Anda di halaman 1dari 12

BAB 2 SISTEM BILANGAN

2.1 Deskripsi Singkat


2.1.1 Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
Capaian pembelajaran yang akan diwujudkan dalam bab ini adalah mahasiswa mampu
menguasai dan menjelaskan konsep bilangan yaitu bilangan riil dan bilangan kompleks serta
menggunakannya dalam operasi matematika.

2.1.2 Relevansi Materi


Penguasaan pada sistem bilangan riil akan membantu mahasiswa dalam mempelajari
operasi matematika khususnya kalkulus dan aplikasinya. Pengetahuan tentang sistem bilangan
riil sangat dibutuhkan oleh mahasiswa tidak saja pada semester awal tetapi akan sangat berguna
hingga tahap akhir pembelajaran di tingkat sarjana. Sistem bilangan riil dilengkapi dengan materi
bilangan kompleks sebagai dasar untuk pembelajaran lanjut.

2.2 Sistem Bilangan Riil


Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan riil dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan adalah
suatu cara untuk menyatakan besaran dari suatu sistem fisis. Tanpa sistem bilangan riil
besaran-besaran fisis akan sulit diidentifikasi secara kuantitatif.

2.2.1 Bilangan-bilangan Asli


Sistem bilangan yang paling sederhana adalah bilangan-bilangan asli ℕ seperti:
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, …
Dengan bilangan asli, kuantitas suatu besaran dapat dihitung, seperti:
• 1 buah pena
• 2 liter susu
• 3 hektar tanah
• 4 halaman tulisan
• 5 kg beras, dll
Bilangan asli tidak mengikutkan angka nol dan negatif.

1
2.2.2 Bilangan-bilangan Bulat.
Dalam kenyataan perhitungan, dibutuhkan bilangan nol dan negatif yang menyatakan
ketiadaan dan kebalikan harga positif suatu besaran. Bila bilangan asli digandengkan negatifnya
dengan nol, maka diperoleh bilangan seperti:
…, -5, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5, …
yang disebut bilangan bulat ℤ.
Bilangan bulat dalam garis bilangan ditunjukkan seperti berikut:

2.2.3 Bilangan-bilangan Rasional


Praktek pengukuran besaran-besaran fisis tidak hanya menghasilkan ukuran yang dapat
dinyatakan dengan bilangan bulat tetapi terdapat hasil ukur dengan kelebihan nilai yang belum
mencapai bilangan bulat berikutnya. Akibatnya bilangan-bilangan bulat tidak cukup memadai
untuk memberikan ketelitian hasil pengukuran suatu besaran.

Contoh dalam ukuran panjang:

Hasil pengukuran seringkali tidak berupa bilangan bulat seperti ukuran panjang diperoleh 1
meter lebih atau kurang dari 1 meter, ukuran volum 2 liter lebih atau kurang dari 2 liter, demikian
juga besaran-besaran yang lain. Adanya bilangan diantara bilangan-bilangan bulat akan
memberikan pernyataan hasil ukur yang lebih tepat. Disamping itu hasil bagi bilangan-bilangan
bulat memberikan ketelitian yang dibutuhkan pengukuran tersebut, seperti:

3 −4 21 19 16 −17
, , , , dan
4 5 5 −2 2 1

𝑎
Bilangan-bilangan yang dapat ditulis dalam bentuk dengan a dan b adalah bilangan
𝑏

bulat dan b≠0 disebut bilangan-bilangan rasional ℚ, seperti:

2
𝑎 𝑎
1,2 = merupakan rasio ,
𝑏 𝑏

12 6
= =
10 5

dengan bilangan 6 adalah bilangan bulat dan bilangan 5 adalah bilangan bulat bukan nol. Contoh
lain bilangan rasional adalah:

6 3
0,6 = =
10 5

8 4
0,08 = =
100 50

15 3
0,0015 = =
10000 2000

Bilangan yang tidak dapat dinyatakan sebagai hasil bagi dua bilangan bulat seperti:

3
√2 , √5, √7, 𝜋

dan beberapa bilangan lain disebut bilangan-bilangan tak rasional atau irasional.

Contoh seperti bilangan berikut:

 0,37337333733337333337…. adalah bilangan irasional atau tak rasional karena


angka- angkanya tidak berakhir dan tidak berulang secara teratur
 𝜋 adalah bilangan irasional karena bilangan dengan angka desimalnya yang tidak
berakhir dan tidak berulang 3,14159265358979323846…

2.2.4 Bilangan-bilangan Riil


Sekumpulan bilangan-bilangan (rasional dan tak rasional) yang dapat mengukur
besaran fisis bersama-sama dengan negatifnya dan nol disebut bilangan-bilangan riil
ℝ, seperti dalam ilustrasi berikut:

3
Berikut ditunjukkan gambaran jenis-jenis bilangan:

Dari gambaran jenis-jenis bilangan nampak bahwa bilangan asli adalah himpunan bagian dari
bilangan bulat, bilangan bulat adalah himpunan bagian dari bilangan rasional dan bilangan
rasional adalah himpunan bagian dari bilangan riil

2.2.5 Operasi Hitungan


Dua bilangan riil x dan y dapat ditambahkan atau dikalikan untuk mendapatkan bilangan
riil baru 𝑥 + 𝑦 dan 𝑥 ∙ 𝑦 atau 𝑥𝑦. Terdapat sifat penambahan dan perkalian, seperti berikut:

1. Hukum komutatif, 𝑥 + 𝑦 = 𝑦 + 𝑥 dan 𝑥𝑦 = 𝑦𝑥

2. Hukum asosiatif, 𝑥 + (𝑦 + 𝑧) = (𝑥 + 𝑦) + 𝑧 dan 𝑥(𝑦𝑧) = (𝑥𝑦)𝑧

3. Hukum distribusi, 𝑥(𝑦 + 𝑧) = 𝑥𝑦 + 𝑥𝑧

4. Elemen-elemen identitas, terdapat dua bilangan riil yang berlainan 0 dan 1 yang memenuhi
𝑥 + 0 = 𝑥 dan 𝑥 ∙ 1 = 𝑥

5. Balikan (invers), setiap bilangan 𝑥 mempunyai bilangan negatif −𝑥 yang memenuhi


𝑥 + (−𝑥) = 0. Setiap 𝑥 kecuali 0 mempunyai kebalikan 𝑥 −1 yang memenuhi 𝑥 ∙ 𝑥 −1 = 1

Operasi pengurangan dan pembagian didefinisikan sebagai:

𝑥 − 𝑦 = 𝑥 + (−𝑦) dan

4
𝑥
= 𝑥𝑦 −1
𝑦

Contoh:

1 3 10
− +
2 4 12
1. Sederhanakan bentuk berikut: a. 2[3 − 4(2 − 5)], b. 1 3 10
+ −
2 4 12

Jawab:

a. 2[3 − 4(2 − 5)] = 2[3 − 8 + 20] = 2[15] = 30

1 3 10 6 9 10 6−9+10 7
− + − + 7 12 7
b. 12 4 12
= 12 12 12
6 9 10 = 12
6+9−10 = 12
5 = ∙ =
+34−10
12
+ − 12 5 5
2 12 12 12 12 12

𝑥 2 −𝑥−6
2. Lakukan operasi berikut dan sederhanakan: a. (2𝑥 − 3)2 b.
𝑥−3

Jawab:

a. (2𝑥 − 3)2 = 4𝑥 2 − 12𝑥 + 9

𝑥 2 −𝑥−6 (𝑥+2)(𝑥−3)
b. = = (𝑥 + 2)
𝑥−3 𝑥−3

5
3. Nyatakan apakah pernyataan berikut benar atau salah: a. −2 < −20 b. −3 <
9

Jawab:

a. Salah, menurut garis bilangan semakin ke kanan nilai bilangan semakin besar sehingga
−2 > −20

b. Benar, bilangan negatif selalu lebih kecil nilainya dari bilangan positif.

