LUNAK
PADA SISTEM E-COMMERCE MENGGUNAKAN METODE CMMI
(Studi Kasus Zalora Indonesia)
Abstrak
Zalora Indonesia merupakan platform belanja fashion online terdepan yang berfokus pada
pengembangan produk dibidang mobile application dan web application, menyediakan
brand lokal dan internasional yang terus bertambah untuk para konsumen di seluruh
Indonesia. Zalora memiliki lebih dari 150.000 produk yang dapat memenuhi kebutuhan
fashion para wanita di Indonesia. Produk-produk yang dihasilkan diharapkan dapat
mendukung tuntutan perkembangan bisnis saat ini. Namun kenyataannya produk-produk
yang dihasilkan masih sering ditemukan cacat. Penelitian ini bertujuan untuk menilai
tingkat kapabilitas proses pengembangan produk pada divisi di perusahaan dengan
menggunakan Capability Maturity Model Integration (CMMI). Metode penelitian yang
digunakan adalah kualitatif dengan pengumpulan data menggunakan wawancara dan
penelusuran dokumen. Penilaian dilakukan pada enam proses area pada CMII yang dipilih
berdasarkan product roadmap CMII. Keenam proses area tersebut terdiri dari requirements
development, requirements management, technical solution, process and product quality
assurance, configuration management dan verification.
Kata kunci : CMII, Product Roadmap, Zalora
1. PENDAHULUAN
Saat ini perkembangan perusahaan berbasis teknologi cukup meningkat. Hal
ini ditandai dengan munculnya berbagai macam perusahaan rintisan yang
menawarkan produk-produk berbasis teknologi. Perkembangan perusahaan
berbasis teknologi menyebabkan persaingan yang cukup ketat antar perusahaan
tersebut. Oleh karena itu perusahaan harus meningkatkan mutu dari produk agar
dapat tetap bersaing dengan competitor. Salah satu cara meningkatkan mutu dari
suatu produk adalah dengan meningkatkan kualitas proses pengembangannya.
Banyak cara untuk meningkatkan kualitas proses pengembangan produk.
Contohnya adalah dengan menerapkan suatu standarisasi proses pengembangan.
Saat ini banyak standarisasi yang dapat digunakan oleh perusahaan. Salah satunya
ada Capability Maturity Model Integration atau CMII.
CMII merupakan model peningkatan kinerja untuk organisasi yang ingin
mencapai kinerja tinggi dalam operasinya. CMII membantu mengidentifikasi dan
meningkatkan kemampuan, kualitas, dan keuntungan dari suatu organisasi. CMII
mempunyai empat model, yaitu CMII for development, CMII for acquisition, CMII
for services dan people CMM.
CMII for development merupakan model CMII yang berfokus pada hal
teknis atau pengembangan produk dan pengembangan layanan. CMII for
acquisition berfokus pada kepemilikan produk atau layanan. CMII for services
berfokus pada penyediaan layanan. Sedangkan model people CMM berfokus pada
pengembangan kecakapan tenaga kerja.
Permasalahan yang dialami oleh Zalora Indonesia yaitu cacat pada produk
telah dijelaskan dalam CMII for development pada proses area process and product
quality assurance. Salah satu tujuan dari proses area ini adalah mengatasi masalah
atas kegagalan produk. Dengan menggunakan pedoman dari proses area tersebut
maka dilakukan penilaian tiap proses area. Penilaian berguna untuk menemukan
kelemahan pada praktik-praktik pengembangan perangkat lunak sesuai proses area.
2. LANDASAN KEPUSTAKAAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Abdul Barir Hakim dalam penelitiannya pada tahun 2015 yang
berjudul Penerapan CMII Pada Perusahaan Kecil: Studi Kasus PT. Logix
System Technology menggunakan CMII-Dev 1.2 untuk melakukan optimasi
proses pada PT. Logix System Technology. Optimasi proses yang dilakukan
ialah dengan menemukan kelemahan-kelemahan dari proses yang sudah ada
kemudian diberikan rekomendasi solusi agar kelemahan tersebut dapat
dihilangkan. Karena penerapan CMII tidak secara keseluruhan dilakukan
dikarenakan tidak keseluruhan proses area digunakan oleh perusahaan, maka
Abdul Barir Hakim menggunakan representasi continuous. Representasi
continuous dianggap lebih fleksibel karena menyesuaikan dengan keadaan
organisasi.
Pada penelitian Abdul Barir Hakim ditemukan permasalahan terdapat
pada perubahan requirement dan delivery produk yang penuh bug.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka Roadmap yang paling sesuai
adalah product roadmap. Di dalam product roadmap berisi beberapa process
area yang menjadi focus implementasi. Process area itu antara lain :
1. Requirement Development (RD)
2. Requirement Management (REQM)
3. Technical Solution (TS)
4. Configuration Management (CM)
5. Verification (VER)
6. Process and Product Quality Assurance (PPQA)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Widodo yang berjudul
“Evaluasi Proses Pengembangan Perangkat Lunak Pada Virtual Team
Development Menggunakan CMII Versi 1.3” membahas tentang
penggunaan outsourcing virtual team development (VTD). Penelitian yang
dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan dan kapabilitas
dari proses pengembangan yang dilakukan oleh VTD. Penilaian tingkat
kematangan dan kapabilitas dari VTD dilakukan dengan menggunakan
SCAMPI C. Hasil dari penelitian dapat digunakan oleh organisasi sebagai
strategi dalam menggunakan jasa outsourcing VTD untuk mengembangkan
perangkat lunak yang berorientasi pada kualitas perangkat lunak yang
dihasilkan.
Item Value
Metode pengumpulan data Managed Discovery
Metode verifikasi dan validasi data Uji kredibilitas, uji transferability, uji
dependability, uji confirmability
Aktivitas penilaian yang dilakukan I. Memasukkan data awal yang
dikumpukan
II. Menyimpan data hasil proses
pengembangan produk
III. Melakukan verifikasi dan
validasi data yang masuk ketika
melakukan penilaian
IV. Mengidentifikasi kelemahan dan
menetapkan rekomendasi
berdasarkan data
V. Melaporkan hasil
Logistic penilaian Alat perekaman, lembar pertanyaan dan
penjelasan proses area
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan penilaian terdapat proses pengembangan
produk di Zalora Indonesia, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1 Proses area requirements development memiliki tingkat kapabilitas level nol
atau incomplete. Hal ini dikarenakan tidak semua specific practices pada
proses area requirements development sudah dilakukan sesuai dengan tujuan
dan pertimbangan penilaian. Untuk specific practices validate requirements
yang bertujuan memastikan produk yang dihasilkan akan tampil seperti yang
dimaksud konsumen pada lingkungan enduser sengaja tidak dilakukan.Hal
tersebut dikarenakan perusahaan tidak perlu melakukan validasi terhadap
requirement. Perusahaan menganggap validasi requirements dilakukan oleh
konsumen.
2 Proses area requirements management (REQM) memiliki tingkat kapabilitas
level nol atau incomplete. Hal ini dikarenakan salah satu specific practices
tidak memenuhi tujuan ataupun pertimbangan penilaian. Specific practices
yaitu maintain bidirectional traceability of requirements belum dilakukan
oleh perusahaan khususnya divisi IT multimedia. Specific practices tersebut
bertujuan untuk memelihara keterlusuran dua arah antara requirement dan
hasil dari proses-proses pengembangan produk
3 Proses area technical solution (TS) memiliki tingkat kapabilitas level satu
atau performed. Hal ini dikarenakan setiap specific practices dilakukan
namun belum adanya pengelolaan pada setiap praktik. Tidak adanya
pengelolaan sangat berpeluang membuat hasil dari suatu proses yang telah
dilakukan hilang seiring berjalannya waktu.
4 Proses area process and product quality assurance (PPQA) memiliki tingkat
kapabilitas level nol atau inclomplete. Hal ini dikarenakan salah satu specific
practices tidak dilaksanakan oleh perusahaan khususnya divisi IT mulmedia.
Specific practices establish record tentang pembuatan rekaman atau
dokumentasi terkait proses dan hasil dari proses penjaminan mutu produk.
5 Proses area configuration management (CM) memiliki tingkat kapabilitas
level nol atau incomplete. Hal ini dikarenakan adanya dua specific practices
yang tidak memenuhi pertimbangan penilaian. Specific practices terkait
establish a configuration management system dan terkait perform
configuration audits.
6. REFERENSI
Made Novita, D., Made Sukarsa, I., & Ketut Adi Purnawan, I. (2019). Mengetahui
Tingkat Kematangan Aplikasi pada Start up IT Menggunakan Metode CMMI dan
TMMi. Jurnal Ilmiah Merpati (Menara Penelitian Akademika Teknologi
Informasi), 7(1), 1. https://doi.org/10.24843/jim.2019.v07.i01.p01