Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii
DAFTARISI........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iv
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Lansia.......................................................................................... 1
B. Kemunduran Fisik Lansia………………………………………………. 2
C. Masalah pada Lansia ……………………………………………………. 2
D. Definisi Keseimbangan…………………………………………………. 3
E. Fisiologi Kesimbangan…………………………………………………. 4
F. Komponen Keseimbangan……………………………………………… 5
G. Factor yang mempengaruhi Kseimbangan……………………………… 6
BAB II PROSES FISIOTERAPI
A. Assessment Fisioterapi.............................................................................. 9
B. Screening Khusus Geriatri ..............................................................................10
C. Diagnose Fisioterapi........................................................................................14
D. Tujuan Fisioterapi ...........................................................................................14
E. Intervensi .........................................................................................................15
F. Evaluasi ...........................................................................................................19
G. Dokumentasi……………………………………………………………. 20
BAB III IMPLIKASI
A. Implikasi Klinis ................................................................................................22

i
ii
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiLansia
Geriatric merupakan suatu cabang ilmu kedokteran yang memusatkan perhatian
pada usia lanjut. Ruang lingkup geriatric meliputi pencegahan, diagnosis, pengobatan dan
pelayanan Kesehatan kepada usia lanjut (Setiasietal, 2013) yang disebut sebagi geriatric
/ lansia adalah kelompok manusia yang berusia lanjut (untuk di Indonesia, yaitu mereka
yang berusia lebih dari 60 tahun ) dengan berbagai masalah Kesehatan (multipatologi)
akibat gangguan fungsi jasmani dan rohani, dan atau masalah social, serta tampilan
gejalanya tidak khas, daya cadangan faali menurun, dan biasanya disertai gangguan
fungsional. Penderita geriatri berbeda dengan penderita dewasa muda lainnya, baik dari
segi konsep kesehatan maupun segi penyebab, perjalanan, maupun gejala dan tanda
penyakitnya sehingga, tatacara diagnosis pada penderita geriatri berbeda dengan populasi
lainnya (Setiasi et al,2013).
Lansia merupakan tahap awal yang terjadi pada setiap individu, dimana
menghilang nya fungsi jaringan tubuh sehingga tidak dapat mempertahankan
fungsinormal. Penuaan proses akumulasi yang bersifat progresif terhadap perubahan
fisiologi organ tubuh, yang berlangsung secara terus menerus sehingga megakibatkan
kemunduran fisiologi anatomi tubuh. Penurunan fisologi pada anatomi tubuh lansia,
menyebabkan kemandirian lansia terganggu dan lansia cenderun mengalami kejadian
jatuh. Salah satu faktor kemandirian lansia terganggua karena cedera akibat jatuh. Sekitar
40% yang memiliki usia 65 tahun mengalami jatuh pertahunnya. Terjadinya peningkatan
kejadian jatuh karena kesimbangan terganggu,salah satu faktornya adalah penurunan
derajat postur dan penurunn kekuatan otot (Verschueren, et al.2018).
Menurut WHO terdapat klasifikasi usia lanjut meliputi kelompok usia 45-59 tahun
disebut sebagai kelompok usia pertengahan (middle age), kelompok usia 60-70 tahun
disebut sebagai usia lanjut (elderly). Kelompok usia lanjut tua (old) yaitu yang berusia 75-
90 tahun dan kelompok usia lebih dari 90 tahun yaitu kelompok usia sangat tua (very old)
(Notoajdmojo, 2007). Dalam perspektif perkembangan, lansia akan mengalami
kemunduran dalam berbagai kemampuan yang pernah mereka miliki dan mengalami
beberapa perubahan fisik seperti memutihnya rambut, munculnya kerutan di wajah,

1
berkurangnya ketajaman penglihatan dan daya ingat yang menurun,serta beberapa masalah
kesehatan fisik lainnya (Wong,2008).

B. Kemunduran Fisik Yang Sering Ditemukan Pada Lansia


Menurut Padila (2013), menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang terlihat
sebagai gejala – gejala kemunduran fisik, antara lain :
1. Kulit mengendur dan wajah mulai keriput serta garis –garis yang menetap
2. Rambut kepala mulai memutih atau beruban
3. Gigi mulai lepas ( ompong)
4. Pendengaran atau penglihatan mulai berkurang
5. Mudah lelah dan mudah jatuh
6. Mudah terserang penyakit
7. Nafsu makan menurun
8. Penciuman mulai berkurang
9. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah
10. Pola tidur berubah

C. Masalah – masalah padaLansia


Penuaan yang terjadi pada manusia akan berdampak pada kemunduran utamanya
terhadap kemampuan fisiknya. Berbagai kemunduran fisik mengakibatkan kemunduran
gerak fungsional baik kemampuan mobilitas atau perawatan diri. Kemunduran fungsi
mobilitas meliputi penurunan kemampuan mobilitas di tempat tidur, berpindah,
jalan/ambulasi, dan ambulasi dengan alat adaptasi (Pudjiastuti dan Utomo, 2003).
Kemunduran gerak fungsional dikelompokkan dalam tiga tingkat ketergantungan yaitu :
1. Mandiri, yaitu mampu melaksanakan tugas tanpa bantuan orang lain
2. Bergantung sebagian, yaitu lansia mampu melaksanakan tugas dengan beberapa
bagian memerlukan bantuan orang lain.
3. Bergantung sepenuhnya, yaitu lansia tidak mampu melakukan tugas tanpa bantuan
orang lain.