2.3 Bilangan Kompleks


Terdapat pernyataan matematika seperti akar bilangan negatif yang tidak akan mempunyai
penyelesaian kecuali dengan memperkenalkan sistem bilangan kompleks dalam bentuk seperti:

𝑎 + 𝑏√−1

dengan a dan b adalah bilangan riil.

5
2.3.1 Bilangan Imajiner
Persamaan matematika seperti persamaan kuadratik berikut:

𝑎𝑧 2 + 𝑏𝑧 + 𝑐 = 0

mempunyai penyelesaian umum untuk z yang belum diketahui bentuknya seperti:

−𝑏 ± √𝑏 2 − 4𝑎𝑐
𝑧=
2𝑎

Jika diskriminan 𝑑 = 𝑏 2 − 4𝑎𝑐 bernilai negatif maka penyelesaian persamaan diatas akan
berupa akar bilangan negatif atau tidak ada penyelesaian. Kondisi seperti ini dapat menjadi
masalah karena persamaan matematika selalu membutuhkan penyelesaian. Untuk mengatasi
masalah tersebut lalu dikenalkan bilangan jenis baru yaitu bilangan imajiner ‘i’ dengan
pengertian bahwa 𝑖 2 = −1 , sehingga

√−16 = 4𝑖, √−3 = 𝑖√3, 𝑖 5 = −𝑖

yang merupakan bilangan imajiner. Akan tetapi,

𝑖 2 = −1, √−2 √−8 = 𝑖√2 𝑖√8 = −4, 𝑖 4𝑛 = 1

merupakan bilangan riil (nyata). Selain itu, terdapat persamaan:

𝑧 2 − 2𝑧 + 2 = 0

mempunyai penyelesaian seperti:

2 ± √4 − 8 2 ± √−4
𝑧= = =1±𝑖
2 2

yang merupakan kombinasi bilangan riil dan bilangan imajiner.

Bilangan kompleks selanjutnya menyatakan bilangan riil, bilangan imajiner atau


kombinasi bilangan riil dan imajiner sehingga,

𝑖 + 5, 16𝑖, 7, 3 + 𝑖√5, 10 − 2𝑖

semuanya adalah contoh bilangan kompleks.

6
2.3.2 Bagian Riil dan Bagian Imajiner Bilangan Kompleks
Bilangan kompleks seperti 5 + 3𝑖 merupakan penjumlahan dua suku dengan suku riil
disebut bagian riil dan koefisien dari i disebut bagian imajiner bilangan kompleks. Pada contoh
5 + 3𝑖, 5 adalah bagian riil dan 3 adalah bagian imajiner bilangan kompleks tersebut. Salah
satu bagian riil atau imajiner dapat bernilai nol. Jika bagian riil bernilai nol maka bilangan
kompleks disebut imajiner seperti 0 + 3𝑖 atau 3𝑖. Jika bagian imajiner bernilai nol bilangan
kompleks disebut riil seperti 5 + 0𝑖 atau 5. Berikut contoh bilangan kompleks:

Bilangan Kompleks Bagian Riil Bagian Imajiner


3 + 2i 3 2
5 5 0
Bilangan kompleks
-6i 0 -6
meliputi keduanya,
bilangan riil dan murni bilangan imajiner sebagai kasus khusus.

2.3.3 Bidang Kompleks


Terdapat cara lain dalam menyatakan bilangan kompleks. Ketika bilangan kompleks
ditulis sebagai 5 + 3𝑖, nampak terdapat dua bilangan riil (yaitu 5 dan 3) yang lalu dapat ditulis
sebagai pasangan bilangan riil (5, 3) dengan 5 adalah bagian riil dan 3 adalah bagian imajiner.

Dalam geometri analitik, titik (5, 3) ditunjukkan seperti dalam gambar:

Simbol (5, 3) juga berarti seperti bilangan kompleks 5 + 3𝑖 . Dengan demikian titik (5, 3)
dapat dituliskan sebagai (5, 3) atau 5 + 3𝑖. Dengan cara yang sama, bilangan kompleks 𝑥 + 𝑖𝑦
dengan x dan y riil dapat menggambarkan titik (𝑥, 𝑦) dalam bidang (𝑥, 𝑦). Ketika bidang (𝑥, 𝑦)

7
digunakan untuk menyatakan bilangan kompleks, maka bidang ini disebut bidang kompleks.
Bidang kompleks disebut juga diagram Argand, dengan sumbu-x disebut sumbu riil dan
sumbu y disebut sumbu imajiner. Sumbu y tidak boleh ditulis iy tapi hanya y.

Dalam geometri analitik, lokasi sebuah titik dapat dinyatakan dalam koordinat polar
(𝑟, 𝜃) selain dalam koordinat kartesian (𝑥, 𝑦) seperti gambar berikut:

Nampak bahwa 𝑥 = 𝑟 cos 𝜃 𝑦 = 𝑟 sin 𝜃 sehingga:

𝑥 + 𝑖𝑦 = 𝑟 cos 𝜃 + 𝑖 𝑟 sin 𝜃

= 𝑟 (cos 𝜃 + 𝑖 sin 𝜃)

Bentuk terakhir ini adalah bentuk polar bilangan kompleks dan secara lengkap ditulis:

𝑥 + 𝑖 𝑦 = 𝑟(cos 𝜃 + 𝑖 sin 𝜃) = 𝑟 𝑒 𝑖𝜃

Contoh:

Tinjau Gambar berikut:

8
Pada gambar di atas titik A berada pada posisi (1, √3 ) atau 1 + 𝑖√3. Dalam koordinat polar
𝜋
titik A dinyatakan sebagai A (𝑟, 𝜃) = (2, 3
), r selalu bernilai positif.

Secara lengkap:

(𝑥, 𝑦) = (1, √3) = 1 + 𝑖√3 , (𝑟, 𝜃) = 2, 𝜋3 ),

1 + 𝑖√3 = 2(cos 𝜋3 + 𝑖 sin 𝜋3 ) = 2𝑒 𝑖𝜋⁄3 ,

𝜋 𝜋
𝑥 = 2 cos 3
= 1, 𝑦 = 2 sin 3
= √3

2.3.4 Notasi Kompleks


Bilangan kompleks dilambangkan dengan notasi tunggal z seperti:

𝑧 = 𝑥 + 𝑖 𝑦 = 𝑟(cos 𝜃 + 𝑖 sin 𝜃) = 𝑟 𝑒 𝑖𝜃

dengan z adalah bilangan kompleks, x adalah bagian riil dari z, y bagian imajiner dari z, r adalah
modulus atau nilai mutlak z dan θ adalah sudut dari z (atau phasa atau argument) dan:

Re z = x, Im z = y, sudut z = θ

𝑦
|𝑧| = 𝑚𝑜𝑑 𝑧 = 𝑟 = √𝑥 2 + 𝑦 2 tan 𝜃 =
𝑥

Contoh:

Tulislah 𝑧 = −1 − 𝑖 dalam bentuk polar.

Jawab:

𝑥 = −1, 𝑦 = −1, 𝑟 = √2 ,

9
5𝜋
dan terdapat nilai tak terbatas untuk θ yaitu: 𝜃 = + 2𝑛𝜋 dengan n bilangan bulat,
4

5𝜋
𝜃= adalah sudut utama 𝑧 = −1 − 𝑖.
4

Berikut gambar bilangan kompleks 𝑧 = −1 − 𝑖 dalam bidang argand:

dan:

5𝜋 5𝜋
𝑧 = −1 − 𝑖 = √2 [cos ( + 2𝑛𝜋) + 𝑖 sin ( + 2𝑛𝜋)]
4 4

5𝜋 5𝜋
= √2 (cos + 𝑖 sin ) = √2 𝑒 5𝑖𝜋⁄4
4 4

2.3.5 Konyugat Bilangan Kompleks


Bilangan kompleks 𝑥 + 𝑖𝑦 adalah konyugat kompleks atau konyugat dari z yang ditulis
𝑧̅ = 𝑥 − 𝑖𝑦 (bisa juga 𝑧 ∗ ). Bilangan kompleks mempunyai pasangan konyugat, misalnya:
konyugat 2 + 3𝑖 adalah 2 − 3𝑖, konyugat 2 − 3𝑖 adalah 2 + 3𝑖.

Pasangan suatu titik (bilangan kompleks dan konyugatnya) dalam bidang kompleks adalah
bayangan cermin antar keduanya dengan sumbu x sebagai cermin. Dalam bentuk polar 𝑧 dan 𝑧̅
mempunyai nilai r yang sama dengan nilai θ adalah negatif antar keduanya. Untuk 𝑧 =
𝑟(cos 𝜃 + 𝑖 sin 𝜃) = 𝑟 𝑒 𝑖𝜃 , konyugatnya adalah 𝑧̅ = 𝑟(cos(−𝜃) + 𝑖 sin(−𝜃)) = 𝑟(cos 𝜃 −
𝑖 sin 𝜃) = 𝑟 𝑒 −𝑖𝜃 . Dalam bidang kompleks bilangan kompleks dan konyugatnya ditunjukkan
seperti berikut:

10
Konyugat kompleks dapat digunakan misalnya dalam pembagian bentuk kompleks seperti
1+2𝑖
nyatakan dalam bentuk 𝑥 + 𝑖𝑦. Bentuk ini diselesaikan menggunakan 2 − 𝑖 sebagai
2+𝑖

konyugat kompleks dari 2 + 𝑖, seperti:

1+2𝑖 2−𝑖 2−𝑖+4𝑖−2𝑖 2 2+3𝑖+2 4+3𝑖 4 3


∙ = = = = + 𝑖
2+𝑖 2−𝑖 4−2𝑖+2𝑖−𝑖 2 4+1 5 5 5

1+2𝑖 4 3 4 3
sehingga = + 𝑖 dengan bagian riil adalah dan bagian imajiner adalah .
2+𝑖 5 5 5 5

Konyugat kompleks juga digunakan dalam menghitung kuadrat suatu fungsi kompleks
seperti |Ψ|2 untuk fungsi Ψ = A𝑒 𝑖𝑘𝑥 yaitu |Ψ|2 = ΨΨ ∗ = A𝑒 𝑖𝑘𝑥 . A𝑒 −𝑖𝑘𝑥 .

2.4 Rangkuman
1. Bilangan 1,2,3,… adalah bilangan-bilangan asli ℕ.
2. Apabila bilangan asli digandengkan negatifnya dengan nol yaitu …, -2, -1, 0, 1, 2, …
diperoleh bilangan bulat ℤ
𝑎
3. Bilangan-bilangan yang dapat ditulis dalam bentuk 𝑏
dengan a dan b adalah bilangan

bulat dan b≠0 disebut bilangan-bilangan rasional ℚ


4. Bilangan-bilangan (rasional dan tak rasional) yang dapat mengukur besaran fisis bersama-
sama dengan negatifnya dan nol disebut bilangan-bilangan riil ℝ.
5. Bilangan kompleks adalah 𝑎 + 𝑏√−1 dengan a dan b bilangan riil. Dalam bentuk polar
dinyatakan sebagai 𝑧 = 𝑥 + 𝑖 𝑦 = 𝑟(cos 𝜃 + 𝑖 sin 𝜃) = 𝑟 𝑒 𝑖𝜃
6. Bilangan kompleks 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 adalah konyugat kompleks dari 𝑧̅ = 𝑥 − 𝑖𝑦

11
2.6 Referensi
1. Edwin J. Purcell and Dale Varberg, 1996, Kalkulus dan Geometri Analitis, Jilid 1, Erlangga.
2. Mary L. Boas, 1983, Mathematical Methods In The Physical Sciences, Second Edition, John
Wiley & Sons
3. George B. Arfken and Hans J. Weber, 1995, Mathematical Methods For Physicists, Fourth
Edition, Academic Press.

12

Anda mungkin juga menyukai