Anda di halaman 1dari 40

i

People Republic of China (RRC) 1949-1976

(Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Asia Timur)

Dosen Pengampu :
Dr. Sumardi, M.Hum
Riza Afita Surya

Disusun Oleh :
Almi Marcelia Rahma - 210210302041
Rizky Agita Rahmadani - 210210302042
Na’imatus Sa’diyah - 210210302043
Mochammad Satria Fattah - 210210302044

KELAS A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok mata kuliah Sejarah Asia
Timur dengan judul “People Republic of China (RRC) 1949-1976”. Pada
kesempatan ini, penulis berterima kasih sebesar-besarnya kepada bapak Dr.
Sumardi, M. Hum dan Ibu Riza Afita Surya selaku dosen pengampu mata kuliah
Sejarah Asia Timur. Karena berkat bimbingan dosen penulis dapat
merampungkan tugas dengan baik dan tepat waktu. Selain itu, penulis juga
berterima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu penulis menyelesaikan
tugas. Penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena banyaknya
keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Sehingga penulis
menerima segala bentuk kritik dan saran dari berbagai pihak. Penulis juga
berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pendidikan dan
pengetahuan di masa yang akan datang.

Jember, 24 Maret 2023


i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................... i

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................i

1.1 Latar Belakang .......................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................. 2

BAB 2. PEMBAHASAN .................................................................................. 3

2.1 Latar Belakang Terbentuknya Repulik Rakyat Cina (RRC) ................... 3


2.2 Great Leap Forward (Lompatan Jauh ke Depan) ....................................13

2.3 Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi Cina di bawah Mao Ze Dong .......17
2.4 Cultural Revolution (Revolusi Budaya) .................................................29

BAB 3. KESIMPULAN ...................................................................................38

3.1 Penutup .................................................................................................38

3.2 Saran .....................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................39


1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Republik Rakyat Cina atau biasa disingkat dengan RRC merupakan negara
di kawasan Asia Timur yang saat ini disebut sebagai salah satu negara industri
maju bersama Jepang dan Korea Selatan. Kemajuan negeri tidak lepas dari sejarah
pembentukan Cina itu sendiri sejak masa dinasti hingga saat ini. Sejak tahun
1949, Cina diproklamasikan sebagai negara komunis yang diketuai oleh Mao Ze
Dong dan bertahan sebagai salah satu negara komunis hingga saat ini. Selain itu,
Cina juga dikenal sebagai negara dengan seratus (100) aliran filsafat yang
melahirkan paham-paham yang membentuk masyarakat cina sebagai suatu
kesatuan yang terstruktrur. Seperti Confusianisme, Taoisme, Mohisme, Legalisme
dan banyak filsuf lainnya. Bahkan aliran-aliran filsafat dari beberapa filsuf ini
berkembang hingga sekarang dan menyebar ke berbagai daerah khususnya di
sekitar kawasan Asia Timur.

Keberhasilan Cina hingga sampai saat ini tidak lepas dari kehidupan
politik yang berpengaruh pada kestabilan sebuah negara. Kehidupan politik di
Cina merupakan produk dari masa revolusi yang panjang yang berlangsung dari
tahun 1911 hingga tahun 1949 dan meliputi tiga perombakan sistem politik secara
kekerasan. Dunia politik Cina saat ini tidak hanya dikuasai oleh kaum pria, namun
para perempuannya pun memiliki pengaruh yang besar dalam kemajuan bangsa
ini. Kehidupan perempuan-perempuan tidak jauh berbeda dengan kehidupan
perempuan di Indonesia yang menganggap bahwa derajat laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan atau dengan kata lain perempuan dikatakan sebagai
manusia lemah dibandingkan laki-laki sehingga kedudukan perempuan tidak lebih
sebagai pelengkap dari kejayaan laki-laki.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana latar belakang terbentuknya Republik Rakyat Cina?

1.2.2. Bagaimana dampak dari Great Leap Forward terhadap China saat itu?
2

1.2.3. Bagaimana kondisi masyarakat China dibawah pemerintahan Mau Ze


Dong?

1.2.4. Bagaimana dampak dari Revolusi Budaya yang terjadi di China?

1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui latar belakang terbentuknya Republik Rakyat Cina.

1.3.2. Untuk mengetahui mengetahui dampak dari Great Leap Forward


terhadap masyarakat China.

1.3.3. Untuk mengetahui kondisi masyarakat saat itu di bawah pemerintahan


Mau Ze Dong.

1.3.4. Untuk mengetahui dampak dari Revolusi Kebudayaan China.

1.4 Manfaat

1.4.1. Pembaca dapat mengetahui latar belakang terbentuknya Republik


Rakyat Cina.

1.4.2. Pembaca dapat mengetahui makna dari Great Leap Forward dan
dampaknya terhadap RRC.

1.4.3. Pembaca dapat mengetahui kondisi masyarakat China dibawah


pemerintahan Mau Ze Dong.

1.4.4. Pembaca dapat mengetahui rentetan peristiwa Revolusi Kebudayaan


dan dampaknya.
3

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Terbentuknya Repulik Rakyat Cina (RRC)

Pembentukan Republik Rakyat Cina dilakukan dengan melalui proses


panjang pergolakan pemerintahan di China yang dimulai dengan Revolusi China
pada 1911, Revolusi 1928, perang China-Jepang, dan yang terakhir Revolusi
1949.

A. Revolusi 1911
China merasa tidak puas terhadap pemerintahan Dinasti Qing yang
terus memuncak sejak kekalahan China dalam perang candu tahun 1842.
Sejak itu banyak wilayah China yang menjadi wilayah pengaruh
kekuasaan asing baik bangsa Eropa, Amerika maupun Jepang. Keadaan ini
yang menjadi sebab timbulnya sistem negara dalam negara karena
pengaruh asing yang ada di berbagai wilayah China masing-masing
memiliki hak konsesi dan hak ekstrateritorial. Secara politik dan ekonomi
kehidupan bangsa China menjadi semakin terpinggirkan akibat
ketidakmampuan pemerintah Manchu mengatasi masalah-masalah yang
ada di China. Akibatnya banyak bermunculan berbagai macam gerakan
yang pada intinya ingin menumbangkan kekuasaan Manchu dan
menggantikannya dengan kekuasaan dari bangsa China sendiri.

Dari berbagai gerakan yang bermunculan di China, salah satu


pimpinan yang terkemuka adalah Sun Yat Sen. Ia merupakan tokoh
nasionalis China yang dilahirkan di desa Xiangshanxian di Propinsi
Guangdong pada tanggal 12 November 1866. Sun Yat Sen mendirikan
organisasi Dongmenghui yang bertujuan untuk mengusir bangsa Manchu
kemudian merebut kembali China bagi bangsa Tionghoa, dan mendirikan
suatu negara yang berbentuk republik. Sistem kekaisaran di China berakhir
setelah Sun Yat Sen mengobarkan revolusi pada tahun 1911. Sut Yat Sen
juga bercita-cita ingin menyatukan seluruh China dalam satu pemerintahan
4

yang didasarkan pada San Min Chu I (Tiga Sendi Kedaulatan Rakyat).
Tiga sendi kedaulatan rakyat yang dimaksud adalah nasionalisme,
sosialisme, dan demokrasi.

Revolusi nasional di bawah pengaruh Sun Yat Sen meletus di


Wuchang pada tanggal 11 Oktober 1911. Pada tanggal 12 Februari 1912
Kaisar Xuantong turun tahta setelah terjadinya Revolusi Xinhai. Sebulan
kemudian, yaitu pada tanggal 12 Maret 1912 berdirilah Republik China
(ROC). Namun demikian kedudukan Sun Yat Sen sebagai presiden segera
digantikan oleh Yuan Shih Kai, seorang warlord (panglima perang) yang
sangat berpengaruh. Yuan segera mengangkat dirinya sebagai presiden
seumur hidup, sementara Sun Yat Sen mengundurkan diri ke Kanton dan
mendirikan kaum bersifat nasionalis yaitu bernama Partai Kuomintang.

Yuan Shih Kai berkuasa antara tahun 1911-1916. Pada tahun 1915
ketika bertemu dengan golongan oposisi yang mengambil bagian dalam
Revolusi Republik, Yuan merasa bahwa ideologi republik lebih bertahan
lama daripada ambisi pribadi. Ia meninggalkan republik dan
mengumumkan restorasi Kekaisaran China dan mengangkat dirinya
sendiri sebagai Sang Kaisar. Akibatnya sebagian besar propinsi di China
Selatan melepaskan diri dari kekuasaan Pemerintah Beijing. Setelah Yuan
Shih Kai mengumumkan dirinya sebagai kaisar baru China, kemudian
terjadi revolusi terbuka yang dilancarkan di berbagai propinsi di China.
Propinsi Yunnan menjadi propoinsi pertama yang melancarkan revolusi
dan diikuti oleh propinsi lainnya.

Pada tahun 1916 Yuan Shih Kai wafat, dan meninggalkan


kekacauan terutama di wilayah China Utara karena Yuan belum menunjuk
seseorang untuk menggantikan dirinya. Akibatnya terjadi perpecahan di
antara para panglima Tentara China Utara. Masing-masing memikirkan
kepentingan pribadi dan membentuk kelompok-kelompok sendiri.
Beberapa kelompok yang penting adalah kelompok Feng Tian di bawah
pimpinan Zhang Zo Lin di Manchuria, Kelompok Zhi Li di Tian Jin di
5

bawah pimpinan Zhao Kun dan di Propinsi Hunan di bawah pimpinan Wu


Pei Hu, dan kelompok An Fu di bawah pimpinan Qi Rui. Periode
warlordisme bisa dibagi dalam dua bagian, yaitu jaman sebelum tahun
1920 dan jaman sesudah tahun 1920. Pada masa sebelum tahun 1920
golongan panglima perang berada dalam kedudukan yang kuat di samping
kedudukan kerajaan pusat yang lemah. Kelompok-kelompok panglima
perang sebenarnya mempunyai banyak persamaan, namun aspirasi dan
sikap mereka yang berbeda membuat kelompok-kelompok ini sulit untuk
bersatu.

B. Revolusi 1928
Yuan Shih Kai meninggal dunia dengan mewariskan
ketidakjelasan kabar perundang-undangan dan angkatan bersenjata Tentara
China Utara tanpa seorang panglima yang diakui sebagai pemimpinnya.
Akibatnya, pada era tahun 1916-1928 di China dikenal sebagai periode
warlordisme atau periode para jenderal perang. Selama masa ini para
“warlord” saling berperang untuk mendapatkan pengaruh kekuasaan.
Sementara itu di wilayah China Selatan Sun Yat Sen masih memiliki
pengaruh yang besar. Ia diangkat sebagai kepala pergerakan republik dan
menjabat sebagai presiden hingga tahun 1925 yang dikarenakan ia wafat
pada tahun tersebut.

Selanjutnya Sun Yat Sen digantikan oleh Jenderal Chiang Kai


Shek. Selama masa pemerintahannya yaitu pada tahun 1928 Chiang Kai
Shek berhasil menaklukkan para warlord dan selanjutnya menyatukan
China di bawah pemerintahan Kuomintang melalui Ekspedisi Utara pada
tahun 1926-1928. Dalam upaya menaklukan para warlord pasukan
Kuomintang bekerja sama dengan Partai Komunis China.

Rencana operasi militer Ekspedisi Utara disusun oleh seorang


penasehat militer Uni Soviet Jenderal Vaseli Blucher. Ekspedisi ini
memiliki tujuan untuk merebut dua kota besar yaitu Kota Nanking dan
Kota Shanghai. Selain kekuatan militer, Jenderal Blucher juga
6

menggunakan para kader komunis untuk memulai gerakannya dengan


memengaruhi serta menggalang kaum buruh dan tani setempat sebagai
pendukungnya. Dalam waktu singkat berbagai kota besar di tepi Sungai
Yan Tze berhasil direbut. Jenderal Blucher menduduki Han Gou dan Wu
Han, diikuti golongan sayap kiri Kuomintang. Bahkan pada 1 Januari 1927
ibu kota nasionalis dipindah dari Kanton ke Wu Han. Chiang Kai Shek
juga berhasil merebut berbagai kota besar di sebelah timur, diantaranya
Nanking, yang selanjutnya dijadikan markas besarnya.

Sejak itu Nasionalis China seolah-olah mempunyai dua ibu kota


yaitu Wu Han, yang didominasi sayap kiri, dan Nanking yang didominasi
sayap kanan. Pada tanggal 10 Oktober 1928 Chiang Kai Shek diangkat
menjadi Presiden Republik China di Nanking. Selanjutnya Chiang
mengorganisasikan angkatan perang yang disebut Tentara Revolusi
Nasional.

C. Perang China-Jepang
Perang China-Jepang II terjadi pada tahun 1937, perang ini adalah
perang besar antara China dan Jepang sebelum pecahnya Perang Dunia II.
Sejak tahun 1932 wilayah Manchuria diduduki oleh tentara Kekaisaran
Jepang. Pada tahun 1936 Letnan Jenderal Hideki Tojo mendesak
pemerintah Jepang untuk menguasai China dengan menggunakan
kekerasan senjata. Insiden di sekitar jembatan Marcopolo yang terletak di
utara kota Beijing menjadi awal dari serangan Jepang terhadap kubu-kubu
pertahanan tentara China.

Kemudian dilanjutkan dengan peristiwa penculikan Chiang Kai Shek di Xi


An, sehingga memunculkan persatuan pemerintah Nasionalis dengan
Partai Komunis China (PKC) dalam Front Persatuan Nasional untuk
menghadapi agresi militer Jepang.

Pada tahun 1937 tepatnya di bulan agustus, Jepang memperluas


peperangan dengan menciptakan bentrokan bersenjata di Shang Hai yang
7

dijadikan sebagai alasan untuk mengerahkan angkatan lautnya demi


menyelamatkan kepentingan Jepang di Shang Hai. Dalam waktu tiga
minggu Shang Hai berhasil diduduki dan menyebut sengketanya dengan
China dengan sebutan “Peristiwa China”.

Pada 13 Desember 1937, ibukota China yaitu Nanking jatuh ke


tangan tentara Jepang sebagai tanda kekalahan yang pahit bagi China.
Selama delapan tahun Jepang menduduki Nanking dan membentuk sebuah
pemerintah boneka yang terdiri dari kolaborator-kolaborator China, yang
diantaranya Wang Qing Wei yang kemudian diangkat sebagai Presiden
Republik China tandingan dengan Nanking sebagai ibu kotanya. Negara
boneka Manchuria masih dipertahankan dengan bekas Kaisar China, Puyi,
sebagai presidennya. Manchuria merupakan negara pertama yang
memberikan pengakuan kedaulatan terhadap Republik China di bawah
pimpinan Wang Qing Wei.

Untuk menghadapi Jepang, Patai Komunis China dan Kuomintang


berkolaborasi membentuk front persatuan. Namun dalam front tersebut
Mao Zedong menolak berada di bawah pengaruh Kuomintang dan
menentang instruksi dari Komintern. Selama aliansai pada tahun 1937-
1945 Mao Zedong tetap mengontrol Tentara Merah dan daerah-daerah
yang sudah dibebaskan. Penduduk yang di bawah komando Tentara Merah
meningkat dari dua juta menjadi 95 juta jiwa. Sama halnya dengan
pasukan merah jumlahnya meningkat dari 30.000 menjadi hampir satu juta
jiwa. Saat awal aliansi dengan Kuomintang, Partai Komunis China
memanfaatkan kesempatan untuk beroperasi di kota-kota, sehingga banyak
aktivis Partai Komunis China yang mendekam dalam penjara kemudian
dibebaskan.

D. Revolusi 1949
Setelah perang China dan Jepang berakhir pada tahun 1945 dengan
kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, pertengkaran antara Partai
Komunis China dengan Kuomintang kembali memanas. Setelah kekalahan
8

Jepang, pemerintah Republik China segera memberikan instruksi kepada


segenap jajarannya untuk mengambil alih kedudukan tentara Jepang di
seluruh pelosok wilayah China. Sementara Zhu Te, Panglima Angkatan
Bersenjata Partai Komunis China mengeluarkan perintah agar sebagian
Tentara Merah memasuki Manchuria dan menuntut pada pemerintah
China. Tujuan agar perlucutan senjata terhadap bekas tentara pendudukan
tentara Jepang di daerah yang dikuasai Partai komunis dilakukan unsur
Partai Komunis.

Ketika itu Tentara Merah menguasai daerah pedusunan yang amat


luas sehingga menimbulkan kekhawatiran pihak Pemerintah China. Maka
dari itu Pemerintah China meminta bantuan Amerika Serikat untuk
membantu menyelesaikan masalahnya di China. Presiden Truman
berusaha menghindarkan perang saudara di China dengan mengutus
Jenderal George Marshall untuk bertindak sebagai penengah bagi sengketa
antara Pemerintah Nasionalis dengan Partai Komunis China. Salah satu
rencana yang diatur adalah pelaksanaan peleburan tentara kedua belah
pihak menjadi satu nama Tentara Nasional. Namun sepeninggal Marshall
pertempuaran antara Pemerintah Nasionalis dengan Partai Komunis China
kembali terjadi dengan skala yang semakin luas. Upaya perdamaian
kembali dilakukan oleh Marshall tetapi upaya tersebut gagal.

Meski awalnya banyak mengalami kekalahan tetapi Tentara Merah


semakin dapat memperluas pengaruhnya di daerah pedesaan, melalui
politik land reform dari Partai Komunis China. Tanah-tanah milik tuan
tanah diambil dan menghadiahkan tanah-tanah garapan tersebut kepada
kaum tani penggarap. Tentara Merah yang menguasai wilayah China Utara
segera mengarahkan sasarannya ke sebelah selatan Sungai Yang Tze.
Selanjutnya mereka merebut Nanking yang merupakan ibu kota
pemerintah Nasionalis China. Akibatnya pemerintah Nasionalis China
terpaksa harus memindahkan ibu kotanya ke Kanton. Selanjutnya kota-
9

kota lain seperti Hangou, Shanghai dan Qingdao secara berturut-turut jatuh
ke tangan kaum komunis.

Setelah setengah dari wilayah China berada di tangan kaum


komunis maka Mao Zedong mulai mempersiapkan pembentukan suatu
Negara China sebagaimana dicita-citakan oleh Partai Komunis. Langkah
awal yang dilakukan adalah dengan membentuk Panitia Persiapan Majelis
Permusyawaratan Politik. Panitia ini berhasil memilih 21 orang untuk
menjabat sebagai Dewan Harian dengan Mao Zedong sebagai ketua dan
Chou Enlai sebagai wakil ketua.

Dengan strategi “desa mengepung kota”, Partai Komunis China


berhasil menyingkiran Kuomintang. Pada tanggal 1 Oktober 1949,
diproklamasikan berdirinya Republik Rakyat China (RRC) yang
beribukota di Beijing. Bendera Nasional RRC berwarna merah
melambangkan revolusi dengan empat bintang kecil-kecil berwarna
kuning di bagian pojok atas yang masing-masing melambangkan klas
buruh, klas tani, klas borjuis kecil, klas borjuis nasional, dan sebuah
bintang besar berwarna kuning yang dilingkari empat bintang kecil
tersebut di atas, yang melambangkan kepemimpinan Partai Komunis.
Pemimpin tertinggi tentara RRC berada di tangan Zhu De, sedangkan
jabatan Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri dipegang oleh
Chou Enlai

Gambar bendera Republik Rakyat China (RRC)


10

Sumber gambar :
https://depok.pikiran-rakyat.com/cek-fakta/pr-09389834/bendera-
tiongkok-dikabarkan-dikibarkan-di-indonesia-karena-utang-ri-menumpuk-
simak-faktany
Gambar Mao Ze dong yang merupakan presiden RRC

Sumber gambar :
https://www.merdeka.com/mao-zedong/profi
Tiongkok yang dikenal sebagai salah satu raksasa dunia yang merupakan
negara dengan melalui proses lama sebelum dikenal hingga saat ini. Negara ini
mengalami proses naik turun dalam menjalani kehidupannya sebagai suatu bangsa
dan negara. Hal ini bisa dilihat ketika pada zaman kuno yang masih berbentuk
dinasti-dinasti. Tiongkok merupakan salah satu bangsa yang mempunyai
peradaban tinggi, seperti didirikannya Tembok Raksasa Tiongkok. Munculnya
beberapa filsuf terkenal seperti Kung Fu Tzu dan Lao Tze, serta berbagai
penemuan yang diantaranya kertas, bubuk mesiu, kompas, dan mesin cetak. Meski
demikian, Tiongkok pada saat itu juga mengalami perpecahan dengan munculnya
Dinasti Yuan dan Dinasti Manchu yang merupakan bangsa asing’, yakni Mongol
yang bukan merupakan bangsa asli dari Tiongkok saat itu.
11

Hal penting bagi sejarah Tiongkok adalah pada tanggal 10 Oktober 1911
mereka melakukan revolusi yang menyebabkan Tiongkok memasuki babak baru
dalam kehidupan sebagai negara. Kemudian dilanjutkan dengan berdirinya
Republik Tiongkok pada 1 Januari 1912 yang menggantikan Dinasti Manchu
selama sekitar tiga abad lamanya dengan tokoh yang terkenal dan kemudian
menjadi Presiden Tiongkok pertama, yakni Sun Yat Sen. Tiongkok kembali
mengalami dinamika yang terjadi di dalam negaranya setelah Sun Yat Sen
meninggal dunia, yakni pertentangan antara Kaum Nasionalis yaitu Parta
Kuomintang dengan Kaum Komunis yaitu Partai Komunis Tiongkok atau biasa
disingkat PKT. Kaum Nasionalis diwakili oleh Chiang Kai Shek, sedangkan
Kaum Komunis diwakili oleh Mao Zedong. Pertentangan ini pada akhirnya
dimenangkan oleh Kaum Komunis pada 1 Oktober 1949, yang kemudian
dilanutkan dengan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (RRT), serta Mao
Zedong berperan sebagai kepala negaranya. Kaum Nasionalis sebagai pihak yang
kalah harus meninggalkan daratan Tiongkok dan melarikan diri ke Taiwan.

Mulai masa Mao Zedong inilah Tiongkok secara perlahan menjadi salah
satu raksasa dunia dengan beberapa kebijakan yang dilakukan oleh Mao Zedong,
seperti Gerakan Lompatan Jauh ke Depan pada 1958-1960; ikut serta dalam
Perang Korea tahun 1950 dengan memihak kepada Korea Utara yang
menunjukkan bahwa RRT dapat mengimbangi kekuatan militer Amerika Serikat
(AS); dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menjadi anggota tetap Dewan
Keamanan PBB sejak 1971 menggantikan posisi Taiwan yang sebelumnya diakui
sebagai sebuah negara yang mewakili Tiongkok. Sejak dikenal sebagai Republik
Rakyat Tiongkok, Tiongkok berbentuk dinasti-dinasti besar yang pernah
menjelajahi dunia seperti Zhou, Qin, Qing, Song, dan lain sebagainya. Dibalik
beragamnya dinasti tersebut, Tiongkok juga melahirkan pemikir-pemikir dunia
terbaik seperti Confucius.

China menganut ideologi komunisme, tetapi selain komunisme juga ada


beberapa ideologi yang terdapat di China seperti sosialisme, konfusianisme, dan
nasionalisme. China memiliki ibukota di Beijing yang terletak di daratan China.
12

Jika membahas tentang sejarahnya, peradaban China dimulai pada 221 sebelum
masehi dengan negara yang berbentuk dinasti. Dinasti yang pertama adalah
Dinasti Xia yang kemudian dilanjutkan dengan Dinasti Shang, Dinasti Zhou, dan
sederetan dinasti lain hingga dinasti terakhir dan dinasti yang berkuasa paling
lama yaitu Dinasti Qing. Pada tahun 1911, kekuasan Dinasti Qing digulingkan
oleh Revolusi Xinhai. Revolusi Xianhai yang sukses kemudian mendapat
sambutan dari banyak kalangan di Cina, seperti para pegawai muda, tentara, dan
pelajar. Sun Yat Sen pun diangkat sebagai presiden pertama Republik Cina pada
12 Maret 1912.

Pada tanggal 1 Oktober 1949, Mao Zedong memproklamirkan berdirinya


Republik Rakyat Cina (RRC) di Tiananmen. Setelah didirikannya RRC, Mao
Zedong menjabat sebagai Perdana Menteri. China termasuk negara yang
menganut sistem pemerintahan parlementer yang mana didalam negara tersebut
terdapat dua pemimpin yaitu Presiden dan Perdana Menteri namun yang boleh
berkuasa hanyalah Perdana Menteri. Presiden hanya dianggap sebagai sebuah
simbol dan hanya boleh menjalankan tugas kenegaraan seperti menerima duta
besar, menerima surat-surat resmi, dan lain-lain. Pada masa kepemimpinan
Perdana Menteri Mao Zedong, negara yang sering dijuluki negara Tirai Bambu ini
berusaha untuk terus meningkatkan perekonomian negaranya karena pada masa
itu, China dinilai belum berada diekonomi yang bagus.

2.2 Great Leap Forward (Lompatan Jauh ke Depan)

Great Leap Forward / Lompatan Jauh ke Depan (dayuejin) dalam bahasa China
merupakan sebuah kebijaksanaan baru dari Mao Ze Dong. Latar belakang dari
kebijaksanaan ini adalah rencana Nikita Khruschev (pengganti Stalin) yang ingin
menjalankan suatu program yang disebut sebagai ‘mengejar negara barat’ demi
meningkatkan perekonomian Soviet yang tertinggal oleh negara Barat.
Kebijaksanaan ini dapat dipandang sebagai sebuah pengimbang bagi rencana
Soviet dimana China akan diubah dari negara agraris menjadi negara industri.
13

Dalam pidato pada Februari 1957 berjudul Penyelesaian Konflik Antar


Rakyat yang Benar, Mao menyatakan bahwa perjuangan kelas antara proletar dan
borjuis, antara kekuatan politik yang berbeda, seperti dalam ideologi belum
berakhir bahkan akan terus berlanjut. Untuk waktu yang lama dengan banyaknya
kesulitan. Bahkan pada tahap sosialisme ini, masih akan ada kontradiksi antara
keyakinan revolusioner sejati dan kecenderungan perjuangan birokrasi, elitisme,
revisionisme, dan pemulihan kapitalisme.

Menurut Mao, kontradiksi dan dialektika adalah bagian dari kehidupan,


sehingga ia selalu menggunakan kerangka untuk menganalisis kontradiksi antara
keyakinan revolusioner sejati dan tendensi birokrasi, elitisme, revisionisme
kapitalisme, dan kebangkitan kapitalisme. Menurutnya, dalam masyarakat
manapun, termasuk masyarakat komunis, kontradiksi antara kekuatan produksi
dan hubungan produksi selalu ada. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal itu, perlu
dilakukan revolusi kualitatif secara teratur dalam relasi-relasi produksi melalui
proses unifikasi – kritik – unifikasi.

Mao percaya bahwa mencapai tahap sosialisme dan komunisme


seharusnya tidak bergantung pada perkembangan kekuatan produktif sebelumnya.
Sekalipun cara produksi sosialis telah diwujudkan dan kekayaan telah diratakan,
ini tidak berarti bahwa hubungan sosialis secara otomatis akan terwujud. Menurut
Mao – yang telah menyimpang dari pandangan Stalinis bahwa begitu sosialisasi
produksi tercapai, perjuangan kelas akan berakhir dengan kemenangan proletariat
– masih diperlukan revolusi perjuangan kelas yang konstan, karena
konsistensinya. Mao menekankan refleksinya pada hati nurani manusia, moralitas
manusia, dan kreativitas revolusioner massa.

Dia percaya pada idealisme seorang gerilyawan yang dapat menyelesaikan


segalanya, tetapi tidak seorang ahli yang berfokus pada satu keterampilan. Ja juga
percaya pada egalitarianisme dan kebutuhan pekerja untuk memiliki hak atas
situasi kerja mereka. Dia percaya bahwa transisi ke masyarakat sosialis bukanlah
proses yang berurutan, tetapi proses yang simultan: pengembangan satu aspek
produksi tidak boleh mengkompromikan yang lain.
14

Mao ingin menyederhanakan sistem administrasi dengan melibatkan kerja


sama antara kader partai dan massa revolusioner lintas garis massa, seperti yang
dialami Yenan. Keyakinannya akan pentingnya memperbaiki hubungan sosial
produksi semakin tumbuh, dan ia merasa sudah waktunya bagi Republik Rakyat
Tiongkok untuk melangkah ke tahap berikutnya, yaitu komunisme. Maka, pada
akhir tahun 1957, ia memprakarsai Lompatan Jauh ke Depan (Do Yurjin). Selain
rencana pembangunan sosial dan ekonomi yang kompetitif, kebijakan tersebut
bertujuan untuk mengatur kembali organisasi sosial sehubungan dengan
desentralisasi, partisipasi dan demobilisasi massa yang kreatif, dan pemikiran
transformasi politik.

Mao melihat bahwa perkembangan Uni Soviet mengarah pada


pembentukan masyarakat yang secara teknis struktural, yang kemudian
memunculkan kelas-kelas baru dan dikembangkan oleh birokrasi di dalam
pemerintahan dan partai-partai, organisasi militer profesional, organisasi ekonomi,
dll. Menurut Zao, peniruan perkembangan Soviet ini akan membawa RRT ke jalur
revisionisme ideologis. Sementara itu, gerakan ini membuat langkah maju yang
besar, menghindari jalur Uni Soviet, menuju masyarakat yang benar-benar
komunis. Dengan dorongan ini, China menunggu momentum yang tepat, tidak
seperti Uni Soviet, yang lebih suka menjauh darinya sampai Lompatan Jauh ke
Depan didorong dengan tujuannya.

Gerakan Lompatan Jauh ke Depan ini memiliki beberapa target utama


seperti mengejar produksi industri berat Inggris perkapita dalam tempo 15 tahun
saja hingga pada tercapai pada tahun 1972, lalu RRC juga ingin mendahului
Soviet yang lebih berpengalaman dalam pembangunan sosialis berencana dan
lebih memiliki modal, ilmu dan teknologi dalam mewujudkan masyarakat yang
komunis melalui pengendalan utama semangat Maoisme dan faktor tenaga kerja
yang besar. Serta menyamai produksi besi baja Amerika Serikat dalam tempo
delapan tahun.

Selama Lompatan Jauh ke Depan, pemerintah memprakarsai pembentukan


komune rakyat (Renmin Gongshe) di pedesaan. Intinya, Komune Rakyat
15

dirancang sebagai mekanisme transisi dari sosialisme ke komunisme. Semua


kegiatan ekonomi, politik, budaya dan militer dilakukan oleh Komune Rakyat,
sehingga perbedaan antara kelompok fungsional yang berbeda dapat dihilangkan.

Secara teori, Komune Rakyat adalah entitas komersial yang berdiri sendiri
(mandiri) yang dapat memenuhi semua kebutuhan konsumsi, produksi dan
investasi masyarakat. Apabila fungsi-fungsi tersebut dapat dijalankan, hasil
industri tidak perlu digunakan untuk mengembangkan sektor pertanian, tetapi
dapat diinvestasikan kembali pada industri untuk mengembangkan industri
tersebut. Dengan demikian, dua bidang pembangunan dapat berkembang secara
bersamaan. Pelaksanaan Lompatan Jauh ke Depan ditandai dengan hal-hal sebagai
berikut:

a. Buruh dikerahkan secara besar-besaran, disertai kontrol partai yang


ketat, sehingga lebih dekat dengan kategori mobilisasi massa
daripada partisipasi massa, untuk mengerjakan proyek-proyek
pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah.
b. Peran insentif material meminimalkan, sementara kebutuhan dasar
masyarakat ditekan dengan keras, termasuk pembagian makanan
gratis di komune.
c. Jenis usaha swasta besar dan menengah, sisa-sisa usaha kecil sudah
dihentikan, tidak terkecuali daerah pedesaan. Karena alasan ini,
sejak Lompatan Jauh ke Depan, tidak ada satu pun bentuk
kepemilikan.
d. Pengarahan politik selalu lebih dipentingkan dari pertimbangan
teknis dan manajemen yang sehat.
e. Sasaran produksi yang irasional di sektor pertanian dan industri
diupayakan untuk dikejar. Pemerintah mengabaikan sejauh mana
Republik Rakyat Tiongkok, sebagai negara yang sudah lama tidak
berdiri, memiliki kekuatan ekonomi baru yang berkembang.
Kemudian, pelaksanaan Gerakan Lompatan Jauh ke Muka (1958 - 1960)
diwarnai oleh banyaknya petani yang mengeluh karena merasa dipaksa bergabung
16

ke dalam komune-komune. Di dalam kehidupan komune itu sendiri, para petani


menghadapi keruntuhan hidup rumah tangganya. Hal itu diakibatkan oleh
tindakan destruktif yang dilakukan oleh agen-agen pemerintah terhadap eksistensi
keluarga, seperti pemisahan para petani dari keluarganya. Sedangkan pelayanan
kesejahteraan sosial yang diterima para petani, kurang memadai, antara lain
mereka ditempatkan dalam barak-barak, jam kerja kadang-kadang melebihi 8 jam,
upah yang dibayarkan hanya sebagian kecil dalam bentuk uang, sementara
pemilikan pribadi rumah, kebun untuk menanam sayur, dan hewan peliharaan,
tidak diijinkan. Pada akhirnya Gerakan Lompatan Jauh ke Muka secara konkret
memperlihatkan hasil yang bertolak-belakang dengan apa yang diharapkan Mao.
Karena, bagaimana dapat terwujud dalam kondisi kesejahteraan sosial yang
kurang memadai, rakyat bisa menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi.
Lalu, bagaimana dapat dalam keadaan perekonomian negara yang baru tumbuh.

2.3 Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi Cina di bawah Mao Ze Dong

Mao Zedong lahir di Shaosan, Hunan, Cina tepatnya pada tanggal 26


Desember 1893. Pada kalender Cina dikatakan bahwa tahun kelahiran Mao
dinamakan tahun ular. Dipercayai, bahwa orang yang lahir pada tahun ular akan
memiliki sifat cerdik, lincah, fleksibel, dan dapat bertahan hidup selayaknya ular.
Ayahnya bernama Yi-chang memiliki sifat keras lahir pada tahun 1870 dan ibunya
adalah seseorang yang berasal dari keluarga Wen. Mao Zedong menempuh
jenjang Pendidikan Sekolah Dasar di Shaosan tepatnya pada tahun 1901-1906.
Sekolah Dasar di Shaosan pada tahun 1906. Lantas melanjutkan di Changsa tahun
1913-1918. Ia merupakan bagian dari lulusan Perguruan Tinggi di Beijing. Mao
lahir dalam keluarga petani miskin, hal ini menyebabkan Mao diharuskan untuk
ikut bekerja keras dan hidup prihatin sedari kecil. Karena kerja keras keluarga
Mao kehidupan ekonomi keluarganya semakin baik.

Pada usianya yang ke 14 tahun, Mao Zedong menikah dengan gadis yang
memiliki marga Luo. Selanjutnya, di tahun 1920 Mao Zedong menikah dengan
Yang Kai-Hui yang menjadi istri keduanya. Pada tahun 1928 Mao Zedong
menikah kembali dengan He Zizhen dan menjadikannya istri keduanya. Pada
17

tahun 1939 Mao Zedong menikah dengan Jiang Qing yang merupakan istri
keempatnya.

Mao Zedong turut serta dalam revolusi tahun 1911 untuk meruntuhkam
Dinasti Qing. Pada tahun 1919 ikut serta dalam Gerakan Empat Mei 1919.
Menjadi pimpinan Long March di tahun 1934-1935 dari Jiangxi. Di tahun 1935
menjadi ketua Partai Komunis. Sedangkan pada tahun 1949 Mao Zedong
mendirikan Republik Rakyat Cina dan Mao Zedong menerapkan kebijakan yang
sangat berpengaruh bagi rakyat Cina. Mao Zedong kemudian meninggal pada
tanggal 9 September 1976 pada usia 82 tahun di Beijing.

Mao Zedong merupakan seorang wakil kaum progresif di Cina sekaligus


garda terdepannya yang memiliki banyak kemampuan. Mao juga dikenal sebagai
seorang revolusioner, filsuf, dan sastrawan. Berbagai karyanya tersebar kedalam
beberapa bidang, seperti dalam bidang sastra-puisi, keahlian strategi perang,
sampai pada permasalahan ekonomi yang rumit. Dapat dikatakan bahwa Mao
dapat beralih dari satu bidang ke bidang lain.

Mao memiliki kharisma yang dapat menarik massanya dan kemudian


dikenal dengan julukan image marker. Sebagai seorang pemimpin, Mao sudah
diharuskan pandai dan menguasai di banyak bidang. Terutama pada masa silam,
pemimpin banyak yang memiliki kepandaian dalam bidang sastra. Pada masa
mudanya, Mao adalah pembaca yang aktif. Ia sering membaca kabar-kabar
terbaru tentang kondisi mengenai negaranya. Pada saat Cina mengalami
kekacauan, Mao sering membaca surat kabar tentang kegiatan-kegiatan Sun Yat-
sen dan tokoh-tokoh revolusi lainnya. Mao juga turut berpartisipasi dengan ikut
membantu menempelkan poster-poster di dinding serta bergabung dengan
pasukan revolusioner ketika terjadi sebuah pemberontakan local di Changsa,
ibukota provinsi Hubei.

Pada tahun 1913 ketika usia Mao menginjak 19 tahun, ia diterima di


Sekolah Guru Hunan. Sedangkan pada tahun 1918 Mao berhasil menyelesaikan
pendidikannya. Setelah berhasil menyelesaikan pendidikannya, Mao memutuskan
18

untuk pindah ke ibukota negaranya, Beijing. Di Beijing, Mao sering berjumpa


dengan orang-orang yang berhaluan marxis dan bergabung dengan Kelompok
Studi Marxis yang diorganisasi oleh Li Dazhou.

Sebagai seorang pemuda, Mao perlahan semakin berhaluan kiri dalam


pemikiran politiknya dan pada tahun 1920, dia memantapkan diri sebagai bagian
dari Marxis. Di tahun 1921, Mao menjadi salah satu dari dua belas pendiri utama
Partai Komunis Cina (PKC).

1. Sosial dan Budaya


Agama merupakan sebuah faktor penting dalam setiap sendi
kehidupan manusia, karena agama merupakan sebuah petunjuk jalan bagi
manusia guna mendapatkan ketenangan baik di dunia maupun di akhirat
kelak. Demikian juga yang terjadi di Cina, agama merupakan suatu hal
yang sakral, ajaran Konfusianisme yang pada mulanya merupakan suatu
filsafat moral dalam perkembangannya juga dianggap sebagai ajaran
agama, bahkan pada beberapa dinasti yang berkuasa di Cina,
Konfusianisme dijadikan sebagai agama resmi negara.

Selain ajaran Konfusianisme, di Cina juga berkembang agama-


agama lain yang masing-masing memiliki kedudukan. Beberapa agama
yang berkembang di Cina antara lain terdapat Taoisme, Budhisme, juga
aliran agama Katolik yaitu Nestorianisme yang dibawa oleh pedagang
Eropa ke wilayah Cina untuk disebarluaskan. Nestorianisme juga
berkembang pada masa kekuasaan Kekaisaran Mongol tepatnya pada abad
ke-13 sampai 14 M. Pada masa pemerintahan Dinasti Ming dan Ching
agama asing semakin berkembang, ketika banyak orang Eropa yang
berdatangan ke Cina untuk berdagang sekaligus menyebarkan agama
Kristen Katolik dan juga Protestan. Penyebarluasan agama Kristen Katolik
dan Protestan ditempuh dengan cara menyelenggarakan Pendidikan bagi
orang-orang Eropa yang tinggal di Cina serta bagi orang-orang Cina yang
tertarik terhadap agama tersebut.
19

Sejak komunis berkuasa pada tahun 1949 dan terutama sejak


dilangsungkannya Revolusi Kebudayaan pada tahun 1976, lebih dari
separo penduduknya (59%) menjadi atheis atau tidak percaya Tuhan.
Sekitar 33% penduduknya percaya pada kepercayaan tradisi atau
gabungan Taoisme dan Budhisme. Penganut terbesar agama di negara ini
adalah Budha Mahayana yang berjumlah 100 juta orang. Di samping itu
Budha Teravada dan Budhisme Tibet juga diamalkan oleh golongan
minoritas etnis di perbatasan barat laut Negara ini. Selain itu diperkirakan
terdapat 18 juta penduduk Muslim (Islam Suni) dan 14 juta jiwa penganut
Kristen yang terdiri dari 4 juta penganut Kristen Katolik dan 10 juta
penganut Kristen Protestan.

2. Politik
Sejak berdirinya Republik Rakyat Cina terbentuk dua lembaga
induk politik yaitu, negara Republik Rakyat Cina dan Partai Komunis
Cina. Sistem pemerintahan yang dilaksanakan adalah Dikttor Demokrasi
Rakyat dan Demokrasi Sentralisme. Melakukan kampanye seratus bunga
dan gerakan Anti Kanan.

Pada tahun 1956 Mao mengumumkan kebijakan Seratus Bunga


Berkembang, yang diambil dari ungkapan “biarkan seratus bunga mekar
dan seratus aliran bersaing suara” yang secara teori berarti kebebasan yang
lebih besar dalam bidang seni, sastra, dan riset ilmiah. Partai ingin
mendata dukungan dari rakyat Cina yang terpelajar yang dibutuhkan oleh
negara dan mengajak para intelektual untuk mengemukakan pendapatnya
terhadap perkembangan politik, ekonomi, dan sosial di China pada saat
itu. Sebenarnya kebijakan ini muncul karena kekhawatiran Mao dengan
situasi yang terjadi di Hongaria. Pada tahun 1956 sekelompok intelektual
Hongaria membentuk Lingkaran Petofi (Petofi Circle) yang memberikan
kritik kepada pemerintahan Hongaria. Mereka juga aktif berpartisipasi di
berbagai forum dan perdebatan. Kelompok ini mencetuskan gerakan
20

revolusi nasional Hongaria, tetapi akhirnya berhasil ditumpas oleh tentara


Soviet.

Di bawah kebijakan seratus bunga selama kira-kira satu tahun


seluruh negeri menikmati keadaan yang relatif tenang. Pada tahun 1957
partai memerintahkan kepada kaum intelektual untuk memberikan kritik
kepada para pejabat pemerintah dari tingkat yang paling rendah sampai ke
tingkat yang paling tinggi.

3. Ekonomi
Republic Rakyat China atau biasa dikenal dengan istilah RRC
dalam pelaksanaan pembangunannya melakukan penerapan ekstrem jalan
sosialis, RRC merupakan sebuah penerapan sebuah eksperimen
pembangunan sosialis yang terbesar di lingkungan Dunia Ketiga. Dalam
pelaksanaan pembangunan tersebut paling sedikit perlu mengorbankan
satu generasi, meski demikian meskipun pada masa pemerintahan Mao
Zedong mampu menekan laju inflasi namun tidak boleh diabaikan bahwa
pembangunan yang dilakukannya terdapat unsur pemaksaan dan
pengekangan.

Ketika Mao Zedong memplokamirkan negara Republik Rakyat


China pada tanggal 1 Oktober 1939, perekonomian China berada dalam
keadaan yang buruk. Perang terjadi antara China-Jepang dan perang
saudara menimbulkan inflasi mencapai angka 85.000%. oleh karena itu
selama beberapa tahun pertama kaum komunis memberikan perhatian
terhadap perbaikan pabrik-pabrik, produksi, dan juga fasilitas-fasilitas
transportasi serta mengendalikan inflasi dan pengeluaran pemerintah.

Setelah komunis berkuasa pada tahun 1949, maka diadakan


kebijakan ekonomi nasional yang berdasarkan pada pembaruan agrarian.
Gurley (John G. Gurley, 1976:30) mengkategorikan kebijakan ekonomi
nasional menjadi 1. Masa landreform tahun 1949-1952, 2. Masa
kolektivisasi-komunikasi tahun 1955-1959, 3. Pembentukan modal (capital
21

formation) untuk pertanian di tahun 1960-1972, serta 4. Adanya perubahan


gradual dari nilai tukar (terms of trade) diantara pertanian dan industry
bagi kepentingan sektor pertanian dan juga kaum tani. Di akhir tahun
1952, pembangunan Kembali sektor pertanian telah mengalami
keberhasilan, dengan tingkat-tingkat produksi yang umumnya bisa
diperbaiki sehingga mencapai pada tingkat produksi sebelum perang.

Pada tahun 1949 mengeluarkan mata uang Renminpiao dan


pelarangan mata uang asing. Pada tahun 1950an terjadi Reformasi Agraria
(Land Reform), yaitu untuk menghapuskan tuan tanah dan membagi tanah
secara merata kepada petani. Pada tahun 1951 dilakukan kampanye
gerakan Tiga Anti untuk memumpas penggelapan, pemborosan dan
Birokratisme. Kampanye gerakan Lima Anti dilakukan pada tahun 1952
untuk menumpas kejahatan penyuapan, tidak membayar pajak, mencuri
uang negara, menipu kontrak dengan pemerintah, serta mencuri informasi
ekonomi negara. Pada tahun 1950 ditetapkan kebijakan Sentralisasi Pajak
yaitu pajak pertanian, pajak komoditi, dan berbagai pajak industri serta
komersial wajib diserahkan kepada pemerintah pusat.

Program Rencana Pembangunan Lima Tahun I (Repelita I) tahun


1953- 1957 merupakan kebijakan untuk mengembangkan industri di Cina.
Tujuannya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dengan
penekanan pada sektor industri dengan menitik beratkan pada modal.
Nasionalisasi Perusahaan merupakan kebiiakan yang ditetapkan pada
tahun 1955 yaitu semua industri dan perdagangan milik swasta harus
dinasionalisasikan. Pada tahun 1958 Pada tahun dibentuk komune Rakyat
(renmin gongshe), yang merupakan suatu wadah kolektivitas produksi
pertanian skala besar. Seluruh daerah di Cina dikelompokkan menjadi unit
baru yang masing-masing terdiri atas 2000-20.000 rumah tangga. Pada
tahun 1958 dikeluarkan kebijakan baru yang dikenal sebagai Lompatan
Besar ke Depan (Great Leap Forward). Kebijakan ini merupakan rencana
untuk meningkatkan produksi Cina atas baja, batu bara dan listrik.
22

1) Masa Lanreform (tahun 1949-1952)

Model pembangunan yang diusung oleh Mao Zedong berdasarkan


pada mitos revolusi negara-negara berkembang dengan memperlihatkan
konteks sejarah dan budaya tersendiri. Meskipun diperlihatkan dari luar
terlihat kompak dan juga stabil namun sesungguhnya model pembangunan
tersebut mengandung pergolakan-pergolakan yang dahsyat dan juga
kejam. Perjalanan RRC dalam sejarah diwarnai dengan kontradiksi-
kontradiksi internal yang berkepanjangan, sehingga jalan alternatif untuk
mewujudkan pembebasan nasional melalui sebuah aksi revolusioner ini,
yang mana aksi tersebut disebut dengan model pembangunan nasionalis
revolusioner.

Dalam kebijaksanaan pembangunan yang diusung oleh Mao


Zedong sangat mencerminkan mengenai pemikiran sosialismenya. Salah
satu karakteristik yang dipancarkan dalam pemikiran sosialisme oleh Mao
Zedong adalah menempatkan pembangunan sector pertanian pada tingkat
teratas. Pemikiran sosialisme Mao Zedong menekankan bahwa
masyarakat sosialis yang modern seharusnya dicapai melalui transformasi
yang terjadi di daerah pedesaan.

Mao Zedong juga berpendapat bahwa hasil dari pembangunan


sector pertanian di daerah pedesaan tidak boleh digunakan untuk
mensuplai pembangunan industry di perkotaan. Kapital dari sector
pertanian harus tetap berada di tangan penduduk desa, kapital tersebut
dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan gizi, Kesehatan, pelayanan
social dan Pendidikan petani, dan juga upaya menyediakan dana investasi
untuk industry pedesaan atau untuk membantu industry perkotaan yang
menunjang pembangunan sektor pertanian.

Pembangunan yang berbasing dalam sektor pertanian memang


membutuhkan kesabaran yang tinggi dan sikap prihatin. Meskipun sudah
berada pada kolektivitas pertanian, produksi yang dilakukan bisa tidak
23

sampai pada tahapan yang diharapkan. Hal yang menjadi hambatan pokok
adalah terdapat adanya perbedaan nilai tukar komoditi pertanian dengan
komoditi industri. Adanya perbedaan nilai tukar sebenarnya sudah bukan
menjadi hal baru yang menjadi beban pemikiran ekonom pembangunan di
masa sekarang namun telah menjadi beban pemikiran Mao Zedong pada
masa itu. Selain adanya beban pajak yang dirasa terlalu berat oleh petani,
perbedaan nilai tukar pada dua komoditi mungkin juga disebabkan oleh
manipulasi mekanisme harga.

Pada analisis yang diutarakan oleh Mao Zedong, nilai tukar antara
komiditi pertanian dan komoditi industry seharusnya mengikuti arah garis
yang menuju pada pengurangan perbedaan upah buruh dan industry.
Untuk menciptakan kondisi tersebut, harga komoditi industry dijaga untuk
tetap stabil, sekurang-kurangnya terdapat kenaikan yang wajar (sedikit).
Pada lain pihak factor pada penjualan diusahakan semakin besar,
sedangkan pendapatan yang didapatkan oleh petani dupayakan meningkat
secara kesinambungan. Maka dari itu sektor pertanian tidak boleh
diabdikan pada sektor industry. Pada pertimbangan Mao terdapat prinsip
bahwa “dahulukan sektor pertanian” merupakan suatu prinsip yang lebih
baik, terutama pada pengembangan sistem usaha tani dalam skala yang
besar. Proses pelaksaan dilakukan secara radikal dengan tempo singkat,
melalui dua jenjang mekanisme.

Pada tahap mekanisme pertama, yang merupakan tahap terendah


dilakukan dulu pengambilan tanah-tanah pribadi milik setiap petani untuk
pembentukan koperasi-koperasi rakyat, mulai dari Huzhuzu (kelompok-
kelompok kerja kecil), Nongye Shenchan Hezuoslie (koperasi produsen
pertanian), dan Gaoji (koperasi produsen pertanian yang lebih maju). Pada
tahap terendah ini, hak-hak yang dimiliki perorangan masih ada, namun
pemilihan alat-alat produksi masih berada dalam tahap yang belum pernah
benar. Sedangkan pada tahap kedua, yaitu adalah tahap tertinggi, hak-hak
yang dimiliki oleh perorangan sudah tidak ada lagi, termasuk tanah-tanah
24

pertanian pribadi hal ini disebabkan karena adanya komune-komune


rakyat, pada komune-komune rakyat tersebut tersusun struktur
organisasinya hal ini terdiri dari Tim Produksi, Brigade Produksi, dan
Komune (penguasaan kolektif atas alat-alat produksi berlaku untuk
keseluruhan).

Struktur masyarakat China dalam periode rekonstruksi dan


konsolidasi terdapat sistem hubungan produksi feodalis dan kapitalis yaitu
formasi social yang terdiri atas beberapa cara produksi maka dari itu Mao
Zedong melakukan pembaharuan sistem pemilikan tanah (landreform).
Menurut pemikiran yang dikeluarkan oleh Mao menganggap bahwa upaya
menghilangkan hubungan produksi feodalisme dan kapitalisme warisan
struktur lama dengan menggunakan kebijakan landreform sangat perlu.
Kehijakan ini bertujuan agar menghilangkan atau melenyapkan hubungan
social yang terdiri atas kelas-kelas yang mengalami eksploitasi. Kebijakan
tersebut juga dianggap dapat digunakan untuk membangun hubungan
produksi yang egalitennis dan meletakkan dasar pola pertanian kolektif.

Kebijakan yang dilakukan oleh Mao Zedong ini kemudian


diperkenalkan kepada rakyat RRC melalui beberapa kampanye dengan
berbentuk Gerakan massa. Kampanye Gerakan Landreform diumumkan
kepada rakyat sebagai sebuah kebijakan untuk mendistribusikan kembali
pemilikan tanah pada petani-petani miskin dan juga menghancurkan
lapisan tuan-tuan tanah. Hal tersebut juga yang mengarahkan petugas
agigator dibentuk dan dikirimkan segera oleh partai ke tiap desa sampai
kepada daerah-daerah terpencil. Mereka muncul pada desa-desa dengan
membawa tugas menggolongkan penduduk apakah mereka termasuk
kedalam proletar sejati ataukah termasuk kedalam golongan tuan
tunah/petani kaya. Menurut perhitungan yang dapat dipercaya bahwa
selama dua tahun Gerakan Landreform berlansung, tercatat sejumlah dua
juta orang yang dihukum mati.
25

Kampanye berikutnya pada pemerintahan Mao Zedong, yaitu


menciptakan struktur masyarakat yang merata adalah dengan Gerakan
menindas kaum kontra-revolusioner. Kampanye ini diadakan pada 1951
dan diarahkan kepada para petani yang dicurigai sebagai unsur borjuis dan
pengikut lama Partai Kuomintang. Dalam hal ini cara-cara penyelesaian
yang digunakan seperti pada Gerakan Landreform dipergunakan Kembali.
Contohnya, pengadaan “rapat perjuangan” dan “regu perjuangan” yang
para anggotanya terdiri dari petugas-petugas agitator partai yang
mengatasnamakan rakyat banyak.

Pemerintah melakukan redistribusi kekayaan dan pendapatan dari


kaum kaya ke kaum miskin dan menghapuskan kelas penguasa
sebelumnya. Dengan melaksanakan redistribusi aset-aset pedesaan, land
reform yang dijalankan di China sebenarnya bukan hanya telah
mematahkan dominasi kelas tuan tanah dan mengalihkan kekuasaan pada
petani miskin dan menengah saja, tetapi dengan sendirinya telah
meningkatkan tingkat konsumsi dari kebanyakan petani dan meningkatkan
tabungan desa yang layak bagi investasi.

Kebijakan landreform di China berlandaskan pada peraturan 28


Juni 1950 mengenai hukum penertiban tanah. Pada saat itu penduduk
China dibagi menjadi tuan tanah (pemilik banyak tanah tetapi tidak
menggarapnya sendiri), petani kaya (pemilik tanah/ lintah darat), petani
menengah (pemilik tanah yang menggarapnya sendiri), dan petani miskin.
Pembaruan agraria di Cina merupakan proses yang unik, karena dilakukan
melalui upaya trial and error dan tidak mencontoh model pembaruan
agraria di negara lain. Dalam hal ini strategi pembaruan agraria Cina
terdiri dari beberapa langkah berikut ini:

• Menghancurkan struktur kelas tuan tanah-birokrat dan redistribusi


tanah dan aset-aset lain, pendapatan, dan kekuasaan kaum tani dan kaum
buruh.
26

• Mendirikan hubungan social produksi sosialis sesegera mungkin,


serta juga menggunakan partai untuk mendidik kaum tani dan kaum buruh
mengenai cita-cita dan nilai-nilai sosialis, yaitu dengan menasionalisasikan
industry dan mengembangkan koperasi di pedesaab tanpa harus menunggu
adanya mekanisme pertanian. Ini berarti menciptakan superstruktur
sosialis.

• Membangun mekanisme perencanaan penuh sebagai pengganti dari


alokasi sumber daya yang ditentukan oleh harga pasar dan distribusi
pendapatan, serta secara penuh masuk ke industrialisasi, tetapi dengan
menekankan industry yang mempunyai keterkaitan lansung dengan
pertanian.

• Mencapai tingkat pembentukan modal (Capital formation) yang


tinggi dengan mendorong tabungan di semua tingkat dan menggunakan
tabungan tersebut pada tiap tingkatan guna melakukan investasi secara
swadaya (self financed investment). Demikian pula mendorong daerah
pedesaan khususnya untuk memenuhi kebutuhan barangbarang modal
dengan menciptakan industri-industri skala kecil dan dari masyarakat
sendiri. Di tingkat politik yang lebih tinggi, membiayai dan mengelola
barang-barang modal yang hanya dapat diproduksi secara skala besar dan
dengan metode yang modern.

• Mengembangkan dan menyalurkan kreativitas dan energi manusia


lewat penyebaran nilai-nilai sosialis (“melayani rakyat”, tidak
mementingkan diri sendiri, insentif secara kolektif) dalam mengatasi nilai-
nilai borjuis (individualisme, serakah, materialisme) dengan cara
menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan secara meluas,
penetapan tujuan-tujuan yang mulia guna menginspirasikan orang untuk
bekerja lebih giat, serta dengan mendorong pengambilan keputusan di
tingkat dasar pada tingkatan rakyat yang paling bawah.
27

• Menjalankan revolusi yang berlanjut di semua tingkatan


masyarakat serta mempertahankan kediktatoran kaum proletar.

Masa landreform juga digunakan Mao untuk mendoktrin para


kadernya yang belum sepaham, termasuk juga para kader dan simpatisan
dari parti nasionalis. Pada masa itu partai komunis China berhasil
merekrut massa sekitar 160 juta penduduk China, dan mayoritas dari
simpatisan itu adalah dari kalangan petani yang pada masa pemerintahan
nasionalis dianggap sebagai pihak yang paling dirugikan.

2) Gerakan Tiga Anti dan Lima Anti

Kampanye yang diselenggarakan untuk menekan kaum kontra


revolusioner juga diberlakukan untuk menumpaskan semua kejahatan non
politik seperti perbanditan, pembunuhan, perampokan, perjudian,
perdagangan narkoba, dan juga pelacuran. Di samping itu rezim komunis
juga turut mengontrol ketat atas harta negara. Sedangkan pada akhir 1951
dilaksanakan kampanye atau Gerakan tiga anti.

Gerakan Tiga Anti (San Fan) yaitu pencurian, pemborosan, dan


birokratisme. Sanfan adalah kampanye untuk melawan korupsi dan
inefiensi birokrasi. Gerakan ini terutama ditunjukkan kepada kader-kader
kota yang melakukan korupsi, terlebih lagi yang juga berkecimpung di
departemen keuangan dan ekonomi. Tujuannya adalah untuk menakut-
nakuti siapa saja yang memiliki akses ke pemerintah agar tidak korup.
Pertemuan massa warga negara yang mengkritik pejabat korup atau juga
menindas merupakan Teknik khas politik Maois. Hasilnya kurang dari 5%
pejabat administrasi dikenai hukuman formal, ada yang dipenjara, tetapi
kebanyakan hanya diberhentikan atau diturunkan jabatannya.

Pada bulan Januari 1952 diberlakukan adanya Gerakan Lima Anti


(wu fan) yang ditunjukkan kepada golongan masyarakat yang lebih luas
terutama kaum kapitalis, pengusaha-pengusaha swasta yang propertinya
belum disita untuk memaksa mereka mengeluarkan uang dalam jumlah
28

besar dan menakuti mereka atas tuduhan suap dan menghindari pajak.
Gerakan Lima Anti ini bertujuan untuk menumpas lima macam kejahatan
yaitu suap menyuap, tidak membayar pajak, pencurian uang Negara,
menipu kontrak dengan pemerintah, dan juga mencuri informasi milik
negara. Ideologi dibalik adanya kampanye ini adalah untuk mengikis habis
golongan kontra revolusi dan untuk mengkonsolidasikan kekuasaan
komunis di kota-kota. Gerakan ini merupakan tanda awal dari akhir era
demokrasi baru. Pada awal 1953 administrasi sipil, ekonomi, dan
Lembaga-lembaga Pendidikan di perkotaan China dengan tegas berada di
bawah control partai dan diarahkan secara terpusat. Rezim baru otoriter
dan represif tetapi kota-kota diatur secara jujur dan efisien untuk pertama
kalinya dalam sejarah.

3) Sentralisasi Pajak

Pada tahun 1950 pemerintah menetapkan bahwa pajak pertanian,


pajak komditi dan berbagai macam pajak industry dan komersial harus
diserahkan kepada pusat. Maka demikian pemerintah daerah tidak lagi
diberikan kekuasaan untuk mengeluarkan pendapatan yang diperoleh dari
pajak. Sedangkan sejak 1928 Pemerintah Nasionalis memang tidak dapat
mengendalikan pemerintah daerah dalam penarikan pajak. Sejak adanya
usaha sentralisasi pajak pendapatan pemerintah mengalami peningkatan
yang berarti dari 6,5 milyar yuan pada tahun 1950 menjadi 13,3 milyar
pada tahun 1951. Mobilisasi sumber daya keuangan ini amat vital untuk
pembiayaan baik militer maupun pada birokrasi.

2.4 Revolusi Budaya

Revolusi kebudayaan terjadi kala Partai Komunis China yang dipimpin


oleh Mao Zedong berhasil memenangkan perang saudara melawan Partai
Nasionalis Kuomintang yang dipimpin Chiang Kai Sek. Revolusi ini juga tidak
terlepas dari pengaruh Marxisme yang berkembang di daratan Tiongkok.
Perkembangan Marxisme di China sendiri ini berawal dari suatu kelompok studi
29

di Universitas Nasional Beijing (Beida) yang beranggotakan mahasiswa termasuk


Mao Zedong yang saat itu menjadi pustakawan. Seiring berjalannya waktu
Kelompok studi tersebut membentuk sebuah Partai Komunis China yang berdiri
pada tanggal 1 Juli 1921.

Tiongkok sebelumnya mengalami beberapa revolusi dalam timeline


politiknya. Revolusi 1911 mengawali revolusi yang terjadi di daratan Tiongkok.
Revolusi 1911 ini disebabkan oleh Ketidakpuasan bangsa China terhadap
pemerintahan Dinasti Qing terus memuncak sejak kekalahan China dalam perang
candu tahun 1842. Sejak itu banyak wilayah China yang menjadi wilayah
pengaruh kekuasaan asing baik bangsa Eropa, Amerika maupun Jepang.
Dilanjutkan oleh revolusi 1928 yang mana terjadi akibat Yuan Shih Kai seorang
kaisar Tiongkok meninggal dunia dan para panglimanya saling berperang untuk
mendapatkan kekuasaan, namun revolusi tersebut berakhir dengan penyatuan
China oleh Chiang Kai Shek pada tahun 1928.

Perang China melawan Jepang juga tak luput dari peristiwa sebelum
terjadinya revolusi kebudayaan, dalam perang ini pihak Partai Komunis China dan
Partai Nasionalis Kuomintang benar-benar Bersatu untuk melawan musuh yang
sama yakni jepang. Bersatunya kedua partai besar di Tiongkok tersebut berakhir
saat Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Dunia ke II. Hubungan diantara
kedua partai Kembali memanas pada peristiwa revolusi 1949, kejadian tersebut
dilatar belakangi oleh dua pemikiran yang berberda yang mana pemerintah

Republik China menginstruksikan kepada segenap jajarannya untuk


mengambil alih kedudukan tentara Jepang di seluruh pelosok wilayah China.
Sementara Zhu Te, Panglima Angkatan Bersenjata PKC mengeluarkan perintah
agar sebagian Tentara Merah memasuki Manchuria dan menuntut pada
pemerintah China supaya perlucutan senjata terhadap bekas tentara pendudukan
tentara Jepang di daerah yang dikuasai Partai komunis supaya dilakukan unsur
Partai Komunis
30

Revolusi 1949 tersebut dimenangkan oleh pihak komunis yang menguasai


seluruh wilayah di Tiongkok kecuali pulau Taiwan yang menjadi tempat pelarian
dari orang-orang Kuomintang. Partai Komunis China yang menang juga
mendeklarasikan berdirinya negara Republik Rakyat China yang kemudian diakui
oleh beberapa negara.

Rentetetan beberapa peristiwa tersebut yang pada akhirnya melatar


belakangi timbulnya revolusi yang paling penting dalam periode politik China
yakni revolusi kebudayaan. Revolusi kebudayaan merupakan gerakan politik
nasional yang diorganisir dan dipimpin oleh sekelompok elite politik di bawah
pimpinan Mao Zedong. Revolusi ini dilatar belakangi oleh anggapan dari Mao
Zedong bahwa masih banyak pejabat di Tiongkok yang tidak mengikuti ideologi
Maoisme, juga terdapat banyak pejabat yang korup dan menjadi borjuis.

Revolusi kebudayaan dianggap sebagai kampanye pembetulan dan sebagai


kampanye massa untuk perjuangan kelas dalam menyelesaikan kontradiksi antara
kaum proletar dan borjuis. Artinya kebudayaan disini tidak hanya berarti
kesenian, melainkan seluruh aspek dan lembaga kemasyarakatan.

Revolusi kebudayaan ini terus berlanjut setelah Mao Zedong mundur dari
kursi kepemimpinannya, kemunduran tersebut disebabkan oleh gagalnya Mao
dalam program lompatan besar ke depan, namun Mao tetap menjadi sosok yang
selalu diagungkan oleh rakyat Tiongkok karena keberhasilannya saat perang
saudara melawan pasukan Kuomintang. Mao Zedong yang masih memiliki
pengaruh tentunya juga memberikan beberapa gesekan didalam pemerintahan
presiden yang baru yakni Liu Shaoqi.
31

Liu Shaoqi

Liu Shao Qi merupakan seorang sosialis, namun pandangan serta


pemikirannya berbeda dengan Mao Zedong. Awalnya hubungan antar kedua
tokoh besar Tiongkok ini sangat baik karena memang pada dasarnya Liu
Shaoqi dan Mao Zedong berasal dari partai yang sama yaitu Partai Komunis
China dan juga berjuang Bersama saat berperang melawan pasukan dari Partai
Kuomintang, namun akhirnya hubungannya mulai meregang karena Mao
Zedong menganggap Liu Shaoqi adalah seorang yang mendukung kapitalisme
dan juga intelektual.

Mao Zedong dan Liu Shaoqi


32

Liu Shaoqi menganggap ideologi Maoisme adalah idelogi sosialis


orthodox yang tidak sejalan dengan perkemangan jaman. Perseteruan antar dua
tokoh ini juga dimulai saat rancangan lompat jauh kedepan gagal. Revolusi
Kebudayaan yang dibuat oleh Mao ini juga bertujuan untuk melawan Liu Shaqi
dan tentunya juga untuk melawan kapitalisme agar China tetap memegang erat
tradisi sosialis orthodox ala Maoisme.

Selaku presiden RRC Liu Shao Qi memiliki gagasan untuk melunakkan


penindasan pemerintahan terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat. Melalui
program Tiga Milik Pribadi dan Satu Garansi (sanzi yibao), Liu mengijinkan
rakyat untuk mengerjakan tanah miliknya sendiri serta memiliki usaha kecil untuk
dijual ke pasar bebas. Hal ini membuat Mao khawatir akan membangkitkan
kapitalisme di China.

Revolusi kebudayaan juga merembet kedalam bidang seni, karena pada


masa pemerintahan Liu Shaoqi, banyak sekali seni yang ditujukan untuk
mengkritik pemerintahan Mao. Salah satunya adalah drama tentang Mandarin
Ming, yaitu tentang seorang pejabat pemerintahan yang hidup pada Dinasti Ming
(1368-1644). Drama tersebut menceritakan mengenai keadilan dan keberanian Hai
Rui dengan mempertaruhkan nyawa dan memprotes Kaisar demi
memperjuangkan Nasib rakyat yang menderita. Akibatnya Hai Rui kemudian
dipecat dari jabatannya dan dibuang. Drama Hai Rui ini dianggap
merepresentasikan Marsekal Peng Dehuai yang karena menyampaikan kritik
terhadap Mao mengenai program Lompatan Besar Ke Depan sehingga dipecat dan
dihukum buang oleh Mao.

Akibat dari hal tersebut, akhirnya Mao Zedong lewat revolusi kebudayaan
menekankan bahwa ekspresi kebudayaan harus menghormati nilai-nilai
kebangsaan dan proletar dalam masyarakat sosialis, menentang musush-musuh
kelas dan asing, dan menolak nilai-nilai tradisional China. Tujuan revolusi
kebudayaan tersebut adalah untuk memelihara ideologi komunisme, budaya, dan
adat kebiasaan proletariat. Komunisme merupakan satu-satunya kekuatan yang
33

meliputi keseluruhan, mengontrol penuh atas seluruh wilayah, tidak hanya tubuh
tetapi juga pikiran. Revolusi kebudayaan memaksa pemujaan sepenuhnya
terhadap partai komunis dan Mao Zedong.

Upaya Mao Zedong untuk mensukseskan Revolusi Budaya, ia tidak


mengandalkan Partai Komunis China karena partai tersebut sudah terpecah
menjadi dua kubu yakni kubu Liu Shaoqing dan juga Den Xiaoping. Mao Zedong
memanfaatkan militer, kaum intelektual radikal dan para pelajar. Mao juga
menguasai media khususnya Koran paling berpengaruh yakni “harian rakyat” agar
rakyat china Kembali menegakkan ajaran Maoisme

Koran Harian Rakyat China

Revolusi kebudayaan ini terbagi menjadi empat tahapan, yang mana pada
tahap pertama menyasar kepada internal pemerintahan dengan propaganda ang
membuat para pejabat saling bertikai, tak sedikit pula para pejabat yang tidak
memihak kepada Mao Zedong menyebarkan tulisan anti Maoisme yang terjadi
pada tahun 1961 – 1962. Sementara pendukung dari Maoisme melancarkan
34

propaganda dengan membuat suatu Gerakan massa untuk menelanjangi pejabat


yang korup.

Tahap kedua dari revolusi ini adalah penyerangan yang dilakukan oleh
pendukung Mao atau yang disebut Pengawal Merah. Pengawal merah tersebut
diisi oleh para pelajar dan mahasiswa pendukung Mao dan didukung oleh militer
saat itu. Pengawal merah juga gencar memperbanyak anggotanya hingga bisa
membuat ditutupnya sekolah-sekolah dan melancarkan aksi demonstrasi besar-
besaran yang ditujukan kepada lawan-lawannya, dan menghancurkan berbagai
lambang kebudayaan „borjuis‟ atau reaksioner. Namun aksi mereka tidak dapat
menyingkirkan lawan-lawan Mao dari kekuasaan.

Tahap ketiga revolusi kebudayaan adalah perebutan kekuasaan,


pertumpahan darah karena saling berebut kuasa sebenarnya telah terjadi pada
tahap kedua, namun di tahapan ketiga ini Gerakan dari pendukung Mao dan
golongan yang menolak Maoisme semakin meluas. Gagasan tentang „perebutan
kekuasaan‟ dari bawah merupakan serangan langsung terhadap wewenang dan
organisasi partai lokal. Golongan Maois di Peking menganggap pergolakan di
daerah-daerah ini sebagai suatu keharusan dan memang dikehendaki, tetapi
mereka dengan cepat membatasi gerakan ini.

Pada tahap ketiga ini, Tentara Keamanan Rakyat turun tangan untuk
menguasai beberapa sector penting yang pada akhirnya membuat China berada
dalam kekuasaan militer. Para komandan militer juga menduduku kursi dalam
pemerintahan yang baru dan membubarkan seluruh gerakan-gerakan yang dapat
merugikan China, pada tahap ini pula situasi China mulai mendingin dan bisa
dimulai proses konsolidasi yang masuk pada tahap keempat.

Tahapan empat yakni tahap terakhir dalam revolusi budaya. Tahap ini
adalah konsolidasi dan pernyataan terkait kepemimpinan china serta kemenangan
dari revolusi kebudayaan, namun pada tahap ini china juga membangun Kembali
struktur politik dan juga perekonomian agar lebih kuat dan tertata untuk
kedepannya.
35

Revolusi Kebudayaan ini tidak memberi kemenangan pada siapapun


termasuk pada golongan Mao Zedong, karena pemerintahan yang masih berjalan
merupakan kepemimpinan campuran atau koalisi dari berbagai kepentingan-
kepentingan yang berbeda. Revolusi ini juga menjadikan China dapat menjadi
suatu negara yang disegani hingga saat ini
36

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tiongkok yang dikenal sebagai salah satu raksasa dunia yang merupakan
negara dengan melalui proses lama sebelum dikenal hingga saat ini. Negara ini
mengalami proses naik turun dalam menjalani kehidupannya sebagai suatu bangsa
dan negara. Hal ini bisa dilihat ketika pada zaman kuno yang masih berbentuk
dinasti-dinasti. Tiongkok merupakan salah satu bangsa yang mempunyai
peradaban tinggi, seperti didirikannya Tembok Raksasa Tiongkok. Munculnya
beberapa filsuf terkenal seperti Kung Fu Tzu dan Lao Tze, serta berbagai
penemuan yang diantaranya kertas, bubuk mesiu, kompas, dan mesin cetak. Meski
demikian, Tiongkok pada saat itu juga mengalami perpecahan dengan munculnya
Dinasti Yuan dan Dinasti Manchu yang merupakan bangsa asing’, yakni Mongol
yang bukan merupakan bangsa asli dari Tiongkok saat itu.

3.2 Saran

Penulis menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih banyak


adanya kesalahan serta makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu,
nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan
menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun
dari para pembaca. Penulis juga mengharapkan pembaca atau penulis makalah
selanjutnya untuk menambahkan sumber referensi yang lebih terpercaya agar
nantinya makalah ini bisa menjadi lebih baik dan lengkap.
37

DAFTAR PUSTAKA

Dahana, A. 1995. Reformasi Ekonomi RRC Era Deng Xiaoping. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan

Agung, L. (2012a). Sejarah Asia Timur 1. Yogyakarta: Ombak.

Agung, L. (2012b). Sejarah Asia Timur 2. Yogyakarta: Ombak.

Dikotter, Frank. 2012. Kelaparan Hebat di Masa Mao “Sejarah Bencana Paling
Dahsyat di Cina, 1958-1962. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sukisman, W.D., Sejarah Cina Kontemporer: Dari Revolusi Nasional Melalui


Revolusi Kebudayaan Sampai Modernisasi Sosialis, Jakarta: Pradnya
Paramita, 1993.

Meisner, Maurice, China’s Mao and After: the History of People’s Republic, New
York: Free Press, 1999.

Abdullah Zakaria Gozali (et.al.), Sejarah Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Asia
Timur 1800-1963, Kuala Lumpur: Fajar Bakti, 2000.

Bonavia, David, Cina dan Masyarakatnya, terj. Dede Oetomo, Jakarta: Erlangga,
1990

Darini, Ririn. 2010. Garis Besar Sejarah China Era Mao. Fakultas Ilmu Budaya.
Universitas Negeri Yogyakarta.

Oktasari, Wahyu. 2016. Peran Mao Zedong Dalam Perekonomian Cina Tahun
1949-1960. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas PGRI
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai