Anda di halaman 1dari 22

1

PENERAPAN TEORI SELF CARE OREM DALAM ASUHAN


KEPERAWATAN PASIEN DIABETES MELITUS

Mario Esau Katuuk1, Ratna Sitorus2, Lestari Sukmarini3

1. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi, Jln. Kampus Unsrat Kleak,
Manado, 95115, Indonesia
2. Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus FIK
UI Jln. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, 16424, Indonesia
3. Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus FIK
UI Jln. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, 16424, Indonesia

Email: rio.esau@gmail.com

Abstrak

Diabetes melitus merupakan sekelompok gangguan metabolisme tubuh, ditandai dengan hiperglikemik kronis yang
dapat mengakibatkan komplikasi akut dan kronis. Salah satu peran perawat sebagai pemberi asuhan adalah memberikan
asuhan keperawatan yang berkualitas melalui pendekatan Teori Self Care Orem. Penggunaan pendekatan teori ini
diharapkan dapat membantu perawat dalam menanggulangi keterbatasan yang dimiliki pasien dan melibatkan pasien
secara aktif dalam proses perawatannya melalui peilaku perawatan mandiri. Tujuan penulisan karya ilmiah akhir ini
adalah menganalisis hasil proses belajar praktik klinik keperawatan medikal bedah melalui penerapan asuhan
keperawatan, penerapan evidence based nursing practice, dan inovasi keperawatan. Data yang diperoleh selama praktik
klinik menunjukkan sebagian besar pasien diabetes melitus mengalami komplikasi ulkus kaki diabetik yang disebabkan
oleh perilaku perawatan kaki mandiri belum optimal. Hasil penerapan evidence based nursing practice berupa kegiatan
edukasi perawatan kaki mandiri dapat meningkatkan pengetahuan dan membentuk perilaku perawatan kaki sebagai
tindakan pencegahan dini. Hasil kegiatan inovasi keperawatan melalui pengkajian kesehatan mandiri adalah pasien
dapat melakukan pengkajian mandiri terhadap kebutuhan edukasi dan mendapatkan edukasi sesuai kebutuhan mereka.
Kesimpulan dari karya ilmiah akhir ini adalah perlunya peningkatan kualitas asuhan keperawatan pada pasien diabetes
melitus melalui pendekatan teori keperawatan untuk meningkatkan kemandirian pasien dalam pengelolaan penyakitnya.

Kata kunci: Diabetes Melitus, Teori Self Care Orem, Edukasi Perawatan Kaki Mandiri, Pengkajian Kesehatan Mandiri

Abstract

Diabetes mellitus is a metabolic disorder that characterized by chronic hyperglycemia which could lead to acute and
chronic complications. One of nurse roles in managing diabetes mellitus is deliver nursing care using Orem’s Theory of
Self Care as guide of nursing practice. With this theoretical approach, nursing is expected to be able to overcome the
limitations and inability of the patients and actively involve patients in the treatment process through self-care
behaviors. The aims of this paper is to analyze the implementation of nursing care, application of evidence based
nursing practice, and innovation program which integrated to clinical practice. Based on patient collective data, it was
found that the majority of diabetes mellitus patients had been hospitalized with diabetic foot ulcers complications that
caused by non-optimal foot self-care behavior. The results of evidence based nursing practice showed that the diabetic
foot care education program can improve the knowledge and build the foot self-care behavior as early prevention
action. The results of innovation program through self-health assessment program showed that patients could assess
their needs and get health education according to the assessment results. In conclusion, it’s needed to improve the
quality in caring for diabetes mellitus patients through application of nursing theory to increase the self-care behaviors
in management of disease.

Keywords: Diabetes Mellitus, Orem’s Theory of Self Care, Diabetic Foot Care Education, Self-Health Assessment.
2

PENDAHULUAN menjadi penyebab utama peningkatan angka


morbiditas dan mortalitas pada kasus diabetes
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu melitus.
penyakit tidak menular dengan peningkatan
jumlah kasus yang signifikan dari tahun ke Keperawatan sebagai suatu profesi
tahun. Pada tahun 2003, World Health memberikan pelayanan profesional kepada
Organization (WHO) memperkirakan 194 juta pasien dengan teliti, aman, dan kompeten.
jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia Perawat bertanggungjawab untuk memperoleh
yang berusia 20-79 tahun menderita DM dan dan memelihara pengetahuan dan kemampuan
data tahun 2011 menunjukkan bahwa yang spesifik sebagai bentuk tanggung jawab
penduduk dunia yang menderita DM dan peran secara profesional. Beberapa peran
mengalami peningkatan menjadi 346 juta jiwa. perawat diantaranya pemberi asuhan, sebagai
Data yang dikeluarkan oleh International advokat, edukator, komunikator, manajer, dan
Diabetes Federation (IDF) menyebutkan inovator (Potter, Perry, Stockert, & Hall,
jumlah penderita diabetes melitus pada tahun 2013). Dalam mengimplementasikan
2013 mengalami peningkatan menjadi 382 juta pelayanan keperawatan yang profesional,
orang. Menurut IDF angka ini akan terus perawat harus melakukan interaksi dengan
meningkat dan diestimasikan jumlah penderita pasien dan keluarga sehingga terbentuk sebuah
DM akan bertambah menjadi 592 juta orang hubungan saling percaya antara perawat-
pada tahun 2035 (IDF, 2013). Peningkatan pasien.
prevalensi DM yang mencolok terjadi pada
kasus DM tipe 2, dimana terjadi peningkatan Pengelolaan diabetes melitus yang
jumlah kasus di berbagai negara. Salah satu komprehensif tidak lepas dari peran ilmu
negara dengan peningkatan insidensi diabetes keperawatan dengan pelayanan keperawatan
melitus adalah Indonesia. Data dari IDF profesional. Dalam memberikan asuhan
(2013) menunjukkan bahwa Indonesia berada keperawatan profesional, beberapa hal yang
pada peringkat ke tujuh dunia dalam sepuluh dapat dilakukan adalah dengan penerapaan
negara dengan kasus DM terbanyak yaitu 8,5 teori keperawatan sebagai petunjuk asuhan
juta orang. keperawatan, memberikan intervensi
keperawatan berdasarkan evidence based, dan
Diabetes melitus merupakan sekelompok membuat terobosan melalui inovasi
gangguan metabolisme yang ditandai dengan keperawatan.
hiperglikemia dan komplikasi yang khas
termasuk penyakit aterosklerosis Pelayanan asuhan keperawatan dilaksanakan
kardiovaskuler prematur dan penyakit berdasarkan kiat dan ilmu keperawatan yang
pembuluh darah kecil yang dimanifestasikan diintegrasikan dalam pelayanan melalui
sebagai retinopati dengan potensi kehilangan penerapan teori keperawatan dalam hal ini
fungsi penglihatan; nefropati yang dapat Teori Self Care Orem. Teori ini dipandang
menyebabkan gagal ginjal; dan neuropati sesuai dengan kasus diabetes melitus sebagai
perifer dengan resiko tinggi ulkus kaki suatu kondisi kronis yang manajemen
diabetik dan amputasi (Leu & Zonszein, penatalaksanaannya bergantung pada self care
2010). Kondisi hiperglikemia yang tidak pasien (Gabbay & Adelman, 2010). Dalam
terkontrol dapat mengakibatkan berbagai proses pemberian asuhan keperawatan dengan
komplikasi akut (ketoasidosis diabetikum, menggunakan pendekatakan Teori Self Care
hiperglikemik hyperosmolar non ketotik, Orem, perawat membantu pasien memenuhi
hipoglikemia) dan kronis (penyakit jantung kebutuhan sesuai kebutuhan self care pasien
koroner, retinopati, nefropati, neuropati) yaitu whole compensatory, partly
(Waspadji, 2013). Komplikasi yang muncul compensatory dan supportive educative.
3

Dalam proses pendidikan ners spesialis ini, beberapa aspek yaitu Universal Self Care
selain menjalankan peran dan fungsi sebagai Requisites, Developmental Self Care
pemberi asuhan keperawatan, penulis Requisites, Health Deviation Self Care
menjalankan fungsi sebagai perawat peneliti. Requisites. Kebutuhan self care masing-
Perawat peneliti mengidentifikasi masalah masing individu disesuaikan dengan basic
dalam pelayanan keperawatan dan conditioning factors. Hasil pengkajian
meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. dianalisa untuk menentukan kebutuhan self
Fungsi ini berjalan dalam proses pemberian care pasien, selanjutnya ditegakkan diagnosa
asuhan keperawatan berbasis bukti (evidence keperawatan. Intervensi keperawatan diberikan
based practice). Penulis melihat sebuah menyesuaikan dengan kategori bantuan dalam
fenomena yaitu tingginya angka komplikasi Nursing System (wholly compensatory, partly
penyakit kaki diabetik pada pasien diabetes compensatory, supportive-educative) dengan
melitus. Tindakan pencegahan yang dapat menggunakan pendekatan 5 metode bantuan
dilakukan yaitu dengan melakukan perawatan yaitu doing for, guiding, supporting, providing
kaki mandiri. Oleh karena itu, topik evidence environment for development of self care,
based practice yang diangkat adalah edukasi teaching. Selanjutnya evaluasi dilakukan
perawatan kaki mandiri. terhadap respon pasien dengan tujuan untuk
pengkajian kembali therapeutic self care
Peran Inovator diimplementasikan dalam demamnd, dan kebutuhan self care disesuaikan
bentuk kegiatan inovasi keperawatan. Peran kembali dengan nursing system.
sebagai inovator dilaksanakan bersama penulis
kelompok endokrin dengan topik peningkatan Penerapan Evidence Based Nursing Practice
promosi kesehatan melalui pemeriksaan dan
pemantauan kesehatan mandiri pada pasien Penerapan praktek evidence based nursing
diabetes melitus. Program ini dilaksanakan practice (EBNP) ini dimulai dengan tahap
dengan cara menyediakan fasilitas self-health persiapan yaitu penulis mencari fenomena di
assessment dan memberikan booklet yang lapangan yang menimbulkan masalah dan
berisi informasi dan catatan pemantauan untuk membutuhkan intervensi untuk memperbaiki
kendali diabetes. masalah tersebut, selanjutnya melakukan
penelusuran literatur dan menyusun proposal.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis Berdasarkan hasil observasi, penulis
menyusun karya ilmiah akhir tentang menemukan proses edukasi perawatan kaki
penerapan Teori Self Care Orem dalam asuhan mandiri terhadap pasien diabetes melitus
keperawatan pasien diabetes melitus, yang dilakukan di klinik kaki diabetes dengan cara
berisi penjelasan dan pemaparan mengenai memberikan edukasi sementara perawat
analisis kegiatan praktik klinik dalam melakukan perawatan kaki pasien (edukasi
pengelolaan pasien dengan masalah endokrin opportunistik). Hal ini mengakibatkan topik
yaitu diabetes melitus. yang dibicarakan tidak terstruktur dan tidak
mencakup keseluruhan materi yang seharusnya
METODE diberikan. Oleh karena itu, dibutuhkan metode
edukasi yang dapat diterapkan pada kondisi
Laporan dan Analisa Kasus seperti ini. Setelah ditemukan fenomena di
lapangan, penulis melanjutkan dengan
Penerapan teori Self Care Orem dalam asuhan melakukan penelusuran literatur untuk
keperawatan dilakukan dari proses pengkajian penyusunan proposal dan melakukan
sampai evaluasi keperawatan. Pengkajian konsultasi dengan supervisor.
dilakukan menggunakan format dengan
pendekatan teori Self Care Orem terhadap
4

