Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

SURVEI KADASTRAL

TUGAS UTS

Topik: Kegiatan Pengukuran Poligon Perapatan dan Bidang Tanah

Disusun oleh:
Yana Oktaviana

19/439658/TK/48388
Kelas B

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK GEODESI


DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA
2021
I. Materi Praktikum
Kegiatan Pengukuran Poligon Perapatan dan Bidang Tanah

II. Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur pengukuran lapangan sudut dan jarak di
lapangan.
2. Mahasiswa mampu membuat time table rencana pengukuran poligon dan pengukuran
bidang tanah di lapangan.
3. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran sudut dan jarak pada bidang pengukuran
secara virtual.
4. Mahasiswa mampu membuat desain pengukuran kerangka poligon perapatan.
5. Mahasiswa mampu membuat tabel bowditch hasil hitungan RTM.
6. Mahasiswa mampu membuat sketsa pengukuran bidang tanah serta merancang metode
pengukurannya.
7. Mahasiswa mampu membuat gambar ukur.

III. Dasar Teori


Pemetaan kadastral adalah pemetaan dalam rangka proses pendaftaran tanah.
Dalam pengertian yang spesifik merupakan kegiatan menggambarkan hasil pengukuran
bidang tanah secara sistematik maupun sporadik dengan suatu metode tertentu pada media
tertentu seperti lembaran kertas, drafting film atau media lainnya sehingga letak dan ukuran
bidang tanahnya dapat diketahui dari media tempat pemetaan bidang tanah tersebut.
Peta-peta kadastral merupakan peta yang menyajikan situasi bidang-bidang tanah
dan keterangan status penguasaan atau pemilikannya. Karena peta-peta ini akan digunakan
sebagai salah satu data fisik dalam proses sertipikasi bidang tanah, maka perlu dibuat
dengan ketelitian dan akurasi yang tinggi untuk menjamin kepastian hukum bidang tanah
tersebut (Wahyono, 2014).
Peta bidang tanah adalah hasil pemetaan 1 (satu) bidang tanah atau lebih pada
lembaran kertas dengan suatu skala tertentu yang batas-batasnya telah ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang dan digunakan untuk pengumuman data fisik (Pasal 1 Ayat 6
Peraturan Menteri ATR/BPN No. 35 Tahun 2016). Dari definisi tersebut, jelas
dimaksudkan bahwa setiap data hasil pengukuran bidang tanah baik yang dilaksanakan
secara sistematik maupun sporadik harus dibuatkan peta bidang tanahnya.
Pengukuran bidang tanah dengan cara terrestrial untuk pendaftaran tanah sistimatik
maupun sporadik adalah pengukuran secara langsung dilapangan dengan cara mengambil
data berupa ukuran sudut dan/atau jarak. Pada prinsipnya yang dimaksudkan disini adalah
sudut dan jarak pada bidang datar, jadi apabila ada halhal akibat dari keadaan lapangan
yang akan mempengaruhi pelaksanaan untuk mendapatkan ukuran dalam bidang datar,
dikerjakan dengan teknik-teknik pengambilan data yang benar (Syaifullah, 2014).

Titik Dasar Teknik digunakan dalam pembuatan peta dasar teknik, berdasarkan
Pasal 1 PMNA No, 3 Tahun 1997 titik dasar teknik dibagi menjadi 5 peringkat/Orde dari
0 sampai 4 dan berfungsi sebagai titik ikat. Secara spesifik pengukuran TDT Orde 4
dilaksanakan dengan kerapatan lebih kurang 150 meter. Pengukuran titik dasar teknik orde
4 dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional dengan mengikatkan ke titik-titik dasar
teknik orde 3.

Dalam pelaksanaan pengukuran TDT Orde 4 poligon terbuka terikat sempurna


sering digunakan. Dalam PTTS terdapat minimal 2 titik ikat, perhitungan dan pengolahan
data yang umum digunakan adalah menggunakan Ray Trace Method (Wahyono, 2019).

IV. Waktu Pengerjaan


Tanggal : 13 September 2021 sampai dengan 2 Oktober 2021
Tempat : Daring (Sragen, Jawa Tengah)

V. Alat dan Bahan


1. ArcGIS 10.8
2. Google Earth Pro
3. QGIS 3.6
4. Microsoft Excel
5. Data TDT UGM

VI. Langkah Kerja Penyelesaian

A. Membuat Desain Pengukuran Kerangka Poligon Perapatan Menggunakan


ArcGIS
1. Melakukan survei pendahuluan dengan cara membuka software Google Earth Pro
terlebih dahulu lalu mencari lokasi 10. Sebelum membuat GCP, mengatur sistem
koordinat Google Earth dengan cara klik Tools > Options > Mengubah Show
Lat/Long ke Universal Transverse Mercator dan Units of Measurement ke
Meters, Kilometers > OK.
Gambar VI.1. Google Earth Options

2. Pada area yang telah dipilih sebagai area yang akan didigitasi, membuat 4 titik GCP
dengan menggunakan tools Add Placemark > arahkan ke titik yang ingin
ditandai sebagai GCP.

