostik kesulitan belajar matematika berupa kepada peserta didik untuk meningkatkan hasil
instrumen tes diagnostik berbentuk pilihan belajar agar mencapai ketuntasan belajar yang
ganda. diharapkan (Izzati, 2015). Sejalan dengan hasil
Perie dalam Rosnawati (2013) penelitian Geller et al. (2009), memberikan
mengusulkan sebuah model tingkatan asesmen simpulan bahwa dalam suatu model
dengan tingkat asesmen makro adalah asesmen pengambilan keputusan, hasil tes diagnostik
sumatif, sedangkan tingkat asesmen mikro semakin digunakan untuk memandu desain
adalah asesmen formatif. Asesmen sumatif instruksi perbaikan, yaitu remedial teaching.
yang umumnya dilakukan sekali pada suatu Setiawan (2011), menyampaikan bahwa
program. Hasilnya biasanya digunakan untuk pada hakikatnya semua peserta didik dapat
mengukur penguasaan seperangkat konten yang mencapai standar kompetensi yang ditentukan,
standar dan sebagai bagian dari sistem hanya waktu pencapaian yang berbeda. Maka
akuntabilitas atau dengan kata lain berakhir perlu adanya program pembelajaran remidial
dengan penetapan apakah peserta didik telah (perbaikan). Pembelajaran remedial adalah
menguasai materi atau tidak pada suatu pembelajaran yang diberikan kepada peserta
program yang telah dijalaninya. Kemudian didik yang belum mencapai ketuntasan pada
Bakula sebagaimana dikutip dalam Purnomo KD tertentu, dan menggunakan berbagai
(2013) menyampaikan bahwa asesmen sumatif metode pembelajaran yang diakhiri dengan
adalah proses yang digunakan untuk penilaian untuk mengukur kembali tingkat
menginformasikan tentang seberapa baik yang ketuntasan belajar peserta didik.
telah dikerjakan peserta didik dan seberapa baik Penelitian ini bertujuan untuk: (1)
peserta didik memahami informasi yang menguji kemampuan pemecahan masalah
diberikan yang biasanya dilakukan pada akhir peserta didik yang menggunakan model Problem
satuan pembelajaran tertentu. Based Learning dapat mencapai ketuntasan
Pembelajaran yang inovatif diperlukan belajar; (2) mendeskripsikan proses tindak lanjut
untuk mendukung peningkatan kemampuan yang tepat untuk peserta didik yang tidak dapat
pemecahan masalah. Inovasi yang dapat mencapai ketuntasan setelah memperoleh
dilakukan yakni dengan memilih model pembelajaran dengan model Problem Based
pembelajaran yang tepat. Salah satu model Learning; (3) mendeskripsikan analisis hasil
pembelajaran yang sesuai yakni model Problem asesmen diagnostik dan pengajaran remedial
Based Learning, peserta didik dilatih untuk pada pencapaian kemampuan pemecahan
memecahkan masalah yang terkait dengan masalah matematika peserta didik dengan
dunia nyata. Menurut Arrend dalam Khoiri model Problem Based Learning.
(2013), Problem Based Learning adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menggunakan METODE
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi Metode penelitian ini menggunakan
peserta didik untuk belajar tentang keterampilan mixed methods yakni metode kombinasi model
pemecahan masalah. Model Problem Based concurrent embedded. Menurut Sugiyono (2015),
Learning memiliki kekurangan diantaranya metode kombinasi model atau desain concurrent
adalah (1) bagi peserta didik yang malas, tujuan embedded (campuran tidak berimbang) adalah
dari model tersebut tidak dapat tercapai, (2) metode penelitian kualitatif dan kuantitatif
membutuhkan banyak waktu untuk dengan cara mencampur kedua metode tersebut
menggunakan model ini (Putra, 2013). Dari hal- secara tidak seimbang. Dalam penelitian ini
hal tersebut dapat memungkinkan terjadinya menggunakan 30% metode kuantitatif dan 70%
ketidakmampuan peserta didik dalam metode kualitatif. Pembagian ini dikarenakan
menguasai pelajaran. pada penelitian ini metode kualitatif merupakan
Setelah mengetahui kesulitan peserta metode primer dan metode kuantitatif
didik, maka tugas seorang guru harus merupakan metode sekunder yang berperan
membantu peserta didik nya dalam mengatasi untuk melengkapi dan menunjang pembahasan
kesulitan tersebut, yaitu salah satunya dengan mengenai tindak lanjut hasil asesmen
pengajaran remedial. Program remedial adalah diagnostik.
suatu upaya untuk membantu peserta didik Populasi dalam penelitian ini adalah
yang belum mencapai ketuntasan belajar, peserta didik kelas VII SMP Empu Tantular