Proses implementasi EBNP ini diawali dengan waktu tunggu pasien di poliklinik endokrin
melakukan identifikasi pasien dengan metabolik yang cukup lama sehingga dapat
menyebarkan flyer tentang pengkajian singkat digunakan untuk kegiatan promosi kesehatan
masalah kaki diabetik dan pengetahuan dengan pemeriksaan dan pemantauan
tentang perawatan kaki dalam bentuk kesehatan mandiri melalui self health
checklist. Selain itu penulis juga assessment. Dalam proses ini juga dilakukan
mengidentifikasi kondisi pasien sesuai kriteria konsultasi dengan supervisor. Selanjutnya
inklusi yaitu mampu berkomunikasi dengan dilakukan adalah membuat rancangan model
baik, mampu membaca dan menulis, tidak promosi kesehatan. Model promosi kesehatan
mengalami ulkus kaki diabetik, memiliki yang dirancang adalah dengan self health
kemampuan penglihatan yang baik, dan assessment dan edukasi. Proses self health
bersedia mendapatkan edukasi perawatan kaki assessment dilakukan dengan menyediakan
diabetik. Pasien yang masuk kriteria inklusi flyer berisi quick quiz yang diisi oleh pasien.
diberikan penjelasan mengenai tujuan, Topik yang dikaji melalui self health
manfaat, proses pelaksanaan EBNP dan assessment adalah pengetahuan tentang DM,
evaluasi. Pasien yang bersedia ikut serta dalam perilaku perawatan diri, pengetahuan tentang
kegiatan ini diminta kesediaannya untuk resiko hipoglikemi, dan resiko komplikasi kaki
menandatangi lembar informed consent diabetik. Selain flyer, disediakan juga banner
sebagai bukti bersedia menjadi responden. yang berisi pertanyaan quick quiz yang
Langkah selanjutnya adalah pasien mengisi dirancang agar terlihat menarik, informatif,
kuesioner tentang pengetahuan perawatan kaki dan mudah dibaca. Sebagai bentuk tindak
dan perilaku perawatan kaki. Setelah itu, lanjut dari self health assessment, proses
penulis melakukan pemeriksaan kaki terhadap selanjutnya adalah edukasi manajemen
pasien menggunakan format yang telah pengelolaan diabetes melitus. Pembuatan
disediakan. Selanjutnya pasien diberikan booklet edukasi “Sahabat Diabetes” dibuat
edukasi mengenai perawatan kaki diabetik, sebagai media edukasi, pemantauan, dan
Materi edukasi yang diberikan tentang faktor komunikasi pasien.
resiko, masalah kaki diabetik, pemeriksaan
dan perawatan kaki dengan media booklet dan Pelaksanaan proyek inovasi telah dilaksanakan
perlengkapan perawatan kaki (cermin, kikir pada awal bulan Mei 2015 selama 5 hari.
kuku, handuk, body lotion, dan sabun lembut). Proses awal yang dilakukan adalah dengan
Setelah proses edukasi dan demontrasi, pasien melakukan sosialisas kegiatan kepada pasien
mendemonstrasikan cara perawatan kaki yang yang ada di ruang tunggu poliklinik. Program
sudah diajarkan sebelumnya. ini dilaksanakan dengan memanfaatkan waktu
tunggu pasien DM sebelum di panggil ke
Inovasi Keperawatan ruangan dokter. Setelah dilakukan sosialisasi,
penulis membagikan flyer quick quiz kepada
Pelaksanaan program Inovasi Keperawatan pasien DM. Pasien DM diminta untuk mengisi
dilakukan bersama kelompok mahasiswa Ners quick quiz yang didampingi oleh penulis.
Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Setelah proses pengisian selesai, hasil quick
peminatan Endokrin. Program ini diawali quiz akan dikategorikan berdasarkan masing-
dengan studi pendahuluan dan identifikasi masing topik. Self Health Assessment terdiri
fenomena di poliklinik endokrin metabolik. dari 4 topik, yaitu perilaku perawatan diri,
Studi pendahuluan yang dilakukan yaitu pengetahuan tentang resiko hipoglikemi, dan
identifikasi jumlah kunjungan pasien DM di resiko komplikasi kaki diabetik , dan setiap
poliklinik metabolik endokrin dalam 3 bulan topik memiliki kategori yang menjadi acuan
terakhir. Selajutnya, proses identifikasi untuk kebutuhan belajar pasien. Total flyer
fenomena dilakukan dan hasilnya adalah yang disebarkan yaitu 40, masing-masing 10
5

tiap topik. Pasien yang terjaring dan memiliki Penerapan Evidence Based Nursing Practice
kebutuhan belajar mendapatkan edukasi
manajemen diabetes melitus oleh penulis. Diagram 1. Skor Perilaku Perawatan Kaki
Diabetik Sebelum dan Sesudah Intervensi
HASIL (N=7)
Asuhan Keperawatan 30 Kasus Kelolaan

Berdasarkan analisa terhadap 30 kasus


kelolaan penulis, ditemukan bahwa terdapat
beberapa komplikasi baik akut maupun kronis
yang menjadi penyebab perawatan pasien
diabetes melitus di rumah sakit. Data dari 30
pasien yang dikelola oleh penulis, komplikasi
kronis yang paling banyak adalah ulkus kaki
diabetik, yang pada beberapa pasien disertai
dengan komplikasi akut seperti KAD, dan
komplikasi kronis seperti neuropati, CHF, dan Diagram 2. Skor Pengetahuan Perawatan Kaki
CKD. Ulkus kaki diabetik sering disertai Diabetik Sebelum dan Sesudah Intervensi
dengan KAD akibat hiperglikemia yang (N=7)
distimulasi oleh infeksi kaki diabetik.
Sedangkan sebagian besar pasien yang
berkunjung ke poliklinik endokrin memiliki
masalah komplikasi kaki diabetik seperti ulkus
kaki diabetik dan neuropati. Komplikasi kronis
pada pasien diabetes melitus sering terjadi
bersamaan yang meningkatkan tingkat
kompleksitas penyakit.

Kasus Kelolaan Utama

Asuhan keperawatan kelolaan utama dilakukan Diagram 3. Perbandingan Rerata Skor Perilaku
pada kasus Tn. R dengan Diabetes Melitus tipe Perawatan Kaki Sebelum dan Sesudah
2 + Congestive Heart Failure (CHF) Grade II Intervensi
+ Community Acquired Pneumonia (CAP) +
Efusi Pleura Bilateral + Ulkus diabetik pedis
sinistra post debridement. Masalah
keperawatan yang muncul adalah gangguan
pertukaran gas, resiko ketidakstabilan kadar
glukosa darah, kelebihan volume cairan,
kerusakan integritas jaringan, dan resiko
ketidakseimbangan elektrolit.
6

Diagram 4. Perbandingan Rerata Skor Tabel 3. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis


Pengetahuan Perawatan Kaki Sebelum kelamin dan tingkat pendidikan responden
dan Sesudah Intervensi Inovasi Keperawatan di Poliklinik Endokrin
(N=16)
Persentase
Data Jumlah
(%)
Jenis Kelamin
Laki- laki 8 50
Perempuan 8 50
Tingkat Pendidikan
Rendah (SD, SMP) 2 12,4
Menengah 8 50
(SMA/SMK)

Tabel 1. Gambaran Persepsi Pasien Terhadap Tinggi (Akademi, PT) 6 37,4


Booklet Edukasi Perawatan Kaki Mandiri

Sangat
Cukup Tidak Diagram 3.5. Gambaran tingkat kepuasan
Penilaian Baik
Baik Baik Baik responden terhadap program Inovasi
Informasi jelas 6 1 0 0 Keperawatan
dan dimengerti
Tulisan jelas 6 1 0 0
Tampilan dan 6 1 0 0
warna gambar
jelas
Bahasa mudah 6 1 0 0
dimengerti
Metode 5 2 0 0
penyuluhan
Manfaat booklet 6 1 0 0

Inovasi Keperawatan

Tabel 2. Hasil analisis gambaran umur dan


lama DM responden Inovasi Keperawatan
di Poliklinik Endokrin (N=16) PEMBAHASAN

Variabel Mean±SD 95 % CI Asuhan Keperawatan 30 Kasus Kelolaan


Umur 54,31±7,507 50,31 – 58,31 Data dari 30 pasien yang dikelola oleh penulis,
Lama DM 8,88±6,81 5,25 – 12,5 komplikasi kronis yang paling banyak adalah
ulkus kaki diabetik, yang pada beberapa pasien
disertai dengan komplikasi akut seperti KAD,
dan komplikasi kronis seperti CHF, dan CKD.
Ulkus kaki diabetik sering disertai dengan
KAD akibat hiperglikemia yang distimulasi
oleh infeksi kaki diabetik. Fakta bahwa ulkus
7

