Anda di halaman 1dari 15

TINJAUAN KRITIS ATAS MODEL PEMBIAYAAN DAN

PENJAMINAN DALAM KPS KELISTRIKAN

CRITICAL REVIEW ON FUNDING AND GUARANTEE MODEL OF


PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP FOR ELECTRICITY

Esta Lestari
Peneliti, Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Email: esta.lestari@gmail.com

Abstract
Lack of infrastructure is one of the major challenge for improving investment in Indonesia, especially in
electricity. Investment in this area is very much capital-intensive which is hardly fulfilled by the sole government
budget. This circumstance initiated the government to cooperate with the private sector under the scheme of public-
private partnership (PPP). This is a qualitative-study based on secondary and literature study to examine the
trends, performance and potential impact of electricity investment under PPP. The study shows that regardless of
the economic benefits of this scheme, the social cost may need to be considered as infrastructure plants interacted
with the livelihood of people living in the area that raises the resistance and the environmental cause in order to
find a win-win solution for all parties Involved.
Keywords: Infrastructure, electricity sector, Investment scheme, Public-private partnership.

JEL Classification: G30, L94, O20

Abstrak
Rendahnya infrastruktur kelistrikan menjadi salah satu hambatan paling signifikan bagi peningkatan iklim
investasi. Investasi kelistrikan membutuhkan pembiayaan yang sangat besar dan menjadi awal bagi inisiasi pemerintah
untuk menggandeng pihak swasta melalui mekanisme Kerja sama Pemerintah-Swasta (KPS) atau public private
partnership (PPP). Studi ini merupakan studi kualitatif yang didasarkan pada data sekunder untuk menganalisis
perkembangan, kinerja dan potensi dampak dari KPS kelistrikan. Studi ini menunjukkan bahwasanya lepas dari
besarnya manfaat yang didapatkan dari KPS, tantangan implementasi sangat besar dan tidak saja terkait dengan
aspek ekonomi semata, namun juga membutuhkan pertimbangan aspek sosial. Resistensi masyarakat, dan dampak
terhadap lingkungan harus menjadi bagian dari pertimbangan pemerintah dan swasta untuk mencari titik temu dan
koordinasi yang menguntungkan semua pihak. Oleh karena itu, perlu perhatian lebih mendalam untuk mencari
alternatif solusi pembiayaan bagi pemerintah sehingga tidak menimbulkan biaya ekonomi dan sosial dimasa depan.
Kata kunci: Infrastruktur, kelistrikan, Model Pembiayaan, Kerja sama Pemerintah-Swasta.

Klasifikasi JEL: G30, L94, O20

1
PENDAHULUAN produktivitas, dan memberikan dampak spillover
yang positif (Bottini, Coelho dan Kao, n.d).
Keterlambatan investasi dalam bidang
Namun, investasi bukanlah tentang seberapa
ketenagalistrikan sejak krisis ekonomi di
besar nilainya, melainkan bagaimana mengelola
pertengahan 1990an telah menggerus daya saing
investasi secara efektif sehingga mendatangkan
Indonesia pada peringkat 41 ditahun 2016-2017,
manfaat bagi masyarakat luas (Bottini, Coelho
menurun empat peringkat dari tahun sebelumnya
dan Kao, n.d; Hulten, 1996).
(WEF 2017). Rendahnya infrastruktur kelistrikan
menjadi salah satu hambatan paling signifikan Landasan teoritis dari pengaruh infrastruktur
yang menghambat iklim investasi. Besarnya terhadap pertumbuhan berakar pada Teori
biaya investasi dalam sektor kelistrikan yang Pertumbuhan. Adalah Arrow dan Kurz (1970)
tidak dapat ditanggung pemerintah menjadi alasan and Weitzman (1970) yang memasukkan
utama keterlambatan investasi pembangkit, yang infrastruktur ke dalam teori pertumbuhan formal
menjadi awal dari inisiasi pemerintah untuk sementara Auschauer (1989) adalah yang pertama
menggandeng pihak swasta dalam investasi menganalisis pentingnya infrastruktur sebagai
infrastruktur melalui mekanisme Kerja sama sumber pertumbuhan secara empiris, yang
Pemerintah-Swasta (KPS) atau umumnya disebut kemudian diikuti oleh berbagai studi kuantitatif
sebagai public private partnership (PPP). lainnya (Hulten, 1996).
Megaproyek penyediaan listrik 10.000 Menurut Chan (2009), infrastruktur adalah
MW menjadi pintu bagi masuknya pihak terminologi yang beragam, mencakup berbagai
swasta yang lebih luas dalam skema KPS dalam struktur fisik yang digunakan sebagai input dalam
bidang ketenagalistrikan. Proyek ini terbagi proses produksi. Secara umum, infrastruktur
menjadi 2 tahap dimana Tahap I melibatkan 37 terbagi menjadi dua jenis, 1) infrastruktur sosial
pembangkit1 dan direncanakan akan selesai pada seperti sekolah dan rumah sakit; 2) Infrastruktur
2014 (Sustaining Partnership, 2011). Selain ekonomi (Adam 2016, unpublished; Bottini,
proyek tersebut, salah satu model KPS lainnya Coelho dan Kao, n.d).
yang menjadi showcase pemerintah adalah Menurut Adam (2016, unpublished), terdapat
PLTU Jawa Tengah dengan kapasitas 2x1.000 beberapa peran infrastruktur dalam pembangunan
MW yang merupakan proyek KPS terbesar dan pertumbuhan ekonomi, 1) sebagai variabel
dan masuk kedalam MP3EI. Proyek ini adalah stock, infrastruktur akan mendorong peningkatan
proyek pertama dalam skema KPS yang telah output dalam fungsi produksi perekonomian. Ini
mendapatkan penjaminan pemerintah melalui terjadi karena infrastruktur berperan sebagai input/
PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PT PII) faktor produksi kunci (necessary inputs) yang
dengan nilai total investasi mencapai Rp 30 triliun secara langsung mempengaruhi prosesproduksi
(Sustaining Partnership, 2011). dalam suatu perekonomian (Fedderke dan
Garlick, 2008; Olaseni dan Alade, 2012).
TINJAUAN PUSTAKA Meskipun banyak studi yang menganalisis
hubungan antara infrastruktur dengan pertumbuhan
ekonomi namun sedikit yang mengkaji efektivitas
Peran infrastruktur Energi terhadap dari investasi itu sendiri. Banyak bukti empiris
pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan bagaimana investasi
Infrastruktur memegang peran penting dalam infrastruktur kerap beroperasi dibawah kapasitas
proses pertumbuhan ekonomi karena memberikan (under-capacity) meskipun telah menghabiskan
manfaat ekonomi jangka panjang yang akan biaya yang tidak sedikit.
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, Investasi ketenagalistrikan juga tidak pelak
menjadi salah satu pendorong pertumbuhan
1
Dari 37 pembangkit yang diproyeksikan, ditahun 2011 ekonomi karena meningkatkan permintaan
baru enam proyek yang telah berhasil beroperasi, yaitu dan penawaran barang dan jasa. Stern (2010)
PLTU Banten-Labuan (2x300 MW), PLTU Jabar-Indrama-
yu (3x330 MW), PLTU Banteng-Suralaya (1x625 MW),
berargumen bahwa energi memainkan peran
dan PLTU Jatim-Paiton dalm uji coba (1x660 MW). penting dalam proses produksi yang umumnya

