Anda di halaman 1dari 21

BLOK KELAINAN MALOKLUSI DENTAL 1

ANALISIS MODEL BELAJAR

Dosen Pembimbing :
Ayu S, drg, SpOrt
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Kelas A

Almira Zia Afifah / 201911011 Anggieta Bayu Putri / 201911016


Amalia Iftikhar / 201911012 Andrea Nadhifa Ayu Y / 201911017
Amanda Putri I / 201911013 Anna Rachel Lamria S / 201911018
Amelia Aziza / 201911014 Annastasya Khusnudhani / 201911019
Amirah Faradisa Buchori / 201911015 Annisa Nadya Azzahra / 201911020

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF.DR.MOESTOPO (BERAGAMA)
2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama dengan memanjatkan puji dan syukur atas segala rahmat dan
karunia yang telah dilimpahkan-Nya. Penulis mengucapkan puji syukur, karena
atas berkah dan rahmat-Nya, pada akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan
tepat pada waktunya. Makalah ini memuat tentang “Analisis Model Belajar”.
Tema yang akan dibahas pada makalah ini sengaja dipilih oleh dosen pembimbing
kami untuk kami pelajari lebih dalam. Makalah ini disusun berdasarkan proses
pembelajaran yang telah disampaikan kepada kami.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada drg. Ayu S, SpOrt yang
telah memberikan bimbingan sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan
baik. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Penulis mengucapkan
permohonan maaf apabila terjadi kesalahan maupun kekurangan dalam penulisan
karya tulis ini. Kami berharap makalah ini dapat memberi manfaat bagi semua
pembaca dan dapat berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 5 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

JUDUL.....................................................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 Analisis Metode Indeks Pont................................................................. 3
2.2 Analisis Bolton...................................................................................... 4
2.3 Analisis Arch Length Discrepancy........................................................ 6
2.4 Analisis Moyers..................................................................................... 11
2.5 Analisis Kesling..................................................................................... 12
BAB III PENUTUP................................................................................................14
3.1 Kesimpulan............................................................................................ 14
3.2 Saran...................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Studi analisis adalah penilaian tiga dimensi dari busur gigi rahang atas dan rahang
bawah serta hubungan oklusalnya. Pentingnya metode evaluasi ini untuk
diagnosis ortodontik dan perencanaan perawatan. Kerugian dari odontometrik ini
terletak pada fakta bahwa hal ini menyangkut analisis korelasi, yang bergantung
pada menilai ukuran lebar dan panjang lengkung gigi secara aritmatik. Analisis
model sering tidak berkorelasi dengan kriteria diagnostik penting lainnya, yaitu
sefalogram dan radiografi panoramik. Namun, korelasi tertentu antara panjang
lengkung, lebar, dan material gigi mesiodistal memang ada. Hubungan ini
didefinisikan sebagai indeks oleh berbagai penulis. Indeks Pont, Bolton, Moyers,
dan lain sebagainya adalah yang paling umum digunakan di negara-negara
berbahasa Jerman. Dalam analisis cor ini, nilai aktual dari masing-masing kasus
dibandingkan dengan nilai standar "lengkungan normal". Dengan pengetahuan
saat ini, metode ini sering dianggap memiliki nilai diagnostik yang minimal.
Meski demikian, prosedur ini masih banyak digunakan dalam praktik ortodontik.
Terlepas dari keterbatasan ini, keuntungan besar dari studi analisis cor adalah
bahwa derajat maloklusi dapat didiagnosis dalam tiga dimensi. Model plester
untuk analisis cor studi berorientasi pada bidang raphe midpalatal (bidang
midsagital), bidang tuberositas dan bidang oklusal.1

1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang tertulis di atas, maka penulis dapat merumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apa itu analisis metode indeks pont?
2. Apa itu analisis Bolton?

