Anda di halaman 1dari 76

LAPORAN TUGAS INTERNSHIP

PUSKESMAS PANDAAN

Disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Program Internship Dokter Indonesia


Kabupaten Pasuruan
Jawa Timur
2021
Laporan F1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat
Topik : Sosialisasi Pemakaian Masker Sebagai Pencegahan Covid-19

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

Disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Program Internship Dokter Indonesia


Kabupaten Pasuruan
Jawa Timur
2020
Lembar Pengesahan

Laporan F1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan


Masyarakat
Topik : Sosialisasi Pemakaian Masker Sebagai Pencegahan Covid-19

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 17 Februari 2022

Oleh
Kepala Puskesmas Pandaan

dr. H. Sudjarwo
NIP. 196909262007011015
Lembar Pengesahan

Laporan F1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan


Masyarakat
Topik : Sosialisasi Pemakaian Masker Sebagai Pencegahan Covid-19

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal

Oleh
Pembimbing Dokter Internship

dr. Hj. Titin Yuliani


NIP. 19760501 201001 2004
LATAR BELAKANG Dalam melakukan pekerjaan, penggunaan alat pelindung diri sangat
penting bagi tenaga kerja. Alat pelindung diri (APD) adalah
seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi
sebagian atau seluruh tubuh dari kemungkinan adanya potensi
bahaya atau kecelakaan kerja.

Masker merupakan salah satu alat pelindung diri. Bagi orang yang
sedang mengidap penyakit pernapasan, memakai masker adalah hal
yang sangat wajib. Misalnya, ketika menderita influenza atau
bahkan batuk, orang di sekitar dapat tertular melalui udara. Sangat
disarankan untuk menggunakan masker mulut agar orang-orang
tidak tertular penyakit. Atau bisa juga sebaliknya, mengunakan
masker mulut saat bepergian juga bisa membuat terjaga dari
penularan infeksi pernapasan dari orang-orang sekitar. Saat ini,
udara sudah kotor tercemar polusi, apalagi bagi Anda yang tinggal
di perkotaan. Nah, dengan menggunakai masker mulut saat
bepergian ataupun berkendara, mencegah udara kotor masuk ke
dalam pernapasan.

PERMASALAHAN 1. Tingginya gangguan kesehatan yang dapat ditularkan


melalui udara
2. Adanya mitos menggunakan masker jika sakit yang
berwarna digunakan dibelakang
PERENCANAAN DAN Memberikan penyuluhan pentingnya masker sekaligus
PEMILIHAN Mempraktekkan cara pemakaian masker yang benar
INTERVENSI 1. Tarik tali masker sampai tersampir pada daun telinga dan
pastikan masker menutupi mulut dan hidung.
2. Tekan strip logam pada masker agar mengikuti bentuk
hidung Anda.
3. Setelah masker sudah tidak digunakan lagi, Anda bisa
melepaskannya.
4. Buang masker dan jangan lupa untuk mencuci tangan
dengan sabun setelah membuangnya.

PELAKSANAAN Kegiatan ini dilaksanakan saat berlangsungnya vaksinasi massal


di Desa Capang, Purwodadi dan dihadirin oleh ibu-ibu kader

MONITORING serta masyarakat


Monitoring yang melakukan
dan evaluasi vaksinasi.
dialkukan dengan membandingkan
pengetahuan peserta sebelum dan sesudah penyuluhan dan tanya
jawab interaktif.
DOKUMENTASI
Laporan F2. Upaya Kesehatan Lingkungan
Topik : PHBS: Cuci Tangan Anak Sekolah

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

Disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Program Internship Dokter Indonesia


Kabupaten Pasuruan
Jawa Timur
2020
Lembar Pengesahan

Laporan F2. Upaya Kesehatan Lingkungan


Topik : PHBS: Cuci Tangan Anak Sekolah

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 17 Februari 2022

Oleh
Kepala Puskesmas Pandaan

dr. H. Sudjarwo
NIP. 196909262007011015
Lembar Pengesahan

Laporan F2. Upaya Kesehatan Lingkungan


Topik : PHBS: Cuci Tangan Anak Sekolah

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 17 Februari 2022

Oleh
Pembimbing Dokter Internship

dr. Hj. Titin Yuliani


NIP. 19760501 201001 2004
LATAR BELAKANG Cuci tangan mengunakan sabun telah menjadi salah satu gerakan
yang dicanangkan oleh pemerintah. Cuci tangan pakai sabun
mampu untuk mengurangi angka diare sebanyak 45%, tetapi
pemakaian sabun untuk cuci tangan hanya mencapai sekitar 3%
dari seluruh masyarakat
yang menggunakan sabun untuk cuci tangan.
Masih rendahnya perilaku cuci tangan pakai sabun pada
masyarakat dapat menimbulkan resiko penyebaran penyakit
infeksi. Kelompok masyarakat yang paling mudah untuk terserang
peyakit infeksi adalah anak prasekolah. Hal tersebut disebabkan
karena kurangnya pengetahuan pada anak prasekolah sehingga
mereka belum memahami pentingnya cuci tangan pakai sabun
untuk menjaga kesehatan. Akan tetapi, seringkali apabila usia
prasekolah diajarkan cuci tangan yang baik mudah dilupakan
karena belum adanya kesadaran dari diri sendiri. Oleh karena itu,
agar lebih efektif, Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), khususnya cuci tangan akan lebih mudah jika
diajarkan sejak anak berada pada usia sekolah.

PERMASALAHAN Rendahnya kesadaran tentang pentingnya perilaku hidup bersih


dan sehat membuat perlunya penyuluhan tentang perilaku hidup
bersih dan sehat terutama budaya cuci tangan . Diharapkan,
penyakit menular dapat menurun dan dapat menekan penyebaran
penyakit menular lainnya, terutama Covid-19 yang sedang
mewabah saat ini.
PERENCANAAN DAN Sosialisasi dan praktik tatacara cuci tangan yang baik dan benar
PEMILIHAN pada anak sekolah usia dini (7tahun). Yaitu, anak SD kelas 1-6,
hal ini dikarenakan kesadaran mereka lebih baik dibanding usia
INTERVENSI prasekolah.
PELAKSANAAN Pelaksanaan Dilakukan pada siswa -siswi kelas 1-6 di SD Ma'arif
Sumberejo, Pandaan. Bersamaan dengan jadwal vaksinasi
COVID19 massal pada murid SD.

MONITORING Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit yg ditimbulkan


akibat tidak melaksanakan PHBS yang datanya didapat dari
kunjungan pasien ke puskesmas baik rawat jalan atau rawat inap.
Kegiatan ini dapat dilakukan setiap tahun agar masyarakat dapat
paham PHBS sejak usia dini dan mampu diterapkan di usia lanjut.

DOKUMENTASI
Laporan F3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga
Berencana
Topik : Penyuluhan dan Pemasangan Kontrasepsi

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

Disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Program Internship Dokter Indonesia


Kabupaten Pasuruan
Jawa Timur
2020
Lembar Pengesahan

Laporan F3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga


Berencana
Topik : Penyuluhan dan Pemasangan Kontrasepsi

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 17 Februari 2022

Oleh
Kepala Puskesmas Pandaan

dr. H. Sudjarwo
NIP. 196909262007011015
Lembar Pengesahan

Laporan F3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga


Berencana
Topik : Penyuluhan dan Pemasangan Kontrasepsi

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 17 Februari 2022

Oleh
Pembimbing Dokter Internship

dr. Hj. Titin Yuliani


NIP. 19760501 201001 2004
LATAR BELAKANG Selain permasalahan laju pertumbuhan penduduk yang semakin
meningkat, terdapat permasalahan khusus di dalamnya berupa
perkembangan kelompok umur 20-24 tahun yang sangat tinggi.
Dalam lima tahun ke depan kelompok usia ini sudah menjadi
pasangan usia subur dan mempunyai anak sehingga diperkirakan
akan ada banyak kelahiran yang berkontribusi pada pertambahan
jumlah penduduk yang luar biasa banyaknya disumbang dari
kelompok umur ini. Jika selama kurun waktu masa reproduksi
sehat pasangan usia subur dari kelompok umur 20-24 ini tidak
melakukan program Keluarga Berencana (KB), tentu akan terjadi
pertambahan penduduk yang pesat tidak hanya sekedar lonjakan
penduduk tetapi akan terjadi ledakan penduduk.
Program Keluarga Berencana (KB) adalah program pembatasan
jumlah anak yakni dua untuk setiap keluarga. Menurut data WHO
setiap tahun lebih dari 600.000 wanita meninggal akibat
komplikasi kehamilan saat melahirkan, 99% kematian terjadi di
negara berkembang. Pencegahan dan penurunan angka kematian
ibu merupakan salah satu alasan diperlukannya pelayanan keluarga
berencana. Program keluarga berencana dapat menurunkan angka
kematian ibu dalam beberapa cara. Keluarga berencana dapat
menyebabkan penurunan jumlah kelahiran karena setiap
kehamilan yang berkaitan dengan beberapa resiko dapat dihindari.
Keluarga berencana juga dapat mengurangi kehamilan yang tidak
tepat waktunya misalnya kehamilan pada wanita yang sangat muda
dan pada wanita yang sudah tua. KB membantu menurunkan
jumlah kehamilan yang tidak diinginkan karena kehamilan yang
tidak diinginkan selalu menjadi ancaman bagi kesehatan wanita
(World Health Organization, 2007).
Hasil SDKI 2012 menunjukkan bahwa angka kematian ibu masih
tinggi. Seringnya ditemukan 4 T (terlalu muda, terlalu tua, terlalu
dekat jarak antar kelahiran, dan terlalu banyak anak yang
dilahirkan) merupakan salah satu faktor yang berperan terhadap
angka kematian ibu. Sebagai petugas kesehatan, tentu harus
memperkenalkan atau mempromosikan beberapa metode
kontrasepsi.
PERMASALAHAN Menurut data di bagian KIA Puskesmas Purwodadi, angka
cakupan pelaksanaan KB di masyarakat sebesar 45%. Pengunaan
Kontrasepsi di Indonesia sudah diatas rata-rata penggunaan
kontrasepsi di ASEAN yaitu 61% dan pencapaian utama berasal
dari puskesmas sebesar 97,5%. Permasalahan yang muncul adalah
sebagian besar masyarakat hanya mengetahui metode kontrasepsi
berupa pil dan suntik. Masyarakat belum banyak mengetahui
informasi metode kontrasepsi lain. Ditambah kurangnya ilmu
mengenai kontrasepsi di daerah pedalaman.

PERENCANAAN DAN Metode intervensi yang digunakan adalah dengan melakukan


PEMILIHAN penyuluhan dan diskusi secara langsung kepada para wanita usia
INTERVENSI reproduktif yang telah menikah. Materi penyuluhan berfokus
untuk menjelaskan tujuan dan fungsi KB serta memberikan
contoh pilihan metode kontrasepsi yang dapat digunakan. Selama
kegiatan penyuluhan juga digunakan untuk mendata peserta yang
pernah menggunakan KB namun selanjutnya tidak melanjutkan
penggunaan (drop-out) dan menanyakan sebab ketidakberlanjutan
program. Peserta yang berminat menggunakan KB diarahkan ke
ruang tindakan untuk dilakukan pemasangan KB sesuai dengan
kehendak peserta.

PELAKSANAAN Penyuluhan dan pemasangan kontrasepsi dilakukan di Puskesmas


Purwodadi, pada hari Senin, 9 Agustus 2021 pk 08.00 – 13.00,
Puskesmas Manggarai. Acara ini dihadiri oleh sekitar 10 orang
ibu-ibu usia produktif. Kegiatan penyuluhan dilakukan dengan
menggunakan presentasi PPT. Penyuluhan berlangsung lancar
dan interaktif. Banyak peserta yang antusias bertanya dan
membagi cerita menggunakan kontrasepsi.

MONITORING Monitoring yang dilakukan yaitu dengan melihat hasil program-


program upaya KIA dan KB berdasarkan data pasien yang datang
untuk penggunaan kontrasepsi. Evaluasi yang dilakukan yaitu
dengan mempertahankan program-program upaya KIA dan KB
yang telah berhasil dilaksnaakan dan meninjau ulang program-
program yang belum dapat terlaksana sehingga pencapaian
program pada tahun berikutnya dapat mencapai target.
DOKUMENTASI
Laporan F4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
Topik: Sosialisasi Diet Rendah Purin

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

Disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Program Internsip Dokter Indonesia


Kabupaten Pasuruan
Jawa Timur
2020
Lembar Pengesahan

Laporan F4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat


Topik: Sosialisasi Diet Rendah Purin

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 17 Februari 2022

Oleh
Kepala Puskesmas Pandaan

dr. H. Sudjarwo
NIP. 196909262007011015
Lembar Pengesahan

Laporan F4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat


Topik: Sosialisasi Diet Rendah Purin

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 17 Februari 2022

Oleh
Pembimbing Dokter Internship

dr. Hj. Titin Yuliani


NIP. 19760501 201001 2004
LATAR BELAKANG Gout arthritis merupakan salah satu penyakit inflamasi
sendi yang paling sering ditemukan, yang ditandai dengan adanya
penumpukan kristal monosodium urat di dalam atau di sekitar
persendian. Monosodium urat ini berasal dari metabolisme purin.
Gangguan metabolisme yang mendasari terjadinya gout arthritis
adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peningkatan
kadar asam urat dalam darah yaitu lebih dari 7,0 mg/dl pada pria
dan lebih dari 6,0 mg/dl pada wanita.
Gout athritis merupakan penyakit yang diakibatkan oleh
karena gangguan metabolisme ditandai dengan adanya
peningkatan konsentrasi asam urat dalam darah. Gejala yang
timbul antara lain yaitu peradangan dan nyeri pada sendi, kadar
asam urat yang berlebih dalam darah (hiperurisemia), terdapat
kristal asam urat yang khas di dalam cairan sendi, sehingga sendi
terlihat kemerahan, terjadi pembengkakan asimetris pada satu
sendi, namun tidak ditemukan bakteri pada saat serangan atau
inflamasi.
PERMASALAHAN 1. Masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya
konsumsi makanan rendah purin
2. Angka kejadian Gout Arthritis di masyarakat masih tinggi

PERENCANAAN DAN 1. Melakukan penyuluhan dan konseling serta edukasi dengan


PEMILIHAN verbalisasi sehingga dapat memudahkan masyarakat untuk
melakukan tanya jawab
INTERVENSI 2. Melakukan diskusi tanya jawab sehingga peserta dapat lebih
memahami tentang pentingnya diet rendah purin
PELAKSANAAN Dilakukan penyuluhan dalam kegiatan pelayanann kesehatan di
Poli Umum Puskesmas Pandaan pada hari Rabu, 28 Juli 2021
pukul 08.00 selama 15 menit sebelum pelayanan dimulai.
Materi yang disampaikan berupa gejala gout arthritis, bahan
makanan yang baik dikonsumsi karena mengandung rendah purin
serta bahan makanan yang harus dihindari.
MONITORING Kegiatan berjalan dengan baik dan lancar. Respon peserta baik
dengan mendengarkan materi yang didampaikan dan memberikan
pertanyaan terhadap pemateri. Dengan dilakukan penyuluhan ini
diharapkan peserta dapat memahami akan pentingnya menjaga
pola makan yang rendah purin agar terhindar dari kondisi
hiperurisemia (asam urat).
DOKUMENTASI
Laporan F5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
dan Tidak Menular
Topik : Kunjungan Rumah Orang dengan Gangguan Jiwa
(ODGJ) Untuk Injeksi Antipsikotik Berkala

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

Disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Program Internship Dokter Indonesia


Kabupaten Pasuruan
Jawa Timur
2020
Lembar Pengesahan

Laporan F5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular


dan Tidak Menular
Topik : Kunjungan Rumah Orang dengan Gangguan Jiwa
(ODGJ) Untuk Injeksi Antipsikotik Berkala

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 17 Februari 2022

Oleh
Kepala Puskesmas Pandaan

dr. H. Sudjarwo
NIP. 196909262007011015
Lembar Pengesahan

Laporan F5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular


dan Tidak Menular
Topik : Kunjungan Rumah Orang dengan Gangguan Jiwa
(ODGJ) Untuk Injeksi Antipsikotik Berkala

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 17 Februari 2022

Oleh
Pembimbing Dokter Internship

dr. Hj. Titin Yuliani


NIP. 19760501 201001 2004
LATAR BELAKANG Untuk memajukan dan meningkatkan mutu dan pelayanan kesehatan
jiwa pada masyarakat, maka perlu ada nya kerjasama antara petugas
kesehatan dan anggota keluarga pasien yang sedang menjalani
pengobatan, untuk itu perlu diikutsertakan dalam program
perawatan pasien baik di rumah maupun dirumah sakit. Hal ini
sangat penting, bahwa pasien mengalami gangguan mental tidak
selamanya dirawat di rumah sakit jiwa. Dalam hal ini peran aktif
keluarga dituntun guna mengoptimalkan pasien untuk mandiri,
memingkatkan pemenuhan kehidupan sehari-hari.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyebutkan bahwa
di Indonesia terdapat 7,1
‰ rumah tangga yang memiliki penderita gangguan jiwa. Angka ini
mengindikasikan terdapat 7 rumah tangga dengan penderita ODGJ
di tiap 1.000 rumah tangga, sehingga jumlahnya diperkirakan sekitar
450 ribu ODGJ berat. Dampak dari gangguan jiwa akan
menimbulkan disabilitas dan bisa menurunkan produktivitas
masyarakat dan beban biaya cukup besar. Secara nasional terdapat
5.218 ODGJ berat yang di pasung pada tahun 2019. Berbagai
kegiatan telah diupayakan oleh Dinas Kesehatan Pasuruan dalam
rangka mengatasi penanggulangan Gangguan Mental Emosional
tersebut, yaitu dengan Pembinaan, evaluasi dan monitoring cakupan
deteksi dini gangguan mental emosional dan dilakukan pada tiap
pasien yang datang di BP Umum Puskesmas serta kegiatan
konseling kesehatan jiwa di Puskesmas seperti home care.
PERMASALAHAN Program perawatan ODGJ yang dilakukan di rumah memerlukan
pengawasan dari tenaga Kesehatan untuk mengoptimalkan
PERENCANAAN DAN pengobatan
Home carepasien ODGJdan membantu mendorong pasien
akan dilaksanakan untukdengan
bergilir
PEMILIHAN mandiri. Selain itupasien
memprioritaskan home yang
care perlu
tidakdilakukan sebagai
dapat dapat untukdukungan
control ke
INTERVENSI pada keluargaHome
Puskesmas. yang merawat pasien.
care akan dilaksanakan mendatangi rumah
pasien untuk memantau kondisi lingkungan dan dilakukan
anamnesis serta pemeriksaan SRQ, dan pemeriksaan fisik.
Setelah itu akan ditentukan pengobatan yang akan diberikan dan
nantinya akan diberikan ke keluarga.
PELAKSANAAN Kunjungan rumah ODGJ dilaksanakan pada Selasa, 6 JULI
2021 pada pukul 13.00-13.30.
• Nama : Tn. S
• Umur : 29 Tahun
• Jenis Kelamin : Pria
• Status Pernikahan : Belum Kawin
• Agama : Islam
• Pendidikan: SD
• Pekerjaan : Buruh Harian Lepas
• Diagnosis : Schizophrenia

Anamnesis: Pasien masih memiliki keluhan suka teriak teriak


dan marah marah namun makin kesini tdk teriak teriak dan sdh
mulai berkomunikasi dan bisa bekerja. Keluhan melihat
bayangan bayangan dan mendengar suara suara disangkal.
Keluhan melukai orang lain disangkal. Pasien dapat beraktifitas
sendiri. Keluarga mengatakan keluhan pada pasien mulai
dirasakan sejak kecil saat dikekang orang tuanya.

KU: kompos mentis TD: 110/60mmHg


HR: 101 kali per menit RR: 20 kali per menit Suhu: 36,7 derajat
Celsius SpO2: 96% room air
Head to toe dalam batas normal

Tatalaksana: Risperidone 1x1/2 tab, Triheksifenidil 1x1/2 tab,


Injeksi Haloperidol 5mg
MONITORING Keberhasilan kunjungan rumah ODGJ memerlukan kerjasama
antara kader, keluarga pasien, dan pihak puskesmas. Monitoring
akan dilakukan 1 bulan setelah home visit untuk melihat apakah
ada keluhan tambahan, kondisi pasien, dan compliance
pengobatan. Keberhasilan terapi memerlukan dukungan dari
keluarga dan kader untuk terus mengingatkan pasien untuk
mengonsumsi obat dan monitoring tingkah laku pasien.
DOKUMENTASI
Laporan F6. Upaya Pengobatan Dasar
Topik : Penanganan Holistik pada Pasien Lansia
dengan Sindrom Metabolik

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

Disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Program Internship Dokter Indonesia


Kabupaten Pasuruan
Jawa Timur
2020
Lembar Pengesahan

Laporan F6. Upaya Pengobatan Dasar


Topik : Penanganan Holistik pada Pasien Lansia
dengan Sindrom Metabolik

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 17 Februari 2022

Oleh
Kepala Puskesmas Pandaan

dr. H. Sudjarwo
NIP. 196909262007011015
Lembar Pengesahan

Laporan F6. Upaya Pengobatan Dasar


Topik : Penanganan Holistik pada Pasien Lansia
dengan Sindrom Metabolik

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan.

disusun oleh :
dr. Andika Wima Pratama

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 17 Februari 2022

Oleh
Pembimbing Dokter Internship

dr. Hj. Titin Yuliani


NIP. 19760501 201001 2004
LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular menjadi masalah kesehatan yang
cukup besar di Indonesia pada saat ini. Hal ini ditandai dengan pola
epidemiologi dari penyakit menular cenderung menurun ke
penyakit tidak menular yang secara global meningkat, dan secara
nasional telah menempati urutan 10 besar penyakit penyebab
kematian terbanyak, termasuk ke dalamnya Diabetes Melitus
(DM). DM menurut ADA (American Diabetes Association) 2010,
didefinisikan sebagai suatu kelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemia karena adanya gangguan sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia tersebut
dapat menyebabkan gejala klasik diabetes yaitu poliuri, polifagi,
dan polidipsi. Hiperglikemia ditunjukkan dengan peningkatan
kadar gula darah sewaktu, puasa dan kadar gula post-prandial.
Kejadian DM Tipe II pada wanita lebih tinggi dari pada laki-
laki. Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik
wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang
lebih besar disebut dengan obesitas. Obesitas didefinisikan sebagai
suatu keadaan dengan akumulasi lemak tidak normal atau
berlebihan di jaringan adiposa. Diagnosis obesitas ditegakkan
dengan cara mengukur indeks massa tubuh (IMT), yang
didapatkan dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan
tinggi badan dalam meter kuadrat. Diagnosis ditegakkan apabila
IMT lebih dari atau sama dengan 30 kg/m. Pasien DM tipe II
dengan obesitas besar kemungkinannya terjadi sindroma
metabolik (SM). Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan
faktor risiko metabolik yang berkaitan langsung terhadap
terjadinya penyakit kardiovaskuler artherosklerotik.
Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe II
dengan Penyulit di Indonesia 2015, penatalaksanaan dan
pengelolaan DM dititikberatkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM,
yaitu: edukasi faktor resiko yang bisa dimodifikasi, terapi gizi
medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis.
PERMASALAHAN Ny. SS 61 tahun, seorang ibu rumah tangga telah didiagnosis
menderita penyakit kencing manis (Diabetes Mellitus) sejak 2
bulan yang lalu datang diantar anaknya ke Puskesmas Pandaan
dengan keluhan badan lemas, kaki dan tangan kesemutan, mata
berkunang-kunang. Pasien sudah 1 tahun terakhir mengalami
keluhan seperti ini dan baru mengetahui penyakitnya saat
dilakukan pengecekkan kadar gula darah. Pasien mengeluhkan
sangat mudah haus dan kencing pada malam hari lebih dari 5 kali
disertai lebih banyak makan. Pasien biasanya makan tiga kali
sehari. Makanan yang dimakan cukup bervariasi. Namun pasien
merupakan seorang yang gemar makan manis dan berlemak dan
malas berolahraga. Sebelum merasakan keluhan diatas pasien
sering mengkonsumsi kopi dan es teh manis.
Ny. SS tinggal bersama suami dan anaknya yang sudah
memiliki keluarga. Riwayat penyakit keluarga, ayah pasien
meninggal akibat penyakit jantung, ibu pasien meninggal akibat
DM. Terdapat riwayat obesitas pada keluarga, adik pasien juga ada
yang menderita DM dan obesitas.
Pola pengobatan pasien bersifat kuratif, apabila mengalami
keluhan, pasien baru pergi untuk berobat. Sama saja dengan pola
pengobatan anggota keluarga lainnya merupakan kuratif, dimana
anggota keluarga mencari pelayanan kesehatan jika sakit saja.
Pada pemeriksaan fisik penampilan sesuai usia, tampak sakit
sedang. Lingkar perut 120 cm, berat badan 98 kg, tinggi badan 167
cm, IMT 35,13 (Obese II). Kesadaran kompos mentis, tekanan
darah 150/90 mmHg, nadi 84 x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit,
suhu 36,6 C. Mata, telinga, hidung dan mulut dalam batas normal.
Tenggorokan, leher, toraks dan abdomen dalam batas normal.
Ekstremitas dekstra dan sinistra dalam batas normal. Ekstremitas
inferior sinistra dalam batas normal dan ekstremitas inferior
dekstra dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan kadar gula darah puasa 126 mg/dl dan kolesterol 215
mg/dl. Hasil dari serangkaian pemeriksaan pada pasien didapatkan
tekanan darah 150/90 mmHg, lingkar perut 120 cm, dan
peningkatan kadar gula darah puasa 126 mg/dl sudah cukup untuk
menegakan diagnosis sindrom metabolik. Sindroma metabolik
(SM) merupakan suatu kumpulan faktor risiko metabolik yang
berkaitan langsung terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler
artherosklerotik. Faktor risiko tersebut antara lain terdiri dari
dislipidemia aterogenik, peningkatan tekanan darah, peningkatan
kadar glukosa plasma, keadaan prototrombik, dan proinflamasi.
PERENCANAAN DAN Intervensi medikamentosa dan non medikamentosa diperlukan
bagi pasien sindrom metabolic dalam kasus ini pada Ny. SS.
PEMILIHAN Intervensi tersebut merupakan tatalaksana kuratif sekaligus
INTERVENSI preventif untuk mencegah timbunya kompikasi akibat sindrom
metabolik yang tidak terkontrol.

Hal-hal yang perlu diketahui pasien mengenai penyakit sindrom


metabolik antara lain:
1. Apa penyebab dan faktor risiko penyakit sindrom metabolik
2. Penyakit sindrom metabolik tidak dapat disembuhkan namun
dapat dikontrol dengan
gaya hidup sehat dan minum obat teratur
3. Mengatur pola makan
4. Olahraga secara teratur sesuai dengan usia pasien
5. Komplikasi pada penyakit sindrom metabolik
PELAKSANAAN 1. Penatalaksanaan medikamentosa
• Amlodipine 1x10 mg
• Metformin 3x500 mg
• Simvastatin 1x10 mg (malam)
• Vitamin B.Complek 1x1

2. Penatalaksanaan non medikamentosa


• Pasien diminta untuk memodifikasi gaya hidup juga mengelola
obesitas dengan menjaga berat badan ideal. Perbanyak makan
sayur ,buah, minum air putih (8-10 gelas/ hari), kurangi makanan
yang mengandung banyak gula, asin dan berlemak, batasi asupan
garam dan gula murni per hari, olahraga ringan minimal 2 kali
dalam satu minggu minimal 30 menit.
• Menyarankan kepada pasien untuk selalu menggunakan alas
kaki dan mengontrol kakinya untuk mencegah terjadinya luka.
• Dorong pasien agar kontrol secara teratur

MONITORING Untuk memonitoring dan mengevaluasi, pasien diminta untuk


kembali mengontrolkan tekanan darah, gula darah, kadar
kolesterol serta BB nya secara rutin ke fasilitas kesehatan. Hal ini
diperlukan supaya tidak terjadi overdose ataupun lowerdose,
sehingga tujuan pengobatan dapat tercapai yaitu untuk mencegah
terjadinya komplikasi.
DOKUMENTASI
LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN

MASYARAKAT MINI PROJECT

Gambaran Pengetahuan Protokol Kesehatan di Era


Pandemi COVID-19 di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Pandaan

Mini Project

Disusun Oleh:
dr. Jefri Johan Sole
dr. Anak Agung Gde Bagus Dwipayana Putra
dr. Andika Wima Pratama

PUSKESMAS KECAMATAN PANDAAN

Jl. A. Yani No.11, Kluncing, Petungasri, Kec. Pandaan, Kab. Pasuruan,


Jawa Timur

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak munculnya pandemi COVID-19 tahun 2019, sebanyak 209 juta orang
telah terinfeksi, dan lebih dari 4 juta orang meninggal.1 Pada 2 Maret 2020, dua kasus
pertama dikonfirmasi Indonesia. Tiga minggu kemudian menjadi 790 kasus. Pada
Oktober 2021, seluruh provinsi Indonesia telah terinfeksi COVID-19. Total kasus di
Indonesia saat ini 4,2 juta kasus, dengan total pasien meninggal dunia sebanyak 142 ribu
jiwa.2
Tanda dan gejala umum infeksi Covid-19 antara lain gejala gangguan
pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari
dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat
menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian.
Tanda-tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar kasus adalah
demam, dengan beberapa kasus mengalami kesulitan bernapas, dan hasil rontgen
menunjukkan infiltrat pneumonia luas di kedua paru.2
Penularan melalui kontak dekat dan droplet, serta ada kemungkinan penularan
secara aerosol.2 Orang yang berisiko terinfeksi adalah yang berhubungan dekat dengan
orang yang positif COVID-19. Tindakan pencegahan dengan menjaga kebersihan
tangan menggunakan sabun dan hand sanitizer. Menghindari menyentuh mata, hidung
dan mulut. Menerapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut
dengan lengan atas bagian dalam. Memakai masker dan menjaga jarak (minimal 1
meter) dari orang lain. Melakukan komunikasi risiko penyakit dan pemberdayaan
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan.2
Penyakit komorbid hipertensi dan diabetes melitus, jenis kelamin laki-laki, dan
perokok aktif merupakan faktor risiko dari penyakit COVID-19. 3 Tujuan penelitian
adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik individu (umur, jenis kelamin,
pendidikan, status pekerjaan) dengan pengetahuan masyarakat tentang protokol
kesehatan di Pasuruan, Jawa Timur.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Pernyataan Masalah
Belum diketahui tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Pandaan tentang protokol kesehatan pada masa pandemi COVID-19
1.2.2 Pertanyaan Masalah
● Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Pandaan mengenai protokol kesehatan pada masa pandemi
COVID-19?
● Berapa banyak masyarakat yang melaksanakan protokol kesehatan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja puskesmas
Kecamatan Pandaan mengenai protokol kesehatan pada masa pandemi COVID-
19.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari kegiatan ini adalah :
● Diketahui tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Pandaan mengenai protokol kesehatan pada masa pandemi
COVID-19
● Diketahui jumlah masyarakat yang melaksanakan protokol kesehatan.
1.4 Manfaat
● Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data untuk mengetahui
tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Pandaan mengenai protokol kesehatan pada masa pandemi COVID-19
● Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang protokol kesehatan dalam
pencegahan infeksi COVID-19
● Bagi Peneliti
Sebagai pengetahuan bagi peneliti dan sebagai data dasar untuk pengembangan
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. COVID-19
2.1.1. Definisi
Coronavirus adalah virus dengan ukuran partikel 120-160 nm. Coronavirus
merupakan virus RNA yang dinamai karena penampakannya seperti mahkota dimana
terdapat spike sepanjang 9-12 nm di seluruh permukaan virus. Ada empat protein
struktural utama yang dikodekan oleh genom coronavirus pada kapsul virus, salah
satunya adalah protein spike (S). Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di
antaranya adalah kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis
coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E,
alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute
Respiratory Illness Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome
Coronavirus (MERS-CoV).4,5,6
Di bulan Desember 2019, wabah pneumonia yang disebabkan oleh novel
coronavirus terjadi di Wuhan, Provinsi Hubei, dan telah menyebar secara cepat ke
seluruh China, dengan resiko berkelanjutan berupa pandemik. Setelah dilakukan
identifikasi dan isolasi virus, pathogen penyebab pneumonia ini dinamakan 2019 Novel
coronavirus (2019-nCov) namun kemudian berubah secara resmi menjadi Severe Acute
respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) oleh WHO. Pada tanggal 30
Januari 2020, WHO menetapkan wabah SARS-CoV-2 sebagai kegawatdaruratan
kesehatan masyarakat internasional.1

2.1.2. Patogenesis
Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi diduga tidak
jauh berbeda dengan SAR CoV yang sudah banyak diketahui. Pada manusia, SARS-
CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel saluran napas yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2
akan menempel pada reseptor-reseptor dan membentuk jalan masuk ke dalam sel.
Glikoprotein yang terdapat pada duri kapsul virus akan berikatan dengan reseptor selular
berupa ACE2. Di dalam sel, SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi gen k dan
mensintesis protein-protein yang dibutuhkan kemudian membentuk virion baru yang
muncul di permukaan sel.5,6,7
Sama dengan SARS-CoV, diduga pada SARS-CoV-2 setelah virus masuk ke
dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan ditranslasikan
menjadi dua poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom virus akan mulai
untuk bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru terbentuk masuk ke
dalam membran retikulum endoplasma atau badan Golgi sel. Kemudian terjadi
pembentukan nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein nukleokapsid.
Partikel virus akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan Golgi sel. Pada tahap
akhir, vesikel yang mengandung partikel virus akan bergabung dengan membran plasma
untuk melepaskan komponen virus yang baru.8,9,10
Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV. Efek
sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan keparahan
infeksi. Disregulasi sistem imun kemudian berperan dalam kerusakan jaringan pada
infeksi SARS-CoV-2. Respons imun yang tidak adekuat menyebabkan bertambahnya
replikasi virus sehingga timbul kerusakan jaringan. Di sisi lain, respons imun yang
berlebihan juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan.10,11

2.1.3. Transmisi
Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber
transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. Transmisi SARS-CoV-2
dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin. Selain
itu, telah diteli bahwa SARS-CoV-2 dapat viabel pada aerosol (dihasilkan melalui
nebulizer) selama setidaknya 3 jam.12,13 Beberapa laporan kasus menunjukkan dugaan
penularan dari karier asimtomatis, namun mekanisme pastinya belum diketahui. Kasus-
kasus terkait transmisi dari karier asimtomatis umumnya memiliki riwayat kontak erat
dengan pasien COVID-19. Beberapa peneliti melaporkan infeksi SARS-CoV-2 pada
neonatus. Namun, transmisi secara vertikal dari ibu hamil kepada janin belum dapat
dibuktikan secara pasti dapat terjadi. Bila memang terjadi, data menunjukkan bahwa
peluang transmisi vertikal tergolong kecil. Pemeriksaan virologi cairan amnion, darah
tali pusat, dan air susu ibu pada ibu yang positif COVID-19 ditemukan negatif.13,14
SARS-CoV-2 telah terbukti menginfeksi saluran cerna berdasarkan hasil biopsi
pada sel epitel gaster, duodenum, dan rektum. Virus dapat terdeteksi di feses, bahkan
ada 23% pasien yang dilaporkan virusnya tetap terdeteksi dalam feses walaupun sudah
tak terdeteksi pada sampel saluran napas. Kedua fakta ini menguatkan dugaan
kemungkinan transmisi secara fekal-oral. Stabilitas SARS-CoV-2 pada benda mati tidak
berbeda jauh dibandingkan SARS-CoV. Eksperimen yang dilakukan oleh van
Doremalen, dkk. menunjukkan SARS- CoV-2 lebih stabil pada bahan plastik dan
stainless steel (>72 jam) dibandingkan tembaga (4 jam) dan kardus (24 jam).15
Studi lain di Singapura menemukan pencemaran lingkungan yang ekstensif pada
kamar dan toilet pasien COVID-19 dengan gejala ringan. Virus dapat dideteksi di
gagang pintu, dudukan toilet, tombol lampu, jendela, lemari, hingga kipas ventilasi,
namun tidak pada sampel udara.16

2.1.4. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari
tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis,
hingga syok sepsis. Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut
saluran napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan
atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit
kepala. Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien
juga mengeluhkan diare dan muntah. Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat
ditandai dengan demam, ditambah salah satu dari gejala berikut: frekuensi pernapasan
>30x/menit, distres pernapasan berat, atau saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen.
Pada pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal.1
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-gejala
pada sistem pernapasan seper demam, batuk, bersin, dan sesak napas. Berdasarkan data
55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala lain yang
dapat ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri kepala,
mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah, kongesti nasal, diare, nyeri abdomen,
hemoptsis, dan kongesti konjungtiva. Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi
yang lamanya sekitar 3-14 hari (median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit
masih normal atau sedikit menurun dan pasien dak bergejala. Pada fase berikutnya
(gejala awal), virus menyebar melalui aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang
mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran cerna dan jantung. Gejala pada fase ini
umumnya ringan. Serangan kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah mbul gejala
awal. Pada saat ini pasien masih demam dan mulai sesak, lesi di paru memburuk,
limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi.
Jika tidak teratasi, fase selanjutnya akan semakin tak terkontrol, terjadi badai sitokin
yang mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya.5

2.2. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Protokol Kesehatan


2.2.1. Jaga Jarak17
Ketika orang-orang yang sakit COVID-19 tengah diisolasi tapi
menyebarkan virus corona secara cepat ke wilayahnya melalui kontak jarak
dekat, maka pola itu disebut sebagai penularan komunitas (community
transmission). Semakin meluas penularan komunitas yang terjadi, maka
tindakan tambahan perlu dilakukan, yaitu mengurangi kontak antara satu warga
dengan warga lain di wilayah itu (social distancing atau di sini akan disebut
sebagai mengurangi kontak antarwarga). Ajang yang mendatangkan keramaian
seperti pertandingan bola, konser musik, acara keagamaan dan pertemuan besar
sudah ditunda di mana-mana, di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia
lain. Termasuk tindakan mengurangi kontak antarwarga adalah mengurangi
kegiatan pertemuan di tempat umum, menutup sekolah dan mengurangi
penggunaan transportasi umum yang tidak penting. Tindakan mengurangi
kontak antarwarga dapat ditingkatkan ke tahap yang lebih tinggi dengan
pertimbangan penyebaran yang semakin meluas dan dengan mempertimbangkan
antara efektivitas dan dampaknya pada masyarakat. Bila penyebaran virus terjadi
di lokasi tertentu, tindakan mengurangi kontak antarwarga pertama-tama
dilakukan di lokasi-lokasi tersebut dan tidak langsung di tingkat nasional.

2.2.1.1. Panduan Jaga Jarak17


Berikut panduan jaga jarak (social distancing) menurut para ahli:
• Hindari pertemuan besar (lebih dari 10 orang).
• Jaga jarak (1 meter atau lebih) dengan orang lain.
• Jangan pergi ke sarana kesehatan kecuali diperlukan. Bila Anda memiliki
anggota keluarga atau kawan dirawat di rumah sakit, batasi pengunjung –
terutama bila mereka anak-anak atau kelompok risiko tinggi (lanjut usia dan
orang dengan penyakit yang dapat memperberat, misalnya gangguan jantung,
diabetes dan penyakit kronis lainnya).
• Orang berisiko tinggi sebaiknya tetap di rumah dan menghindari pertemuan
atau kegiatan lain yang dapat membuatnya terpapar virus, termasuk melakukan
perjalanan.
• Beri dukungan pada anggota keluarga (yang tidak tinggal di rumah Anda)
ataupun tetangga yang terinfeksi tanpa harus bertemu langsung, misalnya
melalui telepon ataupun WA.
• Ikuti panduan resmi di wilayah Anda yang bisa saja merubah rutinitas termasuk
kegiatan sekolah atau pekerjaan.
• Ikuti perkembangan informasi karena situasi dapat berubah dengan cepat sesuai
perkembangan penyakit dan penyebarannya.

2.2.2. Cuci Tangan17


Salah satu perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang selalu digaungkan
sejak lama untuk menjaga kesehatan dan kebersihan pribadi adalah mencuci
tangan.
Tangan merupakan media yang sangat ampuh untuk berpindahnya
penyakit, karena tangan digunakan untuk memegang benda-benda yang
seringkali tidak kita ketahui dengan pasti kebersihannya. Salah satu contoh
adalah ketika kita memegang handle pintu atau pegangan dalam kendaraan, kita
tidak pernah tahu apakah ada agen penyakit (virus/bakteri) yang menempel
disana, bisa jadi sebelumnya dipegang oleh orang yang batuk/bersin ditutup oleh
tangannya. Kemudian tangan kita yang sudah memegang handle pintu tersebut
menutup mulut kita yang menguap atau langsung memegang makanan. Jelas
sudah terjadi proses perpindahan agen penyakit disana. Jika saat itu daya tahan
tubuh kita lemah, dalam masa inkubasi kita pun akan mengalami gejala yang
sama.
Mencuci tangan sangat diutamakan pada waktu-waktu penting, antara lain
sebelum makan, setelah buang air besar, sebelum menjamah makanan, sebelum
menyusui/menyiapkan susu bayi, dan setelah beraktifitas.

2.2.2.1. Tujuan Cuci Tangan17


Tujuan dilakukan cuci tangan yaitu untuk:
a) Menghilangkan mikroorganisme yang ada di tangan,
b) Mencegah infeksi silang (cross infection),
c) Menjaga kondisi steril,
d) Melindungi diri dan pasien dari infeksi,
e) Memberikan perasaan segar dan bersih.