Gambar VI.2. Menambahkan titik GCP


3. Mencatat koordinat X dan Y titik GCP yang telah dibuat.
4. Setelah itu, melakukan pengunduhan gambar dengan cara klik File > Save > Save
Images > atur Resolution maximum (4800 x 2782) > Save Images > arahkan
ke folder penyimpanan > Save.
Gambar VI.3. Mengunduh citra
5. Melakukan georeferencing dengan cara membuka aplikasi ArcMap terlebih dahulu.
Kemudian menambahkan image yang tadi telah di-export dari Google Earth Pro
dengan cara Add Data > arahkan ke folder penyimpanan data > Add.

Gambar VI.4. Menambahkan citra ke ArcMap


6. Mengaktifkan tools Georeferencing dengan cara klik kanan pada toolbar kosong
> beri centang pada Georeferencing.
7. Menambahkan titik kontrol yang lokasinya sesuai dengan yang telah ditandai pada
Google Earth Pro dengan cara klik ikon Add Control Points > klik kanan > Input
X and Y > memasukkkan nilai koordinat yang telah dicatat > OK.
Gambar F.5. Melakukan Georeferencing
8. Melakukan langkah 3 ke semua titik.
9. Apabila sudah, klik ikon link table untuk melihat hasil Georeferencing.
10. Selanjutnya pada toolbar Georeferencing > Rectify > arahkan ke folder
penyimpanan > beri nama file > atur ke format .tif > Save
11. Menginput data TDT Orde 3 dan 4 yang sebelumnya telah diubah ke format .csv
dengan cara klik Add Data > arahkan ke file tersebut > OK > klik kanan layer
> pilih Display XY Data > Memasukkan kolom sesuai yang diinginkan > OK.

Gambar VI.6. Menambahkan data TDT UGM


12. Membuat garis batas lokasi dengan membuat shapefile baru pada ArcCatalog >
klik kanan pada folder yang diinginkan > New > Shapefile > mengatur nama
shapefile, tipe data, dan sistem referensi > OK.
13. Untuk membuat garisnya dapat dilakukan dengan cara klik Start Editing pada
toolbar Editor > pilih Create Features > menggambar sesuai dengan yang
diinginkan > klik kanan dan Finish Sketch.
Gambar VI.7. Membuat batas bidang
14. Menambahkan TDT perapatan pada lokasi lokasi yang telah ditentukan dengan cara
membuat shapefile baru seperti langkah sebelumnya.

Gambar VI.8. Menambahkan titik BM perapatan


15. Jika sudah, melakukan layouting.
Gambar VI.9. Layouting
B. Mengukur sudut, jarak, dan azimuth tiap bidang pengukuran menggunakan
QGIS
Membuka software QGIS kemudian menambahkan shapefile desain poligon
perapatan yang telah dibuat sebelumnya.

Gambar F.10. Lembar kerja QGIS


Kemudian, ukur jarak dan sudut dari setiap titik kontrol/BM tersebut menggunakan
tool Measure pada Toolbar > klik Measure Line untuk mengukur jarak & klik
Measure Angle untuk mengukur Sudut. Lakukan pengukuran jarak & sudut
minimal 5 kali pulang – pergi.
Gambar F.11. Measure Line tools
Membuka software Google Earth untuk mengukur azimuth, kemudian
menambahkan file titik control yang akan diukur azimuthnya dengan cara klik
Import > ganti format file menjadi ESRI (.shp) > lalu pilih shapefile > OK.

Gambar F.12. Import file


Melakukan pengukuran dengan tool Ruler lalu klik titik kontrol dan arahkan ke
titik kontrol selanjutnya, bacaan azimuth terdapat dalam kolom Heading.
Gambar F.13. Ruler tools
VII. Hasil dan Pembahasan

A. Prosedur Pengukuran Kerangka Poligon Perapatan di Lapangan


Prosedur pengukuran yang dimaksud adalah prosedur yang dilakukan secara real di
lapangan. Pada pengukuran ini dilakukan dengan metode terestris yaitu menggunakan
alat Total Station. Untuk detail prosedur pengukuran kerangka poligon adalah sebagai
berikut.
a) Survei Lapangan
Dilakukan untuk melihat langsung keadaan lapangan sebenarnya di lokasi. Dengan
begitu akan didapatkan infromasi yang digunakan untuk menyusun rencana
pengukuran dengan baik dan tepat. Pada tahap ini, didapatkan sketsa awal kerangka
titik perapatan yang akan dipasang.
b) Pemasangan Titik Perapatan
Pemasangan titik yang dimaksud adalah dengan menandai lokasi yang akan
dijadikan sebagai titik pengamatan dengan menggunakan patok serta memastikan
bahwa penanda titik yang digunakan tidak mudah rusak dan hilang.
c) Pemasangan Alat
Pada saat memasang alat di lapangan, ada beberapa tahap yang harus dilakukan
sehingga alat siap digunakan, yaitu:
Pengecekan kesalahan kolimasi
Langkah mengecek kesalahan kolimasi adalah sebagai berikut.
a. Tetapkan 2 titik sembarang sebagai titik bidik
b. Bidik titik tersebut dengan bacaan biasa, lalu catat nilai sudut
horizontalnya
c. Ubah bacaan menjadi luar biasa lalu catat kembali bacaan sudut
horizontalnya
d. Cek menggunakan rumus kesalahan kolimasi, yaitu
β = 90° - (LB – B)/2
selisih dari nilai yang didapatkan adalah besarnya nilai kesalahan kolimasi
pada alat tersebut.
Pengecekan kesalahan indeks vertikal
Langkah mengecek kesalahan indeks vertikal adalah sebagai berikut.
a. Tetapkan 1 titik semabarng dengan jarak >100 m dan memiliki beda tinggi
yang cukup besar terhadap alat
b. Bidik titik tersebut dengan bacaan biasa, lalu catat besar nilai sudut
vertikalnya
c. Bidik titik tersebut dengan bacaan luar biasa, lalu catat besar nilai sudut
vertikalnya
d. Cek menggunakan rumus kesalahan indeks vertikal, yaitu :
ρ = 180º - (LB+B)/2
selisih dari nilai yang didapatkan adalah besarnya nilai kesalahan indeks
vertikal pada alat tersebut.
Pengecekan kontanta prisma
Dilakukan dengan cara mengecek apakah pada prsima tersebut tertulis nilai
konstanta prisma, kemudian buka setting measurement pada alat untuk
melakukan pengaturan pada konstanta prisma
Pengecekan ketelitian jarak alat
Langkah mengecek ketelitian jarak alat adalah sebagai berikut.
a. Tentukan 4 titik pada satu garis lurus dengan jarak masing-masing titik
sebesar 10m, 20m, 30m lalu ukur denga pita ukur
b. Dirikan alat di titik 1, dan prisma di titik 2, lalu ukur jarak keduanya
c. Lakukan hal yang sama pada 2 titik lainnya
d. Bandingkan nilai hasil pengukuran menggunakan pita ukur dengan
menggunakan Total Station.
e. Jika nilai hasil pengukuran tidak berbeda jauh atau dalam batas toleransi
maka Total Station yang digunakan dapat dikatakan dalam kondisi baik
d) Pengukuran Poligon
Pengukuran poligon dilakukan untuk mendapatkan data jarak dan sudut yang
selanjutnya akan dihitung pada tabel bowdith. Langkah pengukuran poligon adalah
sebagai berikut.
a. Dirikan satatif dan Total Stasion pada titik yang diukur
b. Ukur tinggi alat dengan bantuan Rolll Meter
c. Dirikan statif dan prisma standar di titik yang akan dijasidkan backsight dan
foresight
d. Hidupkan Total Station, lalu lakukan centering alat
e. Input nilai x,y,z titik tempat berdirinya Total Station sebagai set station
f. Input nilai x,y,z backsight sebagai set backsight. Jika backsight adalah TDT
UGM, maka cukup input nilai koordinat yang telah diketahui. Namun jika
backsight adalah titik yang belum diketahui koordinatnya, maka bidik prsima
standar yang ada di titik backsight tersebut, lalu masukkan nilai x,y,z nya.
g. Bidik titik yang dijadikan foresight, lalu ukur besarnya sudut dalam dengan
metode 2 seri rangkap.
h. Catat nilai sudur horizontal (HR), sudut vertikal (VR), jarak horizontal (HD),
dan jarak verikal (VD).
i. Hitung nilai koordinat setiap titik dengan menggunakan tabel bowdith, serta
hitung nilai besarnya kesalahan penutup jarak dan sudut
e) Perhitungan Tabel Bowditch KKH
Pengukuran KKH dilakukan secara 2 arah (pergi-pulang). Perbandingan selisih
jarak pergi-pulang dengan jarak reratanya lebih kecil atau sama dengan 1:10.000.
kemudian data yang didapat diolah dengan menggnunakan tabel bowdith KKH.

B. Pengukuran Sudut dan Jarak di Lapangan


Pengukuran bidang tanah secara terrestrial di lapangan dilakukan secara langsung
dengan mengambil data berupa ukuran sudut dan jarak pada bidang datar. Adapun
prosedur pengukuran sudut dan jarak adalah sebagai berikut.
Pengukuran Sudut
Pengukuran sudut mendatar dilakukan dalam 2 seri dengan urutan bacaan Biasa –
Biasa – Luar Biasa – Luar Biasa untuk masing-masing seri. Selisih sudut antara seri
pertama dengan seri kedua ≤ 5”. Pengukuran sudut vertikal dilakukan dalam 1 seri,
yaitu dengan urutan bacaan Biasa – Biasa dengann selisih sudut ≤ 1’.
Hasil pengukuran titik dasar Teknik orde 4 harus memenuhi ketelitian pengukuran
sudut ≤ ± 10” ∙ n, dimana n adalah jumlah titik. Hasil pengukuran titik dasar Teknik
perapatan harus memenuhi ketelitian pengukuran sudut ≤ ± 15” ∙ n, dimana n adalah
jumlah titik.
Berikut merupakan langkah pengukuran sudut:

Pengukuran satu seri rangkap


1. Akan diukur sudut B yang arah – arahnya adalah titik A dan titik C
2. Dirikan alat teodolith di titik yang akan diukur sudutnya, titik B
3. Lakukan pengaturan sentering dan sumbu I vertikal di titik B
4. Dirikan kaki tiga dan pasang unting – unting di titik A dan C
5. Arahkan teropong teodolith pada target di titik A
a. Bidikkan teropong pada tali unting – unting di titik A dengan bantuan visir
b. Kunci klem horizontal dan vertikal
c. Tepatkan garis bidik pada target dengan memutar skrup penggerak halus
6. Baca bacaan piringan horizontal dalam posisi biasa misal A1 Biasa (A1 B)
7. Buka kedua klem dan alat diputar pada sumbu I.
8. Arahkan teropong teodolith pada target di titik C
a. Bidikkan teropong pada tali unting – unting di titik C dengan bantuan visir
b. Kunci klem horizontal dan vertikal
c. Tepatkan garis bidik pada target dengan memutar skrup penggerak halus
9. Baca bacaan piringan horizontal dalam posisi biasa misal C1 Biasa (C1 B)
10. Maka besarnya sudut B1 = β1 = C1 B – B1 B
11. Buka kedua klem dan teropong diputar balik menjadi kedudukan luar biasa
12. Arahkan teropong teodolith pada target di titik C
a. Bidikkan teropong pada tali unting – unting di titik C dengan bantuan visir
b. Kunci klem horizontal dan vertikal
c. Tepatkan garis bidik pada target dengan memutar skrup penggerak halus
13. Baca bacaan piringan horizontal dalam posisi luar biasa misal C2 Luar Biasa (C2
LB)
14. Buka kedua klem dan alat diputar pada sumbu I. 14. Arahkan teropong teodolith
pada target di titik A
a. Bidikkan teropong pada tali unting – unting di titik A dengan bantuan visir
b. Kunci klem horizontal dan vertikal
c. Tepatkan garis bidik pada target dengan memutar skrup penggerak halus
15. Baca bacaan piringan horizontal dalam posisi biasa misal A2 Luar Biasa (A2 LB)
16. Maka besarnya sudut B2 = β2 = A2 LB – C2 LB
17. Melakukan pengukuran sudut 3 dan 4 seperti 1 dan 2

Pengukuran Dua Seri Rangkap


18. Buka kedua klem dan teropong diputar balik menjadi kedudukan biasa. Putar
teropong hingga didapatkan bacaan piringan horizontal menjadi A1 B + 90°
19. Setelah tepat, matikan klem horizontal dan vertikal. Buka klem limbus dan arahkan
teropong teodolith pada target di titik A
a. Bidikkan teropong pada tali unting – unting di titik A dengan bantuan visir
b. Kunci klem limbus
c. Tepatkan garis bidik pada target dengan memutar skrup penggerak halus
limbus
20. Baca bacaan piringan horizontal dalam posisi biasa kembali, seharusnya bacaan
piringan horizonalnya adalah A1 Biasa + Sudut 90° (A3 B)
21. Buka kedua klem (horizontal dan vertikal) dan alat diputar pada sumbu
22. Arahkan teropong teodolith pada target di titik C
a. Bidikkan teropong pada tali unting – unting di titik C dengan bantuan visir
b. Kunci klem horizontal dan vertikal
c. Tepatkan garis bidik pada target dengan memutar skrup penggerak halus
23. Baca bacaan piringan horizontal dalam posisi biasa misal C1 Biasa + Sudut 90°
(C3B)
24. Maka besarnya sudut B3 = β3 = C3 B – A3 B
25. Buka kedua klem dan teropong diputar balik menjadi kedudukan luar biasa
26. Arahkan teropong teodolith pada target di titik C
a. Bidikkan teropong pada tali unting – unting di titik C dengan bantuan visir
b. Kunci klem horizontal dan vertikal
c. Tepatkan garis bidik pada target dengan memutar skrup penggerak halus
27. Baca bacaan piringan horizontal dalam posisi luar biasa misal C2 Luar Biasa +
Sudut 90° (C4 LB)
28. Buka kedua klem dan alat diputar pada sumbu I.
29. Arahkan teropong teodolith pada target di titik A
a. Bidikkan teropong pada tali unting – unting di titik A dengan bantuan visir
b. Kunci klem horizontal dan vertikal
c. Tepatkan garis bidik pada target dengan memutar skrup penggerak halus
30. Baca bacaan piringan horizontal dalam posisi biasa misal A2 Luar Biasa + Sudut
90° (A4)
31. Maka besarnya sudut B4 = β4 = C4 LB – A4 LB
Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak dengan menggunakan EDM (Electronic Distance Meter) harus
dilakukan ke jurusan muka dan kebelakang serta dilakukan 3 kali untuk setiap
jurusan dengan perbedaan ≤ 1 cm. Pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur
dilakukan dengan maksimal 2 kali bentangan dimana setiap bentangan harus
diarahkan ke titik yang akan diukur dengan bantuan theodolite. Pembacaan jarak
dengan menggunakan pita ukur dilakukan dengan 2 kali pembacaan.
Hasil pengukuran titik dasar Teknik orde 4 mempunyai salah penutup jarak ≤
± 1 : 10.000. hasil pengukuran titik dasar Teknik dasar perapatan mempunyai salah
penutup jarak ≤ ± 1 : 5.000. ketelitian titik dasar Teknik perapatan yang merupakan
titik detail pada pembuatan peta garis dengan pengukuran situasi lebih besar atau
sama dengan 0,3 mm pada skala peta (Pasal 17 ayat 1).

B. Time table Rencana Pengukuran Poligon di Lapangan

Titik Berdiri Alat


Alat
Waktu Durasi Lokasi Kegiatan
Backsight Total Foresight
Station
07:15 - 07:30 15' Fakultas MIPA Briefing dan pengecekan alat
07:30 - 11:30 240' Lokasi 10 Survei Pendahuluan
11:30 - 13:00 90' ISHOMA
Pembuatan Sketsa TDT
13:00 - 16:00 240' Lokasi 10 Perapatan dan pemasangan
patok
07:15 - 07:30 15' Fakultas MIPA Briefing dan pengecekan alat
07:30 - 07:35 5' Mobilisasi ke lokasi
07:35 - 07.45 10' Pemasangan dan Setting alat Arah
Pengukuran azimuth dan Utara BM9 T1
07:45 - 08:15 30'
jarak (kompas)
08:15 - 08:20 5' Pembongkaran alat
08:20 - 08:25 5' Mobilisasi alat
08:25 - 08:35 10' Pemasangan dan Setting alat
BM9 T1 T2
08:35 - 09:05 30' Pengukuran sudut dan jarak
09:05 - 09:10 5' Pembongkaran alat
09:10 - 09:15 5' Mobilisasi alat
09:15 - 09:25 10' Lokasi 10 Pemasangan dan Setting alat
T1 T2 T3
09:25 - 09:55 30' Pengukuran sudut dan jarak
09:55 - 10:00 5' Pembongkaran alat
10:00 - 10:05 5' Mobilisasi alat
10:05 - 10:15 10' Pemasangan dan Setting alat
T2 T3 T4
10:15 - 10:45 30' Pengukuran sudut dan jarak
10:45 - 10:50 5' Pembongkaran alat
10:50 - 10:55 5' Mobilisasi alat
10:55 - 11:05 10' Pemasangan dan Setting alat
T3 T4 T5
11:05 - 11:35 30' Pengukuran sudut dan jarak
11:35 - 11:40 5' Pembongkaran alat
11:40 - 13:00 80' ISHOMA
13:00 - 13:05 5' Mobilisasi alat
13:05 - 13:15 10' Pemasangan dan Setting alat
T4 T5 T6
13:15 - 13:45 30' Pengukuran sudut dan jarak
13:45 - 13:50 5' Pembongkaran alat
13:50 - 13:55 5' Mobilisasi alat
13:55 - 14:05 10' Pemasangan dan Setting alat
T5 T6 T7
14:05 - 14:35 30' Pengukuran sudut dan jarak
14:35 - 14:40 5' Pembongkaran alat
14:40 - 14:45 5' Lokasi 10 Mobilisasi alat
14:45 - 14.55 10' Pemasangan dan Setting alat
T6 T7 BM10
14:55 - 14:25 30' Pengukuran sudut dan jarak
14:25 - 14:30 5' Pembongkaran alat
14:30 - 14:35 5' Mobilisasi alat
14:35 - 14:45 10' Pemasangan dan Setting alat
P3 P4 PC1
14:45 - 15:15 30' Pengukuran sudut dan jarak
15:15 - 15:20 5' Pembongkaran alat
15:20 - 15:30 10' Demobilisasi
15:30 - 16.00 30' Fakultas MIPA Download Data
C. Desain Kerangka Poligon Perapatan
Pada pembuatan kerangka poligon perapatan ini dilakukan secara daring pada lokasi
yang telah ditentukan. Disini saya mendapatkan lokasi 10 yang merupakan area Fakultas
MIPA Universitas Gadjah Mada. Langkah pertama adalah melakukan survei pendahuluan
secara daring yang dilakukan dengan melihat lokasi tersebut menggunakan software
Google Earth Pro. Setelah itu menentukan posisi yang akan dipasang TDT perapatan
sedangkan untuk membuat desain kerangka poligon menggunakan software ArcGIS.

Pada lokasi 10 ini, TDT yang terdekat adalah BM9 dan BM10 yang merupakan Titik
Dasar Teknik Orde 4. Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan dalam penentuan posisi
TDT perapatan adalah sebagai berikut.

Menggunakan metode terestris (Total Station) sehingga jarak antar titik


optimalnya adalah 100 meter.
Posisi titik berada di lokasi yang aman dan mudah dijangkau.
Titik-titik saling terlihat satu sama lain atau tidak terhalang bangunan maupun
pohon.
Menggunakan jumlah titik seoptimal mungkin tidak terlalu banyak dan semua
detail dapat terjangkau oleh TDT perapatan tersebut.

Berikut hasil desain kerangka poligon perapatan pada lokasi 10.


Gambar VII.1. Desain poligon perapatan Lokasi 10
Setelah dilakukan evaluasi, detil bangunan bagian selatan belum terjangkau oleh
titik BM perapatan. Selain itu, karena akan dilakukan pengukuran batas bidang tanah maka
titik perapatan tidak boleh ditempatkan diatas batas bidang sehingga agar bisa dilakukan
pengukuran. Oleh karena itu perlu dilakukan revisi penempatan titik BM yaitu
menambahkan satu titik lagi di bagian selatan dan juga memindahkan beberapa titik
perapatan agar tidak berada diatas tepat batas bidang. Berikut hasil desain kerangka poligon
perapatan setelah revisi.

Gambar VII.2. Desain poligon perapatan Lokasi 10 (setelah revisi)

D. Pengukuran Sudut dan Jarak Poligon Secara Vitual


Langkah selanjutnya adalah melakukan pengukuran sudut dan jarak secara virtual.
Alat yang digunakan adalah tools Measure Line dan Measure Angle yang ada pada
software QGIS. Pengukuran jarak dan sudut dilakukan secara pulang-pergi sebanyak 5 kali.
Sedangkan untuk pengukuran azimuth menggunakan tools Ruler pada software Google
Earth Pro yang dilakukan pengukuran sebanyak 5 kali juga.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Jarak Poligon Utama

Jarak (m)
Sisi Poligon Jarak Rata-rata (m)
Pergi Pulang
BM9 - T1 119.669 119.669 119.669
119.669 119.669
119.669 119.669
119.669 119.669
119.669 119.669
86.99 86.99
86.99 86.99
T1 - T2 86.99 86.99 86.99
86.99 86.99
86.99 86.99
44.425 44.425
44.425 44.425
44.425
T2 - T3 44.425 44.425
44.425 44.425
44.425 44.425
37.276 37.276
37.276 37.276
T3 - T4 37.276 37.276 37.276
37.276 37.276
37.276 37.276
41.280 41.280
41.280 41.280
T4 - T5 41.280 41.280 41.280
41.280 41.280
41.280 41.280
42.854 42.854
42.854 42.854
T5 - T6 42.854 42.854 42.854
42.854 42.854
42.854 42.854
41.662 41.662
41.662 41.662
T6 - T7 41.662 41.662 41.662
41.662 41.662
41.662 41.662
121.764 121.764
121.764 121.764
T7 - BM10 121.764 121.764 121.764
121.764 121.764
121.764 121.764
Tabel 2. Hasil Pengukuran Jarak Poligon Cabang

Jarak (m)
Sisi Poligon Jarak Rata-rata (m)
Pergi Pulang
15.931 15.931
15.931 15.931
T4 - PC1 15.931 15.931 15.931
15.931 15.931
15.931 15.931

Tabel 3. Hasil Pengukuran Sudut Poligon Utama

Sudut Dalam (°) Sudut Luar (°)


Titik
Pengukuran Rata-rata Luar Rata-rata
104.384 255.616
104.384 255.616
T1 104.384 255.616
104.384 255.616
104.384 255.616
104.384 255.616
86.242 273.758
86.242 273.758
T2 86.242 273.758
86.242 273.758
86.242 273.758
86.242 273.758
273.752 86.248
273.752 86.248
T3 273.752 273.752 86.248 86.248
273.752 86.248
273.752 86.248
84.079 275.921
84.079 275.921
T4 84.079 84.079 275.921 275.921
84.079 275.921
84.079 275.921
88.803 271.197
88.803 271.197
T5 88.803 271.197
88.803 271.197
88.803 271.197
88.803 271.197
279.327 80.673
279.327 80.673
T6 279.327 279.327 80.673 80.673
279.327 80.673
279.327 80.673
264.207 95.793
264.207 95.793
T7 264.207 264.207 95.793 95.793
264.207 95.793
264.207 95.793

Tabel 4. Hasil Pengukuran Sudut Poligon Cabang

Sudut Dalam (°) Sudut Luar (°)


Titik
Pengukuran Rata-rata Luar Rata-rata
102.89 257.11
PC1 - T4 - 102.89 257.11
102.89 257.11
T5 102.89 257.11
102.89 257.11
102.89 257.11

Tabel 5. Hasil Pengukuran Azimuth

Arah Azimuth (°) Azimuth Rata-rata (°)


BM9 - T1 352.01 352.01
352.01
352.01
352.01
352.01

E. Perhitungan Bowdith Metode RTM


Pada perhitungan Bowdith ini mengacu pada buku Ilmu Ukur Tanah (Basuki,
2011). Poligon yang akan dihitung merupakan Poligon Terbuka Terikat Sempurna (PTTS)
yang hanya terikat pada sebuah titik pada kedua ujungnya masing-masing merupakan BM9
(431381,912 ; 9141269,391) dan BM10 (431154,098 ; 9141344,617) dalam sistem
proyeksi UTM. Sedangkan dalam perhitungan ini, mengacu pada peraturan BPN
menggunakan sistem proyeksi TM-3 sehingga koordinatnya menjadi BM9 (296806.714 ;
640961.827) dan BM10 (296591.09 ; 641037.843). Adapun hasil ukuran sudut dan jarak-
jaraknya tertera pada halaman sebelumnya. Karena azimuth dari BM9 ke titik T1 tak
diketahui, maka menggunakan azimuth pendekatan yang diukur menggunakan Google
Earth Pro. Atas dasar azimuth awal tersebut poligon dihitung sebagai poligon terikat
sepihak seperti perhitungan dibawah ini.
Koordinat
Titik Sudut Azimuth Jarak DSinA DCosA Titik
X Y
BM9 296806.714 640961.827 BM9 (Definitif)
352.01 119.669 -16.634023 118.50729
T1 104.384 296790.08 641080.3343 T1
276.394 86.99 -86.448886 9.6876296
T2 86.242 296703.6311 641090.0219 T2
182.636 44.425 -2.0431347 -44.377993
T3 273.752 296701.588 641045.6439 T3
276.388 37.276 -37.044562 4.1473574
T4 84.079 296664.5434 641049.7913 T4
180.467 41.28 -0.3364567 -41.278629
T5 88.803 296664.2069 641008.5127 T5
89.27 42.854 42.850522 0.5459839
T6 279.327 296707.0575 641009.0586 T6
188.597 41.662 -6.2277846 -41.193894
T7 264.207 296700.8297 640967.8647 T7
272.804 121.764 -121.61821 5.9566339
296579.2115 640973.8214 BM10 (Pendekatan)
BM10
296591.09 641037.843 BM10 (Definitif)

Azimuth AB
Pendekatan -86.982047
Definitif -70.580427
Selisih 16.40162

Gambar VII.3. Perhitungan Koordinat (Pendekatan)


Dari hitungan poligon tersebut didapatkan koordinat BM10 yang merupakan hasil
pendekatan hitungan azimuth awal. Dari perhitungan koordinat tersebut, dihitung selisih
azimuth AB dari hasil pendekatan dan definitif (yang telah diketahui) kemudian didapatkan
angka 16,199°. Selisih antara azimuth pendekatan dan azimuth definitif ini merupakan
besar sudut rotasi yang diberikan pada azimuth pendekatan untuk mendapatkan azimuth
definitif dari titik BM9 ke titik T1. Setelah itu, poligon dihitung kembali sebagaimana
poligon terikat sempurna menggunakan azimuth awal definitif, sehingga perhitungannya
menjadi sebagai berikut.
Sudut DSinA DCosA Koordinat
Titik Azimuth Jarak Titik
Asal Koreksi Terkoreksi Asal Koreksi Terkoreksi Asal Koreksi Terkoreksi X Y
BM9 296806.714 640961.827 BM9 (Definitif)
368.41162 119.669 17.505619 -0.087734 17.417885 118.38168 0.1341965 118.51588
T1 104.384 0.0293743 104.41337 296824.1319 641080.3429 T1
292.82499 86.99 -80.178163 -0.0637758 -80.241938 33.74496 0.0975504 33.842511
T2 86.242 0.0293743 86.271374 296743.8899 641114.1854 T2
199.09637 44.425 -14.533994 -0.0325697 -14.566564 -41.980277 0.0498181 -41.930459
T3 273.752 0.0293743 273.78137 296729.3234 641072.2549 T3
292.87774 37.276 -34.343739 -0.0273285 -34.371068 14.491644 0.0418012 14.533446
T4 84.079 0.0293743 84.108374 296694.9523 641086.7884 T4
196.98612 41.28 -12.059538 -0.030264 -12.089802 -39.479184 0.0462913 -39.432892
T5 88.803 0.0293743 88.832374 296682.8625 641047.3555 T5
105.81849 42.854 41.231122 -0.031418 41.199704 -11.681605 0.0480564 -11.633549
T6 279.327 0.0293743 279.35637 296724.0622 641035.7219 T6
205.17487 41.662 -17.722278 -0.030544 -17.752823 -37.704683 0.0467197 -37.657963
T7 264.207 0.0293743 264.23637 296706.3094 640998.064 T7
289 121.764 -115.13012 -0.08927 -115.21939 39.642481 0.1365459 39.779027
296591.09 641037.843 BM10 (Perhitungan)
BM10
296591.09 641037.843 BM10 (Definitif)

Jumlah Sudut 1180.794 Jumlah Jarak 535.92 296591.4829 641037.242


Syarat 1180.5884 fx -0.392904
Kesalahan Penutup Sudut 0.20562 fy 0.6009794
Koreksi Sudut 0.0293743 fl 0.718018 746.38798

Gambar VII.4. Perhitungan Koordinat (Definitif)

Selanjutnya menghitung koordinat titik cabang seperti berikut.


Koordinat
Titik Sudut Azimuth Jarak DSinA DCosA Titik
X Y
T3 296729.3234 641072.2549 T3
292.92056
T4 173.031 296694.9523 641086.7884 T4
299.88956 15.931 -13.811979 7.9388921
PC1 296681.1403 641094.7273 PC1

Gambar VII.4. Perhitungan Koordinat Titik Cabang

Dari hasil perhitungan diatas, diperoleh nilai FL 1 : 746,38798 dan didapatkan koordinat
(X, Y) untuk setiap titik perapatan adalah sebagai berikut.
Tabel 6. Koordinat Titik Perapatan

Koordinat
Titik
X Y
T1 296824.1319 641080.3429
T2 296743.8899 641114.1854
T3 296729.3234 641072.2549
T4 296694.9523 641086.7884
T5 296682.8625 641047.3555
T6 296724.0622 641035.7219
T7 296706.3094 640998.064
PC1 296681.1403 641094.7273

F. Sketsa Pengukuran Bidang Tanah dan Rencana Metode Pengukuran Bidang


Dalam penentuan posisi titik horizontal pada bidang tanah terdapat 3 metode yang
sering digunakan dalam pengukuran bidang, antara lain:
1. Triangulasi
Metode triangulasi adalah salah satu cara penentuan posisi horisontal titik-titik di
permukaan bumi, di mana titik satu dengan lainnya dihubungkan sehingga
membentuk rangkaian segitiga atau jaring segitiga, di mana pada setiap segitiga
hanya dilakukan pengukuran sudut.
2. Trilaterasi
Metode trilaterasi adalah salah satu cara penentuan posisi horisontal titik-titik di
permukaan bumi, di mana titik satu dengan lainnya dihubungkan sehingga
membentuk rangkaian segitiga atau jaring segitiga, di mana pada setiap segitiga
hanya dilakukan pengukuran jarak.
3. Triangulaterasi
Metode triangulaterasi adalah salah satu cara penentuan posisi horisontal titik-titik
di permukaan bumi, di mana titik satu dengan lainnya dihubungkan sehingga
membentuk rangkaian segitiga atau jaring segitiga, di mana pada setiap segitiga
dilakukan pengukuran sudut dan jarak. Konsep pembentukan segitiga seperti
dilakukan pada metode trilaterasi dan triangulasi.
Berikut adalah sketsa pengukuran bidang tanah:
Tabel Hasil Pengukuran Sudut dan Jarak
Bidang Metode Ukuran Sketsa Sudut Jarak
Bidang 1 Triangulaterasi T1 – BM9 – 1a 84,331° 19,455 m
T1 – BM9 – 1f 82,274° 59,308 m
Trilaterasi 1b – T1 13,463 m
1b – T2 96,147 m
1c – T2 2,072 m
1c – T3 45,863 m
1d – T2 48,891 m
1d – T3 4,667 m
Triangulasi 1e – T3 – T6 74,865°
1e – T6 – T3 60,045°
Diagonal 1g – 1h 41,478 m
1i – 1j 96,405
Bidang 2 Trilaterasi 2d – T6 46,979 m
2d – T7 6,542 m
Diagonal 2e – 2f 44,131 m
2c – 2f 55,107 m

Bidang 3 Trilaterasi 3a – T5 39,316 m


3a – T6 4,726 m
3c – T3 42,277 m
3c – T4 10,387 m
3d – T5 5,410 m
3d – T6 47,716 m
Diagonal 3d – 3e 36,809 m

Bidang 4 Triangulasi 4d – PC1 – T4 119,416°


4d – T4 – PC1 32,126°
Trilaterasi 4c – T2 39,538 m
4c – PC1 63,628 m
Diagonal 4e – 4f 46,715 m
Bidang 5 Trilaterasi 5d – T3 32,467 m
5d – T5 67,391 m
Triangulaterasi T7 – BM9 – 5f 7,458° 68,181 m
Diagonal 5g – 5h 70,755 m

VIII. Kesimpulan
Dalam merancang pengukuran poligon perapatan perlu diperhatikan syarat-syarat
penempatan titik-titik perapatan sehingga mampu diaplikasikan dengan baik saat
pengukuran poligon maupun pengukuran bidang dan detail lain nantinya.
Daftar Pustaka
BPN. 1998. Petunjuk Teknis PMNA/KBPN No. 3 tahun 1997 Materi Pengukuran dan
Pemetaan Pendaftaran Tanah. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Pendaftaran Tanah. 8
Juli 1997. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59. Jakarta
BSN. 2002. Jaring Kontrol Horizontal SNI 19-6724-2002. Jakarta
Wahyono, E. B., Suhattanto, M. A. 2019. Modul Survey Satelit Pertanahan. Sekolah Tinggi
Pertanahan Nasional: Yogyakarta.
Wahyono, E. B., Nugroho., T. 2014. Kerangka Dasar Pemetaan. Yogyakarta: Sekolag
Tinggi Pertanahan Nasional.

Syaifullah, A., Kusmiarto. 2014. Survey Kadastral. Yogyakarta: Sekolag Tinggi


Pertanahan Nasional.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Sistemastis Lengkap.

Anda mungkin juga menyukai