1
3. Apa itu analisis arch length disperancy?
4. Apa itu analisis Moyers?
5. Apa itu analisis Kesling?

1.3Tujuan Penulisan
Berdasarkan pemaparan masalah sebelumnya, maka penulis memiliki beberapa
tujuan:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan analisis metode indeks pont.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan analisis Bolton.
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan analisis arch length disperancy.
4. Untuk mengetahui dan menjelaskan analisis Moyers.
5. Untuk mengetahui dan menjelaskan analisis Kesling

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Metode Indeks Pont


Salah satu analisis model studi yang banyak digunakan ialah analisis Pont.
Analisis Pont membantu dalam menentukan lengkung gigi tergolong sempit,
lebar, atau normal; menentukan perlu tidaknya ekspansi lateral terhadap lengkung
gigi; dan menentukan besarnya kemungkinan ekspansi pada regio premolar dan
molar.2 Semua pengukuran indeks Pont hanya dilakukan pada lengkung gigi
maksila.3 Alasan Pont memilih keempat gigi insisivus maksila adalah untuk
penyederhanaan metode predeterminasi lengkung.4 Indeks Pont sebesar 80 pada
regio premolar dan 64 pada regio molar.5 Pont mengemukakan gigi yang lebar
membutuhkan lengkung yang lebar untuk membentuk susunan yang normal. Jika
jumlah lebar mesiodistal insisivus maksila pada model gigi dan pengukuran jarak
interpremolar dan jarak intermolar diketahui, maka indeks Pont diperoleh melalui
cara:
a. Indeks premolar = Jumlah mesiodistal keempat insisivus maksila / jarak
interpremolar x 100
b. Indeks molar = Jumlah mesiodistal keempat insisivus maksila / jarak intermolar
x 100.6 Lebar mesiodistal gigi diperoleh dengan mengukur jarak dari titik kontak
mesial ke titik kontak distal gigi yang terbesar dengan menggunakan jangka
sorong.(7,8)
Dimensi mesiodistal gigi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi profil
wajah.9 Titik pengukuran yang dipergunakan merupakan cekung distal pada
oklusal gigi premolar pertama untuk mengukur jarak interpremolar dan pada
cekung mesial pada permukaan oklusal pada gigi molar pertama maksila untuk
mengukur jarak intermolar.(2,6) Pengukuran panjang lengkung gigi menurut
Korkhaus dapat dilakukan dengan mengukur jarak dari titik paling anterior
permukaan labial gigi insisivus pertama maksila tegak lurus dengan garis yang

3
menghubungkan titik referensi lebar interpremolar Pont.1 Indeks panjang
lengkung gigi Korkhaus diperoleh melalui:
Indeks Panjang lengakung gigi = Jumlah mesiodistal keempat insisivus maksila /
Panjang lengkung gigi x 100.1
Menilai bentuk palatum berdasarkan indeks tinggi palatum. Palatum yang tinggi
merupakan gambaran dari penyempitan bagian apikal prosesus alveolaris maksila
yang biasanya terjadi pada kasus dengan kebiasaan menghisap jari atau bernafas
melalui mulut. Tinggi palatum berdasarkan Korkhaus didefinisikan sebagai garis
vertikal yang tegak lurus terhadap raphe palatina yang berjalan dari permukaan
palatum ke permukaan oklusal pada garis intermolar menurut Pont.1 Indeks tinggi
palatum dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut:
Indeks tinggi palatum = Tinggi palatum / jarak intermolar x 100.1

2.2 Analisis Bolton


Bolton memperkenalkan analisisnya di tahun 1958, yaitu dengan membandingkan
ukuran gigi rahang bawah terhadap rahang atas, baik pada segmen anterior (Rasio
anterior atau Bolton 12). Cara perhitungannya adalah sebagai berikut :
Bolton 6 = Jumlah ukuran mesio-distal 6 gigi RB / Jumlah ukuran mesio-distal 6
gigi RA x 100
Bolton12 = Jumlah ukuran mesio-distal 12 gigi RB / Jumlah ukuran mesio-distal
12 gigi RA x 100