Pada orang yang telah memasuki usia lanjut, akan mengalami kemunduran fisik
yang kemudian menjadi masalah yang sering dijumpai pada lansia. Masalah yang
umumnya sering ditemukan pada lansia yaitu mudah jatuh, mudah lelah, nyeri dada, sesak

2
saat melakukan aktifitas fisik, nyeri pinggang/punggung, sukar menahan buang air besar
dan kecil, gangguan sensori, dan keluhan seperti pusing, perasaan dingin atau kesemutan
(Nugroho, 2014).

Mudah jatuh merupakan masalah yang penyebabnya multifaktor. Lansia dengan


riwayat yang pernah jatuh sebelumnya, memiliki resiko jatuh lebih besar untuk terjadinya
jatuh kembali. Diperkirakan sekitar 30% dari lansia yang pernah jatuh mengalami cedera
yang memerlukan perhatian medis dan 10% nya mengalami fraktur. Jatuh erat kaitannya
dengan keseimbangan. Gangguan keseimbangan akan berdampak pada jatuh yang dapat
disebabkan oleh gambaran dari patologi, seperti neurologikal, penurunan sensoris atau
kelemahan otot (Nugroho, 2014).

D. DefinisiKeseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi atas
dasar dukungan, biasanya ketika dalam posisi tegak. Keseimbangan terbagi menjadi 2
yaitu statis dan dinamis. Keseimbangan dapat diartikan juga sebagai kemampuan untuk
mempertahankan pusat gravitasi (center of gravity) atas dasar dukungan bidang tumpu
(base of support) (Darmojo,2011).
Keseimbangan adalah kemampuan seseorang untuk tetap berada dalam keadaan
setimbang dan menyesuaikan diri terhadap gravitasi, permukaan tanah an objek dalam
lingkungannya ketika melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari. Keseimbangan
bertujuan untuk mempertahankan kepala dan tubuh terhadap gravitasi dan kekuatan dari
luar, mempertahankan tegak dan seimbangnya pusat masa tubuh terhadap bidang tumpu
dan menstabilkan bagian tubuh tertentu sementara bagian tubuh yang lain bergerak
(Maryam, 2009).
Pada usia lansia dapat mengalami perubahan struktur mata yaitu atropi dan
hialinisasi pada muskulus siliaris yang dapat meningkatkan amplitudo akomodasi. Hal ini
dapat meningkatkan ambang batas visual sehingga dapat mematahkan impul safferen
yang kemudian dapat menurunkan visual manula, dan pada akhirnya akan mempengaruhi
keseimbangan postural. Gangguan keseimbangan akan tampak lebih jelas lagi jika impuls
afferent untuk visual ditiadakan, misalnya pada saat mata tertutup, maka kehilangan
ayunan tubuh (sway) menjadi berlebihan (Saputri et al, 2018).
Sistem vestibular meliputi organ-organ di dalam telinga bagian dalam. Proses
degeneratif di dalam otolit sistem vestibuler dapat menyebabkan vertigo posisisonal dan
ketidak seimbangan waktu berjalan (Gunarto, 2005). Organ vestibular memberikan

3
Informasi ke CNS tentang posisi dangerakan kepala serta pandangan mata melalui
reseptor macula dan krista ampularis yang terdapat ditelinga dalam (Ahmadietal,2012).
Gangguan fungsi vestibular dapat menyebabkan vertigo atau gangguan keseimbangan.
Susunan proprioseptif ini memberikan informasi ke CNS tentang posisi tubuh terhadap
kondisi di sekitarnya (eksternal) dan posisi antara segmen badan badan itu sendiri
(internal) melalui reseptor-reseptor yang ada dalam sendi, tendon, otot, ligamentum dan
kulit seluruh tubuh terutama yang ada pada kolumna vertebralis dan tungkai. Informasi itu
dapat berupa tekanan, posisi sendi, tegangan, panjang, dan kontraksi otot (Ahmadi et al,
2012). Manula mengalami penurunan proprioseptif, hal ini dapat meningkatkan ambang
batas rangsang muscle spindle, sehingga dapat mematahkan umpan balik afferen dan
secara berurutan dapat mengubah kewaspadaan tentang posisi tubuh keadaan ini dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan postural (Ahmadi et al,2012).

