Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH BAHASA INDONESIA

TIDAK MENGENAL PERUBAHAN BENTUK BENDA SBGAI


AKIBAT PENJAMAKAN
Dosen Pengampu: RENI JUNIARTI, M.Pd

DI SUSUN OLEH :

1. Karbi Rahmat NIM. 2034053


2. Sulaiman NIM. 20340
3. Rizal Junedi NIM. 20340
4. Sukri al Amin NIM. 20340

PRODI PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok
dalam bentuk makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah agar penulis dan pembaca dapat lebih memahami
tentang materi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna karena kemampuan dan keterbatasan penulis, maka dari itu penulis
mohon maaf jika ada kata-kata penulis yang kurang berkenan di hati. Oleh
karena itu, penulis mohon kritikan dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak agar makalah ini dapat berguna sepenuhnya bagi penulis sendiri
dan pembaca sekalian.Sekian dan terimakasih.

Pasir Pengaraian, Maret 2021

Penyusun

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam pemahaman umum, bahasa Indonesia sudah diketahui sebagai alat berkomunikasi. Setiap
situasi memungkinkan seseorang memilih variasi bahasa yang akan digunakannya. Berbagai
faktor turut menentukan pemilihan tersebut, seperti penulis, pembaca, pokok pembicaraan, dan
sarana.
Dalam berbahasa Indonesia, tingkat kesadaran dan kepatuhan akan kaidah-kaidah kebahasaan
secara jelas tergambarkan melalui perilaku berbahasa kita, baik ketika kita menggunakan bahasa
Indonesia dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan. Tata bahasa baku bahasa Indonesia
pada dasarnya merupakan rambu-rambu yang harus disadari dan sekaligus dipatuhi oleh para
pemakai bahasa Indonesia agar perilaku berbahasa mereka tetap memperlihatkan ciri kerapian
dan kecermatan. Kerapian dan kecermatan berbahasa ini hanya mungkin apabila bahasa
Indonesia itu sendiri sebagai alat komunikasi memang telah siap untuk digunakan secara rapi dan
cermat.
Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi oleh bahasa Indonesia agar bahasa persatuan dan
bahasa negara milik bangsa Indonesia itu tetap mantap dapat digunakan sebagai alat komunikasi
yang efektif dan efisien. Pertama, kaidah-kaidah kebahasaannya harus mantap. Kedua,
perbendaharaan kata dan peristilahannya harus kaya dan lengkap. Apabila kedua macam
persyaratan itu terpenuhi, bahasa Indonesia telah siap untuk digunakan secara rapi dan cermat
untuk berbagai keperluan komunikasi, termasuk dalam konteks upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Kaidah Dasar Bahasa Indonesia?
2. Kaidah Dasar Bahasa Indonesia mengenai kata yang penting disebutkan atau ditulis lebih
dahulu, sesudah itu baru keterangannya.
3. Kaidah Dasar Bahasa Indonesia Tidak mengenal perubahan bentuk kata benda sebagai akibat
penjamanakan.
4. Kaidah Dasar Bahasa Indonesia Tidak mengenal tingkatan dalam pemakaian.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kaidah Dasar Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai beberapa kaidah dasar yang memberi ciri khas bahasa Indonesia.
Kaidah-kaidah dasar tersebut antara lain berkaitan dengan hukum Diterangkan – Menerangkan
(DM), perubahan kata benda akibat proses penjamakan, dan tingkatan pemakaian bahasa.
Hukum DM memberdakan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Frase “anak pandai” dalam
bahasa Indonesia akan diungkapkan dengan clever boy dalam bahasa Inggris, bukan boy clever.
Perubahan akibat proses penjamakan lazim ditemui dalam penggunaan bahasa Arab. Bahasa
Arab mengenal proses morfologis yang disebut sharf. Sharf merupakan pedoman untuk
membentuk kata dengan mengacu kepada perubahan-perubahan kata yang terjadi akibat
perubahan jumlah pelaku. Proses penjamakan dalam bahasa Arab dilakukan dengan mengubah
bentuk kata. Kata alim (orang pandai satu) berubah menjadi ulama (orang pandai banyak). Kata
kitab (buku satu) menjadi kutub (buku banyak). Kata muslim (satu orang Islam) menjadi
muslimin (orang Islam banyak).
Tingkatan pemakaian bahasa lazim ditemukan dalam bahasa Jawa. Bahasa Jawa adalah bahasa
yang sangar memperhatikan tingkat pemakaian bahasa berdasarkan perbedaan status sosial.
bahasa yang digunakan untuk berbicara dengan orang tua atau pejabat berbeda dengan bahasa
yang digunakan untuk menyebut anak kecil atau orang kecil.
Contoh :

a. Bapak ngendika opo?

b. Le, matura marang Bapak!

c. Kula pun disanjangi Mas Hafidz bilih mangke wonten pertemuan.