kaki diabetik menjadi penyebab pasien untuk menciptakan hubungan saling percaya
diabetes melitus menjalani hospitalisasi ini antara perawat dan pasien, karena kepercayaan
senada dengan hasil penelitian yang dilakukan merupakan elemen yang sangat penting dalam
oleh Lavery, Armstrong, Wunderlich, Mohler, hubungan perawat pasien (Trojan & Yonge,
Wendel, & Lipsky (2006) yang menyebutkan 1993).
bahwa pasien diabetes melitus yang
mengalami infeksi ulkus kaki beresiko 55,7 Proses pengkajian terhadap kebutuhan
kali lebih besar mengalami hospitalisasi therapeutic self care demand dilakukan pada
dibandingkan dengan yang tidak mengalami tahap awal. Pengkajian faktor kondisi dasar
komplikasi ini. dilakukan bersamaan dengan pengkajian
kebutuhan perawatan diri universal, kebutuhan
Peningkatan angka kesakitan pasien diabetes perawatan diri untuk mendukung
melitus akibat komplikasi yang muncul akan perkembangan, dan kebutuhan perawatan diri
mempengaruhi kualitas hidup pasien. akibat deviasi kesehatan. Analisa dilakukan
Beberapa faktor yang mempengaruhi untuk mengidentifikasi adanya keterbatasan
perkembangan komplikasi diabetes melitus atau ketidakmampuan dalam melakukan
diantaranya lama mengalami diabetes melitus, aktivitas perawatan mandiri. Kemudian
kontrol glikemik, hipertensi, riwayat merokok, ditegakkan diagnose keperawatan. Diagnosa
profil lipid. Pencegahan terhadap keperawatan yang mayoritas ditegakkan pada
perkembangan komplikasi diabetes melitus 30 pasien yang penulis kelola adalah resiko
sangat penting dilakukan. peran perawat ketidakstabilan glukosa darah. Masalah ini
sebagai edukator adalah dengan memberikan merupakan suatu kondisi dimana pasien
edukasi kepada pasien diabetes melitus tentang beresiko terhadap variasi kadar glukosa darah
perjalanan komplikasi penyakit diabetes dari rentang normal. Infeksi yang terjadi pada
melitus dan pencegahannya, pengelolaan pasien diabetes melitus dan respon
diabetes melitus, dan perubahan perilaku gaya hospitalisasi merupakan stressor yang dapat
hidup. Hal ini harus terintegrasi dengan meningkatkan proses metabolisme dan
pengelolaan diabetes melitus untuk mencapai merangsang respon kontra regulasi sehingga
kontrol glikemik dan kendali diabetes yang terjadi proses pelepasan dan pembentukan
optimal. Selain itu, perawat spesialis harus glukosa melalui proses glikogenolisis dan
memiliki kemampuan untuk melakukan gluconeogenesis di hepar. Hal ini
deteksi dini terhadap tanda dan gejala mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar
komplikasi diabetes melitus baik akut maupun glukosa darah. Sementara itu, asupan nutrisi
kronis (mikrovaskular dan makrovaskular). yang tidak adekuat di tambah dengan
Deteksi dini terhadap komplikasi melalui pemberian insulin yang kurang tepat
skrining secara berkala akan memberikan meningkatkan resiko terjadinya hipoglikemia.
peluang penatalaksanaan lebih awal sehingga
dapat mencegah atau menunda perkembangan Masalah keperawatan kedua yang banyak
komplikasi (Loveman, Royle, & Waugh, 2009; ditemukan adalah ketidakefektifan perawatan
Marshall & Flyvbjerg, 2006). kesehatan. Hal ini berhubungan dengan angka
kejadian ulkus kaki diabetik sebagai penyebab
Penerapan asuhan keperawatan dengan mayoritas hospitalisasi pada 30 pasien
menggunakan pendekatan Teori Self Care kelolaan. Selain karena efek komplikasi kronis
Orem melewati beberapa tahap proses yang mengakibatkan penyakit kaki diabetik,
keperawatan. Pada tahap awal atau diagnostic perawatan kaki yang tidak optimal merupakan
operation, merupakan tahap dimana perawat salah satu prediktor terjadinya ulkus kaki
membina hubungan antara pasien dan diabetik. Ketidakpatuhan dalam pengelolaan
perawat/keluarga. Tujuan proses ini adalah diabetes melitus seperti perencanaan makan,
8

latihan jasmani, dan pengobatan dapat melitus, efek dari kondisi hiperglikemik kronis
dijelaskan berdasarkan hasil kontrol glikemik akan mengganggu respon sistem imun
pasien yang buruk. Pada pasien yang memiliki sehingga terjadi penurunan sistem kekebalan
data pemeriksaan HbA1c, sebagian besar tubuh yang menyebabkan pasien diabetes
memiliki kadar HbA1c > 7 %. Hal ini melitus rentan terserang infeksi dan perluasan
menunjukkan kontrol glikemik pasien selama infeksi.
kurang lebih 3 bulan terakhir belum optimal.
Kontrol glikemik yang buruk akan Tahap selanjutnya yaitu prescriptive
meningkatkan resiko berkembangnya operations, tahap dimana perawat menentukan
komplikasi menjadi lebih buruk. metode bantuan yang mungkin dapat
diterapkan. Metode bantuan tersebut diantarya
Masalah keperawatan selanjutnya yang banyak doing for, guiding and directing, teaching, dan
ditemukan adalah kerusakan integritas providing. Tindakan yang dilakukan selalu
jaringan. Hal ini sejalan dengan angka berupaya untuk memenuhi kebutuhan
kejadian ulkus kaki diabetik pada 30 pasien perawatan diri untuk mencapai proses
kelolaan. Pasien diabetes melitus beresiko pemulihan pasien. Prioritas tindakan ditujukan
mengalami komplikasi kaki diabetik yaitu kepada kebutuhan perawatan mandiri yang
neuropati (otonom, motoric, sensorik), paling esensial yang dibutuhkan dalam proses
penyakit arteri perifer, deformitas tulang, dan fisiologis tubuh seperti oksigenasi. Pada tahap
penurunan sistem imunitas. Kondisi tersebut ini penulis membuat prioritas masalah
dapat meningkatkan resiko terjadinya ulkus berdasarkan tingkat kebutuhan esensial
kaki diabetik yang terinfeksi. Jika terdapat fisiologis, selanjutnya menentukan metode
faktor pencetus seperti trauma fisik, dapat bantuan yang bisa dilakukan.
terbentuk luka dan bisa berkembang menjadi
buruk akibat proses infeksi. Pada penyakit Tahap selanjutnya yaitu implementasi hasil
arteri perifer, dimana terjadi gangguan tahap sebelumnya dalam regulatory operations
sirkulasi perifer, dapat menyebabkan untuk merancang, merencanakan dan
terjadinya critical limb ischaemic akibat menghasilkan suatu nursing system dengan
ketidakadekuatan suplay darah. Jika disertai mempertimbangkan hasil pengkajian pada
dengan perilaku perawatan kaki yang kurang tahap-tahap sebelumnya. Rencana intervensi
optimal, maka resiko terjadi ulkus kaki dibuat dengan mempertimbangkan tingkat
diabetik akan semakin bertambah. kebutuhan self-care pasien yang dibagi dalam
wholly compensatory, partly compensatory
Masalah keperawatan yang lainnya muncul dan supportive-educative. Pada 30 pasien
akibat respon terhadap kondisi patologis kelolaan, sebagian besar tingkat kebutuhan
maupun prosedur tindakan diagnostic pemenuhan self-care adalah partly
diantaranya pada pasien dengan komplikasi compensatory dan supportive-educative. Hal
CHF dan CKD overload, ditemukan masalah ini terjadi akibat efek dari kondisi patologis
kelebihan volume cairan, dan ketidakefektifan penyakit yang mengakibatkan terjadi
pola nafas akibat penumpukan cairan. keterbatasan gerak bebas, termasuk dalam
Diagnosa ketidakseimbangan nutrisi melakukan aktivitas perawatan mandiri, tetapi
ditegakkan berhubungan dengan intake nutrisi pasien masih mampu melakukan sebagian dari
yang tidak adekuat akibat adanya gejala mual proses perawatan diri dan sebagian dibantu
dan muntah. Masalah nyeri muncul pada dan dilakukan oleh perawat.
pasien dengan ulkus kaki diabetik post
tindakan pembedahan (debridement, amputasi,
STSG), dan pada pasien dengan batu empedu
dan post tindakan ERCP. Pada pasien diabetes
9

Kasus Kelolaan Utama Monitor status pernafasan seperti frekuensi,


kedalaman, dan suara nafas dilakukan untuk
Pembahasan asuhan keperawatan kelolaan pemantauan perkembangan kondisi pasien.
utama dilakukan pada kasus Tn. R dengan Pemantauan hasil pemeriksaan AGD serial dan
Diabetes Melitus tipe 2 + Congestive Heart elektrolit serta pemantauan tanda-tanda vital
Failure (CHF) Grade II + Community dilakukan setiap hari. Pengaturan posisi pasien
Acquired Pneumonia (CAP) + Efusi Pleura dengan semi-fowler dilakukan untuk
Bilateral + Ulkus diabetik pedis sinistra post meningkatkan ventilasi dan oksigenasi
debridement. Pada pengelolaan kasus ini (Ackley & Ladwig, 2011). Pemberian terapi
ditemukan 6 diagnosa utama yaitu gangguan oksigen dilakukan dengan konsentrasi rendah
pertukaran gas, resiko ketidakstabilan kadar (24-32%) dengan aliran oksigen 3-4 L/menit
glukosa darah, kelebihan volume cairan, menggunakan nasal kanul. Pemberian terapi
kerusakan integritas jaringan, dan resiko oksigen pada pasien dengan hipoksemia ringan
ketidakseimbangan elektrolit. (PO2) tidak anjurkan dengan konsetrasi tinggi
karena tidak berdampak signifikan pada
Gangguan pertukaran gas merupakan suatu peningkatan ikatan HbO2, sebaliknya
kondisi kelebihan atau berkurangnya
pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi
oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida
dapat meracuni paru-paru dan menimbulkan
pada membran alveolar-kapiler yang
efek merugikan (Price & Wilson, 2005).
berhubungan dengan faktor yaitu perubahan
Terapi farmakologis diberikan yaitu terapi
pada membrane alveolar-kapiler darah, dan
inhalasi dan antibiotik.
perubahan pada ventilasi dan perfusi
(NANDA, 2011). Masalah gangguan
Masalah keperawatan selanjutnya adalah
pertukaran gas pada pasien Tn. R ditandai
resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.
dengan respon terhadap masalah pernapasan
Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
yang ditemukan yaitu sesak nafas, batuk
merupakan suatu kondisi dimana pasien
berdahak, terdengar ronchi pada basal paru,
beresiko terhadap variasi kadar glukosa darah
hasil rontgen thoraks menunjukkan adanya
dari rentang normal. Beberapa faktor resiko
efusi pleura dan edema paru, hasil
kondisi ini seperti asupan diet, kurang
pemeriksaan AGD dengan kesan alkalosis
kepatuhan pada manajemen diabetes,
metabolik.
manajemen medikasi, status kesehatan fisik,
stress dan infeksi (NANDA, 2010). Tujuan
Gangguan pertukaran gas dapat dihubungkan
yang hendak dicapai dalam intervensi
dengan beberapa kondisi klinis suatu penyakit
keperawatan untuk masalah tersebut adalah
seperti pneumonia, penyakit paru kronis,
mempertahankan kadar glukosa darah dalam
atelectasis, sindrom distress pernapasan, massa
batas target pengobatan, mengidentifikasi
paru, hernia diafragma. Selain itu, gangguan
faktor yang mengarah kepada ketidakstabilan
pertukaran gas juga dapat dipengaruhi oleh
glukosa darah. Merujuk kepada Teori Self
penurunan suplai darah pulmomal akibat
Care Orem nursing system, pada awal
hipertensi pulmonal, emboli paru, gagal
pengkajian pasien Tn. R berada pada partly
jantung kongestif, dan anemia (Wilkinson,
compensatory system, dimana sebagian
2006). Pada pasien Tn. R, terdapat beberapa
kebutuhan self care dibantu oleh perawat dan
kondisi yang berhubungan dengan gangguan
keluarga.
pertukaran gas yaitu adanya pneumonia (CAP)
dan gagal jantung kongestif (CHF).
Gangguan metabolisme glukosa darah pada
pasien diabetes melitus disebabkan oleh
Intervensi keperawatan yang diberikan dalam
gangguan produksi dan kerja insulin. Selain itu
kasus ini adalah pemantauan status pernafasan.
hiperglikemia juga disebabkan oleh rendahnya
10