E. Fisiologi Keseimbangan
Dalam posisi tegak untuk mempertahankannya memerlukan integrase sistem
vesitibular, visual, dan propioseptif dalam memberikan informasi ke sistem saraf pusat
sebagai pemroses, dan sistem neuro muskuloskeletal sebagai efektor adaptasi dalam
perubahan postur dan posisi secara cepat. Kontrol postur yang normal yang tergantung
pada empat sistem yang berbeda dan antara ke empat sistem tidak saling bergantung.
Dalam sistem tersebut dibentuk oleh visual, propioseptif atau sematosensorik, vestibular
dan diintegrasikan oleh pusat sensorik (Noohu et al,2014).
Dalam mekanisme fisiologi mulai terjadinya keseimbangan saat reseptor visual
memberikan masukan tentang posisi kepala dan orientasi mata pada hubungan tubuh
dengan lingkungan sekitar. Sistem saraf pusat menerima informasi dari organ vestibular
tetanggerakan dan posisi kepala hingga pandangan mata melalui reseptor macula dan
krista yang ada di dalam telinga. Reseptor yang ada di otot, ligamentum, sendi, tendon,
dan kulit dapat menerima rangsang propioseptif dengan posisi tubuh terhadap kondisi
tubuh di sekitarnya dan posisi diantara segmen-segmen tubuh (Noohu et al,2014).
Semua input sensoris dan rangsangan yang diterima dan akan disalurkan ke nuklus
vestibularis yang berada dibatang otak,sehingga dapat terjadi pemrosesan pada
koordinasi di serebelum, dan dari serebelum informasi yang didapat disalurkan kembali
pada nuklus vestibularis. Karena hal tersebut terjadilah ouput atau keluaran ke badan dan
neuron motorik otot ekstremitas yang dapat memelihara keseimbangan dan postur yang

4
diinginkan, keluaran kemotorik otot mata eksternal adalah Gerakan pada mata dan keluaran
ke system saraf pusat yang merupakan persepsi gerakan dan orientasi. Dengan terjadinya
mekanisme tersebut jika dapat berlangsung dengan optimal dapat menghasilkan
keseimbangan yang statis yang normal (Guyton dan Hall, 2007 dalam Azizah,2011).

F. Komponen Keseimbangan
Dalam mempertahankan keseimbangan, terdapat 3 komponen fisiologi
keseimbangan yang saling berinteraksi dan bekerjasama. Ketiga komponen tersebut yaitu:
1. Sistemsensoris
Informasi mengenai posisi tubuh terhadap lingkungan atau gravitasi
diberikan oleh sistem sensorik, sedangkan sistem saraf pusat berfungsi untuk
memodifikasi komponen motorik dan sensorik sehingga stabilitas dapat
dipertahankan melalui kondisi yang berubah-ubah. Pada lansia, terjadi penurunan
fungsi sensorik sehingga mempengaruhi keseimbangan dan akan berdampak pada
gangguan aktifitas fungsional. Sistem sensorik meliputi system vestibular, visual
dan somatosensoris (Sherwood, 2013).
Sistem vestibular merupakan bagian dari sistem sensoris yang berperan
terhadap control keseimbangan, gerak bola mata, dan control kepala.
Berhubungan dengan sistem visual dan pendengaran untuk merasakan arah dan
kecepatan gerakan kepala. Reseptor sensoris vestibular terdapat pada telinga
dalam yang disebut labirin dan terdiri dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan
sakulus (Ginsberg,2007).
Peurunan fungsi pada sistem vestibular terjadi pada lansia dikarenakan
proses penuaan yang akan berdampak pada gangguan keseimbangan.
Sistemvisual (penglihatan) yaitu mata memiliki peran penting yaitu
menyampaikan informasi kepada otak tentang posisi tubuh terhadap lingkungan
berdasarkan sudut dan jarak dengan obyek sekitarnya. Dengan input visual, maka
tubuh manusia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dilingkungan
sehingga sistem visual langsung memberikan informasi keotak, kemudian otak
memerikan informasi agar sistem muskuloskeletal dapat bekerja secara sinergis
untuk mempertahan kan keseimbangan tubuh (Pradana,2014).
2. Sistem Saraf Pusat
Pada lansia, terjadi peningkatan waktu untuk mengolah informasi di pusat
integrasi akibat dari gangguan input. Selain itu, lansia juga mengalami

5
keterbatasan dalam dual tasking, sebagaimana penelitian menunjukkan bahwa
kontrol keseimbangan pada lansia dipengaruhi oleh dual tasking jika dibandingkan
dengan orang dewasa muda (Noohu, 2013). Pengelolaan informasi pada sistem
saraf pusat merupakan bagian kedua komponen fisiologi utama pada control
keseimbangan. Central Nervous System (CNS) menerima informasi sensorik
melalui system visual, vestibular, dan somatosensori di gyrus postcentalis lobus
parietal yang bertugas menerima input sensoris berhubungan dengan apresiasi
sentuhan, sensasi posisi (kinestesi), keseimbangan, dan taktil halus-kasar (Kolt
and Mackler,2008).
3. Sistem Efektor
Bagian ketiga komponen fisiologi utama pada keseimbangan yaitu
komponen efektor. Faktor-faktor seperti kekuatan otot, power, endurance,
fleksibilitas dan range of motion (ROM) merupakan faktor penunjang kontrol
keseimbangan (Kisner and Colby, 2007). Menurunnya kekuatan otot dipengaruhi
oleh menurunnya ukuran dan jumlah dari serabut otot. Kekuatan otot sangat
berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan
sistem saraf mengaktivasi otot untuk melakukan kontraksi, sehingga semakin
banyak serabut otot yang teraktivasi, maka semakin besar pula kekuatan yang
dihasilkan otot tersebut (Irfan, 2010 dalam Valentin, 2016).
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot
tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya
garvitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi
posisi tubuh. Selain itu, kemampuan sendi juga diperlukan untuk membantu gerak
tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan
keseimbangan yang tinggi. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi
hanya akan dimungkin kan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara
sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan
aligment tubuh (Nugroho, 2011 dalam Yuliana,2014).

G. Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan


Keseimbangan dipengaruhi oleh banyak factor, dibawah ini adalah faktor yang
mempengaruhi keseimbangan pada tubuh manusia yaitu (Pratiwi, 2018):

6
1. Kekuatan Otot / Muscle Strenght adalah kemampuan otot atau group otot
menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis
maupun secara statis. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi otot yang maksimal.
Otot yang kuat merupakan otot yang dapat berkontraksi dan rileksasi dengan baik,
jika otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan
baik seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan lain sebagainya (Pratiwi,2018).
2. Penyakit Tulang
Kondisi kesehatan tulang sangat mempengaruhi tingkat keseimbangan lansia, lansia
yang mempunyai penyakit osteoporosis, rematoid artitis dan inflamasi tulang sulit
untuk menjaga keseimbangan postural (Pratiwi, 2018).
3. Pusat gravitasi (Center ofGravity-COG)
Center of gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat pada semua benda baik
benda hidup maupun mati, titik pusat gravitasi terdapat pada titik tengah benda
tersebut, fungsi dari Center of gravity adalah untuk mendistribusikan massa benda
secara merata, pada manusia beban tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh
dalam keadaan seimbang. Tetapi jik aterjadi perubahan postur tubuh maka titik
pusat gravitasi pun berubah,maka akan menyebabkan gangguan keseimbangan
(Unstable). Titik pusat gravitasi selalu berpindah secara otomatis sesuai dengan arah
atau perubahan berat jika center of gravity terletak di dalam dan tepat ditengah
maka tubuh akan seimbang, jika berada diluar tubuh maka akan terjadi keadaan
unstable. Pada manusia pusat gravitasi saat berdiri tegak terdapat pada 1 inchi di
depan vertebrae Sacrum 2 (Irfan, 2012).

Gambar 1.1 Centre of Gravity (Irfan, 2012)


4. Garis Gravitasi (Line of Gravity –LOG)
Garis gravitasi (Line Of Gravity) adalah garis imajiner yang berada vertikal melalui
pusat gravitasi. Derajat stabilitas tubuh ditentukan oleh hubungan antara garis
gravitasi, pusat gravitasi dengan base of support (bidang tumpu) (Pratiwi, 2018).

7
Gambar 1.2 Line of Gravity (Pratiwi, 2018)
5. Bidang Tumpu (Base ofSupport)
Base of Support (BOS) merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan
permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh
dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang
tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Semakin dekat
bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi
(Irfan,2012).

Gambar 1.3 Base of Support (Irfan, 2012)

8
BAB II
PROSES FISIOTERAPI

A. AssesmentFisioterapi
I. Keterangan UmumPenderita

N am a : Ny.M
Umur : 78 tahun
JenisKelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Harapan raya
No.RM 013528

II. Data Data Medis RumahSakit


(Diagnosis medis, catatan klinis, medika mentosa, hasil lab, foto ronsen, dll)
a. Diagnosa Medis
Geriatric dengan gangguan fungsional
b. Medika Mentosa : -
c. CT Scan : TidakAda

III. SegiFisioterapi
1. PemeriksaanSubyektif

9
1) Keluhan Utama Dan Riwayat PenyakitSekarang
Keluhan Utama : Pasien mengeluhkan nyeri pada punggung bawah dan
nyeri pada kedua lutut ketika berdiri setelah duduk lama.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluhkan nyeri pada
punggung bawah dan nyeri pada kedua lutut
2) Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami fraktur hip 2
tahun lalu
3) Riwayat Penyakit Penyerta : Hipertensi (+)
Kolestrol (+)

2. Pemeriksaan Obyektif
1) Pemeriksaan Tanda Vital
Berisi tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, temperatur, tinggi badan,
berat badan.
Tekanan darah : 150/90 mmhg
Denyut nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 25 x/menit
Temperatur : 36 0C
Tinggi Badan : 157 cm
Berat Badan : 76 kg

3. Pemeriksaan Khusus Geriatri

a. Kebugaran (2 minute steptest)

Prosedur Pemeriksaan:

 Timer selama 2 menit .


