Anda di halaman 1dari 17

POLRI DAERAH JAWA BARAT

BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN


RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG

REFERAT

HORDEOLUM

Diajukan guna memenuhi tugas dalam pelaksanaan Program Dokter Internsip Indonesia

Disusun oleh:
Sandria Choerul Hikari, dr.

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


ANGKATAN II TAHUN 2021
PERIODE 30 DESEMBER 2021 – 28 FEBRUARI 2022
REFERAT
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 30 DESEMBER 2021–28 FEBRUARI 2022
RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG

JUDUL: HORDEOLUM

PENYUSUN : SANDRIA CHOERUL HIKARI

Bandung, Januari 2022

Menyetujui,
Pembimbing, Pendamping,

dr. Agung Santosa, Sp.M,MH.Kes Leony Widjaja, dr., Sp.KJ.


KOMBES POL/65090811 NIP. 196410301992032001

2
DAFTAR ISI

JUDUL.......................................................................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
2.1 Definisi........................................................................................................................5
2.2 Epidemiologi...............................................................................................................5
2.3 Etiologi........................................................................................................................5
2.4 Faktor Risiko...............................................................................................................6
2.5 Klasifikasi....................................................................................................................6
2.6 Gejala Klinis................................................................................................................7
2.7 Patogenesis & Patofisiologi.........................................................................................7
2.8 Diagnosis Banding.......................................................................................................9
2.9 Diagnosis...................................................................................................................10
2.10 Penatalaksanaan.....................................................................................................11
2.11 Komplikasi.............................................................................................................12
2.12 Pencegahan............................................................................................................12
2.13 Prognosis................................................................................................................13
BAB III.....................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

Kelopak mata atau palpebra adalah bagian mata yang sangat penting. Kelopak mata
melindungi kornea dan berfungsi dalam pendisribusian dan eliminasi air mata. Penutupan
kelopak mata berguna untuk menyalurkan air mata ke seluruh permukaan mata dan
memompa air mata melalui punctum lakrimalis. Sa;ah satu kelainan pada kelopak mata
adalah hordeolum.1,2,3
Hordeolum adalah salah satu penyakit yang cukup sering terjadi pada kelopak mata.
Secara klinis kelainan ini sering sulit dibedakan dengan kalazion akut. Hordeolum merupakan
infeksi lokal atau proses peradangan pada kelopak mata. Bila kelenjar Meibom yang terkena
disebut hordeolum internum, sedangkan bila kelenjar Zeiss atau Moll yang terkena maka
disebut hordeolum eksternum. Penyebab terbanyak adalah infeksi staphylococcus.1
Hordeolum biasanya menyerang pada dewasa muda, namun dapat juga terjadi pada
semua umur, terutama orang-orang dengan taraf kesehatan yang kurang. Mudah timbul pada
individu yang menderita blefaritis dan konjungtivitis menahun.2
Hordeolum disebabkan oleh adanya infeksi dari bakteri yang akan menyebabkan
inflamasi atau peradangan pada kelenjar di kelopak mata. Hordeolum eksternum timbul dari
blokade dan infeksi dari kelenjar zeiss atau moll. Hordeolum internum timbul dari infeksi
pada kelenjar meibom yang terletak di dalam tarsus dan jaringan sekitarnya. Hordeolum
biasanya dapat menyebabkan rasa nyeri, dan biasanya penyakit ini dapat membaik dengan
sendirianya.
Diagnosis hordeolum ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan mata
sederhana. Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan untuk mendiagnosis hordeolum. Namun
harus dibedakan hordeolum dengan penyakit lain. Penanganan pada hordeolum bisa dengan
menggunakan kompres dan menggunakan obat topical antibiotic, namun pada beberapa
kasus, perlu dilakukan tindakan.2,4

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hordeolum merupakan infeksi atau peradangan supuratif pada kelenjar di tepi kelopak
mata bagian atas maupun bagian bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Hordeolum
dapat timbul pada satu kelenjar mata atau lebih. Kelenjar kelopak mata tersebut meliputi
kelenjar meibom, zeiss, dan moll. 1,2 Hordeolum umumnya tampak sebagai suatu masa nodul
yang nyeri dan kemerahan di sekitar margo palpebra. Hordeolum yang mengenai kelopak
mata bagian anterior pada kelenjar Zeiss atau folikel bulu mata disebut hordeolum eksternum.
Hordeolum yang muncul pada kelopak mata bagian posterior dari kelenjar Meibom disebut
hordeolum internum.1,5

2.2 Epidemiologi

Data epidemiologi internasional menyebutkan bahwa hordeolum merupakan jenis


penyakit infeksi kelopak mata yang paling sering ditemukan. Insiden tidak tergantung pada
ras dan jenis kelamin. Dapat mengenai semua usia, tapi lebih sering menyerang pada dewasa
muda
Hordeolum adalah penyakit yang umum terjadi, insidensi pastinya tidak diketahui. Setiap
usia dan demografi dapat mengalami hordeolum dan terdapat sedikit peningkatan insidensi
pada pasien-pasien berusia 30 hingga 50 tahun. Tidak diketahui perbedaan prevalensi pada
populasi di seluruh dunia. Pasien-pasien dengan kondisi penyakit kronis seperti dermatitis
seboroik, diebetes melitus, dan kadar kolesterol yang tinggi memiliki risiko yang lebih tinggi
terkena hordeolum.1,2

2.3 Etiologi

Hordeolum merupakan infeksi bakteri Staphylococcus dan Streptococcus pada


kelenjar di kelopak mata. Staphylococcus aureus merupakan agen infeksi pada 90 – 95 %
kasus hordeolum.6,7

5
2.4 Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko dari penyakit hordeolum adalah misalnya pada pasien- pasien
yang memiliki penyakit kronis, daya tahan tubuh yang lemah, Riwayat hygiene dan
lingkungan yang kurang bersih, dan peradangan kelopak mata kronik.

2.5 Klasifikasi

1. Hordeolum externum
Merupakan infeksi pada kelenjar zeiss atau moll dengan penonjolan terutama ke
daerah kulitkelopak. Pada hordeolum eksternum, nanah dapat keluar dari pangkal rambut.
Tonjolannya ke arah kulit, mengikuti dengan pergerakan kulit dan mengalami supurasi,
memecah sendiri ke arah kulit. Biasanya lesi akan muncul berulang pada keadaan kelemahan
atau kelelahan, diet yang kurang dan stress. Karakteristik lesi berupa benjolan nyeri pada tepi
palpebral. Pada kebanyakan kasus, lesi pecah sendiri 3 – 4 hari setelah muncul.2

2. Hordeolum internum
Merupakan infeksi kelenjar meibom yang terletak di dalam tarsus dengan penonjolan
terutama ke daerah konjungtiva tarsal. Hordeolum internum biasanya berukuran lebih besar
di bandingkan hordeolum eksternum. Benjolan menonjol ke arah konjungtiva dan tidak
mengikuti pergerakan kulit, serta jarang mengalami supurasi dan tidak memecah sendiri.
Hordeolum interna dapat berubah menjadi kalazion, yang merupakan suatu nodul
kronis lipogranulomatosa yang mengenai kelenjar Meibom atau kelenjar Zeis. Lesi ini dapat
hilang dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan, jika isi sebaseus mengalami drainase
spontan baik secara eksternal menuju kulit kelopak mata atau secara internal menuju tarsus
atau saat lipid yang ekstrusi disfagositosis dan granuloma menghilang. Dari proses tersebut,
dapat terbentuk jaringan parut.2

6
2.6 Gejala Klinis

Gejala utama pada hordeolum yaitu tampak benjolan pada kelopak mata bagian
atas atau bawah yang nyeri, bengkak dan merah. Intensitas nyeri menandakan hebatnya
pembengkakan palpebral. Gejala dan tanda yang lain yaitu, terasa panas dan tidak nyaman
seperti ada rasa mengganjal.2,8
Tanda-tanda awal hordeolum adalah munculnya benjolan kecil dengan titik
berwarna kekuningan di tengah benjolan yang kemudian berkembang menjadi nanah dan
melebar di sekitar area tersebut. Gejala-gejala lain yang dapat muncul adalah benjolan pada
kelopak mata atas ataupun bawah, bengkak yang terlokalisir pada kelopak mata, nyeri yang
terlokalisir, kemerahan, nyeri tekan, serta munculnya krusta pada tepi kelopak mata. Selain
itu, muncul gejalagejala pada bola mata seperti sensasi terbakar pada permukaan mata,
kelopak mata yang lebih rendah daripada kelopak mata di sebelahnya, gatal, serta penurunan
tajam penglihatan. Pasien juga dapat mengeluhkan munculnya kotoran dari matanya, mata
kemerahan, lebih sensisitif terhadap cahaya, mata berair, perasaan tidak nyaman pada saat
berkedip, serta suatu sensasi benda asing pada mata.2
Ada 2 macam stadium pada hordeolum, yaitu stadium infiltrat yang ditandai
dengan kelopak mata bengkak, kemerahan, nyeri tekan, dan keluar sedikit kotoran. Stadium
supuratif yang ditandai dengan adanya benjolan yang berisi pus (core), berupa binyik kuning
dan putih. Pembentukan hordeolum biasanya tunggal, tetapi bisa lebih dari satu atau multipel
hordeola. Pseudoptosis dapat terjadi akibat bertambah beratnya kelopak mata sehingga sukar
diangkat.2

2.7 Patogenesis & Patofisiologi

7
Infeksi umumnya muncul akibat penebalan, stasis, atau keringnya sekresi kelenjar
Zeis, Moll, atau kelenjar Meibom. Kelenjar Zeis dan Moll merupakan suatu kelenjar siliaris
dari mata. Kelenjar Zeis menyekresikan sebum dengan suatu kandungan antiseptik yang
dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Kelenjar Moll memproduksi imunoglobulin A, mucin
1, dan lisosom yang sangat esensial pada pertahanan imun melawan bakteri mata. Ketika
kelenjarkelenjar ini mengalami suatu blokade atau kebuntuan, maka akan terjadi gangguan
pertahanan imun mata. Stasis kelenjar ini dapat mengakibatkan terjadinya infeksi bakteri dan
Staphylococcus aureus merupakan patogen tersering yang menyebabkan hordeolum. Setelah
terjadinya suatu respons inflamasi yang ditandai infiltrasi leukosit, maka akan muncul suatu
kantong berisi nanah atau terbentuk abses. Perjalanan alamiah dari hordeolum internum akut
umumnya berlangsung antara satu hingga 2 minggu, dimulai dengan munculnya nanah dan
berakhir dengan drainase spontan dari nanah tersebut. Oleh sebab itu terapi inisial untuk
hordeolum ditujukan untuk meningkatkan proses evakuasi nanah dari hordeolum.
Penggunaan kompres hangat dapat memfasilitasi terjadinya drainase dengan cara melunakkan
jaringan granuloma. Kompres hangat umumnya diberikan selama lima hingga sepuluh menit
beberapa kali sehari hingga hordeolum sembuh.2
Infeksi bakteri Staphylococccus pada kelenjar yang kecil dan sempit biasanya
menyerang kelenjar minyak (glandula meibom) dan akan mengakibatkan pembentukan abses
kearah kulit kelopak mata dan konjungtiva yang disebut hordeolum internum. Apabila bakteri
menyerang glandula zeiss atau moll maka akan membentuk abses ke arah kulit palpebra yang
disebut hordeolum eksternum. Proses tersebut diawali dengan pengecilan lumen dan statis
hasil sekresi glandula. Statis ini akan mencetuskan infeksi sekunder oleh bakteri sehingga
terjadi pembentukan pus dalam lumen kelenjar. Secara histologi akan tampak gambaran
abses, dengan ditemukan sel PMN dan debris nekrotik. Obstruksi dari kelenjar – kelenjar ini
memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan sekitarnya. Kedua tipe hordeolum ini dapat
timbul dari komplikasi blefaritis.9
Untuk membedakan dengan kalazion, dimana gambaran berupa lesi yang fokal,
kronik dan merupakann inflamasi granulomatous dari glandula zeiss atau glandula meibom.
Kalazion timbul dimana awalnya terjadi stasis dari sekresi glandula (sebum) dikeluarkan ke
tarsus dan menekan jaringan untuk menimbulkan reaksi inflamasi (histiosit, multinucleated
giant cell) untuk mengelilingi area yang normal yang akan diisi oleh sebum/lipid sebelum
diserap oleh pelarut untuk proses di jaringan, yang disebut dengan lipogranuloma. Secara
umum, hordeolum memberikan gambaran proses infeksi akut yang fokal, sedangkan kalazion

8
memberikan gejala kronik, dan terjadi reaksi noninfeksi granulomatous. Biasanya kalazion
berasal dari hordeolum internum.3

2.8 Diagnosis Banding

 Kalazion
Kalazion adalah inflamasi lokal pada palpebra yang disebabkan oleh obstruksi dari
kelenjar Meibom. Kelainan ini sering berhubungan dengan acne rosasea, seboroik, atopi, dan
blefaritis kronis. Kelenjar Meibom yang terletak di lempeng tarsal menghasilkan minyak
penyusun lapisan air mata. Secara umum, kalazion muncul pada pria dan wanita berbagai ras
pada usia sekitar 30–50 tahun, kemungkinan disebabkan karena meningkatnya hormon
androgen yang menyebabkan peningkatan viskositas sebum.1,4,10
Kelenjar Meibom menghasilkan minyak penyusun lapisan air mata. Bila kelenjar
mengalami obstruksi, maka kandungan kelenjar dapat terinfiltrasi ke jaringan sekitar dan
memicu respons inflamasi granulomatous. Edema yang disebabkan dari obstruksi kelenjar
Meibom terbatas pada konjungtiva palpebra, namun adakalanya bila lesi membesar dan
menembus lempeng tarsal dan menembus palpebra bagian luar. Secara histologis, kalazion
menggambarkan radang lipogranulomatous kronis. Penyebab dari bakteri (paling sering
adalah Staphylococcus aureus) belum jelas.4,10
Kerusakan lipid yang mengakibatkan tertahannya sekresi kelenjar, kemungkinan
karena enzim dari bakteri, membentuk jaringan granulasi dan mengakibatkan inflamasi.
Proses granulomatous ini yang membedakan antara kalazion dengan hordeolum interna atau
eksterna (terutama proses piogenik yang menimbulkan pustula), walaupun kalazion dapat
menyebabkan hordeolum, begitu pun sebaliknya. Secara klinik, nodul tunggal (jarang
multipel) yang agak keras berlokasi jauh di dalam palpebra atau pada tarsal. Eversi palpebra
mungkin menampakkan kelenjar Meibom yang berdilatasi.2,11
Kalazion sering kali bermanifestasi sebagai benjolan yang tidak nyeri selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan sebelum pasien mencari pengobatan. Sering kali
penderita mengeluhkan tidak nyaman. Apabila ukuran kalazion yang cukup besar, dapat
menyebabkan astigmatisma. Pasien yang mengalami rekurensi harus dicurigai adanya

9
kemungkinan malignansi. Kalazion sering muncul sebagai benjolan pada palpebra superior
karena jumlah kelenjar Meibom yang lebih banyak, biasanya tidak lebih dari 1 cm, tidak
nyeri, tidak ada tanda hiperemia, tidak berfluktuasi. Kalazion dengan ukuran besar sering
menimbulkan astigmatisma.2

 Tumor palpebra
Merupakan suatu pertumbuhan sel yang abnormal pada kelopak mata. Adapun gejala
yang membedakan antara tumor palpebral dengan hordeolum adalah tidak adanya tanda –
tanda peradangan seperti hiperemi dan hangat. Tumor palpebral harus ditegakkan
diagnosisnya dengan biopsy.2
 Selulitis preseptal
Merupakan infeksi umum pada kelopak mata dan jaringan lunak periorbital yang
dikarakteristik dengan adanya eritem pada kelopak mata yang akut dan edema.2

2.9 Diagnosis

Diagnosis hordeolum ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis yang muncul
pada pasien dan dengan melakukan pemeriksaan mata yang sederhana. Karena kekhasan dari
manifestasi klinis penyakit, pemeriksaan penunjang tidak diperlukan dalam mendiagnosis
hordeolum.1,2,4
Anamnesis

Hordeolum pada dasarnya mewakili fokus abses. Oleh karena itu, mereka akan hadir
dengan fitur peradangan akut, seperti benjolan merah yang menyakitkan, hangat, bengkak, di
kelopak mata. Benjolan kelopak mata juga dapat menyebabkan astigmatisme kornea dan

10
menyebabkan penglihatan kabur. Pasien sering memiliki riwayat lesi kelopak mata yang
sama di masa lalu atau faktor risiko untuk hordeola, seperti disfungsi kelenjar meibom,
blepharitis, atau rosacea.  Membedakan hordeolum secara klinis dari kalazion akut mungkin
sulit, karena keduanya hadir dengan peradangan akut dan benjolan kelopak mata yang lunak.
Namun, kalazion kronis mewakili reaksi granulomatosa dan, dengan demikian, tampak tegas
dan tidak sakit pada pemeriksaan klinis3

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan, nodul subkutan eritematosa yang lembut ada di dekat margin
kelopak mata, yang mungkin mengalami ruptur dan drainase spontan. Jika terdapat edema
yang cukup, maka mungkin sulit untuk meraba nodul diskrit. Nodul ini bisa unilateral atau
bilateral, tunggal atau multipel. Peradangan yang terkait dengan hordeolum dapat menyebar
ke jaringan yang berdekatan dan menyebabkan selulitis preseptal sekunder. Pasien mungkin
juga memiliki tanda-tanda meibomitis, blepharitis, atau okular rosacea2.

2.10 Penatalaksanaan2,12

Pada umumnya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5-7 hari

a) Non Farmakologi

1. Kompres hangat 4 – 6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk membantu drainase.
Lakukan dengan mata tertutup.

2. Bersihkan kelopak mata dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo yang tidak
menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat proses penyembuhan.
Lakukan dengan mata tertutup.

3. Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi yang lebih
serius.

4. Hindari pemakaian makeup pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi penyebab
infeksi.

11
5. Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke kornea.

b) Farmakologi
Antibiotik diindikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam tidak ada perbaikan, dan
bila proses peradangan menyebar ke sekitar daerah hordeolum.
Antibiotik topikal , Bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan setiap 4 jam selama 7-10
hari. Dapat juga diberikan eritromisin salep mata untuk kasus hordeolum eksterna dan
hordeolum interna ringan
Antibiotik sistemik, diiberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau terdapat tanda
pembesaran kelenjar limfe di preauricular. Pada kasus hordeolum internum dengan kasus
yang sedang sampai berat. Dapat diberikan cephalexin atau dicloxacilin 500 mg per oral 4
kali sehari selama 7 hari. Bila alergi penisilin atau cephalosporin dapat diberikan clindamycin
300 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari atau klaritromycin 500 mg 2 kali sehari selama 7
hari.13
c) Pembedahan
Bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur pembedahan
mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum. Pada insisi hordeolum terlebih
dahulu diberikan anestesi topikal dengan pantokain tetes mata. Dilakukan anestesi filtrasi
dengan prokain atau lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan insisi, bila hordeolum
internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada margo palpebra.
Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra. Setelah dilakukan insisi,
dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan meradang di dalam kantongnya dan
kemudian diberikan salep antibiotik.4,14

2.11 Komplikasi

Komplikasi hordeolum berupa abses palpebra atau selulitis palpebral yang merupakan
radang jaringan ikat jarang palpebral di depan septum orbita.

2.12 Pencegahan

Hordeolum dapat dicegah dengan memberlakukan pola hidup bersih. Kebiasaan


mencuci tangan dapat menurunkan terjadinya risiko terkena hordeolum. Biasakan tidak
menggaruk atau pun menyentuh kelopak mata dengan tangan yang kotor. Pada pasienpasien

12
dengan riwayat hordeolum, kita dapat menyarankan untuk membersihkan tepi kelopak
matanya dengan cotton bud steril yang diberi air hangat, untuk membantu melancarkan
saluran kelenjar minyak pada tepi kelopak mata. Hal ini tentunya dapat mengurangi risiko
terbuntunya saluran kelenjar minyak dan mencegah terjadinya hordeolum atau pun kalazion.2
Selain itu pada pasien-pasien wanita dapat disarankan untuk membersihkan dan
menyimpan alat-alat kosmetiknya secara benar. Alat kosmetik yang terkontaminasi oleh
kuman dapat menyebabkan terjadinya hordeolum. Selain itu tukar menukar alat kosmetik
yang berkaitan dengan kelopak mata dapat meningkatkan risiko penularan kuman penyebab
hordeolum atau pun kuman penyebab infeksi mata lainnya. Para wanita pengguna kosmetik
mata ini juga disarankan untuk membersihkan daerah kelopak mata sebelum tidur, agar sisa-
sisa kosmetik tidak membuntu saluran kelenjar minyak pada tepi kelopak mata. Apabila
pasien memiliki riwayat memakai lensa kontak, disarankan untuk tidak memakai kontak
lensa selama penyembuhan. Penggunaan kontak lensa dapat meningkatkan risiko terjadinya
infeksi pada kornea selama terjadi hordeolum. Pada pasien-pasien wanita disarankan untuk
tidak menggunakan kosmetik pada kelopak mata selama sakit. Hal ini disebabkan karena
kosmetik dapat membuntu saluran kelenjar minyak dan keringat di kelopak mata yang
berakibat infeksi dapat berlangsung lebih lama.15

2.13 Prognosis

Hordeolum umumnya tidak berbahaya pada sebagian besar kasus. Sebagian besar
kasus hordeolum dapat sembuh sendiri secara spontan. Pada beberapa kasus, hordeolum
membutuhkan terapi insisi dan drainase. Prognosis menjadi baik jika tidak terjadi komplikasi
dari hordeolum seperti infeksi pada bola mata. Jika pasien melakukan manipulasi pada
hordeolum seperti tindakan memencet atau menusuk hordeolum dengan jarum tidak steril,
maka infeksi dapat menyebar menuju area yang lebih luas dan menyebabkan terapi
penyembuhan menjadi lebih sulit. Jika hordeolum muncul berulang-ulang harus dipikirkan
diagnosis lainnya seperti keganasan dan di-follow up dengan melakukan pemeriksaan
histopatologis.2

13
BAB III

KESIMPULAN

Hordeolum merupakan infeksi atau peradangan supuratif pada kelenjar di tepi kelopak
mata bagian atas maupun bagian bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Hordeolum
dapat timbul pada satu kelenjar mata atau lebih. Kelenjar kelopak mata tersebut meliputi
kelenjar meibom, zeiss, dan moll. Hordeolum umumnya tampak sebagai suatu masa nodul
yang nyeri dan kemerahan di sekitar margo palpebra. Diagnosis hordeolum ditegakkan
berdasarkan gejala dan tanda klinis yang muncul pada pasien dan dengan melakukan
pemeriksaan mata yang sederhana. Karena kekhasan dari manifestasi klinis penyakit,
pemeriksaan penunjang tidak diperlukan dalam mendiagnosis hordeolum.
Tatalaksana hordeolum bisa dengan non farmakologi, atau pun farmakologi.
Hordeolum umumnya tidak berbahaya pada sebagian besar kasus. Sebagian besar kasus
hordeolum dapat sembuh sendiri secara spontan. Pada beberapa kasus, hordeolum
membutuhkan terapi insisi dan drainase. Prognosis menjadi baik jika tidak terjadi komplikasi
dari hordeolum seperti infeksi pada bola mata

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Loth C, Miller C V, Haritoglou C, Messmer E, others. Hordeolum und Chalazion. Der


Ophthalmol. Published online 2021:1-11.
2. INFEKSI IDAN. Hordeolum. Buku ajar Ilmu Kesehat Mata. Published online
2019:35.
3. Bragg KJ, Le PH, Le JK. Hordeolum. Published online 2017.
4. Loth C, Miller C V, Haritoglou C, Messmer ESBM. Hordeolum and chalazion:
(Differential) diagnosis and treatment. Der Ophthalmol Zeitschrift der Dtsch
Ophthalmol Gesellschaft.
5. Sundaram V, Barsam A, Barker L. Training in Ophthalmology. Oxford University
Press; 2016.
6. Vaughan D, Asbury T. Vaughan \& Asbury’s General Ophthalmology. McGraw-Hill
Medical; 2007.
7. Hepler RS. GENERAL OPHTHALMOLOGY—Seventh Edition. West J Med.
1975;122(6):532.
8. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. Jaypee brothers medical publishers;
2019.
9. McALINDEN C, González-Andrades M, Skiadaresi E. Hordeolum: Acute abscess
within an eyelid sebaceous gland. Cleve Clin J Med. 2016;83(5):332-334.
10. Carlisle RT, Digiovanni J. Differential diagnosis of the swollen red eyelid. Am Fam
Physician. 2015;92(2):106-112.
11. Sreeremya S. Stye (Hordeolum)--Review. Int J Mol Biotechnol. 2018;4(1):8-9.
12. Lindsley K, Nichols JJ, Dickersin K. Interventions for acute internal hordeolum.
Cochrane Database Syst Rev. 2010;(9).
13. Favetta JR. Blepharitis management: A clinical approach. Ophthalmol Times.
2015;40:1-4.
14. Schlote T, Mielke J, Grüb M, Rohrbach JM, Gelisken F. Pocket Atlas of
Ophthalmology. Thieme New York; 2006.

15
15. Skorin L. Hordeolum and chalazion treatment: the full gamut. Optom Today. Published
online 2002:25-27.

16
17

Anda mungkin juga menyukai