217
P. Hikmasari et al./Analisis Hasil Asesmen Diagnostik dan Pengajaran Remedial ...

Semarang tahun pelajaran 2016/2017 semester bertujuan untuk mengetahui deskripsi


II yang berjumlah 4 kelas yang terdiri dari kemampuan pemecahan masalah peserta didik
kelas VII A, VII B, VII C, dan VII D. Dalam berdasarkan tingkatan kelompok atas, tengah
populasi tersebut tidak ada kelas unggulan, dan bawah setelah melaksanakan tes sumatif
buku sumber yang digunakan sama, dan peserta (tes akhir kemampuan pemecahan masalah)
didik mendapatkan materi berdasarkan
kurikulum yang sama, sehingga setiap kelas HASIL DAN PEMBAHASAN
relatif sama dalam kemampuan akademik. Uji Ketuntasan Belajar
Pemilihan kelas yang akan digunakan sebagai
sampel penelitian dilakukan dengan teknik 1. Uji Rata-Rata
probability sampling. Kelas dalam penelitian ini Data kemampuan pemecahan masalah
adalah kelas VII A. Penentuan subjek penelitian peserta didik diperoleh dari tes sumatif.
didasarkan pada hasil tes sumatif yang Pengujian ketuntasan dilakukan dengan
mengukur kemampuan pemecahan masalah membandingkan nilai yang diperoleh dengan
peserta didik dengan subjek penelitian 2 peserta Kriteria Ketuntasan Minimal sebesar 70 dan
didik dari kelompok atas, 2 peserta didik ketuntasan klasikal sebesar 75% dari
kelompok tengah, dan 2 kelompok bawah. keseluruhan peserta didik yang mengikuti tes.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah model Hasil perhitungan diperoleh
Problem Based Learning dan variabel terikatnya thitung=5,93>1,684=ttabel. Jadi, rata-rata
kemampuan pemecahan masalah peserta didik kemampuan pemecahan masalah matematika
pada materi segiempat. peserta didik yang diberikan model Problem
Metode pengumpulan data berkenaan Based Learning dengan asesmen diagnostik dan
dengan cara-cara yang digunakan untuk pengajaran remedial lebih dari 70.
mengumpulkan data (Sugiyono, 2015). Adapun 2. Uji Ketuntasan
metode tes yang digunakan adalah tes
Untuk menguji ketuntasan secara kelas,
kemampuan pemecahan masalah, sedangkan
maka setelah rata-rata nilai tes kemampuan
metode nontes yang digunakan adalah metode
pemecahan masalah diuji, selanjutnya
dokumentasi dan wawancara.
dilakukan uji proporsi pihak kiri untuk
1.Metode Tes mengetahui apakah nilai tes kemampuan
pemecahan masalah peserta didik yang
a.Tes Diagnostik
mendapat minimal sama dengan Kriteria
Bentuk tes diagnostik yang digunakan Ketuntasan Minimal mencapai sekurang-
adalah pilihan ganda beralasan sejumlah 17 soal kurangnya 75%. Hasil perhitungan diperoleh
dengan setiap pertanyaan berisi 4 pilihan zhitung=1,825 >ztabel=1,645. Hal ini berarti
jawaban (a,b,c, dan d) yang terbagi ke dalam 4 bahwa π≥0,75 atau hasil tes kemampuan
kali pertemuan. Tes diagnostik berguna untuk pemecahan masalah peserta didik pada model
mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi Problem Based Learning mencapai ketuntasan
peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman klasikal lebih dari 75%.
konsep.
Kegiatan pembelajaran dilakukan pada
b.Tes Sumatif satu kelas penelitian dengan asesmen diagnostik
Bentuk tes sumatif yang digunakan dan pengajaran remedial menggunakan model
adalah tes uraian sejumlah 4 soal. Tes sumatif Problem Based Learning pada materi segiempat
diberikan diakhir suatu pelajaran untuk dengan sub materi persegi panjang dan persegi.
mengkur kemapuan pemecahan masalah Diakhir pembelajaran dilaksanakan tes sumatif
melalui model Problem Based Learning dengan yang mengukur kemampuan pemecahan
asesmen diagnostik. masalah peserta didik. Berdasarkan hasil uji
rata-rata satu sampel yang digunakan untuk
2. Metode Dokumentasi menghitung ketuntasan secara individual, kelas
Peneliti mengambil data meliputi daftar penelitian yang diterapkan asesmen diagnostik
nama peserta didik dan nilai ulangan akhir dan pengajaran remedial meenggunakan model
semester ganjil mata pelajaran matematika Problem Based Learning mencapai kriteria
tahun pelajaran 2016/2017. ketuntasan minimum (KKM) yang telah
ditetapkan oleh sekolah yaitu 70.
3.Metode Wawancara
Berdasarkan rata-rata hasil pencapaian
Wawancara dalam penelitian ini

