Anda di halaman 1dari 9

1. Saya pernah mendengar pernyataan “”karo bukan batak.

Menurut kelompok kalian apa yang


mendasari pernyataan tersebut sehingga bebrapa orang karo tidak ingin disebut sebagai orang
batak?(Sepriyani)

Jawaban:Ada beberapa landasan yang membuat orang karo tidak mau mengakui dirinya sebagai
orang batak yaitu:

1. Fakta Ilmiah (Berdasarkan Keberadaanya ) - Orang Karo sudah ada di Sumatra sekitar 6000-
7000 tahun lalu, sedangkan - Orang Batak berada di Sumatra sekitar 500-800 tahun lalu.
( Mungkin fakta ini yang membuat orang Karo percaya bahwa mereka bukan orang Batak,
karena nenek moyang orang karo lebih dahulu menduduki Pulau Sumatera, adapun pernyataan
diatas bukan untuk membuat perpecahan melainkan hanya sebagi pencerahan saja. )

2. Orang Batak berasal dari Raja Batak.


    Orang Karo percaya bahwa nenek moyang mereka berbeda.
Berbicara mengenai orang Batak, tak salah lagi kita akan berbicara mengenai salah satu suku di
Indonesia. Ditinjau dari beberapa buku, Batak itupun ada macamnya, misalnya saja Batak
Toba, Mandailing, Pakpak, Simalungun, Angkola, dan Karo.
Namun banyak orang Karo sendiri kurang menyukai panggilan Batak yang ditujukkan kepada
mereka. Alasannya, orang Batak dan orang Karo punya nenek moyang yang berbeda. Jika orang
Batak adalah mereka yang berasal dari keturunan Raja Batak, orang Karo sendiri meyakini
bahwa mereka berasal dari Kerajaan Aru yang rajanya disebut Pa Lagan - nama khas orang Karo.
Suku Karo itu juga banyak macamnya, misalnaya : Karo Gugung, Karo Jahe, Karo Langkat, dan
Karo Singkil.
3. Bahasa Karo bukan Bahasa Batak.
    Karena memang berbeda, orang Karo dan orang Batak tak akan bisa paham bahasa satu sama
lain
Ini alasan yang paling menonjol ketika orang Karo tidak ingin disebut orang Batak, karena pada
dasarnya mereka memiliki bahasa yang sangat jauh berbeda. Meskipun bahasa keduanya masih
sama-sama satu rumpun protoaustronesia, Orang Karo tidak akan memahami apabila orang
Batak berbahasa Batak, begitupun sebaliknya.
Contohnya jika kita ingin menanyakan 'Kamu mau kemana?' Dalam bahasa Karo, ini akan
menjadi 'Kuja kam e?' Sedangkan dalam bahasa Batak, disebut 'Natu dia ho?
yang lucunya lagi jika bahasa Batak disebut "Natu dia ho", bila orang Karo yang baca maka arti
dari "Natu dia ho" itu adalah : alat kelamain laki - laki (bila dibahasa Karo kan), dari sini terlihat
bahwa Dialeknya memang berbeda

4. Adat dan Karakter pada orang Karo dan Batak Jelas Berbeda.
Ketika saya bertanya kepada beberapa teman saya yang merupakan orang Karo mengenai alasan
mereka tidak ingin disebut Batak, banyak yang menyebut adat istiadat atau karakteristik Batak
dan Karo yang jauh berbeda. Karo punya budaya yang unik dan mengikat. Siapa saja yang
termasuk sebagai Karo akan terikat dalam sistem kekerabatan yang disebut Sangkep Ngeluh.
Sangkep Nggeluh ini tentu saja tidak memasukkan orang-orang Batak seperti Batak Toba,
Simalungun, Mandailing, dll. Jadi khusus untuk orang Karo saja, adapun arti dari "Sangkep
Nggeluh" adalah : Kelengkapan hidup bagi orang Karo.
Mungkin karena secara alami lahir seperti itu, sehingga tidak suka dikategorikan Batak. Kalo
ditanya alasan spesifik , karena bahasa dan adat istiadat Karo juga sebenarnya berbeda dari
Batak.
Contoh lainnya lagi seperti ini : 
- Kalo adat Batak Perkawinan dilakukan di "kampung" Si Laki - laki. Tapi
- Kalo adat Karo Perkawinan dilakukan di "kampung"  Si Perempuan.
yang paling uniknya lagi kalo di Karo ada istilah Rebu (larangan berbicara) dalam ssebuah
keluarga sedangakan di Batak tidak ada

2..Dalam makalah kelompok hanya menyajikan tentang letak geografis ,Coba kelompok
jelaskan bagaimana terbentuknya suku karo.(Astuti)

Jawaban:Sejarahnya dahulu ada kerajaan haru yang disebut sekarang sebagai karo,tidak tahu
kapan pastinya berdirinya kerajaan ini.Dalam salah satu buku yang ditulis oleh Brahma Putra
yang berjudul “Karo dari jaman ke jaman ” mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah
ada kerqajaan di sumatra utara yang rajanya bernama “pa lagan” erajaan Haru-Karo diketahui
tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor,
Malaka dan Aceh. Terbukti karena kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan
tersebut.Pada abad ke-15 Sejarah Dinasti Ming menyebutkan bahwa "Su-lu-tang Husin",
penguasa Haru, mengirimkan upeti pada Cina tahun 1411. Setahun kemudian Haru dikunjungi
oleh armada Laksamana Cheng Ho. Pada 1431 Cheng Ho kembali mengirimkan hadiah pada
raja Haru, namun saat itu Haru tidak lagi membayar upeti pada Cina. Pada masa ini Haru
menjadi saingan Kesultanan Malaka sebagai kekuatan maritim di Selat Malaka. Konflik kedua
kerajaan ini dideskripsikan baik oleh Tome Pires dalam Suma Oriental maupun dalam Sejarah
Melayu.

Pada abad ke-16 Haru merupakan salah satu kekuatan penting di Selat Malaka, selain Pasai,
Portugal yang pada 1511 menguasai Malaka, serta bekas Kesultanan Malaka yang
memindahkan ibukotanya ke Bintan. Haru menjalin hubungan baik dengan Portugal, dan
dengan bantuan mereka Haru menyerbu Pasai pada 1526 dan membantai ribuan
penduduknya. Hubungan Haru dengan Bintan lebih baik daripada sebelumnya, dan Sultan
Mahmud Syah menikahkan putrinya dengan raja Haru, Sultan Husain. Setelah Portugal
mengusir Sultan Mahmud Syah dari Bintan pada 1526 Haru menjadi salah satu negara terkuat
di Selat Malaka. Namun ambisi Haru dihempang oleh munculnya Aceh yang mulai menanjak.
Catatan Portugal menyebutkan dua serangan Aceh pada 1539, dan sekitar masa itu raja Haru
terbunuh oleh pasukan Aceh. Istrinya, ratu Haru, kemudian meminta bantuan baik pada
Portugal di Malaka maupun pada Johor (yang merupakan penerus Kesultanan Malaka dan
Bintan). Armada Johor menghancurkan armada Aceh di Haru pada 1540.

Aceh kembali menaklukkan Haru pada 1564. Sekali lagi Haru berkat bantuan Johor berhasil
mendapatkan kemerdekaannya, seperti yang dicatat oleh Hikayat Aceh dan sumber-sumber
Eropa. Namun pada abad akhir ke-16 kerajaan ini hanyalah menjadi bidak dalam perebutan
pengaruh antara Aceh dan Johor.Kemerdekaan Haru baru benar-benar berakhir pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda dari Aceh, yang naik tahta pada 1607. Dalam surat
Iskandar Muda kepada Best bertanggal tahun 1613 dikatakan, bahwa Raja Aru telah ditangkap;
70 ekor gajah dan sejumlah besar persenjataan yang diangkut melalui laut untuk melakukan
peperangan-peperangan di Aru. Dalam masa ini sebutan Haru atau Aru juga digantikan dengan
nama Deli.Wilayah Haru kemudian mendapatkan kemerdekaannya dari Aceh pada 1669,
dengan nama Kesultanan Deli.Kerajaan Haru identik dengan suku Karo,yaitu salah satu suku di
Nusantara. Pada masa keemasannya, kerajaan Haru-Karo mulai dari Aceh Besar hingga ke
sungai Siak di Riau. Eksistensi Haru-Karo di Aceh dapat dipastikan dengan beberapa nama
desa di sana yang berasal dari bahasa Karo. Misalnya Kuta Raja (Sekarang Banda Aceh), Kuta
Binjei di Aceh Timur, Kuta Karang, Kuta Alam, Kuta Lubok, Kuta Laksmana Mahmud, Kuta
Cane, Blang Kejeren, dan lainnya. (D.Prinst, SH: 2004)

Terdapat suku Karo di Aceh Besaryang dalam logat Aceh disebut Karee. Keberadaan suku
Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya “Aceh Sepanjang Abad”,
(1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip Batak. Namun
tidak dijelaskan keturunan dari batak mana penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M.
Zainuddin dalam bukunya “Tarikh Aceh dan Nusantara” (1961) dikatakan bahwa di lembah
Aceh Besar disamping Kerajaan Islam ada kerajaan Karo. Selanjunya disebutkan bahwa
penduduk asli atau bumi putera dari Ke-20 Mukim bercampur dengan suku Karo yang dalam
bahasa Aceh disebut Karee. Brahma Putra, dalam bukunya “Karo Sepanjang Zaman”
mengatakan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting
Suka.Kelompok karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi “Kaum Lhee Reutoih” atau
kaum tiga ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan antara suku Karo
dengan suku Hindu di sana yang disepakati diselesaikan dengan perang tanding. Sebanyak
tiga ratus (300) orang suku Karo akan berkelahi dengan empat ratus (400) orang suku Hindu di
suatu lapangan terbuka. Perang tanding ini dapat didamaikan dan sejak saat itu suku Karo
disebut sebagai kaum tiga ratus dan kaum Hindu disebut kaum empat ratus.Dikemudian hari
terjadi pencampuran antar suku Karo dengan suku Hindu dan mereka disebut sebagai kaum
Jasandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imam Pewet dan Kaum Tok Batee yang
merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya.

3. Apakah yang dimaksud dengan budaya rebu yang ada di karo?(Maria)

Jawaban: Bentuk hubungan sungkan yang pada adat suku Karo disebut rebu merupakan bentuk
aturan bersikap atau berprilaku antara mertua dan menantu dan sebaliknya (kela – mami dan
mama – permain), antara hubungan yang berbeda jenis kelamin namun tidak kandung (turangku)

4. Apa saja jenis jenis perkawinan yang ada di dalam adat karo ?(Artha)

Jawaban:

Dalam budaya Karo, ada beberapa jenis pernikahan, yaitu:

 Berdasarkan status dari pihak yang melakukan pernikahan, dapat beberapa jenis, yaitu:
Gancih Abu (Ganti Tikar)
Gancih abu adalah suatu pernikahan seorang laki-laki menikahi saudara perempuan istrinya yang
telah meninggal.
Lakon man
Lako man adalah suatu pernikahan seseorang laki-laki menikahi seorang perempuan. Perempuan
dalam pernikahan ini adalah perempuan bekas istri saudara atau ayahnya yang telah
meninggal. Lako man sendiri memiliki jenis-jenis lainnya pula, yaitu:
Pernikahan Mindo Makan
Mindo makan adalah suatu pernikahan yang seorang laki-laki dengan perempuan bekas istri
saudara atau ayahnya yang telah meninggal.

Pernikahan Mindo Cina


Mindo Cina adalah suatu pernikahan yang seorang laki-laki menikahi seorang neneknya
dalam tutur suku Karo. Dalam tutur suku Karo, yang dianggap nenek bukan hanya ibu dari ibu
kandungnya

Kawin Ciken
Kawin ciken adalah suatu pernikahan seorang laki-laki dengan seorang perempuan, yang dahulu
adalah istri dari ayahnya ataupun saudaranya. Namun, dalam jenis pernikahan ini,sudah ada
perjanjian sebelum ayahnya atau saudaranya meninggal.
Iyan
Iyan adalah suatu perkawinan seorang perempuan dengan saudara laki-laki suaminya karena ia
belum melahirkan seorang anak laki-laki.

Piher Tendi atau Erbengkila Bana


Piher tendi adalah suatu pernikahan seorang perempuan menikahi pamannya dalam tutur suku
Karo.

Cabur Bulung
Cabur bululung adalah suatu pernikahan seorang laki-laki dengan seorang perempuan, yang
keduanya usianya tergolong remaja atau pemuda. Pernikahan semacam ini biasanya berlangsung
karena melihat berdasarkan mimpi atau suratan takdir tangan dari seorang yang akan
melangsungkan pernikahan ini.

 Berdasarkan jauh dekatnya suatu hubungan kekeluargaan, dapat diuraikan sebagai berikut.]
Pertuturken
Pertuturken adalah suatu pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang tidak erimpal atau
perempuan yang memiliki marga yang sama dengan marga laki-laki.
Erdemu Bayu
Erdemu bayu adalah suatu pernikahan antara laki-laki dengan perempuan yang erimpal.
Merkat Senuan
Merkat senuan adalah suatu pernikahan yang terjadi antara seorang laki-laki yang menikahi
seorang putri dari puang kalimbubunya. Pada umumnya, jenis pernikahan seperti ini sangat
dilarang.
La Arus
La arus adalah suatu pernikahan antara laki-laki dan perempuan, yang dalam adat Karo dilarang.
Salah satunya adalah pernikahna semarga.

Nangkih (Kawin Lari)


Nangkih adalah istilah kawin lari dalam suku Karo. Dalam nangkih, acara adat tetap dilakukan.
Namun, istilah ini juga berlaku untuk pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang beda
kampung.

5. Apa yang menjadi konsekuensi bila ada pernikahan sesama marga di dalam adat karo.Bila
konsekuensinya berat apakah konsekuensi tersebut masih dipakai hingga sekarang.(There)

Jawaban: Akibat dari perkawinan semarga antar semarga di karoadalah Hukuman atau sanksi
adat tidak dapat ditolak oleh disetiap pelaku perkawinan semarga, karena sampai sekarang
perkawinan semarga masih dianggap tabu dan merupakan pelanggaran adat.Biasanya orang yang
melakukan perkawinan semarga di usir dari kampung atau permukiman tersebut.Konsekuensi
tersebut rasa kelompok kami masih dipakai hingga sekarang walaupun memngingat manusia
punya kebabasan dalam memilih akan tetapi perihal pernikahan semarga dianggap melanggar
adat.

6. Seperti yang sudah di paparkan oleh kelompok pemateri sebelumnya bahwasanya sistem
kekrabatan dalam etnis atau suku karo yaitu merga silima, rakut sitelu, tutur si waluh, dan
perkade-kaden si sepuluh sada tambah 1. Menurut jurnal dan juga sedikit pengetahuan yang saya
dapat sebagai orang karo Pada poin tutur siwaluh itu ada yang dinamakan tutur merga, bere-
bere,kempu,kampah, binuang dan soler. Saya ingin kalian jelaskan satu-persatu arti dari tutur
tersebut!(Christine)

Jawaban:

1.Merga atau beru adalah Merga dalam Suku Karo dipakai oleh lelaki, sedangkan beru dalam
Suku Karo itu dipakai oleh Perempuan. Merga/beru dalam Suku karo diambil dari Marga
keluarga Ayahnya, yang dimana dalam Suku Karo itu terdapat lima Marga besar yaitu
Sembiring, Ginting, Perangin-Angin, Karo-karo dan Tarigan.

Contoh pemakain Merga atau Beru: Bapak saya bermarga Sembiring Brahmana, maka saya
bermarga Sembiring Brahmana, begitu juga dengan adik perempuan saya yang mempunyai beru
Sembiring Brahmana.
2. Bere-bere yang dipakai seseorang dalam Suku Karo, berasal dari beru yang dipakai oleh ibu.
Pengunaan bere-bere dalam Suku Karo sama dengan pemakaian Marga/beru dalam seseorang,
bedanya kalau Marga/ beru yang digunakan seseorang itu berasal dari Margaayah, tetapi kalau
bere-bere dalam seseorang itu berasal dari Beru ibu. Bere-Bere dalam Rakut Sitelu disebut juga
dengan Kalimbubu Simupus.

Contoh pemakaian Bere-Bere dalam seseorang Suku Karo: Ibu saya Beru Ginting maka saya
bere-bere Ginting, begitu juga dengan adik-adik saya.

3.Binuang

Binuang yang terdapat dalam seseorang Suku Karo, berasal dari bere-bere ayah atau dengan kata
lain beru yang digunakan oleh nenek(ibu dari ayah). Binuang dalam Rakut Sitelu disebut juga
dengan kalimbubu Bena-Bena.

Contoh pemakaian Binuang dalam seseorang Suku Karo: ayah saya mempunyai bere-bere
Ketaren, maka binuang dalam diri saya adalah Ketaren.

4.Kempu atau Perkempun

Kempu atau Perkempun dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere ibu atau dengan kata
lain beru yang dimiliki nenek (ibu dari ibu). Kempu dalam Rakut Sitelu disebut juga dengan
Kalimbubu Singalo Perkempun.

Contoh pemakain Kempu atau Perkempun dalam seseorang Suku Karo: ibu saya mempunyai
bere-bere Sitepu, maka Kempu atau Perkempun dalam diri saya adalah Sitepu.

5.Kampah

Kampah dalam seseorang Suku Karo berasal dari beru dari ibu kakek, kakek yang dimaksud
adalah ayah dari ayah, atau dengan kata lain bere-bere dari kakek (ayah dari ayah). Kampah
sendiri disebut juga denggan kalimbubu dari seseorang.

Contoh pemakaian kampah dari seseorang Suku Karo; kakek( ayah dari ayah) mempunyai bere-
bere Sebayang, maka Kampah dalam diri saya adalah Sebayang.

6.Entah

Entah dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere dari nenek (ibu dari ayah), atau dengan
lain Entah adalah beru dari nini (nenek dari bapak). Entah dalam Rakut Sitelu disebut jugad
dengan puang kalimbubu.

Contoh pemakian Entah dalam seseorang Suku Karo: nenek( ibu dari ayah) saya mempunyai
bere-bere Sembiring Kloko, jadi saya Entah saya adalah Sembiring Kloko.

7.Ente
Ente dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere kakek (ayah dari ibu), dalam Ruku Sitelu
Ente termasuk ke dalam Puang Kalimbubu.

Contoh pemakaian Ente dalam seseorang Suku Karo : kakek (ayah dari ibu) saya mempunyai
bere-bere Sembiring Brahamana, sehingga Ente saya adalah Sembiring Brahmana.

8.Soler

Soler dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere nenek( ibu dari ibu), yang dimana dalam
Rakut Sitelu Soler termasuk ke dalam Puang ni Puang.

Contoh pemakaian Soler dalam seseorang Suku Karo: nenek(ibu dari ibu) saya mempunyai bere-
bere Sembiring Depari, sehingga saya mempunyai Soler Sembiring Depari.

7.Banyak sekali cerita yang ada di etnis karo.Bisa diceritakan salah satu cerita tersebut dan
maknanya?(Justianti intan)

Jawaban:Banyak sekali cerit dalam karo,Cerita yang akan kami ceritakan berjudul Menci ras
kaperas

Dari cerita tua tua ras anak perana(kakek kakek dan 3 orang pemuda) ini menceritakan tentang
seorang kakek yang menanam kepala dan dihampiri oleh 3 orang pemuda. Pemuda tersebut
bertanya kenapa engkauu menanam kepala di usiamu yang tua ini ,nanti kammu sudah
meninggal sedangkan kelapa tersebut belum berbuah ,kemudia kakek tersebut marah dan
mengatakan "Tidak usah mencampuri urusanku ,kalaupun buahnyaa tidak aku makan ,anak dan
cucuku yang akan memakan ,lagi pula belum tentu umur kalian lebih panjang daripada
aku.Pergilah ketiga pemuda tersebut ,satu orang pemuda ke ladang dan dijatuhi kelapa sehingga
meninggal,satu orang pergi menjadi prajurit dan meninggal kena tembakan dan satu lagi terkena
penyakit dan meninggal sedangkan kakek tersebut masih bisa merasakanbuah kelapa yang
ditanamnya.

Jadi makna nya adalah jangan sembarangan berbicara terhadap orang tua , apalagi sampai
merendahkan orang tua ,karena umur nya sudah tua ,dan kita masih muda , kita menganggap dia
sudah lemah dan kita jauh lebih kuat, dan pada akhirnya apa yang ditanam itu yang dituai, anak
perana itu ternyata lebih duluan meninggal dari pada nenek" tadi , nenek tadi kemungkinan
masih bisa melihat buah kelapa nya berbuah , tetapi anak perana ( anak pemuda ) yang suka
merendahkan nenek tersebut sudah duluan bertemu ajal nya , maka dari itu nasihat dari cerita ini
jangan sesekali berbicara yang tidak sopan kepada orang tua atau kakek nenek kita yang umur
nya lebih dewasa dari pada kita karena kita tidak prnh tau karma apa yang kita dapat jika sampai
merendahkan orang yang lebih tua dari pada kita .

8. Setiap letak garis putih yang ada di uis nipes dan garis putih lipatannya, juga letak lipatan di
beka buluh punya makna yang berbeda beda. Coba jelaskan perbedaan maknanya.(Azra)
Jawab: Uis beka buluh, bulang-bulang ini memilki corak bergaris-garis warna putih dan
bergaris-garis berwarna merah. Corak garis-garis warna putih menggambarkan: sebuah
gambaran anak yang mampu mengambil keputusan yang bijak dan hati yang baik, garis-garis
warna merah mengatakan yang benar mempertahankan hak, dalam memperjuangkan
kepentingan umum dengan tidak membedakan-bedakan orang lain.
Uis beka buluh yang diletakkan di pundak mengatakan bahwa hari ini berubah ali-ali (tanda
tahan bala) jadi céngkok-céngkok, gambaran berkat Tuhan yang menyertai kehidupan juga setiap
langkah kehidupan tetap sehat, damai sejahtera, dan hati orang yang jahat tidak sampai kepada
diri kita, bukan bencana atau kabar buruk yang terjadi pada kehidupan kita.
Pemberian sarung uis gatip jongkiten berwarna hitam kepada kalimbubu, supaya yang
memakainya mengetahui pantang mereha (hal-hal yang tidak boleh dilakukan, hal-hal tabu) di
dalam kehidupan ini. Contohnya jika seorang anak beru menghadap kalimbubu, untuk
menghindari jika resletingnya tidak sengaja terbuka di depan kalimbubu, sehinga
disarungkan uis gatip jonggiten.
Pemberian uis pementing/ragi jenggi yang dililitkan pada pinggang(benting) artinya i genditken
kami, bentingken kami man ban ndu anakku ragi jenggi enda gelah ula kam pagi
mejengging yang berarti semoga anak yang diberikan uispementing agar tidak tinggi
hati.Diletakkan sarung pada pundak, artinya supaya dia mengaku kepada sangkep
geluhnya yaitu senina, kalimbubu ras anak beru supaya satu pengharapan dalam merga silima,
karena itu dia harus mengendong, menjinjing, menjunjung, tidak lebih tinggi atau lebih rendah
dalam kehidupan.
Untuk ke wanita dipasangkan tudung berwarna hitam, bentuknya segi tiga, artinya semua
sangkep geluh orang Karo, senina, anak beru, kalimbubu, semua harus sama di depan mata,
saling menghargai, semua saling menghargai supaya tidak ada kesenjangan sosial dalam
kehidupan ini. Tetap teguh dalam kehidupan supaya hidup damai sejahtera.
Diberikan gonje (sarung, busana pria yang panjang), disebut uis pengalkal
(tabah). Demikianlah supaya seorang istri ngalkal (tabah) berpikir, dibelah tidak pecah, dipotong
tidak putus dengan kata lain dia harus teguh berpikir dalam kejujuran. Dia juga harus mampu
menjaga pantangan-pantangan dalam kehidupan di masa yang akan datang.
Diberikan kadang-kadang (sehelai kain yang digantungkan bebas di atas bahu).
Biasanya langge-langge ragi barat artinya orang yang menghias diri terampil menampilkan diri
beserta sangkep geluh. Ragi barat, maknanya bahwa semua pekerjaan harus diselesaikan
hingga petik mejile (baik/sempurna), maka layaklah upah diterima. Barat maknanya pekerjaan
yang dikerjakan dengan baik dan ragi artinya lakon tandang guna, yang tidak berguna menjadi
berguna seperti yang diharapkan.
Kampil menandakan dan memperlihatkan kebijaksanaan dan kehormatan bagi sangkep geluh dan
halayak ramai. Kampil merupakan tempat ramuan sirih yang terbuat dari pandan; tempat
peluru; kampil gempang sawa, dipakai pria pemakan sirih, sebagai alat untuk memulai
pembicaraan waktu pesta perkawinan sebanyak lima buah, yang diperuntukkan
bagi: kalimbubu, puang kalimbubu
(singalo bere-bere), penghulu (pengulu pihak sinereh), kalimbubu (senina sinereh), dan anak
beru. Jadi kampil adalah hal utama sebagai alat menghadap.

Anda mungkin juga menyukai