PROPOSAL
Oleh :
IIS LUTVITANINGSIH
NIM. 190203128
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
ke atas. Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan (Kholifah, 2016).
Proses penuaan adalah suatu proses alamiah yang pasti akan dialami oleh
setiap orang. Sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup, semakin
kompleks pula masalah kesehatan yang dihadapi. Secara alamiah, sel-sel
tubuh mengalami penurunan dalam fungsinya akibat proses penuaan (Izhar,
2017).
Berdasarkan hasil Statistik Penduduk Lanjut Usia tahun 2019
menunjukkan bahwa jumlah lanjut usia pada tahun 2019, persentase lansia
mencapai 9,60 % atau sekitar 25,64 juta orang. Data Susenas Maret2019
menunjukkan bahwa provinsi dengan persentase penduduk lansia terbanyak
pada tahun 2019 adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (14,50%), Jawa Tengah
(13,36%), Jawa Timur (12,96%), Bali (11,30%), dan Sulawesi Utara (11,15%)
(Badan Pusat Statistik, 2019).
Hipertensi adalah suatu keadaan kronis yang ditandai dengan
meningkatnya tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri. Seseorang
dikatakan mengalami hipertensi jika pemeriksaan tekanan darah menunjukkan
hasil di atas 140/90 mmHg (Lukman, Putra dan Habiburahman, 2020).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu contoh penyakit
degeneratif. Penyakit darah tinggi atau hipertensi adalah suatu peningkatan
abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus
lebih dari satu periode. Hipertensi tidak secara langsung membunuh
penderitanya, akan tetapi hipertensi memicu munculnya penyakit lain yang
mematikan (Izhar, 2017).
Penyakit ini menjadi salah satu masalah utama dalam dunia
kesehatan masyarakat di Indonesia maupun dunia. Menurut catatan Badan
Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2011 ada 1 milyar orang di dunia
menderita hipertensi dan 2/3 di antaranya berada di negara berkembang.
WHO pada tahun 2013, menyebutkan bahwa di dunia terdapat 17.000 orang
per tahun meninggal akibat penyakit kardiovaskuler dimana 9.400 orang di
antaranya disebabkan oleh komplikasi dari hipertensi. Prevalensi hipertensi
dunia mencapai 29,2% pada laki-laki dan 24,8% pada perempuan (Hartutik &
Suratih, 2017).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2019 menunjukkan bahwa jumlah penderita hipertensi berusia (>15 tahun)
yang dilakukan pengukuran tekanan darah pada tahun 2019 sebanyak
8.070.378 orang atau sebesar (30,4 %) dari seluruh penduduk berusia >15
tahun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.999.412 orang atau (37,2 %) sudah
mendapatkan pelayanan kesehatan (Dinkes Jateng, 2019).
Data dari Dinas Kesehatan Purbalingga jumlah penderita
hipertensi usia (>15 tahun) pada tahun 2019 sebanyak 199.601. Dari jumlah
tersebut, ditemukan dan diberikan pelayanan kesehatan sesuai standar
sebanyak 34.889 kasus (17,48 %) yang dilakukan pengukuran tekanan darah
tinggi dipuskesmas dan jaringannya (Dinkes Purbalingga, 2019).
Hipertensi terkait dengan perilaku dan pola hidup.
Pengendalian hipertensi dilakukan dengan perubahan perilaku antara lain
menghindari asap rokok, diet sehat, rajin aktifitas fisik dan tidak
mengkonsumsi alkohol (Dinkes Jateng, 2019). Pengobatan hipertensi
dilakukan dengan dua cara, yaitu pengobatan secara non farmakologis dan
farmakologis. Pengobatan farmakologis dengan meminum obat anti
hipertensi. Pengobatan non farmakologis yaitu lebih menekankan pada
perubahan pola makan dan gaya hidup seperti mengurangi konsumsi garam,
mengendalikan berat badan, mengendalikan minum kopi, membatasi
konsumsi lemak, berolahraga secara teratur, menghindari stress, terapi
komplementer (terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, pijat refleksi,
meditasi, akupuntur, akupresur, aromaterapi, refleksiologi, dan bekam. Pijat
refleksi menjadi pilihan karena tindakan ini aman bagi pasien karena bukan
tindakan invasif dan mudah dilakukan (Lukman, Putra dan Habiburahman,
2020).
Pijat refleksi memberikan rangsangan berupa tekanan pada
syaraf tubuh manusia. Biasanya, pemijatan akan memberikan tekanan pada
titik tangan atau kaki. Rangsangan tersebut diterima oleh reseptor saraf (saraf
penerima rangsangan). Rangsangan yang diterima ini akan diubah oleh tubuh
menjadi “aliran listrik”. Aliran tersebut kemudian akan menjalar ke sumsum
tulang belakang. Dari sumsum tulang belakang akan diteruskan ke bagian otak
dan otot. Pijat refleksi membantu mengurangi gejala penyakit lever, ginjal,
jantung, tekanan darah tinggi, dan hampir semua penyakit yang dikenal
manusia (Lukman, Putra dan Habiburahman, 2020).
Manfaat dari pijat refleksi yaitu untuk melancarkan sirkulasi
darah di dalam seluruh tubuh, menjaga kesehatan agar tetap prima, membantu
mengurangi rasa sakit dan kelelahan, merangsang produksi hormon endorfin
yang berfungsi untuk relaksasi tubuh, mengurangi beban yang ditimbulkan
akibat stress, menyingkirkan racun atau toksin dan menyehatkan dan
menyeimbangkan kerja organ-organ tubuh (Kemendikbud, 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hartutik dan
Suratih (2017) terapi pijat refleksi kaki pada penderita hipertensi primer
berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah. Hasil penelitian ini diperkuat
oleh penelitian lain yang dilakukan oleh Rezky, Hasneli, dan Hasanah (2015)
menunjukkan bahwa terapi pijat refleksi kaki berpengaruh untuk menurunkan
tekanan darah terhadap penderita hipertensi primer. Penelitian menunjukkan
pijat refleksi dapat menurunkan tekanan darah, namun responden masih dalam
kategori hipertensi.
Menurut Arianto, Prastiwi, dan Sutriningsih (2018), dalam
penelitiannya dapat disimpulkan tekanan darah sebelum terapi pijat refleksi
telapak kaki pada penderita hipertensi seluruhnya (94,11%) tergolong dalam
kategori hipertensi stadium 1. Sedangkan tekanan darah setelah terapi pijat
refleksi telapak kaki pada penderita hipertensi seluruhnya (100%) mengalami
penurunan tekanan darah.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin mengetahui
apakah pijat refleksi dapat menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi. Peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:
“Pengaruh Terapi Pijat Refleksi Kaki Terhadap Penurunan Tekanan Darah
Pada Lansia Dengan Hipertensi di Posyandu Lansia Desa Karangmalang
Kecamatan Bobotsari Kabupaten Purbalingga”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
ke atas. Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan (Kholifah, 2016) .
Hipertensi adalah suatu keadaan kronis yang ditandai dengan meningkatnya
tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri. Seseorang dikatakan
mengalami hipertensi jika pemeriksaan tekanan darah menunjukkan hasil di
atas 140/90 mmHg (Lukman, Putra dan Habiburahman, 2020).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah
penelitian adalah untuk mengetahui “Pengaruh Terapi Pijat Refleksi Kaki
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi di
Posyandu Lansia Desa Karangmalang Kecamatan Bobotsari Kabupaten
Purbalingga”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi pijat refleksi kaki
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di
Posyandu Lansia Desa Karangmalang Kecamatan Bobotsari Kabupaten
Purbalingga.
2. Tuhuan Khusus
a) Untuk mengetahui tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum
dilakukan terapi pijat refleksi kaki terhadap penurunan tekanan darah
pada lansia dengan hipertensi di Posyandu Lansia Desa Karangmalang
Kecamatan Bobotsari Kabupaten Purbalingga.
b) Untuk mengetahui tekanan darah sistolik dan diastolik sesudah
dilakukan terapi pijat refleksi kaki terhadap penurunan tekanan darah
pada lansia dengan hipertensi di Posyandu Lansia Desa Karangmalang
Kecamatan Bobotsari Kabupaten Purbalingga.
c) Untuk mengetahui apakah ada pengaruh terapi pijat refleksi kaki
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi
sebelum dan sesudah terapi pijat refleksi kaki.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat studi kasus memuat uraian tentang implikasi temuan
studi kasus yang bersifata praktis terutama bagi :
1. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi
masyarakat tentang pengaruh terapi pijat refleksi kaki terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia dengan hipertensi untuk memperoleh tekanan
darah yang normal.
2. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi tambahan
tentang pengaruh terapi pijat refleksi kaki terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia dengan hipertensi yang dapat dijadikan sebagai
referensi bagi pendidikan keperawatan.
3. Bagi Peneliti
Memperoleh kemampuan riset kuantitatif serta menambah
pengalaman peneliti dalam peneletian dalam bidang keperawatan
mengenai pengaruh terapi pijat refleksi kaki terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia dengan hipertensi.
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
N Judul Pembahasan Tujuan Design Uji statistik Hasil
O Penelitian
1. Pengaruh Pada kelompok yang Untuk Pre- 1. Uji Ada perbedaan
terapi pijat diberikan terapi mengetahui postestcontrol wilcoxon signifikan
refleksi kaki pijat refleksi kaki pengaruh one 2. Uji mann tekanan darah
terhadap mengalami terapi pijat group design. whitney sebelum dan
tekanan penurunan yang refleksi sesudah
darah pada lebih tajam terhadap perlakuan pada
penderita dibandingkan tekanan kelompok terapi
hipertensi dengan kelompok darah pada pijat refleksi
primer (2017) yang tidak diberikan hipertensi kaki terhadap
terapi. Setelah primer tekanan darah
diberikan terapi pijat pada penderita
kaki dari hipertensi hipertensi
tingkat 1 rata-rata primer.
turun menjadi pre
hipertensi dan ada 2
responden yang
normal..
2. Pengaruh Pada sesi pagi Untuk Quasi 1. Uji Terdapat
Terapi Pijat kelompok ekperimen mengetahui experimental Wilcoxon pengaruh terapi
Refleksi terjadi penurunan “pengaruh dengan 2. Uji pijat
Telapak Kaki tekanan darah senam pendekatan paired t refleksi telapak
Terhadap sistolik yaitu dari lansia nonrandomized test kaki terhadap
Perubahan 156.50 mmhg terhadap pretest and perubahan
Tekanan menjadi 151,91 stabilitas posttest tekanan darah
Darah Pada dengan selisih tekanan with control kelompok
Penderita sebesar 4,59 mmhg darah pada group design. eksperimen
Hipertensi selanjutnya untuk kelompok pada penderita
(2018) tekanan darah lansia gmim hipertensi
diastoliknya juga anugerah di dengan value p
mengalami Desa = 0,00 < a 0,05
penurunan dari 98.05 Tumaratas untuk sesi pagi
mmhg menjadi 95.50 2 dan sore.
mmhg dengan Kecamatan
dengan selisih Langowan
sebesar 2,55 Barat
mmhg. Kabupaten
Minahasa”.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
F. Tinjauan Teori
1. Hipertensi
a. Pengertian
Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya
tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan
diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg (Yonata, A. dan Pratama,
A. S, 2016).
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu
peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi
merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang
abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatknya resiko
terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakan ginjal (Utaminingsih, W. R, 2015).
Menurut Aspiani (2015) hipertensi dapat didefinisikan
sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik di atas 140
mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg.
b. Klasifikasi Hipertensi
hipertensi.
c) Diet: dengan melakukan konsumsi diet garam dan lemak
hipertensi.
2) Hipertensi sekunder
c. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak.
Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatik, yang berlanjut
ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinallis ke ganglia simpatik di torak dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatik. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Beberapa faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi (Aspiani, 2015).
Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, mengakibatkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi (Aspiani, 2015).
d. Manifestasi klinik
e. Pemeriksaan penunjang
a) Akupresur
b) Ramuan cina
c) Terapi herbal
d) Relaksasi nafas dalam
e) Aaroma terapi
f) Terapi musik klasik
g) Meditasi dan pijat
2) Penatalaksanaan Farmakologi
Menurut Hidayat, S, N. (2016), penatalaksanaan
farmakologi yang dapat dilkakukan pada pasien hipertensi
adalah:
a) Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b) Mempunyai toksisitas dan efek samping yang ringan atau
minimal.
c) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d) Tidak menimbulakn intoleransi.
e) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
g) Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan
hipertensi seperti golongan diuretic, golongan betabloker,
golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi
rennin angiotensin.
g. Komplikasi
1) Stroke
2) Infark Miokardium
3) Gagal Ginjal
4) Ensefalopati
tinggi dari orang yang berusia muda. Hipertensi pada usia lanjut harus
ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan
hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar
usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah
banyak dialami oleh lansia adalah pada system kardiovaskuler yaitu terjadi
kaku, serta penurunan kemampuan jantung untuk memompa darah. Hal ini
lansia menurut Pitriani, R., & Yanti, J. S. (2018) adalah sebagai berikut:
a. Jenis Kelamin
b. Obesitas
c. Merokok
3. Pijat Refleksi
a. Pengertian
terapis memanipulasi otot dan jaringan lunak lain dari tubuh untuk
memijat otot serta jaringan lunak lainnya. Pijat ini telah dipraktikan
Andy Dees, MH, seorang ahli refleksologi dari Klinik Tre Danne,
Kemendikbud (2015).
b. Manfaat
relaksasi tubuh.
(Kemendikbud, 2015):
1) Kondisi klien
c) Menderita epilepsi
muda)
segar.
c) Alat dan bahan yang digunakan harus bersih, steril, dan dalam
keadaan baik.
tetap bisa saja terjadi. Walaupun reaksi yang ditimbulkan berupa efek
berikut.
akan mengalami gejala flu dan jika ada kongesti pada paru-paru,
sering dan urin mempunyai warna dan bau yang berbeda dari
sebelumnya.
4) Pada gangguan kulit, ruam kulit dapat menjadi lebih buruk, tetapi
akhirnya membaik.
5) Pada kondisi arthritis, kadang nyeri akan menjadi lebih berat pada
akhirnya berkurang.
setelah pemijatan.
9) Jika klien merasa lelah setelah dipijat karena itu adalah cara tubuh
penyembuhan.
10) Reaksi umum adalah tubuh merasa lebih rileks dan nyaman.
mulai berjalan.
Hipertensi
Manifestasi Klinis :
1. Tekanan darah yang tinggi Pemeriksaan Penunjang :
2. Sakit kepala, pusing dan 1. Riwayat dan pemeriksaan fisik
keletihan secara menyeluruh
3. Epistaksis 2. Pemeriksaan retina
4. Penglihatan kabur 3. Pemeriksaan laboratorium
5. Nokturia untuk mengetahui kerusakan
6. Azetoma organ seperti ginjal dan jantung
4. EKG untuk mengetahui
hipertropi ventrikel kiri
Komplikasi :
5. Urinalisa untuk mengetahui
1. Stroke protein dalam urin, darah,
2. Infark Miokardium glukosa
3. Gagal Ginjal 6. Pemeriksaan : renogram,
4. Ensefalopati pielogram intravena
Penatalaksanaan arteriogram renal, pemeriksaan
fungsi ginjal terpisah dan
penentuan kadar urin.
7. Foto dada dan CT scan.
Terapi Farmakologi :
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping Terapi Non-Farmakologi :
yang ringan atau minimal. 1. Akupresur
3. Memungkinkan penggunaan obat secara 2. Ramuan cina
oral. 3. Terapi herbal
4. Tidak menimbulakn intoleransi. 4. Relaksasi nafas dalam
5. Harga obat relative murah sehingga 5. Aaroma terapi
terjangkau oleh klien. 6. Terapi musik klasik
6. Memungkinkan penggunaan jangka 7. Meditasi dan pijat
panjang.
7. Golongan obat - obatan yang diberikan
pada klien dengan hipertensi
Gambar 2.4 Kerangka Teori
Sumber: Yonata, A. dan Pratama, A. S. (2016), Utaminingsih, W. R. (2015),
Aspiani, R. Y. (2015), Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015),
Kemendikbud. (2015). Nuraini, B. (2015), Hidayat, S, N. (2016),
Andri, S. dan Sulistyarini, T. (2015).
H. Kerangka Konsep
Keterangan :
: Diteliti