Anda di halaman 1dari 159

ANALISIS RISIKO KEBAKARAN DITINJAU DARI SISTEM PROTEKSI

KEBAKARAN DI PT. PLN (PERSERO) WILAYAH RIAU DAN


KEPULAUAN RIAU AREA PEKANBARU
TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh :
ANNA MARIA
NIM. 141000568

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISIS RISIKO KEBAKARAN DITINJAU DARI SISTEM PROTEKSI
KEBAKARAN DI PT. PLN (PERSERO) WILAYAH RIAU DAN
KEPULAUAN RIAU AREA PEKANBARU
TAHUN 2018

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :
ANNA MARIA
NIM. 141000568

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis

Risiko Kebakaran Ditinjau dari Sistem Proteksi Kebakaran di PT. PLN

(Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru Tahun 2018”

ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak

melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan

etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini,

saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila

kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya

saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juni 2018

Yang Membuat Pernyataan,

Anna Maria

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Tindakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran mutlak


membutuhkan sistem proteksi kebakaran, mengingat sifat kebakaran yang terjadi
tanpa diduga dan berlangsung sangat cepat. Kejadian kebakaran yang pernah
terjadi di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru
berasal dari pembakaran sampah yang berada tidak jauh dari gudang belakang, api
merambat ke gudang yang menyebabkan sebagian material dilalap api dan
kebakaran lainnya diakibatkan oleh puntung rokok.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko kebakaran ditinjau dari
sistem proteksi kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan
Riau Area Pekanbaru. Data untuk penelitian kualitatif ini diperoleh dengan
melakukan observasi, wawancara mendalam dan telaah dokumen untuk
mengetahui kesesuaian sistem proteksi kebakaran dengan standar yang berlaku di
Indonesia. Metode kualitatif juga digunakan sebagai teknik untuk menganalisis
risiko kebakaran dengan menggunakan matriks risiko dari AS/NZS 4360:2004.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian keseluruhan
sistem proteksi kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan
Riau Area Pekanbaru dengan 40 elemen persyaratan berdasarkan PerMen PU No.
26/PRT/M/2008 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah sebanyak 34
elemen (85%) sesuai dan 6 elemen (15%) tidak sesuai dengan persyaratan.
Disimpulkan bahwa tingkat risiko meluasnya kebakaran yang disebabkan oleh
ketidaksesuaian sistem proteksi kebakaran masuk ke dalam kategori Moderate
Risk (Risiko Sedang). Pengendalian risiko yang dapat dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan (likelihood) dan keparahan/konsekuensi
(severity/consequences) adalah dengan substitusi dan pengendalian teknis.

Kata kunci : Analisis Risiko, Kebakaran, Sistem Proteksi Kebakaran

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

Fire prevention measures and countermeasures absolutely require fire


protection systems, given the nature of fire that occur unexpectedly and happen
very quickly. Fire accident that ever happened in PT. PLN (Persero) Wilayah
Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru comes from the burning of garbage
not far from the back warehouse, the fire propagates into the warehouse causing
some materials to be engulfed in fire and another accident is caused by a
cigarette butt.
The aim of this study is to analyze the fire risks in term of fire protection
systems in PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area
Pekanbaru. Data for this qualitative research were obtained from observation, in-
depth interview and documents review to find out the conformity of fire protection
systems compared to the prevailing standard in Indonesia. The qualitative method
is also used as a technique for analyzing fire risks by using risk matrix from
AS/NZS 4360:2004.
The result of this study indicates that the overall conformance level of fire
protection systems in PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area
Pekanbaru with 40 elements of requirements based on PerMen PU No.
26/PRT/M/2008 and Indonesian National Standard (SNI) is 34 elements (85%)
are in accordance and 6 elements (15%) are not in accordance with the
requirements. It was concluded that the level of wide-spread fire risk caused by
non-conformity of the fire protection systems is categorized as Moderate Risk.
Risk control that can be done to reduce likelihood and severity/consequences are
by substitution and engineering control.

Keywords : Fire, Fire Protection System, Risk Analysis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Risiko Kebakaran Ditinjau dari Sistem Proteksi Kebakaran Di PT.

PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru Tahun

2018” ini tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja.

Penulis menyadari bahwa dalam proses untuk menyelesaikan skripsi ini

tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk

itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes., selaku Kepala Departemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Ir. Kalsum, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

5. Umi Salmah, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan

masukan untuk skripsi ini.

6. Isyatun Mardhiyah Syahri, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen Penguji II yang

telah memberikan masukan untuk skripsi ini.

7. dr. Rahayu Lubis, M.Kes., Ph.D., selaku Dosen Penasehat Akademik yang

telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama kuliah di

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Kemas Abdul Gaffur, selaku Manajer PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan

Kepulauan Riau Area Pekabaru yang telah memberikan izin penelitian di

perusahaan terkait.

9. Sudartono, selaku Supervisor Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan

sekaligus Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT.

PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru yang telah

memberikan informasi dan data terkait dengan penelitian dan bimbingan di

lokasi penelitian.

10. Fri Helmi, selaku staf Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan

sekaligus anggota Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT.

PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru yang telah

memberikan informasi dan data terkait dengan penelitian.

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11. Komang Sudarsana, selaku Supervisor Administrasi Umum di PT. PLN

(Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru yang telah

memberikan informasi dan data terkait dengan penelitian.

12. Chandra Wicaksono, selaku Assistant Analyst Kinerja di PT. PLN (Persero)

Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru yang telah memberikan

informasi dan data terkait dengan penelitian.

13. Pebrianto Panggabean, selaku Staf Administrasi Umum (Sekretariat) di PT.

PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru yang telah

mengurus surat izin survei pendahuluan dan penelitian.

14. Sony Saputra, selaku pegawai departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

yang telah membantu dalam urusan administrasi skripsi, memberikan

dukungan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

15. Terkhusus untuk kedua orang tua saya, mama yang terkasih Yanti dan papa

yang terkasih Phan Tje Min dan adik saya yang tersayang Phan Cia Sen yang

selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan motivasi dalam proses

mengerjakan skripsi ini.

16. Segenap keluarga tercinta, terkhusus Aling, Lily, Phan Ce Cen dan Iwan Phan

yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan motivasi dalam proses

mengerjakan skripsi ini.

17. Tiur Maria Simarmata sebagai sahabat yang selalu memberikan dukungan,

semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

18. Sherlina Estefania sebagai sahabat yang selalu memberikan dukungan dan

semangat kepada penulis dalam proses penelitian untuk skripsi ini.

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19. Robertus Richo Esdras Barus yang selalu memberikan dukungan dan

semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

20. Teman-teman stambuk 2014 dan para senior dari departemen K3 yang telah

memberikan bantuan dan masukan, serta bersama-sama berjuang untuk

menyelesaikan skripsi agar lulus tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca

untuk perbaikan skripsi ini agar kedepannya menjadi lebih baik lagi. Penulis

berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu

pengetahuan, bagi kita semua dan dapat menjadi referensi untuk penelitian

selanjutnya.

Medan, Juni 2018

Anna Maria

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .........................................ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
ABSTRAK .............................................................................................................iv
ABSTRACT ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ...........................................................................................vi
DAFTAR ISI........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xvi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................xvii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8

2.1 Konsep Kebakaran ............................................................................................. 8


2.1.1 Pengertian Kebakaran ............................................................................... 8
2.1.2 Teori Api ................................................................................................... 9
2.1.3 Sumber Penyalaan ................................................................................... 13
2.1.4 Proses Terjadinya Penyalaan .................................................................. 14
2.1.5 Proses Penjalaran Api ............................................................................. 16
2.1.6 Proses Pengembangan Kebakaran .......................................................... 17
2.1.7 Penyebab Kebakaran ............................................................................... 18
2.1.8 Klasifikasi Kebakaran ............................................................................. 18
2.1.9 Bahaya Kebakaran .................................................................................. 22
2.2 Pemadaman Kebakaran .................................................................................... 24
2.2.1 Konsep Pemadaman Kebakaran.............................................................. 24
2.2.2 Media Pemadaman Kebakaran................................................................ 26
2.3 Bangunan Gedung ............................................................................................ 32
2.3.1 Pengertian Bangunan Gedung ................................................................. 32
2.3.2 Kelas Bangunan Gedung ......................................................................... 33
2.4 Sistem Proteksi Kebakaran .............................................................................. 37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.5 Sistem Proteksi Kebakaran Pasif ..................................................................... 38
2.5.1 Bahan Bangunan Gedung ....................................................................... 38
2.5.2 Konstruksi Bangunan Gedung ................................................................ 39
2.5.3 Kompartemensi dan Pemisahan .............................................................. 40
2.5.4 Perlindungan pada Bukaan...................................................................... 40
2.6 Sistem Proteksi Kebakaran Aktif ..................................................................... 41
2.6.1 Detektor Kebakaran ................................................................................ 41
2.6.2 Alarm Kebakaran .................................................................................... 42
2.6.3 Pompa Pemadaman Kebakaran............................................................... 44
2.6.4 Hidran Pemadaman Kebakaran............................................................... 44
2.6.5 Alat Pemadam Api Ringan (APAR) ....................................................... 46
2.7 Analisis Risiko ................................................................................................. 48
2.8 Evaluasi Risiko ................................................................................................ 50
2.9 Pengendalian Risiko......................................................................................... 51
2.10 Kerangka Pikir ............................................................................................... 52

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 54

3.1 Jenis Penelitian................................................................................................. 54


3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 54
3.2.1 Lokasi Penelitian ..................................................................................... 54
3.2.2 Waktu Penelitian ..................................................................................... 54
3.3 Objek Penelitian ............................................................................................... 55
3.4 Informan Penelitian .......................................................................................... 55
3.5 Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 56
3.5.1 Data Primer ............................................................................................. 56
3.5.2 Data Sekunder ......................................................................................... 56
3.6 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 56
3.7 Variabel dan Definisi Istilah ............................................................................ 57
3.8 Metode Analisis Data ....................................................................................... 58
3.9 Uji Keabsahan Data ......................................................................................... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................... 64

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................................. 64


4.2 Kelas Bangunan Gedung.................................................................................. 68
4.3 Sistem Proteksi Kebakaran Pasif ..................................................................... 68
4.4 Sistem Proteksi Kebakaran Aktif ..................................................................... 70
4.4.1 Detektor Kebakaran ................................................................................ 70
4.4.2 Alarm Kebakaran .................................................................................... 72
4.4.3 Pompa Pemadam Kebakaran .................................................................. 74
4.4.4 Hidran Pemadam Kebakaran .................................................................. 77
4.4.5 Alat Pemadam Api Ringan ..................................................................... 79
4.5 Tingkat Kesesuaian Sistem Pemadam Kebakaran ........................................... 85

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V PEMBAHASAN ...................................................................................... 87

5.1 Sistem Proteksi Kebakaran Pasif ..................................................................... 87


5.2 Sistem Proteksi Kebakaran Aktif ..................................................................... 90
5.2.1 Detektor Kebakaran ................................................................................ 90
5.2.2 Alarm Kebakaran .................................................................................... 91
5.2.3 Pompa Pemadam Kebakaran .................................................................. 92
5.2.4 Hidran Pemadam Kebakaran .................................................................. 95
5.2.5 Alat Pemadam Api Ringan ..................................................................... 96
5.3 Analisis Risiko Kebakaran ............................................................................... 99
5.4 Evaluasi Risiko .............................................................................................. 102
5.5 Pengendalian Risiko....................................................................................... 102

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 105

5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 105


5.2 Saran .............................................................................................................. 106

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 107


LAMPIRAN ........................................................................................................ 110

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sumber Panas ........................................................................................ 13

Tabel 2.2 Klasifikasi Kebakaran dan Media Pemadaman ..................................... 19

Tabel 2.3 Daftar Jenis Tempat Kerja Berdasarkan Klasifikasi Potensi Bahaya
Kebakaran ............................................................................................. 20

Tabel 2.4 Efek Kebakaran ..................................................................................... 23

Tabel 2.5 Efek Gas CO ......................................................................................... 23

Tabel 2.6 Skala Kemungkinan (Likelihood) ......................................................... 49

Tabel 2.7 Skala Keparahan/Konsekuensi (Severity/Consequences) ..................... 49

Tabel 2.8 Matriks Risiko (Risk Matrix) ................................................................ 50

Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Istilah ................................................................. 57

Tabel 4.1 Kesesuaian Sistem Proteksi Kebakaran Pasif di PT. PLN (Persero)
Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI
03-1736-2000 ........................................................................................ 68

Tabel 4.2 Spesifikasi Detektor Kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau
dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru ................................................... 70

Tabel 4.3 Kesesuaian Detektor Kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau
dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI 03-3985-2000 ........ 71

Tabel 4.4 Spesifikasi Sistem Alarm Kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah
Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru ........................................... 73

Tabel 4.5 Kesesuaian Alarm Kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan
Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI 03-3985-2000 .............. 73

Tabel 4.6 Spesifikasi Pompa Pemadam Kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah
Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru ............................................ 75

Tabel 4.7 Kesesuaian Pompa Pemadam Kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah
Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI 03-6570-2001
dan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008 .................................................... 75

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.8 Spesifikasi Hidran Pemadam Kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah
Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru ........................................... 78

Tabel 4.9 Kesesuaian Hidran Pemadam Kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah
Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI 03-1745-2000
dan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008 ................................................... 78

Tabel 4.10 Spesifikasi Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di PT. PLN (Persero)
Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru .......................... 80

Tabel 4.11 Kesesuaian Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di PT. PLN (Persero)
Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan PerMen
PU No. 26/PRT/M/2008 ..................................................................... 82

Tabel 4.12 Tingkat Kesesuaian Sistem Proteksi Kebakaran di PT. PLN (Persero)
Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru .......................... 85

Tabel 5.1 Skala Kemungkinan (Likelihood) ......................................................... 99

Tabel 5.2 Skala Keparahan/Konsekuensi (Severity/Consequences) ................... 100

Tabel 5.3 Data Kebakaran Bangunan dan Perkiraan Kerugian di Pekanbaru Tahun
2015 – 2017......................................................................................... 100

Tabel 5.4 Matriks Risiko (Risk Matrix) .............................................................. 101

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Segitiga Api ...................................................................................... 10

Gambar 2.2 Tetrahedron Kebakaran .................................................................... 11

Gambar 2.3 Daur Hidup Kebakaran ..................................................................... 12

Gambar 2.4 Batas Nyala Bahan dengan Udara .................................................... 15

Gambar 2.5 Kerangka Pikir .................................................................................. 53

Gambar 2.6 Struktur Organisasi Unit Pelaksana PT. PLN (Persero) Wilayah Riau
dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru .............................................. 67

xv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Observasi .......................................................................... 110

Lampiran 2. Pedoman Wawancara..................................................................... 118

Lampiran 3. Dokumentasi Survei Pendahuluan ................................................. 121

Lampiran 4. Surat Izin Survei Pendahuluan ...................................................... 123

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian....................................................................... 124

Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian .............................................. 125

Lampiran 7. Pernyataan Pelaksanaan Member Check ....................................... 126

Lampiran 8. Kartu Inspeksi Hidran dan Pompa Pemadam Kebakaran .............. 127

Lampiran 9. Laporan Kondisi Alat Pemadam Api Ringan (APAR) .................. 128

Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian ............................................................... 129

xvi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Anna Maria, lahir pada tanggal 2 Mei 1996 di Pekanbaru,

Riau. Penulis beragama Buddha, etnis Tionghoa dan bertempat tinggal di

Pekanbaru, Riau. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara pasangan

Ayahanda Phan Tje Min dan Ibunda Yanti.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak di

TK Santa Maria, Pekanbaru pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2002, penulis

melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Santa Maria, Pekanbaru pada tahun

2002 dan selesai pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan Sekolah

Menengah Pertama di SMP Kristen Kalam Kudus, Pekanbaru pada tahun 2008

dan selesai pada tahun 2011, dan kemudian penulis melanjutkan pendidikan

Sekolah Menengah Atas di SMA Witama Nasional Plus, Pekanbaru pada tahun

2011 dan selesai pada tahun 2014. Penulis melanjutkan Pendidikan S-1 di

Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat pada tahun 2014 dan selesai pada tahun 2018.

xvii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebakaran terjadi tidak mengenal tempat dan waktu, dapat terjadi di mana

saja dan kapan saja. Di mana pun terjadi, kebakaran selalu menyisakan kerusakan

dan kerugian (Napitupulu dan Tampubolon, 2015). Berdasarkan data dari Badan

Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran (BPBD – Damkar)

Kota Pekanbaru, tercatat bahwa selama tahun 2017 terjadi 117 kebakaran

bangunan di kota Pekanbaru dengan perkiraan jumlah kerugian mencapai Rp

11.661.050.000 dan total luas bangunan yang terbakar sekitar ± 33.738 m2.

Kebakaran yang terjadi di kawasan permukiman biasanya bersumber dari

ledakan kompor atau hubungan arus pendek listrik. Kebakaran pada permukiman

padat bangunan sering kali tidak hanya menghanguskan 1 atau 2 rumah,

melainkan meluas ke puluhan bahkan ratusan rumah apabila tidak segera

dilakukan upaya pemadaman kebakaran. Terlepas dari jumlah rumah yang dilanda

kebakaran, pemilik hunian atau rumah yang terbakar akan mengalami duka dan

derita yang disebabkan oleh musnahnya harta benda dan bahkan korban jiwa

(Napitupulu dan Tampubolon, 2015).

Kebakaran pun dapat terjadi di tempat kerja. Dampak yang ditimbulkan

akibat kebakaran di tempat kerja pun bisa lebih luas, mencakup kerugian materiil,

stagnasi kegiatan usaha, hilangnya lapangan kerja, kerusakan lingkungan dan

jatuhnya korban jiwa, terlebih lagi apabila tempat kerja tersebut berada di

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

kawasan padat bangunan dan penduduk, kebakaran dapat merambat ke

permukiman penduduk dan menyebabkan kerusakan dan kerugian yang lebih

besar (Napitupulu dan Tampubolon, 2015).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk

Indonesia mencapai 258,7 juta jiwa pada pertengahan tahun (Juni) 2016 dan di

sejumlah kawasan, khususnya di perkotaan, merupakan kawasan dengan tingkat

bangunan dan hunian yang padat. Kawasan padat bangunan dan penduduk

memiliki risiko yang tinggi terhadap bahaya kebakaran (Napitupulu dan

Tampubolon, 2015).

Gejala umum di seluruh dunia bahwa kawasan perkotaan semakin padat

penghuni dan bangunan dari waktu ke waktu. Fenomena ini pun berlaku di

Indonesia (Napitupulu dan Tampubolon, 2015). Di tahun 2000, persentase

penduduk di kawasan perkotaan mencapai 42% dari total penduduk Indonesia dan

di tahun 2010 meningkat menjadi 49,79% (Badan Pusat Statistik, 2011).

Akibat dari bertambahnya penduduk, lokasi-lokasi permukiman di

kawasan perkotaan menjadi sangat padat. Hampir tidak ada jarak antara satu

hunian dengan hunian yang lain. Tidak hanya semakin padat huni, kawasan

perkotaan juga ditandai dengan intensitas aktivitas penduduk yang hampir tanpa

henti sepanjang hari. Keadaan ini menempatkan kawasan perkotaan berada dalam

risiko bencana kebakaran yang tidak hanya memiliki probabilitas yang terus

meningkat, tetapi juga dapat meningkatkan angka kerusakan dan kerugian apabila

terjadi kebakaran. Meskipun demikian, masih terdapat kecenderungan bahwa

bahaya dan risiko kebakaran sering diabaikan oleh kebanyakan penduduk yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

bermukim pada kawasan padat penduduk dan padat bangunan (Napitupulu dan

Tampubolon, 2015).

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970

tentang Keselamatan Kerja dalam Bab III tentang Syarat-Syarat Keselamatan

Kerja, salah satu persyaratan keselamatan kerja adalah mencegah, mengurangi dan

memadamkan kebakaran. Upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran di

kawasan padat huni, lokasi perkantoran dan niaga selayaknya ditempatkan sebagai

prioritas yang harus dikedepankan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan

risiko kebakaran. Membangun dan menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap

perilaku yang waspada dan sigap terhadap risiko kebakaran merupakan langkah

penting dalam memproteksi dan mengantisipasi terjadinya kebakaran (Napitupulu

dan Tampubolon, 2015).

Mengingat sifat kejadian kebakaran yang terjadi tanpa diduga dan

berlangsung sangat cepat, tindakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran

mutlak membutuhkan sistem proteksi kebakaran (Napitupulu dan Tampubolon,

2015). Demi terselenggaranya fungsi bangunan gedung dan lingkungan yang

aman bagi manusia dan harta benda, khususnya dari bahaya kebakaran sehingga

tidak mengakibatkan terjadinya gangguan kesejahteraan sosial, pemerintah

mengeluarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008

tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

dan Lingkungan. Peraturan Menteri ini juga menyatakan bahwa keselamatan

masyarakat yang berada di dalam bangunan dan lingkungannya harus menjadi

pertimbangan utama khususnya terhadap bahaya kebakaran agar dapat melakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

kegiatan, dan meningkatkan produktivitasnya, serta meningkatkan kualitas

hidupnya.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di PT. PLN (Persero)

Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru pada 27 Agustus 2017 dan 8

Januari 2018, diketahui bahwa terdapat beberapa hal yang berpotensi

mengakibatkan kebakaran, seperti masih adanya penggunaan stop kontak yang

memiliki kabel listrik sambungan berpenampang kawat kecil lalu dihubungkan lagi

dengan stop kontak lainnya yang dapat menyebabkan hubungan arus pendek dan

percikan bunga api; penggunaan generator set berbahan bakar solar sebagai tenaga

listrik cadangan; perilaku merokok buruh bongkar muat material di gudang

belakang yang memiliki tumpukan peti kayu dan haspel kayu untuk gulungan kabel

listrik; penggunaan daya listrik yang besar; serta material bangunan dengan

campuran bahan tidak mudah terbakar dengan bahan mudah terbakar. PT. PLN

(Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru terletak di kawasan

perkotaan yang padat permukiman dan penduduk karena sekelilingnya terdapat

ruko-ruko yang letaknya berdempetan satu dengan lainnya.

Sistem proteksi kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan

Kepulauan Riau Area Pekanbaru pada saat survei pendahuluan masih belum

menyeluruh, yaitu tidak dipasangnya detektor dan alarm kebakaran di beberapa

bagian gedung, seperti gudang indoor dan gudang belakang, penutup bukaan bagian

belakang gedung utama tidak dilindungi bahan tahan api.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Iswara (2011) yang meneliti

kesesuaian sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, sarana penyelamatan jiwa,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

akses pemadam kebakaran, serta manajemen keselamatan dan kebakaran gedung di

Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre dengan standar menunjukkan bahwa

dari 50 (100%) elemen yang diteliti, sebanyak 41 (82%) elemen sudah sesuai

dengan standar dan 9 (12%) elemen tidak sesuai dengan standar, serta hasil analisis

risiko meluasnya kebakaran yang disebabkan oleh ketidaksesuaian sistem proteksi

kebakaran masuk dalam kategori risiko tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Ummah (2016) di PT. PLN (Persero) Area Pengatur Distribusi Jawa Tengah dan

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sistem peringatan bahaya hanya terdapat di

gedung utama, tidak terdapat sistem proteksi pasif, tidak terdapat springkler dan

pompa pemadam kebakaran, detektor dan alarm kebakaran hanya terdapat di

gedung utama, APAR pada 2 gedung masuk ke dalam kategori cukup dan pada 2

gedung lainnya masuk ke dalam kategori kurang.

