Anda di halaman 1dari 52

PERBANDINGAN PENGUKURAN ANTERIOR RATIO

DAN OVERALL RATIO PADA PASIEN KLAS II


DIVISI SATU DENGAN STANDAR
PENGUKURAN BOLTON

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi


syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

SUMITHA GUNASELAN

NIM: 150600241

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019

1
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Orthodonsia
Tahun 2019

Sumitha Gunaselan

Perbandingan Pengukuran Anterior Ratio Dan Overall Ratio Pada Pasien Klas
II Divisi Satu Dengan Standar Pengukuran Bolton

xii + 30 halaman

Lebar mesiodistal gigi merupakan faktor penting dalam anomali ruang yang
menyebabkan maloklusi. Data ini penting untuk menegakkan diagnosis dan rencana
perawatan ortodonti yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbandingan pengukuran anterior ratio dan overall ratio pada pasien klas II divisi 1
dengan standar pengukuran Bolton. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
dengan rancangan cross-sectional. 38 sampel Klas II divisi 1 diambil dari Klinik
PPDGS Orthodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Sampel
penelitian berusia ≥ 16 tahun . Pengukuran gigi dilakukan dengan metode Mullen.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah, analisis Bolton yaitu, suatu
metode pengukuran yang mampu mengidentifikasi ketidakseimbangan dalam ukuran
gigi antara gigi rahang atas dan rahang bawah. Secara menyeluruh rerata dan standar
deviasi seluruh sampel bagi anterior ratio adalah 78,5%, dengan standar deviasi 2,7
(78,5 2,7). Hasil yang diperoleh, adalah lebih besar dari yang telah ditetapkan oleh
Bolton yaitu 77,2%. Maka dapat dilihat bahwa, rerata ukuran mesiodistal gigi yang
lebih tinggi dari ukuran gigi ideal Bolton pada sampel adalah pada bagian anterior
mandibula. Kemudian, bagi distribusi rerata dan standar deviasi bagi overall ratio
adalah, 91,1%, dengan standar deviasi 2,7 (91,1 2,7).Hasil yang diperoleh, adalah
sangat dekat dengan standar ratio Bolton yaitu, 91,3% tetapi masih kurang berarti,
terdapat ukuran mesiodistal gigi yang sedikit berlebihan pada maksila. Perbedaan
yang signifikan pada anterior ratio dan overall ratio apabila dibandingkan dengan

2
standar anterior ratio dan overall ratio Bolton adalah, bagi anterior ratio berdasarkan
hasil uji-t berpasangan diperoleh nilai p = 0,004 < 0,05, maka terdapat perbedaan
yang signifikan pada anterior ratio apabila dibandingkan dengan standar anterior
ratio Bolton. Pada overall ratio pula, berdasarkan hasil uji- t berpasangan diperoleh
nilai p = 0,679 > 0,05, maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada overall
ratio apabila dibandingkan standar overall ratio Bolton. Kesimpulannya, terdapat
perbedaan ukuran mesiodistal gigi pada bagian anterior sampel dan pada bagian
overall pula, tidak terdapat perbedaan ukuran mesiodistal gigi pada sampel Klas II
divisi 1 apabila dibandingkan dengan standar anterior ratio dan overall ratio Bolton
pada pasien di RSGM USU.

Dafter Rujukan : 39 ( 1907-2018)

3
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan


di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 22 Oktober 2019


Pembimbing TandaTangan

Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort. (K) ………………………...


NIP. 19520622 198003 1 001

4
TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

TIM PENGUJI SKRIPSI

KETUA : Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort (K)


ANGGOTA : 1. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort (K)
: 2. Mimi Marina Lubis, drg., Sp. Ort (K)

5
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan kurnia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
perbandingan pengukuran anterior ratio dan overall ratio pada pasien Klas II divisi
satu dengan standar pengukuran Bolton sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada kedua orang tua tercinta saya, yaitu Gunaselan Arumugam dan Thavamani
Krishnan, kakak dan adik tercinta Gayathry Gunaselan dan Saarveen Gunaselan yang
selalu ada untuk mendukung dan mendoakan penulis serta memberikan kasih sayang ,
kesabaran, bantuan, motivasi, pengorbanan dan materil yang tak ternilai pada penulis
sehingga penulis semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penelitian skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, saran dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Trelia Boel,drg., M.Kes., Sp.RKG (K) sebagai Dekan Fakultas


Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort (K) sebagai Ketua Departemen Ortodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Mimi Marina Lubis, drg., Sp.Ort (K) sebagai koordinator skripsi di
Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan
sebagai penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk penulis.
4. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort (K) sebagai pembimbing
yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan kesabaran untuk membimbing,
diskusi, dan memberi saran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

vi
5. Lasminda Syafiar, drg., M.Kes sebagai dosen pembimbing akademik atas
motivasi dan bantuannya kepada penulis selama masa pendidikan di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ortodonsia Universitas
Sumatera Utara atas bantuan dan motivasinya.
7. Teman teman seperjuangan angkatan 2015 yang saling mendukung satu
sama lain dalam pengerjaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan
keterbatasan ilmu dalam penulisan skripsi ini. Namun dengan kerendahan hati penulis
mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang
berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara khususnya di
Depatemen Orthodonsia.

Medan, 25 November 2019


Penulis,

Sumitha Gunaselan
NIM : 150600241

vii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………………………………
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………….
HALAMAN TIM PENGUJI……………………………………………
KATA PENGANTAR………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………… viii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… x
DAFTAR TABEL………………………………………………………. xi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………. xii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………….. 3
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………… 3
1.4 Hipotesis Penelitian……………………………………………… 3
1.5 Manfaat Penelitian……………………………………………….. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Analisis Bolton…………………………………………………. 4
2.1.1 Anterior Ratio…………………………………………….. 5
2.1.2 Overall Ratio……………………………………………... 6
2.2 Ukuran Mesiodistal Gigi………………………………………... 7
2.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Ukuran Mesiodistal Gigi….. 8
2.3 Maloklusi……………………………………………………….. 8
2.3.1 Klasifikasi Maloklusi Menurut Angle……………………. 8
2.3.1.1. Maloklusi Klas I Angle………………………………… 9
2.3.1.2 Maloklusi Klas II Angle………………………………... 10
2.3.1.2.1 Maloklusi Klas II Angle Divisi 1……………………… 11
2.3.1.2.2 Maloklusi Klas II Angle Divisi 2……………………... 11
2.3.1.3 Maloklusi Klas III Angle……………………………….. 12
2.4 Kerangka Teori…………………………………………………. 14
2.5 Kerangka Konsep……………………………………………….. 15

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian …………………………………………………. 16

viii
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………... 16
3.3 Populasi Penelitian………………………………………………. 16
3.4 Sampel Penelitian……………………………………………….. 16
3.4.1 Kriteria Inklusi …………………………………………… 16
3.4.2 Kriteria Eksklusi ………………………………………..... 16
3.4.3 Besar Sampel …………………………………………….. 17
3.5 Variabel Penelitian.……………………………………………… 17
3.5.1 Variabel tidak terkendali………………………………….. 17
3.5.2 Variabel Terkendali ………………………………………. 18
3.6 Definisi Operasional…………………………………………….. 18
3.7 Alat dan Bahan Penelitian………………………………………. 19
3.7.1 Alat ……………………………………………………….. 19
3.7.2 Bahan……………………………………………………… 19
3.8 Prosedur Penelitian……………………………………………… 19
3.9 Pengolahan dan Analisa Data…………………………………… 20
3.9.1 Pengolahan Data…………………………………………... 20
3.9.2 Analisis Data………………………………………………. 20
4.0. Ethical clearance………………………………………………… 20
5.0. Kerangka alur penelitian………………………………………… 21

BAB 4 HASIL PENELITIAN…………………………………………… 22

BAB 5 PEMBAHASAN………………………………………………….. 24

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………………………………….. 26


6.1 Kesimpulan…………………………………………………… 26
6.2 Saran………………………………………………………….. 26

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 27

LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pengukuran Gigi Anterior ………………………………………... 6


2. Pengukuran Gigi Keseluruhan……………………………………. 7
3. Oklusi Ideal………………………………………………….......... 9
4. Maloklusi Klas I Angle……………………………………………. 9
5. Klas I Angle Tipe 1…………………………………………........... 10
6. Klas I Angle Tipe 2………………………………………………… 10
7. Klas I Angle Tipe 3…………………………………………........... 10
8. Klas I Angle Tipe 4…………………………………………........... 10
9. Klas I Angle Tipe 5…………………………………………........... 10
10.Klas II Angle Divisi 1……………………………………............... 11
11.Klas II Angle Divisi 2……………………………………………... 11
12.Klas III Angle………………………………………....................... 12
13.Klas III Angle Tipe 1……………………………………………… 13
14.Klas III Angle Tipe 2…………………………………………….. 13
15.Klas III Angle Tipe 3……………………………………………… 13
16.Pengukuran Gigi Dengan Metode Mullen………………………… 19

x
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Rerata dan standar deviasi bagi anterior ratio dan overall ratio……. 22
2. Distribusi nilai mean apabila dibandingkan dengan batas mean
normal.……………………………………………………………….... 23
3. Hasil uji-t pada anterior ratio dan overall ratio apabila
Dibandingkan dengan standar anterior ratio dan overall ratio
Bolton…………………………………………………………………... 23

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Ethical Clearance
2. Surat Izin Penelitian
3. Hasil Analisis Statistik
4. Rincian Biaya Penelitian
5. Daftar Riwayat Hidup Peneliti

xii
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan perawatan ortodontik adalah untuk meningkatkan penampilan dan profil
wajah seseorang yang berpengaruh terhadap peningkatan kehidupan sosial dan
kualitas hidupnya, mendapat fungsi oklusi yang baik sehingga fungsi penguyahan
normal, serta stabiltas gigi setelah perawatan.1 Menurut Angle, oklusi normal terjadi
dimana tonjol mesiobukal molar pertama permanen rahang atas berada pada groove
bukal molar pertama permanen rahang bawah dan tersusun sesuai lengkung gigi
normal.2 Angle membagi maloklusi menjadi tiga tipe yaitu maloklusi Klas I Angle,
Klas II Angle dan Klas III Angle. Maloklusi Angle Klas II mempunyai presentasi
15% dalam populasi dunia dan kebanyakan kasus yang ditemui adalah maloklusi
Angle Klas II divisi 1.3 Maloklusi Klas II dilaporkan paling sering terlihat
ketidakharmonisan skeletal pada populasi ortodontik.4
Penyebab terjadinya maloklusi bisa disebabkan karena faktor genetik, faktor
lingkungan atau yang biasanya terjadi adalah kombinasi dari kedua faktor tersebut
yang terjadi secara bersamaan (multifaktor). Maloklusi dan deformitas gigi sangat
mempengaruhi estetika dan fungsi. Penampilan gigi yang buruk seperti crowded
parah pada gigi anterior, atau diastema mungkin dapat berpengaruh negatif pada
penampilan dentofasial secara umum. Hal ini sesuai dengan peneltian yang dilakukan
oleh Eduardo dan Carlos (2006) di Peru yang menyimpulkan bahwa maloklusi gigi
anterior berpengaruh negatif terhadap penampilan wajah dan psiokologis seorang
remaja sehingga dibutuhkan perawatan ortodonti untuk mengembalikan estetika dan
kepercayaan diri dari remaja tersebut.5 Masalah ketidakaturan susunan gigi yang
terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara ukuran gigi dan ukuran rahang
pasien mengakibatkan gigi tersusun dengan tidak rapi. Diskrepansi ukuran gigi atau
tooth size discrepancy (TSD) sudah ada saat gigi maksila dan mandibula tidak
proporsional antara satu sama lain. TSD anterior melibatkan enam gigi anterior
2

sedangkan TSD keseluruhan berhubungan dengan semua gigi tidak termasuk molar
dua permanen dan molar tiga permanen.2,6,7
Analisis Bolton adalah suatu metode pengukuran yang mampu mengidentifikasi
ketidakseimbangan dalam ukuran gigi antara gigi rahang atas dan rahang bawah,
yang sangat diperlukan selama perawatan ortodontik.6 Rasio mesiodistal gigi yang
paling banyak digunakan adalah yang dikemukakan oleh Bolton pada tahun 1958.7,8
Bolton melakukan penelitian perhitungan rasio lebar mesiodistal yang ideal pada
segmen anterior rahang atas dan rahang bawah (anterior ratio) begitu juga pada satu
lengkung rahang dari molar pertama kiri ke molar pertama kanan (overall ratio)
untuk koordinasi gigi mandibula dan maksila yang tepat. Dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Bolton, rata-rata rasio dari segmen anterior adalah 77,2%±SD1,65 dan
overall ratio adalah 91,3%±SD1,91.7,8,9,10 Proffit dkk., menyatakan adanya
diskrepansi ukuran gigi melebihi 1,5 mm harus dipertimbangkan untuk dilakukan
penyesuaian ukuran mesiodistal sebelum dilakukan perawatan ortodonti.11,12
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai perbandingan
pengukuran anterior ratio dan overall ratio pada pasien Klas II divisi 1 dengan
standar pengukuran Bolton. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan di Sudan oleh
Mahmoud dkk, telah menyatakan bahwa bagi maloklusi Klas II divisi 1 dalam hal
overall ratio yang diperoleh lebih rendah dari overall ratio Bolton (91.3%, SD ± 2).
Strujic juga menemukan ada kecenderungan untuk kelebihan ukuran gigi rahang atas
pada subjek dengan maloklusi Klas II pada populasi ortodontik.7,13 Lakshmi, Hamid,
Susan, Mujagic dkk pula telah menyatakan bahwa, tidak ada perbedaan yang
signifikan secara statistik ditemukan untuk anterior ratio dan overall ratio dalam
berbagai maloklusi apabila dibandingkan dengan rasio Bolton pada sampel
Jordanian.8,9,13,14
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang diuraikan di atas, peneliti tertarik
untuk meneliti perbandingan pengukuran anterior ratio dan overall ratio pada pasien
Klas II divisi 1 dengan standar pengukuran Bolton dikarenakan, peneliti ingin melihat
apakah hasil penelitian ini akan bervariasi atau bersamaan dengan hasil peneliti yang
3

lain. Peneliti juga ingin meneliti apakah penelitian ini dapat memberi panduan dalam
perencanaan perawatan ortodonti.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah rerata anterior ratio dan overall ratio analisis Bolton pada pasien
maloklusi Klas II divisi I di RSGM USU.
2. Apakah ada perbedaan anterior ratio dan overall ratio analisis Bolton pada
pasien maloklusi Klas II divisi I di RSGM USU.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui berapakah rerata anterior ratio dan overall ratio analisis
Bolton pada pasien maloklusi Klas II divisi I di RSGM USU.
2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan anterior ratio dan overall ratio
analisis Bolton pada pasien maloklusi Klas II divisi I di RSGM USU.
1.4 Hipotesis penelitian
Ada perbedaan pengukuran anterior ratio dan overall ratio pada pasien Klas II
divisi 1 apabila dibandingkan dengan standar pengukuran Bolton

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat teoritis pada penelitian ini adalah :
1. Bagi Klinisi, penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai
perbandingan pengukuran anterior ratio dan overall ratio pada pasien Klas II divisi 1
dengan standar pengukuran Bolton sehingga dapat dilakukan pertimbangan sebelum
menyusun rencana perawatan.
2. Sebagai penelitian awal untuk dikembangkan lagi menjadi penelitian yang lebih
lanjut.
Manfaat praktis pada penelitian ini adalah :
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dokter gigi pada umumnya dan
ortodontis khususnya dalam memahami bahwa pentingnya perbandingan pengukuran
anterior ratio dan overall ratio pada pasien Klas II divisi 1 dengan standar
pengukuran Bolton sebelum dilakukan perawatan ortodonti untuk mencapai hasil
perawatan yang lebih baik.
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu tujuan dalam perawatan ortodontik komprehensif adalah untuk


mendapatkan hasil fungsional dan estetika terbaik untuk pasien di akhir perawatan.
Andrews menyatakan bahwa ada 6 faktor utama dalam mendapatkan oklusi yang
normal. Keenam faktor tersebut adalah hubungan Klas I Angle, angulasi mahkota
normal, inklinasi mahkota normal, tidak ada rotasi, ruangan yang cukup dan kurva
spee yang datar atau sedikit melengkung. Keadaan yang abnormal pada satu atau
lebih pada 6 faktor utama tersebut akan menyebabkan seseorang mempunyai oklusi
yang tidak normal.4,15 Faktor lain yang mempengaruh oklusi normal adalah
diskrepansi ukuran gigi, yang sering menyebabkan gigi berjejal, kelebihan ruang
maupun hubungan interkuspasi yang tidak tepat. Diskrepansi ukuran gigi dapat
didefinisikan sebagai ketidakseimbangan proporsi ukuran gigi-geligi pada rahang atas
dan rahang bawah.8,16
Sebelum memulai suatu perawatan terhadap maloklusi, pengukuran dan analisis
ukuran gigi perlu diperhatikan agar susunan gigi tepat dalam lengkungnya dan untuk
memastikan interdigitasi, overbite, dan overjet pada akhir perawatan ortodontik.17
Beberapa jenis metode analisis ruang dan ukuran gigi telah dikembangkan dan
digunakan oleh ahli ortodonti seperti analisis Kesling, analisis Neff’s, namun yang
paling banyak digunakan adalah analisis Bolton.11,14,18

2.1 Analisis Bolton


Analisis Bolton adalah salah satu metode yang banyak digunakan untuk
mengetahui abnormalitas ukuran gigi. Bolton mengevaluasi 55 model studi dengan
oklusi normal. Bolton mengukur diskrepansi ukuran gigi dengan menjumlahkan lebar
mesiodistal gigi pada rahang atas dan rahang bawah. Dari hasil penelitiannya,
anterior ratio yang ideal adalah 77.2% dengan SD ±1.65 dengan pengukuran jumlah
5

6 gigi anterior. Overall ratio yang ideal adalah 91.3% dengan SD ± 1.91 pengukuran
dari batas molar pertama permanen kanan dan kiri.6,10

2.1.1 Anterior ratio


Lebar mesiodistal enam gigi anterior pada kedua rahang diukur dan kemudian
dijumlahkan. Pengukuran dimulai dari kaninus kiri hingga kaninus kanan, sehingga
gigi yang diukur adalah gigi 13 sampai dengan gigi 23 pada rahang atas dan gigi 33
sampai dengan gigi 43 pada rahang bawah. Jumlah lebar mesiodistal gigi anterior
pada rahang bawah dibagi dengan jumlah lebar mesiodistal gigi anterior pada gigi
rahang atas dan dikali seratus. Angka yang dihasilkan merupakan persentase
hubungan lebar mesiodistal gigi rahang bawah dengan lebar mesiodistal pada rahang
atas, yang disebut dengan anterior ratio. Anterior ratio dapat dirumuskan dengan
8,13,19

Menurut penelitian Bolton, jumlah lebar mesiodistal enam gigi anterior rahang
bawah dibagi dengan enam gigi anterior rahang atas dan dikali seratus akan
menghasilkan anterior ratio sebesar 77,2% dengan SD ± 1,65.
Jika anterior ratio lebih besar dari 77,2%, maka diskrepansi terjadi karena
lebar gigi anterior rahang bawah berlebihan.20
Jumlah kelebihan gigi mandibula ditentukan dalam formula berikut:

maksila 6 77.2
Mandibula 6 −

Sebaliknya, bila anterior ratio lebih kecil dari 77,2%, maka diskrepansi yang
terjadi disebabkan oleh lebar gigi anterior rahang atas yang berlebihan.20,21
Jumlah kelebihan gigi maksila ditentukan dalam formula berikut:
6

mandibula 6
Maksila 6 −
77.2

Gambar 1. Pengukuran lebar mesiodistal gigi 13-23


dan gigi 33-43 untuk memperoleh
anterior ratio.24

2.1.2 Overall ratio


Lebar mesiodistal dua belas gigi pada kedua rahang diukur dan kemudian
dijumlahkan. Pengukuran dimulai dari molar pertama kiri hingga molar pertama
kanan, sehingga gigi yang diukur adalah gigi 16 sampai dengan gigi 26 pada rahang
atas dan gigi 36 sampai dengan gigi 46 pada rahang bawah. Kemudian, jumlah lebar
mesiodistal gigi pada rahang bawah dibagi dengan jumlah lebar mesiodistal gigi pada
rahang atas dan dikali seratus. Angka yang dihasilkan akan berupa persentase
hubungan lebar mesiodistal gigi rahang bawah dengan lebar mesiodistal gigi rahang
atas, yang disebut overall ratio. Overall ratio dapat dirumuskan dengan : 19,21

Overall ratio =

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bolton, overall ratio yang didapatkan
adalah 91,3% dengan SD ± 1,91.22,23
7

Jika overall ratio lebih besar dari 91,3%, maka diskrepansi terjadi karena lebar
gigi rahang bawah berlebihan.20
Jumlah kelebihan gigi mandibula ditentukan dalam formula berikut:

maksila 2 9 ,3
Mandibula 2 −

Sebaliknya, bila overall ratio lebih kecil dari 91,3%, maka diskrepansi yang
terjadi disebabkan oleh lebar gigi rahang atas yang berlebihan.20,21
Jumlah kelebihan gigi maksila ditentukan dalam formula berikut:

𝑚𝑎𝑛𝑑𝑖𝑏𝑢𝑙𝑎 2
𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑙𝑎 2 −
9 ,3

Gambar 2: Pengukuran lebar mesiodistal gigi 16-26


dan gigi 36-46 untuk memperoleh overall
ratio.24
8

2.2. Ukuran mesiodistal gigi.


Hubungan ukuran gigi maksila dan mandibula penting untuk mencapai overjet,
overbite, dan fungsi oklusal yang ideal setelah perawatan ortodontik dan sering
disebut sebagai "seventh key".38,39 Ukuran gigi dapat mempengaruhi hasil akhir dan
stabilitas perawatan ortodontik.24 Berbagai penelitian telah dilakukan berupaya
menilai ukuran gigi perbedaan yaitu Black, Bolton, Ballard, Lundstrom, dll.25 Cara
mengukur ukuran gigi adalah dengan mengukur lebar mesiodistal masing-masing gigi
diukur pada jarak terlebar antara titik kontak.13,23,26

2.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Ukuran Mesiodistal Gigi


Baydas et al, mempelajari subjek yang diterapkan untuk perawatan ortodontik
dan saudara mereka (106 perempuan dan 78 pria), untuk menemukan efek
heritabilitas pada perbedaan ukuran gigi Bolton dan menemukan bahwa jika pasien
memiliki perbedaan ukuran gigi, masalah yang sama dapat dilihat pada saudara
dengan jenis kelamin yang sama. Faktor utama yang dapat mempengaruhi ukuran
gigi adalah faktor genetik tetapi ada juga faktor lain yang dapat mempengaruhi
seperti, nutrisi dan ras.2,4,27

2.3 Maloklusi
Maloklusi dapat terjadi sebagai akibat dari faktor yang ditentukan secara
genetik, yaitu faktor keturunan, atau lingkungan. atau lebih umum kombinasi faktor
keturunan dan lingkungan yang bekerjasama.28 Menurut Angle, maloklusi
didefinisikan sebagai suatu penyimpangan oklusi normal. Menurut Proffit pada tahun
1986, maloklusi dapat disertai dengan adanya ketidakharmonisan susunan gigi antar
rahang seperti rotasi, tipping, infra-oklusi maupun supraoklusi, dan
ketidakharmonisan relasi antar rahang terhadap oklusi normal. Oklusi normal
menurut Angle didefinisikan sebagai tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas
berkontak dengan groove bukal molar pertama rahang bawah dan gigi tersusun secara
rapi pada lengkung rahang. Maloklusi telah menjadi suatu permasalahan besar pada
9

negara maju dengan suatu prevalensi yang tinggi dan menjadi suatu perhatian dalam
bidang pelayanan kesehatan.4, 29

2.3.1 Klasifikasi Maloklusi Menurut Angle


Angle mengklasifikasi oklusi menurut hubungan molar dan ini tetap menjadi
sebagian besar klasifikasi maloklusi yang diakui secara internasional. Saat
memandang oklusi ideal, Angle menemukan bahwa puncak mesiobukal molar
permanen pertama rahang atas harus oklusi dengan sulkus antara mesial dan distal
bukal cusp gigi molar permanen pertama rahang atas. Dengan menggunakan
hubungan posisi mesiodistal ini, Angle telah menemukan beberapa klasifikasi
maloklusi yaitu, Klas I , Klas II, Klas II divisi 1 , Klas II divisi 2 dan Klas III.29,30

Gambar 3: Oklusi ideal yang tidak dilakukan


perawatan.26
10

2.3.1.1.Maloklusi Klas I Angle

Gambar 4. Maloklusi Klas I.20

Maloklusi Klas I memiliki hubungan molar satu yang sama dengan oklusi
normal, dimana cusp mesiobukal dari molar satu permanen rahang atas dan beroklusi
pada groove bukal yang terletak di antara cusp mesial dan distal bukal molar satu
permanen rahang bawah. Maloklusi Klas I pada umumnya memiliki gigi yang normal
dari arah anteroposterior yang dikombinasi dengan adanya suatu penyimpangan
ukuran gigi dengan panjang lengkung rahang. Penyimpangan yang
biasa terjadi adalah crowded, memiliki gigi yang lebih besar dengan panjang
lengkung yang lebih kecil serta memiliki lebar lengkung yang lebih kecil. Gigitan
silang anterior dan posterior juga dapat ditemukan pada pasien dengan maloklusi Klas
I.28,31,32 Dewey mengemukakan suatu modifikasi dari klasifikasi maloklusi Angle
yang menbagi Klas I menjadi 5 tipe, yaitu :33
11

A B C

D E

A.Maloklusi Klas I tipe 1 yaitu crowded pada gigi anterior. B.Maloklusi Klas I tipe 2
yaitu protrusi pada gigi insisivus maksila. C. Maloklusi Klas I tipe 3 yaitu gigitan
terbalik anterior. D. Maloklusi Klas I tipe 4 yaitu relasi molar Klas I dengan gigitan
terbalik posterior. E. Maloklusi klas I tipe 5 yaitu molar permanen telah terjadi
pergeseran ke arah mesial karena pencabutan dini pada molar satu desidui atau molar
dua desidui.20

2.3.1.2 Maloklusi Klas II Angle


Maloklusi Klas II memiliki hubungan lengkung gigi yang tidak normal dengan
posisi gigi molar satu mandibula berada lebih ke distal dari gigi molar satu maksila.
Angle membagi maloklusi Klas II menjadi maloklusi Klas II divisi 1, maloklusi Klas
II divisi 2, dan maloklusi Klas II subdivisi. Maloklusi Klas II Angle subdivisi
memiliki karakteristik Klas II maloklusi pada satu sisi dan Klas I oklusi pada sisi
yang berlawanan. Klas II subdivisi dapat mencakup asimetri skeletal, asimetri
dentoalveolar atau kombinasi dari keduanya. Maloklusi Klas II subdivisi memiliki
hubungan yang asimetri antara sisi kanan dan kiri, sehingga klinisi harus mampu
menentukan penyebab utama dari asimetri ini untuk memberikan perawatan yang
terbaik. Pada penelitian Cassidy dkk., melaporkan bahwa 50% dari 98 subjek
penelitian dengan maloklusi Klas II subdivisi menunjukkan pergeseran midline
mandibula terhadap midline wajah, sehingga dapat diartikan maloklusi Klas II
subdivisi lebih banyak disertai dengan asimetri mandibula. Pada umumnya faktor
12

skeletal sebagai penyebab dan terlihat deviasi dagu ke sisi Klas II. Faktor utama yang
berkonstribusi pada maloklusi Klas II subdivisi adalah defisiensi pada mandibula
karena terjadi pengurangan pada tinggi ramus dan panjang mandibula pada sisi Klas
II. Alavi dkk., menyatakan bahwa faktor utama yang berkonstribusi untuk terjadinya
hubungan asimetri ini adalah komponen dentoalveolar.32,34,35

A B

Gambar 10: A.Maloklusi Klas II divisi 1. B.Maloklusi Klas II divisi 2.20

2.3.1.2.1 Maloklusi Klas II Angle Divisi 1


Maloklusi Klas II divisi 1 memiliki gigi rahang bawah dengan posisi lebih ke
distal dari gigi rahang atas. Protrusi gigi insisivus atas umum ditentukan pada
maloklusi ini, sehingga akan menghasilkan overjet lebih besar dari normal. Hubungan
molar satu permanen pada maloklusi ini menunjukkan cusp distobukal dari gigi molar
satu atas beroklusi pada bukal groove dari molar satu permanen bawah dan ujung
mahkota kaninus maksila beroklusi di dekat permukaan mesial dari kaninus
mandibular. Pasien dengan maloklusi ini dapat atau tidak memiliki gigi crowded dan
memiliki variasi dalam derajat dari overbite, dari openbite hingga deep overbite.
Rata-rata pada individu dengan maloklusi Klas II divisi 1 memiliki lebar lengkung
maksila yang lebih sempit dibanding dengan individu dengan oklusi normal.32,33,36,37
13

2.3.1.2.2 Maloklusi Klas II Angle Divisi 2


Pada maloklusi Klas II divisi 2, inklinasi insisivus sentralis atas lebih ke
lingual. Hal ini menunjukkan perbedaan dengan maloklusi Klas II divisi 1 dimana
terdapat inklinasi labial yang besar. Jumlah dari insisivus maksila dengan inklinasi ke
lingual bervariasi antara keempat gigi insisivus rahang atas. Posisi dari insisivus
dengan inklinasi ke lingual akan menghasilkan nilai overjet yang kecil hingga sedang.
Oleh karena inklinasi insisivus yang lebih ke lingual, maka overbite akan ditemukan
lebih dalam dari biasanya. Collum angle antara panjang aksis dari mahkota dengan
panjang aksis dari akar pada insisivus sentralis maksila memiliki derajat lebih besar
pada pasien maloklusi Klas II divisi 2 dibandingkan dengan kelompok oklusi normal.
Pasien dengan maloklusi Klas II divisi 2 yang memiliki derajat collum angle yang
besar pada umumnya memiliki overbite yang lebih besar
dari normal. Lengkung maksila dan mandibula pada pasien dengan maloklusi ini
lebih sempit dibandingkan dengan oklusi normal.32,33,36

Gambar 12. Maloklusi klas III.39

2.3.1.3 Maloklusi Klas III Angle


Posisi gigi molar satu permanen pada rahang bawah lebih ke arah mesial dari
gigi molar satu permanen rahang atas dan umumnya terlihat gigitan terbalik anterior
terdapat pada maloklusi Klas III Angle. Cusp mesiobukal dari molar satu rahang atas
14

beroklusi pada embrasure di antara molar satu dan molar dua permanen rahang
bawah. Lengkung gigi maksila cenderung terjadi crowded dibanding mandibula.
Lebar lengkung maksila lebih sempit dibanding oklusi normal. Sempitnya lengkung
gigi maksila dan adanya penyimpangan anteroposterior pada lengkung sering
dihubungkan dengan adanya gigitan terbalik posterior.32 Dewey memodifikasi
klasifikasi maloklusi Klas III Angle menjadi 3 tipe yaitu :33

A B C

A.Maloklusi Klas III tipe 1 yaitu lengkung gigi atas dan bawah ketika dilihat
secara terpisah menunjukkan deretan yang normal tetapi, ketika lengkung
dioklusikan akan menunjukkan insisivus yang edge to edge. B.Maloklusi Klas III
tipe 2 dimana insisivus mandibular mengalami crowded dan memiliki hubungan
lingual terhadap insisivus maksila. C. Maloklusi Klas III tipe 3 yaitu, insisivus maksila
mengalami crowded dan memiliki hubungan gigitan terbalik terhadap anterior
mandibular
15

2.4 Kerangka Teori

MALOKLUSI

KLASIFIKASI ANGLE DISKREPANSI UKURAN GIGI

ANALISIS FAKTOR YANG


Klas I Klas II Klas III MEMPENGARUHI
Angle Angle Angle
Kesling Umur

Howes
Klas II Klas II
Divisi 1 Divisi 2 Bolton ≥ 16

Carey’s

Ponts
Jenis kelamin
Linder Harth
Index
Korkhaus Laki-laki
Mixed
Dentition Perempuan
Moyer’s

Pasien di RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas


Sumatera Utara.
16

2.5 Kerangka Konsep

Perbandingan Pengukuran Anterior


Lebar Mesiodistal Gigi Ratio Dan Overall Ratio Pada
Pasien Klas II Divisi 1

Standar Pengukuran Bolton


17

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain cross
sectional. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan perbandingan pengukuran
anterior ratio dan overall ratio pada pasien Klas II divisi satu dengan standar
pengukuran Bolton

3.2 Tempat dan waktu penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas kedokteran gigi Universitas Sumatera
Utara yang beralamat di Jl. Alumni No.2 USU, Medan dan waku penelitian
dilaksanakan pada bulan Agustus 2019 sampai November 2019.

3.3 Populasi penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah pasien di RSGM USU dengan usia ≥ 16
tahun.

3.4 Sampel Penelitian


Pada penelitian ini sampel dipilih dengan metode purposive sampling yaitu
pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4.1 Kriteria Inklusi


a. Usia ≥ 16 tahun
c. Gigi permanen lengkap (kecuali molar ke-2 dan 3).
d. Tidak memakai protesa.
e. Tidak sedang dirawat atau pernah dirawat ortodonti.
18

3.4.2 Kriteria Eksklusi:


Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Adanya kelainan jumlah gigi (agenesis / supernumerary)
b) Adanya kelainan bentuk gigi ( peg shaped )
c) Adanya kelainan ukuran gigi (makrodonsia / mikrodonsia)
d) Adanya fraktur dan atrisi pada gigi
e) Adanya kehilangan gigi (missing teeth)
f) Adanya tambalan interproksimal

3.4.3 Besar Sampel


Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan rumus :

n≥{ }2
keterangan :

n = besar sampel

Zα = derajat batas atas; untuk α = 0,05 Zα = 1,96

Zβ = derajat batas bawah; untuk β = 0,010 Zβ = 1,282

σ = standar deviasi prakiraan perbedaan = 0,43

d = selisih rerata yang bermakna = 0,22

sehingga :

, , ,
n≥{ ,
}2
n ≥ 38,31 = 38 orang
19

Maka sampel yang dipergunakan dalam penelitian adalah 38 model studi susunan
gigi-geligi pasien yang terdiri dari kelompok maloklusi klas II divisi 1 dari RSGM
USU yang memenuhi kriteria yang diterapkan.

3.5 Variabel Penelitian


3.5.1 Variabel tidak terkendali
- Deskrepansi ukuran gigi
- Anterior ratio dan overall ratio Bolton.

3.5.2 Variabel Terkendali


- Umur ≥ 16 tahun

- Jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan

- Kelompok maloklusi yaitu Klas II divisi 1

3.6 Definisi Operasional


No Variabel Definisi operational Cara ukur Skala
ukur
1 Maloklusi Memiliki gigi rahang bawah dengan Kaliper Nominal
Klas II posisi lebih ke distal dari gigi rahang
Angle atas sehingga akan menghasilkan
divisi 1 overjet lebih besar dari normal

2 Usia Lamanya hidup seseorang dari lahir Data rekam Ordinal


sampai dengan sekarang yang diukur medik
dalam tahun.

3 Jenis Karakteristik biologis dari lahir yang Data rekam Nominal


Kelamin bersifat permanen medik
20

4 Anterior Perbandingan jumlah ukuran lebar Kaliper Numerik


ratio mesiodistal gigi menurut analisis
Bolton yaitu jumlah mesiodistal 6 gigi
anterior rahang bawah dibagi jumlah
lebar mesiodistal 6 gigi anterior rahang
atas
lalu dikalikan 100%.

5 Overall Perbandingan jumlah ukuran lebar Kaliper Numerik


ratio mesiodistal gigi menurut analisis
Bolton yaitu jumlah lebar mesiodistal
gigi kesuluruhan hingga batas
molar pertama rahang bawah dibagi
jumlah lebar mesiodistal gigi
keseluruhan hingga batas molar
pertama rahang atas lalu dikalikan
dengan 100%.

3.7 Alat dan Bahan Penelitian


3.7.1 Alat
1.Pulpen dan Pensil
2. Penggaris
3. Kalkulator
4. Kaliper
5. Penghapus
21

3.7.2 Bahan
1. Model gigi pasien.

Gambar 16. Pengukuran lebar mesiodistal gigi


dengan kaliper dengan metode
Mullen.38

3.8 Prosedur Penelitian


1) Peneliti melakukan pengumpulan data pasien berdasarkan rekam medik dan
model gigi dari RSGM USU Medan.
2) Data disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

3) Dilakukan persiapan alat dan bahan yang akan digunakan untuk penelitian.

4) Peneliti mengukuran lebar mesiodistal gigi pada rahang atas dan bawah
dengan batas gigi molar pertama permanen dengan metode Mullen.

5) Buat titik pada model sebagai pedoman untuk pengukuran dengan


menggunakan pensil.

6) Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaliper digital.

7) Peneliti memasukkan jumlah ukuran gigi ke dalam rumus anterior dan


overall ratio Bolton.

8) Peneliti meneliti apakah ukuran gigi rahang bawah atau rahang atas yang
berlebihan.
22

9) Setelah menentukaan, peneliti menggunakan lagi rumus Bolton untuk


mendapatkan jumlah ukuran gigi yang berlebihan dari yang ideal.

10) Data yang diperoleh dilakukan pengolahan dan analisis data.

3.9 Pengolahan dan Analisa Data


Data yang diperoleh akan diolah dan di analisis sebagai berikut :

3.9.1 Pengolahan Data


Pengolahan data dengan program statistik secara komputerisasi.

3.9.2 Analisa Data


1. Dihitung rerata dan standar deviasi pada anterior ratio pasien.
2. Dihitung rerata dan standar deviasi pada overall ratio pasien.
3. Dilakukan pengujian normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk
4. Apabila data berdistribusi normal, digunakan Uji-t berpasangan (paired t-test)
5. Namun apabila data tidak berdistribusi normal, digunakan Uji Will Coxon

4.0. Ethical Clearance


Ethical clearance diperoleh dengan mengajukan surat permohonan izin
penelitian pada komisi etik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
23

5.0 Kerangka Alur Penelitian

Melakukan pengumpulan data pasien berdasarkan rekam medik dan model


gigi dari RSGM USU Medan.

Data disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Dilakukan persiapan alat dan bahan yang akan digunakan untuk penelitian.

Mengukuran lebar mesiodistal gigi pada rahang atas dan bawah dengan batas
gigi molar pertama permanen dengan metode Mullen.

Buat titik pada model sebagai pedoman untuk pengukuran dengan


menggunakan pensil.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaliper.

Memasukkan jumlah ukuran gigi ke dalam rumus anterior dan overall ratio
Bolton.

Meneliti apakah ukuran gigi rahang bawah atau rahang atas yang berlebihan.

Setelah menentukaan, digunakan lagi rumus Bolton untuk mendapatkan jumlah


ukuran gigi yang berlebihan dari yang ideal.

Data yang diperoleh dilakukan pengolahan dan analisis data dengan


menggunakan Uji Shapiro-Wilk, Uji-t berpasangan dan uji Will Coxon

Terdapat perbedaan ukuran mesiodistal gigi pada bagian anterior sampel dan
pada bagian overall pula, tidak terdapat perbedaan ukuran mesiodistal gigi pada
sampel Klas II divisi 1 apabila dibandingkan dengan standar anterior ratio dan
overall ratio Bolton pada pasien di RSGM USU.
24

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 38 model gigi pasien
Klas II divisi 1 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Berdasarkan hasil
pengukuran dan pengamatan pada model gigi, dilakukan uji statistik deskriptif untuk
mengetahui perbandingan pengukuran anterior ratio dan overall ratio pada pasien
Klas II divisi 1 dengan standar pengukuran Bolton dalam bentuk rerata, standar
deviasi, frekuensi dan presentase. Uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-
Wilk telah dilakukan. Berdasarkan hasil pengujian normalitas pada tabel di atas,
diketahui seluruh nilai p > 0,05, maka data berdistribusi normal.

4.1 Rerata dan standar deviasi bagi anterior ratio dan overall ratio.
Tabel 1 menunjukan rerata dan standar deviasi bagi anterior ratio dan overall
ratio. Bagi anterior ratio rerata yang diperoleh adalah 78,5%, dengan standar deviasi
2,7 (78,5 2,7) yaitu, lebih besar dari anterior ratio ideal Bolton. Bagi overall ratio
yang diperoleh adalah 91,1%, dengan standar deviasi 2,7 (91,1 2,7) yaitu, kurang
dari overall ratio ideal Bolton.

Tabel 1 : Rerata dan standar deviasi bagi anterior ratio dan overall ratio.

Rerata Standar Deviasi

Anterior Ratio 78.5 2.7

Overall Ratio 91.1 2.7

4.2 Distribusi nilai mean apabila dibandingkan dengan batas mean normal.
Pada table 2 distribusi nilai mean anterior ratio ideal Bolton adalah diantara
73,9-80,5% dan bagi overall ratio ideal Bolton adalah 87,5-95,1%. Distribusi nilai
25

mean anterior ratio dan overall ratio yang diperoleh dari penelitian ini adalah 75,8-
81,2% dan 88,4-93,8%. Bagi anterior ratio terdapat nilai mean berlebihan sebanyak
0,7 yang diluar batas normal. Bagi overall ratio pula tidak terdapat nilai mean diluar
batas normal.

Tabel 2. Destribusi nilai mean apabila dibandingkan dengan batas mean


normal
Rasio Bolton Destribusi Ideal Destribusi dari Nilai mean yang
Bolton (n) Penelitian(n) diluar batas
normal
Anterior Ratio 73,9-80,5 75,8- 81,2  0,7
Overall Ratio 87,5-95,1 88,4-93,8 -

4.3 Hasil uji-t pada anterior ratio dan overall ratio apabila dibandingkan
dengan standar anterior ratio dan overall ratio Bolton.
Selanjutnya digunakan uji-t berpasangan untuk menguji apakah terdapat
perbedaan yang signifikan pada anterior ratio dan overall ratio apabila dibandingkan
dengan standar anterior ratio dan overall ratio Bolton. Bagi anterior ratio,
berdasarkan hasil uji-t berpasangan diperoleh nilai p = 0,004 < 0,05, maka terdapat
perbedaan yang signifikan anterior ratio apabila dibandingkan dengan standar
anterior ratio Bolton. Pada overall ratio pula, berdasarkan hasil uji-t berpasangan
diperoleh nilai p = 0,679 > 0,05, maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan
overall ratio apabila dibandingkan standar overall ratio Bolton.

Tabel 3. Perbedaan yang signifikan pada anterior ratio dan overall ratio
apabila dibandingkan dengan standar anterior ratio dan overall ratio
Bolton.
Rasio Bolton Rerata SD P
Anterior ratio 1.37 2.78 .004
Overall ratio 0.18 2.72 .679
26

BAB 5

PEMBAHASAN

Maloklusi Klas II divisi 1 memiliki gigi rahang bawah dengan posisi lebih ke
distal dari gigi rahang atas. Protrusi gigi insisivus atas umum ditentukan pada
maloklusi ini, sehingga akan menghasilkan overjet lebih besar dari normal. Bagi
mendapatkan oklusi yang baik, ukuran gigi maksila dan mandibula haruslah
proposional. Analisis Bolton merupakan suatu rumus yang banyak digunakan untuk
menentukan ukuran mesiodistal gigi.10,32,39
Pada tabel 1 rerata dan standar deviasi seluruh sampel bagi anterior ratio
adalah 78,5%, dengan standar deviasi 2,7 (78,5 2,7). Hasil yang diperoleh, adalah
lebih besar dari yang telah ditetapkan oleh Bolton yaitu 77,2%. Maka dapat dilihat
bahwa, rerata ukuran mesiodistal gigi yang lebih besar dari ukuran gigi ideal Bolton
pada sampel adalah pada bagian anterior mandibula. Kemudian, bagi rerata dan
standar deviasi bagi overall ratio adalah, 91,1%, dengan standar deviasi 2,7
(91,1 2,7). Hasil yang diperoleh, adalah sangat dekat dengan standar ratio Bolton
yaitu, 91,3% tetapi masih kurang, berarti, terdapat ukuran mesiodistal gigi yang
sedikit berlebihan pada bagian maksila. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Mahmoud dkk di mageet specialized dental clinic di Khartoum,
Sudan. Mereka telah menemukan anterior ratio bagi keseluruhan sampelnya adalah
78,11% dan overall ratio sebanyak 90,73%. Penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Narender dkk di Dental College, Rohtak. Mereka
memperoleh anterior ratio 77,89% dan overall ratio 90,45%.7,2
Tabel 2 dan 3 sangat berkaitan antara satu sama lain. Hal ini disebabkan,
menurut Crosby dan Alexander, nilai mean yang lebih dari dua standar deviasi dari
rerata anterior ratio ideal Bolton dikatakan, terdapat TSD berlebihan sebanyak 2-3
mm yang harus dianggap signifikan secara klinis.10,25 Oleh itu, Dari table 2, destribusi
nilai mean anterior ratio ideal Bolton apabila ditambah dua standar deviasi adalah
80,5% tetapi nilai mean anterior ratio yang diperoleh dari penelitian ini adalah 81,2%
27

dimana, terdapat nilai mean berlebihan sebanyak 0,7 yang diluar batas normal. .
Maka pada table 3 dapat dilihat, perbedaan yang signifikan pada anterior ratio
berdasarkan hasil uji-t berpasangan diperoleh nilai p = 0,004 < 0,05 , hasil
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada anterior ratio apabila
dibandingkan dengan standar anterior ratio Bolton. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh, Batool et al yang telah menyatakan bahwa dari
penelitiannya dapat diketahui terdapat perbedaan yang signifikan pada anterior ratio
pada pasian klas II.25 Pada overall ratio pula, destribusi nilai overall ratio ideal
Bolton apabila ditambah dua standar deviasi adalah 95,1% tetapi nilai mean anterior
ratio yang diperoleh dari penelitian ini adalah 93,8% . Maka pada table 3 bagi overall
ratio, berdasarkan hasil uji-t berpasangan diperoleh nilai p = 0,679 > 0,05, maka tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada overall ratio apabila dibandingkan dengan
standar overall ratio Bolton. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Lakshmi dkk yang dilakukan di Departemen of Orthodontics di Meenakshi
Ammal Dental College, Chennai, Hamid dkk yang telah melakukan penelitian di
Shiraz Dental School, dan Mahmoud dkk di Khartoum, Sudan. Penelitian mereka
juga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan overall ratio
apabila dibandingkan dengan satandar overall ratio Bolton. 7,8,9
28

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian perbandingan pengukuran anterior ratio dan
overall ratio pada pasien Klas II divisi 1 dengan standar pengukuran Bolton, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Secara menyeluruh bagi anterior ratio ukuran mesiodistal gigi adalah
lebih besar dari ukuran ideal Bolton pada bagian mandibula.
2. Bagi overall ratio, ukuran mesiodistal gigi adalah lebih besar dari
ukuran ideal Bolton pada bagian maksila.
3. Bagi anterior ratio berdasarkan hasil uji-t berpasangan diperoleh nilai p
=0,004 < 0,05, maka terdapat perbedaan yang signifikan pada anterior ratio apabila
dibandingkan dengan standar anterior ratio Bolton.
4. Pada overall ratio pula, berdasarkan hasil uji-t berpasangan diperoleh
nilai p = 0,679 > 0,05, maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada overall
ratio apabila dibandingkan dangan standar overall ratio Bolton.

6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan pengukuran
anterior ratio dan overall ratio pada pasien Klas II divisi 1 dengan standar
pengukuran Bolton pada ras dan suku tertentu.
2
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan faktor lain
yang berpengaruh terhadap terjadinya Klas II Divisi l seperti bad habits, asupan
nutrisi, genetik, faktor lingkungan yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan
perkembangan seseorang.
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Ragil I, Sri S, Soekarsono H. Perawatan Maloklusi Angle Klas II Divisi I


Menggunakan Bionator Myofungsional. Maj Ked Gi. Juni 2014; 21(1): 97-
101.
2. Hassan R, Rahimah A. Occlusion, Malocclusion And Method Of
Measurements. Archives Of Orofacial Sciences (2007) 2, 3-9
3. Araujo E, Souki M. Bolton anterior tooth size discrepancies among different
malocclusion groups. Angle Orthod. 2003; 73(3): 307-13.
4. Ozgur S, Hakan T. Comparison Of Dental Arch And Alveolar Widths Of
Patients With Class II, Division 1 Malocclusion And Subjects With Class I
Ideal Occlusion. Angle Orthodontist, Vol 74, No 3, 2004.
5. Rafinus A, Sunnati, Rizky K. Impact of several anterior protrusive
malocclusion characteristic on the psychosocial status of adolescence aged 15-
17 years by using pidaq index (study in 4 senior high school banda aceh).
Cakradonya Dent J 2016; 8(2):132-138.
6. Endo T, Uchikura K, Ishida K et al. Threshold for clinically significant tooth-
size discrepancy. Angle Orthod 2009; 79(4): 740-6.
7. Mahmoud NM1, Eltahir HE1,Mageet AO2. Tooth size discrepancy among
different malocclusion groups in a sudanese sample. Journal of Orthodontics
& Endodontics. 2017;Vol. 3 No. 3: 10.
8. Fattahi HR, Pakshir HR, Hedayati Z. Comparison of tooth size discrepancies
among different malocclusion groups. Eur J Orthod. 2006; 28: 491-5.
9. Prasanna AL, Venkatramana V, Aryasri AS, Katta AK, Santhanakrishnan K.
Evaluation and comparison of intermaxillary tooth size discrepancy among
class I, class II dicision I, and class III subjects using Bolton’s Analysis: an in
vitro study. J Inter Oral Health. 2015; 7(9): 58-64.
10. Santoro M, Ayoub ME, Pardi VA, Cangialosi TJ. Mesiodistal crown
dimensions and tooth size discrepancy of the permanent dentition of
Dominican Americans. Angle Orthod. 2000; 70(4): 303-7.
30

11. Barbara WS, Joanna JO, Piotr S. Overall and anterior Bolton ratio in class I,
II, and III orthodontic patients. Eur J Orthod. 2010; 32: 313-8.
12. Othman S.A and Harradine N. Tooth-size discrepancy and Bolton’s ratios:
the reproducibility and speed of two methods of measurement. Journal of
Orthodontics, Vol. 34, 2007, 234–242.
13. Mujagic A, Dzemidzic, Vildana, Tiro, Alisa, Nakas, Enita. Evaluation and
comparison of tooth size discrepancies among different malocclusion groups.
South Eur J Orthod Dentofac Res. 2016;3(2):35-38.
14. Al-Khateeb SN, Alhaija ESJA. Tooth size discrepancies and arch parameters
among different malocclusions in a Jordanian sample. Angle Orthod. 2006;
76(3): 459-465.
15. Andrews LF. Six keys to normal occlusion. Am J Orthod 1972; 62(3):671-90.
16. Gerard O, Declan T, Michael S, Grant T, Mark K. The Relationship Between
Tooth Size Discrepancy And Archform Classification In Orthodontic
Patients. J Clin Exp Dent. 2015;7(2):E268-72.
17. Han C et al. The application of Bolton’s ratio in orthodontic treatment
planning for Chinese patients. The Open Anthropology J. 2010; 3: 65-70.
18. Rahman A, Othman SA. Comparison of tooth discrepancy of three main
ethnics in Malaysia with Bolton’s ratio. Sains Malaysiana. 2012; 41(2): 271-
5.
19. Dinesh P. In the classroom. What is Bolton’s Analisis. Gonion. 2010; vol.1;
Issue 2
20. Bhalajhi SI. Orthodontics the art and science. New Delhi: Arya (Medi)
Publishing House, 2003: 75-86, 183-4.
21. Bolton WA. Disharmony in tooth size and its relation to the analysis and
treatment of malocclusion. Angle Orthod. 1958; 28(3): 265-92.
22. Kusnoto J. The reliability of the Bolton ratio when applied to the Indonesian
population. Asian journal of pharmaceutical and clinical research. 2017; vol
10;
31

23. Mihovil S, Sandra A , Senka M, Mladen Š. Tooth size discrepancy in


orthodontic patients among different malocclusion groups. European Journal
of Orthodontics 31 (2009).
24. Eva M, Yanqi Y, Balvinder K, Ricky W, Colman M, Min G. A Comparative
Analysis of Tooth Size Discrepancy between Male and Female Subjects
Presenting with a Class I Malocclusion. The ScientificWorld Journal; 2018.
25. Narender H, Madhu B, Virender G. Estimation of Tooth Size Discrepancies
among Different Malocclusion Groups. International Journal of Clinical
Pediatric Dentistry, May-August 2014;7(2):82-85.
26. Paredes V , Gandia J, Cibrian R. Determination of Bolton tooth-size ratios by
digitization, and comparison with the traditional method. European Journal of
Orthodontics 28 (2006).
27. Qu H , Rajani K, Tan J, Yi L, Shin T, Kenji K, Etsuo K, Takako S, Testuya
T, Keisuke N, Norimasa O. A Study about Tooth Size and Arch Width
Measurement. Journal of Hard Tissue Biology; 17(3) ;(2008).
28. Mitchell L. An introduction to orthodontics. Oxford university press. 2007.
29. Martyn T, Andrew T. Handbook of orthodontics. Mosby Elsevier. 2010.
30. José T , Maria D, Luciana P. Relation between Angle Class II malocclusion
and deleterious oral habits. Dental Press J Orthod. 2012 Nov-Dec;17(6):111-
7.
31. Mohammad K. A to Z ORTHODONTICS. PPSP Publication. Vol 14; 2012.
32. Angle E.H. Treatment of malocclusion of the teeth. Angle’s system. 1907.
33. Adil O, Classification of skeletal and dental malocclusion: Revisited.
STOMA.EDUJ; 3(2); 2016.
34. Guilherme J, Renata S, Thais M, Marcelo Z, Arnaldo P. Class II
malocclusion occlusal severity description. J Appl Oral Sci.2010;18(4):397-
402.
35. Go¨ k; Tancan U; Yildiray S; Sabri I. Mandibular Asymmetry in Class II
Subdivision Malocclusion. Angle Orthodontist, Vol 78, No 1, 2008.
36. Pablo E. Treatment of Class II Malocclusions. Centro de Ortodoncia. 2010.
32

37. Henry R. A classification of class II , division I malocclusion. Vol. 27;No.2;


1957.
38. Deepti S, Sangamesh G, Vishwal A, Jiwanasha M. Seventh Key of
Occlusion. International Journal of Contemporary Medical Research. Volume
3; Issue 7; July 2016.
39. Rajkumar M, Ankur G, Jaishree G, Harsh A. Seventh key of occlusion:
Diagnostic significance in different angle’s class I, II and III malocclusions.
Journal of Orthodontic Research. Sep-Dec 2015; Vol 3; Issue 3
33

LAMPIRAN 1
34

LAMPIRAN 2
35

LAMPIRAN 3
Hasil Perhitungan Ukuran Mesiodistal gigi, Anterior ratio, Overall ratio, dan
bagian rahang yang memiliki ukuran gigi berlebihan pada semua sampel.
36
37

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Interval


of the Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Anterior Ratio - 1.37368 2.78856 .45236 .45711 2.29026 3.037 37 .004
1 Anterior Ratio
(Bolton)

Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Difference
Std. Error
Mean Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair Overall Rasio - - 2.62157 .48681 -1.12133 .87305 -.255 28 .801
1 Overall Ratio .12414
(Bolton)
Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Overall Rasio - -.37778 3.19640 1.06547 -2.83474 2.07919 -.355 8 .732
1 Overall Ratio
(Bolton)

Ukuran Gigi Berlebihan Pada Rahang (anterior)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Ideal 1 2.6 2.6 2.6

Maksila 13 34.2 34.2 36.8

Mandibula 24 63.2 63.2 100.0

Total 38 100.0 100.0


38

Ukuran Gigi Berlebihan Pada Rahang (overall)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Maksila 17 44.7 44.7 44.7

Mandibula 21 55.3 55.3 100.0

Total 38 100.0 100.0

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


Anterior Ratio 38 72.10 83.10 78.5737 2.78856
Overall Ratio 38 83.70 96.00 91.1158 2.72432
Valid N (listwise) 38

Independent Samples Test


Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
Sig. (2- Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
Anterior Equal .838 .366 - 36 .079 -1.86897 1.03275 - .22554
Ratio variances 1.810 3.96347
assumed
Equal - 15.449 .067 -1.86897 .94918 - .14906
variances not 1.969 3.88699
assumed
Overall Equal .063 .804 .241 36 .811 .25364 1.05300 - 2.38923
Ratio variances 1.88195
assumed
Equal .217 11.545 .832 .25364 1.17141 - 2.81712
variances not 2.30984
assumed
39

LAMPIRAN 4

RINCIAN BIAYA PENELITIAN

Besarnya biaya dibutuhkan dalam penelitian ini sebesar satu juta lima puluh ribu
rupiah dengan rincian berikut:

Besar biaya yang diperlukan pada penelitian ini adalah sebesar

Biaya alat dan bahan : Rp 450.000,00

Biaya fotocopy : Rp 100.000,00

Biaya penggandaan proposal dan hasil penelitian : Rp 500.000,00

Total : Rp 1.050.000,00

Medan, 24 September 2019

Peneliti,

( Sumitha Gunaselan)
Nim: 150600241

Keterangan : Seluruh biaya penelitian ditanggung oleh peneliti.


40

LAMPIRAN 5
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sumitha Gunaselan

Tempat/ tanggal lahir : Malaysia 26 Juli 1997

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Alamat : No. 20, Griya Simalem, Gang Sehat, Jl DR Mansyur,

Medan.

Nama Orang Tua :

Ayah : Gunaselan Arumugam

Ibu : Thavamani Krishnan

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Kebangsaan Ijok (2004- 2007)


2. Sekolah Kebangsaan Bestari Jaya ( 2007-2009)
3. Sekolah Menengah Sains Kuala Selangor (2010-2014)
4. TMC Collage (2014)
5. S-1 Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan (2015-2019)

Anda mungkin juga menyukai