2 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 24, No. 1, 2016


hanya dipandang sebagai fungsi dari modal dan melibatkan entitas legal terpisah yang umumnya
tenaga kerja. Energi dibutuhkan untuk proses disebut sebagai special purpose vehicle, yaitu
produksi industri, bekerjanya peralatan dan perusahaan/badan usaha yang dibuat oleh investor
pelayanan dari seluruh sektor produktif dalam penyumbang modal (sponsor) untuk menjalankan
perekonomian (Lemma, Massa, Scott dan Wilem, kegiatan yang didefinisikan dalam kontak.
2015). Kesepakatan pinjaman dalam PPP berbeda
Banyak studi yang menunjukkan hubungan dengan kesepakatan keuangan perusahaan.
positif antara ketersediaan listrik dengan Metode pembiayaan hutang dalam PPP disebut
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga sebagai pembiayaan proyek (project finance)
kerja. Kraft dan Kraft (1978) merupakan salah dimana pembiayaan utang jangka panjang yang
satu yang pertama menganalisis hubungan meningkat dikaitkan dengan cash flow dan bukan
antara Pendapatan Nasional Bruto (PNB) dengan dengan neraca keuangan perusahaan. Akibatnya
konsumsi energi di Amerika antara tahun 1947- terdapat mekanisme pengalihan resiko pada pihak
1974 dan menemukan bahwa kenaikan PNB akan yang bisa menanggung resiko yaitu pihak swasta.
meningkatkan konsumsi energi. Namun, dampak Bentuk kerja sama yang umumnya ditemui dalam
antara konsumsi energi dengan PDB ternyata PPP adalah build own operate (BOO), build
bersifat kausalitas sebaliknya dimana konsumsi operate transfer (BOT), design build finance
energi juga dapat berperan dalam mendorong operate (DBFO), leasing, joint venture dan
pertumbuhan seperti yang dianalisis oleh Stern kontrak operasional managemen. Keselurahannya
(1993) dan Chang (2001). memiliki mekanisme pembagian resiko yang
berbeda-beda diantara pihak-pihak terkait.
METODE PENELITIAN
Studi ini merupakan penelitian kualitatif dengan Keterlibatan pihak swasta dalam
pendekatan induktif berdasarkan ekonomi pembangunan infrastruktur publik didunia
kelembagaan. Studi ini bersifat desk-study yang semakin meningkat selama beberapa dekade
mengandalkan data sekunder berupa peraturan, terakhir terutama sejak kebangkitan Asia di
dokumen dan data statistik yang terkait KPS di tahun 1990-an, meskipun mengalami fluktuasi.
Indonesia serta tinjauan literaturk sebagai bahan Pembiayaan infrastruktur yang melibatkan
kajian untuk menganalisis kinerja KPS di sektor swasta meningkat hampir sembilan kali lipat
ketenagalistrikan di Indonesia dan perdebatannya. antara tahun 1990 dan 2010. Kawasan Timur
Tengah dan Afrika Utara menarik investasi
swasta paling besar sejak tahun 1993, terutama
HASIL DAN PEMBAHASAN dalam bidang infrastruktur energi, sebelum Asia
Selatan menggeser posisi tersebut ditahun 2010
Gelombang pembaharuan pembiayaan (PPI 2013). Perkembangan terakhir dari Laporan
infrastruktur melalui PPP Tahunan Private Participation in Infrastructure
(PPI) tahun 2016 menunjukkan perubahan
Pembiayaan pembangunan yang melibatkan pihak yang cukup berarti, terutama dalam peran serta
swasta terbagi atas beberapa jenis investasi, salah beberapa negara seperti Asia Timur dan China.
satunya adalah investasi infrastruktur termasuk Terjadi tren penurunan sejak tahun 2016 sebesar
didalamnya sektor kelistrikan. Pembiayaan 37% menjadi USD 71,5 milyar terutama akibat
infrastruktur oleh swasta mengalami peningkatan penurunan di Turkey, Afrika Selatan dan Peru,
tajam dewasa ini terutama pasca 1990an, sejak sementara kedua negara pertama merupakan salah
Asia mengalami pertumbuhan ekonomi yang satu dari pendorong utama investasi infrastruktur
sangat pesat sementara negara-negara maju swasta selain India dan Brazil. Sebaliknya,
mengalami stagnasi dan krisis. hanya Asia Timur yang mengalami peningkatan
Nishizawa (2011) menjelaskan bahwa PPP investasi sebesar 43% dari USD17,3 milyar
adalah kesepakatan kerja sama jangka panjang menjadi USD24,8 milyar antara 2015 dan 2016.
antara pemerintah dengan pihak swasta yang Sedangkan kawasan Amerika Latin dan Karibia

Tinjauan Kritis atas ... (Esta Lestari)│ 3


yang didorong oleh Brazil menjadi kawasan ditemui dalam kerja sama kelistrikan. Perbedaan
dengan nilai investasi tertinggi (PPI 2017). diantara sub-tipe perjanjian di sektor kelistrikan
Investasi infrastruktur dalam bidang dijelaskan dalam tabel 1.
energi didunia mencapai USD 70,1 milliar
ditahun 2011 yang terdiri dari USD53,4 milliar Perkembangan peran swasta disektor
investasi baru dan sisanya investasi dari proyek kelistrikan di Indonesia
sebelumnya. Sayangnya, investasi ini menurun
Disparitas ketersediaan listrik baik antar pulau,
11% dibandingkan tahun sebelumnya akibat
antara desa-kota, dan antar pengguna baik rumah
penurunan investasi di Asia Selatan dan Asia
tangga maupun industri menjadi tantangan
Timur dan Pasifik. Secara global, investasi dalam
terbesar dalam penyediaan listrik yang menunjang
bidang energi didominasi oleh investasi dalam
kegiatan masyarakat dan industri. Salah satu
energi terbarukan yang mengalami peningkatan
upaya untuk meningkatkan supply listrik adalah
rata-rata 38% setiap tahunnya sejak tahun
dengan membuka sektor ini pada pihak swasta.
2006 dengan proporsi sekitar 30-33% dari total
Menurut UU ketenagalistrikan No. 30/2009,
investasi energi pada periode yang sama.
PT PLN tidak lagi menjadi monopoli dalam
Investasi d ikawasan Asia Timur dan Pasifik penyediaan listrik sehingga membuka peluang
didominasi oleh investasi dalam bidang energi semakin besarnya keterlibatan swasta. Secara
yaitu kelistrikan yang mencapai 68% dari total teoritis, struktur pasar yang semakin liberal akan
investasi di kawasan tersebut. Investasi untuk memberikan keuntungan bagi konsumen dalam
pembangkit listrik berbasis batubara mencapai penyediaan yang lebih besar dan kompetisi tarif.
17 proyek senilai USD10,2 miliar untuk 5,6GW Akan tetapi, meskipun pasar listrik semakin
kapasitas terpasang. Proyek yang paling dominan terbuka, penyediaan listrik yang diamanatkan UU
di kawasan ASEAN adalah PLTU Hongsa 1.470 sebagai kewajiban pemerintah menjadikan PT
MW di Laos yang akan memasok listrik dari Laos PLN masih menjadi off taker dengan penentuan
hingga Thailand (24% dari investasi regional tariff tetap oleh pemerintah atas persetujuan DPR.
tahun 2010) termasuk juga Indonesia (22%)
Dominannya peran PT PLN dalam sektor
dan Filipina (19%). Di kawasan Asia Timur dan
kelistrikan selain sebagai perpanjangan tangan
Pasifik tercatat 56 proyek baru ditahun 2011
pemerintah juga karena tiga hal, pertama,
terutama dari China (34), Indonesia (1), Laos
karakteristik sektor ini yang padat modal dan
(2), Malaysia (1), Filipiana (3), Thailand (7) dan
padat teknologi sehingga sulit untuk menarik
Vietnam (8) (PPI website 2012).
investor swasta. kedua, isu-isu non-teknis
Jenis keterlibatan pihak swasta dalam turut serta dalam memperlambat investasi
investasi sektor listrik umumnya adalah pembangkit seperti fluktuasi minyak dunia dan
Greenfield2 dengan sub tipe yang beragam, yaitu isu lingkungan yang memaksa pemerintah untuk
BLT, BOO, BOT, merchant, dan sewa selama membangun infrastruktur dengan teknologi
masa konsensi 3 tertentu (PPI website 2012). yang lebih mutakhir, ramah lingkungan dan
Kerja sama antara pihak pemerintah dan swasta memanfaatkan sumber energi alternatif non-fossil
didasarkan pada kesepakatan tertentu seperti fuel (Sustaining Partnership, 2011). Ketiga,
jaminan pembayaran atau pembelian (purchasing Undang-Undang Ketenagalistrikan yang tidak
power agreement/PPA 4 ), subsidi, jaminan familiar bagi anggapan investor mengakibatkan
pendapatan, jaminan hutang, jaminan nilai tukar selama beberapa dekade PLN melayani pelanggan
dan jaminan biaya konstruksi. Jaminan pembelian harus menghadapi kendala di pembangunan
(PPA) adalah kesepakatan yang paling umum infrastruktur hilir (JurNas online, 2012) dan
2
Usaha gabungan antara pemerintah-swasta membangun menjadi monopoli secara alamiah selama lebih
dan mengoperasikan fasilitas baru selama jangka waktu dari 40 tahun (Tumiwa, 2012).
yang ditentukan dalam kontrak proyek. Fasilitas ini dapat
kembali ke sektor publik pada akhir masa konsesi. Meskipun keran liberalisasi mulai dibuka
3
Badan usaha mengambil alih pengelolaan perusahaan sejak hadirnya UU Ketenagalistrikan, namun
milik negara untuk suatu periode tertentu. keterlibatan pihak swasta dalam investasi sektor
4
Proyek PPA untuk independent power plant (IPP). kelistrikan telah berjalan lama dan ditargetkan

4 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 24, No. 1, 2016


Tabel 1. Bentuk-bentuk Kontrak dan Penjaminan Pemerintah dalam Sektor Kelistrikan

No Tipe Perjanjian Keterangan


1 BLT Sponsor swasta membangun fasilitas baru terutama pada risiko sendiri,
kemudian mentransfer kepemilikan kepada pemerintah untuk kemudian
menyewa fasilitas dari pemerintah dan beroperasi dengan risiko sendiri hingga
berakhirnya sewa. Pemerintah biasanya memberikan jaminan pendapatan
jangka panjang untuk membayar pasokan atau jaminan kemacetan pendapatan.
2 BOO Sebuah sponsor swasta membangun fasilitas baru pada risiko sendiri, kemudian
memiliki dan mengoperasikan fasilitas pada risiko sendiri. Pemerintah biasanya
memberikan jaminan pendapatan jangka panjang untuk membayar pasokan
atau jaminan kemacetan pendapatan.
3 BOT Sebuah sponsor swasta membangun fasilitas baru pada risiko sendiri,
mengoperasikan fasilitas pada risiko sendiri, dan kemudian mentransfer fasilitas
kepada pemerintah pada akhir masa kontrak. Pemerintah biasanya memberikan
jaminan pendapatan melalui kontrak pembelian jangka panjang untuk pasokan
atau jaminan kemacetan pendapatan.
4 Merchant Sebuah sponsor swasta membangun fasilitas baru di pasar yang liberal di mana
pemerintah tidak memberikan jaminan pendapatan.
5 Sewa Pemerintah menyewa pembangkit listrik dari swasta untuk jangka waktu berkisar
antara 1-15 tahun. Pihak swasta menempatkan fasilitas baru pada risiko sendiri,
memiliki dan mengoperasikan fasilitas pada risiko sendiri selama masa kontrak.
Pemerintah biasanya memberikan jaminan pendapatan melalui perjanjian
pembelian jangka pendek seperti perjanjian pembelian listrik untuk fasilitas
pasokan massal.
Jaminan Pemerintah
1 Subsidi Pemerintah setuju untuk memberikan subsidi tunai untuk sebuah proyek.
Bentuknya dapat berupa lump sum total atau jumlah tetap per sambungan baru,
dan pembayaran dapat berupa angsuran atau sekaligus. Biasanya dalam bentuk
investasi aset fisik di mana pihak swasta mengambil beberapa risiko investasi
seperti, konsesi, divestasi dan greenfields.
2 Jaminan pembayaran Terjadi ketika pemerintah setuju untuk memenuhi kewajiban pembeli (biasanya
BUMN) jika terjadi kasus non-kinerja oleh pembeli. Contoh yang paling umum
dari ini adalah ketika pemerintah menjamin pembayaran tetap perjanjian off-
take Power Purchase Agreement PPA), Air Purchase Agreement (WPA) antara
entitas swasta dan BUMN.
3 Jaminan hutang Terjadi ketika pemerintah mengamankan pinjaman dari badan usaha swasta.
Artinya, pemerintah menjamin pembayaran kepada kreditur dalam kasus default
oleh badan usaha swasta.
4. Jaminan pendapatan Jika pemerintah menetapkan pendapatan variabel minimum untuk operator
swasta, biasanya pendapatan ini berasal dari pembayaran fee pengguna
dengan pengguna akhir pelanggan. Bentuk jaminan yang paling umum di jalan
dengan kemacetan minimum pembayaran atau pendapatan minimum yang
ditetapkan oleh pemerintah.
5 Jaminan nilai tukar Ketika pemerintah melindungi badan usaha swasta dari fluktuasi nilai mata uang
  lokal. Sebagai contoh, pemerintah akan setuju untuk mengganti badan usaha
swasta untuk kerugian layanan utang jika nilai mata uang local terdepresiasi
misalnya 20 % atau lebih.
6 Jaminan biaya konstruksi Jika pemerintah melindungi badan usaha swasta dari meningkatnya biaya
konstruksi yang sangat tajam dalam tahap pembangunan proyek.
Sumber: PPI website, 2012

Tinjauan Kritis atas ... (Esta Lestari)│ 5


terus meningkat dimasa mendatang. Jauh sebelum ditujukan hanya untuk proyek-proyek yang masuk
Indonesia mengalami krisis listrik periode 2000an, dalam Blue book Bappenas.
PT PLN sudah menggandeng pihak swasta.
Terlibatnya pihak swasta dalam penyediaan Transformasi KPS disektor kelistrikan
listrik umumnya didasarkan pada kesepakatan Indonesia
pembelian (PPA) dan sewa pembangkit dari
IPP. Tumiwa (2012) menjelaskan bahwa secara KPS dalam sektor kelistrikan secara historis telah
historis penyediaan listrik swasta di Indonesia berjalan sejak lama. Naik turunnya keterlibatan
telah terjalin tahun 1985 sejak adanya UU No. swasta pada kenyataannya sangat dipengaruhi
15 tahun 1985 tentang Kelistrikan yang membuka oleh kebijakan pemerintah terutama kerangka
kesempatan pihak swata untuk membangun hukum yang melandasinya. Era keterbukaan pasar
pembangkit listrik. Dampaknya adalah banyaknya sektor kelistrikan diawali sejak dimunculkannya
proyek listrik swasta mencapai 25 proyek selama UU Ketenagalistrikan tahun 1985 dengan
periode 1990-1997 dan diantaranya dengan masa membuka peran swasta secara terbatas dalam
konsensi jangka panjang mencapai 25 tahun. setor kelistrikan, hanya untuk bagian-bagian
tertentu yaitu pembangkit (pembelian listrik) dan
Peran swasta dalam penyediaan listrik publik
sewa pembangkit, sedangkan untuk transmisi
terus meningkat signifikan dan mencapai 25%
dan distribusi masih dipegang PT PLN. Akan
dari total volume penjualan listrik PLN ditahun
tetapi dalam perjalanannya, mekanisme yang
2011 (Laporan tahunan PT PLN, 2011). Gambar
ada terus mengalami transformasi untuk mencari
1 menunjukkan bahwa produksi listrik yang
yang paling sesuai dengan karakteristik proyek
dibeli dan disewa dari IPP terus meningkat hingga
yang dikerja samakan. Transformasi kerja sama
hampir 45.000 GWh. Nilai ini mencapai 22,4%
tersebut digambarkan secara singkat pada Gambar
dari total produksi listrik, sedikit meningkat
2.
dari tahun 2006 sebesar 21,5%. Peningkatan
peran swasta dimasa mendatang dipastikan akan Meskipun peran IPP mengalami pasang
semakin meningkat terutama sejalan dengan surut akibat permasalahan yang bersifat internal,
adanya program 10.000 MW yang dicanangkan namun badai yang paling besar menghantam
pada tahun 2006. investasi disektor kelistrikan terjadi pada saat
krisis moneter pada pertengahan 1997. Penurunan
Investasi di sektor pembangkit merupakan
investasi terjadi dihampir seluruh sektor akibat
investasi yang paling menguntungkan diantara
tekanan nilai tukar dan krisis yang merembet pada
subsektor ketenagalistrikan lainnya, seperti
krisis sosial. Ketidakstabilan sosial politik ini
transmisi atau distribusi. Menurut Tumiwa
memberikan dampak yang paling signifikan bagi
(2012) imbal hasil bisnis pembangkit mencapai
penurunan investasi asing. Disisi lain, pemerintah
15-22% sementara transmisi hanya sekitar 5-6%.
juga harus mengetatkan ikat pinggang dengan
Semakin banyaknya pihak swasta yang tertarik
memotong pengeluaran pemerintah dengan
dalam investasi pembangkit juga tidak lepas
sangat signifikan untuk menjaga kesehatan
dari semakin banyaknya lembaga pembiayaan
anggaran, dimana salah satunya adalah investasi
yang mulai tertarik turut serta dalam investasi
infrastruktur kelistrikan. Dengan dikeluarkannya
infrastruktur termasuk sektor pembangkit yang
Keputusan Presiden No. 39 tahun 1997 yang
padat modal.
menangguhkan 241 proyek yang bersumber dari
Mekanisme KPS kelistrikan untuk APBN baik pemerintah, BUMN maupun swasta
pembangkit kapaistas besar dan kecil memiliki dimana 27 proyek lainnya berhubungan dengan
skema yang relatif berbeda, terutama dalam hal ketenagalistrikan dalam rangka mengamankan
penjaminan pemerintah yang menyertainya. kesinambungan perekonomian (Kompas 2002).
Perbedaan penjaminan ini terpisah secara jelas Akibatnya adalah menurunnya supply listrik
dalam Peraturan Presiden 78/2006 tentang swasta dengan sangat tajam.
penjaminan proyek KPS yang diberikan oleh PT
Merosotnya investasi swasta dan keterbatasan
Penjamin Infrastruktur Indonesia (PT PII) dimana
keuangan pemerintah untuk investasi infrastruktur
mengakibatkan terjadinya krisis listrik. Menyadari

6 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 24, No. 1, 2016


Sumber: Disarikan dari berbagai sumber.
Gambar 2. Timeline Kebijakan KPS Sektor Kelistrikan
hal tersebut, pemerintah mulai mempertimbangkan kompetitif dan non-kompetitif. Area kompetitif
untuk membuka keran swasta kembali, diawali membuka partisipasi swasta untuk retailing
dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. listrik dan tarif yang boleh ditentukan oleh pasar
15 tahun 2002 tentang pencabutan Keputusan atas persetujuan monitoring agency. Artinya
Presiden No. 39 tahun 1997, yang berimplikasi meliberalisasi sektor kelistrikan dengan membuka
pada dapat diteruskannya 27 proyek kelistrikan peran swasta untuk menjual/membeli listrik
yang ditangguhkan. Peran sektor swasta juga secara kompetitif melalui unboundling jasa
semakin dibuka lebar dengan direvisinya UU ketenagalistrikan baik pembangkit, transmisi
Kelistrikan 1985 menjadi UU Kelistrikan No. maupun distribusi. Dengan kata lain, PT PLN
20 tahun 2002. Dalam UU ini terjadi perubahan tidak lagi menjadi monopoli dengan memberikan
signifikan dalam hal keterlibatan pihak swasta. kesempatan seluasnya bagi investor.
Secara singkat UU ini menyatakan bahwa bisnis Perubahan UU Kelistrikan No. 20/2002
kelistrikan terbagi menjadi dua yaitu, area menimbulkan resistensi yang cukup besar.

Tinjauan Kritis atas ... (Esta Lestari)│ 7


Banyak pihak yang menganggap bahwa UU ini yang harus dipenuhi FTP 1. Dalam FTP 2, peran
memberikan dampak negatif bagi masyarakat swasta/IPP lebih dominan mencapai setengah dari
karena liberalisasi sektor kelistrikan hanya total kapasitas target (lap. Tahunan PLN 2012).
akan mengakibatkan kenaikan harga yang tidak Upaya untuk memperluas peran swasta
bisa dikendalikan pemerintah karena intervensi terus dilakukan pemerintah setelah UU 2002
pemerintah semakin minim. Listrik dianggap gagal. Di tahun 2009, pemerintah akhirnya
sebagai komoditas strategis yang menjadi merevisi UU Kelistrikan tahun 1985 menjadi
tanggung jawab pemerintah dalam penyediaannya UU Kelistrikan No. 30 tahun 2009. Terdapat
(seperti juga BBM) sebagaimana diamanatkan perbedaan mendasar diantara keduanya, yaitu
dalam UUD 1945. perluasan peran pemerintah daerah dan BUMD
Dalam upaya mengatasi kemunduran sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam
keterlibatan swasta ditengah kebutuhan listrik pemenuhan listrik publik yang sebelumnya
yang terus meningkat, pemerintah mengeluarkan dikuasai PLN. Akan tetapi, PLN tetap memiliki
Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang first right of refusal atas sektor ini. Menurut
peran listrik swasta melalui PP 3/2005 tentang Tumiwa (2012), dalam UU Kelistrikan 2009,
Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik sebenarnya upaya unbundling (struktur industri
Listrik swasta, dimana IPP boleh mengembangkan yang dipecah) sektor kelistrikan secara tersirat
dan memasok listrik ke PT PLN. Pada dasarnya tetap ada, yaitu dengan memberikan kesempatan
PP ini adalah perubahan atas PP 10/1989 yang seluasnya bagi BUMN, BUMD badan usaha
merupakan petunjuk teknis UU 15/1985 dengan swasta, koperasi dan swadaya masyarakat untuk
revisi keterlibatan swasta yang lebih besar. PP No. jenis pembangkitan, transmisi dan distribusi serta
3/2005 juga mengalami revisi ditahun berikutnya pendelegasaian wewenang kepada pemerintah
melalui PP 26/2006. Perluasan keterlibatan daerah untuk member ijin dan penetapan tariff.
swasta yang diatur dalam PP 26/2006 meliputi Dengan upaya tersirat ini, tetap memberikan
peran swasta baik oleh koperasi, BUMD, swasta, justifikasi bahwa pemenuhan kebutuhan listrik
swadaya dan peroranag selaku pemegang ijin menjadi tanggung jawab pemerintah.
usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan umum
yang diberikan dan disertifikasi oleh PLN dan PLTU Batang Sebagai Kasus PPP
badan terkait (KADIN 2006). Ketenagalistrikan
Pemerintah melakukan upaya-upaya lain
Proyek PLTU Jawa Tengah telah mencapai
untuk mewujudkan kemitraan dengan swasta
contract closure ditahun 2011. Proyek dengan
dalam penyediaan infrastruktur publik karena
investasi mencapai lebih dari Rp 30 trilyun ini
semakin menyadari keterbatasan keuangan
mendapatkan banyak perhatian, baik dukungan
pemerintah dan kebutuhan untuk menunjang
maupun resistensi. Proyek ini adalah proyek KPS
pertumbuhan ekonomi. Dalam bidang kelistrikan,
pertama yang didasarkan pada Perpres 13 tahun
hal tersebut diimplemetasikan dalam mega
2010 dan mendapatkan jaminan PT PII menurut
proyek pembangkit listrik 10.000 MW (fast
Perpres No. 78 tahun 2010.
track program/FTP) yang terbagi menjadi dua
tahap. FTP tahap 1 telah mengalami kemajuan Sejak diinisiasikan pada tahun 2010,
berarti hingga tahun 2011, terutama dalam hal proyek ini berusaha mengikuti kaidah PPP yang
pembiayaannya. Terdapat 36 perusahaan yang umumnya berlaku didunia, misalnya melalui
melakukan kerja sama dengan PLN dalam bentuk mekanisme pelelangan dan kerja sama antar
EPC (Engineering, procurement, construction) institusi pemerintah dan swasta. Perbedaan antara
(lap. Tahunan PLN 2012). Beberapa perusahaan KPS ini dengan KPS lainnya khususnya KPS
diperkirakan telah memproduksi ditahun 2012- tahun 2006 dapat diringkas melalu Tabel 2.
2013. Sementara untuk 10.000 MW tahap 2, Secara umum, terdapat beberapa perbedaan
memprioritaskan bahan bakar energi terbarukan, dan kesamaan dalam hal KPS menurut UU Tahun
gas dan batubara dengan tujuan memenuhi 1985 dan UU tahun 2009. Misalnya, terminologi
perminataan listrik di Indonesia diluar kapasitas KPS dalam UU tahun 2009 sebenarnya memiliki

8 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 24, No. 1, 2016


Tabel 2. Perbedaan KPS sebelum dan setelah tahun 2006

Uraian KPS PPP


Periode – 2006 >2006
Mekanisme Kerja sama PLN dan swasta Mengikuti kaidah umum PPP dasarnya
Kerja sama antara PLN dengan swasta Perpres 13/2010 jo Perpes 56/2011 ttg kerja
sama pemerintah dan badan usaha dalam
penyediaan infrastruktur
Kerja sama antara pemerintah (PLN sebagai
PJPK) dan swasta
Bentuk Kerja sama Greenfield Greenfield
Sub-tipe BOO, BOT BOOT
Mekanisme pelelangan Pelelangan yang diadakan oleh PLN Pelelangan yang diadakan oleh PJKP
meliputi PLN, kementrian dll
Kategori proyek Tidak termasuk dalam PPP book Termasuk dalam PPP book Bappenas
Bappenas
Bentuk kesepakatan Pembelian listrik dari IPP (PPA), Pembelian listrik (PPA)
sewa pembangkit
Penjaminan Comfort letter PT PII (Perpres 78/2010)
Harga patokan tertinggi (HPT/ceiling
price)
Pembebasan pajak pertambahan nilai
(PPN)
Penyehatan
Kepastian Pembelian (PPA)
Kapasitas pembangkit Umumnya proyek dengan kapasitas kecil Umumnya proyek dengan kapasitas besar
hingga menengah
Teknologi Pembangkit Ultra supercritical yang ramah
lingkungan
Sumber: Disarikan dari berbagai sumber

kesamaan makna dengan proyek Greenfield atau dengan mentransfer kepemilikan pada pemerintah
EPC dalam UU tahun 1985 yang berarti proyek di akhir periode konsesi yaitu setelah 30 tahun.
swasta atau kerja sama pemerintah-swasta untuk Perbedaan paling signifikan diantara kedua
membangun suatu fasilitas infrastruktur dan jenis KPS tersebut adalah dalam hal penjaminan.
mengoperasikannya selama periode konsesi PLTU Jateng dijamin menurut Perpres 78/2010
tertentu. Umumnya kesepakatan diantara yaitu oleh PT PII dalam berbagai resiko yang
pemerintah (PT PLN) dan swasta adalah untuk ditanggung oleh swasta (sebagai pihak yang
pembelian listrik swasta atas dasar kesepakatan dianggap mampu mengatasi resiko dengan biaya
harga tertentu atau sewa pembangkit. paling minimum) dengan resiko-resiko yang
Proyek PLTU Batang Jateng telah mengikuti sudah dieksplisitkan dalam kontrak. Sebaliknya,
kaidah PPP (KPS) sesuai dengan mekanisme yang KPS sebelum tahun 2006 hanya mengandalkan
diatur dalam UU 2009 yaitu dengan melibatkan jaminan pemerintah.
institusi pemerintah termasuk pemerintah daerah PLTU Jateng saat ini dikerjakan oleh badan
dalam prosesnya, berbeda dengan mekanisme usaha PT Bhimasakti Power Indonesia (PT BPI),
proyek IPP sebelum tahun 2006 yang hanya antara yang merupakan konsorsium dari tiga perusahaan
PLN dan swasta. Sub tipe kontrak yang dikerja subkontrak dari sponsor yang telah memenangkan
samakan juga sedikit berbeda. Jika IPP sebelum pelelangan. Secara singkat, mekanisme dan proses
tahun 2006 hanya sekitar BOO dan BOT, PLTU PPP untuk proyek tersebut digambarkan oleh
Jateng justru memodifikasi kedua tipe tersebut Gambar 3.
menjadi BOOT (build operate own transfer) yaitu

Tinjauan Kritis atas ... (Esta Lestari)│ 9


Sumber: Dimodifikasi dari Yescombe (2007).
Gambar 3. Alur Proses Tender PLTU Jawa Tengah
Ketika pertama kali diinisiasikan kemudian J-Power akhirnya menjadi pemenang karena
diikuti dengan pembentukan tim kecil, proses memenuhi syarat dan memberikan harga terbaik
sounding untuk proyek ini telah dilakukan yaitu US$5,79 sen (Sustaining Partnership 2011).
secara intensif dengan melibatkan berbagai ada tahap-tahap awal proses KPS, banyak
pihak termasuk konsultan asing dengan reputasi pihak yang berperan didalamnya. J-Power
yang teruji. Kontrak disiapkan oleh PT PLN berperan sebagai Penanggungjawab Proyek Kerja
dengan memberikan requirement dan alternatif sama (PJPK) yang melakukan kontrak kerja
lokasi pembangkit yaitu diwilayah Jawa tengah. sama dengan pemerintah. Sebagai pemenang
Pada dasarnya pemerintah hanya mememnuhi J-Power kemudian mendirikan badan usaha
requirement mendasar dan pihak swasta PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) yang
bertanggung jawab atas seluruh elemen untuk EPC merupakan konsorsium tiga perusahaan, yaitu
atas dasar kerja sama BOOT. Pada awalnya tender J-Power, Itochu dan Adaro untuk mensuplai
diikuti oleh belasan perusahaan internasional, listrik swasta ke PT PLN melalui PPA. PT BPI
namun kemudian hanya 7 perusahaan yang mendapatkan pembiayaan hutang dari JBIC selaku
memenuhi persyaratan. Pada saat penutupan bank asing sebesar 85% dari total pembiayaan
tender, dari 7 perusahaatn tersebut empat proyek. J memberikan pembiayaankarena
perusahaan yang memasukkan penawaran yaitu dua pertimbangan yaitu kelayakan proyek
Yudian (China), Shenhua (China), Marubeni, dan yang dilakukan pihaknya sendiri dan adanya
J-Power (Jepang) (Sustaining partnership 2011). jaminan dari pemerintah melalui PT PII yang

10 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 24, No. 1, 2016


Sumber: Wawancara PT PLN
Gambar 4. Kontrak Kerja sama PT BPI dan PLN
menjamin resiko yang dihadapi PT BPI. PT perusahaan tersebut penting terutama dalam hal
PII sebenarnya adalah perusahaan pemerintah memenuhi persyaratan komposisi pemilikan
melalui Kem. Keuangan unit pengelola resiko asing-domestik. PT BPI melakukan kontrak
melalui kebijakan penjaminan dan penyertaan Greenfield dengan PT PLN untuk kepastian
modal. Sedangkan mekanisme PPP didesain pembelian listrik melalui PPA, dimana PT PLN
oleh Bappenas dan komite kebijakan percepatan akan mendapatkan pasokan listrik dari BPI dan
penyediaan infrastruktur (KKPPI) yang pada saat mendistribusikannya.
itu (2006) menjadi penjamin proyek karena PT PII Dalam perjalanannya, PLTU Jateng juga
belum terbentuk (2010). Dalam pelaksanaannya, menghadapi kendala, terutama yang datang dari
PT BPI harus memenuhi berbagai persyaratan resistensi masyarakat sekitar yang memungkinkan
pendirian usaha melalui berbagai badan pemberi terjadinya penundaan financial closure. Masalah
lisensi terutama dilokasi pembangkit di Jawa utama datang dari pemebasan lahan. Resistensi
Tengah seperti BKPM, Badan Lingkungan Hidup datang dari masyarakat karena kekhawatiran
Jateng dan Pemda Jateng (Sustaining Partnership yang tinggi akan dampak dari polusinya. Proyek
2011; Wawancara PT PLN 2012). ini  berada di Desa Karanggeneng, Kabupaten
Hubungan antara J-Power dengan PT PLN Batang, Jawa Tengah lahan seluas 370 hingga 700
terlihat dari Gambar 4. Sebagai investor (kemudian hektar. Pembangunan proyek tersebut, meliputi
disebut sponsor), J-Power memasukkan modal wilayah Desa Ujung Negoro hingga Roban
awal (ekuitas) dan meminta bantuan pembiayaan sepanjang 7 km yang dipastikan akan memakan
dari JBIC. Setelah melakukan uji kelayakan areal persawahan dengan irigasi teknis seluas
proyek, JBIC bersedia untuk membiayai. J-Power 124,5 hektar dan perkebunan melati 20 hektar
kemudian membentuk badan usaha PT BPI Desa Karanggeneng serta sawah tadah hujan
yang merupakan konsorsium tiga perusahaan seluas 152 ha di Desa Ujung Negoro. Akibat
subkontrak, yaitu Itochu untuk pembangunan belum selesainya permasalahan lahan, maka ijin
pembangkitnya, Adaro untuk supply batubara, dan AMDAL juga belum diperoleh (AntaraNews,
J-Power untuk operasionalnya. Kombinasi ketiga 2012).

Tinjauan Kritis atas ... (Esta Lestari)│ 11


Sumber: International Monetary Fund, World Economic Outlook Database, October 2012
Gambar 5. Perkembangan Tingkat Tabungan-Investasi ASEAN-5 dan Developing Asia (% terhadap PDB)

Apakah PPP adalah jawaban dari krisis Keterlibatan pihak swasta dalam penyediaan
listrik di Indonesia? infrastruktur merupakan fenomena global yang
dialami oleh banyak negara berkembang terutama
Sejalan dengan dikeluarkannya Perpres No.
negara dengan tingkat perekonomian yang
67 tahun 2005 tentang kerja sama pemerintah
sedang menanjak (emerging countries) terutama
dan swata dalam penyediaan infrastuktur maka
dibenua Asia. Meningkatnya arus modal swasta
bisa dipastikan keterlibatan pihak swasta dalam
(khususnya asing) menurut Nishizawa (2011)
sektor-sektor publik di Indonesia akan semakin
menunjukkan bahwa kecederungan keuangan
meningkat. Disatu sisi, hal ini menjadi angin
global dimana terjadinya ketidakseimbangan
segar bagi peningkatan penyediaan infrastruktur
antara investasi yang lebih tinggi daripada
di Indonesia dan baik bagi pemerintah dalam hal
tabungan dinegara-negara pemilik modal yang
pengalokasian pengeluaran pemerintah. Investasi
kemudian mendorong terjadinya arus kapital
yang seharusnya menjadi tanggung jawab
ke negera-negara yang dianggap kekurangan
pemerintah dapat dibagi kepada pihak swasta
tabungan untuk membiayai investasinya. Namun
sehingga alokasi pengeluaran bisa ditempatkan
jika ditelaah lebih lanjut, teori pertumbuhan
pada sektor atau bidang- lain yang dianggap
Harrod-Domar yang mengutamakan investasi
lebih krusial seperti penddikan dan kesehatan.
sebagai motor pertumbuhan yang dialokasikan
Akan tetapi, disisi lain, timbul pertanyaan
dari tabungan atau asumsi ekuivalensi antara
tentang bagaimana dampak meningkatnya peran
tabungan dan investasi belum tentu terjadi
swasta dalam sektor publik yang memungkinkan
dinegara-negara berkembang. Negara-negara
terjadinya kegagalan pasar akibat semakin
Asia justru memiliki kecenderungan tingkat
lemahnya fungsi regulasi, distribusi dan
tabungan yang sangat tinggi tanpa diikuti oleh
alokasi pemerintah. Ketakutan terbesar adalah
alokasi investasi.
mekanisme harga yang semakin rigid dan
cenderung meningkat akibat semakin terbukanya Dari Gambar 5 terlihat bahwa negara-negara
peluang menjadi oligopoli atau monopoli oleh di Asia saat ini sedang mengalami fase ketiga
sektor swasta. Ketakutan bernuansa politis juga dari gelombang investasi dimana investasi lebih
timbul karena dengan keterbukaan terhadap tinggi dari tabungan5. Negara berkembang Asia
investasi disektor publik yang dicirkan oleh mengalami pembalikan sejak tahun 1997 dan
investasi padat modal dan teknologi, maka pintu ASEAN-5 setahun setelahnya. Investasi yang
masuk bagi investor asing akan semakin terbuka 5
Nishizawa (2011) membagi tiga fase globing investasi di
dan menguasai pasar domestik. Pada gilirannya, Asia, fase pertama (sampai pertengahan 1970an) tabun-
masyarakat jualah yang harus menanggung biaya gan lebih rendah dari investasi, fase kedua (1970an-1997)
tersebut. akslerasi tabungan dan investasi yang cepat, fase ketiga
(1998-200an) tabungan lebih tinggi dari investasi sejalan
dengan surplus yang besar dalam neraca berjalan.

12 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 24, No. 1, 2016


Sumber: International Monetary Fund, World Economic Outlook Database, October 2012.
Gambar 6. Perkembangan Investasi, Tabungan dan Neraca Berjalan Indonesia, 1990-2011 (% terhadap PDB)

lebih besar dari tabungan menunjukkan bahwa membengkak. Hingga tahun 2011, cadangan
tabungan domestik belum sepenuhnya secara devisa Indonesia mencapai US$110,3 milyar
efektif diutilisasikan sebagai sumber pembiayaan atau setara dengan 6 bulan impor. Cadangan
pembangunan. Terdapat kecenderungan bahwa devisa inilah yang cenderung digunakan sebagai
pemerintah negara berkembang untuk menjaga self-insurance pemerintah yang sedikit sekali
kondisi tersebut sebagai self-insurance terhadap dikontribusikan pada investasi.
krisis neraca pembayaran dimasa depan atau Kecenderungan pemerintah di Asia untuk
untuk menjaga kestabilan nilai tukar. Pada kasus menumpuk tabungannya menjadi alasan yang
negara tertentu seperti China, nilai tabungan rasional ditengah ketidakpastian perekonomian
domestiknya yang sedemikian besar bahkan harus global termasuk Indonesia. Maka alasan untuk
diseimbangkan dengan meningkatnya konsumsi berbagi resiko dengan swasta dengan melibatkan
untuk menurunkan tabungan. Menganggurnya mereka dalam pembiayaan-pembiayaan domestik
tabugan domestic yang sedemikian besar akan untuk investasi infrastruktur menjadi masuk
merugikan negara berkembang karena kehilangan akal. Terlebih lagi sejak awal 2000, terdapat
momentum untuk mengakselrasikan petumbuhan kecenderungan penurunan mekanisme dan
dengan pembiayaan domestik yang bukan hutang. pendampingan pembiayaan dari ODA akibat
Indonesia tidak lepas dari kecenderungan skeptisme terhadap pengalokasiaan bantuan
tersebut. Dari Gambar 6 terlihat bahwa akibat dianggap tidak efisien (Nishizawa 2011). Tidak
liberalisasi disektor industry di Indonesia mengherankan jika kemudian ODA yang
dengan dikeluarkannya Paket kebijakan Oktober kemudian mendorong mekanisme PPP dan
1988 membawa arus investasi asing masuk memonitornya untuk memastikan pengalokasian
kedalam negeri diawal tahun 1990an. Kondisi yang lebih efisien. Dengan mekanime PPP
ini terus berlangsung hingga krisis melanda maka resiko akan terbagi sepanjang durasi
yang berdampak pada kehati-hatian pemerintah kontrak. Namun apakah pembiayaan melalui PPP
dan kontraksi yang sangat tajam dalam investasi merupakan pilihan terbaik.
mengakibatkan tabungan mulai dijaga. Kondisi Hal pertama yang harus diperhatikan
ini mengalami ketidakseimbangan investasi dalam PPP adalah motivasi dari keterlibatan
tabungan yang terus berjalan hingga 2010. swasta yang tidak lepas dari mecapai efisiensi
Kelebihan tabungan atas investasi berdampak manfaat, dan menjembatani gap pembiayaan
pada neraca berdagangangan yang meningkat dari infrastruktur publik yang tidak bias diatasi
dan berkontribusi pada cadangan devisa yang pemerintah. Artinya dalam kerangka PPP ada

Tinjauan Kritis atas ... (Esta Lestari)│ 13


berbagai pihak yang terlibat baik pemerintah, lepas dari kecenderungan meningkatnya harga
swasta dan institusi lain dengan kewajiban, listrik disaat belum semua masyarakat Indonesia
hambatan dan kepentingan yang masing-masing memiliki akses. Hal ini terlihat pada rata-rata
berbeda dan harus direkonsiliasi. Dampaknya, harga jual listrik swasta ke PT PLN terbilang
selalu terdapat kemungkinan terjadinya konflik mahal. Harga rata-rata pembangkit listrik
yang inheren antara kepentingan publik dan berbahan bakar batu bara hampir Rp 700 per
privat terutama dalam penetapan harga fasilitas kilowatt hour, sedangkan biaya pokok produksi
yang kerap sulit disepakati. Pemerintah harus listrik berbahan bakar batu bara di pembangkit
memastikan tersedianya pelayanan yang dapat yang dikelola PLN sekitar di bawah Rp 400 per
dijangkau seluruh masyarakat sedangkan privat kilowatt hour (IESR 2011).
berkepentingan terhadap arus kas yang lancar Pemerintah akhirnya dilematis dalam
melalui penetapan harga yang tinggi untuk menghadapi permasalahan tersebut. Banyak
menjamin proyek tersebut layak untuk berjalan Negara yang menerapkan unbundling sektor
dengan imbal jasa yang tinggi. Pihak swasta kelistrikan atau dengan membangun dual market
akan menuntut komitmen pemerintah dalam untuk mencapai kesimbangannya. Bahkan
kontrak untuk menjaga lingkungan usaha yang tidak jarang yang berhasil adalah sistem hybrid
kondusif dan stabil terhadap pembiayaan melalui dengan mengkombinasikan berbagai mekanisme
kebijakan. Padahal dengan semakin panjangnya (Nishizawa, 2011) yang tidak termasuk kategori
durasi kontrak, semakin besar peluang terjadinya dikuasi pemerintah atau terorientasi pasar (Victor
konflik akibat dari peristiwa-peristiwa yang tidak and Heller, 2007). Mekanisme cukup berhasil
direncanakan. Resiko seperti ini pada gilirannya di India dan China. Namun resiko tersebut
akan membebani keuangan negara. sangat besar secara politis dan tergantung pada
Kedua, investasi swasta tetap akan tahap implementasinya. Artinya, kompetensi
berorientasi profit. Maka seluruh fasilitas atau pemerintah menjadi factor utamanya. Dengan
infrastruktur yang dibangun akan berjalan sesuai kata lain, PPP meskipun terlihat sangat komersial
mekanisme pasar, dan konsumen yang harus dengan kesepakatan dan operasional yang
membayarnya. Pemerintah yang berkewajiban terstruktur dalam kontrak namun sangat beresiko.
untuk memastikan penyampaian pelayanan Dengan pertimbangan tersebut, maka tantangan
tersebut umumnya akan berada pada posisi yang paling utama pada dasarnya adalah bagaimana
tidak menguntungkan karena tekanan antara harga pemerintah menggunakan sumber pembiayaan
pasar dengan pelayanan publik. Kasus seperti ini publik baik domestik maupun eksternal secara
kerap terjadi misalnya di sektor perusahaan air efektif sebagai katalis untuk membolisasi sumber
minum DKI Jakarta yang diprivatisasi kepada pembiayaan swasta menjadi investasi untuk
PT PALYJA dan AETRA, yang membuat harga pembangunan jangka panjang.
air meningkat karena tertulis dalam kontrak .
Akibatnya, masyarakatl yang harus menanggung KESIMPULAN DAN SARAN
biaya tersebut dan membayarnya.
Tidak pelak Indonesia masih menghadapi
Kekhawatiran akan munculnya dominasi
tantangan infrastruktur kelisrikan yang besar.
swasta dalam infrastruktur publik juga terjadi
Meskipun tingkat elektrifikasi saat ini telah
di sektor kelistrikan. Dengan upaya liberalisasi
mencapai 89,5% pada tahun 2016, namun
melalui UU Kelistrikan tahun 2002 yang secara
ketimpangan listrik masih sangat tinggi. Namun,
eksplisit memecah struktur industri kelistrikan
penyediaan listrik bagi sektor usaha juga menjadi
(unbundling) dan membuka kesempatan pada
agenda yang tidak kalah penting dari upaya
swasta harus digagalkan oleh Mahkamah
pemerataan penyediaan listrik diseluruh pelosok
Konstitusi. Namun tetap menyerahkannya pada
Indonesia. Pasokan listrik bagi industri akan
pemerintah ternyata juga bukan solusi yang
meningkatkan iklim investasi di Indonesia.
optimal, sehingga upaya unbundling tersebut tetap
masuk kedalam UU Kelistrikan 2009 sebagai Disisi lain, penyediaan listrik membutuhkan
revisi UU terdahulu. Kecemasan tersebut tidak investasi sangat besar yang sulit untuk dipenuhi

14 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 24, No. 1, 2016


oleh pembiayaan dari pemerintah semata, Hulten, C. (1996). Infrastructure Capital and
menjadikan sektor kelistrikan untuk membuka Economic Growth How Well You Use It May
peluang bagi sektor swasta untuk terlibat Be More Important Than How MuchYou
didalamnya. Mekanisme Kerja sama Pemerintah- Have It. Massachusetts: NBER.
Swasta (KPS) merupakan salah satu jalan keluar Ismail, N. W., & Mahyideen, J. M. (2015). The
bagi peningkatan peyediaan listrik yang memiliki Impact of Infrastructure on Trade and
potensi ekonomi dan sosial yang tinggi. Econoic Growth in Selected Economies
Sebagai barang publik, listrik harus bisa in Asia. Tokyo: Asian Development Bank
diakses secara terjangkau oleh seluruh lapisan Institute.
masyarakat, sementara proyek listrik yang dimiliki Kembaren, L. (2012, Januari 30). Investment
swasta justru lebih berorientasi pasar. Oleh karena Grade Ketenagalistrikan. JurNas.
itu, dibutuhkan pertimbangan pembiayaan
Kementerian Koordinasi bidang Perekonomian.
keuangan yang sangat hati-hati untuk memastikan
(2010). Kerja sama Pemerintah dan Swasta
manfaat ekonomi didapatkan oleh seluruh pihak
(KPS): Panduan Bagi Investor di Bidang
tanpa mengorbankan manfaat sosial. Berbagai
Infrastruktur. Jakarta: Kemenko. Bidang
studi yang menunjukkan peran signifikan
Ekonomi.
investasi kelistrikan bagi pertumbuhan ekonomi
membutuhkan perhatian pemerintah dalam Kompas. (2002, Maret 24). Keppres No. 39 tahun
pemilihan sumber pembiayaan, pengoperasian 1997 Dicabut, Listrik Swasta Dilanjutkan.
dan managemen yang efektif sehingga investasi Kompas.
tidak menjadi beban bagi keuangan negara dan Nishizawa, T. (2011). Changes in Development
terutama masyarakat. Finance in Asia: Trendsm Challanges and
Policy Implications. Asian Economic Policy
Review, 6, 225-244.
DAFTAR PUSTAKA
Price Water Coopers. (2011). Electricity in
Adam, L. (2016). Reformulasi Model Indonesia: Investment Guide and Taxation
Pembangunan Ekonomi Inklusif yang Guide. Jakarta: PWC.
Berdaya Saing melalui Infrastruktur:
PT. PLN. (2011). Laporan Tahunan 2011. Jakarta:
Perspektif Teori dan Implementasi. In C.
PT. PLN.
Firdausy, Model Pembangunan Inklusif yang
Berdaya Saing. Jakarta: Unpublished. Tumiwa, F. (2012, Februari 20). Analisis Ekonomi.
KONTAN, p. 27.
Bottini, N., Coelho, M., & Kao, J. (n.d).
Infrastructure and Growth “Launch World Bank. (2016). Private Participation in
Version”. London: LSE Growth Commision. Infrastructure (PPI) Annual Update 2016.
Washington DC: World Bank Group.
Dewanto, H. (2012, November 13). How to Close
the Electricity Gap. Jakarta Globe. World Economic Forum. (2016). The Global
Competitiveness Report 2015-2016. WEF.

Tinjauan Kritis atas ... (Esta Lestari)│ 15

Anda mungkin juga menyukai