218
Unnes Journal of Mathematics Education Vol. 6 No. 2 Agustus 2017

skor tes sumatif yang mengukur kemampuan perkuliahan berbasis masalah yang mempunyai
pemecahan masalah peserta didik pada kelas karakteristik: (1) Pembelajaran dipandu oleh
penelitian adalah 78,97. Diperoleh hasil tes 35 masalah yang menantang, (2) Para mahasiswa
peserta didik dari 40 peserta didik di kelas bekerja dalam kelompok kecil, dan (3) Dosen
penelitian mencapai KKM, sehingga presentase mengambil peran sebagai “fasilitator” dalam
ketuntasan kalsikal tes sumatif lebih dari 75% perkuliahan; diyakini cukup menjanjikan
yaitu sebesar 87,5%. Hal ini menunjukkan kemungkinan untuk dapat meningkatkan
bahwa kemampuan pemecahan masalah kemampuan pemecahan masalah mahasiswa.
matematika setelah diberikan pembelajaran
Deskripsi Tes Diagnostik dan Pengajaran
model Problem Based Learning dengan asesmen
Remedial
diagnostik dan pengajaran remedial mencapai
ketuntasan. Ketercapaian ini disebabkan Pelaksanaan pembelajaran
beberapa hal antara lain model pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning,
dan asesmen diagnostik yang diterapkan di setelah itu disetiap pertemuan diberikan
kelas penelitian. Kegiatan pembelajaran asesmen diagnostik berupa tes diagnostik. Tes
menggunakan model Problem Based Learning tersebut diberikan kepada peserta didik dalam
lebih berpusat pada peserta didik dimana bentuk two tier multiple choice. Soal dalam
peserta didik diberikan suatu permasalahan bentuk ini merupakan soal pilihan ganda
yang berhubungan dengan materi pembelajaran dengan dua tingkat dimana tingkat pertama
dan peserta didik menyelesaikan dengan adalah soal pilihan ganda biasa sedangkan pada
berkelompok. tingkat kedua adalah alasan dari jawaban pada
tingkat pertama. Dibandingkan soal pilihan
Salah satu tujuan mata pelajaran
ganda biasa, soal bentuk ini dapat mengurangi
matematika di sekolah menurut Wardhani
kemungkinan peserta didik untuk menebak
(2010) yakni agar peserta didik memiliki
jawaban benar saat melakukan evaluasi.
kemampuan memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, Penggunaan tes diagnostik two tier juga
merancang model matematika, menyelesaikan diterapkan oleh Siswaningsih et al. (2015), yakni
model matematika, dan menafsirkan solusi yang mengembangkan tes diagnostik two-tier berbasis
diperoleh. Kemudian Bound dan Faletti dalam piktorial yang dapat mengidentifikasi
Putra (2013), yang menyatakan bahwa metode miskonsepsi peserta didik pada materi larutan
PBL merupakan bagian dalam pembelajaran elektrolit dan nonelektrolit, atau disebut Tes
kontekstual, dengan guru memberikan suatu Diagnostik Miskonsepsi Larutan Elektrolit dan
permasalahan untuk dipecahkan oleh peserta Nonelektrolit (TDM-LENON). Teridentifikasi
didik. Guru menjelaskan tujuan logistik yang miskonsepsi yang dialami peserta didik pada
dibutuhkan, memotivasi peserta didik agar materi larutan elektrolit dan nonelektrolit,
terlibat secara aktif dalam pemecahan masalah dengan miskonsepsi bahwa semua elektrolit
yang dipilih, serta membantu peserta didik merupakan senyawa ion adalah miskonsepsi
dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan yang paling banyak terjadi (64,7%).
tugas belajar yang berhubungan dengan Tes pilihan ganda dengan dua tingkat
masalah tersebut. Setelah itu, guru mendorong (two tier multiple choice) ini dikembangkan
peserta didik untuk mengumpulkan informasi oleh Treagust untuk mengetahui pemahaman
yang sesuai, melaksanakan eksperimen guna siswa mengenai konsep IPA. Tingkat pertama
mendapatkan penjelasan dan pemecahan dari masing-masing item terdiri dari soal yang
masalah, serta membantu peserta didik dalam biasanya memuat tiga sampai empat pilihan
merencanakan dan menyiapkan karya yang jawaban. Tingkat kedua dari setiap item berisi
sesuai, seperti laporan. Kegiatan selanjutnya empat alasan dari jawaban pada tingkat
ialah mengevaluasi hasil belajar tentang materi pertama. Jawaban siswa untuk setiap item baru
yang telah dipelajari atau menyusun kelompok dianggap betul hanya jika jawaban benar dan
presentasi hasil kerja. alasan yang dipilih juga benar (Treagust, 2006).
Sejalan dengan penelitian (Widjajanti, Dalam penelitian Tuysuz (2009)
2009) bahwa mengembangkan kemampuan mengemukakan dua kelebihan utama soal
pemecahan masalah mahasiswa calon guru bertingkat (two-tier) dibandingkan soal one-tier.
matematika dapat dilakukan melalui Pertama, menurunkan tingkat measurement
perkuliahan dengan pendekatan berbasis error atau kesalahan pengukuran. Sedangkan
masalah (Problem Based Learning). Pendekatan pada tes two-tier, baru dianggap benar jika