4
Gambar 1 Pengukuran mesio-distal masing-masing gigi. Bolton menemukan
bahwa rasio anterior adalah 77,2 ± 1,65 dan rasio keseluruhan adalah 91,3 ± 1,91
dengan overjet 0,74 mm (diukur dari permukaan labial gigi insisivus pertama
rahang bawah ke pertemuan permukaan palate-insisal gigi insisivus pertama
rahang atas) dan overbite 31,3%.(10,11)
Dalam salah satu tulisannya, Bolton menyertakan pula kepustakaan daratan Eropa
mengenai analisis ukuran gigi. Young pada tahun 1923, membandingkan dua
oklusi yang terlihat serupa namun memiliki perbedaan overbite anterior, ia
kemudian menelaah bahwa terdapat perbedaan perbandingan ukuran gigi rahang
atas dan rahang bawah pada kedua kasus tersebut.11 Tonn, pada tahun 1937
mengajukan suatu nilai perbandingan antar segmen dalam lengkung rahang. Ia
menyatakan perbandingan tersebut sebagai berikut:12
Insisivus RB : RA = 0,74
Kaninus RB : RB = 0,87
Premolar RA : RB = 0,96
Molar pertama RA : RB = 0,92
Keseluruhan rahang dari molar pertama RB : RA = 0,93

5
Catatan : Nilai yang lebih kecil diperbandingkan terhadap nilai yang lebih besar.
Lundstrom, pada tahun 1954 meneliti 319 anak-anak berusia 13 tahun dan
melaporkan suatu dispersi biologis yang cukup besar pada perbandingan ukuran
gigi antar rahang. Ia mencatat besarnya ukuran mesio-distal gigi serta melakukan
perhitungan perbandingan ukuran gigi pada segmen yang berbeda.13
Analisis Bolton diujikan Kembali oleh Stiffer pada tahun 195814, Crosby15 pada
tahun 1989, Lew pada tahun 199116 dan oleh Freeman pada tahun 1996.17
Validitas nilai rasio ukuran gigi rahang atas dan rahang bawah menurut Bolton
untuk populasi Indonesia dengan oklusi normal pernah pula diteliti oleh Soerjono
pada tahun 1990.18

2.3 Analisis Arch Length Discrepancy


Analisis Pengukuran lebar gigi, panjang lengkung, dan lebar lengkung gigi serta
perhitungan ukuran gigi-perbedaan panjang lengkung gigi (TSALDS) merupakan
cara penting untuk mempraktikkan ortodontik berbasis bukti. Melakukan
pengukuran ini akan mendemonstrasikan bagaimana perbedaan pasien dari sampel
representatif orang dengan oklusi normal. Analisis panjang lengkungan ukuran
gigi diperlukan untuk pasien yang memiliki gigi berjejal atau berjarak di salah
satu atau kedua lengkungan. Analisis ini mengukur jarak. Penilaian akurat dari
gigi permanen yang penuh sesak, lengkungan bawah memiliki keunggulan di atas
lengkungan atas, pergerakan gigi anterior. Pada orang dewasa, gerakan maju dari
gigi seri yang penuh sesak dapat mengakibatkan alasan ini, analisis panjang
lengkung dan pengukuran keramaian atau jarak adalah kunci untuk perawatan
ortodontik yang diusulkan. Karena ukuran yang lebih kecil dari struktur alveolar
mandibula anterior membatasi kemungkinan hilangnya gingiva dan tulang labial
ke gigi. Untuk penilaian jaringan alveolar dan gingival lebih kritis pada lengkung
rahang bawah dibandingkan pada lengkung rahang atas.18

