Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

TOPIK : INDEKS MALOKLUSI


SKENARIO 3
BLOK. 3.5.9

Nama Fasilitator : drg. Fidya


Tanggal DK 1 / DK 2 : 23 September 2013 / 26 September 2013

Kelompok 4
Ketua : Puspita Rahardjo P 115070400111015
Sekretaris : Pervita Venny Maharsi 115070401111009
Anggota : Ardian Ayu Fitriana 115070400111004
Mediatrix Antania Dara 115070400111005
Ayu Dianita Kurnia P 115070400111018
Yolan Bianika S 115070400111028
Jauhar Anista Hida P 115070400111038
Shinta Purnamasari 115070400111045
Endo Sadewo 115070402111001
Soerjaningrat Winantea 115070407111007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

1
BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Keadaan disharmoni dentofasial yang dikenal dengan nama maloklusi


merupakan suatu kelainan hubungan antara satu gigi dengan gigi lain pada satu rahang
dengan antagonisnya. Lengkung terluar (arch perimeter) susunan gigi atas umumnya
lebih besar di banding lengkung terluar susunan gigi bawah. Dewanto (2004)
mengatakan bahwa maloklusi adalah oklusi gigi geligi yang menyimpang dari ideal dan
penyimpangan tersebut merupakan ciri-ciri maloklusi yang sangat bervariasi baik pada
individu maupun kelompok populasi.

Untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi, kebutuhan perawatan, serta


keberhasilan perawatan perlu adanya suatu pengukuran kuantitatif yang akan
digunakan. Pengukuran tersebut biasa dinamakan indeks maloklusi.

Oleh sebab itu pada laporan ini kami akan membahas tentang beberapa macam
indeks maloklusi dengan batasan topik sebagai berikut :

Indeks Maloklusi

a. Definisi
b. Tujuan
c. Syarat
d. Macam-macam, yang meliputi tujuan alat dan bahan, prosedur dan komponen,
kelebihan dan kekurangan, dan evaluasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

Indeks Maloklusi

Indeks adalah penilaian sebuah angka atau bilangan yang digunakan sebagai indikator
untuk menerangkan suatu keadaan tertentu atau sebuah rasio proporsional yang dapat
disimpulkan dari sederetan pengamatan yang terus menerus (Pambudi Rahardjo)

Di bidang ortodonti ada 2 indeks :

 Indeks oklusal/ indeks ortodonti  berhubungan erat dengan perawatan


ortodonti
 Indeks maloklusi  secara epidemiologis menggambarkan
tingkat keparahan maloklusi

Syarat Indeks yang baik

a. WHO
 Reliable
 Valid
 Validity of endurance
b. Drakker 1960, Summer 1971, Buchanan 1993
 Reliable, hasil pengukuran sama meskipun individu berbeda. Disebut juga
reproducible.
 Valid, yaitu dapat mengukur apa yang akan diukur
 Mudah dipelajari dan dilaksanakan
 Dapat membedakan beberapa tingkatan dengan jelas
 Dapat dipertanggungjawabkan secara statistik
 Tidak menimbulkan banyak kontroversi
 Dapat mendeteksi secara dini adanya perubahan pada suatu kelompok
tertentu

Berdasarkan tujuannya, Indeks Maloklusi dapat dibedakan menjadi :

a. Untuk keperluan klasifikasi maloklusi  klasifikasi Angle


b. Untuk keperluan Epidemiologi  Epidemiological Registration of Malocclusion,
Indeks oleh WHO
c. Mengukur kebutuhna perawatan  Treatment Priority Index (TPI), Handicapping
Labio-linguo Deviations (HLD), Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN)
d. Estetic Dento-facial  Photographic Index (PI), Dental Aesthetic Index (DAI),
SCAN Index
e. Menentukan Keberhasilan perawatan  Occulsal Index (OI), Peer Assement
Rating (PAR) Index, ABO’s Objective Grading System (OGS)
f. Menentukan keberhasilan perawatan dan kebutuhan perawatan  Index of
Complexity, Index of Outcome and Need (ICON)

