Anda di halaman 1dari 30

BAB 1I

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pembelajaran
Dalam kehidupan tidak akan pernah terlepas dari proses belajar.
Seseorang dikatakan telah belajar apabila telah terjadi perubahan tingkah laku
dalam diri, adanya perubahan yang berawal dari tidak tahu menjadi tahu, yang
tidak paham menjadi paham, dan yang ragu menjadi lebih mantap. Menurut
Siregar dan Nara, belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi
pada semua orang dan berlangsung seumur hidup.1
Pembelajaran merupakan adanya interaksi dua arah dari guru dengan
siswa melalui pengalaman yang diperoleh. Menurut Usman, pembelajaran
merupakan sebuah proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan
siswa atas dasar hubungan timbal balik, yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk tercapai tujuan tertentu.2 Sedangkan menurut Jogiyanto, pembelajaran
terjadi ketika terdapat perubahan karena suatu kejadian dan perubahan yang
terjadi bukan karena perubahan secara alami atau karena menjadi dewasa yang
dapat terjadi dengan sendirinya atau karena perubahannya sementara saja, tetapi
lebih karena reaksi dari situasi yang dihadapi.3
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan sebuah
proses aktif yang belum diketahui mekanismenya dengan sempurna yang terjadi
pada individu dan mungkin sebelumnya juga dipegaruhi oleh individu tersebut.
Jadi pembelajaran terjadi karena adanya individu tersebut walaupun mereka
belum mengetahui proses pembelajarannya.
Dari beberapa pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu proses aktif dari hubungan timbal balik antara guru
dengan siswa sehingga menimbulkan reaksi dari situasi yang dihadapi dalam

1
Siregar, Evelin dan Nara, Hartini. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia
Indonesia, h. 3.
2
Hamid. Moh Soleh. 2011. Metode EDU Tainment Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di
Kelas . Jogjakarta : DIVA Press, h. 207
3
Jogiyanto. 2006. Pembelajaran Metode Kasus Untuk Dosen Dan Mahasiswa. Yogyakarta :
Andi Offset, h. 12.

1
lingkungan tersebut. Reaksi tersebut ditunjukkan melalui perubahan tingkah laku
menjadi lebih baik.

B. Pengertian Pembelajaran Bahasa Asing (Bahasa Kedua)


Menurut Iskandarwassid dan Sunendar, bahasa asing adalah bahasa
yang bukan bahasa asli milik penduduk suatu negara, tetapi kehadirannya
diperlukan dengan status tertentu.4 Menurut Hermawan bahwa bahasa asing
adalah bahasa yang digunakan oleh orang “asing”, yaitu diluar lingkungan
masyarakat atau bangsa.5 Sedangkan pembelajaran bahasa asing adalah kegiatan
mengajar yang dilakukan secara maksimal oleh seorang guru agar anak didik
yang ia ajari bahasa asing tentu melakukan kegiatan belajar dengan baik,
sehingga kondusif untuk mencapai tujuan belajar bahasa asing.6
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa bahasa asing
adalah bahasa dari negara lain yang dipelajari dengan tujuan tertentu. Dalam
penelitian ini bahasa asing yang dimaksud adalah bahasa Arab.

C. Pengertian Bahasa Arab


Pengertian bahasa menurut para ahli bahasa berbeda-beda. Hal ini
dipengaruhi oleh sudut pandang mereka yang berbeda-beda terhadap bahasa
itu sendiri. Namun dibalik perbedaan itu terdapat manfaat yang besar yang
dapat diambil, yaitu dari perbedaan itu justru dapat saling melengkapi suatu
pengertian bahasa, sekaligus menunjukkan betapa luasnya arti bahasa itu.
Kamus Umum Bahasa Indonesia mendefinisikan " Bahasa adalah
sistem lambang yang dipakai orang untuk melahirkan pikiran dan perasaan".
Sedang dalam kitab al-Ta'rifat disebutkan bahasa adalah sesuatu yang
digunakan oleh sekelompok orang untuk mengungkapkan maksud-maksud
mereka.7

4
Iskandarwassid dan Sunendar, Dadang. 2013. Staregi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya Offset, h. 42.
5
Hermawan, Acep. 2014. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung : Remaja
Rosdakarya, h. 31
6
Ibid, h. 31
7
Software Maktabah al Syamilah, al-Ta'rifat, Juz I, h. 247

2
Fathi Ali Yunus mengatakan bahasa dapat diartikan sebagai
sejumlah aturan dari berbagai kebiasaan ujaran yang digunakan untuk
berkomunikasi diantara individu dalam sebuah komunitas, dan digunakan
dalam urusan kehidupan mereka.8
Istilah bahasa dalam bahasa Indonesia sama dengan lughat-un dalam
bahasa Arab. Ibn Jinny yang dikutip oleh Chatibul Umam dalam bukunya
Aspek-Aspek Fundamental dalam mempelajari Bahasa Arab, mengatakan
bahwa bahasa adalah :
ٍ ‫أصوات يع هباكل‬
‫قوم عن إغراضهم‬ ّ ‫رّي‬
”Bunyi-bunyi yang digunakan oleh setiap kaum untuk
mengekspresikan keinginannya”.9
Dari dua pengertian diatas, dapat dipahami bahwa bahasa adalah
alat komunikasi yang digunakan oleh setiap manusia dalam menyampaikan
setiap ide (gagasan) yang timbul dari pikiran, perasaan dan keinginannya.
Adapun bahasa Arab, dengan mengacu pada pemahaman diatas dapatlah
penulis simpulkan bahwa bahasa Arab tersebut adalah bahasa yang digunakan
oleh bangsa Arab sebagai alat komunikasi mereka dalam menyampaikan ide,
perasaan dan keinginan mereka. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mustafa
Al-Gulayaini.

‫هي الكلمة الىت وصلت هبا العرب عن إعراضهم‬


”Kalimat yang digunakan bangsa Arab dalam mengutarakan maksud
dan tujuan mereka”.10

8
Imam Makruf, Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Aktif, ( Semarang : Need's Press, 2009 ), h. 1
9
Chatibul Umam, Aspek-Aspek Pundamental dalam Mempelajari Bahasa Arab, Bandung: Al-
Ma‟arif , 1980,
10
Syekh Musthafa al-Ghulayaini, Terjemahan Jamiud Duruusil Arabiyyah Jilid 1, Semarang: As-
Syifa, 1992, h.

3
D. Pengertian Kosa kata Bahasa Arab (mufrodat)
1. Kosa kata Bahasa Arab (mufrodat)
Dalam Kamus Kontemporer Arab-Indonesia menyatakan bahwa
Mufradat berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti kata-kata dan
istilah terminologi.11
Dalam bahasa Inggris Mufradat diartikan sebagai Vocabulary
yang mengandung arti sama dengan Kosakata atau semua kata-kata yang
terpakai.12
Dalam Kamus Al Munawir Kosakata disebut (1) ‫) فٍسداخ‬2( ‫اىني اَخ‬
Kosakata (Mufrodat) bisa juga diartikan yaitu kata yang telah digunakan
dalam membangun kalimat, sehingga mempunyai arti dan makna tertentu.
Contoh ‫رة‬PPٍ‫ ن‬. Kata ini hanya berbunyi maktab. Secara ekstrim ia tidak
berarti apa-apa atau secara toleran bisa dikatakan ia mempunyai makna
banyak diantaranya ; meja tulis, kantor, biro, sekolah, agen dan masih
banyak lagi makna lain.dalam kalimat ‫ اى نَرة عي اىنراب‬, kata maktab disini
berarti meja tulis.
Dengan demikian, kosakata adalah kata terapan atau kata dalam
konteks kalimat sehingga mempunyai makna kontekstual ( ْ‫ع ى‬ ٍ ‫ى‬َ ‫) قٍي‬,
sedangkan kata maknanya yang masih belum tertentu, maka disebut ( ‫ع ْى ٍعج‬
ٍ
‫ى‬
َ ) atau arti kamus. Abdul hamid mengatakan bahwa kosakata bahasa
Arab adalah kata (‫ ) مي َح‬yang terdiri dari dua suku kata atau lebih dan
mempuyai makna.13
sedangkan kosa kata bahasa arab (mufrodat) berasal dari bahasa
arab ‫ مفردات‬yang berarti perbendaharaan kata. Atau dalam bahasa inggris
disebut vocabulary. Dan secara etimoligi pengertian kosa kata bahasa arab
atau mufrodat adalah satuan atau unit bahasa yang tersusun secara
horizontal yang berfungsi sebagai pembentuk kalimat dalam bahasa arab.

