Anda di halaman 1dari 53

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN CAIRAN CLORHEXIDINE 2% TERHADAP


PENURUNAN LAJU ENDAP DARAH DAN C- REAKTIF PROTEIN (CRP)
PADA PASIEN DENGAN LUKA INFEKSI

Disusun Oleh:

FENNI INDRAYATI
NIM. 2011166201

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2021
ii
KATA PENGANTAR

Peneliti mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat–Nya peneliti dapat menyelesaikan proposal dengan judul “Pengaruh
Pemberian Cairan Clorhexidine 2% terhadap penurunan Laju Endap Darah dan C-
Reaktif Protein pada pasien luka infeksi di Instalasi Surgikal“. Proposal penelitian
ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelas Sarjana Keperawatan di Program
Studi Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Riau.
Peneliti banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
dalam penyusunan proposal ini. Pada kesempatan ini Peneliti menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada terhormat:
1. Prof. Dr. Ir. Usman M.Tang,MS selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Riau
2. Ns. Wasisto Utomo, M.Kep, Sp. KMB selaku Pembimbing I dan Wan Nishfa
Dewi, SKp, MNg, PhD selaku Pembimbing II yang telah memberikan
masukan, bimbingan serta dukungan bagi peneliti.
3. Ns. Bayhakki, M.Kep., Sp.KMB., PhD selaku Penguji I dan Ns. Ganis
Indriati, M.Kep., Sp.Kep.An selaku Penguji II yang telah memberikan
masukan, bimbingan serta dukungan bagi peneliti.
4. Ibunda (Alm), Ayahanda, Suami dan Anak-anakku serta keluarga besar yang
setia memberikan dukungan, semangat, dan kasih sayang serta do’a yang
tulus bagi peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal ini.
5. Teman–teman seperjuangan yang selalu memberikan dukungan pada penulis
hingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini.
Penulis sadar bahwa proposal ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena
itu, kritik dan saran pembaca sangat diharapkan peneliti demi kebaikan proposal
ini. Akhirnya peneliti berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi dunia
keperawatan.
Pekanbaru, Mei 2022

Peneliti

iii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................... v
DAFTAR SKEMA ..................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
D. ManfaatPenelitian ......................................................................... 7
E. Keaslian Penelitian........................................................................ 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori .............................................................................. 9
B. Kerangka Teori ............................................................................ 21
C. Kerangka Konsep .......................................................................... 21
D. Hipotesa Penelitian ...................................................................... 22
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian ........................................................ 23
B. Lokasi dan Penelitian ................................................................. 23
C. Populasi dan Sampel .................................................................. 24
D. EtikaPenelitian ........................................................................... 25
E. Definisi Operasional .................................................................. 27
F. Alat Pengumpulan Data ............................................................. 27
G. Prosedur Pengumpulan Data ...................................................... 28
H. Analisa Data .............................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 32
LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 33

iv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Keaslian Penelitian dan Perbandingan dengan Sebelumnya .............. 8


Tabel 2 Rancangan Penelitian ....................................................................... 23
Tabel 3 Jadwal Peneletitian ........................................................................... 24
Tabel 4 Defenisi Operasional ........................................................................ 27

v
DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 1 Pengaruh Pemberian Cairan Clorhexidine 2% terhadap


penurunan Laju Endap Darah dan C-Reaktif Protein pada
pasien luka infeksi......................................................................... 21
Skema 2 Pengaruh Pemberian Cairan Clorhexidine 2% terhadap
penurunan LED dan CRP pada Pasien Luka Infeksi. ..................... 21
Skema 3 Prosedur Pengumpulan Data. ........................................................ 30

vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Lembar Permohonan Responden
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 3 Lembar Data Demografi Responden
Lampiran 4 Lembar Observasi Responden
Lampiran 5 Standar Operasional Prosedur Penelitian
Lampiran 5 Standar Operasional Prosedur Perawatan Luka

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan, yang
menyebabkan secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau
hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul diantaranya adalah
hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis,
perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, dan kematian sel
(Robinson et al, 2014).
Infeksi merupakan masuknya mikroorganisme yang memperbanyak diri
di jaringan tubuh yang menyebabkan peradangan. Potter dan Perry (2010)
mengatakan bahwa infeksi luka adalah masuknya bakteri pada luka dapat
terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan
(Dorland, 2012).
Infeksi luka tergantung pada kontaminasi luka secara khusus berkaitan
dengan patogenisitas, bakteri, dan keseimbangan respon imun pada tubuh.
Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi luka umumnya berasal dari
pasien (infeksi endogen) yang ada di kulit. Infeksi eksogen terjadi ketika
adanya jalur masuk untuk mikroorganisme mengkontaminasi luka (Dayton,
2014).
Luka infeksi terjadi karena adanya invasi bakteri pada luka, dapat
terjadi pada saat trauma, sebelum pembedahan atau setelah pembedahan.
Gejala infeksi sering muncul dalam 2-7 hari pasca pembedahan (Potter &
Perry, 2012). Gejala yang terjadi pada saat luka mengalami infeksi yakni
inflamasi yang merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan
oleh cedera dan kerusakan jaringan yang berfungsi untuk menghancurkan
dan mengurangi baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera.
Inflamasi memiliki gejala seperti kalor, rubor, tumor, dan hilangnya atau
berkurangnya fungsi yang dapat menganggu kenyamanan pasien (Dorland,
2012).

1
2

Luka yang tidak terawat dengan benar dapat terinfeksi dan bernanah.
Luka bernanah umumnya terjadi pada luka yang mengalami peradangan
akibat infeksi bakteri Staphylococcus Aureus atau Streptococcus Pyogenes.
Luka bernanah ditandai dengan keluarnya cairan berwarna kuning, putih
kekuningan ataupun kuning kecokelatan. Cara mencegah infeksi luka yaitu
dengan meminimalkan jumlah mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi
luka dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pertahanan pasien terhadap
infeksi misalnya dengan meminimalkan kerusakan jaringan dan mencegah
akses masuk mikroorganisme ke dalam sayatan pasca operasi dengan
menggunakan perban luka (Fatmadona & Oktarina, 2016).
Survei WHO pada tahun 2013 menemukan angka kejadian infeksi luka
di dunia berkisar antara 5% sampai 34%. Penelitian di Vietnam pada tahun
2014 menunjukkan angka kejadian infeksi luka sebesar 10,9% dari 697
pasien. Di Indonesia berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Dr. Mohammad
Hoesin (RSMH) Palembang angka kejadian infeksi luka sebesar 56,67% dari
30 pasien (Yuwono, 2013).
Dorland (2016) membagi luka menjadi 2 jenis yaitu luka tertutup dan
luka terbuka. Luka tertutup merupakan luka dimana kulit tetap utuh dan tidak
ada kontak antara jaringan yang dibawah dengan lingkungan luar,
kerusakannya diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Luka tertutup umumnya
dikenal sebagai luka memar yang dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu
kontusio (kerusakan jaringan dibawah kulit yang mana diluar hanya tampak
sebagai benjolan) dan hematoma (kerusakan jaringan dibawah kulitdisertai
pendarahan sehingga dari luar tampak kebiruan).
Luka terbuka adalah luka dimana kulit atau jaringan dibawahnya
mengalami kerusakan. Penyebab luka adalah benda tajam, tembakan,
benturan benda keras dan lain-lain. Macam-macam luka terbuka antara lain
yaitu luka lecet (ekskoriasi), luka gigitan (vulnus marsum), luka iris/sayat
(vulnus scisum), luka bacok (vulnus caesum), luka robek (vulnus
traumaticum), luka tembak (vulnus sclopetinum), luka hancur (vulnus
lacerum), dan luka bakar. Luka iris/sayat (vulnus scisum) biasanya
3

ditimbulkan oleh irisan benda yang bertepi tajam seperti pisau, silet, parang
dan sejenisnya. Luka yang timbul biasanya berbentuk memanjang, tepi luka
berbentuk lurus, tetapi jaringan kulit disekitar luka tidak mengalami
kerusakan. Luka terbuka jika tidak diobati berpotensi akan mengakibatkan
infeksi (Dorland, 2016).
Tubuh manusia memiliki suatu sistem khusus untuk berespon terhadap
bermacam-macam bahan infeksius dan toksik. Sistem ini terdiri atas leukosit
darah dan sel-sel jaringan yang berasal dari leukosit.Salah satu satunya adalah
neutrofil (Guyton, 2017). Neutrofil merupakan sel darah putih yang memiliki
masa hidup yang pendek dan merupakan suatu jenis fagosit yang menelan dan
mencerna bakteri. Neutrofil mencegah infeksi dengan cara meninggalkan
pembuluh darah dan bergerak ke tempat infeksi, menyusul gradien
kemotaktik yang dihasilkan oleh sinyal mikroba atau endogen. Di lokasi
inflamasi, neutrofil "diaktifkan" untuk melakukan beberapa tugas, termasuk
sekresi sitokin, degranulasi, dan fagositosis. Proses ini sangat penting karena
neutrofil adalah salah satu dari garis pertama pertahanan tubuh terhadap
infeksi (Guyton, 2017).
Selain respon alami tubuh terhadap infeksi, dibutuhkan pengobatan
untuk mencegah terjadinya infeksi yang berkepanjangan pada luka karena
jika tidak segera diobati maka infeksi akan merambat kejaringan atau organ
lain yang akan menyebabkan terjadinya infeksi kronik atau bahkan
kematian. Prinsip dasar penyembuhan dan perawatan luka infeksi yang
optimal adalah meminimalkan kerusakan jaringan dan memberikan perfusi
jaringan yang memadai, oksigenasi dan nutrisi yang tepat untuk jaringan
(Rukmi, 2018).
Perawatan luka infeksi melibatkan sejumlah langkah, seperti
pertolongan pertama pada pasien, antibiotik topikal, penggunaan agen anti
inflamasi, agen anti mikroba serta menggunakan gel topikal/sabun topikal
yang memiliki kemampuan untuk proses penyembuhan luka. Selain itu,
tujuan dari manajemen luka yaitu mengurangi terjadinya luka infeksi dan
untuk mempercepat proses penyembuhan (Sari, 2015).
4

