Anda di halaman 1dari 2

UJIAN AKHIR SEMESTER

SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2021

Mata Kuliah: Wawasan Lingkungan


Hari/Tgl Ujian : Rabu/ 18 Agustus 2021
Waktu : 100 menit
Sifat Ujian : Tertutup
Dosen : Azmi Alvian Gabriel, S.TP., M.P.

Air Sungai di Indonesia Tercemar Berat


Sumber utama pencemar air sungai di Indonesia sebagian besar berasal dari
limbah domestik atau rumah tangga
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), di tahun 2015 hampir 68 persen atau mayoritas
mutu air sungai di 33 provinsi di Indonesia dalam status tercemar berat.
Penilaian status mutu air sungai itu mendasarkan pada Kriteria Mutu Air (KMA) kelas II yang terdapat pada
lampiran Peraturan Pemerintah mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air atau PP 82/2001.
Berdasarkan kriteria tersebut sekitar 24 persen sungai dalam status tercemar sedang, 6 persen tercemar ringan dan
hanya sekitar 2 persen yang masih memenuhi baku mutu air.
Apabila dilihat perkembangan dari tahun sebelumnya, mutu air sungai yang tercemar berat mengalami
penurunan. Di tahun 2014 tak kurang ada 79 persen sungai statusnya tercemar berat. Seiring dengan penurunan
tersebut, persentase sungai yang dalam status tercermar sedang dan ringan otomatis mengalami kenaikan di tahun
2015.
Kendati sungai yang masuk kategori tercemar berat mengalami penurunan, namun persentasenya masih sangat
tinggi. Hal ini terutama terjadi di sungai-sungai yang terletak di wilayah regional Sumatera (68 persen), Jawa (68
persen), Kalimantan (65 persen) dan Bali Nusa Tenggara (64 persen). Sementara itu, persentase sungai yang tercemar
berat di wilayah regional Indonesia Timur, yakni di Sulawesi dan Papua relatif lebih kecil, yakni 51 persen.
Menurut Budi Kurniawan, Kasubdit Inventarisasi dan Alokasi Beban Pencemaran Dirjen Pengendalian Pencemaran
dan Kerusakan Lingkungan KLHK, sumber utama pencemar air sungai di Indonesia sebagian besar berasal dari limbah
domestik atau rumah tangga. "Selama ini kebanyakan masyarakat salah mengira bahwa sumber utama pencemar sungai
adalah limbah industri, padahal bukan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di sungai-sungai yang dijadikan titik
pantau, limbah domestik yang paling berperan sebagai pencemar air sungai," kata Budi.
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur pekan lalu (21/4/2016) melalui Kepala Sub Bidang Komunikasi
Dyah Larasayu dalam sebuah diskusi Festival Brantas mengatakan bahwa kondisi air sungai Brantas sekarang ini dalam
status waspada. Pencemaran airnya dalam batas ambang mengkhawatirkan. Limbah domestik diyakini sebagai
penyumbang terbesar pencemaran air Sungai Brantas. Limbah domestik itu di antaranya tinja, bekas air cucian dapur
dan kamar mandi, termasuk sampah rumah tangga dibuang ke sungai. Selain itu, penyebab pencemaran air Sungai
Brantas adalah limbah peternakan, industri, limbah pertanian.
Akhir tahun lalu, tidak berbeda dengan yang terjadi di Sungai Brantas, Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Kabupaten Bandung Atih Witartih menyatakan, limbah domestik yang dibuang ke Sungai Citarum merupakan yang
terbanyak, jika dibandingkan limbah lain seperti limbah industri, pertanian dan peternakan. Limbah domestik sumbangan
dari rumah tangga itu mencapai 70 persen. Limbah domestik memberikan kontribusi terbesar terhadap pencemaran
Sungai Citarum.
Kedua contoh di atas menunjukkan bahwa limbah domestik atau rumah tangga yang umumnya berupa tinja,
deterjen bekas cucian dapur maupun pakaian hingga sampah, baik organik maupun anorganik, menjadi penyumbang
terbesar pencemaran pada air sungai. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mengungkapkan, ada 26 persen atau 16 juta
rumah tangga di Indonesia yang tidak memiliki fasilitas tempat buang air besar dan langsung membuang limbah tinja ke
lingkungan (sungai, kebun, dan lain-lain). Sebanyak 74 persen rumah tangga menggunakan jamban, dan 14 persen di
antaranya tidak dilengkapi dengan tangki septik. Setiap hari diperkirakan sebanyak 14.000 ton tinja dan 176.000 meter
kubik urine dibuang ke sumber air yang menyebabkan75 persen sungai tercemar berat dan 70 persen air tanah di
perkotaan tercemar bakteri tinja.
Limbah domestik, limbah peternakan maupun industri yang dibuang ke sungai berpengaruh terhadap penurunan
kualitas air. Parameter penurunan kualitas air tersebut umumnya berdasarkan kandungan fecal coli, total coliform, BOD
(Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand) dan H2S yang terdapat di dalam air sungai. Limbah tinja
berperan dalam meningkatkan kadar fecal coli atau bakteri E coli dalam air. Di kota-kota besar seperti Jakarta,
Yogyakarta di beberapa wilayahnya kandungan E coli melebihi ambang batas tak hanya di sungai melainkan hingga ke air
sumur di permukiman penduduk. Hal ini sangat membahayakan kesehatan penduduk dan tidak layak untuk dikonsumsi.
Air sungai yang tercemar oleh sampah organik biasanya akan berbau tidak sedap. Ini disebabkan karena naiknya
kadar BOD. Kebutuhan oksigen oleh mikroorganisme untuk mengurai sampah organik akan meningkat jika volume
sampah meningkat. Hal ini akan meningkatkan kadar BOD dalam air. Jika kadar BOD tinggi atau melebihi ambang batas,
dampaknya adalah tumbuhan atau hewan-hewan yang tumbuh di air akan sulit hidup bahkan akan mati karena
kekurangan oksigen.
Untuk mengatasi pencemaran air sungai yang berasal dari limbah domestik, agar kualitas air bisa memenuhi
standar baku mutu air, perlu dilakukan langkah-langkah pengendalian pencemaran. Langkah-langkah itu antara lain
mengubah kebiasaan membuang sampah di sungai, memantau kualitas air sungai maupun membangun instalasi
pengolahan air limbah rumah tangga (IPAL).
UJIAN AKHIR SEMESTER
SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2021

Mata Kuliah: Wawasan Lingkungan


Hari/Tgl Ujian : Rabu/ 18 Agustus 2021
Waktu : 100 menit
Sifat Ujian : Tertutup
Dosen : Azmi Alvian Gabriel, S.TP., M.P.

Dalam hal IPAL rumah tangga, Indonesia masih sangat ketinggalan dibandingkan negara-negara lain.
"Jangankan dibandingkan dengan Thailand atau Malaysia, dibandingkan dengan negara kecil seperti Kamboja saja kita
masih kalah dalam hal jumlah dan volume fasilitas instalasi pengolahan air limbah. Padahal jumlah penduduk kita jauh
lebih besar," kata Budi. Karena itu, pembangunan unit IPAL menjadi salah satu program Kementerian LHK untuk
mengatasi pencemaran air sungai karena limbah domestik.
Tidak mudah untuk mengubah kebiasaan penduduk untuk tidak membuang sampah atau limbah rumah tangga
ke sungai-sungai. Namun, hal itu mutlak dilakukan jika tidak ingin sumber utama air penduduk menjadi semakin
tercemar dan tidak layak dikonsumsi. Jika hal itu terjadi, maka kualitas hidup masyarakat akan semakin rendah.

1. Berdasarkan Artikel di atas, bagaimanakah saudara mengkritisi kondisi manajemen limbah cair di
Indonesia? Bagaimanakah peran undang-undang pengelolaan lingkungan hidup dalam upaya penataan
manajemen limbah cair di Indonesia?
2. Bagaimanakan peran dan pengelolaan standarisasi baku mutu lingkungan terhadap kondisi pencemaran
limbah cair di Indonesia?
3. Jelaskan pemahaman saudara mengenai AMDAL dan tahapan penyusunannya (jelaskan tahapannya
dalam bentuk diagram alir)!
4. Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, bagaimanakah posisi hak
dan kewajiban saudara sebagai warga Negara sehubungan dengan kondisi pencemaran limbah cair di
Indonesia?
5. Sebutkan dan jelaskan perencanaan produksi bersih berdasarkan contoh kasus diatas.

Anda mungkin juga menyukai