11
Atabik Ali dan Ashamd Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Surabaya: Multi
Karya Grafika, 1996, h.1781
12
A.W. Munawir, Kamus Al Munawir, (Surabaya : Pustaka Progresif, t. Th), h. 1120
13
Moh. Mansyur, Materi Pokok Bahasa Arab I Modul 1-12, (Jakarta : Direktorat Jenderal
Bimbaga Islam dan Universitas Terbuka, 1994), h. 107

4
Suatu fakta yang tidak dapat dibantah lagi, bahwa bahasa arab
menurut pandangan seorang muslim merupakan bahasa yang sangat
penting, karena merupakan alat untuk memahami agama langsung dari
sumber aslinya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. TayarYusuf
bahwa Al-Qur’an dan bahasa arab bagaikan dua sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. 14 Oleh karena itu umat islam
wajib mempelajari bahasa arab sebagai syarat untuk mempelajari isi Al-
Qur’an. Peranan bahasa arab bagi umat islam jelas sangat penting karena
bahasa arab merupakan kunci pembuka bagi pemahaman studi islam dari
sumber aslinya yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits karena keduanya
menggunakan bahasa arab.
Sementara mempelajari Bahasa arab bagi non arab mempunyai
tuntutan sebagai berikut :
a. Supaya paham dan mengerti apa-apa yang dibaca dalam sholat
dengan pengertian mendalam.
b. Supaya mengerti bacaan Al-Qur’an sehingga dapat mengambil
petunjuk dan pelajaran darinya.
Supaya dapat belajar ilmu agama dalam bahasa arab, panadai
berbicara dan mengarang dalam bahasa arab, serta untuk berhubungan
dengan kaum muslim.15
Peran kosakata dalam menguasai empat kemahiran berbahasa
sangat diperlukan sebagaimana yang dinyatakan Vallet adalah bahwa
kemampuan untuk memahami empat kemahiran berbahasa tersebut sangat
bergantung pada penguasaan kosakata seseorang16. Meskipun demikian
pembelajaran bahasa tidak identik dengan hanya mempelajari kosakata.
Dalam arti untuk memiliki kemahiran berbahasa tidak cukup hanya dengan
menghafal sekian banyak kosakata17.
14
Prof.Dr. Tayar Yusuf Dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada,1995),h. 175.
15
Depag.RI,Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada PTA/LAIN, (Jakarta: Proyek Pembangunan
Sistem Pendidikan Agama,1975),h.118-119.
16
Edison de Cunha, “Developing English Teaching Materials For Vocabulary Of First Grade Of
Junior High School” dalam Makalah, hlm. 3.
17
A. Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Malang : Misykat, 2005), H. 96

5
Kosakata merupakan kumpulan kata-kata tertentu yang akan
membentuk bahasa. Kata adalah bagian terkecil dari bahasa yang sifatnya
bebas. Pengertian ini membedakan antara kata dengan morfem. Morfem
adalah satuan bahasa terkecil yang tidak bisa dibagi atas bagian bermakna
yang lebih kecil yang maknanya relative stabil18. Maka kata terdiri dari
morfem-morfem, misalnya katamu’allim ( ‫معلم‬ ) dalam bahasa Arab terdiri
dari satu morfem. Sedangkan kata al-mu’allim (‫المعلم‬ ) mempunyai dua
morfem yaitu ‫ال‬ dan ‫معلم‬ . Adapun kata yang mempunyai tiga morfem adalah
kata yang terbentuk dari morfem-morfem yang mana masing-masing
morfem mempunyai arti khusus. Misalnya kata al-mu’allimun ( ‫ون‬PP‫المعلم‬ )
yang terdiri dari tiga morfem yaitu ‫معلم‬ , ‫ال‬ dan ‫ون‬ 19.
Dalam pembelajaran bahasa Arab ada beberapa masalah dalam
pembelajaran kosakata yang disebut problematika kosakata (‫)مشكالت صرفية‬.
Hal itu terjadi karena dalam pembelajaran kosakata mencakup didalamnya
tema-tema yang kompleks yaitu perubahan derivasi, perubahan infleksi, kata
kerja, mufrad, tatsniyah, jama’, ta’nîts, tadzkîr dan makna leksikal dan
fungsional20.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kosakata merupakan
kumpulan kata-kata yang membentuk bahasa yang diketahui seseorang dan
kumpulan kata tersebut akan ia digunakan dalam menyusun kalimat atau
berkomunikasi dengan masyarakat. Komunikasi seseorang yang dibangun
dengan penggunaan kosakata yang tepat dan memadai menunjukkan
gambaran intelejensia dan tingkat pendidikan si pemakai bahasa.

E. Pembagian Kosa kata bahasa arab (Mufrodat)


Kosakata (mufradat) Bahasa Arab terdiri atas tiga macam, yaitu isim,
fi’il dan huruf.

18
Kamus Linguistik (Jakarata; PT. Gramedia Pustaka Utama, 1983), H. 157
19
Muhammad Ali Al-Khûly, Asâlîb Tadrîs al-Lughah al-‘Arabiyyah (Riyadl: Dâr al-Ulûm,
1989), hlm.89.
20
Zulhanan, Metode Penbelajaran Bahasa Arab,  Bandar Lampung, Anur, 2005. H. 1

6
1. Isim
Isim berarti jenis kata yang menunjukkan nama atau sebutan
terhadap suatu benda, sifat, bilangan dan yang serupa dengan itu.
Dibanding fi’il dan hurf, kalimat isim lebih besar jumlahnya dan
karena itu pula paling banyak disinggung ketika membacakan suatu
kata ( ‫ ) اىني َح‬dalam tata Bahasa Arab.21
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa isim ini berbeda
dengan kata benda, karena isim mencakup nama benda, sifat, bilangan
dan lain-lain.
Dalam Al Jurumiyah menyebutkan tanda-tanda isim, yaitu :
menurut Shanhaji bahwa tanda-tanda isim terbagi menjadi empat yaitu,
khafad,tanwin, masuknya alif lam dan adanya huruf jar. Dan jelas
bahwa isim dibedakan dari fi’il dan huruf dari keempat ciri tersebut.22
al-Ism (‫ ُم‬PP‫)اال ْس‬ adalah
ِ kata yang tidak terikat pada waktu.
Adapun yang termaksutIsm yaitu semua nama manusia, hewan,
tumbuhan, warna, pekerjaan, tempat, benda, sifat, keterangan waktu
atau tempat, dan lain-lain. Contoh:  ‫ ُم َح َّم ٌد‬  (nama orang),  ‫ َغنَ ٌم‬  (kambing),
ٌ‫زَ ْه َرة‬  (bunga),  ‫َأس َْو ٌد‬  (hitam),  ٌ‫ ُم َد ِّرس‬  (guru),  ‫ْت‬
ٌ ‫بَي‬  (rumah),   ٌ‫اب‬PPَ‫ ِكت‬  (buku),
‫ َكبِ ْي ٌر‬  (besar),  dan  lain-lain.  contoh sebagai berikut :
a. nama jenis, seperti : ‫ حصان‬,‫ دار‬,‫ رجل‬,‫ارض‬
b. Nama Orang, seperti : ‫ حسن‬,‫ فاطمه‬,‫محمد‬
c. Mashdar (kata kerja yang dibendakan) seperti : ,‫اع‬PP‫ إجتم‬,‫إستغفار‬
‫جهاد‬
d. Kata sifat, seperti : ‫ طويل‬,‫ بعيد‬,‫افضل‬
e. Keterangan waktu dan tempat, seperti : ‫ امسى‬,‫ عند‬,‫امام‬
f. Kata ganti (dhomir), seperti : ‫ ك‬,‫ ه‬,‫ انت‬,‫هو‬
g. Kata sambung (maushul), seperti : ‫ الذي‬,‫ التى‬,‫ من‬,‫ما‬,
h. Kata tanya (istifham), seperti , ‫ من‬,‫ ما‬,‫ ماذا‬,‫ كيف‬:23

21
Imam Bawani, Tata Bahasa Arab, (Surabaya : Al Ikhlas, 1982), h. 32
22
Shanhaji, Matan Al Jurumiyah, (Srabaya : Mahkota, t. Th), h. 5
23
Moh. Mansyur, Op Cit, h. 108

7
i. Kata bilangan, seperti : 24‫عشسج ٗاحد اىف اٍئح‬
j. Kata petunjuk (isyarat), seperti : 25‫ذىل رٕا ذيل ٓ ٕر‬

2. Fi’il ((‫فعل‬
Menurut Arifin Yammi’an, fi’il adalah tiap-tiap lafadz yang
menunjukkan pada terjadinya perbuatan pada waktu tertentu. Dapat
disimpulkan bahwa fi’il adalah kata yang menunjukkan perbuatan
(kata kerja). Dalam Matan Al Jurumiyah disebutkan tanda-tanda.
fi’il yaitu :
‫والفعل يعرف بقدو السين وسوف وتاء التاءنين الساكنة‬
Adapun tanda-tanda fi’il itu secara rinci yaitu :
A. ‫ = قد‬sungguh, terkadang, misalnya :
‫ = قد قا اىسجو‬sungguh pria itu telah berdiri
terkadang pria itu berdiri ‫ قد‬yang masuk fi’il madhi
artinya sungguh‫ قد‬yang masuk fi’il mudhari’ artinya
terkadang
B. Sin ‫ = س‬akan (untuk jangka pendek), misalnya :
‫ق اىسجو‬
ٍ = pria itu akan berdiri
٘ ‫ = س‬akan (untuk jangka panjang), misalnya :
C. ‫ف‬
ٌ ‫ ٘ف‬- pria itu akan berdiri
‫ق اىسجو‬
D. Ta’ ta’nis (‫ ) خ‬yang disukun khusus untuk fi’il madhi,
seperti :
‫ = ٍد فاط َح‬Fatimah telah berdiri
Kata kerja (fiil) terdiri dari 3 macam :
ِ ‫ ُل ْال َم‬PPْ‫ )فِع‬adalah kata kerja yang
1) Fi‘l al-Māḍy (‫ى‬PP‫اض‬
َ ‫ َكت‬ (telah
menunjukkan waktu lampau. Contoh:  ‫َب‬
menulis), ‫قَ َرَأ‬ (telah membaca), ‫ َغ َس َل‬ (telah mencuci),
dan lain-lain.

24
Imam Bawani, Op Cit, h. 51
25
Arifin Jam’ian M., Kursus Cepat Bahasa Arab, (Lamongan : CV Bintang Pelajar, 1986), h. 34

8
2) Fi‘l al-Muḍāri‘ (‫ارع‬
ِ ‫ض‬َ ‫ )فِ ْع ُل ْال َم‬adalah kata kerja yang
menunjukkan waktu berlangsungnya pekerjaan
tersebut. Contoh:  ُ‫يَ ْكتُب‬ (menulis), ‫ َرُأ‬PPPPP‫يَ ْق‬ (membaca),
‫يَ ْغ ِس ُل‬ (mencuci), dan lain-lain.
3) Fi‘l al-Amr (‫ر‬PPP ِ ‫ ُل اَأل ْم‬PPPْ‫ )فِع‬adalah kata kerja yang
menunjukkan perintah. Contoh:
ْ‫اُ ْكتُب‬ (tulislah), ‫اِ ْق َرْأ‬ (bacalah),  ْ‫اِ ْغ ِسل‬ (cucilah), dan lain-
lain.24
3. Huruf
Dalam Jami’ud Durus Fil Lughatil ‘Arabiyyah definisi
huruf adalah :
‫الحرف مادل على معنى في غيره‬26
Sani Abu Zahra mendefinisikan huruf yaitu kata yang tidak
bisa menerima petunjuk untuk fi’il dan isim. Pengertian huruf
adalah semacam “kata perangkat” atau menurut kata Bahasa
Indonesia (gaya baru) disebut “kata tugas”, yaitu jenis kata yang
memiliki tugas untuk menyambung suatu kata dengan kata lain
atau kalimat satu dengan kalimat yang lain. Dapatpula dikatakan
bahwa huruf (kata tugas) adalah suatu kata yang digunakan untuk
memperluas dan mengadakan transformasi kata atau kalimat,
contoh “ dan, “ ‫ و “في‬di, “‫ ”ف‬maka, “‫ ”ب‬dengan, “ ‫ ”ال‬tidak, “‫ى‬
ٌ “
belum, dan sebagainya.
Dapat disimpulkan bahwa huruf adalah kata selain isim dan
fi’il yang berfungsi sebagai penghubung kata atau kalimat.
Sebagaiman isim dan fi’il, kalimat huruf juga mempunyai
beberapa ciri atau tanda-tanda, antara lain sebagai berikut :
a. Pada umumnya huruf itu tidak diawali dengan ‫ ال‬dan huruf
yang paling akhir tidak diharakati tanwin.

26
Musthafa Al Ghulayani, Loc Cit, h. 9

9
b. Secara mutlak huruf itu hanya memiliki satu bentuk arti tidak
pernah mengalami perubahan bentuk. Misalnya : ٘‫ ف ق‬, atau ‫ف‬
٘‫ ق‬ini berbeda dengan jenis isim dan fi’il.
c. Tentang harakat apa yang biasanya dipergunakan pada huruf
terakhir pada sebuah huruf, dalam hal ini tidak ada ketentuan
secara pasti. Hanya saja karena huruf itu tidak pernah berubah
bentuknya maka sekali mengenal niscaya tidak gampang
terlupakan lagi.27

Rusydy Ahmad Tha’imah memberikan klasifikasi kosakata


(al-mufradât) menjadi 4 (empat) yang masing-masing terbagi lagi
sesuai dengan tugas dan fungsinya, sebagai berikut:28
a. Pembagian kosakata dalam konteks Kemahiran Kebahasaan
1) Kosakata untuk memahami (understanding vocabulary)
baik bahasa lisan ( ‫االستـماع‬ ) maupun teks ( ‫القراءة‬ ).
2) Kosakata untuk berbicara (speaking vocabulary). Dalam
pembicaraan perlu penggunaan kosakata yang tepat, baik
pembicaraan informal (‫ )عادية‬maupun formal (‫)موقفية‬.
3) Kosakata untuk menulis (writing vocabulary). Penulisan
pun membutuhkan pemilihan kosakata yang baik dan tepat
agar tidak disalahartikan oleh pembacanya. Penulisan ini
mencakup penulisan informal seperti catatan harian, agenda
harian dan lain-lain dan juga formal, misalnya penulisan
buku, majalah, surat kabar dan seterusnya.
4) Kosakata potensial. Kosakata jenis ini terdiri dari
kosakata context yang dapat diinterpretasikan sesuai dengan
konteks pembahasan, dan kosakata analysis yakni kosakata
yang dapat dianalisa berdasarkan karakteristik derivasi kata
unuk selanjutnya dipersempit atau diperluas maknanya.
27
Abu Baker Muhammad, Tata Bahasa Arab, (Surabaya, Al Ikhlas, 1992), h. 37
28
Sulthan Syahril, Thoroiku Tadris al-Lughah al-Arabiyah Baina al – Nazhoriyah wa al-
Tatbiq, Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Bandar Lampung. hlm.6

10
b. Pembagian kosakata menurut maknanya
1) Kata-kata inti (content vocabulary). Kosakata ini adalah
kosakata dasar yang membentuk sebuah tulisan menjadi
valid, misalnya kata benda, kata kerja, dll.
2) Kata-kata fungsi (function words). Kata-kata ini yang
mengikat dan menyatukan kosakata dan kalimat sehingga
menbentuk paparan yang baik dalam sebuh tulisan.
Contohnya hurûf jâr, adawât al-istifhâm, dan seterusnya.
3) Kata-kata gabungan (cluster words). Kosakata ini adalah
kosakata yang tidak dapat berdiri sendiri, tetapi selalu
dipadukan dengan kata-kata lain sehingga membentuk arti
yang berbeda-beda. Misalnya kata ‫رغب‬ dapat
berarti menyukai bila kata tersebut dipadukan
dengan ‫في‬ menjadi ‫رغب في‬ . Sedangkan bila diikuti dengan
kata ‫عن‬ menjadi ‫عن‬ ‫رغب‬ artinya pun berubah
menjadi benci atau tidak suka.

c. Pembagian kosakata menurut karakteristik kata (takhassus).


1) Kata-kata tugas (service words) yaitu kata-kata yang
digunakan untuk menunjukan tugas, baik dalam lapangan
kehidupan secara informal maupun formal dan sifatnya
resmi.
2) Kata-kata inti khusus (special content words). Kosa kata ini
adalah kumpulan kata yang dapat mengalihkan arti kepada
yang spesifik dan digunakan di berbagai bidang ulasan
tertentu, yang biasa juga disebut local words atau utility
words.

d. Pembagian kosakata menurut penggunaannya.

11
1) Kosakata aktif (active words), yakni kosakata yang
umumnya banyak digunakan dalam berbagai wacana, baik
pembicaraan, tulisan atau bahkan banyak didengar dan
diketahui lewat berbagai bacaan.
2) Kosakata pasif (passive words), yaitu kosakata yang hanya
menjadi perbendaharaan kata seseorang namun jarang ia
gunakan. Kosakata ini diketahui lewat buku-buku cetak
yang biasa menjadi rujukan dalam penulisan makalah atau
karya ilmiah29.

F. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penguasaan kosakata Bahasa


Arab
Setiap pengajaran tentu menghendaki tercapainya tujuan
pendidikan. Begitu juga dengan pengajaran bahasa Arab, sangat
mengharapkan tercapainya tujuan yang diinginkan. Diantara tujuan-tujuan
tersebut adalah agar siswa menguasai secara aktif dan pasif kosakata bahasa
Arab.
Dalam penguasaan mufrodat Bahasa Arab ini, ada beberapa hal yang
mempengaruhinya, yaitu :
1. Faktor Siswa
a. Kebiasaan siswa belajar Bahasa Arab
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebiasaan diartikan
dengan “sesuatu yang biasa dikerjakan.”30 Dan dalam kamus
Psikologi, kebiasaan diartikan tingkah laku yang diperoleh dan
dimanifestasikan secara konsisten, tindakan yang telah dipelajari
dan menjadi mapan serta relatif otomatis melalui pengulangan terus
menerus.31
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kebiasaan adalah sikap dari hasil perbuatan yang dilakukan
29
Ahmad Fuad Effendi, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Misyak, Malang. 2005, h. 112
30
Departemen Pendidikan Nasional, Op Cit, h. 145
31
Kartini Kartono dan Dani Gulo, Kamus Psikologi, (Bandung : Pionir Jaya, 1987), h. 198

12
berulang-ulang, sehingga menjadi suatu hal yang rutin dikerjakan.
Banyak hal yang perlu menjadi kebiasaan belajar siswa, baik ketika
mengikuti pelajaran di kelas maupun ketika belajar di rumah agar
tercapainya tujuan belajar, diantaranya ialah mempelajari materi
pelajaran terlebih dahulu dan mengulang pelajaran di rumah.

1) Mempelajari materi yang akan diajarkan terlebih dahulu


Salah satu kebiasaan belajar yang bisa mendukung
tercapainya keberhasilan belajar adalah dengan mempelajari
terlebih dahulu materi yang akan diajarkan. Dalam hal ini siswa
terlebih dahulu membaca dan mencoba menghafal kosakata
bahasa Arab yang akan diajarkan. Menurut Hendra Surya,
Dengan mempelajari materi yang akan diajarkan terlebih dahulu,
maka siswa akan dapat memberikan respon terhadap materi
pelajaran yang diberikan guru.32
2) Mengulang pelajaran di rumah
Mengulang kembali pelajaran di rumah merupakan
kegiatan yang sangat perlu untuk dilakukan, agar memori-memori
tidak terlalu lama tersimpan yang menyebabkan pada kelupaan.
Sebagaimana menurut Abu Ahmadi, “Tidak cukup hanya
mengandalkan kepahaman dan latihan di kelas saja untuk
menciptakan keberhasilan belajar. Otak akan menyimpan memori
dengan baik bila siswa rajin memeliharanya dengan sering
mengulang dan sering latihan.33 Oleh karena itu siswa perlu
banyak melakukan pengulangan dan latihan di rumah agar
memperoleh kesuksesan dalam belajar.

b. Minat siswa terhadap pelajaran Bahasa Arab

32
Hendra Surya, Kiat Mengatasi Kesulitan Belajar, (Jakarta : PT. Alex Media Komputindo,
2003), h. 146
33
Abu Ahmadi, Cara Belajar Mandiri dan Sukses, (Solo : CV. Aneka, 1993), h. 28

13
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, minat diartikan
dengan “kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, gairah,
keinginan.”34 Menurut Ahmad D. Marimba mengemukakan
bahwa minat adalah kecenderungan jiwa pada sesuatu karena kita
merasa ada kepentingan dengan sesuatu itu.35
Dari dua definisi diatas, maka dapatlah dikatakan bahwa
minat adalah suatu kecenderungan hati terhadap suatu hal atau
aktifitas yang biasanya lebih disenangi sehingga menimbulkan
perhatian yang khusus terhadap suatu aktifitas untuk dikerjakan
tanpa merasa terbebani. Secara sederhana minat berarti juga
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang
besar terhadap suatu hal. Dan diantara minat terhadap pelajaran
yang mana mempunyai pengaruh besar dalam aktifitas belajar.

2. Faktor Guru
Dalam proses belajar mengajar, guru merupakan pribadi kunci
(key person) yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran.
Sebagai orang yang mempunyai peran penting maka tentu saja banyak
memberikan pengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran itu sendiri,
apalagi dalam pembelajaran, khususnya kemampuan penguasaan
kosakata.
Faktor terpenting yang harus dimiliki oleh seorang guru Bahasa
Arab adalah latar belakang kompetensi dalam mata pelajaran Bahasa
Arab. Karena guru yang tidak berlatar belakang pendidikan Bahasa
Arab, sedikit banyaknya akan menemukan masalah dalam mengajar,
baik terhadap siswa maupun terhadap proses pembelajaran itu sendiri.
Apalagi dalam pelajaran kosakata Bahasa Arab ini, baik secara lisan
maupun tertulis.
3. Faktor Sarana atau Fasilitas

34
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op Cit, h. 583
35
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Al Ma‟arif, 1962), h. 79

14
Fasilitas atau sarana belajar mengajar mempunyai kedudukan
yang tidak kalah pentingnya dalam membantu pelaksanaan proses
belajar mengajar di sekolah. Semuanya harus dicukupi, karena
ketiganya saling ketergantungan, saling mendukung dan keterkaitan
satu dengan yang lain dalam rangka mewujudkan keberhasilan proses
pembelajaran.
Seno Soebra menyatakan bahwa “untuk menunjang kesuksesan
belajar tidak harus didukung oleh peralatan yang bagus dan mahal, yang
penting peralatan tersebut cukup memadai dan berdaua guna dengan
memakai peralatan sederhanapun mampu mendukung kesuksesan
belajar.36
Sarana atau fasilitas masih belum optimal kegunaannya apabila
tidak bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Artinya dalam berbagai
aktifitas pembelajaran, sarana atau fasilitas yang tersedia harus
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Mudhaffir mengemukakan “fungsi fasilitas adalah agar semua
kegiatan dapat berjalan dengan efisien. Dengan fasilitas yang baik,
sumber-sumber belajar seolah-olah memiliki kekuatan, semua peralatan
berdaya guna, produksi media meningkat dan klien merasa tertarik dan
makin sering datang dan betah di pusat sumber belajar.37

4. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga ikut mempengaruhi keberhasilan siswa
dalam belajar, termasuk juga belajar Bahasa Arab. Faktor lingkungan
tersebut terbagi tiga yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masyarakat.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang
menentukan perkembangan pendidikan seseorang dan juga faktor utama

36
Seno Soebra, 25 Langkah Belajar yang Efisien, (Solo : Ramadhani, 1987), Hlm. 31
37
Mudhaffir, Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Kompetensi Guru, (Surabaya : Usaha Nasional,
1986), Hlm. 68

15
yang menentukan keberhasilan seseorang.38Dengan demikian, di
lingkungan keluarga ini harus ada saling mendukung, membimbing,
dan memberi motivasi, terutama orang tua kepada anak-anak mereka.
Di lingkungan sekolah merupakan inti dari proses pembelajaran,
yang mana dalam mengajarkan bahasa, khususnya Bahasa Arab, harus
tercipta suatu kondisi yang mendukung hingga tercapai tujuan yang
diinginkan. Dalam Bahasa Arab ada istilah lingkungan bahasa atau
masyarakat bahasa. Menurut Blomfied bahwa “masyarakat bahasa
adalah sekelompok orang yang menggunakan sistem tanda-tanda ajaran
yang sama”.39
Dengan demikian masyarakat bahasa tersebut harus benar-benar
dihidupkan dilingkungan sekolah, agar mendukung tercapainya tujuan
pengajaran bahasa Arab, khususnya pengajaran mufrodat.
Lingkungan masyarakat juga mempengaruhi keberhasilan
pembelajaran, apabila masyarakat banyak yang berpendidikan. Maka
motivasi anak untuk selalu belajar tergolong tinggi, dan sebaliknya di
lingkungan masyarakat yang berpendidikan kurang, maka motivasi
anak untuk belajarpun rendah, termasuk dalam pembelajaran Bahasa
Arab, khususnya pengajaran mufrodat.

G. Pengertian Kemampuan bahasa arab


Secara bahasa kemampuan sama dengan kesanggupan atau kecakapan.
Jadi, kemampuan adalah kesanggupan individu untuk melakukan pekerjaan yang
dibebankan. Sedangkan kemampuan berbahasa adalah kemampuan individu untuk
mendengarkan ujaran yang disampaikan olehlawan bicara, berbicara dengan
lawan bicara, membaca pesan-pesan yangdisampaikan dalam bentuk tulis, dan
menulis pesan-pesan baik secara lisan maupun tulisan.
Siswa yang belajar akan mengalami perubahan. Bila sebelum belajar,
kemampuannya hanya 25% misalnya, maka setelah belajar selama 5 bulan akan

38
Thursan Hakim, Belajar Secara Efisien, (Jakarta : Puspa Suara, 2000), Hlm. 7
39
Cheder Al Wasih, Pengantar Sosiologi Bahasa, (Bandung : Angkasa, 1993), h. 37

16
menjadi 100%. Hasil belajar tersebut meningkatkan kemampuan mental 40. Pada
umumnya hasil belajar tersebut meliputi ranah-ranah:
1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkaut aktifitas otak adalah
termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu ada enam
jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan
jenjang yang paling tertinggi. Keenam jenjang yang dimaksud adalah:
a) Pengetahuan (knowledge)
b)  Pemahaman (comprehension)
c)  Penerapan (application)
d) Analisis (analysis)
e) Sintesis (synthesis)
f) Penilaian (evaluation)

2. Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Ranah afektif ini oleh Krathwohl (1974) dan kawan-kawannya
ditaksonomi dibagi menjadi lebih rinci lagi kedalam lima jenjang
yaitu:
a) Menerima atau memperhatikan (receiving or attending)
b) menanggapi (responding)
c) menilai (valuing)
d) mengatur (organization)
e) karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai
(characterization by a value or value complex)

3. Ranah Psikomotorik

40
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan pembelajaran. (Cet. II; Jakarta: Rineka cipta, 2002), h. 174

17
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan
(skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima
pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor
dikemukakan oleh simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil
belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu.

H. Pengertian Berbicara
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain
melalui kegiatan komunikasi yang tentunya membutuhkan bahasa sebagai
medianya. Salah satu keterampilan yang sangat mendukung kegiatan
komunikasi tersebut adalah berbicara. Tarigan menyebut komunikasi sebagai
jalan yang mempersatukan para individu ke dalam kelompok untuk menciptakan
dan menetapkan suatu tindakan.41 Dengan demikian komunikasi merupakan
sarana yang digunakan untuk mengekspresikan gagasan-gagasan pribadi kepada
orang lain dengan memerankan bahasa sebagai mediumnya. Oleh Winarno
Surakhmad, bahasa diperankan sebagai medium komunikasi utama bagi
kehidupan manusia baik di dalam hubungan sosial sehari-hari maupun hubungan
interaksi edukatif.42
Secara sederhana komunikasi dapat diartikan sebagai suatu kombinasi
dari tindakan-tindakan yang mengandung maksud dan tujuan tertentu. Tarigan
mengungkapkan bahwa komunikasi ialah serangkaian perbuatan komunikasi
yang dipergunakan secara sistematis untuk menyelesaikan atau mencapai
maksud-maksud tertentu. Ditambahkannya pula bahwa komunikasi merupakan
tujuan utama dari kegiatan berbicara. Dengan berbicara, seseorang akan
menyampaikan (mengomunikasikan) pesan kepada orang lain.43
Hal senada diungkapkan oleh Sudarwan Danim bahwa, “komunikasi
merupakan proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain

41
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Berbicara. Bandung: Angkasa. H. 8
42
Winarno Surakhmad. 1986. Pengantar Interaksi Belajar-Mengajar (Dasar dan
Teknik Metodologi Pengajaran). Bandung: Tarsito. H.144
43
Tarigan, H. 11

18
dengan menggunakan media, simbol atau tanda untuk mencapai tujuan
tertentu”.44 Media, simbol atau tanda ini, oleh Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati
Zuhdi diartikan sebagai seluruh komponen yang berkaitan dengan kegiatan
berbicara, seperti faktor kebahasaan dan non-kebahasaan. Menurutnya,
kegiatan berbicara merupakan aktivitas berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa lisan dan menguasai seluruh komponen yang berkaitan dengan kegiatan
berbicara.45
Lebih lanjut Tarigan menyatakan secara lengkap, bahwa berbicara ialah
suatu kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan,dan
perasaan. Diungkapnya pula bahwa berbicara adalah suatu bentuk perilaku
manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis,
semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif dan secara luas sehingga dapat
dianggap sebagai alat yang paling penting bagi kontrol manusia.46
Berbicara sebagaimana menulis/ mengarang, merupakan salah satu
bentuk komunikasi yang mengandalkan kekuatan dan kompetensi bahasa,
kata-kata, frasa, kalimat, paragraf, dan ujaran, dengan vokal dan penampilan
yang mendukung Marwoto dan Yant Mujiyanto, Diungkapkan pula bahwa
aktivitas berbicara bisa digolongkan sebagai kegiatan ilmu karena berbicara
mensyaratkan banyak hal yang bercirikan keilmiahan (kompetensi, penalaran
bahasa, logika, metodologi, sistematika, transformasi ilmu pengetahuan,
teknologi, agama, dan seni).47
Berbicara merupakan pemanfaatan sejumlah otot dan jaringan sejumlah
otot manusia untuk memberi tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang
dilihat (visible) agar maksud dan tujuan dari gagasan-gagasannya dapat
tersampaikan.48 Senada dengan hal itu, L.C De Vreede Varekamp menyatakan

44
Sudarwan Danim. 1995. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. H. 2
45
Ahmad Rofi'uddin dan Darmiyati Zuhdi. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Kelas Tinggi. Malang: Universitas Negeri Malang. H. 7
46
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Berbicara. Bandung: Angkasa. H, 15
47
Marwoto dan Yant Mujiyanto. 1998. BPK Berbicara II (Sanggar Bahasa dan
Sastra Indonesia). Surakarta: Depdikbud RI UNS Surakarta. H. 2
48
Suharyanti. 1996. Berbicara. Surakarta: UNS Press. H. 5

19
bahwa berbicara adalah suatu kemampuan dalam mengucapkan bunyi-bunyi
bahasa dengan alat bicara.49 Di samping itu, Nurhadi memandang berbicara
sebagai salah satu aspek kemampuan berbahasa yang berfungsi untuk
menyampaikan informasi secara lisan.
Aktivitas berbicara tidak akan lepas dari keterampilan menyimak.
Seperti yang dikemukakan oleh Tarigan bahwa keterampilan berbicara
berkembang dan dipelajari pada kehidupan anak melalui keterampilan
menyimak. Mereka akan belajar mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan.50 Senada dengannya, Burhan Nurgiyantoro menjelaskan bahwa
berbicara adalah keterampilan berbahasa kedua setelah keterampilan
menyimak.51
Maidar G. Arsyad dan Mukti berpendapat sebagai berikut:
“Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan,menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan”.52 Selanjutnya,
Sabarti Akhadiyah MK., dkk menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan
menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Apabila isi pesan itu dapat diketahui
oleh si penerima pesan, maka akan terjadi komunikasi antar pemberi pesan dan
penerima pesan.53
Berbicara merupakan salah satu bagian dari keterampilan berbahasa.
Kaitannya dengan belajar mengajar di sekolah, berbicara mempunyai peranan
penting yang turut menentukan pencapaian tujuan pembelajaran. Dijelaskan oleh
Tarigan bahwa tujuan utama dari berbicara ialah terjadinya komunikasi. Secara
praktis, kegiatan komunikasi tersebut terjadi dalam setiap proses pembelajaran

49
Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan: Landasan Penyusunan Buku Pelajaran Bahasa.
Semarang: IKIP Semarang Press. H. 342
50
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Berbicara. Bandung: Angkasa. H,
51
Burhan Nurgiyantoro. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Edisi Ketiga.
Yogyakarta: BPFE. H. 276
52
Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa
Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. H. 17
53
Sabarti Akhadiyah MK.; Maidar G. Arsjad; Sakura H. Ridwan; Zulfahnur Z.F.; dan
Mukti U.S. 1991. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Depdikbud. H. 153

20
karena di dalamnya akan selalu terdapat interaksi melalui kegiatan
menyimak dan berbicara.54
Komunikasi dalam proses pembelajaran, oleh Martinet digunakan
sebagai penunjang kemampuan berpikir dan sarana mengungkapkan diri.
Dalam hal ini, bahasa dimanfaatkan untuk mengkaji konsep dalam pikiran dan
bereaksi melalui pola interaksi dengan lingkungan. Berkaitan dengan perihal
pendidikan, berbicara dimaksudkan untuk menambah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap anak didik dalam konteks tertentu.55
Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, Rumampuk pun
menyampaikan gagasannya mengenai hal tersebut. Baginya, komunikasi juga
berlaku di antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Proses
yang terjalin pun harus diciptakan oleh guru dan siswa itu sendiri. Dalam hal
ini, pesan atau informasi yang disampaikan oleh guru, juga melalui chanel
stimulus, disampaikan kepada siswa. Stimulus ini dapat dalam bentuk
pernyataan dari siswa atau guru atau mungkin disajikan dalam bentuk film,
bagan, atau gambar yang selanjutnya oleh penerima pesan (siswa) akan
memberikan reaksi. Reaksi ini dapat mengarah ke respons aktif, seperti misalnya
jawaban atau saran, jika pesan berlangsung lancar tanpa adanya gangguan.
Kalau ternyata berlangsungnya pesan itu mendapat gangguan, maka guru
harus mencari gangguan-gangguan yang menghambat hal itu. Hal lain yang
dapat dilakukan yakni, guru dapat menggunakan media yang dapat
memperlancar jalannya komunikasi dalam proses belajar mengajar. Dengan
demikian, media pendidikan dalam pendidikan dapat membantu proses
komunikasi pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.56
Berbicara, seperti yang telah dipaparkan di atas dalam kaitannya
dengan proses pembelajaran di sekolah, dapat dikatakan sebagai kegiatan
yang bersifat intelektual. Berbicara bukanlah sekedar kegiatan mengucapkan
54
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Berbicara. Bandung: Angkasa. H, 11
55
Husain Junus dan Aripin Banasuru. 1996. Bahasa Indonesia Tinjauan Sejarahnya dan
Pemakaian Kalimat yang Baik dan Benar: Sebuah Analisis Teori Praktis.
Surabaya: Usaha Nasional. H. 19
56
Rumampuk, Dientje Borman. 1988. Media Instruksional IPS. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.
H. 5

21
bunyi-bunyi bahasa, namun perlu didukung oleh penguasaan beberapa hal
sebagai penunjang yang harus dipelajari terlebih dahulu agar bisa dikatakan
terampil. Keterampilan berbicara itu akan terlihat manakala seseorang
terampil mengekspresikan ide, pikiran, perasaan, aspirasi, dan berbagai
pengalaman hidup kepada orang lain secara lisan.57
Pembelajaran keterampilan berbicara adalah pembelajaran yang
mampu mengembangkan keterampilan anak dalam berbicara. Ahmad
Rofi’udin dan Darmiyati Zuchdi menyatakan bahwa proses pembelajaran
berbicara ada berbagai jenis kegiatan, di antaranya percakapan, berbicara estetik
(mendongeng), berbicara untuk menyampaikan informasi atau untuk
mempengaruhi dan kegiatan dramatik. 58
Berdasarkan seluruh asumsi tersebut,
keterampilan berbicara disimpulkan sebagai salah satu aktivitas berbahasa yang
dilakukan dengan cara mengomunikasikan pesan secara lisan kepada orang lain
dengan memperhatikan beberapa penunjang keterampilan tersebut.

I. Faktor-Faktor Yang Mendukung Keterampilan Berbicara


Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
berkomunikasi secara baik, pembaca harus mempunyai kemampuan berbicara
yang baik pula. Di samping tujuan utama untuk berkomunikasi, Gorys
Keraf menyatakan tujuan berbicara, antara lain: (1) mendorong, yaitu pembicara
berusaha memberi semangat serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian; (2)
meyakinkan, yaitu pembicara ingin meyakinkan sikap, mental dan itelektual
kepada para pendengarnya; (3) bertindak, berbuat, menggerakkan yaitu
pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari pendengar, dan 4)
menyenangkan atau menghibur.59
Dengan melihat berbagai macam tujuan berbicara di atas, dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya berbicara merupakan kegiatan
57
Marwoto dan Yant Mujiyanto. 1998. BPK Berbicara II (Sanggar Bahasa dan Sastra
Indonesia). Surakarta: Depdikbud RI UNS Surakarta. H. 4
58
Ahmad Rofi'uddin dan Darmiyati Zuhdi. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Kelas Tinggi. Malang: Universitas Negeri Malang. H. 8
59
Gorys Keraf. 2001. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa, Cetakan XII.
Ende: Nusa Indah. H. 321

22
menyampaikan ide atau gagasan secara lisan. Untuk itu, agar pesan atau
gagasan pembicara dapat diterima oleh pendengar, maka pembicara harus
mampu menyampaikan isi secara baik dan efektif. Sebagaimana diungkapkan
oleh Maidar G. Arsjad dan Mukti bahwa untuk menunjang keterampilan
berbicara, pembicara perlu memperhatikan aspek kebahasaan dan non-
kebahasaan.
1) Faktor-faktor kebahasaan yang menunjang keterampilan
berbicara, antara lain:
a) ketepatan ucapan;
b) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai;
c) pilihan kata (diksi); dan
d) ketepatan sasaran pembicaraan.
2) Faktor-faktor non-kebahasaan yang menunjang keterampilan
berbicara, antara lain:
a) sikap wajar, tenang, dan tidak kaku;
b) pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara;
c) kesediaan menghargai pendapat orang lain;
d) gerak-gerik dan mimik yang tepat;
e) kenyaringan suara juga sangat menentukan;
f) kelancaran;
g) relevansi/penalaran; dan h) penguasaan topik.60

4 hal yang mendukung keterampilan berbicara:


1) Penyimak
Keberhasilan berbicara, dapat dilihat pertama kali pada
penyimak atau pendengar. Cara yang digunakan adalah
dengan menganalisis situasi dan kebutuhan tingkat pendidikan
pendengar. Dengan cara ini akan menghindarkan dari
kesalahan-kesalahan dalam berbicara.

60
Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa
Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. H. 17-22

23
2) Pembicaraan
Sebelum pembicaraan berlangsung, maka pembicara
seharusnya mempersiapkan apa yang akan dibicarakan, di
antaranya:
a) menentukan materi;
b) menguasai materi;
c) memahami khalayak;
d) memahami situasi; dan
e) merumuskan tujuan yang jelas.
3) Media dan Sarana
Pembicaraan dapat disampaikan dengan lebih menarik jika
didukung dengan memberikan ilustrasi yang tepat, dan
menggunakan alat bantu yang tepat. Misalnya menggunakan
kaset, komputer, gambar.
4) Pembicara
Pembicara adalah unsur penting yang menentukan efektivitas
retorik. Syarat pembicara yang baik, di antaranya:
a) memiliki pengetahuan yang luas;
b) kepercayaan diri yang cukup;
c) berpenampilan yang sesuai;
d) memiliki artikulasi yang jelas;
e) jujur, ikhlas, kreatif dan
bersemangat; dan f) tenggang rasa
dan sopan santun.

Menurut Marwoto dan Yant Mujiyanto berbicara juga memerlukan


beberapa hal yang mendukung keterampilan tersebut, di antaranya: (1)
penalaran bahasa, logika, metodologi, sistematika, transformasi IPTEKS (imu
pengetahuan, teknologi, agama, dan seni); (2) kompetensi bahasa; (3)
penguasaan materi pembicaraan; (4) konsentrasi yang tinggi; (5) pelafalan kata-
kata yang jelas dan fasih; (6) ketenangan jiwa; (7) pemahaman psikologi massa

24
serta ekspresi wajah dan anggota badan yang mendukung. Secara lebih terinci
diungkapkan bahwa penguasaan kompetensi bahasa itu meliputi pemahaman
struktur, pengalimatan, pendiksian, ejaan, dan pelafalan, semantik, dan etimologi.
Penguasaan kompetensi bahasa yang baik, perbendaharaan kata yang luas dan
pemahaman makna yang tinggi, serta ekspresi yang benar, baik, dan menarik
seakan melengkapi kesempurnaan seseorang untuk dapat dikatakan
terampil berbicara.61
Mulgrave pun memberikan batasan mengenai penunjang keterampilan
berbicara, antara lain: (1) pemahaman pembicara terhadap penyimak dan bahan
pembicaraan; (2) sikap yang tenang dan mudah menyesuaikan diri ; serta (3)
kewaspadaan dan antusiasme sang pembicara. Sementara itu, Tarigan
menuturkan bahwa kemampuan berbahasa lisan mencakup ujaran yang jelas
dan lancar, kosakata yang luas dan beraneka ragam, penggunaan kalimat-
kalimat yang lengkap dan sempurna saat digunakan. Selain itu, juga
pembedaan pendengaran yang tepat, dan kemampuan mengikuti serta
menelusuri perkembangan urutan suatu cerita, atau menghubungkan kejadian-
kejadian dalam urutan yang wajar serta logis.62 Di samping itu, Powers pun
turut mengetengahkan beberapa hal yang turut menunjang keberhasilan seorang
pembicara dalam mengembangkan keterampilannya tersebut. Menurutnya, ada
empat keterampilan yang menunjang keterampilan berbicara, seperti: (1)
keterampilan sosial; (2) keterampilan semantik; (3) keterampilan fonetik; dan (4)
keterampilan vokal. Keempat pendukung tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut: 63
1. Keterampilan sosial ialah kemampuan untuk berpartisipasi secara
efektif dalam hubungan-hubungan masyarakat. Keterampilan ini
menuntut seorang pembicara untuk menguasai beberapa hal sebagai
berikut:
a) apa yang harus dikatakan;

61
Marwoto dan Yant Mujiyanto. 1998. BPK Berbicara II (Sanggar Bahasa dan Sastra
Indonesia). Surakarta: Depdikbud RI UNS Surakarta. H. 2
62
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Berbicara. Bandung: Angkasa. H. 15
63
Ibid, h. 19

25
b) bagaimana cara mengatakannya;
c) kapan mengatakannya;
d) kapan tidak mengatakannya.
2. Keterampilan semantik adalah kemampuan untuk mempergunakan
kata-kata dengan tepat dan penuh pengertian.
3. Keterampilan fonetik yakni kemampuan membentuk unsur-unsur
fonemik bahasa kita secara tepat. Hal ini berkaitan dengan
hubungan-hubungan perorangan yang menentukan apakah seseorang
diterima sebagai anggota kelompok atau sebagai orang luar.
4. Keterampilan vokal yaitu kemampuan untuk menciptakan efek
emosional yang diinginkan dengan suara pembicara. Hal ini bisa
dilakukan dengan melalui suara, karena hal ini mampu
memperlihatkan kepribadian seseorang.

Pada intinya, keberhasilan seseorang untuk dapat terampil berbicara


ditunjang oleh beberapa faktor, yang secara garis besar terbagi menjadi dua
bagian, yakni faktor kebahasaan dan non-kebahasaan. Faktor kebahasaan
berkaitan dengan penguasaan pembicara terhadap unsur-unsur linguistik dan
kaidah tata bahasa lainnya; sedangkan non-kebahasaan berhubungan dengan
penguasaan diri, sikap, dan hubungan sosial pembicara.

J. Pengertian Metode Tebak Kata pada Keterampilan Berbicara


Metode tebak kata adalah suatu metode yang akan menuntut siswa
untuk aktif berbicara, oleh karena itu mau tidak mau siswa diharuskan untuk
berbicara bahasa Prancis ketika pembelajaran berlangsung agar dapat
meningkatkan keterampilan berbicara. Metode pembelajaran tebak kata
menggunakan suatu media pembelajaran berupa kartu tebak kata yang berisi
rangkaian kata/ kalimat yang digunakan sebagai petunjuk untuk mengarahkan
siswa pada suatu objek atau maksud tertentu. Seperti yang diungkapkan oleh

26
Muliawan, Dalam metode tebak kata siswa hanya diminta menebak maksud dan
tujuan atau nama suatu objek tertentu pada suatu rangkaian kata atau kalimat.64
Berikut ini adalah langkah penerapan metode tebak kata pada
keterampilan berbicara:
a. Menjelaskan materi yang akan di pelajari.
b. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memahami kosa
kata yang ada dalam materi tersebut.
c. Melatih siswa untuk mengucapkan kosa kata secara
bersama-sama d. Meminta siswa untuk berkelompok.
e. Setiap perwakilan kelompok mengambil satu kartu tebak kata
secara acak, kemudian dibacakan pada teman sekelompoknya.
f. Siswa diminta untuk menebak hingga benar sesuai maksud
atau nama objek tertentu sesuai petunjuk yang ada pada kartu
tebak kata.
g. Jika siswa tidak bisa menebak dengan benar dalam
waktu yang ditentukan maka, kartu tebak kata akan diganti.
h. Pemberian penguatan positif ketika siswa mampu menjawab
dengan benar.
i. Mengevaluasi hasil kegiatan dan membenarkan atau
menambahkan bila ada yang kurang.
j. Merangkum atau menyimpulkan secara bersama-sama
mengenai pelajaran yang telah berangsung.
k. Meminta siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah
dipelajari.
l. Pemberian tugas pada siswa dan menyampaikan materi
yang akan dipelajari minggun selanjutnya.

K. Penilaian Dalam Keterampilan Berbicara

64
Muliawan, Ungguh Jasa. 2016. 45 Model Pembelajaran Spektakuler. Yogyakarta: AR-Ruzz
Media, h. 223

27
Penilaian merupakan suatu tindak lanjut setelah melakukan
pembelajaran, karena kegiatan pembelajaran yang baik harus disertai dengan
penilaian. Menurut Borwn penilaian adalah sebuah cara pengukuran
pengetahuan, kemampuan, dan kinerja seseorang dalam suatu ranah yang
diberikan.65 Sedangkan menurut Sudjana, penilaian proses belajar adalah upaya
memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh
siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran.66 Hal itu juga di
dukung oleh Mansyur.dkk penilaian memberi penekanan pada usaha yang
dilakukan oleh guru maupun peserta didik untuk memperoleh informasi
yang berkaitan dengan pembelajaran yang mereka lakukan.67
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian
merupakan tindak lanjut untuk mengetahui dan mengukur pengetahuan dan
kemampuan siswa setelah melakukan pembelajaran.
Penilaian keterampilan berbicara pada penelitian ini mengacu
pada penilaian menurut Échelle de Harris, sesuai dengan standard penilaian
berbicara bahasa

Tabel 1: Kriteria Penilaian Keterampilan Berbicara


Menurut Échelle de Harris 68

Kriteria
No Standar Kompetensi
Skor
1. Pelafalan
Pengucapan sangat buruk, tidak bisa dipahami sama sekali 1

Pengucapan sangat sulit dipahami dan menghendaki untuk 2


selalu diulang

65
Nurgiantoro, Burhan. 2014. Penilaian Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta : BPFE, h. 9
66
Sudjana, Nana. 2014. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, h. 3
67
Moh. Mansyur, Materi Pokok Bahasa Arab I Modul 1-12, (Jakarta : Direktorat Jenderal
Bimbaga Islam dan Universitas Terbuka, 1994), h. 21
68
Tagliante, Christine. 1991. L’évaluation. Paris : CLE Internationale, h. 113

28
Kesulitan dalam pengucapan yang menimbulkan perhatian dan 3
terkadang menyebabkan kesalah pahaman
Pengucapan dapat dipahami, namun seringkali masih ada 4
ucapan asing daerah
Pengucapan sudah seperti penutur asli (native) 5
2. Tata Bahasa
Kesalahan tata bahasa dan urutan kata yang sangat buruk 1
sehingga tidak dapat dipahami
Tata bahasa dan urutan kata sulit untuk dipahami. (seringkali 2
harus diulang
Sering melakukan kesalahan pada tata bahasa dan urutan kata, 3
sehingga dapat menghilangkan arti makna
Melakukan beberapa kesalahan pada tata bahasa dan urutan kata 4
namun tidak menghilangkan arti atau makna
Sedikit atau tidak ada kesalahan sama sekali pada tata bahasa 5
dan urutan kata
3. Kosakata
Pembatasan kosakata yang begitu besar sehingga percakapan 1
tidak dapat berjalan
Penggunaan kata yang buruk dan kosakata yang terbatas 2
sehingga sulit untuk dipahami
Sering menggunakan kata-kata yang salah. Bicara sedikit 3
terbatas karena kosakata tidak memadai
Penggunaan kosa kata terkadang tidak tepat dengan tema, dan 4
atau harus diulang karena terdapat ketidak cocokan kebahasaan
Penggunaan kosakata dan ekspresi seperti penutur asli (native) 5

4.
Kelancaran
Pembicaraan selalu terhenti dan terputus-putus sehingga 1
percakapan menjadi tidak dapat berjalan

29
Pembicaraan masih sering ragu. Masih sering diam, kalimat 2
tidak lengkap
Kecepatan dan kelancaran pembicaraan masih dipengaruhi oleh 3
masalah kebahasaan
Pembicaraan lancar, namun sedikit dipengaruhi oleh masalah 4
kebahasaan

Pembicaraan sama fasihnya dengan penutur asli (native) 5


5.
Pemahaman
Tidak dapat memahami sama sekali percakapan sederhana yang 1
diajukan
Kesulitan dalam meakukan percakapan. Tidak dapat memahami 2
percakapan secara umum, sehingga perlu penjelasan dan
pengulangan
Memahami percakapan normal dengan lamban, namun masih 3
perlu pengulangan
Memahami hampir semua percakapan pada kelancaran normal, 4
meskipun kadang-kadang masih perlu pengulangan

Memahami perakapan tanpa kesulitan sama sekali 5

30

Anda mungkin juga menyukai