Macam-macam Indeks Maloklusi :

A. PAR INDEX ( PEER ASSESMENT RATING)


 Dikembangkan oleh Richmond,dkk (1992)

3
 Tujuan : membandingkan maloklusi sebelum dan sesudah perawatan dalam
menentukan evaluasi standar kualitas perawatan/ mengetahui tingkat keparahan
dan mengukur keberhasilan perawatan tersebut.
 Alat dan bahan : Penggaris PAR dan model gigi

 Cara pengukuran ada 2 :


1) menghitung pengurangan bobot indeks PAR sebelum dan sesudah perawatan
2) menghitung persentase pengurangan bobot indeks PAR sebelum dan sesudah
perawatan.
 Penilaian antara kasus sebelum dan sesudah perawatan menggunakan Indeks
PAR memiliki 11 komponen, masing-masing komponen memiliki beberapa skor
yang dinilai dengan kriteria tertentu berdasarkan keparahannya.

 Dari 11 komponen tabel di atas, beberapa komponen individual tidak


dimasukkan dalam bobot indeks PAR karena tidak memiliki nilai yang bermakna
dalam memprediksi keberhasilan perawatan ortodonti.
 Segmen bukal (berjarak, berjejal dan impaksi) merupakan salah satu komponen
yang dikeluarkan dari bobot indeks PAR.
 Salah satu alasan yang mungkin dijelaskan adalah titik kontak antara gigi bukal
sangat bervariasi. Jika perubahan letak (displacement) gigi parah, akan
menghasilkan oklusi crossbite dan skornya dicatat pada oklusi bukal kanan atau
kiri (tidak lagi pada penilaian titik kontak).

4
 Adanya premolar impaksi juga tidak dimasukkan dalam bobot indeks PAR.
Selain karena prevalensinya sangat sedikit, pencabutan premolar juga sering
dilakukan pada kasus yang membutuhkan ruang sehingga tidak memberikan
pengaruh dalam menilai keberhasilan perawatan.
 Dari 11 komponen pada tabel di atas, terdapat 5 komponen utama dalam
pemeriksaannya, masing-masing komponen tersebut dinilai dan diberi bobot
bedasarkan besaran yang telah ditentukan.
 Setiap skor komponen diakumulasikan dan dikalikan bobotnya masing-masing,
sehingga menghasilkan jumlah skor akhir dari 5 komponen utama yang
digunakan.
 Lima komponen utama yang diperiksa beserta bobotnya adalah1
1. Penilaian skor segmen anterior, bobotnya 1(Tabel 2).
2. Penilaian skor oklusi bukal, bobotnya 1 ( Tabel 3).
3. Penilaian skor overjet, bobotnya 6 (Tabel 4).
4. Penilaian skor overbite, bobotnya 2 (Tabel 5).
5. Penilaian skor garis median, bobotnya 4 ( Tabel 6).

1. Penilaian skor segmen anterior.

Pengukuran pergeseran titik kontak dimulai dari mesial gigi kaninus kiri ke titik
kontak mesial gigi kaninus kanan (Gambar 1). Penilaian skor pada kasus ini yaitu
mengukur gigi berjejal (crowded), berjarak (spacing), dan impaksi gigi (impacted
teeth). Gigi kaninus yang impaksi dicatat pada segmen anterior rahang atas dan
rahang bawah (Tabel 2).

2. Penilaian skor oklusi bukal.

Penilaian skor ini dicatat dalam keadaan oklusi gigi posterior di sisi kiri dan kanan
mulai dari gigi kaninus ke molar terakhir (Gambar 2), dengan cara melihat dalam
tiga arah yaitu, anteroposterior, vertikal dan transversal (Tabel 3).

5
3. Penilaian skor overjet.

Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus. Penilaian dilakukan dengan
menempatkan penggaris indeks PAR sejajar dataran oklusal dan radial dengan
lengkung gigi (Gambar 3). Jika terdapat dua insisivus yang crossbite dan memiliki
overjet 4 mm, skornya adalah 3 (untuk crossbite) ditambah 1 (untuk overjet 4 mm),
sehingga total skornya adalah 4.

4. Penilaian skor overbite.


Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus yang dinilai dari jarak tumpang tindih
dalam arah vertikal gigi insisivus atas terhadap panjang mahkota klinis gigi
insisivus bawah (Gambar 4), dan dinilai berdasarkan besarnya gigitan terbuka
(Tabel 5). Skor yang dicatat adalah nilai overbite yang terbesar diantara gigi
insisivus.

6
5. Penilaian skor garis median.
Penilaian skor ini dinilai dari hubungan garis tengah lengkung gigi atas terhadap
lengkung gigi bawah (Gambar 5). Garis tengah lengkung gigi diwakili oleh garis
pertemuan kedua gigi insisivus pertama atas terhadap garis pertemuan kedua
gigi insisivus bawah (Tabel 6). Jika gigi insisivus bawah sudah dicabut penilaian
skor garis median tidak dicatat.

 Penilaian Keparahan Maloklusi (Weiland, dkk)


a. Skor 0 kriteria oklusi ideal
b. Skor 1-16 kriteria maloklusi ringan
c. Skor 17-32 kriteria maloklusi sedang
d. Skor 33-48 kriteria maloklusi parah
e. Skor > 48 kriteria maloklusi sangat parah.
 Penilaian keberhasilan Perawatan

7
Keberhasilan perawatan diukur berdasarkan selisih jumlah skor akhir antara
sebelum perawatan dan sesudah perawatan yang ditentukan menurut kriteria
dibawah ini :
a. Pengurangan persentase skor <30% menunjukkan perawatan tidak
mengalami perbaikan/ lebih buruk.
b. Pengurangan skor <22 dan persentase skor 30% – 70% menunjukkan
perawatan mengalami perubahan.
c. Pengurangan skor >22 dan persentase skor >70% menunjukkan perawatan
mengalami perubahan sangat banyak.
 Suatu kasus yang termasuk sangat parah dianggap bertambah baik apabila
terdapat perubahan sebanyak 22 angka dari sebelum dan sesudah perawatan
pada penilaian dengan indeks PAR dan sangat baik apabila skor
pengurangannya lebih dari 22 skor pengurangan dan lebih dari 70%. Sedikitnya
dibutuhkan 30% pengurangan skor pada suatu kasus untuk dapat dinyatakan
cukup baik. Untuk suatu standar perawatan yang tinggi dibutuhkan 70%
pengurangan skor rerata.
 Kekurangan : tidak dapat mengukur maloklusi yang ringan.

B. IOTN (INDEX OF ORTHDONTIC TREATMENT NEED)


 Diajukan oleh Brook-Shaw (1989)
 Tujuan  Membantu menentukan kemungkinan dampak maloklusi
terhadap kesehatan gigi dan psikososial seseorang, mengukur kebutuhan
perawatan
 Alat dan Bahan  Penggaris IOTN dan Model Studi
 IOTN merupakan suatu teknik yang sangat berguna untuk orang yang berminat
dalam penelitian dibidang kesehatan gigi masyarakat dan epidemiologi maloklusi,
tetapi teknik ini lebih sering digunakan spesialis.
 Pasien dengan IOTN yang rendah akan memperlihatkan perubahan yang besar
walaupun telah diberikan perawatan yang terbaik.
 Kelebihan :
a. Mudah
b. Sederhana
c. Waktu pemeriksaan singkat
d. Menunjukkan derajat kesesuaian yang baik sekali atar pemeriksa, sehingga
baik untuk survei epidemiologi
e. Waktu pakai 30” – 1’ untuk memeriksa satu pasien (sedangkan pada Occulusal
Index membutuhkan waktu 2-3’)
f. Dapat digunakan untuk survei sampel yang lebih besar
 Kebutuhan terhadap perawatan ortodonti dapat dibedakan menjadi kebutuhan
terhadap kesehatan gigi (dental health) serta kebutuhan terhadap estetik (aesthetic
need), maka dalam IOTN terdapat dua komponen yaitu:
a. Dental Health Component(DHC)
 Menyatakan keadaan oklusal yang dapat mempengaruhi fungsi dan kesehatan
gigi dalam jangka panjang.
 DHC dari IOTN memiliki lima kategori yang tersusun dari:
a. Grade 1 ( satu Subgrade)  tidak membutuhkan perawatan
b. Grade 2 ( tujuh Subgrade)  sedikit membutuhkan perawatan
c. Grade 3 (enam subgrade)  Cukup membutuhkan perawatan
d. Grade 4 (sebelas subgrade)  membutuhkan perawatan (overjet 6-9 mm)