Chlorhexidine gluconate 2% merupakan antiseptik topikal dengan


spektrum yang luas dan banyak digunakan dalam pembedahan. Pertama kali
dikembangkan di Inggris awal tahun 1950-an dan diperkenalkan di Amerika
Serikat tahun 1970-an. Aktifitas sebagai antimikroba adalah dengan merusak
membran sitoplasma dan tidak dihambat oleh darah dan serum protein.
Bekerja sebagai antibakteri pada bakteri di permukaan kulit dan terbukti
efektif pada bakteri nosokomial pathogen (Gomes, 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Permatasari dan Utami (2015)
tentang “Pengaruh Pemberian Chlorhexidine Terhadap Kejadian Komplikasi
Pada Proses Penyembuhan Luka Pasca Pencabutan Gigi” didapatkan hasil
bahwa chlorhexidine mampu menurunkan jumlah bakteri dan obat yang
paling efektif untuk penanganan infeksi dalam mulut. Selain itu penelitian
oleh Wang, et al (2017) tentang “Preoperative Bating With Chlorhexidine
Reduces The Incidence Of Surgical Site Infection After Total Knee
Arthoplasty:Meta-Analisis” telah mengevaluasi penggunaan chlorhexidine
bath preoperasi untuk mengurangi kejadian infeksi pascabedah total knee
arthroplasty. Hasilnya chlorhexidine bath preoperasi dapat bermanfaat
menurunkan kejadian infeksi secara bermakna.
Chlorhexidine gluconate mempunyai toksisitas rendah serta tidak
mengganggu penyembuhan luka. Saat ini chlorhexidine gluconate banyak
digunakan untuk berbagai indikasi seperti penggunaan lokal pada tali pusar
untuk mencegah infeksi pada neonatus, pada pemasangan Central Venous
Pressure (CVP) Catheter, sebagai sabun mandi antiseptik pada pasien untuk
mengurangi angka infeksi nosokomial namun belum pernah ada penelitian
mengkaji efektivitas chlorhexidine gluconate pada perawatan luka patah
tulang terbuka. Chlorhexidine termasuk ke dalam golongan obat antiseptik.
Obat ini bekerja dengan cara membunuh dan mencegah pertumbuhan
bakteri (Mervrayano, 2015).
Data yang di dapat dari Tim PPI RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
pada tahun 2021 pasien yang infeksi bulan Agustus 10 orang, bulan
5

September 15 orang dan pada bulan Oktober 20 orang. Peneliti melakukan


wawancara dan observasi kepada 10 pasien yang lukanya terinfeksi dan
didapatkan hasilnya yaitu luka tersebut tidak pernah dibersihkan
menggunakan cairan clorhexidine 2% dan pasien tersebut mempunyai nilai
LED dan CRP nya lebih meningkat dibandingkan nilai normalnya. Instalasi
Surgikal pada saat membersihkan luka hanya menggunakan cairan NaCl
0,9% dan tidak pernah menggunakan cairan clorhexidine 2% untuk
mencuci luka. Cairan clorhexidine 2% dapat melawan bakteri gram positif
dan bakteri gram negative maupun bakteri-bakteri lainnya. Clorhexidine 2%
berperan sebagai antiseptik yang efektif terhadap semua jenis mikroba
seperti bakteri dan virus.
Laju Endap Darah (LED) adalah pemeriksaan yang bertujuan
mengukur seberapa cepat eritrosit (sel darah merah) yang menggumpal.
Semakin cepat sel darah merah menggumpal menandakan tubuh sedang
bermasalah karena mengalami peradangan. LED terutama mencerminkan
perubahan protein plasma yang terjadi pada infeksi akut maupun kronik,
proses degenerasi dan penyakit limfoproliferatif. Peningkatan LED
merupakan respon yang tidak spesifik terhadap kerusakan jaringan dan
merupakan petunjuk adanya infeksi (Ahmarita, 2016). Kadar fibrinogen
dalam darah akan meningkat saat terjadi radang atau infeksi dan
menyebabkan sel-sel darah merah lebih mudah membentuk rouleaux atau
menggumpal sehingga sel darah merah lebih cepat mengendap.
C-Reactive Protein (CRP) adalah protein yang diproduksi oleh organ
hati sebagai respons terhadap peradangan di tubuh. Orang sehat umumnya
memiliki kadar CRP yang rendah. Sebaliknya, kadar CRP yang tinggi dapat
menjadi tanda adanya penyakit atau infeksi di dalam tubuh. Kadar CRP di
dalam darah dapat diperiksa dengan pemeriksaan CRP. Pemeriksaan ini
telah banyak digunakan untuk mendiagnosis penyakit yang berhubungan
dengan peradangan. Peradangan merupakan respons kekebalan tubuh
terhadap penyakit tertentu atau luka (Ali, 2012).
6

Berdasarkan fenomena tersebut tertarik mengadakan penelitian


tentang “Pengaruh Pemberian Cairan Clorhexidine 2% Terhadap Penurunan
Laju Endap Darah dan C-Reactive Protein pada Pasien dengan Luka Infeksi
di Instalasi Surgikal”.
B. Rumusan Masalah
Luka pada tubuh dapat menyebabkan hasil pemeriksaan LED dan
CRP selalu meningkat, hal tersebut menandakan terjadi nya infeksi pada
luka pasien tersebut, luka harus di rawat agar tidak infeksi atau jika infeksi
maka infeksinya tidak meluas. Instalasi Surgikal pada saat membersihkan
luka hanya menggunakan cairan NACL 0,9%, tidak ada menggunakan
cairan clorhexidine 2%. Cairan clorhexidine 2% dapat melawan bakteri
gram positif dan bakteri gram negatif, termasuk bakteri lain nya.
Clorhexidine 2 % bertindak sebagai antiseptik, yang efektif terhadap semua
jenis mikroba seperti bakteri dan virus serta antiseptik topikal dengan
spektrum yang luas, hal ini yang membuat peneliti tertarik ingin meneliti
tentang “Pengaruh Pemberian Cairan Clorhexidine 2% terhadap penurunan
Laju Endap Darah dan C-Reactive Protein pada pasien dengan luka infeksi
di instalasi Surgikal”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian cairan clorhexidine 2% terhadap
penurunan Laju Endap Darah dan C-Reaktif Protein pada pasien luka
infeksi.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui kadar LED dan CRP sebelum di lakukan
pemberian cairan clorhexidine 2% pada pasien luka infeksi di
instalasi Surgikal
b. Untuk mengetahui kadar LED dan CRP sesudah di lakukan
pemberian cairan clorhexidine 2% pada pasien luka infeksi di
instalasi Surgikal.
7

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk:
1. Bagi ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
tentang pasien yang memiliki luka infeksi, dapat di rawat menggunakan
cairan clorhexidine 2% untuk mengurangi infeksi pada luka nya.
2. Bagi lokasi penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur dan
bahan evaluasi dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
terutama kepada pasien yang memiliki luka infeksi.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi atau
acuan untuk dikembangkan dalam penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian
Peneliti mencari literatur melalui website serta jurnal terkait dengan
clorhexidine, LED, CRP.Peneliti menemukan 155 judul. Peneliti menemukan
beberapa judul yang terkait dengan penelitian ini, yang menggambarkan
persamaan dan perbedaan sehingga dapat menjelaskan keaslian dari
penelitian ini, adalah sebagai berikut :
Tabel.1
Keaslian Penelitian dan Perbandingan Dengan Sebelumnya
No Judul penelitian Persamaan Perbedaan
1. Pengaruh pemberian clorhexidine Tempat penelitian Di gunakan untuk
terhadap kejadian komplikasi di RS obat kumur
pada proses penyembuhan luka
pasca pencabutan gigi.
2. Perbandingan efektifitas Sama Beda dalam
clorhexidine gluconate 0,12% menggunakan penggunaan nya
dengan povidone iodine 1% clorhexidine
sebagai oral hygiene dalam
menurunkan koloni bakteri
rongga mulut pada pasien stroke
di ruang NHCU RSUP DR.M
Hoesin.
3. Perbandingan chlorhexidine 0,5% Sama di gunakan Beda objek yang
dan povidone iodine 10% dalam untuk membunuh akan di teliti
mencegah kolonisasi bakteri pada kuman dan
kateter epidural bakteri
8

Berdasarkan penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang


akan dilakukan berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Secara garis besar, perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain yaitu
pada proses penelitian, populasi yang akan di teliti, objek yang akan di teliti,
intervensi yang diberikan, serta variabel yang akan diteliti. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk melihat hasil pemeriksaan lab LED dan CRP pada
pasien luka infeksi yang sudah dilakukan pemberian cairan Clorhexidine 2%,
apakah ada pengaruhnya terhadap hasil labor LED dan CRP pada pasien luka
infeksi setelah pemberian cairan Clorhexidine 2%.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Teori
1. Clorhexidine
a. Definisi
Clorhexidine ditemukan pada tahun 1940 oleh Imperial
Chemical Industries di Inggris dan dipasarkan pada tahun
1954sebagai antiseptik untuk penyembuhan luka, diperkenalkan
untuk kebutuhan manusia tahun 1957 di Britain sebagai antiseptik
untuk kulit yang kemudian digunakan secara luas dibidang obat dan
bedah. Penghambatan plak pertama kali diteliti oleh Schroeder
pada tahun 1969. Tiga tahun setelahnya, yaitu tahun 1972, Loe dan
Schiott melakukan studi definitif bahwa karies dapat dicegah
dengan adanya pencegahan terbentuknya plak dental. Clorhexidine
juga terbukti secara efektif sebagai bahan kontrol plak kemis
sehingga mendapat izin dari Food and Drug Administration di
Amerika Serikat untuk dipasarkan dan digunakan hampir diseluruh
dunia.
Dalam bidang kedokteran gigi clorhexidine digunakan
sebagai desinfeksi sebelum operasi. Clorhexidine tersedia dalam 3
bentuk yaitu: diglukonat, asetat dan garam hidroklorit.
Clorhexidine (CHX) memiliki rumus molekul C22H30Cl2N10 yang
mempunyai sifat mudah larut dalam air.
Senyawa ini adalah senyawa yang paling sering digunakan
sebagai bahan antiseptik yang efektif digunakan dengan cara
dikumur. Kelebihannya larutan ini dapat menghambat
pembentukan plak dental dan terbukti dapat mempertahankan
indeks gingiva pada penelitian sebelumnya. Jika senyawa ini masuk
ke dalam sel, sitoplasma mikroorganisme akan mengendap
sehingga menghalangi fungsi vital dari mikroorganisme.

9
10

Clorhexidine merupakan salah satu antiseptik yang digunakan


dalam bidang kedokteran gigi sebagai zat kontrol plak secara
kimiawi dimana zat ini dapat membunuh mikroorganisme oral
penyebab gingivitis, periodontitis, dan karies yang berhubungan
dengan plak dental.Selain itu, bahan antimikroba ini juga dipakai
dalam prosedur endodontik.
Clorhexidine dapat melawan bakteri gram positif dan bakteri
gram negatif, termasuk bakteri yang berhubungan dengan penyakit
periodontal. Clorhexidine diglukonat memiliki daya bunuh bakteri
paling kuat daripada povidone iodine. Selain itu clorhexidine
diglukonat memiliki rasa yang lebih menyenangkan daripada
povidone iodine, dan clorhexidine bertindak sebagai antiseptik,
yang efektif terhadap semua jenis mikroba seperti bakteri dan virus.
Karakteristik clorhexidine merupakan zat antimikroba yang
bereaksi pada membran sel bagian dalam setelah berikatan dengan
dinding sel. Senyawa ini adalah basa kuat dan dikationik pada pH
di atas 3,5 dengan dua muatan positif dikedua sisi pada jembatan
heksametilena. Larutan berkation bisbiguanida dan tidak berwarna
ini memiliki spektrum antibakteri yang luas dan dapat bersifat
bakteriostatik atau bakterisid sehingga dapat menyerang bakteri
gram positif, bakteri gram negatif, ragi, dan juga jamur.
Keuntungan dari penggunaan clorhexidine adalah bahwa senyawa
ini dapat bertahan selama 12 jam sampai dilakukan kembali kumur-
kumur dengan larutan tersebut.
Mekanisme kerja clorhexidine terhadap bakteri dinding sel
bakteri bermuatan negatif dan mengandung sulfat dan fosfat. CHX
yang merupakan dikationik bermuatan positif akan tertarik ke
dinding sel bakteri dengan perlekatan yang kuat dan spesifik ke
senyawa yang mengandung fosfat. Hal ini mengubah integritas
membran sel bakteri dan CHX tertarik pada membran sel
dalam.CHX berikatan dengan fosfolipid dalam membran yang
11

menyebabkan meningkatnya permeabilitas dari membran dalam


dan terjadi kebocoran senyawa dengan berat molekul rendah seperti
ion kalium. Pada tahap ini disebut dengan bakteriostatik, efek CHX
adalah reversibel. Dengan tingginya konsentrasi CHX membuat
membran sel tersebut mengalami kerusakan progresif dikuti
terjadinya koagulasi dan pengendapan sitoplasma oleh
terbentuknya fosfat kompleks, termasuk asam nukleat dan adenosin
trifosfat. Dengan demikian, terjadi kematian sel bakteri dan tahap
bakterisid ini bersifat irreversibel.
b. Bentuk Sediaan
Berdasarkan Ahmarita (2016) menyebutkan bentuk
Clorhexidine terdiri dari:
1) Sediaan kumur larutan clorhexidine dengan konsentrasi 0,12%
dan 0,2% tersedia dan banyak beredar di pasaran. Larutan yang
optimum diterima pada rongga mulut adalah sekitar 20 mg
Clorhexidine, dimana ukuran ini ekivalen dengan 10 ml dari
0,2% atau 15 ml dari 0,12% larutan Clorhexidine untuk
pemakaian dua kali sehari. Pengurangan komposisi dari standar
komposisi tersebut berefek pada pengurangan efektivitas dari
Clorhexidine tersebut dalam aktivitas bakteriostatik dan
bakterisidalnya. Berdasarkan penelitian sebelumnya,
Clorhexidine 0,12% memiliki sifat antiplak yang signifikan.
2) Sediaan jel keefektifan Clorhexidine sediaan jel sulit dijelaskan
dalam aksi bakteriostatik. Jel tidak bisa penetrasi semudah
sediaan larutan. Hal ini bisa saja disebabkan karena pengaruh
tersapunya jel disaat menyikat gigi.
3) Sediaan semprot sediaan semprot mengandung 0,1% dan 0,2%
Clorhexidine yang secara komersial tersedia di beberapa
negara. Francetti mengungkapkan efisiensi Clorhexidine
sediaan semprot pada kontrol plak pascabedah mirip dengan
clorhexidine sediaan kumur.
12

4) Sediaan pasta efektivitas clorhexidine sediaan pasta masih


diragukan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa beberapa
masalah seperti inaktivasi oleh bahan-bahan anion pada
sediaan pasta, hambatan untuk retensi bahan pada rongga
mulut dan konsentrasi 1% dan 4% Clorhexidine pada pasta
diformulasikan tidak memiliki interaksi antara Clorhexidine
dan bahan-bahan anion atau kation.
5) Sediaan cairan clorhexidine 2% yang dapat di gunakan untuk
sabun mandi terhadap pasien / luka - luka pasien yang dalam
keadaan infeksi.
c. Clorhexidine 2%
Rumah sakit adalah lingkungan dalam penyebaran berbagai
pathogen termasuk organisme - organisme resistensi antimikroba
seperti Methicillin, Resistant Staphylococcus Aereus (MRSA).
Strategi strategi untuk menurunkan infeksi adalah usaha untuk
menjamin keamanan pasien, menghemat biaya, dan mencapai
angka infeksi yang rendah.
Clorhexidine 2% adalah suatu antimikroba spektrum luas,
antimikroba ini efektif melawan bakteri gram positif, bakteri gram
negatif dan jamur.Organisme - organisme tersebut pada umum nya
dapat di kaitkan dengan adanya infeksi.Clorhexidine 2% mudah di
gunakan dan dapat menurunkan angka kejadian MRSA pada
pasien. Dari hasil studi menunjukan bahwa wellformulation CHG
foam wash memiliki kemampuan menjaga hidrasi kulit jangka
panjang dan sifat proteksi yang lebih baik dan mencegah terjadinya
infeksi.
d. Cara Penggunaan Clorhexidine 2%
1) Bilas kulit dengan bersih sebelum di berikan cairan
clorhexidine 2%.
2) Aplikasikan cairan clorhexidine 2% langsung ke area yang
bermasalah sambil terus membersihkan.
13

3) Kemudian cuci dan bilas sisa cairan clorhexidine 2% dengan


air bersih.
2. Laju Endap Darah
a. Definisi
Laju Endap Darah (LED) juga disebut sebagai Erythrocyte
Sedimentation Rate (ESR) adalah laju sel darah merah menetap
dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm per jam
(mm/jam). LED merupakan uji yangtidak spesifik.Laju dapat
meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis,
kerusakan jaringan (nekrosis), reumatoid, penyakit kolagen,
malignansi dan kondisi stres fisiologis (misalnya kehamilan).
Bagi sebagian ahli hematologi, nilai LED tidak andal karena ini
bukanlah uji spesifik dan dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang
dapat menyebabkan temuan yang tidak akurat.
b. Metode Pengukuran
Metode yang digunakan untuk pemeriksaan LED ada dua yaitu
metode Wintrobe dan Westergreen. Hasil pemeriksaan LED dengan
menggunakan kedua metode tersebut sebenarnya tidak seberapa
selisihnya jika nilai LED masih dalam batas normal. Tetapi jika nilai
LED meningkat, maka hasil pemeriksaan dengan metode Wintrobe
kurang menyakinkan. Dengan metode Westergreen bisa didapat nilai
yang lebih tinggi, hal itu disebabkan panjang pipet Westergreen yang
dua kali panjang pipet Wintrobe. Kenyataan inilah yang menyebabkan
para klinisi lebih menyukai metode Westergreen dari pada metode
Wintrobe. Selain itu, International Committeefor Standardizationin
Hematology (ICSH) merekomendasikan untuk menggunakan metode
Westergreen.
LED berlangsung 3 tahap, tahap ke-1 penyusunan letak
eritrosit (rouleaux formation) dimana kecepatan sedimentasi
14

sangat sedikit, tahap ke-2 kecepatan sedimeta siaga cepat, dan


tahap ke-3 kecepatan sedimentasi sangat rendah.
Prosedur pemeriksaan adalah seperti berikut:
1) Metode Westergreen
Untuk melakukan pemeriksaan LED cara Westergreen
diperlukan sampel darah citrat 4:1 (4 bagian darah vena + 1
bagian natrium sitrat 3,2%) atau darah EDTA yang diencerkan
dengan NaCl 0,85% 4 : 1 (4bagian darah EDTA + 1 bagian
NaCl 0,85%). Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.
a) Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam tabung Westergreen sampai
tanda/skala 0.
b) Tabung diletakkan padarak dengan posisi tegak lurus,
jauhkan dari getaran mau pun sinar matahari langsung.
c) Biarkan tepat 1 jam dan catat berapa mm penurunan
eritrosit.
2) Metode Wintrobe
a) Sampel yang digunakan berupa darah EDTA atau darah
Amonium – kalium oksalat. Homogenisasi sampel sebelum
diperiksa.
b) Sampel dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe
menggunakan pipet Pasteur sampai tanda 0.
c) Letakkan tabung dengan posisi tegak lurus.
d) Biarkan tepat 1 jam dan catat berapa mm menurunnya
eritrosit.
Pada penelitian ini penilaian pada Laju Endap Darah
menggunakan metode Westergreen.
c. Nilai Normal
Terdapat 2 cara untuk mengetahui nilai normal yaitu dengan cara
Westergreen dan Wintrobe.
15

1) Cara Westergreen
a) Pria: Usia di bawah 50 tahun yaitu kurang dari 15 mm/1
jam. Usia diatas 50 tahun - kurangdari20mm/1jam
b) Wanita: Usia di bawah 50 tahun - kurang dari 20 mm/1
jam. Usia diatas 50 tahun – kurang dari 30 mm/1jam
c) Anak: Bayi baru lahir – 0 sampai 2mm/1jam,1 tahun 13
mm/1jam
2) Cara Wintrobe:
a) Pria: Lebih kecil dari 10 mm/1jam
b) Wanita: Lebih kecil dari 20 mm/1jam
3. C-Reaktif Protein
a. Definisi
C-Reactive Protein (CRP) adalah protein abnormalyang
muncul dalam darah pada fase akut dan berbagai gangguan
inflamasi tetapi tidak terdeteksi dalam darah orang sehat. Progresif
meningkat berkorelasi dengan peningkatan cedera inflamasi.
Sintesis CRP terjadi di hati dan dirangsang oleh adanya
sitokin, terutama interleukin (IL)-1 beta, IL-6, dan Tumor Necrosis
Factor (TNF). Setelah terjadi peradangan, pembentukan CRP akan
meningkat dalam 4 sampai 6 jam, jumlahnya bahkan berlipat dua
dalam 8 jam setelah peradangan. Konsentrasi puncak akan tercapai
dalam 36 jam sampai 50 jam setelah inflamasi. Kadar CRP akan
terus meningkat seiring dengan proses inflamasi yang akan
mengakibatkan kerusakan jaringan. Setelah penyembuhan akan
terjadi penurunan kadar CRP secara cepat oleh karena CRP
memiliki masa paruh 4 sampai 7 jam.
b. Metode Pengukuran
Tes CRP dapat dilakukan secara manual menggunakan
metode aglutinasi atau metode lain yang lebih maju misalnya
sandwich imunometri. Tes aglutinasi dilakukan dengan
menambahkan partikel latex yang dilapisi antibodi anti CRP pada
16

serum atau plasma penderita sehingga akan terjadi aglutinasi.


Untuk menentukan titer CRP, serum atau plasma penderita
diencerkan dengan bufferglisin dengan pengenceran bertingkat
(1/2, 1/4, 1/8, 1/16 dan seterusnya) lalu direaksikan dengan latex.
Titer CRP adalah pengenceran tertinggi yang masih terjadi
aglutinasi.
Tes Sandwich Imunometri dilakukan dengan mengukur
intensitas warna menggunakan Nycocard Reader. Berturut-turut
sampel (serum, plasma, whole blood) dan konjugat diteteskan
pada membran tes yang dilapisi antibodi mononklonal spesifik
CRP. CRP dalam sampel tangkap oleh antibodi yang terikat pada
konjugat gold colloidal particle. Konjugat bebas dicuci dengan
larutan pencuci (washing solution). Jika terdapat CRP dalam
sampel pada level patologis, maka akan terbentuk warna merah –
coklat pada area tes dengan intensitas warna yang proporsional
terhadap kadar. Intensitas warna diukur secara kuantitatif
menggunakan Nyco Cardreader II.
c. Nilai Normal
Nilai rujukan normal CRP dengan metode sandwich
imunometri adalah <5mg/L. Nilai rujukan ini tentu akan berbeda
disetiap laboratorium tergantung reagen dan metode yang
digunakan. Dalam penelitian ini nilai rujukan yang digunakan
menggunakan metode Westergreen.
4. Luka Infeksi
a. Definisi
Menurut Dorland (2016) infeksi merupakan masuk nya
mikroorganisme yang memperbanyak diri di jaringan tubuh yang
menyebabkan peradangan. Potter dan Perry (2010) infeksi luka
adalah infeksi yang sering ditemukan yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan atau nosokomial. Infeksi luka operasi
merupakan salah satu contoh infeksi nosokomial yang terjadi
17

dalam kurun waktu 30 hari pasca operasi, infeksi tersebut sangat


berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian
anatomis tertentu pada tempat insisi saat operasi (Septiari, 2012).
Luka operasi merupakan luka akut yang terjadi mendadak
dilakukan pada daerah kulit serta penyembuhan sesuai dengan
waktu yang diperkirakan serta dapat disembuhkan dengan baik
bila terjadi komplikasi (Ekaputra, 2013).
Kementrian Kesehatan RI (2017) Infeksi Daerah Operasi
Organ/Rongga adalah Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah
prosedur pembedahan, bila tidak dipasang implant atau dalam
waktu satu tahun bila dipasang implant dan infeksi tampaknya ada
hubungannya dengan prosedur pembedahan. Infeksi luka operasi
merupakan infeksi insisi ataupun organ/ruang yang terjadi dalam
30 hari setelah operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat
implant yang melibatkan kulit dan jaringan lunak yang lebih
dalam (Tietjen, Bossemeyer & Noel, 2011).
b. Kriteria Infeksi Luka Operasi
Menurut NNIS, kriteria untuk menentukan jenis infeksi luka
operasi adalah sebagai berikut:
1) Superficial Incision SSI (ITP Superfisial) merupakan infeksi
yang terjadi paska operasi dalam kurun waktu 30 hari dan
infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan
pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu
tanda sebagai berikut :
a) Terdapat cairan purulent.
b) Kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.
c) Terdapat minimal 1 dari tanda-tanda inflamasi.
Tanda-tanda inflamasi meliputi kemerahan, panas,
bengkak, nyeri, fungsi laesa terganggu (Septiari, 2012).
2) Deep Insicional SSI (ITP Dalam) merupakan infeksi yang
terjadi paska operasi dalam kurun waktu 30 hari paska jika
18

tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun


jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak
berhubungan dengan insisi dan melibatkan jaringan yang lebih
dalam misalnya jaringan otot atau fasia pada tempat insisi
dengan setidaknya terdapat salah satu tanda berikut:
a) Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
b) Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah
karena ada tanda inflamasi.
c) Ditemukannya adanya abses pada preoperasi dan
radiologis.
d) Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang
merawat.
3) Organ/Space SSI merupakan infeksi yang terjadi pasca operasi
dalam kurun waktu 30 hari yang melibatkan suatu bagian
anotomi tertentu contoh organ atau ruang pada tempat insisi
yang dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan
setidaknya terdapat salah satu tanda berikut :
a) Keluar cairan purulen dari drain organ dalam.
b) Didapat isolasi bakteri dari organ dalam.
c) Ditemukan abses.
d) Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
c. Jenis Luka Operasi
Jenis luka operasi menurut Ekaputra (2013) dapat dibagi
sebagai berikut:
1) Luka Operasi Bersih
Pembuatan luka atau operasi dilakukan pada daerah kulit
tanpa peradangan dengan tidak membuka traktus
respiratorius, traktus gastrointestinal, traktus orofaring,
traktus urinarius, atau traktus bilier. Operasi dilakukan
dengan penutupan kulit primer atau pemakaian drain tertutup,
19

misalnya luka pada daerah wajah, kepala, ekstermitas atas


atau bawah.
2) Luka Bersih Terkontaminasi
Pembuatan luka atau operasi dengan membuka traktus
digestive, traktus urinarius, traktus respiratorius sampai
dengan orofaring, traktus reproduksi kecuali ovarium.
Misalnya operasi pada traktus.
Menurut Tietjen, Bossemeyer dan Noel (2011) klasifikasi
luka bedah terdiri dari empat kategori sebagai berikut :
1) Kelas I
Bersih luka operasi yang tidak terinfeksi serta tanpa
peradangan dan tidak masuk saluran pernapasan,
gastrointestinal dan perkemihan. Contohnya hernia repair dan
biopsi mammae.
2) Kelas II
Bersih terkontaminasi luka yang masuk saluran napas,
gastrointestinal, genital atau saluran perkemihan di bawah
kondisi terkontrol tetapi tanpa kontaminasi luar biasa.
Contohnya yaitu cholecystectomy dan operasi saluran
pencernaan elektif.
3) Kelas III
Terkontaminasi luka terbuka luka baru atau suatu
pembedahan dalam teknik aseptic dan termasuk suatu insisi
dimana ditemukan peradangan akut tidak bernanah.
Contohnya trauma, luka jaringan yang luas dan enterotomy
saat obstrusi usus.
4) Kelas IV
Kotor luka lama dengan jaringan mati dan luka yang
melibatkan infeksi klinis yang telah ada atau perforasi usus,
yang menyebabkan infeksi pasca pembedahan yang terdapat
luka sebelum pembedahan. Contoh: Perforasi diverculitis dan
20

infeksi nekrotik jaringan lunak.


d. Tanda-Tanda Infeksi
Tanda-tanda Infeksi menurut Septiari (2012) adalah
sebagai berikut:
1) Rubor (Kemerahan)
Rubor adalah kemerahan, ini terjadi pada area yang
mengalami infeksi karena peningkatan aliran darah ke area
tersebut sehingga menimbulkan warna kemerahan.
2) Kalor (Panas)
Kalor adalah rasa panas pada daerah yang mengalami
infeksi akan terasa panas, ini terjadi karena tubuh
mengkompensasi aliran darah lebih banyak ke area yang
mengalami infeksi untuk mengirim lebih banyak antibody
dalam memerangi antigen atau penyebab infeksi.
3) Tumor (Bengkak)
Tumor dalam konteks gejala infeksi bukan sel kanker
seperti yang umum dibicarakan akan tetapi pembengkakan
yang terjadi pada area yang mengalami infeksi karena
meningkatnya permeabilitas sel dan meningkatnya aliran
darah.
4) Dolor (Nyeri)
Dolor adalah rasa nyeri yang dialami pada area yang
mengalami infeksi, ini terjadi karena sel yang mengalami
infeksi bereaksi mengeluarkan zat tertentu sehingga
menimbulkan nyeri.Rasa nyeri mengisyaratkan bahwa
terjadi gangguan atau sesuatu yang tidak normal jadi jangan
abaikan nyeri karena mungkin saja ada sesuatu yang
berbahaya.
21

B. KERANGKA TEORI
Skema 1.
Pengaruh pemberian cairan clorhexidine 2% terhadap penurunan laju endap
darah dan C-Reaktif Protein pada pasien dengan luka infeksi

LED dan CRP Cairan clorhexidine

Bertindak sebagai
antiseptik
Metode
pengukuran nya

Luka infeksi

Nilai normal Terjadi perubahan


LED dan CRP nilai LED dan CRP

C. Kerangka Konsep
Skema 2.
Pengaruh Pemberian Cairan Clorhexidine 2% Terhadap Penurunan LED
Dan CRP Pada Pasien Luka Infeksi

Input Proses Out put

Pemeriksaan
Pemberian cairan Pemeriksaan
LED dan CRP
clorhexidine LED dan CRP
sebelum
pemberian sesudah
cairan pemberian
clorhexidine cairan
pada pasien clorhexidine
infeksi
22

D. Hipotesa Penelitian
Merupakan dugaan sementara mengenai terjadinya hubungan antar
variabel yang diteliti (Notoatmodjo, 2018).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
 Hipotesis Nol (H0)
Ho: Tidak ada pengaruh cairan clorhexidine 2% terhadap penurunan
LED dan CRP pada luka infeksi.
4) Hipotesis Alternatif (Ha)
Ha: Ada pengaruh cairan clorhexidine 2% terhadap penurunan LED
dan CRP pada luka infeksi.
23

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian


Desain atau rancangan penelitian merupakan kerangka acuan bagi
peneliti untuk mengkaji pengaruh antar variabel dalam suatu penelitian.
Desain penelitian yang di gunakan peneliti dalam melaksanakan penelitian
berdasarkan hipotesis serta tujuan sehingga dapat memberikan arah terhadap
penelitian (Dharma, 2015).
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan desain penelitian
Quasi eksperimen dan pendekatan One group pretest posttest, melibatkan
satu kelompok. Rancangan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cairan
Clorhexidine 2% terhadap penurunan LED dan CRP pada pasien luka infeksi.
Bentuk rancangan pretest dan post test dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 2
Rancangan Penelitian
Pre test intervensi Post test
01 X 02
Keterangan:
01 = Pengukuran LED dan CRP sebelum menggunakan cairan clorhexidine
X = Pemberian intervensi menggunakan cairan clorhexidine
02 = Pengukuran LED dan CRP sesudah menggunakan cairan clorhexidine
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini yaitu Ruangan Instalasi Surgical RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau dikarenakan banyaknya kasus pada pasien dengan
luka infeksi dengan nilai laboratorium LED dan CRP juga meningkat,
serta di Instalasi Surgical pada saat melakukan perawatan luka hanya
menggunakan cairan Nacl 0,9 % dan tidak menggunakan cairan
Clorhexidine dalam perawatan luka sehingga peniliti memilih Ruangan
24

Instalasi Surgical RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau menjadi tempat


penelitian.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini di laksanakan mulai bulan Juni 2021 sampai bulan
Juli 2022
Tabel 3
Waktu Penelitian
Tahun 2021 / 2022
Uraian
No Juni s/d September April Mei Juni Juli
Kegiatan
Agustus s/d Maret
Persiapan
1. (pengajuan judul
Skripsi)
Pembuatan
2.
Proposal
Seminar
3.
Proposal
Perbaikan
4
Proposal
Pengumpulan
4. dan pengolahan
data
Penyusunan
5.
Laporan Skripsi
Presentasi /
6.
Seminar Hasil
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi ialah wilayah generalisasi yang terdiri dari subjek yaitu
manusia maupun objek ataupun benda yang memiliki kualitas serta
karakteristik berupa sifat dari subjek maupun objek tertentu yang telah
ditentukan oleh peneliti serta akan dipelajari dan dibuat kesumpulannya
(Masturoh & Anggita, 2018). Populasi penelitian adalah semua pasien
infeksi luka yang dirawat di Instalasi Surgical RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau dari bulan Maret 2022 hingga Mei 2022 terdapat 30
orang yang mengalami luka infeksi dan meningkat nya nilai LED dan
CRP.
25

2. Sampel
Suprapto (2017) sampel merupakan bagian dari unit yang dimiliki
oleh populasi tersebut, apabila populasi besar maka penelitian tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, untuk itu sampel yang
diambil dari populasi harus betul - betul respentative (mewakili). Sampel
penelitian ialah perwakilan dari populasi untuk diteliti (Sugiyono, 2019).
Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel pada penelitian ini
adalah Non-Probability Sampling dengan pemilihan Sampling yang
digunakan adalah teknik Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan
sampel dari populasi yang sesuai dengan kriteria peneliti berdasarkan tujuan
ataupun masalah penelitian (Notoatmojo, 2018). Perhitungan besar sampel
minimum yang digunakan dalam penelitian eksperimental yaitu sebanyak
15 subjek untuk kelompok eksperimen, namun untuk meningkatkan tingkat
akurasi data jumlah sampel ditambah menjadi 30 responden (Mamik, 2015).
Dalam penelitian ini, sampel yang di gunakan 30 responden.
Sampel pada penelitian ini berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti. Kriteria inklusi yaitu
karaktetistik yang harus dimiliki setiap anggota populasi sehingga dapat
dijadikan sampel penelitian, sedangkan kriteria eksklusi yaitu kriteria yang
dimiliki subjek penelitian yang tidak dapat dijadikan sebagai sampel
penelitian (Donsu, 2017). Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yaitu sebagai
berikut:
a. Kriteria Inklusi
1) Pasien yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Surgical.
2) Pasien yang memiliki luka infeksi (semua jenis luka tanpa melihat
bentuk, kedalaman, dan jenis luka).
3) Pasien yang infeksi luka serta nilai LED dan CRP nya meningkat
dari normal nya (LED normal 15 – 20 mm/jam, CRP normal <5
mg/L).
4) Bersedia menjadi responden
5) Pasien yang kooperatif
26

b. Kriteria eksklusi
1) Pasien yang infeksi luka tetapi nilai LED dan CRP nya tidak
meningkat.
2) Anak-anak yang berusia < 12 tahun.
3) Wanita hamil dan menyusui
4) Tidak bersedia menjadi responden.
5) Pasien yang tidak kooperatif.
D. Etika Penelitian
Etika penelitian dapat diartikan sebagai acuan terkait etika yang digunakan
pada seluruh kegiatan penelitian dengan keterlibatan peneliti, subjek penelitian,
serta masyarakat yang akan mempengaruhi hasil penelitian (Notoatmodjo, 2018).
Etika penelitian yang digunakan antara lain:
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Hak-hak subjek penelitian meliputi memperoleh penjelasan secara
terbuka, bebas untuk memilih dan memberikan keputusan tanpa adanya
paksaan dalam berkontribusi sebagai subjek penelitian (autonomy) harus
diperhatikan oleh peneliti.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy
and confidentiality)
Hak individu seperti privasi dan kebebasan merupakan hak yang
dimiliki setiap manusia.Informasi mengenai identitas responden pada
kuisioner atau alat ukur lainnya tidak boleh ditampilkan agar kerahasiaan
identitas terjaga.
3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness)
Prinsip keadilan memiliki keterbukaan dan keadilan.Prinsip keadilan
dalam penelitian mempunyai makna seberapa banyak penelitian tersebut
memberikan manfaat dan bebannsecara meratanatau berdasarkan
kemampuan, kontribusi, kebutuhan dan pilihannmasyarakat.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits).
27

Secara umum, suatu penelitian harus dapat memberikan manfaat yang


sebesar-besarnya untuk masyarakat secara keseluruhan, khususnya
responden penelitian.Peneliti harus meminimalisasi efek negatif terhadap
responden.Maka dari itu, diharuskan dalam pelaksanaan penelitian peneliti
dapat mencegah atau menurunkan risiko terjadinya cedera, ataupun
kematian responden penelitian. Selama proses penelitian jika terjadi masalah
kesehatan seperti terjadinya nekrosis pada jaringan luka, ini dapat di lakukan
tindakan nekrotomi (pembuangan pada jaringan yang sudah mati) sehingga
di harapkan jaringan baru akan tumbuh kembali dan proses perawatan luka
yang di berikan dengan menggunakan sabun clorhexidine bisa memberikan
hasil yang lebih maksimal.
E. Definisi Operasional
Tabel 4
Definisi Operasional
Variable Skala
No Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
Penelitian Ukur
1 Nilai LED Laju Endap Darah Lembar Ratio Rata–rata
(Nilai (LED) adalah laju sel observasi nilai LED
LED darah merah menetap dan (mm/jam)
normal dalam darah yang belum penelusuran (LED
15–20 membeku, dengan dokumen. normal
mm/jam) satuan milimeter per jam 15–20
(mm/jam) mm/jam)
2 CRP C – Reactive Protein Lembar Ratio Rata – rata
(Nilai (CRP) adalah protein observasi nilai CRP
CRP abnormal yang muncul dan (mg/L)
normal <5 dalam darah pada fase penelusuran (CRP
mg/L) akut dan berbagai dokumen normal <5
gangguan inflamasi mg/L)
tetapi tidak terdeteksi
dalam darah orang sehat.
Nilai rujukan normal
CRP dengan metode
sandwich imunometri
adalah <5 mg/L
F. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpul data ialah suatu alat yang peneliti gunakan saat proses
penelitian untuk mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2018). Alat pengumpul data
yang dipakai pada penelitian ini yaitu kuisioner dan lembar observasi. Metode
kuesioner ialah suatu teknik dalam mengumpulkan suatu data yang dilaksanakan
28

dengan cara mengajukan daftar pernyataan atau pertanyaan secara tertulis kepada
subjek untuk mendapatkan suatu jawaban atau respon dari responden. Lembar
observasi adalah pengumpulan data yang dilakukaan melalui sesuatu
pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau
prilaku objek sasaran (Fatoni, 2011). Alat pengumpul data penelitian ini terdiri
dari:
1. Kuesioner demografi
Kuesioner demografi bertujuan untuk mengetahui karakteristik
responden, meliputi pertanyaan umur, pekerjaan, jenis kelamin, diagnosa
medis danapakah ada penyakit penyerta lainnya
1. Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan alat pengumpulan data yang berisi data
demografi responden, nilai laboratorium LED dan CRP pre test, nilai
laboratorium LED dan CRP post test. Intervensi yang diberikan pada
responden adalah dengan membersihkan luka infeksi pada pasien dengan
menggunakan sabun clorhexidine, sebelum pretest nilai LED dan CRP
diperiksa terlebih dahulu setelah itu luka infeksi dibersihkan dengan
menggunakan cairan clorhexidine dan keesokan harinya di lakukan
pemeriksaan LED dan CRP pada pasien tersebut.
G. Prosedur Pengumpulan Data
Penyusunan langkah-langkah kegiatan atau prosedur penelitian bertujuan
untuk mempermudah proses penelitian dan pencapaian tujuan penelitian.
Langkah-langkah atau prosedur penelitian ini meliputi:
1. Tahap persiapan
Peneliti mengajukan surat permohonan izin kepada kepada Fakultas
Keperawatan Universitas Riau untuk mengadakan penelitian di RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau. Setelah mendapat surat izin, peneliti
memohon izin kepada di rektur RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau untuk
melakukan penelitian. Setelah itu peneliti memilih dan menemui calon
responden. Peneliti menjelaskan kepada responden tujan dari penelitian ini,
29

meminta responden untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi


responden.
2. Tahap pelaksanaan
Tahap ini diawali ketika peneliti telah selesai mengurus seluruh
administratif penelitian.Peneliti menjumpai responden dengan mengunjungi
ruangan instalasi surgikal dan memilih responden berdasarkan kriteria
inklusi dan yang telah ditetapkan. Pemilihan responden dilakukan dengan
caramemilih sesuai dengan kriteria inklusipada responden yang akan diteliti.
Peneliti menjelaskan maksud dari penelitian, waktu, manfaat serta
pengaruh penelitian terhadap responden yang berpartisipasi sebagai subjek
penelitian. Selanjutnya peneliti meminta responden yang telah bersedia
menjadi responden penelitian untuk menandatangani informed consent dan
mengisi data pada lembar observasi. Peneliti juga mendiskusikan dengan
responden tentang kondisi luka pasien tersebut. Dibawah ini adalah prosedur
yang dilakukan peneliti:
a. Tahap pre test ( hari 1 )
Pada tahap pre test, satu hari sebelum pelaksanaan penelitian,
peneliti mendatangi calon responden dan meminta kesediaannya
menjadi responden, menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur penelitian
dan membimbing responden menandatangani informed consent, serta
membimbing responden untuk mengisi data demografi. Peneliti
berdiskusi kepada pasien terkait dengan nilai LED dan CRP sebelum
dilakukannya intervensi.
b. Intervensi
Peneliti menjelaskan bahwa responden dilakukan pemeriksaan
laboratorium sebelum dilakukan perawatan luka dengan menggunakan
cairan clorhexidine 2%. Peneliti juga menjelaskan kondisi luka pasien,
cara membersihkan luka dengan menggunakan cairan clorhexidine 2%.
Jumlah cairan clorhexidine 2% yaitu 1cc banding 10cc cairan NaCl.
Setelah selesai melakukan perawatan luka, peneliti menjelaskan
kembali bahwa keesokan harinya akan kembali lagi untuk melakukan
30

pemeriksaan laboratorium LED dan CRP pada responden yang akan


diteliti. Selama melaksanakan peneliti akan memonitoring intervensi
yang dilakukan dengan memeriksa luka setiap harinya saat
dilakukannya perawatan luka. Apabila terjadi kondisi yang tidak
diinginkan akibat dari perawatan luka menggunakan cairan
clorhexidine 2% maka peneliti menghentikan intervensi yang diberikan
kepada pasien.
c. Tahap post test ( hari ke 7 )
Peneliti mengukur kembali laboratorium LED dan CRP pada
pasien yang sudah di berikan intervensi yaitu menggunakan cairan
clorhexidine pada luka infeksi.
Skema 3.
Prosedur Pengumpulan Data
Responden Pasien
Luka Infeksi

Hari Pertama (Pre Test) Hari Kedua Hari Ketujuh (Post


(Intervensi) Test)
1. Menjelaskan tujuan,
manfaat, prosedur 1. Menyapa pasien, 1. Menyapa pasien
penelitian dan dan melakukan dan melakukan
menjamin kerahasiaan, kontrak waktu serta kontrak waktu.
meminta kesediaan menjelaskan 2. Menjelaskan
untuk menjadi kembali bahwa kepada pasien
responden, melakukan peneliti hari kedua bahwa peneliti
kontrak waktu, dan membersihkan luka ingim melakukan
membimbing dengan cairan cek LED dan
responden melakukan clorhexidine 2%. CRP.
pengisisan Informed 2. Membersihkan 3. Mengambil
Consent. luka pasien dengan sampel darah.
2. Mengambil sampel menggunakan 4. Melakukan cek
darah. cairan clorhexidine LED dan CRP.
3. Melakukan cek LED 2%.
dan CRP. 3. Perawatan luka
4. Meminta responden sesuai dengan SOP
mengisi datademografi. (terlampir di
5. Mendiskusikan terkait lampiran)
dengan nilai LED dan
CRP.
6. Menjelaskan dengan
pasien bahwa kita akan
membersihkan luka
dengan menggunakan
cairan clorhexidine 2%.
31

H. Analisis Data
Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai
tujuan pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan- pertanyaan penelitian
yang mengungkap fenomena (Nursalam, 2010).
1. Analisa Univariat
Analisis univariat merupakan analisa data yang bertujuan untuk
memperoleh gambaran tentang distribusi karakteristik demografi
responden seperti umur, pekerjaan, jenis kelamin, diagnosa medis yang
bertujuan untuk mendapatkan gambaran variabel penelitian. Hasil analisis
data yang ditampilkan berupa distribusi frekuensi dan persentase melalui
program komputerisasi.
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan
yang signifikan antar dua variabel yaitu variabel independent dan variabel
dependent, atau bisa juga digunakan untuk mengetahui apakah ada
perbedaan signifikan antar dua kelompok atau lebih variabel (Setiadi,
2013). Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji
Wilcoxon untuk melihat pengaruh pemberian cairan clorhexidine 2%
terhadap penurunan laju endap darah dan c-reaktif protein (crp) pada
pasien dengan luka infeksi kelompok eksperimen sebelum dan sesudah
perlakuan. Sedangkan untuk melihat perbedaan laju endap darah dan c-
reaktif protein (crp) kelompok eksperimen setelah diberikan cairan
clorhexidine 2% dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan
intervensi dilakukan Uji Mann Whitney.
Derajat kemaknaan (α) yang digunakan pada uji ini adalah 0,05.
Hasil uji statistik didapatkan p value < α (0,05), maka dapat dikatakan
pemberian cairan clorhexidine 2% memberikan pengaruh terhadap
penurunan laju endap darah dan c-reaktif protein (crp) pada pasien
dengan luka infeksi. Hasil uji statistik didapatkan p value > α (0,05),
maka dapat dikatakan pemberian cairan clorhexidine 2% tidak ada
32

pengaruh terhadap penurunan laju endap darah dan c-reaktif protein (crp)
pada pasien dengan luka infeksi.
33

DAFTAR PUSTAKA

Ahmarita, K. (2016). Gambaran C-Reaktif Protein Pada Penderita Tuberkulosis


Paru Di RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya Tahun 2016 (Karya Tulis Ilmiah).
Ciamis: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah. Diakses tanggal 4
April 2017.
Ali, A. H., et al (2012). The Effect Of Typhoid Fever On Cytokines (Interleukin 6
And 8) And C-Reactive Protein Concentration. Journal Of Advanced Medical
Research, 1(1): 114-122.
Alwi, et al. (2015). Penatalaksaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan
Praktik Klinik. Jakarta: Interna Publishing
Brinkmann, V., & Zychlinsky, A. (2012). Neutrophil extracellular traps: is
immunity the second function of chromatin?. The Journal of cell
biology, 198(5), 773–783. https://doi.org/10.1083/jcb.201203170
Bulecheck, Gloria M, dkk. (2016). Nursing Interventions Classification. Ed:
Intansari Nurjanah. Singapore: Elsevier
Dahlan, M. S. (2012). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: Deskriptif, bivariat,
dan multivariat, dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Edisi 5.
Jakarta: Salemba Medika.
Dharma, K. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan (Panduan Melaksanakan
Dan Menerapkan Hasil Penelitian) Edisi Revisi 2015. Jakarta: CV.Trans Info
Media
Donsu, J. D. (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka
Baru Press
Dorland, W. (2012). Kamus Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Dorland, W. (2016). Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Ekaputra, E. (2013). Evolusi Manajemen Luka. Jakarta: Trans Info Media.
Fatmadona, R., & Oktarina, E. (2016). Aplikasi Modern Wound Care Pada
Perawatan Luka Infeksi Di RS Pemerintah Kota Padang. NERS Jurnal
Keperawatan, 12(2), 159-165.
Fatoni, A. (2011). Metodologi Penelitian dan Teknik Penyususna Skripsi. Jakarta:
Rineka Cipta
Gomes, B. P., Vianna, M. E., Zaia, A. A., Almeida, J. F., Souza-Filho, F. J., &
Ferraz, C. C. (2013). Chlorhexidine in endodontics. Brazilian dental
journal, 24(2), 89–102. https://doi.org/10.1590/0103-6440201302188
Guyton A, & Hall J. (2017). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC
Hidayat, A. A. A. (2012). Riset Keperawatan Dan Teknik Penilisan Ilmiah (Edisi 2).
Jakarta: Salemba Medika.
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.(2017). Buku Panduan
Praktek Mata Ajar Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Poltekkes Jogja
Press.
Kementrian Kesehatan RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan Dan
Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Direktur
Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia
Kusuma, H & Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Medi Action Publishing.
LeMone, P., Burke, K. B., & Bauldoff, G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, edisi 5 vol 2. Jakarta: EGC
Mamik. (2015). Metodologi Kualitatif. Sidoarjo. Zifatama Publisher

Masturoh, I., & Anggita, N. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Mervrayano, J., Rahmatini, & Bahar, E. (2015). Perbandingan Efektifitas Obat
Kumur yang mengandung Chlorhexidine dengan Povidone Iodine terhadap
Streptococcus Mutans. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1): 168-171
Murti, B. (2010). Desain Dan Ukuran Sample Untuk Penelitian Kuantitatif Dan
Kualitatif Di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Permatasari , R.I., & Utami, D.F. (2015). Pengaruh Pemberian Chlorhexidine
Terhadap Kejadian Komplikasi Pada Proses Penyembuhan Luka Pasca
Pencabutan Gigi. Media Medika Muda, 4(4): 1410-1417
Potter, A & Perry, A. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep,
Proses, Dan Praktik, Vol.2, Edisi Keempat. Jakartal: EGC
Robinson, J, M, & Lyndon, S. (2014). Buku Ajar Visual Nursing Jilid Satu.
Jakarta: Binarupa Aksara Publisher
Rukmi, D.K., & Hidayat, A. (2018). Pengaruh Implementasi Modern Dressing
Terhadap Kualitas Hidup Pasien Ulkus Diabetikum. Jurnal Keperawatan
Respati Yogyakarta, 5 (Suppl I): 19-23
Purwanto, E. A & Sulistyastuti, D. R. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif
Untuk Administrasi Publik Dan Masalah-Masalah Social. Yogyakarta: Gava
Media.
Riyanto. (2017). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Sari, Y. (2015). Perawatan Luka Diabetes. Yogyakarta: Graha Ilmu
Septiari. (2012). Infeksi Nosokomial. Jakarta: Nuha Medika

Setiadi. (2013). Konsep Dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan (Edisi 2).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Smeltzer, S. C. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi ke 12 vol 2, Jakarta: EGC.
Sugiyono. (2019). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sujarweni, V. W. (2014). Metodologi penelitian keperawatan.Yogyakarta: Gava
Media
Suprapto, H. (2017). Metodologi Penelitian Untuk Karya Ilmiah. Yogyakarta :
Gosyen Publishing, 2017
Tietjen, Bossemeyer & Noel. (2011). Panduan Pencegahan Infeksi Untuk
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber. Jakarta: Salemba Raya
Wang, Z., et al (2017). Preoperative Bating With Chlorhexidine Reduces The
Incidence Of Surgical Site Infection After Total Knee Arthoplasty:Meta-
Analisis. Medicine (Baltimore): 96(47): 8321
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2015). KMB 2 Keperawatan Medikal
Bedah.Yogyakarta: Nuha Medi
World Health Organization. (2014). WHO Traditional Medicien Strategy
20142023.
http://www.who.int/medicines/ares/traditionaldefinitions/en/index.html
Yuwono. (2013). Staphylococcus Aureus Dan Methicilin-Resistant
Staphylococcus Aureus (MRSA). Palembang: Departemen Mikrobiologi FK
Universitas Sriwijaya
Lampiran 1
LEMBAR PERMOHONAN RESPONDEN

Bapak/Ibu responden penelitian


Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa Fakultas Keperawatan
Universitas Riau
Nama : Fenni Indrayati
NIM : 2011166201
Alamat : Jl. Sapta Taruna Pekanbaru
Mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh pemberian cairan
Clorhexidine 2% penurunan Laju Endap Darah dan C-Reaktif Protein pada
pasien dengan luka infeksi di instalasi surgikal”. Didalam proses penelitian ini
responden akan dilakukan pengambilan sampel darah intravena (IV) sebanyak 2
kali yaitu pada hari ke-1 sebelum dilakukan perawatan luka dan pada hari ke-7
setelah dilakukan perawatan luka. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang
merugikan bagi bapak/ibu/saudara/i sebagai responden.
Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika bapak/ibu/saudara/i ingin
mengundurkan diri, maka diperbolehkan untuk mengundurkan diri dan tidak ada
paksaan sedikitpun terhadap bapak/ibu/saudara/i untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini. Apabila bapak/ibu/saudara/i menyetujui menjadi responden
penelitian ini, mohon kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan.
Atas perhatian dan kesediaan bapak/ibu sebagai responden saya ucapkan terima
kasih.

.
Peneliti
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Say ayang bertanda tangan dibawah ini:


Inisial nama :
Pekerjaan :

Setelah mendengar penjelasan yang diberikan oleh peneliti, mahasiswa


Fakultas Keperawatan Universitas Riau yang melaksanakan penelitian tentang
“Pengaruh pemberian cairan clorhexidine 2% terhadap penurunan LED dan CRP
pada pasien luka infeksi di Instalasi Surgikal RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau tahun 2021”, saya mengerti ini tidak akan membawa akibat yang merugikan
bagi saya dan saya mengerti bahwa penelitian ini hanya untuk mengetahui
informasi yang diperlukan sebagaimana tujuan yang diinginkan tercapai. Dengan
ini saya menyatakan bersedia menjadi responden tanpa paksaan atau ancaman dari
pihak manapun juga.

Pekanbaru, 2022
Responden

( )
Lampiran 3

PENGARUH PEMBERIAN CAIRAN CLORHEXIDINE 2%


TERHADAP PENURUNAN LED DAN CRP PADA PASIEN
DENGAN LUKA INFEKSI DI INSTALASI SURGIKAL

Kode Responden
A. Data Demografi Responden
Petunjuk pengisian:
Isilah untuk pertanyaan yang disediakan. Berilah tanda check-list (√) pada
kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawabanyang anda berikan.
Nama ( Inisial ) : ………………
Usia : ……………… tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan

Pekerjaan : IRT Wiraswasta

PNS Tidak bekerja

Swasta Pensiun

Pendidikan Terakhir : Tidak Sekolah SD SMP

SMA Perguruan Tinggi

Diagnosis Medis :
Karakteristik luka : Terbuka Tertutup
Penyakit yang lain : Ada sebutkan
Tidak ada
Lampiran 4
LEMBAR OBSERVASI

Nilai Laju Endap Nilai C- Reaktive


Darah Protein
Hari 1
Hari 7
Lampiran 5

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENELITIAN

Definisi Perawatan luka merupakan salah satu teknik dalam


pengendalian infeksi pada luka karena infeksi dapat
menghambat proses penyembuhan luka.
Tujuan Tindakan Tujuan dilakukannya perawatan luka yaitu:
1. Mencegah terjadinya infeksi.
2. Melindungi luka dari kontaminasi
3. Mengurangi pertumbuhan mikroorganisme pada
luka
Alat dan Bahan 1. Packing set perawatan luka steril yang terdiri dari
Pinset anatomis 2 buah, Pinset cirurgis 2 buah
Gunting up heating 1 buah (jika diperlukan) Kom
kecil 2 buah dan Kasa steril.
2. Nacl 0,9%
3. Cairan clorhexidine 2%
4. Plester/ hifavik dan gunting
5. Handscoen bersih 1 pasang
6. Handscoen steril 1 pasang
7. Bengkok 1 buah
8. Perlak
9. Tempat sampah medis dan non medis
Tahap Pra Interaksi 1. Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
2. Mencuci tangan
3. Siapkan alat
Tahap Orientasi 1. Beri salam, panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Tahap Kerja 1. Mempertahankan privasi pasien selama tindakan
dilakukan
2. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin.
3. Memberikan pengalas dibawah luka
4. Meletakkan bengkok didekat luka yang akan
dilakukan perawatan luka.
5. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
bersih.
6. Melepaskan plester / hypafix dan balutan lalu
buang ke bengkok.
7. melepaskan sarung tangan dan mencuci tangan
8. Membuka set perawatan luka steril
9. Memakai sarung tangan steril
10. Melakukan pengkajian pada kondisi luka
11. Petugas membersihkan luka dengan
menggunakan cairan clorhexidine dengan satu
arah atau dari dalam luka ke luar luka sampai luka
sudah terlihat bersih
12. Mengirigasi luka dengan menggunakan Nacl
0,9%
13. Menutup luka dengan kassa
14. Petugas melakukan fiksasi dengan plester atau
pembalutan sesuai kondisi dan lokasi luka.
15. Melepaskan sarung tangan
16. Mengembalikan posisi pasien dengan nyaman.
Tahap Terminasi 1. Evaluasi hasil / respon klien
2. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Akhiri kegiatan dan membereskan alat-alat
4. Cuci tangan
Tahap Dokumentasi Melakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan.
Lampiran 6

SOP PERAWATAN LUKA DENGAN MENGGUNAKAN CAIRAN


CLORHEXIDINE 2%

Standar
Perawatan Luka Dengan Menggunakan Sabun Clorhexidine
Operaisional
2%
Prosedur
Pengertian Mengganti balutan luka yang kotor dengan balutan bersih
Dengan menggunakan cairan clorhexidine 2%
Tujuan 1. Mencegah komplikasi dan mempercepat proses
penyembuhan
2. Melindungi luka darikontaminasi
3. Mengurangi pertumbuhan mikroorganisme padaluka
Prosedur Alat:
1. Packing set perawatanluka
 Pinset anatomis 2buah
 Pinset cirurgis 2buah
 Gunting up heating 1buah
 kom kecil 2buah
 Kasasteril
2. Nacl 0,9%
3. Cairan clorhexidine
4. Plester/ hifavik dan gunting
5. Handscoen 2pasang
6. Bengkok 1buah
7. Perlak
8. Tempat sampah medis dan non medis
Standar
Perawatan Luka Dengan Menggunakan Sabun Clorhexidine
Operaisional
2%
Prosedur
Langkah-Langkah 1. Petugas memberi salam dan panggil nama pasien
2. Petugas menjelaskan tujuan dan tindakan pada
pasien/keluarga
3. Petugas memberi kesempatan pada pasien untuk
bertanya sebelum kegiatan dilakukan
4. Petugas mempertahankan privasi pasien selama
tindakan dilakukan
5. Petugas mengatur posisi pasien
6. Petugas memberi pengalas dibawah luka
7. Petugas mendekatkan bengkok
8. Petugas mencuci tangan dan pakai sarung tangan
9. Petugas mepaskan plester dan balutan dengan secara
perlahan dengan pinset, setelah selesai pinset
diletakkan di baskom yang telah terisi bayclin
10. Petugas membersihkan bekas plester
11. Petugas melepaskan sarung tangan
12. Petugas mencuci tangan
13. Petugas membuka set perawatan luka
14. Petugas memakai sarung tangansteril
15. Petugas mengkaji kondisi luka
16. Petugas membersihkan luka dengan menggunakan
cairan clorhexidine dengan satu arah atau dari dalam
luka ke luar luka sampai luka sudah terlihat bersih
17. Mengirigasi luka dengan menggunakan Nacl 0,9%
18. Petugas menutup luka
19. Petugas membuka sarung tangan
20. Petugas melakukan fiksasi dengan plester atau
pembalutan sesuai kondisi dan lokasi luka
Standar
Perawatan Luka Dengan Menggunakan Sabun Clorhexidine
Operaisional
2%
Prosedur
21. Petugas menjelaskan bahwa tindakan sudah selesai
dan mencatat diles pasien
22. Petugas mengembalikan posisi pasien pada posisi
yang nyaman
23. Petugas mengkaji reaksi post tindakan
24. Petugas memberikan penjelasan tentang hal yang
harus dilaksanai seperti luka berdarah, basah, kotor
dan balutan lepas.
25. Petugas merapikan alat danlingkungan
(Lemone & Bauldoff, 2015 )

Anda mungkin juga menyukai