- Pengukuran Ukuran Gigi dan Panjang Lengkungan

Untuk menentukan jumlah crowding atau jarak pada suatu lengkung, kurangi
jumlah lebar mesial gigi ke molar pertama dari jumlah panjang lengkung mesial

6
ke molar pertama. Lengkungan yang penuh sesak memiliki sisa negatif, dan
lengkungan dengan ruang memiliki sisa positif. Akronim TSALD
menggambarkan crowding dan spacing. UTSALD digunakan untuk
mendeskripsikan perbedaan lengkung atas, dan LTSALD digunakan untuk
mendeskripsikan perbedaan lengkung bawah. Gigi yang diukur untuk menentukan
TSALD adalah gigi seri, taring, dan gigi premolar. Ukuran gigi diukur dari lebar
antara titik kontak anatomis mesial dan distal. Saat gigi diputar, lebarnya diukur
antara titik kontak anatomis, bukan antara titik kontak sebenarnya. Biasanya
pengukuran dilakukan dari permukaan bukal atau labial gigi. Saat gigi diputar,
pendekatan terbaik adalah mengukur lebarnya dari permukaan insisal atau oklusi
mahkota gigi. Panjang lengkung diukur dari permukaan mesial gigi molar pertama
di sisi kanan sekitar lengkung hingga permukaan mesial gigi molar pertama di sisi
kiri dalam enam segmen (Gambar 2). Garis lengkung terdiri dari garis di
sepanjang puncak punggung alveolar yang mewakili tempat gigi seri tengah.
Segmen tidak boleh tumpang tindih atau memiliki celah di antara mereka. Karena
banyak kesalahan yang diambil, pengulangan pengukuran dapat membantu
memastikan hasil yang akurat. Mempraktikkan teknik pengukuran pada
lengkungan yang sejajar, di mana tujuannya adalah zero crowding, akan menjadi
latihan yang bermanfaat bagi pemula. Formulir untuk mengumpulkan ukuran gigi
dan pengukuran panjang lengkung ditunjukkan pada (Gambar 3). (18,10)

7
Gambar 2 Pengukuran panjang lengkungan segmenatall pada lengkungan atas
orang dewasa.(18,11)

Gambar 3 Formulir pengumpulan ukuran gigi dan pengukuran panjang lengkung.


(18,12)

- Faktor-faktor yang Mempengaruhi Analisis Panjang Lengkungan Gigi

8
TSALD harus dianggap sebagai salah satu bagian dari diagnosis yang lebih besar.
Sejumlah faktor penting lainnya yang terkait dengan TSALDS akan dibahas
selanjutnya. Selain faktor-faktor tersebut, prosedur perawatan perimeter (panjang
lengkung) di lengkung atas (Adkins, seperti peningkatan pesat palatal lengkung.18
- Kurva Spee

Ketika mandibula gigi atas dan bawah diamati dalam oklusi dari samping, gigi
biasanya menyesuaikan, pada bidang anteroposterior, dengan kurva yang dikenal
sebagai kurva Spee. Kurva Spee diratakan selama perawatan ortodontik. Selama
perataan lengkung bawah, gigi seri bergerak secara normal (Gambar 4). Gambar 4
tidak menggambarkan gerakan gigi dan gaya yang terjadi pada perataan
lengkungan bawah. Gambar 4 mengilustrasikan bahwa lengkungan yang rata akan
lebih panjang pada panjang antero-posteriornya daripada lengkungan yang
melengkung, jika sebelum perawatan tidak ada ruang yang ditemukan di antara
gigi atau gigi yang penuh dan jika lebar lengkungan bawah dipertahankan selama
perawatan. Sebelum perawatan gigi seri bawah berada dalam posisi
anteroposterior yang memuaskan atau miring terlalu jauh ke labial, meratakan
kurva Spee dapat menggerakkan gigi seri terlalu jauh ke arah labial. Jika ada
cukup panjang lengkung berlebih di lengkungan, gigi seri dapat diratakan tanpa
memindahkannya terlalu Baldridge (1969) mempelajari 30 pasien yang kurva
Spee yang berlebihan pada Kurva Spee mandibula. Ketika gigi atas dan bawah
diamati dalam oklusi dari samping, gigi biasanya menyesuaikan, pada bidang
anteroposterior, dengan kurva yang dikenal sebagai kurva Spee. Kurva Spee
diratakan selama perawatan ortodontik. Selama perataan lengkung bawah, gigi
seri bergerak secara normal (Gambar 4). Gambar 4 tidak menggambarkan gerakan
gigi dan gaya yang terjadi pada perataan lengkungan bawah. Gambar 4
mengilustrasikan bahwa lengkungan yang rata akan lebih panjang pada panjang
antero-posteriornya daripada lengkungan yang melengkung, jika sebelum
perawatan tidak ada ruang yang ditemukan di antara gigi atau gigi yang penuh dan
jika lebar lengkungan bawah dipertahankan selama perawatan. Sebelum 13
perawatan gigi seri bawah berada dalam posisi anteroposterior yang memuaskan
atau miring terlalu jauh ke labial, meratakan kurva Spee dapat menggerakkan gigi

9
seri terlalu jauh ke arah labial. Jika ada cukup panjang lengkung berlebih di
lengkungan, gigi seri dapat diratakan tanpa memindahkannya terlalu Baldridge
(1969) mempelajari 30 pasien yang lengkungan dengan semua gigi permanen
erupsi, kecuali gigi geraham ketiga. Dia menemukan rata-rata panjang lengkung
tambahan yang dibutuhkan pada lengkung bawah untuk meratakan tanpa ujung
labial gigi seri adalah 3,54 +0,14 mm, dengan minimal 2,3 dan maksimal 5,2 mm.
Saat kurva Spee menjadi lebih dilebih-lebihkan, defisiensi panjang lengkung
meningkat. Baldridge mengembangkan metode untuk memprediksi panjang
lengkung tambahan yang diperlukan untuk meratakan lengkungan tertentu tanpa
menggerakkan gigi seri terlalu jauh ke labial pada gigi permanen. Dari bidang
datar antara gigi seri dan kurva yang menghubungkan gigi seri dan molar paling
distal di kedua sisi lengkung bawah. Bagilah jumlah dari kedua pengukuran ini
dengan 2 dan tambahkan molar kedua, ukur kedalaman terbesar dari jumlah 0,5
mm untuk mendapatkan perkiraan panjang lengkung tambahan yang diperlukan.18

Gambar 4 Leveling kurva spee. Panjang Lengkungan sebelum leveling (B-C)


Panjang lengkungan setelah leveling (A-D)

10
2.4 Analisis Moyers

- Analisis Gigi Campuran Moyers

Tujuan dari analisis gigi bercampur adalah untuk mengevaluasi jumlah ruang
yang tersedia di lengkung gigi untuk menggantikan gigi permanen dan
penyesuaian oklusal yang diperlukan. Banyak metode analisis gigi campuran telah
disarankan; namun, semuanya terbagi dalam dua kategori strategis: 19
1) Cuspid dan gigi premolar yang belum erupsi diperkirakan dari pengukuran
citra radiografi.19
2) Gigi yang memiliki ukuran cuspid dan premolar berdasarkan pengetahuan
tentang ukuran gigi permanen yang sudah tumbuh di dalam mulut. Korelasi antara
ukuran mandibula gigi seri dan kombinasi ukuran cuspids dan bicuspids di kedua
lengkung gigi cukup tinggi untuk memprediksi jumlah ruang yang dibutuhkan
untuk gigi yang tidak erupsi selama prosedur manajemen ruang. Gigi seri
mandibular telah dipilih untuk diukur, karena mereka tumbuh ke dalam mulut
pada awal gigi bercampur. Gigi seri rahang atas tidak digunakan dalam prosedur
prediktif mana pun, karena ukurannya menunjukkan terlalu banyak variabilitas,
dan korelasinya dengan kelompok gigi lain memiliki nilai prediksi yang lebih
rendah.19
- Prosedur di Lengkung Rahang Bawah
1) Mengukur dengan alat ukur pengukur gigi atau menunjuk ukuran Boley,
mesiodistal terbesar lebar masing-masing dari empat gigi seri rahang bawah. 19
2) Tentukan jumlah ruang yang dibutuhkan untuk kesejajaran gigi seri. Atur
ukuran Boley ke nilai yang sama dengan jumlah lebar gigi seri tengah kiri dan
gigi seri lateral kiri. Tempatkan satu titik pengukur di garis tengah puncak
alveolar di antara gigi seri tengah dan biarkan bagian lainnya berada di sepanjang
garis lengkung gigi di sisi kiri. Tandai pada gigi atau gips tepat di mana titik
permukaan distal gigi seri lateral akan menjadi sejajar. Ulangi proses ini untuk sisi
kanan lengkungan.(19,15)
3) Hitung jumlah ruang yang tersedia setelah penyejajaran gigi seri. Untuk
melakukan ini, ukur jarak dari titik yang ditandai pada garis lengkung ke

11
permukaan mesial gigi molar permanen pertama. Jarak ini adalah ruang yang
tersedia untuk cuspid dan dua bicuspids dan untuk penyesuaian gigi molar yang
diperlukan setelah gigi seri disejajarkan. Catat data untuk kedua sisi pada formulir
analisis gigi campuran.19
4) Prediksi ukuran lebar gabungan dari cuspid mandibula dan bicuspids.
Prediksi lebar gabungan dari kuspid, bikuspid pertama, dan bikuspid kedua
dilakukan dengan menggunakan grafik probabilitas. Cari di kolom kiri diagram
mandibula nilai yang paling mendekati jumlah lebar keempat gigi seri rahang
bawah. Di sebelah kanan adalah deretan gambar yang menunjukkan kisaran nilai
untuk semua ukuran cuspid dan bicuspids yang akan ditemukan untuk gigi seri
dengan ukuran yang ditunjukkan. Nilai pada tingkat probabilitas 75 persen dipilih
sebagai perkiraan, karena telah terbukti paling praktis dari sudut pandang klinis.19
- Prosedur di Lengkung Rahang Atas
Prosedurnya mirip dengan lengkungan bawah, dengan dua pengecualian:19
1) Diagram probabilitas yang berbeda digunakan untuk memprediksi jumlah
kuspid dan bikuspid atas.
2) Kelonggaran harus dibuat untuk koreksi overjet saat mengukur ruang yang
akan ditempati oleh gigi seri yang sejajar. Ingatlah bahwa lebar gigi seri bawah
digunakan untuk memprediksi gigi seri atas lebar cuspid dan bicuspid.

2.5 Analisis Kesling


Metode Kesling (diagnostic set-up model) adalah suatu metode yang digunakan
untuk mengetahui ruang yang diperlukan dari sebuah lengkung rahang, dengan
cara memisahkan gigi-gigi tersebut kemudian disusun kembali pada lengkung
asalnya baik rahang atas maupun rahang bawah dalam bentuk lengkung yang
dikehendaki sesuai posisi aksisnya.20 HD Kesling (1956) memperkenalkan
diagnostic set-up yang terbuat dari ekstra set model studi yang telah dipotong.
Diagnostik ini membantu para klinisi dalam menentukan rencana perawatan
karena mensimulasikan berbagai gerakan gigi yang harus dilakukan pada pasien.
Gigi individu dan prosesus alveolaris dipotong dari model menggunakan gergaji

12
dan diletakkan kembali pada posisi akhir yang diinginkan.19 Diagnostic set-up
merupakan bentuk komunikasi visual antara dokter dengan pasien untuk
menentukan rencana perawatan, dan dapat memberitahukan kepada pasien
perawatan apa yang dapat diberikan sekaligus keberhasilan perawatannya, serta
bertujuan untuk membantu dokter gigi dalam memperkirakan besar lengkung
yang tidak sesuai. Terdapat dua variabel yang digunakan dalam metode ini yaitu
panjang lengkung gigi dan panjang lengkung rahang. Perhitungan metode ini
dapat menunjukkan adanya crowding atau diastema pada lengkung gigi.21
Manfaat penggunaan diagnostic set-up:22

1) Membantu memvisualisasikan perbedaan ukuran gigi dengan panjang


lengkung rahang.
2) Sebagai panduan apabila dalam rencana perawatan diperlukan ekstraksi.
3) Membantu dalam memvisualisasikan pergerakan gigi yang diperlukan.
4) Metode ini juga dapat bertindak sebagai alat motivasi, karena perbaikan
posisi gigi dapat diperlihatkan kepada pasien.
- Metode Kesling Modifikasi
Metode kesling modifikasi atau sering disebut determinasi lengkung adalah
metode untuk menentukan kebutuhan ruang dalam perawatan ortodontik dan
merupakan penyederhanaan dari metode Kesling. Determinasi lengkung ini
dilakukan untuk mengetahui kebutuhan ruang agar mendapatkan lengkung yang
ideal. Prinsip dasar metode ini sama dengan prinsip metode Kesling, yaitu dengan
menetapkan diskrepansi antara lengkung gigi yang direncanakan dengan besar
gigi yang ditempatkan pada lengkung tersebut saat melakukan koreksi maloklusi.
Hanya saja pada metode Kesling menggunakan model gigi langsung, sedangkan
pada determinasi lengkung menggunakan plastik transparan.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Studi analisis adalah penilaian tiga dimensi dari busur gigi rahang atas
dan rahang bawah serta hubungan oklusalnya. Pentingnya metode
evaluasi ini untuk diagnosis ortodontik dan perencanaan perawatan.
Ada lima analisis model belajar pada makalah ini yaitu, analisis Pont,
Bolton, Arch length discrepancy , Moyers dan Kesling. Analisis Pont
membantu dalam menentukan lengkung gigi tergolong sempit, lebar,
atau normal; menentukan perlu tidaknya ekspansi lateral terhadap
lengkung gigi; dan menentukan besarnya kemungkinan ekspansi pada
regio premolar dan molar. Analisis Bolton membandingkan ukuran gigi
rahang bawah terhadap rahang atas, baik pada segmen anterior.
Analisis arch length discrepancy mengukur lebar lengkung gigi serta
perhitungan ukuran perbedaan panjang lengkung gigi. Pada analisis
Moyers terdapat analisis gigi bercampur yang bertujuan untuk
mengevaluasi jumlah ruang yang tersedia di lengkung gigi untuk
menggantikan gigi permanen dan penyesuaian oklusal yang diperlukan.
Sedangkan metode Kesling Metode Kesling adalah suatu metode yang
digunakan untuk mengetahui ruang yang diperlukan dari sebuah
lengkung rahang, dengan cara memisahkan gigi-gigi tersebut kemudian
disusun kembali pada lengkung asalnya baik rahang atas maupun
rahang bawah dalam bentuk lengkung yang dikehendaki sesuai posisi
aksisnya.

3.2 Saran
Dengan membaca karya tulis ini pembaca diharapkan mendapat pengetahuan dan
pemahaman baru mengenai beberapa analisis model belajar. Kami juga berharap

14
karya tulis ini digunakan dengan sebaik-baiknya dan dapat bermanfaat bagi
banyak orang.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Rakosi, T., Jonas, I., Graber, T.M. Color Atlas of Dental Medicine:
Orthodontic – Diagnosa. New York: Thieme Medical Publishers Inc. 1993. p
211- 212, 207-212.
2. Iyyer, B.S. Orthodontics: The Art and Science. Edisi 3. New Delhi: Arya
(Medi) Publishing House. 2003. p 71, 74, 173-178.
3. Gupta, D.S., Sharma, V.P., Anggarwal, S.P. Pont’s Index As Applied On
Indians, Angle Orthodontist. 1979;49(4): 269-271.
4. Stifter, J. A study of Pont’s, Howes’, Rees’, Neff’s, and Bolton’s Analyses On
Class I Adult Dentitions, Angle Orthodontist. 1958;28(4): 215-225.
5. Joondeph, D.R., Riedel, R.A., Moore, A.W. Pont’s Index: A Clinical
Evaluation, Angle Orthodontist. 1970;40(2): 112-118.
6. Salzmann, J.A. Principles of Orthodontics, Edisi 2. Philadelphia: Lippincott
Company. 1950. p 493.
7. Bishara, S.E., Jakobsen, J.R., Abdallah, E.M., Garcia A.F. Comparisons of
Mesiodistal and Buccolingual Crown Dimensions of The Permanent Teeth in
Three Populations From.1989
8. Glinka, J. Antropometri dan Antroposkopi, Edisi 3. Surabaya: Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga. 1990. p 5, 22, 41.
9. Susilowati. Hubungan Antara Sudut Interinsisal Dengan Derajat Konveksitas
Profil Jaringan Lunak Wajah Pada Suku Bugis dan Makassar. Dentika Dental
Journal. 2009;14(2): 125-128.
10. Bolton WA. Disharmony in Tooth Size and its Relation to the Analysis and
Treatment of Malocclusion, Angle Orthod. 1958; 28:113-30.
11. Bolton WA. The Clinical Application of a tooth-size Analysis, Am J Orthod.
1962;48: 504-29.
12. Lundstrum A. Intermaxillary Tooth Width Ratio and Tooth Alignment and
Occlusion, Acta Odont. Scand. 1954; 12: 265-92.

16
13. Stifter J . A Study of Pont’s, Howe’s, Ree’s, Neff’s and Bolton Analysis on
Class I Adult Dentitions, Angle Orthod. 1958; 28: 215-25.
14. Crossby DA, Alexander CG. The Occurrence of Tooth Size Discrepancies
among Different Malocclusion Groups. Am J Orthod Dentofac Orthop. 1989;
95: 457-61.
15. Lew KKK, Keng SB. Anterior Crown Dimension and Relationship in An
Ethnic Chinese Population with Normal Occlusion. Aust Orthod j. 1991; 12(2):
105-9.
16. Freeman JE, Maskeroni AJ, Lorton L. Frequency of Bolton Tooth-size
Discrepancies among Orthodontic Patients. Am J Orthod Dentofac Orthop.
1996; 110:24-7.
17. Soerjono RSL. Validitas Rasio Ukuran Mesio Distal antara Gigi-gigi Rahang
Atas dan Rahang Bawah menurut Bolton (thesis). Jakarta: Lembaga
Kedokteran Gigi Angkatan Laut. 1990.
18. Staley R.N., Reske N.T. Essentials of Orthodontics Diagnostics and
Treatment. UK: Wiley Blackwell. 1961. p 33-36
19. Singh G. Textbook of Orthodontic. 2 ed. India, New Delhi: Jaypee Brother
Medical Publishers. 2007. p 90-91
20. Hou HM, Wong RW, Hagg U. The Uses of Orthodontic Study Models in
Diagnosis and Treatment Planning. HK Dent J. 2006;3.
21. Abid AM et al. The Correlation Between Lower Incisor Crowding and Arch
Length Discrepancy (ALD). POJ. 2012;4:56-52
22. Prekumar Sridhar. Prep Manual for Undergraduates Orthodontics. Elsevier.
2008

17
18

Anda mungkin juga menyukai