respon jaringan tubuh terhadap insulin hendaknya sesuai dengan target pengobatan
(resistensi insulin) yang terjadi secara dan terhindar dari hipoglikemi. Sasaran
bersamaan. Pada dasarnya diawali dengan glukosa darah pasien diabetes melitus yang
gangguan penggunaan glukosa yang kemudian dirawat adalah 140-180 mg/dl pada pasien
diikuti dengan peningkatan kadar glukosa dengan penyakit kritis, dan pada pasien
darah (hiperglikemia) (Manaf, 2014; Alsahli & dengan penyakit non-kritis yaitu < 140 mg/dl
Gerich, 2010). untuk glukosa darah puasa, dan < 180 mg/dl
untuk glukosa darah acak (Kubacka, 2014).
Berdasarkan hasil pemeriksaan KGDH selama Selama proses perawatan, pemantauan glukosa
dirawat pasien Tn. R menunjukkan kadar darah pada pasien Tn. R dilakukan
glukosa darah yang fluktuatif dan cenderung berdasarkan kurva gula darah harian yaitu
mengalami hiperglikemia. Salah satu faktor sebelum makan pagi, sebelum makan siang,
yang berhubungan dengan hiperglikemia pada dan sebelum makan malam.
pasien yang dirawat adalah stress akibat
kondisi penyakit dan infeksi. Pasien Tn. R Intervensi keperawatan kolaborasi dilakukan
didiagnosa mengalami CAP dan sepsis pada dengan dokter dalam pemberian insulin untuk
ulkus kaki diabetik terinfeksi. Infeksi yang manajemen hiperglikemia. Pemberian terapi
terjadi pada pasien diabetes melitus terjadi insulin berupa insulin basal-bolus yang terdiri
akibat invasi kuman patogen dan akibat dari insulin basal (insulin Glargine contohnya
penurunan kemampuan sistem imunitas tubuh. Lantus, dan insulin Detemir contohnya
Penurunan imunitas pada pasien diabetes Levemir) untuk mencakup kebutuhan insulin
melitus berhubungan dengan penurunan basal (sebagian besar karena produksi glukosa
respon sel T, fungsi neutrofil, dan gangguan hepar) dan insulin prandial atau bolus (insulin
imunitas humoral. Hal ini mengakibatkan Lispro contohnya Humalog, insulin Glulisine
pasien diabetes melitus rentan mengalami contohnya Apidra, dan insulin Aspart
infeksi yang berkembang dan meluas sehingga contohnya Novorapid) untuk mencakup
sulit diatas (Casqueiro, Casqueiro, & Alves, kebutuhan terhadap berbagai bentuk intake
2012). Hiperglikemi akibat stress metabolik kalori (peningkatan glukosa darah prandial)
disebabkan oleh kombinasi efek kerja (Kubacka, 2014; Barnard, Batch, & Lien,
beberapa hormon endogen, sitokin dan sistem 2010). Terapi insulin yang diberikan pada
signal sistem saraf kontra regulasi pada jalur pasien Tn. R adalah insulin basal bolus terdiri
metabolisme glukosa. Response inflamasi dan dari insulin kerja panjang Lantus dan insulin
kontra regulasi terhadap kondisi penyakit atau prandial menggunakan insulin kerja cepat
infeksi akan mengganggu efek insulin dalam yaitu Novorapid. Pemberian Lantus dilakukan
produksi glukosa hepar dan otot skelet. Stress dengan satu kali penyuntikan pada malam hari
akan menyebabkan peningkatan sekresi sebelum tidur. Sedangkan Novorapid
hormone kontra regulasi yaitu glukagon, diberikan setiap kali waktu makan yaitu makan
epinefrin, norepinefrin, kortisol, dan hormon pagi, makan siang, dan makan malam (15
pertumbuhan yang akan menstimulasi menit sebelum makan) dengan catatan
glikogenolisis dan glukoneogenesis di hepar makanan harus telah tersedia.
(Hammersley & James, 2010).

Intervensi keperawatan yang diberikan berupa Kadar glukosa darah berhubungan erat dengan
manajemen hiperglikemi. Dalam manajemen asupan kalori pasien setiap hari. Oleh karena
hiperglikemi, salah satu tanggung jawab itu residen melakukan kolaborasi dengan ahli
perawat adalah memonitor kadar glukosa gizi untuk menghitung jumlah kebutuhan
darah pasien saat dalam proses perawatan. kalori pasien Tn. R. Residen juga
Hasil pemantuan kadar glukosa darah berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
melakukan edukasi mengenai perencaan
11

makan dan asupan makan pasien Tn. R selama Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan
dalam proses perawatan di rumah sakit. dengan berpindahnya cairan dari intravascular
Sebagai bentuk pemantauan asupan nutrisi dan terakumulasi pada kompartemen
pasien, residen melakukan observasi makan interstisial sehingga terjadi peningkatan
pasien setiap kali jadwal makan untuk volume cairan interstisial (ISF). Berdasarkan
mengidentifikasi jumlah asupan porsi makan prinsip Hukum Starling pada kapiler yang
yang dihabiskan pasien. Hal ini juga menyatakan bahwa kecepatan dan arah
berhubungan dengan pemantauan makan pertukaran cairan di antara kapiler dan ISF
setelah injeksi insulin prandial. ditentukan oleh tekanan hidrostatik dan
tekanan osmotic koloid dari kedua cairan.
Intervensi keperawatan yang diberikan untuk Pada kasus Tn.R terdapat kondisi gagal
memenuhi kebutuhan belajar dan persiapan jantung kongestif grade II dan efusi pleura
pulang pasien adalah dengan edukasi. Edukasi dengan edema ektremitas bawah dan skrotum.
merupakan sebuah dasar penting dalam
pengelolaan diabetes melitus. Materi edukasi Pada kondisi gagal jantung kongestif, terjadi
yang diberikan berhubungan dengan kegagalan pompa pada ventrikel kiri yang
kemampuan untuk bertahan atau survival skill menyebabkan terjadi penurunan volume isi
yaitu materi mengenai diabetes melitus dan sekuncup. Hal ini menyebabkan terjadi
penatalaksanaannya, perencanaan makan, peningkatan volume ventrikel akhir sistolik.
latihan jasmani, teknik penyuntikan insulin, Dengan meningkatnya volume sisa ventrikel,
pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan hal ini menyebabkan terjadi peningkatan
gejala serta penanganan hipoglikemia, tekanan pada jantung kiri. Kenaikan tekanan
perawatan kaki, dan kontrol teratur (Ackley & ini akan diteruskan ke belakang ke vena
Ladwig, 2011; Dunning, 2009). Proses edukasi pulmonalis sehingga terjadi peningkatan
dilakukan secara bertahap dan disesuaikan tekanan kapiler dan vena paru. Apabila
dengan kondisi pasien. Berdasarkan tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru
pendekatan evaluasi Orem, setelah proses melebihi tekanan onkotik pembuluh darah,
perawatan nursing system design pasien Tn. R maka terjadi transudasi cairan ke dalam
yaitu partly compensatory. Glukosa darah interstisial paru. Jika peningkatan tekanan
pasien cenderung fluktuatif dan pasien masih terjadi terus menerus maka akan terjadi edema
dalam proses belajar penyuntikan insulin paru akibat perembesan cairan ke dalam
mandiri, serta sebagian pemenuhan kebutuhan alveoli. Peningkatan cairan pada interstisial
untuk kestabilan glukosa darah masih dibantu paru mengakibatkan peningkatan tekanan
oleh perawat. interstisial yang akan mengakibatkan cairan
berpindah dari interstisial melewati pleura
Masalah keperawatan ketiga yang ditemukan viseralis dan masuk ke dalam rongga pleura.
adalah kelebihan volume cairan. Definisi dari Ketika terjadi suatu edema paru, sekitar 25%
diagnosa kelebihan volume cairan adalah cairan edema akan berpindah ke rongga
peningkatan cairan isotonis dengan pleura. Cairan pada rongga pleura sebagian
karakteristik yaitu bunyi nafas tambahan, besar akan keluar melalui pembuluh limfe di
gangguan elektrolit, edema, perubahan tekanan pleura parietalis dibandingkan cairan yang
darah, perubahan pola nafas, peningkatan secara pasif berdifusi melalui pleura viseralis.
tekanan vena sentral, asupan melebihi Jika terjadi peningkatan tekanan vena sistemik
haluaran, efusi pleura,kongesti paru, gelisah, seperti pada gagal jantung kongestif, maka
bunyi jantung S3 dan penambahan berat badan pengeleuran cairan dari limfe akan berkurang.
dalam waktu singkat (NANDA, 2011). Faktor-faktor tersebut mengakibatkan cairan
terakumulasi pada rongga pleura (Price &
Wilson, 2005).
12

Pada gagal jantung kongestif terjadi kegagalan dilakukan pada pasien dengan kelebihan
pompa jantung, dan ketika jantung mulai gagal volume cairan. Observasi edema dilakukan
memompa darah, maka darah akan terbendung untuk mengkaji lokasi dan penyebaran edema.
pada sistem vena dan bersamaan dengan Pada pasien dengan CHF, peningkatan tekanan
berkurangnya volume darah pada arteri. hidrostatik mengakibatkan terjadinya edema
Penurunan pengisian arteri ini akan direspon dependen yang sering terjadi pada kaki.
oleh reseptor volume pada pembuluh darah Intervensi kolaborasi dengan medis untuk
arteri yang memicu aktivitas saraf simpatis pemberian terapi diuretic dilakukan untuk
yang mengakibatkan vasokonstriksi sebagai evakuasi kelebihan volume cairan. Pada pasien
usaha untuk mempertahankan curah jantung. dengan efusi pleura dan edema paru,
Akibat vasokonstriksi maka suplai darah akan pemantauan fungsi pernafasan seperti suara
diutamakan ke pembuluh darah otak, jantung nafas, bunyi nafas tambahan, sesak penting
dan paru, sementara ginjal dan organ lain untuk dilakukan. Berdasarkan pendekatan
mengalami penurunan aliran darah. Akibatnya evaluasi Orem, setelah proses perawatan
volume darah arteri efektif berkurang dan nursing system design pasien Tn. R mengalami
ginjal akan menahan natrium dan air (Effendi perubahan menjadi supportive-educative.
& Pasaribu, 2014). Mekanisme ini terjadi Pasien tidak mengalami sesak, ronchi tidak
bersamaan dengan perubahan efek Hukum ada, edema skrotalis dan edema tungkai tidak
Starling yang mengatur distribusi cairan antara ada, aktivitas ringan sampai sedang disekitar
kapiler dan ruangan interstisial yaitu kamar dengan menggunakan kursi roda.
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler vena Kepatuhan minum obat dilakukan dengan baik
dan penurunan tekanan osmotic koloid (Price dengan arahan dari perawat dan dokter
& Wilson, 2005). Dengan demikian terjadi
peningkatan terjadi perpindahan cairan Masalah selanjutnya yang diangkat pada kasus
intravascular ke interstisial. Akumuluasi cairan Tn. R adalah kerusakan integritas jaringan,
interstisial yang berlebihan mengakibatkan yaitu suatu kondisi terjadi keruasakan pada
terbentuknya edema. Penyebaran edema jaringan seperti korna, membrane mukosa,
generalisata diatur gaya gravitasi yang integument atau jaringan subkutan atau adanya
mempengaruhi tekanan hidrostatik kapiler. jaringan yang hancur (NANDA dalam Ackley
Dengan demikian edema biasanya terjadi pada & Ladwig, 2011). Masalah kerusakan
tempat dengan tekanan hidrostatik yang tinggi integritas jaringan pada pasien Tn. R
seperti pada daerah yang rendah yaitu daerah ditegakkan dengan data yang mendukung yaitu
tungkai atau pada tempat dengan tekanan terdapat ulkus kaki diabetik pedis sinistra post
interstisial paling rendah seperti daerah scrotal debridement mekanik, eksudat minimal,
(Price & Wilson, 2005). Faktor lain yang slough terdapat pada luka di sela interdigiti I-
menambah penyebab terjadinya edema pada II. Dasar luka terdiri dari jaringan sub kutis,
pasien adalah hipoalbumin. Albumin fascia, otot dan tendon berwarna kemerahan.
merupakan kontributor utama terhadap Kulit disekitar luka tampak kemerahan, dan
tekanan onkotik serum yang membantu kulit kaki cenderung kering dan retak.
pergerakan cairan dari ruangan interstisial ke
dalam intravascular. Pada kondisi penurunan Berdasarkan etiologinya, ulkus kaki diabetik
kadar albumin serum dapat terjadi edema dikategorikan menjadi ulkus iskemik,
perifer (Ackley & Ladwig, 2011). neuropati, dan gabungan neuropati-iskemik.
Walaupun kedua komplikasi mikrovaskular
Intervensi keperawatan yang dilakukan pada tersebut menjadi faktor utama, pencetusnya
masalah kelebihan volume cairan adalah bisa stress fisik atau mekanik. Penurunan
manajemen cairan. Pemantauan intake cairan sirkulasi darah perifer akan menyebabkan
dan output serta balance cairan penting berkurangnya perfusi ke tingkat sel sehingga
13

mengakibatkan iskemik jaringan sementara infeksi dan mikroba, kontrol edema dan
neuropati dapat mengakibatkan peningkatan eksudat, dan intervensi pembedahan terhadap
tekanan pada kaki dengan aliran darah yang defek yang mendasari (Falanga & Iwamoto,
cukup akan tetapi telah kehilangan sensasi 2012).
proteksi. Selanjutnya ulkus neuroiskemik
merupakan kombinasi efek dari neuropati dan Proses inflamasi yang berlangsung lama dan
iskemik dengan gangguan perfusi perifer. luas merupakan tanda adanya infeksi. Untuk
Selain itu, pada pasien diabetes melitus telah mengidentifikasi adanya infeksi pada luka
mengalami penurunan imunitas tubuh sangat dibutuhkan pengkajian yang
sehingga rentan terhadap infeksi (International menyeluruh terhadap tanda dan gejala infeksi
Best Practice Guidelines, 2013; serta pemeriksaan kultur mikroba
Djokomoeljanto & Nugroho, 2007). Selain (International Best Practice Guidelines, 2013;
faktor-faktor tersebut, terdapat beberapa faktor Werdin et al., 2009). Tanda dan gejala infeksi
yang berkontribusi terhadap kejadian ulkus yang ditemukan pada pasien Tn. R adalah
kaki diabetik yaitu riwayat ulkus atau amputasi pemanjangan fase inflamasi, eritema di sekitar
sebelumnya, tekanan pad akaki, edema perifer, luka, adanya eksudat dan slough, hasil
kallus pada plantar pedis, iskemik, nefropati, pemeriksaan rontgen pedis menunjukkan
retinopati, kontrok glikemik yang buruk, usia adanya lesi litik falang proksimal dan distal
tua, dan lama mengalami diabetes melitus. digiti I yang dapat disesuaikan dengan
gambaran osteomielitis, dan hasil pemeriksaan
Pengelolaan ulkus kaki diabetik secara holistik leukosit 10.100/µL. Untuk menentukan jenis
membutuhkan kerja sama multidisiplin yang mikroba yang menjadi agen infeksi pada luka,
baik dalam penanganan kasus agar diperoleh perlu dilakukan kultur mikroba. Sampel kultur
hasil pengelolaan yang maksimal. Beberapa yang direkomendasikan adalah menggunakan
aspek yang harus dikelola secara bersama dan jaringan lunak luka dengan menggunakan
menyeluruh adalah kontrol metabolik, kontrol teknik biopsi atau kuretase, atau aspirasi sekret
luka, kontrol vaskular, kontrol infeksi- purulen, atau dengan teknik deep swabbing.
mikroba, kontrol mekanik-tekanan, dan (International Best Practice Guidelines, 2013;
kontrol edukasi (Waspadji, 2014). Intervensi Lipsky et al., 2012). Pemeriksaan kultur pada
keperawatan yang residen lakukan pada Tn. R pasien Tn. R menggunakan sampel jaringan
terintegrasi dalam pengelolaan aspek-aspek lunak luka dan sampel dari teknik deep
tersebut yaitu perawatan luka, kontrol infeksi, swabbing. Hasil pemeriksaan kultur jaringan
off-loading, dan edukasi perawatan kaki luka menunjukkan terdapat bakteri
diabetik. Enterococcus Sp., Acitenobacter Sp.
Perawatan luka dilakukan untuk mendukung Tujuan dilakukan kultur adalah untuk
perkembangan proses penyembuhan luka. mengetahui jenis mikroba patogen penyebab
Konsep dasar dalam proses perawatan luka infeksi dan menentukan pemberian antibiotik
adalah mempersiapkan dasar luka (wound bed definitif yang tepat. Pemberian terapi
preparation atau WBP) untuk proses antibiotik dilakukan sampai terjadi perbaikan
penyembuhan. Pada kasus ulkus kaki diabetik, kondisi infeksi, tidak sampai luka sembuh.
pendekatan konsep WBP dimakusdkan untuk Intervensi selain pemberian antibiotic untuk
memperbaiki setiap defisiensi yang terdapat kontrol infeksi adalah perawatan luka secara
pada dasar luka yang dibutuhkan untuk berkala sesuai kondisi luka dan debridement.
mendukung proses penyembuhan luka dimana
proses ini dilakukan dengan segera dan Perawatan luka yang dilakukan pada pasien
terintegrasi. Aspek-aspek yang dilakukan Tn. R dilakukan secara berkala setiap sesuai
dalam WBP adalah debridement, kontrol kondisi luka pasien. Setelah dilakukan
14

debridement, dilanjutkan dengan perawatan off-loading pada luka yaitu dengan


luka dengan mempertimbangkan kondisi luka menggunakan kassa tebal sebagai dressing
dan mempersiapkan pemilihan dressing yang sekunder dan ditutup perban elastik untuk
tepat. Pemilihan dressing yang tepat harus mengurangi tekanan berlebihan pada luka.
mendukung konsep moist wound care dan Untuk membantu pasien memenuhi
mampu mengontrol pengeluaran eksudat. kebutuhannya dan menghindari tekanan
Dressing yang digunakan sebaiknya dapat berlebihan pada daerah plantar, maka pasien
menciptakan lingkungan luka yang fisiologis, menggunakan kursi roda. Pasien mampu
yaitu moist, dapat mengontrol suhu luka, menggunakan kursi roda untuk memenuhi
menjaga kecukupan perfusi jaringan dan kebutuhan eliminasi dan aktivitas dan luka
kontrol bakteri. Berdasarkan kondisi luka Tn. terhindar dari penekanan yang berlebihan.
R maka dressing primer yang digunakan
adalah Cutimed Sorbact Gel karena luka Intervensi selanjutnya yang dilakukan untuk
sebagian masih ditutupi slough dengan eksudat mendukung proses penyembuhan luka
minimal dan sebagai dressing sekunder berhubungan dengan kontrol metabolik. Salah
menggunakan kassa. Cutimed Sorbact gel satu indikator kontrol metabolik adalah kadar
merupakan jenis dressing primer yang terdiri albumin dan glukosa darah. Albumin adalah
dari dressing Cutimed Sorbact yang dilapisi protein utama yang disintesis oleh hepar
dengan hydrogel dan merupakan dressing dimana albumin mempertahankan tekanan
yang dilapisi oleh dialkylcarbamoylchloride onkotik plasma dan transport nutrisi di dalam
sehingga membuat dressing bersifat aliran darah. Penurunan kadar albumin dapat
hidrofobik. Sifat ini mendukung terbentuknya menyebabkan edema, luka terbuka dan
interaksi hidrofobik yang menarik bakteri meningkatkan resiko infeksi. Penurunan kadar
sehingga berikatan dengan serat dressing albumin juga berhubungan dengan kondisi
dimana ikatan ini bersifat ireversibel. klinis yang buruk, meningkatkan lama rawat,
Kandungan hydrogelnya mendukung dan meningkatkan resiko komplikasi dan
terciptanya lingkungan moist yang juga kematian. Pada pasien diabetes melitus dengan
memfasilitasi pergerakan bakteri menuju ulkus kaki diabetik, terjadi peningkatan
dressing yang akan membentuk ikatan sintesis fibrinogen dan C-reactive protein
ireversibel antara serat dressing dan bakteri (CRP) akibat proses inflamasi. Hal ini
(Pirie, Duguid, & Timmons, 2009). menyebabkan penurunan kadar albumin serum
akibat peningkatan sintesis protein fase akut
Untuk mendukung proses penyembuhan luka, dan penurunan sintesis homeostasis protein di
maka perlu menghindari penekanan yang hepar (Rehm, 2003). Selain itu, beberapa
berlebihan pada luka. Hal ini penting kondisi pada pasien diabetes melitus yang
dilakukan karena penekanan yang berlebihan menyebabkan kadar albumin yang rendah
pada luka akan menghambat pertumbuhan yaitu proses katabolisme pada diabetes melitus
jaringan baru dan merusak jaringan yang telah akibat defisiensi insulin dan menyebabkan
terbentuk. Selanjutnya dengan prinsip off- fenomena neoglukoneogenesis berlansung
loading ini dapat mendistribusikan tekanan terus menerus yang mengubah asam amino
luka secara merata pada bidang datar dan lemak menjadi glukosa; pada pasien
(International Best Practice Guidelines, 2013). diabetes melitus dengan komplikasi nefropati
Sementara itu proses memandirikan pasien yang mengalami mikro dan makroalbuminuria
terus berjalan dimana pasien mulai memenuhi dan nefropati diabetik lanjut menyebabkan
kebutuhan self care eliminasi dan aktivitas proteinuria, yang menjadi sumber kehilangan
secara mandiri. Intervensi yang dilakukan protein (Hendromartono, 2014); kehilangan
adalah membantu memenuhi kebutuhan self protein akibat produksi eksudat pada luka yang
care pasien dan tetap memperhatikan prinsip luas dan dalam; akibat asupan diet rendah
15

protein pada pasien dengan kerusakan ginjal perawatan dari tim kesehatan untuk mengelola
akibat komplikasi diabetik (Tatti & Barber, ulkus kaki diabetik.
2011).
Masalah keperawatan selanjutnya yang
Perawat memiliki peran yang penting dalam diangkat adalah resiko ketidakseimbangan
pencegahan terjadinya ulkus kaki diabetik dan elektrolit yang merupakan kondisi dimana
amputasi ekstremitas melalui skrining kaki seseorang beresiko mengalami perubahan
diabetik dan edukasi perawatan kaki diabetik. kadar elektrolit serum yang dapat mengganggu
Menjadi sebuah kebutuhan penting bagi pasien kesehatan. Faktor resiko yang berhubungan
diabetes melitus dengan resiko tinggi ulkus dengan kondisi ini yaitu ketidakseimbangan
kaki diabetik dan keluarganya untuk cairan (dehidrasi, kelebihan cairan) dan
mendapatkan edukasi tentang dasar perawatan disfungsi ginjal (NANDA, 2011). Dari hasil
kaki mandiri. Hal ini sangat penting karena pengkajian ketidakseimbangan elektrolit yang
edukasi terbukti efektif dalam pencegahan ditemukan adalah hiponatremia dan
ulkus kaki diabetik (Aalaa, Malazy, Sanjari, hipokloremia.
Pelmani, & Mohajeri-Tehrani, 2012). Pasien
Tn. R memiliki riwayat ulkus kaki diabetik Natrium merupakan kation yang paling banyak
sebelumnya, dan berdasarkan etiologi ditemukan pada ECF dan merupakan faktor
terjadinya luka disebabkan oleh perilaku utama yang mempengaruhi osmolalitas ECF.
perawatan kaki pasien yang buruk. Oleh Jika kadar natrium serum kurang dari 135
karena itu edukasi tentang perawatan kaki mEq/L, maka pasien mengalami hiponatremia.
mandiri harus dilakukan untuk mencegah Pada pasien dengan krisis hiperglikemia
kejadian ulkus berulang. Residen memberikan seperti KAD, terjadi peningkatan kadar
edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai glukosa darah yang melebihi ambang batas
perawatan kaki dirumah, mulai dari ginjal sehingga mengakibatkan diuresis
pemeriksaan kaki harian, perawatan kaki osmotic dan hal ini akan menyebabkan
melalui cuci kaki dengan sabun, menjaga dehidrasi dan kehilangan mineral dan elektrolit
kelembaban kulit, menggunakan alas kaki seperti natrium, kalium, klorida, kalsium,
yang tepat, dan menjelaskan kepada pasien magnesium, fosfat. Nilai ambang ginjal
hal-hal yang perlu dihindari atau tidak boleh terhadap kadar glukosa darah (±200 mg/dl)
dilakukan. sementara itu, untuk menjaga dan keton akan terlampaui, sehingga terjadi
kebersihan kaki, residen menganjurkan pasien ekskresi glukosa melalui ginjal yang mencapai
dan keluarga untuk menjaga kebersihan kaki 200 g/hari dan keton urine yang mencapai
dan menggunakan pelembab untuk menjaga ±20-30 g/hari, dengan total osmolaritas urine
kelembaban kulit kaki pasien. Residen ±2000 mOsm. Efek osmotic akibat kondisi
menganjurkan untuk menggunakan minyak glukosuria dapat berdampak pada gangguan
kelapa murni sebagai moisturizer alami kulit. reabsorbsi Na dan Cl dan air di tubulus
Selain sebagai moisturizer, kandungan proksimal lengkung Henle (Faizi & Netty,
monolaurin pada minyak kelapa murni 2005).
memiliki efek antibakteri dan jamur yang
dapat melindungi kulit dari infeksi (Verallo- Bentuk lain hiponatremia adalah hiponatremia
Rowell, Dillague, & Syah-Tjundawan, 2008). dilusional dimana pada kondisi ini terjadi
Berdasarkan pendekatan evaluasi Orem, kelebihan air dalam tubuh yang dapat
setelah proses perawatan nursing system ditemukan pada kondisi seperti gagal jantung
design pasien Tn. R adalah partly (Price & Wilson, 2005). Pada kondisi gagal
compensatory. Walaupun proses penyembuhan jantung, terjadi penurunan cardiac output yang
luka telah berlangsung, pasien membutuhkan dapat melemahkan sensitivitas baroreseptor.
Penurunan respon baroreseptor (yang terdapat
16

pada atrium kiri, sinus karotis, arkus aorta, komplikasi kronis kaki diabetik yang terjadi
arteriol aferen ginjal) disebabkan oleh pada pasien diabetes melitus. Kombinasi dari
penurunan tekanan arterial sistemik, stroke kondisi tersebut dan ditambah dengan cedera
volume, dan perfusi renal atau resistensi fisik dapat menimbulkan cedera pada kaki dan
vaskular perifer. Penurunan volume darah rentan mengalami infeksi yang dapat
sirkulasi efektif seperti kondisi gagal jantung mengakibatkan terjadinya ullkus kaki diabetik.
akan mengganggu sensitivitas baroreseptor, Selain kendali diabetes untuk mengontrol
dan mengarah pada meningkatkan aktivitas glikemik, profil lipid, tekandan darah, tindakan
sistem saraf simpatis (nervus vagal) yang yang dapat dilakukan oleh pasien diabetes
mengaktivasi sistem renin-aldosteron- melitus untuk mencegah terjadinya ulkus kaki
angiotensi dan hormon antidiuretik diabetik adalah dengan melakukan perawatan
vasopressin arginine (AVP). Ikatan antara kaki mandiri.
AVP dengan V2 reseptor di duktus kolektivus
ginjal akan meningkatkan retensi air, dimana Suitor (2007) menyebutkan bahwa perilaku
proses ini akan mengarah pada hiponatremia perawatan kaki merupakan suatu perilaku yang
dilusional (Ishikawa, 2015; Goldsmith, 2010). dilakukan oleh pasien diabetes melitus untuk
merawat kaki. Bagi pasien diabetes melitus
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi yang telah mengalami neuropati seperti kulit
resiko ketidakseimbangan elektrolit adalah kering dan retak-retak, kehilangan sensasi di
dengan manajemen elektrolit. Monitor tanda- kaki, baal, kelainan bentuk kaki, dan gangguan
tanda vital sangat penting untuk memantau sirkulasi kaki, sangat penting untuk melakukan
hemodinamik pasien. Pengkajian terhadap perawatan kaki mandiri. Perawatan kaki
adanya gangguan neuromuscular dilakukan mandiri yang dilakukan setiap hari akan
untuk mengidentifikasi dampak dari mengurangi resiko terjadinya amputasi minor
ketidakseimbangan elektrolit. Monitor hasil dan mayor (Frisch, 2012).
pemeriksaan elektrolit dilakukan untuk
mengevaluasi pengobatan. Pemberian terapi Intervensi yang dapat diberikan untuk
cairan dan elektrolit diberikan berupa cairan meningkatkan pengetahuan dan perilaku
NaCl 0,9 %. Pada hiponatremia dengan kadar perawatan kaki adalah melalui edukasi.
natrium serum antara 115 - 130 mmol/L, Edukasi dapat meningkatkan pengetahuan dan
koreksi natrium dilakukan dengan pemberian berdampak pada perilaku perawatan kaki
cairan NaCl 0,9%. Pemberian cairan dipantau diabetes. Informasi yang diberikan dalam
dengan balance cairan, karena pasien proses edukasi berisi topik yang terstandarisasi
mengalami CHF. Berdasarkan pendekatan dan spesifik diberikan kepada pasien sesuai
evaluasi Orem, setelah proses perawatan dengan faktor resiko, pengetahuan, dan
nursing system design pasien Tn. R mengalami perilaku perawatan kaki yang telah dilakukan.
perubahan menjadi supportive-educative. Topik standar yang diberikan kepada pasien
Kadar elektrolit dalam batas normal, dan diabetes melitus dalam edukasi perawatan kaki
pasien tidak mengalami gangguan neurologis. diabetik yaitu faktor resiko komplikasi kaki
diabetik, pemeriksaan kaki, mencuci dan
mengeringkan kaki, perawatan kuku,
Penerapan Evidence Based Nursing Practice penggunaan alas kaki, menjaga kelembaban
kaki, dan kontrol jika terjadi masalah kaki
Kaki diabetik merupakan sebuah komplikasi (Corbett, 2003).
yang sering terjadi pada kasus diabetes melitus
akibat kontrol glikemik yang buruk. Berdasarkan rerata skor pengetahuan dan
Neuropati, penyakit arteri perifer, deformitas perilaku perawatan kaki diabetik sebelum dan
bentuk kaki, merupakan bentuk-bentuk sesudah intevensi edukasi, ditemukan bahwa
17

terjadi peningkatan rerata skor pengetahuan mencegah ulkus berulang seperti pemeriksaan
dan perilaku perawatan kaki setelah dilakukan sepatu sebelum dan sesudah dipakai, menjaga
intervensi edukasi. Hal ini menunjukkan kebersihan dan kelembaban kulit dan
bahwa edukasi yang diberikan dapat kebersihan kuku, serta pemilihan alas kaki
meningkatkan perilaku perawatan kaki yang tepat (Aalaa et al., 2012).
diabetik pada pasien diabetes. Metode edukasi
yang diterapkan yaitu dengan instruksi verbal Edukasi merupakan suatu proses yang
melalui penjelasan dan ceramah, instruksi terdapat proses mengajar (teaching) dan
tertulis menggunakan booklet, dan demonstrasi belajar (learning). Perawat memiliki
dapat meningkatkan nilai perilaku perawatan tanggungjawab etik untuk mengajar pasien
kaki. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian mereka dengan memberikan informasi yang
yang dilakukan oleh Corbett (2003) yang pasien dan keluarga butuhkan. Selain itu,
menunjukkan bahwa intervensi edukasi dapat perawat juga harus menentukan kebutuhan
meningkatkan pengetahuan dan perawatan belajar pasien dan kapan pasien siap untuk
kaki diabetik. belajar. Sementara itu, proses belajar
(learning) terdiri dari 3 domain yaitu kognitif,
Edukasi pasien merupakan salah satu peran afektif, dan psikomotor. Beberapa topik
yang penting yang dilakukan oleh perawat. kesehatan membutuhkan kombinasi tiga
Perawat harus membuat suatu model edukasi domain proses belajar, diantaranya masalah
yang tepat bagi pasien. Perawat berperan diabetes melitus (Potter et al., 2013). Untuk
dalam menyediakan informasi yang proses belajar, residen menggunakan
dibutuhkan pasien untuk melakukan perawatan gabungan metode instruksi belajar untuk
mandiri untuk memastikan kelanjutan memfasilitasi proses belajar yaitu diskusi
perawatan dari rumah sakit ke rumah pasien. individu dan demonstrasi, kemudian
Edukasi yang diberikan kepada pasien harus menggunakan media belajar yaitu booklet dan
mempertimbangkan pengalaman dan tingkat alat perawatan kaki. Dalam domain proses
pendidikan pasien, keinginan pasien untuk belajar, residen berusaha memenuhi kebutuhan
terlibat dalam proses edukasi, dan kondisi belajar dari 3 domain yaitu kognitif, afektif,
psikosial, spiritual, dan budaya (Potter et al., dan psikomotor. Domain kognitif dengan
2013). memberikan informasi mengenai bagaimana
dampak diabetes melitus terhadap tubuh yang
Perawat memiliki peran yang penting dalam lebih spesifik terhadap komplikasi kaki
pencegahan terjadinya ulkus kaki diabetik dan diabetes. Selanjutnya untuk domain afektif,
amputasi ekstremitas melalui skrining kaki residen mengidentifikasi perilaku perawatan
diabetik dan edukasi perawatan kaki diabetik. kaki yang selama ini dilakukan pasien di
Menjadi sebuah kebutuhan penting bagi pasien rumah. Sedangkan untuk domain psikomotor,
diabetes melitus dengan resiko tinggi ulkus yaitu dengan mengajarkan bagaimana
kaki diabetik dan keluarganya untuk perawatan kaki mandiri di rumah dengan
mendapatkan edukasi tentang dasar perawatan demonstrasi dan menggunakan perlengkapan
kaki mandiri. Hal ini sangat penting karena yang telah disediakan oleh residen.
edukasi terbukti efektif dalam pencegahan
ulkus kaki diabetik. Perawat dapat Selama proses penerapan EBN edukasi
memberikan edukasi kepada pasien dan perawatan kaki mandiri, terhadap beberapa
keluarga mengenai pemeriksaan kaki dan faktor yang mempengaruhi implementasi dan
perawatan kaki mandiri setiap hari. evaluasi. Dalam proses implementasi edukasi,
Selanjutnya, perawat dapat mendorong pasien salah satu faktor yang mempengaruhi adalah
untuk melakukan tindakan yang akan lingkungan edukasi. Potter et al. (2013)
melindungi kaki mereka dari cedera atau menjelaskan bahwa faktor lingkungan fisik
18

mempengaruhi proses edukasi yang dapat yaitu pemeriksaan glukosa darah secara
berdampak bagi pasien yaitu memudahkan mandiri dan memahami apa tindak lanjut yang
proses edukasi atau sebaliknya membuat harus dilakukan saat itu sesuai dengan hasil
proses edukasi menjadi lebih sulit. Beberapa pemantauan kadar glukosa darah, memahami
hal yang harus diperhatikan antara lain privasi gejala-gejala komplikasi baik akut maupun
pasien, suhu ruangan, pencahayaan, kronis, pengobatan OHO diminum dengan
kebisingan, ventilasi udara, dan pengaturan jadwal pengaturannya, penyuntikan insulin
tempat. Evaluasi proses edukasi yang residen basal maupun prandial, pengaturan jadwal dan
lakukan adalah lingkungan belajar yang jenis makanan yang benar, berolahraga, dan
kurang kondusif, yaitu ruangan yang terdapat lain sebagainya.
banyak orang karena harus berbagi tempat
dengan residen yang lain, ruangan edukasi Sebanyak 16 orang ikut berpartisipasi dalam
yang digunakan bersama dengan profesi lain program inovasi. Rata-rata umur responden
yang juga sedang melakukan diskusi sehingga adalah 54,31 tahun dengan usia termuda 40
menimbulkan suara yang dapat mengganggu tahun dan tertua 68 tahun. Hasil estimasi
proses edukasi. interval menunjukkan bahwa rata-rata umur
responden diabetes melitus yang berpartisipasi
Rekomendasi dari hasil penerapan EBN ini dalam kegiatan inovasi keperawatan berada
adalah edukasi perawatan kaki bagi pasien pada rentang usia 50,31-58,31 tahun. Hasil ini
diabetes melitus akan meningkatkan sesuai dengan hasil disurvei yang dilakukan
pengetahuan dan perilaku perawatan kaki. Di oleh International Diabetes Federation tahun
tempat penerapan EBN ini, proses edukasi 2014 yakni, rata-rata usia orang dengan
telah dilakukan akan tetapi bersifat diabetes di dunia adalah 40-59 tahun (IDF,
oportunistik dan tidak terstruktur. Selain itu, 2014 ).
lingkungan yang kurang mendukung akan
mempengaruhi proses edukasi. Oleh karena itu Hasil quick quiz self health assessment tentang
perlu dibentuk suatu model edukasi bagi pengetahuan DM menunjukkan bahwa 8 orang
pasien diabetes dengan menyediakan perawat memiliki pengetahuan yang baik dan 2
edukator khusus yang menyediakan edukasi responden memiliki pengetahuan yang kurang.
bagi pasien diabetes dan ruangan khusus Pengetahuan pasien tentang DM salah satunya
edukasi dengan berbagai media edukasi. Hal didapatkan dari kegiatan edukasi yang
ini sejalan dengan rencana pengembangan diterima. Edukasi merupakan proses
poliklinik endokrin metabolik rumah sakit perpindahan informasi dari suatu sumber
yaitu untuk mengembangkan poliklinik untuk menambah pengetahuan, keterampilan,
edukasi dengan tenaga edukator khusus yang dan sikap yang diharapkan menampilkan satu
bertanggung jawab dalam kegiatan edukasi perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2010).
pasien. Edukasi DM merupakan pendidikan dan
pelatihan mengenai pengetahuan dan
Inovasi Keperawatan keterampilan bagi pasien DM guna menunjang
perubahan perilaku, meningkatkan
Pengelolaan diabetes melitus yang pemahaman pasien tentang penyakitnya,
diintegrasikan dalam aktivitas kehidupan sehingga tercapai kesehatan yang optimal,
sehari-hari membutuhkan pengetahuan dan penyesuaian keadaan psikologis dan
kemampuan yang bersifat keterampilan khusus peningkatan kualitas hidup (Dunning, 2009).
jika dibandingkan dengan pengelolaan
penyakit kronis yang lain (Fonseca, Hasil quick quiz self health assessment tentang
Pendergrass, & McGuffie, 2010). Pengetahuan resiko hipoglikemia menunjukkan bahwa
yang harus dimiliki pasien diabetes melitus terdapat 2 responden beresiko mengalami
19

hipoglikemi dan 8 responden tidak beresiko dengan kendali glikemik yang baik dan
hipoglikemi. Menurut Manaf (2014), perawatan kaki mandiri di rumah.
hipoglikemia merupakan sebuah terminologi
klinis yang digunakan untuk keadaan yang Gambaran tingkat kepuasan berdasarkan hasil
disebabkan oleh menurunnya kadar glukosa pengisian kuesioner menunjukkan bahwa
darah sampai pada tingkat tertentu sehingga sebanyak 14 pasien DMT 2 (87,5%) dikatakan
memberikan keluhan. Beberapa etiologi puas, sedangkan 2 pasien (12,5%) kurang puas
terjadinya hipoglikemia diantaranya terhadap program promosi kesehatan pada
penggunaan obat-obatan seperti insulin, pasien diabetes melitus dengan self-health
sulfonylurea yang berlebihan yang umumnya assessment dan booklet edukasi pengelolaan
terjadi pada kasus diabetes melitus. Beberapa diabetes mellitus. Hal ini menunjukkan bahwa
hal yang menjadi faktor resiko hipoglikemi tingkat kepuasan terhadap adanya program
pada pasien diabetes melitus yaitu asupan signifikan. Hasil ini menggambarkan bahwa
karbohidrat yang kurang yang tidak sesuai perlu adanya evaluasi dari poli endokrin untuk
dengan dosis insulin yang diinjeksikan, tempat mempertimbangkan keberlanjutan dari
penyuntikan insulin yang tidak tepat, program tersebut.
kesalahan dosis insulin, dan setelah
berolahraga (Boedisantoso, 2013). Tindakan Salah satu peran dan fungsi perawat dalam
pencegahan terhadap hipoglikemia yang dapat melakukan intervensi keperawatan pada
dilakukan adalah penyuntikan insulin yang individu dan masyarakat adalah sebagai
tepat, mengantisipasi hipoglikemia setelah edukator. Dalam konteks perawatan bagi
berolahraga dengan sarapan sebelum individu DM memberikan edukasi adalah hal
berolahgara. Edukasi tentang tanda dan gejala yang sangat penting dan menjadi salah satu
hipoglikemi, dan penatalaksanaan hipoglikemi pilar berhasilnya mencapai kendali diabetes
merupakan bagian dari survival skill pasien yang baik. Kegiatan inovasi kelompok yang
diabetes melitus (Dunning, 2009). telah dilakukan merupakan salah satu bentuk
upaya perawat untuk meningkatkan
Hasil quick quiz self health assessment pengetahuan dan kapasitas individu DM agar
menunjukkan bahwa sebanyak 5 responden memiliki kemampuan self-care yang
beresiko terkena komplikasi kaki diabetik, dan baik. Dalam proses implementasi edukasi,
5 responden tidak beresiko. Perjalanan salah satu faktor yang mempengaruhi adalah
komplikasi diabetes melitus telah berlansung lingkungan edukasi. Potter et al. (2013)
seiring perkembangan penyakit. Salah satu menjelaskan bahwa faktor lingkungan fisik
komplikasi mikrovaskular yang terjadi pada mempengaruhi proses edukasi yang dapat
pasien diabetes melitus yaitu neuropati baik berdampak bagi pasien yaitu memudahkan
otonom, sensorik, dan motorik dan gangguan proses edukasi atau sebaliknya membuat
sirkulasi perifer yang terjadi pada kaki atau proses edukasi menjadi lebih sulit. Beberapa
disebut kaki diabetes. Kaki diabetes adalah hal yang harus diperhatikan antara lain privasi
kelainan tungkai bawah akibat diabetes pasien, suhu ruangan, pencahayaan,
melitus yang tidak terkendali (hiperglikemik kebisingan, ventilasi udara, dan pengaturan
kronis). Kelainan kaki diabetes melitus dapat tempat. Evaluasi proses pelaksanaan proyek
disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, inovasi yaitu lingkungan yang kurang
gangguan saraf, dan adanya infeksi kondusif, yaitu ruang tunggu yang penuh
(Tambunan & Gultom, 2013). Tindakan dengan pasien, bising, dan mengganggu
pencegahan yang dapat dilakukan oleh pasien konsentrasi. Pasien yang mengisi quick quiz
diabetes melitus yaitu dengan mengelola akan terganggu dengan ketidaknyamanan yang
diabetes melitus dengan optimal yang ditandai tejadi. Proses edukasi dilakukan secara
individu, akan tetapi di ruangan yang bersama
20