 Memposisikan lutut 90˚,dilakukan berulang kali
dalam waktu 2 menit.
Hasil : 68 kali dalam 2 menit (Pasien bisa melakukan 2
minute step test selama 2 menit)

10
b. Kekuatan otot
1. 30 seconds chairstands
Prosedur Pemeriksaan
 Posisi duduk ke berdiri dilakukan selama 30
detik secara berulang-ulang
Hasil : 7 kali selama 30 detik (Tidak Terlampaui)

2. Arm Curl

Prosedur Pemeriksaan:
 Posisi duduk
 Mengangkat barbel dengan posisi fleksi-ekstensi
elbow dilakukan berulang selama 30 detik.
Hasil : 14 kali dalam 30 detik (Terlampaui)

c. Fleksibilitas
1. Sit and reachtest

Prosedur Pemeriksaan :

 Posisi duduk dikursi dengan tangan meraih ibu


jari kaki
 untuk mendapatkan nilai fleksibilitas diukur
dengan menggunakan midline dari ujung jari
tangan ke ibu jari kaki
Hasil : D : -5.9 inches

S : -5.1 inches

2. Back Stretch
Prosedur Pemeriksaan :
 Posisikan kedua tangan dibelakang meraih satu
sama lain

11
 Untuk mendapatkan nilai fleksibilitas diukur
dengan memegang midline
Hasil : D : - 4.3 inches
S : - 7.5 inches

d. Keseimbangan dan koordinasi ( 8 foot up and go)

Prosedur Pemeriksaan
 Posisikan di tempat duduk
kemudian instruksikan kepada
pasien untuk mengikuti garis
yang ditentukan sampai duduk
kembali
Hasil : Pasien mampu melakukan 8 foot
up and go selama 17 detik (Tidak
e. Kemampuan fungsional terlampaui)
Menggunakan Indeks Barthel
Aktivitas Skor
Makan
0 = Tidak mampu 10
5 = Memerlukan bantuan, seperti memotong makanan, mengoleskan mentega,
atau memerlukan bentuk diet khusus
10 = Mandiri / tanpa bantuan
Mandi
0 = Tergantung 5
5 = Mandiri
Kerapian/penampilan
0 = Memerlukan bantuan untuk menata penampilan diri 5
5 = Mampu secara mandiri menyikat gigi, mengelap wajah, menata rambut, dan
bercukur
Berpakaian
0 = Tergantung/tidak mampu 10
5 = Perlu dibantu tapi dapat melakukan sebagian
10 = Mandiri (mampu mengancingkan baju, menutup resleting, merapikan)
Buang air besar
0 = Inkontinensia, atau tergantung pada enema 0
5 = Kadang mengalami kesulitan
10 = Normal
Buang air kecil
0 = Inkontinensia, harus dipasang kateter, atau tidak mampu mengontrol BAK 0
secara mandiri
5 = Kadang mengalami kesulitan
10 = Normal

12
Penggunaan kamar mandi/toilet
0 = Tergantung 10
5 =Perlu dibantu tapi tidak tergantung penuh
10 = Mandiri
Berpindah tempat (dari tempat tidur ketempat duduk, atau sebaliknya)
0 = Tidak mampu, mengalami gangguan keseimbangan 10
5 = Memerlukan banyak bantuan (satu atau dua orang) untuk bisa duduk
10 = Memerlukan sedikit bantuan (hanya diarahkan secara verbal)
15 = Mandiri
Mobilitas (berjalan pada permukaan yang rata)
0 = Tidak mampu atau berjalan kurang dari 50 yard 15
5 = Hanya bisa bergerak dengan kursi roda, lebih dari 50 yard
10 = Berjalan dengan bantuan lebih dari 50 yard
15 = Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu)
Menaiki /menuruni tangga
0 = Tidak mampu 5
5 = Memerlukan bantuan
10 = Mandiri
Jumlah 70

Interpretasi :
0-20 = ketergantungan penuh
21- 61 = ketergantungan berat
62- 90 = ketergantungan moderat
91- 99 = ketergantungan ringan
100 =mandiri

Hasil : 70 = KetergantunganModerat

Kesimpulan Hasil Sceaning pada lansia:


No Screaning Score Normal Hasil Keteranagn
Pemeriksaan dan saran
1 Kebugaran 68 – 100 68 Normal
2 Kekuatan otot 30 Seconds Chair 30 Seconds Chair Tidak Normal
stand: stand:
10 - 15 7 kali
Arm curl: Arm Curl: Normal
11 – 17 14 kali
3 Fleksibilitas Chair Sit-&-Reach: Chair Sit-&- Tidak Normal
-1.5 - +3.5 Reach:

13
D : - 5.9 inches, S
: - 5.1 inches
Back Scratch:
-5.0 - +0.5 Back Scratch: Tidak Normal
D : - 4.3 inches, S
: - 7.5 inches
4 Keseimbangan 7.4 - 5.2 17 detik Tidak Normal
dan koordinasi
5 Fungsional 100 70 Ketergantungan
Moderat
Kesimpulan: Adanya Penurunan Fungsional

B. DiagnosisFisioterapi
1. Impairnment (Body Structure & Function):
a. Penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah
b. Penurunan fleksibilitas ekstremitas atas maupunbawah
c. Penurunan keseimbangan dan koordinasi
2. Keterbatasan aktivitas
a. Berjalan dan bergerak
b. Beraktivitas terbatas, berjalan terbatas
3. Keterbatasan partisipasi
a. Melakukan kegiatan kemasyarakatan
b. Melakukan kegiatan pengajian

C. Rencana Intervensi Fisioterapi


1. Meningkatkan kekuatan ekstremitas atas danbawah
2. Meningkatkan fleksibilitas ekstremitas atas danbawah
a. Stretching anggota gerakatas
3. Meningkatkan kesimbangan dankoordinasi
a. Multisensory Exercise
b. Strength & Balance Training

14
D. Intervensi Fisioterapi
Vafaeenasab , M, R., et al (2018) pada jurnal Comparative Study of Balance
Exercises (Frenkel) and Aerobic Exercises (Walking) on Improving Balance in the
Elderly menyatakan bahwa Balance Exercises (Frenkel) dan Aerobic Exercises (Walking)
dapat meningkatkan keseimbangan statis maupun keseimbangan dinamis pada lansia.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan The Sharpened Romberg Test untuk
keseimbangan statis dan Run Up and Go untuk keseimbangan dinamis. Subjek penelitian
dibagi kedalam 2 kelompok secara acak dan masing-masing melakukan latihan sesuai
dengan kelompok yang didapatkan, yakni kelompok Balance Exercise (Frenkel Exercise)
dan kelompok Aerobic exercise (Walking).

1. Balance Exercise (Frenkel Exercise) Group

Dilakukan 3 kali seminggu, sebanyak 5 minggu. Latihan dilakukan selama 10-15

menit persesi. Pada minggu pertama, durasi latihan dilakukan selama 10 menit,

kemudian durasi akan dinaikkan 5 menit setiap minggunya. Jadi durasi untuk

minggu kelima mencapai 30 menit. Setelah 10 menit latihan lalu diikuti istirahat

selama 5menit setiap sesi. Frenkel balance exercise merupakan satu set Latihan

yang bertujuan untuk meingkatkan keseimbangan pada , sleeping, sitting, and

standing, seperti:

a. Exercises in supineposition

Posisi tidur terlentang dengan tumit barada di lantai, tekuk salah satu kaki

dan lutut (fleksi dan ekstensi), dan luruskan. Kemudian lakukan hal yang

sama pada kaki satunya. Responden tidur dalam posisi terlentang dan, tumit

terbuka di tanah dan lutut, bergerak satu kaki dari paha ke kiri dan kanan

(abduksi dan adduksi) lutut. Responden melakukan hal yang sama dengan

kaki lainnya. Responden dalam posisi tidur terlentang dengan posisi tumit

dilantai, tekuk kedua kaki pada saat yang sama dari paha dan lutut (fleksi

dan ekstensi dan diluruskan .Orang tersebut tidur diposisi terlentang,

15
Tumit berada ditanah, kedua nya berbalik dan kemudian mendekati

satusama lain (abduksi dan adduksi kedua kaki secara waktu

bersamaan).Orang tersebut berbaring dalam posisi terlentang dan,saat tumit

ditanah,tekuk salah satu kaki dari paha dan lutut dan secara bersamaan

meluruskan bagian depan sepeda (seepeda) orang tersebut mengulangi

Latihan secara bergantian. Orang tersebut sedang tidur dalam posisi

terlentang dan salah satu tumitnya dilutut dan menurunkan nya di atas

kakinya. Orang tersebut melakukan hal yang sama denga nkaki lainnya.

Orang yang berbaring telentang posisi, sementara tumit tidak

ditanah,melenturkan kaki dari paha dan lutut (fleksidanekstensi). Orang

tersebut melakukan hal yang sama dengan kaki lainnya. Orang tersebut

berbaring dalam posisi terlentang dan saat tumit berada ditanah, tekuk salah

satu kaki dari pinggul dan lutut (fleksi dan ekstensi) dan buat kaki lainnya

jauh dan dekat (penculikan dan adduksi)

b. Exercises in sleeping position

Posisi tidur dibidang yang datar, kemudian tekuk kaki bagian atas dari lutut

(fleksi dan ekstensi) dan kemudian melakukan hal yang sama dengan kaki

lainnya. Kemudian responden dalam posisi tidur miring akan

melenturkankaki bagian atas (fleksi dan ekstensi) dan kemudian melakukan

gerakan sama dengan kaki lainnya.

c. Exercises in sitting position

Seseorang yang duduk di kursi mengangkat kakinya, kemudian meletakkan

kakinya di atas kaki yang satunya, dan berjalan di tanah. Orang yang duduk

di kursi menempatkan bagian bawah kaki di lantai, dan kemudian menarik

satu kaki di atas garis lurus ke depan dan ke belakang. Saat orang itu

meletakkan lututnya di samping, dia bangkit dari kursi dan duduk lagi.
16
d. Exercises in standing position

Berdiri tanpa menggerakkan kaki berputar sejauh mungkin kekanan dan

kiri agar bagian bawah kaki tidak menarik dari tanah. Langkah balik

(orangyang berdiri tanpa putar di tulang belakang tubuh, putar kaki ke

kanan dan kiri, karena tumit tidak akan dilepas dari tanah). Sedangkan jarak

antar kaki adalah 14 inchi, orang tersebut berjalan dalam dua garis paralel.

Orang itu berjalan di samping. Orang itu berjalan dengan meletakkan

kakinya di atas jejak kaki di atas tanah. Orang itu lalu menginjakkan

kakinya di tangga tempatkan kaki lainnya di sebelah kaki pertama. Selama

penelitian, semua perawatan Kesehatan sama kedua kelompok. Semua

Latihan dilakukan dipagi di hari yang sama di semua panti jompo.