Kejadian kebakaran yang pernah terjadi di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau

dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru adalah pada tanggal 3 November 2013, api

berasal dari pembakaran sampah oleh warga yang berada tidak jauh dari gudang

milik PLN dan api merambat ke gudang karena tertiup angin dan melalap sebagian

material milik PLN. Untungnya, api berhasil dipadamkan oleh tim dari Dinas

Pemadaman Kebakaran Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru sebelum merambat ke

bangunan lainnya yang berada saling berdekatan (ANTARANews.com.) dan

berdasarkan informasi dari pegawai, kebakaran juga pernah terjadi di rumah dinas

yang berada di lingkungan PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau

Area Pekanbaru yang diakibatkan oleh puntung rokok yang dibuang oleh pegawai

secara tidak sengaja mengenai kasur dan membakar perabotan yang ada di dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

rumah dinas itu. Tetapi, PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area

Pekanbaru tidak memiliki laporan resmi mengenai kedua kasus kebakaran ini.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat risiko kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau

dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru jika ditinjau dari tingkat kesesuaian sistem

proteksi kebakarannya dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

26/PRT/M/2008 dan Standar Nasional Indonesia (SNI)?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis risiko kebakaran

ditinjau dari sistem proteksi kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan

Kepulauan Riau Area Pekanbaru.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat kesesuaian sistem proteksi kebakaran pasif di PT. PLN

(Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang

Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan dan Standar Nasional Indonesia (SNI).

2. Mengetahui tingkat kesesuaian sistem proteksi kebakaran aktif di PT. PLN

(Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang

Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan dan Standar Nasional Indonesia (SNI).

3. Mengetahui tingkat risiko kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan

Kepulauan Riau Area Pekanbaru.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi mengenai tingkat kesesuaian sistem proteksi kebakaran

pasif dan aktif di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area

Pekanbaru.

2. Sebagai informasi mengenai tingkat risiko kebakaran di PT. PLN (Persero)

Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru.

3. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak terkait untuk

memperbaiki sistem proteksi kebakaran pasif dan aktif yang belum sesuai

dengan peraturan dan standar yang telah ditentukan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kebakaran

2.1.1 Pengertian Kebakaran

Keberadaan api dapat dikategorikan sebagai kebakaran apabila berlangsung

atau terjadi pada situasi, waktu dan lokasi yang tidak dikehendaki (unintended).

Karena berlangsung pada situasi, waktu dan lokasi yang tidak dikehendaki, api

menjadi liar dan tidak terkendali (uncontrollable), serta sulit diatasi. Api liar yang

sangat besar dan tidak terkendali pada akhirnya membawa akibat yang

menimbulkan kerugian atau kerusakan (damageable). Dalam konteks ini, kebakaran

secara sederhana dapat didefinisikan sebagai peristiwa berlangsungnya nyala api

baik kecil maupun besar pada situasi, waktu dan lokasi yang tidak dikehendaki

(unintended), bersifat sukar dikendalikan (uncontrollable) dan menimbulkan

kerugian atau kerusakan (damageable) (Napitupulu dan Tampubolon, 2015).

Beberapa pengertian kebakaran telah dirumuskan untuk mendefinisikan

kebakaran, yaitu (Napitupulu dan Tampubolon, 2015) :

1. Kebakaran adalah suatu reaksi eksotermis yang berlangsung dengan cepat dari

suatu bahan bakar yang disertai dengan timbulnya api atau penyalaan

(Kementerian Tenaga Kerja).

2. Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial

dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga

penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan (SNI 03-1736-2000).

8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9

3. Kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi bertemunya 3 unsur (bahan bakar,

oksigen dan panas) yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau

cedera, bahkan sampai kematian (National Fire Protection Association).

2.1.2 Teori Api

1. Teori Segitiga Api

Proses terbentuknya api memerlukan keberadaan 3 elemen pokok pada

kesetimbangan tertentu, teori ini dikenal sebagai teori segitiga api (triangle of

fire). Tiga elemen tersebut meliputi (Napitupulu dan Tampubolon, 2015) :

a. Oksigen, dibutuhkan paling sedikit sekitar 16% volume oksigen di udara

agar dapat terjadi pembakaran (pada atmosfer udara normal mengandung

21% volume oksigen).

b. Panas (Heat), adalah suatu bentuk energi yang dibutukan untuk

meningkatkan temperatur suatu benda atau bahan bakar sampai ke titik

dimana dapat terjadi penyalaan. Sumber panas diperlukan untuk

mencapai suhu penyalaan, beberapa diantaranya adalah :

1) Radiasi matahari. Sinar matahari dapat menjadi sumber panas

penyebab kebakaran, jika intensitasnya cukup besar.

2) Arus listrik. Panas akibat arus listrik dapat terjadi akibat adanya

hambatan terhadap aliran arus, kelebihan beban muatan, hubungan

pendek, dan lain-lain.

3) Kerja mekanik. Panas yang dihasilkan oleh kerja mekanik biasanya

dari gesekan 2 benda atau gas yang diberi tekanan tinggi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

4) Reaksi kimia, terdapat 2 macam reaksi, yaitu endotermis dan

eksotermis. Reaksi endotermis adalah reaksi yang membutuhkan

panas untuk dapat berlangsung. Kebalikannya, reaksi eksotermis

merupakan reaksi yang menghasilkan panas, karena itu menjadi

sumber panas.

5) Reaksi nuklir, yang menghasilkan panas dapat berupa fusi atau fisi.

c. Bahan bakar (Fuel), yaitu setiap benda, bahan atau material, baik

berwujud cair, padat maupun gas, yang dapat terbakar. Panas

pendahuluan diperlukan untuk mengubah seluruh atau sebagian dari

benda padat atau cair ke bentuk gas agar dapat mendukung terjadinya

kebakaran.

Gambar 2.1 Segitiga Api

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Kebakaran dapat terjadi jika ketiga elemen api tersebut saling bereaksi antara

elemen yang satu dengan elemen lainnya. Tanpa adanya salah satu dari

elemen tersebut, api tidak dapat terbentuk (Ramli, 2010).

2. Teori Piramida Empat Bidang

Pada dasarnya, teori piramida empat bidang (tetrahedron of fire) merupakan

pengembangan lebih lanjut dari teori segitiga api. Teori ini juga dikenal

dengan sebutan teori mata rantai. Menurut teori piramida empat bidang,

selain dari 3 elemen (oksigen, panas dan bahan bakar) dalam teori segitiga

api, ditemukan bahwa dalam proses pembakaran dibutuhkan elemen

keempat, yaitu rantai reaksi kimia antara bahan bakar dengan bahan

pengoksidasi atau oksidator untuk mendukung kesinambungan proses

pembakaran. Karena tanpa adanya rantai reaksi kimia, api tidak akan dapat

menyala terus-menerus (Napitupulu dan Tampubolon, 2015).

Gambar 2.2 Tetrahedron Kebakaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

3. Teori Daur Hidup Kebakaran

Menurut teori daur hidup mengenai kebakaran (life cycle of fire),

kebakaran menyusun suatu daur hidup (siklus) dalam 6 tahap, dimana tahap

pertama hingga ketiga merupakan komponen yang ada pada teori segitiga api

(Napitupulu dan Tampubolon, 2015).

Gambar 2.3 Daur Hidup Kebakaran

Tahap pertama adalah masuknya panas (input heat). Tahap ini ditandai

dengan banyaknya pasokan panas yang masuk pada bahan bakar. Pasokan

panas ini selanjutnya menghasilkan uap dari bahan bakar dan sekaligus

berperan sebagai sumber penyalaan (ignition source). Pada titik dimana

pasokan panas yang masuk sesuai dengan temperatur bahan bakar untuk

terbakar, maka kebakaran pun berlangsung. Tahap kedua, ketersediaan bahan

bakar yang harus berada pada susunan yang sesuai untuk terbakar. Tahap ini

ditandai dengan penguapan bahan bakar. Tahap ketiga, keberadaan oksigen di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

udara yang memadai untuk memicu kebakaran. Tahap keempat, peristiwa

yang dinamakan proportioning, dapat digambarkan sebagai benturan antara

oksigen dan molekul bahan bakar dalam proporsi yang memadai untuk

menimbulkan kebakaran. Tahap kelima, terjadinya mixing dimana rasio

bahan bakar terhadap oksigen berada pada konsentrasi yang tepat sebelum

penyalaan terjadi. Tahap keenam, adalah kesinambungan penyalaan (ignition

continuity) (Napitupulu dan Tampubolon, 2015).

Dalam kebakaran, energi kimia diubah menjadi panas. Panas yang

dihasilkan ini selanjutnya dipancarkan kembali ke permukaan bahan bakar.

Pancaran panas ini pun pada gilirannya menjadi pasokan panas (input heat).

Dengan demikian, ignition continuity merupakan tahap awal pada siklus

kebakaran selanjutnya (Napitupulu dan Tampubolon, 2015).

2.1.3 Sumber Penyalaan

Api dapat terjadi jika ada sumber panas yang potensial unuk menyalakan

bahan bakar yang telah bercampur dengan oksigen. Terdapat berbagai sumber

panas yang dapat memicu terjadinya api, antara lain (Ramli, 2010) :

Tabel 2.1 Sumber Panas

Sumber Panas Contoh


Thermal (Panas) 1. Api terbuka
2. Rokok
3. Permukaan panas
4. Laser
5. Pengelasan
Chemical (Kimia) 1. Reaksi kimia
2. Incompatible chemicals
3. Penyalaan sendiri (spontaneous
combustion)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Electrical (Listrik) 1. Listrik


2. Listrik statis (elektrostatik)
3. Sambaran petir
Mechanical (Mekanik) 1. Gesekan panas (frictional
heating)
2. Bunga api mekanik, percikan
logam dan benda padat
Sumber : Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire Management) Tahun 2010

2.1.4 Proses Terjadinya Penyalaan

Berdasarkan teori api, penyalaan adalah proses reaksi kimia antara bahan

bakar dengan oksigen dan adanya sumber panas. Penyalaan dapat terjadi jika ada

3 elemen yang disebut segitiga api (triangle of fire), yaitu oksigen dari udara,

sumber panas (heat) dan bahan bakar (fuel). Proses penyalaan suatu bahan bakar

ditentukan oleh berbagai faktor, yang penting diketahui antara lain sebagai berikut

(Ramli, 2010) :

1. Titik Nyala (Flash Point)

Temperatur terendah dimana suatu bahan mengeluarkan uap yang cukup untuk

menyala sesaat jika terdapat sumber panas. Semakin rendah titik nyala, maka

bahan tersebut semakin mudah terbakar atau menyala.

2. Batas Nyala (Flammable Range)

Sering juga disebut batas ledak (Explosive Range) adalah konsentrasi atau

campuran uap bahan bakar dengan oksigen dari udara yang dapat menyala

atau meledak jika terdapat sumber panas.

Batas konsentrasi terendah dan tertinggi disebut atas nyala atau batas ledak

yang terdiri atas batas nyala atau ledak bawah (Lower Explosive Limit – LEL)

dan batas nyala atau ledak atas (Upper Explosive Limit – UEL). Batas Nyala

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

atau Ledak (Explosive Limit), yaitu batas antara LEL dan UEL dimana bahan

bakar dan oksigen berada pada batasan konsentrasi yang cukup untuk

menyala.

1) Batas Ledak Bawah (Lower Explosive Limit – LEL), yaitu batas

konsentrasi terendah uap bahan bakar dengan oksigen yang dapat menyala.

2) Batas Ledak Atas (Upper Explosive Limit – UEL), yaitu batas konsentrasi

tertinggi uap bahan bakar dengan oksigen yang dapat menyala.

Gambar 2.4 Batas Nyala Bahan dengan Udara

Suatu bahan hanya akan dapat menyala atau terbakar jika konsentrasi uap

bahan bakar dengan udara ada dalam batas LEL dan UEL.

3. Penyalaan Sendiri (Auto Ignition)

Pada temperatur tertentu, bahan bakar atau bahan kimia bisa terbakar dengan

sendirinya tanpa adanya sumber api (source of ignition).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

2.1.5 Proses Penjalaran Api

Menurut Ramli (2010), kebakaran biasanya dimulai dari api yang kecil,

kemudian membesar dan menjalar ke daerah sekitarnya. Penjalaran api dapat

melalui 3 cara, yaitu :

1. Konveksi

Penjalaran api melalui benda padat, misalnya merambat melalui besi, beton,

kayu atau dinding. Jika terjadi kebakaran di suatu ruangan, misalnya kamar

hotel atau kantor, maka panas dapat merambat melalui dinding sehingga

ruangan di sebelah akan mengalami pemanasan dan api dapat merambat

dengan mudah.

2. Konduksi

Api juga dapat menjalar melalui fluida, misalnya air, udara atau bahan cair

lainnya. Suatu ruangan yang terbakar dapat menyebarkan panas melalui

hembusan angin yang membawa udara panas ke daerah sekitarnya.

3. Radiasi

Penjalaran panas lainnya adalah melalui proses radiasi, yaitu pancaran cahaya

atau gelombang elektromagnetik yang dikeluarkan oleh nyala api. Dalam

proses radiasi ini terjadi proses perpindahan panas (heat transfer) dari sumber

panas ke objek penerimanya. Faktor inilah yang sering menjadi penyebab

penjalaran api dari suatu bangunan ke bangunan di sebelahnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

2.1.6 Proses Pengembangan Kebakaran

Kebakaran tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui tahapan atau tingkat

pengembangan api. Setiap kebakaran selalu dimulai dengan adanya percikan api

atau penyalaan. Api dapat membesar dengan cepat atau secara perlahan-lahan

tergantung situasi dan kondisi yang mendukung, seperti jenis bahan yang terbakar,

suplai oksigen yang cukup dan panas yang tinggi. Fase ini disebut pertumbuhan

api (growth stage) (Ramli, 2010).

Api dengan waktu yang singkat dapat berkobar besar, tetapi dapat juga

berkembang perlahan 1 sampai 10 menit. Pada saat ini, api menuju tahap

sempurna dengan temperatur mencapai 1000°F (537°C). Selanjutnya jika kondisi

mendukung, maka api akan berkembang menuju puncaknya. Semua bahan bakar

yang ada akan dilahap dan kobaran api akan membumbung tinggi (Ramli, 2010).

Penjalaran api karena konveksi ibarat efek domino yang membakar semua

bahan yang ada dengan cepat. Terjadi sambaran-sambaran atau penyalaan (flash

over) dan temperatur mencapai puncaknya, sekitar 700 – 1.000°C (Ramli, 2010).

Setelah mencapai puncaknya dan bahan bakar mulai menipis, api akan

menurun intensitasnya yang disebut fase pelapukan api (decay). Api mulai

membentuk bara-bara jika api terjadi di dalam ruangan. Produksi asap semakin

meningkat karena kebakaran tidak lagi sempurna (Ramli, 2010).

Temperatur kebakaran mulai menurun. Jika kebakaran terjadi di dalam

ruangan, maka ruangan akan mulai dipenuhi oleh gas-gas hasil kebakaran yang

siap meledak atau tersambar ulang yang disebut back draft. Terjadi letupan-

letupan kecil di beberapa tempat. Udara panas di dalam juga mendorong aliran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

oksigen masuk ke daerah kebakaran karena tekanan udara di dalam lebih rendah

disbanding tekanan udara di luar. Namun, secara perlahan dan pasti, api akan

berhenti total setelah semua bahan yang terbakar musnah. Tahapan kebakaran ini

perlu mendapat perhatian dalam merancang sistem proteksi kebakaran dan dalam

melakukan pemadaman kebakaran (Ramli, 2010).

2.1.7 Penyebab Kebakaran

Kebakaran disebabkan oleh berbagai faktor, namun secara umum dapat

dikelompokkan sebagai berikut (Ramli, 2010) :

1. Faktor Manusia

Sebagian kebakaran disebabkan oleh faktor manusia yang kurang peduli

terhadap keselamatan dan bahaya kebakaran.

2. Faktor Teknis

Kebakaran juga dapat disebabkan oleh faktor teknis, khususnya kondisi tidak

aman dan membahayakan.

2.1.8 Klasifikasi Kebakaran

Klasifikasi terhadap kebakaran mengacu pada sumber api yang memicu

terjadinya kebakaran. Klasifikasi ini berguna untuk memilih dan menentukan

media pemadaman yang efektif dan aman (Napitupulu dan Tampubolon, 2015).

Regulasi klasifikasi kebakaran di Indonesia dinyatakan melalui Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 04/MEN/1980 tentang Syarat-

Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan. Regulasi ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

diadopsi dari National Fire Protection Association (NPFA), Amerika Serikat

(Napitupulu dan Tampubolon, 2015).

Berikut ini adalah klasifikasi kebakaran dan media pemadamannya :

Tabel 2.2 Klasifikasi Kebakaran dan Media Pemadaman

Kelas Sumber Api Pemadaman


Kebakaran atau api terjadi pada Air, uap air, pasir,
bahan bakar padat bukan busa, CO2, serbuk
logam, seperti kayu, kain, kimia kering,
kertas, kapuk, karet, plastik, dll. cairan kimia.

Kebakaran atau api terjadi pada CO2, serbuk


bahan bakar cair atau gas kimia kering,
mudah terbakar, seperti bensin, busa.
minyak tanah, solar dan avtur.

Kebakaran atau api yang terjadi CO2, serbuk


karena kegagalan fungsi kimia kering, uap
peralatan listrik. air.

Kebakaran atau api terjadi pada Serbuk kimia


bahan bakar logam atau metal, NaCl, grafit.
seperti magnesium, kalium,
aluminium, dll.

Dalam perkembangannya, NFPA menambahkan 2 klasifikasi kebakaran

lain, yaitu kelas E dan kelas K. Kebakaran kelas E adalah kebakaran yang apinya

berasal dari bahan-bahan radioaktif. Kebakaran jenis ini sangat berbahaya dan

sejauh ini belum dapat diketahui secara spesifik media pemadamannya. Sementara

itu, kebakaran kelas K merupakan kebakaran yang terjadi pada bahan masakan,

seperti lemak dan minyak masakan. Media pemadaman kebakaran kelas K berupa

cairan kimia dan CO2 (Napitupulu dan Tampubolon, 2015).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

Klasifikasi kebakaran tidak hanya berkorelasi dengan cara dan media

pemadaman, tetapi juga berpengaruh terhadap bahaya yang diakibatkan.

Sebagaimana kebakaran, tingkat potensi bahaya kebakaran juga diklasifikasikan

dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. KEP.

186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.

Tabel 2.3 Daftar Jenis Tempat Kerja Berdasarkan Klasifikasi Potensi


Bahaya Kebakaran

KLASIFIKASI JENIS TEMPAT KERJA


Bahaya Kebakaran Ringan 1. Tempat ibadah
Tempat kerja yang mempunyai jumlah 2. Gedung/ruang Perkantoran
dan kemudahan terbakar rendah dan 3. Gedung/ruang Pendidikan
apabila terjadi kebakaran, melepaskan 4. Gedung/ruang Perumahan
panas rendah sehingga menjalarnya api 5. Gedung/ruang Perawatan
lambat. 6. Gedung/ruang Restorant
7. Gedung/ruang Perpustakaan
8. Gedung/ruang Perhotelan
9. Gedung/ruang Lembaga
10. Gedung/ruang Rumah Sakit
11. Gedung/ruang Museum
12. Gedung/ruang Penjara
Bahaya Kebakaran Sedang 1 1. Tempat Parkir
Tempat kerja yang mempunyai jumlah 2. Pabrik Elektronika
dan kemudahan terbakar sedang, 3. Pabrik Roti
menimbun bahan dengan tinggi tidak 4. Pabrik barang gelas
lebih dari 2,5 meter dan apabila terjadi 5. Pabrik minuman
kebakaran, melepaskan panas sedang 6. Pabrik permata
sehingga menjalarnya api sedang. 7. Pabrik pengalengan
8. Binatu
9. Pabrik susu
Bahaya Kebakaran Sedang 2 1. Penggilingan padi
Tempat kerja yang mempunyai jumlah 2. Pabrik bahan makanan
dan kemudahan terbakar sedang, 3. Percetakan dan penerbitan
menimbun bahan dengan tinggi lebih 4. Bengkel mesin
dari 4 meter dan apabila terjadi 5. Gudang pendinginan
kebakaran, melepaskan panas sedang 6. Perakitan kayu
sehingga menjalarnya api sedang. 7. Gudang perpustakaan
8. Pabrik bahan keramik
9. Pabrik tembakau
10. Pengolahan logam
11. Penyulingan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

12. Pabrik barang kelontong


13. Pabrik barang kulit
14. Pabrik tekstil
15. Perakitan kendaraan bermotor
16. Pabrik kimia (bahan kimia dengan
kemudahan terbakar sedang)
17. Pertokoan dengan pramuniaga
kurang dari 50 orang
Bahaya Kebakaran Sedang 3 1. Ruang pameran
Tempat kerja yang mempunyai jumlah 2. Pabrik permadani
dan kemudahan terbakar tinggi dan 3. Pabrik makanan
apabila terjadi kebakaran, melepaskan 4. Pabrik sikat
panas tinggi sehingga menjalarnya api 5. Pabrik ban
cepat. 6. Pabrik karung
7. Bengkel mobil
8. Pabrik sabun
9. Pabrik tembakau
10. Pabrik lilin
11. Studio dan pemancar
12. Pabrik barang plastik
13. Pergudangan
14. Pabrik pesawat terbang
15. Pertokoan dengan pramuniaga lebih
dari 50 orang
16. Penggergajian dan pengolahan kayu
17. Pabrik makanan kering dari bahan
tepung
18. Pabrik minyak nabati
19. Pabrik tepung terigu
20. Pabrik pakaian
Bahaya Kebakaran Berat 1. Pabrik kimia dengan kemudahan
Tempat kerja yang mempunyai jumlah terbakar tinggi
dan kemudahan terbakar tinggi, 2. Pabrik kembang api
menyimpan bahan cair, serat atau bahan 3. Pabrik korek api
lainnya dan apabila terjadi kebakaran, 4. Pabrik cat
apinya cepat membesar dengan 5. Pabrik bahan peledak
melepaskan panas tinggi sehingga 6. Pemintalan benang atau kain
menjalarnya api cepat. 7. Penggergajian kayu dan
penyelasaiannya menggunakan
bahan mudah terbakar
8. Studio film dan Televisi
9. Pabrik karet buatan
10. Hangar pesawat terbang
11. Penyulingan minyak bumi
12. Pabrik karet busa dan plastik busa
Sumber : Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. KEP. 186/MEN/1999.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

2.1.9 Bahaya Kebakaran

Kebakaran mengandung berbagai potensi bahaya, baik bagi manusia, harta

benda, maupun lingkungan. Bahaya utama dari kebakaran menurut Ramli (2010)

adalah sebagai berikut :

1. Terbakar api secara langsung, misalnya karena terjebak dalam api yang sedang

berkobar. Panas yang tinggi akan mengakibatkan luka bakar.

Luka bakar akibat api dibedakan menurut derajat lukanya :

a. Derajat 1

Luka bakar ringan, efek merah dan kering pada kulit, seperti terkena

matahari.

b. Derajat 2

Luka bakar dengan kedalaman lebih dari 0,1 mm menimbulkan dampak

pada epidermis atau lapisan luar kulit dan melepuh sehingga

menimbulkan semacam gelembung berair.

c. Derajat 3

Luka bakar dengan kedalaman lebih dari 2 mm, mengakibatkan kulit

mengering, hangus dan melepuh besar.

Kerusakan pada kulit dipengaruhi oleh temperatur api atau kebakaran yang

dimulai dari suhu 45°C atau dampak ringan sampai terparah di atas 72°C.

Efek terbakar pada manusia ditentukan oleh derajat panas yang diterima sesuai

dengan tabel berikut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

Tabel 2.4 Efek Kebakaran

Tingkat Panas Dampak Kebakaran


(Flux) (kW/m2)
37,5 100% kematian dalam waktu 1 menit (Barry, 2002).
25 1% kematian dalam 10 detik.
15,8 100% kematian dalam 1 menit, cedera parah dalam 10
menit.
2,5 1% kematian dalam 1 menit, luka bakar derajat 1 dalam
10 detik.
6,3 Tindakan darurat dapat dilakukan oleh personal dengan
pakaian pelindung yang sesuai (API RP 521).
4,7 Tindakan darurat dapat dilakukan beberapa menit dengan
pakaian pelindung memadai (API RP 521).
Sumber : Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire Management) Tahun 2010

2. Terjebak karena asap yang ditimbulkan oleh kebakaran. Kematian dalam

kebakaran paling banyak ditimbulkan karena asap.

Kematian akibat asap dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu pertama karena

kekurangan oksigen dan kedua karena terhirup gas beracun. Asap kebakaran

mengandung berbagai jenis zat berbahaya dan beracun tergantung jenis bahan

yang terbakar, beberapa diantaranya, yaitu hidrogen sianida atau asam sianida

(HCN), karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2).

Efek dari menghirup gas CO dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 2.5 Efek Gas CO

Konsentrasi CO (ppm) Efek


1.500 Sakit kepala dalam waktu 15 menit, pingsan dalam
waktu 30 menit, meninggal dalam waktu 1 jam.
2.000 Sakit kepala dalam waktu 10 menit, pingsan dalam
waktu 20 menit, meninggal dalam waktu 45 menit.
3.000 Sakit kepala dalam waktu 5 menit, berbahaya dan
pingsan dalam waktu 10 menit.
6.000 Sakit kepala, tidak sadar dalam waktu 1 – 2 menit
dan kematian dalam waktu 10 – 15 menit.
12.000 Efek langsung, pingsan dalam waktu 2 – 3 hirupan
napas, kematian dalam 1 – 3 menit.
Sumber : Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire Management) Tahun 2010

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

3. Bahaya lainnya akibat kebakaran, misalnya kejatuhan benda akibat runtuhnya

konstruksi. Bahaya ini banyak terjadi dan mengancam keselamatan penghuni,

bahkan juga petugas pemadam kebakaran yang memasuki suatu bangunan

yang sedang terbakar. Bahaya lainnya dapat bersumber dari ledakan bahan

atau material yang terdapat dalam ruangan yang terbakar. Salah satu bahaya

lainnya yang sering terjadi adalah ledakan gas yang terkena paparan panas.

4. Trauma akibat kebakaran, bahaya ini juga banyak mengancam korban

kebakaran yang terperangkap, panik, kehilangan orientasi dan akhirnya dapat

berakibat fatal. Hal ini banyak terjadi dalam kebakaran gedung bertingkat,

dimana penghuninya kesulitan orientasi untuk mencari jalan keluar yang

sudah dipenuhi asap.

2.2 Pemadaman Kebakaran

2.2.1 Konsep Pemadaman Kebakaran

Prinsip dari pemadaman kebakaran adalah memutus mata rantai segitiga

api, misalnya dengan menghilangkan bahan bakar, membuang panas atau oksigen.

Memadamkan kebakaran adalah upaya untuk mengendalikan atau mematikan api

dengan cara merusak keseimbangan panas (Ramli, 2010).

Menurut Ramli (2010), memadamkan kebakaran atau mematikan api dapat

dilakukan dengan beberapa teknik atau pendekatan, yaitu :

1. Pendinginan (Cooling)

Teknik pendinginan (cooling) adalah teknik memadamkan kebakaran

dengan cara mendinginkan atau menurunkan temperatur uap atau gas yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

terbakar sampai ke bawah temperatur nyalanya. Jika panas tidak memadai,

maka suatu bahan tidak akan mudah terbakar. Cara ini banyak dilakukan oleh

petugas pemadam kebakaran dengan menggunakan semprotan air ke lokasi

atau titik kebakaran sehingga api secara perlahan dapat berkurang dan mati.

Semprotan air yang disiramkan ke tengah api akan mengakibatkan udara

sekitar api mendingin. Sebagian panas akan diserap oleh air yang kemudian

berubah bentuk menjadi uap air yang akan mendinginkan api.

2. Pembatasan Oksigen (Smothering)

Proses pembakaran suatu bahan bakar membutuhkan oksigen yang cukup,

misalnya kayu akan mulai menyala pada permukaan bila kadar oksigen 4 – 5

%, acetylene memerlukan oksigen di bawah 5%, sedangkan gas dan uap

hidrokarbon biasanya tidak akan terbakar bila kadar oksigen di bawah 15%.

Sesuai dengan teori segitiga api, dengan membatasi atau mengurangi

suplai oksigen dalam proses pembakaran, api dapat padam.

3. Penghilangan Bahan Bakar (Starvation)

Api secara alamiah akan padam dengan sendirinya, jika bahan yang dapat

terbakar (fuel) sudah habis. Atas dasar ini, api dipadamkan dengan

menghilangkan atau mengurangi jumlah bahan yang terbakar, teknik ini

disebut starvation.

Teknik ini juga dapat dilakukan dengan menyemprotkan bahan yang

terbakar dengan busa sehingga suplai bahan bakar untuk kelangsungan

pembakaran terhenti atau berkurang sehingga api akan padam. Api juga dapat

dipadamkan dengan menjauhkan bahan yang terbakar ke tempat yang aman.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

4. Pemutusan Reaksi Berantai

Cara yang terakhir untuk memadamkan api adalah dengan mencegah

terjadinya reaksi berantai di dalam proses pembakaran. Para ahli menemukan

bahwa reaksi rantai bisa menghasilkan nyala api. Pada beberapa zat kimia

mempunyai sifat memecah sehingga terjadi reaksi berantai oleh atom-atom

yang dibutuhkan oleh nyala untuk tetap terbakar.

CH4 + 2 O2  CO2 + 2 H2O + E

Jika reaksi atom-atom ini tidak terjadi, nyala api akan padam (Ramli, 2010).

2.2.2 Media Pemadaman Kebakaran

Kebakaran dapat dipadamkan dengan menggunakan suatu bahan yang

disebut media pemadam api. Semua bahan atau material yang digunakan untuk

memadamkan api dapat disebut media pemadam. Namun, media ini ada yang

sesuai atau tepat digunakan untuk memadamkan api dan ada pula yang tidak boleh

dipergunakan, misalnya kebakaran kelas C atau kebakaran dikarenakan listrik

tidak sesuai dipadamkan dengan air, karena akan menimbulkan bahaya tersengat

listrik. Oleh karena itu, diperlukan klasifikasi jenis kebakaran yang sesuai dengan

media pemadamnya (Ramli, 2010).

Umumnya, media pemadam dapat dikelompokkan menurut jenisnya

sebagai berikut (Ramli, 2010) :

1. Media Pemadam Jenis Cair

a. Air

Air merupakan media pemadam tradisional yang dikenal luas di tengah

masyarakat umum. Secara teknis, air merupakan bahan pemadam yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

paling banyak digunakan.

Mekanisme pemadaman api dengan menggunakan media air adalah

sebagai berikut :

1) Pendinginan (Cooling)

Air berfungsi mendinginkan api dengan menyerap panas dari api. Jika

disemprotkan ke pusat kebakaran, suhu air akan meningkat sehingga

wujudnya berubah menjadi uap air yang menyerap panas dari

sekitarnya.

2) Pembatasan Oksigen (Smothering)

Ketika air terkena panas kebakaran, maka air akan berubah menjadi

uap dan mengembang dengan cepat memenuhi ruang udara sekitar

daerah kebakaran. Hal itu menyebabkan udara atau oksigen terdilusi

sehingga proses pembakaran terganggu dan api menjadi padam.

b. Busa (Foam)

Media pemadam yang popular di lingkungan perminyakan dan

petrokimia adalah jenis busa (foam). Busa secara fisik mirip dengan buih

sabun yang berisi gelembung udara yang ringan sehingga mudah

mengapung di atas permukaan cair. Dikarenakan bentuk fisik busa

tersebut, maka busa sangat efektif untuk memadamkan kebakaran kelas A

dan B, terutama bila permukaan yang terbakar luas sehingga sulit bagi

media pemadam lain untuk bisa menutup permukaan yang terbakar

tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Mekanisme pemadaman api dengan menggunakan media busa

adalah dengan menyemprotkan busa ke benda atau objek yang terbakar,

maka busa akan menyelimuti benda yang terbakar. Contohnya, jika yang

terbakar adalah cairan minyak di dalam tangki, larutan busa akan

mengapung di atas cairan sehingga memisahkan antara minyak dengan

udara (efek smothering) sehingga api akan padam. Karena berasal dari

air, busa juga memiliki efek pendinginan (cooling) untuk menurunkan

temperatur pembakaran sehingga api dapat berkurang. Karena sifat

tersebut, busa sangat tepat digunakan untuk memadamkan kebakaran

akibat bahan bakar cair atau tumpahan bahan kimia (chemical spill).

c. Asam Soda

Salah satu jenis busa ganda adalah asam soda, dihasilkan dari

proses reaksi kimia antara 2 bahan pembentuk busa. Busa jenis ini banyak

digunakan untuk kebakaran kelas A atau B. busa ini dibentuk dari larutan

Sodium bikarbonat dan larutan Asam sulfat dengan reaksi sebagai

berikut:

2 NaHCO3 + H2SO4  Na2SO4 + 2 H2O + 2 CO2

Keunggulan asam soda adalah cocok untuk temperatur dingin

karena tahan beku, sedangkan kelemahannya adalah sangat korosif.

2. Media Pemadam Jenis Padat

a. Pasir dan Tanah

Bahan ini cukup efektif untuk memadamkan kebakaran kelas B,

tetapi hanya berupa tumpahan atau ceceran minyak dalam jumlah kecil.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Tujuan utama penggunaan pasir atau tanah adalah untuk membatasi

menjalarnya kebakaran.

Pasir atau tanah juga dapat berfungsi untuk menutupi permukaan

bahan yang terbakar sehingga dapat memisahkan udara dari bahan bakar.

Bahan ini mudah didapat dan murah sehingga banyak digunakan di

lingkungan industri kecil yang menggunakan bahan bakar cair dan kimia,

khususnya untuk menangani tumpahan atau kebakaran tumpahan (spill

fire).

b. Tepung Kimia Kering (Dry Chemical)

Salah satu bahan padat untuk pemadam kebakaran yang sangat

popular dan digunakan secara luas adalah tepung kimia kering (dry

chemical). Media pemadam ini berupa campuran berbentuk bubuk yang

terdiri dari berbagai unsur atau senyawa kimia berbentuk padat atau

butiran halus, seperti tepung. Bubuk ini banyak digunakan baik untuk alat

pemadam jenis APAR, peralatan bergerak seperti mobil pemadam, atau

instalasi tetap.

Jenis bahan dasar tepung kimia kering yang banyak digunakan

untuk pemadaman, yaitu:

1) Sodium bikarbonat

2) Potasium bikarbonat

3) Potasium klorida

4) Urea-potasium bikarbonat

5) Monoamonium fosfat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Untuk meningkatkan efektivitas dalam pemadaman atau

penyimpanan, ditambahkan bahan tambahan yang dicampurkan ke bahan

dasar tepung kimia kering dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan

dalam penyimpanan, mencegah penggumpalan dan meningkatkan

efektivitasnya.

Bahan tambahan yang banyak digunakan, antara lain :

1) Metalik stearates

2) Trikalsium fosfat

3) Silikon

Ketiga bahan tambahan tersebut adalah untuk melapisi partikel

tepung kimia kering agar lebih mudah mengalir, tahan terhadap cuaca dan

getaran. Mekanisme pemadaman api dengan menggunakan media tepung

kimia kering adalah sebagai berikut :

1) Pembatasan Oksigen (Smothering)

Salah satu sifat terbaik dari tepung kimia kering adalah

kemampuan untuk menyelimuti kebakaran dengan debu yang

disemburkan. Proses penyelimutan ini terjadi karena adanya gas

karbon dioksida yang dilepaskannya ketika senyawa sodium

bikarbonat mendapat panas dari api. Karbon dioksida yang terbentuk

meningkatkan kemampuan untuk memadamkan api.

Jika tepung kering jenis serbaguna (multipurpose) berbahan dasar

monoamonium fosfat disemprotkan ke api kelas A, maka akan

meninggalkan bekas berupa kerak pada permukaan benda yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

terbakar. Kerak keras tersebut adalah metaphosphate acid yang

terbentuk ketika senyawa monoamonium fosfat terkena panas dari api.

Kerak ini sekaligus berfungsi menutupi permukaan benda yang

terbakar sehingga membatasi kontak dengan oksigen (efek smothering)

sehingga api dapat dipadamkan.

2) Pendinginan (Cooling)

Tepung kimia kering juga memiliki efek pendinginan, walaupun tidak

sebaik atau sebesar bahan yang mengandung air. Mekanisme

pendinginan ini terbentuk dari CO2 yang dihasilkan dalam proses

kontak dengan api.

3) Pemutusan Rantai Reaksi

Ketika terjadi panas akibat kebakaran, maka senyawa yang terurai dari

tepung kimia kering ini akan merusak reaksi pembakaran sehingga

reaksi berantai terputus.

3. Media Pemadam Jenis Gas

a. Karbon Dioksida (CO2)

Bahan pemadam kebakaran jenis karbon dioksida digunakan untuk

memadamkan kebakaran, khususnya untuk kebakaran gas dan peralatan

listrik. Jenis CO2 yang digunakan biasanya dalam bentuk cair di dalam

tabung bertekanan sekitar 80 atm. Ketika digunakan atau disemprotkan,

cairan CO2 akan berubah menjadi gas yang berperan memadamkan api.

Prinsip pemadamannya adalah dengan pembatasan oksigen (smothering)

dan pendigninan (cooling).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

b. Halon

Halon adalah sebutan untuk hidrokarbon terhalogenisasi dan juga

untuk senyawaa kimia yang mengandung unsur karbon ditambah satu

atau lebih unsur dari golongan halogen. Bahan ini mirip dengan CO2,

karena disimpan dalam bentuk cair dan berubah menjadi uap atau gas jika

disemprotkan ke api. Prinsip pemadamannya adalah dengan memutus

rantai reaksi api.

Namun, saat ini penggunaannya semakin terbatas dan dilarang,

dikarenakan halon merupakan bahan yang termasuk ke dalam Ozon

Depleting Substances (ODS). Halon mengandung senyawa

Chlorofluorocarbon (CFC) yang dapat merusak lapisan ozon di atmosfer.

2.3 Bangunan Gedung

2.3.1 Pengertian Bangunan Gedung

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008

tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

dan Lingkungan, bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi

yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di

atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia

melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan

keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

2.3.2 Kelas Bangunan Gedung

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008

tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

dan Lingkungan, kelas bangunan gedung adalah pembagian bangunan gedung

atau bagian bangunan gedung sesuai dengan jenis peruntukan atau penggunaan

bangunan gedung, sebagai berikut :

1. Kelas 1 (bangunan gedung hunian biasa)

Satu atau lebih bangunan gedung yang merupakan:

a. Kelas 1a

Bangunan gedung hunian tunggal yang berupa :

1) Satu rumah tinggal; atau

2) Satu atau lebih bangunan gedung gandeng, yang masing-masing

bangunan gedungnya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api,

termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house, villa; atau

b. Kelas 1b

Rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel atau sejenisnya dengan luas total

lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara

tetap, dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan gedung hunian

lain atau bangunan kelas lain selain tempat garasi pribadi.

2. Kelas 2

Bangunan gedung hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang

masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

3. Kelas 3

Bangunan gedung hunian di luar bangunan gedung kelas 1 atau kelas 2, yang

umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah

orang yang tidak berhubungan, termasuk :

a. Rumah asrama, rumah tamu (guest house), losmen; atau

b. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau

c. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau

d. Panti untuk lanjut usia, cacat atau anak-anak; atau

e. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan gedung perawatan

kesehatan yang menampung karyawan-karyawannya.

4. Kelas 4

Bangunan gedung hunian campuran, yaitu tempat tinggal yang berada di

dalam suatu bangunan gedung kelas 5, 6, 7, 8 atau 9 dan merupakan tempat

tinggal yang ada dalam bangunan gedung tersebut.

5. Kelas 5

Bangunan gedung kantor, yaitu bangunan gedung yang dipergunakan untuk

tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha

komersial, di luar bangunan gedung kelas 6, 7, 8 atau 9.

6. Kelas 6

Bangunan gedung perdagangan, yaitu bangunan gedung toko atau bangunan

gedung lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara

eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk :

a. Ruang makan, kafe, restoran; atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

b. Ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel

atau motel; atau

c. Tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau

d. Pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.

7. Kelas 7

Bangunan gedung penyimpanan/gudang, yaitu bangunan gedung yang

dipergunakan untuk penyimpanan, termasuk :

a. Tempat parkir umum; atau

b. Gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau

cuci gudang.

8. Kelas 8

Bangunan gedung laboratorium/industri/pabrik, yaitu bangunan gedung

laboratorium dan bangunan gedung yang dipergunakan untuk tempat

pemrosesan suatu produk, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan,

finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka

perdagangan atau penjualan.

9. Kelas 9

Bangunan gedung umum adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk

melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu :

a. Kelas 9a

Bangunan gedung perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dai

bangunan gedung tersebut yang berupa laboratorium.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

b. Kelas 9b

Bangunan gedung pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau

sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan gedung

peribadatan, bangunan gedung budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk

setiap bagian dari bangunan gedung yang merupakan kelas lain.

10. Kelas 10

Bangunan gedung atau struktur yang bukan hunian.

a. Kelas 10a

Bangunan gedung bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport,

atau sejenisnya.

b. Kelas 10b

Struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, inding penyangga atau

dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.

11. Bangunan gedung-bangunan gedung yang tidak diklasifikasikan khusus.

Bangunan gedung atau bagian dari bangunan gedung yang tidak termasuk

dalam klasifikasi bangunan gedung 1 s.d 10 tersebut, dalam Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 dimaksudkan dengan klasifikasi

yang mendekati sesuai peruntukannya.

12. Bangunan gedung yang penggunaannya insidentil.

Bagian bangunan gedung yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak

mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan gedung lainnya, dianggap

memiliki klasifikasi yang sama dengan bangunan gedung utamanya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

13. Klasifikasi jamak

Bangunan gedung dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari

bangunan gedung harus diklasifikasikan secara terpisah, dan :

a. Bila bagian bangunan gedung yang memiliki fungsi berbeda tidak

melebihi 10% dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan gedung, dan

bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi

bangunan gedung utamanya.

b. Kelas-kelas : 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b, adalah klasifikai yang terpisah;

c. Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang boiler (ketel

uap) atau sejenisnya, diklasifikasi sama dengan bagian bangunan gedung

di mana ruang tersebut terletak.

2.4 Sistem Proteksi Kebakaran

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008

tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

dan Lingkungan, Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan

lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik

yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk

tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan

dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya

kebakaran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

2.5 Sistem Proteksi Kebakaran Pasif

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008

tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

dan Lingkungan, Sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem proteksi

kebakaran yang terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan

dan komponen struktur bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan bangunan

berdasarkan tingkat ketahanan terhadap api, serta perlindungan terhadap bukaan.

2.5.1 Bahan Bangunan Gedung

Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/KPTS/1985

tentang Ketentuan Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran pada Bangunan

Gedung, bahan bangunan adalah semua macam bahan yang dipakai pada atau

untuk konstruksi bangunan gedung, baik sebagai bahan lapis penutup bagian

dalam bangunan, maupun sebagai bahan komponen struktur bangunan.

Bahan bangunan dapat terdiri dari satu jenis bahan, atau merupakan

gabungan dari beberapa jenis bahan pembentuknya. Bahan-bahan yang lepas dan

mudah dipindahkan, seperti karpet, tirai, perabot rumah tangga dan sebagainya

yang merupakan isi bangunan, tidak termasuk dalam pengertian ini.

Bahan bangunan gedung harus mampu menahan penjalaran kebakaran,

dan membatasi timbulnya asap agar kondisi ruang di dalam bangunan tetap aman

bagi penghuni sewaktu melaksanakan evakuasi (SNI 03-1736-2000).

Bahan bangunan diklasifikasikan di dalam Keputusan Menteri Pekerjaan

Umum Nomor 02/KPTS/1985 berdasarkan ketahanannya terhadap api, yaitu

sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

1. Bahan Tidak Terbakar (Mutu Tingkat I)

Beton, bata, batako, asbes, aluminium, kaca, besi, baja, adukan semen, adukan

gipsum, asbes semen, ubin keramik, ubin semen, ubin marmer, lembaran seng,

panel kalsium silikat, rock wool, glass wool, atap keramik, wired glass, dan

lembaran baja lapis seng.

2. Bahan Sukar Terbakar (Mutu Tingkat II)

Papan wool kayu semen, papan semen pulp, serat kaca semen, plaster board,

dan pelat baja lapis PVC.

3. Bahan Penghambat Api (Mutu Tingkat III)

Kayu lapis yang dilindungi, papan yang mengandung lebih dari 5290

fiberglass, dan papan partikel yang dilindungi, dan papan wool kayu.

4. Bahan Semi Penghambat Api (Mutu Tingkat IV)

Papan polyester bertulang, polyvinyl dengan tulangan.

5. Bahan Mudah Terbakar (Mutu Tingkat V)

Bambu, rumbia, anyaman bambu, atap aspal berlapis mineral, kayu kamper,

meranti, kayu lapis 14 mm, kayu lapis 17 mm, soft board dan hard board.

2.5.2 Konstruksi Bangunan Gedung

Berdasarkan ketahanannya terhadap api, konstruksi bangunan gedung

terbagi menjadi 3 tipe konstruksi, yaitu (SNI 03-1736-2000) :

1. Tipe A

Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu menahan

secara struktural terhadap beban bangunan. Pada konstruksi ini terdapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

komponen pemisah pembentuk kompartemen untuk mencegah penjalaran api

ke dan dari ruangan bersebelahan dan dinding yang mampu mencegah

penjalaran panas pada dinding bangunan yang bersebelahan.

2. Tipe B

Konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api

mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di

dalam bangunan dan dinding luar mampu mencegah penjalaran kebakaran dari

luar bangunan.

3. Tipe C

Konstruksi yang komponen struktur bangunannya adalah dari bahan yang

dapat terbakar dan tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara

struktural terhadap kebakaran.

2.5.3 Kompartemenisasi dan Pemisahan

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008

tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

dan Lingkungan, kompartemenisasi adalah usaha untuk mencegah penjalaran

kebakaran dengan cara membatasi api dengan dinding, lantai, kolom, balok yang

tahan terhadap api untuk waktu yang sesuai dengan kelas bangunan gedung.

2.5.4 Perlindungan pada Bukaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008

tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

dan Lingkungan, setiap bukaan di penghalang api harus diproteksi untuk

membatasi penyebaran api dan perpindahan asap dari satu sisi penghalang api ke

sisi lainnya.

2.6 Sistem Proteksi Kebakaran Aktif

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008

tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

dan Lingkungan, sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran

yang secara lengkap terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual

ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti springkler, pipa

tegak dan slang kebakaran, serta sistem pemadam kebakaran berbasis bahan

kimia, seperti APAR dan pemadam khusus.

2.6.1 Detektor Kebakaran

Detektor kebakaran adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi adanya

kebakaran dan mengawali suatu tindakan (SNI 03-3985-2000).

Alat untuk mendeteksi api (fire detector) digolongkan menjadi 3 jenis,

yaitu (Ramli, 2010) :

1. Detektor Asap (Smoke Detector)

Detektor asap adalah sistem deteksi kebakaran yang mendeteksi adanya asap.

Berdasarkan cara kerjanya, detektor asap dikelompokkan menjadi 2 jenis,

yaitu jenis ionisasi dan photoelectric. Detektor asap sangat tepat digunakan di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

dalam bangunan yang berisiko kebakaran kelas A yang banyak menghasilkan

asap.

2. Detektor Panas (Heat Detector)

Detektor panas adalah peralatan dari detektor kebakaran yang dilengkapi

dengan suatu rangkaian listrik atau pneumatik yang secara otomatis akan

mendeteksi kebakaran melalui panas yang diterimanya. Detektor panas

dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu detektor suhu tetap (fixed temperature

detector), detektor peningkatan suhu (rate of rise detector) dan detektor

pemuaian. Detektor panas ini sangat sesuai ditempatkan di area dengan risiko

kebakaran kelas B atau cairan dan gas yang mudah terbakar, seperti instalasi

minyak dan kimia.

3. Detektor Nyala (Flame Detector)

Api mengeluarkan radiasi sinar infra merah dan ultra violet. Keberadaan sinar

ini dapat dideteksi oleh sensor yang terpasang dalam detektor. Berdasarkan

fungsinya, detektor nyala dibagi menjadi 3 jenis, yaitu detektor infra merah

(infrared detector), detektor UV (ultraviolet detector), dan detektor foto

elekstris (photoelectric detector).

2.6.2 Alarm Kebakaran

Alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang memberikan

isyarat/tanda setelah kebakaran terdeteksi (SNI 03-3985-2000). Sistem alarm

kebakaran digunakan untuk pemberitaan kepada pekerja atau penghuni dimana

suatu bahaya kebakaran bermula (Ramli, 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

Ada sistem alarm yang bekerja manual yang bisa ditekan melalui tombol

yang berada dalam lemari atau kotak alarm (break glass). Jika kaca pecah, maka

tombol akan aktif dan segera mengeluarkan sinyal alarm dan mengaktifkan sistem

kebakaran lainnya. Ada juga sistem alarm yang diaktifkan oleh sistem detektor.

Ketika detektor mendeteksi adanya api, maka detektor akan segera mengaktifkan

alarm atau langsung sistem pemadam yang ada (Ramli, 2010).

Alarm kebakaran ada berbagai macam, antara lain (Ramli, 2010) :

1. Bel merupakan alarm yang akan berdering jika terjdi kebakaran. Bel dapat

digerakkan secara manual atau dikoneksikan dengan sistem deteksi kebakaran.

Suara bel agak terbatas sehingga sesuai ditempatkan dalam ruangan terbatas

seperti kantor.

2. Sirene, memiliki fungsi yang sama dengan bel, namun jenis suara yang

dikeluarkan berupa sirene. Ada yang digerakkan secara manual dan ada yang

bekerja secara otomatis. Sirene mengeluarkan suara yang lebih keras sehingga

sesuai digunakan di tempat kerja yang luas seperti pabrik.

3. Horn, mengeluarkan suara yang cukup keras, namun lebih rendah dibanding

sirene.

Pengeras suara (public address), dalam suatu bangunan yang luas dimana

penghuni tidak dapat mengetahui keadaan daruruat secara cepat, perlu dipasang

jaringan pengeras suara yang dilengkapi dengan penguatnya (pre-amplifier)

sebagai pengganti sistem bel dan horn. Sistem ini memungkinkan digunakannya

komunikasi searah kepada penghuni agar mereka mengetahui cara dan sarana

untuk evakuasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

2.6.3 Pompa Pemadam Kebakaran

Pompa pemadam kebakaran adalah sarana untuk meningkatkan tekanan air

agar dapat mengalir ke tempat kebakaran dengan debit dan tekanan yang sesuai

dengan keperluan pemadaman. Menurut penggeraknya, pompa pemadam

kebakaran dibagi menjadi 2, yaitu pompa listrik dan pompa diesel. Pompa

dijalankan dan dihentikan dengan kontrol. Pompa bekerja apabila jaringan pipa

memerlukan tekanan tambahan dan pompa berhenti setelah mencapai tekanan

yang diinginkan. Pompa mempunyai alat pengatur, supaya pompa tidak menyala

terus-menerus (Ramli, 2010).

Selain tersedianya pompa utama, perlu adanya pompa diesel guna menjaga

kegagalan pada pompa utama. Potensi kegagalan pompa utama biasanya terjadi

karena aliran listrik padam dan genset tidak tersedia (Napitupulu dan

Tampubolon, 2015).

Pompa pemacu yang dikenal dengan jockey pump yang dipasang paralel

dengan pompa pemadam utama. Pompa tersebut berfungsi untuk menjaga tekanan

dalam sistem air pemadam sekaligus mencegah agar pompa utama tidak bekerja

terus-menerus dalam keadaan adanya bocoran atau rembesan (Ramli, 2010).

2.6.4 Hidran Pemadam Kebakaran

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor

10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya

Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, hidran adalah alat yang

dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle) untuk mengalirkan air

bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran. Berdasarkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

tempat atau lokasinya, hidran pemadam kebakaran dapat dibagi menjadi 3 macam,

yaitu (Napitupulu dan Tampubolon, 2015) :

1. Hidran gedung adalah hidran yang dipasang di dalam bangunan dan sistem

serta peralatannya disediakan serta dipasang oleh pihak bangunan gedung.

Hidran jenis ini, sesuai penggunaannya diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok

sebagai berikut :

a. Hidran Kelas I, yaitu hidran yang dilengkapi dengan slang berdiameter

2,5 inci dan penggunaannya diperuntukkan secara khusus bagi petugas

pemadam kebakaran atau orang yang terlatih.

b. Hidran Kelas II, yaitu hidran yang dilengkapi dengan slang berdiameter

1,5 inci dan penggunaannya diperuntukkan bagi penghuni gedung atau

petugas yang belum terlatih.

c. Hidran Kelas III, yaitu hidran yang dilengkapi dengan slang berdiameter

gabungan antara hidran kelas I dan hidran kelas II.

2. Hidran halaman adalah hidran yang dipasang di halaman bangunan gedung.

Instalasi dan peralatan serta sumber air disediakan oleh pihak pemilik

bangunan.

3. Hidran kota adalah hidran yang dipasang di tepi atau sepanjang jalan daerah

perkotaan. Hidran ini merupakan bagian dari prasarana kota yang disediakan

oleh pemerintah daerah setempat, guna menanggulangi bahaya kebakaran.

Persediaan air untuk jenis ini dipasok oleh perusahaan air minum setempat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

2.6.5 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Alat Pemadam Api Ringan (APAR) adalah alat pemadam yang bisa

diangkut, diangkat, dan dioperasikan oleh 1 orang (Ramli, 2010).

1. Anatomi APAR

Suatu APAR terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu sebagai berikut

(Ramli, 2010) :

a. Bagian badan, yang terbuat dari berbagai jenis bahan sesuai dengan

pabrik pembuatnya, antara lain metal, komposit.

b. Pin pengaman, yang berfungsi untuk menahan katup agar tidak terbuka

tanpa sengaja.

c. Pegangan, sebagai pegangan untuk mengangkat dan melakukan

pemadaman api.

d. Petunjuk tekanan, untuk mengetahui tekanan di dalam tabung (khusus

untuk jenis tabung bertekanan).

e. Label, yang biasanya memuat keterangan mengenai isi APAR, rating dan

kelas kebakaran.

f. Slang (hose), yang berfungsi untuk menyalurkan bahan pemadam yang

ada di dalam tabung.

g. Nozzle, yaitu ujung penyemprot bahan pemadam.

2. Jenis APAR

Jenis APAR berdasarkan media pemadamnya dibagi menjadi (Ramli, 2010) :

a. Air

b. Busa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

c. Tepung Kering

d. CO2

e. Halon

Jenis APAR berdasarkan sistem penggeraknya dibagi menjadi (Ramli, 2010):

a. APAR bertekanan (pressurized), yaitu jenis APAR yang di dalamnya

sudah diberi tekanan dengan menggunakan gas yang berfungsi untuk

menekan media pemadam agar keluar dari tabung. APAR jenis ini

dirancang untuk jenis media pemadam tepung kering atau jenis air. Gas

yang biasa digunakan adalah jenis nitrogen yang bersifat iner dan tidak

merusak bahan. Alat ini dilengkapi dengan meteran untuk mengetahui

tekanan di dalam tabung.

b. APAR dengan tabung penekan (cartridge). Di dalam tabung APAR ini

terdapat tabung baja kecil yang disebut cartridge, berisi CO2 bertekanan

tinggi. Pada waktu dioperasikan, gas dari tabung ini akan terbuka

sehingga gas memasuki tabung dan menekan media pemadam sehingga

keluar dari tabung. Jenis ini digunakan pada APAR yang berisi tepung

kering (dry powder). Pada jenis tertentu, cartridge ditempatkan di luar

tabung pemadam sehingga lebih mudah diganti dan diperiksa.

Jenis APAR digolongkan menurut kebakaran yang dapat dipadamkan, yaitu

(Napitupulu, Tampubolon, dan Komalasari 2015) :

a. APAR jenis A untuk pemadaman kebakaran kelas A (kebakaran bahan

padat, kecuali logam).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

b. APAR jenis B untuk pemadaman kebakaran kelas B (kebakaran bahan

cair atau gas yang mudah terbakar).

c. APAR jenis C untuk pemadaman kebakaran kelas C (kebakaran

instalasi listrik bertegangan).

d. APAR jenis D untuk pemadaman kebakaran kelas D (kebakaran

logam).

2.7 Analisis Risiko

Analisis risiko digunakan untuk menentukan besarnya suatu risiko yang

merupakan kombinasi antara kemungkinan (likelihood) terjadinya dan

keparahan/konsekuensi (severity atau consequences) bila risiko tersebut terjadi

(Ramli, 2011). Analisis risiko dapat dilakukan untuk berbagai tingkat rincian

tergantung pada risiko, tujuan analisis, informasi, data dan sumber daya yang

tersedia (AS/NZS 4360:2004). Ada 3 teknik yang dapat digunakan untuk

melakukan analisa risiko, yaitu kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif (Ramli,

2011). Analisis kualitatif sering digunakan terlebih dahulu untuk mendapatkan

indikasi umum dari tingkat risiko dan untuk mengungkapkan isu-isu risiko utama

(AS/NZS 4360:2004).

Analisis kualitatif menggunakan kata-kata untuk mendeskripsikan

besarnya konsekuensi potensial dan kemungkinan konsekuensi tersebut akan

terjadi Skala ini dapat diadopsi atau disesuaikan dengan keadaan, dan deskripsi

yang berbeda dapat digunakan untuk risiko yang berbeda (AS/NZS 4360:2004).

Menurut Ramli (2011), teknik kualitatif adalah metode yang menggunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

matriks risiko untuk menggambarkan tingkat dari kemungkinan dan keparahan

suatu kejadian yang dinyatakan dalam bentuk rentang dari risiko paling rendah

sampai risiko tertinggi. Pendekatan kualitatif dilakukan sebagai langkah awal

untuk mengetahui risiko suatu kegiatan atau fasilitas.

Menurut standar AS/NZS 4360, kemungkinan (likelihood) terjadinya suatu

risiko diberi rentang antara suatu risiko yang hamper tidak mungkin terjadi sampai

dengan risiko yang dapat terjadi setiap saat. Rentang untuk keparahan (severity

atau consequences) dikategorikan antara kejadian yang tidak menimbulkan cedera

atau hanya kerugian kecil dan yang paling parah jika dapat menimbulkan kejadian

fatal (meninggal dunia) atau kerusakan besar terhadap aset perusahaan (Ramli,

2011).

Tabel 2.6 Skala Kemungkinan (Likelihood)

Persentase
Level Descriptor Uraian
Kesesuaian
A Almost Certain Dapat terjadi setiap saat. 0 – 39%
B Likely Kemungkinan terjadi sering. 40 – 64%
C Possible Dapat terjadi sekali-sekali. 65 – 84%
D Unlikely Kemungkinan terjadi jarang. 85 – 94%
E Rare Hampir tidak mungkin terjadi. 95 – 100%

Tabel 2.7 Skala Keparahan/Konsekuensi (Severity/Consequences)

Level Descriptor Korban Tewas Kerugian Materi


1 Insignificant 0 > Rp 50.000.000
2 Minor 0 Rp 50.000.000 – Rp 100.000.000
3 Moderate 0 Rp 100.000.001 – Rp 500.000.000
4 Major 0 Rp 500.000.001 – Rp 1.000.000.000
5 Catastrophic ≥1 > Rp 1.000.000.000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Selanjutnya, dikembangkan matriks atau peringkat risiko yang

mengkombinasikan antara kemungkinan dan keparahannya. Peringkat risiko

dalam AS/NZS 4360:2004 adalah sebagai berikut (Ramli, 2011):

1. E : Extreme Risk (Risiko Sangat Tinggi)

2. H : High Risk (Risiko Tinggi)

3. M : Moderate Risk (Risiko Sedang)

4. L : Low Risk (Risiko Rendah)

Tabel 2.8 Matriks Risiko (Risk Matrix)

Consequences
Likelihood 1 2 3 4 5
Insignificant Minor Moderate Major Catastrophic
A Almost Certain M H H E E
B Likely M M H H E
C Possible L M H H H
D Unlikely L L M M H
E Rare L L M M H

2.8 Evaluasi Risiko

Tindak lanjut dari analisis risiko adalah melakukan evaluasi risiko

terhadap hasil analisis risiko dan dibandingkan dengan kriteria yang telah

ditetapkan atau standar yang berlaku untuk menentukan apakah risiko tersebut

dapat diterima atau tidak dan menentukan prioritas risiko. Ada berbagai

pendekatan dalam menentukan prioritas risiko, antara lain berdasarkan standar

Australia 10014b yang menggunakan 3 kategori risiko, yaitu (Ramli, 2011) :

1. Secara umum dapat diterima (generally acceptable)

2. Dapat ditolerir (tolerable)

3. Tidak dapat diterima (generally unacceptable)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Pembagian ini memperkenalkan konsep As Low As Reasonably

Practicable (ALARP) yang menekan pengertian tentang “practicable” atau

praktis untuk dilaksanakan. Praktis untuk dilaksanakan artinya pengendalian

risiko tersebut dapat dikerjakan atau dilaksanakan dalam konteks biaya, manfaat,

interaksi, dan operasionalnya (Ramli, 2011).

Kriteria risiko diperlukan sebagai landasan untuk melakukan pengendalian

bahaya dan mengambil keputusan untuk menentukan sistem pengaman yang akan

digunakan. Area merah (risiko tidak dapat diterima) pada matriks risiko artinya

ada risiko yang tidak dapat ditolerir sehingga harus dilakukan langkah

pencegahan. Area kuning (area ALARP) artinya risiko dapat ditolerir dengan

syarat semua pengamanan telah dijalankan dengan baik, dilakukan pengurangan

risiko sampai batas yang dapat diterima sehingga sisa risiko dapat diterima hanya

jika pengurangan risiko lebih lanjut tidak memungkinkan. Area hijau artinya

risiko sangat kecil dan secara umum dapat diterima dengan kondisi normal tanpa

melakukan upaya tertentu (Ramli, 2011).

2.9 Pengendalian Risiko

Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam

keseluruhan manajemen risiko. OHSAS 18001 memberikan pedoman

pengendalian risiko yang spesifik untuk bahaya K3 dengan pendekatan sebagai

berikut (Ramli, 2011) :

1. Eliminasi

2. Substitusi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

3. Pengendalian Teknis (Engineering Control)

4. Pengendalian Administratif

5. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut standar AS/NZS 4360, pengendalian risiko secara umum

dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut (Ramli, 2011) :

1. Hindarkan risiko (avoid risk) dengan mengambil keputusan untuk

menghentikan kegiatan atau pengunaan proses, bahan, dan alat yang

berbahaya.

2. Mengurangi kemungkinan terjadi (reduce likelihood).

3. Mengurangi konsekuensi terjadi (reduce consequences).

4. Pengalihan risiko (risk transfer) ke pihak lain.

5. Menanggung risiko yang tersisa. Penanganan risiko tidak mungkin menjamin

risiko atau bahaya hilang 100% sehingga masih ada sisa risiko (residual risk)

yang harus ditanggung.

2.10 Kerangka Pikir

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, kerangka pikir penelitian ini

mengacu pada kesesuaian sistem proteksi kebakaran pasif yang berupa bahan dan

konstruksi bangunan gedung, kompartemenisasi dan pemisahan, serta

perlindungan pada bukaan dengan SNI 03-1736-2000, kesesuaian sistem proteksi

kebakaran aktif, yaitu detektor dan alarm kebakaran dengan SNI 03-3985-2000,

kesesuaian pompa pemadam kebakaran dengan SNI 03-6570-2001 dan PerMen

PU No. 26/PRT/M/2008, kesesuaian hidran pemadam kebakaran dengan SNI 03-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

1745-2000 dan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008, serta kesesuaian Alat Pemadam

Api Ringan (APAR) dengan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008. Kemudian dari

tingkat kesesuaian sistem proteksi kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau

dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan standar, dianalisis risiko

kebakarannya dengan menggunakan matriks risiko dari AS/NZS 4360:2004

tentang Risk Management.

Sistem Proteksi Kebakaran Standar


1. Sistem Proteksi Kebakaran Pasif 1. PerMen PU No.
a. Bahan Bangunan Gedung 26/PRT/M/2008
b. Konstruksi Bangunan 2. SNI 03-1736-2000
Gedung 3. SNI 03-3985-2000
c. Kompartemenisasi dan 4. SNI 03-6570-2001
Pemisahan 5. SNI 03-1745-2000
d. Perlindungan pada Bukaan
2. Sistem Proteksi Kebakaran
Aktif
Tingkat kesesuaian sistem
a. Detektor Kebakaran
proteksi kebakaran dengan
b. Alarm Kebakaran
standar.
c. Pompa Pemadam
Kebakaran
d. Hidran Pemadam
Kebakaran Analisis risiko kebakaran
e. Alat Pemadam Api Ringan dengan matriks risiko dari
(APAR) AS/NZS 4360:2004.

Gambar 2.5 Kerangka Pikir

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif melalui

observasi, wawancara mendalam dan telaah dokumen untuk mengetahui

kesesuaian sistem proteksi kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan

Kepulauan Riau Area Pekanbaru yang dibandingkan dengan standar yang berlaku

di Indonesia, yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008

tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

dan Lingkungan dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Kemudian dari tingkat

kesesuaian sistem proteksi kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan

Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan standar, metode kualitatif juga

digunakan sebagai teknik untuk menganalisis risiko kebakaran dengan

menggunakan matriks risiko dari AS/NZS 4360:2004 tentang Risk Management.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan

Kepulauan Riau Area Pekanbaru yang terletak di jalan Dr. Setia Budhi No. 57,

Pekanbaru, Riau.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus 2017 – Mei 2018.

54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah Sistem Proteksi Kebakaran Pasif dan Sistem

Proteksi Kebakaran Aktif di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan

Riau Area Pekanbaru.

3.4 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan salah satu

teknik non-probability sampling, yaitu purposive sampling. Purposive sampling

adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan dan tujuan

tertentu (Sugiyono, 2013). Informan penelitian ini adalah :

1. Sudartono, selaku Supervisor Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan

(K3L) dan Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(P2K3) di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area

Pekanbaru yang selanjutnya dalam penelitian ini akan disebut sebagai

Informan 1.

2. Fri Helmi, selaku staf Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L)

dan anggota Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) di PT.

PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru yang

selanjutnya dalam penelitian ini disebut sebagai Informan 2.

Informan penelitian ini dipilih dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Mengetahui dan mampu menjelaskan secara rinci tentang sistem proteksi

kebakaran di lokasi penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

2. Pihak yang bertanggungjawab terhadap instalasi dan pemeliharaan sistem

proteksi kebakaran di lokasi penelitian.

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Data Primer

Data tentang sistem proteksi kebakaran pasif dan aktif di PT. PLN

(Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru diperoleh dari hasil

observasi dengan menggunakan lembar observasi dan meteran terhadap sistem

proteksi kebakaran pasif dan aktif, serta wawancara mendalam dengan

menggunakan pedoman wawancara dan sound recorder terhadap informan.

3.5.2 Data Sekunder

Data tentang sistem proteksi kebakaran pasif, sistem kebakaran aktif dan

gambaran umum PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area

Pekanbaru diperoleh dari dokumen-dokumen perusahaan terkait. Data berupa

rekapitulasi kebakaran bangunan kota Pekanbaru diperoleh dari Badan

Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran (BPBD – Damkar)

Kota Pekanbaru. Data sekunder juga diperoleh dari standar dan peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan sistem proteksi kebakaran.

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti. Peneliti

kualitatif sebagai human instrument, berfungsi untuk menetapkan fokus

penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan

atas temuannya. Selanjutnya, setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka

dikembangkan instrumen penelitian yang dapat melengkapi data dan

membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan

wawancara (Sugiyono, 2013).

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2014). Instrumen penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini, antara lain :

1. Lembar observasi sistem proteksi kebakaran.

2. Pedoman wawancara.

3. Meteran untuk melakukan pengukuran.

4. Sound recorder untuk merekam proses wawancara.

5. Kamera untuk dokumentasi.

3.7 Variabel dan Definisi Istilah

Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Istilah

VARIABEL DEFINISI ISTILAH


Sistem Proteksi Kebakaran Pasif Sistem proteksi kebakaran yang terbentuk
atau terbangun melalui pengaturan
penggunaan bahan dan komponen struktur
bangunan, kompartemenisasi atau
pemisahan bangunan berdasarkan tingkat
ketahanan terhadap api, serta perlindungan
terhadap bukaan (PerMen PU No.
26/PRT/M/2008).
Bahan Bangunan Gedung Bahan yang dipakai pada atau untuk
konstruksi bangunan gedung yang
berfungsi sebagai pertahanan terhadap api.
Konstruksi Bangunan Gedung Unsur struktur pembentuk bangunan yang
memiliki ketahanan terhadap api.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

Kompartemenisasi dan Pemisahan Struktur bangunan berupa dinding yang


berfungsi sebagai penghalang atau
penghambat penjalaran api dari suatu
bagian bangunan ke bagian lainnya.
Perlindungan pada Bukaan Pintu darurat kebakaran dilindungi dengan
bahan tahan api.
Sistem Proteksi Kebakaran Aktif Sistem proteksi kebakaran yang terdiri atas
sistem pendeteksi dan alarm kebakaran
baik manual ataupun otomatis, sistem
pemadam kebakaran berbasis air, yaitu
pompa dan hidran pemadam kebakaran,
serta sistem pemadam kebakaran berbasis
bahan kimia, yaitu APAR.
Detektor Kebakaran Alat yang dirancang untuk mendeteksi
adanya kebakaran dan mengawali suatu
tindakan (SNI 03-3985-2000).
Alarm Kebakaran Komponen dari sistem yang memberikan
isyarat/tanda setelah kebakaran terdeteksi
(SNI 03-3985-2000).
Pompa Pemadam Kebakaran Sarana untuk meningkatkan tekanan air
agar dapat mengalir ke tempat kebakaran
dengan debit dan tekanan yang sesuai
dengan keperluan pemadaman (Ramli,
2010).
Hidran Pemadaman Kebakaran Sistem instalasi/jaringan pemipaan yang
dilengkapi dengan slang dan mulut pancar
(nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan,
yang digunakan bagi keperluan
pemadaman kebakaran.
Alat Pemadam Api Ringan Alat pemadam yang bisa diangkut,
(APAR) diangkat, dan dioperasikan oleh 1 orang
(Ramli, 2010).

3.8 Metode Analisis Data

Analisis yang dilakukan adalah analisis domain yang digunakan untuk

memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh tentang objek yang diteliti,

yaitu menggambarkan tingkat kesesuaian sistem proteksi kebakaran yang ada di

PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan

standar yang berlaku, yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

26/PRT/M/2008 dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Setelah hasilnya

diperoleh, dilakukan analisis risiko kebakaran dengan menggunakan matriks

risiko (risk matrix) dari AS/NZS 4360:2004.

3.9 Uji Keabsahan Data

Temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan

antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek

yang diteliti pada penelitian kualitatif (Sugiyono, 2013). Uji keabsahan data dalam

penelitian kualitatif ini meliputi :

1. Uji Kredibilitas

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif

antara lain dilakukan dengan cara :

a. Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan pengamatan dapat meningkatkan

kepercayaan/kredibilitas data yang dilakukan dengan cara peneliti

kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, melakukan wawancara

kembali dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.

Hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk rapport,

akrab, terbuka dan saling mempercayai. Tujuan dari perpanjangan

pengamatan ini adalah untuk memeriksa kembali ke lapangan apakah data

yang diperoleh sudah benar atau tidak, berubah atau tidak. Bila setelah

diperiksa kembali ke lapangan data sudah kredibel, maka perpanjangan

pengamatan diakhiri (Sugiyono, 2013).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

Perpanjangan pengamatan ini dilakukan pada saat survei

pendahuluan, yaitu peneliti melakukan survei pendahuluan pada 27

Agustus 2017, kemudian kembali ke lokasi penelitian pada 8 Januari

2018 untuk melakukan pengamatan ulang dan wawancara kembali

dengan informan 1, serta mendapat penambahan narasumber, yaitu

informan 2.

Perpanjangan pengamatan dilakukan juga pada saat penelitian,

yaitu peneliti melakukan observasi dan wawancara pada 9 – 15 Mei 2018,

kemudian pada 21 – 23 Mei 2018 peneliti melakukan observasi ulang

terhadap sistem proteksi kebakaran dan mengadakan member check

dengan informan 1 dan informan 2. Setelah melakukan pemeriksaan

kembali, data yang didapatkan untuk penelitian ini dinyatakan sudah

kredibel.

b. Peningkatan Ketekunan

Peningkatan ketekunan dilakukan dengan pengamatan secara lebih

cermat dan berkesinambungan sehingga dapat menghasilkan deskripsi

data yang akurat dan sistematis tentang objek penelitian. Upaya untuk

meningkatkan ketekunan adalah dengan membaca berbagai referensi

buku, hasil penelitian terdahulu maupun dokumentasi yang terkait dengan

objek penelitian sehingga wawasan peneliti akan semakin luas dan tajam

untuk memeriksa data yang diperoleh dapat dipercaya atau tidak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

c. Triangulasi

Menurut Wiersma (1986) yang dikutip oleh Sugiyono (2013),

triangulasi merupakan validasi silang untuk penelitian kualitatif yang

menilai kecukupan data dengan mengonversikan berbagai sumber data

atau berbagai teknik pengumpulan data.

1) Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara memeriksa data yang telah

diperoleh melalui beberapa sumber dengan teknik pengumpulan data

yang sama. Kemudian data dideskripsikan, dikategorisasikan, dan

dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang

selanjutnya diadakan member check.

2) Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik dilakukan dengan cara memeriksa data yang telah

diperoleh melalui teknik pengumpulan data yang berbeda-beda dari

sumber yang sama. Peneliti memperoleh data dengan melakukan

observasi terhadap sistem proteksi kebakaran pasif dan aktif,

kemudian melakukan wawancara mendalam terhadap informan

tentang sistem proteksi kebakaran pasif dan aktif dan telaah dokumen

yang berkaitan dengan sistem proteksi kebakaran pasif dan aktif.

d. Analisis Kasus Negatif

Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan

hasil penelitian hingga saat tertentu. Analisis kasus negatif dilakukan

untuk mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

yang telah ditemukan. Jika sudah tidak ada data yang berbeda atau

bertentangan dengan temuan, berarti data yang diperoleh sudah dapat

dipercaya (Sugiyono, 2013).

e. Bahan Referensi

Bahan referensi yang dimaksud dalam uji keabsahan data adalah

adanya bukti pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan

oleh peneliti (Sugiyono, 2013). Bahan referensi penelitian ini adalah

rekaman wawancara yang diubah menjadi bentuk tulisan (transkrip) dan

dokumentasi.

f. Mengadakan Member Check

Member check adalah proses pemeriksaan data yang telah

diperoleh peneliti kepada sumber data atau informan. Tujuannya agar

informasi yang diperoleh sesuai dengan apa yang dimaksud oleh sumber

data atau informan. Jika kesesuaian data yang diperoleh telah disepakati

oleh para sumber data atau informan, maka data tersebut valid sehingga

dapat dipercaya/kredibel.

Member check dilakukan pada 21 Mei 2018 dengan informan 1 dan

informan 2.

2. Uji Transferability

Nilai transfer ini berkenaan dengan pertanyaan apakah hasil penelitian ini

dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Oleh karena itu, penelitian

ini diuraikan secara rinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya agar peneliti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

selanjutnya dapat memahami hasil penelitian ini sehingga ada kemungkinan

untuk mengaplikasikan hasil penelitian ini di tempat lain.

3. Uji Dependability

Penelitian dinyatakan dependable atau reliable apabila orang lain dapat

mengulangi atau mereplikasi proses penelitian tersebut. Uji dependability

dilakukan oleh pembimbing dengan melakukan audit terhadap keseluruhan

proses penelitian, yaitu mulai dari menentukan masalah/fokus penelitian,

melakukan survei pendahuluan ke lokasi penelitian, menentukan sumber data,

melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data sampai membuat

kesimpulan.

4. Uji Confirmability

Penelitian dinyatakan objektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak

orang. Uji confirmability dilakukan dengan menguji hasil penelitian dengan

proses yang telah dilakukan (Sugiyono, 2013).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru

terletak di jalan Dr. Setia Budhi No. 57, Pekanbaru, Riau dan memiliki 5

bangunan gedung, yaitu gedung utama, gedung jaringan, gedung Pekerjaan dalam

Keadaan Bertegangan (PDKB), gudang indoor dan gudang belakang. PT. PLN

(Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru memiliki wilayah

kerja yang terdiri dari 5 kabupaten, yaitu Kabupaten Kampar, Kabupaten

Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Siak, dan Kota Pekanbaru. PT.

PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru memiliki

tenaga kerja yang berjumlah 214 orang dan menaungi 10 sub unit

pelaksana, yaitu :

1. Rayon Bangkinang

2. Rayon Pangkalan Kerinci

3. Rayon Panam

4. Rayon Pasir Pengaraian

5. Rayon Pekanbaru Kota Timur

6. Rayon Pekanbaru Kota Barat

7. Rayon Perawang

8. Rayon Rumbai

9. Rayon Siak

64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65

10. Rayon Simpang Tiga

Rayon adalah sub unit di bawah Area yang membantu pengurusan

pelayanan pelanggan dan pelayanan jaringan listrik distribusi atau merupakan

penerus fungsi dari Area.

PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru

memiliki 766.711 pelanggan dengan daya tersambung 1.354 MVA dan panjang

jaringan tegangan menengah 5.011 kms, serta jumlah transformator 5.455 buah.

Berikut ini adalah profil umum dari PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan

Kepulauan Riau Area Pekanbaru :

1. Visi

Diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh kembang, unggul dan

terpercaya dengan bertumpu pada Potensi Insani.

2. Misi

1) Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi

pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan dan pemegang saham.

2) Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas

kehidupan masyarakat.

3) Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi.

4) Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.

3. Moto

Listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

4. Maksud dan Tujuan Perseroan

Untuk menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan

umum dalam jumlah dan mutu yang memadai serta memupuk keuntungan dan

melaksanakan penugasan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan dalam

rangka menunjang pembangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip

Perseroan Terbatas.

5. Penghargaan dan Sertifikasi K3 yang Dimiliki

Sertifikasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Tahun 2017.

6. Susunan Tim Kesiapan dan Tanggap Darurat

Komando Siaga Tanggap Darurat

Komando : Manajer Area

Wakil : Asisten Manajemen Pelayanan & Administrasi

Tim Pelaksana :

a. Tim Pemadam Kebakaran yang terdiri dari ketua, wakil dan 5 anggota.

b. Tim Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K)/Evakuasi yang terdiri

dari ketua, wakil dan 5 anggota.

c. Tim Penyelamat Dokumen yang terdiri dari ketua, wakil dan 5 anggota.

d. Tim Keamanan yang terdiri dari ketua, wakil dan 5 anggota.

e. Tim Penanganan Pencemaran yang terdiri dari ketua, wakil dan 5

anggota.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Manajer
Analyst/Assistant Analyst Engineer/Assistant Engineer
Manajemen Mutu Lingkungan & Keselamatan
Ketenagalistrikan
Analyst/Assistant Analyst Kinerja

Supervisor
Pelaksana Pengadaan
Analyst/Assistant Analyst
Pelaksana Pengadaan
Officer/Assistant/Junior Officer
Administrasi Pengadaan

Asisten Asisten Manajer Jaringan Asisten Manajer Asisten Manajer Asisten Manajer
Manajer Transaksi Energi Pelayanan & Administrasi Perencanaan
Pembangkit
Supervisor Operasi
Supervisor Supervisor Supervisor
Transaksi Energi Pelayanan Pelanggan Pengendalian
Supervisor Listrik
Pemeliharaan Konstruksi
Supervisor Supervisor
Pengendalian Susut Administrasi Umum Supervisor
Supervisor PDKB
Perencanaan
Supervisor HAR Supervisor SPV K3 Sistem
Meter Transaksi dan Lingkungan

Gambar 2.6 Struktur Organisasi Unit Pelaksana PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

4.1 Kelas Bangunan Gedung

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008

tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

dan Lingkungan, penggunaan bangunan gedung di PT. PLN (Persero) Wilayah

Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru digolongkan menjadi 2 kelas

bangunan, yaitu gedung utama, gedung jaringan dan gedung PDKB termasuk

kelas 5, yaitu bangunan gedung kantor, sedangkan gudang indoor dan gudang

belakang termasuk kelas 7, yaitu bangunan gedung penyimpanan/gudang.

4.2 Sistem Proteksi Kebakaran Pasif

Berikut ini adalah tabel hasil observasi kesesuaian Sistem Proteksi

Kebakaran Pasif di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area

Pekanbaru dengan SNI 03-1736-2000 :

Tabel 4.1 Kesesuaian Sistem Proteksi Kebakaran Pasif di PT. PLN (Persero)
Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI
03-1736-2000

Kondisi Aktual
No. SNI 03-1736-2000 Keterangan
Sesuai Tidak
Sesuai
Bahan Bangunan Gedung
1. Bahan bangunan dan Bahan bangunan dan
komponen struktur komponen struktur
bangunan pada setiap bangunan kelas 5 dan 7
kelas bangunan (kelas 2, mampu menahan
3, 5, 6, 7, 8 atau 9) harus  penjalaran kebakaran, dan
mampu menahan membatasi timbulnya
penjalaran kebakaran, asap.
dan membatasi timbulnya
asap.
Konstruksi Bangunan Gedung
2. Kelas bangunan 5,6,7,8 Kelas bangunan 5 dan 7
dengan jumlah lantai dengan jumlah lantai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

bangunan adalah 1 lantai bangunan adalah 1 lantai


harus memenuhi tipe
 memenuhi tipe konstruksi
konstruksi tahan api tahan api sekurang-
sekurang-kurangnya tipe kurangnya tipe C.
C.
Kompartemenisasi dan Pemisahan
3. Bangunan yang memiliki Bangunan yang memiliki
bagian-bagian yang bagian-bagian yang
berbeda klasifikasinya berbeda klasifikasinya dan
dan terletak berjajar satu terletak berjajar satu
dengan lainnya pada  dengan lainnya pada lantai
lantai yang sama harus yang sama dipisahkan
dipisahkan dengan dengan dinding tahan api.
dinding tahan api.
4. Mampu menyediakan Mampu menyediakan
jalan masuk bagi jalan masuk bagi
kendaraan darurat dan kendaraan darurat dan
lintasan dari jalan umum  lintasan dari jalan umum
yang mempunyai lebar yang mempunyai lebar
bebas minimum 6 meter. bebas 6 meter.
Perlindungan pada Bukaan
5. Bukaan harus dilindungi Bukaan belakang gedung
dengan penutup tahan
api.
 utama tidak dilindungi
dengan penutup tahan api.
Sesuai : 4 elemen (80%)
Tidak Sesuai : 1 elemen (20%)

Berdasarkan tabel 4.1, dari 5 persyaratan mengenai sistem proteksi

kebakaran pasif menurut SNI 03-1736-2000, sebanyak 4 persyaratan telah

dipenuhi dengan tingkat kesesuaian mencapai 80%. Persyaratan yang tidak

dipenuhi, yaitu bukaan harus dilindungi dengan penutup tahan api, karena penutup

bukaan bagian belakang gedung utama tidak dilindungi bahan tahan api.

Berikut ini adalah hasil wawancara dengan Informan 1 dan Informan 2

mengenai sistem proteksi kebakaran pasif :

Informan 1 : “Ada (sistem proteksi kebakaran pasif). Dari yang saya lihat, sudah
sesuai dengan SNI 03-1736-2000.”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

Informan 2 : “Ada (sistem proteksi kebakaran pasif). Sudah sesuai (dengan


persyaratan).”

4.3 Sistem Proteksi Kebakaran Aktif

4.4.1 Detektor Kebakaran

Detektor kebakaran yang dipasang di gedung utama, gedung jaringan dan

gedung PDKB PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area

Pekanbaru merupakan smoke detector berjenis photoelectric yang berjumlah 35

buah dan memiliki jarak 5 meter antar detektor kebakaran. Detektor kebakaran

tidak terdapat di gudang indoor dan gudang belakang. Staf K3L melakukan

inspeksi setiap bulan, pengujian setiap 6 bulan sekali dan pemeliharaan dilakukan

jika terdapat kerusakan pada detektor kebakaran.

Tabel 4.2 Spesifikasi Detektor Kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah


Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru

Spesifikasi Detektor Kebakaran


Merk/Tipe Hooseki/HS – 136 Photoelectric
Smoke Detector 4 Wire
Warna Putih
Normal Rated Voltage 24 VDC
Operating Voltage 9.6 VDC to 30 VDC
Alarm LED Indication Red (Continuous)
Normal LED Indication Green (Blinking)
Material of Body ABS Plastic (UL94V-0 Flammability
Test Standards)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

Tabel 4.3 Kesesuaian Detektor Kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah


Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI 03-3985-
2000

Kondisi Aktual
No. SNI 03-3985-2000 Keterangan
Sesuai Tidak
Sesuai
1. Detektor kebakaran Detektor kebakaran
dipasang di setiap dipasang di gedung utama,
bagian/ruangan pada gedung jaringan dan
gedung.  gedung PDKB, tetapi
tidak terpasang di gudang
indoor dan gudang
belakang.
2. Setiap detektor Setiap detektor kebakaran
kebakaran yang yang terpasang dapat
terpasang harus dapat dijangkau untuk
dijangkau untuk  pemeliharaan dan untuk
pemeliharaan dan untuk pengujian secara periodik.
pengujian secara
periodik.
3. Detektor harus diproteksi Detektor terproteksi
terhadap kemungkinan
rusak karena gangguan
 terhadap kemungkinan
rusak karena gangguan
mekanis. mekanis.
4. Dilakukan inspeksi, Dilakukan inspeksi,
pengujian
pemeliharaan
dan
terhadap
 pengujian
pemeliharaan
dan
terhadap
detektor. detektor.
5. Rekaman hasil dari Rekaman hasil dari semua
semua inspeksi, inspeksi, pengujian, dan
pengujian, dan pemeliharaan, disimpan
pemeliharaan, harus untuk jangka waktu 5
disimpan untuk jangka  tahun untuk pengecekan
waktu 5 tahun untuk oleh instansi yang
pengecekan oleh instansi berwenang.
yang berwenang.
Sesuai : 4 elemen (80%)
Tidak Sesuai : 1 elemen (20%)

Berdasarkan tabel 4.3, dari 5 persyaratan mengenai detektor kebakaran

menurut SNI 03-3985-2000, sebanyak 4 persyaratan telah dipenuhi dengan tingkat

kesesuaian mencapai 80%. Persyaratan yang tidak dipenuhi, yaitu pemasangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

detektor kebakaran di setiap bagian/ruangan pada gedung, karena gudang indoor

dan gudang belakang tidak terpasang detektor kebakaran.

Berikut ini adalah hasil wawancara dengan Informan 1 dan Informan 2

mengenai detektor kebakaran :

Informan 1 : “Untuk sistem detektor kebakaran sudah terpasang, namun belum


semua di bagian ruangan, yang belum itu di gudang indoor dan gudang belakang.
Karena untuk ... apa … dari program pengadaan detektor kebakaran ini, 2017
baru itu yang diadain dan sisanya tahun 2018 ini. Iya dilakukan pengujian, untuk
pengujiannya … apa itu namanya … inspeksinya tiap bulan, pengujiannya enam
bulan sekali.”
Informan 2 : “Sudah terpasang sebagian, ada yang belum, yang belum terpasang
di bagian … gudang indoor, gudang belakang, itu .. ya dua gudang itu aja, yang
belum dipasang. Ya mungkin … karena jaraknya dengan kantor induk ini agak
jauh gitu kan. Ya, sudah (detektor kebakaran diproteksi, dilakukan inspeksi,
pengujian dan pemeliharaan sesuai persyaratan).”

4.4.2 Alarm Kebakaran

Alarm kebakaran yang dipasang di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan

Kepulauan Riau Area Pekanbaru adalah alarm yang otomatis terhubung dengan

detektor kebakaran dan dapat juga ditekan tombolnya secara manual, serta

dilengkapi dengan fire alarm control panel dan manual call point yang dipasang

di lobby gedung utama. Alarm kebakaran berupa bell dan fire indicating lamp

masing-masing berjumlah 5 buah dan dipasang di tempat yang sama, 3 buah

dipasang di gedung utama, yaitu di lobby, di ruang kerja tengah dan di samping

pintu belakang gedung utama, 1 buah dipasang di gedung jaringan dan 1 buah

dipasang gedung PDKB, serta horn yang berjumlah 2 buah yang dipasang di

bagian luar gedung utama dan di bagian luar gedung jaringan. Alarm kebakaran

diinspeksi setiap 6 bulan sekali bersamaan dengan simulasi tanggap darurat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

Tabel 4.4 Spesifikasi Sistem Alarm Kebakaran di PT. PLN (Persero)


Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru

Spesifikasi Sistem Alarm Kebakaran


Fire Indicating Lamp
Merk/Tipe Hooseki/HS-FL2 Indicator Lamp Bulb
Warna Merah
Rated Voltage DC 24 V
Rated Current 3 W bulb ± 100 mA
Material PC Fire Proof Plastic
Fire Alarm Bell
Merk/Tipe Hooseki/HS-FB6
Warna Merah
Rated Voltage DC 24 V
Rated Current 30 mA
Volume 90 dB
Power Source Motor
Material 2.0 mm steel sheet
Manual Call Point
Merk/Tipe Hooseki/HS-FP1 with Base
Warna Merah
Rated Voltage DC 24 V
Rated Current 75 mA
Material PC Fire Proof Plastic
Fire Alarm Control Panel
Merk/Tipe Hooseki/HS-5L Master Control Fire
Alarm 5 Zones
Zone Zone EOL : 10KΏ Resistor
Battery Voltage DC 24 V
Material Brass
Finishing Polish Coating

Tabel 4.5 Kesesuaian Alarm Kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau
dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI 03-3985-2000

Kondisi Aktual
No. SNI 03-3985-2000 Keterangan
Sesuai Tidak
Sesuai
1. Alarm kebakaran Alarm kebakaran dipasang
dipasang pada gedung.  pada gedung.
2. Semua bagian ruangan Semua bagian ruangan
dalam bangunan harus
dapat dijangkau oleh
 dalam bangunan dapat
dijangkau oleh sistem
sistem alarm kebakaran. alarm kebakaran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

3. Mempunyai bunyi dan Mempunyai bunyi dan


irama yang khas hingga
mudah dikenal sebagai
 irama yang khas hingga
mudah dikenal sebagai
alarm kebakaran. alarm kebakaran.
Sesuai : 3 elemen (100%)
Tidak Sesuai : 0 elemen (0%)

Berdasarkan tabel 4.5, dari 3 persyaratan mengenai alarm kebakaran

menurut SNI 03-3985-2000, semua persyaratan telah dipenuhi dengan tingkat

kesesuaian 100%.

Berikut ini adalah hasil wawancara dengan Informan 1 dan Informan 2

mengenai alarm kebakaran :

Informan 1 : “Belum semua (terpasang alarm kebakaran), jadi yang belum


terpasang itu gudang indoor dan gudang belakang. Sudah dipasang sesuai
dengan … apa namanya … SNI 03-3985-2000.”
Informan 2 : “Ya, ada (alarm kebakaran). Tidak, gudang indoor dan gudang
belakang itu aja yang belum (dipasang alarm kebakaran). Sudah, sudah sesuai
(dengan persyaratan).”

4.4.3 Pompa Pemadam Kebakaran

PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru

memiliki 1 buah pompa pemadam kebakaran portable yang diletakkan di halaman

bangunan gedung dan dipagari serta beratapkan lempengan besi dengan bahan

bakar berupa bensin. Pemeriksaan berkala terhadap baterai dan pengisi dilakukan

setiap seminggu sekali, pompa pemadam kebakaran diinspeksi setiap 6 bulan

sekali dan mesin dipanaskan setiap seminggu sekali agar kondisi mesin selalu siap

untuk dioperasikan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

Tabel 4.6 Spesifikasi Pompa Pemadam Kebakaran di PT. PLN (Persero)


Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru

Spesifikasi Pompa Pemadam Kebakaran


Merk/Tipe Tohatsu/V20D2S Portable Fire
Fighting Pump
Engine
Type Tohatsu 2-stroke, single vertical
cylinder, air cooled gasoline engine
Bore & Stroke 66 mm x 58 mm (2.6 x 2.28 inch)
Piston Displacement 198 cc (12.0 cu in)
Authorized Output 8.6 kW /11.7 PS
Fuel Tank 3.5 liters (0.92 gal)
Fuel Consumption 4.9 liters/hr (1.29 gal/hr)
Ignition Flywheel Magneto (C.D. Ignition)
Starting System Starter motor, automatic recoil
Lubrication Fuel mixture (Gasoline 30 : Engine oil
1)
Choke System Auto choke
Spark Plug NGK B7HS
Light Bulb 12 V – 35 W
Battery 12 V – 14 Ah / 10h
Pump
Type Single suction, single stage,
centrifugal pump
Priming Rotary-vane vacuum pump (Oilless
type)
Max. Suction Height ± 9 meter

Tabel 4.7 Kesesuaian Pompa Pemadam Kebakaran di PT. PLN (Persero)


Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI
03-6570-2001 dan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008

SNI 03-6570-2001 dan Kondisi Aktual


No. PerMen PU No. Keterangan
Sesuai Tidak
26/PRT/M/2008 Sesuai
1. Penggerak yang dapat Penggerak untuk pompa
diterima untuk pompa pada adalah motor diesel.
suatu instalasi tunggal
adalah motor listrik, motor 
diesel, turbin uap, atau
kombinasinya (SNI 03-
6570-2001).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

2. Lantai harus dibuat miring Lantainya tidak miring.


agar cukup untuk
mengeringkan air yang
bocor menjauhi peralatan
kritis seperti pompa, 
penggerak pompa, kontrol,
dan sebagainya (SNI 03-
6570-2001).
3. Pasokan air terjamin Pasokan air terjamin
kualitas, kuantitas dan
tekanannya (SNI 03-6570-
 kualitas, kuantitas dan
tekanannya.
2001).
4. Daya harus dipasok ke Pompa pemadam
motor listrik pompa kebakaran tidak
kebakaran dari sumber menggunakan motor
yang terpercaya atau dua  listrik dan hanya
atau lebih sumber yang tak menggunakan 1 sumber
saling bergantung (SNI 03- daya.
6570-2001).
5. Pompa pemadam Pompa pemadam
kebakaran, penggerak, dan kebakaran, penggerak,
kontrol, harus dilindungi dan kontrol terlindungi
terhadap kemungkinan dari kemungkinan
terganggunya layanan terganggunya layanan
akibat ledakan, kebakaran,
 akibat ledakan,
banjir, gempa, tikus, kebakaran, banjir,
serangga, badai, beku, gempa, tikus, serangga,
pencurian, dan kondisi badai, beku, pencurian,
ekstrim lainnya (PerMen dan kondisi ekstrim
PU No. 26/PRT/M/2008). lainnya.
6. Unit pompa pemadam Unit pompa pemadam
kebakaran yang dipasang kebakaran yang
di luar harus ditempatkan dipasang di luar
sekurang-kurangnya 15  ditempatkan 4 meter
meter jauhnya dari gedung jauhnya dari gedung
terdekat (PerMen PU No. terdekat.
26/PRT/M/2008).
7. Pagar pelindung harus Pagar pelindung
dipasang pada kopling dipasang.
fleksibel dan poros/tangkai
penyambung fleksibel 
untuk mencegah agar
elemen yang berputar tidak
melukai petugas (PerMen
PU No. 26/PRT/M/2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

8. Dilakukan pemeriksaan Dilakukan pemeriksaan


berkala terhadap baterai
dan pengisi (PerMen PU
 berkala terhadap baterai
dan pengisi.
No. 26/PRT/M/2008).
Sesuai : 6 elemen (75%)
Tidak Sesuai : 2 elemen (25%)

Berdasarkan tabel 4.7, dari 8 persyaratan mengenai pompa pemadam

kebakaran menurut SNI 03-6570-2001 dan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008,

sebanyak 6 persyaratan telah dipenuhi dengan tingkat kesesuaian mencapai 75%.

Persyaratan yang tidak dipenuhi, yaitu lantai harus dibuat miring agar cukup

untuk mengeringkan air yang bocor menjauhi peralatan kritis seperti pompa,

penggerak pompa, kontrol, dan daya harus dipasok ke motor listrik pompa

kebakaran dari sumber yang terpercaya atau dua atau lebih sumber yang tak saling

bergantung, karena pompa pemadam kebakarannya berjenis portable.

Berikut ini adalah hasil wawancara dengan Informan 1 dan Informan 2

mengenai pompa pemadam kebakaran :

Informan 1 : “Ada (pompa pemadam kebakaran). Untuk … pompa pemadam


kebakaran sudah dipasang dan menggunakan pompa portable karena gedungnya
hanya satu lantai, sudah sesuai (persyaratan). Untuk pemeriksaan inspeksi sama
cek-ceknya apa … di pompa itu kita lakukan seminggu sekali dengan
memanaskan mesin baik sama pengecekan baterai aki, kalau inspeksinya dia
setiap bulan, tapi untuk pelatihannya enam bulan sekali.”
Informan 2 : “Ada (pompa pemadam kebakaran). Ya, sudah sesuai
(persyaratan).”

4.4.4 Hidran Pemadam Kebakaran

PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru

memiliki 3 buah hidran pemadam kebakaran yang ditempatkan di halaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

bangunan gedung. Hidran pemadam kebakarannya diinspeksi setiap bulan, diuji

setiap 6 bulan sekali, dan pemeliharaan dilakukan jika terdapat kerusakan pada

hidran pemadam kebakaran.

Tabel 4.8 Spesifikasi Hidran Pemadam Kebakaran di PT. PLN (Persero)


Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru

Spesifikasi Hidran Pemadam Kebakaran


Merk/Tipe Ozeki/Outdoor Hydrant Box Type C
Ukuran 95 x 66 x 20 cm
Kelengkapan 1 buah nozzle dan 1 buah hose
(kopling sudah terpasang)
Diameter Hose 2.5 inches
Panjang Hose 30 meter
Material Plate 1.2 mm mild steel
Production Process Dust Remover, Phospating &
Zincronate Primer
Finishing Top coat powder coating red signal

Tabel 4.9 Kesesuaian Hidran Pemadam Kebakaran di PT. PLN (Persero)


Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI
03-1745-2000 dan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008

SNI 03-1745-2000 dan Kondisi Aktual


No. PerMen PU No. Keterangan
Sesuai Tidak
26/PRT/M/2008 Sesuai
1. Sambungan slang dan Sambungan slang dan
kotak hidran tidak boleh
terhalang (SNI 03-1745-
 kotak hidran
terhalang.
tidak

2000).
2. Lemari hidran hanya Lemari hidran hanya
digunakan untuk digunakan untuk
menempatkan peralatan  menempatkan peralatan
kebakaran (SNI 03-1745- kebakaran.
2000).
3. Lemari hidran di cat Lemari hidran di cat
dengan warna
menyolok mata (SNI 03-
yang  dengan warna yang
menyolok mata.
1745-2000).
4. Bila hidran kota tidak Hidran halaman
tersedia, maka harus tersedia.
disediakan hidran halaman 
(PerMen PU No.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

26/PRT/M/2008).
5. Hidran halaman harus Hidran halaman
diinspeksi setiap tahun dan diinspeksi setiap 6 bulan
setelah setiap operasi  sekali.
(PerMen PU No.
26/PRT/M/2008).
6. Riwayat catatan inspeksi, Riwayat catatan
pengujian dan inspeksi, pengujian dan
pemeliharaan harus  pemeliharaan disimpan.
disimpan (PerMen PU No.
26/PRT/M/2008).
Sesuai : 6 elemen (100%)
Tidak Sesuai : 0 elemen (0%)

Berdasarkan tabel 4.9, dari 6 persyaratan mengenai hidran pemadam

kebakaran menurut SNI 03-1745-2000 dan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008,

semua persyaratan telah dipenuhi dengan tingkat kesesuaian 100%.

Berikut ini adalah hasil wawancara dengan Informan 1 dan Informan 2

mengenai hidran pemadam kebakaran :

Informan 1 : “Sudah ada (hidran pemadam kebakaran). Iya, ada (ditempatkan,


dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan sesuai dengan persyaratan).
Kalau untuk inspeksinya tiap bulan, tapi untuk pengujian praktik penggunaan
enam bulan sekali, pemeliharaan … jika di inspeksi ada kerusakan langsung kita
pelihara.”
Informan 2 : “Ada (hidran pemadam kebakaran). Ada (diinstalasi, ditempatkan,
diproteksi dan dilakukan pemeriksaan berkala sesuai persyaratan).”

4.4.5 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau

dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru berjumlah 24 buah yang terdiri dari merek

Eversafe 4 buah, Anke 3 buah, Altek 3 buah, dan Servvo 14 buah. Berdasarkan

jenis media pemadamnya, sebanyak 22 buah APAR berisi dry powder dan 2 buah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

APAR berisi CO2 (merk Anke). Seluruh APAR menggunakan sistem penggerak

bertekanan (pressurized) dan jenis APAR yang tersedia dapat digunakan untuk

memadamkan kelas kebakaran A, B, dan C. APAR ditempatkan dengan jarak 15

meter antar APAR.

Tabel 4.10 Spesifikasi Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di PT. PLN
(Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru

Spesifikasi Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


EVERSAFE
Merk/Type Eversafe/EED-6
Extinguishant ABC Dry Powder
Capacity 6 kg
Propellant Dry Nitrogen (N2)
Valve Controllable Chrome Plated Brass
Valve with Pressure Indicator
Body Diameter 158 mm
Overall Height 525 mm
Approx. Full Weight 9.4 kg
Working Temperature Range - 20°C to + 60°C
Working Pressure 12 Bar
Test Pressure 25 Bar
Burst Range Exceeds 69 Bar
Approx. Discharge Range 5 meter
Approx. Discharge Time 16 sec
Fire Rating 21A:113B
Fire Class ABC + Electrical
Internal Coating Stoving Epoxy Primer
Paint Finishing RAL 3000 Flame Red Polyester
Powder Coating
Mounting Metal „L‟ Wall Bracket
ANKE (ABC Dry Powder)
Merk/Type Anke/MFZL6
Extinguishant ABC Dry Powder
Capacity 6 kg
Body Diameter 160 mm
Overall Height 520 mm
Approx. Full Weight 9.8 kg
Working Temperature Range - 30°C to + 60°C
Working Pressure 14 Bar
Test Pressure 27 Bar
Approx. Discharge Range ≥ 5 meter
Approx. Discharge Time ≥ 15 sec

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

Fire Rating 34A:183B


Fire Class A, B, C
ALTEK
Merk/Type Altek/AT-60P
Extinguishant ABC Dry Powder
Capacity 6 kg
Body Diameter 160 mm
Overall Height 600 mm
Working Pressure 12 – 15 Bar
Approx. Discharge Range 6 – 10 meter
Approx. Discharge Time 11 sec
Fire Rating 4A/12B
Fire Class A, B, C
ANKE (CO2)
Merk/Type Anke/MT4 CE
Extinguishant CO2
Capacity 6L
Body Diameter 136 mm
Overall Height 540 mm
Approx. Full Weight 11.4 kg
Working Temperature Range - 30°C to + 60°C
Working Pressure 174 Bar
Test Pressure 250 Bar
Material Alloy Steel
Fire Rating 70B
SERVVO
Merk/Type Servvo/P 600 ABC 90
Extinguishant Dry Chemical Powder PC ABC 90%
(UL)
Capacity 6 kg
Body Diameter 160 mm
Overall Height 540 mm
Approx. Full Weight 9.4 kg
Working Temperature Range - 20°C to + 60°C
Working Pressure 15 Bar
Approx. Discharge Range 3 – 12 meter
Approx. Discharge Time Min. 16 sec
Fire Rating 7A:60B
Fire Class A, B, C
Labelling Screen Printing
Paint Finishing Red, UV Resistance Powder Coating

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

Tabel 4.11 Kesesuaian Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di PT. PLN
(Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru
dengan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008

Kondisi Aktual
PerMen PU No.
No. Keterangan
26/PRT/M/2008 Sesuai Tidak
Sesuai
1. Tersedianya APAR. Tersedianya APAR.

2. Klasifikasi APAR harus Klasifikasi APAR yang
terdiri dari huruf yang tersedia adalah kelas
menunjukkan kelas api di ABC.
mana alat pemadam api
terbukti efektif, didahului
dengan angka (hanya
kelas A dan kelas B) yang
menunjukkan efektifitas

pemadaman relatif. APAR
yang diklasifikasi untuk
penggunaan bahaya
kebakaran kelas C, kelas
D, atau kelas K tidak
disyaratkan mempunyai
angka yang mendahului
huruf klasifikasi.
3. APAR harus diletakkan di APAR diletakkan di
tempat yang menyolok tempat yang menyolok
mata yang mana alat mata yang mana alat
tersebut mudah dijangkau  tersebut mudah dijangkau
dan siap dipakai saat dan siap dipakai saat
terjadi kebakaran. terjadi kebakaran.
4. APAR harus tampak jelas APAR tampak jelas dan
dan tidak terhalangi.  tidak terhalangi.
5. APAR selain jenis APAR Terdapat APAR yang
beroda harus dipasang tidak dipasang pada
kokoh pada penggantung, penggantung.
atau pengikat buatan
manufaktur APAR, atau
pengikat yang terdaftar
yang disetujui untuk

tujuan tersebut, atau
ditempatkan dalam lemari
atau dinding yang
konstruksinya masuk ke
dalam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

6. Perletakan APAR harus Perletakan APAR ada


ada jarak antara APAR
dengan lantai tidak kurang
 jarak
dengan
antara
lantai
APAR
tidak
dari 10 cm. kurang dari 10 cm.
7. Instruksi pengoperasian Instruksi pengoperasian
harus ditempatkan pada
bagian depan dari APAR
 terdapat pada bagian
depan APAR dan terlihat
dan harus terlihat jelas. jelas.
8. Label sistem identifikasi Label tidak ditempatkan
bahan berbahaya, label pada bagian depan
pemeliharaan enam tahun, APAR.
label uji hidrostatik, atau
label lain harus tidak
boleh ditempatkan pada
bagian depan dari APAR
atau ditempelkan pada
bagian depan APAR. 
Pelarangan ini tidak
berlaku untuk label asli
manufaktur, label yang
secara spesifik terkait
pengoperasian APAR atau
klasifikasi api, atau label
inventory control spesifik
untuk APAR itu.
9. APAR harus memiliki Terdapat APAR yang
label yang ditempelkan tidak memiliki informasi
untuk memberikan berupa alamat surat dan
informasi berupa nama  nomor telepon.
manufaktur atau nama
agennya, alamat surat dan
nomor telepon.
10. APAR diinspeksi pada APAR diinspeksi pada
setiap interval waktu kira-
kira 30 hari.
 setiap interval waktu 30
hari.
11. Petugas yang melakukan Petugas yang melakukan
inspeksi harus menyimpan inspeksi menyimpan
arsip dari semua APAR  arsip dari semua APAR
yang diperiksa, termasuk yang diperiksa, termasuk
tindakan korektif yang tindakan korektif yang
dilakukan. dilakukan.
12. APAR harus dilakukan APAR dilakukan
pemeliharaan pada jangka
waktu tidak lebih dari 1
 pemeliharaan
jangka waktu 30 hari.
pada

tahun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

13. Setiap APAR harus Setiap APAR


mempunyai kartu atau mempunyai kartu yang
label yang dilekatkan digantung pada APAR
dengan kokoh yang yang menunjukkan bulan
menunjukkan bulan dan dan tahun dilakukannya
tahun dilakukannya
 pemeliharaan dan
pemeliharaan dan memberikan identifikasi
memberikan identifikasi petugas yang melakukan
petugas yang melakukan pemeliharaan.
pemeliharaan.
Sesuai : 11 elemen (84,6%)
Tidak Sesuai : 2 elemen (15,4%)

Berdasarkan tabel 4.11, dari 13 persyaratan mengenai Alat Pemadam Api

Ringan (APAR) menurut PerMen PU No. 26/PRT/M/2008, sebanyak 11

persyaratan telah dipenuhi dengan tingkat kesesuaian mencapai 84,6%.

Persyaratan yang tidak dipenuhi, yaitu APAR selain jenis APAR beroda harus

dipasang kokoh pada penggantung, atau pengikat buatan manufaktur APAR, atau

pengikat yang terdaftar yang disetujui untuk tujuan tersebut, atau ditempatkan

dalam lemari atau dinding yang konstruksinya masuk ke dalam, tetapi terdapat

APAR yang tidak dipasang pada penggantung. APAR harus memiliki label yang

ditempelkan untuk memberikan informasi berupa nama manufaktur atau nama

agennya, alamat surat dan nomor telepon, dikarenakan terdapat APAR yang tidak

memiliki label informasi tersebut.

Berikut ini adalah hasil wawancara dengan Informan 1 dan Informan 2

mengenai Alat Pemadam Api Ringan (APAR) :

Informan 1 : “Ada (APAR). Untuk di Area Pekanbaru berdasarkan media


pemadaman itu ada dry powder atau dry chemical dan CO2, untuk kelas
kebakarannya kita menggunakan kelas ABC karena di Pekanbaru ini hanya ada
media padat, cair dan apa … elektrik bertegangan, untuk sistem penggeraknya
kita menggunakan tabung bertekanan. Untuk jumlah APAR yang dry chemical
atau dry powder itu ada 22, sedangkan CO2 ada 2 buah, untuk penempatannya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

CO2 di ruang server, selain itu menggunakan dry chemical atau dry powder.
Untuk penempatan APAR kita menggunakan jarak 15 meter ditempatkan APAR,
kemudian untuk menentukan jenisnya kita menggunakan jenis risiko
kebakarannya, jadi misalkan yang di ruang server itu karena elektrik dan sangat
sensitif jadi menggunakan CO2. Sudah sesuai (kelengkapan, penempatan,
pengujian, inspeksi dan pemeliharaan dengan persyaratan).”
Informan 2 : “Ada, terdapat (APAR). Jenisnya … itu … jenis … ABC, powder dan
CO2, sistem penggeraknya tekan. Jumlahnya … totalnya 24 … powdernya 22
CO2nya … 2, powder kita letakkan di posisi pintu masuk dan ruangan-ruangan
tertentu, sedangkan CO2 itu diletakkan khusus di ruang server. Berdasarkan jenis
dan kebutuhannya (untuk penempatan). Iya (kelengkapan, penempatan,
pengujian, inspeksi dan pemeliharaan sudah sesuai dengan persyaratan).

4.4 Tingkat Kesesuaian Sistem Proteksi Kebakaran

Berikut ini adalah tabel tingkat kesesuaian Sistem Proteksi Kebakaran di

PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan

elemen persyaratan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008 dan Standar Nasional

Indonesia (SNI) :

Tabel 4.12 Tingkat Kesesuaian Sistem Proteksi Kebakaran di PT. PLN


(Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru

Tingkat Kesesuaian TOTAL


No. Variabel Sesuai Tidak Sesuai
Elemen (%) Elemen (%) Elemen (%)
1. Sistem Proteksi 4 80 1 20 5 100
Kebakaran Pasif
2. Sistem Proteksi
Kebakaran Aktif
a. Detektor 4 80 1 20 5 100
Kebakaran
b. Alarm Kebakaran 3 100 0 0 3 100
c. Pompa Pemadam 6 75 2 25 8 100
Kebakaran
d. Hidran Pemadam 6 100 0 0 6 100
Kebakaran
e. Alat Pemadam
Api Ringan 11 84,6 2 15,4 13 100
(APAR)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

TOTAL 34 85 6 15 40 100

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa variabel sistem proteksi kebakaran pasif

dari 5 elemen yang diteliti, terdapat 4 elemen (80%) yang sesuai dengan

persyaratan dan 1 elemen (20%) yang tidak sesuai dengan persyaratan. Variabel

detektor kebakaran dari 5 elemen yang diteliti, terdapat 4 elemen (80%) yang

sesuai dengan persyaratan dan 1 elemen (20%) yang tidak sesuai dengan

persyaratan. Variabel alarm kebakaran dari 3 elemen yang diteliti, terdapat 3

elemen (100%) yang sesuai dengan persyaratan dan 0 elemen (0%) yang tidak

sesuai dengan persyaratan. Variabel pompa pemadam kebakaran dari 8 elemen

yang diteliti, terdapat 6 elemen (75%) yang sesuai dengan persyaratan dan 2

elemen (25%) yang tidak sesuai dengan persyaratan. Variabel hidran pemadam

kebakaran dari 6 elemen yang diteliti, terdapat 6 elemen (100%) yang sesuai

dengan persyaratan dan 0 elemen (0%) yang tidak sesuai dengan persyaratan.

Variabel Alat Pemadam Api Ringan dari 13 elemen yang diteliti, terdapat 11

elemen (84,6%) yang sesuai dengan persyaratan dan 2 elemen (15,4%) yang tidak

sesuai dengan persyaratan.

Tingkat kesesuaian keseluruhan sistem proteksi kebakaran di PT. PLN

(Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan 40 elemen

persyaratan berdasarkan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008 dan Standar Nasional

Indonesia (SNI) adalah sebanyak 34 elemen (85%) sesuai dengan persyaratan dan

6 elemen (15%) tidak sesuai dengan persyaratan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Sistem Proteksi Kebakaran Pasif

PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru

memiliki 5 gedung yang terdiri dari gedung utama, gedung jaringan, gedung

PDKB, gudang indoor dan gudang belakang. Risiko kebakaran yang terdapat di

setiap bangunan gedung diklasifikasikan berdasarkan sumber api yang dapat

memicu kebakaran yang dimiliki bangunan gedung. Gedung utama memiliki

banyak bahan padat bukan logam yang dapat terbakar, seperti kayu lapis 17 mm

sebagai bahan pelapis interior bangunan, meja berbahan kayu dan kertas yang

dapat menjadi sumber api untuk kebakaran kelas A dan peralatan listrik yang dapat

menjadi sumber api untuk kebakaran kelas C. Gedung jaringan dan gedung PDKB

memiliki meja berbahan kayu, lemari berbahan kayu dan kertas yang dapat menjadi

sumber api untuk kebakaran kelas A, peralatan listrik dan bahan bakar solar yang

terletak antar gedung yang dapat menjadi sumber api untuk kebakaran kelas B, serta

generator set yang dapat menjadi sumber api untuk kebakaran kelas C. Gudang

indoor memiliki banyak peti kayu, kardus bermuatan, penyangga atap berbahan

kayu, meja berbahan kayu, kertas, dan plastik yang dapat menjadi sumber api untuk

kebakaran kelas A dan peralatan listrik yang dapat menjadi sumber api untuk

kebakaran kelas C. Gudang belakang memiliki banyak peti kayu, haspel kayu dan

plastik yang dapat menjadi sumber api untuk kebakaran kelas A dan peralatan listrik

yang dapat menjadi sumber api untuk kebakaran kelas C.

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

Bahan bangunan yang digunakan berupa beton bertulang sebagai pondasi

bangunan; beton, bata dan batako sebagai bahan dinding bangunan; asbes sebagai

pemisah beberapa ruangan dalam bangunan; aluminium, kaca dan besi sebagai

bahan bingkai, jendela, dan pintu; ubin granit sebagai bahan lantai bangunan,

lembaran seng sebagai bahan atap bangunan; dan kayu lapis 17 mm sebagai bahan

pelapis interior bangunan. Dikarenakan bangunan gedung PT. PLN (Persero)

Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru termasuk kelas 5 (gedung

utama, gedung jaringan dan gedung PDKB) dan kelas 7 (gudang indoor dan

gudang belakang) dengan jumlah lantai adalah 1 lantai, maka sesuai SNI 03-1736-

2000 harus memenuhi tipe konstruksi tahan api sekurang-kurangnya tipe C, yaitu

konstruksi yang komponen struktur bangunannya adalah dari bahan yang dapat

terbakar dan tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara struktural terhadap

kebakaran. Tetapi, seluruh bangunan gedung PT. PLN (Persero) Wilayah Riau

dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru memenuhi konstruksi tahan api tipe B, yaitu

konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api mampu

mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di dalam bangunan

dan dinding luar mampu mencegah penjalaran kebakaran dari luar bangunan.

Bangunan gedung jaringan dan bangunan gedung PDKB terletak berjajar

satu dengan lainnya dipisahkan dengan dinding berbahan beton dan asbes sebagai

pemisah antar ruangan di gedung utama. Jalan masuk bagi kendaraan darurat

tersedia dan lintasan dari jalan umum mempunyai lebar bebas 6 meter.

Kompartemenisasi dan pemisahan ini sangat penting karena dapat menahan

penjalaran api dan membatasi timbulnya asap antar ruangan dan gedung sehingga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

memberikan waktu yang lebih untuk proses evakuasi dan penanggulangan

kebakaran. Bukaan dilindungi dengan penutup tahan api, yaitu berupa aluminium

dan kaca untuk bukaan di gedung utama, gedung jaringan, gedung PDKB, bagian

administrasi gudang indoor; besi untuk bukaan di gudang indoor dan gudang

belakang.

Berdasarkan hasil observasi, dari 5 persyaratan berdasarkan SNI 03-1736-

2000 tentang Tata Cara Perencanaan Sistem Proteksi Pasif untuk Pencegahan

Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung, 4 persyaratan telah

dipenuhi dan 1 persyaratan tidak dipenuhi. Data yang diperoleh dari hasil

wawancara tidak sesuai dengan data yang diperoleh dari hasil observasi, yaitu

pada saat wawancara dinyatakan bahwa sistem proteksi kebakaran pasif sudah

sesuai dengan SNI 03-1736-2000, tetapi pada saat observasi ditemukan bukaan

pada bagian belakang gedung utama yang tidak dilindungi dengan penutup tahan

api, tetapi berbahan kayu. Penutup tahan api sangat diperlukan karena dalam

keadaan darurat ketika kebakaran terjadi, semua bukaan terdekat akan dimanfaatkan

oleh pekerja untuk keluar dari gedung. Jika penutup pada bukaan terbuat dari bahan

kayu, kemungkinan bukaan ikut terbakar sangat besar dan akan menghambat proses

evakuasi.

Dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu oleh Ummah (2016), tidak

terdapat sistem proteksi kebakaran pasif pada ke-4 bangunan gedung PT. PLN

(Persero) Area Pengatur Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta,

yaitu gedung utama, gedung teknik, gedung klinik, dan gedung serbaguna. Hal ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

dikarenakan seluruh bangunan gedung PT. PLN (Persero) Area Pengatur Distribusi

Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta bertipe bangunan lama.

5.2 Sistem Proteksi Kebakaran Aktif

5.2.1 Detektor Kebakaran

Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara, dari 5 persyaratan

berdasarkan SNI 03-3985-2000 tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan

Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya

Kebakaran pada Bangunan Gedung, 4 persyaratan telah dipenuhi dan 1

persyaratan tidak dipenuhi.

Persyaratan yang telah dipenuhi adalah setiap detektor kebakaran yang

terpasang dapat dijangkau untuk pemeliharaan dan untuk pengujian secara

periodik, detektor kebakaran terbuat dari Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS)

plastic sehingga terproteksi dari kemungkinan rusak karena gangguan mekanis.

Detektor kebakaran juga diinspeksi setiap bulan, diuji setiap 6 bulan sekali dan

pemeliharaan dilakukan jika terdapat kerusakan pada detektor kebakaran oleh staf

K3L. Rekaman hasil dari semua inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan, disimpan

untuk jangka waktu 5 tahun untuk pengecekan oleh instansi yang berwenang.

Persyaratan yang tidak dipenuhi adalah detektor kebakaran harus dipasang

di setiap bagian/ruangan pada gedung, tetapi di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau

dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru detektor kebakaran tidak terpasang di

gudang indoor dan gudang belakang, dikarenakan dana untuk pengadaan detektor

kebakaran di tahun 2017 tidak memadai untuk mencakup seluruh bagian gedung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

sehingga pengadaan detektor kebakaran untuk di gudang indoor dan gudang

belakang masuk ke dalam anggaran tahun 2018.

Pengadaan detektor kebakaran di gudang indoor dan gudang belakang

sangat diperlukan untuk dapat mendeteksi sedini mungkin apabila terjadi

kebakaran, mengingat ketiadaan pekerja di gudang belakang dan banyaknya

material yang dapat menjadi sumber api di gudang indoor maupun gudang

belakang.

Dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu oleh Ummah (2016) di PT.

PLN (Persero) Area Pengatur Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa

Yogyakarta, hanya terdapat 1 buah detektor kebakaran yang dipasang di gedung

utama. Hal ini dikarenakan ke-3 bangunan gedung lainnya, yaitu gedung teknik,

gedung klinik dan gedung serbaguna akan direnovasi sehingga belum dipasang

detektor kebakaran.

5.2.2 Alarm Kebakaran

Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara, dari 3 persyaratan

berdasarkan SNI 03-3985-2000 tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan

Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya

Kebakaran pada Bangunan Gedung, seluruh persyaratan telah dipenuhi.

Alarm kebakaran dipasang pada gedung utama, gedung jaringan dan

gedung PDKB, bunyi yang dihasilkan alarm kebakaran mencapai ke gudang

indoor dan gudang belakang dikarenakan adanya horn yang dipasang di bagian

luar gedung utama dan di bagian luar gedung jaringan. Semua bagian ruangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

dalam bangunan PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area

Pekanbaru dapat dijangkau oleh sistem alarm kebakaran. Alarm kebakaran yang

dipasang di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area

Pekanbaru mempunyai bunyi dan irama yang khas sehingga mudah dikenali

sebagai alarm kebakaran dan diinspeksi setiap 6 bulan sekali bersamaan dengan

simulasi tanggap darurat. Alarm kebakaran sangat diperlukan untuk

menginformasikan kepada pekerja bahwa terjadi kebakaran sehingga evakuasi

harus segera dilakukan.

Dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu oleh Ummah (2016) di PT.

PLN (Persero) Area Pengatur Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa

Yogyakarta, hanya terdapat 1 buah alarm kebakaran yang dipasang di gedung

utama. Hal ini dikarenakan ke-3 bangunan gedung lainnya, yaitu gedung teknik,

gedung klinik dan gedung serbaguna akan direnovasi sehingga belum dipasang

alarm kebakaran.

5.2.3 Pompa Pemadam Kebakaran

Berdasarkan hasil observasi, wawancara mendalam dan telaah dokumen,

dari 8 persyaratan berdasarkan SNI 03-6570-2001 tentang Instalasi Pompa yang

Dipasang Tetap untuk Proteksi Kebakaran dan Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi

Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, 6 persyaratan telah dipenuhi

dan 2 persyaratan tidak dipenuhi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

Persyaratan SNI 03-6570-2001 yang telah dipenuhi adalah menggunakan

penggerak yang dapat diterima untuk pompa pada suatu instalasi tunggal, yaitu

motor listrik, motor diesel, turbin uap, atau kombinasinya, pompa pemadam

kebakaran yang dimiliki PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau

Area Pekanbaru menggunakan motor diesel sebagai penggeraknya. Pasokan air

terjamin kualitas, kuantitas dan tekanannya, karena menggunakan air yang

dipasok dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Persyaratan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008 yang telah dipenuhi adalah

pompa pemadam kebakaran, penggerak, dan kontrolnya terlindungi dari

kemungkinan terganggunya layanan akibat ledakan, kebakaran, banjir, gempa,

tikus, serangga, badai, beku, pencurian, dan kondisi ekstrim lainnya, karena

pompa pemadam kebakaran dipagari dan diberi atap. Menurut PerMen PU No.

26/PRT/M/2008, unit pompa pemadam kebakaran yang dipasang di luar harus

ditempatkan sekurang-kurangnya 15 meter jauhnya dari gedung terdekat, hasil

observasi menunjukkan bahwa unit pompa pemadam kebakaran yang dipasang di

halaman bangunan gedung di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan

Riau Area Pekanbaru ditempatkan 4 meter jauhnya dari gedung terdekat. Pompa

pemadam kebakaran dipasangi pagar pelindung dan dilakukan pemeriksaan

berkala terhadap baterai dan pengisi setiap seminggu sekali, pompa pemadam

kebakaran diinspeksi setiap 6 bulan sekali dan mesin dipanaskan setiap seminggu

sekali agar kondisi mesin selalu siap untuk dioperasikan.

Persyaratan yang tidak dipenuhi adalah lantai di bawah pompa pemadam

kebakaran tidak miring, sedangkan menurut SNI 03-6570-2001 lantai harus dibuat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

miring agar cukup untuk mengeringkan air yang bocor menjauhi peralatan kritis

seperti pompa, penggerak pompa, kontrol, dan sebagainya. Pompa pemadam

kebakaran berjenis portable yang dimiliki PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan

Kepulauan Riau Area Pekanbaru tidak menggunakan motor listrik dan hanya

menggunakan 1 sumber daya, sedangkan menurut SNI 03-6570-2001 daya harus

dipasok ke motor listrik pompa kebakaran dari sumber yang terpercaya atau dua

atau lebih sumber yang tak saling bergantung.

Pompa pemadam kebakaran sangat diperlukan karena apabila terjadi

kebakaran, dapat melakukan upaya penanggulangan kebakaran terlebih dahulu

sebelum pemadam kebakaran kota tiba di lokasi sehingga meminimalisir material

yang terbakar. Sebaiknya, lantai di bawah pompa pemadam kebakaran dibuat

miring agar terhindar dari kerusakan apabila sewaktu-waktu terjadi kebocoran

yang membuat air menggenangi lantai dan menyediakan pompa utama ataupun

mengganti pompa pemadam kebakaran berjenis portable dengan pompa pemadam

kebakaran yang dipasang tetap agar daya dapat dipasok dari sekurang-kurangnya

2 sumber daya yang tak saling bergantung, seperti motor listrik dan motor diesel

sehingga dapat menghindari kegagalan fungsi pompa akibat ketiadaan pasokan

daya ketika terjadi kebakaran.

Dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu oleh Ummah (2016), tidak

terdapat pompa pemadam kebakaran di PT. PLN (Persero) Area Pengatur Distribusi

Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini dikarenakan perizinan dan

biaya pemasangan pompa pemadam kebakaran sangat mahal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

5.2.4 Hidran Pemadam Kebakaran

Berdasarkan hasil observasi, wawancara mendalam dan telaah dokumen,

dari 6 persyaratan berdasarkan SNI 03-1745-2000 tentang Tata Cara Perencanaan

dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Slang untuk Pencegahan Bahaya

Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung dan Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi

Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, seluruh persyaratan telah

dipenuhi.

Hidran pemadam kebakaran yang berjumlah 3 buah ditempatkan di

halaman bangunan gedung PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau

Area Pekanbaru. Persyaratan SNI 03-1745-2000 yang seluruhnya telah dipenuhi,

yaitu sambungan slang dan kotak hidran tidak terhalang, lemari hidran hanya

digunakan untuk menempatkan peralatan kebakaran dan di cat dengan warna yang

menyolok mata.

Persyaratan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008 yang seluruhnya telah

dipenuhi, yaitu tersedianya hidran halaman, hidran halaman harus diinspeksi

setiap tahun dan setelah setiap operasi. Staf K3L di PT. PLN (Persero) Wilayah

Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru melakukan inspeksi setiap bulan,

pengujian setiap 6 bulan sekali, dan pemeliharaan dilakukan jika terdapat

kerusakan pada hidran pemadam kebakaran, serta riwayat catatan inspeksi,

pengujian dan pemeliharaan disimpan.

Hidran pemadam kebakaran sangat diperlukan untuk dapat menjangkau

gedung PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

yang letaknya agak jauh dari pompa pemadam kebakaran atau terhalang dengan

gedung lainnya apabila terjadi kebakaran.

Hasil penelitian terdahulu oleh Ummah (2016) di PT. PLN (Persero) Area

Pengatur Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta tidak meneliti

variabel hidran pemadam kebakaran.

5.2.5 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Berdasarkan hasil observasi, wawancara mendalam dan telaah dokumen,

dari 13 persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada

Bangunan Gedung dan Lingkungan, 11 persyaratan telah dipenuhi dan 2

persyaratan tidak dipenuhi.

Persyaratan yang telah dipenuhi adalah tersedianya APAR, klasifikasi

APAR terdiri dari huruf yang menunjukkan kelas api di mana alat pemadam api

terbukti efektif, didahului dengan angka (hanya kelas A dan kelas B) yang

menunjukkan efektifitas pemadaman relatif. APAR diletakkan di tempat yang

menyolok mata sehingga mudah untuk dijangkau dan siap dipakai saat terjadi

kebakaran. APAR tampak jelas dan tidak terhalangi. Perletakan APAR ada jarak

antara APAR dengan lantai > 10 cm. Instruksi pengoperasian terdapat pada bagian

depan APAR dan terlihat jelas. Label sistem identifikasi bahan berbahaya, label

pemeliharaan 6 tahun dan label uji hidrostatik tidak ditempatkan pada bagian

depan dari APAR atau ditempelkan pada bagian depan APAR. APAR diinspeksi

pada setiap interval waktu 30 hari dan petugas yang melakukan inspeksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

menyimpan arsip dari semua APAR yang diperiksa, termasuk tindakan korektif

yang dilakukan. APAR dilakukan pemeliharaan pada jangka waktu 30 hari dan

setiap APAR mempunyai kartu yang digantung pada APAR yang menunjukkan

bulan dan tahun dilakukannya pemeliharaan dan memberikan identifikasi petugas

yang melakukan pemeliharaan.

Persyaratan yang tidak dipenuhi adalah terdapat 3 buah APAR yang tidak

dipasang pada penggantung, yaitu di gudang indoor 2 buah dan gudang belakang

1 buah, sedangkan menurut PerMen PU No. 26/PRT/M/2008 APAR selain jenis

APAR beroda harus dipasang kokoh pada penggantung, atau pengikat buatan

manufaktur APAR, atau pengikat yang terdaftar yang disetujui untuk tujuan

tersebut, atau ditempatkan dalam lemari atau dinding yang konstruksinya masuk

ke dalam. 14 buah APAR merk Servvo tidak memiliki informasi berupa nomor

telepon, tetapi memiliki informasi berupa nama manufaktur atau nama agennya

dan alamat surat yang dilekatkan pada APAR, 3 buah APAR merk Anke tidak

memiliki informasi berupa alamat surat dan nomor telepon yang dilekatkan pada

APAR, sedangkan menurut PerMen PU No. 26/PRT/M/2008 APAR harus

memiliki label yang ditempelkan untuk memberikan informasi berupa nama

manufaktur atau nama agennya, alamat surat dan nomor telepon.

APAR sangat diperlukan sebagai alat pemadaman kebakaran pertama yang

digunakan apabila terjadi kebakaran yang masih kecil/terbatas dan tidak

direkomendasikan untuk kebakaran yang sudah membesar/meluas. Sebaiknya,

APAR dipasang pada penggantung yang sudah disediakan agar memudahkan

pekerja untuk mengambil dan menggunakan APAR apabila terjadi kebakaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

sehingga mengefisiensikan waktu untuk mencari APAR dan menempelkan label

yang memiliki informasi berupa nama manufaktur atau nama agennya, alamat

surat dan nomor telepon agar memudahkan pekerja untuk menghubungi

manufaktur maupun agennya apabila terjadi kerusakan pada APAR.

Pemasangan dan pemeliharaan APAR di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau

dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru berpedoman pada Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi No. PER.04/MEN/1980 tentang Syarat-Syarat

Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan. Jika hasil observasi

dan hasil wawancara dibandingkan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No. PER.04/MEN/1980, persyaratan yang telah dipenuhi adalah

setiap satu atau kelompok APAR ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat

dengan jelas, mudah dicapai dan diambil serta dilengkapi dengan pemberian tanda

pemasangan. Tinggi pemberian tanda pemasangan adalah 125 cm dari dasar lantai

tepat diatas satu atau kelompok APAR bersangkutan. Pemasangan APAR

sedemikian rupa sehingga bagian paling atas (puncaknya) berada pada ketinggian

120 cm dari permukaan lantai, kecuali jenis CO2 dan tepung kering (dry chemical)

dapat ditempatkan lebih rendah dengan syarat, jarak antara dasar APAR dengan

permukaan lantai tidak kurang 15 cm. Setiap APAR harus diperiksa 2 (dua) kali

dalam setahun, yaitu pemeriksaan dalam jangka 6 (enam) bulan dan pemeriksaan

dalam jangka 12 (dua belas) bulan, pemeriksaan terhadap APAR dilakukan pada

setiap interval waktu 30 hari.

Persyaratan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

PER.04/MEN/1980 yang tidak dipenuhi adalah setiap APAR harus dipasang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

(ditempatkan) menggantung pada dinding dengan penguatan sengkang atau

dengan konstruksi penguat lainnya atau ditempatkan dalam lemari atau peti (box)

yang tidak dikunci, dikarenakan terdapat 3 buah APAR yang tidak dipasang pada

penggantung, yaitu di gudang indoor 2 buah dan gudang belakang 1 buah. 21

buah APAR lainnya dipasang menggantung pada dinding.

Dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu oleh Ummah (2016) di PT.

PLN (Persero) Area Pengatur Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa

Yogyakarta, APAR di gedung utama dan gedung teknik masuk ke dalam kategori

cukup, sedangkan di gedung klinik dan gedung serbaguna masuk ke dalam kategori

kurang. Hal ini dikarenakan unit penanggulangan kebakaran tidak melakukan

pemeriksaan dan pemeliharaan sistem penanggulangan kebakaran secara mandiri,

melainkan bekerja sama dengan vendor sehingga masih terdapat kekurangan pada

kelengkapan APAR.

5.3 Analisis Risiko Kebakaran

Menurut standar AS/NZS 4360, kemungkinan (likelihood) terjadinya suatu

risiko diberi rentang antara suatu risiko yang jarang terjadi sampai dengan risiko

yang dapat terjadi setiap saat.

Tabel 5.1 Skala Kemungkinan (Likelihood)

Persentase
Level Descriptor Uraian
Kesesuaian
A Almost Certain Dapat terjadi setiap saat. 0 – 39%
B Likely Kemungkinan terjadi sering. 40 – 64%
C Possible Dapat terjadi sekali-sekali. 65 – 84%
D Unlikely Kemungkinan terjadi jarang. 85 – 94%
E Rare Hampir tidak mungkin terjadi. 95 – 100%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

Berdasarkan hasil observasi, wawancara mendalam dan telaah dokumen

terhadap sistem proteksi kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan

Kepulauan Riau Area Pekanbaru, diperoleh persentase tingkat kesesuaian sistem

proteksi kebakaran, yaitu 85% sehingga masuk ke dalam kategori Unlikely untuk

skala kemungkinan (likelihood).

Rentang untuk keparahan (severity atau consequences) dikategorikan

antara kejadian yang tidak menimbulkan cedera atau hanya kerugian kecil dan

yang paling parah jika dapat menimbulkan kejadian fatal (meninggal dunia) atau

kerusakan besar terhadap aset perusahaan.

Tabel 5.2 Skala Keparahan/Konsekuensi (Severity/Consequences)

Level Descriptor Korban Tewas Kerugian Materi


1 Insignificant 0 > Rp 50.000.000
2 Minor 0 Rp 50.000.000 – Rp 100.000.000
3 Moderate 0 Rp 100.000.001 – Rp 500.000.000
4 Major 0 Rp 500.000.001 – Rp 1.000.000.000
5 Catastrophic ≥1 > Rp 1.000.000.000

Tabel 5.3 Data Kebakaran Bangunan dan Perkiraan Kerugian di Pekanbaru


Tahun 2015 – 2017

Tahun Jumlah Kejadian Korban Korban Perkiraan Kerugian


Kebakaran Cedera Jiwa Materi
2015 136 5 7 Rp 38.076.000.000
2016 119 - - Rp 20.203.700.000
2017 117 4 - Rp 11.661.500.000
Ʃ 372 9 7 Rp 69.941.200.000

Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan

Pemadam Kebakaran (BPBD – Damkar) Kota Pekanbaru, sepanjang tahun 2015 –

2017 terjadi 372 kebakaran bangunan di Pekanbaru yang menyebabkan 9 korban

cedera dan merenggut 7 korban jiwa dengan perkiraan jumlah kerugian materi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

mencapai Rp 69.941.200.000 atau rata-rata perkiraan kerugian materi mencapai

Rp 188.013.978 setiap terjadi kebakaran sehingga diperkirakan jika terjadi

kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area

Pekanbaru maka untuk skala keparahan/konsekuensi (severity/consequences) yang

dialami dapat masuk ke dalam kategori Moderate.

Berikut ini adalah matriks risiko berdasarkan hasil analisis dengan kategori

Unlikely untuk skala kemungkinan (likelihood) dan kategori Moderate untuk skala

keparahan/konsekuensi (severity/consequences) :

Tabel 5.4 Matriks Risiko (Risk Matrix)

Consequences
Likelihood 1 2 3 4 5
Insignificant Minor Moderate Major Catastrophic
A Almost Certain M H H E E
B Likely M M H H E
C Possible L M H H H
D Unlikely L L M M H
E Rare L L M M H

Keterangan :
E : Extreme Risk (Risiko Sangat Tinggi)
H : High Risk (Risiko Tinggi)
M : Moderate Risk (Risiko Sedang)
L : Low Risk (Risiko Rendah)

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa tingkat risiko meluasnya kebakaran yang

disebabkan oleh ketidaksesuaian sistem proteksi kebakaran di PT. PLN (Persero)

Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru masuk ke dalam kategori

Moderate Risk (Risiko Sedang).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

5.4 Evaluasi Risiko

Hasil analisis risiko menunjukkan bahwa kriteria risiko yang diperoleh

dari matriks risiko berada pada area kuning, artinya risiko dapat ditolerir dengan

syarat semua pengamanan telah dijalankan dengan baik dan sisa risiko dapat

diterima hanya jika pengurangan risiko lebih lanjut tidak memungkinkan sehingga

harus dilakukan pengendalian risiko untuk mengurangi risiko sampai batas yang

dapat diterima.

5.5 Pengendalian Risiko

Strategi dalam pengendalian risiko adalah dengan menekan kemungkinan

terjadinya (likelihood) dan keparahan/konsekuensi (severity/consequences) yang

ditimbulkan. Pengendalian risiko yang dapat dilakukan untuk mengurangi

kemungkinan (likelihood) dan keparahan/konsekuensi (severity/consequences)

adalah dengan substitusi dan pengendalian teknis sebagai berikut :

1. Sistem Proteksi Kebakaran Pasif

Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan substitusi, yaitu mengganti

bukaan pada bagian belakang gedung utama yang berbahan kayu dengan bahan

tahan api agar terhindar dari kemungkinan bukaan terbakar terlebih dahulu

sebelum seluruh pekerja di dalam gedung selesai dievakuasi apabila terjadi

kebakaran. Jika penutup pada bukaan terbuat dari bahan kayu, kemungkinan

bukaan ikut terbakar sangat besar dan akan menghambat proses evakuasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

2. Detektor Kebakaran

Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan pengendalian teknis, yaitu

memasang detektor kebakaran di gudang indoor dan gudang belakang agar

dapat mendeteksi sedini mungkin apabila terjadi kebakaran, mengingat

ketiadaan pekerja di gudang belakang dan banyaknya material yang dapat

menjadi sumber api di gudang indoor maupun gudang belakang.

3. Pompa Pemadam Kebakaran

Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan substitusi, yaitu mengganti

pompa pemadam kebakaran berjenis portable yang sudah ada dengan pompa

yang dipasang tetap.

Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan pengendalian teknis, yaitu

menyediakan pompa utama selain dari pompa mesin diesel berjenis portable

yang sudah ada agar daya dapat dipasok dari sekurang-kurangnya 2 sumber

daya yang tak saling bergantung, seperti motor listrik dan motor diesel

sehingga dapat menghindari kegagalan fungsi pompa akibat ketiadaan

pasokan daya ketika terjadi kebakaran dan lantai di bawah pompa pemadam

kebakaran di buat miring agar komponen pompa pemadam kebakaran

terhindar dari kerusakan apabila sewaktu-waktu terjadi kebocoran yang

membuat air menggenangi lantai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


104

4. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan pengendalian teknis, yaitu

memasang APAR di gudang indoor dan gudang belakang pada penggantung

yang telah disediakan agar memudahkan pekerja untuk mengambil dan

menggunakan APAR apabila terjadi kebakaran sehingga mengefisiensikan

waktu untuk mencari APAR dan menempelkan label pada APAR yang berisi

informasi berupa nama manufaktur atau nama agennya, alamat surat dan

nomor telepon agar memudahkan pekerja untuk menghubungi manufaktur

maupun agennya apabila terjadi kerusakan pada APAR.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap sistem proteksi

kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area

Pekanbaru dan dianalisis risiko kebakarannya, dapat disimpulkan bahwa :

1. Tingkat kesesuaian keseluruhan sistem proteksi kebakaran di PT. PLN

(Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan 40

elemen persyaratan berdasarkan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008 dan Standar

Nasional Indonesia (SNI) adalah sebanyak 34 elemen (85%) sesuai dengan

persyaratan dan 6 elemen (15%) tidak sesuai dengan persyaratan.

2. Hasil analisis risiko menggunakan matriks risiko menunjukkan bahwa tingkat

risiko meluasnya kebakaran yang disebabkan oleh ketidaksesuaian sistem

proteksi kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau

Area Pekanbaru masuk ke dalam kategori Moderate Risk (Risiko Sedang)

dengan kategori Unlikely untuk skala kemungkinan (likelihood) dan kategori

Moderate untuk skala keparahan/konsekuensi (severity/consequences).

105
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
106

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, saran yang dapat diberikan adalah

melakukan pengendalian risiko untuk mengurangi kemungkinan (likelihood) dan

keparahan/konsekuensi (severity/consequences), yaitu dengan substitusi dan

pengendalian teknis sebagai berikut :

1. Tetap melakukan pemeriksaan berkala dan pemeliharaan terhadap sistem

proteksi kebakaran pasif dan sistem proteksi kebakaran aktif yang sudah

sesuai dengan persyaratan agar tetap berfungsi dengan baik.

2. Mengganti bukaan pada bagian belakang gedung utama yang berbahan kayu

dengan bahan tahan api.

3. Memasang detektor kebakaran di gudang indoor dan gudang belakang.

4. Menyediakan pompa utama ataupun mengganti pompa mesin diesel berjenis

portable yang sudah ada dengan pompa pemadam kebakaran yang dipasang

tetap.

5. Lantai di bawah pompa pemadam kebakaran di buat miring.

6. Memasang APAR di gudang indoor dan gudang belakang pada penggantung

yang telah disediakan.

7. Menempelkan label pada APAR yang berisi informasi berupa nama

manufaktur atau nama agennya, alamat surat dan nomor telepon.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Antaranews.com, 2013. Gudang PLN di Pekanbaru Terbakar. Diakses melalui


https://m.antaranews.com/berita/403419/gudang-pln-di-pekanbaru-
terbakar pada tanggal 26 Desember 2017 Pukul 15:08

Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran Kota


Pekanbaru, 2017. Rekapitulasi Kejadian Kebakaran Bangunan di Kota
Pekanbaru Tahun 2017. Pekanbaru.

Badan Pusat Statistik, 2011. Sensus Penduduk 2010. Diakses melalui


http://sp2010.bps.go.id/index.php pada tanggal 22 Januari 2018 Pukul
20:32

Badan Pusat Statistik, 2017. Statistik Indonesia (Statistical Yearbook of


Indonesia). Jakarta : Badan Pusat Statistik.

Badan Standardisasi Nasional, 2000. SNI 03-1736-2000 tentang Tata Cara


Perencanaan Sistem Proteksi Pasif untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
pada Bangunan Rumah dan Gedung. Jakarta : Badan Standardisasi
Nasional.

Badan Standardisasi Nasional, 2000. SNI 03-1745-2000 tentang Tata Cara


Perencanaan dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Slang untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung.
Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.

Badan Standardisasi Nasional, 2000. SNI 03-3985-2000 tentang Tata Cara


Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm
Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.

Badan Standardisasi Nasional, 2001. SNI 03-6570-2001 tentang Instalasi Pompa


yang Dipasang Tetap untuk Proteksi Kebakaran. Jakarta : Badan
Standardisasi Nasional.

Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 1985. Keputusan Menteri


Pekerjaan Umum Nomor 02/KPTS/1985 tentang Ketentuan Pencegahan
dan Penanggulangan Kebakaran pada Bangunan Gedung. Jakarta :
Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.

Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2008. Peraturan Menteri


Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem
Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Jakarta :
Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.

107
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
108

Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah Republik Indonesia, 2000.


Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 10/KPTS/2000
tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan. Jakarta : Departemen Permukiman
dan Pengembangan Wilayah Republik Indonesia.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, 1980. Peraturan


Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.04/MEN/1980 tentang
Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
Jakarta : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.

Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia, 1999. Keputusan Menteri Tenaga


Kerja Republik Indonesia No. KEP. 186/MEN/1999 tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja. Jakarta : Departemen
Tenaga Kerja Republik Indonesia.

Iswara, I., 2011. Analisis Risiko Kebakaran di Rumah Sakit Metropolitan Medical
Centre Tahun 2011. Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.

Napitupulu, P., B. D. Tampubolon, dan D. Komalasari, 2015. Evaluasi Sistem


Proteksi Kebakaran Perusahaan. Edisi Pertama. PT. Alumni. Bandung.

Napitupulu, P., dan B. D. Tampubolon, 2015. Sistem Proteksi Kebakaran


Kawasan Pemukiman dan Perkantoran. Edisi Pertama. PT. Alumni.
Bandung.

Notoatmodjo, S., 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. PT.


Rineka Cipta. Jakarta.

Pln.co.id, 2018. Profil Perusahaan. Diakses melalui http://www.pln.co.id/tentang-


kami/profil-perusahaan pada tanggal 21 Mei 2018 Pukul 12:08

Ramli, S., 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire Management).


Edisi Pertama. PT. Dian Rakyat. Jakarta.

Ramli, S., 2011. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3.
Cetakan Ke-2. PT. Dian Rakyat. Jakarta.

Standards Australia/Standards New Zealand, 2005. Handbook Risk Management


Guidelines Companion to AS/NZS 4360:2004. Sydney : Standards
Australia/Standards New Zealand.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cetakan Ke-
19. CV. Alfabeta. Bandung.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


109

Ummah, H.A., 2016. Gambaran Sistem Penanggulangan Kebakaran di PT. PLN


Area Pengatur Distribusi Jateng & DIY. Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Semarang, Semarang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1. Lembar Observasi

Form 1. Kesesuaian Sistem Proteksi Kebakaran Pasif di PT. PLN (Persero)


Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI 03-1736-
2000

Kondisi Aktual
No. SNI 03-1736-2000 Keterangan
Sesuai Tidak
Sesuai
Bahan Bangunan Gedung
1. Bahan bangunan dan
komponen struktur
bangunan pada setiap
kelas bangunan (kelas 2,
3, 5, 6, 7, 8 atau 9) harus
mampu menahan
penjalaran kebakaran,
dan membatasi timbulnya
asap.
Konstruksi Bangunan Gedung
2. Kelas bangunan 5,6,7,8
dengan jumlah lantai
bangunan adalah 1 lantai
harus memenuhi tipe
konstruksi tahan api
sekurang-kurangnya tipe
C.
Kompartemenisasi dan Pemisahan
3. Bangunan yang memiliki
bagian-bagian yang
berbeda klasifikasinya
dan terletak berjajar satu
dengan lainnya pada
lantai yang sama harus
dipisahkan dengan
dinding tahan api.
4. Mampu menyediakan
jalan masuk bagi
kendaraan darurat dan
lintasan dari jalan umum
yang mempunyai lebar
bebas minimum 6 meter.
Perlindungan pada Bukaan
5. Bukaan harus dilindungi
dengan penutup tahan
api.

110
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
111

Form 2. Kesesuaian Detektor Kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau


dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI 03-3985-2000

Kondisi Aktual
No. SNI 03-3985-2000 Keterangan
Sesuai Tidak
Sesuai
1. Detektor kebakaran
dipasang di setiap
bagian/ruangan pada
gedung.
2. Setiap detektor
kebakaran yang
terpasang harus dapat
dijangkau untuk
pemeliharaan dan untuk
pengujian secara
periodik.
3. Detektor harus diproteksi
terhadap kemungkinan
rusak karena gangguan
mekanis.
4. Dilakukan inspeksi,
pengujian dan
pemeliharaan terhadap
detektor.
5. Rekaman hasil dari
semua inspeksi,
pengujian, dan
pemeliharaan, harus
disimpan untuk jangka
waktu 5 tahun untuk
pengecekan oleh instansi
yang berwenang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


112

Form 3. Kesesuaian Alarm Kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau


dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI 03-3985-2000

Kondisi Aktual
No. SNI 03-3985-2000 Keterangan
Sesuai Tidak
Sesuai
1. Alarm kebakaran
dipasang pada gedung.
2. Semua bagian ruangan
dalam bangunan harus
dapat dijangkau oleh
sistem alarm kebakaran.
3. Mempunyai bunyi dan
irama yang khas hingga
mudah dikenal sebagai
alarm kebakaran.

Form 4. Kesesuaian Pompa Pemadam Kebakaran di PT. PLN (Persero)


Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI 03-6570-
2001 dan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008

SNI 03-6570-2001 dan Kondisi Aktual


No. PerMen PU No. Keterangan
Sesuai Tidak
26/PRT/M/2008 Sesuai
1. Penggerak yang dapat
diterima untuk pompa pada
suatu instalasi tunggal
adalah motor listrik, motor
diesel, turbin uap, atau
kombinasinya (SNI 03-
6570-2001).
2. Lantai harus dibuat miring
agar cukup untuk
mengeringkan air yang
bocor menjauhi peralatan
kritis seperti pompa,
penggerak pompa, kontrol,
dan sebagainya (SNI 03-
6570-2001).
3. Pasokan air terjamin
kualitas, kuantitas dan
tekanannya (SNI 03-6570-
2001).
4. Daya harus dipasok ke
motor listrik pompa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


113

kebakaran dari sumber


yang terpercaya atau dua
atau lebih sumber yang tak
saling bergantung (SNI 03-
6570-2001).
5. Pompa pemadam
kebakaran, penggerak, dan
kontrol, harus dilindungi
terhadap kemungkinan
terganggunya layanan
akibat ledakan, kebakaran,
banjir, gempa, tikus,
serangga, badai, beku,
pencurian, dan kondisi
ekstrim lainnya (PerMen
PU No. 26/PRT/M/2008).
6. Unit pompa pemadam
kebakaran yang dipasang
di luar harus ditempatkan
sekurang-kurangnya 15
meter jauhnya dari gedung
terdekat (PerMen PU No.
26/PRT/M/2008).
7. Pagar pelindung harus
dipasang pada kopling
fleksibel dan poros/tangkai
penyambung fleksibel
untuk mencegah agar
elemen yang berputar tidak
melukai petugas (PerMen
PU No. 26/PRT/M/2008).
8. Dilakukan pemeriksaan
berkala terhadap baterai
dan pengisi (PerMen PU
No. 26/PRT/M/2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


114

Form 5. Kesesuaian Hidran Pemadam Kebakaran di PT. PLN (Persero)


Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan SNI 03-1745-
2000 dan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008

SNI 03-1745-2000 dan Kondisi Aktual


No. PerMen PU No. Keterangan
Sesuai Tidak
26/PRT/M/2008 Sesuai
1. Sambungan slang dan
kotak hidran tidak boleh
terhalang (SNI 03-1745-
2000).
2. Lemari hidran hanya
digunakan untuk
menempatkan peralatan
kebakaran (SNI 03-1745-
2000).
3. Lemari hidran di cat
dengan warna yang
menyolok mata (SNI 03-
1745-2000).
4. Bila hidran kota tidak
tersedia, maka harus
disediakan hidran halaman
(PerMen PU No.
26/PRT/M/2008).
5. Hidran halaman harus
diinspeksi setiap tahun dan
setelah setiap operasi
(PerMen PU No.
26/PRT/M/2008).
6. Riwayat catatan inspeksi,
pengujian dan
pemeliharaan harus
disimpan (PerMen PU No.
26/PRT/M/2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


115

Form 6. Kesesuaian Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di PT. PLN


(Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dengan
PerMen PU No. 26/PRT/M/2008

Kondisi Aktual
PerMen PU No.
No. Keterangan
26/PRT/M/2008 Sesuai Tidak
Sesuai
1. Tersedianya APAR.
2. Klasifikasi APAR harus
terdiri dari huruf yang
menunjukkan kelas api di
mana alat pemadam api
terbukti efektif, didahului
dengan angka (hanya
kelas A dan kelas B) yang
menunjukkan efektifitas
pemadaman relatif. APAR
yang diklasifikasi untuk
penggunaan bahaya
kebakaran kelas C, kelas
D, atau kelas K tidak
disyaratkan mempunyai
angka yang mendahului
huruf klasifikasi.
3. APAR harus diletakkan di
tempat yang menyolok
mata yang mana alat
tersebut mudah dijangkau
dan siap dipakai saat
terjadi kebakaran.
4. APAR harus tampak jelas
dan tidak terhalangi.
5. APAR selain jenis APAR
beroda harus dipasang
kokoh pada penggantung,
atau pengikat buatan
manufaktur APAR, atau
pengikat yang terdaftar
yang disetujui untuk
tujuan tersebut, atau
ditempatkan dalam lemari
atau dinding yang
konstruksinya masuk ke
dalam.
6. Perletakan APAR harus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


116

ada jarak antara APAR


dengan lantai tidak kurang
dari 10 cm.
7. Instruksi pengoperasian
harus ditempatkan pada
bagian depan dari APAR
dan harus terlihat jelas.
8. Label sistem identifikasi
bahan berbahaya, label
pemeliharaan enam tahun,
label uji hidrostatik, atau
label lain harus tidak
boleh ditempatkan pada
bagian depan dari APAR
atau ditempelkan pada
bagian depan APAR.
Pelarangan ini tidak
berlaku untuk label asli
manufaktur, label yang
secara spesifik terkait
pengoperasian APAR atau
klasifikasi api, atau label
inventory control spesifik
untuk APAR itu.
9. APAR harus memiliki
label yang ditempelkan
untuk memberikan
informasi berupa nama
manufaktur atau nama
agennya, alamat surat dan
nomor telepon.
10. APAR diinspeksi pada
setiap interval waktu kira-
kira 30 hari.
11. Petugas yang melakukan
inspeksi harus menyimpan
arsip dari semua APAR
yang diperiksa, termasuk
tindakan korektif yang
dilakukan.
12. APAR harus dilakukan
pemeliharaan pada jangka
waktu tidak lebih dari 1
tahun.
13. Setiap APAR harus
mempunyai kartu atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


117

label yang dilekatkan


dengan kokoh yang
menunjukkan bulan dan
tahun dilakukannya
pemeliharaan dan
memberikan identifikasi
petugas yang melakukan
pemeliharaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2. Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

Hari/Tanggal :

Identitas Informan

Nama Informan :

Jabatan :

Pertanyaan

Sistem Proteksi Pasif

1. Apakah terdapat sistem proteksi pasif yang mencakup bahan dan konstruksi

bangunan gedung, kompartemenisasi dan pemisahan, serta perlindungan pada

bukaan di seluruh gedung PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan

Riau Area Pekanbaru?

2. Jika ada, apakah sudah sesuai dengan SNI 03-1736-2000 tentang Tata Cara

Perencanaan Sistem Proteksi Pasif untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada

Bangunan Rumah dan Gedung?

Sistem Proteksi Aktif

Detektor Kebakaran

1. Apakah sistem detektor kebakaran dipasang di setiap bagian/ruangan pada

gedung PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area

Pekanbaru? Jika tidak, bagian/ruangan apa saja yang tidak dipasang sistem

detektor kebakaran dan apa alasannya?

118
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
119

2. Apakah sistem detektor kebakaran yang terpasang diproteksi, dilakukan

inspeksi, pengujian dan pemeliharaan sesuai dengan SNI 03-3985-2000

tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi

dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan

Gedung?

Alarm Kebakaran

1. Apakah sistem alarm kebakaran dipasang pada seluruh gedung PT. PLN

(Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru?

2. Apakah sistem alarm kebakaran yang dipasang sudah sesuai dengan SNI 03-

3985-2000 tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem

Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada

Bangunan Gedung?

Pompa Pemadam Kebakaran

1. Apakah terdapat pompa pemadam kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah

Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru?

2. Apakah pompa pemadam kebakaran diinstalasi, ditempatkan, diproteksi dan

dilakukan pemeriksaan berkala sesuai dengan SNI 03-6570-2001 tentang

Instalasi Pompa yang Dipasang Tetap untuk Proteksi Kebakaran dan PerMen

PU No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi

Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


120

Hidran Pemadam Kebakaran

1. Apakah terdapat hidran pemadam kebakaran di PT. PLN (Persero) Wilayah

Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru?

2. Apakah hidran pemadam kebakaran ditempatkan, dilakukan inspeksi,

pengujian dan pemeliharaan sesuai dengan SNI 03-1745-2000 tentang Tata

Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Slang untuk

Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung dan

PerMen PU No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi

Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan?

Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

1. Apakah terdapat APAR di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan

Riau Area Pekanbaru?

2. Apa saja jenis APAR berdasarkan media pemadam, sistem penggerak dan

kelas kebakaran yang terdapat di PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan

Kepulauan Riau Area Pekanbaru?

3. Berapa jumlah APAR untuk setiap jenisnya di PT. PLN (Persero) Wilayah

Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru dan dimana sajakah penempatan

APAR ini?

4. Bagaimana menentukan penempatan APAR di PT. PLN (Persero) Wilayah

Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru?

5. Apakah kelengkapan, penempatan, pengujian, inspeksi, dan pemeliharaan

APAR sesuai dengan PerMen PU No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan

Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3. Dokumentasi Survei Pendahuluan

Gambar 1. Gambaran Pemakaian Stop Kontak di PT. PLN (Persero)


Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Area Pekanbaru

Gambar 2. Stop Kontak yang Dihubungkan ke Stop Kontak Lainnya


dan Steker

121
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
122

Gambar 3. Tumpukan Material di Area Gudang Belakang

Gambar 4. Tumpukan Peti Kayu Material

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 4. Surat Izin Survei Pendahuluan

123
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian

124
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian

125
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 7. Pernyataan Pelaksanaan Member Check

126
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 8. Kartu Inspeksi Hidran dan Pompa Pemadam Kebakaran

127
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 9. Laporan Kondisi Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

128
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau


Area Pekanbaru

Gambar 2. Jalan Masuk PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan


Kepulauan Riau Area Pekanbaru

129
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
130

Gambar 3. Pengukuran Lebar Jalan Masuk Bagi Kendaraan Darurat

Gambar 4. Lobby PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan


Riau Area Pekanbaru (1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


131

Gambar 5. Lobby PT. PLN (Persero) Wilayah Riau dan Kepulauan


Riau Area Pekanbaru (2)

Gambar 6. Gudang Indoor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


132

Gambar 7. Penutup pada Bukaan Gudang Indoor

Gambar 8. Gudang Belakang dengan 2 APAR yang Tidak Digantung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


133

Gambar 9. Bagian dari Gudang Belakang

Gambar 10. Gedung PDKB

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


134

Gambar 11. Gedung Jaringan

Gambar 12. Penutup pada Bukaan Belakang Gedung Utama Tidak


Dilindungi Bahan Tahan Api

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


135

Gambar 13. Detektor Kebakaran

Gambar 14. Alarm Kebakaran dan Fire Indicating Lamp

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


136

Gambar 15. Manual Call Point

Gambar 16. Fire Alarm Control Panel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


137

Gambar 17. Hidran dan Pompa Pemadam Kebakaran

Gambar 18. Pompa Pemadam Kebakaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


138

Gambar 19. Hidran Pemadam Kebakaran

Gambar 20. Seusai Sesi Wawancara dengan Informan 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


139

Gambar 21. Sesi Wawancara dengan Informan 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


140

Gambar 22. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


141

Gambar 23. Kartu Gantung Inspeksi Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai