Anda di halaman 1dari 33

RRC MASA PEMERINTAHAN MAO ZHEDONG HINGGA XI JINPING

MAKALAH SEJARAH ASIA TIMUR

Dosen Pengampu :

Dra. Hafnita Sari Dewi Lubis, M. Si

Oleh :

Kelompok 3

Lutfia Khairani Pane 3211121002

Wulandari Nababan 3211121027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “RRC Masa Pemerintahan Mao Zhedong Hingga Xi Jinping” dengan
tepat sesuai waktu yang telah ditentukan.

Penulis juga berterimakasih kepada Ibu Dra. Hafnita Sari Dewi Lubis., M.Si.
selaku dosen mata kuliah Sejarah Asia Timur yang telah memberikan
kepercayaannya kepada penulis dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan


dan jauh dari kata sempurna. Karena itu, penulis mengharapkan masukan berupa
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah selanjutnya. Semoga
apa yang ada di dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi teman sekalian.

Medan, 24 Februari 2022

Kelompok 3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................ i

Daftar Isi......................................................................................................................... ii

BAB I : Pendahuluan

A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................................... 2

BAB II : Pembahasan

A. Pemerintahan RRC Masa Mao Zhedong.............................................................. 3


B. Pemerintahan RRC Masa Liu Shaoqi................................................................. 11
C. Pemerintahan RRC Masa Li Xiannian............................................................... 16
D. Pemerintahan RRC Masa Yang Shangkun......................................................... 16
E. Pemerintahan RRC Masa Jiang Zemin............................................................... 20
F. Pemerintahan RRC Masa Hu Jintao................................................................... 23
G. Pemerintahan RRC Masa Xi Jinping................................................................. 24
H. Kontrol Media Tiongkok.................................................................................... 28

BAB III : Penutup

A. Kesimpulan......................................................................................................... 29
B. Saran................................................................................................................... 30

Daftar Pustaka.............................................................................................................. 31
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pergantian dinasti memberikan kesan, bahwa gerak sejarah China
merupakan siklus pemerintahan dinasti. Satu dinasti berdiri, berkembang,
mencapai puncak kejayaan kemudian mengalami keruntuhan. Dinasti
Manchu merupakan dinasti yang terakhir dan dinasti ini mengalami
keruntuhan karena gerakan revolusi China yang pecah pada 10 Oktober
1911. Pada tanggal 1 Januari 1912, berdirilah Republik China yang
merupakan republik yang berbentuk pemerintahan demokrasi pertama di
Asia. Namun, pada tanggal 1 Oktober 1949 negara China
pemerintahannya berubah menjadi berlandaskan ideologi Komunis.
Mao Zhedong merupakan pemimpin yang menerapkan ideologi
Komunis di Republik China. Ideologi tersebut sangat kuat dan terikat
dengan masyarakat yang ada di Tiongkok. Revolusi budaya Mao pada
tahun 1960-an, menjadi fakta nyata adanya proses doktrin komunis
melalui buku merah.
Kebijakan Mao dilanjutkan hingga penerusnya kelima yaitu Xi
Jinping. Tiap pergantian kepemimpinan pastinya terdapat kebijakan yang
berbeda-beda. Pada makalah ini akan membahas mengenai pemerintahan
Republik Rakyat China yang dimulai dari masa pemerintahan Mao
Zhedong hingga kepemimpinan Xi Jinping sekarang ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemerintahan Republik Rakyat China pada masa
Pemerintahan Mao Zhedong?
2. Bagaimana pemerintahan Republik Rakyat China pada masa
Pemerintahan Liu Shaoqi?
3. Bagaimana pemerintahan Republik Rakyat China pada masa
Pemerintahan Li Xiannian?
4. Bagaimana pemerintahan Republik Rakyat China pada masa
Pemerintahan Yang Shangkun?
5. Bagaimana pemerintahan Republik Rakyat China pada masa
Pemerintahan Jiang Zemin?
6. Bagaimana pemerintahan Republik Rakyat China pada masa
Pemerintahan Hu Jintao?
7. Bagaimana pemerintahan Republik Rakyat China pada masa
Pemerintahan Xi Jinping?
8. Seperti apa kontrol media yang dilakukan Xi Jinping?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pemerintahan RRC masa kepemimpinan Mao
Zhedong.
2. Menjelaskan pemerintahan RRC masa kepemimpinan Liu Shaoqi.
3. Menjelaskan pemerintahan RRC masa kepemimpinan Li Xiannian.
4. Menjelaskan pemerintahan RRC masa kepemimpinan Yang
Shangkun.
5. Menjelaskan pemerintahan RRC masa kepemimpinan Jiang Zemin.
6. Menjelaskan pemerintahan RRC masa kepemimpinan Hu Jintao.
7. Menjelaskan pemerintahan Republik Rakyat China pada masa
Pemerintahan Xin Jinping.
8. Menjelasakan bagaimana pemerintah RRC melakukan kontrol
media.
BAB II

