Anda di halaman 1dari 18

TUGAS TEKNOPRENEURSHIP B

ANALISIS PELUANG USAHA

BIR ORGANIK

Disusun Oleh:

CANDRA WINATA

D021 19 1039

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2022
BAB I PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Bali sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi tujuan utama wisatawan baik
wisatawan mancanegara maupun domestik untuk berwisata. Bali juga memiliki banyak
keindahan yang juga dapat mengundang daya tarik wisatawan. Banyak pengusaha yang
memiliki ide untuk membuka tempat hiburan bagi wisatawan yang menyediakan berbagai
jenis minuman beralkohol. Dengan semakin pesat perkembangan tempat hiburan yang
menyediakan minuman beralkohol semakin tinggi pula tingkat konsumsi minuman
beralkohol yang cukup signifikan pada masyarakat. Mengonsumsi minuman bera lkohol
secara berlebihan akan berdampak buruk pada kesehatan dalam jangka panjang. Salah satu
akibat dari konsumsi minuman alkohol yang berlebihan tersebut adalah meningkatnya
glukosa darah dalam tubuh.
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol di dalamnya dan
prosesnya menggunakan bahan - bahan dari hasil pertanian yang mengandung karbohidrat.
Karbohidrat merupakan salah satu senyawa organik yang memiliki peran utama yaitu
menyediakan glukosa bagi sel - sel dan jaringan tubuh yang selanjutnya akan diubah menjadi
energi. Karbohidrat yang ada di dalam makanan akan diserap ke dalam aliran darah dan
diubah menjadi glukosa di dalam hati. Tingginya asupan karbohidrat dan reseptor insulin
yang rendah dapat menyebabkan glukosa yang dihasilkan dari metabolisme karbohidrat yang
dikonsumsi akan meningkat
Kadar glukosa darah dalam keadaan normal yaitu antara 80-144 mg/dl. Kadar glukosa
darah yang melebihi batas normal, baik terlalu tinggi atau rendah, mengisyaratkan adanya
gangguan homeostatis sehingga mendorong dilakukannya pemeriksaan untuk mencari
etiologinya
Menurut Peraturan Kementerian Kesehatan No. 86 / Men.Kes/Per/IV/1977 tanggal 29
April 1977 yang mengatur produksi dan peredaran minuman keras, yang dimaksud dengan
minuman keras adalah semua jenis minuman beralkohol tetapi bukan obat dan meliputi tiga
golongan, yaitu: Golongan A, dengan kadar etanol 1- 5% (Bir Bintang dan Green Sands).
Golongan B, dengan kadar etanol dari 5-20% (Anggur Malaga). Golongan C, dengan kadar
etanol lebih dari 20-55% (Brandy dan Whisky).
Survei World Health Organization (WHO) secara global mengenai alkohol dan
kesehatannya melaporkan bahwa sebanyak 320.000 orang berusia 15-29 tahun meninggal di
seluruh dunia setiap tahun karena berbagai penyebab yang berkaitan dengan alkohol dan
5,1% kematian di dunia akibat penyakit berhubungan dengan konsumsi alkohol. Laporan
hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2016 data menunjukkan bahwa laki -
laki sebanyak (29,7 %) dan perempuan sebanyak (5,9 %) perna h mengonsumsi minuman
beralkohol dalam setahun.
Apabila mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan yang mengandung
karbohidrat akan meningkatkan kadar glukosa dalam darah ketika produksi insulin oleh sel
beta pankreas tidak adekuat guna mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, sehingga
semakin banyak insulin yang dibutuhkan untuk menjaga agar glukosa darah tetap ada pada
batas normal.
ada beberapa faktor yang mendasari seseorang menggunakan dan mengonsumsi minuman
keras antara lain pengangguran, pergaulan bebas, kebiasaan, dan kenikmatan mengonsumsi
minuman beralkohol. Data Riskesdas Provinsi Bali tahun (2018), Provinsi Bali termasuk
dalam 6 provinsi yang tinggi mengonsumsi minuman alkohol dengan prevalensi konsumsi
minuman beralkohol pada usia lebih dari 10 tahun sebesar (3,3%), dan pada rentang usia 14-
16 tahun menunjukkan angka (47,7%), usia 17-20 tahun menunjukkan angka (51,1%) dan
usia 21-24 tahun menunjukkan angka (31%).
Pada penelitian Ninik Jayanti (2017), disebutkan bahwa berdasarkan pe nggolongan jenis
minuman beralkohol yang paling banyak dikonsumsi responden adalah bir, karena
ketersedian bir dalam jumlah yang banyak di lingkungan masyarakat Kelurahan Legian,
Kabupaten Badung yaitu sebanyak 37 responden (42,5 %) dan sebanyak 24 responden
termasuk dalam kategori mengonsumsi alkohol dalam kategori berat (Jayanti dkk., 2017).
Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Badung (2018), Dengan jumlah persentase
penderita di Bali, diperkirakan mencapai 5,9 % dari jumlah penduduk dan wilayah kasus DM
yang ditemukan adalah di Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara dengan prevalensi mencapai
7,3 %. Peningkatan jumlah diabetes ini disebabkan karena keterlambatan penegakan
diagnosis dan juga pola hidup masyarakat yang tidak sehat.
Sehubungan dengan itu, dilihat dari kebiasaan masyarakat khususnya di Bali yang masih
suka berkumpul, mengobrol dan melakukan kegiatan adat istiadat pada perayaan hari raya
tertentu dengan kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol salah satunya minuman bir,
yang membuat pola hidup masyarakat menjadi tidak sehat dan masyarakat kurang
mengetahui adanya pengaruh dari mengonsumsi minuman beralkohol bir terhadap beberapa
penyakit, salah satunya yaitu penyakit DM. Berdasarkan uraian tersebut peneliti ingin
mengetahui kadar glukosa darah sewaktu pada peminum minuman beralkohol bir di Banjar
Kerobokan Kaja.
I.2 Perumusan masalah
Masala pokok yaitu “ Apakah usaha bir organik mencapai titik break Event point dan

layak dipasarkan di Indonesia?

I.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan menganalisis Break Event Point (BEP) usaha Bir Organik.
BAB II TEORI

II. 1. Pengertian Bir Organik


Minuman beralkohol merupakan jenis minuman yang sudah banyak dikenali sejak
dahulu kala. Resep pembuatan minuman beralkohol tertua yang pernah ditemukan adalah
resep pembuatan bir dari bangsa Sumeria (Irak) yaitu merendam roti dalam air hingga timbul
kadar alkohol. Perlu diketahui proses ini merupakan proses awal fermentasi minuman
beralkohol dengan prinsip ragi mengubah substansi gula menjadi alkohol, bir, seperti bahan
pangan fermentasi lainnya, adalah produk mikroba yang dapat dimurnikan. Aktivitas
mikroba terlibat dalam setiap langkah produksinya, mendefinisikan karakteristik sensorik
yang berkontribusi terhadap kualitas akhir (Bokulich, 2013). Terdapat berbagai jenis bir, di
antaranya adalah; Pilsner, Lager, Porter dan Ale. Pada dasarnya bir berbahan dasar gandum
(barley), bunga hops, air, dan ragi, namun seiring perkembangannya dalam proses
pembuatan dan bahan utamanya bir dapat diciptakan dari berbagai bahan lain. Beberapa
parameter yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas bir mengacu, antara lain adalah
kadar etil alkohol, kepahitan, rasa dan pH.

Kadar etil alkohol (etanol) dalam bir merupakan hasil fermentasi bahan utama bir pada
umumnya yaitu gandum yang kaya akan karbohidrat, karbohidrat yang sudah dipecah
menjadi gula sederhana kemudian diubah oleh ragi menjadi etil alkohol dan CO2, etanol
adalah nama suatu golongan senyawa yang mengandung unsur C, H dan O. Etanol memiliki
rumus C2H5OH. Secara struktur, alkohol sama dengan air, namun salah satu hidrogennya
digantikan oleh gugus alkil. (Siregar, 1998). Secara garis besar penggunaan etanol adalah
sebagai pelarut untuk zat organik maupun anorganik, bahan dasar industry asam cuka, ester,
spiritus, dan asetaldehid. Etanol juga digunakan untuk campuran minuman serta digunakan
sebagai bahan bakar yang terbarukan (Endah et al., 2007). Alkohol konsumsi atau dapat
disebut etanol adalah alkohol primer yang berwujud cairan jernih, tak berwarna, mudah
menguap dan mudah terbakar, dapat dikelirukan dengan air, metanol, eter, klo roform dan
aseton. Etanol ini dibentuk dari peragian karbohidrat yang dikandung dari malt dan beberapa
buah-buahan seperti hop, anggur dan sebagainya oleh mikroba atau melalui sintesis dari
etilen dan alkohol memiliki kadar energi 7 kkal/g (Dorland, 2005; Linder, 2006; Dewi,
2008). Menurut SNI 01-1773-1995 tentang bir, kadar etil alkohol bir yang optimal adalah
minimum 3% dan maksimum 5% menyesuaikan dengan syarat mutu yang dibutuhkan untuk
minuman serupa.
II. 1. 1 Pengertian peluang pokok

Peluang pokok atau Break Even Point (BEP) adalah keseimbangan antara jumlah
pendapatan yang diperoleh dibandingkan dengan jumlah biaya-biaya yang telah dikeluarkan,
dimana tidak terdapat laba maupun rugi. Atau dengan kata lain suatu perusahaan itu dikatakan
dalam keadaan impas apabila perusahaan tersebut tidak mendapatkan keuntungan ataupun
menderita kerugian.
Ada banyak pendapat mengenai pengertian Break Even Point (BEP) atau titik impas yaitu:
Menurut J. Fred Weston (1999:261), yaitu :
“Analisis impas merupakan sarana untuk menentukan titik di mana penjualan akan impas
menutup biaya-biaya.”
Munawir (1996:184), mengemukakan bahwa :
“Break Even Point dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasinya, perusahaan
tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian (Penghasilan=Total Biaya).
Mas’ud (1996:296), mengemukakan bahwa :

“Titik Impas adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam kondisi tidak mendapatkan
laba atau tidak menderita kerugian.”
II. 1.2. Pengertian biaya

Sebagaimana kehidupan manusia dalam kehidupan sehari- hari tidak terlepas dari
pengorbanan-pengorbanan baik berupa tenaga, pikiran, maupun materi untuk mendapatkan
barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhannya. Demikian halnya dengan perusahaan
selalu memerlukan biaya dalam menjalankan aktivitasnya. Tanpa adanya biaya,
perusahaan tidak dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik sehingga dapat dikatakan
bahwa biaya memiliki peranan yang penting bagi perusahaan.
Definisi biaya menurut Anthony. A. Atkinson, Robert S. Kaplan, Ella Mae
Matsumura, S. Mark Young (2009:33) mengatakan :
“Biaya adalah nilai moneter barang dan jasa yang dikeluarkan untuk mendapatkan
manfaat sekarang atau masa depan.”
Menurut Mas’ud Machfoedz (1996:122) bahwa :
“Biaya adalah beban terhadap penghasilan karena perusahaan menggunakan sumber
daya ekonomi yang ada.” Harnanto (2003) mengatakan :
“Dalam arti luas biaya (cost) adalah jumlah yang dinyatakan dari sumber-sumber
ekonomi yang dikorbankan (terjadi dan akan terjadi) untuk mendapatkan sesuatu atau
mencapai tujuan tertentu. Dalam arti sempit biaya adalah beban yang diperlukan yang
terjadi dalam rangka mereliasasikan pendapatan.”

Dari definisi yang telah diuraikan, maka biaya merupakan nilai moneter barang dan jasa
yang dikeluarkan dan menggunakan sumber daya ekonomi yang ada untuk mendapatkan
manfaat atau mencapai tujuan tertentu sekarang atau di masa yang akan datang.” Klasifikasi
Biaya dapat digolongkan sebagai berikut

1. Penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok dari kegiatan atau aktivitas perusahaan,
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Biaya Produksi, yaitu biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi barang
jadi yang siap jual. Biaya produksi ini meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan proses produksi (biaya
utama, primer cost) dan biaya overhead pabrik (biaya konversi, convertion cost),
merupakan biaya untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi.
b. Biaya Pemasaran, yaitu semua biaya yang diperlukan untuk menangani pesanan
konsumen dan memperoleh produk dan jasa untuk disampaikan kepada konsumen.
Biaya pemasaran ini meliputi biaya pengiklanan, pengiriman, komisi penjualan.
c. Biaya Administrasi dan umum, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi
administrasi dan umum. Biaya ini terjadi dalam rangka penentuan kebijaksanaan,
pengarahan dan pengawasan kegiatan perusahaan secara keseluruhan. Termasuk biaya
gaji pimpinan, personalia, akuntansi, hubungan masyarakat dan keamanan.
2. Penggolongan biaya sesuai dengan tingkat perubahan terhadap aktivitas atau kegiatan atau
volume, dapat dikelompokkan menjadi :
a. Biaya Tetap atau Biaya yang tidak berubah (Total Fixed Cost ,TFC) adalah kelompok
biaya yang jumlah totalnya tetap (fixed), tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi
atau output yang dihasilkan. Misalnya, biaya penyusutan, biaya sewa, gaji karyawan,
bunga, sewa, pemeliharaan dan perbaikan, serta asuransi. Pengertian biaya tetap ini
hanya berlaku untuk analisis dalam waktu yang relative pendek. Yaitu sepanjang
kapasitas produksi atau kemampuan produksi belum berubah. Dalam jangka panjang
semua biaya akan berubah (variable).

b. Biaya Variabel (Variable Cost) adalah biaya yang jumlahnya berubah (variable) sesuai
dengan perubahan tingkat atau volume produksi (output) yang dihasilkan. Misalnya,
biaya bahan baku, komisi penjualan, perlengkapan, biaya komunikasi, bahan bakar dan
upah tenaga kerja langsung yang berkaitan dengan kegiatan produksi.

c. Biaya Semi Variabel atau biaya total adalah biaya yang merupakan gabungan biaya
tetap dan biaya variabel. Pada biaya semi variabel ini perubahan biaya akan tidak
proporsional dengan kenaikan atau perubahan tingkat kegiatan produksi. Misalnya,
biaya listrik biasanya adalah biaya tetap karena cahaya tetap diperlukan tanpa
mempedulikan tingkat aktivitasnya, sementara listrik yang digunakan sebagai tenaga
untuk mengoperasikan peralatan akan bervariasi bergantung pada penggunaan
peralatan, misalnya biaya listrik, air, generator dan lain-lain.
3. Penggolongan biaya sesuai dengan objek atau sesuatu yang dibiayai, dapat dikelompokkan
menjadi :
a. Biaya Langsung adalah biaya yang terjadi disebabkan karena adanya sesuatu yang
dibiayai atau berpengaruh langsung terhadap sesuatu kegiatan. Biaya la ngsung mudah
diidentifikasi dengan sesuatu yang dibiayai. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya
bahan baku dan upah langsung.
b. Biaya Tidak Langsung adalah biaya yang tidak mempengaruhi secara langsung sesuatu
kegiatan. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut dengan
istilah biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead
cost). Biaya ini mudah diidentifikasi dengan produk tertentu.
4. Penggolongan biaya sesuai dengan pengambilan keputusan, dapat dikelompokkan menjadi:
a. Pendapatan dan Biaya Diferensial, adalah keputusan melibatkan proses pemilihan dari
berbagai alternative yang ada. Dalam keputusan bisnis, setiap alternative memiliki
konsekuensi biaya dan manfaat yang harus dibandingkan dengan biaya dan manfaat
yang akan diperoleh dari alternatif lain yang tersedia. Biaya diferensial adalah
perbedaan biaya antara dua alternatif. Perbedaan penghasilan antara dua alternatif
disebut penghasilan diferensial.
b. Opportunity Cost adalah manfaat potensial yang akan hilang bila salah satu alternatif
telah dipilih dari sejumlah alternatif yang tersedia. Opportunity cost tidak selalu dicatat
dalam catatan akuntansi organisasi, tetapi opportunity cost adalah biaya yang harus
selalu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
c. Sunk Cost adalah biaya yang telah terjadi dan tidak dapat diubah oleh keputusan apapun
yang dibuat saat ini ataupun masa yang akan datang.

II. 1.3. Pengertian Laba

Pengertian Laba Setiap perusahaan berusaha untuk memperoleh laba yang


maksimal. Laba yang diperoleh perusahaan akan berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup perusahaan tersebut. Berikut pengertian laba menurut beberapa ahli:

Menurut Harahap (2009:113) “Laba adalah kelebihan penghasilan diatas biaya


selama satu periode akuntansi”. Sedangkan menurut Suwardjono (2008:464) “Laba
dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan menghasilkan barang dan jasa. Ini berarti
laba merupakan kelebihan pendapatan di atas biaya (biaya total yang melekat dalam
kegiatan produksi dan penyerahan barang/jasa.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa laba adalah kelebihan
pendapatan di atas biaya sebagai imbalan menghasilkan barang dan jasa selama satu periode
akuntansi.

II. 1.4 Pengertian resiko (Kerugian)

Ada banyak pendapat yang berbeda tentang pengertian risiko namun mengacu pada
makna yang sama. Berikut pengertian risiko menurut beberapa ahli:
Pengertian resiko menurut Harahap (2009:113) adalah ketidak pastian atau uncertainly
yang mungkin melahirkan kerugian. Tidak jauh berbeda dengan pendapat diatas Ferdinand
Silalahi mengartikan resiko adalah penyimpangan hasil aktual dari yang diharapkan atau
hasil yang berbeda dengan yang diharapkan.
Begitu pula dengan pendapat Kasidi yang menyebutkan bahwa risiko adalah
kemungkinan terjadinya penyimpangan dari harapan yang dapat menimbulkan kerugian.
Risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tak
diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain
“Kemungkinan” itu sudah menunjukkan adanya ketidak pastian yangmenyebabkan
tumbuhnya risiko.

II. 2. Analisis Data


Penelitian ini menggunakan beberapa alat analisis data untuk menjawab masing- masing
tujuan. Untuk mengetahui gambaran umum usaha bir organik maka digunakan analisis
deskriptif sesuai petunjuk Menurut Nelson Brewing Copany . (2018) Biaya produksi
dianalisis dengan rumus :

TC = FC + VC...

Nilai produksi dianalisis dengan rumus :

TR = Y × P ...

Nilai pendapatan dianalisis dengan rumus :

Pd = TR─ TC .

Break Even :
𝐹𝐶

Break Even Unit = 𝑃 −𝑉𝐶𝑈

𝑉𝐶
Untuk VCU =
𝑇𝑃

Break Even Rupiah = 𝐹𝐶 𝑉𝐶

1−
𝑆

Dimana :
TR = Total Penerimaan (Rp/bulan)

TC = Total Biaya Produksi (Rp/bulan)

Y = Produksi (kg/bulan)

P = Harga jual per unit (Rp/200 gr)

TP = Jumlah unit produk

FC = Biaya Tetap (Rp/bulan)

Pd = Pendapatan (Rp/bulan)

S = Nilai Produksi (Rp/Unit)

Jp = Jumlah penjualan (Rp)

VC = Biaya Variabel (Rp/bulan)

VCU = Biaya Variabel per unit


BAB III METODE

III. 1. Estimasi Biaya

III.1.1 Biaya Produksi


Biaya tetap (fixed cost) dalam penelitian ini adalah penyusutan peralatan. Sedangkan biaya
tidak tetap adalah biaya pembelian bahan baku. Untuk lebih jelasnya mengenai rata-rata
penggunaan biaya produksi pada usaha Bir Organik. Dari tabel 1 di atas dapat di lihat
bahwa rata-rata produksi usaha Bir organik sebesar 620ML dengan harga Rp.
60.000,00,- per botol dan rata-rata penjualan sebesar 1.500 botol per bulan.

Tabel 2. Rata-Rata Penggunaan Biaya Produksi Pada Usaha Bir Organik.


Jumlah biaya produksi
No. Jenis biaya (Rp/bulan)
1 Biaya Tetap
Penyusutan Mesin 220.000,00
Biaya Listrik 200.000,00
Biaya sewa tempat 1.100.000,00
Peralatan 370.000,00
Biaya tenaga kerja tidak langsung 1.300.000,00
Total FC 3.290.000,00
2 Biaya Variabel
Jahe 700.000,00
Cengkeh 5.480.000,00
Biji pala 1.100.000,00
Lada 760.000,00
Sereh 280.000,00
Kapulanga 120.000,00
Kayu manis 850.000,00
Total Variabel 9.290.000,00
Total Biaya Produksi 12.480.000,00
Dari tabel 2 di atas dapat di lihat bahwa total b iaya produksi usaha Bir Organik sebesar
Rp. 12.480.000,00 per bulan. Penggunaan biaya produksi yang terbesar terdapat pada jenis
biaya variabel yaitu untuk biaya pembelian Cengkeh yaitu sebesar Rp. 5.480.000,00 per
bulan. Sedangkan penggunaan biaya produksi yang terkecil terdapat pada pembelian
Kapulanga yaitu sebesar Rp.1 20.000,00.
III.1.2 Produksi dan Nilai Produksi
Nilai produksi dalam penelitian ini di maksudkan sebagai pendapatan kotor yang berasal
dari hasil produksi Bir Organik yang telah di kalikan dengan harga masing- masing. Ratarata
sumber penerimaan usaha Bir Organik dapat di lihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 3. Rata-rata Produksi dan Nilai Produksi per bulan usaha keripik cabai di
Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros
Nilai
No Uraian (Rp)
1 Produksi 1.500
2 Harga 60.000,00
3 Nilai Produksi 17.960.000,00

III.1.3 Pendapatan
Pendapatan dalam penelitian ini dapat di bedakan menjadi dua jenis yaitu pendapatan
kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor adalah total hasil produksi yang di
peroleh berupa Bir Organik dikslikan dengan harga. Sedangkan pendapatan bersih adalah
selisih antara pendapatan kotor (penerimaan) dengan total pengeluaran (biaya produksi dari
proses produksi bersangkutan). Untuk lebih jelasnya tentang pendapatan kotor dan
pendapatan bersih rata-rata pada usaha Bir Organik dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4. Rata-Rata Pendapatan Usaha Bir Organik

No Uraian Nilai
1 Nilai Produksi 17.960.000,00
2 Biaya Produksi 12.070.000,00
3 Pendapatan 90.420.000,00

III.1.4 Analisis Break Even Point


Kelayakan usaha Bir Organik dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunaka
alat analisis Break Even Point (BEP). Untuk lebih jelasnya mengenai indikator penilaian
kelayakan usaha Bir Organik dapat diliah pada tabel 5 berikut:

Tabel 5. Indikator Penilaian Kelayakan Usaha Bir Organik


No Indikator Nilai BEP Nilai Lapangan Kriteria
Penilaian

1 BEP unit 1.207 Unit 1.500 Unit > BEP layak

2 BEP rupiah Rp. 72.460.000 Rp. 90.420.000, > BEP layak

Berdasarkan tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan pada hasil penghitungan
investasi, dimana rata-rata BEP unit = 1.207 Unit, dimana nilai lapangan > BEP berarti terima
Ha tolak Ho. Sedangkan rata-rata BEP rupiah = Rp. 72.460.000.00 dimana nilai lapangan > BEP
artinya terima Ha tolak Ho, maka usaha Bir Organik di daerah penelitian sangat layak untuk
dikerjakan bila ditinjau dari segi aspek finansial.
BAB IV ANALISIS /

IV. 1 Perhitungan

Biaya produksi dianalisis dengan rumus :

TC = FC + VC

= Rp 3.290.000,00+ Rp. 9.290.000,00

= Rp. 12.480.000,00

Nilai produksi / Total penjualan dianalisis dengan rumus :

TR = Y × P

= 1.500 x Rp. 60.000,00

= Rp. 90.420.000,00
Nilai Pendapatan dianalisis dengan rumus :

Pd = TR─ TC

= Rp. 90.420.000,00– Rp. 12.480.000,00

= Rp. 77.940.000,00 Break

IV. 3 Pembahasan
Berdasarkan pada hasil penghitungan investasi, dimana dimana rata-rata BEP unit =
1.207 Unit, rata-rata sedangkan rata-rata BEP rupiah = Rp. 72.460.000 maka maka usaha Bir
Organik di daerah penelitian layak untuk dikerjakan bila ditinjau dari segi aspek finansial. Hal
ini terjadi karena tingginya Jumlah pemabuk di indinesia sehingga pendapatan yang diperoleh
pengusaha Bir Organik menjadi besar dan dapat menutupi biaya produksi yang dikeluarkan
dalam kegiatan usaha Bir Organik.

Kita ketahui bahwa usaha Bir Organik sangat menjanjikan karena Bir Organik merupakan
inovasi baru yang sebelumnya belum pernah ada dan kalau Bir Organik ini dikembangkan lebih
lanjut maka peluang usaha sudah ada di depan mata dan tinggal bagaimana kita
mengembangkan usaha ini.
BAB V KESIMPUALN DAN SARAN
V. 1 Kesimpulan
1. Total biaya produksi usaha Bir Organik sebesar Rp. 12.480.000,00per bulan,. Ratarata
produksi usaha Bir Organik sebesar 1.500 unit dengan harga per unit Rp. 60.000,00
dan nilai produksi Rp. 90.420.000,00 per bulan, maka di peroleh pendapatan sebesar
Rp. 72.460.000per bulan.
2. Berdasarkan pada hasil penghitungan investasi, dimana ratarata BEP unit = 1.500 Unit,
sedangkan rata-rata BEP rupiah = 72.460.000maka usaha keripik cabai di daerah
penelitian ini layak untuk dikerjakan bila ditinjau dari segi aspek finansial.
3. Guna menghindari terjadinya kerugian maka tingkat pendapatan tidak boleh turun lebih
besar dari angka Margin of Safety. Hal ini berarti bahwa apabila penurunan pendapatan
tidak lebih besar dari angka Margin of Safety dari pendapatan yang direncanakan maka
perusahaan masih dapat memperoleh keuntungan.

V. 2 Saran
1. Analisis pulang pokok atau analisis impas menekankan pada pola hubungan antara total
pendapatan dan total biaya. Metode ini menghubungkan antara biaya tetap, biaya variabel
dan total pendapatan untuk menunjukkan tingkat penjualan yang harus dicapai suatu usaha
untuk memperoleh laba.
2. Untuk meningkatkan laba perusahaan, pengusaha sebaiknya menggunakan analisis pulang
pokok (break even) dalam perencanaan labanya, karena dengan mengetahui kondisi break
even, pengusaha dapat menentukan volume pendapatan agar tetap berada di atas tingkat
break even.
3. Diharapkan kepada pemerintah dalam hal ini instansi terkait untuk terus memberi perhatian
kepada usaha keripik agar usahanya dapat ditingkatkan ke arah yang lebih baik dalam
rangka untuk melayani kepentingan masyarakat dan produksi yang dihasilkan dapat terjual
dengan mudah di pasaran.
4. Diharapkan pemerintah tidak memungut pajak yang terlalu banyak untuk produk
minuman beralkohol
DAFTAR PUSTAKA

Christianity, M. (2014). Jurnal Bir Pletok. repository maranatha. Retrieved 09 12, 2020, from

http://repository.maranatha.edu/10191/3/1064037_Chapter1.pdf

Dewey, J. (2019). karakter generasi Z menurut beber. Silabus web. Retrieved 09 10, 2020, from

https://www.silabus.web.id/karakter-generasi- z

Dwinanda, R. (2020, juni 23). asal usul nama bir pletok. republika.co.id. Retrieved 09 5,2020,

from https://republika.co.id/berita/qcdb2q414/asal-usul-nama-bir-pletok

Food, D. (2020, 11 28). MUI Tetapkan Fatwa Halal Bir Pletok Betawi. detik food.com.

Retrieved 09 12, 2020, from https://food.detik.com/info-halal/d-2761950/mui- tetapkan-

fatwa-halal-bir-pletok-betawi

Khairunnisa, S. N., & aisyah, Y. (2020, 06 22). Ulang Tahun Jakarta, Mengulik Sejarah Kuliner

Betawi Alami Akulturasi Budaya. Kompas.com. Retrieved 09 5, 2020, from

https://www.kompas.com/food/read/2020/06/22/093500175/ulang-tahun-jakarta- mengulik-

sejarah-kuliner-betawi-alami-akulturasi-budaya?page=all

Margareth, R. (2020, 03 13). Selain Tangkal Corona, Ini Khasiat Bir Pletok. Tagar. Retrieved 09 12,

2020, from https://www.tagar.id/selain-tangkal-corona-ini-khasiat-bir-pletok

Putri, O. H. (2018). Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Bina Diri Pada Anak

Intellectual Developmental Disorder di SLB/C Pelita Ilmu Semarang. repository unika

.ac.id. Retrieved 09 10, 2020, from

http://repository.unika.ac.id/19088/5/18.E3.0097%20OKTAVIANE%20HOETOMO

Wijaya, Y. G. (2020, 03 29). Cara Membuat Bir Pletok di Rumah, Minuman Rempah Khas Betawi.

Travel Kompas. Retrieved 09 12, 2020, from

https://travel.kompas.com/read/2020/03/29/191100727/cara- membuat-bir-pletok-di- rumah-

minuman-rempah-khas-betawi?page=all

Anda mungkin juga menyukai