2.2.2.2. Indikasi Cuci Tangan17


Indikasi cuci tangan atau lebih dikenal dengan five moments (lima waktu)
cuci tangan:
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum tindakan aseptic
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien

2.2.2.3. Cuci Tangan 6 Langkah dengan Hand Wash dan Hand Rub17
Teknik mencuci tangan biasa adalah membersihkan tangan dengan
sabun dan air bersih yang mengalir. Peralatan yang dibutuhkan untuk
mencuci tangan biasa adalah setiap wastafel dilengkapi dengan peralatan
cuci tangan sesuai sesuai standar rumah sakit (misalnya kran air bertangkai
panjang untuk mengalirkan air bersih, tempat sampah injak tertutup yang
dilapisi kantung sampah medis atau kantung plastik berwarna kuning untuk
sampah yang terkontaminasi atau terinfeksi, alat pengering seperti tisu, lap
tangan (hand towel), sabun cair atau cairan pembersih tangan yang berfungsi
sebagai antiseptik, lotion tangan, serta dibawah wastafel terdapat alas kaki
dari bahan handuk. Oleh karena itu sarana serta prasarana juga harus
memadai untuk mendukung cuci tangan supaya dapat dilakukan dengan
maksimal. Prosedur Hand-wash sebagai berikut:
a) Melepaskan semua benda yang melekat pada daerah tangan,
seperti cincin atau jam tangan.
b) Membuka kran air dan membasahi tangan.
c) Menuangkan sabun cair ke telapak tangan secukupnya.
d) Melakukan gerakan tangan, mulai dari meratakan sabun dengan
kedua telapak tangan.
e) Kedua punggung telapak tangan saling menumpuk secara
bergantian.
f) Bersihkan telapak tangan dan sela-sela jari seperti gerakan
menyilang.
g) Membersihkan ujung-ujung kuku bergantian pada telapak tangan.
h) Membersihkan ibu jari secara bergantian.
i) Posisikan jari-jari tangan mengerucut dan putar kedalam
beralaskan telapak tangan secara bergantian.
j) Bilas tangan dengan air yang mengalir.
k) Keringkan tangan dengan tisu sekali pakai.
Menutup kran air menggunakan siku atau siku, bukan dengan jari
karena jari yang telah selesai kita cuci pada prinsipnya bersih.
Lakukan semua prosedur diatas selama 40 – 60 detik.

2.2.3. Penggunaan Masker17,18,19


Penggunaan masker medis adalah salah satu langkah pencegahan yang
dapat membatasi penyebaran penyakit-penyakit saluran pernapasan tertentu
yang diakibatkan oleh virus, termasuk COVID-19. Penelitian tentang influenza,
penyakit serupa influenza (influenza-like illness), dan coronavirus pada manusia
memberi bukti bahwa penggunaan masker medis dapat mencegah penyebaran
percikan yang dapat menyebabkan infeksi dari orang yang terinfeksi ke orang
lain dan kemungkinan kontaminasi lingkungan akibat percikan ini. Bukti bahwa
penggunaan masker medis oleh orang sehat di dalam rumah atau oleh orang-
orang yang melakukan kontak dengan pasien, atau oleh orang-orang di tengah
perkumpulan besar yang berfungsi sebagai pencegahan masih terbatas. Namun,
saat ini belum ada bukti bahwa mengenakan masker (baik masker medis atau
jenis lainnya) oleh orang sehat di tengah masyarakat secara umum, termasuk
penggunaan masker secara bersama-sama pada masyarakat luas, dapat
mencegah masyarakat dari infeksi virus saluran pernapasan, termasuk COVID-
19.
Masker medis harus disediakan untuk tenaga kesehatan. Penggunaan
masker medis oleh masyarakat dapat menciptakan rasa aman yang semu
sehingga langkah-langkah kesehatan lain seperti menjaga kebersihan tangan dan
menjaga jarak fisik tidak dihiraukan, dan tetap menyentuh bagian wajah di balik
masker dan di bawah mata. Hal ini menyebabkan kerugian yang dapat dihindari,
serta mengakibatkan masker tidak dapat digunakan oleh orang-orang yang
terlibat dalam pelayanan kesehatan, yang paling membutuhkan masker, terutama
saat ketersediaan masker terbatas.
2.2.3.1. Jenis Masker yang Perlu Dipertimbangkan17,18
2.2.3.1.1. Masker Medis
Masker medis harus disertifikasi sesuai standar internasional atau
nasional guna memastikan kinerjanya sesuai saat digunakan oleh tenaga
kesehatan, menurut risiko dan jenis prosedur yang dilaksanakan di
tempat pelayanan kesehatan. Masker medis dirancang untuk penggunaan
sekali pakai. Filtrasi awal (minimal filtrasi 95% droplet), kemudahan
bernapas (breathability) awal, dan, jika perlu, resistansi cairan awalnya
berhubungan dengan jenis (misalnya, spunbond atau meltblown) dan
lapisan bahan tanpa tenun (seperti polipropilena, polietilena, atau
selulosa). Masker medis berbentuk persegi panjang dan terdiri dari tiga
atau empat lapisan. Setiap lapisan terdiri dari serat yang lembut hingga
sangat lembut. Masker ini diuji dalam hal kemampuannya menahan
droplet (berukuran 3 mikrometer; standar EN 14683 dan ASTM F2100)
dan partikel (berukuran 0,1 mikrometer; hanya standar ASTM F2100).
Masker ini harus dapat menahan droplet dan partikel sambil tetap dapat
digunakan untuk bernapas dengan cara memungkinkan udara
menembusnya. Masker medis merupakan alat kesehatan yang diatur dan
dikategorikan sebagai APD.
Penggunaan masker medis di masyarakat dapat mengalihkan
sumber daya yang penting ini dari tenaga kesehatan dan orang-orang
yang paling membutuhkannya. Di tempat-tempat di mana terjadi
kekurangan persediaan masker medis, masker medis harus dikhususkan
bagi tenaga kesehatan dan orang-orang berisiko yang terindikasi
memerlukannya.
2.2.3.1.2. Masker Non-Medis
Masker nonmedis (yang disebut juga masker “kain” dalam
dokumen ini) terbuat dari bermacam-macam kain tenun dan tanpa tenun,
seperti polipropilena. Perbedaan kombinasi kain dan bahan memberikan
filtrasi dan kemudahan bernapas yang berbeda-beda.
Masker nonmedis bukanlah alat kesehatan maupun alat pelindung
diri. Namun, standar masker nonmedis telah disusun oleh French
Standardization Association (AFNOR Group), di mana standar tersebut
menentukan kinerja minimum filtrasi (minimum 70% filtrasi partikel
padat atau filtrasi droplet) dan kemudahan bernapas (perbedaan tekanan
maksimum 0,6 mbar/cm2 atau resistansi inhalasi maksimum 2,4 mbar dan
resistansi ekshalasi maksimum 3 lembar).
Persyaratan standar filtrasi dan kemudahan bernapas yang lebih
rendah, dan perkiraan kinerja keseluruhan yang lebih rendah,
mengindikasikan bahwa penggunaan masker nonmedis yang terbuat dari
kain tenun seperti kain pakaian dan/atau kain tanpa tenun sebaiknya
hanya menjadi pertimbangan dengan tujuan pengendalian sumber
(digunakan oleh orang yang terinfeksi) di masyarakat, bukan dengan
tujuan pencegahan. Masker nonmedis dapat digunakan secara ad hoc
untuk kegiatan-kegiatan tertentu (misalnya, saat di angkutan umum di
mana penjagaan jarak fisik tidak dapat dilakukan). Selain itu,
penggunaan masker nonmedis harus selalu dibarengi dengan sering
mencuci tangan dan penjagaan jarak fisik.
Pengambil keputusan yang memberi anjuran tentang jenis masker
nonmedis harus mempertimbangkan fitur-fitur masker nonmedis berikut:
efisiensi filtrasi (EF, atau filtrasi), kemudahan bernapas, jumlah dan
kombinasi bahan yang digunakan, bentuk, salutan (coating), dan
pemeliharaan.
a) Jenis bahan: efisiensi filtrasi (EF), kemudahan bernapas setiap
lapisan bahan, faktor kualitas filter.
Pemilihan bahan merupakan langkah pertama yang penting
karena filtrasi (hambatan) dan kemudahan bernapas berbeda-
beda sesuai kainnya. Efisiensi filtrasi bergantung pada keketatan
tenunan, diameter serat atau benang, dan, untuk bahan tanpa
tenun, proses pembuatan (spunbond, meltblown, muatan
elektrostatis). Filtrasi kain dan masker bervariasi antara 0,7%
dan 60%. Semakin tinggi efisiensi filtrasi , semakin besar
hambatan yang diberikan oleh kain.
Kemudahan bernapas berarti seberapa mudah pemakai bernapas
menembus bahan masker. Kemudahan bernapas adalah
perbedaan tekanan di kedua sisi masker dan dihitung dengan
satuan milibar (mbar) atau Pascal (Pa) atau, untuk luas sisi
masker, per sentimeter persegi (mbar/cm2 atau Pa/cm2).
Kemudahan bernapas masker medis yang wajar adalah di bawah
49 Pa/cm2. Untuk masker nonmedis, perbedaan tekanan yang
wajar, di seluruh masker, harus di bawah 100 Pa.
Data baru-baru ini mengindikasikan bahwa dua lapisan
spunbond tanpa tenun, yang merupakan bahan yang sama
dengan yang digunakan untuk lapisan luar masker medis sekali
pakai, memberikan filtrasi dan kemudahan bernapas yang
memadai. Bernapas dengan masker kain katun komersial pada
umumnya sangat mudah tetapi filtrasi masker jenis ini lebih
rendah.
Tidak disarankan menggunakan bahan elastis untuk membuat
masker; saat dipakai, bahan masker dapat tertarik di wajah,
sehingga ukuran pori meningkat dan efisiensi filtrasi menurun
selama digunakan. Selain itu, kualitas bahan yang elastis dapat
menurun seiring waktu dan sensitif terhadap pencucian dengan
suhu tinggi.
b) Jumlah lapisan
Jumlah lapisan minimum untuk masker nonmedis adalah
tiga lapis, tergantung kain yang digunakan. Lapisan paling dalam
masker menyentuh wajah pemakai. Lapisan paling luar terpapar
pada lingkungan.
Kain pakaian (misalnya, campuran nilon dan 100%
poliester) jika dilipat menjadi dua lapis memberikan 2-5 kali lipat
efisiensi filtrasi dibandingkan lapisan tunggal kain yang sama, dan
jika dilipat menjadi empat lapis, efisiensi filtrasi meningkat 2-7
kali. Masker yang terbuat dari sapu tangan katun saja harus terdiri
dari empat lapis, tetapi efisiensi filtrasinya hanya 13%. Bahan yang
sangat berpori seperti kasa tidak akan dapat memberikan filtrasi
yang cukup meskipun dibuat berlapis-lapis; efisiensi filtrasinya
hanya 3%.
Perlu dicatat bahwa bahan yang ditenun lebih ketat, dan
juga semakin banyaknya jumlah lapisan, kemudahan bernapasnya
juga dapat menurun. Kemudahan bernapas dapat diperiksa dengan
cepat dengan cara mencoba bernapas melalui mulut dan beberapa
lapisan.
c) Kombinasi bahan yang digunakan
Komunikasi ideal bahan untuk masker nonmedis harus
mencakup tiga lapisan berikut: 1) lapisan paling dalam yang terbuat
dari bahan hidrofilik (seperti katun atau campuran katun); 2)
lapisan terluar yang terbuat dari bahan hidrofobik (seperti
polipropilena, poliester, atau campuran keduanya) yang dapat
membatasi kontaminasi dari luar yang menembus ke dalam hidung
dan mulut pemakai; 3) lapisan tengah hidrofobik yang terbuat dari
bahan tanpa tenun sintetis seperti polipropilena atau lapisan katun
yang dapat meningkatkan filtrasi atau menahan droplet.
d) Bentuk masker
Masker dapat berbentuk pipih-terlipat atau duckbill.
Bentuk masker dirancang agar dapat rapat di bagian hidung, pipi,
dan dagu pemakainya. Saat bagian pinggir masker tidak menutup
rapat pada wajah dan bergeser, misalnya saat berbicara, udara dari
dalam/luar menembus melalui bagian pinggir masker dan tidak
difilter melalui kain masker. Kebocoran udara yang masuk dan
keluar tanpa tersaring dapat diakibatkan oleh ukuran dan bentuk
masker. Penting dipastikan bahwa masker dapat tetap di tempatnya
dengan nyaman tanpa perlu banyak disesuaikan dari tali elastisnya
atau ikatannya.
e) Salutan kain
Salutan kain dengan senyawa-senyawa seperti lilin dapat
meningkatkan hambatan dan membuat masker resistan terhadap
cairan; namun, salutan seperti itu dapat tanpa sengaja menutup
sepenuhnya pori-pori kain dan membuat bernapas melalui masker
tersebut sulit. Selain penurunan kemudahan bernapas, air yang
terfilter dapat menjadi lebih mungkin keluar melalui bagian pinggir
masker saat napas diembuskan. Karena itu, salutan tidak
direkomendasikan.
f) Pemeliharaan masker
Satu masker hanya dapat digunakan oleh satu orang saja
dan tidak boleh digunakan bergantian dengan orang lain. Semua
masker harus diganti jika basah atau terlihat kotor; masker yang
basah tidak boleh digunakan untuk waktu yang lama. Lepaskan
masker tanpa menyentuh bagian depan masker dan jangan sentuh
mata atau mulut setelah melepaskan masker. Buang masker atau
simpan masker di kantong yang dapat ditutup rapat sampai masker
dapat dicuci dan dibersihkan. Setelah itu, segera bersihkan tangan.
Masker nonmedis harus sering dicuci dan ditangani dengan hati-
hati agar tidak mengontaminasi barang-barang lain. Jika lapisan
kain masker terlihat lusuh, buang masker tersebut. Jika
menggunakan kain pakaian untuk membuat masker, suhu
pencucian tertingginya harus diperiksa. Jika instruksi pencucian
terdapat di label pakaian, pastikan apakah pakaian sumber kain
tersebut dapat dicuci dengan air hangat atau panas.
Pilih kain yang dapat dicuci. Cuci dengan air hangat hingga
panas di suhu 60°C, dengan sabun atau detergen baju. Spunbond
polipropilena tanpa tenun dapat dicuci pada suhu tinggi, hingga
125°C. Serat alami dapat bertahan pencucian bersuhu tinggi dan
penyetrikaan. Cuci masker dengan lembut (tanpa gesekan, tarikan,
atau perasan yang berlebihan) jika bahan yang digunakan adalah
bahan tanpa tenun (seperti spunbond). Kombinasi spunbond
polipropilena tanpa tenun dan katun dapat menoleransi suhu tinggi;
masker yang terbuat dari kombinasi ini dapat dicuci dengan cara
diuapi atau direndam dalam air mendidih. Jika air panas tidak
tersedia, cuci masker dengan sabun/detergen dalam air bersuhu
ruangan, kemudian rendam masker dalam air mendidih selama satu
menit atau rendam masker dalam larutan 0,1% klorin selama satu
menit kemudian bilas masker dengan air bersuhu ruangan untuk
menghindarkan residu klorin yang beracun.

2.2.3.2. Tatalaksana Masker17,18


Penggunaan dan pembuangan masker terlepas dari jenisnya penting untuk
dilakukan dengan benar untuk memastikan masker tersebut efektif dan untuk
menghindari peningkatan penularan.
Informasi berikut tentang penggunaan tepat masker diambil dari praktik-
praktik di fasilitas pelayanan kesehatan:
1. Tempatkan masker dengan hati-hati, pastikan masker menutup mulut dan
hidung, dan kaitkan dengan kuat untuk meminimalisasi jarak antara wajah
dan masker.
2. Hindari menyentuh masker saat digunakan.
3. Lepas masker dengan teknik yang benar: jangan menyentuh bagian depan
masker, melainkan lepaskan masker dari belakang.
4. Setelah melepas atau setiap kali tidak sengaja menyentuh masker yang
terpakai, bersihkan tangan dengan cairan antiseptik berbahan dasar alkohol
atau sabun dan air mengalir jika tangan terlihat kotor.
5. Segera ganti masker saat masker menjadi lembap dengan masker baru yang
bersih dan kering.
6. Jangan gunakan kembali masker sekali pakai.
7. Buang masker sekali pakai setelah digunakan dan segera buang setelah
dilepas.

2.2.3.3. Cara Memakai Masker17,18


Bagi kalian yang sedang sakit atau sedang dalam masa
penyembuhan, selalu gunakan masker penutup hidung dan mulut ketika
keluar rumah.
Hal ini tentu saja bertujuan untuk meminimalisir penyebaran virus
serta melindungi diri dari penyakit termasuk salah satunya juga mencegah
penyakit dari virus Corona. Lalu bagaimanakah cara menggunakan masker
dengan benar?
1. Sebelum memasang masker, cuci tangan pakai sabun dan air
mengalir (minimal 20 detik) atau bila tidak tersedia, gunakan cairan
pembersih tangan (minimal alkohol 60%).
2. Tutup mulut, hidung, dan dagu anda, pastikan bagian masker yang
berwarna berada di bagian depan.
3. Tekan bagian atas masker supaya mengikuti bentuk hidung Anda
dan tarik ke belakang ke bagian bawah dagu.
4. Cuci tangan pakai sabun setelah membuang masker yang telah
digunakan ke dalam tempat sampah.
5. Ganti masker yang basah atau lembab dengan masker baru. Masker
medis hanya boleh digunakan satu kali saja. Masker kain dapat
digunakan berulang kali.
6. Untuk membuka masker: lepaskan dari belakang. Jangan sentuh
bagian depan masker; Untuk masker 1x pakai, buang segera di
tempat sampah tertutup atau kantong plastik. Untuk masker kain,
segera cuci dengan deterjen. Untuk memasang masker baru, ikuti
poin pertama. Lepas masker yang telah digunakan dengan hanya
memegang tali yang ada di kedua telinga, dan langsung buang ke
tempat sampah.

2.2.4. Etika Batuk17,18


2.2.4.1. Pengertian
Batuk bukanlah suatu penyakit. Batuk merupakan mekanisme
pertahanan tubuh pernapasan dan merupakan gejala suatu penyakit atau
reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan karena adanya lendir, makanan,
debu, asap dan sebagainya. Etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan
manusia dipandang dari segi baik dan buruk sejauh yang dapat ditentukan
oleh akal. Etika Batuk adalah tata cara batuk yang baik dan benar, dengan
cara menutup hidung dan mulut dengan tissue atau lengan baju, sehingga
bakteri tidak menyebar ke udara dan tidak menular ke orang lain.

2.2.4.2. Etika Batuk


Berikut etika batuk yang benar menurut WHO untuk mencegah
penularan virus corona:
1. Tutup mulut dan hidung saat batuk dengan lengan baju dalam atau
tisu agar virus tak menyebar ke udara
2. Buang tisu yang telah dipakai buat batuk ke tong sampah
3. segera cuci tangan pakai air bersih atau hand sanitizer
4. Gunakan masker

2.3. Adaptasi Kebiasaan Baru Dalam Penanggulangan Pandemi Covid-1919,20


Pandemi Covid-19 berdampak besar dalam perubahan kegiatan sehari-hari
masyarakat baik di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di jalan, dan dimanapun.
Kegiatan masyarakat tentu saja semakin terbatas dengan adanya Covid-19, sehingga
berakibat pada kurangnya produktifitas yang berdampak pada masalah ekonomi
keluarga, masyarakat, daerah dan negara.
Seperti yang telah diketahui bahwa Virus Covid-19 ini dapat menginfeksi
dengan cara berpindah secara langsung melalui percikan batuk atau bersin dan napas
orang yang terinfeksi yang kemudian terhirup orang sehat. Virus ini juga dapat
menyebar secara tidak langsung melalui benda-benda yang tercemar virus akibat
percikan atau sentuhan tangan yang tercemar virus. Virus bisa tertinggal di
permukaan benda-benda dan hidup selama beberapa jam hingga beberapa hari,
namun cairan disinfektan dapat membunuhnya.
Dalam rangka menanggulangi pandemi COVID-19, Pemerintah Indonesia
telah menerapkan berbagai langkah kesehatan masyarakat termasuk Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun
2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) seperti penutupan
sekolah dan bisnis, pembatasan perpindahan atau mobilisasi penduduk, dan
pembatasan perjalanan internasional.
Kemudian dalam perkembangan pandemi selanjutnya, World Health
Organization (WHO) sudah menerbitkan panduan sementara yang memberikan
rekomedasi berdasarkan data tentang penyesuaian aktivitas ekonomi dan sosial
kemasyarakatan. Serangkaian indikator dikembangkan untuk membantu negara
melalui penyesuaian berbagai intervensi kesehatan masyarakat berdasarkan kriteria
kesehatan masyarakat. Selain indikator tersebut, faktor ekonomi, keamanan, hak
asasi manusia, keamanan pangan, dan sentimen publik juga harus dipertimbangkan.
Keberhasilan pencapaian indikator dapat mengarahkan suatu wilayah untuk
melakukan persiapan menuju tatanan normal baru produktif dan aman dengan
mengadopsi adaptasi kebiasaan baru.
Kementerian Kesehatan RI beserta jajarannya telah mensosialisasikan kepada
masyarakat agar paham apa yang perlu dilakukan demi terhindar dari Covid-19,
yakni melakukan tindakan pencegahan seperti; sering cuci tangan pakai sabun,
menerapkan etika batuk/pakai masker, meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga
jarak dan hindari kerumunan. Hal ini disebut sebagai perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).

2.4. Memulai Adaptasi Kebiasaan Baru21


Adaptasi kebiasaan baru ini telah menjadi suatu protokol kesehatan yang perlu
dilakukan secara disiplin, tertib dan ketat demi terhindar dari Virus Covid-19.
Tindakan Adaptasi kebiasaan baru yang dimaksud adalah:
● Sering cuci tangan pakai sabun
● Menggunakan masker
● Jaga jarak
● Istirahat cukup dan rajin olahraga
● Makan makanan bergizi seimbang untuk meningkatkan daya tahan tubuh
Kebiasaan baru untuk hidup lebih sehat harus terus menerus dilakukan di
masyarakat oleh setiap individu, sehingga menjadi norma sosial dan norma individu
baru dalam kehidupan sehari hari.Bila kebiasaan baru tidak dilakukan secara disiplin
atau hanya dilakukan oleh sekelompok orang saja, maka hal ini bisa menjadi ancaman
wabah gelombang kedua. Kebiasaan lama yang sering dilakukan, seperti bersalaman,
cium tangan, berkerumun, jarang cuci tangan harus mulai ditinggalkan karena
mendukung penularan Covid-19.
Masyarakat dianjurkan untuk mampu mengadaptasi/menyesuaikan kebiasaan
baru dimanapun, seperti di rumah, di kantor, di sekolah, di tempat ibadah, dan juga
di tempat-tempat umum, seperti terminal, pasar, dan mal. Diharapkan dengan
seringnya menerapkan kebiasaan baru dimanapun, semakin mudah dan cepat menjadi
norma individu dan norma masyarakat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Tingkat pendidikan
masyarakat
Tingkat pendidikanmasyarakat

Pengetahuan mengenai
protokol kesehatan
mengenai Covid-19
Pengetahuanmengenaiprotokolk
esehatanmengenai Covid-19

3.2 Definisi operasional


Tabel 3.1 Definisi operasional
Variabel Definisi Operasional Skala Kategori*
Pengukuran
Pengetahuan Tingkat pengetahuan Ordinal 1. Baik = 76–100%
masyarakat mengenai definisi, 2. Cukup= 56-75%
faktor risiko, cara penularan, 3. Kurang= ≤55%
resiko, new normal, serta
pencegahan Covid-19 dengan
menggunakan kuesioner.

Tingkat tingkat pendidikan adalah Ordinal 1) Pendidikan dasar:


Pendidikan tahap yang berkelanjutan yang Jenjang pendidikan
ditetapkan berdasarkan tingkat awal selama 9
perkembagan para peserta (sembilan) tahun
didik, keluasaan bahan pertama masa sekolah
pengajaran, dan tujuan anak-anak yang
pendidikan yang dicantumkan melandasi jenjang
dalam kurikulum. Menurut pendidikan menengah.
UU SISDIKNAS No. 20 2) Pendidikan
(2003), Indikator tingkat menengah: Jenjang
pendidikan terdiri dari jenjang pendidikanlanjutan
pendidikan dan kesesuaian pendidikan dasar
jurusan. Tingkat pendidikan Pendidikan tinggi:
terdiri dari pendidikan dasar, Jenjang pendidikan
menengah, dan lanjut. setelah pendidikan
menengah yang
mencakup program
sarjana, magister,
doktor, dan spesialis
yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi.

3.3 Jenis dan Rancangan


Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross sectional. Penelitian deskriptif
adalah penelitian secara objektif yang dilakukan untuk membuat deskripsi dari suatu keadaan.
Sedangkan cross sectional mengandung arti bahwa dalam penelitian variabelnya diukur dan
dikumpulkan pada waktu dan situasi yang sama. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan kuesioner yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pandaan.

3.4 Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pandaan. Pengumpulan
data dilakukan pada tanggal 3 Januari 2022 sampai 7 Januari 2022.

3.5 Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Pandaan. Populasi terjangkaunya adalah seluruh pasien yang datang berobat ke
Puskesmas Kecamatan Pandaan.
3.5.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Ukuran kepercayaan sampel terhadap populasi dikehendaki adalah 95% atau tingkat kesalahan
5%, maka jumlah sampel yang diambil adalah 81 sample. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah adalah non – probability sampling dengan metode consecutive sampling
dimana semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam
penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Untuk menentukan jumlah sampel
minimum dalam penelitian ini digunakan rumus seperti bawah berikut:
𝑧2 𝑎
𝑥 𝑃𝑥 𝑄
2
N= 𝑑2

Keterangan:
N = jumlah sampel minimum
Zα = standard deviasi normal untuk α, dimana α = 5% dan Zα = 1,96
P = proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada populasi
(dari pustaka), didapatkan dari penelitian sebelumnya sebesar 0,7 18
Q = 1.0 – P
d = presisi absolut atau derajat ketepatan yang diinginkan, yaitu 10% (0,10)
Berdasarkan rumus diatas maka dapat dihitung besar sampel adalah sebagai berikut:
1,962 0,700 (1−0,700)
n=
0,12
0,806
n= 0,01

n = 80,6 = 81
Jadi sampel yang diambil sebanyak 81 orang.
Berdasarkan penghitungan proporsi tersebut, jumlah sampel minimum yang diperlukan
adalah 81 orang.

3.6 Kriteria Responden


3.6.1 Kriteria Inklusi
1. Semua pasien yang datang berobat ke Puskesmas Kecamatan Pandaan
2. Bersedia mengikuti penelitian
3.6.2 Kriteria Eksklusi
1. Responden yang tidak bersedia menjadi sampel penelitian.

3.7 Alur Penelitian dan Pengumpulan data


Data dari penelitian ini berupa data primer yang didapat langsung dari responden. Instrumen
yang digunakan yaitu berupa kuesioner yang berisi pertanyaan tertutup. Pertanyaan ini akan
ditanyakan secara langsung kepada responden untuk mendapatkan data. Pertanyaan ini
digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan. Pengetahuan diukur dengan memberikan
pertanyaan mengenai protokol pencegahan dari Covid-19.
Persentasi dari data yang diukur akan dicari dengan menggunakan rumus19
𝑥
P = × 100%
𝑛
Keterangan
P = Persentasi
x = jumlah jawaban benar
n = jumlah seluruh soal

3.8 Analisis Data


Analisis data dilakukan dengan editing, coding dan tabulating. Setelah data terkumpul
dilanjutkan dengan editing. Editing dilakukan untuk melihat kembali data yang telah
dikumpulkan sudah cukup baik atau belum untuk diproses lebih lanjut. Kemudian dilanjutkan
dengan coding yaitu memberi kriteria atau kode tertentu pada data yang diperoleh. Setelah itu,
dilakukan tabulasi pada data yang sudah diberikan kriteria. Tabulating ini dilakukan dengan
menggunakan SPSS 21 untuk mempermudah penghitungan frekuensi dan persentasi dari data
yang dikumpulkan.
Kemudian, data tersebut akan dilakukan scoring. Variabel pengetahuan diukur dengan
memberikan kuesioner pertanyaan yang akan dikategorikan menjadi 3 yaitu kurang, cukup dan
baik. Jika pertanyaan yang dijawab benar akan diberikan skor = 10, sedangkan jika salah skor
= 0. Sehingga didapatkan skor tertinggi = 100 dan terendah = 0

3.9 Masalah Etika


Etika penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Information for Consent
Peneliti memberikan penjelasan kepada responden terkait dengan penelitian yang akan
dilakukan dan melibatkan responden. Mulai dari tujuan, manfaat dan mekanisme
dilakukannya penelitian akan dijelaskan oleh peneliti dan responden diperbolehkan
bertanya apabila ada penjelasan yang kurang jelas.
2. Right to Self-Determination
Peneliti tidak memaksa responden untuk terlibat dalam penelitian ini. Peneliti
membebaskan responden untuk memilih dengan sadar tanpa paksaan dalam mengisi surat
pernyataan menyetujui mengikuti penelitian dan dalam mengisi kuesioner.
3. Right to Privacy and Dignity
Peneliti menjaga privasi dan martabat responden dengan cara menjaga kerahasiaan
informasi yang diberikan oleh responden
4. Right to Anonymity and Confidentiality
Pada hasil penelitian tidak akan dicantumkan nama responden, namun diberi kode
responden.
5. Right to Justice

Peneliti berlaku adil kepada setiap responden tanpa membedakan suku, ras, agama,
ekonomi, status sosial, dan budaya.Etika penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Information for Consent
Peneliti memberikan penjelasan kepada responden terkait dengan penelitian yang akan
dilakukan dan melibatkan responden. Mulai dari tujuan, manfaat dan mekanisme
dilakukannya penelitian akan dijelaskan oleh peneliti dan responden diperbolehkan
bertanya apabila ada penjelasan yang kurang jelas.
2. Right to Self-Determination
Peneliti tidak memaksa responden untuk terlibat dalam penelitian ini. Peneliti
membebaskan responden untuk memilih dengan sadar tanpa paksaan dalam mengisi surat
pernyataan menyetujui mengikuti penelitian dan dalam mengisi kuesioner.
3. Right to Privacy and Dignity
Peneliti menjaga privasi dan martabat responden dengan cara menjaga kerahasiaan
informasi yang diberikan oleh responden
4. Right to Anonymity and Confidentiality
Pada hasil penelitian tidak akan dicantumkan nama responden, namun diberi kode
responden.
5. Right to Justice
Peneliti berlaku adil kepada setiap responden tanpa membedakan suku, ras, agama,
ekonomi, status sosial, dan budaya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. 4.1.1 Keadaan Geografi

a. Letak Wilayah

Puskesmas Kecamatan Pandaan adalah salah satu Puskesmas Rawat Inap


yang berada di wilayah Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan. Adapun
batas-baras wilayah kerja Puskesmas Kota :

➢ Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Beji dan Kecamatan


Gempol

➢ Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sukorejo

➢ Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Prigen

➢ Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Rembang


Gambar 1. Lokasi Puskesmas Kecamatan Pandaan

b. Luas Wilayah

Luas wilayah kerja Puskesmas Kota adalah : 42,37 Km2 dimana wilayah
Puskesmas induk berada di keluarahan Petungasri Kecamatan Pandaan.

2. 4.2 Pembahasan Univariat


Dari 81 sampel, terdapat beberapa karakteristik sampel yang ditemukan selama
penelitian, yaitu usia sampel, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir sampel yang dapat
dijelaskan sebagai berikut.

4.2.1. Usia
Sampel dalam penelitian ini merupakan seluruh pasien yang datang berobat ke
Puskesmas Kota Bajawa sejak tanggal 3 Januari hingga 8 Januari 2022 tanpa batasan usia.
Tabel 1. Distribusi Usia Sampel

Usia (tahun) Jumlah (orang) Presentase (%)

0-17 2 2.5

18-65 76 93.8
66-80 3 3.7

Total 81 100

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa usia sampel terbanyak berasal dari
kelompok dewasa yaitu 93.8% kemudian diikuti dengan kelompok lansia sebanyak 3.7%
dan anak sebanyak 2.5%

4.2.2. Jenis Kelamin


Adapun distribusi jenis kelamin sampel sebagai berikut :
Tabel 2. Distribusi Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase (%)

Laki 25 30.9
Perempuan 56 69.1

Total 81 100

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi jenis kelamin terbanyak


dalam penelitian ini adalah perempuan yaitu sebanyak 69.1%

4.2.3. Tingkat Pendidikan


Adapun distribusi pendidikan terakhir sampel sebagai berikut :
Tabel 3. Distribusi Tingkat Pendidikan
Tingkat Jumlah
Presentase (%)
Pendidikan (orang)

Dasar 25 30.88

Menengah 30 37.03

Tinggi 26 32.09

Total 81 100

Berdasarkan tabel diatas didapatkan distribusi pendidikan responden terbanyak


adalah tingkat pendidikan menengah yaitu 37.03% diikuti dengan tingkat pendidikan
tinggi yaitu 32.09% dan tingkat pendidikan rendah yaitu 30.88%. Tidak ditemukan
responden yang tidak sekolah.

4.2.4 Karakteristik Nilai


Tabel 4. Distribusi Nilai

Tingkat Jumlah
Presentase (%) Mean Median Modus
Pengetahuan (orang)

Kurang 10 12.34

Cukup 21 25.92 7.7 8 8

Baik 50 61.72

Total 81 100

Tingkat pengetahuan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kurang, cukup dan baik.
Nilai dikatakan kurang jika jumlah benar adalah 0-5 soal. Cukup jika jumlah benar adalah
6-7 soal. Sedangkan baik jika jumlah benar adalah 8-10 soal. Berdasarkan tabel di atas
didapatkan data tingkat pengetahuan kurang sebanyak 12.34%, cukup 25.92% dan baik
sebanyak 61,72%. Mean dari distribusi nilai adalah 7.7, median yaitu 8 dan modus 8.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Pengetahuan masyarakat di wilayah kerja puskesmas Kota Kecamatan Pandaan adalah
baik.
5.2 Saran
Diharapkan kegiatan edukasi protokol kesehatan tetap dilanjutkan agar pandemi Covid-
19 ini dapat segera berakhir.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory infec on


when novel coronavirus (nCoV) infec on is suspected. Geneva: World Health Organiza
on; 2020.
2. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Revisi
5. Juli 2020.h.25-30
3. Zheng, Y., Ma, Y., Zhang, J. et al. COVID-19 and the cardiovascular system. Nat Rev
Cardiol 17, 259–260 (2020). https://doi.org/10.1038/s41569-020-0360-5
4. Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical
Microbiology. 28th ed. New York: McGraw- Hill Educa on/Medical; 2019. p.617-22.
5. Zhang H, Penninger JM, Li Y, Zhong N, Slutsky AS. Angiotensin- converting enzyme
2 (ACE2) as a SARS-CoV-2 receptor: molecular mechanisms and potential therapeutic
target. Intensive Care Med. 2020; published online March 3. DOI: 10.1007/s00134-
020- 05985-9
6. Gorbalenya AE, Baker SC, Baric RS, de Groot RJ, Drosten C, Gulyaeva AA, et al. The
species Severe acute respiratory syndrome-related coronavirus: classifying 2019-
nCoV and naming it SARS-CoV-2. Nat Microbiol. 2020; published online March 2.
DOI: 10.1038/s41564-020-0695-z
7. Fan YY, Huang ZT, Li L, Wu MH, Yu T, Koup RA, et al. Characterization of SARS-
CoV-specific memory T cells from recovered individuals 4 years after infection. Arch
Virol. 2009;154(7):1093-9.
8. Xu Z, Shi L, Wang Y, Zhang J, Huang L, Zhang C, et al. Pathological findings of
COVID-19 associated with acute respiratory distress syndrome. Lancet Respir Med.
2020; published online February 18. DOI: 10.1016/S2213-2600(20)30076-X
9. 40. Zumla A, Hui DS, Azhar EI, Memish ZA, Maeurer M. Reducing mortality from
2019-nCoV: host-directed therapies should be an option. Lancet.
2020;395(10224):e35-e6.
10. 41. Cai H. Sex difference and smoking predisposition in patients with COVID-19.
Lancet Respir Med. 2020; published online March 11. DOI: 10.1016/S2213-
2600(20)30117-X
11. 42. Fang L, Karakiulakis G, Roth M. Are patients with hypertension and diabetes
mellitus at increased risk for COVID-19 infection? Lancet Respir Med. 2020;
published online March 11. DOI: 10.1016/S2213-2600(20)30116-8.
12. 43. Diaz JH. Hypothesis: angiotensin-converting enzyme inhibitors and angiotensin
receptor blockers may increase the risk of severe COVID-19. J Travel Med. 2020;
published online March 18. DOI: 10.1093/jtm/taaa041
13. De Wit E, van Doremalen N, Falzarano D, Munster VJ. SARS and MERS: recent
insights into emerging coronaviruses. Nat Rev Microbiol. 2016;14(8):523-34.
14. Chen H, Guo J, Wang C, Luo F, Yu X, Zhang W, et al. Clinical characteris cs and
intrauterine vertical transmission poten al of COVID-19 infection in nine pregnant
women: a retrospective review of medical records. Lancet. 2020;395(10226):809-15.
15. Van Doremalen N, Bushmaker T, Morris DH, Holbrook MG, Gamble A, Williamson
BN, et al. Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-2 as Compared with SARS-
CoV-1. N Engl J Med. 2020; published online March 17. DOI:
10.1056/NEJMc2004973
16. Ong SWX, Tan YK, Chia PY, Lee TH, Ng OT, Wong MSY, et al. Air, Surface
Environmental, and Personal Protec ve Equipment Contaminati on by Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) From a Symptomatic Patient.
JAMA. 2020; published online March 4. DOI: 10.1001/jama.2020.3227
17. Anjuran mengenai penggunaan masker dalam konteks COVID-19 [Internet]. Who.int.
2021 [cited 4 November 2021]. Available from: https://www.who.int/docs/default-
source/searo/indonesia/covid19/anjuran-mengenai-penggunaan-masker-dalam-
konteks-covid-19-june-20.pdf?sfvrsn=d1327a85_2
18. Anjuran mengenai penggunaan masker dalam konteks COVID-19 [Internet]. Who.int.
2021 [cited 4 November 2021]. Available from: https://www.who.int/docs/default-
source/searo/indonesia/covid19/anjuran-mengenai-penggunaan-masker-dalam-
konteks-covid-19.pdf?sfvrsn=8a209b04_2
19.Irawati T. 2020. Menuju adaptasi kebiasaan baru. Diunduh dari
http://promkes.kemkes.go.id/menuju-adaptasi-kebiasaan-baru
20. Aiello AE, Coulborn RM, Perez V, et al. A randomized intervention trial of mask use
and hand hygiene to reduce seasonal influenza-like illness and influenza infections
among young adults in a university setting. International Journal of Infectious Diseases
2010;14:E320-E20. doi: 10.1016/j.ijid.2010.02.2201
21. Sari DP, Atiqoh NS. Hubungan antara Pengetahuan Masyarakat dengan Kepatuhan
Penggunaan Masker sebagai Upayapencegahan Penyakit Covid-19 Di Ngronggah.
Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, Fakultas Kesehatan, Universitas Duta Bangsa,
Surakarta Jateng. INFOKES, VOL 10 ;NO 1, FEBRUARI 2020.
https://ojs.udb.ac.id/index.php/infokes/article/view/850/755
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian

2. KUESIONER PENGETAHUAN MENGENAI PROTOKOL KESEHATAN


SEBAGAI PENCEGAHAN PADA PANDEMI COVID 19

DATA DEMOGRAFI
Kuesioner pengetahuan masyarakat tentang pandemi COVID-19

Data Peserta Penelitian


No. Kuesioner

Nama

Jenis Kelamin 1. Laki-laki


2. Perempuan

Tingkat Pendidikan 1. Sarjana


2. SMA
3. SMP
4. SD
5. Tidak sekolah

Usia 1. < 17 tahun


2. 17-25 tahun
3. 26-35 tahun
4. 36-45 tahun
5. 46-55 tahun
6. > 55 tahun

Pekerjaan 1. Ibu RT
2. Pegawai Swasta/ Pensiunan Swasta
3. ASN/ Pensiunan ASN
4. TNI/Polri/Purnawirawan
5. Pelajar
6. Wirausaha
7. Tidak Bekerja
8. Lainnya
No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Riwayat kontak langsung dengan orang terkonfirmasi COVID-


19 dalam 2 minggu terakhir

2. Riwayat penyakit seperti: hipertensi, diabetes melitus, jantung,


stroke, TBC, kanker, atau penyakit menahun lainnya

3. Riwayat demam (suhu >38C) dalam 2 minggu terakhir

4. Riwayat batuk/ pilek/ nyeri menelan/ sesak nafas dalam 2


minggu terakhir

5. Riwayat berada diruangan/ lingkungan yang sama dengan orang


terkonfirmasi COVID-19 dengan jarak 1-2 meter dan waktu >
15 menit
No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah COVID-19 merupakan flu biasa yang tidak


berbahaya?

2. Apakah virus korona masih dapat hidup beberapa jam


dilingkungan luar?

3. Apakah virus korona dapat ditularkan oleh orang yang


memiliki gejala?

4. Apakah faktor usia lanjut memperberat gejala COVID-19?

5. Apakah adanya penyakit kronis merupakan salah satu risiko


kematian pada COVID-19?

6. Apakah isolasi mandiri diperlukan pada pasien COVID-19


tanpa gejala?

7. Apakah orang yang sehat tidak perlu memakai masker saat


bepergian?

8. Apakah risiko meninggal pada pasien COVID-19 dipengaruhi


dengan adanya penyakit kronis?

9. Apakah virus korona dapat menular saat berbicara?

10. Apakah pengertian new normal adalah perubahan pola hidup


dengan tatanan dan adaptasi kebiasaan yang baru?

Anda mungkin juga menyukai