PEMBAHASAN

A. RRC Masa Mao Zhedong


Pada tanggal 1 Oktober 1949 Mao Zedong mengumumkan berdirinya
Republik Rakyat Cina di Lapangan Tiananmen. Pada awal
pemerintahannya Mao Zedong menetapkan beberapa peraturan dan
kebijakan baru untuk membangun Cina, antara lain:
a) Bidang Politik
Sejak berdirinya Republik Rakyat Cina terbentuk dua lembaga induk
politik yaitu, negara Republik Rakyat Cina dan Partai Komunis Cina.
Sistem pemerintahan yang dilaksanakan adalah Diktator Demokrasi
Rakyat dan Demokrasi Sentralisme. Melakukan kampanye seratus bunga
dan gerakan Anti Kanan.
Mao juga mengutip sebuah ungkapan dari zaman kuno, “biarkan
ratusan bunga mekar, dan ratusan pikiran dari ber- bagai aliran bertemu”.
Kutipan inilah yang kemudian men- jadi nama gerakan politik ini, yaitu
“Gerakan Seratus Bunga”, di mana seperti zaman kuno di mana “seratus
aliran” atau berbagai pandangan filsafat bermunculan di China dan
semuanya saling berdebat secara terbuka namun tetap damai untuk
memberikan masukan kepada para penguasa negara, Mao berharap bahwa
kaum intelektual di China baru yang ia dirikan ini mampu memberikan
kritik dan saran yang berguna bagi pemerintahan yang ia jalankan dan
Partai Komunis yang menjadi penguasa di China. Ia kemudian
menyebarkan slogan “bersuara lantang, berpendapat bebas, berdiskusi se-
cara luas, dan menulis poster secara besar-besaran” (daming, dafang,
dabianlun, dazibao). Setelah gerakan seratus bunga terlaksanakan, efeknya
sangat terasa dimana para mahasiswa dan kaum intelektual menyampaikan
kritik dan suaranya. Mereka menggunakan poster-poster yang ditempelkan
didinding yang semakin hari terus bertambah dengan berbagai bentuk dan
antusiasme mahasiswa.
Namun jika pada awalnya kritik yang disampaikan masih ringan dan
menggunakan bahasa yang halus, lama-kelamaan berkembang menjadi
kata-kata yang pedas dan tajam, yang tidak hanya menyangkut
pemerintahan atau Partai Komunis saja, namun secara tidak langsung juga
menyerang pribadi sang ketua partai, atau tidak lain adalah Mao Zedong
sendiri. Akhirnya di pertengahan Juni 1957, Mao merasa bahwa waktu
yang tepat sudah tiba. Pada tanggal 7 Juni, setelah membaca pamflet yang
mengatakan bahwa sikap para pemimpin Partai Komunis sudah terpecah,
Mao menulis dalam editorial Harian Rakyat yang isinya melarang segala
bentuk kritik terhadap Partai Komunis. Editorial itu menyampaikan bahwa
saat ini, “kaum kanan” memanfaatkan kebebasan berpendapat yang tengah
digalakkan untuk menyerang pemerintahan dan Partai Komunis, sehingga
sudah saatnya Partai Komunis membalasnya dengan gerakan pembersihan
terhadap kaum kanan (Mao menyebutnya sebagai “membersihkan ‘gulma
beracun’ di sekitar bunga yang mekar”, sebuah referensi langsung pada
esai provokatif dari Tan Tianrong). Jung Chang menulis bahwa begitu
editorial itu disiarkan, maka tombol dimulainya gerakan pembersihan pun
ditekan. Akibat dari perintah Mao tersebut, mereka yang bersuara lantang,
dan menempelkan poster-poster berisi kritik dan dan kecaman segera
ditengkap dan kemudian diadili massa.
b) Bidang Ekonomi
Pada tahun 1949 mengeluarkan mata uang Renminpiao dan
pelarangan mata uang asing. Pada tahun 1950an terjadi Reformasi Agraria
(Land Reform), yaitu untuk menghapuskan tuan tanah dan membagi tanah
secara merata kepada petani. Pada tahun 1951 dilakukan kampanye
gerakan Tiga Anti untuk memumpas penggelapan, pemborosan dan
Birokratisme. Kampanye gerakan Lima Anti dilakukan pada tahun 1952
untuk menumpas kejahatan penyuapan, tidak membayar pajak, mencuri
uang negara, menipu kontrak dengan pemerintah, serta mencuri informasi
ekonomi negara. Pada tahun 1950 ditetapkan kebijakan Sentralisasi Pajak
yaitu pajak pertanian, pajak komoditi, dan berbagai pajak industri serta
komersial wajib diserahkan kepada pemerintah pusat. Kebijakan
mengeluarkan mata uang baru yang disebut Renminpiao pada tahun 1949
telah berhasil mengendalikan inflasi. Kebijakan yang selanjutnya yaitu
Reformasi Agraria berdampak buruk bagi tuan tanah karena mereka
dihukum mati dan tanahnya dirampas. Bagi para petani kebijakan tersebut
berdampak baik karena mendapatkan pembagian tanah. Dalam gerakan
Tiga Anti pada tahun 1951 berdampak baik karena angka penggelapan
uang menurun. Namun juga berdampak buruk karena menyebabkan
perekonomian di Cina menjadi kacau. Pada gerakan Lima Anti tahun 1952
akibat dari gerakan tersebut angka bunuh diri di Cina menjadi meningkat
yaitu antara 200.000-300.000.Kebijakan Sentralisasi pajak tahun 1950
memberikan pengaruh baik terhadap pendapatan pemerintah.
Program Rencana Pembangunan Lima Tahun I (Repelita I) tahun
1953- 1957 merupakan kebijakan untuk mengembangkan industri di Cina.
Tujuannya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dengan
penekanan pada sektor industri dengan menitik beratkan pada modal.
Nasionalisasi Perusahaan merupakan kebijakan yang ditetapkan pada
tahun 1955 yaitu semua industri dan perdagangan milik swasta harus
dinasionalisasikan. Kebijakan Repelita I (1953-1957) memberikan
pengaruh baik, pada sektor pertanian maupun industri mengalami
kenaikan. Pendapatan Nasional Kotor (GNP) dan Produksi modern di Cina
juga mengalami peningkatan yang besar.
Pada tahun 1958 dibentuk komune Rakyat (renmin gongshe), yang
merupakan suatu wadah kolektivitas produksi pertanian skala
besar.Program kolektivisasi pertanian dijalankan dengan cepat. Hanya
dalam waktu beberapa bulan semenjak diluncurkan di musim semi tahun
1958, sekitar 30% dari seluruh populasi petani di China sudah ikut dalam
kolektivisasi ini. Pada awalnya sistem ini berhasil meningkatkan angka
pendapatan kasar (GDP) China dari sejumlah 82,4 milyar Yuan di tahun
1953, menjadi 106,8 milyar di tahun 1957. Akibatnya, Mao seperti yakin
bahwa China dengan jumlah tenaga kerja yang melimpah dan luas wilayah
yang sangat besar akan mampu menjadi salah satu kekuatan ekonomi
dunia, dan menjadi model pengembangan bagi negara-negara sosialis
lainnya di dunia. Padahal menurut Jung Chang yang menulis buku biograi
tentang Mao, angka ini Mao dapatkan setelah memeras para petani yang
hanya diberi jatah 110-140 kg beras setahun atau hanya kurang dari 300
gram per hari. Sebelumnya, Mao merencanakan untuk mengubah China
menjadi negara adidaya dalam waktu 10-15 tahun, namun setelahnya ia
diberi informasi bahwa persenjataan yang ia peroleh dari Uni Soviet bisa
memperpendek masa itu menjadi hanya 3 tahunsaja. Pada awal tahun
1958, dalam konferensi partai di Hangzhou dan Nanning, Mao
memaparkan “Enam Puluh Pasal Metode Kerja” yang di dalamnya ia
memperkenalkan istilah baru yang akan menjadi momok selama tiga tahun
ke depan: Lompatan Besar ke Depan.
Mao menetapkan target yang tidak rasional, yaitu panenan harus
melonjak 10 kali lipat. Mesin propagandanya bekerja dengan efisien
namun irasional, yaitu dengan secara fiktif memberitakan hasil panenan
yang berlimpah di provinsi Henan, yang kemudian dijadikan model bagi
provinsi lainnya. Para pejabat partai di daerah pun berlomba-lomba
menaikkan angka laporan hasil panenan dari provinsi mereka, demi
mendapatkan promosi jabatan yang cepat. Padahal Mao sendiri menyadari
bahwa jumlah bahan pangan di China tidak akan cukup untuk menunjang
kehidupan rakyat, namun ia terus memaksa para petani untuk berhemat,
sampai tidak ada lagi makanan yang bisa dimakan. Semua provinsi
mengalami hal yang sama, semuanya demi meningkatkan angka setoran
pangan ke pemerintah pusat. Mao menumpuk bahan makanan itu dan
mengekspornya ke luar negeri. Suatu ketika, terlintas di benak Mao
tentang bagaimana cara meningkatkan produktivitas pangan, yaitu dengan
mem- bunuh “empat hama”. Hama-hama itu adalah lalat, nyamuk, tikus,
dan burung pipit. Namun, keputusan Mao membasmi burung pipit,
menyebabkan ekologi sangat rusak yang mangakibatkan serangan hama
pertanian yang semakin dahsyat dan akhirnya pada tahun 1960 kampanye
ini diberhentikan.
Selanjutnya, Mao memulai dengan industri baja tetapi sama seperti
sebelumnya Mao memaksakan kebijakannya tanpa mempertimbangkan
akibatnya sehingga kebijakan ini juga gagal. Selanjutnya ia
memberlakukan proyek lainnya yaitu konservasi air. Namun akibat
kurangnya peerencanaan dan survei geologis proyek ini juga ditinggalkan
tanpa sempat terselesaikan.Lompatan Besar yang intinya mencakup empat
hal: pembentukan komune rakyat, pengorganisasian tenaga kerja besar-
besaran, penerapan teknik pertanian yang tidak lazim, dan percepatan
produksi baja rumahan yang tidak masuk akal, menjadi kegagalan terbesar
kebijakan ekonomi RepublikRakyat China. Dalam waktu beberapa tahun
setelah Lompatan ke Depan itu dihentikan, China dihantam oleh badai
depresi ekonomi yang parah yang bisa disamakan dengan Depresi Besar
yang melanda Amerika Serikat di tahun 1930-an.
c) Bidang Pendidikan
Sejak tahun 1949 kebijakan pendidikan di China yang diambil adalah
penggunaan pendidikan sebagai sarana untuk menanamkan kepercayaan-
kepercayaan dan nilai-nilai baru guna membangun masyarakat sosialis
revolusioner. Bentuk dan isi pendidikan tanpa terkecuali terjalin dengan
perubahan kebijakan dan strategi pembangunan ekonomi. Pada bulan
Oktober 1951 pemerintah merumuskan “Reformasi Sistem Pendidikan”
untuk menyediakan pendidikan formal yang menekankan pada pelatihan
teknik dan pembelajaran nilai-nilai sosialis yang baru. Hal ini sejalan
dengan kebutuhan orang-orang yang cakap untuk melaksanakan Rencana
Lima Tahun Pertama (1953-1957). Kesempatan pendidikan di waktu luang
juga disediakan bagi para pekerja dan petani untuk dilatih sebagai pekerja
semi terampil. Tujuan pendidikan pada tahun 1958, sejalan dengan
penekanan dalam bidang pertanian, adalah membantu komune
meningkatkan produksi pertanian.Masa belajar di universitas juga
diperpendek menjadi tiga tahun. Isi pokok dari kurikulum ditentukan oleh
komite revolusioner dan itu adalah Pikiran Mao Zedong. Pendidikan di
bidang ilmu dan teknologi dianggap tidak penting, sementara ekonomi,
sosiologi, dan ilmu politik dianggap “ilmu kelas borjuis” yang harus
dijauhi (I Wibowo, 2000:238).
Sisi lain yang dimanfaatkan China dari kerjasamanya dengan Uni
Soviet adalah pendidikan. Bila di masa- masa sebelumnya Amerika
Serikat, Jepang, dan negara-negara Eropa menjadi destinasi favorit bagi
para mahasiswa yang hendak belajar ke luar negeri, kaliini Uni Soviet
menjadi satu-satunya destinasi yang mungkin menjadi tujuan pelajar
China. Meski sempat mengalami inkuisisi intelektual di awal dekade
1950-an, China terus berusaha memperbaiki sistem pendidikan dengan
mengirim siswa-siswa ke Uni Soviet. Untuk mempersiapkan mereka yang
hendak berangkat, didirikanlah sebuah universitas baru di ibukota Beijing
yang diberi nama Universitas Rakyat (Zhongguo Renmin Daxue), hasil
pengembangan dari “Sekolah Shanbei” yang didirikan Partai Komunis di
tahun 1937 sebagai sekolah bagi kader-kadernya. Di universitas baru
inilah, mereka yang akan berangkat di- bekali dengan pengetahuan yang
cukup, di samping juga mengajarkan politik dan ilmu-ilmu sosial kepada
mahasiswanya. Namun meskipun telah melalui berbagai tahapan untuk
memajukan pendidikan, selama kurun waktu dekade 1950-an kemajuan
yang diperoleh masih jauh dari harapan, bahkan sempat terhenti akibat
Kampanye Seratus Bunga dan Gerakan Anti Kanan di tahun 1957. Para
pengajar dari Uni Soviet pun tidak terkesan sama sekali dengan kemajuan
yang diperoleh, dan bahkan hampir setengah putus asa terhadap dunia
pendidikan di China waktu itu (,146)
d) Bidang Agama
Selain Konfusianisme, di China juga berkembang agama-agama lain
yang masing-masing memperoleh tempatnya sendiri. Ada Taoisme,
Budhisme, juga aliran agama Katolik yaitu Nestorianisme. Pada masa
pemerintahan Dinasti Ming dan Ching agama asing semakin berkembang,
ketika orang-orang Eropa banyak berdatangan ke China untuk berdagang
sekaligus menyebarkan agama Kristen Katolik dan Protestan. Sejak
komunis berkuasa pada tahun 1949 dan terutama sejak dilangsungkannya
Revolusi Kebudayaan pada tahun 1976, lebih dari separo penduduknya
(59%) menjadi atheis atau tidak percaya Tuhan. Sekitar 33% penduduknya
percaya pada kepercayaan tradisi atau gabungan Taoisme dan Budhisme.
Penganut terbesar agama di negara ini adalah Budha Mahayana yang
berjumlah 100 juta orang. Di samping itu Budha Teravada dan Budhisme
Tibet juga diamalkan oleh golongan minoritas etnis di perbatasan barat
laut Negara ini. Selain itu diperkirakan terdapat 18 juta penduduk Muslim
(Islam Suni) dan 14 juta jiwa penganut Kristen yang terdiri dari 4 juta
penganut Kristen Katolik dan 10 juta penganut Kristen Protestan.
Selanjutnya PKC memberikan tekanan terhadap kelompok agama
(aliran kepercayaan) dan melarang kelompok-kelompok non pemerintah.
Pada tahun 1950 PKC memerintahkan setiap pemerintah daerah untuk
melarang semua aliran kepercayaan yang tidak diakui dan organisasi-
organisasi yang dianggap illegal. Pemerintah menggerakkan kelompok
untuk mengidentifikasi dan menganiaya anggota kelompok religious.
Pemerintah di berbagai tingkat secara langsung terlibat membubarkan
“kelompok-kelompok tahayul” seperti komunitas Kristen Protestan,
Kristen Katolik, Tao,Konfusian,dan Budha. Semua anggota gereja, kuil,
dan kelompok religius diwajibkan untuk mendaftarkan diri ke agen-agen
pemerintah dan mengaku bersalah atas aktivitas illegal yang mereka
lakukan. Pada tahun 1951, pemerintah secara resmi mengumumkan
peraturan ancaman yang mengatakan barang siapa yang melanjutkan
kegiatan-kegiatan kelompok yang tidak diakui pemerintah akan
menghadapi penjara seumur hidup atau hukuman mati.
e) Bidang Seni
Dibentuk lembaga sistem sensor yang diterapkan dengan ketat
terhadap penerbitan buku-buku. Pedoman penulisan diterapkan
menggunakan gaya realisme Sosialis. Pada masa Lompatan Jauh ke Depan
para penulis diperintahkan untuk menulis karya sastra menggunakan gaya
romantisme revolusioner yang merupakan kombinasi gaya realisme
sosialis dengan realisme revolusioner. Selain karya sastra, di Cina juga
ditayangkan opera, film dan panggung teater yang didominasi Jiang Qing.
Pada saat itu tema-tema sejarah banyak digunakan untuk mengemukakan
sindiran-sindiran terhadap pemerintah dan Mao. Contohnya adalah drama
tentang Mandarin Ming, yaitu tentang seorang pejabat pemerintahan yang
hidup pada Dinasti Ming (1368-1644). Drama tersebut menceritakan
mengenai keadilan dan keberanian Hai Rui dengan mempertaruhkan
nyawa dan memprotes Kaisar demi memperjuangkan nasib rakyat yang
menderita. Akibatnya Hai Rui kemudian dipecat dari jabatannya dan
dibuang. Drama Hai Rui ini dianggap merepresentasikan Marsekal Peng-
De-huai yang karena menyampaikan kritik terhadap Mao mengenai
program Lompatan Besar Ke Depan sehingga dipecat dan dihukum buang
oleh Mao.

Akhir Kepemimpinan Mao Zedong

Kegagalan dalam program lompatan besar ke depan membuat Mao


mundur dari kursi kepresidenan Cina, akan tetapi Mao masih tetap
merupakan pemimpin tertinggi didalam partai Kuo-Can-tang. Kursi
kepemimpinan di berikan kepada Liu-Shao-qi dari kaum pragmatis yang
dipercaya oleh Kongres Rakyat Nasional untuk mengatasi akibat dari
kebijakan Lompatan Jauh Kedepan.
Begitu juga di zaman awal Republik Rakyat China. Mao yang terlalu
percaya diri dan ambisius, meluncurkan Lompatan Besar ke Depan di
tahun 1958 yang pada akhirnya menyebabkan bencana kelaparan besar di
tahun 1959-1961. Namun baginya, kematian rakyat dalam jumlah
sedemikian besar – mencapai lebih dari 30 juta jiwa hanyalah angka
statistik di atas kertas laporan yang diketik dan dibumbui sedemikian rupa
sehingga menyenangkan pandangan matanya. Pada akhirnya yang harus
menanggung semua penderitaan yang ia sebabkan adalah rakyatnya
sendiri, yang dipaksa sampai ke ujung batas kemampuan mereka tanpa
berani bersuara, karena Mao menjalankan mesin teror yang amat ganas.
Saat itu yang menjadi orang nomor dua di jajaran pemerintahan China
adalah Presiden, yang dijabat oleh Liu Shaoqi.
B. RRC Masa Liu Shaoqi

Liu Shaoqi menduduki jabatan sebagai Presiden sejak tahun 1959


setelah Kongres Partai ke-8 di Beijing mengangkatnya bersama dengan
Deng Xiaoping menjadi presiden. Liu adalah seorang humanis yang
mudah tersentuh oleh penderitaan di sekelilingnya. Ketika menduduki
jabatan presiden, China tengah dilanda bencana kelaparan yang hebat
akibat melesetnya rencana Mao dalam Lompatan Besar ke Depan. Ia
mendukung Lompatan Besar itu, dan pada bulan Oktober 1959 ia bahkan
menekankan bahwa pertanian kolektif adalah “model bagi seluruh dunia
komunis”. Liu juga berada di pihak Mao ketika Peng Dehuai mengkritik
habis-habisan kebijakan Mao dalam Konferensi Lushan.

Namun semuanya berubah ketika Liu mengunjungi kampung


halamannya di Hunan, sebuah desa miskin yang terkena imbas cukup
besar akibat bencana kelaparan tahun 1959. Ia menyaksikan dengan mata
kepalanya sendiri bagaimana saudara-saudaranya jatuh sakit karena
kelaparan. Kakak iparnya meninggal gara-gara malnutrisi, dan kakak
kandungnya tergolek lemah di atas ranjang akibat kelaparan. Orang-orang
sekampungnya bahkan mencacinya dan ada anak yang sampai berani
menempelkan slogan “Turunkan Liu Shaoqi!” didinding rumahnya. Liu
melarang polisi menangkap anak itu, karena Liu merasa bertanggung
jawab atas apa yang menimpa orang-orang itu. Jung Chang bahkan
menyatakan bahwa Liu sampai membungkuk dan menangis di hadapan
orang-orang sekampungnya, sambil meminta maaf atas kesalahan
pemerintah yang membuat mereka sampai begitu menderita. Sejak saat itu
Liu bertekad menghentikan kegilaan ini. Namun ia tidak pernah berniat
untuk melawan Mao secara terbuka, karena ia selalu menganggap dirinya
sebagai pengikut Mao yang loyal.

Selanjutnya, ia melakukan investigasi di daerah lainnya dan


menemukan banyak masalah dan kesalahan. Setelah itu, ia mulai
menunjukkan penentangan dengan terbuka terhadap lompatan besar, ketika
tahun 1961 Mao mengumpulkan semua pejabatnya di Lushan. Liu
meminta Mao agar menurunkan kuota bahan pangan yang harus disetorkan
oleh setiap provinsi, sampai 34% dari tahun sebelumnya. Langkah Liu ini
didukung oleh Perdana Menteri Zhou Enlai. Mao dengan berat hati
menyetujui pemotongan kuota.

Memanfaatkan melonggarnya cengkeraman Mao, Deng Xiaoping


bersama dengan Li Fuchun dan Bo Yibo menyusun naskah peraturan
sebanyak 70 pasal yang ia beri judul “Peraturan Tentang Pekerjaan Badan
Industri Milik Negara”. Deng melangkah lebih jauh dengan menjadikan
kota- kota besar seperti Beijing, Shanghai, Tianjin, dan kota-kota lainnya
sebagai tempat penyelidikan implementasi kebijakan ini dan akhirnya
naskah revisi dari peraturan yang dikonsepkan oleh Deng ini berhasil
diselesaikan pada September 1961, dan dengan enggan Mao menyetujui
implementasinya. Tetapi langkah Deng bersama Liu membuat mereka
menjadi target utama inkuisisi selama masa Revolusi Kebudayaan.
Wibawa dan popularitas Mao mulai menurun akibat kegagalannya ini,
terutama di sekitar basis utama kekuatannya, yaitu Partai Komunis. Partai
yang seharusnya 5 tahun sekali mengadakan kongres partai untuk memilih
ketua partai baru tetapi sudah 11 tahun sejak terakhir tahun 1945, Partai
Komunis belum mengadakan kongres lanjutan. Mao menyadari jika ia
mengadakan kongres partai maka ia akan sulit untuk mempertahankan
posisinya karena banyak kader partai yang diam-diam menyalahkannya
mengenai bencana kelaparan sehingga ia memilih untuk
mengadakansebuah “konferensi partai yang diperluas” pada bulan Januari
1962.

Konferensi dilaksanakan di Beijing dan dihadiri 7.018 orang kader


partai dari seluruh China. Pada tanggal 27 Januari 1962, Liu yang
menyampaikan laporan atas nama Komite Pusat Partai dengan lantang
menyampaikan pidatonya di hadapan para peserta konferensi, mengenai
penyebab kegagalan Lompatan Besar. Mao menganggap bahwa Liu
menimpakan kesalahan ini kepada Mao. Sejak saat itu sampai 18 hari ke
depan, para peserta konferensi mulai berani menyuarakan kritik mereka
secara terbuka seperti gunung salju yang runtuh, untuk menyelamatkan
posisinya, Mao terpaksa melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan
sebelumnya: kritik diri. Peristiwa langka itu terjadi tanggal 30 Januari. Ia
berusaha menarik simpati publik seolah-olah semua yang menanggung
kesalahan adalah ketua.

Liu kemudian menyerukan adanya reformasi kebijakan pemerintah


dalam bentuk 4 hal. Jung Chang menulis bahwa selama tahun 1962, China
mengalami aura reformasi di bidang pertanian dan perekonomian. Liu
menghentikan setiap bentuk bantuan China ke luar negeri, sehingga bahan
makanan cukup disimpan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Hasilnya, bencana kelaparan berhasil dihentikan dan angka kematian
menurun drastis. Liu dan Deng menggunakan kendali mereka atas mesin
birokrasi pemerintahan China dengan sangat efektif.

Keberhasilan Liu Shaoqi terus menanjak. Karena masa jabatan Liu


akan habis di tahun 1963, maka Dewan Nasional harus bersidang untuk
memilih presiden yang baru dan Liu kembali dipilih menjadi presiden di
tanggal 3 Januari 1965. Rakyat mengenalnya sebagai orang yang
menyelamatkan mereka dari jurang kehancuran, dan mereka mencintainya
sebagai seorang pemimpin sejati. Ini semakin membuat Mao merasa
terpinggirkan dan terancam. Namun Liu dan Deng terfokus pada
bagaimana usaha untuk membangun kembali China. Bagi mereka, cara
yang mungkin adalah menyerahkan roda perekonomian pada mekanisme
pa- sar dan modal, dengan kendali penuh tetap berada di tangan
pemerintah. Akhirnya Mao setuju untuk “turun sementara” namun, Mao
mencari cara di tengah kelengahan mereka untuk menjatuhkan mereka.
Seperti yang sudah-sudah, Mao diam-diam tengah mempersiapkan
serangan balasan. Hanya saja kali ini, pembalasannya akan jauh lebih
kejam dan lebih pahit.

C. Revolusi Kebudayaan

Setelah memikirkan pembalasan untuk Liu dan Deng yang sudah


menyingkirkannya dari kekuasaan, maka Mao mulai kembali untuk
merebut kembali kekuasaan yang semula berada ditangannya. Percikan api
Revolusi Kebudayaan mulai menyala, dengan banyaknya poster-poster
yang bernada brutal yang mereka tanda tangani dengan nama “Penjaga
Merah” yang kemudian digunakan untuk menyebut gerakan mereka. Mao
memerintahkan agar tanggal 13 Juni 1966 semua kelas dibatalkan dan
mengakibatkan kerusuhan semakin menjadi. Liu Shaoqi sebagai kepala
negara, melakukan pencegahan agar gerakan revolusi ini tidak semakin
merusak. Setelah menghadap Mao di Hangzhou bersama dengan Deng
Xiaoping, Liu mulai mengorganisasi kelompok-kelompok kerja yang
beranggotan kader eselon menengah ke kampus-kampus untuk
mengarahkan revolusi namun, di pandang sebagai penentanga terhadap
edaran 16 Mei.

Setelah itu, Mao segera mengambil peran dalam Revolusi namun ia


baru mengetahui pembentukan kelompok kerja oleh Liu dan Deng
sehingga tanggal 24 Juli ia memerintahkan agar kelompok ini ditarik
kembali dan ia memerintahkan Liu dan Deng melakukan kritik diri.Mao
mengambil langkah ekstrim dengan mengadakan pertemuan Komite Partai
dan ia secara pribadi menyerang Liu yang ia tuduh “menekan gerakan
mahasiswa”. Ia menuding bahwa Liu telah terlibat dalam aktivitas yang
tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh Chiang Kai-shek semasa
pembersihan terhadap komunis di tahun 30-an. Liu dianggap telah
“mengikuti jalur politik yang salah”, dan dengan demikian menjadi
seorang “anti-Marxis”. Revolusi ini dimaksudkan untuk menyingkirkan
Liu Shaoqi dan Deng Xiaoping.

Partai yang menentang Mao adalah musuh bersama yang harus


digulingkan, dicemooh, dan disingkirkan. Liu Shaoqi sudah pasti menjadi
target penyingkiran ini. Meski pun ia tidak diberhentikan dari Partai,
namun posisinya bergeser jauh ke bawah, dari posisi ke-2 menjadi posisi
ke-8. Posisinya kemudian digantikan oleh Lin Biao, yang meng-
isyaratkan bahwa Lin dipersiapkan menjadi pengganti Mao di kemudian
hari. Selain itu, dibentuklah “Kelompok Revolusi Kebudayaan Pusat” yang
dipimpin oleh Chen Boda dan Jiang Qing. Maka, perpecahan antara Liu
dan Mao pun resmi sudah. Lin Biao segera memanfaatkan keadaan yang
menguntungkan ini. Lin segera melakukan serangannya sendiri terhadap
Deng Xiaoping, dan menuduh Deng bertindak seperti Wu Han dengan
memainkan “permainan kartu politik”. Mengetahui bahwa posisi Lin
tengah berada di atas angin, Deng memilih untuk menyerah saja,
sementara Zhou terus mengawasi dari kejauhan dengan diam seribu
bahasa.

Revolusi Kebudayaan semakin berkembang menjadi api yang liar.


Semakin hari, Penjaga Merah semakin brutal dalam menjalankan aksinya.
Massa yang bergerak di penjuru ibukota itu anarkis, menghancurkan sendi-
sendi kebudayaan China yang adiluhung itu. Pertama- tama, mereka
menyerbu perkumpulan kelompok penulis di ibukota Beijing dan memaksa
puluhan penulis, seniman terkemuka dan pemain opera untuk duduk
berlutut di bawah sinar matahari yang terik sambil dikalungi papan kayu
bertuliskan kalimat-kalimat cemoohan yang sangat tidak pantas. Mereka
kemudian diangkut ke gedung perpustakaan kota dan disuruh berlutut
melingkari api unggun yang membakar habis kostum dan peralatan opera
yang biasa mereka pakai. Puluhan seniman dan penulis itu masih harus
menanggung derita dipukuli dengan tongkat berpaku dan ikat pinggang
tentara yang bergesper kuningan. Mulai saat itu, banyak dari para korban
yang tidak lagi kuat menanggung siksaan isik maupun mental, memilih
untuk bunuh diri saja. Bukan hanya itu, penyerangan ini semakin menjadi
bahkan gedung-gedung peninggalan sejarah masa lalu juga menjadi
korban. Ketika kekacauan yang disengaja ini tengah berkobar, Mao
menunjukkan niat aslinya, yaitu menyingkirkan semua orang Partai yang
tidak sejalan dengannya. Ia membentuk kelompok baru di luar Penjaga
Merah yang ia dandani serupa de ngan Penjaga Merah, namun tidak
berasal dari kelompok pelajar dan mahasiswa, melainkan dari kelompok
orang dewasa, yang oleh Jung Chang disebut sebagai “Pemberontak”.

Bila awalnya gerakan Revolusi Kebudayaan ini ditujukan pada kaum


intelektual dan otoritas Partai, lama-kelamaan api yang berkobar liar ini
menjadi semakin tak terkendali. Sasaran utama sejak semula tak lain
adalah sang presiden, Liu Shaoqi. Mao tak pernah bisa tenang sebelum Liu
dan Deng Xiaoping disingkirkan. Awalnya Mao mengundang Liu untuk
berbicara empat mata di Balai Agung Rakyat pada 13 Januari 1967. Disana
Liu meminta agar Mao menghentikan kegilaan yang sudah terjadi dan ia
juga meminta agar Mao membiarkannya turun jabatan dan pulang ke
Yan’an dan Mao hanya tersenyum sembari mengantarkan Liu ke pintu
terakhir kalinya karena sejak saat itu, Liu dikenakan tahanan rumah. Ia
tidak diperbolehkan pergi ke mana-mana, dan sambungan telpon di
rumahnya diputus. Kuai mengorganisasi massa untuk mengecam dan
menghina keluarga Liu, termasuk nyonya Wang Guangmei. Untuk
semakin memperlemah mental Liu, Mao memerintahkan agar pasangan itu
dikurung di ruangan berbeda. Mao tidak puas hanya dengan menghukum
Liu dan istri- nya. Ia memaksa anak-anak mereka untuk menyaksikan
penyiksaan pada kedua orangtua mereka itu, dan kemudian mengusir
mereka dari rumah mereka.

Kesehatan Liu semakin menurun selama mengalami penyiksaan


tersebutdan bulan Oktober 1968 ia hanya bisa makan lewat selang yang
dipasang lewat hidungnya. Tim Penyelidik yang dibentuk oleh Zhou Enlai
pun belum bisa memberikan dalih yang kuat untuk menjerat Liu dan
meyakinkan kongres untuk mencela Liu dan menurunkannya dari jabatan
presiden, tidak peduli sengawur apapun mereka melakukan interogasi, atau
seberapa susah payahnya mereka menggali setiap data dan dokumen untuk
mencari bukti pengkhianatan Liu terhadap Partai Komunis. Dengan
memaksakan diri, akhirnya Tim Penyelidik meng hasilkan laporan yang
diberi nama “Laporan Penyelidikan Mengenai Tindakan Kriminal yang
Dilakukan oleh Pengkhianat dan Penggerogot Berandal dan Tersembunyi
Liu Shaoqi”, yang akan diserahkan pada Pleno ke-12 yang diadakan pada
tanggal 13-31 Oktober. Pada akhirnya, setelah berjuang selama 3 tahun
menahan cemoohan dan siksaan, Liu meninggal pada tanggal 12
November 1969 dan dikremasi secara rahasia dengan nama samaran.
Kematiannya tetap dirahasiakan ke publik sampai tahun 1972. Peng-Duhai
juga menjadi sasaran Mao, sehingga ia dijebloskan ke dalam tahanan
seumur hidup. Ia masuk ke rumah sakit di tahun 1973, namun karena
perintah Mao yang melarang pengobatan apapun untuk Peng yang
digerogoti oleh tuberkulosis, Peng kembali dimasukkan ke penjara. Ia
meninggal tanggal 29 November 1974 karena penyakitnya, dan seperti Liu
dikremasi secara rahasia dengan nama samaran.

Meskipun Revolusi Kebudayaan secara “resmi” hanya berlangsung di


tahun 1966-1969 di mana kegilaan pembersihan mencapai puncaknya – di
tahun 1969 Mao memutuskan untuk membubarkan massa pelajar dan
maha- siswa lalu mengirim mereka ke daerah pegunungan dan pe- desaan
untuk mengerjakan pekerjaan kasar melalui “Gerakan Naik ke Gunung dan
Turun ke Pedesaan” – namun teror dan bayang-bayang kebrutalan revolusi
masih akan terus bertahan selama satu dekade, setidaknya sampai setelah
meninggalnya Mao dan ditangkapnya Geng Empat (Jiang Qing dkk.) saat
Deng mengambil alih kekuasaan.

C. RRC Masa Li Xiannian


Pada tahun 1983, setelah berlakunya konstitusi baru, Li diangkat
sebagai presiden pada usia 74. Menurut Konstitusi 1982, peran Presiden
adalah "seremonial", tetapi mengakui peran Li sebagai sesepuh partai.
Pada tahun 1984, Li bertemu dengan Presiden AS Ronald Reagan selama
kunjungan Reagan ke Tiongkok, banyak membahas status Taiwan
dengannya. Li mengunjungi Amerika Serikat pada bulan Juli 1985,
pertama kalinya seorang Kepala Negara dari Republik Rakyat Tiongkok
berkunjung ke Amerika Serikat. Pada tahun 1988, Li mengundurkan diri
dari jabatannya sebagai Presiden Republik Rakyat Tiongkok dan
digantikan oleh Yang Shangkun. Li terus mengabdi dalam pemerintahan
sampai kematiannya pada tahun 1992.Li meninggal pada 21 Juni 1992 di
usia 82. Pemakamannya diadakan pada tanggal 27 Juni 1992, dan dihadiri
oleh ribuan orang.
D. RRC Masa Yang Shangkun

Yang Shangkun (lahir di Tongnan, Chongqing, Sichuan, Dinasti Qing,


5 Juli 1907). meninggal di Beijing, Tiongkok, 14 September 1998 pada
umur 91 tahun) adalah Presiden Republik Rakyat Tiongkok 1988-1993,
dan merupakan Wakil Ketua kuat dari Komisi Militer Pusat. Ia menikah
dengan Li Bozhao pada tahun 1929, salah satu dari beberapa perempuan
untuk berpartisipasi dalam Long March, seperti yang dilakukan Yang.
Yang kuliah di universitas di Shanghai sebelum mempelajari teori Marxis
di Moskow, membuatnya salah satu pemimpin yang paling terdidik dari
awal Partai Komunis Tiongkok. Yang kembali ke Tiongkok sebagai salah
satu 28 Bolshevik dan awalnya mendukung pemimpin komunis awal
Zhang Guotao, tetapi beralih kesetiaan kepada faksi Mao selama Long
March. Ia menjabat sebagai komisaris politik selama Perang Saudara
Tiongkok dan Kedua Perang Tiongkok-Jepang.

Setelah berdirinya Republik Rakyat pada tahun 1949, Yang


memegang sejumlah posisi politik, akhirnya menjadi anggota kuat Komite
Sentral Partai Komunis Tiongkok. Dia dibersihkan ketika Revolusi
Kebudayaan pecah pada tahun 1966, dan tidak ingat sampai tahun 1978,
setelah Deng Xiaoping naik ke tampuk kekuasaan di mana ia menjadi
salah satu delapan Sesepuh Partai Komunis Tiongkok. Yang dipromosikan
reformasi ekonomi tetapi menentang liberalisasi politik, posisi yang Deng
akhirnya datang untuk mengidentifikasi dengan. Yang mencapai puncak
karier politiknya setelah protes Lapangan Tiananmen tahun 1989, tetapi
oposisi yang terorganisir untuk Jiang Zemin kepemimpinan dipimpin Deng
untuk memaksa Yang untuk pensiun.

Yang lahir dari pemilik tanah keluarga di Shuangjiang, Tongnan


County, dekat kota Chongqing di Sichuan, dan belajar di Chengdu Higher
School normal dan yang berafiliasi sekolah menengah pada 1920-1925,
dan kemudian kembali ke Chongqing. Kakaknya, Yang Yangong, adalah
salah satu anggota Komite Eksekutif pendiri Partai Komunis Tiongkok
(PKT) di Sichuan, dan tidak diragukan lagi memiliki pengaruh pada
orientasi ideologis Yang Shangkun itu. Setelah bergabung dengan Liga
Pemuda Komunis pada tahun 1925, dan PKT pada tahun 1926, dia
terdaftar di Shanghai Universitas. Kemudian pada tahun 1926 Yang
bepergian ke Uni Soviet untuk belajar di Moskow Sun Yat-sen University.
Pendidikan pasca sekolah menengah Yang membuatnya salah satu
pemimpin Partai Komunis terbaik berpendidikan awal. Yang merupakan
anggota dari kelompok mahasiswa Tiongkok yang belajar di Moskow dan
kembali ke Tiongkok untuk mengambil peran utama dalam PKT,
kemudian dikenal sebagai 28 Bolshevik.

The Komintern dikirim Yang kembali ke Tiongkok untuk membantu


dan mendukung pemimpin PKT pro-Komintern lainnya, termasuk Bo Gu,
Otto Braun (Li De), Wang Ming, dan Zhang Guotao, tetapi Yang dan
beberapa lainnya 28 Bolshevik, termasuk Ye Jianying, didukung Mao
dalam preferensi untuk pemimpin yang Komintern disukai. Sebelum Long
March, Yang bertugas di tentara Zhang Guotao, tetapi bergabung Mao
ketika Mao dan Zhang bertemu sebentar pada bulan Juni-Juli 1935, di
tengah Long March. Setelah Ye Jianying melarikan diri Zhang kantor
pusat dengan semua peta dan buku kode ke kamp Mao, Yang dan rekan
lain juga melarikan diri dari Zhang Guotao 's kantor pusat dengan
dokumen rahasia, dan mereka dipaksa untuk bersembunyi di sepanjang
jalan dalam rangka untuk melarikan diri kavaleri Zhang dikirim untuk
menangkap mereka. Akhirnya mereka berhasil selamat ke Mao kantor
pusat dengan dokumen-dokumen penting. Pembelotan Yang membuatnya
mendapatkan kepercayaan Mao, tetapi istri Yang tidak bisa meninggalkan
gaya Zhang, dan pasangan tidak bersatu kembali sampai tahun 1936,
setelah pasukan Zhang kalah telak oleh panglima perang Kuomintang, dan
selamat melarikan diri kembali ke Yan'an.

Yang menjabat sebagai komisaris militer di seluruh Perang Saudara


Tiongkok dan Perang Tiongkok-Jepang Kedua. Sebagian besar layanan
Yang berada di tentara diperintahkan oleh Peng Dehuai, sampai Peng telah
dihapus dari perintah aktif di awal 1940-an. Setelah Peng dibersihkan pada
tahun 1959 untuk menentang Mao Lompatan Jauh ke Depan, Yang adalah
salah satu dari beberapa pemimpin PKT yang terus mempertahankan
hubungan dekat dengan Peng.

A. Karier politikus

Karier Awal di Tiongkok

Yang memegang posisi senior di Komite Sentral PKT 1956-1966,


memberinya tingkat pengendalian langsung atas urusan Partai Komunis
yang paling penting. Pada malam menjelang Revolusi Kebudayaan Yang
diidentifikasi sebagai pendukung Liu Shaoqi dan Deng Xiaoping, dan
dibersihkan sebagai kontra-revolusioner. Setelah dikeluarkan dari Partai
Komunis dan dihapus dari semua posisi, Yang dianiaya oleh Pengawal
Merah, yang menuduh Yang menanam sebuah alat pendengar rahasia
untuk memata-matai Mao, tuduhan yang sama dimiliki oleh Deng
Xiaoping.

Yang tetap di penjara sampai Mao meninggal dan Deng Xiaoping naik
ke tampuk kekuasaan, pada tahun 1978. Setelah Deng menguasai militer
Yang dia ingat, mengangkat dia ke posisi umum, dan memberi Yang
tanggung jawab modernisasi militer Tiongkok, yang Deng dianggap
terbelakang dan lebih besar dari yang diperlukan. Deng mengangkat Yang
ke posisi Wakil Ketua Komisi Militer Pusat untuk memberikan Yang
kewenangan untuk menyelesaikan reformasi ini (Deng adalah Ketua).
Pada tahun 1982 Yang diangkat ke Politbiro.

Yang pengalaman dengan radikal Maoisme memperkuat dukungan


Yang untuk agenda Deng dari reformasi ekonomi Tiongkok. Yang
memiliki persahabatan dekat dengan Deng dan berbagi banyak tujuan
ekonomi jangka panjang Deng, tetapi jauh kurang antusias tentang agenda
liberalisasi politik dipromosikan oleh para pemimpin senior lainnya
disukai oleh Deng, termasuk Hu Yaobang, Zhao Ziyang, Wan Li, dan Hu
Qili. Sepanjang tahun 1980-an, Deng datang untuk setuju dengan
dukungan agresif Yang untuk reformasi ekonomi Tiongkok dan berdiri
konservatif melawan reformasi politik liberal. Keluarga Yang diuntungkan
dari reformasi ekonomi Deng, dan ia mampu untuk mempromosikan anak-
anaknya ke pos penting di beberapa monopoli milik negara yang didirikan
pemerintah Tiongkok untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Pada awal 1980-an, Yang secara eksplisit mendukung upaya dari


Tiongkok sejarawan asing, Harrison Salisbury, untuk menyusun suatu
berita tentang Long March dengan melakukan wawancara ekstensif
dengan hidup Panjang peserta Maret. Buku yang dihasilkan, Long March:
Kisah Tak Terungkap, telah dipuji oleh Tiongkok ulama sebagai sintesis
yang sangat baik dari sumber lisan tangan pertama. Di Tiongkok, banyak
veteran Tiongkok bertanya mengapa butuh orang asing untuk
menghasilkan buku semacam itu.

B. KePresidenan

Pada tahun 1988, Yang diangkat Presiden menggantikan Li Xiannian.


Di bawah konvensi tahun 1982 Konstitusi, peran Presiden sebagian besar
simbolis, dengan kekuasaan eksekutif formal yang dikerahkan oleh
Sekretaris Jenderal PKT dan Premier. Dalam praktiknya, para pemimpin
negara dan partai masih ditangguhkan ke pemimpin tertinggi Deng
Xiaoping.

Peran Yang selama Tiananmen protes 1989 menyebabkan perubahan


mendasar dalam struktur politik Tiongkok. Yang pada awalnya bersimpati
kepada mahasiswa, dan ia berpihak Zhao Ziyang dalam mendukung
mereka. Sebagai presiden dan wakil ketua Komisi Militer Pusat, ia bahkan
memuji posisi Zhao dengan mengklaim bahwa "gagasan Zhao Ziyang
tentang menenangkan gerakan mahasiswa melalui demokrasi dan hukum
yang baik dan tampaknya cukup bisa diterapkan sekarang." Posisi Zhao
ditentang oleh Premier Li Peng, yang ingin menggunakan kekuatan untuk
menekan demonstrasi mahasiswa, dan siapa yang terlibat dalam
perjuangan kekuasaan internal dengan Zhao untuk meyakinkan para
pemimpin senior lainnya posisinya.

Setelah menjadi jelas bahwa Li lebih berhasil dalam mendapatkan


dukungan dari anggota PKT senior lainnya, Yang mengubah posisinya,
dan didukung Li. Pada Mei 1989 Yang muncul di televisi Tiongkok
dengan Li, di mana ia mengecam demonstrasi mahasiswa sebagai "anarki"
dan membela penerapan darurat militer di beberapa wilayah Beijing
terpengaruh oleh unjuk rasa. Di bawah perintah Deng Xiaoping, Li
dimobilisasi dan direncanakan penindasan para demonstran, suatu operasi
di mana beberapa ratus mahasiswa tewas pada tanggal 4 Juni, dan pada
hari-hari berikutnya. Keponakan Yang, Yang Jianhua, memerintahkan
yang sangat disiplin 27th Grup Angkatan Darat, yang dibawa ke Beijing
dari Hebei untuk menekan para demonstran.

Setelah tahun 1989, Yang menjadi sangat berpengaruh dalam


Pembebasan Rakyat. Yang muda dan setengah-saudaranya, Yang Baibing,
dibersihkan militer Tiongkok dari setiap petugas yang tidak cukup
didukung tentara melakukan kekerasan pemerintah terhadap siswa. Yang
kemudian mulai upaya terorganisir untuk mengisi banyak posisi senior
militer mungkin dengan pendukungnya, menghasilkan sikap kebencian di
antara sesepuh militer lainnya, yang menuduh Yang dari mencoba untuk
mendominasi tentara dan mungkin menantang otoritas Deng dengan
mengembangkan "Yang klik keluarga ". Ketika Deng mulai pengantin pria
Jiang Zemin (mantan gubernur Shanghai) untuk menggantikannya sebagai
pemimpin tertinggi, Yang menolak kepemimpinan Jiang, dan Deng
berhasil memaksa Yang untuk pensiun pada tahun 1992, bersama dengan
beberapa keluarganya .

Yang meninggal pada 15 September 1998. Obituari Nya resmi


menggambarkan dia sebagai "proletar revolusioner yang besar, negarawan,
ahli strategi militer, seorang Marxis setia, pemimpin yang luar biasa partai,
negara, dan tentara rakyat.

E. RRC Masa Jiang Zemin


Jiang Zemin (Hanzi; pinyin: jiāng zémín; lahir 17 Agustus 1926; umur
94 tahun) adalah pemimpin generasi ketiga di Republik Rakyat Tiongkok
setelah Mao Zedong dan Deng Xiaoping. Ia menjabat sebagai Sekretaris
Jenderal Partai Komunis Tiongkok sejak 1989 sampai dengan 2002,
Presiden Republik Rakyat Tiongkok ke-5 sejak 1993 sampai dengan 2003
dan sebagai Ketua Komisi Militer Pusat dari tahun 1989 sampai dengan
2004.
Jiang Zemin mulai berkuasa setelah peristiwa Demonstrasi Tiananmen
1989, menggantikan Zhao Ziyang sebagai Sekretaris Jenderal, jabatan
tertinggi di Partai Komunis Tiongkok. Dengan memudarnya pengaruh dari
Deng Xiaoping dan anggota Delapan Tetua lainnya karena usia sepuh,
serta dengan bantuan pemimpin partai dan negara yang lama dan berkuasa,
tetua Chen Yun dan mantan presiden Li Xiannian, Jiang efektif menjadi
"pemimpin tertinggi" pada era 1990-an.
Di bawah kepemimpinannya, Tiongkok mengalami reformasi
pertumbuhan dan perkembangan substansial, menerima kembali Hong
Kong dari Britania Raya dan Makau dari Portugal secara damai, dan
memperbaiki hubungan luar negeri dengan mempertahankan kendali ketat
Partai Komunis terhadap pemerintahan. Jiang telah dikritik karena terlalu
memperhatikan pencitraan di dalam negeri, dan terlalu lunak terhadap
Rusia dan Amerika Serikat.
A. Pembangunan di Era Jiang Zemin
Besarnya ketimpangan pembangunan pada akhir dekade 1980-an,
membuat pemerintah Tiongkok saat itu berpikir untuk segera
mengubah kebijakan reformasi ekonomi yang telah berjalan sejak 1978.
Peralihan kekuasaan dari Deng Xiaoping ke Jiang Zemin, dan
ditambah dengan terjadinya krisis finansial Asia tahun 1997, pemerintah
Tiongkok mulai mengalihkan fokus pembangunannya ke daerah
tengah dan barat untuk memperkuat struktur perekonomian negara yang
selama ini rentan terhadap ancaman krisis. Sejak saat itu pemerintah
mulai merevitalisasi pusat-pusat industri di daerah tengah dan barat
yang telah diabaikan sejak reformasi 1978 (Crane, Albrecht, Duffin, &
Albrecht, 2018). Pada bulan Agustus tahun 1995, sebagai bagian dari
persiapanperumusan RLT periode berikutnya.
Terdapat enam kebijakan pokok terkait pembangunan daerah dalam
RLT, yakni (1) memberikan prioritas pada pengembangan sumber
daya dan proyek-proyek infrastruktur dan secara bertahap meningkatkan
dukungan keuangan untuk daerah tengah dan barat; (2) mengalihkan
industri pengolahan sumber daya dan industri padat karya ke bagian
tengah dan barat; (3) merasionalisasi harga produk sumber daya untuk
meningkatkan kemampuan pengembangan diri di wilayah tengah dan
barat; (4) memperbaiki iklim investasi di daerah tengah dan barat dan
mengarahkan lebih banyak investasi asing ke kawasan-kawasan ini; (5)
memperkuat kerjasama ekonomi antara daerah timur dengan daerah
tengah dan barat; (6) mendorong provinsi-provinsi di daerah timur
untuk berinvestasi lebih banyak di daerah tengah dan barat
B. Latar belakang dan pengaruh
Jiang lahir di kota Yangzhou, Jiangsu. Kampung halaman leluhurnya
adalah Desa Jiang County Jingde, Anhui. Tempat itu juga merupakan
kampung halaman sejumlah tokoh terkemuka di lembaga akademis dan
intelektual Tiongkok. Jiang tumbuh dalam masa pendudukan Jepang.
Jiang kuliah di Jurusan Teknik Elektro di Universitas Nasional Pusat
di Nanjing sebelum pindah ke Universitas Jiao Tong Shanghai. Ia lulus
pada tahun 1947 dengan gelar insinyur elektro. Jiang menikahi Wang
Yeping yang juga kelahiran Yangzhou pada tahun 1949. Ia lulusan
Universitas Studi Internasional Shanghai. Mereka memiliki dua putera,
Jiang Mianheng dan Jiang Miankang. Ia menyatakan bahwa ia bergabung
dengan Partai Komunis Tiongkok ketika masih kuliah. Setelah Republik
Rakyat Tiongkok berdiri, Jiang menjalani pelatihan di Pabrik Mobil Stalin
di Moskow pada 1950-an. Ia juga bekerja pada pabrik mobil FAW
Changchun. Ia kemudian dipindahkan ke layanan pemerintah, tempat ia
mulai semakin menonjol dan berprestasi, hingga akhirnya menjadi anggota
Komite Pusat Partai Komunis dan Menteri Industri Elektronik pada 1983.
F. RRC Masa Hu Jintao

Pada masa pemerintahannya, Hu Jintao menjadikan pembangunan


masyarakat yang harmonis (the building of a harmonious society) sebagai
agenda utama pemerintahannya. Di dalam pidatonya pada tanggal 26 Juni
2005, Hu Jintao menyatakan bahwa terdapat bayang-bayang permasalahan
sosial dan ekonomi yang muncul dari pencapaian ekonomi China, di
antaranya adalah kesenjangan antara si miskin dan si kaya yang semakin
besar, korupsi dan kejahatan, serta tatanan dunia yang tidak adil. Hu Jintao
juga menekankan pada pejabat-pejabat tinggi China terhadap visi utama
mereka yakni masyarakat yang harmonis, dan untuk menjalankan misi
mereka yakni untuk menerapkan peraturan sesuai hukum yang ada,
memperkuat standar moral masyarakat, mempromosikan aspirasi ideologis
kepada seluruh masyarakat,  mengembangkan mekanisme pembuatan
kebijakan yang demokratis untuk menjaga hubungan baik antara
masyarakat dan pemerintahan, meningkatkan standar kehidupan populasi
China yang terbelakang, menanggulangi konflik sosial, menanggulangi isu
lingkungan untuk menjamin seluruh masyarakat memiliki akses terhadap
air yang bersih untuk diminum, udara yang bersih untuk dihirup, dan
makanan yang sehat.

Visi yang dibawa oleh Hu Jintao untuk China adalah menciptakan


China sebagai pemain internasional yang bertanggung jawab, yang
menekankan pada consensus-building dan multilateralism dalam
penyelesaian sengketa serta untuk menciptakan masyarakat sosialis yang
harmonis.Keinginan untuk menciptakan image China sebagai masyarakat
yang harmonis merupakan respon dari China kepada audiens global yang
sebelumnya melihat China sebagai negara aggressive rising power dan
rezim komunis garis keras. Bagi Hu Jintao, masyarakat harmonis sangat
krusial dalam menjamin kesejahteraan negara China, pemulihan negara,
dan kebahagiaan masyarakatnya. Pada era kepemimpinan Hu Jintao,
terdapat berbagai macam kebijakan yang dikeluarkan guna mendorong
terwujudnya masyarakat yang harmonis di China baik di bidang ekonomi,
politik, sosial, maupun budaya.

1. Bidang ekonomi
Hu Jintao memiliki visi untuk mengurangi kemiskinan di daerah
China yang mengalami keterbelakangan, meningkatkan upah para pekerja,
dan menjanjikan transparansi dan disiplin partai yang lebih tinggi.
2. Bidang politik
Hu Jintao dikenal sebagai pemimpin yang sering memperhatikan
penderitaan rakyat jelata. Gaungan mencapai masyarakat harmonis pun
terus disuarakan oleh Hu Jintao dalam menjembatani kesenjangan. Dalam
pemerintahannya, Pidato Hu Jintao juga menyerukan "scientific
development", sebuah dorongan untuk kebijakan yang menyeimbangkan
pentingnya kesejahteraan sosial di samping pertumbuhan ekonomi.
3. Bidang sosial dan budaya
Pada tahun 2006, Hu Jintao mengeluarkan ideologi moral yang
bertujuan untuk mengingatkan masyarakat perbedaan antara hal yang
benar dan hal yang salah di dalam Eight Do’s and Don’ts (juga dikenal
dengan istilah Eight Honors and Disgraces, Eight Worthies and Shames).
Ideologi moral ini kemudian dipopulerkan melalui kebijakan-kebijakan Hu
Jintao di antaranya dengan meminta musisi (baik dari sipil maupun militer)
untuk menciptakan lagu dan mempopulerkan ideologi moral Hu Jintao di
segala level masyarakat.
G. RRC Masa Xi Jinping
Xi Jinping lahir 15 Juni 1953 usia 67 tahun merupakan Sekretaris
Jenderal Partai Komunis, Presiden ke-7, serta Kepala Komisi Militer
Sentral Republik Rakyat Cina. Dia pula jadi Sekretaris Jenderal Komite
Senantiasa Politburo PKT. Pada 15 November 2012, sehabis suatu
pemungutan suara dalam pertemuan parlemen di Beijing, dia terpilih
selaku Sekretaris Jenderal Partai Komunis Cina.
Jinping dikenal perilaku kerasnya terhadap korupsi serta
keterbukaannya menimpa reformasi politik serta ekonomi pasar di RRT.
Letaknya di kancah perpolitikan Cina buatnya jadi penerus kelima,
mengambil alih Hu Jintao, selaku Sekretaris Jenderal serta pemimpin
paling tinggi dari Partai Komunis Cina.
Xi Jinping melaporkan kalau kepemimpinannya ini hendak
digunakannya buat memajukan kembali perekonomian Republik Rakyat
Cina, bersama dengan 6 anggota papan atas partai yang lain, tercantum
anggota baru Li Keqiang serta Wang Qishan.
1) Kebijakan Xi Jinping
Kebangkitan China di lakukan Xi Jinping dengan bercita cita dapat
membawa dampak baik bagi negara berkembang lainnya, upaya yang di
lakukan Xi Jinping dalam hal tersebut salah satu nya membangun program
Satu Sabuk Satu Jalur (Yidai Yilu). Program tersebut mengandung arti
dua agenda besar Pembangunan Sabuk Ekonomi Jalur Sutra dan Jalur
Sutra Maritim abad 21, Rancangan pembangunan Sabuk Ekonomi proyek
pembangunan jalur sutra ini akan menciptakan jalur kereta api, jalan dan
pelabuhan-pelabuhan yang akan menghubungkan Cina dengan Eropa, Asia
Tengah, Asia Barat, Asia Selatan, dan Afrika, seperti yang tertuang di
dalam The New Silk Road yang diluncurkan pemimpin China ini pada
tahun 2013 untuk membangun kerja sama antar negara.
Xi Jinping juga membangun program Master Plan. Master Plan
adalah program yang ditetapkan Xi Jinping yang bertujuan untuk membuat
masyarakat China makmur dengan meningkatkan pendapatan perkapita
hingga $10.000 pada tahun 2021 atau bersamaan dengan perayaan 100
tahun Partai Komunis Tiongkok, dan program Master Plan ini ternyata
bukan hanya membangun kekuatan ekonomi saja tetapi juga kekuatan
militer dan mengenal kan nilai-nilai budaya China kepada dunia luas serta
menumbuhkan budaya olahraga salah satunya sepak bola.
Seiring perkembangan zaman media sekarang berpengaruh besar pada
politik negara begitu juga yang disadari oleh Xi Jinping berlandaskan
negara yang berfaham komunis, sehingga Xi jinping mulai
memperlihatkan kediktatoran nya yaitu mulai menekan kebebasan pers
terdapat media meskipun sebelum nya sudah ada kebijakan tersebut, tetapi
sebelum Xi Jinping berkuasa kebebasan pers tidak terlalu di batasi.
H. Kontrol Media Tiongkok
Sadar dengan potensi besar dari media di bidang politik ini, Tiongkok
sebagai negara dengan ideologi komunis selalu menjaga kontrol terhadap
media. Kontrol terhadap media di Tiongkok memang sudah ada sejak
dulu, namun kebebasan pers yang tadinya sudah sedikit terlihat kini
kembali ditekan. Sebagai buktinya, menurut Aljazeera, Tiongkok
mengalami dua kali kondisi pers yang lebih longgar daripada biasanya,
yaitu sebelum peristiwa protes di lapangan Tiananmen pada tahun 1989,
dan pada Olimpiade Beijing tahun 2008. Akan tetapi, pada rezim presiden
Xi Jinping, “the fourth estate” ini kembali diperketat. Pada kunjungannya
ke tiga media utama pemerintah Tiongkok, yaitu koran People’s Daily,
agensi berita Xinhua, dan lembaga penyiaran China Central Television
(CCTV).
Xi meminta kepada para editor dan reporter dari perusahaan media
tersebut untuk menjanjikan kesetiaan mutlak kepada Partai Komunis serta
berkiblat pada kepemimpinan presiden dalam hal ide, pandangan politik,
dan tindakan.
Media sosial yang banyak berasal dari negara lain pun juga di batasi
rakyat China hanya boleh menggunakan platform media sosial yang hanya
di sediakan oleh pemerintah, seperti Sina, Weibo, WeChat dan lain-lain.
Dengan adanya fenomena ini menunjukan bahwa kontrol Pemerintah
Tiongkok melalui Partai Komunis China sangat memiliki keterlibatan
penuh dalam pengontrolan media Tiongkok.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Negara Cina memiliki sejarah yang panjang karena banyaknya dinasti
dengan sistem kekaisaran yang pernah memerintah. Pemerintahan
kekaisaran yang terakhir yaitu Dinasti Qing. Sistem pemerintahan
kekaisaran berakhir setelah terjadi revolusi pada tahun 1911 yang
dipimpin oleh Sun Yat-sen. Pada tanggal 12 Februari 1912 Republik Cina
resmi berdiri di bawah pimpinan Sun Yat-sen yang kemudian mendirikan
partai nasionalis yang disebut Kuomintang.
Pada awalnya Partai Nasionalis (Kuomintang) dan Partai Komunis
(Kun Chang Tang) bersatu dan saling bekerja sama. Pada tahun 1927
terjadi perselisihan yang yang menyebabkan perpecahan antara Partai
Nasionalis dan Komunis. Perselisihan dimenangkan oleh kaum komunis
sehingga Pada tanggal 1 Oktober 1949 Mao Zedong resmi
memproklamasikan Republik Rakyat Cina.
Saat pemerintaha Mao muncul gerakan politik, yaitu “Gerakan Seratus
Bunga”, di mana seperti zaman kuno di mana “seratus aliran” atau
berbagai pandangan ilsafat bermunculan di China dan semuanya saling
berdebat secara terbuka namun tetap damai untuk memberikan masukan
kepada para penguasa negara, Mao berharap bahwa kaum intelektual di
China baru yang ia dirikan ini mampu memberikan kritik dan saran yang
berguna bagi pemerintahan yang ia jalankan dan Partai Komunis yang
menjadi penguasa di China.Terdapat enam kebijakan pokok terkait
pembangunan daerah dalam RLT, yakni (1) memberikan prioritas pada
pengembangan sumber daya dan proyek-proyek infrastruktur dan secara
bertahap meningkatkan dukungan keuangan untuk daerah tengah dan
barat; (2) mengalihkan industri pengolahan sumber daya dan industri
padat karya ke bagian tengah dan barat; (3) merasionalisasi harga produk
sumber daya untuk meningkatkan kemampuan pengembangan diri di
wilayah tengah dan barat; (4) memperbaiki iklim investasi di daerah
tengah dan barat dan mengarahkan lebih banyak investasi asing ke
kawasan-kawasan ini; (5) memperkuat kerjasama ekonomi antara daerah
timur dengan daerah tengah dan barat; (6) mendorong provinsi-provinsi
di daerah timur untuk berinvestasi lebih banyak di daerah tengah dan
barat. Hu Jintao juga menekankan pada pejabat-pejabat tinggi China
terhadap visi utama mereka yakni masyarakat yang harmonis, dan untuk
menjalankan misi mereka yakni untuk menerapkan peraturan sesuai
hukum yang ada, memperkuat standar moral masyarakat, mempromosikan
aspirasi ideologis kepada seluruh masyarakat, mengembangkan
mekanisme pembuatan kebijakan yang demokratis untuk menjaga
hubungan baik antara masyarakat dan pemerintahan,
B. Saran
Dalam penyusunan makalah yang sangat sederhana ini tentunya
banyak kekurangan dan kekeliruan, yang menjadi sorotan adalah
bagaimana makalah ini dapat disusun setidaknya mendekati kata sempurna
dan dapat mencakup substansi materi yang ingin disampaikan sehingga
tujuan pembelajaran pun dapat terpenuhi. Dalam kesempatan ini kami
selaku penyusun tentunya sangat mengharapkan segala kritik, saran, dan
pengayaan yang bersifat membangun dan dapat teori yang akan kami
tambahkan demi kesempurnaan kami di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Agung, S., Leo. 2018. Sejarah Asia Timur 2. Yogyakarta : Penerbit Ombak.

Binar Bendino, Ariel. 2021. Xi Jinping Sang Pemimpin Tertinggi Di Partai


Komunis Dan China. Artikel.

Habib Pasya, Muhammad, dkk. 2021. Penerapan Ideologi Komunis Oleh Xi


Jinping Sebagai Bentuk Indoktrinasi Terhadap Masyarakat Tiongkok Melalui
Model Althusserian. Khazanah : Jurnal Mahasiswa. Vol. 13 (1) : 1-13.

Harianto, Fajar, dkk. 2018. Chinese Cultural Revolution In 1966-1976. Jurnal


Historica. Vol. 2 (1) : 26-36.

Lubis, Hafnita Sari Dewi. 2020. Sejarah Asia Timur. Medan: Unimed Press.

Wicaksono, Michael. 2017. Republik Rakyat Cina Dari Mao Zedong sampai Xi
Jinping. Jakarta: PT. Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai