Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS FILTRASI GINJAL

Oleh :
Nama : Tarkinih
NIM : B1J013019
Rombongan : VI
Kelompok :3
Asisten : Mohamad Taufik

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem urinaria terdiri dari organ yang memproduksi urin dan


mengeluarkan urin dari tubuh. Sistem ini merupakan salah satu sistem utama
untuk mempetahankan hemoistasis tubuh (Baron, 1995). Ginjal mempertahankan
komposisi cairan ekstraseluler yang menunjang fungsi semua sel tubuh.
Alat ekskresi pada manusia terdiri dari ginjal, kulit, hati, dan paru-paru. Air
dapat diekskresikan melalui semua organ tersebut, tetapi setiap organ ekskresi
mengeluarkan zat sisa metabolisme yang berbeda. Ginjal merupakan organ utama
yang melakukan proses ekskresi. Ginjal merupakan organ terpenting untuk
mempertahankan homeostasis cairan tubuh yaitu dengan cara mengatur volume
cairan, keseimbangan osmotik, asam basa, filtrasi, eksresi sisa metabolisme,
sistem pengaturan hormonal dan reabsorbsi bahan-bahan yang masih dibutuhkan
oleh tubuh (Syaifuddin, 2000).
Kemampuan ginjal untuk mengatur komposisi cairan ekstraseluler
merupakan fungsi per satuan waktu yang diatur oleh epitel tubulus, untuk zat yang
tidak disekresi oleh tubulus pengaturan volumenya berhubungan dengan laju
filtrasi glomerulus (LFG). Seluruh zat yang larut dalam filtrasi glomerulus dapat
direabsorpsi atau disekresi oleh tubulus. Laju filtrasi glomerulus telah diterima
secara luas sebagai indeks terbaik untuk menilai fungsi ginjal. Pengukuran LFG
merupakan hal yang penting dalam pengelolaan pasien dengan penyakit ginjal,
selain untuk menilai fungsi ginjal secara umum, banyak kegunaan penting
pengukuran LFG, seperti untuk mengetahui dosis obat yang tepat yang dapat
dibersihkan oleh ginjal. Mendeteksi secara dini adanya gangguan ginjal dapat
mencegah gangguan ginjal lebih lanjut, merawat pasien dengan transplantasi
ginjal karena itu diperlukan pemeriksaan LFG yang mempunyai nilai akurasi yang
tinggi (Rismawati dan Afrida, 2012).

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk menganalisis senyawa yang dapat
melewati filter sebagai gambaran fungsi filtrasi ginjal mamalia.
II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah larutan biuret,
larutan benedict, larutan lugol’s iodine, larutan protein 1%, larutan glukosa 1%,
larutan amilum 1%, akuades dan kertas filter AF/G (ukuran pori 1,2 µm).
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pipet ukur, pemanas
air, pipet tetes, tabung rekasi, rak tabung reaksi, corong gelas, dan beaker glass.

2.2 Cara Kerja

Cara kerja yang digunakan dalam praktikum analisis filtrasi ginjal adalah:
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Tuangkan masing-masing 1 ml larutan reagen (larutan biuret, larutan
benedict) dan 1 tetes larutan lugol’s pada tabung reaksi
3. Setiap tabung reaksi diberi label sesuai dengan isi larutan uji.
4. Kertas filter disiapkan dan ditempatkan di atas corong gelas pada mulut
tabung reaksi.
5. Tambahkan 2 ml larutan protein ke tabung berisi larutan biuret.
6. Tambahkan 2 ml larutan glukosa ke tabung berisi larutan benedict, kemudian
panaskan tabung reaksi selama 5 menit lalu di kocok.
7. Tambahkan 2 ml larutan amilum ke tabung reaksi kemudian ditetesi larutan
lugol’s sebanyak 1 tetes.
8. Tuangkan 2 ml akuades ke tabung berisi larutan biuret.
9. Keempat larutan uji yang dituangkan dalam tabung reaksi difilter
menggunakan corong yang telah dilengkapi dengan kertas filter.
10. Warna yang di hasilkan diamati dan dicatat perubahan warnanya.
11. Bandingkan hasil keempat tabung reaksi berisi filtrat larutan protein, glukosa,
amilum dan akuades dengan keempat tabung reaksi kontrol yang berisi
masing-masing larutan kontrol dan catat hasil perubahannya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Uji Filtrasi Menggunakan Kertas Saring :


Intensitas warna Intensitas warna
No. Larutan Uji Warna (Kontrol) (Uji)

1. Akuades + Biuret Biru muda ++ ++


2. Glukosa + Benedict Merah bata ++ ++
3. Protein + Biuret Ungu +++ ++
4. Amilum + Lugol’s Biru tua +++ ++

Keterangan :
- : Tidak ada perubahan warna
+ : Intensitas warna lemah
++ : Intensitas warna sedang
+++ : Intensitas warna kuat

3.1.2 Gambar Hasil Pengamatan

Tabung Uji tanpa Filtrasi Tabung Uji dengan Filtrasi


(Larutan Kontrol) (Larutan Uji)
3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil percobaan analisis filtrasi ginjal, didapatkan hasil yaitu


larutan kontrol yang berisi larutan protein yang ditambahkan dengan larutan biuret
berwarna keunguan lebih pekat jika dibandingkan dengan dengan larutan uji
protein. Larutan akuades kontrol memiliki kepekatan warna yang sama dengan
hasil filtrat akuades dengan larutan berwarna biru muda. Larutan glukosa kontrol
dan larutan glukosa filtrat memiliki intensitas warna yang sama yaitu berwarna
merah bata setelah dipanaskan. Larutan amilum kontrol yang ditambahkan dengan
larutan lugol’s iodine berwarna biru tua lebih pekat jika dibandingkan dengan
larutan filtrat amilum. Hasil percobaan tersebut sesuai dengan pernyataan Linder
(1992), yang menyatakan bahwa protein akan tersaring hingga menyisakan 0,03%
pada urin primer hasil filtrasi ginjal dan sisa dari zat-zat tersebut akan di
reabsorbsi hingga tidak tersisa lagi pada pembentukan urin sekunder, sedangkan
air hanya akan mengalami sedikit penyaringan dan akan direabsorbsi kemudian.
Reabsorbsi air tergantung dari kebutuhan tubuh, jika tubuh sudah mengandung
banyak air maka air tidak akan mengalami reabsorbsi. Reabsorbsi air pada tubulus
ginjal akan dipengaruhi oleh hormon antidiretik (ADH) yang disekresikan oleh
kelenjar hipofisis. Hasil percobaan pada glukosa tidak memperlihatkan perubahan
warna/tidak tersaring karena ukuran molekulnya lebih kecil dibandingkan amilum
dan protein. Glukosa dipertahankan keberadaannya dalam tubuh dengan
reabsorpsi glukosa yang bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena molekul Na
tersebut berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus membran kapiler
tubulus dengan menggunakan energi.
Ginjal mamalia menurut Subahar (2007) terdiri dari korteks, medula, dan
pelvis. Ginjal mempunyai nefron sebagai unsur fungsional dan struktural terkecil.
Ginjal memiliki berjuta-juta nefron, di setiap nefron terdapat badan malpighi yang
mengandung glomerulus dan ditutup oleh kapsula bowman, serta setiap nefron
memiliki saluran. Nefron dibagi menjadi 2 macam yaitu unsur epitel (nefron
korteks) dan unsur pembuluh (nefron jukstamedula). Bagian unsur epitel terdiri
arterial, glomerulus, arterial eferen, dan kapiler tubular. Sedangkan pada bagian
unsur pembuluh terdiri dari tubulus kontortus proksimal, lengkung henle
(lengkungan ke bawah atau ke atas), tubulus kontortus distal dan saluran
pengumpul atau tubulus kolektivus dan kapsula bowman. Medula terdapat
piramida dan piala yang banyak mengandung pembuluh-pembuluh untuk
mengumpulkan hasil eksresi. Pembuluh tersebut berhubungan dengan ureter yang
akan bermuara ke kantung kemih atau vesica urinaria. Setelah ditampung dalam
kantung kemih untuk sementara, maka urin akan dikeluarkan melalui saluran
bernama uretra (Widiyono, 2003).
Ginjal merupakan organ vital yang mempunyai peran penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mempunyai beberapa
fungsi yaitu mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam basa
dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit
dan non elektrolit, serta ekskresi kelebihannya sebagai kemih. Disamping itu,
ginjal juga mengeluarkan produk sampah metabolisme misalnya urea, kreatinin
dan asam urat. Selain mempunyai fungsi pengaturan (regulasi) dan ekskresi, ginjal
juga mensekresi renin (penting dalam pengaturan tekanan darah), bentuk aktif
vitamin D (penting dalam pengaturan kalsium) serta eritropoietin (penting dalam
sintesis eritrosit) (Wahyono, 2007).
Percobaan filtrasi ginjal yang dilakukan merupakan salah satu contoh dari
cara kerja ginjal di dalam tubuh. Larutan glukosa, protein, amilum, dan akuades
yang di tuang ke tabung reaksi dianalogikan sebagai senyawa atau zat–zat yang
terdapat di dalam tubuh dan kertas saring dianalogikan sebagai ginjal yang akan
melakukan filtrasi. Perbedaan warna yang terjadi ketika larutan filtrat
dibandingkan dengan larutan kontrol itu memberikan bukti bahwa larutan tersebut
mengalami penyaringan atau tidak, sehingga kandungan zat yang terdapat pada
larutan tersebut akan berkurang pada larutan hasil filtrat. Hal tersebut dapat dilihat
dari warna larutan filtrat yang lebih pudar atau lebih jernih dari pada larutan