219
P. Hikmasari et al./Analisis Hasil Asesmen Diagnostik dan Pengajaran Remedial ...

kedua tingkat dijawab benar sehingga hanya membangun pengetahuan baru matematika dan
memiliki 6,25% kemungkinan untuk menebak menerapkan berbagai strategi dalam
jawaban benar. memecahkan masalah. Sedangkan pertemuan
Menurut Cooney, Davis, & Henderson kedua pada tes diagnostik 2 terdapat 14 peserta
sebagaimana dikutip dalam Mardiyah (2014) didik yang belum tuntas, setelah diberikan tidak
menyampaikan bahwa untuk mengetahui lanjut pengajaran remedial berupa penugasan
kesulitan matematika yang dialami oleh peserta remedial menunjukkan bahwa peserta didik
didik perlu dilakukan analisis. Langkah-langkah telah mampu menerapkan berbagai strategi dan
diagnostik kesulitan belajar, diantaranya: (1) mengamati serta merefleksikan proses masalah
mengidentifikasi peserta didik yang mengalami matematika.
kesulitan belajar; (2) menentukan jenis dan sifat Selanjutnya pertemuan ketiga pada tes
kesulitan belajar; (3) memperkirakan sebab- diagnostik 3 terdapat 10 peserta didik yang
sebab kesulitan belajar; dan (4) proses belum tuntas, setelah diberikan tidak lanjut
pemecahan kesulitan belajar. pengajaran remedial berupa penugasan remedial
Setelah diberikan tes diagnostik, menunjukkan bahwa peserta didik telah mampu
dilaksanakan evaluasi bagi peserta didik yang memecahkan masalah yang kontekstual dan
mengalami kesulitan dalam memahami materi mengamati serta merefleksikan proses masalah
yang diajarkan, guru dapat mengambil tindakan matematika. Kemudian pertemuan keempat
agar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan pada tes keempat terdapat 9 peserta didik yang
dapat tercapai. Hasil tes diagnostik diperoleh belum tuntas, setelah diberikan tidak lanjut
peserta didik yang sudah tuntas dan belum pengajaran remedial berupa penugasan remedial
tuntas. Dalam penelitian ini yang akan menunjukkan bahwa peserta didik telah mampu
dianalisis pada peserta yang belum tuntas, membangun pengetahuan baru dan
selanjutnya akan diberikan tidak lanjut berupa memecahkan masalah yang kontekstual.
pengajaran remedial yang disesuaikan dengan Hasil penelitian Slamet (2015),
indikator yang mengalami kesalahan dalam mengungkapkan bahwa penerapan
pengerjaan. Pelaksanan tes diagnostik sangat pembelajaran remedial dilaksanakan untuk
mempengaruhi kemampuan pemecahan membantu peserta didik yang terlambat dalam
masalah peserta didik karena bertujuan untuk memahami standar kompetensi. Pembelajaran
mengetahui letak kesalahan peserta didik dalam remedial memberikan kesempatan kepada
materi yang telah dipelajari. peserta didik untuk memahami kembali pokok
Kegiatan remedial merupakan kegiatan bahasan yang telah diajarkan sebelumnya.
yang diberikan kepada peserta didik yang belum Pembahasan Tes Sumatif (Tes Akhir
menguasai bahan pelajaran ataupun kompetensi Kemampuan Pemecahan Masalah)
yang diajarkan oleh guru, dengan maksud
Pelaksanaan pembelajaran
mempertinggi tingkat penguasaan terhadap
menggunakan model Problem Based Learning
bahan pelajaran dan kompetensi tersebut.
yang diterapkan asesmen diagnostik dan
Peserta didik yang belum berhasil dalam
pengajaran remedial menunjukkan hasil yang
belajarnya karena mengalami kesulitan belajar.
baik terhadap kemampuan pemecahan masalah
Sesuai dengan Depdiknas dalam Sukiman
peserta didik. Hal ini ditunjukkan setelah
(2012), bentuk-bentuk pelaksanaan
dilaksanakannya tes sumatif. Menurut Kartono
pembelajaran remedial diantaranya: (1)
(2011), penilaian sumatif adalah penilaian yang
pemberian pengajaran ulang; (2) pemberian
dilaksanakan pada akhir unit program dengan
bimbingan secara khusus; (3) pemberian tugas-
tujuan untuk melihat hasil yang dicapai oleh
tugas latihan secara khusus; dan (4)
peserta didik tentang seberapa jauh kompetensi
pemanfaatan tutor sebaya. Pelaksanaan
peserta didik dan kompetensi mata pelajaran
pengajaran remedial dalam penelitian ini yaitu
dikuasi oleh peserta didik. Tes sumatif pada
pemberian tugas-tugas latihan yang disesuaikan
penelitian ini bertujuan untuk mengukur
dengan indikator kemampuan pemecahan
kemampuan pemecahan masalah matematika
masalah yang belum tercapai.
pada materi yang sudah diajarkan sebelumnya
Pada pertemuan pertama pada tes yaitu materi segiempat. Setelah dilaksanakan tes
diagnostik 1 terdapat 22 peserta didik yang sumatif diperoleh rata-rata 78,97 dengan nilai
belum tuntas, setelah diberikan tidak lanjut terendah 55 dan nilai tertinggi 95. Hal ini
pengajaran remedial berupa penugasan remedial menunjukkan bahwa sebagian besar peserta
menunjukkan bahwa peserta didik telah mampu

220
Unnes Journal of Mathematics Education Vol. 6 No. 2 Agustus 2017

didik kelas penelitian mendapatkan nilai, lebih mengidentifikasi kesalahan peserta didik sesuai
dari nilai KKM yang telah ditentukan. dengan indikator kemampuan pemecahan
Berdasarkan hasil tes sumatif yang mengukur masalah yang belum tercapai, kemudian hasil
kemampuan pemecahan peserta didik diperoleh tes tersebut ditindaklanjuti dengan memberikan
7 peserta didik tergolong atas, 29 peserta didik pengajaran remedial berupa penugasan remedial
tergolong tengah, dan 4 peserta didik tergolong pada indikator yang belum mencapai ketuntasan
bawah. Berikut akan dibahas kemampuan (3) deskripsi analisis hasil asesmen diagnostik
pemecahan masalah untuk setiap kelompok. dan pengajaran remedial pada pencapaian
kemampuan pemecahan masalah matematika
Kemampuan Pemecahan Masalah Kelompok Atas
peserta didik menggunakan model Probem
Berdasarkan pekerjaaan dan wawancara Based Learning, setelah dilaksanakannya tes
Subjek 1 (S1) dan Subjek 2 (S2) sebagai sumatif diperoleh nilai rata-rata 78,97. Hal ini
kelompok atas, secara umum mampu menunjukkan bahwa sebagian besar peserta
memenuhi keempat indikator kemampuan didik kelas penelitian mendapatkan nilai, lebih
pemecahan masalah matematika. dari nilai kriteria ketuntasan minimal yang telah
Kemampuan Pemecahan Masalah Kelompok Tengah ditentukan
Berdasarkan pekerjaaan Subjek 3 (S3) DAFTAR PUSTAKA
dan Subjek 4 (S4) sebagai kelompok sedang, Arends, R. I. (2007). Learning to Teach seventh
belum sepenuhnya memenuhi keempat edition. New York: Mc Graw Hill
indikator kemampuan pemecahan masalah. diterjemahkan oleh Soetjipto, H. P.
Hasil analisis yang telah dilakukan dari hasil tes
2008. Belajar untuk Mengajar.
kemampuan pemecahan masalah dan hasil Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
wawancara dari S3 dan S4 telah mampu
memenuhi indikator 1, 2, dan 3. Akan tetapi Duskri, M., Kumaidi & Suryanto. (2014).
subjek belum mampu pada indikator 4. Pengembangan Tes Diagnostik
Kesulitan Belajar Matematika. Jurnal
Kemampuan Pemecahan Masalah Kelompok Bawah Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 18(1):
Berdasarkan pekerjaaan Subjek 5 (S5) 44-56.
dan Subjek 6 (S6) sebagai Kelompok Bawah, Geller, L.R & Paul Yovanoff. (2009). Diagnostik
belum mampu memenuhi keempat indikator Assessment in Mathematics to Support
kemampuan pemecahan masalah. Hasil analisis Instructional Decision Making. Practical
yang telah dilakukan dan pekerjaan dan hasil Assesment, Research & Evaluation. 14(16):
wawancara dari S5 dan S6 hanya mampu 1-11
memenuhi indikator 1 dan 2. Dimana indikator Husamah & Setyaningrum. (2013). Desain
1 dan 2 dapat dilihat dari bagaimana peserta Pembelajaran Berbasis Pencapaian
didik mampu dalam menuliskan informasi yang Kompetensi. Jakarta: Prestasi Pustaka.
diketahui dan ditanyakan. Sedangkan untuk
indikator 3, dan 4 belum mampu Izzati, Nurma. (2015). Pengaruh Penerapan
memenuhinya. Program Remedial dan Pengayaan
melalui Pembelajaran Tutor Sebaya
SIMPULAN terhadap Hasil Belajar Matematika
Siswa. EduMa, 4(1): 54-68
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah diuraikan diperoleh Kartono. (2011). Efektivitas Penilaian Diri dan
simpulan sebagai berikut, yaitu (1) kemampuan Teman Sejawat untuk Penilaian
pemecahan masalah dengan asesmen diagnostik Formatif dan Sumatif pada
dan pengajaran remedial pada model Problem Pembelajaran Mata Kuliah Analisis
Based Learning dapat mencapai ketuntasan Kompleks. Prosiding Seminar Nasional
individual sebesar 70 dan ketuntasan klasikal Matematika Prodi Pendidikan Matematika,
>75 % (2) deskripsi proses tindak lanjut yang Universitas Muhammadiyah Surakarta.
tepat untuk peserta didik yang tidak dapat Hal 49-59.
mencapai ketuntasan setelah memperoleh Khoiri, W., Rochmad, & Cahyono, A. N.
pembelajaran dengan model Problem Based (2013). Problem Based Learning
Learning yakni dengan mengadakan tes Berbantuan Multimedia Pembelajaran
diagnostik di setiap pertemuan. Tes diagnostik Matematika untuk Meningkatkan
berupa tes pilihan ganda beralasan dapat Kemampuan Berpikir Kreatif. Unnes

221
P. Hikmasari et al./Analisis Hasil Asesmen Diagnostik dan Pengajaran Remedial ...

Journal of Mathematics Education, 2(1), pada Materi Larutan Elekrolit dan


(1-8) Nonelektrolit. Jurnal Pengajar MIPA,
Majid, A. (2005). Perencanaan Pembelajaran. 20(2): 144­149.
Bandung: Remaja Rosdakarya. Slamet. (2015). Pembelajaran Remedial untuk
Mardiyah. (2014). Studi Kasus Kesulitan Belajar Meningkatkan Ketuntasan Belajar
Matematika Siswa Ditinjau dari Segi Siswa. An­Nuha, 2(1): 98-117
Kemampuan Komunikasi Matematika. Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kombinasi.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bandung: Alfabeta Bandung.
Matematika Pasca Sarjana STKIP Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan.
Siliwangi Bandung. Hal 308-313. Bandung: Alfabeta Bandung.
National Council of Teachers of Mathematics. Sukiman. (2012). Pengembangan Sistem Evaluasi.
(2000). Principles and Standards for School Yogyakarta: Insan Madani.
Mathematics. United States of America:
Suwarto. (2013). Pengembangan Tes
The National Council of Teachers of
Diagnostik. Jurnal Pendidikan. 22(2):
Mathematics, Inc.
187-202.
National Council of Teachers of Mathematics.
TIMSS. (2015). Highlights From TIMSS and
(2003). Programs for Initial Preparation of
TIMSS Advanced 2015. Washington.
Mathematics Teachers. Standards for
Institute of Education Sciences.
Secondary Mathematics Teachers.
Treagust, D.F. (2006). Diagnostic assessment in
Purnomo, Y. W. (2013). Keefektifan Penilaian
science as a means to improving
Formatif terhadap Hasil Belajar
teaching, learning and retention.
Matematika Mahasiswa Ditinjau dari
Uniserve Science Assessment Symposium
Motivasi Belajar. Prosiding Seminar
Proceedings. Sydney: University of
Nasional Matematika dan Pendidikan
Sydney.
Matematika FMIPA. Universitas Negeri
Yogyakarta Tuysuz, C. (2009). Development of two-tier
diagnostic instrument and assess
Putra, S.R. (2013). Desain Belajar Mengajar
students’ understanding in chemistry.
Kreatif Berbasis Sains. Yogyakarta: Diva
Scientific Research and Essay, 4 (6):
Press.
626-631.
Rababah, Ahmad & Alghazo, Y. (2016).
Wardhani, S. (2008). Paket Fasilitasi
Diagnostic Assessment and
Pemberdayaan KKG/ MGMP Matematika.
Mathematical Difficulties: An
Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan
Experimental Study of Dyscalculia.
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Journal of Social Science, 4, (45-52)
Kependidikan Matematika.
Rifa’i, A. & Anni, C.T. (2016). Psikologi
Widjayanti, D. B. (2009). Kemampuan
Pendidikan. Semarang: UPT Unnes
Pemecahan Masalah Matematis
Press.
Mahasiswa Calon Guru Matematika:
Rosnawati, R. (2013). Asesmen Formatif Apa dan Bagaimana
Informal dalam Pembelajaran Mengembangkannya. Prosiding Seminar
Matematika. Prosiding Seminar Nasional Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika dan Pendidikan Matematika Matematika Jurusan Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta. Hal 474- Matematika FMIPA. Universitas Negeri
478. Yogyakarta
Setiawan, B. B. (2011). Analisis Hasil Ulangan
Matematika di SMP dan Tindak
Lanjutnya.Yogyakarta: Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Matematika.
Siswaningsih, W., Firman H. & Rofifah R.
(2015). Pengembangan Tes Diagnostik
Two Tier Berbasis Piktorial untuk
Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa

222

Anda mungkin juga menyukai