2. Aerobic Exercise (Walking)

Dilakukan 3 kali seminggu, sebanyak 5 minggu. Latihan dilakukan selama 10-15

menit persesi. Pada minggu pertama, durasi latihan dilakukan selama 10 menit,

kemudian durasi akan dinaikkan 5 menit setiap minggunya. Jadi durasi untuk

minggu kelima mencapai 30 menit. Setelah 10 menit latihan lalu diikuti istirahat

selama 5 menit setiap sesi.

Yeole, U. L., et al 2018 pada jurnal Effect of Proprioceptive Exercise Program

versus Vestibular Rehabilitation Therapy on Risk of Fall in Elderly menyatakan bahwa

Proprioceptive Training dan Vestibular Rehabilitation dapat menurunkan tingkat resiko

jatuh pada lansia. Akan tetapi pada proprioceptivetraining lebih efektif untuk

menurunkan tingkat resiko jatuh pada lansia dibandingkan dengan vestibular

rehabilitation. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Berg Balance Scale, Time Up

And Go Test, Fall Efficacy Test, and Functional Reach Out Test. Sebanyak 60 subjek

penelitian dibagi kedalam 2 kelompok secara acak dan masing-masing melakukan latihan.

17
Kelompok yang didapatkan, yakni kelompok Proprioceptive Training dan kelompok

Vestibular Rehabilitation. Latihan dilakukan selama 6 minggu.

1. Proprioceptive Training

Proprioceptive Trainingexercise dilakukan selama 50 menit, dimana bentuk

latihan terdiri dari: pemanasan dan pendinginan masing-masing selama 10 menit

dan proprioceptive exercise selama 30 menit. Latihan dilakukan sebanyak 3 kali

perminggu selama 6 minggu. Latihan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan

pasien dan setiap latihan diberikan 10 kali dengan tahanan 10 detik. Latihan

meningkat setiap minggunya, dari buka mata sampai tutup mata dipermukaan

yang stabil. Latihannya terdiri dari: Tandem Standing, One Leg Standing, Squats,

Backward Walking, Sideways Walking, Heel Walking, Toe Walking, Tandem

Walking, Sideways Kick, And BackwardKick.

2. VestibularRehabilitation

Vestibular Rehabilitation exercise terdiri dari latihan adaptasi dan kebiasaan yang

didasarkan pada vestibular ocular reflek dengan 3 kali seminggu dengan durasi 50

menit setiap pertemuan selama 6 minggu. Yang mana latihan diberikan sebanyak

10 kali per tiga set. Latihan dihentikan ketika responden merasa pusing dan

latihan dilakukan berdasarkan respon pasien. Latihan terdiri dari:

a. Pertama gerakan mata dan kepala secara perlahan kemudian lebih cepat.

b. Gerakan kepala dan tubuh dalam posisi duduk yang meliputi meletakkan

benda dilantai, mengambil dan mengangkat ke atas kepala dan meletakkan

kembali ke lantai.

c. Dalam posisi berdiri, membungkuk ke depan dan mengambil benda

dibelakang dan depan lututnya, memutar bahu lalu melewati kepala dari

kanan ke kiri dengan menekuk kepala kedepan dan kebelakang.

18
d. Posisi duduk dan berdiri dengan membuka dan memutup mata

e. Duduk ke berdiri, tetapi ketika berdiri badan memutar ke kanan dan kekiri.

f. Melempar bola kecil dengan satu tangan ke atas mata 10 kali dank ebawah

lutut.

E. Evaluasi
Evaluasi di lakukan setiap seminggu sekali atau setiap 4kali terapi untuk
melihat perubahan sebelum dan sesudah dilakukan terapi. Evaluasi meliputi evaluasi
nilai kebugaran, kekuatan otot, fleksibilitas, keseimbangan dan koordinasi serta
aktivitas fungsional dengan menggunakan indeks barthel.
Selain itu, pasien disarankan melanjutkan latihan yang telah di sarankan
fisioterapis dan tetap di berikan intervensi seperti sebelumnya saat datang ke poli
fisioterapi dengan intensitas yang ditingkatkan seacara progresif dibawah
pengawasan. Latihan-latihan dan pemberian intervensi digunakan pada pasien lansia
dengan gangguan keseimbangan dan koordinasi serta fleksibilitas anggota gerak atas,
sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam pemberian Latihan untuk
mendapatkan hasil yang optimal.

19
20
BAB III
IMPLIKASIKLINIS

Pada lansia terdapat banyak permasalahan seperti gangguan kebugaran, kekuatan otot,
fleksibilitas, keseimbangan dan koordinasi yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan
aktivitas fungsional, sehingga fisioterapis disarankan untuk memberikan intervensi yang tepat
sesuai dengan permasalahan lansia.Sangat dibutuhkan Kerjasama antara terapis dan juga
lansia dengan diharapkan lansia dapat melaksanakan edukasi yang telah diberikan oleh
fisioterapis dirumah.
Disarankan bagi fisioterapi apabila ditemukan lansia dengan diagnose penurunan
keseimbangan dan koordinasi serta fleksibilitas anggota gerak atas maupun bawah maka
dapat diberikan edukasi berupa latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
keseimbangan, koordinasi dan fleksibilitas lansia. Latihan dilakukan 3-5 kali seminggu
dengan waktu 20-30 menit. Intensitas latihan menyesuaikan kemampuan lansia yang dapat
ditingkatkan secara progresif. Latihan dapat berupa prorioseptive exercise (Tandem Standing,
One Leg Standing, Squats, Back ward Walking, Sideways Walking, Heel Walking, Toe
Walking, Tandem Walking, Sideways Kick, And Backward Kick), vestibular exercise, aerobic
exercise (walking) serta FrankelExercise.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, R., Daneshamandi, H. dan Barati, A.H. 2012. The Effect of 6 Weeks Core
Stabilization Training Program on The Balance in Mentally Retarded Students.
International Journal of Sport Studies, 2(10), pp.496- 501.
Azizah, L.M. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Darmojo B. 2011. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi ke-4 cetakan ke-3.Jakarta:Balai
PenerbitFKUI.
DiniAA.2013.SindromGeriatri(Imobilitas,Instabilitas,GangguanIntelektual,Inkontinensia, Infeksi,
Malnutrisi, Gangguan Pendengaran). Medula. 1(3):117-125.
Ginsberg, L. 2007. Lecture Notes Neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga.
Gunarto, S, 2005 ; Pengaruh Latihan Four Square Step Terhadap Keseimbangan Pada Lansia .
Jakarta : Program Pendidikan IKFR Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia.
Irfan, Muhammad. 2012. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kisner, C., and Colby, L.A. 2007. Therapeutic Exercise: Foundation and Techniques. 6th
Edition. Philadelphia: F.A. Davis Company.
Kolt, G.S., and Mackler, L.S. 2008. Physical Therapies in Sport and Exercise. 2 nd Edition.
China: Elsevier.
Maryam, Raden Siti. 2009.Pengaruh Latihan Keseimbangan Fisik Terhadap Keseimbangan
Tubuh Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wilayah Pemda DKI Jakarta. Thesis:
Universitas Indonesia.
Noohu,M.M., Dey, A.B., and Hussain, M.E. 2014. Relevance of Balance Measurement Tools
and Balance Training for Fall Prevention in Older Adults. Journal of Clinical
Gerontology & Geriatrics, 5(2): 31-35.
NotoatmodjoS.Kesehatanmasyarakat,2007,IlmudanSeni.Jakarta:PTRinekaCipta;Jakarta.
Nugroho, W. 2014. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi ke-3. Jakarta:EGC.
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pratiwi Wiwik Chitra, Muniroh Munawar. 2018. Peningkatan Keseimbangan Tubuh Melalui
Berjalan Di Atas Versa Disc Pada Anak Kelompok B Paud Taman Belia Candi
Semarang. Jurnal Penelitian Paudia. Vol 1 (2). Hal: 40-62.
Pradana, A. 2014. Perbedaan Latihan Wooble Board dan Latihan Core Stability terhadap
Peningkatan Keseimbangan pada Mahasiswa Esa Unggul. Jurnal Fisioterapi, 14(2):
57-68.
Pudjiastuti, S.S. dan Utomo, B. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC.

22
Saputri Windi Asmi, Induniasih, Jenita DT Donsu. 2018. Peneraan Balance Exercise Pada
Lansia Dengan Gangguan Keseimbangan Tubuh Di Bpstw Abiyoso. Skripsi:
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Sherwood, L. 2013. Fisiologi Manusia.. Jakarta: EGC.
Valentin, L. 2016. Perbedaan Pemberian Latihan Jalan Tandem dengan Latihan One Legged
Stance untuk Meningkatkan Keseimbangan Dinamis Pada Lansia di Banjar Muncan
Desa Kapal Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Skripsi tidak diterbitkan.
Denpasar: Universitas Udayana.
Vafaeenasab, Mohammad Reza Vafaeenasab, Athareh Amiri, Mohammad Ali
Morowatisharifabad, Seyedeh Mahdieh Namayande, Hossein Abbaszade Tehrani.
2018. Comparative Study of Balance Exercises (Frenkel) and Aerobic Exercises
(Walking) on Improving Balance in the Elderly. Elderly Health Journal. Vol: 4(2).
Hal: 43-48. Shahid Sadoughi University of Medical Sciences
Wong, D. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (6th ed.). Jakarta: EGC.
Yeole, U. L., Raut Rutuja Vikas. 2018. Effect of Proprioceptive Exercise Program versus
VestibularRehabilitationTherapyonRiskofFallinElderly.InternationalJournalof
Science and Healthcare Research. Vol.3. Issue: 4. Hal:117-122.
Yuliana S. 2014. Pelatihan Kombinasi Core Stability Exercise Dan Ankle Strategy Exercise
Tidak Lebih Meningkatkan Dari Core StabilityExercise Untuk Keseimbangan Statis
Pada Mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Tesis: Universitas
‘AisyiyahYogyakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai