Anda di halaman 1dari 8

13.

Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh
kenikmatan,

Yaitu mereka yang memenuhi hak Allah dan hak hamba-hamba-Nya; yang senantiasa melazimi
kebaikan baik pada hati mereka maupun amal mereka.
Baik kenikmatan bagi hati, ruh maupun badan. Demikian pula baik di dunia, di alam barzakh maupun
di akhirat.

َ ‫اَأْلب َْر‬  adalah
‫ار‬ jamak dari ُّ‫ال َبر‬ atau ُّ‫ ْالبَار‬yang diambil dari masdar ٌّ‫البر‬,
ِ Al-
Azhari berkata :
ٌّ‫البر‬
ِ artinya lapang dan tambah dalam berbuat kebaikan…dan dinamakan darat
dengan ‫ال َبرِّ َّي ُة‬
karena lapangnya (Tahdziib Al-Lughoh 15/138)
Az-Zabiidi berkata :
“Sesungguhnya asal makna dari ِ adalah ‫“ الس ََّع ُة‬kelapangan”, dari makna
ٌّ‫البر‬
inilah daratan yang luas dinamakan  ُّ‫ ال َبر‬sebagai lawan dari ‫ال َبحْ ِر‬  lautan yang
luas” (Taajul ‘Aruus 10/151)
Artinya orang yang disebut ُّ‫ ْالبَار‬berbuat kebaikan yang sangat banyak. Jika
bersilaturrahmi, dia tidak hanya bersilaturrahmi kepada ayahnya dan ibunya,
tetapi dia juga bersilaturrahmi kepada pamannya, bibinya, kakaknya, adik-
adiknya, yaitu apabila dia menjalanlan suatu amalan maka dikerjakannya
dengan sangat baik. Jika dia shalat, dia tidak hanya shalat 5 waktu saja tetapi
dia shalat 5 waktu di masjid ditambah shalat-shalat Sunnah lainnya. Jika dia
mengeluarkan zakat maka dia tidak mencukupkan dengan yang wajib saja
tetapi dia juga bersedekah kepada para fakir miskin, kepada para penuntut
ilmu, dan semua itu dia berikan dalam keadaan lapang dada dan ikhlas. Dia
tidak hanya mengerjakan yang wajib-wajib saja akan tetapi disempurnakan
dengan amalan dan kebaikan-kebaikan lain yang banyak. Inilah yang
dinamakan dengan‫ار‬ َ ‫اَأْلب َْر‬  .
Allah tidak mengatakan ‫ِيم‬ َ ‫( ِإنَّ اَأْلب َْر‬sesungguhnya orang-orang yang
ٍ ‫ار َع َلى َنع‬
baik di atas kenikmatan), tetapi Allah mengatakan ٍ ‫“ َلفِي َنع‬benar-benar berada
‫ِيم‬
dalam kenikmatan”, yaitu seakan-akan mereka tenggelam dalam kenikmatan
tersebut.
Al Imam Ibnul Qoyyim rahimahullahu mengatakan bahwasanya ayat ini
mencakup kenikmatan dalam tiga kondisi, kenikmatan di dunia, kenikmatan di
alam barzakh, maupun kenikmatan di alam akhirat.
Beliau berkata :
‘’Janganlah engkau menyangka bahwa firman Allah ((Sesungguhnya orang-
orang yang baik benar-benar berada dalam kenikmatan, dan
sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam
neraka)) hanya terbatas pada kenikmatan dan adzab akhirat saja, akan tetapi
mencakup tiga alam, yaitu alam dunia, alam barzakh, dan alam akhirat. Maka
mereka yang satu dalam kenikmatan, sementara mereka yang lainnya dalam
kesengsaraan. Dan bukankah kenikmatan kecuali kebahagiaan hati?, dan
bukankah adzab yang sesungguhnya adalah kesengsaraan hati?. Dan adzab
apakah yang lebih sengsara dari ketakutan, kegelisahan, kesedihan, sempitnya
hati, sikap berpaling dari Allah dan kampung akhirat, ketergantungan kepada
selain Allah…? (Al-Jawaab al-Kaafi hal 76)
Meskipun kenikmatan yang paling sempurna adalah kenikmatan di surga/di
akhirat. Tetapi orang yang baik pasti akan merasakan kenikmatan di dunia
sebelum di akhirat. Karenanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah berkata:
“Sesungguhnya di dunia ini terdapat surga, barangsiapa yang tidak
memasukinya, maka ia tidak akan memasuki surga akhirat.” (Madarijus Salikin,
1/488)
Artinya untuk memastikan bahwasanya orang yang berbuat baik pasti akan
merasakan kebahagiaan. Ibnu Taimiyyah juga pernah berkata:
“Apa yang akan dilakukan oleh musuh-musuhku terhadapku? Aku ini surga dan
tamanku dalam dadaku. Kemana pun aku pergi, ia selalu bersamaku tidak
berpisah dariku. Jika aku dipenjara, maka ia bagiku khalwat (bersendirian
dengan Allah). Jika aku terbunuh, maka ia bagiku kesyahidan. Jika aku diusir
dari negeriku, maka bagiku ia adalah wisata.” (Al-Waabilush Shayyib, hal. 109)
Hal ini karena beliau merasakan bahwa seluruhnya adalah kebahagiaan. Oleh
karena itu, orang yang beramal shaleh pasti dia akan merasakan kebahagiaan.
Itulah kebahagiaan. Berbeda dengan sekedar kelezatan, karena kelezatan
berkaitan dengan rasa, makan enak itu adalah kelezatan, mencium bau yang
enak adalah kelezatan. Adapun kebahagiaan itu dari dalam, dan dia terbina
secara perlahan-lahan. Oleh karena itu, orang-orang yang beriman kepada Allah
subhanallahu wata’ala diberikan kehidupan yang bahagia bagaimanapun
kondisinya. Mungkin dia tidak merasakan kelezatan makanan tetapi dia
merasakan kelezatan hati yang disebut dengan kebahagiaan. Sehingga orang
yang beriman harus yakin bahwasanya dia akan bahagia, jika dia menjalankan
sunnah Nabi maka dia pasti bahagia baik itu di dunia, di alam barzakh, terlebih
lagi dia akan bahagia di alam akhirat kelak dengan kenikmatan yang Allah
sediakan baginya. Berbeda dengan orang-orang yang fajir.

14. h
dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.
Yaitu mereka yang tidak memenuhi hak Allah dan hak hamba-hamba-Nya; yang buruk hati dan
amalnya. Yakni azab yang pedih, baik di dunia, di alam barzakh maupun di akhirat.
Ayat ini menjelaskan hasil atau akibat dari pencatatan amal manusia, yaitu adanya pahala dan
surga bagi orang-orang yang berbuat kebajikan, dan azab bagi orang-orang yang berbuat maksiat
dan dosa. Surga adalah balasan bagi orang-orang bertakwa dan beramal saleh. Allah berfirman:

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan)
hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya). (an-Nazi'at/79: 40-41)

Sedangkan orang-orang yang durhaka diazab Allah di api neraka. Allah berfirman:

Maka adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka
sungguh, nerakalah tempat tinggalnya. (an-Nazi'at/79: 37-39)
15. mnm

Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan.


(Mereka masuk ke dalamnya) atau menjadi penghuninya, ia merasakan panas api yang membakar itu
(pada hari pembalasan) yaitu di saat mereka menerima pembalasan.
Allah menjelaskan sekali lagi bahwa orang-orang yang durhaka itu akan dimasukkan ke dalam
neraka pada hari kiamat kelak. Itulah tempat kembali yang paling buruk. Allah berfirman:

Dan orang-orang yang ingkar kepada Tuhannya akan mendapat azab Jahanam. Dan itulah seburuk-
buruk tempat kembali. (al-Mulk/67: 6)

Mereka kekal di dalam neraka selama-lamanya. Mereka tidak punya kemampuan untuk
mengeluarkan diri mereka dari tempat itu karena tidak ada lagi penolong yang dapat membantu
mereka. Allah berfirman:

Mereka ingin keluar dari neraka, tetapi tidak akan dapat keluar dari sana. Dan mereka mendapat
azab yang kekal. (al-Ma'idah/5: 37)
16. j

Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu.


(Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu) artinya tidak bisa melepaskan diri darinya.
Tidak akan ghaib artinya adalah mereka senantiasa hadir di dalam neraka
jahannam dan mereka kekal di dalamnya, tidak pernah sedetik pun berhenti
dari siksaan. Apabila orang-orang kafir sudah memasuki neraka Jahannam,
mereka akan meminta agar siksaannya diringankan, namun Allah tidak akan
memberi keringanan. Allah berfirman:
ً ‫فَ ُذوقُوا فَلَ ْن نَ ِزي َد ُك ْم ِإاَّل َع َذابا‬
“Rasakanlah adzab Allah Subhanallahu wata’ala maka kami tidak akan
menambah pada kalian kecuali adzab.” (QS An-Naba’ : 30)
Ini adalah ayat yang sangat ditakutkan oleh para penghuni neraka Jahannam.
Mereka tidak diadzab dengan satu jenis adzab, tetapi adzabnya akan ditambah
terus-menerus. Sampai-sampai Abdullah bin ‘Amr berkata :
‫ار آيَةٌ قَطٌّ َأ َش ُّد ِم ْنهَا‬ ْ َ‫َما ُأ ْن ِزل‬
ِ َّ‫ت َعلَى َأ ْه ِل الن‬
“Tidak pernah turun satu ayatpun yang lebih berat kepada penghuni neraka dari
pada ayat ini” (Fathul Qodiir 5/444)
Kapan mereka akan keluar dari neraka jahannam? Jawabannya adalah hingga
unta bisa masuk ke lubang jarum, dan hal tersebut adalah sebuah
kemustahilan. Allah berfirman:
َ ُ‫ين َك َّذبُوا بَِآيَاتِنَا َوا ْستَ ْكبَرُوا َع ْنهَا اَل تُفَتَّ ُح لَهُ ْم َأب َْوابُ ال َّس َما ِء َواَل يَ ْد ُخل‬
‫ون‬ َ ‫ِإ َّن الَّ ِذ‬
‫ين‬َ ‫ك نَجْ ِزي ْال ُمجْ ِر ِم‬ َ ِ‫ْال َجنَّةَ َحتَّى يَلِ َج ْال َج َم ُل فِي َس ِّم ْال ِخيَا ِط َو َك َذل‬
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan
menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi
mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta
masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-
orang yang berbuat kejahatan.” (QS Al-A’raf : 40)
Maka sungguh beruntung orang-orang yang bertauhid kepada Allah
subhanallahu wata’ala  yang diselamatkan dari adzab neraka jahannam yang
kekal. Karena keberuntungan yang hakiki adalah bisa masuk surga dan
terselamatakan dari neraka jahannam.

17. j

Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?


(Tahukah kamu) lafal Adraaka maknanya sama dengan lafal A'lamaka, yakni tahukah kamu (apakah
hari pembalasan itu?)
Dalam ayat 17 dan 18, Allah bertanya kepada Nabi dan kaumnya apakah mereka tahu apa hari
pembalasan itu? Pertanyaan ini bukan meminta jawaban, tetapi celaan bagi orang-orang yang tidak
mau percaya pada hari pembalasan ini. Apakah semua informasi dan tanda yang dipaparkan Al-
Qur'an belum cukup untuk membuat mereka percaya?

18. j
Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?
(Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?) ayat ini mengungkapkan tentang
kedudukan hari pembalasan yang agung itu.
Allah mengulang-ulang pertanyaan ini untuk menunjukkan dahsyatnya hari
kiamat. Sebagaimana dalam surat Al-Qari’ah, Allah juga mengulang-ulang
pertanyaan dengan model yang serupa. Allah berfirman:

ِ َ‫اك َما ْالق‬


)3( ُ‫ار َعة‬ َ ‫) َو َما َأ ْد َر‬2( ُ‫ار َعة‬
ِ َ‫) َما ْالق‬1( ُ‫ار َعة‬
ِ َ‫ْالق‬
(1) Hari kiamat ; (2) Apakah hari kiamat itu? ; (3) Dan tahukah kamu apakah
hari kiamat itu? (QS Al-Qari’ah : 1-3)
Pertanyaan diulang-ulang untuk menunjukkan dahsyatnya hari tersebut.
Dalam ayat ini Allah ingin menyampaikan apa itu hari pembalasan. Hari dimana
akan dibalaskan segala apa yang pernah kita lakukan, bahkan sekecil apapun
akan ada balasannya. Rasulullah bersabda :
َ ‫ك َوَأ ْن‬
َ ِ‫ت ُم ْنبَ ِسطٌ ِإلَ ْي ِه َوجْ ه َُك ِإ َّن َذل‬
‫ك‬ َ ‫ُوف َوَأ ْن تُ َكلِّ َم َأ َخا‬
ِ ‫َوالَ تَحْ قِ َر َّن َش ْيًئا ِم َن ْال َم ْعر‬
ِ ‫ِم َن ْال َم ْعر‬
‫ُوف‬
“Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun walau hanya berbicara kepada
saudaramu dengan wajah yang tersenyum kepadanya. Amalan tersebut adalah
bagian dari kebajikan.” (HR. Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722)
Allah juga berfirman:
َ َ‫) َو َمن يَ ْع َملْ ِم ْثق‬7( ُ‫فَ َمن يَ ْع َملْ ِم ْثقَا َل َذ َّر ٍة َخ ْيرًا يَ َره‬
)8( ُ‫ال َذ َّر ٍة َش ًّرا يَ َره‬
(7) Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia
akan melihat (balasan) nya ; (8) Dan barang siapa yang mengerjakan
kejahatan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. (QS Az-
Zalzalah : 7-8)

19. h

(Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. Dan
segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.
(Yaitu pada hari) yakni hari itu adalah hari (seseorang tidak berdaya sedikit pun untuk menolong
orang lain) atau seseorang tidak dapat memberikan manfaat kepada orang lain. (Dan segala urusan
pada hari itu dalam kekuasaan Allah) artinya tiada suatu urusan pun pada hari itu selain-Nya. Dengan
kata lain, pada hari itu tiada seorang pun yang dapat menjadi perantara atau penengah, berbeda
halnya dengan di dunia.
Pada hari tersebut tidak ada seorang pun yang bisa menolong orang lain,
semua akan sibuk dengan dirinya masing-masing. Oleh karena itu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada kerabat-kerabatnya:
‫ يَا بَنِي َع ْب ِد‬،‫ اَل ُأ ْغنِي َع ْن ُك ْم ِم َن هللاِ َش ْيًئا‬،ِ‫ ا ْشتَرُوا َأ ْنفُ َس ُك ْم ِم َن هللا‬،‫ش‬
ٍ ‫يَا َم ْع َش َر قُ َر ْي‬
‫ك ِم َن‬ َ ‫ اَل ُأ ْغنِي َع ْن‬،‫ب‬ ِ ِ‫َّاس ب َْن َع ْب ِد ْال ُمطَّل‬ ِ ‫ اَل ُأ ْغنِي َع ْن ُك ْم ِم َن‬،‫ب‬
َ ‫ يَا َعب‬،‫هللا َش ْيًئا‬ ِ ِ‫ْال ُمطَّل‬
‫ت‬َ ‫اط َمةُ بِ ْن‬
ِ َ‫ يَا ف‬،‫ك ِم َن هللاِ َش ْيًئا‬ ِ ‫ اَل ُأ ْغنِي َع ْن‬،ِ‫ُول هللا‬
ِ ‫صفِيَّةُ َع َّمةَ َرس‬ َ ‫ يَا‬،‫هللاِ َش ْيًئا‬
‫ك ِم َن هللاِ َش ْيًئا‬ ِ ‫ت اَل ُأ ْغنِي َع ْن‬
ِ ‫ َسلِينِي بِ َما ِشْئ‬،ِ‫َرسُو ِل هللا‬
“Wahai orang-orang Quraisy, tebuslah diri-diri kalian dari adzab Allah! Aku tidak
bisa membantu kalian sama sekali dari keputusan Allah! Wahai Bani Abdul
Muththolib Aku tidak bisa membantu kalian sama sekali dari keputusan Allah!
Wahai ‘Abbas bin ‘Abdul Muthallib, aku tidak bisa menolongmu sedikitpun dari
(keputusan) Allah! Wahai Shafiyyah (binti Abdul Muththolib) bibi Rasulullah, aku
tidak bisa menolongmu sedikitpun dari (keputusan) Allah! Wahai Fatimah putri
Rasulullah mintalah kepadaku dari hartaku sebanyak apa yang engkau mau,
aku tidak bisa menolongmu sedikitpun dari (keputusan) Allah!” (HR Muslim no
204)
Kalau orang-orang terdekat Nabi saja tidak bisa di selamatkan oleh beliau,
bagaimana dengan yang selainnya. Oleh karena itu, seseorang tidak bisa
mengharapkan pertolongan orang lain kecuali jika dia bertakwa dan beriman
kepada Allah subhanallahu wata’ala, yaitu syafaat jika diizinkan oleh Allah
subhanallahu wata’ala bagi orang-orang yang bertauhid. Adapun jika dia suka
bermaksiat dan melakukan kesyirikan kemudian berharap akan ditolong oleh
orang lain maka mustahil Allah akan mengizinkannya pada hari tersebut.
Pada hari kiamat nanti manusia berusaha menemui Adam, Nuh, Ibrahim, Musa
dan Isa untuk dapat memintakan syafa’at kepada Allah, tetapi mereka semua
menolak, hingga akhirnya manusia menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam . Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dalam hadits yang
berbunyi:
Pada hari Kiamat, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan seluruh
makhluknya, yang pertama sampai terakhir di satu tanah luas yang datar,
hingga orang yang memanggil dapat memperdengarkan kepada mereka, dan
orang dapat melihat mereka seluruhnya, dan matahari mendekat sehingga
manusia mengalami kesusahan dan mencapai kekritisan, yang mereka tidak
mampu dan tidak bisa menanggungnya.
Maka sebagian manusia berkata kepada yang lainnya: “Tidakkah kalian melihat
keadaan kalian sekarang? Tidakkah kalian melihat yang telah menimpa kalian?
Tidakkah kalian mencari orang yang dapat memintakaan syafa’at untuk kalian
kepada Allah?”
Sebagian lainnya berkata : “Mari (kita) datangi Adam!” Lalu mereka menemui
beliau, dan berkata: “Wahai Adam! Engkau adalah bapak (seluruh) manusia.
Allah menciptakanmu dengan tanganNya dan meniupkan kepadamu dari ruh-
ruhNya, serta memerintah para malaikat untuk sujud, dan malaikat pun sujud
kepadamu. Mintalah kepada Rabb-mu syafaat untuk kami! Tidakkah engkau
melihat keadaan kami? Tidakkah engkau lihat sampai sedemikian beratnya
(yang menimpa kami)?”
Adam pun menjawab : “Sungguh, Rabb-ku telah murka pada hari ini, dengan
kemurkaan yang belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya, dan tidak juga
setelahnya. Dia telah melarangku dari sebuah pohon, lalu aku langgar. Pergilah
kepada Nuh,” maka mereka pun menemui Nuh dan berkata : “Wahai Nuh!
Engkau adalah rasul pertama (yang Allah utus) di bumi dan Allah
menamakanmu hamba yang bersyukur. Maka mintakanlah untuk kami syafa’at
kepada Rabb-mu, Tidakkah engkau melihat keadaan kami? Tidakkah engkau
lihat sampai sedemikian beratnya (yang menimpa kami)?”
Nuh pun berkata kepada mereka: “Sungguh, Rabb-ku telah murka pada hari ini
dengan kemurkaan yang belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya, dan
tidak juga setelahnya. Sungguh dahulu aku memiliki sebuah doa, yang aku
gunakan untuk mendoakan keburukan kepada kaumku. Pergilah kalian kepada
Ibrahim!”
Kemudian, mereka pun mendatanginya dan berkata : “Engkau adalah nabi dan
kekasih Allah dari penduduk bumi. Maka mintakanlah syafa’at kepada Rabb-mu
untuk kami! Tidakkah engkau melihat keadaan kami? Tidakkah engkau lihat
sampai sedemikian beratnya (yang menimpa kami)?”
Ibrahim pun berkata kepada mereka : “Sungguh, Rabb-ku telah murka pada
hari ini dengan kemurkaan yang belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya,
dan tidak juga setelahnya,” lalu beliau menyampaikan beberapa kedustaannya
(dan berkata): “Pergilah menemui selain aku. Pergilah kepada Musa!”
Mereka kemudian mendatangi Musa dan berkata : “Wahai Musa! Engkau adalah
rasulullah. Allah memuliakan engkau atas sekalian manusia dengan kerasulan
dan pembicaraanNya. Maka mintakanlah syafa’at untuk kami kepada Rabb-mu.
Tidakkah engkau melihat keadaan kami? Tidakkah engkau lihat sampai
sedemikian beratnya (yang menimpa kami)?”
Musa pun berkata kepada mereka: “Sungguh, Rabb-ku telah murka pada hari
ini dengan kemurkaan yang belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya, dan
tidak juga setelahnya. Sungguh aku pernah membunuh jiwa yang tidak
diperintahkan membunuhnya. Pergilah kalian kepada selain aku. Pergilah
kepada Isa!”
Mereka pun kemudian menemui Isa dan berkata : Wahai Isa! Engkau adalah
rasulullah dan engkau berbicara kepada manusia ketika bayi, dan (engkau
adalah) kalimat Allah yang diberikan kepada Maryam, serta ruh dariNya. Maka
mintakanlah syafa’at untuk kami kepada Rabb-mu! Tidakkah engkau melihat
keadaan kami? Tidakkah engkau lihat sampai sedemikian beratnya (yang
menimpa kami)?”
‘Isa pun berkata kepada mereka : Sungguh, Rabb-ku telah murka pada hari ini
dengan kemurkaan yang belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya, dan
tidak juga setelahnya”. Beliau tidak menyebut satupun dosanya. (Lalu
berkata),”Pergilah kepada selain aku. Pergilah kepada Muhammad!”
Lalu mereka menemuiku dan berkata : “Wahai Muhammad! Engkau adalah
rasulullah dan penutup para nabi, serta orang yang telah diampuni dosanya
yang lalu dan akan dating. Maka mintakanlah syafa’at kepada Rabb-mu untuk
kami. Tidakkah engkau melihat keadaan kami? Tidakkah engkau lihat sampai
sedemikian beratnya (yang menimpa kami)?”
“Maka aku pun pergi dan datang di bawah Al ‘Arsy, lalu bersujud kepada Rabb-
ku, kemudian Allah membukakan dan mengilhamkan kepadaku sesuatu dari
puja dan pujian indah yang tidak diberikan kepada selain diriku sebelumnya.
Kemudian ada yang berkata : ‘Wahai Muhammad! Bangunlah! Mintalah, niscaya
diberi dan mohonlah syafa’at, niscaya dikabulkan,’ maka akupun bangun dan
berkata : “Wahai Rabb-ku! Umatku, umatku!’.” (HR Bukhari dan Muslim, dan ini
lafazh Muslim)
Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meminta syafaat kepada Allah
kemudian dimulailah hari persidangan. Oleh karena itu, setiap orang berusaha
menyelamatkan dirinya masing-masing dengan amalan shalihnya sendiri. Tidak
mungkin dia akan mendapatkan syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
demikian juga sayafat kaum mukminin yang lain kecuali jika dia bertakwa dan
bertauhid kepada Allah subhanallahu wata’ala setelah mendapat izin dari Allah.
Maka seluruh perkara kembali kepada izin Allah, tidak ada yang bisa memberi
syafaat kecuali setelah mendapat izin dari Allah, dan tidak seorangpun
mendapat syafaat kecuali setelah dizinkan dan diridoi oleh Allah. Maka sungguh
benar firman Allah :
ِ ‫َواَأْل ْم ُر يَ ْو َمِئ ٍذ هَّلِّل‬
‘’Dan segala urusan pada  hari itu dalam kekuasaan Allah’’

Anda mungkin juga menyukai