kontrol. Menurut Goenarso (2005), mekanisme kerja ginjal adalah sebagai
berikut:
1. Darah dan zat-zat lainnya di nefron masuk ke bagian Glomerulus dan Kapsula
Bowman. Proses Filtrasi ini menghasilkan Urin Primer yang mengandung
glukosa, garam-garam, natrium, kalium, asam amino dan protein.
2. Darah masuk kedalam tubulus kontortus proksimal. Darah akan mengalami
reabsorpsi atau penyarapan kembali zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh di
tubulus kontortus proksimal. Proses Reabsorpsi ini mengahasilkan urin
sekunder yang mengandung air, gram-garam, urea, dan pigmen.
3. Darah akan masuk ke dalam tubulus kontortus distal untuk ditambahkan zat-zat
yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh. Proses ini disebut Augmentasi. Pada
proses ketiga ini dihasilkan urin normal yang mengandung 95% air, urea,
amoniak, asam urat, garam mineral (NaCl), zat warna empedu, dan zat-zat
yang berlebih (vitamin, obat, dan lain-lain).
4. Urin normal akan ditampung sementara di pelvis ginjal. setelah itu urin akan
melewati ureter dan akan disimpan kembali di kantung kemih. Setelah kantung
kemih penuh, dinding kantung kemih akan tertekan dan menyebabkan rasa
ingin buang air kecil dan urin pun dibuang melalui uretra.
Praktikum kali ini menggunakan biuret, benedict dan larutan Iugol’s. Biuret
adalah reagen yang digunakan untuk menguji kandungan protein. Bila suatu
bahan mengandung protein maka setelah bereaksi dengan biuret akan
menghasilkan warna ungu atau warna lembayung. Benedict adalah reagen yang
digunakan untuk menguji kandungan glokusa pada suatu bahan, hasil reaksi
tersebut menghasilkan warna merah bata. Larutan lugol’s digunakan sebagai uji
indikator atas adanya pati/amilum dalam senyawa organik, larutan ini akan
bereaksi dengan mengubah warna biru-gelap/hitam. Unsur iodium seperti Lugol
akan mewarnai amilum karena interaksi iodium dengan struktur lingkar
polisakarida. Semakin tua warna yang dihasilkan menunjukkan semakin banyak
kandungan protein, amilum maupun glukosa pada larutan yang diuji (Poedjiadi,
2009).
Ukuran molekul merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemampuan
filtrasi. Semua molekul dengan berat kurang dari 10.000 kilodaltons dengan bebas
dapat difiltrasi, molekul-molekul tersebut tidak menuju protein plasma. Molekul-
molekul dengan berat lebih dari 10.000 kilodaltons lebih banyak mengalami
pembatasan untuk melewati filtrasi glomerular. Molekul-molekul besar tidak
dapat melewatinya sama sekali. Kebanyakan protein plasma adalah molekul
berukuran besar, maka protein plasma dinilai tidak dapat difiltrasi. Bentuk
molekuler mempengaruhi kemampuan filtrasi dari makromolekul. Bentuk
molekuler yang panjang dan ramping akan melewati glomerulus lebih mudah
daripada molekul berbentuk bola. Kapiler glomerulus secara relatif bersifat
impermeabel terhadap protein plasma yang lebih besar dan cukup permeabel
terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa,
dan sisa nitrogen (Rhoades and Bell, 2009).
Berikut ini merupakan zat-zat yang direabsorpsi di ginjal menurut
Sherwood (2006) :
a. Reabsorpsi Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara transport aktif di tubulus proksimal. Proses
reabsorpsi glukosa ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena molekul Na
tersebut berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus membran kapiler
tubulus dengan menggunakan energi.
b. Reabsorpsi Natrium
Natrium yang difiltasi seluruhnya di glomerulus, 98-99% akan
direabsorpsi secara aktif di tubulus. Sebagian natrium 67% direabsorpsi di tubulus
proksimal, 25% di reabsorpsi di lengkung henle dan 8% di tubulus distal dan
tubulus pengumpul. Natrium yang direabsorpsi sebagian ada yang kembali ke
sirkulasi kapiler dan dapat juga berperan penting untuk reabsorpsi glukosa, asam
amino, air dan urea.
c. Reabsorpsi Air
Air secara pasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus, dari
H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan ansa henle.
Kemudian sisa H2O sebanyak 20% akan direabsorpsi di tubulus distal dan duktus
pengumpul dengan kontrol vasopressin.
d. Reabsorpsi Klorida
Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi secara pasif
mengikuti penurunan gradien reabsorpsi aktif dari natrium yang bermuatan
positif. Jumlah Cl- yang direabsorpsi ditentukan oleh kecepatan reabsorpsi Na.
e. Reabsorpsi Kalium
Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi
secara difusi pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%, 40% kalium akan
direabsorpsi di ansa henle pars asendens tebal, dan sisanya direabsorpsi di duktus
pengumpul.
f. Reabsorpsi Urea
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Urea akan
difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi sebagian di
kapiler peritubulus, dan urea tidak mengalami proses sekresi. Sebagian urea akan
direabsorpsi di ujung tubulus proksimal karena tubulus kontortus proksimal tidak
permeable terhadap urea. Saat mencapai duktus pengumpul urea akan mulai
direabsorpsi kembali.
Kegagaglan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vitalnya akan
mengakibatkan kelainan. Menurut Linder (1992), penyakit yang dapat terjadi jika
pada ginjal terdapat kelainan antara lain :
1. Albuminuria
Albuminuria adalah kelainan pada ginjal karena terdapat albumin dan
protein di dalam urine. Hal ini merupakan suatu gejala kerusakan alat filtrasi pada
ginjal. Penyakit ini menyebabkan terlalu banyak albumin yang lolos dari saringan
ginjal dan terbuang bersama urine. Albumin merupakan protein yang bermanfaat
bagi manusia karena berfungsi untuk mencegah agar cairan tidak terlalu banyak
keluar dari darah. Penyebab albuminuria di antaranya adalah kekurangan protein,
penyakit ginjal, dan penyakit hati.
2. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah kelainan pada ginjal karena adanya gula (glukosa)
dalam urine yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin. Hal ini disebabkan
karena proses perombakan glukosa menjadi glikogen terganggu sehingga glukosa
darah meningkat. Ginjal tidak mampu menyerap seluruh glukosa tersebut.
Akibatnya, glukosa diekskresikan bersama urine. Diabetes melitus harus dikelola
dan dikendalikan dengan baik agar penderitanya dapat merasa nyaman dan sehat,
serta dapat mencegah terjadinya komplikasi.
3. Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus adalah suatu kelainan pada sistem ekskresi karena
kekurangan hormon antidiuretik. Kelainan ini dapat menyebabkan rasa haus yang
berlebihan serta pengeluaran urine menjadi banyak dan sangat encer. Diabetes
insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon antidiuretik, yaitu
hormon yang secara alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak.
Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika kadar hormon antidiuretik normal, tetapi
ginjal tidak memberikan respon yang normal terhadap hormon ini (keadaan ini
disebut diabetes insipidus nefrogenik).
4. Nefritis
Nefritis adalah penyakit pada ginjal karena kerusakan pada glomerulus yang
disebabkan oleh infeksi kuman. Penyakit ini dapat menyebabkan uremia (urea dan
asam urin masuk kembali ke darah) sehingga kemampuan penyerapan air
terganggu. Akibatnya terjadi penimbunan air pada kaki atau sering disebut
oedema (kaki penderita membengkak). Gejala ini lebih sering nampak terjadi pada
masa kanak-kanak dan dewasa dibandingkan pada orang-orang setengah baya.
5. Poliuria dan Oligouria
Poliuria adalah gangguan pada ginjal, dimana urine dikeluarkan sangat
banyak dan encer. Sedangkan, oligouria adalah urine yang dihasilkan sangat
sedikit.
6. Anuria
Anuria adalah kegagalan ginjal sehingga tidak dapat membuat urine. Hal ini
disebabkan oleh adanya kerusakan pada glomerulus. Akibatnya, proses filtrasi
tidak dapat dilakukan dan tidak ada urine yang dihasilkan. Sebagai akibat
terjadinya anuria, maka akan timbul gangguan keseimbangan di dalam tubuh.
Misalnya, penumpukan cairan, elektrolit, dan sisa-sisa metabolisme tubuh yang
seharusnya keluar bersama urine. Keadaan inilah yang akan memberikan
gambaran klinis daripada anuria. Tindakan pencegahan anuria sangat penting
untuk dilakukan. Misalnya, pada keadaan yang memungkinkan terjadinya anuria
tinggi, pemberian cairan untuk tubuh harus selalu diusahakan sebelum anuria
terjadi.
Penyakit selanjutnya yang terjadi pada ginjal yaitu gagal ginjal. Gagal ginjal
diklasifikasi menjadi dua yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan
perkembangan gagal ginjal progesif dan lambat, berlangsung beberapa tahun.
Gagal ginjal akut (AKI) didiagnosis dengan peningkatan progresif dalam serum
kreatinin selama beberapa hari, yang mungkin atau mungkin tidak disertai dengan
oliguria. Perubahan kreatinin serum dapat berbeda dari perubahan GFR yang
sebenarnya. diagnosis klinis yang sering terlambat karena kurangnya tanda-tanda
fungsi ginjal mengalami kerusakan (Adiyanti dan Tonny, 2012).
IV. KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil dari praktikum yang telah diamati kertas filter FG/C
(ukuran pori 1,2 µm) cukup efektif menyaring keempat larutan, dan cukup
menggambarkan mekanisme kerja ginjal.
2. Larutan yang telah mengalami filtrasi cenderung menghasilkan warna
yang lebih cerah di bandingkan dengan larutan kontrol.
3. Senyawa-senyawa yang dapat melewati filter yaitu protein dan amilum.
DAFTAR REFERENSI

Adiyanti dan Tonny, 2012. Acute Kidney Injury (AKI) Biomarker. The
Indonesian Journal of Internal Medicine, 44 (3).
Baron. 1995. Klien gangguan ginjal. Jakarta: ECG.
Goenarso, D. 2005. Fisiologi Hewan. Jakarta: Universitas terbuka.

Linder, M. C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta: UI Press.

Poedjiadi, A. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.

Rhoades, R. A. and Bell, D. R. 2009. Medical Physiology : Principles for Clinical


Medicine. New york: Lippincott williams and wilkins, a wolter kluwer
business.
Rismawati Yaswir dan Afrida Maiyesi. 2012. Pemeriksaan laboratorium cystatin
C untuk uji fungsi ginjal. Jurnal Kesehatan Andalas, 1(1).
Sherwood, 2006. Kidney physiology. New York: McGraw Hill Medical.
Subahar. 2007. Biologi. Bogor: Quadra.

Syaifuddin. 2000. Struktur dan Komponen Tubuh Manusia. Jakarta: Widya


Medika.

Wahyono, J., A.R. Hakim, and A.E. Nugroho. 2007. Profil farmakokinetika
sulfasetamid pada tikus gagal ginjal karena diinduksi uranil nitrat. Majalah
Farmasi Indonesia, 18, pp.117 – 123.

Widiyono, I. 2003. Perkembangan Filtrasi pada Ginjal Kambing Pra-ruminansia.


Yogyakarta: Buletin Peternakan Fakultas Kedokteran Hewan UGM.

Anda mungkin juga menyukai