8
e. Grade 5 (enam subgrade)  amat membutuhkan perawatan (CLP,
missing teeth, maloklusi destruktif, gigi berpindah tempat)
 Diukur dengan menggunakan penggaris IOTN (Plastik dan transparan)
 Pada indeks ini hanya satu gambaran maloklusi terparah saja yang dicatat,
sehingga tidak ada efek kumulatif.
 Dental Health Component menggunakan aturan yang simpel serta
menggunakan istilah MOCDO untuk membimbing peneliti dalam meneliti
maloklusi.
 MOCDO mewakili Missing Teeth atau kehilangan gigi, Overjet ,Crossbite,
Displacement of Contact Points perpindahan titik kontak, dan Overbite.
 Pada pasien dengan gigi insisivus yang impaksi dikategorikan menjadi grade 5.
 Pada pasien dimana tidak memiliki anomali jumlah gigi atau posisi, maka aturan
dapat digunakan untuk mengukur overjet.
 Pada kasus overjet 6 sampai 9 milimeter akan dikategorikan dalam grade 4.
 Skor Derajat Keparahan DHC :
- Skor 1-2 = tidak perlu perawatan/ hanya perawatan ringan
- Skor 3 = perawatan boderline/ sedang
- Skor 4-5 = sangat membutuhkan perawatan

b. Aesthetic Component(AC)
 (AC) dari IOTN terdiri dari 10 jenis foto berwarna yang disusun berdasarkan
tingkat foto dengan susunan gigi yang paling baik sampai susunan gigi yang
paling buruk.
 Digunakan untuk memeriksa keadaan estetik dari suatu maloklusi yang mungkin
berdampak pada kondisi psikososial pasien

9
 Grade 1 merupakan foto dengan susunan gigi yang paling baik dan grade 10
merupakan tingkat susunan gigi yang paling buruk.
 Untuk pasien digunakan foto berwarna, sedangkan pada model digunkan foto
hitam putih
 Caranya adalah : pasien dalam keadaan oklusi (termasuk juga modelnya) dan
dibandingkan dengan foto yang ada, dilihat dari aspek anterior, lalu kategori
ditentukan berdasarkan hambatan estetik yang kurang lebih sama dengan
pasien
 Tapi dalam IOTN lebih sering memakai DHC saja, karena AC dianggap subyektif
terutama bila untuk memeriksa maloklusi kelas III atau gigitan terbuka anterior,
karena foto-foto yang ada mencerinkan maloklusi kelas I dan kelas II.
 Skor AC dikategorikan sebagai berikut :
- Skor 1-2 = tidak membutuhkan perawatan
- Skor 3-4 = sedikit membutuhkan perawatan
- Skor 5-7 = cukup membutuhkan perawatan
- Skor 8-10 = jelas membutuhkan perawatan
 Skor Akhir = skor DHC + skor AC

Keterangan gambar :
1.Grade 1 – 4 = tidak membutuhkan perawatan
2.Grade 5 – 7 = membutuhkan perawatan
3.Grade 8– 10 = sangat membutuhkan perawatan

C. HMAR (HANDICAPPING MALOCCLUSION ASSESMENT RECORD)

 Dikembangkan oleh Salzmann tahun 1967.

10
 Metode ini menggunakan suatu lembar isian dan digunakan untuk melengkapi
cara menentukan prioritas perawatan maloklusi menurut keparahan maloklusi
yang dapat dilihat pada besarnya skor yang tercatat pada lembar isian tersebut.
 Indeks HMA secara kuantitatif memberikan penilaian terhadap ciri–ciri oklusi dan
cara menentukan prioritas perawatan ortodonti menurut keparahan maloklusi
yang dapat dilihat pada besarnya skor yang tercatat pada lembar isian.
 Indeks ini digunakan untuk mengukur kelainan gigi pada satu rahang/ Intra art
deviation (missing, crowding, rotated, dan spacing), mengukur kelainan gigi pada
dua rahang/ Inter art Deviation (anterior : overjet, overbite, crossbite, dan
openbite; posterior: relasi kelas I, II, dan III), dan mengukur ciri maloklusi yang
merupakan kelainan dentofasial (CLP, gangguan fungsi bicara, gangguan fungsi
rahang, asimetri wajah, dll).
 Keuntungan penggunaan indeks ini adalah :
a. Mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi dan peka terhadap semua
tingkatan maloklusi.
b. Penilaian renggang dan absen gigi posterior dicatat.
c. Jika metode dipelajari dengan baik, tidak diperlukan catatan lain dan skor
keparahan maloklusi dapat dikalkulasi dengan cepat.
d. Dapat memenuhi persyaratan indeks yang dituliskan sebelumnya,
diantaranya sederhana, objektif dalam pengukuran, dapat mengukur
tingkat keparahan maloklusi, dapat diperiksa langsung pada pasien dan
tidak menggunakan alat yang rumit.
 Kekurangan metode ini memerlukan latihan cara pemeriksaan untuk
menyamakan persepsi pada pemeriksa.

D. OI (OCCLUSAL INDEX)
 Dikembangkan oleh Summers (1971)
 Karakteristik penilaian :
a. Umur gigi f. Gigitan Terbuka posterior
b. Relasi molar g. Pergeseran Gigi
c. Overbite h. Relasi Median
d. Overjet i. Missing permanent Insisiv Teeth
e. Gigitan Silang Posterior
 Cara : Setiap ciri maloklusi yang diperiksa diberi nomor dan skor pada lembar
pengisian
 Interpretasi
0 – 2,5 Good Occlusion, tidak ada penyimpangan oklusi
2,6-2,4 No treatment, penyimpangan sedikit dari normal
4,6-6,9 Minor treatment, maloklusi ringan
7,0-11 Definite treatment, maloklusi sedang
11,1-16,0 Worst occlusions, maloklusi parah
>16 maloklusi sangat parah
 Kelebihan : punya tingkat kevalidan tinggi, demikian pula dengan kesesuaian
antar pemeriksa
 Kekurangan : Beberapa kriteria kurang jelas definisinya, sulit digunakan pada
kasus yang telanh kehilangan molar 1, menggunakan pembobotan pada setiap fase
perkembangan

11
E. ICON (INDEX OF OUTCOME AND NEED)
 Oleh Daniels dan Richmond (2000)
 Gabungan dari IOTN dan PAR Index
 Komponen-komponen tertentu diskor dengan pembobotan sebagai berikut :
a. AC IOTN bobot 7
b. Crowding RA bobot 5
c. Crossbite bobot 5
d. Overbite bobot 4
e. Relasi gigi posterior kiri dan kanan bobot 3
 Skor total awal yang diperoleh merupakan gambaran kompleksitasdan kebutuhan
perawatan
 Akor >43 menunjukkan adanya kebutuhan perawatan
 Skor derajat kompleksitas perawatan dapat dibaca sebagai berikut :
a. Mudah <29
b. Ringan 29-50
c. Moderat 51-63
d. Sukar 64-77
e. Sangat sukar >77
 Setelah selesai perawatan kasus tersebut diskor lag dan perbedaan skor sebelum
dan sesudah perawatan menunjukkan hasil perawatan yang dinyatakan dalam
rumus :
Derajat perbaikan = skor sebelum perawatan – (4x skor sesudah perawatan)
 Keberhasilan perawatan digolongkan sebagai berikut :
>-1 terjadi perubahan besar
(-25) – (-1) Sangat berubah
(-53) – (-26) Cukup berubah
(-85) – (-54) Sedikit berubah
<-85 Tidak berubah/ menjadi buruk
 Kekurangan dari ICOn adalah AC IOTN diberi bobot sangat besar, sehingga tidak
begitu banyak digunakan (cenderung subyektif).

F. ABO-DI (THE AMERICAN BOARD OF ORTHODONTIC DISCREPANCY INDEX)


 Pada tahun 1998, ABO mulai mengembangkan indeks untuk mengukur
kompleksitas suatu kasus.
 Kompleksitas kasus didefinisikan sebagai kombinasi dari faktor, gejala, tanda-
tanda ataupun kelainan yang membentuk sindrom.
 Observasi pengukurannya diambil dari catatan pra perawatan Ortodonsi standar
 Alat dan Bahan :

a. Model Gigi

Komponen yang diukur dari model gigi adalah:

- Jarak gigit

- Tumpang gigit

- Gigitan terbuka anterior

- Gigitan terbuka lateral

12
- Geligi berdesakan

- Relasi oklusi

- Gigitan silang lingual posterior

- Gigitan silang bukal posterior

b. Foto sefalometri

Komponen yang diukur dari foto sefalometri adalah:

- Sudut ANB

- IMPA, adalah perpotongan aksis Insisiv rahang bawah dengan bidang


mandibula atau yang disebut dengan L1-GoMe.

- Sudut SN-GoGn

c. Foto panoramik yang digunakan sebagai alat bantu pada kondisi tertentu

Kondisi lain-lain:

- Gigi mutilasi

- Gigi supernumerary

- Erupsi ektostema

- Transposisi

- Kelainan ukuran dan bentuk gigi

- Impaksi selain Molar ketiga

- Asimetri skeletal

- Curve of spee yang besar

Requirement penggunaan DI di ABO:

• Nilai DI >25 : 2 kasus / berat

• Nilai DI 16-25 : 6 kasus / sedang

• Nilai DI 7-15 : 2 kasus / ringan

G. DAI (DENTAL AESTHETIC INDEX)


 Tujuan : Membantu menentukan apakah pasien perlu dirujuk ke dokter spesialis,
digunakan untuk mengevalusi komponen estetika dan anatomi maloklusi.
 Kelebihan : persepsi estetik dan pengukuran ciri maloklusi dapat dihitung
dengan analisis regresi untuk menghasilkan satu skor tunggal, sedangkanpada
IOTN kedua komponen itu dipisahkan (antara DHC dan AC)
 Kekurangan : tidak memberikan informasi aapun tentang bagaimana maloklusi
mempengaruhi citra diri dan kualitas hidup pasien dari segi fungsi kesejahteraan
subjektif dan harian.

13
 Dikembangkan di Amerika Serikat dan diintegrasikan ke dalam Studi Kolaborasi
Internasional Oral Health oleh WHO.
 Dalam DAI ada 10 komponen yang perlu diukur, yaitu:
1) Gigi Hilang (I,C,P) tetapi rongak pada gigi yeng hilang tersebut masih terlihat.
Perhitungan dimulai dari premolar kedua kanan sampai premolar kedua
kiri. Dalam satu rahang harus ada sepuluh gigi. Gigi hilang dihitung per gigi,
misalnya yang hilang satu gigi, diberi skor 1, yang hilang 2 gigi diberi skor 2,
dan seterusnya. Jika kurang dari sepuluh harus dicatat sebagai gigi
hilang, kecuali jika ruang antar gigi sudah men utup, masih ada gigi
sulung, ada gigi hilang yang sudah diganti dengan protesa.
2) B e r d e s a k a n p a d a g i g i a n t e r i o r t e r m a s u k g i g i y a n g r o t a s i d a n
g i g i y a n g t e r l e t a k tidak sesuai lengkung.
Bila tidak ada berdesakan maka diberi skor 0; bila pada salah satu rahang
ada berdesakan diberi skor 1; bila pada kedua rahang ada berdesakan diberi
skor 2.
3) Ruang antar gigi (rongak) pada gigi anterior.
Dilihat dari kaninus kanan sampai kaninus kiri. Jika tidak ada ruang
antar gigi atau setiap gigi kontak dengan baik diberi skor 0; jika dalam
satu rahang ada ruang antar gigi diberi skor 1; jika pada kedua rahang
ada ruang antar gigi diberi skor 2.
4) Diastema sentral.
Dicatat jika ada diastema sentr al pada rahang atas dan diukur dengan
ukuran millimeter kemudian dicatat sesuai jarak yang ada (mm). Jika tidak ada
diastema sentral diberi skor 0.
5) Ketidakteraturan terparah pada maksil a.
Diukur pada salah satu gigi yang pali ng tidak teratur (termasuk rotasi)
dengan menggunakan jangka sorong, dengan ukuran millimeter. Jika gigi terletak
rapi dan tidak ada berdesakan atau rotasi diberi skor 0.
6) Ketidakteraturan terparah pada mandibula.
Diukur pada salah satu gigi yang paling tidak teratur (termasuk rotasi)
dengan menggunakan jangka sorong, dengan ukuran millimet er. Jika
gigi terletak rapi dan tidak ada berdesakan diberi skor 0.
7) J a r a k g i g i t a n t e r i o r p a d a m a k s i l a .
P e n g u k u r a n i n i d i l a k u k a n p a d a posisi oklusi sentris. Yang dicatat hanya
pada bagian yang jarak gigitnya besar (lebih dari normal (> 2mm)). Jika
semua gigi insisif bawah hilang dan terdapat gigitan terbalik, tidak
perlu dicatat. Bila jarak gigit normal diberi skor 0 (Jarak gigit normal= ±
2mm).
8) Jarak gigit anterior pada mandibula (protrusi mandibula).
Dicatat jika ada protrusi mandibula yang paling parah, tapi jika ada
gigitan terbalik satu gigi karena gigi tersebut rotasi tidak perlu dicatat.
9) Gigitan terbuka anterior.
Yang dicatat hanya gigitan terbuka terbesar dalam ukuran millimeter. Jika
tidak ada gigitan terbuka diberi skor 0.
10) Relasi molar anteroposterior dan deviasi terbesar dari normal baik
kanan maupun kiri.
Penilaian berdasarkan relasi molar pertama permanen atas dan bawah. Nilai 0
untuk relasi molar yang normal, nilai 1 jika molar pertama bawah
kanan atau kiri setengah tonjol distal atau mesial dari molar pertama

14
atas dan nilai 2 jika molar pertama bawah kanan atau kiri satu tonjol penuh
atau lebih atau distal darimolar pertama atas.

 Skor DAI diciptakan dari jumlah total sepuluh komponen yang


t e l a h d i k a l i k a n dengan bobot masing-masing kemudian hasil penilaian ditambah
dengan konstanta (13).

 Hasil skor tiap kasus dikelompokkan sesuai dengan keparahan


m a l o k l u s i n y a . Pengelompokan maloklusi berdasarkan skor DAI:
 <25 maloklusi ringan
 26-30 maloklusi sedang
 31-35 maloklusi parah
 >36 maloklusi yang sangat parah

H. SCAN (THE STANDARDIZED CONTINUUM OF AESTHETIC NEED)


 Tujuan : Menilai penampilan keindahan geligi, digunakan sebagai AC dari
IOTN yaitu untuk survei epidemiologi dan penentuan prioritas perawatan.
 Komponen : terdiri dari 10 foto dari kasus-kasus yang menunjukkan tingkatan
derajat yang berbeda dari penampilan estetik susunan geligi (yang telah
disempurnakan)
 Penggunaan Secara Umum (Otuyemi dan Noar) :

15
SCAN index dan DAI tidak menunjukkan adanya perbedaan yang besar,
walaupun lebih lanjut mereka mengatakan bahwa DAI sedikit lebih baik, SCAn
index lebih mudah dipahami dan sederhana, membutuhkan waktu pencatatan
yang lebih sedikit.

I. TPI (TREATMENT PRIORITY INDEX)


 Pengembangan dan penggunaan metode sederhana untuk menilai keparahan
jenis yang paling umum dari maloklusi dan menyediakan ranking individu
berdasar tingkat keparahan maloklusi, derajat handicap atau prioritas
pengobatan.
 Kekurangannya adalah tidak bisa digunakan untuk mixed dentition

Ciri dinilai:

a. Hubungan I Rahang atas dan Rahang bawah arah horizontal


-jarak gigit
-underjet
b. Hubungan gigi RA dan RB dalam arah vertikal

16
-tumpang gigit
-gigitan terbuka
c. Insisivus permanen agenisi
-tidak bisa tanpa foto RKG
d. Hubungan antero-posterior gigi segmen bukal
-distoklusi
-mesioklusi
e. Gigitan silang post
-disebabkan gigi atas ukoversi
-Disebabkan gigi atas linguoversi
f. Penyimpangan letak gigi

J. HLD (HANDICAPPING LABIO-LINGUO DEVIATION INDEX)


 Ditujukan kepada subjek yang dipilih dengan maloklusi yang parah/ berat
dengan adanya anomali wajah
 Bisa digunakan pada gigi permanen

17
Daftar Pustaka

Agusni T. Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) untuk mengukur kebutuhan


perawatan ortodonti pada anak Indonesia di Surabaya. Maj Ked Gigi 1998;
31:119-23
Agusni, T. Beberapa indeks maloklusi. Maj Ked Gigi 2001;.34: 3-17.
Bernabe E. Flores – Mir C. 2006. Orthodontic Treatment Need In Peruvian Young
Adults Evaluated Thorugh Dental Aesthetic Index. The Angle Orthodontist;
76:3:417
Daniels CP, Richmond S. The development of The Index of Complexity, Outcome and
Need (ICON). J Orthod. 2000;27:149–62.
Dewanto, Harkati. 2004. Aspek-aspek Epidemiologi Maloklusi. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Hamamci, Nihal, e t a . 2 0 0 9 . Dental Aesthetic Index Scores and Perception
of Personal Dental Appearance Among Turkish University Students. V o l 3 1
p p : 168-173.
Mulyana, DH. 2010. The Use of Index of Orthodontic Treatment Need and Dental
Aesthestic Index. Orthodontic Dental Journal, Vol. 1 No.2
Mundiyah, Moktar. 1998. Dasar – Dasar Ortodonti Perkembangan dan Pertumbuhan
Kraniodentofasial. Bagian I Ruang Lingkup Ortodonti.
Paula, Delcides F. 2009. Psychosocial Impact of Dental Esthetics on Quality of Lifein
Adolescents. Vol. 79, No. 6, pp. 1188-1193.
Rahardjo P. Ortodonti dasar. Airlangga University Press. 2009; p.35.
Sony S. Hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tuntutan perawatan
ortodonti. Ceril XVII 2005; 8: 90-5.

18

Anda mungkin juga menyukai