Kata-kata ngendika, matur, dan sanjang memiliki arti yang sama, yaitu berbicara atau
memberitahu.
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang egaliter, praktis dan simpel. Bahasa Indonesia tidak
mengenal pemakaian bahasa berdasarkan tingkatan status sosial dan perubahan kata benda
berdasarkan jumlah benda. Bahasa Indonesia menekankan efisiensi kata dalam kalimat.1[1]
1
2. Kaidah Dasar Bahasa Indonesia mengenai kata yang penting disebutkan atau ditulis lebih
dahulu, sesudah itu baru keterangannya
Kata yang diterangkan berada di depan kata yang menerangkan. Dengan istilah lain, bahasa
Indoensia mengikuti hukum DM (Diterangkan-Menerangkan). Berdasarkan hukum tersebut,
susunan Borobudur Hotel, mini bus, ini hari, ini kali, ganteng aku dan sejenisnya, bukan susunan
yang benar. Susunan kata seperti itu, mendahulukan sesuatu yang menerangkan daripada yang
diterangkan, adalah susunan bahasa Indo-Jerman. Dalam susunan berbahasa Indonesia yang baik
dan benar, susunan seperti itu harus ditinggalkan. Dengan demikian kata-kata diatas harus kita
ubah menjadi Hotel Borobudur, bus mini, hari ini, kali ini, aku ganteng. Meskipun demikian,
seperti umumnya, kaidah bahasa tidak bersifat mutlak, dalam hal inipun susunan Diterangkan-
Menerangkan juga mempunyai kekecualian. Perkecualian hukum tersebut antara lain.
a. Kata depan, misalnya :
Ia tinggal di Surabaya
Ibu pergi ke Kantor
Kakak datang dari Bogor
b. Kata bilangan
Semua mahasiswa harus mengikuti penataran
Ibu membeli dua ekor ayam
Beberapa orang dosen mengikuti seminat di Jakarta

c. Kata keterangan
Saya berangkat tadi malam
Adik sedang belajar
Anak itu sangat rajin

d. Kata kerja bantu


Ia pasti datang kalau diundang
Saya akan pergi sekarang
Ia hendak makan, ambilkanlah!

e. kata majemuk yang mempunyai arti kiasan, misalnya :


panjang tangan
keras hati
keras kepala
tinggi hati
tebal telinga
ringan tangan

f. Kata majemuk dari bahasa asing


Mahaguru
Bumiputra
Perdana mentari
Binamarga
Purbakala2[2]

3. Kaidah Dasar Bahasa Indonesia Tidak mengenal perubahan bentuk kata benda sebagai
akibat penjamanakan.
Untuk menyatakan jamak atau banyak, bahasa Indonesia menggunakan kata bilangan, baik
bilangan tertentu maupun tidak. Kata bilangan tertentu misalnya : dua, empat, seratus, seribu dan
sebagainya, sedangkan bilangan tidak tentu misalnya : sedikit, sejumlah, sekelompok, beberapa,
dan sebagainya.
Dengan demikian, yang ada dalam bahasa Indonesia ialah :
Sekelompok mahasiswa
Sejumlah peserta
Dua ekor kerbau
Seratus buah rumah
Dan bukan
Sekelompok mahasiswa-mahasiswa
Sejumlah peserta-peserta
Dua ekor kerbau-kerbau
Seratus buah rumah-rumah
Bentuk-bentuk diatas merupakan kerancuan di bidang reduplikasi yang diakibatkan oleh dua
bentuk yang masing-masing mempunyai makna jamak. Satu kata menganduung arti jamak dan
kata yang lain mengandung arti jamak lain pula akibat proses reduplikasi. Reduplikasi tersebut
banyak macamnya, salah satunya adalah yang mengandung makna “banyak yang tak tentu”
(Gorys Keraf 1984 : 121), yang biasanya merupakan reduplikasi penuh.
Berikut ini beberapa contoh kreancuan yang dimaksud :
Pemikiran frase banyak + bentuk ualng yang menyatakan banyak yang tak tentu.

2
a. Selama ini banyak hasil-hasil penelitian yang hanya disimpan saja.

b. Banyak anak-anak kecil bermain di jalan raya.


kata “banyak” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengandung makna “ tidak
sedikit” (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 : 79). Itu berarti juga jamak (lebih dari
satu).
Sedang bantuk rekapitulasi hasil-hasil dan anak-anak mengandung makna „jamak yang tak
tentu‟. Jadi, frase yang bergaris bawah pada kalimat I dan II tersebut mempunyai makna yang
berlebihan atau rancu. Kita dapat mengambil bentuk yang tepat seperti berikut :

1. a. Selama ini banyak hasil penelitian yang hanya dsimpan saja.


b. Selama ini hasil-hasil penelitian hanya disimpan saja.

2. a. Banyak anak kecil bermain di jalan raya.


b. Anak-anak kecil bermain di jalan raya.
Pemakaian frase sejumlah+bentuk ulang yang menyatakan jamak tak tentu.
3. dengan sebagian dari anugerah ini, saya bisa membantu sejumlah anak-anak itu.
Dalam KBBI kata “sejumlah” mengandung makna „banyaknya‟ (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988 : 368) yang juga berarti menunjuk makna jamak atau lebih dari satu, sedang
bentuk ulang atau reduplikasi anak-anak juga mengandung makna jamak yang tak tentu. Jadi,
frase sejumlah merupakan bentuk yang rancu dan berlebihan.

4. a. Dengan sebagian dari anugerah ini, saya bisa membantu sejumlah anak.
b. Dengan sewbagian dari anugerah ini, saya bisa membantu anak-anak.
Pemakaian frase beberapa+bentuk ulang yang menyatakan jamak yang tak tentu

5. Guru itu mengumpulkan beberapa anak-anak untuk membersihkan kelas.


Kata “beberapa” dalam KBBI bermakna “menyatakan bilangan yang tak tentu (boleh banyak,
boleh sedikit)”. Itu berarti, kata beberapa sudah mengandung makna jamak. Jadi, bentuk
beberapa anak-anak merupakan bentuk yang rancu dan berlebihan.
Kita dapat memilih bentuk yang benar seperti berikut :

6. a. Guru itu mengumpulkan beberapa anak untuk membersihkan kelas.


b. Guru itu mengumpulkan anak-anak untuk membersihkan kelas.
pemakaian frase :semua” + bentuk ualng yang menyatakan jamak yang tak tentu.

7. a. Ia sedang membenahi semua buku-buku yang berjatuhan itu.


b. semua murid-murid diharuskan mengikuti upacara.
Kata semua mengandung makna sekalian, segala, segenap, (Departemen pendidikan dan
Kebudayaan, 1988 : 811) yang berarti mengandung makna jamak. Jadi, pemakaian frase “semua”
+ bentuk ulang yang menyatakan jamak adalah berlebihan dan rancu.
Kita dapat memilih bentuknya yang benar, yaitu :

8. a. Ia sedang membenahi semua buku yang berjatuh-an itu.


b. Ia sedang membenahi buku-buku yang berjatuhan itu.
9. a. Semua murid diharuskan mengikuti upacara.
b. Murid-murid diharuskan mengikuti upacara.
Pemakaian frase “segala” + bentuk ulang yang menyatakan jamak yang tak tentu.
10. segala perbuatan-perbuatan yang menyimpang harus segera dimusnahkan.
Kata “segala” dalam KBBI bermakna (1) semua, sekalian; (2) seluruh, segenap, (Departemen
Kebudayaan dan pendidikan, 1988 : 793), yang juga mengandung makna jamak yang tak tentu.
Jadi, frase “segala” + bentuk ulang yang menyatakan jamak merupakan bentuk yang berlebihan
dan sekaligus merupakan bentuk rancu, bentuk yang benar adlah sebagaimana berikut :
11. a. Segala perbuatan yang menyimpang harus segera dimusnahkan.
b. Perbuatan-perbuatan yang menyimpang harus segera dimusnahkan.
Pemakaian frase “para” + bentuk ulang yang menyatakan jamak yang tak tentu :
12. Para guru-guru teladan mendapatk beberapa penghargaan.
Dalam KBBI kata “para : menyatakan arti jamak” (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1988 : 648), yang berarti juga menyatakan jamak tak tentu. Jadi, frase para guru-guru merupakan
bentuk yang berlebihan dan sekaligus merupakan bentuk yang rancu.
Bentuk yang benar seperti berikut :
13. a. Para Guru teadan mendapat beberapa penghargaan.
b. Guru-guru teladan mendapatkan beberapa penghargaan.
Pemakaian frase yang lain juga berlebihan dan rancu adalah seperti contoh berikut :
Meskipun ONH naik, masih banyak para calon haji yang mendaftar.
15. ...... sudah banyak para ibu yang menyadari pentingnya KB.
Dalam hal itu, kata “banyak” menunjuk makna jamak tak tentu, sedang kata “para” menunjuk
kata jamak tak tentu. Itu berarti bahwa banyak para di sini merupakan bentuk yang berlebihan.
Bentuk yang benar ini ialah :
16. Meskipun NOH naik, masih banyak calon haji yang mendaftar.
17. .... sudah banyak ibu yang menyadari pentingnya KB.
Pemakaian frase daftar para :
18. Daftar para mahasiswa baru dapat dilihat di harian Wawasan
19. Pada halaman berikutnya akan Anda dapatkan daftar para peserta.
Kata “daftar” dalam KBBI mengandung makna catatan sejumlah hal atau nama orang, barang,
dan sebagainya. Yang disusun berderet dari atas ke bawah : misalnya daftar buku, daftar gaji,
daftar nama pegawai (Departemen pendidikan dan Kebudayaan, 1988 : 179), yang berarti juga
menunjukkan makna jamak atau lebih dari satu.
Kata para seperti telah dijelaskan di muka juga mengandung makna jamak, jadi bentuk atau frase
dalam kata para merupakan bentuk yang berlebihan, sedang bentuk yang benar adalah :
20. a. Daftar mahasiswa baru dapat dilihat di harian Wawasan.
b. Nama-nama mahasiswa baru dapat dilihat di harian Wawasan.
21. Pada halaman berikutnya akan anda dapatkan daftar peserta.
22. pada halaman berikutnya akan anda dapatkan nama-nama peserta.
Selain itu, sering juga kita dapatkan susunan seperti : para alimni, kaum politisi, para medisi, dan
sebagainya. Kata-kata alumni, politisi, medisi sudah menunjukkan pengertian jamak, yaitu dari
kata alumnus, politikus, dan medikus, sehingga menurut aturan bahasa Indonesia yang benar
seharusnya cukup dikatakan : kaum politikus atau politisi, para alumnus atau alumni, dan para
medikus atau medisi.
Susunan seperti di atas dipengaruhi oleh adat susunan bahasa Indo-Jerman. Pada bahasa tersebut,
perubahan kata benda di belakang kata-kata penunjuk jamak memang merupakan keharusan,
karena memang begitulah ketentuan yang berlaku seperti yang terlihat pada kata-kata :
One table
A book
A girl
One day
Two tables
Many books
Many girls
Three days
Dan sebagainya3[3]

4. Kaidah Dasar Bahasa Indonesia Tidak mengenal tingkatan dalam pemakaian.


Bahasa Indonesia adalah bahasa yang demokratis karena ia tidak mengenal tingkatan dalam
pemakaian dan tidak mengenal perubahan bentuk kata kerja sehubungan dengan orang yang
melakukan pekerjaan tersebut, berbeda dengan adat bahasa-bahasa daerah. Dalam bahasa
Jawa, ,isalnya, tingkatan bahasa itu ada. Hal tersebut dipahami benar oleh setiap pemakai bahasa
Jawa apabila ingin bahasanya dikatakan baik dan sopan. Bahasa Jawa mengenal kata-kata sopan
tersebut untuk lawan berbicaranya lebih tua atau lebih tinggi pangkat atau derajatnya. Sebagai
akibat pengaruh bahasa tersebut, banyak pemakai bahasa Indonesia dari suku Jawa menyelipkan
atau memakai kata-kata terhormat dari bahasa Jawa kepada orang yang dianggap lebih tua atau
lebih tinggi keududukannya. Sering kita dengar atau kita baca kalimat-kalimat sebagai berikut :
a. Atas kerawuhan Bapak-bapak, saya menghaturkan terima kasih.
b. Sebelum kondur, Bapak-bapak diaturi dahar dahulu.
c. Krena sedang gerah, Bapak tidak bisa sowan.
d. Sebelum tindak, silahkan tapak asma dahulu.
Jelaslah bahwa kalimat-kalimat tersebut bukan kalimat bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Kalimat bahasa Indonesia adalah kalimat yang memakai unsur membangun bahasa
Indonesia, baik pilihan kata maupun susunannya.
Agar kalimat-kalimat tersebut benar-benar merupakan kalimat bahasa Indonesia, sebaiknya
diubah menjadi :

a. Atas kedatangan Bapak-bapak, saya ucapkan terima kasih.

b. Sebelum pulang, Bapak-bapak dipersilahkan makan dahulu.

c. Karena sedang sakit, Bapak tidak dapat datang.


3
d. Sebelum pergi, silahkan tanda tangan dahulu.4[4]

4
BAB III
PENUTUP
Dalam pembelajaran kaidah dasar bahasa Indonesia, dapat mendatangkan aspek fungsional.
Dimana Aspek fungsional adalah bahwa bahasa tidak sekedar alat untuk berkomunikasi, namun
bagaimana tata bahasa yang baik dan benar namun juga efisien dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Rumaningsih Endang, Cermat dan Terampil Berbahasa Indonesia, Semarang : Rasail Media
Group, 2012.

Anda mungkin juga menyukai