pasien dan residen yang lain sehingga kurang menunjukkan tingkat kepuasan yang baik
nyaman bagi pasien dan cukup mengganggu terhadap program inovasi ini.
proses edukasi. Oleh karena itu, selanjutnya
dibutuhkan ruangan khusus edukasi dan UCAPAN TERIMA KASIH
konseling bagi pasien diabetes melitus dengan
perawat khusus edukator diabetes melitus yang Ucapan terima kasih disampaikan kepada
bertanggung jawab dan berperan dalam proses Prof. Dr. Ratna Sitorus, M.App.Sc dan Lestari
edukasi pasien. Sukmarini, SKp, MNS selaku supervisor dan
pembimbing yang telah memberikan
KESIMPULAN bimbingan, arahan, masukan dan saran selama
proses praktik klinik dan penyusunan karya
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit ilmiah ini.
kronis yang sampai saat belum dapat
disembuhkan sehingga membutuhkan REFRENSI
penatalaksanaan secara komprehensif yang
secara aktif melibatkan pasien dalam proses Aalaa, M., Malazy, O. T., Sanjari, M.,
pengelolaannya. Pasien diharapkan dapat Peimani, M., & Mohajeri-Tehrani, M.
melakukan pengelolaan terhadap penyakitnya (2012). Nurses’ role in diabetic foot
secara mandiri. Untuk mencapai tujuan prevention and care: A review. J
tersebut, pasien harus memiliki kemampuan Diabetes Metab Disord, 11(1), 24.
manajemen perawatan mandiri atau self care. Ackley, B. J. & Ladwig, G. B. (2011). Nursing
Self-care pada pasien diabetes adalah upaya diagnosis handbook: An evidence-based
mandiri yang dilakukan oleh pasien diabetes guide to planning care (9th Ed.). St.
untuk mengelola penyakitnya. Teori Self Care Louis, MO: Mosby Elsevier.
merupakan pendekatan yang memungkinkan Alsahli, M., & Gerich, J. E. (2010).
dalam membentuk perilaku self care mandiri Abnormalities of insulin secretion and β-
pasien diabetes melitus. cell defects in type 2 diabetes. In R. I. G.
Holt, C. Cockram, A. Flyvbjerg, B. J.
Penerapan evidence based nursing practice Goldstein (Eds.)., Textbook of diabetes
edukasi perawatan kaki mandiri pada pasien (4th Ed.). Retrieved from
diabetik berdampak positif terhadap http://en.bookfi.org.
peningkatan pengetahuan dan perilaku Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
perawatan kaki mandiri pasien diabetes Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset
melitus. Dengan perilaku perawatan kaki yang kesehatan dasar 2013. Retrieved from
optimal diharapkan dapat mengurangi resiko http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2
terjadinya komplikasi ulkus kaki diabetik. 013/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf.
Barnard, K., Batch, B. C., & Lien, L. F.
Kegiatan inovasi peningkatan promosi (2010). Subcutaneous insulin: a guide
kesehatan melalui pemeriksaan dan for dosing regimens in the hospital. In
pemantauan kesehatan mandiri memberikan Glycemic Control in the Hospitalized
kesempatan kepada pasien untuk melakukan Patient (pp. 7-16). Springer New York.
pengkajian mandiri terhadap kebutuhan Boedisantoso, A. R. (2013). Komplikasi akut
edukasi mereka. Tindak lanjut dari hasil diabetes melitus. In S. Soegondo, P.
pengkajian tersebut adalah dengan Soewondo & I. Subekti (Eds.),
memberikan edukasi sesuai kebutuhan pasien Penatalaksanaan diabetes melitus
dan booklet yang berisi materi edukasi terpadu (2nd Ed.). Jakarta: Badan
pengelolaan diabetes melitus. Pasien Penerbit FK UI.
21

Casqueiro, J., Casqueiro, J., & Alves, C. Arbor. Retrieved from


(2012). Infections in patients with http://search.proquest.com/docview/305
diabetes mellitus: A review of 269764?accountid=17242 ProQuest
pathogenesis. Indian Journal of Dissertations & Theses Full Text;
Endocrinology and Metabolism, ProQuest Nursing & Allied Health
16(Suppl1), S27. Source database.
Corbett, C. F. (2003). A randomized pilot Frisch, D. R. (2012). Take care of your feet for
study of improving foot care in home a lifetime: A booklet for people with
health patients with diabetes. The diabetes. National diabetes education
Diabetes Educator, 29(2), 273-282. program. Retrieved from
Djokomoeljanto, R. K., & Nugroho, K. H. HS. http://ndep.nih.gov/media/NDEP4_Take
(2007). Patofisiologi komplikasi CareOfFeet_4c_508.pdf.
vaskular pada diabetes melitus perhatian Gabbay, R. A., & Adelman, A. M. (2010).
khusus pada peripheral arterial disease Future models of diabetes care. In R. I.
(PAD). In T. Suhartono, T. G. D. G. Holt, C. Cockram, A. Flyvbjerg, B. J.
Pemayun, K. H. Nugroho HS (Eds.)., Goldstein (Eds.)., Textbook of diabetes
Naskah lengkap kursus manajemen (4th Ed.). Retrieved from
holistik kaki diabetik. Semarang: Badan http://en.bookfi.org.
Penerbit Universitas Diponegoro. Goldsmith, S. R. (2010). Treatment options for
Dunning, T. (2009). Care of people with hyponatremia in heart failure.
diabetes: A manual of nursing practice Congestive Heart Failure, 16(s1), S15-
(3rd Ed.). Retrieved from S18.
http://en.bookfi.org. Hammersley, M. S., & James, J. (2010). In-
Effendi, I., & Pasaribu, R. (2014). Edema Hospital treatment and surgery in
patofisiologi dan penangannya. In S. patients with diabetes. In R. I. G. Holt,
Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo, M. C. Cockram, A. Flyvbjerg, B. J.
Simadibrata, B. Setiyohadi, A. F. Syam Goldstein (Eds.)., Textbook of diabetes
(Eds.), Buku ajar ilmu penyakit dalam (4th Ed.). Retrieved from
(6th Ed.). Jakarta: Interna Publishing. http://en.bookfi.org.
Faizi, M., & Netty, E. P. (2005). Tatalaksana Hendromartono. (2014). Nefropati diabetik. In
ketoasidosis diabetik pada anak. S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo, M.
Retrieved from Simadibrata, B. Setiyohadi, A. F. Syam
http://old.pediatrik.com/pkb/20060220- (Eds.), Buku ajar ilmu penyakit dalam
57kf6s-pkb.pdf (6th Ed.). Jakarta: Interna Publishing.
Falanga, V., & Iwamoto, S. (2012). Herdman, T. H. (2009). NANDA international
Mechanisms of wound repair, wound diagnose keperawatan: Definisi dan
healing, and wound dressing. klasifikasi, 2009-2011. Jakarta: EGC
Fitzpatrick’s dermatology in general International Diabetes Federation (2013). IDF
medicine (8th Ed.). McGraw-Hill, New Diabetes atlas (6th Ed.). Retrieved from
York. http://www.idf.org/sites/default/files/EN
Fonseca, V. A., Pendergrass, M., & McDuffie, _6E_Atlas_Full_0.pdf.
R. H. (2010). Diabetes in clinical International Best Practice Guidelines: Wound
practice. Retrieved from Management in Diabetic Foot Ulcers
http://en.bookfi.org. (2013). Wounds International. Available
Frank, K. I. (2003). Self-management of foot from: www.woundsinternational.com
care for patients 65 years of age or older Ishikawa, S. E. (2015). Hyponatremia
with diabetes. 3108609 D.N.S., Indiana associated with heart failure:
University School of Nursing, Ann Pathological role of vasopressin-
22

dependent impaired water excretion. Rehm, K. B. (2003). Nutritional aspects of


Journal of Clinical Medicine, 4(5), 933- healing a diabetic foot wound. Podiatry
947. Management, 22(9), 199-212.
Kubacka, B. (2014). A balancing act: Suitor, M. (2007). Foot care knowledge,
Achieving glycemic control in practice and self-efficacy of people with
hospitalized patients. Nursing 2014, type 2 diabetes, with and without lower
44(1), 30-37. limb ulceration. (Order No. MR33183,
Leu, J. P., & Zonnszein, J. (2010). Diagnostic University of Alberta (Canada)).
criteria and classification of diabetes. In ProQuest Dissertations and Theses, , 82-
L. Poretsky (Ed.), Principles of diabetes n/a. Retrieved from
mellitus (2nd Ed.). Retrieved from http://search.proquest.com/docview/304
http://en.bookfi.org. 777139?accountid=17242. (304777139).
Lipsky, B. A., Berendt, A. R., Cornia, P. B., Tambunan, M., & Gultom, Y. (2013).
Pile, J. C., Peters, E. J., Armstrong, D. Perawatan kaki diabetes. In S.
G., ... & Senneville, E. (2012). 2012 Soegondo, P. Soewondo & I. Subekti
Infectious diseases society of America (Eds.), Penatalaksanaan diabetes
clinical practice guideline for the melitus terpadu (2nd Ed.). Jakarta: Badan
diagnosis and treatment of diabetic foot Penerbit FK UI.
infections. Clinical Infectious Diseases, Tatti, P., & Barber, A. (2011). Nutritional
54(12), e132-e173. treatment of diabetic foot ulcers - a key
Loveman, E., Royle, P., & Waugh, N. (2009). to success. INTECH Open Access
Specialist nurses in diabetes mellitus. Publisher.
The Cochrane Library. http://cdn.intechopen.com/pdfs-
Manaf, A. (2014). Hipoglikemi: Pendekatan wm/24695.pdf
klinis dan penatalaksanaan. In S. Setiati, Trojan, L., & Yonge, O. (1993). Developing
I. Alwi, A. W. Sudoyo, M. Simadibrata, trusting, caring relationships: home care
B. Setiyohadi, A. F. Syam (Eds.), Buku nurses and elderly clients. Journal of
ajar ilmu penyakit dalam (6th Ed.). Advanced Nursing, 18(12), 1903-1910.
Jakarta: Interna Publishing Verallo-Rowell, V. M., Dillague, K. M., &
Marshal, M. S., & Flyvbjerg, A. (2010). Syah-Tjundawan, B. S. (2008). Novel
Diabetic nephropathy. In R. I. G. Holt, antibacterial and emollient effects of
C. Cockram, A. Flyvbjerg, B. J. coconut and virgin olive oils in adult
Goldstein (Eds.)., Textbook of diabetes atopic dermatitis. Dermatitis, 19(6), 308-
(4th Ed.). Retrieved from 315.
http://en.bookfi.org. Waspadji, S. (2014). Kaki diabetes. In S.
Pirie, G., Duguid, K., & Timmons, J. (2009). Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo, M.
Cutimed® Sorbact® gel: A new Simadibrata, B. Setiyohadi, A. F. Syam
infection management dressing. Wounds (Eds.), Buku ajar ilmu penyakit dalam
UK, 5(2), 74-8. (6th Ed.). Jakarta: Interna Publishing
Potter, P. A., Perry, G. A, Stockert, A. P., & Werdin, F., Tennenhaus, M., Schaller, H. E.,
Hall, M. A. (2013). Fundamentals of & Rennekampff, H. O. (2009).
nursing (8th Ed.). Missouri: Elsevier Evidence-based management strategies
Mosby. for treatment of chronic wounds.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Eplasty, 9.
Patofisiologi: Konsep klinis proses- Wilkinson, J. M. (2006). Buku saku diagnosis
proses penyakit. Jakarta: EGC keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai